PRODUKSI BUNGA DAN BIJI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
PADA BEBERAPA KONSENTRASI GA3 DAN
DOSIS FOSFOR
ERIC V. PANDIANGAN 090301086
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
PRODUKSI BUNGA DAN BIJI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
PADA BEBERAPA KONSENTRASI GA3 DAN
DOSIS FOSFOR
SKRIPSI
Oleh:
ERIC V. PANDIANGAN 090301086
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
PRODUKSI BUNGA DAN BIJI BAWANG MERAH (
Allium ascalonicum L.)
PADA BEBERAPA KONSENTRASI GA3 DAN
DOSIS FOSFOR
SKRIPSI
Oleh :
ERIC V. PANDIANGAN 090301086/AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi :Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Fosfor
Nama : Eric V. Pandiangan NIM : 090301086
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertaniandan Perkebunan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ir. Mariati, M. Sc Ir. Jonis Ginting, MS.
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
ERIC V. PANDIANGAN: Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Fosfor,
dibimbing oleh MARIATI dan JONIS GINTING.
Peningkatan produktivitas bawang merah dihadapkan pada persoalan ketersediaan benih bermutu. Kesulitan penyediaan biji bawang merah disebabkan oleh masih sulitnya membungakan dan membuahkan bawang merah, persentase biji yang dihasilkan mempunyai daya tumbuh yang rendah serta pembungaan bawang merah tidak serempak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan evaluasi pengaruh ZPT GA3 dan pemberian pupuk fosfor terhadap produksi bunga dan biji bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Desa Hatoguan, Kecamatan
Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat +930 meter dpl yang dimulai bulan Februari sampai Juli 2014. Rancangan
penelitian adalah rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi
GA3 (0, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm dan 100 ppm) dan dosis pupuk SP 36 (0; 10
g/plot; 20 g/plot dan 30 g/plot). Parameter yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman berbunga per plot, jumlah umbel per sampel, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, danbobot biji per plot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 yang berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman berbunga per plot dan jumlah umbel per sampel. Perlakuan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, dan bobot biji per plot. Perlakuan pupukSP 36 tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Kombinasi perlakuan G3P2 menghasilkan persentase tanaman berbunga per plot tertinggi (24%) dan jumlah umbel per sampel terbanyak (1,27 umbel). G1P2 menghasilkan jumlah anakan per rumpun terbanyak (8,50 anakan).
ABSTRACT
ERIC V. PANDIANGAN : Flower and Seed Production of Shallot
(Allium ascalonicum L.) in Some GA3 Concentration and Fosfor Dose, supervised
by MARIATI and JONIS GINTING.
Increased productivity of shallot faced with the issue of the availability of seed quality. The shallot seed supply difficulties caused by the still difficult lend and produce shallot fruit, percentage of seed produce have a low ability to grow and flowering simultaneously.The purpose of the study was to evaluated the effect of GA3 and Fosfor application on the flowering and seed production of shallot.
The research was conducted at Hatoguan Village, Subdistrict Palipi, Samosir Regency,North Sumatera Province with the height of +930 metres above sea level, began from Februari until July 2014. The research was arranged with a randomized block design with two factors. The first factor was concentration of
GA3 (0; 25 ppm; 50 ppm; 75 ppm and 100 ppm) and the second was dose of
SP 36 (0; 10g/plot; 20 g/plot and 30 g/plot). The parameters observed were plant lenghth, leaves number, tillers number per hill, percentage of flowering plants per plot, umbels number per sample, seeds weight per sample, seeds weight per umbel, and seeds weight per plot.
The results showed that the interaction of concentration of GA3 and dose
of SP 36 fertilizer significantly affected percentage of flowering plants per plot, umbels number per sample, and tillers number per hill. GA3 treatment was no
significantly on plant lenghth, leaves number, tillers number per hill, seeds weight per sample, seeds weight per umbel, and seeds weight per plot. However there
was no parameter observed significantly affected by SP 36 fertilizer. G3P2 combined treatment resulted in the highest of percentage of flowering plants
per plot (24 %) and umbels number per sample (1,27 umbel). G1P2 combined
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 26 Maret 1992 dari
Ayah Drs. K. Pandiangan dan Ibu D. Br. Simanjuntak. Penulis merupakan anak
ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2009 lulus dari SMA Negeri 2, Pematangsiantar dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur
UMB-SPMB (Ujian Masuk Bersama-Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Penulis memilih Program Studi Agroekoteknologi, minat Budidaya Pertanian dan
Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif sebagai asisten
praktikum di Laboratorium Dasar Agronomi pada tahun ajaran 2012/2013 serta
anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematangsiantar, Sumatera Utara dari bulan Juli
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Fosfor”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
Ibu Ir. Mariati, M. Sc dan Bapak
komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,
sampai pada ujian akhir. Selain itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan
finansial dan spiritual mulai dari awal hingga selesai.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf
pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, serta rekan mahasiswa khususnya angkatan 2009 yang tak dapat disebutkan
sat per satu disini yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik dan saran
yang bersifat membangun. Semoga hasil skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, November 2013
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4
Syarat Tumbuh Iklim ... 6
Tanah ... 6
Pembungaan, Pembuahan dan Pembentukan Biji Bawang Merah ... 7
Giberelin (GA3) ... 9
Pupuk Fosfor ... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Metode Penelitian ... 15
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 18
Pembuatan Plot dan Saluran Drainase ... 18
Persiapan Bibit ... 18
Aplikasi Giberelin (GA3) ... 18
Aplikasi Pupuk Fosfor ... 19
Penanaman ... 19
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman ... 19
Penyulaman ... 19
Penyiangan dan Pembumbunan ... 20
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20
Panen ... 21
Pengamatan Parameter Panjang tanaman (cm) ... 21
Jumlah Daun (helai) ... 21
Jumlah Anakan per Rumpun (anakan) ... 21
Persentase Tanaman Berbunga per Plot (%) ... 21
Jumlah Umbel per Sampel (g) ... 22
Bobot Biji per Sampel (g) ... 22
Bobot Biji per Umbel (g) ... 22
Bobot Biji per Plot (g) ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
Pembahasan ... 36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan panjang tanaman 2-7 MST (cm) pada pada beberapa konsentrasi
GA3 dan dosis SP 36 ... 24
2. Rataan jumlah daun 2-7 MST (helai) pada beberapa konsentrasi GA3
dan dosis SP 36 ... 27
3. Rataan persentase tanaman berbunga per plot (%) pada beberapa
konsentrasi GA3 dan dosis SP 36 ... 29
4. Rataan jumlah umbel per sampel (umbel) pada beberapa konsentrasi
GA3 dan dosis SP 36 ... 31
5. Rataan jumlah anakan per rumpun (anakan) pada beberapa konsentrasi
GA3 dan dosis SP 36 ... 33
6. Rataan bobot biji per sampel (g) pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36 ... 34
7. Rataan bobot biji per umbel (g) pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36 ... 35
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Penampang melintang horizontal dan vertikal bawang merah ... 5
2. Bunga Bawang Merah ... 6
3. Rumus Struktur GA3 ... 10
4. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap
persentase tanaman berbunga per plot ... 30
5. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap
terhadap jumlah umbel per sampel ... 32
6. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Deskripsi bawang merah varietas Medan ... 45
2. Bagan penelitian ... 46
