• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Dan Harga Kayu Komersial Serta Produk Kayu Olahan Pada Industri Kayu Sekunder Panglong Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Jenis Dan Harga Kayu Komersial Serta Produk Kayu Olahan Pada Industri Kayu Sekunder Panglong Di Kota Medan"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS DAN HARGA KAYU KOMERSIAL SERTA PRODUK

KAYU OLAHAN PADA INDUSTRI KAYU SEKUNDER

PANGLONG DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH :

OMBUN RICO SITORUS

041203026/TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Jenis dan Harga Kayu Komersial serta Produk Kayu Olahan pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan

Nama : Ombun Rico Sitorus

NIM : 041203026

Progtam Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si Irawati Azhar, S.Hut Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRACT

OMBUN RICO SITORUS, The Type and price of commercial wood and Timber product of Panglong Secondary Wood Industry in Medan. Supervised by Arif Nuryawan S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.

This research aims to identify and describe type and price of wood in circulating and sold in Medan city. This reseach to take panglong secondary wood industry as objects and as a sources of information.

Census data obtained though the existance of the panglong secondary wood industry in the 21 districts of Medan city by guidance interview with selected panglong. The existences type of wood sold in panglong dominated by any type of sembarang keras kampung wood as durian (Durio zibethinus), Nangka (Artocarpus integra) about 100 % and any type sembarang keras hutan wood such as rengas (Gluta Rengas L), Surian (Toona sureni Merr) about 100 %. The type of wood that has better quality, such as merbau (Intsia spp) only 13,51 % which panglong provide, meranti (Shorea spp) 48,65% dan damar laut (Shorea macroptera) 21,62 %. Wood of sembarang keras kampung is a comercial timber prices that have the lowest price among another commercially sold wood, the cost average reached Rp. 3.850.000/ 450 inch (Unit commonly used in the Medan city) or about Rp. 5.451.000/m3. Wood consumed dominated for building, timber sales data from the average consumptions of wood in 21 districts of Medan city estimate 474,33 ton/months or about 671,65 m3 out side of panglong bought.

(4)

ABSTRAK

OMBUN RICO SITORUS, Jenis dan Harga Kayu Komersial serta Produk Olahan kayu pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan. Dibawah Bimbingan oleh Arif Nuryawan S.Hut, M.Si dan Irawati Azhar, S.Hut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis dan harga kayu komersial yang beredar dan diperdagangkan di kota Medan. Penelitian ini mengambil industri kayu sekunder panglong sebagai obyek dan sekaligus sebagai sumber informasi.

Data diperoleh melalui sensus dan sampling keberadaan industri kayu sekunder panglong yang ada di 21 kecamatan kota Medan dan melakukan wawancara terbimbing dengan panglong yang terpilih. Keberadaan jenis kayu yang diperdagangkan di panglong didominasi oleh jenis kayu sembarang keras (SK) kampung seperti durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus integra) sebesar 100% dan sembarang keras (SK) hutan seperti Rengas (Gluta renga L),Surian (Toona sureni Merr) 100 %. Jenis kayu yang memiliki kualitas lebih baik, seperti merbau (Intsia spp) hanya 13,51 % panglong yang menyediakannya, meranti (shorea spp) 48,65 %, dan damar laut (Shorea macroptera) 21,62%. Kayu SK Kampung merupakan jenis kayu komersial yang memiliki harga paling rendah diantara kayu komersial yang diperdagangkan lainnya. Harga rata – ratanya mencapai Rp.3.850.000,- Per 450 inch nya (satuan yang lazim digunakan dalam pembelian kayu di kota Medan) atau sekitar Rp. 5.451.600,- per m3 nya. Konsumsi kayu didominasi untuk keperluan bangunan, dari data penjualan kayu rata – rata konsumsi kayu di 21 kecamatan kota medan diperkirakan 477,24 ton/ bulan atau sekitar 675,77 m3/bulannya di luar pembelian kayu dari luar panglong.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “ Jenis dan Harga Kayu Komersial Serta Produk Kayu Olahan pada Industri

Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada

Bapak Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si dan Ibu Irawati Azhar, S.Hut selaku dosen

pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada teman – teman

mahasiswa Teknologi Hasil Hutan angkatan 2004 dan 2005 penulis juga

mengucapakan terimakasih atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu penulis mengarapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga laporan hasil penelitian ini

berguna bagi kita dan akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2009

(6)

DAFTAR ISI A. Perusahaan dan Industri Kayu ...4

B. Konsumsi Kayu Masyarakat ...8

Kayu Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan ...10

Harga Sebagai Aspek yang mempengaruhi Konsumsi Kayu ...11

Mutu dan Kualitas Kayu ...12

Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi Kayu ...14

C. Jenis Kayu Dagang ...14

D. Keawetan dan Kekuatan Kayu ...16

METODOLOGI PENELITIAN A. Watu dan Tempat Penelitian...20

B. Bahan dan Alat...20

C. Pengambilan Data...20

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan ...23

Bentuk Badan Usaha ...25

Tenaga Kerja ...26

Prospek Usaha Industri kayu Sekunder Panglong ...27

B. Jenis dan Harga Kayu yang Diperdagangkan di Kota Medan ...29

Kayu Komersial yang Diperdagangkan ...29

Tingkat Harga ...31

Penyediaan Jenis Kayu Komersial di Panglong ...34

C. Jenis Produk Kayu Olahan yang Diperdagangkan ...36

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...49 B. Saran ...50

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema Pengambilan Data ...22

2. Grafik Jumlah Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan Berdasarkan Lama beroperasi ...24

3. Kondisi Panglong UD. Sinar Saudara di Kecamatan Medan Perjuangan ...25

4. Grafik Pendapat Pengusaha Tentang Prospek Usaha Perkayuan ...27

5. Grafik Harga Kayu Komersial pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan ...32

6. Grafik Jenis Kayu Komersial pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan ...35

7. Bentuk Papan yang Diperdagangkan ...36

8. Model Kusen Pintu ...38

9. Model Kusen Jendela ...38

10.Pintu Kayu Petak/ Spanyol ...39

11.Parquet (Lantai kayu) ...41

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan ...10

2. Kelas Kuat Kayu Menurut Berat Jenis kayu (BJ) ...17

3. Tingkat Kelas Keawetan Kayu ...18

4. Kriteria Pengambilan Jumlah Sampel ...21

5. Keberadaan Panglong Berdasarkan Lama Beroperasi ...23

6. Kuantitas Tenaga Kerja yang Digunakan di Panglong ...26

7. Daftar Jenis dan Harga Kayu yang Beredar ...33

8. Tingkat Penyediaan Jenis Kayu di Panglong ...34

9. Kuantitas Panglong yang Melakukan Produksi Kayu Lanjutan Tahun 2008 Berdasarkan Lama Beroperasi ...42

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Daftar Industri Kayu Sekunder Panglong yang ada

di Kota Medan ...53

2. Lembar Kuisoner Penelitian ...78

3. Daftar Sampel dan Jumlah Kayu Terjual di Panglong ...82

(11)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan kayu terus meningkat, walaupun produksi hutan

alam untuk menghasilkan kayu terus berkurang dari tahun ke tahun. Berbagai

kegunaannya di dalam kehidupan manusia, membuat fungsi kayu semakin

berkembang dan beragam sesuai sifat alami kayu itu sendiri. Jumlah persediaan

kayu yang tersedia di berbagai industri pengolahan kayu saat ini sangat terbatas

sehingga mengakibatkan fluktuasi harga kayu jika dibandingkan pada tahun

1980-an dan 1990-an dimana di Indonesia konsentrasi industri kayu mendapat

sebutan sebagai sentra industri (Rachman dan Dwiprabowo, 2007).

Pengolahan kayu sebagai hasil hutan menciptakan berbagai aktifitas

produksi bagi berbagai industri kayu baik itu industri primer maupun industri

sekunder. Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki

jumlah penduduk yang besar, memiliki banyak perusahaan kayu dan berperan

penting dalam kegiatan ekonomi daerah. Kebutuhan kayu di Medan juga sangat

tinggi, digunakan untuk berbagai hal dalam kebutuhan masyarakat. Dalam

penggunaannya kayu banyak digunakan sebagai bahan bangunan yang terus

bertambah sehingga permintaan akan kayu juga meningkat. Namun demikian

masih banyak masyarakat ataupun pengguna kayu (konsumen) belum mengetahui

jenis dan harga kayu yang ada di pasaran di kota Medan khususnya.

Martawijaya, et. al. (1995) menyebutkan bahwa ada banyak kegunaan jenis kayu yang diperdagangkan, hal inilah yang membuat konsumsi kayu dalam

(12)

gambar, alat musik (alat musik tiup, gamelan ,pipa organ), alat olahraga lembing,

kepala pemukul golf), bangunan maritim, bangunan perumahan (balok, jendela,

kosen, kasau,papan), bantalan rel kereta api, barang kerajinan (patung, topeng,

wayang golek), mebel, dan lain – lain.

Jenis kayu yang beredar masih belum banyak diketahui dan dikenal oleh

masyarakat awam. Penafsiran terhadap nilai atau harga kayu dari berbagai jenis

yang banyak diperdagangkan masih sering keliru, hal ini disebabkan sedikitnya

informasi tentang harga dan jenis kayu komersial yang beredar dan

diperdagangkan di kota Medan.

