• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Bunga Dan Biji Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Pada Beberapa Konsentrasi GA3 Dan Dosis Fosfor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Produksi Bunga Dan Biji Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Pada Beberapa Konsentrasi GA3 Dan Dosis Fosfor"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI BUNGA DAN BIJI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

PADA BEBERAPA KONSENTRASI GA3 DAN

DOSIS FOSFOR

ERIC V. PANDIANGAN 090301086

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PRODUKSI BUNGA DAN BIJI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

PADA BEBERAPA KONSENTRASI GA3 DAN

DOSIS FOSFOR

SKRIPSI

Oleh:

ERIC V. PANDIANGAN 090301086

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PRODUKSI BUNGA DAN BIJI BAWANG MERAH (

Allium ascalonicum L.)

PADA BEBERAPA KONSENTRASI GA3 DAN

DOSIS FOSFOR

SKRIPSI

Oleh :

ERIC V. PANDIANGAN 090301086/AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi :Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Fosfor

Nama : Eric V. Pandiangan NIM : 090301086

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertaniandan Perkebunan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir. Mariati, M. Sc Ir. Jonis Ginting, MS.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(5)
(6)

ABSTRAK

ERIC V. PANDIANGAN: Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Fosfor,

dibimbing oleh MARIATI dan JONIS GINTING.

Peningkatan produktivitas bawang merah dihadapkan pada persoalan ketersediaan benih bermutu. Kesulitan penyediaan biji bawang merah disebabkan oleh masih sulitnya membungakan dan membuahkan bawang merah, persentase biji yang dihasilkan mempunyai daya tumbuh yang rendah serta pembungaan bawang merah tidak serempak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan evaluasi pengaruh ZPT GA3 dan pemberian pupuk fosfor terhadap produksi bunga dan biji bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Desa Hatoguan, Kecamatan

Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat +930 meter dpl yang dimulai bulan Februari sampai Juli 2014. Rancangan

penelitian adalah rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi

GA3 (0, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm dan 100 ppm) dan dosis pupuk SP 36 (0; 10

g/plot; 20 g/plot dan 30 g/plot). Parameter yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman berbunga per plot, jumlah umbel per sampel, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, danbobot biji per plot.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 yang berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman berbunga per plot dan jumlah umbel per sampel. Perlakuan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, dan bobot biji per plot. Perlakuan pupukSP 36 tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Kombinasi perlakuan G3P2 menghasilkan persentase tanaman berbunga per plot tertinggi (24%) dan jumlah umbel per sampel terbanyak (1,27 umbel). G1P2 menghasilkan jumlah anakan per rumpun terbanyak (8,50 anakan).

(7)

ABSTRACT

ERIC V. PANDIANGAN : Flower and Seed Production of Shallot

(Allium ascalonicum L.) in Some GA3 Concentration and Fosfor Dose, supervised

by MARIATI and JONIS GINTING.

Increased productivity of shallot faced with the issue of the availability of seed quality. The shallot seed supply difficulties caused by the still difficult lend and produce shallot fruit, percentage of seed produce have a low ability to grow and flowering simultaneously.The purpose of the study was to evaluated the effect of GA3 and Fosfor application on the flowering and seed production of shallot.

The research was conducted at Hatoguan Village, Subdistrict Palipi, Samosir Regency,North Sumatera Province with the height of +930 metres above sea level, began from Februari until July 2014. The research was arranged with a randomized block design with two factors. The first factor was concentration of

GA3 (0; 25 ppm; 50 ppm; 75 ppm and 100 ppm) and the second was dose of

SP 36 (0; 10g/plot; 20 g/plot and 30 g/plot). The parameters observed were plant lenghth, leaves number, tillers number per hill, percentage of flowering plants per plot, umbels number per sample, seeds weight per sample, seeds weight per umbel, and seeds weight per plot.

The results showed that the interaction of concentration of GA3 and dose

of SP 36 fertilizer significantly affected percentage of flowering plants per plot, umbels number per sample, and tillers number per hill. GA3 treatment was no

significantly on plant lenghth, leaves number, tillers number per hill, seeds weight per sample, seeds weight per umbel, and seeds weight per plot. However there

was no parameter observed significantly affected by SP 36 fertilizer. G3P2 combined treatment resulted in the highest of percentage of flowering plants

per plot (24 %) and umbels number per sample (1,27 umbel). G1P2 combined

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 26 Maret 1992 dari

Ayah Drs. K. Pandiangan dan Ibu D. Br. Simanjuntak. Penulis merupakan anak

ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2009 lulus dari SMA Negeri 2, Pematangsiantar dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur

UMB-SPMB (Ujian Masuk Bersama-Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Penulis memilih Program Studi Agroekoteknologi, minat Budidaya Pertanian dan

Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif sebagai asisten

praktikum di Laboratorium Dasar Agronomi pada tahun ajaran 2012/2013 serta

anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian

Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematangsiantar, Sumatera Utara dari bulan Juli

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Fosfor”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada

Ibu Ir. Mariati, M. Sc dan Bapak

komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan

berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,

sampai pada ujian akhir. Selain itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan

finansial dan spiritual mulai dari awal hingga selesai.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf

pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, serta rekan mahasiswa khususnya angkatan 2009 yang tak dapat disebutkan

sat per satu disini yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik dan saran

yang bersifat membangun. Semoga hasil skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, November 2013

(10)

DAFTAR ISI

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh Iklim ... 6

Tanah ... 6

Pembungaan, Pembuahan dan Pembentukan Biji Bawang Merah ... 7

Giberelin (GA3) ... 9

Pupuk Fosfor ... 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 18

Pembuatan Plot dan Saluran Drainase ... 18

Persiapan Bibit ... 18

Aplikasi Giberelin (GA3) ... 18

Aplikasi Pupuk Fosfor ... 19

Penanaman ... 19

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman ... 19

Penyulaman ... 19

(11)

Penyiangan dan Pembumbunan ... 20

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20

Panen ... 21

Pengamatan Parameter Panjang tanaman (cm) ... 21

Jumlah Daun (helai) ... 21

Jumlah Anakan per Rumpun (anakan) ... 21

Persentase Tanaman Berbunga per Plot (%) ... 21

Jumlah Umbel per Sampel (g) ... 22

Bobot Biji per Sampel (g) ... 22

Bobot Biji per Umbel (g) ... 22

Bobot Biji per Plot (g) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23

Pembahasan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan panjang tanaman 2-7 MST (cm) pada pada beberapa konsentrasi

GA3 dan dosis SP 36 ... 24

2. Rataan jumlah daun 2-7 MST (helai) pada beberapa konsentrasi GA3

dan dosis SP 36 ... 27

3. Rataan persentase tanaman berbunga per plot (%) pada beberapa

konsentrasi GA3 dan dosis SP 36 ... 29

4. Rataan jumlah umbel per sampel (umbel) pada beberapa konsentrasi

GA3 dan dosis SP 36 ... 31

5. Rataan jumlah anakan per rumpun (anakan) pada beberapa konsentrasi

GA3 dan dosis SP 36 ... 33

6. Rataan bobot biji per sampel (g) pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36 ... 34

7. Rataan bobot biji per umbel (g) pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36 ... 35

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Penampang melintang horizontal dan vertikal bawang merah ... 5

2. Bunga Bawang Merah ... 6

3. Rumus Struktur GA3 ... 10

4. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap

persentase tanaman berbunga per plot ... 30

5. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap

terhadap jumlah umbel per sampel ... 32

6. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi bawang merah varietas Medan ... 45

2. Bagan penelitian ... 46

3. Bagan penanaman pada plot ... 47

4. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian ... 48

5. Data Analisis Tanah ... 49

6. Data Curah Hujan Dasarian Kabupaten Samosir ... 50

7. Data Curah Hujan Bulanan Kabupaten Samosir ... 51

8. Data pengamatan panjang tanaman 2 MST (cm) ... 52

9. Sidik ragam panjang tanaman 2 MST ... 52

10. Data pengamatan panjang tanaman 3 MST (cm) ... 53

11. Sidik ragam panjang tanaman 3 MST ... 53

12. Data pengamatan panjang tanaman 4 MST (cm) ... 54

13. Sidik ragam panjang tanaman 4 MST ... 54

14. Data pengamatan panjang tanaman 5 MST (cm) ... 55

15. Sidik ragam panjang tanaman 5 MST ... 55

16. Data pengamatan panjang tanaman 6 MST (cm) ... 56

17. Sidik ragam panjang tanaman 6 MST ... 56

18. Data pengamatan panjang tanaman 7 MST (cm) ... 57

19. Sidik ragam panjang tanaman 7 MST ... 57

20. Data pengamatan jumlah daun 2 MST (helai) ... 58

(15)

