• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pemasaran garam di Kabupaten Sumenep Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pemasaran garam di Kabupaten Sumenep Jawa Timur"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMASARAN GARAM

DI KABUPATEN SUMENEP JAWA TIMUR

FIDDINI ALHAM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pemasaran Garam di Kabupaten Sumenep Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2013

Fiddini Alham

(4)
(5)

Timur Dibimbing oleh SUHARNO dan AMZUL RIFIN.

Kabupaten Sumenep merupakan salah satu daerah penghasil garam di Indonesia. Garam mempunyai peranan penting hampir dalam seluruh proses produksi dan industri, karena garam tidak memiliki barang pengganti, sehingga garam menjadi komoditi yang strategis. Selama ini mata rantai tata niaga garam dikuasai oleh segelintir perusahaan, kegiatan hilir didominasi oleh industri skala besar dengan jaringan yang kuat sedangkan kegiatan hulu didominasi oleh kegiatan pengelolaan garam dengan teknologi sederhana (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Dalam proses pemasarannya, petani dikondisikan hanya sebagai produsen garam, tidak memiliki andil dalam penentuan harga, maupun penentuan teknis kualitas garam yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan tertutupnya akses petani terhadap informasi mutu dan perkembangan harga yang menyebabkan mayoritas petani memiliki daya tawar atau bergining position lemah dalam penentuan harga dan cendrung sebagai penerima harga (price taker). Kondisi ini semakin diperparah oleh keterbatasan sarana dan prasarana, akses pemodalan, serta akses untuk masuk pasar yang menyebabkan terbatasnya pilihan saluran pemasaran bagi petani. Dari kondisi di atas penulis menduga bahwa pemasaran garam yang terjadi saat ini di Kabupaten Sumenep tidak efisien. Dibutuhkan analisis mengenai pemasaran garam dengan menggunakan pendekatan structure, conduct dan performance (SCP). Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja pasar garam di Kabupaten Sumenep. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), sedangkan responden dalam penelitian dipilih secara acak sederhana (simple random sampling) melalui penelusuran rantai pemasarannya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pemasaran garam di Kabupaten Sumenep tidak efisien, tidak adil, serta tidak transparan. Hal ini disimpulkan dengan pendekatan struktur, perilaku, dan kinerja pasar garam yaitu, analisis struktur pasar industri garam di Kabupaten Sumenep cenderung oligopsoni, hal ini disimpulkan dari berbagai indikator: (a) jumlah partisipan dalam pasar yang tidak seimbang antara penjual dan pembeli, (b) konsentrasi pasar tinggi, didominasi oleh sedikit pesaing, (c) adanya hambatan masuk pasar mulai dari modal, jaringan kerjasama, lisensi, teknologi. Analisis perilaku pasar menunjukkan bahwa terdapat lembaga yang dominan dalam pelaksanaan kegiatan pemasaran. Lembaga tersebut adalah perusahaan pengolahan. Terjadi kerjasama dan praktek tidak jujur dalam proses pemasaran garam ini. Praktek tidak jujur ini terlihat dari (a) pedagang pengumpul masih merupakan agen (kaki tangan) perusahaan, (b) penjualan garam tidak disertai dengan penimbangan akurat (c) penentuan harga dominan berada pada lembaga pemasaran ini. Analisis kinerja pasar menunjukkan bahwa pemasaran belum efesien. Keuntungan yang tidak merata dengan balas jasa pada fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan, farmer’s share yang rendah pada seluruh saluran (≤20%), pasar tidak terintegrasi dalam jangka pendek dan jangka panjang, sehingga kenaikan harga di tingkat retail tidak tertransmisikan di tingkat petani.

(6)

Supervised by SUHARNO and AMZUL RIFIN.

Sumenep District is one of salt producing areas in Indonesia. Salt plays an important role in almost all industrial processes and production because salt does not have a substitute good, therefore salt becomes a strategic commodity. So far, the link of the salt chain trade system is controlled by several companies, where downstream activities are dominated by large -scale industry with strong network while upstream activities are dominated by salt management activities with simple technology (Ministry of Marine and Fisheries, 2012). In the marketing process, farmers are conditioned as marginal salt producers which cannot contribute, both in price determination and the technical determination of the quality of the salt produced. This is due to the limited access for farmer to get the information about quality and price developments that make the majority of farmers to have weak bargaining position then finally have the tendency to be the price taker. This condition then becomes worse because of other factors such as limited facility and infrastructure, limited access to capital, and limited access to enter the market that lead farmers to limitation choice for marketing channels. Based on the condition above, author expects that the salt marketing in Sumenep today is inefficient. Therefore, Analysis of salt marketing by using structure, conduct and performance (SCP) approach is needed. This study aims to analyze the structure, conduct and performance of salt market in Sumenep. Research locations were selected intentionally (purposive), while respondents were randomly selected (simple random sampling) through their marketing chain.

The analysis showed that the salt marketing in Sumenep is inefficient, unfair and not transparent. It is concluded by structure, conduct, and performance approach of the salt market. Structure analysis indicated that the market structure of the salt industry in Sumenep tends to be oligopsonistic. It is inferred from several indicators: (a) the unbalanced number of participants (between sellers and buyers) in the market, (b) high market concentration which dominated by few competitors, (c) the existence of barriers to entry the market, from the capital, networks, licensing to technology. Conduct analysis for the market suggested that there is a dominant institution for marketing activities; the processing company. Cooperation and dishonest practices also occur in the marketing process. Dishonest practices can be seen from (a) the collective traders are also agents (accomplices) of a company, ( b) the salt sale does not accompanied by accurate weighing (c) dominant price is determined by these marketing agencies. Market performance analysis showed that the salt marketing is not yet efficient. Uneven profit with the remuneration in the marketing functions performed, the low farmer share in all channels (≤20%), and also the unintegrated market, both in the short run and long run become the causal factor why the increasing price in the retail level can not be transmitted to the farm level.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan ngutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

FIDDINI ALHAM

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

(11)

NIM : H451110531

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Suharno, MAdev Dr Amzul Rifin, SP MA

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Sains Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya, tesis yang berjudul “Analisis Pemasaran Garam di Kabupaten Sumenep Jawa Timur” dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Suharno, MAdev, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Amzul Rifin, SP MA selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini. 2. Dr Andriono Kilat Adi, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan

kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Dwi Rachmina, M Si selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis.

4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MAdev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.

5. Ucapan terimakasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis.

6. Petani Garam di Kabupaten Sumenep Jawa Timur yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Teman-teman seperjuangan Angkatan II pada Program Studi Agribisnis atas diskusi, masukan, dan bantuan selama mengikuti pendidikan.

8. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Ali Yusman Syam dan Hamsiah, serta kakak Faisal Ali Ahmad dan Fitri Alham.

Bogor, Agustus 2013

(14)

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Struktur Pasar Komoditas Pertanian 4

Perilaku Pasar Komoditas Pertanian 5

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian 6

3 KERANGKA PEMIKIRAN 6

Kerangka Teoritis 6

Kerangka Operasional 15

4 METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Lokasi 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Pengambilan Contoh 17

Metode Analisis Data 17

5 EKONOMI GARAM 22

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Analisis Struktur Pasar Garam 32

Analisis Perilaku Pasar Garam 36

Analisis Kinerja Pasar Garam 45

7 SIMPULAN DAN SARAN 56

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 59

(15)

1 Tingkat kebutuhan, produksi dan impor garam nasional tahun

2008-2011 2

2 Tipe-tipe pasar berdasarkan kondisi utama 8

3 Jenis dan penggunaan garam 24

4 Perkembangan konsumsi garam Indonesia tahun 2007-2012 25 5 Identitas petani responden garam di Kabupaten Sumenep 32 6 Perbandingan jumlah partisipan pasar garam di Kabupaten