Panglong sebagai salah satu industri kayu sekunder yang menyediakan

bahan kayu untuk masyarakat, menjual berbagai jenis kayu pada tingkat harga

yang berbeda. Untuk itu penelitian ini dilakukan guna memastikan jenis dan harga

kayu yang banyak diperdagangkan di kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah

memberikan informasi yang jelas serta membantu masyarakat dalam hal

pembelian dan penggunaan kayu dalam kehidupan sehari – hari.

B. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan keberadaan dan perkembangan industri kayu sekunder

panglong dikota Medan.

2. Mendeskripsikan jenis kayu yang beredar di industri kayu sekunder

panglong sebagai toko penyedia kayu yang berada di kota Medan.

3. Mendeskripsikan jenis produk kayu olahan yang diperdagangkan.

4. Mendeskrip sikan harga masing – masing dari jenis kayu dan produk

(13)

C. Manfaat Penelitian

Menyajikan data sebagai sumber informasi tentang jenis kayu komersial

dan harga kayu yang diperdagangkan oleh panglong di 21 kecamatan kota Medan

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perusahaan dan Industri Kayu

Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, berbagai hal atau usaha yag dilakukan, baik itu bekerja pada orang lain,

instansi maupun berwiraswasta. Perusahaan adalah suatu unit kegiatan yang

melakukan aktifitas pengolahan faktor – faktor produksi, untuk menyediakan

barang-barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikannya serta melakukan

upaya-upaya lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan memuaskan

kebutuhan masyarakat (Fuad, et.al.,2005).

Dengan memanfaatkan kayu sebagai produk, banyak perusahaan –

perusahaan kayu yang muncul dan menjadikannya sebagi suatu bisnis atau usaha.

Perusahaan-perusahaan kayu ini mendapat pasokan kayu dari hutan alam, hutan

tanaman dan hutan rakyat serta memproduksi beberapa bentuk kayu olahan.

Menurut proses produksinya ada 2 jenis industri kayu yaitu industri kayu primer

dan industri kayu sekunder (Rachman dan Dwiprabowo,2007).

Panglong atau toko bangunan merupakan salah satu industri pengolahan

kayu yang termasuk dalam industri sekunder. Panglong biasanya menghasilkan

kayu gergajian hingga produk- produk yang terbuat dari kayu. Benny (1992)

menyebutkan bahwa industri sekunder ini dapat berada jauh dari sumber bahan

baku, misalnya saja terdapat di perkotaan dan kayu gergajian yang biasa ditemui

dan dikonsumsi masyarakat misalnya dalam bentuk kaso, range, papan, broti dan

(15)

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2005) dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia edisi ketiga panglong memiliki definisi sebagai berikut:

1. Perusahaan penebangan kayu yang diusahakan oleh orang cina,

2. Kilang kayu (tempat penggergajian kayu).

Perusahaan atau industri kayu adalah suatu badan usaha yang mengelola

kayu dan menghasilkan suatu produk dimana kayu sebagai objek dari seluruh

rangkaian proses produksi. Kayu merupakan salah satu produk alam selain

minyak mentah, ikan, biji besi dan lain-lain sehingga dapat dikatakan sebagai

produk alam yang sangat terbatas pasokannya. Mereka biasanya terdiri atas

kumpulan unit yang sangat dan nilai unit yang rendah serta membutuhkan

transportasi yang besar memindahkan mereka dari produsen ke pemakai. Menurut

Dumanauw (1999), kayu didefinisikan sebagai suatu bahan, yang diperoleh dari

hasil pemungutan pohon – pohon di hutan sebagai bagian dari suatu pohon.

Dalam hal pengelolaanya lebih lanjut perlu diperhitungkan secara cermat bagian –

bagian kayu manakah yang dapat lebih banyak dimanfatkan untuk tujuan tertentu.

Tidak semua kayu yang ada di alam dikelolah di industri, hal ini

disebabkan beragam dan berbedanya sifat alami kayu – kayu tersebut. Kayu

industri merupakan kayu yang diolah (dikupas) secara masinal menjadi kayu lapis

(plywood) sedangkan kayu pertukangan adalah kayu yang tidak dipakai sebagai

bakar maupun untuk kepentingan industri kimia seperti industri plastik kertas dan

lain-lain (Ensiklopedi, 1991).

Bisnis kayu yang terus berkembang menciptakan badan usaha yang

(16)

pendapatan daerah maupun pendapatan nasional. Menurut Fuad et al, (2005) ada beberapa bentuk perusahaan legal di Indonesia diantaranya :

1. Perusahaan perseorangan

2. Firma (Fa)

3. Perseroan Komanditer/ Commanditer Vennotschap (CV)

4. Perseroan terbatas (PT)

5. BUMN

6. Koperasi

Sementara secara garis besar, badan usaha dapat dikategorikan sebagai

berikut :

1. Perseroan Usaha Dagang

2. Persekutuan

a. Tidak Berbadan Hukum (Persekutuan Perdata/ Maatschap, Firma, CV)

b. Berbadan Hukum (PT, Koperasi dan Yayasan)

c. Bentuk lain (Perwakilan Usaha Perdagangan Asing (Representative

Office)

Usaha dagang (UD) merupakan salah satu bentuk perusahaan

perseorangan. Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia (2008)

menyebutkan bahwa perusahaan perseorangan adalah badan usaha

kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha

perseorangan tanpa izin dan tata cara tertentu. Semua orang bebas membuat bisnis

personal tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Pada umumnya perusahaan

(17)

tenaga kerja / buruh yang sedikit dan penggunaan alat produksi teknologi yang

sederhana.

Dephutbun dan LPPM USU (2000), menjelaskan bahwa ada beberapa

faktor – faktor yang berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya suatu jenis

industri adalah :

a. Faktor pendorong, yaitu faktor yang mampu merangasang

dilakukannya kegiatan industri oleh pihak – pihak

tertentu (investor) sehubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memungkinkan kegiatan tersebut

secara normal. Faktor – faktor tersebut antara lain :

sumber bahan baku yang terjamin, teknologi yang

tersedia, tenaga kerja dan iklim berusaha yang

menunjang.

b. Faktor – faktor yang mampu memacu pertumbuhan

industri tersebut untuk berkembang terus di masa yang

(18)

B. Konsumsi Kayu Masyarakat

Penggunaan kayu dalam kehidupan manusia telah ada sejak dahulu, fungsi

kayu sangat beragam dan digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan

sehari – hari, sehingga kayu masih dikonsumsi hingga saat ini. Kayu merupakan

komponen terpenting dalam pembangunan perumahan dan bangunan gedung

lainnya di Indonesia. Sampai abad ke-20 sebagian besar dari seluruh bangunan

seperti perumahan atau struktur bangunan komersial dibangun dari kayu.

Struktur bangunan perumahan, jembatan, bangunan komersial ringan,

pabrik dan tiang menggunakan kayu solid. Sekarang bangunan tersebut lebih

banyak menggunakan bahan kayu struktural yang yang lebih modern misalnya

lantai, dinding dan atap, untuk konstruksi ringan umumnya dibuat dari papan kayu

atau panel kayu. Kayu untuk keperluan bangunan umumnya dari kelas kuat I, II

dan III dengan rasio kekuatan terhadap berat yang cukup tinggi serta mempunyai

kelas awet I dan II, apabila dari kelas awet III atau kebawahnya, maka kayu

tersebut harus diawetkan terlebih dahulu (Kadir,1973).

Untuk Provinsi Daerah Istimewa Aceh, daerah Sumatera Utara, sebagian

provinsi Sumatera Selatan, Propinsi Kalimantan Barat dan kalimantan Timur,

ukuran lebar dan tinggi balok kayu/papan dinyatakan dengan inch dan panjang

kayu dinyatakan dengan kaki sedangkan satuannya adalah ton isi (ton shipping).

Isi satu ton adalah 7200 inch kubik dibagi 16 kaki untuk ukuran panjang kayu dan

didapat 450 inch, demikian juga untuk kayu yang ukuran panjangnya diluar 16

kaki, seperti 18 kaki dipakai rumus 7200 : 18 = 400 sedangkan untuk kayu

(19)

Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Medan sebagai

kotamadya memiliki penduduk 2 juta jiwa dengan areal seluas 26.150 hektar

yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan

(Lihat Tabel 1).

Menurut Wirjomartono (1977) diperkirakan sekitar 80% konsumsi kayu

diperuntukkan pada bangunan rumah/gedung, sedangkan yang 20% untuk

perancah, jembatan, dermaga dan lain-lain. Penggunaan jembatan dan tiang

pacang tidak lebih dari 5 %.

Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 27'-2 47' Lintang Utara

dan 98 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi

Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian

tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah

265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan

(20)

Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan

13. Medan Helvetia 15,44

14. Medan Barat 6,82

15. Medan Petisah 13,16

16. Medan Timur 5,33

17. Medan Perjuangan 7,76

18. Medan Deli 20,84

19. Medan Labuhan 36,67

20. Medan Marelan 23,82

21. Medan Belawan 26,25

Total 265,10

Sumber.BPS Kota Medan (2008)

B.1. Kayu sebagai Bahan Konstruksi Bangunan

Bahan konstruksi adalah bahan yang dipergunakan untuk mendukung

beban dalam arti memerlukan analisis/perhitungan yang cukup cermat dan untuk

kayu mencakup bahan-bahan untuk kuda – kuda, jembatan, tiang pancang dan

(21)

Wirjomartono (1977) menunjukkan bahwa penggunaan kuda – kuda kayu

dapat menghemat biaya sekitar 40 – 50% dibandingkan dengan menggunakan

baja. Jika membicarakan tentang kayu sebagai bahan struktur bangunan, maka

yang harus diperhatikan antara lain adalah kekuatan dan keawetan kayu, karena

tujuan umum para pemilik bangunan maupun perencana adalah membangun/

mempunyai gedung yang aman dan kuat konstruksinya, biaya konstruksinya

murah, umur bangunan cukup lama serta biaya pemeliharaannya ringan.

