• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP

PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI

PROVINSI BANTEN

LUNDU NICODEMUS MANURUNG

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LUNDU NICODEMUS MANURUNG. Kajian Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Dibimbing oleh Bambang Juanda.

Provinsi Banten dibagi dua wilayah yaitu Banten Selatan (kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang) dan Banten Utara (kabupaten Tangerang, kabupaten Serang, kota Tangerang, kota Cilegon, kota Serang, kota Tangerang Selatan). Kedua wilayah diduga mengalami kesenjangan pembangunan antar wilayah karena perbedaan sumberdaya, struktur keuangan dan ketersediaan infrastruktur. Pembangunan ekonomi suatu wilayah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi guna mempercepat proses pembangunan. Penelitian ini menggunakan metode Data Panel pada kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012. Variabel-variabel independen yang digunakan untuk menduga pertumbuhan ekonomi diwakilkan PDRB (LnDPRB) adalah jumlah guru (LnPEND), volume kapasitas air yang dipakai (LnAIR), jumlah ranjang rumah sakit (LnKSHTAN), panjang jalan (LnJLN), dan akses rumah tangga terhadap listrik (LIS). Hasil penelitian ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur kesehatan, pendidikan, jalan, listrik, dan air memiliki pengaruh yang positif.

Kata Kunci : Banten, Infrastruktur, PDRB, Pertumbuhan Ekonomi

ABSTRACT

LUNDU NICODEMUS MANURUNG. Study the influence of infrastructure on economic growth districts/cities in Banten provincial government. Supervised by BAMBANG JUANDA.

Banten provincial government is divided into two regions namely South Banten (Lebak and Pandeglang district) and North Banten (Tangerang district, Serang district, Tangerang City, Cilegon City, and South Tangerang City). Both of regions is rumoured had a gap of development between the regions because of the differences resources, financial structure, and the availability of infrastructure. The economic development of a region aimed to increase the citizens welfare and economic growth. The availability of infrastructure was one of the drivers of economic growth in order to accelerate process of development. This research was conducted using Data Panel Method on districts/towns in Banten provincial government in periode of 2009 to 2012. The independent variables used to suppose economic growth are represented GDP (LnPDRB) are the number of schools (LnSCHOOL), the volume of water used capacity (LnAIR), the number of hospital beds (LnKSHTAN), lenght of roads (LnJLN), and the access of households to electricity (LIS). Result of this research can be concluded the availability of infrastructure health, road, electricity, education, road, electricity, and water having influence.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

KAJIAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP

PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI

PROVINSI BANTEN

LUNDU NICODEMUS MANURUNG

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah ekonomi regional, dengan judul Kajian Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.

Skripsi ini penulis selesaikan dengan usaha, bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku dosen dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji utama dan Bapak Salahuddin El Ayyubi, Lc, M.A selaku Komdik atas saran dan masukannya dalam skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar program sarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor, yang telah banyak memberikan dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.

5. Kedua orang tercinta yaitu Bapak Lukman Manurung dan Mama Berliana Simanjuntak, serta adikku Bill Klinton Benediktus, Anastasya Inggrid, dan Ardian Gilbert terima kasih atas doa dan nasihatnya.

6. Sahabat Bapa House (Rodex, Joen, Ranto, Tunggul, Hisar, Arnod, Jaya, Agung), KPP PMK, BEM FEM, BEM KM IPB, OMDA Ikanmass, rekan sepelayanan MSP (Entin, titin, dan Ebes), teman sebimbingan skripsi, Gagas, Elli, Efita, dan Nindya, Nico, Rimayanti dan teman-teman IE 47.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi pemerintah, khususnya Provinsi Banten dalam menentukan arah kebijakan pembangunan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

Hipotesis Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

METODE PENELITIAN 12

Jenis Sumber Data 12

Metode Pengolahan 12

Perumusan Model Penelitian 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Analisis Deskriptif 15

Analisis Data Panel 22

Pengaruh infrastruktur terhadap PDRB perkapita 22 Pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi 26

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 33

(10)

DAFTAR TABEL

1 PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten Tahun 2012 (juta

rupiah) 2

2 Realisasi Investasi di Banten Struktur Perekonomian Provinsi Banten 2 3 Studi terdahulu mengenai infrastruktur dan pembangunan ekonomi 10 4 PDRB perkapita ADHK kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun

2009-2012 16

5 Distribusi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 17 6 Total panjang jalan kabupaten, kota, dan provinsi Banten tahun

2009-2012 (km) 18

7 Perkembangan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah (km per km²) 19 8 Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik kabupaten/

kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 (%) 20

9 Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan air bersih dari air dalam kemasan, ledeng, pompa, dan sumur di provinsi Banten (%) 20 10 Rasio ranjang rumah sakit terhadap jumlah rumah sakit kota/kabupaten

di Provinsi Banten tahun 2009-2012 22

11 Hasil Hausmann Test 23

12 Matriks korelasi 23

13 Hasil estimasi peran infrakstruktur pendidikan, kesehatan, jalan, air, dan listrik terhadap PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten 24

14 Hasil Hausmann Test 27

15 Hasil estimasi peran sektor kesehatan, jalan, air, listrik, dan pendidikan terhadap PDRB ADHK 2000 kabupaten/kota di Provinsi Banten 28

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Administraitf Provinsi Banten 4

2 Kerangka pemikiran 9

3 Tahap pengujian model l1

4 Jumlah sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK di Provinsi Banten tahun

2007-2012 (unit) 15

5 Rasio jumlah guru terhadap sekolah tahun 2012 (orang per sekolah) 15 6 Jumlah rumah sakit di kabupaten/kota di Provinsi Banten 2009-2012

(unit) 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data variabel operasional kabupaten/kota di Provinsi Banten 33 2 Uji Hausman pada persamaan pengaruh infrastruktur terhadap PDRB

perkapita 34

3 Hasil estimasi Eviews 6.0 persamaan pengaruh infrastruktur terhadap

PDRB perkapita 35

4 Uji Hausman pada persamaan pengaruh infrastruktur terhadap PDRB

(11)

5 Hasil estimasi Eviews 6.0 persamaan pengaruh infrastruktur terhadap

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi suatu wilayah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Indikator hasil pembangunan ekonomi dapat dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi yang akan menentukan kebijakan pembangunan di waktu mendatang. Potensi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kuantitas maupun kualitas dari sumber daya yang dimilikinya, baik itu sumberdaya fisik berupa tanah yang subur, kandungan mineral dan bahan mentah bernilai ekonomis lainnya maupun sumber daya manusia yang meliputi jumlah penduduk, tingkat keahlian, budaya dan pandangan hidup mereka (Todaro 2006).

Ketersediaan infrastruktur memiliki peran penting sebagai salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi guna mempercepat proses pembangunan ekonomi. Perbaikan infrastruktur pada umumnya dapat meningkatkan mobilitas penduduk, mempercepat laju pengangkutan barang, dan meningkatakan kualitas dan kuantitas sarana pembangunan. Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana umum yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi untuk memenuhi hajat dan melayani masyarakat dan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi harus disesuaikan dengan kebutuhan, ketersediaan sumberdaya serta rasa keadilan. Infrastruktur yang berperan secara langsung adalah infrastruktur sosial dan ekonomi. Infrastruktur ekonomi merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas perekonomian, meliputi public utilities (listrik, air, sanitasi dan gas) dan public work (jalan, bendungan, irigasi, dan drainase). Infrastruktur sosial meliputi pendidikan, kesehatan dan perumahan (World Bank 1994).

Pendidikan dan kesehatan sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Kesehatan merupakan inti kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga. Pendidikan memainkan peran utama dalam membentuk kemampuan suatu wilayah berkembang untuk menyerap teknologi dan mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro 2006).