Sumenep tahun 2011 33

7 Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 6 perusahaan pengolahan

garam di Jawa Timur tahun 2012 34

8 Hambatan pesaing untuk masuk dalam setiap lembaga

pemasaran 36

9 Aktivitas penjualan garam oleh petani responden 38 10 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan di tingkat petani

responden 39

11 Produksi garam bahan baku PT Garam berdsarakan kualitas

yang dihasilkan di Kabupaten Sumenep 40 12 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan di tingkat PT Garam

sebagai produsen raw material 40

13 Aktivitas penjualan garam oleh pedagang pengumpul responden 41 14 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan di tingkat pedagang

pengumpul 41

15 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan di tingkat perusahaan

pengolahan 43

16 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan di tingkat distributor 43 17 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan di tingkat retail 44 18 Sumber informasi dan proses penentuan harga garam pada

setiap lemabga pemasaran 44

19 Sistem pembayaran pada setiap lembaga pemasaran 45 20 Farmer’s share komoditas garam di Kabupaten Sumenep tahun

2012 52

21 Indeks integrasi pasar garam pada jangka pendek 54 22 Indeks integrasi pasar garam pada jangka panjang 54

DAFTAR GAMBAR

1 Pola pergerakan garam di tingkat petani dan retail 3 2 Paradigma structure conduct dan performance 7

3 Kurva biaya rata-rata jangka panjang 10

4 Marketing marjin 12

5 Kerangka pemikiran operasional 16

(16)

11 Saluran pemasaran garam 1 46

12 Saluran pemasaran garam 2 46

13 Saluran pemasaran garam 3 46

14 Saluran pemasaran garam 4 47

15 Saluran pemasaran garam 5 47

16 Gabungan seluruh saluran pemasaran pergaraman di Kabupaten

Sumenep 48

17 Disrtibusi harga beli, biaya, harga jual, keuntungan setiap

lembaga pemasaran pada saluran pemasaran 1 49 18 Disrtibusi harga beli, biaya, harga jual, keuntungan setiap

lembaga pemasaran pada saluran pemasaran 2 50 19 Disrtibusi harga beli, biaya, harga jual, keuntungan setiap

lembaga pemasaran pada saluran pemasaran 3 50 20 Disrtibusi harga beli, biaya, harga jual, keuntungan setiap

lembaga pemasaran pada saluran pemasaran 4 51 21 Hubungan keterkaitan antara struktur, perilaku dan kinerja pasar

garam di Kabupaten Sumenep 56

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis marjin pemasaran dan farmer’s share garam di

Kabupaten Sumenep 61

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang terdiri dari 17 508 pulau, dan luas pantai yang panjangnya hampir 100 000 kilometer. Hal ini menguntungkan Indonesia karena memiliki sumber daya pesisir berupa hayati (ikan, mangrove, lamun, terumbu karang), non hayati (garam, pasir laut, polimethalic nodules), serta jasa-jasa lingkungan (pariwisata, industri maritim, OTEC, pasut sebagai pembangkit energi listrik). Sumber daya ini memberikan banyak manfaat berupa mata pencahariaan bagi rakyat Indonesia. Baik menjadi nelayan, petani garam, serta usahalain yang terkait.

Salah satu sumber daya di atas yang menjadi persoalan di Indonesia saat ini adalah garam. Indonesia merupakan sentra produksi garam nomor ke 30 terbesar didunia. Garam dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu: a) garam konsumsi yang memenuhi SNI garam dengan kadar NaCl minimal 94.7 persen, garam untuk konsumsi ini meliputi garam konsumsi rumah tangga, industri aneka pangan, dan untuk industri pengasinan dan pengawetan ikan, b) garam industri yaitu garam untuk pembuatan soda elektrolitis, atau Chlor Alkali Plan (CAP) dengan kadar NaCl tinggi minimal 99.7 persen dan industri lainnya (garam non CAP) dengan kadar NaCl tinggi minimal 97 persen (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011).

(18)

Tabel 1 Tingkat kebutuhan, produksi dan impor garam nasional tahun 2008-2011

Uraian 2008 2009 2010 2011

Kebutuhan Garam 2888920 2960250 3003550 2900000

A. Garam Konsumsi 1140920 1160150 1200800 1100000

a. Rumah Tangga 687000 700000 720000 750000

b. Industri Aneka Pangan 154920 160150 165800 250000

c. Industri Pengasinan Ikan 299000 300000 315000 100000

B. Garam Industri 1748000 1800100 1802750 1800000

a. Industri CAP 1550000 1600000 1600000 1600000

b. Industri NON CAP 198000 200100 202750 200000

Produksi Garam 1199000 1371000 30600 1400000

A. Garam Konsumsi 1199000 1371000 30600 1400000

B. Garam Industri 0 0 0 0

Impor Garam (Realisasi) 1630793 1736453 2187632 1707509

A. Garam Konsumsi 88500 99754 597583 923756

B. Garam Industri 1542293 1636 699 1590049 783753

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012

Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, menyebabkan beberapa daerah menjadi pusat produksi garam. Produksi garam terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Madura, misalnya Jawa Barat dengan pusat konsentrasi produksi garam di Kabupaten Indramayu dengan luas 1 533 ha, Kabupaten Cirebon 1 447 ha. Di Jawa Tengah terpusat di Kabupaten Pati dengan luas 2 407 ha, Kabupaten Rembang 1 590.90 ha. Sedangkan di Madura terpusat di Kabupaten Sampang dengan luas 4 200 ha, dan Kabupaten Pamekasan 1 795.70 ha. Sedangkan di Kabupaten Sumenep sendiri produsen garam diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu usaha garam yang dikelola oleh rakyat dengan luas lahan lebih kurang 1 408.68 ha, sedangkan 2 595 ha dimiliki oleh PT. Garam. Keberadaan PT. Garam bukan saja sebagai produsen raw material namun juga sebagai perusahaan pengolahan garam, disamping itu PT. Garam juga menyerap atau membeli garam rakyat.

Masalah pergaraman rakyat di Indonesia sangat kompleks, ketika produksi yang dilakukan masih sangat tradisional tergantung pada sinar matahari (solar evaporation), kualitas garam yang dihasilkan belum sesuai dengan yang diharapkan. Permasalahan ini semakin rumit, dimana sarana dan prasarana produksi belum memadai, lahan garam belum berada dalam satu hamparan yang luas tetapi terfragmentasi dalam lahan-lahan skala kecil. Selain itu, kelembagaan para petani garam masih relatif lemah terutama petani garam yang menyewa, bagi hasil atau buruh tambak. Ditambah lagi mata rantai tata niaga garam dikuasai oleh beberapa perusahaan yang juga mendapat lisensi untuk mengimpor (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011). Pemasaran merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan usaha produksi, karena pemasaran merupakan ujung tombak untuk menilai berhasilnya usaha yang dijalankan.

(19)

performance (SCP). Pemilihan pendekatan SCP dikarenakan menurut Soekartawi (2002) pendekatan SCP merupakan teknik yang relatif baru dalam menganalisis efisiensi pemasaran dan sekaligus memperhatikan welfare sociaty.

Rumusan Masalah

Kabupaten Sumenep merupakan pusat perdagangan garam di Pulau Madura pada khususnya dan Provinsi Jawa Timur pada umumnya. Sebagian besar penduduk Sumenep ± 3 322 orang bekerja sebagai petani garam. Terdapat lebih kurang 300 pedagang pengumpul dan tiga perusahaan pengolahan skala besar dalam pengolahan garam (raw material) menjadi garam konsumsi dan kebutuhan lainnya. Di samping itu PT Garam juga merupakan produsen garam terbesar di Kabupaten ini. Sesuai dengan latar belakang penelitian di atas adanya pihak-pihak yang mendominasi perdagangan garam di Kabupaten Sumenep menyebabkan ketidakadilan dan kegagalan pasar.