Sebagai bahan konstruksi bangunan, kayu sudah dikenal dan banyak dipakai

sebelum orang memaki beton dan baja. Dalam pemakaiannya kayu tesebut harus

memenuhi syarat :

1.Mampu menahan bermacam- macam beban yang bekerja dengan aman

dalam jangka waktu yang direncanakan.

2.Mempunyai ketahanan dan keawetan yang memadai.

3.Serta mempunyai ukuran penampang dan panjang yang sesuai dengan

pemakaiannya dalam Konstruksi.

B.2. Harga sebagai Aspek yang Mempengaruhi Konsumsi Kayu

Keterbatasan bahan baku membuat harga kayu saat ini semakin mahal,

hal ini membuat penggunaan kayu lebih diefisienkan baik itu untuk konstruksi

bangunan maupun keperluan lainnya. Pemakaian dan penggunaan kayu oleh

masyarakat sangat di pengaruhi tingkat harga yang ada. Indriyo (2001)

meyebutkan Harga merupakan faktor penting dalam pembelian suatu barang

(22)

Menurut Fuad, et.al. (2005) harga adalah sejumlah kompensasi (uang maupun barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah

kombinasi barang dan jasa. Pada saat ini bagi sebagian besar anggota masyarakat,

harga masih menduduki tempat teratas dalam keputusan untuk membeli suatu

barang dan jasa.

Menurut Indriyo (2001) jumlah permintaan akan sangat tergantung dari

tunggi rendahnya harga pasar yang berlaku. Apabila harga yang berlaku itu

rendah maka tentu saja jumlah yang diminta masyarakat akan lebih banyak,

karena dengan harga yang lebih rendah tentulah akan lebih banyak orang yang

dapat menjangkau harga tersebut.

B.3. Mutu dan Kualitas Kayu

Selain harga masyarakat juga memperhatikan mutu dan kualitas kayu

sebelum membeli dan menggunakan kayu untuk berbagi keperluan. Menurut

Wirjomantoro (1977) mutu atau kualitas kayu secara umum dapat didefenisikan

sebagai suatu ukuran ciri - ciri yang mempengaruhi sifat produk – produk yang

dibuat dari kayu tersebut. Definisi kualitas yang lebih tepat mungkin sukar

dipahami, karena sifat penting kayu yang digunakan untuk sutau produk sering

berbeda dengan sifat penting untuk produk kain.

Mutu dari suatu jenis kayu kayu ditentukan oleh sifat fisiknya seperti

warna, tekstur, serat, kesan raba, bau ,nilai dekoratif dan sifat – sifat pengerjaan

seperti sifat pengetaman, pembubutan pemboran, dan pengampelasan. Dalam satu

(23)

terkandung seperti mata kayu, miring serat, lubang gerek yang akan

mempengaruhi pengerjaan dan pemakaiannya (Wirjomantoro, 1977).

Menurut Kadir (1973) kadar air merupakan sifat fisik kayu yang perlu

diperhatikan karena berkaitan langsung dengan penggunaannya. Kadar air kayu

sangat bervariasi tergantung jenis dan lokasi dimana kayu tersebut digunakan.

Kondisi yang paling aman untuk dipergunakan adalah kondisi kayu kering udara,

karena pada kondisi ini dimensi kayu sudah stabil dan tahan terhadap perusak

biologis. Di Indonesia kadar air kayu dalam kondisi kering udara adalah 10 –

18%.

Selain sifat fisisnya, untuk keperluan bahan bangunan, perlu diperhatikan

pula sifat mekanis kayu. Sifat mekanis kayu yang sering digunakan sebagai acuan

dalam perencanaan suatu struktur bangunan atara lain keteguhan modulus

elastisitas (MOE), modulus rupture (MOR) keteguhan tekan sejajar dan keteguhan

geser. Sifat fisis dan mekanis kayu selain dipengaruhi oleh jenis pohon, umur

pohon, juga dipengaruhi oleh bagian batang kayu gubal dan teras (Yap, 1964).

Konsumsi kayu menurut data statistik dalam satu tahun tercatat tidak

kurang dari 2 juta m3 kayu gergajian yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan

pembangunan perumahan dan pemukiman. Pada kenyataaannya, jumlah kayu

gergajian yang diperlukan jauh dari atas angka tersebut karena banyak sekali

kayu- kayu yang digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan yang dihasilkan

(24)

B.4. Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi Kayu

Bertambahnya jumlah penduduk serta banyaknya pembangunan membuat

konsumsi kayu semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari

pemasaran produk kayu olahan yang berupa kayu gergajian di wilayah Provinsi

Sumatera Utara, volume yang dipasarkannya mengalami fluktuasi dari tahun ke

tahun (Kanwil Dephutbun dan LPPM USU, 2000).

C. Jenis Kayu yang Diperdagangkan

Dari berbagai jenis kayu yang ada di hutan alam kita, hanya ada

beberapa jenis saja yang digunakan dan tersedia di pasaran. Kayu sebagai bahan

bangunan merupakan alasan mayoritas hadirnya kayu di berbagai perusahaan

kayu seperti panglong. Industri pengolahan kayu hilir seperti seperti moulding,

mebel, mengolah bahan baku yang berasal dari industri kayu gergajian demikian

juga panglong yang merupakan industri sekunder yang mengolah kayu bail itu

kayu gergajian maupun produk kayu lanjutan.

Beberapa jenis kayu yang sering dipakai adalah kayu damar (Agathis alba), meranti merah, (Shorea leprosula) dan durian (Durio zibethinus) adalah jenis – jenis kayu yang banyak digunakan di industri – industri penggergajian dan

pengerjaan kayu. Sifat pemesinan kayu yang baik dan mudah diolah serta kualitas

hasil pengolahan yang baik adalah alasan banyak pengusaha industri dan

masyarakat gemar memakai jenis kayu ini. Sebagaimana diketahui bahan

ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

(25)

kapur, kempas, jati, merbau, ulin yang termasuk jenis – jenis kayu kelas kuat dan

kelas awet cukup (Rudi, 2002).

Menurut Benny (1992), di dalam perdagangan, kayu umumnya mempunyai

ukuran – ukuran tertentu yang biasanya banyak dipakai ntuk bangunan rumah .

Masing- masing bentuk dan ukuran dikenal dengan nama – nama sebagai berikut

:

1.Balok : Mempunyai ukuran tinggi lebih besar dari lebarnya,

biasanya terbentuk empat persegi panjang atau bujur

sangakar , misalnya b/h (cm) = 6/12, 6/15, 8/12, 8/14,

10/10, 12/12.

2. Papan : Berupa lembaran tipis yang lebarnya jauh lebih besar

dari tebalnya misalnya (cm) = 2/20, 3/20, 3/25.

3.Ram : Yaitu papan untuk membuat rangka daun pintu dengan

ukuran (cm) = 3/10, 3/12

4.Kaso/usuk : Yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) = 4/6, 5/7

5.Reng : Yaitu kecil dengan ukuran (cm) = 2/3, biasa dipakai untuk

penumpu genteng.

6.Plepet : Kayu kecil dengan ukuran (cm) = 1/3, 1/5 biasanya untuk

klem kaca pada kosen jendela atau lis penutup

sambungan eternit.

Panjang dari ukuran diatas sudah tertentu, yang banyak dijumpai adalah 1 sampai

3 meter, 3 sampai 4 meter sudah jarang, lebih dari 4 meter sudah sulit dicari,

(26)

Menurut Benny (1992) berbagai jenis kayu yang banyak dipakai sebagai

bahan bangunan, diantaranya adalah :

1. Kayu Jati : cocok untuk pintu dan jendela, mebeler, konstruksi berat

terutama yang tidak terlindung,

2. Kayu Kalimantan : Jenisnya ; Kamper, kruing, bangkirai, Meranti, Laban

dan sebagainya, cocok untuk segala macam konstruksi bangunan terutama

yang terlindung dari pengaruh panas dan air.

3. kayu glugu, (kelapa) : Masih banyak dipakai untuk membuat kuda-kuda

rumah,terutama pohonnya yang sudah benar – benar tua,

4. Kayu nangka, sawo, mahoni, Rasamala : Masih banyak digunakan

rumah – rumah di desa.

(27)

D. Keawetan dan Kekuatan Kayu Tingkat Kekuatan

Kelas Kuat kayu di Indonesia dibagi kedalam 5 kelas yang ditetapkan

menurut berat jenisnya, yang dimaksud berat jenisnya dalam hal ini adalah

perbandingan berat dan volume kayu dalam keadaan kering udara dengan kadar

air sekitar 15% (Yap.F, 1984).