22. Data pengamatan jumlah daun 3 MST (helai) ... 59

23. Sidik ragam jumlah daun per 3 MST ... 59

24. Data pengamatan jumlah daun 4 MST (helai) ... 60

25. Sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 60

26. Data pengamatan jumlah daun 5 MST (helai) ... 61

27. Sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 61

28. Data pengamatan jumlah daun 6 MST (helai) ... 62

29. Sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 62

30. Data pengamatan jumlah daun 7 MST (helai) ... 63

31. Sidik ragam jumlah daun 7 MST ... 63

32. Data pengamatan jumlah anakan per rumpun (anakan) ... 64

33. Sidik ragam jumlah anakan per rumpun ... 64

34. Data pengamatan persentase tanaman berbunga per plot (%) ... 65

35. Data pengamatan (transformasi data arc sin √X) persentase tanaman berbunga per plot (%) ... 66

36. Sidik ragam (transformasi data arc sin √X) persentase tanaman berbunga per plot ... 66

37. Data pengamatan jumlah umbel per sampel (umbel)... 67

38. Data pengamatan (transformasi data √X + 0,5) jumlah umbel per sampel (umbel) ... 68

39. Sidik ragam (transformasi data √X + 0,5) jumlah umbel per sampel ... 68

40. Data pengamatan bobot biji per sampel (g) ... 69

41. Data pengamatan (transformasi data √X + 0,5) bobot biji per sampel (g) ... 70

42. Sidik ragam (transformasi data √X + 0,5) bobot biji per sampel ... 71

43. Data pengamatan bobot biji per umbel (g) ... 72

(16)

45. Sidik ragam (transformasi data √X + 0,5) bobot biji per umbel ... 73

46. Data pengamatan bobot biji per plot (g) ... 74

47. Data pengamatan (transfomasi data √X + 0,5) bobot biji per plot (g) ... 75

48. Sidik ragam (transformasi data √X + 0,5) bobot biji per plot ... 75

49. Rangkuman uji beda rataan perlakuan beberapa konsentrasi ZPT GA3

dan dosis pupuk SP 36 terhadap parameter yang diamati ... 76

(17)

ABSTRAK

ERIC V. PANDIANGAN: Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Fosfor,

dibimbing oleh MARIATI dan JONIS GINTING.

Peningkatan produktivitas bawang merah dihadapkan pada persoalan ketersediaan benih bermutu. Kesulitan penyediaan biji bawang merah disebabkan oleh masih sulitnya membungakan dan membuahkan bawang merah, persentase biji yang dihasilkan mempunyai daya tumbuh yang rendah serta pembungaan bawang merah tidak serempak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan evaluasi pengaruh ZPT GA3 dan pemberian pupuk fosfor terhadap produksi bunga dan biji bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Desa Hatoguan, Kecamatan

Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat +930 meter dpl yang dimulai bulan Februari sampai Juli 2014. Rancangan

penelitian adalah rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi

GA3 (0, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm dan 100 ppm) dan dosis pupuk SP 36 (0; 10

g/plot; 20 g/plot dan 30 g/plot). Parameter yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman berbunga per plot, jumlah umbel per sampel, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, danbobot biji per plot.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 yang berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman berbunga per plot dan jumlah umbel per sampel. Perlakuan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, dan bobot biji per plot. Perlakuan pupukSP 36 tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Kombinasi perlakuan G3P2 menghasilkan persentase tanaman berbunga per plot tertinggi (24%) dan jumlah umbel per sampel terbanyak (1,27 umbel). G1P2 menghasilkan jumlah anakan per rumpun terbanyak (8,50 anakan).

(18)

ABSTRACT

ERIC V. PANDIANGAN : Flower and Seed Production of Shallot

(Allium ascalonicum L.) in Some GA3 Concentration and Fosfor Dose, supervised

by MARIATI and JONIS GINTING.

Increased productivity of shallot faced with the issue of the availability of seed quality. The shallot seed supply difficulties caused by the still difficult lend and produce shallot fruit, percentage of seed produce have a low ability to grow and flowering simultaneously.The purpose of the study was to evaluated the effect of GA3 and Fosfor application on the flowering and seed production of shallot.

The research was conducted at Hatoguan Village, Subdistrict Palipi, Samosir Regency,North Sumatera Province with the height of +930 metres above sea level, began from Februari until July 2014. The research was arranged with a randomized block design with two factors. The first factor was concentration of

GA3 (0; 25 ppm; 50 ppm; 75 ppm and 100 ppm) and the second was dose of

SP 36 (0; 10g/plot; 20 g/plot and 30 g/plot). The parameters observed were plant lenghth, leaves number, tillers number per hill, percentage of flowering plants per plot, umbels number per sample, seeds weight per sample, seeds weight per umbel, and seeds weight per plot.

The results showed that the interaction of concentration of GA3 and dose

of SP 36 fertilizer significantly affected percentage of flowering plants per plot, umbels number per sample, and tillers number per hill. GA3 treatment was no

significantly on plant lenghth, leaves number, tillers number per hill, seeds weight per sample, seeds weight per umbel, and seeds weight per plot. However there

was no parameter observed significantly affected by SP 36 fertilizer. G3P2 combined treatment resulted in the highest of percentage of flowering plants

per plot (24 %) and umbels number per sample (1,27 umbel). G1P2 combined

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah merupakan komoditas sayuran unggulan yang memiliki

banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar

yang baik. Produksi tanaman ini pada tahun 2013 meningkat sebesar 46.550 ton

atau 4,83% dibandingkan tahun 2012 sedangkan peningkatan produktivitas

sebesar 0,53 ton/ha. Namun peningkatan produktivitas belum terjadi di seluruh

sentra produksi dikarenakan penurunan produksi bawang merah masih terjadi di

Provinsi Sumatra Utara, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan

DI Yogyakarta (BPS, 2013).

Peningkatan produktivitas tanaman ini dihadapkan pada persoalan

ketersediaan benih bermutu. Pada umumnya bawang merah ditanam

menggunakan umbi bibit namun mutu umbi bibit kurang terjamin karena hampir

selalu membawa pathogen penyakit seperti Fusarium sp, Colletotrichum sp,

Alternaria sp dan virus dari tanaman asalnya yang terserang . Di samping itu biaya penyediaannya cukup tinggi yang dapat mencapai 40% dari biaya produksi

total (Suherman dan Basuki, 1990; Permadi, 1993).

Penggunaan biji bawang merah sebagai bahan tanam telah lama

diperkenalkan namun belum banyak diadopsi atau diaplikasikan petani. Hal ini

disebabkan oleh ketersediaan biji bawang merah yang masih terbatas. Kesulitan

penyediaan biji bawang merah disebabkan oleh belum ditemukannya teknologi

pembibitan, masih sulit membungakan dan membuahkan bawang merah,

persentase biji yang dihasilkan mempunyai daya tumbuh yang rendah serta

(20)

Populasi tanaman berbunga yang tinggi merupakan salah satu faktor

terpenting dalam meningkatkan produksi biji bawang merah. Persentase berbunga

yang baik dihasilkan dari 50 % tanaman dari populasi berhasil berbunga. Hampir

semua kultivar bawang merah mampu berbunga namun pembungaannya masih

rendah yaitu hanya sekitar 30%. Selain itu, kultivar yang berbunga belum tentu

dapat sampai berbiji. Pembungaan bawang merah yang masih rendah tersebut

merupakan masalah utama dalam produksi biji botani (Pitojo, 2001; Sopha, 2011).