Harga dasar (floor price) yang ditetapkan oleh pemerintahRp750 per kg untuk garam dengan kualitas 1 (KP1), kualitas2 (KP2) Rp550 tidak terlaksana hingga saat ini. Harga garam di tingkat petani hanya mencapai Rp480 per kg untuk kualitas 1, sedangkan garam dengan kualitas 2 berkisar pada harga Rp300 per kg nya. Pada tingkat retail, harga relatif tinggi berkisar Rp4 000 hingga Rp5 000 per kg (Kementerian Perdagangan, 2012). Intervensi pemerintah belum mampu memperbaiki tata niaga garam di Kabupaten Sumenep. Pergerakan harga antara tingkat petani dengan retail dari tahun 2008 hingga 2012 dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Kementerian Perdagangan, 2012

Gambar 1 Pola pergerakan harga garam di tingkat petani dan retail tahun 2003-2012

Dalam proses pemasarannya, petani dikondisikan hanya sebagai produsen garam, tidak memiliki andil dalam penentuan harga, maupun penentuan teknis kualitas garam yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan tertutupnya akses petani

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

R

u

p

iah

/Kg

(20)

terhadap informasi mutu dan perkembangan harga yang menyebabkan mayoritas petani memiliki daya tawar atau bergaining position lemah dalam penentuan harga dan cenderung sebagai penerima harga (price taker). Jika terjadi kenaikan harga garam, petani tidak pernah menikmati keuntungan tersebut. Kondisi ini semakin diperparah oleh keterbatasan sarana dan prasarana, akses pemodalan.

Integrasi kegiatan pemasaran dari hulu dan hilir ini perlu dikembangkan secara sinergis sehingga terjadi distribusi keuntungan ekonomi yang lebih adil, dan efisiensi dalam industri garam. Efisiensi dan keadilan dalam sistem pemasaran berkaitan erat dengan farmer’s share, marjin pemasaran, serta integrasi pasar dimana ketiga indikator ini merupakan beberapa bagian dari analisis kinerja pasar (performance). Namun dalam penelitian ini tidak hanya menggunakan satu pendekatan saja, tapi juga menggunakan pendekatan struktur pasar (structure) dan Perilaku pasar (conduct), karena adanya hubungan yang komprehensif pada tiga pendekatan ini. Menurut Philips (1970) dalam Asmarantaka (2012)mengajukan keterkaitan hubungan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan endogenous diantara veriabel-variabel SCP serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukkan bahwa structure (S), conduct (C), dan performance (P) dalam satu waktu berada pada sistem dimana S dan C adalah penentu dari P, dilain waktu S dan C ditentukan oleh P. Hal ini menunjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan.

Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan, maka tujuan penelitian ini secara umum akan mengkaji sistem pemasaran Garam di Kabupaten Sumenep, dan secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis struktur pasar garam di Kabupaten Sumenep. 2. Menganalisis perilaku pasar garam di Kabupaten Sumenep. 3. Menganalisis kinerja pasar garam di Kabupetan Sumenep.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain bagi pemerintah diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan petani garam sebagai bahan referensi untuk penelian-penelitian selanjutnya. Serta sebagai proses pembelajaran bagi penulis.

Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini mengkaji seluruh lembaga pemasaran Garam di Kabupaten Sumenep.

(21)

penjualan dan pembelian, kerjasama lembaga pemasaran), kinera pasar (marjin pemasaran, farmer’sshare, integrasi pasar vertikal.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menjelaskan beberapa penelitian-penelitian yang terkait dengan pemasaran menggunakan pendekatan struktur, perilaku, dan kinerja pasar. Dalam bab ini juga akan terlihat perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu.

Struktur Pasar Komoditas Pertanian

Penelitian yang dilakukan oleh Azizi et al. (2011) mengenai analisis pemasaran garam rakyat di Kabupaten Pati Jawa Tengah, diperoleh bahwa struktur pasar garam rakyat cenderung kepada pasar yang oligopsonik. Dalam menentukan struktur pasar garam di Kabupaten Pati ini peneliti hanya menggunakan perbandingan jumlah partisipan pasar. Akan berbeda sekali dengan penelitian yang akan di lakukan, dimana penulis menggunakan beberapa alat analisa dalam menentukan struktur pasar garam di Kabupaten Sumenep, seperti CR4.

Penelitian selanjutnya mengenai analisa pemasaran garam rakyat studi kasus Kecamatan Kalianget Kaupaten Sumenep yang dilakukan oleh Suherman et al. (2011) dimana strutur pasar dianalisa secara kualitatif maupun kuantitaif. Analisa kualitatif dapat dilihat dari jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk dan hambatan keluar masuk pasar. Sedangkan analisa kuantitaf menggunakan analisa konsentrasi ratio. Dilihat dari jumlah penjual dan pembeli yang tidak seimbang, maka pemasaran garam di Desa Kertasada Kecamatan Kalianget dikategorikan sebagai pasar tidak efisien, karena beberapa tingkat pasar hampir semuanya mengarah ke pada pasar monopsoni. Sedangkan dilihat dari aspek diferensiasi produk, tidak ada perubahan bentuk yang dapat menciptakan nilai tambah dari garam yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat. Sedangkan hambatan keluar masuk pasar dapat dilihat dari kondisi dimana petani yang memiliki hubungan seperti pinjaman kepada tengkulak, tidak bisa memilih menjual garam kepada saluran pemasaran yang lain yang dapat memberikan harga yang lebih baik. Sedangkan dalam pasar antara tengkulak dengan tengkulak lainnya tidak dapat keluar masuk pasar secara bebas, karena para tengkulak kesulitan dalam mendapatkan garam dari petani, hal ini disebabkan para petani sebagian besar terikat secara tidak formal dengan tengkulak lain yang sudah lama memiliki ikatan dengan mereka.

(22)

diolah (yodifikasi) dan selanjutnya dipasarkan. Jumlah pabrikan sebagai produsen garam beryodium relatif sedikit, sementara lembaga perantara selanjutnya makin banyak. Khusus untuk kawasan Nabire, produsen pengolah hanya satu perusahaan dan daerah Papua tidak memiliki produsen pengolah sama sekali. Setelah di olah di pabrikan penjualan produk dari pabrikan umumnya dijual ke pedagang besar propinsi (distributor) atau kabupaten dan selanjutnya dijual ke pengecer. Mengalirnya barang ke tangan konsumen pastinya memerlukan informasi pasar. Informasi pasar biasanya bersumber dari distributor atau pedagang besar. Para pedagang maupun petani biasanya memperoleh informasi harga dari sesama pedagang maupun media massa. Sedangkan untuk harga jual ke pedagang pengecer atau ke level pemasarannya selanjutnya berdasarkan modal pembelian ditambah dengan biaya transportasi dan keuntungan. Sehingga pasar garam disimpulkan menjadi pasar oligopoli.

Dalam beberapa penelitian lainpun menunjukkan bahwa struktur pasar yang dihadapi oleh petani adalah pasar oligopsoni (Bosenaet al 2011; Mmasa et al 2013; Funke et al; 2012). Dimana beberapa penelitian ini disimpulkan menggunakan beberapa indikator yaitu jumlah partisipan dalam pasar, nilai CR4, hambatan keluar masuk pasar.

Perilaku Pasar Komoditas Pertanian

Penelitian Suherman et al. (2011) mengenai pemasaran garam di Kecamatan Kalianget mengenai perilaku pasar menyatakan terdapat praktek tidak jujur dalam pemasaran garam, hal ini terlihat dari kejadian dimana petani yang memiliki hubungan dengan tengkulak menetapkan harga garam di bawah standar yang telah ditentukan oleh pemerintah. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Azizi et al. (2011) mengenai pemasaran garam di Kabupaten Pati adanya kolusi dalam pemasaran garam di daerah ini. Beberapa lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran garam yaitu : petani garam sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang perantara dan pedagang besar, maka pedagang pengumpul merupakan agen atau kaki tangan pedagang perantara maupun pedagang besar. Pedagang Besar memiliki peran yang dominan dan dapat menguasai info pasar.

