SKRIPSI
ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA: PEMODELAN MUNDELL-FLEMING
OLEH
TONGKU AHMAD HUSEIN DAULAY 110523023
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN PENCETAKAN
Nama : TONGKU AHMAD HUSEIN DAULAY
Nim : 110523023
Program Studi : EKONOMI PEMBANGUNAN
Konsentrasi : PERBANKAN
Judul : ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA: PEMODELAN
MUNDELL-FLEMING
Tanggal:... Ketua Program Studi
Irsyad Lubis, SE, M. Soc. Sc, Ph,D
Nip. 19710503 200312 1 003
Tanggal:... Ketua Departemen
Wahyu Ario Pratomo, SE, M. Ec
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA: PEMODELAN MUNDELL-FLEMING” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga dan yang saya kutip dari karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya beredia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, November 2013
Tongku Ahmad Husein Daulay
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter yang terjadi di Indonesia melalui pemodelan Mundell-Fleming selam kurun waktu 2000:1-2012:4. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Stok Uang Nominal, Tingkat Bunga, Nilai Tukar Rupiah, Ekspor Netto dan Produk Domestik Bruto. Sistem persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan VAR. Sebelumnya dilakukan uji stasioner, kausalitas granger dan kointegrasi terhadap data yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan Impulse Response Function dan Variance Decomposition. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan pemodelan Mundell-Fleming saling memberikan kontribusi terhadap variabel lainnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
ABSTACT
This research intentsfor analyzing how monetary policy transmission mechanism that has been happened Indonesia through Mundell-Fleming's modelling within 2000:1 - 2012:4. Variable that was utilized for this research consist of money supply, interest rate, exchange rate, net export and gross domestic product. Equation system was utilized in this research is VAR. Previously it has been done stasionerity test, granger’s causality test and cointegration test to data that wasused. Then continuedby Impulse Response Function and Variance Decomposition. The result of research showed that during transmission mechanism research period of monetary policy in Indonesia with Mundell Fleming's modelling mutually give contribution to another variable, either short in the termor longterm.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia: Pemodelan Mundell-Fleming”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan do’a dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Ibunda Tercinta Annur Hasibuan dan Ayah Tercinta Syaiful Bakhri Daulay serta saudara-saudaraku terkasih Juliati Daulay, S.Pd, Amna Marito Daulay, S.Pd, Fitri Riskina Daulay, Fahrul Roji Daulay, Amar Antoni Daulay dan Jumhar Daulay. 2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini
4. Bapak Syahrir Hakim Nasution, SE, MSi selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen Pembaca Penilai pada skripsi ini
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utarayang telah membagi ilmunya kepada saya
8. Seluruh Staf Akademik Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
9. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2011 Program Ekstensi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, Juni 2013 Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Moneter ... 7
2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 9
2.2.1 Mekanisme Transmisi jalur Tingkat Bunga ... 10
2.2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter jalur Kekayaan………... 11
2.2.3 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter jalur Nilai Tukar Mundell-Fleming……… 12
2.2.3.1 Pasar Uang dan Kurva LM*………..…….. 14
2.2.3.2 Nilai Tukar……….. 18
2.3 Penelitian Terdahulu ... 19
2.4 Kerangka Konseptual ... 21
2.5 Hipotesis Penelitian ... 22
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 23
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 23
3.3 Uji Asumsi ... 23
3.3.1 Uji Stasioner Data (Unit Root Test) ... 23
3.3.2 Uji Kointegrasi ... 25
3.3.3 Uji Kausalitas Granger ... 26
3.4 Model Analisis ... 27
3.4.1 Vector Autoregression (VAR) ... 27
3.4.2 Impulse Response Function (IRF) ... 28
3.4.3 Variance Decomposition ... 28
3.5 Defenisi Operasional ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Variabel Penelitian di Indonesia ... 30
4.1.1 Produk Domestik Bruto... 30
4.1.3 Jumlah Uang Beredar ... 34
4.1.4 Nilai Tukar Rupiah ... 36
4.1.5 Tingkat Bunga ... 38
4.2 Hasil Uji Asumsi ... 39
4.2.1 Uji Stasioneritas Data (Unit Root Test) ... 39
4.2.2 Uji Kointegrasi ... 40
4.2.3 Uji Kausalitas Granger ... 41
4.3 Hasil Model Analisis ... 43
4.3.1 Estimasi Model Vector Autoregression (VAR) ... 43
4.3.2 Analisis Impulse Response Function (IRF)... 46
4.3.3 Analisis Variance Decomposition ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 53
5.2 Saran ... 53
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul
Halaman
2.1 Ringkasan Model Mundell-Fleming dalam
Mempengaruhi Kebijakan………. 18
4.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Indonesia Periode 2000:01-2012:04……….. 32
4.2 Perkembangan Ekspor Netto di Indonesia Periode 2000:01-2012:04……….. 34
4.3 Perkembangan Jumlah Ung Beredar (M1) di Indonesia Periode 2000:01-2012:04……….. 35
4.4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000:01-2012:04……….. 37
4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000:01-2012:04……….. 38
4.6 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test pada Tahap Level……….. 39
4.7 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test pada Tahap 1 st difference……… 40
4.8 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test pada Tahap 2nd difference………... 40
4.9 Hasil Pengujian Kointegrasi Johansen………. 41
4.10 Uji Kausalitas Granger………. 42
4.11 Roots of Characteristic Polynomial………. 44
4.12 Hasil Estimasi VAR Mundell-Fleming……… 45
4.13 Hasil Output Variance Decomposition………. 49
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul
Halaman
2.1 Model Mundell-Fleming………. 13
2.2 Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang……. 16
2.3 Kerangka Pemikiran………..….. 21
4.1 Stabilitas Struktur Model……… … 44
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter yang terjadi di Indonesia melalui pemodelan Mundell-Fleming selam kurun waktu 2000:1-2012:4. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Stok Uang Nominal, Tingkat Bunga, Nilai Tukar Rupiah, Ekspor Netto dan Produk Domestik Bruto. Sistem persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan VAR. Sebelumnya dilakukan uji stasioner, kausalitas granger dan kointegrasi terhadap data yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan Impulse Response Function dan Variance Decomposition. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan pemodelan Mundell-Fleming saling memberikan kontribusi terhadap variabel lainnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
ABSTACT
This research intentsfor analyzing how monetary policy transmission mechanism that has been happened Indonesia through Mundell-Fleming's modelling within 2000:1 - 2012:4. Variable that was utilized for this research consist of money supply, interest rate, exchange rate, net export and gross domestic product. Equation system was utilized in this research is VAR. Previously it has been done stasionerity test, granger’s causality test and cointegration test to data that wasused. Then continuedby Impulse Response Function and Variance Decomposition. The result of research showed that during transmission mechanism research period of monetary policy in Indonesia with Mundell Fleming's modelling mutually give contribution to another variable, either short in the termor longterm.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil
kebijakan untuk selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Karena apabila salah
langkah, maka akan sangat berdampak terhadap perekonomian baik secara mikro
maupun secara makro. Ketika menjalankan kebijakan moneter, para pembuat
kebijakan sering mengamati apa yang terjadi di mancanegara. Meskipun kemakmuran
domestik merupakan tujuan satu-satunya, namun mereka perlu mempertimbangkan
perkembangan di mancanegara (Mankiw, 2007).