3. Bagan penanaman pada plot ... 47
4. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian ... 48
5. Data Analisis Tanah ... 49
6. Data Curah Hujan Dasarian Kabupaten Samosir ... 50
7. Data Curah Hujan Bulanan Kabupaten Samosir ... 51
8. Data pengamatan panjang tanaman 2 MST (cm) ... 52
9. Sidik ragam panjang tanaman 2 MST ... 52
10. Data pengamatan panjang tanaman 3 MST (cm) ... 53
11. Sidik ragam panjang tanaman 3 MST ... 53
12. Data pengamatan panjang tanaman 4 MST (cm) ... 54
13. Sidik ragam panjang tanaman 4 MST ... 54
14. Data pengamatan panjang tanaman 5 MST (cm) ... 55
15. Sidik ragam panjang tanaman 5 MST ... 55
16. Data pengamatan panjang tanaman 6 MST (cm) ... 56
17. Sidik ragam panjang tanaman 6 MST ... 56
18. Data pengamatan panjang tanaman 7 MST (cm) ... 57
19. Sidik ragam panjang tanaman 7 MST ... 57
20. Data pengamatan jumlah daun 2 MST (helai) ... 58
22. Data pengamatan jumlah daun 3 MST (helai) ... 59
23. Sidik ragam jumlah daun per 3 MST ... 59
24. Data pengamatan jumlah daun 4 MST (helai) ... 60
25. Sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 60
26. Data pengamatan jumlah daun 5 MST (helai) ... 61
27. Sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 61
28. Data pengamatan jumlah daun 6 MST (helai) ... 62
29. Sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 62
30. Data pengamatan jumlah daun 7 MST (helai) ... 63
31. Sidik ragam jumlah daun 7 MST ... 63
32. Data pengamatan jumlah anakan per rumpun (anakan) ... 64
33. Sidik ragam jumlah anakan per rumpun ... 64
34. Data pengamatan persentase tanaman berbunga per plot (%) ... 65
35. Data pengamatan (transformasi data arc sin √X) persentase tanaman berbunga per plot (%) ... 66
36. Sidik ragam (transformasi data arc sin √X) persentase tanaman berbunga per plot ... 66
37. Data pengamatan jumlah umbel per sampel (umbel)... 67
38. Data pengamatan (transformasi data √X + 0,5) jumlah umbel per sampel (umbel) ... 68
39. Sidik ragam (transformasi data √X + 0,5) jumlah umbel per sampel ... 68
40. Data pengamatan bobot biji per sampel (g) ... 69
41. Data pengamatan (transformasi data √X + 0,5) bobot biji per sampel (g) ... 70
42. Sidik ragam (transformasi data √X + 0,5) bobot biji per sampel ... 71
43. Data pengamatan bobot biji per umbel (g) ... 72
45. Sidik ragam (transformasi data √X + 0,5) bobot biji per umbel ... 73
46. Data pengamatan bobot biji per plot (g) ... 74
47. Data pengamatan (transfomasi data √X + 0,5) bobot biji per plot (g) ... 75
48. Sidik ragam (transformasi data √X + 0,5) bobot biji per plot ... 75
49. Rangkuman uji beda rataan perlakuan beberapa konsentrasi ZPT GA3
dan dosis pupuk SP 36 terhadap parameter yang diamati ... 76
ABSTRAK
ERIC V. PANDIANGAN: Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Fosfor,
dibimbing oleh MARIATI dan JONIS GINTING.
Peningkatan produktivitas bawang merah dihadapkan pada persoalan ketersediaan benih bermutu. Kesulitan penyediaan biji bawang merah disebabkan oleh masih sulitnya membungakan dan membuahkan bawang merah, persentase biji yang dihasilkan mempunyai daya tumbuh yang rendah serta pembungaan bawang merah tidak serempak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan evaluasi pengaruh ZPT GA3 dan pemberian pupuk fosfor terhadap produksi bunga dan biji bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Desa Hatoguan, Kecamatan
Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat +930 meter dpl yang dimulai bulan Februari sampai Juli 2014. Rancangan
penelitian adalah rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi
GA3 (0, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm dan 100 ppm) dan dosis pupuk SP 36 (0; 10
g/plot; 20 g/plot dan 30 g/plot). Parameter yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman berbunga per plot, jumlah umbel per sampel, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, danbobot biji per plot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 yang berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman berbunga per plot dan jumlah umbel per sampel. Perlakuan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, dan bobot biji per plot. Perlakuan pupukSP 36 tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Kombinasi perlakuan G3P2 menghasilkan persentase tanaman berbunga per plot tertinggi (24%) dan jumlah umbel per sampel terbanyak (1,27 umbel). G1P2 menghasilkan jumlah anakan per rumpun terbanyak (8,50 anakan).
ABSTRACT
ERIC V. PANDIANGAN : Flower and Seed Production of Shallot
(Allium ascalonicum L.) in Some GA3 Concentration and Fosfor Dose, supervised
by MARIATI and JONIS GINTING.
Increased productivity of shallot faced with the issue of the availability of seed quality. The shallot seed supply difficulties caused by the still difficult lend and produce shallot fruit, percentage of seed produce have a low ability to grow and flowering simultaneously.The purpose of the study was to evaluated the effect of GA3 and Fosfor application on the flowering and seed production of shallot.
The research was conducted at Hatoguan Village, Subdistrict Palipi, Samosir Regency,North Sumatera Province with the height of +930 metres above sea level, began from Februari until July 2014. The research was arranged with a randomized block design with two factors. The first factor was concentration of
GA3 (0; 25 ppm; 50 ppm; 75 ppm and 100 ppm) and the second was dose of
SP 36 (0; 10g/plot; 20 g/plot and 30 g/plot). The parameters observed were plant lenghth, leaves number, tillers number per hill, percentage of flowering plants per plot, umbels number per sample, seeds weight per sample, seeds weight per umbel, and seeds weight per plot.
The results showed that the interaction of concentration of GA3 and dose
of SP 36 fertilizer significantly affected percentage of flowering plants per plot, umbels number per sample, and tillers number per hill. GA3 treatment was no
significantly on plant lenghth, leaves number, tillers number per hill, seeds weight per sample, seeds weight per umbel, and seeds weight per plot. However there
was no parameter observed significantly affected by SP 36 fertilizer. G3P2 combined treatment resulted in the highest of percentage of flowering plants
per plot (24 %) and umbels number per sample (1,27 umbel). G1P2 combined
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah merupakan komoditas sayuran unggulan yang memiliki
banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar
yang baik. Produksi tanaman ini pada tahun 2013 meningkat sebesar 46.550 ton
atau 4,83% dibandingkan tahun 2012 sedangkan peningkatan produktivitas
sebesar 0,53 ton/ha. Namun peningkatan produktivitas belum terjadi di seluruh
sentra produksi dikarenakan penurunan produksi bawang merah masih terjadi di
Provinsi Sumatra Utara, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan
DI Yogyakarta (BPS, 2013).
Peningkatan produktivitas tanaman ini dihadapkan pada persoalan
ketersediaan benih bermutu. Pada umumnya bawang merah ditanam
menggunakan umbi bibit namun mutu umbi bibit kurang terjamin karena hampir
selalu membawa pathogen penyakit seperti Fusarium sp, Colletotrichum sp,
Alternaria sp dan virus dari tanaman asalnya yang terserang . Di samping itu biaya penyediaannya cukup tinggi yang dapat mencapai 40% dari biaya produksi
total (Suherman dan Basuki, 1990; Permadi, 1993).
Penggunaan biji bawang merah sebagai bahan tanam telah lama
diperkenalkan namun belum banyak diadopsi atau diaplikasikan petani. Hal ini
disebabkan oleh ketersediaan biji bawang merah yang masih terbatas. Kesulitan
penyediaan biji bawang merah disebabkan oleh belum ditemukannya teknologi
pembibitan, masih sulit membungakan dan membuahkan bawang merah,
persentase biji yang dihasilkan mempunyai daya tumbuh yang rendah serta
Populasi tanaman berbunga yang tinggi merupakan salah satu faktor
terpenting dalam meningkatkan produksi biji bawang merah. Persentase berbunga
yang baik dihasilkan dari 50 % tanaman dari populasi berhasil berbunga. Hampir
semua kultivar bawang merah mampu berbunga namun pembungaannya masih
rendah yaitu hanya sekitar 30%. Selain itu, kultivar yang berbunga belum tentu
dapat sampai berbiji. Pembungaan bawang merah yang masih rendah tersebut
merupakan masalah utama dalam produksi biji botani (Pitojo, 2001; Sopha, 2011).