Kementerian Perdagangan (2010) dalam penelitiannnya mengenai perilaku pasar garam menyimpulkan bahwa terdapat sembilan poin yang menggambarkan perilaku pasar garam di Indonesia :

1. Pada umunya tidak ditemui pemasaran yang dilakukan secara berkelompok antar produsen pabrikan.

(23)

pabrikan, yang nantinya produk akan di olah dan dipasarkan kembali ke konsumen akhir menggunakan jalur darat atau sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia. b) Fungsi sortasi, fungsi ini biasanya dilakukan lagi di tingkat pedagang perantara, dikarenakan jarak yang jauh akan mengakibatkan produk rusak. c) Fungsi pengemasan, pengemasan bertujuan untuk mempermudah penjualan dan melindungi produk dari kerusakan. Biasanya di level pabrikan garam telah di kemas ke dalam botol atau plastik. Kemasan ini biasanya berukuran 0.25 kg, 0.5 kg dan 1 kg, bungkusan-bungksusan ini nantinya dikemas lagi dalam karung plastik berisi 40 pak, dan setiap pak berisi 6 bungkus. d) Fungsi penyimpanan, kegiatan penyimpanan dilakukan menunggu garam laku terjual sekaligus sebagai stok, fungsi penyimpanan disetiap level pemasaran sangat penting untuk menjaga stok karena ditakutkan terjadinya kerusakan sarana angkutan atau mengalami hambatan dalam proses distribusi pada saat musim hujan. Ketidakpastian penawaran (supply) akan mempengaruhi harga, hal ini juga lah yang menyebabkan fungsi penyimpanan sangat penting. e) Fungsi pembelian dan penjualan, dengan mengalirnya barang dari produsen ke konsumen akhir pastinya akan melakukan fungsi pembelian dan penjualan ini.

3. Kolusi antar lembaga pemasaran biasanya tidak terjadi pada sesama distributor atau pedagang besar, demikian juga di tingkat pedagang pengecer. Asosiasi garam di daerah tertentu mengatur skema pendistribusian garam mulai dari pabrikan hingga area distribusi.

4. Perlakuan terhadap produk oleh lembaga perantara hanya meliputi pendistribusian.

5. Diversifikasi penjualan oleh lembaga perantara berdasarkan kualitas terhadap produk garam sudah dilakuan sejak dari pabrikan. Beberapa pabrikan biasanya telah memberi merek, kemasan dan kandungan yang berbeda untuk kebutuhan konsumen yang beragam.

6. Sistem pembelian produk dari produsen pabrikan oleh lembaga perantara umumnya melalui distributor. Namun di beberapa pedagang langsung membeli ke pabrikan.

7. Sistem penentuan harga antara produsen pabrikan dengan lembaga perantara umunya relatif tetap dan disarkan pada hasil tawar menawar di antara keduanya. Penentuan harga di beberapa daerah terpencil lebih banyak ditentukan oleh pabrikan dan pedagang besar dan pengecer hanya menerima harga.

8. Sistem pembayaran dari lembaga perantara ke produsen dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : pembayaran tunai sesuai dengan jumlah pembelian atau setelah dikurangi biaya produksi, pembayaran secara tempo sesuai dengan hasil kesepakatan produsen dengan lembaga perantara. Biasanya tempo yang diberikan maksimal satu minggu setelah sebelumnnya lembaga perantara memberikan uang muka pada produsen.

9. Praktek-praktek tidak jujur diantara lembaga perantara umumnya tidak dijumpai.

(24)

informal kelompok yang mempengaruhi daya tawar dan ketersedian informasi harga serta dampaknya pada harga yang berlaku. Analisis berikutnya yaitu mekanisme penentuan harga, faktor yang mempengaruhi penetapan harga, patokan dasar dalam diferensiaasi harga, dan dampak lokasi fisik pasar pada harga. Dari hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak adanya sistem harga yang kompetitif, sekitar 90 persen petani menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Hal ini menunjukkan penyimpangan pasar kapas dari norma pasar yang kompetitif baik dalam praktek penjualan, pembeilan dan strategi harga.

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian

Masih dalam penelitian Azizi et al. (2011) mengenai kinerja pasar disimpulkan bahwa marjin pemasaran tertinggi diperoleh oleh pedagang pengumpul. Pada penelitian ini hanya menghitung marjin pemasaran saja dan tidak ada penjelasan mengenai bagian yang diterima petani (farmer’s share), peneliti hanya mengungkapkan bahwa saluran pemasaran garam cenderung lebih efisien.

Sedangkan penelitian yang dilakukan Suherman et al. (2011) mengenai kinerja pasar garam di Kecamatan Kalianget digunakan indikator analisis marjin pemaran, share harga yang diterima petani. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lembaga pemasaran yang banyak melakukan fungsi pemasaran mendapatkan distribusi marjin yang terbesar, distribusi marjin yang terbesar diterima oleh pabrik garam. Dari aspek share petani, mereka hanya menerima 11 persen, share ini lebih kecil dibandingkan dengan share yang diterima oleh pabrik dan tengkulak. Peneliti menyimpulkan bahwa pemasaran garam di Kecamatan Kalianget ini tidak efisien.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

(25)

Pada konsepnya struktur pasar dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran. Kondisi permintaan (elastisas harga, keberadaan barang subsitusi, metode pembelian) dan penawaran (teknologi, struktur biaya, pertumbuhan pasar) akan mempengaruhi struktur pasar (market structure) yang terbentuk. Struktur pasar adalah penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar berdasarkan ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan, banyaknya perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri serta konsentrasi pasar. Perilaku pasar (market conduct) menggambarkan tingkah laku perusahaan dalam menghadapi struktur pasar tertentu. Identifikasi perilaku pasar terdiri atas proses penentuan harga, kegiatan integrasi, merger, kolusi. Sedangkan keragaan pasar (market performance) merupakan hasil akhir perilaku pasar. Dalam kenyataan interaksi antara struktur, perilaku dan kinerja pasar tidak selalu linear, malah cenderung bersifat komplek dan saling mempengaruhi secara dinamis (Waldman dan Jensen, 2007).Keterkaitan antara komponen dalam pendekatan SCP dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Kuncoro (2007)

Gambar 2 Paradigma structure conduct performance

(26)

Pendekatan SCP dalam Sistem Pemasaran Struktur Pasar (Market Structure)

Struktur pasar menjelaskan bagaimana pelaku pasar terorganisasi berdasarkan karakteristik yang mempengaruhi hubungan antara penjual dan pembeli. Dengan kata lain struktur pasar mengindikasikan derajat kompetisi dalam pasar yang berpengaruh signifikan pada perilaku harga. Beberapa krtiteria yang digunakan dalam mengidentifikasi struktur pasar adalah : banyaknya jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, pangsa pasar, konsentrasi pasar, diferensiasi produk dan kondisi keluar masuk pasar (Kohl dan Uhl, 2002). Sedangkan Jaya (2001) mendifinisikan struktur pasar lebih mengacu pada organisasi pasar yang dapat mempengaruhi persaingan dan tingkat harga, baik barang maupun jasa. Struktur pasar dalam konteks ini menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat persaingan. Sama halnya dengan Kohl dan Uhl, Jaya juga menjelaskan beberapa elemen penting untuk mengukur struktur pasar diantaranya tingkat konsentrasi dan hambatan masuk pasar.

Dari hasil identifikasi berdasarkan kriteria di atas struktur pasar akan dapat diklasifikasikan menjadipasar kompetitif (perfect competitive market) dan pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competitive market). Tipe-tipe pasar berdasarkan kondisinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Tipe-tipe pasar berdasarkan strukturnya Ciri-ciri Monopoli Perusahaan

Tinggi Tinggi Rendah Sangat

Rendah

Tipe Produk Heterogen Heterogen Homogen atau

heterogen

Heterogen Homogen

Kekuasaan Menentukan

Sangat besar Relatif Relatif Sedikit Tidak ada

Persaingan

Profit Berlebih Berlebih Agak berlebih Normal Normal

Efisiensi Kurang baik Kurang baik Kurang baik Cukup baik Baik

Sumber: Jaya (2001)

1. Pangsa Pasar (Market Share)

(27)

al (2010) pangsa pasar dapat dihitung dengan menggunakan penerimaan penjualan atau kapastias produksi.