Selain itu, rendahnya pembungaan bawang merah disebabkan oleh faktor

cuaca di Indonesia, terutama panjang hari yang pendek <12 jam dan rerata suhu

udara yang cukup tinggi >180 C tidak mendukung terjadinya inisiasi pembungaan.

Untuk terjadinya inisiasi pembungaan diperlukan suhu rendah 9 - 12 0C dan

fotoperiodesitas panjang >12 jam (Gaswanto, dkk, 2012).

Aplikasi zat pengatur tumbuh giberelin (GA3) dapat menggantikan seluruh

atau sebagian fungsi temperatur rendah dan hari panjang untuk inisiasi

pembungaan. Hasil penelitian Sumarni (2012) menyimpulkan bahwa jumlah

tanaman yang berbunga paling banyak (88,30%) dan umbel bunga paling banyak

(662,25 umbel bunga per petak) diperoleh dengan cara perendaman umbi bibit

pada larutan GA3 sebelum tanam.

Pupuk fosfor (P) berguna untuk mempercepat pembungaan serta

pematangan buah dan biji pada tanaman. Namun kebutuhannya untuk tanaman

bawang merah hingga berbunga dan menghasilkan biji belum tentu sesuai dengan

kebutuhan untuk pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah. Karena waktu yang

diperlukan untuk pembungaan dan pembijian bawang merah lebih lama. Hasil

(21)

(100 kg/ha P2O5) tidak menunjukkan perbedaan bobot biji per umbel bunga yang

nyata dibandingkan dengan pemberian pupuk P yang tinggi (150 kg/ha).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan evaluasi pengaruh lima

taraf konsentrasi GA3 dan empat taraf dosis pupuk fosfor terhadap peningkatan

produksi bunga dan biji bawang merah (Allium ascalonicum L.).

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respons yang nyata pada produksi bunga dan biji bawang

merah (Allium ascalonicum L.) akibat perbedaan konsentrasi ZPT GA3 dan dosis pupuk fosfor serta interaksi kedua faktor tersebut.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan

informasi yang dapat digunakan untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut sistematika tananaman, bawang merah termasuk dalam

Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae,

Kelas Monocotyledonae, Ordo Liliaceae, Family Liliales, Genus Allium,

Species Allium ascalonicum L. (Steenis, 2003).

Bawang merah memiliki batang semu atau disebut “discus” yang

bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan

mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang

tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah

akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis

kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau

anakan terutama pada spesies bawang merah biasa (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip pipa,

berlubang, memiliki panjang 15-40 m, dan meruncing pada bagian ujung. Daun

berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi

setegak daun yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung

tanaman (Suparman, 2010).

Pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang

tidak sempurna. Bagian bawah cakram menjadi tempat tumbuhnya akar-akar

serabut pendek, sedangkan bagian atas di antara lapisan kelopak daun yang

membengkak, terdapat mata tunas sebagai calon tanaman baru. Pada bagian

tengah cakram terdapat mata tunas utama yang memunculkan bunga. Tunas yang

(23)

antara lapisan kelopak daun dan dapat tumbuh menjadi tanaman baru disebut

tunas lateral. Setiap umbi bawang dapat dijumpai banyak tunas lateral, yaitu

mencapai 3-20 tunas (Brewster, 2008).

Gambar 1. Penampang melintang horizontal dan vertikal umbi bawang merah (Sumber: Sinclair, 1988).

Jumlah anakan pada pertanaman yang berasal dari biji pada generasi awal

rata-rata belum mampu membentuk anakan. Walaupun ada paling banyak satu

anakan sedangkan pada bawang merah yang sudah berasal dari umbi normal

rata-rata mampu membentuk anakan lebih dari 5 anakan. Kemampuan jumlah anakan

akan menentukan kemampuan dalam tabulasi akhir yang dicapai pada suatu

varietas (Sartono, 2006).

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan.

Setiap tandan mengandung sekitar 50-200 kuntum bunga yang tersusun

melingkar. Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang setiap bunga

terdapat benang sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan

sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan, serta

bakal buah duduk di atas membentuk suatu bangun seperti kubah

(24)

Gambar 2. Bunga Bawang Merah Sumber : Foto Langsung

Syarat Tumbuh

Iklim

Budidaya bawang merah pada daerah-daerah beriklim kering dengan curah

hujan 100 – 200 mm/bulan serta suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran

matahari yang penuh lebih dari 12 jam akan dapat menyebabkan pertumbuhan

tanaman yang optimal. Secara umum tanaman ini lebih cocok diusahakan secara

agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan atau

pada saat musim kemarau dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk

keperluan tanaman (Deptan, 2005).

Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman ini memerlukan kondisi

lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Inisiasi

pembungaan terjadi pada suhu rendah 9-120 C sedangkan pembuahan dan

pembijiannya diperlukan suhu yang lebih tinggi yaitu 350 C serta curah hujan

sekitar 100-200 mm/ bulan (Fahrianty, 2012).

Tanah

Tanaman ini memerlukan struktur tanah remah, tekstur sedang sampai liat,

drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup yaitu >2,5 %, dan

(25)

digunakan untuk penanaman bawang merah. Jenis tanah yang cocok untuk

budidayanya adalah tanah Alluvial, Latosol atau Andosol ber-pH antara 5,15 – 7,0

(Deptan, 2005).

Bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi

(1 -1000 m dpl). Namun pertumbuhan tanaman maupun umbi yang optimal pada

ketinggian 0 – 400 m dpl. Walaupun demikian tanaman ini masih dapat tumbuh

dan berumbi di ketinggian 800 – 900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil dan

berwarna kurang mengkilat. Selain itu umurnya lebih panjang dibanding umur

tanaman di dataran rendah karena suhunya di dataran tinggi lebih rendah

(Deptan, 2005),

Tanaman ini dapat ditanam di tanah datar hingga berbukit dan pada tanah

datar harus dibuatkan saluran drainase dan di daerah berbukit sebaiknya dibuatkan

teras. Lahan untuk tanaman bawang merah sebaiknya bukan bekas bawang merah,

tetapi telah dirotasi dengan tanaman lain, seperti bekas padi atau tanaman lain.

Tujuannya supaya rantai siklus hama penyakit yang ada di tanah terputus

(Suryani, 2012).

Pembungaan, Pembuahan dan Pembentukan Biji Bawang Merah

Induksi bunga merupakan suatu peristiwa penting dalam proses

pembungaan yang menandai terjadinya perubahan pola pertumbuhan dan

perkembangan dari fase vegetatif menuju fase generatif (produktif). Pada fase ini

terjadi perubahan fisiologis dan biokimia pada mata tunas sedangkan secara

morfologi belum terjadi perubahan secara visual. Pembungaan juga merupakan

interaksi dari pengaruh dua faktor yaitu faktor eksternal/lingkungan dan faktor

(26)

Proses pembungaan tanaman terjadi melalui empat tahapan yaitu induksi,

inisiasi bunga, diferensiasi bunga, pendewasaan bagian-bagian bunga dan

anthesis. Inisiasi pembungaan merupakan tahap yang terpenting karena pada tahap

ini terjadi perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup generatif dan transisi dari

tunas vegetatif menjadi kuncup generatif yang dapat dideteksi dari perubahan

bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai

membentuk organ generatif. Perubahan tunas apikal dan aksilar dari fase vegetatif

menjadi tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas hormonal yang berlangsung

pada tanaman tersebut yang umumnya diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu

seperti suhu dan perubahan panjang hari (lama penyinaran) (Fahrianty, 2012).

Pembungaan yang masih rendah merupakan masalah utama dalam

produksi biji bawang merah di Indonesia. Rendahnya persentase pembungaan

bawang merah di Indonesia disebabkan oleh faktor cuaca, terutama panjang hari

yang pendek <12 jam dan rata-rata temperatur udara yang cukup tinggi >180 C

kurang mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Untuk terjadinya inisiasi

pembungaan diperlukan temperatur rendah 9-12 0C dan fotoperiodesitas panjang

>12 jam. Curah hujan yang tinggi >200 mm/bulan juga dapat menggagalkan

pembungaan dan pembijian bawang merah (Sumarni et al., 2012).