Salah satu permasalahan yang sering dialami oleh banyak Negara adalah
masalah inflasi. Karena masalah inflasi ini sangat sensitif bagi perekonomian. Inflasi
yang tingkatannya tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan perekonomian
suatu Negara. Inflasi adalah suatu bagian integral dari makro ekonomi. Dalam
perekonomian empat sektor atau peekonomian terbuka seperti Indonesia, maka
kondisi ekonomi sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia (mancanegara).
Karena telah melakukan ekspor impor dengan berbagai Negara. Sehingga nilai tukar
mata uang sangat berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri.
Menurut Samuelson dan Nordhaus 2001 inflasi terjadi ketika harga umum
naik. Cara menghitung inflasi adalah dengan menggunakan indeks harga rata-rata
mengukur harga biaya pasar dari barang dan jasa konsumen yang dikaitkan dengan
biaya dari harga barang dan jasa terebut pada tahun dasar tertentu.
Kebijakan yang sering digunakan untuk mengendalikan inflasi ini adalah
kebijakan moneter. Pada saat sekarang ini, kebijakan moneter merupakan kebijakan
yang sangat efektif untuk dijadikan alat dalam mengendalikan inflasi. Di dalam
Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) sebagaimana telah
diamandemen dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 pada Pasal 7 menyatakan
bahwa Indonesia telah menganut kebijakan moneter dengan tujuan tunggal yakni
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal yang dimaksud dengan
kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan
jasa yang tercermin pada inflasi. Namun kita tidak boleh terpaku terhadap angka
nominal dari inflasi itu sendiri. Karena apabila angka inflasi rendah, maka bisa saja
pengangguran yang akan menjadi melonjak (sesuai dengan kurva Phillips). Untuk
mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka
kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation
Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang bebas
(free floating). Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada
publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter
dilakukan secara forward looking, artinya perubahan kebijakan moneter dilakukan
melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran
inflasi yang telah dicanangkan.
Manajemen moneter yang diterapkan di Indonesia selama ini masih terpaku
internasional sudah cukup kompleks untuk dicermati. Sehingga otoritas moneter
banyak mendapat kritikan terhadap kebijakan yang mereka ambil. Otoritas moneter
dimaksudkan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi riil dan harga melalui
mekanisme transmisi yang ada. Oleh karena itu, otoritas moneter harus benar-benar
memahami dengan jelas tentang mekanisme transmisi di negaranya. Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter dapat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan
bisnis melalui alur tingkat bunga, alur harga asset, dan alur kredit (Jonni Manurung &
Adler Haymans Manurung, 2009).
Terdapat penelitian yang dilakukan tentang keefektifan Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter di Indonesia. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Natsir,
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui jalur Suku Bunga efektif
mewujudkan sasaran akhir kebijakan Moneter di Indonesia periode 1990:2-2007:1.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui jalur Suku Bunga membutuhkan
time lag sekitar 10 triwulan hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter.
Berkaitan dengan penargetan inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka
pendek maupun jangka panjang oleh Bank Indonesia, menurut Nota Kesepahaman
antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi telah ditetapkan untuk tiga
tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yakni tahun 2013, 2014
dan 2015 masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi
±1%.
Mengingat perekonomian Indonesia pada tahun 2012 masih tumbuh cukup
baik yakni sebesar 6,23% walaupun lebih rendah dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yakni sebesar 6,5%. Hal ini dikarenakan belum pulihnya perekonomian
Indonesia ini dikarenakan masih besarnya permintaan domestic khususnya konsumsi
rumah tangga. Sehingga nilai impor tahun 2012 masih tumbuh positif yakni sebesar
4,9%, meskipun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni 13,3%. Dari sisi
penawaran, pengurangan ini disebabkan oleh belum membaiknya perekonomian
global. Sehingga pertumbuhan ekspor Indonesia melambat dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, yakni tahun 2011 sebesar 13,6% dan tahun 2012 hanya sebesar
1,1%.
Bertolak dari uraian-uraian di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan
penelitian yang berjudul: “Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia: Pemodelan Mundell-Fleming”.
1.2. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan pemaparan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia yakni
Transmisi Kebijakan Moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming dengan melihat
beberapa bagian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mundell-
Fleming melalui permintaan agregat terhadap output di Indonesia selama
periode penelitian?
2. Apakah variabel-variabel Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dengan
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari peneltian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
dengan pemodelan Mundell-Fleming yang ada di Indonesia melalui
permintaan agregat terhadap penargetan inflasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana variabel-variabel dalam Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming saling mempengaruhi.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari peneltian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap praktisi
ekonomi agar dapat mengetahui kebijakan moneter dengan pemodelan
Mundell-Fleming dalam mempengaruhi inflasi.
2. Dapat menambah pengetahuan ilmiah terhadap penulis tentang kebijakan
moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming dalam mempengaruhi inflasi.
3. Sebagai bahan masukan terhadap peneliti lain tentang kebijakan moneter dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral
dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan
perekonomian dalam negeri meskipun tidak terlepas pengaruhnya dari perekonomian
global. Menurut Prathama & Mandala 2008, yang dimaksud dengan kebijakan
moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian macro ke
kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur Jumlah Uang Beredar.
Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan
dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol).
Pengaruh kebijakan moneter yang pertama kali terasa adalah pada sector
moneter dan perbankan (tingkat bunga, inflasi, kredit dan sebagainya), yang kemudian
ditransfer ke sector rill (misalnya investasi dan konsumsi) yang berarti terbukti bahwa
adanya kebijaksanaan moneter akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (Ahmad Jamli).
Ada tiga instrumen utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang
beredar, yaitu:
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka (Open Market Operation) adalah
pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang
ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke bank sentral. Bila
pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menurunkan
tingkat bunga pinjaman. Dengan tingkat bunga yang lebih rendah, maka keinginan
bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga
jumlah uang beredar bertambah. Begitu juga sebaliknya, ketika pemerintah ingin
mengurangi jumlah uang beredar maka pemerintah menaikkan suku bunga, sehingga
jumlah uang beredar di dalam masyarakat berkurang.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Kebijakan moneter dengan instrument Rasio Cadangan Wajib merupakan
kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan penentuan cadangan minimum bagi
bank umum oleh pemerintah (Bank Sentral). Dengan menggunakan kebijakan ini,
apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar di masyarakat turun, maka
cadanagn minimum perbankan dinaikkan. Begitu juga sebaliknya, bila pemerintah
ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menguangi cadangan
minimum di bank sentral.
d. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Maksudnya adalah otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan
jumlah uang beredar. Misalnya dengan cara menaikkan atau menurunkan kredit di
perbankan sehingga merangsang masyarakat untuk mengurangi atau menambah kredit
2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Dalam ilmu ekonomi makro, peran kebijakan moneter sangat berpengaruh
terhadap perekonomian suatu Negara. Meskipun tidak bisa terlepas dari berbagai
masalah, namun masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh bank
sentral. Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung 2009 berpendapat bahwa
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dapat berpengaruh terhadap ektivitas
ekonomi dan bisnis melalui alur tingkat bunga (interest rate channel), alur harga asset
(asset price channel) atau juga disebut dengan teori Mundell-Fleming, dan alur kredit
(credit channel). Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dari ekspansi moneter
adalah peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi
dan penurunan tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan
investasi dan menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat
naik. Mekanisme transmisi Mundell-Fleming mengatakan bahwa ketika suatu tingkat
harga yang lebih rendah menurunkan suku bunga, para investor memindahkan
sebagian dana mereka ke luar negeri dan pada gilirannya menyebabkan depresiasi
relative mata uang domestic terhadap mata uang asing. Depresiasi ini membuat
barang-barang local menjadi murah dibandingkan barang-barang asing dan karenanya
memicu ekspor netto (Mankiw, 1998).
