• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KHITOSAN SEBAGAI ANTIMIKROBA

PADA BAKSO DAGING SAPI YANG DIBUAT

DENGAN PENAMBAHAN WORTEL

NUR FAUZIA

ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging yang Dibuat dengan Penambahan Wortel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NUR FAUZIA. Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan TUTI SURYATI.

Bakso merupakan produk olahan daging yang mudah rusak, sehingga memerlukan pengawet untuk memeperpanjang masa simpannya. Rancangan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan dasar rancangan acak lengkap (RAL). Khitosan sebagai pengawet alami ditambahkan dalam pembuatan bakso sebanyak 0%, 0.1%, dan 0.3% serta dilakukan penambahan wortel sebanyak 5%. Analisis yang dilakukan meliputi analisis aktivitas antibakteri khitosan, analisis mikrobiologi bakso (Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella), pH, dan aw pada hari ke-0, 4, 8, dan 12 penyimpanan. Khitosan 100% lebih efektif

menghambat E. coli dibanding S. aureus dan Salmonella. Khitosan 50% mampu menurunkan jumlah E. coli dari 3.65 x 1011 menjadi 2.66 x 108.Penambahan khitosan sebanyak 0.1% dan 0.3% pada bakso dapat membunuh E. coli pada awal penyimpanan hingga hari ke-12. Tidak ada interaksi antara level khitosan dengan lama penyimpanan terhadap jumlah S. aureus dan Salmonella, serta nilai aw bakso.

Nilai pH bakso menurun pada penyimpanan hari ke-12. Bakso mengandung 102.45 IU beta-karoten dan menyumbang 2.05% kebutuhan vitamin A pada pria dan 1.46% pada wanita. Khitosan dapat menggantikan pengawet kimia pada pembuatan bakso dan penambahan wortel dapat menyumbang kebutuhan vitamin A pada manusia.

Kata kunci: bakso, khitosan, mikrobiologi, wortel

ABSTRACT

NUR FAUZIA. The Use of Chitosan as Antibacterial Agent in Beef Meatball Supplemented with Carrot. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and TUTI SURYATI.

Meatball is a perishable meat product, therefore it needs some preservative to make it has a longer shelf-life. In this study, the method used was factorial design with completely randomized design (CRD) as basic. Chitosan as natural preservative was added in meatball processing as much as 0%, 0.1%, and 0.3%. In addition, 5% of carrort was added too. Chitosan antibacterial activity was analyzed once, meanwhile meatball’s micribiological analysis (S. aureus, E. coli, and Salmonella), pH, and aw was conducted on day 0, 4, 8, and 12. One hundred

percent chitosan was more effective to inhibit E. coli than S. aureus and Salmonella. Fifty percent of chitosan can reduce population of E. coli from 3.65 x 1011 to 2.66 x 108. The addition of 0.1% and 0.3% chitosan in meatball processing eliminized E. coli population since day 0 until 12 days storage. There was no interaction between chitosan level and storage period towards the meatball’s population of S. aureus, Salmonella, and aw value. Meatball’s pH decreased on

(5)

chemical preservative in meatball manufacturing and carrot addition can supply human’s need of vitamin A.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PENGGUNAAN KHITOSAN SEBAGAI ANTIMIKROBA

PADA BAKSO DAGING SAPI YANG DIBUAT

DENGAN PENAMBAHAN WORTEL

NUR FAUZIA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel

Nama : Nur Fauzia NIM : D14090015

Disetujui oleh

Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi Pembimbing I

Dr Tuti Suryati, SPt MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen IPTP

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2013 ini ialah aktivitas antimikroba, dengan judul Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi selaku dosen pembimbing utama dan Dr Tuti Suryati, SPt MSi sebagai dosen pembimbing anggota yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penulis, Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberi semangat dan motivasi, serta kepada Dr Ir Salundik, MSi dan Dr Sri Suharti, SPt MSi sebagai dosen penguji sidang yang memberikan koreksi dan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Devi Murtini, SPt dan Dwi Febriantini atas panduan dan bantuan selama penelitian.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Nurkan, Ibu Eko Hadiningsih, kakak Nur Annisa, teman satu tim penelitian (Fajar, Dyah, dan Nurul), IPTP 46, dan sahabat (Nuke dan Lastri) atas segala curahan doa dan dukungan yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Aktivitas Antimikroba Khitosan terhadap Bakteri Patogen 4