Keterangan :

= pangsa pasar perusahaan i (%) = penjualan perusahaan i (rupiah)

= penjualan total seluruh perusahaan (rupiah)

Pangsa pasar yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar, sebaliknya pangsa pasar yang kecil berarti perusahaan tidak mampu bersaing dalam tekanan persaingan (Jaya, 2001).

2. Konsentrasi

Konsentrasi atau pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis, dimana adanya saling ketergantungan satu sama lain. Kelompok perusahaan ini terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan. Kombinasi pangsa pasar oligopolis membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Konsentrasi pasar ini sangat berkaitan erat dengan pangsa pasar (Jaya, 2001).

Keterangan :

= konsentrasi rasio dari m perusahaan terbesar dalam struktur pasar

= pangsa pasar perusahaan ke 1 (i = 1, 2,3 ...., n) dalam persen m = jumlah perusahaan terbesar

Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran perusahaan-perusahaan yang memimpin pasar. Indeks Hirschman Herfindahl merupakan penjumalahan kuadrat pangsa pasar semua perusahaan dalam suatu industri.

Keterangan :

= Herfindahl Hirchman Index

= pangsa pasar perusahaan ke 1 (i = 1,2,3, ...n) dalam persen

(28)

3. Hambatan Masuk Pasar

Jaya (2001) ada beberapa hal umum mengenai hambatan memasuki suatu pasar yang harus dipahami. Pertama, hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalambentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama sekali (bebas masuk), hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi dimana tidak ada jalan masuk.

Menurut Bain (1956) dalam Asmarantaka (2012) penentu utama kondisi masuk pasar adalah skala ekonomi yang besar, diferensiasi produk dan keuntungan biaya absolut antara perusahaan yang ada dengan yang baru. Skala ekonomis (economics of scale) terjadi apabila pertambahan produk dapat mengakibatkan biaya produksi rata-rata menurun atau semakin kecil, hal ini terlihat pada output 0 hingga Q*. Hubungan ini dapat di ilustrasikan pada Gambar 3.

Sumber: Baye (2010)

Gambar 3 Kurva biaya rata-rata jangka panjang

Perilaku Pasar (Market Conduct)

Terdapat lima dimensi perilaku pasar menurut Tatiek (2012). Perilaku pasar merupakan cara partisipan pasar beradaptasi terhadap situasi pasar, yaitu : 1. Prinsip dan metode yang digunakan pelaku pasar untuk menentukan harga

dan tingkat output yang dijualnya.

2. Kebijakan harga strategis dan pelaku pasar baik secara individual maupun kelompok.

3. Aktivitas promosi dan pelaku pasar.

4. Alat koordinasi dan adaptasi harga, produk dan promosi yang dilakukan dalam hubungan antar penjual yang kompetitif. Koordinasi ini mungkin berbentuk kolusi baik terbuka maupun tertutup di antara price maker pada pasar persaingan tidak sempurna.

5. Ada tidaknya strategi penetapan harga pesaing.

Output Biaya

LRAC

Economies of Scale Diseconomies of Scale

(29)

Kinerja Pasar (Market Performance)

Kinerja pasar menurut Dahl dan Hammond (1977) merupakan keadaan sebagai akibat dari struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan volume produksi yang pada akhirnya akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sitem pemasaran. Deskripsi kinerja pasar dapat dilihat dari : (1) harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan tingkat konsumen, (2) marjin pemasaran dan penyebarannya pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Kinerja pasar merupakan gabungan antara struktur pasar dan perilaku pasar yang menunjukkan terjadi interaksi antara struktur pasar, perilaku pasar, dan kinerja pasar yang tidak selalu linear, tetapi saling mempengaruhi. Adapun elemen kinerja pasar terdiri atas marjin pemasaran, farmer’s share, R/C Rasio, dan integrasi pasar.

Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok, yaitu efisiensi, kemajuan teknologi, dan keseimbangan dalam industri (Jaya, 2001). Pada bagian ini hanya akan dibahas dua aspek saja yaitu :

a. Efisiensi. Efisiensi akan menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara kuantitas maupun nilai ekonomis dan tidak ada nilai sumberdaya yang terbuang. Namun, dalam pemasaran indikator efisiensi dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga (Purcell 1979; Kohl dan Uhl 2002). Efisiensi operasional berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input pemasaran sedangkan efisiensi harga menekankan kepada kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi pertanian dan proses pemasaran sehingga tercapai kepuasan dan keinginan konsumen (Asmarantaka, 2012).

b. Keadilan. Keadilan dalam pemasaran sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam pengalokasian. Keadilan mempunyai tiga dimensi pokok yaitu kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Kesejahteraan dan pendapatan berkaitan dengan nilai uang. Sementara kesempatan berkaitan dengan peluang yang dimiliki setiap orang.

Adapun pengukuran terhadap kinerja pasar, dapat dilihat pada bagian di bawah ini :

1. Marjin Pemasaran

Tomek dan Robison (1990), memberikan alternatif dari definisi marjin pemasaran yaitu : (a) perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen (petani), (b) merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi dalam sistem pemasaran tersebut.

(30)

kelompok ini adalah upah, suku bunga, sewa dan keuntungan. Aspek kedua dari VMM adalah returns to institutions or marketing changers yaitu pedagang pengecer, grosir, pengolah dan assemblers.

Sumber: Tomek dan Robinson (1990) Gambar 4Marketing margin

Irawan dan Sudjoni (2001), berpendapat banyaknya lembaga pemasaran dan jarak antara produsen ke konsumen sangat berpengaruh terhadap arus distribusi barang dan tingkat harga yang diterima oleh produsen ataupun tingkat harga yang harus dibayar oleh konsumen. Jika dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen melalui banyak lembaga pemasaran yang terlibat, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut pada produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen, dalam hal ini tidak memberikan keuntungan yang wajar, baik bagi petani maupun bagi konsumen. Dengan demikian pemasaran yang melibatkan banyak lembaga pemasaran dapat menyebabkan rendahnya harga di tingkat produsen dan tingginya harga di tingkat konsumen sehingga marjin pemasaran menjadi tinggi.Secara matematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dengan demikian total marjin pemasaran adalah :

Keterangan :

= Marjin pemasaran pada saluran pemasaran di tingkat pasar tertentu

= Harga jual di pasar ke-i

= Harga beli di tingkat pedagang ke-i = Biaya pemasaran di tingkat pedagang ke-i = Keuntungan pemasaran pada pedagang ke-i

Pr

Pf

Derived Supply

Primary Supply

Primary Demand

Derived Demand Marjin

(31)

Tomek dan Robinson (1990) menyatakan bahwa marjin pemasaran dapat berubah dalam faktor harga, efisiensi dari jasa pemasaran, kualitas dan kuantitas jasa pemasaran yang dipergunakan dalam proses produksi produk akhir.