Permasalahan dari mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah memilih
alur tarnsmisi yang paling efektif dalam meningkatkan aktivitas ekonomi dan bisnis.
Namun, menurut Mankiw (1998), model Mundell-Fleming cocok untuk
Negara-negara yang kecil. Karena Negara-Negara-negara yang kecil ini biasanya mengekspor dan
mengimpor GDP (Gross Domestic Product) dalam bagian yang lebih besar. Model ini
terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Artinya perekonomian bisa
meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar keuangan
dunia. Sehingga, tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat bunga dunia.
2.2.1. Mekanisme Transmisi jalur Tingkat Bunga
Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model
IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan
tingkat bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan
investasi akan meningkatkan permintaan agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga
akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh
sebab itu penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan
belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Pada tingkat bunga nominal yang
sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan
inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan tingkat bunga riil akan
menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang, kemudian menstimulasi
pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan pengeluaran bisnis dan konsumen
pada akhirnya akan mingkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur tingkat
bunga dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu:
m r i y
m p r i y
Di mana:
m = stok uang nominal,
r = tingkat bunga riil,
i = investasi riil, dan
y = output riil agregat.
2.2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter jalur Kekayaan
Tingkat harga yang lebih rendah akan meningkatkan nilai riil dari uang tunai
yang dipegang oleh rumah tangga, dan kesejahteraan yang lebih tinggi ini mendorong
naiknya belanja konsumen. Keputusan pengeluaran dari konsumen mungkin akan
mempengaruhi neraca konsumen. Modigliani menggunakan hipotesis siklus hidup
dari konsumsi barang tahan lama dan jasa-jasa untuk menjelaskan efek kekayaan,
konsumsi ini tidak konstan dalam periode jangka panjang. Hal ini terutama
dikarenakan kekayaan keuangan konsumen tidak konstan selama hidup. Ekspansi
moneter akan meningkatkan harga asset keuangan sehingga kekayaan naik.
Peningkatan kekayaan keuangan akan meningkatkan sumber daya ekonomi selama
hidup konsumen dan pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi dan permintaan
agregat.
Mekanisme transmisi jalur kekayaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
m s w c y
dimana:
m = stok uang nominal
s = saving
w = kekayaan keuangan atau neraca konsumen
c = konsumsi riil rumah tangga
2.2.3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter jalur Nilai Tukar Mundell- Fleming
Dalam model Mundell-Fleming, diasumsikan bahwa perekonomian terbuka
kecil dengan mobilitas modal sempurna. Artinya perekonomian bisa meminjam atau
member pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar keuangan dunia. Sehingga
tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat bunga dunia. Asumsi ini berarti
bahwa tingkat bunga dalam perekonomian ini r ditentukan oleh tingkat bunga dunia
r*.
Berdasarkan asumsi teori Mundell-Fleming, maka dapat dimodelkan secara
matematis:
y = - r + s + g + y*………...……….….(2.1)
m = - r + y……….………..(2.2)
r = r*……….…….(2.3)
Persamaan (2.1) menunjukkan keseimbangan di pasar barang di mana output domestik
(y) dipengaruhi oleh suku bunga domestik (r), nilai tukar (s), pengeluaran pemerintah
(g), dan output luar negeri (y*). Persamaan (2.2) menunjukkan keseimbangan di pasar
uang di mana jumlah uang beredar (m) dipengaruhi oleh suku bunga (r) dan output
domestik (y). Persamaan (2.3) menunjukkan keseimbangan di pasar valas yang
dipengaruhi oleh suku bunga domestik (r) dan suku bunga dunia (r*). Sementara , ,
, , , merupakan parameter persamaan.
Gambar 2.1 Model Mundell-Fleming
suku bunga LM
E
IS
y Pendapatan, output
Sumber: N.G.Mankiw, Makroekonomi Edisi 6, 2007
Gambar 2.1 menggambarkan model Mundell-Fleming dengan tingkat output
(pendapatan) dan suku bunga yang ada. Kurva IS menggambarkan keseimbangan di
pasar barang dimana tingkat output yang diproduksi setara dengan tingkat output yang
ingin dikonsumsi masyarakat. Kurva IS memiliki kemiringan negative karena
peningkatan suku bunga akan menurunkan output nasional. Kurva LM
menggambarkan keseimbangan di pasar uang dimana jumlah uang yang diedarkan
bank sentral setara dengan jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat. Kurva
LM memiliki kemiringan positif karena peningkatan suku bunga akan menurunkan
jumlah uang yang ingin dipegang masyarakat. Kurva FE menggambarkan
keseimbangan di pasar valas dimana neraca modal tidak mengalami perubahan ketika
suku bunga domestik (r) setara dengan suku bunga dunia (r*). Kurva FE memiliki
kemiringan nol karena asumsi mobilitas modal yang tinggi dimana aliran dana ke luar
masuk suatu Negara disebabkan perbedaan suku bunga dalam negeri dan dunia.
2.2.3.1. Pasar Uang dan Kurva LM*
Pasar uang akan berada dalam keseimbangan apabila penawaran akan uang
(ms) sama dengan akan permintaan uang (md). Dalam analisis keseimbangan di pasar
uang digunakan suatu kurva yang disebut kurva LM. Kurva LM adalah tempat
kedudukan titik-titik yang menghubungkan tingkat bunga (r) dan pendapatan nasional
(y), dimana pasar uang dalam keadaan seimbang. Penawaran akan uang yang disebut
juga dengan uang beredar dalam perekonomian, diasumsikan sebagai variabel yang
Ms = Md...(2.4)
Sementara permintaan akan uang terdiri dari permintaan akan uang untuk transaksi
(Lt), permintaan uang untuk berjaga-jaga (Lj), dan permintaan uang untuk spekulasi
(L2). Sehingga total permintaan akan uang dapat dituliskan sebagai berikut:
L = L1 + L2...(2.5)
dimana
L1 = Lt + Lj………..(2.6)
L1 = L1(y)………(2.7)
L2 = L2(r) ………...…(2.8)
maka:
L = L1(y) + L2(r)……….(2.9)
atau:
L = L(y,r)……….(2.10)
Karena dalam pasar uang syarat equilibriumnya harus sama antara permintaan uang
dan penawaran uang. Maka:
L = M………..………..(2.11)
atau:
L1 (y) + L2 (r) = M……….………...(2.12)
atau:
L(y,r) = M……….(2.13)
Sehingga model Mundell-Fleming menunjukkan persamaan dalam pasar uang adalah:
= ( , )………...(2.14)
Persamaan ini menyatakan bahwa penawaran keseimbangan uang riil, sama dengan
tingkat bunga, dan secara positif pada pendapatan y. Jumlah uang beredar M adalah
variabel eksogen yang dikendalikan oleh bank sentral, dan karena model
Mundell-Fleming merupakan analis untuk jangka pendek, maka tingkat harga P juga
diasumsikan tetap secara eksogen.