Kualitas Mikrobiologi Daging Segar 5

Kualitas Mikrobiologi Bakso 6

Estimasi Kandungan Beta-Karoten Bakso 8

SIMPULAN DAN SARAN 8

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 11

RIWAYAT HIDUP 12

DAFTAR TABEL

1 Zona penghambatan khitosan terhadap bakteri uji 5

2 Kualitas mikrobiologi daging segar 5

3 Pengaruh taraf khitosan dan lama penyimpanan terhadap cemaran E.

coli 7

4 Nilai pH bakso 7

5 Nilai aw bakso 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam taraf khitosan dan lama penyimpanan terhadap E. coli 11 2 Uji banding data analisis ragam taraf khitosan dan lama penyimpanan

terhadap E. coli 11

3 Analisis ragam pH bakso sapi 12

4 Uji banding data analisis ragam pH bakso sapi 12

5 Analisis ragam aw bakso sapi 12

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakso sangat mudah dijumpai di sebagian besar wilayah Indonesia mulai dari yang dijual dengan gerobak keliling hingga restoran mewah. Asosiasi Pedangang Mie dan Bakso (APMISO) di Indonesia menyatakan bahwa jumlah pedagang bakso dan mie di Indonesia adalah sekitar 3 juta-3.5 juta (Gun 2012). Hal tersebut menunjukkan tingginya konsumsi bakso di Indonesia. Selain berperan sebagai makanan penyebarluasan protein hewani, bakso juga dapat menjadi media untuk meningkatkan kecukupan kebutuhan gizi lain, seperti vitamin A yang dapat diperoleh dari beta-karoten pada wortel.

Kandungan nutrisi pada bakso yang tinggi mengundang mikroorganisme patogen untuk tumbuh, sehingga menyebabkan kerusakan. Oleh sebab itu, aktivitas pertumbuhan mikroorganisme perlu dihambat. Salah satu cara menghambat aktivitas mikrooragnisme ialah dengan penyimpanan dingin yang memaksa mikroorganisme untuk beradaptasi lebih lama dengan media tumbuhnya, sehingga laju pertumbuhannya rendah.

Selain dengan penyimpanan dingin, pertumbuhan mikroorganisme patogen juga dapat dihambat dengan antimikroba sebagai pengawet. Pengawet yang kadang dijumpai pada bakso di pasaran adalah pengawet kimia, salah satunya ialah boraks. Akumulasi boraks di dalam tubuh dapat mengganggu proliferasi sel imun dan menginduksi terjadinya kerusakan gen (Pongsavee 2009). Oleh sebab itu, diperlukan penggunaan pengawet alami untuk meminimalkan gangguan kesehatan.

Khitosan merupakan produk turunan dari khitin bangsa Crustacea, Insecta, dan Fungi yang memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan manusia, seperti obat-obatan, kosmetik, pengolahan limbah, dan pengolahan pangan. Berbagai penelitian memberikan informasi bahwa khitosan memiliki aktivitas antimikroba sehingga banyak dimanfaatkan dalam pengawetan makanan (Taylor 2005). Informasi tersebut menunjukkan bahwa khitosan berpotensi sebagai pengawet dalam produk pangan seperti bakso daging sapi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas mikrobiologi bakso daging sapi dengan ditambah dengan khitosan selama 0, 4, 8, dan 12 hari penyimpanan pada suhu dingin serta kandungan beta-karoten bakso.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Metode penelitian ini berupa percobaan laboratorium yang dilaksanakan pada bulan Februari-Juli 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan terdiri atas daging sapi bagian knuckle yang dibeli di Rumah Pemotongan Hewan Elders, khitosan yang diperoleh dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bahan-bahan tamBahan-bahan lain adalah Bahan-bahan pembuat bakso, aquades, alkohol 70%, nutrient broth (NB), baird peptone water (BPW), media Baird Parker Agar (BPA), kalium telurit, kuning telur, eosyn methylen blue agar (EMBA), xylose lysine deoxycholate agar (XLDA), muller hinton agar (MHA), dan plate count agar (PCA).