Selain itu, rendahnya pembungaan bawang merah disebabkan oleh faktor
cuaca di Indonesia, terutama panjang hari yang pendek <12 jam dan rerata suhu
udara yang cukup tinggi >180 C tidak mendukung terjadinya inisiasi pembungaan.
Untuk terjadinya inisiasi pembungaan diperlukan suhu rendah 9 - 12 0C dan
fotoperiodesitas panjang >12 jam (Gaswanto, dkk, 2012).
Aplikasi zat pengatur tumbuh giberelin (GA3) dapat menggantikan seluruh
atau sebagian fungsi temperatur rendah dan hari panjang untuk inisiasi
pembungaan. Hasil penelitian Sumarni (2012) menyimpulkan bahwa jumlah
tanaman yang berbunga paling banyak (88,30%) dan umbel bunga paling banyak
(662,25 umbel bunga per petak) diperoleh dengan cara perendaman umbi bibit
pada larutan GA3 sebelum tanam.
Pupuk fosfor (P) berguna untuk mempercepat pembungaan serta
pematangan buah dan biji pada tanaman. Namun kebutuhannya untuk tanaman
bawang merah hingga berbunga dan menghasilkan biji belum tentu sesuai dengan
kebutuhan untuk pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah. Karena waktu yang
diperlukan untuk pembungaan dan pembijian bawang merah lebih lama. Hasil
(100 kg/ha P2O5) tidak menunjukkan perbedaan bobot biji per umbel bunga yang
nyata dibandingkan dengan pemberian pupuk P yang tinggi (150 kg/ha).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan evaluasi pengaruh lima
taraf konsentrasi GA3 dan empat taraf dosis pupuk fosfor terhadap peningkatan
produksi bunga dan biji bawang merah (Allium ascalonicum L.).
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan respons yang nyata pada produksi bunga dan biji bawang
merah (Allium ascalonicum L.) akibat perbedaan konsentrasi ZPT GA3 dan dosis pupuk fosfor serta interaksi kedua faktor tersebut.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan
informasi yang dapat digunakan untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut sistematika tananaman, bawang merah termasuk dalam
Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae,
Kelas Monocotyledonae, Ordo Liliaceae, Family Liliales, Genus Allium,
Species Allium ascalonicum L. (Steenis, 2003).
Bawang merah memiliki batang semu atau disebut “discus” yang
bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan
mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang
tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah
akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis
kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau
anakan terutama pada spesies bawang merah biasa (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip pipa,
berlubang, memiliki panjang 15-40 m, dan meruncing pada bagian ujung. Daun
berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi
setegak daun yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung
tanaman (Suparman, 2010).
Pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang
tidak sempurna. Bagian bawah cakram menjadi tempat tumbuhnya akar-akar
serabut pendek, sedangkan bagian atas di antara lapisan kelopak daun yang
membengkak, terdapat mata tunas sebagai calon tanaman baru. Pada bagian
tengah cakram terdapat mata tunas utama yang memunculkan bunga. Tunas yang
antara lapisan kelopak daun dan dapat tumbuh menjadi tanaman baru disebut
tunas lateral. Setiap umbi bawang dapat dijumpai banyak tunas lateral, yaitu
mencapai 3-20 tunas (Brewster, 2008).
Gambar 1. Penampang melintang horizontal dan vertikal umbi bawang merah (Sumber: Sinclair, 1988).
Jumlah anakan pada pertanaman yang berasal dari biji pada generasi awal
rata-rata belum mampu membentuk anakan. Walaupun ada paling banyak satu
anakan sedangkan pada bawang merah yang sudah berasal dari umbi normal
rata-rata mampu membentuk anakan lebih dari 5 anakan. Kemampuan jumlah anakan
akan menentukan kemampuan dalam tabulasi akhir yang dicapai pada suatu
varietas (Sartono, 2006).
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan.
Setiap tandan mengandung sekitar 50-200 kuntum bunga yang tersusun
melingkar. Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang setiap bunga
terdapat benang sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan
sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan, serta
bakal buah duduk di atas membentuk suatu bangun seperti kubah
Gambar 2. Bunga Bawang Merah Sumber : Foto Langsung
Syarat Tumbuh
Iklim
Budidaya bawang merah pada daerah-daerah beriklim kering dengan curah
hujan 100 – 200 mm/bulan serta suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran
matahari yang penuh lebih dari 12 jam akan dapat menyebabkan pertumbuhan
tanaman yang optimal. Secara umum tanaman ini lebih cocok diusahakan secara
agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan atau
pada saat musim kemarau dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk
keperluan tanaman (Deptan, 2005).
Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman ini memerlukan kondisi
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Inisiasi
pembungaan terjadi pada suhu rendah 9-120 C sedangkan pembuahan dan
pembijiannya diperlukan suhu yang lebih tinggi yaitu 350 C serta curah hujan
sekitar 100-200 mm/ bulan (Fahrianty, 2012).
Tanah
Tanaman ini memerlukan struktur tanah remah, tekstur sedang sampai liat,
drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup yaitu >2,5 %, dan
digunakan untuk penanaman bawang merah. Jenis tanah yang cocok untuk
budidayanya adalah tanah Alluvial, Latosol atau Andosol ber-pH antara 5,15 – 7,0
(Deptan, 2005).
Bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi
(1 -1000 m dpl). Namun pertumbuhan tanaman maupun umbi yang optimal pada
ketinggian 0 – 400 m dpl. Walaupun demikian tanaman ini masih dapat tumbuh
dan berumbi di ketinggian 800 – 900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil dan
berwarna kurang mengkilat. Selain itu umurnya lebih panjang dibanding umur
tanaman di dataran rendah karena suhunya di dataran tinggi lebih rendah
(Deptan, 2005),
Tanaman ini dapat ditanam di tanah datar hingga berbukit dan pada tanah
datar harus dibuatkan saluran drainase dan di daerah berbukit sebaiknya dibuatkan
teras. Lahan untuk tanaman bawang merah sebaiknya bukan bekas bawang merah,
tetapi telah dirotasi dengan tanaman lain, seperti bekas padi atau tanaman lain.
Tujuannya supaya rantai siklus hama penyakit yang ada di tanah terputus
(Suryani, 2012).
Pembungaan, Pembuahan dan Pembentukan Biji Bawang Merah
Induksi bunga merupakan suatu peristiwa penting dalam proses
pembungaan yang menandai terjadinya perubahan pola pertumbuhan dan
perkembangan dari fase vegetatif menuju fase generatif (produktif). Pada fase ini
terjadi perubahan fisiologis dan biokimia pada mata tunas sedangkan secara
morfologi belum terjadi perubahan secara visual. Pembungaan juga merupakan
interaksi dari pengaruh dua faktor yaitu faktor eksternal/lingkungan dan faktor
Proses pembungaan tanaman terjadi melalui empat tahapan yaitu induksi,
inisiasi bunga, diferensiasi bunga, pendewasaan bagian-bagian bunga dan
anthesis. Inisiasi pembungaan merupakan tahap yang terpenting karena pada tahap
ini terjadi perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup generatif dan transisi dari
tunas vegetatif menjadi kuncup generatif yang dapat dideteksi dari perubahan
bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai
membentuk organ generatif. Perubahan tunas apikal dan aksilar dari fase vegetatif
menjadi tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas hormonal yang berlangsung
pada tanaman tersebut yang umumnya diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu
seperti suhu dan perubahan panjang hari (lama penyinaran) (Fahrianty, 2012).
Pembungaan yang masih rendah merupakan masalah utama dalam
produksi biji bawang merah di Indonesia. Rendahnya persentase pembungaan
bawang merah di Indonesia disebabkan oleh faktor cuaca, terutama panjang hari
yang pendek <12 jam dan rata-rata temperatur udara yang cukup tinggi >180 C
kurang mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Untuk terjadinya inisiasi
pembungaan diperlukan temperatur rendah 9-12 0C dan fotoperiodesitas panjang
>12 jam. Curah hujan yang tinggi >200 mm/bulan juga dapat menggagalkan
pembungaan dan pembijian bawang merah (Sumarni et al., 2012).