Tabel 2 . Kelas kuat kayu menurut Berat Jenis kayu (BJ)

Kelas Kuat Berat Jenis (BJ) Contoh Tanaman/Kayu

I ≥ 0,90

Bangkirai (Shorea laevis), Eboni (Dyospirus celebica), Merbau (Intsia spp),

Ulin (Eudoroxylon Zwagerii), dll

II 0,90 – 0,60

Rengas (Gluta rengas) , Meranti (Shorea spp), dll

III 0,60 – 0,40

Durian (Durio zibethinus), Ramin (Gonystilus bancanus)

IV 0,40 – 0,30

Kemiri (Aleuritus mollucana), Perupuk (Lophopetalum spp)

V ≤ 0,30

Pulai (Alstonia scholaris),Jelutung (Dyera lowii)

Sumber : Atlas Kayu Indonesia Jilid I dan II

Tingkat Keawetan

Dalam pemanfaatannya kayu memiliki kriteria dalam hal kekuatan dan

(28)

menyebutkan bahwa yang menentukan tingkat keawetan kayu adalah daya tahan

kayu terhadap pengaruh perusakan oleh rayap – rayap, serangga dan binatang –

binatang kecil lainnya dan sebagainya. Kelas awet kayu dibagi kedalam 5 kelas

yaitu :

Tabel 3 . Tingkat Kelas Keawetan Kayu

Tingkat Kelas A (Tahun) B (Tahun) C (Tahun) Contoh

I 8 20 Tak terbatas Jati, Merbau

II 5 15 Tak terbatas Bangkirai

III 3 10 Lama Keruing

IV Singkat sekali Beberapa tahun 10 – 20 tahun Suren

V Singkat sekali Singkat sekali Singkat

Keterangan :

A : Kayu di tempatkan di tanah lembab

B : Kayu ditempatakan ditempat yang tidak terlindung tetapi dicegah masuk

air ke dalamnya.

C : Kayu itempatkan di tempat yang terlindung

Tingkat Pemakaian

Tingkat pemakaian sesuatu kayu menyatakan kecakapan kayu untuk suatu

macam konstruksi. Dalam menentukan tingkat pemakaian, tidak dipandang soal

mengerjakan kayu serta mudah atau sukarnya pengolahan kayu itu, kayu yang

digunakan adalah kayu biasa atau dalam keadaan tidak diawetkan. Ada 5 macam

(29)

1. Tingkat I dan II Untuk keperluan konstruksi – konstruksi berat tidak

terlindung dan terkena tanah lembab. Tingkat I diantaranya adalah kayu

Jati, Merbau, bangkirai. Tingkat II diantaranya adalah merawan, rasamala

dan sebagainya.

2. Tingkat III untuk keperluan konstruksi – konstruksi berat terlindung.

Diantaranya adalah Keruing, kamper , Merranti.

3. Tingkat IV untuk keperluan konstruksi – konstruksi ringan yang

terlindung yang termasuk dalam tingkat ini adalah suren, jeunjing dan lain

– lain.

(30)

METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan adalah pada bulan Oktober

2008 sampai Januari 2009 dilakukan di industri kayu sekunder panglong yang

ada di kota Medan.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah seluruh jenis kayu yang ada

di panglong terpilih kota Medan.

2. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

• Alat tulis

Data Form

• Kamera

• Kalkulator

C. Pengambilan data

1. Pengambilan data indusri kayu sekunder panglong yang ada di kota Medan

dilaksanakan melalui sensus di setiap kecamatan yang ada di kota Medan.

(31)

• Nama Perusahaan

• Status badan hukum

• Alamat dan nomor telepon

• Jenis kayu yang diperdagangkan.

• Jenis produk/ sortimen yang diperdagangkan.

Kecamatan : ... No Nama Industri

Sekunder

Jenis Kayu Produk (Sortimen)

2. Dari hasil sensus, dipilih industri kayu sekunder yang mewakili tiap

kecamatan berdasarkan luasan 1 kecamatan .Dengan kriteria berikut

Tabel 4. Kriteria Pengambilan Jumlah Sampel Luas Kecamatan (Km2) Jumlah Sampel

a. 1,01 – 10 1

b. 10,01 – 20 2

c. 20,01 – 30 3

d. 30,01 – 40 4

diutamakan industri kayu sekunder yang lebih besar (Total 37 panglong).

3. Selanjutnya perusahaan - perusahaan yang telah terpilih, dikunjungi untuk

diminta kesediaannya untuk wawancara terbimbing.

4. Mengisi bahan kuisoner oleh peneliti dengan metode wawancara terbimbing

(32)

Gambar 1. Skema Pengambilan Data

Data

Industri kayu sekunder

yang bersedia diwawancara terbimbing

Sensus di 21 kecamatan

Penentuan jumlah sampel

(industri kayu sekunder panglong )

yang mewakili tiap kecamatan

berdasarkan luasan (sebanyak 37 panglong)

Mengisi kuisoner

dengan metode

terbimbing

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan

Panglong merupakan usaha perkayuan yang memperdagangkan berbagai

jenis kayu serta mengolah produk kayu jadi dan menyediakan berbagai kebutuhan

bahan bangunan lainnya. Industri kayu sekunder panglong juga merupakan satu –

satunya badan usaha yang menyediakan kayu bagi masyarakat kota Medan untuk

keperluan bahan bangunan dan kepentingan lainnya.

Keberadaan industri kayu sekunder panglong di kota medan dapat

ditemukan atau terdapat di seluruh kecamatan yang ada (dapat dilihat dalam

lampiran). Jumlah total industri kayu sekunder yang berbentuk panglong ini

adalah 164 unit tersebar di 21 kecamatan dan memperdagangkan hasil hutan kayu

dan berbagai produk kayu jadi lainnya. Berdasarkan hasil sampling didapatkan

bahwa keberadaan jenis usaha perkayuan ini telah ada 30 tahun tahun lalu (Tabel

5), hal ini dilihat dari waktu lamanya beroperasi panglong – panglong tersebut.

Tabel 5. Keberadaan Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan Berdasarkan Lama Beroperasi.

Lama Beroperasi (Tahun) Kuantitas (%)

≤ 5 10,81

6 – 10 16,22

11 – 20 29,73

21 - 30 18,92

> 30 24,32

Dari sampel diperoleh bahwa panglong/industri kayu sekunder yang ada

(34)

20 tahun, dimana keberadannya sebanyak 29,73 %. Untuk panglong yang baru

yaitu panglong yang masih beroperasi ≤ 5 tahun hanya 10,81 %, hal ini

menunjukkan pertumbuhan industri kayu sekunder panglong pada tahun 2004

mengalami penurunan jika dibanding puluhan tahun lalu. Tingkat perkembangan

atau keberadaan panglong yang ada di kota Medan dapat digambarkan pada grafik

berikut.

Jumlah Industri kayu sekunder Panglong di kota Medan berdasarkan lama beroperasi

Gambar 2. Grafik Jumlah Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan Berdasarkan Lama Beroperasi

Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi banyak mempengaruhi

keberadaan industri kayu sekunder panglong dan perusahan dagang yang

mengolah dan memperdagangkan kayu, di pasaran kota Medan khususnya. Hasil

survey menyatakan perkembangan jenis usaha perkayuan mengalami penurunan,

hal ini terlihat dari kegiatan/aktifitas industri atau perusahaan perkayuan dimana

pada tahun1990 – 2000 memiliki produksi yang lebih baik jika dibandingkan saat

ini. Seperti yang diungkapkan oleh Rachman dan Dwiprabowo (2007)

menyatakan bahwa konsentrasi industri di Indonesia mendapat sebutan sentra

industri pada saat itu produksi yang berlimpah membuat usaha perkayuan menjadi

(35)

Bentuk Badan Usaha Perkayuan di Kota Medan

Jenis badan usaha Perusahaan Dagang/ Usaha Dagang (UD) mendominasi

bentuk usaha perkayuan panglong di kota Medan sebesar 92, 8%. Sukirno, et.al. (2001) menyatakan bahwa Usaha Dagang (UD) merupakan badan usaha

perseorangan yang dimiliki satu individu. Akan tetapi dalam praktiknya badan

usaha ini kerap kali merupakan perusahan keluarga yaitu perusahaan yang

menggunakan seluruh atau sebagaian anggota keluarga menjalankannya.

Badan usaha dagang lainnya adalah Commanditer Vennotschap (CV) dengan kapasitas keberdaannya hanya 7, 2 %. Badan usaha Commanditer Vennotschap (CV) merupakan badan usaha persekutuan yang dimiliki 2 orang atau lebih. Usaha perkayuan/panglong di kota Medan yang berbentuk CV

memiliki skala yang lebih besar dan aktifitas produksi yang lebih besar juga.

Menurut Sukirno, et al. (2004) Perusahaan perkongsian lebih baik dari perusahaan perseorangan dimana modal, keahlian yang diperoleh lebih banyak, dan umur

usaha lebih panjang.

(36)

Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan satu komponen penting dalam kegiatan produksi

dalam suatu perusahaan/ industri perkayuan. Panglong sebagai industri kayu

sekuder juga menyerap tenaga kerja sehingga memberikan kontribusi bagi

pendapatan masyarakat, saat ini jumlah tenaga kerja disetiap panglong sekitar 5 –

15 orang atau lebih. Keberadaan kapasitas tenaga kerja yang dipakai oleh suatu

industri kayu sekunder/ panglong menunjukkan tingkat kapasitas produksi dan

skala modal yang dimiliki panglong tersebut.

