JENIS, HARGA KAYU KOMERSIL DAN ANALISIS
EKONOMI
PADA INDUSTRI KAYU SEKUNDER PANGLONG
DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
SKRIPSI
Oleh:
Karim Indra Muda Lubis 071203021
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
JENIS, HARGA KAYU KOMERSIL DAN ANALISIS
EKONOMI
PADA INDUSTRI KAYU SEKUNDER PANGLONG
DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
Karim Indra Muda Lubis 071203021
Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
Judul :iJenis, Harga Kayu Komersil dan Analisis Ekonomi pada qqqqqqqqqqqqqqaIndustri mKayu Sekunder Panglong di Kota Padangsidimpuan Nama : Karim Indra Muda Lubis
NIM : 071203021
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Tito Sucipto, S.Hut, M.Si Irawati Azhar, S.Hut, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui:
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan
ABSTRACT
Karim Indra Muda Lubis.Type,Price and Economical Analysis of Commercial
Wood on Wood Processing Industry at Padangsidimpuan City. Suvervised by Tito
Wood processing of timber forest production creates a range activities for
wood industry. This research aim to describe the existence and development of
wood processing at Padangsidimpuan city. Data obtained through the census
wood processing industry in 6 districts at Padangsidimpuan city and guided
interviews with selected wood processing industry and analyze the feasibility in
UD Daya Mulya. The results of reasearch showed that the wood processing
industry is found 62 in all districts at Padangsidimpuan city. The existences type
of wood that in wood processing dominated by type of “sembarang keras
kampung” wood about 100%, “sembarang keras hutan” 100%, “meranti” 11,3%
and “jenis lain” wood 6,5%. Wood products selling prices between Rp.
60.000-Rp.800.000 per product. Based on the R/C ratio and the BEP of both products in
the UD. Daya mulya viable and economically beneficial to the R/C ratio >1 and
the lowest BEP 49 of the 60 units (door frame products) in UD. Daya Mulya.
Keywords : wood type, wood price, economic analysis, wood industry
ABSTRAK
Karim Indra Muda Lubis. Jenis, Harga Kayu Komersil dan Analisis Ekonomi
pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Padangsidimpuan. Dibimbing
oleh Tito Sucipto, S.Hut. M.Si. dan Irawati Azhar, S.Hut. M.Si.
Pengolahan kayu sebagai produksi hasil hutan kayu menciptakan berbagai
mendeskripsikan keberadaan dan perkembangan industri pengolahan kayu di Kota
Padangsidimpuan, Data diperoleh melalui sensus industri pengolahan kayu di 6
kecamatan di Kota Padangsidimpuan dan melakukan wawancara terbimbing
dengan industri pengolahan kayu yang terpilih serta menganalisis kelayakan usaha
di UD Daya Mulya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri pengolahan
kayu ditemukan 62 di seluruh kecamatan di Kota Padangsidimpuan. Keberadaan
jenis kayu yang diperdagangkan di industri pengolahan kayu didominasi oleh
jenis kayu “sembarang keras kampung” sebesar 100%, kayu “sembarang keras
hutan” sebesar 100%, kayu “meranti” sebesar 11,3% dan kayu “jenis lain” sebesar
6,5%. Produk-produk kayu dengan harga jual antara Rp. 60.000-Rp. 800.000 per
produk. Berdasarkan R/C ratio dan BEP dari kedua produk di UD. Daya Mulya
layak diusahakan dan menguntungkan secara ekonomi dengan R/C ratio >1 dan
BEP terendah yaitu 49 dari 60 unit (kusen pintu) di UD Daya Mulya.
Kata kunci: jenis kayu, harga kayu, analisis ekonomi, Industri kayu
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, Sumatera Utara pada tanggal 13
Februari 1989 dari keluarga Bapak Abdul Malik Azhari Lubis dan Ibu Juliana
Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri No.12 Kota Padangsidimpuan
dan lulus pada tahun 2001 kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1
Padangsidimpuan. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA
Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama perkuliahan penulis tergabung dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Slyva USU. Pada tahun 2009, penulis mengikuti kegiatan Praktik
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Aras Napal dan Pulau Sembilan,
Kabupaten Langkat. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
PERUM Perhutani Unit III, KPH Kuningan, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa
Barat pada bulan Januari-Februari 2011.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan
anugerahNya sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul
“Jenis, Harga Kayu Komersil dan Analisis Ekonomi pada Industri Kayu Sekunder
Panglong di Kota Padangsidimpuan”. Skripsi penelitian ini merupakan syarat
untuk menjadi Sarjana Kehutanan.
Penulis menyampaikan terimakasih banyak kepada dosen pembimbing
yaitu Bapak Tito Sucipto, S. Hut., M. Si. sebagai ketua pembimbing dan Ibu
Irawati Azhar, S. Hut., M. Si. sebagai anggota pembimbing yang telah banyak
Industri panglong merupakan salah satu pendukung pembangunan disuatu
daerah khususnya di Kota Padangsidimpuan. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan keberadaan industri kayu sekunder, jenis kayu yang beredar,
jenis produk yang diperdagangkan dan menganalisis kelayakan panglong
sekunder di Kota Padangsidimpuan. Dalam skripsi penelitian ini ditemukan
sampel usaha 17 panglong dengan intensitas sampling 27% dari jumlah
keseluruhan industri yang menghasilkan produk kayu yang tersebar di 6
Kecamatan di Kota Padangsidimpuan.
Penulis mengharapkan agar skripsi penelitian ini dapat menjadi panduan
belajar dan bacaan yang bermanfaat bagi mahasiswa/i kehutanan secara khusus
dan masyarakat secara umum. Akhir kata penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi
penelitian ini.
Medan, Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT ... i ABSTRAK ... ii RIWAYAT HIDUP
... ii i
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vi
i DAFTAR LAMPIRAN ... vi
ii PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA IndustriKayu ... 4
Industri Primer, Sekunder, Tersier ... 7
ProfilWilayahKotaPadangsidimpuan ... 8
KebutuhanMasyarakatTerhadapKayu ... 9
Kayu sebagai Bahan Konstruksi
10
Harga Mempengaruhi Kebutuhan Masyarakat Terhadap Kayu 11
Mutu dan Kualitas Kayu 11
Jumlah Penduduk Terhadap Kebutuhan Masyarakat Terhadap Kayu 12
Jenis Kayu yang Diperdagangkan di Indonesia 12
Keawetan dan Kekuatan Kayu 14
Analisis Ekonomi
16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian 19
Bahan dan Alat 19
Metode Analisis Ekonomi
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Industri Panglong di Kota Padangsidimpuan 23
Bentuk Badan Usaha Industri Panglong di Kota Padangsidimpuan 28
Tenaga Kerja 29
Prospek Industri Panglong di Kota Padangsidimpuan 30
Jenis dan Harga Kayu yang Diperdagangkan di Kota Padangsidimpuan 32
Tingkat Harga 34
Penyediaan Jenis Kayu Komersil di Panglong 35
Jenis Produk Olahan Kayu yang Diperdagangkan 36
Konsumsi dan Pasokan Kayu di Kota Padangsidimpuan 43
Analisis Ekonomi 45
Produk 46
Analisis Biaya dan Pendapatan 46
Analisis R/C Ratio 50
Analisis BEP
51
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 54
Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Alir Pengambilan Data
... 2
0
2. Industri Kayu Panglong di UD. Batang Ayumi
... 2
9
3. Diagram Prospek Menjual Kayu
... 3
4. Produk Papan yang Diperdagangkan di UD. Pandasoran
... 3
7
5. Produk Broti yang Diperdagangkan di UD. Mandiri Lestari
... 3
8
6. Produk Kusen yang Diperdagangkan di UD. Duya Mulya
... 3
9
7. Produk Pintu yang Diperdagangkan di UD. Parlagutan
... 4
0
8. Produk Jendela yang Diperdagangkan di UD. Parlagutan
... 4
1
9. Produk Triplek yang Diperdagangkan di UD. Diana Sari
... 4
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Rekapitulasi Jumlah IUPHHK Kapasitas Izin 6000m3 Pengolahan Kayu di
Provinsi Sumatera Utara ... 5
2. Kapasitas Produksi Kayu di Atas 6000m3 di Provinsi Sumatera Utara ... 5
3. Jumlah Tenaga Kerja Industri Pengolahan Kayu di Provinsi Sumatera Utara ... 6
4. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Padangsidimpuan ... 9
5. Kelas Kuat Kayu Menurut Berat Jenis Kayu (BJ) ... 15 6. Tingkat Kelas Keawetan Kayu ... 1
5 7. Tally Sheet untuk Jenis Kayu yang Diperdagangkan di Setiap Kecamatan ... 1
9 8. Industri Panglong di 6 Kecamatan di Kota Padangsidimpuan ... 2
9. Industri Panglong yang Mewakili Tiap Kecamatan