Pembentukan buah dimulai dengan proses penyerbukan yang meliputi

jatuhnya butir-butir serbuk sari dan masuk ke tangkai putik melalui jaringan

transmisi tabung sari (Pollen Tube Transmiting Tissue - PTT) untuk mencapai

bakal biji. Pembuahan (fertilisasi) terjadi saat serbuk sari (sel jantan) membuahi

sel telur di dalam bakal buah. Perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan

(27)

proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan

bunga betina (Herrero et al., 1988).

Buah dan biji terbentuk dari hasil penyerbukan dan pembuahan yang

terjadi pada ovul/bakal biji. Jumlah buah dan biji masak yang terbentuk pada

tanaman dipengaruhi oleh (1) Jumlah bunga yang dihasilkan, (2) Persentase bunga

yang mengalami pembuahan, (3) Persentase buah muda yang dapat terus tumbuh

hingga menjadi buah masak dan (4) Umur buah. Sedangkan kualitas dan kuantitas

biji pada buah salah satunya ditentukan oleh kuantitas polen viabel yang berhasil

membuahi ovul. Perkembangan buah dan biji sangat dipengaruhi oleh suhu dan

lingkungan penyinaran matahari (Goldsworthy, 1992).

Inisiasi pembungaan juga dikendalikan oleh zat pengatur tumbuh giberelin

yang dapat merangsang pembungaan. Hasil percobaan menyimpulkan bahwa hasil

biji paling tinggi diperoleh dengan perlakuan vernalisasi dan aplikasi 200 ppm

GA3 + 50 ppm NAA, yaitu sebesar 17,92 kg/ha. Namun hasil biji yang diperoleh

dengan perlakuan vernalisasi dan aplikasi 100 ppm GA3 juga cukup tinggi dan

lebih efisien dilihat dari penggunaan zat pengatur tumbuh, yaitu sebesar

13,42 kg/ha (Sumarni danSumiati, 2001).

Giberelin (GA3)

Asam giberelat (GA3) merupakan senyawa tetrasiklik diterpenoid dengan

sistem cincin ent-giberelan yang ditemukan pada tahun 1926 oleh

E. Kurosawa, ilmuwan Jepang. GA3 ini merupakan salah satu ZPT yang diketahui

dapat mendorong terjadinya pembungaan. Giberelin dapat menggantikan kondisi

lingkungan spesifik guna mengendalikan pembentukan bunga. Inisiasi

(28)

panjang dan menginduksi pembungaan pada tanaman hari pendek

(Sponsel, 1995).

Gambar 3. Rumus struktur GA3

(Sumber: Hartman et al., 1981)

Respon tanaman terhadap giberelin meliputi peningkatan pembelahan dan

pembesaran sel namun berbeda dengan auksin, karena giberelin lebih efektif pada

tanaman utuh sedangkan auksin pada tanaman yang dipotong-potong. Pada batang

muda, hormon meningkatkan panjang ruas tanpa mempengaruhi jumlah ruas.

Banyak tanaman dua tahunan dapat dirangsang untuk mempunyai siklus hidup

setahun (annual) dengan menggunakan asam giberelat. Efek nyata dalam

mendorong pertumbuhan adalah sebagai akibat meningkatnya kecepatan

pembelahan sel. ZPT ini tidak seperti auksin, di mana giberelin mempengaruhi

seluruh batang sehingga tidak hanya di belakang ujung apikal (Heddy, 1989).

Mekanisme aksi giberelin adalah sebagai berikut :

- Pembelahan sel yang distimulasi di apeks tunas, terutama sel meristematik

sebelah bawah yang akan membentuk susunan korteks dan empelur yang

panjang. Pertambahan jumlah sel memacu pertumbuhan batang lebih cepat

- Giberelin menigkatkan hidrolis tepung, fruktan dan sukrosa ke dalam

molekul glukosa dan fruktosa sehingga merangsang pertumbuhan sel.

(29)

potensial air sel dalam waktu singkat lebih negatif sehingga air akan

masuk lebih cepat dan mengakibatkan perluasan sel.

- Giberelin meningkatkan plastisitas dinding. Hal ini terjadi pada internode

di mana rangsangan pertumbuhan pada sel-sel muda berasal dari meristem

interkalar secara dramastis. Perpanjangan yang diakibatkan GA3 15 kali

lebih hebat daripada bagian yang tidak diberi perlakuan

(Salisbury danRoss, 2002).

Pemberian hormon ini berfungsi untuk memacu keanekaragaman fungsi

sel sehingga sel yang awalnya diarahkan untuk pertumbuhan tunas daun dapat

dialihkan untuk pertumbuhan tunas bunga. Jika konsentrasi yang diberikan

kurang, pembungaan tidak akan terjadi. Kalaupun terjadi, akan diselingi dengan

munculnya beberapa tunas daun. Sebaliknya, jika konsentrasi giberelin

berlebihan, pembentukan bunga juga terhambat atau bunga akan tumbuh semakin

banyak namun cepat rontok kemudian tidak akan berbunga sama sekali

(Sandra, 2001).

Proses pengeluaran bunga diperantarai oleh hormon florigen yang

dibentuk daun di bawah kondisi lingkungan yang tepat dan kemudian berpindah

ke apeks yang akhirnya berubah dari kondisi vegetatif menjadi kondisi floral.

Salah satu langkah pertama untuk mengeluarkan bunga pada tanaman adalah

bolting (pelompatan) dari batang. Tindakan menambahkan giberelin mungkin

memang mengaktifkan meristem subapikal dan karenanya menghasilkan bolting

yang sebaliknya memungkinkan mulai terjadinya pengeluaran bunga. Sejauh ini

(30)

bunga bukan karena jumlah buku bertambah, melainkan oleh pembesaran dan

pembelahan sel (Wilkins, 1992).

Ada berbagai macam teknik aplikasi yang digunakan untuk pertumbuhan

dan perkembangan tanaman, salah satunya adalah perendaman. Perendaman yang

dilakukan pada umbi bibit bawang merah pada larutan GA3 dapat merangsang

pembungaan dan dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi temperatur

rendah untuk stimulasi pembungaan. Hasil percobaan Fahrianty (2012)

menyimpulkan bahwa perlakuan GA3 dan vernalisasi mempercepat munculnya

kuncup bunga 15 hari, waktu bunga mekar 13 hari serta waktu panen biji 8 hari

dengan produksi TSS sebesar 4,80 gram (48 kg/ha) dengan daya kecambah

sebesar 87% lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Proses giberelin dalam merangsang pembungaan yaitu pada awalnya

dengan menstimulasi sistem molekul mRNA dan DNA templat oleh giberelin

yang terbentuk. Kemudian terjadi transkripsi sintesis asam amino, protein, dan

enzim de novo. Protein/enzim yang baru terbentuk diperlukan untuk mendukung

peningkatan pembelahan dan pembentukan sel-sel baru yang mengarah pada

inisiasi primordia bunga pada meristem apeks

(Sumarni dan Sumiati, 2001).

Giberelin bekerja pada dua tingkat, pertama pada tahap awal GA3 berperan

menginduksi enzim pada saat transkipsi dari kromosom, dan kedua meningkatkan

aktivitas enzim dalam sistem mobilisasi cadangan makanan. Dalam hal ini

giberelin memacu pertumbuhan sel karena zat itu meningkatkan hidrolisis pati

atau cadangan makanan lainnya menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Gula

(31)

berperan dalam pembentukan dinding sel

(HartmanndanKester, 1983 dalam Salisbury danRoss, 1992).

Inisiasi pembungaan dikendalikan oleh zat pengatur tumbuh giberelin.

Hasil percobaan menyimpulkan bahwa giberelat dapat menggantikan sebagian

atau seluruh fungsi rendah untuk stimulasi pembungaan. Aplikasi 100-200 ppm

GA3 dan 50 ppm NAA yang disemprotkan ke tanaman bawang merah pada umur

3 dan 5 minggu setelah tanam (MST) dapat meningkatkan hasil biji bawang

merah (Sumarni danSumiati, 2001).

Pupuk Fosfor

Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein, dan fostida merupakan

bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting

dalam pembelahan sel demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem.