Sementara pertumbuhan ekonomi internasional dan nilai tukar fleksibel telah
meningkatkan peranan kebijakan moneter internasional dalam penentuan nilai tukar
mata suang suatu negara. Ekspansi moneter pada awalnya akan menurunkan tingkat
bunga riil domestik dan kemudian mengakibatkan deposit mata uang luar negeri naik.
Peningkatan nilai deposit mata uang luar negeri terhadap deposit mata uang domestic
akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar mata uang luar negeri dan depresiasi nilai
tukar mata uang domestik. Depresiasi nilai tukar mata uang domestik mengakibatkan
harga relatif produk atau ekspor lebih murah sehingga ekspor netto naik dan akhirnya
meningkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur efek nilai tukar
dirumuskan sebagai berikut:
m r e x y
dimana:
m = stok uang nominal (JUB)
r = tingkat bunga riil
e = nilai tukar mata uang
x = ekspor riil netto
Gambar 2.2
Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang
kurs e
LM1* LM2*
Pendapatan, output
Sumber: N.G.Mankiw, Makroekonomi Edisi 6, 2007
Dari gambar 2.2 bisa dilihat bahwa kenaikan jumlah uang beredar
menggeser kurva LM* ke kanan, yang menurunkan kurs dan meningkatkan
pendapatan. Perlu diingat bahwa dalam perekonomian tertutup kenaikan jumlah uang
beredar meningkatkan pengeluaran karena menurunkan tingkat bunga dan mendorong
investasi. Dalam perekonomian terbuka kecil, saluran transmisi moneter ini tidak
tersedia karena tingkat bunga ditetapkan oleh tingkat bunga dunia. Dalam
perekonomian terbuka tingkat bunga dan kurs menjadi variabel utama. Karena jumlah
uang beredar akan menekan tingkat bunga domestik. Sementara modal mengalir
keluar dari perekonomian karena investor menjadi pengembalian yang lebih tinggi di
tempat lain. Aliran keluar modal ini melindungi tingkat bunga domestic agar tidak
turun di bawah tingkat bunga dunia (r*). Namun kebijakan ini juga berdampak lain,
karena berinvestasi di luar negeri mengharuskan dilakukannya konversi mata uang
domestic mejadi mata uang asing, aliran keluar modal meningkatkan penawaran mata
kurs membuat barang-barang domestic relatif murah terhadap barang-barang luar
negeri dan meningkatkan ekspor netto.
Model Mundell-Fleming menunjukkan bahwa dampak dari sebagian besar
kebijakan ekonomi terhadap perekonomian terbuka kecil tergantung pada apakah kurs
yang dianut adalah kurs mengambang atau kurs tetap. Yang jelas, dampak yang
dihasilkan pada kurs tetap berbeda dengan pada kurs mengambang. Model
Mundell-Fleming menunjukkan bahwa kekuatan kebijakan fiscal dan moneter untuk
mempengaruhi pendapatan agregat tergantung pada rezim kurs. Di bawah kurs
mengambang, hanya kebijakan moneter yang bisa mempengaruhi pendapatan.
Tabel 2.1: Ringkasan Model Mundell-Fleming dalam Mempengaruhi Kebijakan
REZIM KURS
Mengambang Tetap
Berdampak Pada:
Kebijakan Y E NX Y e NX
Ekspansi Fiskal Tetap Naik Turun Naik Tetap Tetap Ekspansi Moneter Naik Turun Naik Tetap Tetap Tetap Hambatan Impor Tetap Naik Tetap Naik Tetap Naik Sumber: N.G.Mankiw, Makroekonomi Edisi 6, 2007
2.2.3.2. Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga salah satu mata uang terhadap mata uang asing.
Ada beberapa sistem nilai tukar, yakni:
a. Nilai Tukar Tetap
Dalam sistem nilai tukar tetap bank sentral siap membeli dan menjual mata
ini dengan cara bank sentral harus memiliki cadangan atau persediaan berupa dollar
dan emas yang selanjutnya dapat ditukar dengan dollar.
b. Nilai Tukar Fleksibel
Dalam sistem nilai tukar fleksibel ini bank sentral menyesuaikan nilai tukar
agar permintaan dan penawaran valuta asing seimbang.
c. Nilai Tukar Mengambang Bebas dan Terkendali
Dalam sistem Nilai Tukar mengambang bebas, bank sentral sepenuhnya
berdiam diri dan membiarkan nilai tukar dengan bebas ditentukan oleh pasar valuta
asing. Karena bank sentral tidak mengintervensi pasar valuta asing, maka transaksi
cadangan yakni nol. Namun dalam prakteknya, sistem nilai tukar fleksibel ini tidak
sepenuhnya mengambang bebas. Melainkan mengambang terkendali. Di bawah nilai
tukar terkendali, intervensi bank sentral dengan menjual atau membeli valuta asing
merupakan upaya untuk mempengaruhi nilai tukar.
2.3. Penelitian Terdahulu
Teguh dan Maruto (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Dampak
Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Perekonomian Indonesia Aplikasi Model
Mundell-Fleming menyimpulkan bahwa dalam persamaan LM, PDB di pengaruhi
secara positif dan signifikan oleh tingkat bunga, permintaan uang (jumlah uang
beradar) dan PDB periode sebelumnya. Secara umum, koefisien dalam persamaan LM
mempunyai besaran yang inelastis, sehingga sesuai dengan pandangan golongan
Monetaris terhadap kurva LM Kebijakan moneter dalam bentuk pengaturan jumlah
uang beredar (permintaan uang) terbukti lebih signifikan dalam meningkatkan PDB
kepercayaan 1 persen antara variabel permintaan uang (M2) dan PDB dari sisi
permintaan. Kebijakan fiskal melalui variabel pengeluaran pemerintah juga
mempunyai dampak positif dan signifikan terhadap PDB, namun dengan tingkat
kepercayaan yang lebih besar dari pada kebijakan moneter, yakni sebesar 10 persen.
Sehingga temuan tersebut mendukung tesis model Mundell-Fleming, di mana
kebijakan moneter memberikan pengaruh lebih besar dan efektif
dalam meningkatkan PDB, sementara kebijakan fiskal memberikan pengaruh yang
lebih kecil dalam meningkatkan PDB dari pada kebijakan moneter. Kebijakan fiskal
kurang berpengaruh terhadap peningkatan PDB, sebagai akibat dari adanya crowding
out effect yang menegasikan seluruh dampak kebijakan fiskal.
Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Bobby Rusda Zega
(2009) yang berjudul Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
menyimpulkan bahwa pada alur Nilai Tukar terdapat pengaruh antara variabel dalam
penelitian dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia dimana perubahan
jumlah uang direspon cukup tinggi oleh nilai tukar dan perubahan nilai tukar
memberikan respon terhadap ekpor netto yang pada akhirnya memberikan respon
terhadap output atau pendapatan nasional. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
di Indonesia selama periode penelitian (2000:1 – 2008:4). Dalam Jangka pendek
kebijakan moneter ditransmisikan melalui jalur Nilai Tukar langsung member respon
terhadap perubahan jumlah uang (sesuai dengan model Mundell-Fleming).
Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Natsir periode
1990:2-2007:1 yang bertujuan untuk menganalisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur Nilai Tukar dapat disimpulkan bahwa
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar membutuhkan time
moneter (inflasi). Respons variabel-variabel pada jalur nilai tukar terhadap perubahan
instrumen moneter (Suku Bunga SBI) relative lemah dan variabel utama jalur ini yaitu
nilai tukar/kurs hanya mampu menjelaskan variasi inflasi sebesar 19,70% lebih kecil
dibandingkan dengan porsi yang dapat dijelaskan oleh Paritas Suku Bunga (PSB)
yakni sebesar 43,27%. Hasil ini menunjukkan Granger causality dan predictive power
yang lemah antara Kurs dan Inflasi.
2.4. Kerangka Konseptual
Ketika menjalankan kebijakan moneter, para pembuat kebijakan sering
mengamati apa yang terjadi di mancanegara. Meskipun kebijakan domestic tujuan
satu-satunya, namun mereka perlu mempertimbangkan perkembangan di mancanegara
(Mankiw, 2007). Kebijakan yang sering dipakai oleh pengambil kebijakan adalah
Kebijakan Moneter. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ini dapat berpengaruh
terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis melalui jalur Tingkat Bunga, jalur Kredit dan
jalur Nilai Tukar (Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung, 2009). Namun
Mankiw (1998) mengatakan jalur Nilai Tukar merupakan jalur yang paling cocok
diterapkan di Negara-negara kecil yang biasanya mengekspor dan mengimpor GDP
dalam bagian yang lebih besar.
Adapun kerangka pemikiran dari penelitian yang dilakukan sebagai batasan
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber: www.bi.co.id
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas maka dapat diambil hipotesis
sebagai berikut:
1. Jumlah Uang Beredar dan Ekspor Netto berpengaruh positif terhadap Output
Riil Agregat.
2. Sementara Tingkat Bunga Deposito dan Kurs berpengaruh negatif terhadap
Output Riil Agregat.
JUB TINGKAT
BUNGA
EKSPOR NETTO
PDB NILAI
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini untuk menganalisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dengan
jalur Nilai Tukar (Mundell-Fleming) yang dilakukan oleh Bank Indonesia selama
periode 2000:1–2012:4. Peneliti mengambil periode ini karena mulai tahun 2000
perekonomian Indonesia mulai membaik pasca krisis moneter tahun 1998. Peneliti
menganalisis Kebijakan ini hanya dari sisi Kebijakan Moneter yang artinya tidak
memasukkan variabel-variabel dari sisi fiskal. Sementara variabel yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah Jumlah Uang Beredar, Tingkat Bunga, Nilai Tukar, Ekspor
Netto, dan PDB.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun
waktu (Times Series) yang diperoleh dari publikasi resmi oleh Bank Indonesia (BI)
dan Badan Pusat Statistik (BPS).
3.3. Uji Asumsi
3.3.1. Uji Stasioneritas Data (Unit Root Test)
Sebagaimana telah diketahui bahwa data Time Series merupakan data yang
diambil dari suatu atau beberapa variabel dalam waktu yang berbeda-beda. Misalnya
data time series seringkali tidak stasioner sehingga menyebabkan hasil regresi yang
meragukan (regresi lancung). Regresi lancung adalah situasi dimana hasil regresi
menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien
determinasi yang tinggi namun hubungan antar variabel di dalam model tidak saling
berhubungan. Agar regresi yang dihasilkan tidak meragukan kita perlu merubah data
tidak stasioner menjadi data stasioner. Dalam uji stasioneritas ini digunakan Uji Akar
Unit (Unit Root Test) atau sering disebut dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF
test) dari setiap variabel dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Uji ini
diperkenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller. Uji ini bertujuan utnuk
mengetahui apakah nilai ekspektasi rata-rata stochastic term error sama dengan nol
dan varians konstan. Jika nilai ekspektasi rata-rata stochastic term error sama dengan
nol dan varians konstan maka setiap data runtun waktu dari variabel adalah stasioner
(Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung, 2009). Uji ini dilakukan ketika error
term ( ) saling berkorelasi.
Untuk mempermudah pemahaman dari pengujian akar unit, maka langkah
pertama adalah dengan formulasi berikut:
Y = Yt-1 + µt ; -1 1………..(3.1)
Di mana µt adalah white noise error term
Jika nilai = 1, dalam kasus uji akar unit, persamaan di atas menjadi model
random walk yang artinya data tidak stasioner. Selanjutnya dalam pengujian akar
unit, dilakukan manipulasi yaitu dengan mengurangkan masing-masing sisi (kiri dan
kanan) dari persamaan di atas dengan Yt-1, sehingga memperoleh persamaan:
Yt – Yt-1 = Yt-1 – Yt-1 + µt……….…(3.2)
Yt – Yt-1 = ( – 1) Yt-1 + µt ……….(3.3)
Yt = Yt-1 + µt………...(3.4)
Di mana = ( -1) dan tanda ‘ ’ menunjukkan symbol pembedaan pertama.
Selanjutnya dilakukan dengan pengujian hipotesis:
H0 : = 0 (terdapat unit root, artinya data time series tidak stasioner)
H1 : 1 (tidak terdapat unit root, artinya data time series stasioner)
Jika tidak menolak hipotesis nol, berarti = 0, maka nilai = 1. Artinya data yang
dianalisis memiliki unit root. Hal ini dapat disimpulkan bahwa data runtun waktu Yt
adalah tidak stasioner.
Untuk mengubah data menjadi stasioner maka dapat dilakukan dengan metode
difference (pembedaan). Untuk memahami metode ini, pertama harus menggunakan
model random walk yang tidak stasioner:
Yt = Yt-1 + µt………...(3.5)
Yt – Yt-1 = µt………(3.6)
Yt = µt………...(3.7)
Sehingga nilai rata-rata dari pembedaan pertama Yt bernilai nol atau E( Yt) = 0 dan
Var( Yt) = 2, maka model tersebut menjadi stasioner.
3.3.2 Uji Kointegrasi
Setelah mengetahui bahwa data Times Series tidak stasioner, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan identifikasi apakah data tersebut terkointegrasi. Uji
kointegrasi dilakukan untuk menguji integrasi keseimbangan jangka panjang
hubungan antar variabel meskipun secara individual tidak stasioner namun kombinasi
linier dari variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Dalam melakukan uji kointegrasi
memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, dalam Hariyatmoko,
2010). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam jangka panjang
terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependennya.