... 2
4
10. Keberadaan Industri Panglong di Kota Padangsidimpuan Berdasarkan Lama Beroperasi
... 2 7
11. Kuantitas Tenaga Kerja yang Digunakan di Panglong
... 2
9
12.iDaftaraJenisadanaHargaaRata-RataaKayuaKomersiladiaPanglongaKota Padangsidimpuan
... 3 4
13. Persentase Industri Panglong yang Menjual Jenis Kayu
... 3
5
14.iDaftar Jenis dan Harga Produk Kayu Olahan yang Diperdagangkan diPanglong Kota Padangsidimpuan
... 4
3
15. Harga Produk dan Volume Produksi di UD. Daya Mulya pada Bulan
oooDesember 2012
... 4
6
16. Penyusutan Peralatan Produksi di UD. Daya Mulya pada Bulan
oooDesember 2012
... 4
17. Biaya Pengolahan Kayu Produk Kusen Pintu pada Bulan Desember 2012
... 4
8
Halaman
18. Biaya Pengolahan Kayu Produk Kusen Jendela pada Bulan Desember ooo2012
... 4
9
19. Biaya Produksi Produk di UD. Daya Mulya pada Bulan Desember 2012
... 5
0
20. Nilai R/C Produk di UD. Daya Mulya pada Bulan Desember 2012
... 5
1
21. Nilai BEP Produk di UD. Daya Mulya pada Bulan Desember 2012
... 5
LAMPIRAN
1. Daftar Jenis Kayu yang Diperdagangkan di Kota Padangsidimpuan
2. Daftar Jenis Produk yang Diperdagangkan di Kota Padangsidimpuan
3. Perhitungan persentase industri panglong yang menjual jenis kayu
4. Perhitungan Biaya Produksi
5. Lembar Kuisioner
Judul :iJenis, Harga Kayu Komersil dan Analisis Ekonomi pada qqqqqqqqqqqqqqaIndustri mKayu Sekunder Panglong di Kota Padangsidimpuan Nama : Karim Indra Muda Lubis
NIM : 071203021
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Tito Sucipto, S.Hut, M.Si Irawati Azhar, S.Hut, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui:
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan
ABSTRACT
Karim Indra Muda Lubis.Type,Price and Economical Analysis of Commercial
Wood on Wood Processing Industry at Padangsidimpuan City. Suvervised by Tito
Wood processing of timber forest production creates a range activities for
wood industry. This research aim to describe the existence and development of
wood processing at Padangsidimpuan city. Data obtained through the census
wood processing industry in 6 districts at Padangsidimpuan city and guided
interviews with selected wood processing industry and analyze the feasibility in
UD Daya Mulya. The results of reasearch showed that the wood processing
industry is found 62 in all districts at Padangsidimpuan city. The existences type
of wood that in wood processing dominated by type of “sembarang keras
kampung” wood about 100%, “sembarang keras hutan” 100%, “meranti” 11,3%
and “jenis lain” wood 6,5%. Wood products selling prices between Rp.
60.000-Rp.800.000 per product. Based on the R/C ratio and the BEP of both products in
the UD. Daya mulya viable and economically beneficial to the R/C ratio >1 and
the lowest BEP 49 of the 60 units (door frame products) in UD. Daya Mulya.
Keywords : wood type, wood price, economic analysis, wood industry
ABSTRAK
Karim Indra Muda Lubis. Jenis, Harga Kayu Komersil dan Analisis Ekonomi
pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Padangsidimpuan. Dibimbing
oleh Tito Sucipto, S.Hut. M.Si. dan Irawati Azhar, S.Hut. M.Si.
Pengolahan kayu sebagai produksi hasil hutan kayu menciptakan berbagai
mendeskripsikan keberadaan dan perkembangan industri pengolahan kayu di Kota
Padangsidimpuan, Data diperoleh melalui sensus industri pengolahan kayu di 6
kecamatan di Kota Padangsidimpuan dan melakukan wawancara terbimbing
dengan industri pengolahan kayu yang terpilih serta menganalisis kelayakan usaha
di UD Daya Mulya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri pengolahan
kayu ditemukan 62 di seluruh kecamatan di Kota Padangsidimpuan. Keberadaan
jenis kayu yang diperdagangkan di industri pengolahan kayu didominasi oleh
jenis kayu “sembarang keras kampung” sebesar 100%, kayu “sembarang keras
hutan” sebesar 100%, kayu “meranti” sebesar 11,3% dan kayu “jenis lain” sebesar
6,5%. Produk-produk kayu dengan harga jual antara Rp. 60.000-Rp. 800.000 per
produk. Berdasarkan R/C ratio dan BEP dari kedua produk di UD. Daya Mulya
layak diusahakan dan menguntungkan secara ekonomi dengan R/C ratio >1 dan
BEP terendah yaitu 49 dari 60 unit (kusen pintu) di UD Daya Mulya.
Kata kunci: jenis kayu, harga kayu, analisis ekonomi, Industri kayu
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, Sumatera Utara pada tanggal 13
Februari 1989 dari keluarga Bapak Abdul Malik Azhari Lubis dan Ibu Juliana
Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri No.12 Kota Padangsidimpuan
dan lulus pada tahun 2001 kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1
Padangsidimpuan. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan adalah sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan di
pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hutan yang dikuasai
oleh negara adalah hutan alam atau hutan hasil budidaya (tanaman) yang berada di
dalam kawasan hutan negara. Prinsip legalitas hasil hutan yang barasal dari hutan
negara adalah bahwa suatu komoditas hasil hutan dapat secara bebas
diperdagangkan atau dimanfaatkan setelah melalui suatu proses verifikasi secara
utuh dan dinyatakan memenuhi ketentuan legalitas pemenuhan kewajiban kepada
negara dan legalitas pengangkutan hasil hutan khususnya kayu (Kemenhut, 2012).
Kayu masih sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari baik
digunakan untuk konstruksi bangunan, peralatan rumah tangga dan lain
sebagainya dibandingkan dengan baja, besi dan logam lainnya. Menurut Dinata
(2011) salah satu kebutuhan kayu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
adalah untuk dijadikan sebagai bahan konstruksi bangunan. Beberapa faktor yang
menjadikan kayu sebagai bahan konstruksi antara lain adalah mudah untuk
dikerjakan, lebih murah, cukup awet, mudah disambung dan memiliki nilai
keindahan.
Padangsidimpuan sebagai salah satu kota berkembang di Sumatera Utara
memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Kegiatan ekonomi daerah yang
mulai berkembang tidak lepas dari perusahaan-perusahaan kayu yang ada di Kota
Padangsidimpuan. Banyak perusahaan-perusahaan kayu yang muncul dan
Kayu digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kayu tersebut banyak
digunakan sebagai bahan bangunan yang digunakan untuk kegiatan ekonomi yang
semakin meningkat sehingga permintaan kayu juga semakin meningkat. Akan
tetapi masih banyak masyarakat ataupun pengguna kayu belum mengetahui jenis
dan harga kayu di pasaran khususnya di Kota Padangsidimpuan.
Sedikitnya informasi tentang harga dan jenis kayu komersil yang beredar
di Kota Padangsidimpuan membuat masyarakat kurang mengetahui dalam
memilih dan menilai harga kayu dari berbagai jenis yang banyak diperdagangkan.
Panglong sebagai salah satu industri sekunder yang menyediakan bahan kayu
untuk masyarakat. Menjual berbagai jenis kayu pada tingkat yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan guna memastikan jenis dan harga kayu yang banyak
diperdagangkan di Kota Padangsidimpuan.
Tujuan
1. Mendeskripsikan keberadaan industri kayu sekunder di Kota
Padangsidimpuan.
2. Mendeskripsikan jenis kayu yang beredar di industri kayu sekunder
panglong sebagai toko penyedia kayu yang berada di Kota
Padangsidimpuan.
3. Mendeskripsikan jenis produk kayu yang diperdagangkan di Kota
Padangsidimpuan.
4. Menganalisis kelayakan usaha panglong sekunder di Kota
Manfaat Penelitian
Menyajikan data sebagai sumber informasi tentang jenis kayu komersil
dan harga kayu yang diperdagangkan oleh panglong di 6 kecamatan Kota
TINJAUAN PUSTAKA
Industri Kayu
Industri kayu merupakan badan usaha yang mengelola kayu dan
menghasilkan suatu produk kayu sebagai objek dari seluruh rangkaian proses
produksi. Kayu merupakan salah satu produk alam selain minyak mentah, ikan,
biji besi, dan lain-lain sehingga dapat dikatakan sebagai produk alam yang sangat
terbatas pasokannya. Menurut Dumanaw (1999), kayu didefenisikan sebagai suatu
bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan sebagai bagian
dari suatu pohon. Dalam hal pengelolaannya lebih lanjut perlu diperhitungkan
secara cermat bagian-bagian kayu manakah yang dapat lebih banyak
dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Menurut Risnasari (2001) industri pengolahan kayu di Sumatera Utara
mencakup industri kayu gergajian (sawmill), kayu lapis (plywood) dan pulp.