Perkembangan sejak era reformasi di Indonesia menunjukkan masyarakat mengharapkan hasil pembangunan yang lebih merata. Harapan itu diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999. Pada tanggal 1 Januari 2001 berlaku desentralisasi pada sistem pemeritahan. Provinsi Banten merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Jawa Barat berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2003. Provinsi Banten dibagi dua wilayah yaitu Banten Selatan (kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang) dan Banten Utara kabupaten Tangerang, kabupaten Serang, kota Tangerang, kota Cilegon, kota Serang, kota Tangerang Selatan). Kedua wilayah diisukan mengalami kesenjangan pembangunan antar wilayah karena perbedaan sumberdaya, struktur keuangan dan ketersediaan infrastruktur.

(14)

2

rupiah, sangat jauh dari PDRB perkapita Provinsi Banten sebesar 18.86 juta rupiah. Hal ini menunjukkan masih belum meratanya distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Banten.

Tabel 1. PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2012 (juta

Kt. Tangerang Selatan 10.88

Provinsi Banten 18.86

Sumber : Banten dalam Angka 2013

Pembangunan daerah Banten lebih didasarkan pada orientasi output dibandingkan pemerataan yang tercermin dari kondisi antara Banten Utara dengan Banten Selatan. Banten Utara memiliki beberapa infrastruktur seperti Bandara Soekarno Hatta dengan lapangan terbang terbesar dan paling sibuk di Indonesia dan Pelabuhan Merak sebagai penyeberangan terbesar di Indonesia. Begitu juga dengan pusat perbelanjaan yang menjamur di kota Tangerang, kota Tangerang Selatan, dan kabupaten Tangerang. Namun, sangat bertolak belakang dengan kondisi di Banten Selatan yang jauh tertinggal.

Secara geografis, Provinsi Banten memiliki posisi yang strategis dimana menjadi penghubung antara Jawa dan Sumatera. Dengan posisi yang sangat strategis dan potensial secara ekonomi, Banten menjadi salah satu daerah tujuan investasi di Indonesia.

Tabel 2. Realisasi Investasi di Provinsi Banten Sumber

Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) 83 4.2986 66 5.1175

Sumber : BKPMPT Provinsi Banten

Pada tahun 2011 total nilai investasi di Banten sebesar US$ 6.4703 miliar dengan realisasi nilai PMDN sebesar US$ 2.1717 miliar dan PMA sebesar US$ 4.2986 milliar. Pada tahun 2012, investasi meningkat menjadi US$ 7.8338 milliar dengan realisasi nilai PMDN sebesar US$ 2.7163 milliar dan PMA sebesar US$ 5.1175 milliar.

(15)

3

dan kabupaten Tangerang, kota Cilegon dan sebagian besar di kabupaten dan kota di Banten Utara (Banten dalam Angka 2013). Nilai investasi di kota Tangerang karena infrstruktur yang baik, dekat dengan Jakarta dan sebagai kota penyangga Jakarta. Kabupaten dan kota di Banten Utara yang lain memiliki nilai investasi yang tinggi juga karena memiliki infrastruktur yang mendukung seperti pelabuhan, jalan, pasokan listrik, pendidikan dan kesehatan. Berbanding terbalik dengan kondisi Banten Selatan dimana infrastruktur masih buruk.

Kebijakan pembangunan yang lebih mengedepankan pertumbuhan daripada pemerataan. Pertumbuhan ekonomi didukung oleh ketersediaan infrastruktur. Perbedaan infrastruktur merupakan salah satu penyebab adanya ketimpangan perekonomian daerah yang satu dengan daerah yang lain. Adanya ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten ini, maka penting untuk menganalisis ketersediaan infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi di Provinsi Banten pada periode tahun 2009-2012.

Rumusan Masalah

Provinsi Banten secara ekonomi berpotensi tinggi karena memiliki kawasan industri, kawasan wisata yang sangat potensial, dan bandara udara dan pelabuhan berskala internasional. Namun, keadaan infrastruktur wilayah Banten yang tidak merata sehingga mengakibatkan adanya ketimpangan. Pertumbuhan sektor infrastruktur di Provinsi Banten telah mengalami peningkatan yang signifikan dan memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa kota dan kabupaten bagian Banten Utara. Pembangunan infrastruktur mengalami kendala di kabupaten Pandeglang dan kabupaten Lebak. Padahal dari segi investasi, para investor akan memilih daerah yang infrastrukturnya lengkap. Infrastruktur yang memadai akan meningkatkan daya saing.

Diperlukan adanya suatu model yang dapat memberikan arah dugaan yang tepat terhadap pembangunan infrastruktur untuk mencapai peningkatan PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya untuk mengetahui dugaan tersebut maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana perkembangan PDRB dan ketersediaan infrastruktur di Banten Utara dan Banten Selatan?

2. Apakah infrastruktur (jalan, listrik, air, kesehatan, dan pendidikan) mempunyai pengaruh signifikan terhadap PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Provinsi Banten?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis perkembangan PDRB dan ketersediaan di Banten Utara dan Banten Selatan.

(16)

4

Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diberikan pada penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan infrastruktur agar perekonomian Banten menjadi lebih baik. 2. Bagi para akademisi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

informasi bagi penelitian mendatang pada bidang yang sama.

3. Bagi masyarakat umum. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan tambahan mengenai infrastruktur dan perkembangannya di Banten.

Ruang Lingkup Penelitian

Fokus penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan infrastruktur serta pengaruhnya terhadap PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di Provinsi Banten dengan menggunakan metode data panel. Penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu infrastruktur jalan, listrik, air, kesehatan, dan pendidikan. Data yang digunakan adalah data cross section berupa data 8 kabupaten/kota di Provinsi Banten dan data time series selama 4 tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2012.

Gambar 1. Peta administratif Provinsi Banten

(17)

5

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini digunakan untuk mengetahui keterkaitan dari variabel terikat dengan variabel bebas. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis sebagai berikut :

1. Pembangunan infrastruktur (jalan, listrik, air, pendidikan, dan kesehatan) diduga mempunyai hubungan yang positif terhadap pembangunan ekonomi. 2. Tingkat pembangunan ekonomi Banten Utara lebih baik dibandingkan dengan

Banten Selatan dengan pembangunan infrastruktur.

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum

Teori ekonomi pembangunan menjelaskan bahwa untuk meningkatkan aktivitas ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu, dalam rangka mempercepat peningkatan perekonomian dan memperkuat landasan pembangunan eonomi yang berkelanjutan, diperlukan dukungan penyediaan infrastruktur. Pertama penyediaan prasarana berdasarkan kebutuhan (demand approach), dimana kebutuhan untuk memelihara prasarana yang telah dibangun. Kedua penyediaan prasarana dalam mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi suatu wilayah tertentu (supply approach). Pada saat ekonomi membaik, dapat dilaksanakan pembangunan prasarana baru untuk mendorong tumbuhnya suatu wilayah (Propenas 2000).

Dalam pengembangan ekonomi, faktor penting infrastruktur telah menjadi bahan penelitian beberapa ahli. Hubungan antara infrastruktur seperti jalan, listrik, dan air dengan pertumbuhan ekonomi telah sering di analisis, sekalipun hasil dari penelitian tidak selalu sama namun pembangunan infrastruktur syarat perlu bukan syarat cukup dari pertumbuhan ekonomi dan penyediaan jenis infrastruktur yang sesuai pada tempat yang tepat secara efisien lebih penting daripada besarnya investasi yang ditanamkan pada sektor infrastruktur yang di bangun.

Pentingnya peranan infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan tinjauan secara teoritis kaitan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, dijelaskan mengenai definisi infrastruktur yang akan ditinjauan studi empiris yang telah dilakukan terkait dengan peranan infrastruktur.

Pertumbuhan Ekonomi

(18)

6

meruntuhkan kapitalisme dan menimbulkan sosialisme. Ekonom lainnya, David Ricardo memperkenalkan konsep Diminishing return dan marginal product yang kemudian akan digunakan pada teori–teori pertumbuhan ekonomi selanjutnya (Kuncoro 2010).