3.3.3 Uji Kausalitas Granger
Uji pada dasarnya dapat mengindikasikan apakah suatu variabel mempunyai
hubungan dua arah atau hanya satu arah saja. Tetapi pada uji Granger ini yang telihat
adalah pengaruh masa lalu terhadap konsisi sekarang. Secara matematis, untuk
melihat apakah X menyebabkan Y atau tidak, dapat dilakukan beberapa tahapan:
1. H0 : X tidak menyebabkan Y
Dalam regresi tentunya hal ini berarti bahwa semua koefisien regresi bernilai
0, sehingga hipotesis dapat juga dituliskan dengan:
H0 : 1 = 2 = … = n = 0
2. Membuat regresi penuh untuk mendapatkan Sum Square of Error (SSE)
Yt = i Yt-I + i Xt-I + t………(3.8)
3. Membuat regresi terbatas untuk mendapatkan Sum Square of Error (SSE)
Yt = i Yt-I + t………..(3.9)
4. Melakukan Uji F berdasarkan SSE yang didapat, dengan formula:
F = ………..…(3.10)
Dimana:
N = banyaknya pengamatan
k = banyaknya parameter model penuh
5. Bila nilai Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak, berarti X memengaruhi Y. Cara
yang sama juga dapat dilakukan untuk melihat apakah Y mempunyai
pengaruh terhadap X.
Apabila diperhatikan pada model di atas, maka terlihat bahwa variabel
dependen (Y) dipengaruhi oleh variabel Y itu sendiri pada tahun-tahun sebelumnya
dan juga variabel X pada tahun-tahun sebelumnya. Apabila pada uji F telah
memberikan hasil yang signifikan terhadap lag pertama, maka dapat diuji kembali
dengan lag 2. Proses ini dapat diteruskan hingga uji F mendapatkan hasil yang tidak
signifikan (Wahyu dan Paidi, 2007).
3.4 Model Analisis
3.4.1.Vector Autoregression (VAR)
Penelitian ini akan menggunakan sistem Vector Autoregression (VAR) untuk
menganalisis data. Siregar dan Irawan (Shochrul, 2011) menjelaskan bahwa VAR
merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai
fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri, serta nilai
lag dari variabel lain yang ada dalam persamaan. Sims (Nachrowi dan Hardius, 2006)
berpendapat bahwa jika memang terdapat hubungan yang simultan antara variabel
yang diamati, variabel-variabel tersebut perlu diperlakukan dengan sama. Sehingga
tidak ada lagi variabel endogen dan eksogen.
Adapun sistem persamaan VAR dalam penelitian ini dapat disusun sebagai
berikut:
M1t= m [M1t-p, RIN t-p, EXR t-p, NEX t-p, PDB]
RINt= r [M1t-p, RIN t-p, EXR t-p, NEX t-p, PDB t-p]
NEXt= x [M1t-p, RINt-p, EXR t-p, NEX t-p, PDB t-p]
PDBt= y [M1 t-p, RIN t-p, EXR t-p, NEX t-p, PDB t-p]
Dimana:
M1t = Stok Uang Nominal
RINt = Tingkat Bunga
EXRt= Nilai Tukar
NEXt= Nilai Ekspor
PDBt= Output Agregat
P = Panjang Lag
3.4.2. Impulse Response Function (IRF)
Analisis IRF bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
transmit terkointegrasi pada periode jangka panjang atau jangka pendek. IRF
merupakan ukuran arah pergerakan setiap variebl transmit akibat perubahan variabel
transmit lainnya (Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung, 2009).
3.4.3. Variance Decomposition
Variance Decomposition memberikan informasi mengenai variabel inovasi
yang relative lebih penting dalam VAR. Pada dasarnya uji ini merupakan metode lain
untuk menggambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR. uji ini digunakan
untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar
perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari
3.5 Defenisi Operasional
Untuk memudahkan dan memahami variabel dalam penelitian ini maka perlu
diberikan batasan operasional, yaitu:
1. Stok Uang Nominal (M1) adalah jumlah uang beredar dalam masyarakat
2. Tingkat Bunga (RIN) adalah suku bunga simpanan berjangka rupiah oleh
bank umum dengan tenor satu bulan
3. Nilai Tukar Rupiah (EXR) adalah nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata
uang asing yaitu Amerika Serikat
4. Ekspor Netto (NEX) adalah ekspor dikurangi dengan impor
5. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan domestic bruto menurut
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Variabel Penelitian di Indonesia
4.1.1. Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan produksi yang dihasilkan oleh
faktor produksi perekonomian disuatu Negara. Di Indonesia, PDB disajikan menjadi
atas dua konsep, yakni PDB Atas Harga Konstan dan PDB Atas Harga Berlaku.
Penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan konsep harga konstan dengan
tahun dasar tertentu untuk mengeliminasi factor kenaikan harga. Pada saat ini Badan
Pusat Statistik (BPS) menggunakan tahun dasar 2000.
Pada tahun 2012, pertumbuhan PDB Permintaan Indonesia turun dari tahun
sebelumnya, yakni dari 6,5% menjadi 6,2%. Factor produksi yang masih
mendominasi adalah Investasi yakni sebesar 9,8%, naik dari tahun sebelumnya yang
hanya sebesar 8,8%. Sementara itu, faktor yang menurunkan PDB Indonesia tahun
2012 adalah ekspor. Pada tahun 2011 Indonesia mengekspor sebesar 13,6%, sangat
jauh turun bila dibandingkan tahun 2012 yang hanya sebesar 2%. Hal ini disebabkan
oleh ketidakpastian kondisi perekonomian global yang melanda kawasan Eropa dan
Amerika. Sehingga ekspor Indonesia mengalami penurunan. Di sisi lain, PDB
Indonesia pada tahun 2012 atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.618,1
triliun. Secara triwulanan, PDB Indonesia triwulan IV-2012 dibandingkan dengan
triwulan III-2012 (q-to-q) turun sebesar 1,45%, tapi bila dibandingkan dengan
triwulan IV-2011 tumbuh sebesar 6,11%. Penurunan tersebut mengikuti pola
triwulan III. Kontraksi ini disebabkan sector pertanian mengalami penurunan cukup
signifikan sebesar 23,06% karena siklus musiman.
Sisi eksternal perekonomian Indonesia pada tahun 2012 mengalami tekanan
yang cukup berat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tekanan tersebut
bersumber dari menurunnya perekonomian global di tengah masih kuatnya
permintaan domestik. Namun pada tahun 2013 pertumbuhan PDB Indonesia
diprakirakan akan meningkat mencapai 6,3%-6,8%. Hal ini sejalan dengan
peningkatan kinerja perekonomian dunia dan harga komoditas internasional.
Permintaan domestik diprakirakan tetap akan menjadi pilar utama dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu yang membuat pertumbuhan ekonomi
Indonesia meningkat dalam jangka pendek adalah persiapan Pemilu tahun 2014. Dari
sisi eksternal, membaiknya perekonomian global akan meningkatkan permintaan
produk ekspor Indonesia. Sehingga kontribusi ekspor dalam pertumbuhan ekonomi
domestik diprakirakan akan meningkat.