Secara umum, fungsi dari P dalam tanaman dapat mempercepat serta memperkuat

pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya,

mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji, dapat meningkatkan

produksi biji serta dapat mempercepat pertumbuhan akar semai (Sutejo, 2002).

Pupuk SP 36 terbuat dari fosfat alam dan sulfat berbentuk butiran serta

berwarna abu-abu. Sifatnya agak sulit larut di dalam air dan bereaksi lambat

sehingga selalu digunakan sebagai pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral,

tidak higroskopis dan tidak memiliki sifat membakar (Novizan, 2005).

SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang

ditimbang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 adalah 36% yang lebih

rendah daripada TSP yaitu 46 – 48%. Dalam air jika ditambahkan dengan

(32)

kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil,

lambat pemasakan dan produksi tanaman rendah (Hakim et al., 1986).

Fosfor merupakan unsur hara essensial tanaman harus mendapatkan atau

mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya secara normal. Fungsi

penting fosfor dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer

dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di

dalam tanaman lainnya dan membantu mempercepat perkembangan akar dan

perkecambahan (Winarso, 2005).

Peranan P antara lain penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar

halus, pembentukan bunga, buah, biji serta memperkuat daya tahan terhadap

penyakit. Pada proses pembungaan, kebutuhan fosfor akan meningkat drastis

karena kebutuhan energi meningkat dan fosfor adalah komponen penyusun enzym

dan ATP yang berguna dalam proses transfer energi (Soepardi, 1983).

Kualitas biji sangat dipengaruhi unsur hara terutama unsur P yang

berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar dan pembentukan perakaran

yang baik sehingga penyerapan terhadap unsur hara dan air optimal. Apabila

sistem perakaran terganggu atau terhambat dan tidak berkembang, hasil bunga,

buah, dan biji tanaman akan merosot (Indriati, 2009).

Kebutuhan pupuk (terutama P) untuk pertumbuhan dan hasil umbi bawang

merah belum tentu sesuai untuk pembungaan dan hasil biji bawang merah karena

waktu yang diperlukan untuk pembungaan dan pembijian bawang merah lebih

lama. Pupuk P yang cukup diperlukan untuk merangsang pembentukan akar,

(33)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian masyarakat Desa Hatoguan,

Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara yang berada pada

ketinggian + 930 meter dpl, mulai bulan Februari sampai Juli 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah

lokal Samosir aksesi Simanindo, ZPT GA3, pupuk SP 36, urea dan KCl, pupuk

daun, kapur dolomit, kompos organik, air, insektisida lamda sihalotrin 25 EC

siromazin 75 WP serta fungisida ortocide 50 WP.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, gembor,

meteran, tali plastik, plang nama, ember, handsprayer, knapsack, pacak sampel,

amplop, plastik transparan, timbangan analitik, oven, kalkulator, kamera serta

alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial

yang terdiri atas 2 faktor perlakuan yaitu:

Faktor I : GA3 (G) dengan 5 taraf perlakuan yaitu :

G0 = kontrol

G1 = 25 ppm

G2 = 50 ppm

G3 = 75 ppm

(34)

Faktor II : Pupuk SP 36 dengan 4 taraf perlakuan yaitu :

P0 = kontrol

P1 = 10 gram /plot (140 kg SP 36/ha)

P2 = 20 gram /plot (280 kg SP 36/ha)

P3 = 30 gram /plot (420 kg SP 36/ha)

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi yaitu :

G0P0 G1P0 G2P0 G3P0 G4P0

G0P1 G1P1 G2P1 G3P1 G4P1

G0P2 G1P2 G2P2 G3P2 G4P2

G0P3 G1P3 G2P3 G3P3 G4P3

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot penelitian : 60 plot

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar ulangan : 50 cm

Ukuran plot : 120 cm x 100 cm

Jarak tanam : 20 cm x 15 cm

Jumlah tanaman per plot : 25 tanaman

Jumlah tanaman sampel per plot : 5 tanaman

Jumlah tanaman sampel : 300 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 1500 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excell

sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

(35)

Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan GA3 taraf ke-j dan

pemberian pupuk fosfor pada taraf ke-k

µ : Nilai tengah

ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan larutan GA3 pada taraf ke-j

βk : Efek pemberian pupuk fosfor pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara perlakuan GA3 taraf ke-j dan pemberian pemberian

pupuk fosfor taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, yaitu GA3 pada taraf ke-j dan pemberian pupuk

fosfor pada taraf ke-k

Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan

berdasarkan Uji Jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

(36)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Sebelum areal diolah, terlebih dahulu dibersihkan rerumputan, sisa-sisa

tanaman dan batu-batuan. Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah

sedalam + 30 cm dengan cara membalikkan tanah dan diolah sampai tanah

tersebut gembur.

Pembuatan Plot dan Saluran Drainase

Bedengan dibuat membujur searah Utara – Selatan, agar penyebaran

cahaya matahari dapat merata mengenai seluruh tanaman. Kemudian dibuat

plot-plot dengan ukuran 120 cm x 100 cm serta jarak antar blok 50 cm dan tinggi

bedengan 30 cm.

Persiapan Bibit

Umbi yang digunakan adalah bawang merah lokal Samosir aksesi

Simanindo, dipilih umbi yang bebas hama penyakit, beratnya relatif sama yaitu

5 gram/ siung (seragam), kemudian kulit paling luar yang telah mengering dan

sisa-sisa akar yang masih ada dibersihkan.

Aplikasi Giberelin (GA3)

Sebelum penanaman dilakukan, umbi bibit bawang merah direndam

terlebih dahulu di dalam larutan GA3 selama 30 menit sesuai dengan taraf

(37)

Aplikasi Pupuk Fosfor

Pupuk fosfor diaplikasikan satu hari sebelum tanam dengan sistem tugal

pada jarak 5 cm dari lubang tanam sesuai dengan dosis perlakuan 0 gram/plot,

10 gram/plot, 20 gram/plot, dan 30 gram/plot.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan terlebih dahulu membuat lubang tanam yang

ditugal pada tiap plot tanaman dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm. Pemberian

kompos organik dilakukan pada setiap lubang tanam. Kemudian ditanam satu

umbi per lubang tanam dengan cara membenamkan ¾ bagian tepat di dalam

barisan tanam dengan posisi tunas menghadap ke atas kemudian

ditutup dengan tanah.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada sore hari menggunakan gembor dengan

jumlah air yang sama tiap tanaman. Penyiraman disesuaikan dengan kondisi

lapangan, apabila hujan maka tanaman tidak disiram. Penyiraman ini dilakukan

hingga umur tanaman mulai memasuki waktu pembentukan umbi yaitu 8 MST.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan sampai umur 14 hari setelah tanam (HST) dengan

mengganti umbi busuk atau mati dengan umbi cadangan yang sudah diberi

(38)

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran yaitu urea 500 kg/ha,

SP 36 sesuai dengan dosis perlakuan dan KCl 200 kg/ha. Pupuk urea diberikan

secara bertahap yaitu setengah dosis urea diberikan pada 2 MST dan setengah

dosis kedua diberikan pada 4 MST. Pemberian pupuk KCl dilakukan pada saat

tanaman berumur 2 MST. Pupuk tersebut diberikan secara larikan di antara

sisi kiri dan kanan tanaman.

Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan bersamaan dengan pembumbunan dengan interval

dua minggu sekali. Penyiangan bertujuan untuk mengendalikan gulma sekaligus

menggemburkan tanah yang dilakukan secara manual dengan mencabut gulma

yang tumbuh menggunakan tangan agar perakaran tanaman tidak terganggu dan

untuk menggemburkan tanahnya digunakan cangkul kecil. Pembumbunan

dilakukan dengan membumbun tanah di sekitar tanaman untuk menjaga agar

tanaman tidak mudah rebah serta merangsang pertumbuhan tanaman.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu kali dalam seminggu

dengan penyemprotan dilakukan secara merata ke seluruh tanaman. Pengendalian

hama dilakukan dengan insektisida lamda sihalotrin dengan dosis 25 g/liter air

dan siromazin 75 % Pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan

(39)

Panen

Pemanenan biji dilakukan pada saat umur tanaman 11 MST pada saat

tanah kering agar terhindar dari penyakit. Kriteria pemanenan biji adalah buah

telah masak hingga berwarna hitam yang terbungkus di dalam kulit biji, 60-70 %

leher daun sudah lemas/jatuh ke bawah serta daun menguning. Pemanenan biji

dilakukan dengan cara memotong umbel bunga. Kemudian biji yang telah dipanen

tersebut dikering anginkan selama dua minggu.