Pascateori pertumbuhan linier, banyak teori menekankankan adanya perubahan struktural. Lewis melalui Teori Model Surplus Tenaga Kerja membagi ekonomi ke dalam dua kategori, yaitu sektor yang subsistem dan kapitalis (Lynn 2003). Sektor subsistem adalah sektor pertanian dimana produksi pangan dikonsumsi sebagian besar oleh petani itu sendiri. Sektor kapitalis adalah sektor-sektor modern yang umumnya ditopang sektor-sektor-sektor-sektor industri. Inti model ini adalah bagaimana proses pembangunan dimulai ketika terjadi migrasi tenaga kerja dari sektor subsistem yang surplus, menuju sektor-sektor modern (Meier & Stiglitz 2001).

Aliran dependensia pertama kali mencuat secara mendetail oleh Andre Gunder Frank pada tahun 1967. Dia mengemukakan bahwa negara-negara dapat dibagi menjadi dua golongan: negara-negara pusat pembangunan (negara maju) dan negara-negara satelit (NSB). Para ekonom yang menyokong teori ini melihat bahwa proses pembangunan digerakkan oleh negara-negara maju yang kemudian mempengaruhi negara-negara satelit. Kesimpulan teori ini adalah negara-negara miskin dapat berkembang hanya dengan memutus hubungan ekonomi dari negara-negara barat (Lynn 2003).

Teori neoklasik mencuat dua model yang terkenal, yaitu teori pertumbuhan Harrod Domar dan Solow. Analisis Harrod Domar mengidentifikasi investasi dan pembangunan mengambil peranan penting dalam sebuah ekonomi untuk mencapai pertumbuhan yang kokoh melalui MPS (Marginal Prospensity to Save) dan ICOR (Incremental Capital Output Ratio). MPS merupakan rasio perubahan tabungan karena adanya perubahan pendapatan, S/Y, sedangkan ICOR adalah rasio yang menunjukkan berapa tambahan stok modal yang dibutuhkan untuk memproduksi sebesar satu dolar, K/Y. Analisis Robert Solow (1956) mengembangkan sebuah teori yang disebut Model Solow. Solow mengatakan bahwa pertumbuhan merupakan fungsi tenaga kerja dan modal. Ekonomi tumbuh hingga mencapai keadaan stabil (steady state) dimana pendapatan tinggi dicapai. Setelah steady state, tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dapat dicapai melalui pengembangan teknologi (Todaro 2006).

Terakhir muncul teori-toeri baru seperti teori Pertumbuhan Baru ( New Growth Theory-NGT), Teori Ekonomi Baru (New Economic Geography-NEG), dan teori Perdagangan Baru (New Trade Theory-NTT). Teori NGT yang dikemukan oelh Paul Romer merupakan pengembangan dari teori Pertumbuhan Neoklasik. Romer memasukkan variabel teknologi ke dalam model Solow, bukan sebagai variabel diluar model. Oleh karena itu, kemampuan pengembangan teknologi dan pengetahuan merupakan hal yang krusial dalam menciptakan pertumbuhan (Kuncoro 2010).

(19)

7

Tingkat produksi dari suatu wilayah yang dicapai dalam satu tahun tertentu, dapat digambarkan oleh besarnya Produk Domestik Bruto (PDRB). PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi selama periode tertentu. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Indeks pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

Dimana: LP= Laju pertumbuhan ekonomi

i = sektor 1,2,...9 t = tahun t

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi suatu wilayah tertentu. Dengan diketahui pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang terdapat pada distribusi persentase sumbangan sektor ekonomi tertentu terhadap nilai PDRB total dan laju pertumbuhan ekonomi, kebijakan dapat direncanakan ke arah prioritas pembangunan ekonomi. Untuk menghitung PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:

1) Pendekatan Produksi, PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

2) Pendekatan Pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

3) Pendekatan Pengeluaran, PDRB merupakan semua komponen permintaan akhir dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, perubahan investasi, dan ekspor neto dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. PDRB ADHB menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun dan menunujukkan pendapatan penduduk suatu daerah. PDRB perkapita ADHB menunjukkan pendapatan per satu orang penduduk.

(20)

8

Infrastruktur

Infrastruktur adalah keseluruhan elemen yang berguna untuk memfasilitasi dan mengintegrasi aktivitas-aktivitas ekonomi. Dalam hubungan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi, beberapa ekonom juga memberikan pendapatnya mengenai infrastruktur. Hirschman (1958) mendefinisikan infrastruktur dibutuhkan dalam mendukung kegiatan produksi pada berbagai sektor kegiatan ekonomi.

Menurut Macmillan Distionary of Modern Economics (1996), infrastruktur merupakan elemen struktural ekonomi yang memfasilitasi arus barang dan jasa antara pembeli dan penjual. Sedangkankan The Routledge Dictionary of Economics (1995) memberikan pengertian yang lebih luas bahwa infrastruktur merupakan pelayan utama dari suatu wilayah yang membantu kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat sehingga dapat berlangsung melalui penyediaan transportasi dan infrastrukur pendukung lainnya.

Menurut World Bank report 1994, dijelaskan bahwa infrastruktur dibagi kedalam 3 golongan yaitu :

a. Infrastruktur ekonomi merupakan aset fisik yang menyediakan jasa yang digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (jalan, bendungan dan saluran irigasi dan drainase), serta sektor transportasi (jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).

b. Infrastruktur sosial merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan), kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan) serta untuk rekreasi (taman, museum dan lain-lain). c. Infrastruktur administrasi/ institusi meliputi penegakan hukum, kontrol

administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Infrastruktur ekonomi umumnya memiliki karakteristik monopoli alamiah karena pengadaan dan pengoperasian infrastruktur ekonomi akan lebih ekonomis jika hanya dilakukan oleh satu perusahaan. Monopoli alamiah biasanya muncul ketika skala ekonomis yang diperlukan untuk menyediakan suatu barang atau jasa sedemikian besar sehingga akan lebih bermanfaat apabila pasokan barang atau jasa diserahkan pada satu perusahaan (Mankiw 2003).

Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi

Faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Todaro 2006). Akumulasi modal diperoleh dari sebagian dari pendapatan yang ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan. Akumulasi modal ini dapat dilakukan dengan investasi langsung terhadap stok modal secara fisik (pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan, dan bahan baku) dan dapat juga dengan melakukan investasi terhadap fasilitas-fasilitas penunjang seperti investasi infrastruktur, ekonomi dan sosial (pembangunan jalan, penyediaan listrik, dan air bersih).

(21)

9

dalam capital stock (k). Sehingga secara tidak langsung, dapat dikatakan bahwa peningkatan dalam capital stock termasuk infrastruktur akan berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.

Teori pertumbuhan ekonomi neoklasik Solow memasukkan unsur teknologi kedalam fungsi produksi. Menurut Solow, pertumbuhan ekonomi berasal dari satu atau lebih dari tiga faktor berikut: peningkatan dalam kuantitas dan kualitas pekerja, kenaikan dalam kapital (melalui tabungan dan investasi) dan peningkatan dalam teknologi. Namun peran teknologi dalam model ini masih eksogenous, yang artinya teknologi itu sendiri bukan merupakan hasil dari pertumbuhan ekonomi, melainkan given. Investasi fisik seperti infrastruktur, dalam model Solow ini dimasukkan dalam faktor kapital.

Teori ekonomi lain yang memasukkan peranan infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi adalah teori pertumbuhan endogenous yang diperkenalkan oleh Romer. Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa kemajuan teknologi tidak dapat dikatakan eksogen, melainkan endogen karena kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh investasi dari sumber daya manusia dan industri berbasis ilmu pengetahuan. Konsekuensi lebih lanjut dari teori ini adalah pentingnya penyediaan infrastruktur yang dapat meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya sehingga menghasilkan increasing return to scale dalam proses produksi.

Penelitian Terdahulu

Rindang Bangun Prasetyo (2008) dalam penelitiannya mengenai ketimpangan dan pengaruh infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi Kawasan Barat Indonesia, menganalisis bahwa panjang jalan, listrik, dan air bersih berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan perkapita.

Menurut Deddy Radiansyah (2012) dalam penelitiannya mengenai kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia, menganalisis bahwa infrastruktur jalan, listrik dan telepon berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap PDRB perkapita. Apabila terjadi penambahan pada masing-masing infrastruktur jalan, listrik, dan telepon maka akan meningkatkan PDRB perkapita dengan asumsi cateris paribus.