Pembentukan buah dimulai dengan proses penyerbukan yang meliputi
jatuhnya butir-butir serbuk sari dan masuk ke tangkai putik melalui jaringan
transmisi tabung sari (Pollen Tube Transmiting Tissue - PTT) untuk mencapai
bakal biji. Pembuahan (fertilisasi) terjadi saat serbuk sari (sel jantan) membuahi
sel telur di dalam bakal buah. Perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan
proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan
bunga betina (Herrero et al., 1988).
Buah dan biji terbentuk dari hasil penyerbukan dan pembuahan yang
terjadi pada ovul/bakal biji. Jumlah buah dan biji masak yang terbentuk pada
tanaman dipengaruhi oleh (1) Jumlah bunga yang dihasilkan, (2) Persentase bunga
yang mengalami pembuahan, (3) Persentase buah muda yang dapat terus tumbuh
hingga menjadi buah masak dan (4) Umur buah. Sedangkan kualitas dan kuantitas
biji pada buah salah satunya ditentukan oleh kuantitas polen viabel yang berhasil
membuahi ovul. Perkembangan buah dan biji sangat dipengaruhi oleh suhu dan
lingkungan penyinaran matahari (Goldsworthy, 1992).
Inisiasi pembungaan juga dikendalikan oleh zat pengatur tumbuh giberelin
yang dapat merangsang pembungaan. Hasil percobaan menyimpulkan bahwa hasil
biji paling tinggi diperoleh dengan perlakuan vernalisasi dan aplikasi 200 ppm
GA3 + 50 ppm NAA, yaitu sebesar 17,92 kg/ha. Namun hasil biji yang diperoleh
dengan perlakuan vernalisasi dan aplikasi 100 ppm GA3 juga cukup tinggi dan
lebih efisien dilihat dari penggunaan zat pengatur tumbuh, yaitu sebesar
13,42 kg/ha (Sumarni danSumiati, 2001).
Giberelin (GA3)
Asam giberelat (GA3) merupakan senyawa tetrasiklik diterpenoid dengan
sistem cincin ent-giberelan yang ditemukan pada tahun 1926 oleh
E. Kurosawa, ilmuwan Jepang. GA3 ini merupakan salah satu ZPT yang diketahui
dapat mendorong terjadinya pembungaan. Giberelin dapat menggantikan kondisi
lingkungan spesifik guna mengendalikan pembentukan bunga. Inisiasi
panjang dan menginduksi pembungaan pada tanaman hari pendek
(Sponsel, 1995).
Gambar 3. Rumus struktur GA3
(Sumber: Hartman et al., 1981)
Respon tanaman terhadap giberelin meliputi peningkatan pembelahan dan
pembesaran sel namun berbeda dengan auksin, karena giberelin lebih efektif pada
tanaman utuh sedangkan auksin pada tanaman yang dipotong-potong. Pada batang
muda, hormon meningkatkan panjang ruas tanpa mempengaruhi jumlah ruas.
Banyak tanaman dua tahunan dapat dirangsang untuk mempunyai siklus hidup
setahun (annual) dengan menggunakan asam giberelat. Efek nyata dalam
mendorong pertumbuhan adalah sebagai akibat meningkatnya kecepatan
pembelahan sel. ZPT ini tidak seperti auksin, di mana giberelin mempengaruhi
seluruh batang sehingga tidak hanya di belakang ujung apikal (Heddy, 1989).
Mekanisme aksi giberelin adalah sebagai berikut :
- Pembelahan sel yang distimulasi di apeks tunas, terutama sel meristematik
sebelah bawah yang akan membentuk susunan korteks dan empelur yang
panjang. Pertambahan jumlah sel memacu pertumbuhan batang lebih cepat
- Giberelin menigkatkan hidrolis tepung, fruktan dan sukrosa ke dalam
molekul glukosa dan fruktosa sehingga merangsang pertumbuhan sel.
potensial air sel dalam waktu singkat lebih negatif sehingga air akan
masuk lebih cepat dan mengakibatkan perluasan sel.
- Giberelin meningkatkan plastisitas dinding. Hal ini terjadi pada internode
di mana rangsangan pertumbuhan pada sel-sel muda berasal dari meristem
interkalar secara dramastis. Perpanjangan yang diakibatkan GA3 15 kali
lebih hebat daripada bagian yang tidak diberi perlakuan
(Salisbury danRoss, 2002).
Pemberian hormon ini berfungsi untuk memacu keanekaragaman fungsi
sel sehingga sel yang awalnya diarahkan untuk pertumbuhan tunas daun dapat
dialihkan untuk pertumbuhan tunas bunga. Jika konsentrasi yang diberikan
kurang, pembungaan tidak akan terjadi. Kalaupun terjadi, akan diselingi dengan
munculnya beberapa tunas daun. Sebaliknya, jika konsentrasi giberelin
berlebihan, pembentukan bunga juga terhambat atau bunga akan tumbuh semakin
banyak namun cepat rontok kemudian tidak akan berbunga sama sekali
(Sandra, 2001).
Proses pengeluaran bunga diperantarai oleh hormon florigen yang
dibentuk daun di bawah kondisi lingkungan yang tepat dan kemudian berpindah
ke apeks yang akhirnya berubah dari kondisi vegetatif menjadi kondisi floral.
Salah satu langkah pertama untuk mengeluarkan bunga pada tanaman adalah
bolting (pelompatan) dari batang. Tindakan menambahkan giberelin mungkin
memang mengaktifkan meristem subapikal dan karenanya menghasilkan bolting
yang sebaliknya memungkinkan mulai terjadinya pengeluaran bunga. Sejauh ini
bunga bukan karena jumlah buku bertambah, melainkan oleh pembesaran dan
pembelahan sel (Wilkins, 1992).
Ada berbagai macam teknik aplikasi yang digunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, salah satunya adalah perendaman. Perendaman yang
dilakukan pada umbi bibit bawang merah pada larutan GA3 dapat merangsang
pembungaan dan dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi temperatur
rendah untuk stimulasi pembungaan. Hasil percobaan Fahrianty (2012)
menyimpulkan bahwa perlakuan GA3 dan vernalisasi mempercepat munculnya
kuncup bunga 15 hari, waktu bunga mekar 13 hari serta waktu panen biji 8 hari
dengan produksi TSS sebesar 4,80 gram (48 kg/ha) dengan daya kecambah
sebesar 87% lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Proses giberelin dalam merangsang pembungaan yaitu pada awalnya
dengan menstimulasi sistem molekul mRNA dan DNA templat oleh giberelin
yang terbentuk. Kemudian terjadi transkripsi sintesis asam amino, protein, dan
enzim de novo. Protein/enzim yang baru terbentuk diperlukan untuk mendukung
peningkatan pembelahan dan pembentukan sel-sel baru yang mengarah pada
inisiasi primordia bunga pada meristem apeks
(Sumarni dan Sumiati, 2001).
Giberelin bekerja pada dua tingkat, pertama pada tahap awal GA3 berperan
menginduksi enzim pada saat transkipsi dari kromosom, dan kedua meningkatkan
aktivitas enzim dalam sistem mobilisasi cadangan makanan. Dalam hal ini
giberelin memacu pertumbuhan sel karena zat itu meningkatkan hidrolisis pati
atau cadangan makanan lainnya menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Gula
berperan dalam pembentukan dinding sel
(HartmanndanKester, 1983 dalam Salisbury danRoss, 1992).
Inisiasi pembungaan dikendalikan oleh zat pengatur tumbuh giberelin.
Hasil percobaan menyimpulkan bahwa giberelat dapat menggantikan sebagian
atau seluruh fungsi rendah untuk stimulasi pembungaan. Aplikasi 100-200 ppm
GA3 dan 50 ppm NAA yang disemprotkan ke tanaman bawang merah pada umur
3 dan 5 minggu setelah tanam (MST) dapat meningkatkan hasil biji bawang
merah (Sumarni danSumiati, 2001).