2. Farmer’s Share

Efisiensi pemasaran dapat juga dianalisis dengan menghitung bagian harga yang diterima petani atau farmer’s share. Soekartawi (2002), mengemukakan untuk mengukur efisiensi pemasaran digunakan harga jual petani sebagai dasar (Pf) dan dibandingkan dengan harga beli pedagang di tingkat konsumen akhir (Pr) dikalikan dengan 100 persen. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati oleh petani. Apabila dari hasil pengujian diperoleh bagian harga yang diterima petani rendah (<40%), maka saluran pemasaran tidak efisiensi.Rumusannya sederhana, dinyatakan dalam persentase (%), yang dirumuskan dalam persamaan :

Keterangan :

= Bagian harga yang diterima petani = Harga jual di tingkat petani

= Harga beli di tingkat pedagang

3. Integrasi Pasar Vertikal

Integrasi atau keterpaduan pasar merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di pasar acuan akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya (Asmarantaka, 2009). Menurut Ravallion (1986), model integrasi pasar ini dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga di pasar konsumsi dengan mempertimbangkan harga pada waktu yang lalu dan harga pada saat ini. Model ini membangun sebaran autoregresi antara setiap harga dengan suatu tempat dengan harga tingkat harga pada pasar acuan. Berikut akan dibahas mengenai model Ravallion, Firdaus dan Gunawan (2012) menunjukkan persamaan dasar dari model Ravallion ini adalah sebagai berikut :

(32)

Dimana i = 1, 2,..., n

Persamaan 3 ini akan sangat sensitif terhadap terjadinya multikolinearitas ketika harga di pusat produksi (pasar lokal) dan pasar acuan berkorelasi sangat kuat. Menurunkan persamaan 3 akan mengurangi efek eltikolinearitas transformasi ini akan menghasilkan :

Kemudian ditambahkan ke bagian kanan persamaan 4, dan menjadi lebih sederhananya menjadi :

Dimana :

=

=

=

=

Untuk memperjelas, persamaan di atas dapat diformulasikan menjadi :

Dimana :

=

=

= =

=

Sehingga persamaan ini menjadi :

Dalam menunjukkan pengaruh efek harga sebelumnya di pasar lokal terhadap pembentukan harga di pasar lokal pada waktu tertentu. Maka digunakan Index of Market Connection (IMC), yaitu :

(33)

Jika nilai IMC kurang dari satu menunjukkan integrasi jangka pendek. Sedangkan adalah pengukuran laju perubahan harga di pasar acuan yang ditransmisikan ke darerah pasar. Untuk mengukur integrasi jangka panjang sama dengan satu. Perbedaan antara IMC dan adalah, menunjukkan persentase perubahan harga yang terjadi di pasar acuan ditransmisikan ke pasar lokal, sedangkan IMC menunjukkan persentase harga produsen saat ini dipengaruhi oleh perubahan harga produsen di pasar lokal dan pasar acuan di waktu sebelumnya.

Kerangka Operasional

Penelitian ini akan membahas tentang struktur, perilaku, dan kinerja industri garam di Kabupaten Sumenep. Penelitiann ini bermula bahwa garam merupakan komoditi yang strategis, selain itu menjadi petani garam merupakan penghasilan utama penduduk di Kabupaten Sumenep. Namun adanya pihak-pihak yang mendominasi pemasaran garam, menyebabkan hipotesa awal pemasaran garam di Kabupaten Sumenep tidak efisien dan tidak adil. Karena adanya pihak yang mendominasi, petani garam hanya dikondisikan sebagai produsen garam, tidak memiliki andil dalam penetapan harga, daya tawar lemah, dan juga tertutupnya akses petani dalam pemasaran garam tersebut. Adanya pihak-pihak yang mendominasi mengindikasikan failure market yang menyebabkan pasar tidak efisien. Ketidakefisienan ini juga dapat terlihat dari tidak terintegrasinya pasar, dimana kenaikan harga di tingkat pengecer tidak tertransmisikan ke tingkat petani.

(34)

Kerangka Pemikiran Operasional

Alur Pemikiran Peubah yang diteliti

Saling Mempengaruhi

Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional

 Garam merupakan komoditi yang strategis

 posisi tawar yang lemah dalam penentuan harga.

 Perubahan harga di tingkat retail belum bisa ditransmisikan hingga ke tingkat produsen

Market failure, adanya pihak-pihak yang mendominasi pemasaran garam

Pendekatan yang digunakan yaitu Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar

Kondisi Permintaan dan Penawaran Garam

Struktur Pasar (Market Structure) 1. Pangsa pasar

2. Konsentrasi pasar 3. Hambatan masuk pasar

Perilaku Pasar (Market conduct) 1. Kolusi

Kinerja Pasar

(Market Performance)

1. Marjin pemasaran

2. Farmer share

3. Integrasi pasar vertikal

(35)

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di Kabupaten Sumenep, Madura Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Pemilihan lokasi didasarkan bahwa Madura merupakan satu dari tujuh daerah sentra garam di Indonesia. Lebih kurang 332 orang di Kabupaten ini bekerja sebagai petani garam. Kabupaten Sumenep adalah salah satu Kabupaten di Madura, yang merupakan daerah awal dimulainya industri garam dan pusat pemasaran garam. Ditambah lagi Kabupaten Sumenep dipilih sebagai lokasi penelitian karena adanya PT Garam Indonesia di lokasi tersebut. Penelitian initelah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret2013.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara terstruktur, yaitu dengan menggunakan kuisioner secara langsung kepada sumber atau objek yang sedang diteliti baik dari petani, pedagang, pengecer. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh antara lain melalui studi pustaka, data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan sumber-sumber lainnya yang relevan.

Metode Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (simple random sampling) dengan memilih sendiri pihak-pihak yang menjadi responden berdasarkan pertimbangan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman respoden sesuai dengan bidang yang diteliti. Pengambilan responden petani garamberjumlah 40petani garam, 5 orang pedagang pengumpul, 1 unit perusahaan pengolahan garam, 1 unit distributor, 1 unit retail, 2 aparat pemerintahan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Sedangkan pengumpulan informasi saluran pemasaran garam menggunakan teknik penelusuran dari produsen garam sampairetail.

Metode Analisis Data

(36)

Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar pada prinsipnya bertujuan untuk mengetahui apakah pasar garam dilokasi penelitian cenderung mengarah pada pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna. Komponen struktur pasar yang diteliti meliputi pangsa pasar, konsentrasi pasar dan hambatan keluar masuk pasar (Baye, 2003).

(1) Analisis Pangsa Pasar

Pada penelitian ini analisis pangsa pasar garam di Kabupaten Sumenep dilakukan dengan menghitung pangsa pasar perusahaan-perusahaan pengolahan. Semakin tinggi pangsa pasar menunjukkan market power perusahaan dalam pasar garam. Perhitungan pangsa pasar suatu perusahaan garam menggunakan rasio antara penjualan suatu perusahaan garam Kabupaten Sumenep terhadap total penjualan seluruh garam di Provinsi Jawa Timur. Tujuan perhitungan pangsa pasar adalah untuk mengetahui seberapa besar cakupan suatu perusahaan terhadap total produksi garam di Provinsi Jawa Timur. Adapun perhitungan pangsa pasar perusahaan garam adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Market Share (MS) = (0-100persen)

Market Share ( = pangsa pasar pabrik pengolahan „n‟ (Ton/tahun) = Penjualan garam pabrik pengolahan „n‟ (Ton/Tahun) = Penjualan garam di Provinsi Jawa Timur (Ton/Tahun) N = Banyaknya perusahaan (pabrik pengolahan) garam

(2) Konsentrasi Pasar

Konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output dalam sebuah industri yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (Baye, 2003). Konsentrasi pasar dapat dihitung dengan menggunakan penerimaan penjualan atau kapasitas produksi (Besanko et al, 2010). Pengukuran tingkat konsentrasi perusahaan dalam suatu industri dapat menggunakan Four Firm Concentration Ratio (CR4) atau Herfindahl-Hirschman Index (HHI) (Baye, 2003).

Penghitungan nilai CR4 dilakukan pada empat pedagang garam terbesar di Kabupaten Sumenep, yang pengelompokannya didasarkan pada nilai output yang dihasilkan oleh empat perusahaan tersebut. Rasio konsetrasi diperoleh dengan mengukur besarnya kontribusi output yang dihasilkan oleh empat perusahaan terbesar terhadap total volume garam atau output yang dibeli oleh perusahaan selevel mereka untuk wilayah Kabupaten Sumenep.