Industri sawmill, plywood dan pulp merupakan industri kayu hulu.
Industri-industri tersebut tidak hanya mengolah produk-produk yang siap dipasarkan,
tetapi juga mengolah kayu bulat menjadi produk yang dibutuhkan sebagai bahan
baku bagi industri-industri hilir seperti moulding dan meubel. Industri hilir ini
mengolah bahan baku tersebut menjadi barang jadi. Hasil terbaru mengenai
industri perkayuan menurut buku Statistik Kehutanan (2012) Rekapitulasi
IUPHHK kapasitas izin 6000m3 tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara disajikan
Tabel 1. Rekapitulasi jumlah IUPHHK kapasitas izin 6000m3 pengolahan kayu di Provinsi Sumatera Utara
No .
Jenis industri Jumlah unit usaha (buah) tahun 2011
1. Kayu lapis 0
2. Kayu gergajian 18
3. Veener 0
4. Wood chips 0
5. Laminated veener lumber 0
6. Wood pellet 0
7. Kayu lapis + Kayu
gergajian
3
8. Kayu gergajian + Veener 2
Jumlah 23
Sumber : Buku Statistik Kehutanan (2012)
Sedangkan kapasitas produksi hasil hutan berdasarkan sumber produksi
kapasitas dia atas 6000m3 tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kapasitas produksi kayu di atas 6000m3 di Provinsi Sumatera Utara No
.
Jenis industri Kapasitas produksi (m3) tahun 2011
1. Kayu lapis (termasuk LVL)
60.427,34
2. Kayugergajian 110.828,00
3. Veener 2.653,00
4. Woodchips 0
5. Pulp 185.404,00
6. Kayu bulat 1.257.997,00
Jumlah 1.617.309,34
Sumber : Buku Statistik Kehutanan(2012)
Menurut Buku Statistik Kehutanan (2012) industri kayu gergajian
memiliki kapasitas produksi lebih banyak 110.828,00 dari industri kayu lapis
60.427,34 sedangkan menurut penelitian Risnasari (2001) pada tahun 1998
kapasitas produksi kayu gergajian lebih sedikit 666.800,00 daripada industri kayu
lapis 832.473,00. Hal ini disebabkan pada tahun 1998 adannya kebijakan
Industri pengolahan kayu di Provinsi Sumatera Utara tidak lepas dari
tenaga kerja yang dibutuhkan setiap perusahaan. Menurut Buku Statistik
Kehutanan (2012) tenaga kerja dibagi berdasarkan status kerja tenaga kerja
(harian, bulanan dan borongan). seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. jumlah tenaga kerja industri pengolahan kayu di Provinsi Sumatera Utara No
.
Status tenaga kerja Jumlah tenaga kerja (orang)
1. Bulanan 347
2. Harian 257
3. Borongan 0
Jumlah 604
Sumber : Buku Statistik Kehutanan (2012)
Industri pengolahan kayu yang membutuhkan pasokan kayu bulat adalah
industri yang langsung mengolah kayu (industri pengoalahan kayu hulu) seperti
kayu industri penggergajian, pulp dan kayu lapis. Sedangkan industri pengolahan
kayu hilir seperti moulding dan meubel (furniture) mengolah bahan baku yang
berasal dari industri kayu gergajian. Dengan demikian berkembangnya industri
hilir sangat ditentukan oleh industri kayu hulu sebagai pemasok bahan baku. Jenis
kayu yang banyak digunakan adalah kayu meranti, pinus, dan karet (Risnasari,
2001).
Panglong menurut Alwi (2008) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi ketiga memiliki definisi : perusahaan kayu yang diusahakan orang cina dan
kilang kayu (tempat penggergajian kayu). Panglong merupakan salah satu industri
pengolahan kayu yang termasuk dalam industri sekunder.
Jual beli kayu yang terus meningkat member peluang untuk pengusaha
dalam menciptakan badan usaha yang berbeda-beda sehingga mampu
menghasilkan keuntungan ekonomi bagi pendapatan daerah maupun pendapatan
Indonesia terdiri dari perusahaan perorangan, firma (FA), perseroan komanditer/
commanditer vennotschap (CV), perseroan terbatas (PT), badan usaha milik
Negara (BUMN) dan koperasi.
Dephutbun Provinsi Sumatera Utara dan Lembaga Pengabdian pada
Masyarakat USU (2000), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor-faktor yang
berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya suatu jenis industri adalah :
1. Faktor pendorong, yaitu faktor yang mampu merangsang dilakukannya
kegiatan industri oleh pihak–pihak tertentu (investor) sehubungan dengan
tersedianya sarana dan prasarana yang memungkinkan kegiatan tersebut
secara normal. Faktor-faktor tersebut antara lain: sumber bahan baku yang
terjamin, teknologi yang tersedia, tenaga kerja dan iklim berusaha yang
menunjang
2. Faktor-faktor yang mampu memacu pertumbuhan industri tersebut untuk
berkembang terus di masa yang akan datang, yaitu permintaan pasar dan
nilai tambah.
Industri Primer, Sekunder dan Tersier
Menurut Suryana (2012) berdasarkan sifat bahan mentah dan sifat
produksinya, industri dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Industri primer adalah industri yang langsung mengolah bahan mentah
hasil sektor primer, baik dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan,
perikanan, maupun pertambangan, tanpa perlu adanya pengolahan lebih
lanjut. Contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan,
2. Industri sekunder adalah industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil
industri lain (industri primer), bahan bakunya adalah barang setengah jadi
atau barang jadi yang diproduksi industri lain.
3. Industri tersier adalah industri yang hasilnya berupa layanan jasa yang
dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Contohnya
seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, pariwisata, dan
sebagainya.
Berdasarkan klasifikasi diatas industri panglong termasuk kedalam
industri sekunder. Panglong termasuk industri sekunder yang biasanya
memproduksi kayu gergajian hingga produk-produk yang terbuat dari kayu.
Industri sekunder ini dapat berada jauh dari sumber bahan baku. Misalnya saja
terdapat di perkotaan dan kayu gergajian yang biasa ditemui dan dikonsumsi
masyarakat misalnya dalam bentuk kaso, reng, papan, broti dan lain–lain. Industri
primer cenderung jauh dari perkotaan dan dekat dengan bahan baku. Hasil dari
industri primer berupa log kayu yang akan diolah untuk produk lanjutan (Suryana,
2012).
Profil Wilayah Kota Padangsidimpuan
Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu kotamadya di Provinsi
Sumatera Utara. Memiliki penduduk 191.531 jiwa dengan areal seluas 146,86 km2
yang secara administratif dibagi atas 6 Kecamatan, seperti disajikan pada tabel 4.
Padangsidimpuan secara geografis terletak 1º08’-1º28’ Lintang Utara
99º13’-99º20’ Bujur Timur. Batas wilayah Kota Padangsidimpuan adalah sebelah
utara, berbatasan dengan Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli
Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan. Sebelah barat,
berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Angkola,
Kabupaten Tapanuli Selatan. Sebelah timur, berbatasan dengan Kecamatan
Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan (BPS Padangsidimpuan, 2010).
Tabel 4. Luas wilayah kecamatan di Kota Padangsidimpuan
No. Kecamatan Luas (km2)
1. Padangsidimpuan Angkola Julu 28,18
2. Padangsidimpuan Batunadua 37,74
3. Padangsidimpuan Hutaimbaru 22,34
4. Padangsidimpuan Selatan 15,81
5. Padangsidimpuan Tenggara 27,69
6. Padangsidimpuan Utara 14,09
Total 146,86
Sumber BPS Kota Padangsidimpuan (2010)
Kebutuhan Masyarakat Terhadap Kayu
Produk dapat didefenisikan sebagai : Suatu sifat yang kompleks baik dapat
diraba maupun tidak dapat diraba, bungkus, warna, harga, nama perusahaan, jasa
perusahaan, yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan atau
kebutuhannya. Barang industri merupakan barang yang memiliki sifat yang
berbeda dengan barang konsumsi. Barang industri dibutuhkan dan dibeli oleh
konsumen tidak untuk konsumsi sendiri, akan tetapi barang tersebut dibeli untuk
dipergunakannya sebagai alat usaha atau alat berproduksi lagi ataupun dijual
kembali dalam menjalankan usaha bisnisnya, baik bisnis yang
mempertimbangkan untung rugi atau pertimbangan biaya (Indriyo, 2001).