Pengamatan Parameter

Panjang Tanaman (cm)

Panjang tanaman diukur dengan cara mengukur mulai dari leher umbi di

atas permukaan tanah sampai ke ujung daun terpanjang pada tanaman

menggunakan alat bantu penggaris. Pengamatan ini dilakukan mulai dari

2 sampai 7 MST dengan interval 1 minggu sekali.

Jumlah Daun (Helai)

Jumlah daun dihitung pada daun yang telah terbentuk sempurna per

individu tanaman. Pengamatan ini dilakukan mulai dari 2 sampai 7 MST dengan

interval 1 minggu sekali.

Persentase Tanaman Berbunga per Plot (%)

Persentase tanaman berbunga dihitung dengan cara menghitung persentase

tanaman yang menghasilkan bunga pada tiap plot tanaman. Pengamatan dilakukan

(40)

Jumlah Umbel per Sampel (umbel)

Jumlah umbel per sampel dilakukan dengan cara menghitung jumlah

umbel bunga yang dihasilkan pada setiap rumpun tanaman sampel. Pengamatan

ini dilakukan pada saat kuncup bunga pada tanaman sudah muncul yang akan

berkembang menjadi umbel bunga yaitu umur tanaman mulai 9 MST.

Jumlah Anakan per Rumpun (Anakan)

Jumlah anakan per rumpun dihitung pada saat pemanenan umbi. Anakan

dihitung pada setiap rumpun tanaman yang tak berbunga.

Bobot Biji per Sampel (gram)

Bobot biji per sampel dihitung dengan cara menimbang biji bawang merah

pada tiap rumpun yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada saat hasil biji per

sampel tanaman telah dipanen kemudian dikering anginkan selama 2 minggu.

Bobot biji ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Bobot Biji per Umbel (gram)

Bobot biji per umbel dihitung dengan cara menimbang biji bawang merah

pada tiap umbel yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada saat hasil biji per

umbel tanaman telah dipanen kemudian dikering anginkan selama 2 minggu.

Bobot biji ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Bobot Biji per Plot (gram)

Bobot biji per plot dihitung dengan cara menimbang biji bawang merah

pada tiap plot yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada saat hasil biji per plot

telah dipanen kemudian dikering anginkan selama 2 minggu. Bobot biji ditimbang

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data pengamatan hasil penelitian dicantumkan pada Lampiran 8 sampai

48 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan ZPT GA3 dan

pemberian pupuk SP 36 terhadap parameter persentase tanaman berbunga

per plot, jumlah umbel per sampel dan jumlah anakan per rumpun. Sedangkan

pada parameter panjang tanaman 2 sampai 7 MST, jumlah daun 2 sampai 7 MST,

bobot biji per sampel, bobot biji per umbel dan bobot biji per plot tidak terdapat

interaksi antara ZPT GA3 dan pemberian pupuk SP 36.

Panjang tanaman (cm)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam panjang tanaman mulai

pengamatan 2 sampai 7 MST dicantumkan pada Lampiran 8 sampai 19. Rataan

panjang tanaman bawang merah 2-7 MST pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan

dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hampir di setiap minggu pengamatan,

panjang tanaman kelihatan cenderung semakin meningkat dengan penambahan

dosis SP 36 per satuan unit. Panjang tanaman juga cenderung semakin meningkat

di setiap peningkatan konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 sampai G3

(42)
(43)

Pada pengamatan 2 dan 3 MST, dapat dilihat bahwa dengan peningkatan

konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 sampai G3 cenderung meningkatkan

panjang tanaman. Namun pada taraf perlakuan G4 panjang tanaman cenderung

menurun. Kemudian pada pengamatan 4 sampai 5 MST, peningkatan panjang

tanaman terjadi pada konsentrasi GA3 mulai dari G0 sampai G2 lalu terjadi

penurunan di konsentrasi G3 sampai G4.

Pengamatan panjang tanaman 6 dan 7 MST menunjukkan bahwa

peningkatan konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 sampai G3 cenderung

meningkatkan panjang tanaman. Namun pada taraf perlakuan G4 panjang tanaman

cenderung menurun.

Begitu juga halnya dengan penambahan dosis SP 36, di mana pada

pengamatan panjang tanaman 2 MST taraf dosis mulai dari P0 sampai P3 terjadi

peningkatan dan penurunan panjang tanaman. Pada dosis P0 dengan panjang

12,52 cm meningkat menjadi 13,04 cm pada dosis P1. Namun kemudian terjadi

penurunan pada dosis P2 karena panjang tanaman hanya mencapai 12,64 cm dan

kembali meningkat pada dosis P3 dengan panjang tanaman 13,34 cm.

Penambahan dosis SP 36 pada pengamatan 3,4,5 MST cenderung

meningkatkan panjang tanaman mulai dari dosis P0 sampai P3 yang berbeda

dengan pengamatan pada minggu sebelumnya. Sedangkan pada pengamatan 6 dan

7 MST, penambahan dosis SP 36 mulai dari dosis P0 sampai P2 cenderung

meningkatkan panjang tanaman dan mengalami penurunan pada dosis P3.

Jumlah daun (helai)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam jumlah daun mulai

(44)

Rataan jumlah daun bawang merah 2-7 MST pada beberapa konsentrasi

GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa hampir di setiap minggu pengamatan,

jumlah daun kelihatan cenderung semakin meningkat di setiap peningkatan

konsentrasi GA3 per satuan unit. Jumlah daun juga cenderung semakin meningkat

di setiap penambahan dosis pupuk SP 36 per satuan unit mulai dari P0 sampai P2

dan menurun di P3.

Pengamatan jumlah daun 6 MST menunjukkan bahwa jumlah daun

cederung semakin bertamabah dengan peningkatan konsentrasi GA3 per satuan

unit mulai dari G0, G1, G2, G3 sampai G4 yaitu dengan jumlah daun sebanyak

30,76 helai dengan konsentrasi 0 ppm GA3 (G0) hingga mencapai 34,04 helai daun

pada konsentrasi 100 ppm GA3 (G4).

Peningkatan jumlah daun sejalan dengan penambahan dosis pupuk SP 36

per satuan unit mulai dari P0 sampai P2 namun menurun di P3. Hal tersebut paling

tampak pada pengamatan 2,3,5, dan 7 MST. Sedangkan pada pengamatan jumlah

daun 4 MST menunjukkan bahwa jumlah daun mengalami pertambahan mulai

dari dosis P1 sampai P3. Kemudian pada dosis P0 (tanpa SP 36) mencapai jumlah

daun sebanyak 17,20 helai daun yang turun menjadi 17,18 helai daun pada

pemberian dosis P1. Peningkatan dan penurunan jumlah daun di setiap

penambahan dosis SP 36 tersebut juga terlihat pada pengamatan jumlah daun

(45)
(46)

Pada minggu pengamatan 5 MST, dapat dilihat bahwa dengan peningkatan

konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 (22,20 helai) sampai

G3 (24,43 helai) cenderung meningkatkan jumlah daun namun pada taraf

perlakuan G4 (23,46 helai) jumlah daun menurun. Namun dengan penambahan

dosis SP 36, jumlah daun dari P0 (22,90 helai) sampai P1 (22,56 helai) mengalami

penurunan kemudian meningkat di P2 (24,04 helai) dan kembali turun di

P3 (23,59 helai).

Pada minggu pengamatan 6 MST, dapat dilihat bahwa dengan peningkatan

konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 (30,76 helai) sampai

G1 (32,84 helai) cenderung meningkatkan jumlah daun. Namun pada taraf

perlakuan G2 (32,26 helai) jumlah daun mengalami penurunan dan kembali naik

di G3 (33,83 helai) sampai G4 (34,03 helai). Pada penambahan dosis SP 36 per

satuan unit, jumlah daun dari P0 (32,83 helai) sampai P1 (32,04 helai) mengalami

penurunan kemudian meningkat di P2 (32,71 helai) sampai P3 (33,39 helai).