(37)

Keterangan :

= Konsentrasi rasio (pasar) = , dimana i = 1,2,3,4

= Penjualan garam pabrik pengolahan garam 1 (Ton/tahun) = Penjualan garam pabrik pengolahan garam 2 (Ton/tahun) = Penjualan garam pabrik pengolahan garam 3 (Ton/tahun) = Penjualan garam pabrik pengolahan garam 4 (Ton/tahun)

= Total penjualan garam seluruh pabrik pengolahan garam (Ton/tahun)

Selain perhitungan diatas, dapat menggunakan perhitungan HHI. HHI merupakan penjumlahan kuadrat dari pangsa pasar perusahaan-perusahaan dalam suatu industri dikalikan dengan 10.000. Baye (2003) mengemukakan bahwa nilai HHI berada 0 – 10.000. jika nilai HHI 0, maka terdapat perusahaan-perusahaan dalam indutri yang sangat kecil. Namun, jika nilai diatas 0 hingga 10.000 mengindikasikan bahwa pangsa pasarnya bernilai 1. Artinya CR4 berada pada sedikit persaingan antara produsen dan konsumen (pasar terkonsentrasi). Adapun perhitungan HHI yaitu :

Keterangan :

= Herfdinal-Hirschman Index = Pangsa pasar

(3) Hambatan Masuk Pasar

Analisis ini dilakukan untuk melihat banyaknya lembaga pemasaran yang dapat masuk untuk bersaing merebut pangsa pasar. Analisis akan dianalisis secara deskriptif.

Analisis Perilaku Pasar

(38)

Analisis Kinerja Pasar

Dalam menganalisis kinerja pasar digunakan beberapa ukuran antara lain yaitu marjin pemasaran, farmer’s share dan integrasi pasar.

(1) Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran atau juga biasa disebut dengan marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat petani produsen (harga beli) dengan harga ditingkat konsumen akhir (harga jual). Marjin tataniaga adalah harga dari semua nilai guna (nilai tambah) dari aktivitas dan penanganan fungsi-fungsi pemasaran, termasuk jasa-jasa pemasaran yang terlibat dalam rantai pemasaran suatu produk atau komoditas. Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dan harga yang diterima produsen (Hudson, 2007). Semakin tinggi biaya pemasaran menyebabkan semakin tingginya marjin pamasaran. Secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut .

Keterangan :

= Marjin pemsaran pada setiap lembaga pemasaran i = Marjin total pemasaran pada setiap saluran pemasaran = Harga eceran garam di pasar konsumemn (Rp/Kg) = Biaya pemasaran di pasar i

= Keuntungan pemasar (lembaga) di pasar i I = 1,2,3,....n

Maka total marjin pemasaran yaitu :

(2) Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan rasio antara harga di tingkat petani terhadap harga di tingkat retail (Hudson, 2007). Farmer’s share merupakan bagian harga dari biaya yang dikeluarkan oleh petani ditambah keuntungan yang diterimanya. Bagian keuntungann ini dapat dikatakan sebagai sumbangan pendapatan bagi kesejateraan keluarga petani. Pada saluran pemasaran yang berbeda maka farmer’s share dipengaruhi oleh: tingkat pemerosesan, biaya transportasi, keawetan produk, dan jumlah produk (Kohl dan Uhl, 2002). Semakin tinggi farmer’s share menyebabkan semakin tinggi pula bagian harga yang diterima petani. Adapun perhitungan farmer’s share dapat dilihat di bawah ini:

(39)

Keterangan :

FS = Farmer’s share di tingkat petani (%) = Harga garam di tingkat petani (Rp/Kg) = Harga garam ditingkat pengecer (Rp/Kg)

(3) Analisis Integrasi Pasar Vertikal

Analisis integrasi pasar merupakan seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga atau pasar dipengaruhi oleh harga ditingkat lembaga lainnya. Analisis keterpaduan/integrasi pasar dalam penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986). Perubahan harga di tingkat konsumen seharusnya ditransmisikan dengan baik ke tangan produsen secara terintegrasi. Misalkan Pi adalah harga di pasar i waktu t sedangkan Pt adalah harga di pasar acuan waktu t. Maka rumus yang digunakan yaitu :

Keterangan :

= Harga garam di pasar lokal (waktu t) (Rp/kg)

=Harga garam di pasar lokal (waktu t-1) (Rp/kg)

= Harga garam di pasar acuan (waktu t) (Rp/kg)

= Harga garam di pasar acuan (waktu t-1) (Rp/kg)

= Koefisien lag harga di tingkat pasar ke-1 (lokal) pada waktu t-1

= Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

Koefisien menunjukkan berapa besar perubahan harga di pasar acuan ditansmisikan ke harga pasar lokal. Koefisien dan menunjukkan seberapa jauh kontribusi harga pada periode sebelumnya dari pasar lokal dan pasar acuan terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di pasar lokal. Rasio antara keduanya merupakan indeks hubungan pasar IMC (Index of Market Connection) Adapun rumusnya dapat dilihat di bawah ini :

Dalam pendekatan ini, integrasi jangka pendek diformulasikan sebagai berikut :

Nilai = 0 jika nilai = 0, maka hipotesis di atas dapat dituliskan sebagai

berikut :

(40)

Uji statistik yang digunakan yaitu :

Apabila hipotesis nol ditolak, ini menunjukkan bahwa pasar tidak terintegrasi dalam jangka pendek. Dan untuk integrasi jangka panjang, hipotesisnya diformulasikan sebagai berikut :

Nilai diperoleh melalui :

Apabila hipotesis nol ditolak, ini menunjukkan bahwa pasar tidak terintegrasi dalam jangka panjang.

5 EKONOMI GARAM Produksi dan Konsumsi Garam

(41)

Proses produksi yang dilakukan oleh petani selama ini sering juga disebut dengan metode Maduris. Adapun metode lain yaitu metodePortugis yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu mengesap dan mengguluk petakan garam dan pengisian meja kristalisasi melalui saluran air tua. Tahap pertama ini hampir sama dengan metode Maduris, namun pada tahap ke dua petakan kristalisasi diisi dengan air laut dari pembenihan tertua melalui saluran air tua. Kualitas garam yang dihasilkan dari dua metode ini berbeda yang nantinya akan mempengaruhi harga jual dan keuntungan yang didapatkan oleh petani.

Upaya untuk merealisasikan Swasembada Garam Nasional Tahun 2014 pemerintah sendiri telah merancang beberapa strategi, salah satunya yaitu ekstensifikasi lahan. Untuk luas lahan garam nasional pada saat ini bertambah sekitar 59 persen dari tahun 1997 dengan total 13 500 ha menjadi 32 575 ha di tahun 2012. PT Garam di tahun 2012 telah mulai melakukan perluasan lahan di wilayah Indonesia Timur. Sedangkan pemerintah dalam regulasinya untuk mencapai target swasembada tersebut membantu masyarakat melalui program PUGAR (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat), agar merangsang masyarakat untuk mengusahakan garam di lahan-lahan yang belum teroptimalkan. Dapat dilihat pada Gambar 6 lahan garam meningkat sebesar 32 persen dari tahun 2010 sebesar 19 664 ha menjadi 29 329 persen di tahun 2011 akibat adanya intervensi dari pemerintah tersebut. Peningkatan lahan tentunya akan diikuti dengan peningkatan produksi.

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (Data diolah), 2012 Gambar 6 Luas lahan garam nasional tahun 1997-2012

Walaupun negara kita memiliki garis pantai terpanjang, namun tidak semua wilayah dapat memproduksi garam. Wilayah-wilayah yang memiliki potensi dalam memproduksi garam antara lain Pulau Jawa, Sulawesi, NTT dan NTB. Indonesia sendiri dibagi ke dalam 3 zona, dimana Indonesia bagian barat dikategotikan sebagai less potential, Indonesia bagian tengah dikategorikan sebagai relative potential, sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian timur dikategorikan sebagai best potential dalam memproduksi garam. Dari beberapa pulau yang ada di negara kita sentra garam berada di Pulau Jawa yaitu Jawa

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(42)

Timur, diantaranya berada di Kabupaten Sampang, Pamekasan, Bangkalan dan Sumenep.

Dengan adanya ekstensifikasi atau perluasan lahan tadi, akan secara otomatismeningkatkan produksi garam di negara kita. Produksi garam dari tahun 2007 hingga tahun 2012 mengalami tren yang meningkat. Namun pada tahun 2010 produksi garam sangat menurun drastis, hal ini disebabkan oleh hujan yang berkepanjangan, sehingga petani garam tidak dapat berproduksi secara maksimal, mengingat bahwa produksi garam di negara kita masih sangat bergantung pada sinar matahari. Masa panen garam yang normalnya mencapai 4.5 bulan hingga 5.5 bulan di musim kemarau namun pada tahun ini hanya mencapai 16 hari. Pada Gambar 7 dapat dilihat produksi garam nasional.