Menurut Heri Purnomo (2009) yang meneliti mengenai pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi, menganalisis bahwa infrastruktur memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian dimana infrastruktur jalan, irigasi dan air bersih memberikan pengaruh nyata terhadap PDRB.

Sedangkan Nella Helena (2013) yang meneliti kaitan ketersediaan infrastruktur terhadap ketimpangan perndapatan perkapita, menganalisis bahwa infrastruktur jalan, rasio ranjang rumah sakit, dan listrik berpengaruh positif dalam meningkatkan ketimpangan pendapatan di Indonesia.

(22)

10

ketersediaan infrastruktur panjang jalan per wilayah tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.

Beberapa Studi terdahulu di Indonesia mengenai keterkaitan pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada tabel 3.

(23)

11

Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan melalui kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Penelitian ini tidak menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dalam membangun infrastruktur mendukung perekonomian di daerah kabupaten dan kota di Provinsi Banten pada penelitian ini. Analasis ketersediaan infrastruktur di Provinsi Banten digunakan melihat peranan dari infrastruktur dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur yang dianalisis dalam penelitian ini adalah infrastruktur jalan, air, listrik, kesehatan, dan pendidikan yang akan dilihat pengaruhnya terhadapt PDRB kabupaten/kota di Provinsi Banten. Melalui penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan dan rekomendasi yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan arah pembangunan ekonomi.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Kebijakan Fiskal : G untuk Infrastruktur

Ketersediaan Infrastruktur kabupaten/kota di Provinsi Banten 2009-2012

Infrastruktur Ekonomi Infratruktur Sosial

Panjang jalan

Pertumbuhan Ekonomi

Kebijakan Moneter

PDRB

Analisis Deskriptif dan analisis Data Panel

Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Kesehatan

(24)

12

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder periode 2009-2012 mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber dan literatur, yakni Badan Pusat Statistik, Publikasi Kajian Ekonomi Regional Bank Indonesia, Kajian Fiskal Regional Provinsi Banten, dan Laporan tahunan kabupaten dan kota di Provinsi Banten.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh dan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk grafik, tabel, dan diagram. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan adalah model ekonometrika panel data. Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series dengan keunggulan data banyak tetapi model menjadi lebih kompleks (Nachrowi 2006). Model data panel menggunakan metode teknik Pooled Least Square, Model Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Kemudian digunakan uji kesesuain model dengan Chow test dan Hausman Test menentukan model mana yang lebih tepat untuk menjelaskan jenis infrastruktur yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Juanda 2012). Pemodelan panel data dilakukan dengan bantuan program aplikasi Microsoft Excel 2010 dan E-Views 6.0 pada taraf nyata konsisten 5 persen.

a. Model Pooled Least Square (PLS)

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Dalam estimasinya diasumsikan bahwa setiap unit individu memiliki intersep dan slope yang sama sehingga regresi data panel yang dihasilkan akan berlaku.

b. Fix Effect Model (FEM)

Metode FEM diasumsikan bahwa intersep pada regresi dapat dibedakan antar individu karena setiap individu dianggap mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam membedakan intersepnya dapat digunakan peubah dummy, sehingga metode ini juga dikenal dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV). c. Random Effect Model (REM)

Metode REM diasumsikan bahwa ada perbedaan karakteristik individu dan waktu dimasukkan pada error dari model. Mengingat ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error, yaitu individu dan waktu, maka random error pada REM juga perlu dijabarkan menjadi error untuk komponen individu, error komponen waktu dan error gabungan.

Pengujian Kesesuaian Model Penelitian

(25)

13

Gambar 3 menjelaskan pemilihan salah satu dari ketiga model tersebut dengan melakukan uji.

Gambar 3. Tahap Pengujian Model

Dengan menggunakan program Eviews 6.0, pengujian model dilakukan secara bertahap sesuai dengan gambar 1, yaitu :

a. Pemilihan Model PLS dengan FEM

Pemilihan model PLS dengan FEM dilakukan pengujian Chow test dengan bentuk hipotesa:

H0 : Pooled Least Square

H1 : Fixed Effect

Keputusan:

H0 diterima apabila Fstat < Ftable

H1 diterima apabila Fstat > Ftable

Dimana;

SSRfixed = Sum Squared Resid pada model PLS SSRpooled= Sum Squared Resid pada model FEM N = jumlah cross section

T = jumlah time series

K = jumlah variabel independen

Apabila hasil pengujian menunjukkan H1 diterima yang berarti model FEM

maka akan dibandingkan dengan REM. b. Pemilihan FEM dengan REM

Pengujian ini telah tersedia dalam program Eviews 6.0 secara langsung untuk melakukan Hausman Test dimana apabila nilai Prob. lebih kecil dari 0.05 ( = 5%) maka pendekatan yang paling cocok untuk mengestimasi data panel adalah Fixed Effect Model.

Asumsi Dasar

Multikolinearitas

Indikasi multikolinearitas tercermin dengan hasil uji t dan uji F-statistic hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari uji t diduga tidak signifikan sementara dari hasil uji F-statistic signifikan, maka dapat diduga ada multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan metode pooled sehingga uji t maupun uji F-statistic menjadi signifikan.

Chow Test

REM PLS

(26)

14

Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika varians dari galat berubah yang biasa terdapat pada data cross section akibat adanya perbedaan antar individu (Greene, 1997, 540). Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melakukan uji statistik White Heteroskedasticity yang membandingkan sum square residual weighted (SSRW) dengan unweighted (SSRUW). Jika nilai SSRW lebih kecil dari SSRUW maka diasumsikan terjadi heteroskedastisitas.

Autokorelasi

Autokorelasi dapat timbul karena terjadinya inersia atau kelembaman, terdapat bias, tidak dimasukkannya variabel yang ketinggalan atau terjadi manipulasi data. Autokorealasi dapat diketahui dengan menggunakan uji Durbin-Watson dengan membandingkan nilai statistik DW dengan nilai batas atas (du) dan nilai batas bawah (dL) dari tabel Durbin Watson berdasarkan jumlah observasi

dan variabel bebas (tanpa nilai konstanata).

Perumusan Model Penelitian

Model penelitian data panel dari peranan variabel infrastruktur terhadap PDRB perkapita pada penelitian ini yaitu:

LnPDRBit = i + β1LnKSHTANit + β2LnAIRit + β3LISTit + β4LnPENDit +

β5LnJLNit + β6(LnKSHTANit*Di + β7(LnAIRit*Di) + β8(LISTit*Di)

+ β9(LnPENDit*Di) + β6(LnJLNit*Di) +Di + Uit

Dimana;

LnPDRBit PDRB Perkapita daerah ke-i dan pada tahun ke-t (juta Rupiah/jiwa) LnJLNit logaritma natural dari rasio total panjang jalan terhadap penduduk

daerah ke-i dan pada tahun ke-t (km/jiwa)

LISTit persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama daerah ke-i dan pada tahun ke-t (%)

LnAIRit logaritma natural dari rasio volume kapasitas air yang dipakai terhadap jumlah penduduk daerah ke-i dan pada tahun ke-t (m³/jiwa)

LnKSHTANit logaritma natural dari jumlah rumah sakit terhadap jumlah ranjang rumah sakit daerah ke-i dan pada tahun ke-t

LnPENDit logaritma natural dari rasio jumlah guru (SD, SMP, SMA, SMK) terhadap jumlah penduduk daerah ke-i dan pada tahun ke-t

Di dummy daerah ke-i dengan nilai 0 pada Banten Selatan dan 1 pada Banten Utara

(27)

15

Model penelitian dari peranan variabel infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi pada penelitian ini yaitu:

LnPDRBit = i + β1LnKSHTANit + β2LnAIRit + β3LISTit + β4LnPENDit +

β5LnJLNit + β6(LnKSHTANit*Di + β7(LnAIRit*Di) + β8(LISTit*Di)