Alat

Peralatan yang digunakan terdiri atas alat pembuat bakso, lemari pendingin, Erlenmeyer, gelas piala, vortex, laminar air flow, hotplate, magnetic stirrer, mikropipet, cawan petri, inkubator, dan autoklaf.

Prosedur

Aktivitas Antimikroba Khitosan terhadap Bakteri Patogen

Sebanyak 106 cfu mL-1 bakteri Salmonella typhurium, E. coli dan S. aureus sebanyak 106 cfu mL-1 diinokulasikan ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan media MHA. Setelah agar mengeras dan dingin, dibuat sumur dengan diameter lima milimeter. Sebanyak 50 µL khitosan dengan konsentrasi 0.1%, 0.3%, dan 100% dipipet ke sumur. Kemudian cawan disimpan dalam lemari pendingin selama 2 jam agar khitosan berdifusi ke dalam agar. Cawan kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekitar area sumur menandakan bahwa khitosan mampu menghambat bakteri. Pengukuran diameter zona bening dilakukan sebanyak empat kali di daerah yang berbeda dan hasilnya dirata-rata. Setiap pengujian dilakukan secara duplo (Savadogo et al. 2004).

(16)

3 dengan khitosan sebanyak 2.25 g dan dihomogenisasi kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Substrat tersebut kemudian diencerkan kembali. Selanjutnya dilakukan pemupukan substrat pengenceran 10-6-10-8 ke dalam cawan dan ditambahkan dengan media PCA sebanyak 20 mL dengan kembali dilakukan penggilingan selama satu menit.

Adonan yang dihasilkan dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil dengan diameter sekitar empat cm. Bulatan-bulatan tersebut direbus pada suhu 80 ºC selama 30 menit. Bakso lalu ditiriskan dan dikemas dalam plastik steril.

Analisis Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi dilakukan selama penyimpanan, yaitu pada hari ke-0, 4, 8, dan 12. Sebanyak 25 g sampel ditimbang kemudian dihaluskan dan dimasukkan ke dalam 225 mL larutan BPW dan dihomogenkan. Larutan yang dihasilkan diambil dengan mikropipet ke dalam 9 mL larutan BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran dilanjutkan hingga terbentuk larutan pengenceran 10-6.

Analisis Kuantitatif Staphylococcus aureus. Media BPA yang ditambah kalium telurit 0.1% dituang ke cawan steril sekitar 20 mL. Setelah membeku, sampel sebanyak 0.1 mL dari pengenceran 10-2-10-4 ditambahkan pada media secara duplo kemudian ditambahkan. Cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 °C selama 24 jam (APHA 1992).

Analisis Kuantitatif Escherichia coli. Satu mL larutan pengenceran 10-1-10-3 dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo kemudian ditambahkan media EMBA sebanyak 20 mL dengan metode dituang dan dihomogenkan. Cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 °C selama 24 jam (APHA 1992).

(17)

4

Analisis pH

Alat pHmeter dikalibrasi dahulu dengan larutan buffer pH 7 dan 4. Elektroda dibilas menggunakan aquades dan dikeringkan. Probe ditusukkan ke sampel sekitar 2-4 cm. Nilai pH diperoleh dengan membaca skala tersebut (Soeparno 2005).