Penggunaan kayu dalam kehidupan manusia telah ada sejak dahulu, fungsi
kayu sangat beragam dan digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga kayu masih dikonsumsi hingga saat ini. Kayu merupakan
komponen terpenting dalam pembangunan perumahan dan bangunan gedung
seperti perumahan atau struktur bangunan komersil berbahan dasar kayu (Sitorus,
2009).
Kayu sebagai Bahan Konstruksi
Menurut Wirjomartono (1977) dalam Sitorus (2009) bahan konstruksi
adalah bahan yang dipergunakan untuk mendukung beban dalam arti memerlukan
analisis perhitungan yang cukup cermat dan untuk kayu mencakup bahan-bahan
untuk kuda-kuda, jembatan, tiang pancang dan sebagainya. Sebagai bahan
konstruksi bangunan, kayu sudah dikenal dan banyak dipakai sebelum orang
memakai beton dan baja. Kayu tersebut harus memenuhi syarat:
1. Mampu menahan bermacam-macam beban yang bekerja dengan aman
dalam jangka waktu yang direncanakan.
2. Mempunyai ketahanan dan keawetan yang memadai.
3. Serta mempunyai ukuran penampang dan panjang yang sesuai dengan
pemakaianya dalam konstruksi.
Wirjomartono (1977) dalam Sitorus (2009) menunjukkan bahwa
penggunaan kuda-kuda kayu dapat menghemat biaya sekitar 10-50%
dibandingkan dengan menggunakan baja. Jika membicarakan tentang kayu
sebagai struktur bangunan, maka yang harus diperhatikan antara lain adalah
kekuatan dan keawetan kayu. Karena tujuan umum para pemilik bangunan
maupun perencanaan adalah membangun/ mempunyai gedung yang aman dan
kuat konstruksinya, biaya konstruksinya murah, umur bangunan cukup lama serta
biaya pemeliharaannya ringan.
Menurut Indriyo (2001) jumlah permintaan akan sangat tergantung dari
tinggi rendahnya harga pasar yang berlaku. Apabila harga yang berlaku itu rendah
maka tentu saja jumlah yang diminta masyarakat akan lebih banyak. Karena
dengan harga yang lebih rendah tentulah akan lebih banyak orang yang dapat
menjangkau harga tersebut.
Menurut Fuat et. al., (2005) harga adalah sejumlah kompensasi (uang atau
barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi
barang dan jasa. Bagi masyarakat harga masih menduduki tempat teratas dalam
keputusan untuk membeli suatu barang dan jasa.
Mutu dan Kualitas Kayu
Mutu dan kualitas kayu perlu diperhatikan juga sebelum membeli dan
menggunakan kayu untuk berbagai keperluan. Menurut Wirjomantoro (1977)
dalam Sitorus (2008) mutu atau kualitas kayu secara umum dapat didefenisikan
sebagai suatu ukuran ciri-ciri yang mempengaruhi sifat produk-produk yang
dibuat dari kayu tersebut. Defenisi kualitas yang lebih tepat mungkin sukar
dipahami karena sifat penting kayu yang digunakan untuk suatu produk sering
berbeda dengan sifat penting untuk produk lain.
Menurut Wirjomantoro (1977) dalam Sitorus (2008) mutu dari suatu jenis
kayu ditentukan oleh sifat fisiknya seperti warna, tekstur, serat, kesan raba, bau,
nilai dekoratif dan sifat-sifat pengerjaan, seperti sifat pengetaman, pembubutan,
pemboran dan pengampelasan. Dalam satu hal, kualitas mungkin ditentukan dari
kerapatan, kenampakan, cacat kayu yang terkandung seperti mata kayu, serat
Kebutuhan masyarakat akan kayu di Indonesia menurut data statistik
dalam satu tahun tercatat tidak kurang dari 2 juta m3 kayu gergajian yang
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan dan
pemukiman. Pada kenyataanya, jumlah kayu gergajian yang diperlukan jauh dari
atas angka tersebut karena banyak sekali kayu-kayu yang digunakan sebagai
bahan konstruksi bangunan yang dihasilkan dari industri kecil rakyat yang tidak
tercatat (Greenomics, 2004).
Jumlah Penduduk Terhadap Kebutuhan Masyarakat Terhadap Kayu
Jumlah penduduk serta banyaknya pembangunan membuat konsumsi kayu
semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari pemasaran produk kayu
olahan yang berupa kayu gergajian di wilayah provinsi Sumatera Utara. volume
yang dipasarkannya mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (Dephutbun dan
LPPM USU, 2000).
Jenis Kayu yang Diperdagangkan di Indonesia
Beberapa jenis kayu yang sering dipakai di industri-industri penggergajian
dan pengerjaan kayu adalah damar (Agathis alba), meranti merah (Shorea
leprosula) dan durian (Durio zibethinus). Sifat pemesinan kayu yang baik dan
mudah diolah serta kualitas hasil pengolahan yang baik adalah alasan banyak
pengusaha indutri dan masyarakat gemar memakai jenis kayu ini. Sebagaimana
diketahui bahan ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi kuantitas
maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi jenis-jenis kayu
tertentu seperti kapur, kempas, jati, merbau, ulin yang termasuk jenis-jenis kayu
Menurut Benny (1992), dalam perdagangan kayu umumnya mempunyai
ukuran-ukuran tertentu yang biasanya banyak dipakai untuk bangunan rumah.
Masing-masing bentuk dan ukuran dikenal dengan nama-nama sebagai berikut :
1. Balok : mempunyai ukuran tinggi lebih besar dari lebarnya, biasanya
terbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar, misalnya (cm) 6 x
12, 6 x 15, 8 x 12, 8 x 14, 10 x 10, 12 x 12.
2. Papan : berupa lembaran tipis yang lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya
misalnya (cm) 2 x 20, 3 x 20, 3 x 35.
3. Ram : yaitu papan untuk membuat rangka daun pintu dengan ukuran (cm)
3 x 10, 3 x 12.
4. Kaso/usuk : yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) 4 x 6, 5 x 7.
5. Reng : yaitu kecil dengan ukuran (cm) 2 x 3.
6. Plepet : kayu kecil dengan ukuran (cm) 1 x 3, 1 x 5, biasanya untuk klem
kaca pada kusen jendela atau lis penutup sambungan langit-langit/ plafoon.
Panjang dari ukuran di atas sudah tertentu, yang banyak dijumpai adalah 1 sampai
3 meter, 3 sampai 4 meter sudah jarang, lebih dari 4 meter sudah sulit dicari dan
seandainya ada biasanya harganya mahal.
Menurut Benny (1992) berbagai jenis kayu yang banyak dipakai sebagai
bahan bangunan, diantaranya:
1. Kayu jati: cocok untuk pintu dan jendela, mebel, konstruksi berat terutama
yang tidak terlindungi.
2. Kayu kalimantan: jenisnya: kamper, kruing, bangkirai, meranti, laban dan
sebagainya. Cocok untuk segala macam konstruksi bangunan terutama
3. Kayu glugur (kelapa): masih banyak dipakai untuk membuat kuda-kuda
rumah, terutama pohonnya yang sudah benar-benar tua.
4. Kayu nangka, sawo, mahoni, rasamala: masih banyak digunakan
rumah-rumah di desa.
Menurut Martawijaya, et. al., (1995) ada 30 jenis kayu perdagangan
diantaranya agathis (Agathis spp.), balam (Shorea spp., dan Hopea spp.),
bangkirai (Shorea leavis Ridi), bintangur (Calophylium spp.), durian (Durio spp.)
eboni (Diospyros celebica), gerunggang (Cratoxylon arbosences BI), jati (Tectona
grandis L.F.), jelutung (Dyera spp.), kapur (Dryobalanops spp.), kruing
(Dipterogarpus spp.), mahoni (Swietenia spp.), matoa (Bonietia spp.), medang
(semua family Lauraceae kecuali genus Eusideroxylon), mentibu (Dactylocdalus
stenotachys Oliv), meranti kuning (Shorea spp.), meranti putih (Shorea spp.),
merawan (Hopea spp.), mersawa (Anisoptera spp.), nyantoh (Ganua sp.,
Plaquium spp.), pulai (Alstonis spp.), ramin (Gonystylus spp.), rengas (Gluta
spp.), resak (Vatica spp.), sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), sonokembang
(Ptrecarpus indicus Willd), sungkai (Peronenomons canescens Jack).