+ β9(LnPENDit*Di) + β6(LnJLNit*Di) +Di + Uit

Dimana;

LnPDRBit PDRB ADHK 2000 daerah ke-i dan pada tahun ke-t (juta Rupiah/jiwa)

LnJLNit logaritma natural dari rasio total panjang jalan terhadap luas wilayh daerah ke-i dan pada tahun ke-t (km/jiwa)

LISTit persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama daerah ke-i dan pada tahun ke-t (%)

LnAIRit logaritma natural dari rasio volume kapasitas air yang dipakai terhadap jumlah penduduk daerah ke-i dan pada tahun ke-t (m³/jiwa)

LnKSHTANit logaritma natural dari jumlah rumah sakit terhadap jumlah ranjang rumah sakit daerah ke-i dan pada tahun ke-t

LnPENDit logaritma natural dari rasio jumlah guru (SD, SMP, SMA, SMK) terhadap jumlah penduduk daerah ke-i dan pada tahun ke-t

Di dummy daerah ke-i dengan nilai 0 pada Banten Selatan dan 1 pada Banten Utara

i Kabupaten Lebak, kabupaten Pandeglang, kabupaten Serang, kabupaten Tangerang, kota Cilegon, kota Serang, kota Tangerang, kota Tangerang Selatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis deskriptif PDRB

Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting dalam pembangunan. Kualitas pemerintah dibidang ekonomi secara keseluruhan biasanya diukur berdasarkan kecepatan pertumbuhan output nasional yang dihasilkan. Menurut teori neoklasik, pertumbuhan output ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan stok kapital, pertumbuhan tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Pengukuran pertumbuhan ekonomi dihitung dengan peningkatan persentase dari Produk Domestik Bruto (Mankiw 2003).

(28)

16

sebesar 7920.12 miliar rupiah, kota Tangerang Selatan sebesar 6303.48 miliar rupiah, dan kota Serang sebesar 3330.16 miliar rupiah. Sedangkan kondisi di Banten Selatan dimana kabupaten Pandeglang sebesar 4803.37 miliar rupiah dan kabupaten Lebak 4607.59 miliar rupiah. Kota Tangerang memiliki PDRB perkapita tertinggi karena daerah ini merupakan salah satu kota penyangga kota Jakarta, memiliki pusat bisnis perbelanjaan dan memiliki kawasan industri yang besar dengan perusahaan-perusahaan yang multinasional maka secara ekonomi pendapatan akan sangat tinggi. Berbeda dengan Kabupaten Lebak dimana pertanian mendominasi kegiatan perekonomian. Jumlah pendapatan daerah kota Serang secara total lebih kecil dibanding dengan kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang. bila dilihat perbandingan jumlah penduduk dan luas daerah, kota Serang lebih tinggi pendapatan perkapita dibandingkan kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang.

Tabel 4. PDRB ADHK kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 (miliar rupiah)

Kabupaten/Kota PDRB ADHK 2000

2009 2010 2011 2012

Kab. Pandeglang 4032.4 4321.14 4547.85 4803.37 Kab. Lebak 3895.5 4156.14 4387.62 4607.59

Kab. Tangerang 17382.1 18483.03 19725.85 20951.9 Kab. Serang 6850.9 7164.73 7536.1 7920.12

Kt. Tangerang 27562.5 29402.85 31414.1 33428.9

Kt. Cilegon 16246.8 17107.19 18228.29 19470.6 Kt. Serang 2678.3 2884.09 3110.15 3330.16

Kt. Tangerang Selatan 4947.9 5366.63 5823.83 6303.48

Provinsi Banten 83596.4 88885.8 94773.79 100816 Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Perkembangan distribusi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 5. Kota Tangerang dan kabupaten Tangerang mendominasi perekonomian di Provinsi Banten yang dibuktikan dengan distribusi lebih dari 50 persen dari total PDRB Provinsi Banten selama kurun waktu 2009 hingga 2012. Pada kurun waktu yang sama PDRB kota Cilegon memiliki distribusi terhadap PDRB Provinsi Banten cukup tinggi sekitar 18 persen. Sedangkan kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang mempunyai PDRB relatif kecil, hal ini terlihat dari distribusi masing-masing pada tahun 2012 sebesar 4.86 persen dan 5.07 persen. Bila dibandingkan dengan banyak penduduk dan luas wilayah antar kabupaten/kota, kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang merupakan yang terbesar tetapi pendapatan dari wilayah Banten Selatan sangat rendah. Perbedaan Banten Utara dengan Selatan hampir 10 banding 1. Dengan demikian terjadi ketimpangan ekonomi antara Banten Utara dengan Banten Selatan.

(29)

17

Tabel 5. Distribusi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 (%)

Kabupaten/Kota Distribusi PDRB

2009 2010 2011 2012

Kab. Pandeglang 5.29 5.10 5.04 5.07 Kab. Lebak 5.16 4.97 4.89 4.86

Kab. Tangerang 21.75 20.49 20.72 20.88 Kab. Serang 8.14 7.46 7.47 7.44

Kt. Tangerang 34.94 33.45 33.47 33.23

Kt. Cilegon 14.15 18.37 18.13 18.09 Kt. Serang 3.40 3.32 3.33 3.35

Kt. Tangerang Selatan 7.17 6.82 6.95 7.09

Provinsi Banten 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Analisis Deskriptif Infrastruktur

Infrastruktur Pendidikan

Pendidikan membentuk kemampuan manusia lebih berkualitas yang memiliki pengetahuan dan keterampilan menguasai teknologi. Dengan semakin berkualitas sumberdaya manusia, kesejahteraan akan meningkat dan mendorong pembangunan ekonomi. Pendidikan dapat ditempuh melalui sekolah. Pemerintah memiliki program wajib belajar 12 tahun, maka pemerintah mengembangkan infrastruktur pendidikan.

Infrastruktur pendidikan pada penelitian ini meliputi SD, SMP,SMA dan SMK. Terlihat pada gambar 4 menunjukkan bahwa pembangunan sekolah Provinsi Banten mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan jumlah sekolah dikarenakan seluruh kabupaten/kota memprioritaskan pendidikan. Hal ini tercemin dengan tingginya rasio belanja pendidikan sebesar 20% terhadap total APBD menurut amanat Undang-undang.

Gambar 4. Jumlah sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK di Provinsi Banten tahun 2007-2012 (unit)

Sumber : BPS, Banten Dalam Angka 2007-2013

Gambar 4 menunjukkan rasio jumlah guru terhadap sekolah pada tahun 2012. Perbandingan antara jumlah guru dengan jumlah sekolah memberi informasi bahwa penempatan guru di Provinsi Banten ada ketimpangan. Rasio jumlah guru terhadap sekolah tertinggi adalah kota Tangerang sebesar 22

5500 6000 6500 7000

2007 2008 2009 2010 2011 2012

(30)

18

sedangkan rasio terendah kabupaten Pandeglang sebesar 11. Diperlukan ada kebijakan tentang penempatan guru sehingga terjadi pemerataan sehingga kualitas sumberdaya manusia dapat bersaing.

Gambar 5. Rasio jumlah guru terhadap sekolah tahun 2012 (orang per sekolah)

Sumber :BPS, Banten Dalam Angka 2013

Infrastruktur Jalan

Banten sebagai penghubung antara Jawa dan Sumatera dan memiliki potensi pertanian dan parawisata yang sangat baik, diperlukan infrastruktur jalan yang memadai. Jalan penting juga untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah lain karena mobilisasi ekonomi saat ini bertumpu pada jaringan jalan. Muatan barang sebagian besar masih diangkut melalui jalan darat khususnya daerah Provinsi Banten dibandingkan penggunaan transportasi lain.

Seperti yang terlihat pada Tabel 6, total panjang jalan Provinsi Banten pada tahun 2012 adalah 6501.88 km, hanya meningkat 0.88 persen dari tahun 2009 yang sebesar 6444.62 km. Selama periode tersebut daerah Provinsi Banten menunjukkan tidak adanya peningkatan pembangunan jalan kecuali kota Cilegon sebesar 13.85 persen. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan belanja jalan, irigasi dan jalan dari Rp20.946 miliar tahun 2009 menjadi Rp64.036 miliar tahun 2012. Adanya kenaikan belanja sebesar Rp43.09 miliar mengindikasikan peningkatan pembangunan panjang jalan.