Pupuk Fosfor
Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein, dan fostida merupakan
bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting
dalam pembelahan sel demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem.
Secara umum, fungsi dari P dalam tanaman dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya,
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji, dapat meningkatkan
produksi biji serta dapat mempercepat pertumbuhan akar semai (Sutejo, 2002).
Pupuk SP 36 terbuat dari fosfat alam dan sulfat berbentuk butiran serta
berwarna abu-abu. Sifatnya agak sulit larut di dalam air dan bereaksi lambat
sehingga selalu digunakan sebagai pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral,
tidak higroskopis dan tidak memiliki sifat membakar (Novizan, 2005).
SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang
ditimbang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 adalah 36% yang lebih
rendah daripada TSP yaitu 46 – 48%. Dalam air jika ditambahkan dengan
kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil,
lambat pemasakan dan produksi tanaman rendah (Hakim et al., 1986).
Fosfor merupakan unsur hara essensial tanaman harus mendapatkan atau
mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya secara normal. Fungsi
penting fosfor dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer
dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di
dalam tanaman lainnya dan membantu mempercepat perkembangan akar dan
perkecambahan (Winarso, 2005).
Peranan P antara lain penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar
halus, pembentukan bunga, buah, biji serta memperkuat daya tahan terhadap
penyakit. Pada proses pembungaan, kebutuhan fosfor akan meningkat drastis
karena kebutuhan energi meningkat dan fosfor adalah komponen penyusun enzym
dan ATP yang berguna dalam proses transfer energi (Soepardi, 1983).
Kualitas biji sangat dipengaruhi unsur hara terutama unsur P yang
berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar dan pembentukan perakaran
yang baik sehingga penyerapan terhadap unsur hara dan air optimal. Apabila
sistem perakaran terganggu atau terhambat dan tidak berkembang, hasil bunga,
buah, dan biji tanaman akan merosot (Indriati, 2009).
Kebutuhan pupuk (terutama P) untuk pertumbuhan dan hasil umbi bawang
merah belum tentu sesuai untuk pembungaan dan hasil biji bawang merah karena
waktu yang diperlukan untuk pembungaan dan pembijian bawang merah lebih
lama. Pupuk P yang cukup diperlukan untuk merangsang pembentukan akar,
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian masyarakat Desa Hatoguan,
Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara yang berada pada
ketinggian + 930 meter dpl, mulai bulan Februari sampai Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah
lokal Samosir aksesi Simanindo, ZPT GA3, pupuk SP 36, urea dan KCl, pupuk
daun, kapur dolomit, kompos organik, air, insektisida lamda sihalotrin 25 EC
siromazin 75 WP serta fungisida ortocide 50 WP.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, gembor,
meteran, tali plastik, plang nama, ember, handsprayer, knapsack, pacak sampel,
amplop, plastik transparan, timbangan analitik, oven, kalkulator, kamera serta
alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial
yang terdiri atas 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor I : GA3 (G) dengan 5 taraf perlakuan yaitu :
G0 = kontrol
G1 = 25 ppm
G2 = 50 ppm
G3 = 75 ppm
Faktor II : Pupuk SP 36 dengan 4 taraf perlakuan yaitu :
P0 = kontrol
P1 = 10 gram /plot (140 kg SP 36/ha)
P2 = 20 gram /plot (280 kg SP 36/ha)
P3 = 30 gram /plot (420 kg SP 36/ha)
Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi yaitu :
G0P0 G1P0 G2P0 G3P0 G4P0
G0P1 G1P1 G2P1 G3P1 G4P1
G0P2 G1P2 G2P2 G3P2 G4P2
G0P3 G1P3 G2P3 G3P3 G4P3
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot penelitian : 60 plot
Jarak antar plot : 30 cm
Jarak antar ulangan : 50 cm
Ukuran plot : 120 cm x 100 cm
Jarak tanam : 20 cm x 15 cm
Jumlah tanaman per plot : 25 tanaman
Jumlah tanaman sampel per plot : 5 tanaman
Jumlah tanaman sampel : 300 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 1500 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excell
sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
Dimana:
Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan GA3 taraf ke-j dan
pemberian pupuk fosfor pada taraf ke-k
µ : Nilai tengah
ρi : Efek dari blok ke-i
αj : Efek perlakuan larutan GA3 pada taraf ke-j
βk : Efek pemberian pupuk fosfor pada taraf ke-k
(αβ)jk : Interaksi antara perlakuan GA3 taraf ke-j dan pemberian pemberian
pupuk fosfor taraf ke-k
εijk : Galat dari blok ke-i, yaitu GA3 pada taraf ke-j dan pemberian pupuk
fosfor pada taraf ke-k
Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan
berdasarkan Uji Jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Sebelum areal diolah, terlebih dahulu dibersihkan rerumputan, sisa-sisa
tanaman dan batu-batuan. Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah
sedalam + 30 cm dengan cara membalikkan tanah dan diolah sampai tanah
tersebut gembur.
Pembuatan Plot dan Saluran Drainase
Bedengan dibuat membujur searah Utara – Selatan, agar penyebaran
cahaya matahari dapat merata mengenai seluruh tanaman. Kemudian dibuat
plot-plot dengan ukuran 120 cm x 100 cm serta jarak antar blok 50 cm dan tinggi
bedengan 30 cm.
Persiapan Bibit
Umbi yang digunakan adalah bawang merah lokal Samosir aksesi
Simanindo, dipilih umbi yang bebas hama penyakit, beratnya relatif sama yaitu
5 gram/ siung (seragam), kemudian kulit paling luar yang telah mengering dan
sisa-sisa akar yang masih ada dibersihkan.
Aplikasi Giberelin (GA3)
Sebelum penanaman dilakukan, umbi bibit bawang merah direndam
terlebih dahulu di dalam larutan GA3 selama 30 menit sesuai dengan taraf
Aplikasi Pupuk Fosfor
Pupuk fosfor diaplikasikan satu hari sebelum tanam dengan sistem tugal
pada jarak 5 cm dari lubang tanam sesuai dengan dosis perlakuan 0 gram/plot,
10 gram/plot, 20 gram/plot, dan 30 gram/plot.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan terlebih dahulu membuat lubang tanam yang
ditugal pada tiap plot tanaman dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm. Pemberian
kompos organik dilakukan pada setiap lubang tanam. Kemudian ditanam satu
umbi per lubang tanam dengan cara membenamkan ¾ bagian tepat di dalam
barisan tanam dengan posisi tunas menghadap ke atas kemudian
ditutup dengan tanah.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada sore hari menggunakan gembor dengan
jumlah air yang sama tiap tanaman. Penyiraman disesuaikan dengan kondisi
lapangan, apabila hujan maka tanaman tidak disiram. Penyiraman ini dilakukan
hingga umur tanaman mulai memasuki waktu pembentukan umbi yaitu 8 MST.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan sampai umur 14 hari setelah tanam (HST) dengan
mengganti umbi busuk atau mati dengan umbi cadangan yang sudah diberi
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran yaitu urea 500 kg/ha,
SP 36 sesuai dengan dosis perlakuan dan KCl 200 kg/ha. Pupuk urea diberikan
secara bertahap yaitu setengah dosis urea diberikan pada 2 MST dan setengah
dosis kedua diberikan pada 4 MST. Pemberian pupuk KCl dilakukan pada saat
tanaman berumur 2 MST. Pupuk tersebut diberikan secara larikan di antara
sisi kiri dan kanan tanaman.
Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan dilakukan bersamaan dengan pembumbunan dengan interval
dua minggu sekali. Penyiangan bertujuan untuk mengendalikan gulma sekaligus
menggemburkan tanah yang dilakukan secara manual dengan mencabut gulma
yang tumbuh menggunakan tangan agar perakaran tanaman tidak terganggu dan
untuk menggemburkan tanahnya digunakan cangkul kecil. Pembumbunan
dilakukan dengan membumbun tanah di sekitar tanaman untuk menjaga agar
tanaman tidak mudah rebah serta merangsang pertumbuhan tanaman.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu kali dalam seminggu
dengan penyemprotan dilakukan secara merata ke seluruh tanaman. Pengendalian
hama dilakukan dengan insektisida lamda sihalotrin dengan dosis 25 g/liter air
dan siromazin 75 % Pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan
Panen
Pemanenan biji dilakukan pada saat umur tanaman 11 MST pada saat
tanah kering agar terhindar dari penyakit. Kriteria pemanenan biji adalah buah
telah masak hingga berwarna hitam yang terbungkus di dalam kulit biji, 60-70 %
leher daun sudah lemas/jatuh ke bawah serta daun menguning. Pemanenan biji
dilakukan dengan cara memotong umbel bunga. Kemudian biji yang telah dipanen
tersebut dikering anginkan selama dua minggu.
Pengamatan Parameter
Panjang Tanaman (cm)
Panjang tanaman diukur dengan cara mengukur mulai dari leher umbi di
atas permukaan tanah sampai ke ujung daun terpanjang pada tanaman
menggunakan alat bantu penggaris. Pengamatan ini dilakukan mulai dari
2 sampai 7 MST dengan interval 1 minggu sekali.
Jumlah Daun (Helai)
Jumlah daun dihitung pada daun yang telah terbentuk sempurna per
individu tanaman. Pengamatan ini dilakukan mulai dari 2 sampai 7 MST dengan
interval 1 minggu sekali.
Persentase Tanaman Berbunga per Plot (%)
Persentase tanaman berbunga dihitung dengan cara menghitung persentase
tanaman yang menghasilkan bunga pada tiap plot tanaman. Pengamatan dilakukan
Jumlah Umbel per Sampel (umbel)
Jumlah umbel per sampel dilakukan dengan cara menghitung jumlah
umbel bunga yang dihasilkan pada setiap rumpun tanaman sampel. Pengamatan
ini dilakukan pada saat kuncup bunga pada tanaman sudah muncul yang akan
berkembang menjadi umbel bunga yaitu umur tanaman mulai 9 MST.
Jumlah Anakan per Rumpun (Anakan)
Jumlah anakan per rumpun dihitung pada saat pemanenan umbi. Anakan
dihitung pada setiap rumpun tanaman yang tak berbunga.
Bobot Biji per Sampel (gram)
Bobot biji per sampel dihitung dengan cara menimbang biji bawang merah
pada tiap rumpun yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada saat hasil biji per
sampel tanaman telah dipanen kemudian dikering anginkan selama 2 minggu.
Bobot biji ditimbang menggunakan timbangan analitik.
Bobot Biji per Umbel (gram)
Bobot biji per umbel dihitung dengan cara menimbang biji bawang merah
pada tiap umbel yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada saat hasil biji per
umbel tanaman telah dipanen kemudian dikering anginkan selama 2 minggu.
Bobot biji ditimbang menggunakan timbangan analitik.
Bobot Biji per Plot (gram)
Bobot biji per plot dihitung dengan cara menimbang biji bawang merah
pada tiap plot yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada saat hasil biji per plot
telah dipanen kemudian dikering anginkan selama 2 minggu. Bobot biji ditimbang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Data pengamatan hasil penelitian dicantumkan pada Lampiran 8 sampai
48 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan ZPT GA3 dan
pemberian pupuk SP 36 terhadap parameter persentase tanaman berbunga
per plot, jumlah umbel per sampel dan jumlah anakan per rumpun. Sedangkan
pada parameter panjang tanaman 2 sampai 7 MST, jumlah daun 2 sampai 7 MST,
bobot biji per sampel, bobot biji per umbel dan bobot biji per plot tidak terdapat
interaksi antara ZPT GA3 dan pemberian pupuk SP 36.
Panjang tanaman (cm)
Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam panjang tanaman mulai
pengamatan 2 sampai 7 MST dicantumkan pada Lampiran 8 sampai 19. Rataan
panjang tanaman bawang merah 2-7 MST pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan
dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hampir di setiap minggu pengamatan,
panjang tanaman kelihatan cenderung semakin meningkat dengan penambahan
dosis SP 36 per satuan unit. Panjang tanaman juga cenderung semakin meningkat
di setiap peningkatan konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 sampai G3
Pada pengamatan 2 dan 3 MST, dapat dilihat bahwa dengan peningkatan
konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 sampai G3 cenderung meningkatkan
panjang tanaman. Namun pada taraf perlakuan G4 panjang tanaman cenderung
menurun. Kemudian pada pengamatan 4 sampai 5 MST, peningkatan panjang
tanaman terjadi pada konsentrasi GA3 mulai dari G0 sampai G2 lalu terjadi
penurunan di konsentrasi G3 sampai G4.
Pengamatan panjang tanaman 6 dan 7 MST menunjukkan bahwa
peningkatan konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 sampai G3 cenderung
meningkatkan panjang tanaman. Namun pada taraf perlakuan G4 panjang tanaman
cenderung menurun.
Begitu juga halnya dengan penambahan dosis SP 36, di mana pada
pengamatan panjang tanaman 2 MST taraf dosis mulai dari P0 sampai P3 terjadi
peningkatan dan penurunan panjang tanaman. Pada dosis P0 dengan panjang
12,52 cm meningkat menjadi 13,04 cm pada dosis P1. Namun kemudian terjadi
penurunan pada dosis P2 karena panjang tanaman hanya mencapai 12,64 cm dan
kembali meningkat pada dosis P3 dengan panjang tanaman 13,34 cm.
Penambahan dosis SP 36 pada pengamatan 3,4,5 MST cenderung
meningkatkan panjang tanaman mulai dari dosis P0 sampai P3 yang berbeda
dengan pengamatan pada minggu sebelumnya. Sedangkan pada pengamatan 6 dan
7 MST, penambahan dosis SP 36 mulai dari dosis P0 sampai P2 cenderung
meningkatkan panjang tanaman dan mengalami penurunan pada dosis P3.
Jumlah daun (helai)
Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam jumlah daun mulai
Rataan jumlah daun bawang merah 2-7 MST pada beberapa konsentrasi
GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada Tabel 2.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa hampir di setiap minggu pengamatan,
jumlah daun kelihatan cenderung semakin meningkat di setiap peningkatan
konsentrasi GA3 per satuan unit. Jumlah daun juga cenderung semakin meningkat
di setiap penambahan dosis pupuk SP 36 per satuan unit mulai dari P0 sampai P2
dan menurun di P3.
Pengamatan jumlah daun 6 MST menunjukkan bahwa jumlah daun
cederung semakin bertamabah dengan peningkatan konsentrasi GA3 per satuan
unit mulai dari G0, G1, G2, G3 sampai G4 yaitu dengan jumlah daun sebanyak
30,76 helai dengan konsentrasi 0 ppm GA3 (G0) hingga mencapai 34,04 helai daun
pada konsentrasi 100 ppm GA3 (G4).
Peningkatan jumlah daun sejalan dengan penambahan dosis pupuk SP 36
per satuan unit mulai dari P0 sampai P2 namun menurun di P3. Hal tersebut paling
tampak pada pengamatan 2,3,5, dan 7 MST. Sedangkan pada pengamatan jumlah
daun 4 MST menunjukkan bahwa jumlah daun mengalami pertambahan mulai
dari dosis P1 sampai P3. Kemudian pada dosis P0 (tanpa SP 36) mencapai jumlah
daun sebanyak 17,20 helai daun yang turun menjadi 17,18 helai daun pada
pemberian dosis P1. Peningkatan dan penurunan jumlah daun di setiap
penambahan dosis SP 36 tersebut juga terlihat pada pengamatan jumlah daun
Pada minggu pengamatan 5 MST, dapat dilihat bahwa dengan peningkatan
konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 (22,20 helai) sampai
G3 (24,43 helai) cenderung meningkatkan jumlah daun namun pada taraf
perlakuan G4 (23,46 helai) jumlah daun menurun. Namun dengan penambahan
dosis SP 36, jumlah daun dari P0 (22,90 helai) sampai P1 (22,56 helai) mengalami
penurunan kemudian meningkat di P2 (24,04 helai) dan kembali turun di
P3 (23,59 helai).