Pada minggu pengamatan 7 MST, dapat dilihat bahwa dengan peningkatan

konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 (38,42 helai) sampai G3 (40 helai)

cenderung meningkatkan jumlah daun kemudian pada taraf perlakuan

G4 (39,41 helai) panjang tanaman menurun. Pada penambahan dosis SP 36 per

satuan unit, panjang tanaman kelihatan cenderung semakin meningkat mulai dari

P0 (39,20 helai) sampai P2 (39,71 helai) namun kembali turun

pada P3 (39,16 helai).

Persentase Tanaman Berbunga per Plot (%)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam persentase tanaman

(47)

berbunga per plot tanaman bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan

dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Rataan persentase tanaman berbunga per plot (%) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36

Konsentrasi GA3

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %

Interaksi antara perlakuan ZPT GA3 dan pemberian pupuk SP 36

berpengaruh nyata terhadap persentase tanaman berbunga per plot. Persentase

tanaman berbunga per plot tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan G3P2

dan G4P3 (24%) sedangkan persentase tanaman berbunga terendah terdapat pada

kombinasi perlakuan G1P3 (2,67 %). Kombinasi perlakuan G3P2 dan G4P3 berbeda

nyata dengan semua perlakuan kecuali dengan kombinasi perlakuan G0P2, G2P0,

G2P2, G3P3, G4P0, dan G4P1.

Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap

(48)

Gambar 4. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap persentase tanaman berbunga per plot

Dari gambar di atas terlihat bahwa pemberian pupuk SP 36 pada berbagai

taraf dosis (0, 140, 280, 420 kg/ha SP 36) menghasilkan persentase tanaman

berbunga mengikuti garis kuadratik menaik kemudian menurun akibat

peningkatan konsentrasi GA3. Pada pemberian SP 36 0 kg/ha dan 140 kg/ha

memiliki pola awal yang sama mengalami penurunan, sejalan dengan peningkatan

konsentrasi GA3 menunjukkan peningkatan dengan pola kurva kuadratik. Pada

pemberian SP 36 280 kg/ha dan 420 kg/ha menunjukkan peningkatan, tetapi

seiring dengan dilakukan peningkatan konsentrasi GA3 menunjukkan respon

penurunan.

Jumlah Umbel per Sampel (umbel)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam jumlah umbel per sampel

disajikan pada Lampiran 37 - 39. Rataan jumlah umbel per sampel tanaman

(49)

bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Rataan jumlah umbel per sampel (umbel) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36

Konsentrasi GA3

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %

Interaksi antara perlakuan ZPT GA3 dan pemberian pupuk SP 36

berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah umbel per sampel. Jumlah umbel

per sampel terbanyak dihasilkan oleh kombinasi perlakuan G3P2 (75 ppm GA3 dan

280 kg/ha SP 36) yaitu sebanyak 1,27 umbel. Kombinasi perlakuan G1P2, G2P1

dan G3P0 tidak menghasilkan umbel. Kombinasi perlakuan G3P2 berbeda nyata

dengan semua kombinasi perlakuan kecuali dengan kombinasi perlakuan G4P0.

Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap

(50)

Gambar 5. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap jumlah umbel per sampel.

Dari gambar di atas terlihat bahwa pemberian pupuk SP 36 pada berbagai

taraf dosis (0, 280, 420 kg/ha) menghasilkan jumlah umbel per sampel yang

mengikuti garis kuadratik menaik kemudian menurun, sedangkan pemberian

pupuk SP 36 140 kg/ha mengikuti garis linear positif akibat peningkatan taraf

konsentrasi GA3.

Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam jumlah anakan per rumpun

dicantumkan pada Lampiran 32 – 33. Rataan jumlah anakan per rumpun tanaman

bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P)

dapat dilihat pada Tabel 5.

(51)

Tabel 5. Rataan jumlah anakan per rumpun (anakan) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36

Konsentrasi GA3

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Interaksi antara perlakuan ZPT GA3 dengan pemberian pupuk SP 36

berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun. Jumlah anakan per

rumpun terbanyak dihasilkan oleh kombinasi perlakuan G1P2 (8,50 anakan) yang

berbeda nyata dengan semua perlakuan kecuali dengan kombinasi perlakuan

G0P2, G2P3, G3P1 dan G4P1.

Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap

terhadap anakan per rumpun dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 6. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap terhadap jumlah anakan per rumpun.

(52)

Dari Gambar 6. terlihat bahwa perlakuan ZPT GA3 pada berbagai taraf

konsentrasi (0, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm dan 100 ppm) menghasilkan jumlah

anakan per rumpun yang mengikuti garis kuadratik menaik kemudian menurun.

Pada aplikasi GA3 (0, 25, 75 dan 100pm) menunjukkan peningkatan jumlah

anakan per rumpun, tetapi seiring dengan dilakukan penambahan dosis SP 36

menunjukkan respon penurunan. Sedangkan pada aplikasi GA3 50 ppm memiliki

pola awal yang sama mengalami penurunan, sejalan dengan peningkatan

konsentrasi GA3 menunjukkan peningkatan dengan pola kurva kuadratik.

Bobot Biji per Sampel (g)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per sampel

disajikan pada Lampiran 40 - 42. Rataan bobot biji per sampel tanaman bawang

merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 6. Rataan bobot biji per sampel (g) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36

Tabel 6 menunjukkan bahwa kombinasi tertinggi dihasilkan oleh

kombinasi perlakuan G4P3 (100 ppm GA3 dan SP 36 420 kg/ha) yaitu sebanyak

1,05 gram per sampel dan terendah pada kombinasi perlakuan G0P1, G1P2, G2P1,

(53)

Bobot Biji per Umbel (g)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per umbel

disajikan pada Lampiran 43 - 45. Rataan bobot biji per umbel tanaman bawang

merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 7. Rataan bobot biji per umbel tanaman (g) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per plot

disajikan pada Lampiran 46 - 48. Rataan bobot biji per plot tanaman bawang

merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada

(54)

Tabel 8. Rataan bobot biji per plot (g) bawang merah pada beberapa konsentrasi

Tabel 8 menunjukkan bahwa kombinasi tertinggi dihasilkan oleh

kombinasi perlakuan G2P3 (50 ppm GA3 dan SP 36 420 kg/ha) yaitu sebanyak

2,40 gram per plot dan terendah pada kombinasi perlakuan G3P0 (75 ppm GA3 dan

tanpa SP 36) yaitu sebanyak 0,02 gram per plot.

Pembahasan

Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah pada Pemberian Beberapa Konsentrasi ZPT GA3

Pemberian ZPT GA3 pada berbagai taraf konsentrasi berpengaruh tidak

nyata terhadap bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, dan bobot biji per plot.

Peran GA3 yang berfungsi untuk merangsang pembungaan dan memperoleh hasil

biji yang tinggi, namun dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa GA3

berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter bobot biji. Hal ini

kemungkinan dikarenakan taraf perlakuan dengan konsentrasi hingga 100 ppm

yang digunakan masih rendah sehingga belum efisien terhadap kegunaan zat

pengatur tumbuh yang dapat merangsang pembungaan. Hal ini sesuasi dengan

hasil penelitian Sumarni dan Sumiati (2001) yang menyimpulkan bahwa giberelat dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi temperatur rendah untuk

(55)

ppm GA3 dan 50 ppm NAA agar lebih efisien dilihat dari penggunaan zat

pengatur tumbuh.

Perlakuan ZPT GA3 berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tanaman,

jumlah daun dan jumlah anakan per rumpun. Hal ini kemungkinan dikarenakan

peran GA3 lebih dominan terhadap inisiasi pembungaan sehingga pada parameter

tersebut perendaman dalam larutan GA3 berpengaruh tidak nyata. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Sponsel (1995) yang mengatakan bahwa giberelin dapat

menggantikan kondisi lingkungan spesifik guna mengendalikan pertumbuhan

bunga. Inisiasi pembungaan yang disebabkan oleh giberelin menginduksi

pembungaan pada tanaman hari pendek.