Tabel 6. Total panjang jalan kabupaten,kota, dan provinsi Banten 2009-2012 (km)

Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Selain menganalisis perkembangan total panjang jalan, analisis perkembangan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah dapat terlihat pada Tabel 7. Rasio panjang jalan terhadap luas wilayah tertinggi adalah kota Tangerang

0 5 10 15 20 25

(31)

19

Selatan sebesar 4.35 sedangkan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah terendah adalah kabupaten Pandeglang sebesar 0.26. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi Banten belum merata sehingga dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian dan produktivitas antar daerah.

Tabel 7. Perkembangan Rasio Panjang Jalan terhadap Luas Wilayah (km per km²)

Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Adanya perbedaan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah juga dapat dipengaruhi oleh penambahan jumlah penduduk di setiap daerah. Walaupun suatu wilayah memiliki panjang jalan yang lebih baik dibanding daerah lainnya tetapi jumlah penduduk yang terlalu banyak akan menghasilkan tingkat aksesbilitas yang rendah. Kondisi ini tercermin dari kota Tangerang Selatan yang merupakan salah satu kota penyangga Jakarta. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dimana tingkat aksesbilitas terlalu rendah akan menimbulkan kemacetan di wilayah tersebut.

Infrastruktur Listrik

Listrik sudah merupakan kebutuhan pokok masyarakat seperti halnya dengan beras. Listrik memiliki peranan strategis karena merupakan sumber energi vital untuk menggerakkan sektor kegitan ekonomi, mulai dari ekstraksi, produksi, distribusi, konsumsi, sampai dengan pembuangan limbah sekalipun. Oleh karena itu, harga listrik harus terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Sebagian besar kebutuhan listrik dipasok oleh perusahaan PT. PLN. Keadaan rumah tangga sekarang ini memiliki banyak peralatan yang membutuhkan listrik dalam mendukung aktivitas. Terutama di wilayah yang semakin maju, maka listrik akan menjadi kebutuhan primer dimana kurangnya daya dan pasokan listrik menyebabkan pemadaman yang merugikan kegiatan perekonomian.

Pada Tabel 8, dapat dilihat perkembangan persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik setiap kabupaten/kota di Provinsi Banten. Hampir semua rumah tangga di setiap kabupaten/kota telah menggunakan listrik. Jumlah rumah tangga pengguna listrik tertinggi merupakan kota Cilegon sebesar 100 persen pada tahun 2012. Sedangkan jumlah rumah tangga pengguna listrik terendah adalah kabupaten Pandeglang.

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

(32)

20

Tabel 8. Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik kabupaten/ kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 (%)

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

Kab. Pandeglang 79.12 92.69 97.97 97.67 Kab. Lebak 83.55 92.86 98.14 98.46 Kab. Tangerang 99.1 99.29 99.69 99.79 Kab. Serang 96.94 96.94 99.11 99.19 Kt. Tangerang 99.35 99.35 99.9 99.67 Kt. Cilegon 99.83 99.81 99.73 100 Kt. Serang 99.26 99.39 99.15 99.5 Kt. Tangerang Selatan 99.75 99.55 99.84 99.74 Provinsi Banten 94.6 97.67 99.27 99.31 Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Masyarakat dan industri di daerah Banten Utara terutama di kota Tangerang Selatan, kota Cilegon, dan kota Tangerang membutuhkan listrik setiap melakukan aktivitas terutama bagi kegiatan perkantoran, industri, dan pusat-pusat pasar dimana bila ada kekurangan pasokan akan membuat kerugian secara ekonomi yang sangat besar. Sedangkan masyarakat di daerah Banten Utara tidak terlalu berdampak terhadap aktivitas perekonomian karena sebagian besar kegiatan masyarakat adalah bertani, berkebun dan nelayan yang tidak membutuhkan pasokan listrik.

Infrastruktur Air

Air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang tidak dapat diabaikan dalam perekonomian. Air bersih berperan menunjang kualitas kehidupan dan kesehatan masyarakat yang akan mempengaruhi produktivitas masyarakat dan output perekonomian. Dalam kehidupan sehari air bersih dapat diperoleh secara beragam, dari menggunakan pompa, sumur, mata air, sampai membeli air minum dalam kemasan. Pada laporan BPS Banten Dalam Angka, jumlah rumah tangga di kabupaten/kota Banten yang menggunakan air bersih cukup tinggi.

Tabel 9. Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan air bersih dari air dalam kemasan, ledeng, pompa, dan sumur di Provinsi Banten (%)

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

Kab. Pandeglang 60.77 69.62 78.88 72.84

Kab. Lebak 71.11 70.80 77.33 74.33

Kab. Tangerang 98.24 99.10 99.55 99.77

Kab. Serang 83.73 84.79 86.97 92.18

Kt. Tangerang 97.60 99.09 99.84 99.09

Kt. Cilegon 96.61 98.83 99.39 99.36

Kt. Serang 98.58 98.98 97.88 99.29

Kt. Tangerang Selatan 98.24 98.20 99.71 99.84

Provinsi Banten 88.57 91.01 93.05 92.92

(33)

21

Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan air bersih di kabupaten/kota Banten Utara lebih tinggi dibanding kabupaten/kota Banten Selatan. Persentase rumah tangga tertinggi adalah Kota Tangerang Selatan sebesar 99.84 persen, sangat berbeda dengan Kabupaten Pandeglang sebesar 72.84 persen. Hal ini disebabkan oleh masyarakat di Banten Selatan lebih banyak menggunakan sumber air minum lainnya seperti mata air, sungai, air pegunungan, dll yang sulit ditemukan di banten Utara khususnya kabupaten/kota yang berbasis industri.

Infrastruktur Kesehatan

Kesehatan mempengaruhi kesempatan kerja, produktivitas, serta upah, dan hal ini sangat sering terjadi di antara kaum termiskin. Kesehatan merupakan prioritas dalam pembangunan dimana mempunyai dampak yang signifikan terhadap pendapatan (Todaro 2006). Sarana dan prasarana kesehatan yang memadai mencerminkan kualitas sumber daya manusia dalam wilayah tersebut. Gambar 6. Jumlah rumah sakit di kabupaten/kota di Provinsi Banten 2009-2012

(unit)

Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Pada Gambar 5 di atas ini dapat dilihat jumlah rumah sakit di kabupaten/ kota Banten. Jumlah rumah sakit cenderung meningkat dari tahun 2009 hingga 2012 kecuali kota Tangerang. Jumlah rumah sakit di kabupaten/kota Banten Utara cenderung jauh lebih banyak dibanding Banten Selatan kecuali daerah kabupaten Serang.

(34)

22

Tabel 10. Dilihat rasio ranjang rumah sakit terhadap jumlah rumah sakit kota/ kabupaten Banten tahun 2009-2012

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

Kab. Pandeglang 228 202 167 259

Kab. Lebak 77 134 135 167

Kab. Tangerang 91 91 89 91 Kab. Serang 165 156 117 159

Kt. Tangerang 79 88 118 115 Kt. Cilegon 125 111 115 125

Kt. Serang 74 111 77 81

Kt. Tangerang Selatan 43 45 59 68 Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Analisis Data Panel

Pengaruh infrastruktur terhadap PDRB perkapita

Pemilihan antara Model PLS dengan FEM

Untuk mengetahui apakah model FEM lebih baik dibandingkan model PLS dapat dilakukan dengan melihat signifikansi model FEM dapat dilakukan dengan uji statistik F. Pengujian seperti ini dikenal juga dengan istilah Chow Test dengan bentuk hipotesa sebagai berikut :

H0 : Pooled Least Square

H1 : Fixed Effect

Dimana;

SSRfixed = Sum Squared Resid pada model PLS SSRpooled = Sum Squared Resid pada model FEM N = jumlah cross section

T = jumlah time series

K = jumlah variabel independen

Jika nilai statistik F lebih besar dari F tabel pada tingkat signifikansi tertentu, hipotesis nol akan ditolak, yang berarti asumsi koefisien intersep dan slope adalah sama tidak berlaku, sehingga teknik regresi data panel dengan FEM lebih baik dari model regresi data panel dengan PLS. Sehingga :

Fstat = 3.3123

(35)

23

Dari hasil pengujian dapat kesimpulan bahwa nilai Fstat lebih besar dari Ftable maka H1 diterima. Hal ini berarti Fixed Effect Model yang dipilih untuk mengestimasi data panel.