Periode
PDB (Miliar
Rupiah) Periode
PDB (Miliar Rupiah)
2000:01 342.852,40 2006:03 474.903,50 2000:02 340.865,20 2006:04 466.101,10 2000:03 355.289,50 2007:01 475.641,70 2000:04 350.762,80 2007:02 488.421,10 2001:01 356.114,90 2007:03 506.933,00 2001:02 360.533,00 2007:04 493.331,50 2001:03 367.517,40 2008:01 505.218,80 2001:04 356.240,40 2008:02 519.204,60 2002:01 368.650,37 2008:03 538.641,00 2002:02 375.720,87 2008:04 519.391,70 2002:03 387.919,59 2009:01 528.454,40 2002:04 372.925,53 2009:02 540.784,10 2003:01 386.743,90 2009:03 561.138,00 2003:02 394.620,50 2009:04 547.365,20 2003:03 405.607,60 2010:01 557.971,20 2003:04 390.199,30 2010:02 573.911,70 2004:01 402.597,30 2010:03 593.704,40 2004:02 411.935,50 2010:04 585.102,50 2004:03 423.852,30 2011:01 595.785,00 2004:04 418.131,70 2011:02 612.200,00 2005:01 426.612,10 2011:03 632.828,00 2005:02 436.121,30 2011:04 623.864,00 2005:03 448.597,70 2012:01 633.243,00 2005:04 439.484,10 2012:02 651.107,00 2006:01 448.485,30 2012:03 671.781,00 2006:02 457.636,80 2012:04 662.008,00
Sumber: www.bps.go.id
4.1.2. Ekspor Netto
Nilai ekspor barang secara keseluruhan pada tahun 2012 tercatat sebesar 188,1
miliar dollar AS atau turun sebesar 6,3% dari tahun sebelumnya yang bisa
membukukan hasil ekspor sebesar 200,7 milliar dollar AS. Terutama karena turunnya
ekspor produk manufaktur dan produk pertambangan akibat melemahnya permintaan
global. Di sisi lain, impor Indonesia pada tahun 2012 tumbuh meskipun ada
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, nilai impor Indonesia
secara keseluruhan mencapai 190,2 miliar dollar AS atau tumbuh sebesar 8% dari
tahun sebelumnya yang hanya bisa membukukan hasil impor sebesar 176,2 miliar
dollar AS. Sehingga Indonesia mencatat ekspor netto pada tahun 2012 mengalami
penurunan sebesar 1,6 miliar dollar AS.
Penurunan ekspor ini terjadi mulai tahun 2011 hingga pertengahan 2012. Pada
bulan Juni 2012 terjadi penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan
Mei 2012 sebesar 8,7%. Beberapa komoditas utama manufaktur merupakan faktor
yang berkontribusi besar terhadap penurunan ekspor ini.
Tabel 4.2 Perkembangan Ekspor Netto di Indonesia Periode 2000:01-2012:04
Periode
Ekspor Netto
(Miliar Rupiah) Periode
Ekspor Netto (Miliar Rupiah)
2000:02 69.179,56 2006:04 10.799,64
2000:03 63.308,80 2007:01 91.535,08
2000:04 53.217,88 2007:02 91.311,80
2001:01 57.698,60 2007:03 84.557,84
2001:02 67.210,87 2007:04 96.995,36
2001:03 68.747,34 2008:01 36.909,20
2001:04 65.206,38 2008:02 11.423,78
2002:01 61.534,64 2008:03 7.285,44
2002:02 63.439,64 2008:04 20.338,60
2002:03 60.365,51 2009:01 45.795,10
2002:04 50.059,72 2009:02 49.634,92
2003:01 60.412,23 2009:03 31.275,03
2003:02 63.103,62 2009:04 74.108,08
2003:03 61.824,24 2010:01 51.693,67
2003:04 57.449,94 2010:02 36.442,57
2004:01 41.435,52 2010:03 35.382,46
2004:02 56.633,66 2010:04 77.101,97
2004:03 64.833,04 2011:01 58.430,98
2004:04 65.725,22 2011:02 72.345,53
2005:01 59.019,51 2011:03 61.818,37
2005:02 57.572,48 2011:04 34.906,60
2005:03 67.093,86 2012:01 25.112,51
2005:04 89.867,98 2012:02 -20.946,89
2006:01 83.690,89 2012:03 4.924,26
2006:02 82.984,72 2012:04 -25.859,14
Sumber: www.bps.go.id
4.1.3. Jumlah Uang Beredar (M1)
Mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik yakni pada tahun
2012 sebesar 6,2%, yang bersumber dari daya beli masyarakat yang cukup tinggi,
maka permintaan uang juga mengalami apresiasi. Perkembangan Jumlah Uang
Beredar dalam masyarakat dari tahun 2000:1 hingga 2012:4 dapat dilihat pada tabel di
[image:44.595.141.495.86.484.2]bawah ini:
Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah Ung Beredar (M1) di Indonesia Periode 2000:01-2012:04
Rupiah) Rupiah)
2000:01 88.923 2006:03 257.843
2000:02 94.678 2006:04 297.080
2000:03 97.145 2007:01 272.239
2000:04 125.286 2007:02 289.727
2001:01 103.298 2007:03 310.265
2001:02 110.643 2007:04 379.582
2001:03 115.212 2008:01 325.044
2001:04 127.823 2008:02 349.649
2002:01 117.053 2008:03 392.136
2002:02 119.913 2008:04 344.688
2002:03 123.897 2009:01 440.213
2002:04 138.294 2009:02 464.171
2003:01 125.223 2009:03 483.191
2003:02 132.432 2009:04 498.807
2003:03 136.471 2010:01 493.690
2003:04 166.474 2010:02 518.042
2004:01 142.817 2010:03 548.394
2004:02 155.466 2010:04 577.432
2004:03 175.351 2011:01 590.220
2004:04 199.446 2011:02 610.877
2005:01 184.878 2011:03 652.863
2005:02 198.427 2011:04 685.193
2005:03 224.414 2012:01 697.945
2005:04 239.781 2012:02 749.930
2006:01 233.878 2012:03 779.913
2006:02 247.742 2012:04 806.036
Sumber: www.bi.go.id
Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa Jumlah Uang Beredar dari tahun 2000:1
hingga 2012:4 bisa dilihat peredaran uang di Indonesia relatif selalu meningkat.
Meskipun ada fluktuasi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia
juga relatif meningkat meskipun ada fluktuasi.
4.1.4. Nilai Tukar Rupiah
Sepanjang tahun 2012, nilai tukar rupiah terus mengalami depresiasi yang
9.358 per dolar AS. Depresiasi ini dikarenakan dinamika ekonomi yang terjadi di
kawasan Eropa yang belum kunjung pulih. Sehingga berpengaruh terhadap kinerja
perekonomian domestik. Sementara dari sisi internal sendiri, yang menyebabkan
penurunan nilai tukar rupiah ini adalah meningkatnya ekspektasi inflasi terkait
rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada triwulan I 2012.