Semakin besar tenaga kerja yang digunakan dalam suatu industri kayu

sekunder maka semakin besar pula kapasitas produksinya. Jumlah tenaga kerja

yang digunakan oleh masing – masing panglong yang ada di kota Medan

berbeda. Pada Tabel 6 dapat dilihat jumlah tenaga kerja yang umum digunakan di

dibagi kedalam 4 kelas.

Tabel 6. Kuantitas Tenaga Kerja yang Digunakan di Panglong

Jumlah tenaga kerja Persentase (%)

1 5,40

2 - 5 45,95

6 - 10 35,14

> 10 13,51

Jumlah tenaga kerja yang digunakan dibeberapa industri kayu sekunder di

kota Medan mengalami penurunan dari tahun – tahun sebelumnya, hal ini

merupakan satu fakta yang mendukung bahwa menurunnya aktifitas industri kayu

(37)

jumlah tenaga kerja yang dominan digunakan di panglong kota Medan adalah 2 –

5 orang yaitu sebesar 45, 95 %.

Prospek Industri Kayu Sekunder Panglong

Kehadiran Industri kayu sekunder panglong di Kota Medan banyak di latar

belakangi oleh kegiatan pembangunan di kota Medan yang terus berkembang

sejak tahun 1980 an. Kebanyakan diantara jenis usaha industri kayu sekunder

panglong ini telah ada berpuluh tahun yang lalu, dan merupakan warisan atau

peninggalan keluarga.

Banyak pemilik Industri kayu sekunder/ panglong yang ada di kota

Medan, menyatakan tingkat prospek usaha menjual kayu untuk saat ini sangat

rendah. Diantaranya 29,73 % pengusaha panglong menyatakan bahwa usaha

menjual tidak memiliki prospek yang baik untuk saat ini, namun masih ada 70,27

% pengusaha menyatakan hal sebaliknya tentang prospek usaha menjual kayu

masih menjajikan, karena kebutuhan kayu dalam pembanguan perumahan

maupun bangunan lainnya selalu ada sehingga konsumsi kayu berkelanjutan.

Gambar 4. Grafik Pendapat Pengusaha Tentang Prospek Usaha Perkayuan

Prospek kurang baik Prospek Baik

usaha perkayuan

Pendapat pengusaha tentang prospek

(38)

Zubir (2006) menyatakan bahwa untuk mengetahui perkembangan dan

prospek permintaan terhadap suatu usaha barang dan jasa yang akan dibuat

dilakukan penelitian atau pengamatan terhadap perkembangan konsumsi dan

perkembangan. Sementara kebutuhan manusia akan kayu terus ada dan selalu

meningkat namun produksi atau kondisi bahan baku kayu saat ini terbatas, hal ini

membuat tingkat prospek usaha perkayuan semakin mundur.

Di setiap kecamatan di kota medan terdapat panglong yang menjual kayu

dan bahan bangunan lainnya, hal ini membuktikan keberadaan panglong

berpengaruh terhadap pembangunan yang ada di kota Medan.

Industri kayu sekunder panglong yang tersebar di 21 kecamatan yang ada

di kota Medan mengalami penurunan produktivitas jika dibandingkan tahun –

tahun sebelumnya. Kesulitan bahan baku merupakan suatu aspek yang paling

dominan dihadapi oleh pengusaha kayu, 98% dari responden menyatakan

kesulitan memperoleh bahan baku kayu apalagi untuk kayu jenis meranti, damar,

dan Merbau serta kayu komersial lainnya yang memiliki kelas kuat I – II sehingga

(39)

B. Jenis dan Harga Kayu yang Diperdagangkan di Kota Medan

Kondisi hutan di Indonesia saat ini yang kurang produktif sangat

mempengaruhi jenis kayu komersial yang beredar dan diperdagangkan dipasaran,

salah satunya adalah kota Medan. Menurut Effendi (2001) sampai saat ini hutan

alam merupakan bahan baku utama bagi industri perkayuan di Indonesia dan

dalam kenyataannya produksi hutan alam Indonesia mengalami penurunan. Hal

ini memiliki dampak terhadap pemakaian kayu yang semakin terbatas, apalagi

untuk jenis kayu yang berasal dari hutan alam.

Kayu Komersial yang Diperdagangkan

Pemanfaatan kayu – kayu berkualitas tinggi seperti ulin, merbau, meranti,

damar sangat sedikit dan terbatas, Hal ini diakibatkan oleh harga kayu – kayu

tersebut cukup mahal dan stok kayu yang sedikit bahkan tidak ada lagi disuplai

dari hutan. Jenis – jenis kayu yang ada di perusahaan dagang/panglong hanya

terdiri beberapa jenis kayu saja, jenis kayu yang dulunya tidak begitu komersial

saat ini banyak ditemukan dipasaran dan digunakan sebagai konstruksi bangunan

serta keperluan lainnya.

Adapun jenis kayu tersebut adalah Kayu buah – buahan serta kayu hutan

lainnya yang kurang awet serta beberapa jenis kayu dengan kelas kuat I – II. Kayu

– kayu yang beredar dipasaran dibagi kedalam 5 kelas, yaitu (Lihat Tabel 7) :

1. Sembarang Keras (SK) Kampung, merupakan jenis kayu yang

berasal dari perkampungan penduduk baik itu yang tumbuh

(40)

buah – buahan, seperti durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus integra), Rambutan (Nephelium lappaecum).

2. Sembarang Keras (SK) Hutan, Jenis kayu campuran yang berasal

dari hutan yang tumbuh secara alami dan bukan merupakan jenis

tanaman yang sering dibudidayakan. Kayu SK Hutan adalah jenis

kayu yang dulunya kurang komersial danjarang digunakan namun

saat ini kayu tersebut sudah banyak dimanfaatkan karena stok kayu

dari hutan alam terbatas. Seperti Ingul/ Surian (Toona sureni Merr), Mersawa (Anisoptera spp), Rengas (Gluta renga L).

3. Kayu Meranti (Shorea spp), Meranti batu (Shorea platyclados), Meranti Gembung (Shorea leprosula Miq) dan Keruing (Dipterocarpus spp)

4. Kayu Damar Laut (Shorea macroptera).

5. Kayu Merbau (Intsia spp), merupakan jenis kayu yang memiliki kualitas terbaik saat ini dan diperdagangkan di panglong. Jenis

kayu merbau ini juga memiliki warna lebih gelap jika dibanding

dengan jenis kayu lainnya.

6. Kayu lain, jenis kayu diluar dari jenis –jenis kayu yang ada diatas

seperti kelapa (Cocos nucifera). Batang kelapa yang mayoritas dalam bentuk papan dan broti.

Banyak jenis kayu komersial yang disebutkan oleh Martawijaya, et. al.

(1981) dalam Atlas Kayu Indonesia tidak ditemukan atau diperdagangkan lagi,

(41)

Tingkat Harga

Harga merupakan nilai jual kayu yang dinilai dengan mata uang per satuan

tertentu. Industri kayu sekunder/panglong kota Medan menjual kayu untuk produk

papan, broti, balok dengan satuan ton dimana Zainal (2006) menyebutkan bahwa

isi satu ton adalah 7200 inch kubik. 1 ton juga dikonversi ke meter kubik adalah

sebesar 1,416 m3, namun lazimnya 1 ton kayu dikatakan sebesar 450 inch untuk

ukuran kayu yang memiliki panjang 16 kaki (30,48 cm), ini di dapat dari 7200 :

16 = 450 inch. Hal ini berlaku untuk papan, broti yang memiliki ukuran panjang

16 kaki. Harga kayu juga dikonversi ke inch, sehingga setiap produk kayu seperti

papan atau balok memiliki harga per inch. jenis kayu merupakan salah satu faktor

dominan yang mempengaruhi harga jual produknya.

Contoh : untuk broti ukuran 2 inch x 3 inch x 16 kaki.

Jadi banyak broti untuk 1 ton adalah 450 inch : (2 x 3) inch = 75 batang

Demikian juga dengan harganya, misalkan saja harga kayu meranti

Rp.6.000.000,- maka harga kayu meranti per inch adalah

Rp.6.000.000,- : 450 = Rp. 13.300,-

Madura (2001) menyatakan bahwa penentuan harga dapat didasarkan

suply persediaan bahan baku dan berdasarkan harga pesaing. Harga kayu yang

tinggi dipengaruhi oleh stok atau persediaan kayu yang sulit didapat. Hal ini

menciptakan harga kayu yang beredar dan diperdagangkan di kota Medan pada

saat inicukup mahal jika dibandingkan puluhan tahun lalu.

Jenis kayu komersial yang diperdagangkan di panglong kota Medan

(Dapat dilihat dalam tabel 7) dengan harga yang tertinggi adalah jenis kayu

(42)

Kayu Damar laut (Shorea macroptera) Rp. 9.000.000, Meranti ( Shorea. Spp) Rp.6.000.000, Sembarang Keras (SK) Hutan Rp. 4.250.000, dan kayu Sembarang

Keras (SK) Kampung Rp. 3. 850.000, merupakan jenis kayu yang memiliki harga

paling kecil dan stok yang lebih banyak.

Menurut Martawijaya, et. al. (1981) kayu merbau merupakan kayu yang berkualitas baik dengan berat jenis 0,84 dan kelas kuat I – II. Sedangkan kayu SK

kampung seperti kemiri (Aleuritus mollucana) hanya memiliki berat jenis 0,57 – 0,61 berada pada kelas kuat III – II dan kayu SK hutan seperti rengas (Gluta rengas L) memiliki berat jenis 0,66 – 0, 69 berada pada kelas kuat II.