Analisis Aktivitas Air (aw)

Alat aw meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan garam NaCl jenuh

(suhu 30 ºC dan nilai aw 0.7509) sebelum digunakan untuk pengukuran. Sampel

dengan ketebalan 0.2 cm diletakan pada cawan pengukuran aw. Alat aw meter

dijalankan, setelah cawan ditutup dan dikunci sampai menunjukkan tanda completed sehingga nilai aw dapat dibaca (AOAC 1995).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial (3x4) dengan dasar percobaan lengkap (RAL). Faktor perlakuan terdiri atas tiga level khitosan (0%; 0.1%, dan 0.3%) dan empat periode penyimpanan (0, 4, 8, dan 12 hari) serta tiga ulangan. Model matematika yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1997):

Keterangan:

Yijk = hasil pengamatan penambahan level khitosan ke-i (0%, 0.1%, 0.3%) dan lama

penyimpanan ke-j (0, 4, 8, 12 hari) pada ulangan ke-k (1, 2, 3)

µ = rataan umum

Ci = pengaruh level khitosan ke-i (0%, 0.1%, 0.3%) terhadap sifat mikrobiologi

bakso

Pj = pengaruh lama penyimpanan ke-j (0, 4, 8, 12 hari) terhadap sifat mikrobiologi

bakso

CPij = pengaruh interaksi antara level khitosan ke-i (0%, 0.1%, 0.3%) dan lama

penyimpanan ke-j (0, 4, 8, 12 hari)

€ijk = pengaruh galat penambahan level khitosan ke-i (0%, 0.1%, 0.3%) dan lama

penyimpanan ke-j (0, 4, 8, 12 hari) pada ulangan ke-k

Data diolah dengan analisis ragam (ANOVA). Data populasi mikroorganisme ditransformasi menjadi nilai log. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah kemudian dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda menggunakan uji Tukey (Steel dan Torrie 1997).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antimikroba Khitosan terhadap Bakteri Patogen

(18)

5 Tabel 1 Zona penghambatan khitosan terhadap bakteri uji a

Bakteri uji Diameter bakteri uji (mm)

Kontrol Khitosan

Escherichia coli 0 0 0 12.34±2.58

a

Diameter zona hambat termasuk diameter lubang sumur (5 mm)

Uji daya hambat minimal (MIC) khitosan terhadap E. coli menunjukkan bahwa sebanyak 50% khitosan dapat menurunkan populasi bakteri E. coli dari 3.65 x 1011 menjadi 2.66 x 108 atau dengan besar penghambatan 99.92%. Muatan positif NH3+ khitosan berinteraksi dengan muatan negatif (lipopolisakarida dan

protein) membran sel mikroba sehingga menyebabkan kerusakan membran luar sel dan keluarnya bagian-bagian intraselular bakteri (Helander et al. 2001) yang menyebabkan kematian bakteri (Raafat et al. 2008).

Pemanfaatan khitosan sudah diterapkan dalam beberapa bidang seperti obat-obatan, makanan, pemurnian air, dan kosmetik (Sun 2005). Khitosan berpotensi untuk menjadi pengawet alami pengganti pengawet sintetis dalam pembuatan burger daging babi (Sayas-Barbera 2011). Khitosan juga mampu menyerang nukleus bakteri dan mengganggu transkripsi DNA, serta sintesis mRNA dan protein, sehingga menghambat proses penggandaan sel (Zivanovic et al. 2004).

Efektivitas antimikroba khitosan bergantung pada empat faktor, yaitu 1) faktor mikroorganisme (spesies dan umur); 2) faktor intrinsik khitosan; 3) kondisi fisik, (kelarutan dalam air dan bentuk padat khitosan) dan 4) faktor lingkungan, (kemampuan ionik dalam media, pH, temperatur, dan waktu reaktif) (Kong et al. 2010).

Kualitas Mikrobiologi Daging Segar

Populasi E. coli dan Salmonella pada daging melebihi batas maksimal cemaran menurut SNI. Tabel 2 menunjukkan kualitas mikrobiologi daging segar. E. coli yang mengontaminasi daging dapat bersumber dari kulit ternak yang terkontaminasi oleh feses (Arthur et al. 2010), air untuk mencuci karkas (Bello et al. 2011), dan selama distribusi (Nychas et al. 2008).