Keawetan dan Kekuatan Kayu
Kelas kuat kayu di Indonesia dibagi ke dalam 5 kelas (seperti disajikan
pada Tabel 5) yang diterapkan menurut berat jenisnya. Berat jenis dalam hal ini
adalah perbandingan berat dan volume kayu dalam keadaan kering udara dengan
Tabel 5. Kelas kuat kayu menurut berat jenis kayu (BJ)
Kelas awet Berat jenis Contoh kayu
I 2 – 0,90 bangkirai (Shorea leavis), eboni (Dyospiros celebica), merbau (Intsia spp.) ulin (Euderoxylon zwagerii), dll
II 0,90 – 0,60 rengas (Gluta rengas), meranti (Shorea spp.), dll III 0,60 – 0,40 durian (Durio zibethinus), ramin (Gonystilus
bancanus)
IV 0,40 – 0,30 kemiri (Aleuyitus mollucana), perupuk (Lophopetahan spp.)
V ≤ 0,30 pulai (Alstonia scholaris) Sumber : Martawijaya, at. al., (1995)
Tingkat Keawetan
Pemakaian kayu tidak lepas dari kualitas kayu dalam hal ini kekuatan dan
keawetanya yaitu kelas kuat dan kelas awet kayu. Wiryamartono (1976) dalam
Sitorus (2009) menyebutkan bahwa yang menentukan tingkat keawetan kayu
adalah daya tahan kayu terhadap pengaruh perusakan oleh rayap-rayap, serangga
dan binatang-binatang kecil lainnya. Kelas awet kayu dibagi kedalam 5 kelas
seperti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat kelas keawetan kayu Tingkat kelas A
(Tectona grandis L.F.)
II 5 15 Tak
terbatas
Bangkirai (Shorea leavis Ridi)
III 3 10 Lama kruing
(Dipterogarpus spp.)
IV Singkat
A. : Kayu ditempatkan di tanah lembab
B. :aKayu ditempatkan ditempat yang tidak terlindungi tetapi dicegah cimasuk air ke dalam
Tingkat Pemakaian
Menurut Martawijaya, at. al., (1995) tingkat pemakaian sesuatu kayu
menyatakan kecakapan kayu untuk suatu macam konstruksi. Dalam menentukan
tingkat pemakaian tidak dipandang soal mengerjakan kayu serta mudah atau
sukarnya pengolahan kayu itu. Kayu yang digunakan adalah kayu biasa atau
dalam keadaan tidak diawetkan. Ada 5 macam tingkat pemakaian kayu yaitu :
1. Tingkat I dan II untuk keperluan konstruksi-konstruksi berat tidak
terlindung dan terkena tanah lembab. Tingkat I diantanya adalah kayu jati,
merbau, bangkirai. Tingkat II diantanya adalah merawan, rasamala dan
sebagainya.
2. Tingkat III untuk keperluan konstruksi-konstruksi berat terlindung
diantaranya adalah kruing, kamper, meranti.
3. Tingkat IV untuk keperluan konstruksi-konstruksi ringan yang terlindung
yang termsuk dalam tingkat ini adalah suren, jerujing dan lain-lain.
4. Tingkat V untuk keperluan pekerjaan sementara.
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi adalah proses kekuatan dan kelemahan suatu ekonomi
dianalisis. Analisis ekonomi adalah penting untuk memahami kondisi ekonomi
yang tepat (Alam et. al., 2009).
Menurut Aziz (2003) untuk mengetahui tingkat kelayakan dari berbagai
produk hal yang dilakukan adalah menganalisis biaya dan pendapatan. Setelah
mengetahui biaya dan pendapatan dilanjutkan dengan pemakaian metode R/C
a. Analisis biaya dan pendapatan
Dalam analisis biaya dan pendapatan dilakukan perhitungan biaya
produksi total (biaya tetap total dan biaya variabel total). Setelah mengetahui
biaya produksi dihitung penerimaan dan keuntungan.
Menurut Aziz (2003) rumus perhitungan biaya produksi, penerimaan dan
keuntungan adalah sebagai berikut:
a. Biaya produksi: TC = TFC + TVC
Penerimaan: TR = P.Q
Keuntungan = TR – TC
Keterangan:
TC = total cost (biaya total)
TFC = total fixed cost (biaya tetap total )
TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total) TR = total revenue (penerimaan total)
P = price per unit (harga jual per unit) Q = quantity (jumlah produksi)
b. Revenue Cost Ratio (R/C)
Metode R/C merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) untuk menghitung R/C dapat dirumuskan
sebagai berikut.
RC = TC TR
Keterangan:
TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total)
Kriteria penilaian R/C:
R/C < 1 = produk tidak layak secara ekonomi
c. Pendekatan Break Event Point (BEP)
Analisis break event point adalah suatu analisis yang bertujuan untuk
menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama
dengan pendapatan. Menurut Aziz (2003) perhitungan BEP (konsep titik impas)
dapat dilakukan dengan dua rumus yaitu:
BEP Biaya Produksi =
roduk P rga Ha
Total Biaya
BEP Harga Produksi =
roduksi P
Total
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di industri kayu sekunder panglong yang tersebar
pada 6 kecamatan di Kota Padangsidimpuan. Waktu penelitian ini dilaksanakan
pada bulan September 2012 sampai Januari 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah seluruh jenis kayu yang ada di panglong
terpilih Kota Padangsidimpuan dan kuisioner. Alat yang digunakan dalam
pelaksanaan penelitian ini adalah alat tulis, data form, kamera, kalkulator.
Pengambilan Data
1. Pengambilan data industri kayu sekunder panglong yang ada di Kota
Padangsidimpuan dilaksanakan melalui sensus di setiap kecamatan yang ada
di Kota Padangsidimpuan. Data ini meliputi: nama industri, jenis kayu yang
diperdagangkan, produk (sortimen) dan alamat seperti disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Tally Sheet untuk Jenis kayu yang diperdagangkan di setiap Kecamatan.
No.
Nama industri
Jenis kayu Produk Alamat Keterangan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
2. Dari hasil sensus dipilih industri kayu sekunder di Kota Padangsidimpuan,
dipilih industri kayu yang lebih besar jumlah pekerjannya untuk mewakili
setiap kecamatan dengan intensitas 27% dari jumlah keseluruhan industri.
acak sederhana adalah sebuah metode untuk memilih sampel unit dari
populasi sehingga setiap elemen dari populasi yang berbeda mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih.
3. Selanjutnya perusahaan–perusahaan yang telah terpilih dikunjungi untuk
dimintai ketersediaanya untuk wawancara terbimbing.
4. Mengisi bahan kusioner (lampiran 4) oleh peneliti dengan metode wawancara
terbimbing.
5. Hasilnya ditabulasikan dan dideskripsikan dengan bagan alir penelitian seperti
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan alir pengambilan data Sensus panglong di 6
kecamatan
Penentuan jumlah sampel (industri kayu sekunder panglong) yang mewakili dengan
intensitas 27% dari seluruh populasi.
Industri kayu sekunder yang bersedia diwawancara
terbimbing
Mengisi kusioner dengan metode terbimbing
Analisis Data
Dideskripsikan Ditabulasikan
Metode Analisis Ekonomi
1. Pengambilan data untuk analisis ekonomi diperoleh secara langsung melalui
wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan
(kuisioner) yang dibuat terlebih dahulu. Data meliputi: investasi modal awal
(mesin, peralatan, sewa bangunan), biaya pembelian bahan baku, biaya tenaga
kerja, biaya produksi, biaya perawatan, biaya terbuang, biaya penjualan, biaya
overhead (biaya lain-lain), pendapatan, dan keuntungan.
2. Selanjutnya data dianalisis dengan 3 cara sebagai berikut :
a. Biaya produksi: TC = TFC + TVC
Penerimaan: TR = P.Q
Keuntungan = TR – TC
Keterangan:
TC = total cost (biaya total)
TFC = total fixed cost (biaya tetap total )
TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total) TR = total revenue (penerimaan total)
P = price per unit (harga jual per unit) Q = quantity (jumlah produksi)
b. Revenue Cost Ratio (R/C)
Metode R/C merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) untuk menghitung R/C dapat
dirumuskan sebagai berikut.
RC = TC TR
Keterangan:
Kriteria penilaian R/C:
R/C < 1 = produk tidak layak secara ekonomi
R/C > 1 = produk layak secara ekonomi
c. Pendekatan Break Event Point (BEP)
Analisis break event point adalah suatu analisis yang bertujuan untuk
menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama
dengan pendapatan. Menurut Aziz (2003) perhitungan BEP (konsep titik
impas) dapat dilakukan dengan dua rumus yaitu:
BEP Biaya Produksi =
roduk P rga Ha
Total Biaya
BEP Harga Produksi =
roduksi P
Total
HASIL DAN PEMBAHASAN
Industri Panglong di Kota Padangsidimpuan
Industri kayu sekunder panglong di Kota Padangsidimpuan dapat
ditemukan di seluruh kecamatan yang ada. Industri kayu sekunder ini berjumlah
62 unit tersebar di 6 kecamatan di Kota Padangsidimpuan yang
memperdagangkan hasil hutan berupa kayu dan produk olahan kayu jadi lainnya.