Kelas kuat kayu diklasifikasikan berdasarakan oleh Berat Jenis yang

dimiliki oleh suatu kayu. Kekuatan kayu dipengaruhi oleh berat jenis kayu itu

sendiri. Berat jenis berbanding lurus dengan dengan kekuatan kayu (Yap , 1964).

Wiryomartono (1976) menyebutkan bahwa Jenis kayu seperti merbau

termasuk jenis kayu yang diperuntukkan untuk keperluan – keperluan konstruksi

berat, tidak terlindung dan terkena tanah lembab sedangkan jenis kayu seperti

meranti dan suren merupakan kayu untuk keperluan konstruksi – konstruksi

ringan yang terlindung. Tingkat harga kayu yang beredar di kota Medan

digambarkan dalam Tabel 7 dan Gambar 5 berikut dibawah ini. Harga rata - rata kayu komersial per Ton pada industri kayu sekunder panglong di kota Medan

3,85 4,25

SK Hutan Meranti Damar laut Merbau Kelapa

J

(43)

Tabel 7. Daftar Jenis dan Harga Rata – Rata Kayu Komersial di Panglong Kota Medan

Jenis Kayu Komersial Harga (Rupiah)/ ton

Minimum Maximum Rata – rata Rata – rata m3

Sembarang Keras (SK) Kampung

Durian (Durio zibethinus) Nangka ( Artocarpus integra) Manggis (Garcinia mangostana) Jengkol (Phitecollium labatum) Petai (Parkia speciosa Hassk)

Sembarang Keras (SK) Hutan

Rengas (Gluta renga L) Pualang/Cengal (Hopea sangal ) Mayang/ Nyatoh (Ganua spp) Sampinur (Dacrydium junghunii) Ingul/ Suren (Toona sureni Merr) Bintangur (Callophillum spp) Mersawa (Anisoptera spp)

Rp. 4.000.000,- Rp. 4.500.000,- Rp. 4.250.000,- Rp. 6.018.000,-

Meranti ( Shorea. Spp)

Damar Laut (Shorea macroptera) Rp. 8.000.000,- Rp.10.000.000,- Rp. 9.000.000,- Rp. 12.744.000,-

Merbau (Intsia spp) Rp. 11.000.000,- Rp.13.000.000,- Rp.12.000. 000,- Rp.16.992.000,-

Kayu lain

(44)

Penyediaan Jenis Kayu Komersial di Panglong

Berat jenis kayu mempengaruhi kekuatan kayu yang juga mempengaruhi

tingkat harga kayu tersebut. Kayu SK hutan dan SK kampung yang memiliki BJ

yang lebih kecil hanya dapat dipergunakan untuk keperluan konstruksi ringan dan

berbagai keperluan lainnya, kini kuantitasnya atau stok kayunya lebih banyak dari

jenis kayu yang memiliki berat jenis yang lebih tinggi. Hal ini mempengaruhi

tingkat harga kayu yang beredar. Jenis kayu seperti merbau, damar, meranti yang

memiliki BJ tinggi dengan stok lebih sedikit berada pada tingkat harga yang

tinggi.

Sifat fisis kayu seperti berat jenis dan kerapatan kayu dapat diperbaiki melalui proses pemadatan. Menurut Rilatupa, et. al. (2004) akibat proses pemadatan rata – rata berat jenis papan damar meningkat dari 0,41 menjadi 0,80 sedangkan kerapatannya meningkat dari 0,46 gr/ cm3 menjadi 0,83 gr/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kayu lain seperti SK kampung maupun SK hutan dapat dijadikan sebagai kayu untuk keperluan yang lebih kuat melalui proses pemadatan. Tingkat penyediaan jenis kayu komersial yang diperdagangkan di kota Medan saat ini digambarkan dalam Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Tingkat Penyediaan Jenis Kayu Komersial di Panglong

Jenis kayu Jumlah Panglong Persentase (%)

SK kampung 36 100

SK Hutan 36 100

Meranti 18 48,65

Damar 8 21,62

Merbau 5 13,51

Jenis kayu lain

(45)

Dari panglong yang berada di 21 kecamatan di kota Medan hanya ada

beberapa panglong yang menyediakan jenis kayu tertentu, karena tidak semua

jenis kayu terdapat pada suatu panglong. Keberadaan jenis kayu yang

diperdagangkan di panglong didominasi oleh jenis kayu sembarang keras

kampung sebesar 100% dan sembarang keras hutan 100 % yang dimiliki dan

diperdagangkan oleh seluruh panglong yang ada di 21 Kecamatan kota Medan..

Jenis kayu yang memiliki kualitas lebih baik, seperti merbau hanya 13,51 %

panglong yang menyediakannya, meranti 48,65 %, dan damar laut 21,62 %.

100 100

48,65

21,62 13,51

2,7 0

20 40 60 80 100

Jumlah Panglong (%)

Jenis kayu komersial pada industri kayu sekunder panglong di kota Medan

SK kam pung SK Hutan Meranti Dam ar Merbau Kelapa

(46)

C. Jenis produk olahan kayu yang diperdagangkan

Pengerjaan kayu lanjutan, dengan proses produksi yang baik dapat

meningkatkan nilai ekonomi suatu jenis kayu. Setiap panglong yang ada di kota

Medan menyediakan berbagi jenis produk olahan kayu produk jadi maupun

setengah jadi. Pembuatan produk jadi seperti kusen pintu, kusen jendela, pintu,

jendela dan lainnya. Disamping itu juga ada yang dilakukan oleh industri kecil/

industri rumah tangga lokal. Industri sekunder ini menyuplai produk jadi ke toko

bangunan /panglong lainnya atau bahkan langsung kepada masyarakat.

Tidak semua jenis produk kayu olahan terdapat di satu panglong, namun

untuk keperluan konsumen dapat melakukan pemesanan terlebih dahulu. Suatu

produk kayuolahan dapat beral dari berbagai jenis kayu yag berbeda, dan tidak

semua kayu baik digunakan untuk satu produk yang sama. Beberapa produk

berbahan baku kayu yang diperdagangkan di panglong adalah sebagai berikut :

1. Papan

Produk olahan kayu berupa lembaran dengan ukuran dimana tebalnya jauh

lebih kecil dibanding ukuran lebar dan panjangnya. Panglong kota Medan

memiliki 2 ukuran papan dengan tebal x lebar x panjang (inch), yaitu :

a. 1 x 9 x 16

b. ¾ x 8 x 16

Tebal

panjang

Lebar

(47)

Sedangkan Budianto (1990) mengungkapkan bahwa ukuran kayu

perdagangan di indonesia untuk bentuk papan memiliki ketebalan 2 , 2,5

dan 3 cm sedangkan untuk papan <2 cm dan >3 cm dibuat atas pemesanan.

2. Broti

Kayu batangan berbentuk balok dengan ukuran dimana ukuran tebal dan

lebarnya hampir sama sedangkan ukuran panjangnya jauh lebih besar atau

sama dengan ukuran panjang papan. Berdasarkan ukurannya, broti dibagi

8 bentuk, yaitu (inch):

a. 1 x 2 x 16 d. 11/2 x 2 x 16 g. 4 x 4 x 16

b. 2 x 2 x16 e. 3 x 3 x 16

c. 2 x 4 x 16 f. 3 x 4 x 16

3. Kusen

Kayu yang dimodifikasi dengan ukuran tertentu yang berfungsi sebagai

tempat atau penyangga daun pintu atau daun jendela dalam suatu

bangunan. Model kusen dapat dibagi kedalam 2 jenis yaitu model kusen

jalusi dan kusen biasa.

Kusen jalusi adalah kusen yang memilki celah ventilasi udara di bagian

atas kusen tersebut, sedangkan kusen biasa adalah kusen yang tidak

memiliki celah ventilasi atau sehingga ukurannya hampir sama dengan

daun pintu atau daun jendela yang akan digunakan. Bentuk kusen pintu

maupun kusen jendela dapat dipesan sesuai selera demikian juga

(48)

80 cm

40 cm

2 m

Gambar 8 . Model Kusen Pintu a. Jalusi b. Kusen Pintu Gawang/ Tanpa Jalusi

Namun ukuran kusen (Panjang x Lebar) yang lazim digunakan dan

diperdagangkan dipasaran adalah

Kusen Pintu : 70/80/90 x 2 m

Kusen Jendela : 60 x 60 cm dan 60 x 120

60 cm

120 cm

a b c

60 cm

Gambar 9. Kusen Jendela

a. Jalusi 20 x 60 b. Kusen jendela jalusi 60 x 60 c. Kusen biasa 60 x 60

(49)

4. Pintu/ Daun Pintu

Pintu merupakan produk kayu olahan berbentuk persegi panjang dan

memiliki tebal, yang berfungsi penutup penghubung antar ruang. Untuk

ukurannya, pintu disesuaikan dengan ukuran kusennya. Umumnya ukuran

pintu yang diperdagangkan di kota medan adalah 70 x 2m, 80 x 2m, 90 x

2m. Jenis kayu yang digunakan untuk daun pintu berbeda – beda, sehingga

kualitas dan harga setiap pintu berbeda. Saat ini banyak pintu terbuat dari

kayu meranti, damar, merbau dan kayu sembarang. Harga pintu juga

dipengaruhi oleh motif atau relief permukaan pintu tersebut, hal ini

membuat jenis pintu dibedakan atas:

a. Pintu biasa, merupakan pintu yang permukaannya rata tidak

memiliki motif ukiran atau relief di permukaannya.

b. Pintu Spanyol/ jopenPetak, merupakan pintu yang permukaannya

memiliki relief atau motif ukiran, sehingga kesannya lebih

menarik. Pintu petak biasanya lebih mahal daripada pintu biasa.