Pada minggu pengamatan 6 MST, dapat dilihat bahwa dengan peningkatan
konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 (30,76 helai) sampai
G1 (32,84 helai) cenderung meningkatkan jumlah daun. Namun pada taraf
perlakuan G2 (32,26 helai) jumlah daun mengalami penurunan dan kembali naik
di G3 (33,83 helai) sampai G4 (34,03 helai). Pada penambahan dosis SP 36 per
satuan unit, jumlah daun dari P0 (32,83 helai) sampai P1 (32,04 helai) mengalami
penurunan kemudian meningkat di P2 (32,71 helai) sampai P3 (33,39 helai).
Pada minggu pengamatan 7 MST, dapat dilihat bahwa dengan peningkatan
konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 (38,42 helai) sampai G3 (40 helai)
cenderung meningkatkan jumlah daun kemudian pada taraf perlakuan
G4 (39,41 helai) panjang tanaman menurun. Pada penambahan dosis SP 36 per
satuan unit, panjang tanaman kelihatan cenderung semakin meningkat mulai dari
P0 (39,20 helai) sampai P2 (39,71 helai) namun kembali turun
pada P3 (39,16 helai).
Persentase Tanaman Berbunga per Plot (%)
Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam persentase tanaman
berbunga per plot tanaman bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan
dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Rataan persentase tanaman berbunga per plot (%) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36
Konsentrasi GA3
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Interaksi antara perlakuan ZPT GA3 dan pemberian pupuk SP 36
berpengaruh nyata terhadap persentase tanaman berbunga per plot. Persentase
tanaman berbunga per plot tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan G3P2
dan G4P3 (24%) sedangkan persentase tanaman berbunga terendah terdapat pada
kombinasi perlakuan G1P3 (2,67 %). Kombinasi perlakuan G3P2 dan G4P3 berbeda
nyata dengan semua perlakuan kecuali dengan kombinasi perlakuan G0P2, G2P0,
G2P2, G3P3, G4P0, dan G4P1.
Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap
Gambar 4. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap persentase tanaman berbunga per plot
Dari gambar di atas terlihat bahwa pemberian pupuk SP 36 pada berbagai
taraf dosis (0, 140, 280, 420 kg/ha SP 36) menghasilkan persentase tanaman
berbunga mengikuti garis kuadratik menaik kemudian menurun akibat
peningkatan konsentrasi GA3. Pada pemberian SP 36 0 kg/ha dan 140 kg/ha
memiliki pola awal yang sama mengalami penurunan, sejalan dengan peningkatan
konsentrasi GA3 menunjukkan peningkatan dengan pola kurva kuadratik. Pada
pemberian SP 36 280 kg/ha dan 420 kg/ha menunjukkan peningkatan, tetapi
seiring dengan dilakukan peningkatan konsentrasi GA3 menunjukkan respon
penurunan.
Jumlah Umbel per Sampel (umbel)
Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam jumlah umbel per sampel
disajikan pada Lampiran 37 - 39. Rataan jumlah umbel per sampel tanaman
bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Rataan jumlah umbel per sampel (umbel) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36
Konsentrasi GA3
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Interaksi antara perlakuan ZPT GA3 dan pemberian pupuk SP 36
berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah umbel per sampel. Jumlah umbel
per sampel terbanyak dihasilkan oleh kombinasi perlakuan G3P2 (75 ppm GA3 dan
280 kg/ha SP 36) yaitu sebanyak 1,27 umbel. Kombinasi perlakuan G1P2, G2P1
dan G3P0 tidak menghasilkan umbel. Kombinasi perlakuan G3P2 berbeda nyata
dengan semua kombinasi perlakuan kecuali dengan kombinasi perlakuan G4P0.
Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap
Gambar 5. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap jumlah umbel per sampel.
Dari gambar di atas terlihat bahwa pemberian pupuk SP 36 pada berbagai
taraf dosis (0, 280, 420 kg/ha) menghasilkan jumlah umbel per sampel yang
mengikuti garis kuadratik menaik kemudian menurun, sedangkan pemberian
pupuk SP 36 140 kg/ha mengikuti garis linear positif akibat peningkatan taraf
konsentrasi GA3.
Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)
Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam jumlah anakan per rumpun
dicantumkan pada Lampiran 32 – 33. Rataan jumlah anakan per rumpun tanaman
bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P)
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan jumlah anakan per rumpun (anakan) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36
Konsentrasi GA3
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Interaksi antara perlakuan ZPT GA3 dengan pemberian pupuk SP 36
berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun. Jumlah anakan per
rumpun terbanyak dihasilkan oleh kombinasi perlakuan G1P2 (8,50 anakan) yang
berbeda nyata dengan semua perlakuan kecuali dengan kombinasi perlakuan
G0P2, G2P3, G3P1 dan G4P1.
Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap
terhadap anakan per rumpun dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 6. Hubungan beberapa konsentrasi GA3 dan dosis pupuk SP 36 terhadap terhadap jumlah anakan per rumpun.
Dari Gambar 6. terlihat bahwa perlakuan ZPT GA3 pada berbagai taraf
konsentrasi (0, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm dan 100 ppm) menghasilkan jumlah
anakan per rumpun yang mengikuti garis kuadratik menaik kemudian menurun.
Pada aplikasi GA3 (0, 25, 75 dan 100pm) menunjukkan peningkatan jumlah
anakan per rumpun, tetapi seiring dengan dilakukan penambahan dosis SP 36
menunjukkan respon penurunan. Sedangkan pada aplikasi GA3 50 ppm memiliki
pola awal yang sama mengalami penurunan, sejalan dengan peningkatan
konsentrasi GA3 menunjukkan peningkatan dengan pola kurva kuadratik.
Bobot Biji per Sampel (g)
Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per sampel
disajikan pada Lampiran 40 - 42. Rataan bobot biji per sampel tanaman bawang
merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 6. Rataan bobot biji per sampel (g) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36
Tabel 6 menunjukkan bahwa kombinasi tertinggi dihasilkan oleh
kombinasi perlakuan G4P3 (100 ppm GA3 dan SP 36 420 kg/ha) yaitu sebanyak
1,05 gram per sampel dan terendah pada kombinasi perlakuan G0P1, G1P2, G2P1,
Bobot Biji per Umbel (g)
Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per umbel
disajikan pada Lampiran 43 - 45. Rataan bobot biji per umbel tanaman bawang
merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 7. Rataan bobot biji per umbel tanaman (g) bawang merah pada beberapa konsentrasi GA3 dan dosis SP 36
Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per plot
disajikan pada Lampiran 46 - 48. Rataan bobot biji per plot tanaman bawang
merah pada beberapa konsentrasi GA3 (G) dan dosis SP 36 (P) dapat dilihat pada
Tabel 8. Rataan bobot biji per plot (g) bawang merah pada beberapa konsentrasi
Tabel 8 menunjukkan bahwa kombinasi tertinggi dihasilkan oleh
kombinasi perlakuan G2P3 (50 ppm GA3 dan SP 36 420 kg/ha) yaitu sebanyak
2,40 gram per plot dan terendah pada kombinasi perlakuan G3P0 (75 ppm GA3 dan
tanpa SP 36) yaitu sebanyak 0,02 gram per plot.
Pembahasan
Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah pada Pemberian Beberapa Konsentrasi ZPT GA3
Pemberian ZPT GA3 pada berbagai taraf konsentrasi berpengaruh tidak
nyata terhadap bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, dan bobot biji per plot.