Pada parameter panjang tanaman tampak bahwa hampir di setiap minggu

pengamatan, panjang tanaman kelihatan cenderung semakin meningkat di setiap

peningkatan konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 sampai G3 dan

menurun di G4. Peningkatan tersebut paling terlihat pada 2 MST, 3 MST dan 6

MST sedangkan pada minggu pengamatan lainnya terjadi sedikit perbedaan

peningkatan dan penurunan panjang tanaman pada taraf G2, G3, dan G4.

Sedangkan pada parameter jumlah daun juga tampak bahwa hampir di

setiap minggu pengamatan, jumlah daun kelihatan cenderung semakin meningkat

di setiap peningkatan dosis SP 36 per satuan unit mulai dari P0 sampai P2 dan

menurun di P3. Peningkatan tersebut paling terlihat pada 3, 6, 7 MST sedangkan

pada minggu pengamatan lainnya terjadi sedikit perbedaan peningkatan dan

penurunan jumlah daun pada taraf P1, P2, dan P3. Hal ini kemungkinan

dikarenakan fungsi dari ZPT GA3 untuk mendukung pertambahan sel pada saat

(56)

tumbuh sel yang menyebabkan pertumbuhan tanaman semakin meningkat.

Kenudian seiring dengan pertumbuhan tanaman yang semakin dewasa, fungsi dari

auksin pada setiap titik-titik tumbuh semakin berkurang yang menyebabkan

perkembangan sel muda menjadi dewasa tidak secepat dengan fungsi auksin pada

saat sel tanaman masih muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heddy (1989)

yang mengatakan bahwa respon tanaman terhadap giberelin meliputi peningkatan

pembelahan dan pembesaran sel namun berbeda dengan auksin, karena giberelin

lebih efektif pada tanaman utuh. Pada batang muda, hormon meningkatkan

panjang ruas tanpa mempengaruhi jumlah ruas. Giberelin ridak seperti auksin, di

mana ZPT ini mempengaruhi seluruh batang sehingga tidak hanya di belakang

ujung apikal.

Populasi tanaman berbunga yang dihasilkan pada tanaman yang digunakan

dalam penelitian masih tergolong rendah. Hal tersebut terlihat pada rataan

persentase tanaman berbunga per plot yang hanya menghasilkan 12,47 % tanaman

berbunga dari seluruh populasi tanaman. Rendahnya populasi tanaman berbunga

kemungkinan diakibatkan oleh tingginya curah hujan selama masa penelitian

berlangsung yang dilihat pada Lampiran 7. yang memperlihatkan curah hujan

mencapai 143-224 mm/bulan pada bulan April dan Mei di mana umur tanaman

sudah memasuki perkembangan generatif guna memproduksi biji. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Sumarni et al (2012) yang mengemukakan bahwa untuk

terjadinya inisiasi pembungaan diperlukan temperatur rendah 9-12 0C dan

fotoperiodesitas panjang >12 jam. Curah hujan yang tinggi >200 mm/bulan juga

(57)

Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah pada Pemberian Beberapa Dosis Fosfor

Pemberian pupuk fosfor pada berbagai dosis berpengaruh tidak nyata

terhadap panjang tanaman dan jumlah daun. Hal ini kemungkinan dikarenakan

peran fosfor lebih dominan terhadap pembungaan, pemasakan buah dan biji, dan

peningkatan produksi biji sehingga pada parameter tersebut pupuk SP 36

berpengaruh tidak nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutejo (2002) yang

menyatakan bahwa fungsi P dalam tanaman dapat mempercepat pembungaan dan

pemasakan buah dan biji serta meningkatkan produksi biji. Selain itu, fosfor dapat

mempercepat pertumbuhan pertumbuhan akar semai dan memperkuat

pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa.

Pemberian pupuk fosfor berpengaruh tidak nyata terhadap persentase

tanaman berbunga per plot, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, dan bobot

biji per plot. Hal ini dimungkinkan karena peran unsur hara P berfungsi untuk

mempercepat pertumbuhan bunga dan membantu pembentukan biji sangat

mempengaruhi kualitas biji, namun dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui

bahwa fosfor berpengaruh tidak nyata terhadap persentase tanaman berbunga,

jumlah umbel per sampel dan semua parameter bobot biji.

Pada parameter jumlah daun tampak bahwa hampir di setiap minggu

pengamatan, jumlah daun kelihatan cenderung semakin meningkat di setiap

peningkatan dosis SP 36 per satuan unit mulai dari P0 sampai P2 dan menurun di

P3. Peningkatan tersebut paling terlihat pada 2 MST, 4 MST, 5 MST dan 7 MST

sedangkan pada minggu pengamatan lainnya terjadi sedikit perbedaan

peningkatan dan penurunan jumlah daun pada taraf P1, P2, dan P3. Hal ini

(58)

mempercepat pembungaan sehingga terjadi pembentukan bunga pada tanaman

karena tanaman bawang merah yang berbunga dapat menurunkan jumlah daun di

mana adanya proses pertumbuhan tunas bunga. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Sumarni,dkk (2001) yang menyimpulkan bahwa pupuk P yang cukup diperlukan untuk merangsang pembentukan akar, memperepat pembungaan serta

pematangan buah dan biji.

Interaksi antara pemberian beberapa konsentrasi ZPT GA3 dan dosis pupuk

fosfor terhadap produksi bunga dan biji bawang merah

Berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa interaksi pemberian ZPT GA3

pada berbagai taraf konsentrasi dan pupuk SP 36 pada berbagai dosis berpengaruh

nyata terhadap parameter jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman

berbunga dan jumlah umbel per sampel.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara

perlakuan ZPT GA3 dan pupuk SP 36 terhadap pembungaan dan produksi biji

bawang merah pada parameter jumlah anakan per rumpun. Pada rataan jumlah

anakan per rumpun dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan G1P2 menunjukkan

angka jumlah anakan terbanyak yaitu 8,50 anakan dan kombinasi perlakuan

terendah terdapat pada perlakuan G0P0 yaitu 5,69 anakan. Hal ini diduga karena

aplikasi GA3 memacu pertumbuhan sel dan berperan dalam pembentukan dinding

sel yang membentuk organ anakan bawang merah semakin banyak. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Salisbury and Ross (1992) yang menyatakan bahwa giberelin bekerja pada dua tingkat yang memacu pertumbuhan sel karena zat itu

meningkatkan hidrolisis pati atau cadangan makanan lainnya menjadi molekul

glukosa dan fruktosa. Gula heksosa tersebut menyediakan energi matahari melalui

Gambar

Gambar 1. Penampang melintang horizontal dan vertikal umbi bawang merah            (Sumber: Sinclair, 1988)
Gambar 2. Bunga Bawang Merah
Gambar 3. Rumus struktur GA3
Tabel 1. Rataan panjang tanaman 2-7 MST (cm) bawang merah pada beberapa  konsentrasi GA3 dan dosis SP 36
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membedakan karakter morfologi dan agronomi (panjang tanaman, jumlah daun per rumpun, jumlah anakan per rumpun, umur panen, bobot segar dan bobot kering umbi per

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman umur 3 - 7 MST, jumlah daun per rumpun 3 - 7 MST, jumlah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman umur 3 - 7 MST, jumlah daun per rumpun 3 - 7 MST, jumlah

Data jumlah anakan dapat dilihat pada Tabel 3 yang menunjukkan perlakuan konsentrasi air kelapa dan lama perendman berpengaruh tidak nyata dan interaksi keduanya

Dan macam varietas juga mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap berat umbi bawang merah per tanaman, namun pengaruh perlakuan konsentrasi GA 3 menunjukkan

Adapun parameter yang diamati adalah tinggi tanaman per rumpun, jumlah daun per rumpun, jumlah anakan per rumpun, jumlah siung per rumpun, diameter umbi per sampel, bobot

Proses modifikasi itu dapat melalui pola pembelahan sel yang berubah yang mengakibatkan terbentuknya organ –organ lain, atau melalui perobahan dalam enzim yang dihasilkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter panjang tanaman umur 3 - 7 MST, jumlah anakan per rumpun umur 3