(50)

5. Jendela/ Daun Jendela

Produk kayu berbentuk persegi, atau persegi panjang sama halnya dengan

daun pintu, namun ukuran jendela lebih kecil. Ukuran jendela yang umum

diperdagangkan di kota medan adalah 60 x 60 cm dan 60 x 120 cm. Jenis

kayu yang digunakan untuk daun jendela umumnya adalah kayu meranti.

6. Plywood/ Triplek

Triplek merupakan produk kayu lapis yang terdiri dari 3 lapis. Jenis

plywood ini banyak diperdagangkan di kota Medan, namun untuk

produksinya tidak dilakukan di kota medan. Banyak triplek dipasok dari

industri – industri plywood besar. Kayu lapis menurut Budianto (1990)

adalah semacam papan yang terdiri dari sejumlah lembarankayu tipis,

yang disebut vinir. Lembaran vinir yang satu dilekatkan dengan yang lain

sedemikian rupa sehingga setiap lembar arah seratnya bersilangan tegak

lurus dengan lembar berikutnya. Jenis kayu plywood atau triplek ini

adalah meranti. Untuk ukuran triplek yang umum adalah 3, 4, 6, 9, 12

inch. Ada 2 jenis plywood/ triplek yang diperdagangkan dikota medan

yaitu :

6.1. Triplek biasa

6.2. Triplek warna yang salah satu permukaannya dilapisi bahan permika.

Ukuran Triplek dalam perdagangan adalah :

a. 8 x 4 kaki (kurang lebih 2440 x 1220 mm)

(51)

7. Profil

Profil adalah produk kayu aksesoris bangunan yang sering digunakan

sebagai penyangga atap asbes suatu bangunan. Meranti merupakan jenis

kayu yang sering digunakan untuk pembuatan profil. Tingkat harga profil

dipengaruhi oleh bentuk motif relief profil itu sendiri. Semakin besar dan

banyak motif/ relief profil itu maka harganya pun semakin tinggi. Ukuran

panjang profil yang umum diperdagangkan adalah 4 meter.

8. Produk lain (Parquet)

Parquet merupakan produk kayu olahan atau papan yang dimodifikasi

untuk lantai suatu ruangan indoor, karena dianggap bernilai dekoratif

tinggi juga mampu meredam suara dan membuat ruangan terasa hangat.

Gambar 11. Parquet (Lantai Kayu)

Jenisparquet yang tersedia di panglong kota medan adalah jenis parquet

MDF (Medium Density Fiberwood) dengan ukuran tebal x lebar x panjang

adalah 8mm x 20 cm x 1 meter untuk 1 parquet. Parquet ini berasal dari

(52)

Sifat dan ciri khas kayu yang berbeda dengan kayu lainnya,membuat

produk olahan suatu jenis kayu tidak selalu baik atau sama dengan produk olahan

jenis kayu lainnya. Pemanfaatan kayu disesuaikan dengan sifat alami kayu

tersebut. Jenis kayu yang berbeda menghasilkan kualitas antar produk juga

berbeda sehingga mempengaruhi tingkat harga produk tersebut. Panglong Yang

berada di kota Medan sebagian besar tidak membuat perlakuan atau tindakan

peningkatan mutu kayu seperti pengeringan (Kiln dry) dan upaya pengawetan lainnya.

Kegiatan proses produksi dan pengolahan kayu menjadi produk lanjutan

tidak ditemukan di seluru industri kayu sekunder panglong yang ada di kota

Medan. Sebagian besar Panglong – panglong ini hanya memperdagangkan produk

kayu lanjutan yang di supply industri kayu lain yang ada di luar daerah kota

Medan maupun dari dalm kota medan itu sendiri.

Tabel 9. Kuantitas Panglong yang Melakukan Produksi Kayu Lanjutan Tahun 2008 Berdasarkan Lama Beroperasi

Lama Beroperasi Melakukan Produksi Lanjutan

(Tahun) Ya (%) Tidak (%)

< 5 - 10,81

6 - 10 - 16,22

11 - 20 13,51 10,81

21 - 30 - 8,10

> 30 16,22 24,32

(53)

Panglong yang melakukan proses produksi lanjutan hanya ditemukan

sebesar 29, 37 % dan panglong lainnya sebesar 70,27% tidak melakukan produksi

lanjutan. Dari data diketahui bahwa panglong sebagai penyedia bahan kayu di

kota Medan yang dominan melakukan proses produksi lanjutan adalah panglong

yang telah beroperasi selama 30 tahun. Perubahan kegiatan produksi terjadi dari

tahun ke tahun banyak proses produksi yang terhenti atau dulunya ada pada suatu

paglong kini tidak melakukan pengerjaan lanjutan lagi. Pasokan bahan baku yang

sulit merupakan satu alasan dominan disampaikan oleh pengusaha industri

(54)

Tabel 10. Daftar Jenis dan Harga Produk Kayu Olahan yang Diperdagangakan di

Hutan Meranti Damar Merbau Lain

(55)

D. Konsumsi dan Suplai kayu di Kota Medan

Tingkat konsumsi dan pasokan kayu di 21 Kecamatan yang ada dapat

dideskripsikan dengan kondisi, keberadaan serta perkembangan industri kayu

sekunder panglong yang ada di setiap Kecamatan. Panglong merupakan satu

satunya distributor kayu serta produk kayu lanjutan lainnya kepada konsumen/

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kayu. Departemen Pendidikan Nasional

(2005) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga mendefinisikan

panglong merupakan perusahaan penebangan kayu yang diusahakan oleh orang

cina atau disebut kilang kayu (tempat penggergajian kayu) untuk diperdagangkan.

Suplai Kayu

Persediaan dan pasokan kayu yang beredar atau diperdagangkan di kota

Medan berasal dari dalam dan luar provinsi Sumatera Utara. Untuk kayu

sembarang keras kampung dan sembarang keras hutan berasal dari dalam

provinsi seperti daerah Rantau Prapat, Kisaran dan Dolok Sanggul Kabupaten

Humbang Hasundutan, sedangkan untuk kayu seperti damar, meranti, merbau

(56)

Jenis kayu sembarang SK Kampung maupun SK Hutan berasal dari hutan

rakyat, Abdurachman dan Nurwati Hadjib (2006) menyatakan bahwa kayu yang

berasal dari hutan rakyat yang pada umumnya berumur muda, berdiameter kecil

(< 25 cm), sudah tentu bermutu rendah, tetapi karena pasokan kayu dari sumber

utama (hutan alam/hutan tanaman) semakin menurun bahkan hampir habis maka

pemakai kayu sudah lama cenderung memilih kayu-kayu tersebut. Berdasarkan

hasil-hasil penelitian yang telah dicapai akhir-akhir ini, kayu yang berasal dari

hutan/tanaman rakyat pada dasarnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan

baik untuk pertukangan maupun bahan bangunan.

Indonesia kini kekurangan bahan baku kayu karena pemerintah

membatasijata tebangan hasil hutan, Organisasai Perkayuan Tropis Internasional

(ITTO) memperkirakan produksi kayu bulat Indonesia pertahun mencapai 30 m3.

Green Peace (2006) menyatakan bahwa menurut angka – angka resmi,

diperkirakan permintaan konsumi kayu Indonesia tahun 2004, 76%nya di penuhi

dari kayu hasil pembalakan liar.

Konsumsi kayu

Untuk wilayah kota Medan, Panglong sebagai kilang kayu mampu

menjual kayu rata - rata sebanyak 2,91 ton/ bulan untuk satu panglong. Maka

konsumsi kayu untuk kota Medan pada 21 kecamatan dapat diperkirakan kurang

lebih 2,91 x 164 = 477,24 ton/ bulan atau sekitar 675,77 m3/bulannya.

Ukuran 1 ton adalah sebesar 450 inch atau sebesar 1,416 m3, jadi setiap

jumlah maupun harga kayu dikonversi ke inch. Seperti yang diungkapkan Zainal

(57)

membuat kita mengetahui jumlah produk yang dibuat dengan 1 ton kayu serta

harga produk tersebut sesuai dengan harga jenis kayu tertentu per tonnya.

Pemakaian satuan ton dalam penjualan kayu hanya lazim digunakan untuk kayu

berbentuk papan dan broti atau produk kayu olahan lainnya yang memiliki

panjang 16 kaki.. Tidak semua panglong - panglong yang ada di kota Medan

menjual kayu dalam satuan ton, sehingga panglong tersebut hanya menjual papan

dan broti per lembar/batang berdasarkan harga per inchnya.

Dalam kegiatan renovasi rumah juga dibutuhkan bahan kayu untuk

berbagai fungsi, Zainal (1993) menyebutkan bahwa dalam pengembangan rumah

dari tipe 18 menjadi tipe 74 memerlukan kayu sekitar 6,15 m3 dan dari tipe 21

menjadi tipe 80 memerlukan kayu sekitar 7,43 m3 diluar keperluan kayu seperti

pintu, kusen, jendela atau triplek.