Peran GA3 yang berfungsi untuk merangsang pembungaan dan memperoleh hasil
biji yang tinggi, namun dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa GA3
berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter bobot biji. Hal ini
kemungkinan dikarenakan taraf perlakuan dengan konsentrasi hingga 100 ppm
yang digunakan masih rendah sehingga belum efisien terhadap kegunaan zat
pengatur tumbuh yang dapat merangsang pembungaan. Hal ini sesuasi dengan
hasil penelitian Sumarni dan Sumiati (2001) yang menyimpulkan bahwa giberelat dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi temperatur rendah untuk
ppm GA3 dan 50 ppm NAA agar lebih efisien dilihat dari penggunaan zat
pengatur tumbuh.
Perlakuan ZPT GA3 berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tanaman,
jumlah daun dan jumlah anakan per rumpun. Hal ini kemungkinan dikarenakan
peran GA3 lebih dominan terhadap inisiasi pembungaan sehingga pada parameter
tersebut perendaman dalam larutan GA3 berpengaruh tidak nyata. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sponsel (1995) yang mengatakan bahwa giberelin dapat
menggantikan kondisi lingkungan spesifik guna mengendalikan pertumbuhan
bunga. Inisiasi pembungaan yang disebabkan oleh giberelin menginduksi
pembungaan pada tanaman hari pendek.
Pada parameter panjang tanaman tampak bahwa hampir di setiap minggu
pengamatan, panjang tanaman kelihatan cenderung semakin meningkat di setiap
peningkatan konsentrasi GA3 per satuan unit mulai dari G0 sampai G3 dan
menurun di G4. Peningkatan tersebut paling terlihat pada 2 MST, 3 MST dan 6
MST sedangkan pada minggu pengamatan lainnya terjadi sedikit perbedaan
peningkatan dan penurunan panjang tanaman pada taraf G2, G3, dan G4.
Sedangkan pada parameter jumlah daun juga tampak bahwa hampir di
setiap minggu pengamatan, jumlah daun kelihatan cenderung semakin meningkat
di setiap peningkatan dosis SP 36 per satuan unit mulai dari P0 sampai P2 dan
menurun di P3. Peningkatan tersebut paling terlihat pada 3, 6, 7 MST sedangkan
pada minggu pengamatan lainnya terjadi sedikit perbedaan peningkatan dan
penurunan jumlah daun pada taraf P1, P2, dan P3. Hal ini kemungkinan
dikarenakan fungsi dari ZPT GA3 untuk mendukung pertambahan sel pada saat
tumbuh sel yang menyebabkan pertumbuhan tanaman semakin meningkat.
Kenudian seiring dengan pertumbuhan tanaman yang semakin dewasa, fungsi dari
auksin pada setiap titik-titik tumbuh semakin berkurang yang menyebabkan
perkembangan sel muda menjadi dewasa tidak secepat dengan fungsi auksin pada
saat sel tanaman masih muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heddy (1989)
yang mengatakan bahwa respon tanaman terhadap giberelin meliputi peningkatan
pembelahan dan pembesaran sel namun berbeda dengan auksin, karena giberelin
lebih efektif pada tanaman utuh. Pada batang muda, hormon meningkatkan
panjang ruas tanpa mempengaruhi jumlah ruas. Giberelin ridak seperti auksin, di
mana ZPT ini mempengaruhi seluruh batang sehingga tidak hanya di belakang
ujung apikal.
Populasi tanaman berbunga yang dihasilkan pada tanaman yang digunakan
dalam penelitian masih tergolong rendah. Hal tersebut terlihat pada rataan
persentase tanaman berbunga per plot yang hanya menghasilkan 12,47 % tanaman
berbunga dari seluruh populasi tanaman. Rendahnya populasi tanaman berbunga
kemungkinan diakibatkan oleh tingginya curah hujan selama masa penelitian
berlangsung yang dilihat pada Lampiran 7. yang memperlihatkan curah hujan
mencapai 143-224 mm/bulan pada bulan April dan Mei di mana umur tanaman
sudah memasuki perkembangan generatif guna memproduksi biji. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sumarni et al (2012) yang mengemukakan bahwa untuk
terjadinya inisiasi pembungaan diperlukan temperatur rendah 9-12 0C dan
fotoperiodesitas panjang >12 jam. Curah hujan yang tinggi >200 mm/bulan juga
Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah pada Pemberian Beberapa Dosis Fosfor
Pemberian pupuk fosfor pada berbagai dosis berpengaruh tidak nyata
terhadap panjang tanaman dan jumlah daun. Hal ini kemungkinan dikarenakan
peran fosfor lebih dominan terhadap pembungaan, pemasakan buah dan biji, dan
peningkatan produksi biji sehingga pada parameter tersebut pupuk SP 36
berpengaruh tidak nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutejo (2002) yang
menyatakan bahwa fungsi P dalam tanaman dapat mempercepat pembungaan dan
pemasakan buah dan biji serta meningkatkan produksi biji. Selain itu, fosfor dapat
mempercepat pertumbuhan pertumbuhan akar semai dan memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa.
Pemberian pupuk fosfor berpengaruh tidak nyata terhadap persentase
tanaman berbunga per plot, bobot biji per sampel, bobot biji per umbel, dan bobot
biji per plot. Hal ini dimungkinkan karena peran unsur hara P berfungsi untuk
mempercepat pertumbuhan bunga dan membantu pembentukan biji sangat
mempengaruhi kualitas biji, namun dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui
bahwa fosfor berpengaruh tidak nyata terhadap persentase tanaman berbunga,
jumlah umbel per sampel dan semua parameter bobot biji.
Pada parameter jumlah daun tampak bahwa hampir di setiap minggu
pengamatan, jumlah daun kelihatan cenderung semakin meningkat di setiap
peningkatan dosis SP 36 per satuan unit mulai dari P0 sampai P2 dan menurun di
P3. Peningkatan tersebut paling terlihat pada 2 MST, 4 MST, 5 MST dan 7 MST
sedangkan pada minggu pengamatan lainnya terjadi sedikit perbedaan
peningkatan dan penurunan jumlah daun pada taraf P1, P2, dan P3. Hal ini
mempercepat pembungaan sehingga terjadi pembentukan bunga pada tanaman
karena tanaman bawang merah yang berbunga dapat menurunkan jumlah daun di
mana adanya proses pertumbuhan tunas bunga. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Sumarni,dkk (2001) yang menyimpulkan bahwa pupuk P yang cukup diperlukan untuk merangsang pembentukan akar, memperepat pembungaan serta
pematangan buah dan biji.
Interaksi antara pemberian beberapa konsentrasi ZPT GA3 dan dosis pupuk
fosfor terhadap produksi bunga dan biji bawang merah
Berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa interaksi pemberian ZPT GA3
pada berbagai taraf konsentrasi dan pupuk SP 36 pada berbagai dosis berpengaruh
nyata terhadap parameter jumlah anakan per rumpun, persentase tanaman
berbunga dan jumlah umbel per sampel.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara
perlakuan ZPT GA3 dan pupuk SP 36 terhadap pembungaan dan produksi biji
bawang merah pada parameter jumlah anakan per rumpun. Pada rataan jumlah
anakan per rumpun dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan G1P2 menunjukkan
angka jumlah anakan terbanyak yaitu 8,50 anakan dan kombinasi perlakuan
terendah terdapat pada perlakuan G0P0 yaitu 5,69 anakan. Hal ini diduga karena
aplikasi GA3 memacu pertumbuhan sel dan berperan dalam pembentukan dinding
sel yang membentuk organ anakan bawang merah semakin banyak. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Salisbury and Ross (1992) yang menyatakan bahwa giberelin bekerja pada dua tingkat yang memacu pertumbuhan sel karena zat itu
meningkatkan hidrolisis pati atau cadangan makanan lainnya menjadi molekul
glukosa dan fruktosa. Gula heksosa tersebut menyediakan energi matahari melalui