Pemilihan antara Model FEM dengan REM

Pada program E-Views 6.0 telah tersedia tool untuk melakukan pengujian Hausman Test. Sehingga hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini : Tabel 11. Hasil Hausman Test

Correlated Random Effects - Hausman Test

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 40.091211 6 0

Dari tabel 11 hasil pengujian Hausman Test menunjukkan bahwa nilai Prob. sebesar 0 atau lebih kecil dari 0.05 ( = 5%) sehingga pendekatan yang paling cocok untuk mengestimasi data panel adalah Fixed Effect Model.

Indikator Kebaikan Model Panel Data

Secara ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik dimana model harus terbebas dari gejala multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Pengujian ini perlu untuk mendapatkan estimasi model yang bersifat BLUE (Best Linear Inbiased Estimator).

Multikolinearitas muncul jika diantara variabel independen memiliki korelasi yang tinggi, sehingga sulit membedakan pengaruh masing-masing variabel independen. Model pada tabel 12 menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas. Setelah diuji multikolinearitas maka hasilnya dapat ditunjukkan pada tabel 12 bahwa nilai VIF (variance inflation factor) setiap variabel independen yaitu infrastruktur jalan, air, listrik, kesehatan, pendidikan, dan dummy Banten Utara dan Banten Selatan memiliki nilai VIF (variance inflation factor) secara keseluruhan di bawah 10.

Tabel 12. Matriks Korelasi

Model Collinearity Statistic VIF Constant

LnJLN 1.3

LnAIR 1.4

LIST 2.0

LnKSHTAN 2.5

LnPEND 2.5

D 3.0

(36)

24

Heteroskedastisitas terjadi apabila galat tidak konstan. Permasalahan ini umumnya terdapat pada data cross section akibat adanya perbedaan antar individu (Greene 1997). Pengolahan estimasi model dilakukan dengan memberi perlakuan cross section weights dan coefficient covarian white cross section method, sehingga asumsi heteroskedastisitas dapat diabaikan.

Autokolerasi terjadi bila terdapat korelasi antar residual, dimana residual pada waktu t akan dipengaruhi oleh residual pada waktu sebelumnya t-1. Kondisi ini terjadi pada data time series, sementara pada data cross section tidak terjadi. Pada hasil regresi dengan Fixed Effect Model menggunakan cross section weight didapat nilai statistik Durbin Watson sebesar 2.1909 yang mendekati 2 sehingga dapat disimpulkan model tidak mengalami permasalahan autokorelasi.

Pembahasan Hasil Estimasi Model

Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari uji koefisien determinasi (R²), uji F, uji t. Hasil estimasi menunjukkan bahwa R-Square (R²) sebesar 0.99 yang berarti model mampu menjelaskan bahwa 99 persen keragaman PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten dapat dijelaskan oleh variabel independen (kesehatan, jalan, air, listrik, dan pendidikan), sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas t statistik lebih kecil dari 0.05 ( = 5%). Selain itu hasil estimasi juga menunjukkan nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0.000 dengan taraf nyata

 = 5 persen yang berarti ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen sehingga model pendugaan sudah layak untuk diduga. Tabel 13.Hasil estimasi peran infrastruktur pendidikan, kesehatan, jalan, air,

listrik, dan terhadap PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LnKSHTAN 0.1076 0.0139 7.7445 0.0000 LnAIR 0.0077 0.0050 1.5420 0.1405 LIST 0.0056 0.0006 10.0662 0.0000 LnPEND*D 0.1214 0.0789 1.5382 0.1414 LnJLN*D 0.3496 0.0450 7.7760 0.0000 LIST*D 0.0442 0.0058 7.6119 0.0000 C -5.5515 0.1784 -31.1158 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.9997

Adjusted R-squared 0.9995

Sum squared resid 0.0112

Durbin-Watson stat 2.5548

Prob(F-statistic) 0.0000 Unweighted Statistics

R-squared 0.9992

Sum squared resid 0.0176

(37)

25

kesehatan sebesar 0.071160, pendidikan sebesar 0.064435, air sebesar 0.013043 dan terakhir listrik 0.07265. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil estimasi dapat dilihat pada tabel hasil estimasi peran variabel independen terhadap variabel independen.

Perkalian dummy wilayah Banten dengan variabel jalan yang diestimasi dengan logaritma natural dari rasio panjang jalan terhadap penduduk memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan nilai probabilitasnya sebesar 0.34960. Artinya setiap terjadi penambahan panjang jalan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PDRB perkapita sebesar 0.34960 persen, dengan asumsi cateris paribus. Jalan mempengaruhi tingkat mobilitas perekonomian suatu daerah. Karena peran jalan sebagai sarana dan prasarana pengangkutan, baik muatan barang dan orang. Sehingga tingkat perputaran kegiatan ekonomi meningkat yang berpengaruh sangat besar terhadap pendapatan perkapita.

Variabel kesehatan yang diestimasi dengan logaritma natural dari rasio jumlah ranjang rumah sakit terhadap jumlah penduduk memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf nyata 5 persen. Koefisien infrastruktur kesehatan bernilai positif sebesar 0.10761 menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan jumlah ranjang rumah sakit sebesar 1 persen akan meningkatkan PDRB perkapita sebesar 0.10761 persen, dengan asumsi cateris paribus. Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas hidup manusia yang selanjutnya dapat mempengaruhi produktivitas manusia. Rumah sakit merupakan salah satu saran untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Variabel listrik yang diestimasi dengan persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf nyata 5 persen. Koefisien infrastruktur listrik bernilai positif sebesar 0.00557 menunjukkan bahwa setiap terjadi penambahan persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PDRB perkapita sebesar 0.00557 persen, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin meningkatnya modal fisik yang dinyatakan dengan infrastruktur listrik, maka akan meningkatkan output. Listrik mempunyai korelasi yang kuat dengan kegiatan ekonomi terutama sektor-sektor ekonomi seperti industri dimana teknologi dan mesin yang dipakai memerlukan listrik untuk menjalankan produksinya. Kesejahteraan masyarakat akan meningkat dengan ketersediaan listrik dalam kapasitas yang cukup karena dapat menggunakan fasilitas dalam menyelesaikan pekerjaan seperti sebagai penerangan.

Perkalian dummy wilayah Banten dengan variabel listrik memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf 5 persen dengan elastisitas 0.0442. Artinya, Banten Utara memiliki infrastuktur listrik yang berpengaruh terhadap PDRB perkapita sebesar 0.0056 + 0.0442 = 0.0498 persen dibandingkan Banten Selatan sebesar 0.0056 persen dengan asumsi cateris paribus.

(38)

26

manusia. Oleh karena itu, air merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dengan konsumsi yang relatif sama walaupun kondisi pendapatan yang berbeda.

Perkalian dummy wilayah Banten dengan variabel pendidikan yang diestimasi dengan logaritma natural dari rasio jumlah guru (SD, SMP, SMA, SMK) terhadap jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan nilai probabilitasnya sebesar 0.14140. Infrastruktur pendidikan tidak berpengaruh tetapi meningkatkan PDRB perkapita. Pendidikan merupakan harapan bagi seseorang yang lebih terdidik untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik di masa mendatang.