Keberadaan industri panglong di 6 kecamatan di Kota Padangsidimpuan disajikan
pada Tabel 8.
Tabel 8. Industri panglong di 6 Kecamatan di Kota Padangsidimpuan
No. Kecamatan Jumlah Industri
1. Padangsidimpuan Angkola Julu 5
2. Padangsidimpuan Batunadua 9
3. Padangsidimpuan Hutaimbaru 8
4. Padangsidimpuan Selatan 17
5. Padangsidimpuan Tenggara 10
6. Padangsidimpuan Utara 13
Total 62
Berdasarkan kriteria pengambilan jumlah sampel dari intensitas sampel
27%. Menurut Cochran (1991) intensitas sampel secara acak sederhana adalah
sebuah metode untuk memilih sampel unit dari populasi sehingga setiap elemen
dari populasi yang berbeda mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih.
untuk hasil penelitian yang didapatkan dari 62 unit di 6 kecamatan di Kota
Padangsidimpuan maka terdapat 17 industri yang mewakili semua industri. Pada
Tabel 9. Industri panglong yang mewakili tiap kecamatan
No. Nama Kecamatan Nama Industri yang Mewakili
Jumlah Industri yang Mewakili 1. Padangsidimpuan
Angkola Julu
UD. Harapan UD. Parlagutan UD. Surya
3
2. Padangsidimpuan Batunadua
UD. Batang Ayumi jaya UD. Diana Sari
UD. Nanda UD. Sonatha
4
3. Padangsidimpuan Hutaimbaru
UD. Bukit Mas UD. Mandiri Lestari UD. Z. Siregar
3
4. Padangsidimpuan Selatan
UD. Cipta Teknik UD. Daya Mulya
2
5. Padangsidimpuan Tenggara
UD. Darli Agung UD. Jati Raya UD. Zihan
3
6 Padangsidimpuan Utara
UD. Masanya UD. Pandasoran
2
Jumlah 17
Industri panglong di Kota Padangsidimpuan khususnya Padangsidimpuan
Angkola Julu memiliki sampel UD. Harapan, industri ini telah berjalan selama 5
tahun, memiliki jumlah tenaga kerja 10 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang
keras (SK) kampung Rp. 3.600.000/ton dan sembarang keras (SK) hutan Rp.
4.000.000/ton). UD. Surya, industri ini telah berjalan selama 14 tahun, memiliki
jumlah tenaga kerja 12 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras (SK)
kampung Rp. 3.500.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.000.000/ton dan
meranti Rp. 6.000.000/ton). UD. Parlagutan, industri ini telah berjalan selama 34
tahun, memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 10 orang, jenis kayu yang diolah
(sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.500.000/ton dan sembarang keras (SK)
hutan Rp. 4.200.000/ton).
Industri panglong di Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua memiliki
memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras
(SK) kampung Rp. 3.400.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.250.000/ton,
meranti Rp. 7.000.000/ton dan kayu jenis lain Rp. 800.000/ton). UD. Diana Sari,
industri ini telah berjalan selama 5 tahun, memiliki tenaga kerja 6 orang, jenis
kayu yang diolah (sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.250.000/ton dan
sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.100.000/ton). UD. Nanda, industri ini telah
berjalan selama 9 tahun, memiliki jumlah tenaga kerja 10 orang, jenis kayu yang
diolah (sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.000.000/ton dan sembarang keras
(SK) hutan Rp. 4.150.000/ton). UD. Sonatha, industri ini telah berjalan selama 5
tahun, memiliki tenaga kerja 4 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras
(SK) kampung Rp. 3.200.000/ton dan sembarang keras (SK) hutan Rp.
4.000.000/ton).
Industri panglong di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru memiliki
sampel UD. Bukit Mas, industri ini telah berjalan selama 12 tahun, memiliki
tenaga kerja 15 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras (SK) kampung
Rp. 3.200.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.000.000/ton dan meranti
Rp. 6.000.000/ton). UD. Mandiri Lestari, industri ini telah berjalan selama 10
tahun, memiliki tenaga kerja sebanyak 10 orang, jenis kayu yang diolah
(sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.300.000/ton dan sembarang keras (SK)
hutan Rp. 4.500.000/ton). UD. Z Siregar, industri ini telah berjalan selama 14
tahun, memiliki tenaga kerja sebanyak 4 orang, jenis kayu yang diolah
(sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.500.000/ton dan sembarang keras (SK)
Industri panglong di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan memiliki
sampel UD. Cipta Teknik, industri ini telah berjalan selama 12 tahun, memiliki
tenaga kerja 4 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras (SK) kampung Rp.
3.800.000/ton dan sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.500.000/ton). UD. Daya
Mulya, industri ini telah berjalan selama 40 tahun, memiliki jumlah tenaga kerja
30 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras (SK) kampung Rp.
3.400.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.000.000/ton dan meranti Rp.
6.000.000/ton).
Industri panglong di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara memiliki
sampel UD. Darli Agung, industri ini telah berjalan selama 5 tahun, tenaga kerja
4 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras (SK) kampung Rp.
3.200.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.000.000/ton dan kayu jenis lain
Rp. 700.000/ton). Panglong UD. Jati Raya, industri ini telah berjalan selama 20
tahun, tenaga kerja 12 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras (SK)
kampung Rp. 3.000.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 3.800.000/ton dan
meranti Rp. 5.000.000/ton). Kemudian UD. Zihan, industri ini telah berjalan
selama 5 tahun, memiliki tenaga kerja 4 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang
keras (SK) kampung Rp. 3.200.000/ton dan sembarang keras (SK) hutan Rp.
4.000.000/ton).
Industri panglong di Kecamatan Padangsidimpuan Utara memiliki sampel
UD. Masanya, industri ini telah berjalan selama 30 tahun, memiliki tenaga kerja
20 orang, jenis kayu yang diolah (sembarang keras (SK) kampung Rp.
3.500.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.000.000/ton, meranti
telah berjalan selama 22 tahun, memiliki tenaga kerja 20 orang, jenis kayu yang
diolah (sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.500.000/ton, sembarang keras (SK)
hutan Rp. 4.000.000/ton, meranti Rp. 6.000.000/ton dan kayu jenis lain Rp.
700.000/ton).
Harga kayu di industri panglong Kota Padangsidimpuan tidak jauh
berbeda dari harga kayu di Kota Medan pada tahun 2009. Harga rata-rata kayu di
industri panglong, kayu sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.400.000/ton, kayu
sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.250.000/ton, kayu meranti Rp. 6.000.000/ton
dan kayu jenis lain Rp. 700.000/ton. Hal ini dapat dibandingkan dari penelitian
Sitorus (2009) diketahui harga kayu sembarang (SK) kampung Rp. 3.850.000/ton,
kayu sembarang (SK) hutan Rp. 425.000/ton, meranti Rp. 6.000.000/ton, dan
kayu jenis lain Rp. 800.000/ton.
Hasil wawancara yang didapatkan bahwa keberadaan jenis usaha industri
panglong di Kota padangsidimpuan ini telah ada sejak 40 tahun yang lalu, hal ini
dapat dilihat dari waktu lamanya beroperasi usaha pengolahan kayu tersebut. Pada
Tabel 10 disajikan keberadaan industri panglong di Kota Padangsidimpuan
berdasarkan lama beroperasinya.
Tabel 10. Keberadaan industri panglong di Kota Padangsidimpuan berdasarkan ilama beroperasi
No Lama Beroperasi (Tahun) Jumlah Industri Kuantitas (%)
1. < 5 5 29,4
2. 6 – 10 2 11,7
3. 11 – 15 4 23,6
4. > 16 6 35,3
Bentuk badan usaha industri pengolahan kayu di Kota Padangsidimpuan
adalah usaha dagang (UD). Kismono (2001) menyatakan bahwa usaha dagang
(UD) merupakan badan usaha perseorangan yang dimiliki satu individu. Akan
tetapi dalam praktiknya badan usaha ini kerap kali merupakan perusahaan
keluarga yaitu perusahaan yang menggunakan seluruh atau sebahagian anggota
keluarga menjalakannya.