Untuk lebih jelasnya pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat
[image:46.595.156.462.610.769.2]dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000:01-2012:04
Periode
Nilai Tukar
(Rp) Periode
Nilai Tukar (Rp)
2002:01 9.914,26 2008:03 9.342,43 2002:02 8.688,65 2008:04 11.324,84 2002:03 8.954,43 2009:01 11.636,67 2002:04 8.906,81 2009:02 10.426,00 2003:01 8.930,25 2009:03 9.887,00 2003:02 8.229,05 2009:04 9.475,00 2003:03 8.462,33 2010:01 9.271,67 2003:04 8.487,90 2010:02 9.091,67 2004:01 8.568,82 2010:03 8.972,33 2004:02 9.382,38 2010:04 8.977,33 2004:03 9.180,30 2011:01 8.863,00 2004:04 9.223,17 2011:02 8.569,33 2005:01 9.370,52 2011:03 8.636,33 2005:02 9.616,45 2011:04 9.024,33 2005:03 10.232,57 2012:01 9.066,00 2005:04 9.857,32 2012:02 9.277,00 2006:01 9.171,57 2012:03 9.491,00 2006:02 9.362,73 2012:04 9.613,00
Sumber: www.bi.go.id
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
berfluktuasi. Bisa dilihat pada akhir tahun 2008 hingga awal 2009 nilai tukar rupiah
mencapai Rp 11.324 hingga Rp 11.636 per dollar AS. Hal ini disebabkan oleh krisis
yang melanda Amerika dan Kawasan Eropa pada tahun 2008.
4.1.5. Tingkat Bunga
Tingkat suku bunga deposito bank di Indonesia selama periode penelitian
cukup berfluktuasi. Meskipun suku bunga deposito per tahun relative stabil. Untuk
lebih jelasnya bagaimana perkembangan suku bunga deposito tenor satu bulan di
[image:47.595.172.458.90.372.2]Indonesia dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000:01-2012:04
Periode
Suku
Bunga (%) Periode
2000:01 10,80 2006:03 10,47
2000:02 10,37 2006:04 8,96
2000:03 11,42 2007:01 8,13
2000:04 11,96 2007:02 7,46
2001:01 13,82 2007:03 7,13
2001:02 14,01 2007:04 7,19
2001:03 15,49 2008:01 6,88
2001:04 16,07 2008:02 7,19
2002:01 15,64 2008:03 9,26
2002:02 14,76 2008:04 10,75
2002:03 13,50 2009:01 9,42
2002:04 12,81 2009:02 8,52
2003:01 11,90 2009:03 7,43
2003:02 10,31 2009:04 6,87
2003:03 7,67 2010:01 6,77
2003:04 6,62 2010:02 6,79
2004:01 5,86 2010:03 6,23
2004:02 6,23 2010:04 6,87
2004:03 6,31 2011:01 6,83
2004:04 6,43 2011:02 6,82
2005:01 6,50 2011:03 6,83
2005:02 6,98 2011:04 6,35
2005:03 9,16 2012:01 5,96
2005:04 11,98 2012:02 5,39
2006:01 11,61 2012:03 5,40
2006:02 11,34 2012:04 5,50
Sumber: www.bi.go.id
4.2 Hasil Uji Asumsi
4.2.1. Uji Stasioneritas Data (Unit Root Test)
Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan menggunakan Unit Root Test
yang dikembangkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller yang dinamakan
Augmented Dickey Fuller (ADF). Data yang tidak stasioner bisa menyebabkan regresi
lancung sehingga perlu dilakukan uji stasioneritas data. Langkah pertama yang
Stok Uang Nominal (M1), Tingkat Bunga (RIN), Nilai Tukar Rupiah (EXR), Ekspor
Netto (NEX), dan Produk Domestik Bruto (PDB).
Hasil pengujian dari variabel-variabel dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller dapat dilihat pada
[image:49.595.135.495.303.427.2]tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test
pada Tahap Level
Variabel Nilai ADF
Nilai Kritis Mc Kinnon pada Taraf
Signifikansi 5%
Prob Keterangan
M1 4,949650 -2,922449 1,0000 Stasioner RIN -2,133628 -2,921175 0,2328 Tidak Stasioner EXR -3,875294 -2,919952 0,0027 Stasioner NEX -1,656031 -2,919952 0,4471 Tidak Stasioner PDB 2,799348 -2,925169 1,0000 Tidak Stasioner Sumber: Data diolah dengan Eviews
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, jelas dilihat bahwa variabel-variabel yang
stasioner pada tahap level hanya M1 dan EXR. Maka langkah selanjutnya untuk
menstasionerkan data yang lain adalah dengan mengganti tahap level menjadi 1 st
difference.
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test
pada Tahap 1 st difference
Variabel Nilai ADF
Nilai Kritis Mc Kinnon pada Taraf
Signifikansi 5%
Prob Stasioner pada Tahap
RIN -3,777805 -2,921175 0,0056 Stasioner NEX -8,032683 -2,921175 0,0000 Stasioner PDB -1,329673 -2,925169 0,6081 Tidak Stasioner Sumber: Data diolah dengan Eviews
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, jelas dilihat bahwa variabel-variabel yang
[image:49.595.131.497.588.684.2]stasioner. Untuk itu, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah
menstasionerkan variabel PDB dengan cara mengganti tahap 1st difference menjadi
2nd difference.
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test
pada Tahap 2nd difference
Variabel Nilai ADF
Nilai Kritis Mc Kinnon pada Taraf
Signifikansi 5%
Prob Stasioner pada Tahap
PDB -42,81040 -2,925169 0,0001 Stasioner Sumber: Data diolah dengan Eviews
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa variabel PDB sudah
stasioner sebagaimana ditunjukkan oleh nilai ADF statistiknya lebih kecil dari nilai
kritis Mc Kinnon pada taraf kepercayaan 95%.
4.2.2. Uji Kointegrasi
Setelah dilakukan uji Unit Root Test pada variabel-variabel penelitian, dapat
disimpulkan bahwa semua variabel stasioner pada tahap yang berbeda-beda. Namun
bukan berarti semua variabel tidak saling terkointegrasi. Untuk itu harus dilakukan uji
kointegrasi yang bertujuan untuk mengetahui berapa variabel yang saling
terkointegrasi. Artinya uji kointegrasi ini dilakukan untuk melihat hubungan jangka
panjang di antara variabel-variabel penelitian. Uji kointegrasi yang dilakukan dalam
[image:50.595.152.528.674.765.2]penelitian ini adalah uji Johansen.
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kointegrasi Johansen
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.436760 73.07199 69.81889 0.0269
At most 1 0.340529 44.36950 47.85613 0.1024
At most 3 0.126942 7.064267 15.49471 0.5702
At most 4 0.005517 0.276623 3.841466 0.5989
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: Data Diolah dengan Eviews
Berdasarkan hasil uji di atas diketahui bahwa ada 1 persamaan kointegrasi
pada 5% yang berarti asumsi adanya hubungan jangka panjang antar variabel.
Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa ternyata ada persamaan yang
memiliki kointegrasi dalam jangka panjang sehingga hasil kausalitas yang
menyatakan hubungan jangka menengah dan jangka panjang. Jadi semua variabel
dinyatakan memiliki kontribusi dalam jangka panjang sehingga analisa Vector
Autoregression dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya.
4.2.3. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas ini bertujuan untuk melihat pola hubungan antara variabel
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming.
[image:51.595.112.514.575.770.2]Adapun hasil dari uji Kausalitas Granger yang telah dilakukan adalah:
Tabel 4.10 Uji Kausalitas Granger
Null Hypothesis: Obs F-Statistic