Menurut Handoko (1995) konsumsi kayu pada bangunan rumah untuk

berbagai tipe, yang dibutuhkan adalah untuk kosen pintu/ Jendela, rangka kap/

kuda – kuda, langit- langit dengan plywood/ triplek. Seperti untuk perumahan

berikut :

1. tipe garuda (Luas bangunan lantai 1= 250 m2 dan lantai 2 = 243 m2)

memerlukan kayu sebanyak 3873 bt + 208 lb

2. tipe rajawali (Luas bangunan lantai 1 234 m2 dan lantai 2 185 m2) 3321 bt

+ 206 lb

3. tipe merak ( Luas bangunan lt 1= 171 m2 dan lt 2 127 m2) 2253 bt + 157 lb

4. tipe cendrawasih (Luas bangunan lt 1= 203 m2 dan lt 2 = 103 m2) 2037 bt

(58)

5. tipe pelikan (Luas bangunan lt 1 = 156 m2 dan lt 2 = 156 m2) 2376 bt +

132 lb.

Dari seluruh sampel diketahui bahwa masyarakat kota Medan lebih

banyak menggunakan jenis kayu Jenis sembarang keras kayu SK seperti Durian,

Rengas, Cengal dan yang lainnya adalah jenis kayu dengan kelas kuat III - IV

sehingga kualitasnya memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan konstruksi

ringan bangunan. Konsumsi kayu yang berasal dari panglong digunakan

masyarakat untuk kebutuhan konstruksi bangunan perumahan, kantor, sekolah

maupun jembatan serta perabot rumah tangga.

Industri kayu sekuder panglong yang ada di kota Medan saat ini kesulitan

mendapatkan pasokan bahan baku kayu untuk produksi. Kayu SK (Sembarang

Keras) merupakan jenis kayu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat kota

Medan, hal ini terlihat dari banyaknya permintaan masyarakat terhadap kayu ini.

Tingkat harga yang lebih murah dan persediaan stok kayu yang lebih banyak

adalah alasan masyarakat kota Medan memilih kayu tersebut.

Tingkat harga juga mempengaruhi konsumsi kayu dan produk kayu olahan

lainnya. Banyak masyarakat mengkonsumsi jenis kayu sembarang (SK) dengan

alasan harga yang lebih murah. Menurut pakar ekonomi Teguh (2002) bila biaya

atau harga berubah maka jumlah pesanan dan produksi juga ikut berubah.

Perubahan tingkat harga yang meningkat akan menyebabkan tingkat konsumsi

(59)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Industri kayu sekunder panglong ditemukan di seluruh kecamatan (21

kecamatan) yang ada di kota Medan.

2. Pertumbuhan industri kayu sekunder panglong di kota Medan lebih besar

pada tahun 1988 hingga 1998 (sudah beoperasi 10 – 20 tahun),

keberadaannya 29,73 % dari seluruh panglong yang ada saat ini.

3. Jenis kayu yang beredar di 21 kecamatan kota medan dibagi kedalam 5

jenis yaitu :

a. Kayu sembarang keras kampung, contoh: Durian(Durio zibethinus) b. Kayu sembarang keras hutan, contoh : Surian (Toona sureni Merr) c. Kayu Meranti (Shorea spp)

d. Kayu Damar Laut (Shorea macroptera) e. Kayu Merbau (Intsia spp)

4. Tingkat harga jenis kayu tersebut berbeda dimana harga, kayu SK

kampung < kayu SK hutan < Meranti < Damar < Merbau. Harga per

tonnya (1 ton = 450 inch) adalah SK kampung memiliki harga rata –rata

Rp. 3. 850.000,- SK Hutan Rp. 4.250.000,- Meranti ( Shorea. Spp)Rp. 6.000.000, dan untuk jenis kayu Damar Laut (Agathis Sp)Rp. 9.000.000,- Merbau (Intsia Spp)Rp.12.000. 000,

5. Kayu Sembarang kampung dan kayu sembarang hutan merupakan jenis

(60)

6. Harga kayu sembarang keras yang relatif lebih murah dan memiliki

persedian yang lebih banyak, membuat tingkat konsumsi kayu ini lebih

tinggi.

7. Produksi kayu olahan yang umumnya diperdagangkan adalah : Papan,

Broti, Kusen, Pintu, Jendela, Plywood (triplek) dan produk lain seperti

profil, parquet.

8. Konsumsi kayu di kota Medan diperkirakan 477,24 ton/ bulan atau

sekitar 675,77 m3/bulannya (di luar pemakaian kayu dari luar panglong).

9. Kayu yang berada di kota Medan disuplai dari dalam provinsi (Kabupaten

Humbang Hasundutan, Rantau Prapat, Kisaran dan luar provinsi Sumatera

Utara (Aceh, Riau, dan Sumatera Barat).

B. Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan tentang jenis kerusakan kayu yang

diperdagangkan dipanglong dan tingkat rendemen kayu untuk memproduksi

berbagai produk olahan kayu lanjutan. Selain itu juga perlu analisa atau

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan Hadjib.N . 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Untuk Komponen Bangunan. PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor

Benny. P. 1992. Konstruksi Bangunan Gedung Sambungan Kayu Pintu Jendela. Penerbit Dnd Offset. Yogyakarta

Biro Pusat Statistik Medan.2008.http://sumut.bps.go.id/medan/?q=content/tabel-13-luas-wilayah-kota-medan-menurut-kecamatan. [31/10/08]

Brown.H.P, J.Panshin dan C.C. Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology.Vol II. Mc.Graw-Hill Book.Co. New York.

Budianto. D. 1990. Pengelolaan Gudang dalam Industri Kayu. Kanisius. Yogyakarta

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta

Dephutbun Provinsi Sumatera Utara dan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat USU. 2000. Analisis Supply dan Demand Hasil Hutan Kayu di Provinsi Sumatera Utara. Kanwil Dephutbun Provinsi Sumatera Utara – LPPM USU. Medan

Dumanauw. J.F.1999. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Ensiklopedi Indonesia. 1991. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.

Fuad. M, et.al. 2005. Pengantar Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Greenomics. 2004. Industri Pengolahan Kayu. Indonesia Corruption Watch. Jakarta.

Green Peace. 2006. Lembar Kejahatan Hutan (Kayu Lapis Dewa Perusak Hutan Alam Indonesia yang Pandai menghindari Hukum). http//: www. greenpeace.or.id

Handoko. Y. 1995. Rumah Pesona (Rancanagan Rumah Tinggal Satu lantai dan Dua Lantai. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

http://organisasi.org/bentuk_jenis_macam_badan_usaha_organisasi_bisnis_perusa haan_pengertian_dan_definisi_ilmu_sosial_ekonomi_pembangunan. [24/10/08]

(62)

Indriyo. G. 2001. Pengantar Bisnis. Edisi Kedua. PT.BPPFE. Yogyakarta.

Martawijaya. A, Kartasujana. I, K. Kadir, dan Soewanda A.P. 1995. Atlas Kayu Indonesia. Jilid 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor

Pemko Medan. 2008. http://www.pemkomedan.go.id/mdnttg.php [25/10/08]

Rachman. E dan H. Dwiprabowo. 2007. Kajian Pengembangan Industri Furniture Kayu Melalui Pendekatan Kluster Industri di Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan. Vol 4. Bogor

Rilatupa.J, Surjokusumo.S, dan Nandika.D. 2004. (Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol 2 No. 1) Keandalan Papan Lapis dari Kayu Damar (Agathis lorantifolia) Terpadatkan sebagai Pelat Buhul pada Arsitektur Atap Kayu.

Sukirno. S, et al. 2004. Pengantar Bisnis. Edisi Pertama. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Wiryomartono. 1976. Konstruksi Kayu. Jilid I. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Wirjomartono.1977. Konstruksi Kayu II. Fakultas Teknik Sipil. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Yap. F. 1964. Konstruksi Kayu. Binacipta IKAPI. Bandung

Zainal. A.Z. 1993. Pengembangan Rumah Tipe 18 dan Tipe 21 dan Perhitungan Bahan yang Dipakai. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zainal A.Z. 2006. Analisi Bangunan Menghitung Anggaran Biaya Bangunan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

(63)

Gambar

Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan
Tabel 2 . Kelas kuat kayu menurut Berat Jenis kayu (BJ)
Tabel 3 . Tingkat Kelas Keawetan Kayu
Tabel 4. Kriteria Pengambilan Jumlah Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Clostridium botulinum. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan yang dijual di swalayan Kota Medan tahun 2010. Jenis

Penelitian ini bertujuan mengetahui kandungan timbal (Pb) pada terasi bermerek dan terasi hasil olahan industri rumah tangga yang dijual di beberapa pasar tradisional di kota

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan anugerahNya sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Jenis, Harga Kayu Komersil dan

Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini untuk menambah wawasan para pengusaha industri Lettering dan makanan olahan dibidang manajemen produksi khususnya

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keberadaan dan perkembangan industri rotan di Kota Medan, jenis dan harga bahan baku rotan serta produk rotan olahan

industri primer berupa log kayu yang akan diolah untuk produk lanjutan

No Nama Industri Rotan Bentuk Produk Harga (Rp) Jenis Bahan Baku Rotan.. Alamat/Telp

Industri barang-barang kerajinan dari rotan, yaitu industri yang menghasilkan.. produk barang kerajinan rotan berdasarkan atas desain