Industri kayu yang berbentuk badan usaha perusahaan dagang atau usaha
dagang (UD) di Kota Padangsidimpuan (dapat dilihat pada Gambar 2) lebih
banyak karena modal yang dibutuhkan cenderung lebih kecil dari bentuk badan
usaha lainnya, hasil yang didapatkan menjadi milik sendiri. Menurut Kismono
(2001) perbedaan antara usaha dagang (UD), perseroan komanditer (CV) dan
perseroan terbatas (PT) yaitu:
1. Modal
a. Usaha dagang (UD) 100% merupakan modal sendiri
b. Perseroan komanditer (CV) modal dari pihak kedua dan tenaga dari pihak
pertama.
c. Perseroan terbatas (PT) modal ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
2. Keuntungan dan rugi
a. Usaha dagang keuntungan 100% akan menjadi milik sendiri dan
perusahaan dagang mengalami kerugian akan ditanggung sendiri.
b. Perseroan komanditer (CV) keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan
apabila perusahaan mengalami kerugian akan ditanggung pihak kedua atau
c. Perseroan terbatas (PT) keuntungan dibagi sesuai kesepakatan khususnya
pemegang saham terbanyak, sedangkan perusahaan mengalami kerugian
bersama sesuai saham yang ditanam diperusahaan tersebut.
Gambar 2. Industri kayu panglong di UD. Batang Ayumi
Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang diguanakan oleh masing-masing panglong yang
ada di Kota Padangsidimpuan berbeda. Menurut BPS (1999) industri dapat
diklasifikasikan berdasarkan jumlah jumlah tenaga pekerjaan, yaitu: (1) industri
rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19
orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; dan (4) industri besar
dengan pekerja 100 orang atau lebih. Industri panglong di Kota Padangsidimpuan
berdasarkan jumlah pekerja, digolongkan dalam 3 jenis, yaitu industri rumah
tangga, industri kecil dan industri menengah Pada Tabel 11 dapat dilihat jumlah
tenaga kerja yang umum digunakan dibagi kedalam 4 kelas.
Tabel 11. Kuantitas tenaga kerja yang digunakan di panglong
No. Jumlah tenaga kerja Jumlah Industri Persentase (%)
1. 1-4 5 29,4
2. 5-19 9 52,9
3. 20-99 3 17,7
Jumlah tenaga kerja yang digunakan didominasi oleh industri kecil 5-19
tenaga kerja yaitu sebesar 52,9% sedangkan industri rumah tangga 1-4 tenaga
kerja sebanyak 29,4% dan 20-99 tenaga kerja sebanyak 17,7%. Dari seluruh
industri panglong yang ada di Kota Padangsidimpuan pada umumnya adalah
laki-laki yang pekerjaannya seperti memotong kayu, membelah, mengangkat,
mengetam, mempaku kayu, dan mengecat. Menurut Sitorus (2009) panglong
sebagai industri kayu sekunder di kota Medan juga menyerap tenaga kerja
sehingga memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat, saat ini jumlah
tenaga kerja yang dipakai setiap panglong sekitar 5-15 orang dan sebagian besar
pekerjanya adalah laki-laki.
Prospek Industri Panglong di Kota Padangsidimpuan
Sebagian besar pengusaha industri panglong di Kota Padangsidimpuan
menyatakan prospek usaha menjual kayu menjanjikan. Diantaranya 82,3%
industri panglong dengan alasan pembangunan yang terus meningkat tidak lepas
dari kebutuhan akan kayu di Kota Padangsidimpuan, hanya 17,7% menyatakan
bahwa usaha menjual kayu kurang memiliki prospek yang baik di Kota
Padangsidimpuan dengan alasan harga kayu semakin mahal dan susah untuk
didapatkan (seperti tersaji pada Gambar 3).
Industri kayu ditinjau dari bahan baku (in put) masih memiliki prospek
yang menguntungkan untuk daerah Provinsi Sumatera Utara khususnya Kota
Padangsidimpuan. Hal ini dibantu oleh pemerintah yang melarang penjualan kayu
bulat keluar negeri. Hasil wawancara yang dilakukan di lapangan bahan baku
untuk industri panglong di Kota Padangsidimpuan masih bisa didapatkan di
kawasan Provinsi Sumatera Utara ini saja. Sesuai dengan pernyataan Retnowati
(2009) industri kayu olahan untuk pasar ekspor mulai dikembangkan oleh
perusahaan di Indonesia pada tahun 1986. Hal ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah yang melarang ekspor kayu bulat dan hanya mengizinkan ekspor kayu
gergajian maupun kayu olahan lainnya, seperti furniture, laminating board, wood
panel dan lain sebagainya.
Industri kayu ditinjau dari segi pasar (out put) juga memiliki prospek
menguntungkan di Kota Padangsidimpuan. Hal ini dilihat dari permintaan
konsumen yang terus meningkat akan produk-produk olahan dari kayu. Menurut
Retnowati (2009) subsektor industri kayu olahan yang memproduksi perabot
maupun komponen kayu untuk pasar ekspor mempunyai prospek bisnis yang
sangat baik, karena bahan baku, tenaga kerja maupun sebagian besar dari faktor
produksi lain berasal dari dalam negeri. Kendala industri kayu di Indonesia masih
mengandalkan mesin impor dari berbagai negara, terutama Jepang, Taiwan,
China, Malaysia, Jerman, dan Italia, karena industri mesin pengolahan kayu di
Indonesia masih lemah.
Diketahui bahwa setiap kecamatan yang ada di Kota Padangsidimpuan
memiliki industri panglong. Ini merupakan suatu bukti bahwa keberadaan
halnya pernyataan Sitorus (2009) menyatakan di setiap kecamatan di Kota Medan
terdapat panglong yang menjual kayu dan bahan bangunan lainnya, hal ini
membuktikan keberadaan panglong berpengaruh terhadap pembangunan yang ada
di Kota Medan.
Jenis dan Harga Kayu yang Diperdagangkan di Kota Padangsidimpuan
Sedikitnya bahan baku akan kayu akibat kurang produktifnya hutan yang
ada di Indonesia mempengaruhi jenis kayu komersil yang beredar dan
diperdagangkan dipasaran salah satunya adalah Kota Padangsidimpuan. Menurut
Effendi (2001) sampai saat ini hutan alam merupakan bahan baku utama bagi
industri perkayuan di Indonesia dan dalam kenyataannya produksi hutan alam
Indonesia mengalami penurunan. Hal ini memiliki dampak terhadap pemakaian
kayu yang semakin terbatas, apalagi untuk jenis kayu yang berasal dari hutan
alam.
Beberapa jenis kayu dengan kelas kuat I seperti meranti dan kamper
sangat sedikit dan terbatas. Hal ini diakibatkan oleh harga kayu-kayu tersebut
cukup mahal dan stok kayu yang sedikit bahkan sangat jarang ada pasokan dari
hutan. Jenis-jenis kayu yang ada diperusahaan dagang panglong hanya terdiri
beberapa jenis kayu saja, jenis kayu yang dulunya tidak begitu komersial saat ini
banyak ditemukan di pasaran dan digunakan sebagai konstruksi bangunan serta
Adapun jenis kayu adalah kayu buah-buahan serta kayu hutan lainnya
yang kurang awet dan jenis kayu meranti. Kayu-kayu yang beredar di pasaran
dibagi ke dalam 4 kelas, yaitu (lihat juga Tabel 12).
1. Sembarang keras (SK) kampung, merupakan jenis kayu yang berasal dari
perkampungan penduduk baik itu yang tumbuh liar/ alami maupun tanaman
yang dibudidayakan seperti pohon buah-buahan, seperti durian (Durio
zibethinus), nangka (Arthocarpus integra), rambutan (Nephelium lappaecum),
manggis (Garcinian mangostana), jengkol (Phitecollium labatum), petai
( Parkia speciosa Hassk), dan duku ( Lansium domesticum).
2. Sembarang keras (SK) hutan, jenis kayu campuran yang berasal dari hutan
yang tumbuh secara alami dan bukan merupakan jenis tanaman yang sering
dibudidayakan. Kayu SK hutan adalah jenis kayu yang dulunya kurang
komersial dan jarang digunakan namun saat ini kayu tersebut sudah banyak
dimanfaatkan karena stok kayu dari hutan alam terbatas. Seperti ingul/ suren
(Toona sureni Merr), mersawa (Anisoptera spp), rengas (Gluta renga L), dan
cengal (Hopea sangal).