Tabel 2 Kualitas mikrobiologi daging segar

Peubah Nilai Standar

(19)

6

Nilai pH daging segar adalah 5.42. Nilai tersebut dipengaruhi oleh laju glikolisis post mortem, cadangan glikogen otot, dan pH daging ultimat. Nilai tersebut menunjukkan pH yang baik untuk pertumbuhan Salmonella (pH > 4) Jay (2000), serta mendukung untuk pertumbuhan bakteri E. coli yang tumbuh pada pH 4.4-9.0 (Luning et al. 2006) dan S. aureus yang dapat tumbuh pada pH 4.0-9.8 (Jay 2000).

Nilai aw daging segar adalah 0.882. Nilai tersebut berada di bawah batas

minimum toleransi aw untuk E. coli. tetapi bakteri tersebut masih ditemukan pada daging. Hal tersebut dapat disebabkan oleh nilai pH daging yang mendukung pertumbuhan E. coli. Nilai tersebut juga berada di atas toleransi aw minimum S.

aureus (0.86). Hal tersebut dapat disebabkan oleh daya saing bakteri yang rendah terhadap bakteri lain (Devine dan Dikeman 2004). Nilai aw menunjukkan air yang

tidak terikat oleh molekul makanan dan mendukung pertumbuhan mikroorganisme (Dave dan Ghaly 2010).

Kualitas Mikrobiologi Bakso

Kualitas mikrobiologi bakso yang diamati terdiri atas jumlah S. aureus, E.coli, Salmonella, nilai aw, dan pH selama 12 hari penyimpanan. Badan

Standardisasi Nasional (1995) menyatakan dalam SNI 01-3818-1995 bahwa bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang dibuat dari Penambahan khitosan dan lama penyimpanan yang tidak berpengaruh nyata terhadap cemaran S. aureus pada bakso sapi. No et al. (2002) menyatakan bahwa khitosan memiliki efek bakterisidal lebih kuat terhadap bakteri Gram positif seperti S. aureus. Perebusan dan penyimpanan dingin dapat menghambat pertumbuhan S. aureus pada bakso.

S. aureus dapat memproduksi enterotoksin yang berbahaya bagi manusia. Enterotoksin dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi S. aureus. Produk olahan daging merupakan salah satu sumber penyebaran enterotoksin (Kerry et al. 2002).

Jumlah E. coli

Bakso kontrol pada hari ke-0 mengandung E. coli (5.90 ± 4.2 log cfu-g). meskipun demikian, bakso kontrol tidak terdeteksi oleh E. coli pada hari ke-4 hingga 12. Matinya E. coli juga dapat disebabkan oleh pH asam produk (Samappito et al. 2011). Nilai aw yang di bawah batas minimum E. coli juga

menyebabkan terhambatnya proses metabolisme dan menyebabkan kematian E. coli (Buckle et al. 2009).

Bakso yang ditambah khitosan 0.1% dan 0.3% tidak terkontaminasi oleh E. coli pada hari ke-0 hingga 12 hari penyimpanan. Selain karena pengaruh aw, hal

(20)

7 Nilai pH bakso yang asam menyebabkan khitosan mengalami protonasi, sedangkan gugus karboksil dan fosfat pada membaran E. coli bersifat anion. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya ikatan dan melemahkan fungsi barrier membran luar E. coli (Helander et al. 2001). Tidak adanya E. coli selama penyimpanan dapat juga disebabkan oleh perubahan kimia seperti oksidasi lemak (Degirmencioglu et al. 2012) yang dapat mengurangi nilai nutrisi bakso (Wasowicz et al. 2004).

Tabel 3 Pengaruh taraf khitosan dan lama penyimpanan terhadap cemaran E. coli (log cfu g-1) bakso sapi

Dua dari tiga sampel analisis terkontaminasi oleh E. coli

Jumlah Salmonella sp

Analisis menunjukkan semua sampel bakso tidak terkontaminasi Salmonella selama 12 hari penyimpanan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pemanasan bakso pada suhu 80 ºC yang dapat membunuh bakteri tersebut. Salmonella dapat mati karena pemanasan daging pada suhu lebih dari 70 ºC atau dengan dengan pemanasan suhu internal 60 °C selama 53.1 menit (Juneja et al. 2001).

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dan tumbuh pada kisaran suhu 5-46 °C (Jay 2000). Jumlah Salmonella pada produk daging pada umumnya lebih kecil dari total mikroflora lain yang mengontaminasi daging (Devine dan Dikeman 2004).

Nilai pH Bakso

Nilai pH bakso selama 12 hari penyimpanan mengalami penurunan. Perbedaan yang nyata (p<0.05) terlihat pada nilai pH bakso pada hari ke-12 dan pada hari ke-0. Nilai pH bakso disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai pH bakso

Rataan 5.44±0.12a 5.70±0.27ab 5.35±0.18ab 4.92±0.03b

Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

(21)

8

Nilai aw Bakso

Tidak ada interaksi antara level khitosan dan lama penyimpanan terhadap nilai aw. Hal ini sesuai dengan penelitian Sedjati et al. (2007) bahwa taraf

penggunaan khitosan dan lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap aw ikan

teri. Rataan nilai aw bakso berada di bawah batas minimum aw yang mendukung

pertumbuhan bakteri. Nilai aw untuk pertumbuhan S. aureus dan Salmonella

adalah 0.99-0.95, sedangkan E. coli dapat tumbuh optimum pada aw 0.95 (Frazier

1967).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa bakso tidak berpotensi untuk ditumbuhi oleh mikroorganisme. Meskipun demikian, bakteri E. coli masih ditemukan pada bakso kontrol (0% khitosan) pada lama penyimpanan 0 hari. Nilai aw bakso

0 0.876±0.010 0.879±0.006 0.866±0.021 0.890±0.015 0.887±0.010

0.1 0.875±0.011 0.875±0.009 0.889±0.013 0.885±0.004 0.881±0.007

0.3 0.877±0.004 0.878±0.006 0.889±0.005 0.878±0.009 0.881±0.005

Rataan 0.876±0.008 0.877±0.006 0.881±0.017 0.884±0.010

Estimasi Kandungan Beta-karoten Bakso

Estimasi kandungan beta-karoten satu porsi bakso yang diberi tambahan 5% wortel adalah 102.45 IU dan dapat menyumbang kebutuhan vitamin A pada wanita sebanyak 2.05% dan 1.46% untuk pria.

(22)

9

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik mikrobiologi bakso daging sapi yang disimpan pada suhu ruang dengan meningkatkan konsentrasi khitosan atau dengan bahan alami lain yang berpotensi sebagai pengawet.

DAFTAR PUSTAKA

Aftab M, Rahman A, Qureshi MS, Akhter S, Sadique U, Sajid A, Zaman S. 2011. Level of Salmonella in beef of slaughtered cattle at Peshawar. J Anim Plant Sci. 22(2): 24-27.

Ahamad MN, Saleemullah M, Shah HU, Khalili IA, Saljoqi AU. 2007 determination of beta-carotene content in fresh vegetable using high performance liquid chromatography. Sahad J Agric. 23(3): 767-770. Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka

Utama.

Anjum F, Khan BA, Noreen N, Masood T, Faisal S. 2008. Effect of boiling and storage on beta-carotene content of different vegetables. Pakistan J Life Soc Sci. 6(1):63-67.

[APHA] American Public Health Association. 1992. Standar Methods for The Examination of Dairy Products. Ed ke-16. Washington DC (US): Port City Pr.

[AOAC] Association of Official Analitical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis Association of Official Analitical Chemistry, Washington DC (US): AOAC.

Arthur TM, Brichta-Harhay DM, Bosilevac JM, Kalchayanand N, Shackelford SD, Wheeler TL, Koohmaraie M. 2010. Super shedding of Escherichia coli O157:H7 by cattle and the impact on beef carcass contamination. Meat Sci. (86): 32-37.

[BSN] Badan Standardisasi Indonesia. 2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi. Standar Nasional Indonesia 3932:2008. Jakarta (ID): BSN.

Bello M, Lawan MK, Kwaga JKP, Raji MA. 2011. Assessment of carcass contamination with E coli O157 before and after washing with water at abattoirs in Nigeria. Int J Food Microb. 150: 184-186.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2009. Ilmu Pangan. Purnomo H dan Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terejemahan dari: Food Science.

Dave D, Ghaly AE. 2011. Meat spoilage mechanisms and preservation techniques: a critical review. Am J Agri Bio Sci. 6 (4): 486-510.

Degirmencioglu N, Esmer OK, Irkin R, Degirmencioglu A. 2012. Effects of vacuum and modified atmosphere packaging on shelf life extention of minced meat chemical and microbiological changes. J Anim Vet Adv. 11(7): 898-911.

Devine C, Dikeman M. 2004. Encyclopedia of Meat Science. Vol 3. Oxford (UK): Academic Pr.

(23)

10

Gun P. 2012. APMISO Indonesia. [Internet]. Tersedia pada: http://www.bengkelbakso.com/2012/08/apmiso-indonesia.html.

Hackett M, Lee J, Schwartz S. Thermal Stability and Isomerization of Lycopene in Tomato Oleoresins from Different Varieties. J Food Sci. 2002 69:536-541.

Helander IM, Nurmiaho-Lasilla EL, Ahvenainen R, Rhoades J, Roller S. 2001. Chitosan disrupts the barrier properties of the outer membrane of Gram-negative bacteria. Int J Food Microb. 71: 235-244.

Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. Ed ke-6. Maryland (US): Aspen Publisher.

Juneja VK, Eblen BS, Ransom GM. 2001. Thermal Inactivation of Salmonella spp.in Chicken Broth, Beef, Pork, Turkey, and Chicken: Determination of D- and Z-values. J Food Sci. 66(1): 146-152.

Kerry JP, Kerry JF, Leward D. 2002. Meat Processing: improving quality. Cambridge (UK): Woodhead Publishing.

Kong M, Chen XG, Xing K, Park HJ. 2010. Antimicrobial properties of chitosan and mode of action: A state of the art review. Int J Food Microb. 144(1): 51–63.

Kumar RR, Sharma BD, Kumar M, Chidandaiah, Biswas AK. 2007. Storage quality and shelf life of vacuum-packed extended chicken patties. J Muscle Foods. 18: 253-263.

Luning PPA, Devlieghere F, Verhe R. 2006. Safety in The Agri-Food Chain. Wageningen (NL): Wageningen Academic Pub.

No HK, Park NY, Lee SH, Meyer SP. 2002. Antibacterial activity of chitosan and chitosan oligomer with different molecular weight. Int J Food Microb. 74(1-2):65-72.

Nurainy F, Rizal S, Yudiantoro. 2008. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar (sumur). JTIH Pertanian. 13(2): 117-125.

Nychas GJE, Skandamis PN, Tassou CC, Koutsoumanis KP. 2008. Meat spoilage during distribution. Meat Sci. 78(1-2): 77-89.

Oliveira RBP, Oliveira AL, Gloria MBA. 2008. Screening of lactic acid bacteria from vacuum packaged beef for antimicrobial activity. Brazil J Microb. 39:368-374.

Pongsavee M. 2009. Effect of borax on immune cell proliferation and sister chromatid exchange in human chromosomes. J Occup Med and Toxicol. 4(27): 1-6.

Raafat D, Bargen KV, Hass A, Sahl HG. 2008. Insights into the mode of action of chitosan as an antibacterial compound. Appl Environ Microb. 74: 3764– 3773.

Savadogo A, Outtara CAT, Bassole IHN, Traore AS. 2004. Antimicrobial activities of lactic acid bacteria strains isolated from Burkina Faso fermented milk. Pakistan J Nutr 3: 174-179.

(24)

11 Sedjati S, Agustini TW, Surti T. Studi penggunaan khitosan sebagai anti bakteri pada ikan teri (Stolephorus heterolobus) asin kering selama penyimpanan suhu kamar. J Pasir Laut. 2(2): 54-66.