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (Data diolah), 2012

Gambar 7 Perkembangan produksi garam oleh garam rakyat, PT Garam, dan total produksi nasional tahun 1997-2012

Dengan perkembangan produski yang berfluktuasi lalu bagaimana dengan konsumsi garam di negara kita? Konsumsi garam diperuntukkan sebagai kebutuhan rumah tangga serta bahan baku industri. Untuk garam konsumsi rumah tangga, garam telah mengalami fortifikasi yodium atau penambahan yodium, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Garam diperuntukkan sebagai bahan tambahan makanan atau pemberi rasa pada makanan baik untuk konsumsi masyarakat maupun pada industri pengolahan makanan. Selain industri makanan, garam juga dimanfaatkan oleh beberapa industri lainnya seperti industri perminyakan, tekstil, kulit, farmasi, dan indutri lainnya.

500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

p

ro

d

u

k

si

(to

n

)

tahun

(43)

Tabel 3 Jenis dan penggunaan garam

Pakan ternak Indutrsi tekstil Garam industri alkali sedangkan untuk garam industri sendiri, kebutuhannya tiga kali lipat dari pertumbuhan industri itu sendiri, bila pertumbuhan industri sebuah negara mencapai 10 persen, maka kebutuhan garam pun meningkat 30 persen.

Tabel 4 Perkembangan konsumsi garam Indonesia tahun 2007-2012 (Ton)

Tahun Konsumsi

(44)

menggunakan geomembran. Petakan garam bukan beralaskan tanah lagi, namun beralaskan geomembran yang berbentuk terpal berwarna hitam, sehingga garam tidak bercampur dengan tanah dan hal ini juga semakin memningkatkan kualitas garam yang dihasilkkan oleh PT Garam. Diakui oleh pihak PT Garam sendiri melalui wawancara yang dilakukan, dengan menggunakan geomembran ini produktivitas garam yang dihasilkan untuk 1 ha lahan meningkat sebesar 30 persen dari produktivitas garam yang dihasilkan oleh petani pada umumnya.

Namun dapat dilihat pada Gambar 8, produktivitas PT Garam di tahun 2011 setelah menggunakan geomembran masih dibawah produktivitas yang dihasilkan petani pada umumnya. Kondisi tersebut dimungkinkan karena penggunaan geomembran yang belum merata di seluruh lahan PT Garam.

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (Data diolah), 2012 Gambar 8 Perkembangan produktivitas tambak garam tahun 1997-2012

Harga Garam Indonesia

Dalam teorinya harga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Lazimnya pada saat penawaran meningkat maka harga akan menurun, fenomena ini terjadi baik ditingkat konsumen maupun tingkat petani sebagai produsen, saat musim panen maka harga yang diterima petani akan turun. Untuk melindungi petani maka pemerintah mengeluarkan regulasi harga dasar di tingkat petani garam.

Pemerintah melalui SK Menteri Perdagangan mengatur harga garam rakyat seperti yang termuat dalam SK Menperindag No. 360/MPP/Kep/5/2004 yang ilanjtkan dengan Surat Peraturan Mendag No. 20/M-Dag-PER/9/2005. Diantranya mengatur tentang pelarangan mengimpor garam bila harga garam rakyat terlalu rendah dibawah Rp 145 000/ton untuk mutu K1, Rp 100 000/ton untuk K2, dan Rp 70 000/ton untuk K3. Surat pertauran Mendag No.20/M-Dag-PER/9/2005 menyebutkan bahwa impor garam untuk kebutuhan industri garam iodisasi dilarang apabila harga rata-rata garam bentuk curah di atas truk di tingkat pengumpul untuk kualitas 1 (KP1) kurang dari Rp 200 000 per ton, KP2 kurang

-1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

p

(45)

dari Rp 150 000 per ton dan KP3 kurang dari Rp 80 000 per ton (Kementerian Perdagangan, 2010).

Pada Gambar 9 dapat dilihat bagaimana perbedaan harga yang terjadi di tingkat petani maupun di tingkat eceran. Dalam kurun waktu 10 tahun harga di tingkat retail pada tahun 2008 mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Harga di tingkat petani juga mengalami kenaikan dalam kurun waktu 10 tahun ini namun pergerakan kenaikan yang terjadi sangat landai.

Sumber: Kementerian Perdagangan (Data diolah), 2012 Gambar 9 Volatilias harga di tingkat petani dan retail

Distribusi Garam Di Indonesia

Pada bagian ini akan dijelaskan secara umum saluran distribusi garam konsumsi, yaitu garam beryodium. Saluran distribusi garam bermula dari sentra-sentra produksi garam untuk selanjutnya dikirimkan ke daerah-daerah konsumen. Menurut Kementerian Perdagangan sendiri sentra garam beryodium berada di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Pendistribusian dua sentra garam ini telah terbagi-bagi, dimana pada umumnya untuk wilayah Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat, dan sebagian pulau Papua garam didatangkan dari Jawa Timur, sedangkan untuk wilayah Papua lainnya garam berasal dari Sulawesi Selatan. Dari kegiatan pendistribusian ini terdapat beberapa penambahan nilai tambah, seperti garam yang di kirim ke Kalimantan belum ditambahkan yodium, sedangkan untuk kebutuhan pulau Papua garam yang dikirim biasanya telah beryodium. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penambahan nilai tambah di pulau Kalimantan mengindikasikan adanya pabrik-pabrik pengolah, yang pastinya juga akan menyerap tenaga kerja bagi masyarakat setempat.

Bila dianalisis pendistribusian garam ke daerah-daerah diatas membutuhkan biaya yang besar, tergantung pada alat transportasi yang digunakan serta jarak tempuh dari daerah sentra ke daerah distribusi. Data yang didapatkan dari Kemetrian Perdagangan tahun 2012 mencantumkan biaya transportasi dari Jawa Timur ke Kalimantan Barat mencapai Rp225 000 per ton, ke Kalimantan Timur mencapai Rp180 000 per ton, ke Nusa Tenggara Barat biaya distribusi

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Rupi

a

h/Kg

Gambar

Gambar 4Marketing margin
Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional
Gambar 6 Luas lahan garam nasional tahun 1997-2012
Gambar 9 Volatilias harga di tingkat petani dan retail
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Adalah usaha di bidang jasa perdagangan yang senantiasa memangkas jalur distribusi produk, dari produsen atau pabrikan langsung kepada konsumen, dan transaksi penjualan

Penyedia dengan jaminan pabrikan dari produsen pabrikan (jika ada) berkewajiban untuk menjamin bahwa selama penggunaan secara wajar, Barang tidak mengandung cacat

Penyedia dengan jaminan pabrikan dari produsen pabrikan (jika ada) berkewajiban untuk menjamin bahwa selama penggunaan secara wajar, Barang tidak mengandung cacat mutu

bahwa untuk melaksanakan pengelolaan investasi pemerintah yang akuntabel guna mendapatkan manfaat sosial, ekonomi, dan/atau manfaat lainnya, perlu menyusun tata kelola

Untuk ketahanan hama klon Sulawesi 2 yang meresahkan petani kakao di Indonesia karena klon Sulawesi 2 lebih rentan terhadap penyakit Vascular Streak Dieback...

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan nilai Na, Ca, dan Mg pada bulan Maret 2016, maka diperoleh kelas SAR dengan rentang nilai rata rata 14,17 yang diklasifikasikan

Lembaga pemasaran yang menjadi responden dan terlibat dalam sistem pemasaran ikan bandeng di Kabupaten Lampung Timur terdiri dari 64 orang petani produsen, 3

Penyedia dengan jaminan pabrikan dari produsen pabrikan (jika ada) berkewajiban untuk menjamin bahwa selama penggunaan secara wajar, Barang tidak mengandung cacat