3. Kayu meranti (Shorea spp) dan kamper (Cinnamomum camphor)
4. Kayu lain, jenis kayu di luar jenis-jeni kayu yang ada diatas seperti kelapa
(Cocus nucifera). Batang kelapa yang mayoritas dalam bentuk papan dan
Tabel 12. Daftar jenis dan harga rata-rata kayu komersil di panglong Kota iPadangsidimpuan
Jenis kayu komersil Harga (Rupiah/ ton)
Minimum Maximum Rata-rata
Sembarangikerasi(SK)Kampung Durian (Durio zibethinus)
Nangka (Artocarpus integra) Manggis (Garcinia mangostana)
Jengkol (Phitecollium labatum) 3.000.000 3.800.000 3.400.000 Duku (Lansium domesticum)
Kemiri (Aleurites mollucana) Rambutanu(Nephelium lappaecum) Sembarang keras (SK) hutan Rengas (Gluta renga L)
Cengal (Hopea sanga) 3.800.000 4.500.000 4.250.000 Suren (Toona sureni Merr)
Mersawa (Anisoptera spp) Meranti (Shorea spp)
Meranti (Shorea Spp) 5.000.000 7.000.000 6.000.000 Kampera(Cinnamomum campher)
Kayulain
Kelapa (Cocus nucifera) 600.000 800.000 700.000
Tingkat Harga
Madura (2001) menyatakan bahwa penentuan harga dapat didasarkan
pasokan persediaan bahan baku dan berdasarkan harga pesaing. Harga kayu yang
tinggi dipengaruhi oleh stok atau persediaan kayu yang sulit didapat. Berdasarkan
hasil wawancara hal ini menciptakan harga kayu yang beredar dan
diperdagangkan di Kota Padangsidimpuan pada saat ini cukup mahal jika
dibandingkan puluhan tahun yang lalu.
Kayu yang diperdagangkan di panglong Kota Padangsidimpuan dengan
harga tertinggi adalah jenis kayu meranti (Shorea Spp) mencapai harga rata-rata
Rp 6.000.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.250.000/ton, dan kayu
sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.400.000/ton merupakan jenis kayu yang
digemari masyarakat dan stok paling banyak, dan kayu lain Rp. 700.000/ton
(2009) harga kayu di Kota Medan dengan Kota Padangsidimpuan tidak begitu
jauh berbeda. Jenis kayu yang diperjual belikan di panglong Kota Medan pada
tahun 2009 dengan harga tertinggi adalah jenis kayu meranti (Shorea Spp) Rp.
6.000.000/ton, sembarang keras (SK) hutan Rp. 4.250.000/ton, dan kayu
sembarang keras (SK) kampung Rp. 3.850.000/ton.
Penyediaan Jenis Kayu Komersil di Panglong
Martawijaya, at. al.,(1995) menyatakan berat jenis kayu mempengaruhi
kekuatan kayu yang juga mempengaruhi tingkat harga kayu tersebut. Kayu SK
hutan dan SK kampung yang memiliki BJ yang lebih kecil hanya dapat
dipergunakan untuk keperluan konstruksi ringan dan berbagai keperluan lainnya,
kini kuantitasnya atau stok kayunya lebih banyak dari jenis kayu yang memiliki
berat jenis yang lebih tinggi. Hal ini mempengaruhi tingkat harga kayu yang
beredar. Jenis kayu seperti meranti dan kamper yang memiliki BJ tinggi dengan
stok lebih sedikit berada pada tingkat harga yang tinggi. Tingkat penyediaan jenis
kayu komersil yang diperdagangkan di Kota Padangsidimpuan saat ini
ditabulasikan dalam Tabel 13.
Tabel 13. Persentase industri panglong yang menjual jenis kayu
No Jenis kayu Panglong yang menjual jenis kayu (%)
1. SK kampung 100
2. SK hutan 100
3. Meranti 11,3
4. Jenis kayu lain 6,5
Dari panglong yang berada di 6 kecamatan di Kota Padangsidimpuan
hanya ada beberapa panglong yang menyediakan jenis kayu tertentu, karena tidak
semua jenis kayu terdapat pada suatu panglong. Keberadaan jenis kayu yang
sembarang keras kampung sebesar 100% dan sembarang keras hutan 100% yang
memiliki dan diperdagangkan oleh seluruh panglong yang ada di 6 kecamatan
Kota Padangsidimpuan. Ketersediaan jenis kayu yang memiliki kualitas baik
seperti meranti mencapai 11,3% sedangkan jenis kayu lain seperti batang kelapa
hanya 6,5%.
Jenis Produk Olahan Kayu yang Diperdagangkan
Setiap panglong yang ada di Kota Padangsidimpuan tidak semua
menyediakan berbagai jenis produk kayu olahan, produk jadi maupun setengah
jadi. Sebagian panglong hanya menjual kayu sortimen saja untuk diolah jadi
produk. Pengerjaan kayu lanjutan, dengan proses produksi yang baik dapat
meningkatkan nilai ekonomi suatu jenis kayu.
Pada saat wawancara dilakukan jenis produk yang dijual seperti papan, broti,
kusen, pintu, jendela, triplek, dan profil ukurannya tidak semua sesuai dengan
pernyataan Benni (1992), karena kebanyakan konsumen membeli produk sesuai
pesanan yang diinginkan. Produk dan harga (lihat Tabel 14) berbahan baku kayu
yang umumnya diperdagangkan di panglong Kota Padangsidimpuan adalah
sebagai berikut:
1. Papan
Produk sortimen kayu berupa lembaran dengan ukuran dimana tebalnya jauh
lebih kecil dibanding ukuran lebar dan panjangnya (dapat dilihat pada Gambar
4). Papan memiliki manfaat yang cukup banyak terutama untuk kontruksi
bangunan. Menurut Widjanarko (2006) kegunaan papan untuk dinding
bangunan, pagar bangunan, kuda-kuda (kuda-kuda untuk bangunan gedung
pondasi papan duga, dan alat bantu bangunan. Panglong Kota
Padangsidimpuan memiliki 2 ukuran papan dengan tebal x lebar x panjang
(dalam satuan inch), yaitu:
a. 1 x 9 x 192 b. 3/4 x 9 x 192
Gambar 4. Produk papan yang diperdagangkan di UD. Pandasoran
Sedangkan Budianto (1990) mengungkapkan bahwa ukuran kayu perdagangan
di Indonesia untuk bentuk papan memiliki ketebalan 2 cm, 2,5 cm dan 3 cm
sedangkan untuk papan <2 cm dan >3 cm dibuat atas pemesanan.
2. Broti
Kayu batangan berbentuk sortimen balok dengan ukuran dimana ukuran tebal
dan lebarnya hampir sama sedangkan ukuran panjangnya jauh lebih besar atau
sama dengan ukuran panjang papan (dapat dilihat pada gambar Gambar 5).
Menurut Widjanarko (2006) broti berguna untuk membuat kuda-kuda,
penyangga, sebagai tempat sambungan, balok penguat. Berdasarkan
ukurannya, umumnya panglong Kota Padangsidimpuan memiliki broti dibagi
dalami 5 bentuk, yaitu (dalam satuan inch) :
a. 1 x 2 x 192 b. 2 x 2 x 192
c. 2 x 3 x 192 d. 2 x 5 x 192
Gambar 5. Produk broti yang diperdagangkan di UD. Mandiri Lestari
3. Kusen
Bagian dari konstruksi bangunan khususnya pada dinding bangunan yang
mempunyai fungsi perletakan dan duduknya daun pintu dan jendela. Menurut
Tamrin (2008) tipe kusen dapat direncanakan untuk pemasangan penutup satu
daun pintu atau dua daun pintu. Umunya dua daun pintu dipasang pada pintu
masuk teras depan, jika penutup lebih dari dua daun pintu biasanya untuk
pintu atau kusen jendela yang harus diperhatikan, antara lain:
a. Telinga kusen sebagai penguat atau ikatan dalam pasangan dinding bata.
b. Saat pembuatan kusen harus diperhatikan jenis kayu yang baik dan titik
cacat, pada saat pen dipasang agar dipasang lak penarik lebih dahulu
supaya konstruksi kusen kuat dan menyiku.
c. Ventilasi kusen dapat dibuat dengan jalusi sebagai bagian yang penting
untuk sirkulasi udara segar.
d. Penempatan sponeng kusen khusus kusen pintu masuk diteras depan
membukannya kedalam terutama untuk kamar mandi membukannya
kedalam.
Model kusen dapat dibagi kedalam 2 jenis yaitu model kusen jalusi dan
kusen biasa (dapat dilihat pada Gambar 6). Kusen jalusi adalah kusen yang
memiliki celah ventilasi udara dibagian atas kusen tersebut, sedangkan kusen
biasa adalah kusen yang tidak memiliki celah ventilasi atau sehingga ukurannya
hampir sama dengan daun pintu atau daun jendela yang akan digunakan. Bentuk
kusen pintu maupun kusen jendela dapat dipesan sesuai selera demikian juga
ukurannya sehingga bentuk atau ukuran kusen tidak selalu tetap.
a. Kusen jendela jalusi b. kusen jendela gawang Gambar 6. Produk kusen yang diperdagangkan di UD. Daya Mulya
4. Pintu
Menurut Tamrin (2008) fungsi pintu adalah kegiatan/ komunikasi antar ruang,
maka pintu sangat dibutuhkan demikian juga sarana lintas antar bagian dalam
dan bagian luar bangunan (dapat dilihat pada Gambar 7). Untuk ukurannya,
pintu disesuaikan dengan ukuran kusennya. Umumnya ukuran pintu yang