Simek J, Vorvola L, Malota L, Steinhauserova, Steinhauser L. 2003. Post-mortal changes of pH value and lactic acid content in the muscle of pigs and bulls. Czech J Anim Sci. 48(7): 289-299.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada Pr.

Steel RD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Ed ke-2. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics.

Sun DW. 2005. Emerging Technologies for Food Processing. Oxford (UK): Academic Pr.

Taylor S. 2005. Advances in Food and Nutrition Research. Vol 49. Oxford (UK): Academic Pr.

Wasowicz E, Gramza A, Hes M, Jelen HH, Korczak J, Malecka M, Mildner Szkudlarz S, Rudziriska M, Samotyja U, Zawirska-Wotjasiak R. 2004. Oxidation of lipids in food. Polish J Food Nutr Sci. 13(54): 87-100. Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka

Utama.

Youssef EY, Garcia CER, Yamashita F, Shimokomaki M. 2007. Chemical basis for beef charqui meat texture. Braz Arch Biol Technol. 50(4): 719-724. Zivanovic S, Basurto CC, Chi S, Davidson PM, Weiss J. 2004. Molecular weight

of chitosan influences antimicrobial activity in oil-in-water emulsions. J Food Protect. 67(5): 952–959.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ragam taraf khitosan dan lama penyimpanan terhadap E. coli

SK Db JK KT P

Taraf 2 7.7414 3.87070 0.0192*

Lama Simpan 3 11.6121 3.87070 0.0317*

Taraf*Lama simpan 6 23.2242 3.87070 0.0065**

Galat 24 23.2243 0.96768

Total 35 65.8020

(25)

12

Lampiran 3 Analisis ragam pH bakso sapi

SK Db JK KT P

Keterangan **) P < 0.01 = sangat berbeda nyata

Lampiran 4 uji banding data hasil analisis ragam pH bakso sapi

Lama penyimpanan (hari) Rataan Homogeneous Group

0 5.4411 A

4 5.6698 AB

8 5.3189 AB

12 4.9189 B

Lampiran 5 Analisis ragam aw bakso sapi

SK Db JK KT P

Taraf 2 0.0000687 0.0000344 0.734

Lama Simpan 3 0.0003785 0.0003785 0.350

Taraf*Lama simpan 6 0.0012084 0.0002014 0.135

Galat 24 0.0026353 0.0001098

(26)

13 Lampiran 6. Zona hambat khitosan terhadap bakteri

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jepara pada 5 Desember 1991. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara pasangan Nurkan dan Eko Hadiningsih. Penulis pernah menempuh pendidikan formal di SMP Negeri 1 Keling Jepara (2003-2006), SMA Negeri 1 Pati (2006-2009), dan terdaftar sebagai mahasiswa IPB tahun ajaran 2009/2010 melalui jalur USMI.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) pada tahun ajaran 2012/2013 serta asisten praktikum mata kuliah Integrasi Proses Nutrisi di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) pada tahun ajaran 2012/2013. Kegiatan magang pernah dijalani penulis di PT D’Farm Agriprima (2011) dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang (2012).

Gambar

Tabel 1 Zona penghambatan khitosan terhadap bakteri uji a

Referensi

Dokumen terkait

mampu merumuskan langkah-langkah membangun budaya sekolah; Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah memotret berbagai macam bentuk pembiasaan, model tata kelola

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Selain itu, di dalam makalah ini kami juga melampirkan data perhitungan sesuai dengan yang kami dapatkan dari sumber yang ada yaitu beberapa hasil laporan Tugas

adalah risiko yang timbul akibat ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan. adanya

Dari kondisi kerusakan yang terjadi pada PLEM, seperti gambar 1.2, akan.. coba ditinjau permasalahan

Berikut ini adalah kasus untuk menguji perangkat lunak yang sudah dibangun menggunakan metode BlackBox berdasarkan gambar rencana pengujian yang telah dibuat sebelumnya. Gambar

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD). KABUPATEN LEBONG

Hal ini menunjukkan adanya globin di dalam parasit malaria, hal ini sesuai dengan pengujian hambatan perkembangan stadium dimana parasit mengalami penundaan pada