Secara kuantitas, keadaan jumlah sekolah di kabupaten/kota Banten relatif sama. Secara teori infrastruktur pendidikan antar kabupaten/kota Banten akan berkembang merata. Namun perbedaan kualitas sekolah antar kabupaten/kota, dimana sekolah di Banten utara lebih menawarkan fasilitas, kualitas pengajaran yang sangat baik dan persiapan masuk jenjang yang lebih tinggi yang sangat bagus, sementara kondisi sekolah di Banten Selatan hanya dapat melaksanakan program pemerintah wajib belajar 12 tahun dengan fasilitas tidak mendukung dan kualitas pengajaran belum optimal. Terbukti dengan banyaknya sekolah swasta di Banten Utara dibandingkan Banten Selatan.

Belanja modal pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2013 sebesar 1,6 triliun rupiah yang diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, jaringan air, pembelian peralatan kesehatan serta pengadaan gedung dan prasarana umum. Namun, rencana pembangunan infrastruktur tersebut baru terealisasi sebesar 50.40 persen. Belanja modal untuk infrastruktur jalan sebesar 666.345 juta rupiah pada tahun 2013. Namun, tingkat penyerapan infrastruktur jalan masih kecil sebesar 49.99 persen yang terkendala oleh masalah pembebasan lahan ( KER Provinsi Banten).

Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pemilihan antara Model PLS dengan FEM

Untuk mengetahui apakah model FEM lebih baik dibandingkan model PLS dapat dilakukan dengan melihat signifikansi model FEM dapat dilakukan dengan uji statistik F. Pengujian seperti ini dikenal juga dengan istilah Chow Test dengan bentuk hipotesa sebagai berikut :

H0 : Pooled Least Square

H1 : Fixed Effect

Dimana;

SSRfixed = Sum Squared Resid pada model PLS SSRpooled = Sum Squared Resid pada model FEM N = jumlah cross section

T = jumlah time series

(39)

27

Jika nilai statistik F lebih besar dari F tabel pada tingkat signifikansi tertentu, hipotesis nol akan ditolak, yang berarti asumsi koefisien intersep dan slope adalah sama tidak berlaku, sehingga teknik regresi data panel dengan FEM lebih baik dari model regresi data panel dengan PLS. Sehingga :

Fstat = 2.9938

Ftable = F(0.05;7;18) = 2.58

Dari hasil pengujian dapat kesimpulan bahwa nilai Fstat lebih besar dari Ftable maka H1 diterima. Hal ini berarti Fixed Effect Model yang dipilih untuk mengestimasi data panel.

Pemilihan antara Model FEM dengan REM

Pada program E-Views 6.0 telah tersedia tool untuk melakukan pengujian Hausman Test. Sehingga hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini : Tabel 14. Hasil Hausman Test

Correlated Random Effects - Hausman Test

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 1618.1456 7 0

Dari tabel 14 hasil pengujian Hausman Test menunjukkan bahwa nilai Prob. sebesar 0 atau lebih kecil dari 0.05 ( = 5%) sehingga pendekatan yang paling cocok untuk mengestimasi data panel adalah Fixed Effect Model.

Pembahasan Hasil Estimasi Model

Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari uji koefisien determinasi (R²), uji F, uji t. Hasil estimasi menunjukkan bahwa R-Square (R²) sebesar 0.99 yang berarti model mampu menjelaskan bahwa 99 persen keragaman PDRB ADHK kabupaten/kota di Provinsi Banten dapat dijelaskan oleh variabel independen (kesehatan, jalan, air, listrik, dan pendidikan), sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas t statistik lebih kecil dari 0.05 ( = 5%). Selain itu hasil estimasi juga menunjukkan nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0.000 dengan taraf nyata

(40)

28

Tabel 15. Hasil estimasi peran sektor kesehatan, jalan, air, listrik, dan pendidikan terhadap PDRB ADHK 2000 kabupaten/kota di Provinsi Banten

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LnKSHTAN 0.0637 0.0274 2.3212 0.0330 LnAIR 0.0137 0.0173 0.7966 0.4367

LIST 0.0078 0.0003 24.6648 0.0000 LnPEND*D 0.3015 0.0635 4.7512 0.0002

LnKSHTAN*D 0.1417 0.0598 2.3677 0.0300

LIST*D 0.0793 0.0082 9.7015 0.0000 LnJLN*D 0.3668 0.0206 17.7977 0.0000

C 4.0851 0.4273 9.5594 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.9991

Adjusted R-squared 0.9984

Sum squared resid 0.0567

Durbin-Watson stat 2.1452

Prob(F-statistic) 0.0000

Unweighted Statistics

R-squared 0.9961

Sum squared resid 0.0790

Berdasarkan tabel 15, hasil estimasi dari variabel independen menunjukkan bahwa kesehatan memiliki nilai koefisien sebesar 0.0637, berikutnya air sebesar 0.0137 dan listrik 0.0078. Sedangkan variabel perkalian dummy wilayah Banten dengan jalan memiliki koefisien sebesar 0.3668, variabel perkalian dummy wilayah Banten dengan pendidikan sebesar 0.3015, variabel perkalian dummy wilayah Banten dengan kesehatan sebesar 0.1417, serta variabel perkalian dummy wilayah Banten dengan listrik sebesar 0.0793. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil estimasi dapat dilihat pada tabel hasil estimasi peran variabel independen terhadap variabel independen.

Persamaan di atas memiliki pengertian secara ekonomi sebagai berikut. a. Kesehatan memiliki koefisien sebesar 0.0637 artinya setiap terjadi

peningkatan jumlah ranjang rumah sakit sebesar 1 persen akan meningkatkan PDRB ADHK sebesar 0.0637 persen dengan asumsi cateris paribus.

b. Air tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan nilai probabilitasnya sebesar 0.3102 tetapi meningkatkan PDRB ADHK.

c. Listrik memiliki koefisien sebesar 0.0078 artinya setiap kenaikan persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama sebesar 1 persen akan meningkatkan PDRB ADHK sebesar 0.0078 persen dengan asumsi cateris paribus.

(41)

29

perbedaan PDRB ADHK antara Banten Utara dimana lebih tinggi sebesar 0.03668 dibandingkan Banten Selatan dengan asumsi cateris paribus. e. Perkalian dummy wilayah Banten dengan pendidikan sebesar 0.3015

artinya setiap penambahan jumlah guru sebesar 1 persen maka akan ada perbedaan PDRB ADHK antara Banten Utara dimana lebih tinggi sebesar 0.03015 persen dibandingkan Banten Selatan dengan asumsi cateris paribus.

f. Perkalian dummy wilayah Banten dengan kesehatan sebesar 0.1417 artinya setiap penambahan ranjang rumah sakit sebesar 1 persen maka akan ada perbedaan PDRB ADHK antara Banten Utara lebih tinggi sebesar 0.1417 persen dibandingkan Banten Selatan denga asumsi cateris paribus.

g. Perkalian dummy wilayah Banten dengan listrik sebesar 0.0793 artinya setiap kenaikan persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama sebesar 1 persen maka akan ada perbedaan PDRB ADHK antara Banten Utara dimana lebih tinggi sebesar 0.0793 persen dibandingkan Banten Selatan dengan asumsi cateris paribus.

Gambar

Tabel 2. Realisasi Investasi di Provinsi Banten
Gambar 1. Peta administratif Provinsi Banten
Tabel 3. Studi terdahulu mengenai infrastruktur dan pembangunan ekonomi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi tersebut mengharuskan Kota Sukabumi memiliki infrastruktur yang dapat mendukung keberlangsungan kegiatan ekonomi yang ada.Infrastruktur jalan, listrik, air bersih,

Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan

Laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Struktur ekonomi digunakan untuk menunjukkan

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian terkait “Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Kendari”, maka dapat disimpulkan

Dalam penelitian Maqin [5] disebutkan bahwa infrastruktur listrik, variabel tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah berpe- ngaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

Apabila terdapat perubahan terhadap infrastruktur jalan,listrik, kesehatan dan pendidikan antar daerah maupun antar waktu, maka provinsi Sumatera Utara akan

Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel infrastruktur jalan, listrik, dan angkutan darat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia Dengan demikian disarankan kepada

Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah apakah infrastruktur jalan, listrik, rumah sakit, dan sekolah mempunyai pengaruh dan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan