KEEFEKTIFAN TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR
DENGAN METODE VEGETATIF DALAM MENEKAN
ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI TANAH PADA
PERTANAMAN KAKAO (
Theobroma cacao
L.)
OLEH:
N U R M I
A261030041
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Keefektifan Tindakan Konservasi Tanah dan Air dengan Metode Vegetatif dalam Menekan Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Pertanaman Kakao (Theobroma cacao L.)” adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2009 Yang menyatakan
ABSTRACT
NURMI. Effectiveness of Soil and Water Conservation Measures to Reduce Runoff and Soil Erosion on Cacao Plantation. Under the direction of OTENG HARIDJAJA, SITANALA ARSYAD, and SUDIRMAN YAHYA
Cacao plant is one of the major commodity of plantation in South East Sulawesi, especially in Konawe regency. Land management practices which is implemented by the local farmers on cultivating cacao, in many cases are not according to soil and water conservation principles. The research was aimed to study the effectiveness of several soil and water conservation practices on reducing runoff and soil erosion on cacao plantation with different land slopes and canopy coverages. The research was conducted in Amosilu village, Besulutu district, Konawe regency, the province of South East Sulawesi, from December 2006 to September 2007. The Experimental method in the field study was split plot design consisting three factors. The first factor was slope consisting two levels (10 – 15% and 40 – 45%) and the second factor was age of the cacao plant consisting two levels (5 to 7 month and 25 to 27 month) were used as main plots (P1 = 5 to 7 month and 10 – 15%; P2 = 25 to 27 month and 10 – 15%; P3 = 5 to 7 month and 40 – 45%; and P4 = 25 to 27 month and 40 – 45%), while the third factor, the vegetative conservation treatment was used as sub plots consisting three levels, i.e T1 = cacao with ground cover, T2 = upland rice and soybean rotation within cacao plant, T3 = upland rice and soybean rotation within cacao plant + Arachis pintoi as strip cropping. There was not interaction effect both cacao plant and slope treatment with vegetative conservation treatment on runoff and soil erosion with soil properties, exception on aggregate stability index. The result showed that vegetative conservation treatment (T3) with upland rice and soybean rotation within cacao plant with A. pintoi as strip cropping was best alternatif because it has been produced the lower rate of erosion (21,76 ton ha-1 year-1) compared tolerable soil loss value (22,44 ton ha-1 year-1) and improved of soil properties and has given a good benefit to famers from both upland rice and soybean.
RINGKASAN
Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng, sehingga berpotensi meningkatkan erosi tanah khususnya pada pertanaman kakao muda (sebelum kanopi kakao saling menutup). Diduga hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas kakao yang diperoleh di Sulawesi Tenggara. Penanaman tanaman semusim di antara tanaman kakao muda banyak dilakukan petani guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini semakin meningkatkan kehilangan tanah akibat erosi terutama pada saat persiapan lahan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya yang dapat mensinkronkan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan ekologi. Dengan upaya ini diharapkan penanaman tanaman semusim sebagai sumber pendapatan petani sebelum kakao berproduksi tetap dilakukan dan erosi yang terjadi juga dapat ditekan sampai sama dengan atau di bawah nilai erosi yang diperbolehkan atau Tolerable Soil Loss (TSL). Upaya yang dapat dilakukan yakni melakukan pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi yang dapat memberikan nilai faktor C yang rendah
@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya boleh untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah,
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KEEFEKTIFAN TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN METODE VEGETATIF DALAM MENEKAN
ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI TANAH PADA PERTANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
NURMI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji luar komisi pada Ujian Tertutup, Kamis 18 Desember 2008
1. Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.Sc.
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta IPB, Bogor
Penguji luar komisi pada Ujian Terbuka, Kamis 22 Januari 2009
1. Dr. Ir. Undang Kurnia, M.Sc., APU Balai Penelitian Tanah,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor
2. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc.
Judul Disertasi : Keefektifan Tindakan Konservasi Tanah dan Air dengan Metode Vegetatif dalam Menekan Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Pertanaman Kakao (Theobroma cacao L.)
Nama : Nurmi Nomor Pokok : A261030041 Program Studi : Ilmu Tanah
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. H. Oteng Haridjaja, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. H. Sitanala Arsyad, M.Sc. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc. Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan ramat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Desember 2006 sampai September 2007 (lapangan) yang dilanjutkan dengan analisis tanah di laboratorium adalah tindakan konservasi dengan judul “Keefektifan Tindakan Konservasi Tanah dan Air dengan Metode Vegetatif dalam Menekan Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Pertanaman Kakao (Theobroma cacao L.)” di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari efektifitas padi gogo, kedelai, dan tanaman A. pintoi sebagai tindakan konservasi vegetatif dalam mengendalikan AP dan erosi tanah pada pertanaman kakao, serta pengaruhnya terhadap nilai C tanaman kakao dan sifat-sifat tanah. Pengusahaan kakao yang banyak dilakukan pada topografi berlereng di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten Konawe menjadi dasar penelitian ini dilakukan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penanaman tanaman padi gogo dan kedelai di antara tanaman kakao yang disertai strip tanaman A. pintoi dengan sistem pengelolaan tanaman yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi, dapat menekan erosi sampai di bawah nilai erosi yang diperbolehkan sehingga menurunkan nilai C tanaman kakao serta memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Di samping itu, sistem pengelolaan tersebut memberikan tambahan pendapatan kepada petani yang bersumber dari tanaman padi gogo dan kedelai.
Penelitian ini terlaksana atas dukungan dari berbagai pihak, terutama komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sejak perencanaan penelitian sampai penulisan disertasi. Untuk itu, penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. H. Oteng Haridjaja, M.Sc. (Ketua komisi pembimbing), Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sitanala Arsyad, M.Sc. (anggota), dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, M.Sc. (anggota) atas segala bimbingan, pengarahan, dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs-IPB). Demikian pula ucapan terima kasih disampaikan kepada SPs-IPB dengan segala fasilitasnya selama penulis mengikuti Program Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah. Ucapan yang sama disampaikan kepada Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lakidende Unaaha-Kendari atas segala bantuan dan dukungannya.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda H. Abd. Hafid dan ibunda Hj. Hasnah atas segala pengorbanan, motivasi, dan do’a yang senantiasa teriring untuk penulis. Kepada Kakak Hj. Hanisa Hafid, adik Suryani Hafid, ST., Yaya Hafid S.Km., dan adik cantik Wahyuni Hafid, terima kasih atas segala bantuan, motivasi, dan do’a yang telah diberikan. Kepada Bapak Mansyur yang telah membantu pelaksanaan penelitian di lapangan, Bapak Darwis dan rekan-rekan yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian pada lahan unsahataninya, diucapkan terima kasih. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak sempat penulis sebut satu persatu, diucapkan terima kasih.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak, khususnya untuk tujuan konservasi tanah dan air.
Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pinrang Sulawesi Selatan 10 April 1971 sebagai anak kedua dari pasangan H. Abd. Hafid dan Hj. Hasnah. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Sistem-Sistem Pertanian pada Program Pascasarjan Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar dan menamatkannya pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs-IPB) diperoleh pada tahun 2003. Beasiswa pendidikan pascasarjana (S3) diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah dan Kerangka Pikir Penelitian ... 4
Tujuan Penelitian ... 7
Kegunaan Penelitian ... 7
Hipotesis Penelitian ... 7
TINJAUAN PUSTAKA ... 8
Pengertian, Proses, serta Dampak yang Ditimbulkan oleh Erosi ... 8
Penutupan Permukaan Tanah oleh Vegetasi dan Mulsa ... 10
Topografi ... 11
Strip Rumput ... 12
Keuntungan Tumpangsari Kakao dengan Tanaman Semusim ... 13
Budidaya Kakao ... 15
METODOLOGI PENELITIAN ... 17
Tempat dan Waktu ... 17
Bahan dan Alat ... 18
Metode Penelitian ... 19
Tahapan Penelitian ... 20
Penentuan lokasi penelitian ... 20
Pembuatan petak erosi ... 22
Pemberian perlakuan ... 22
Pemeliharaan ... 23
Pengamatan ... 24
Analisis Data ... 36
Analsis Usahatani ... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
Aliran permukaan dan erosi ... 38
Nilai faktor C ... 46
Bulk density dan ruang pori total ... 47
Indeks stabilitas agregat ... 48
Kemampuan tanah mengikat air ... 50
Distribusi ukuran pori ... 52
Infiltrasi ... 53
Tekstur ... 56
Korelasi antara sifat fisik tanah dengan erosi ... 58
Fosfor yang terbawa erosi dan aliran permukaan ... 64
Kalium yang terbawa erosi dan aliran permukaan ... 68
C-organik yang terbawa erosi dan aliran permukaan ... 71
Korelasi antara kehilangan N, P, K, C-organik dengan erosi dan AP... ... 74
Kadar N, P, K, dan C-organik tanah, sedimen, dan AP ... 75
Enrichment ratio (ER) ... 78
Kapasitas tukar kation dan pH tanah ... 81
Pertambahan diameter batang, tajuk, dan tinggi tanaman kakao ... 83
Pertumbuhan dan hasil padi gogo dan kedelai ... 85
Analisis neraca air untuk penentuan pola tanam ... 87
Analisis usahatani ... 91
Pembahasan Umum ... 93
KESIMPULAN DAN SARAN ... 101
Kesimpulan ... 101
Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 103
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman 1. Pengamatan dan pengukuran di lapangan ... 35 2. Pengamatan dan pengukuran di laboratorium ... 35 3. Volume aliran permukaan dan erosi tanah pada berbagai perlakuan
umur tanaman/kemiringan dan perlakuan tindakan konservasi ... 38 4. Rasio erosi/hasil tanaman pada berbagai perlakuan umur tanaman/kemirngan
dan perlakuan tindakan konservasi ... 42 5. Erosi tanah pada setiap pengamatan ... 43 6. Nilai faktor C tanaman kakao pada berbagai perlakuan umur tanaman
dan perlakuan tindakan konservasi ... 47 7. Bulk density dan ruang pori total pada berbagai perlakuan umur tanaman/
kemiringan dan perlakuan tindakan konservasi ... 48 8. Indeks stabilitas agregat pada berbagai perlakuan umur tanaman/kemiringan
dan perlakuan tindakan konservasi ... 49 9. Persentase pasir, debu, dan liat, pada berbagai perlakuan umur tanaman/
kemirngan dan perlakuan tindakan konservasi ... 57 10. Matrik korelasi antara peubah sifat fisik tanah dengan erosi pada berbagai
perlakuan umur tanaman/kemirngan dan perlakuan tindakan konservasi .... 59 11. N total yang terbawa erosi pada berbgai perlakuan umur tanaman/
kemiringan dan perlakuan tindakan konservasi ... 60 12. Nitrogen yang terbawa AP pada berbagai interaksi perlakuan
umur tanaman/kemiringan dengan tindakan konservasi ... 63 13. Fosfor yang terbawa erosi dan AP pada berbagai perlakuan
umur tanaman tanaman/kemirngan dan tindakan konservasi ... 65 14. Kalium yang terbawa erosi dan AP pada berbagai perlakuan
umur tanaman/kemiringan dan tindakan konservasi ... 68 15. C-organik yang terbawa erosi dan AP pada berbagai
perlakuan umur tanaman/kemiringan dan tindakan konservasi ... 71 16. Matrik korelasi antara kehilangan N, P, K, dan C-organik dengan erosi dan
AP berbagai perlakuan umur tanaman/kemiringan dan tindakan konservasi 75 17. Kadar N total, P, K, dan C-organik tanah dan sedimen+AP pada
berbagai perlakuan umur tanaman/kemiringan dan tindakan konservasi ... 76 18. Enrichment ratio pada berbagai perlakuan umur tanaman/kemiringan dan perlakuan tindakan konservasi ... 79
tanaman/kemiringan dan perlakuan tindakan konservasi ... 81
20. Pertambahan diameter batang, diameter tajuk, dan tinggi tanaman kakao pada berbagai perlakuan umur tanaman/kemiringan dan tindakan konservasi ... 83
21. Anakan produktif padi gogo, hasil kedelai dan hasil padi gogo pada berbagai perlakuan umur tanaman/kemiringan dan tindakan konservasi ... 86
22. Hasil analisis usahatani kedelai dan padi gogo sebagai tanaman sela diantara tanaman kakao pada lahan berlereng ... 92
Lampiran 1. Data sifat fisik dan kimia profil tanah pada awal penelitian ... 110
2. Data curah hujan stasiun Kendari (1998 – 2007) ... 110
3. Deskripsi profil pewakil (profil 1) pada kemiringan 15 % dengan umur tanaman kakao 25 – 27 bulan ... 111
4. Deskripsi profil pewakil (profil 2) pada kemiringan 40 – 45 % dengan umur tanaman kakao 5 – 7 bulan ... 112
5. Deskripsi varietas padi gogo (situ bagendit) ... 113
6. Deskripsi varietas kedelai (wilis) ... 114
7. Nilai koefisien tanaman (Kc) padi gogo dan kedelai pada setiap fase pertumbuhannya ... 114
8. Klasifikasi indeks stabilitas agregat ... 114
9. Data curah hujan lokasi penelitian selama penelitian berlangsung ... 115
10. Nilai EI30 lokasi penelitian pada saat penelitian ... 115
11. Rata-rata curah hujan harian stasiun Kendari sepuluh tahun terakhir (1998 – 2007) ... 116
12. Nilai EI30 bulanan ... 116
13. Perhitungan nilai tolerable soil loss (TSL) ... 117
14. Nilai faktor kedalaman tanah 30 sub order tanah ... 118
15. Erosi tanah pada setiap pengamatan ... 119
16. Data persentase penutupan tajuk kakao dan penutupan mulsa jerami ... 120
17. Data biomas segar pangkasan Arachis pintoi, jerami padi gogo, sisa tanaman kedelai dan gulma ... 121
19. Data distribusi ukuran pori, infiltrasi, dan tekstur tanah
pada akhir penelitian ... 123
20. Data kehilangan N, P, K, dan C-organik melalui erosi dan aliran permukaan ... 124
21. Data kadar N, P, K, dan C-organik tanah, sedimen, dan aliran permukaan pada akhir penelitian ... 125
22. Data enrichment ratio, kapasitas tukar kation, pH tanah, pertumbuhan tanaman kakao, data pertumbuhan dan hasil padi gogo dan kedelai ... 126
23. Suhu harian stasiun Kendari ... 127
24. Curah hujan efektif stasiun Kendari 10 tahun terakhir (1998 – 2007) ... 128
25. Neraca air tanaman padi gogo (CH > ETc) ... 129
26. Neraca air tanaman kedelai (CH > ETc) ... 130
27. Hasil analisis ragam terhadap variabel pengamatan ... 131
28. Hasil analisis ragam terhadap variabel pengamatan ... 132
29. Hasil analisis usahatani untuk menentukan kelayakan usahatani berdasarkan standar kebutuhan hidup layak minimum ... 132
30. Hasil analisis usahatani untuk menentukan kelayakan usahatani berdasarkan B/C ratio ... 135
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman 1. Bagan alir kerangka pikir penelitian ... 6 2. Skema pelaksanaan penelitian ... 17 3. Bagan alir kegiatan penelitian ... 21 4. Erosi tanah pada setiap pengamatan pada berbagai
perlakuan umur tanaman/kemiringan ... 44 5. Erosi tanah pada setiap pengamatan pada berbagai
perlakuan tindakan konservasi ... 44 6. Regresi antara aliran permukaan (X) dengan erosi tanah (Y) pada
perlakuan tindakan konservasi T1, T2, dan T3 ... 45 7. Kurva kadar air pada berbagai perlakuan umur tanaman/ kemiringan ... 51 8. Kurva kadar air pada berbagai perlakuan tindakan konservasi ... 51 9. Distribusi ukuran pori pada berbagai perlakuan umur tanaman/kemiringan
dan perlakuan tindakan konservasi ... 53 10. Kapasitas infiltrasi konstan pada berbagai
perlakuan umur tanaman/ kemiringan dan tindakan konservasi ... 54 11. Kapasitas infiltrasi tanah pada setiap waktu pengukuran ... 55 12. Regresi antara erosi (X) dengan kehilangan N total (Y) pada
berbagai perlakuan tindakan konservasi
... ... 61 13. Regresi antara erosi (X) dengan kehilangan P (Y) pada
perlakuan tindakan konservasi T1, T2, dan T3 ... 66 14. Regresi antara aliran permukaan (X) dengan kehilangan P (Y)
pada perlakuan tindakan konservasi T1, T2, dan T3 ... 67 15. Regresi antara erosi (X) dengan kehilangan K (Y) pada
perlakuan tindakan konservasi T1, T2, dan T3 ... 69 16. Regresi antara aliran permukaan (X) dengan kehilangan K(Y)
pada perlakuan tindakan konservasi T1, T2, dan T3 ... 70 17. Regresi antara erosi (X) dengan kehilangan C-organik (Y) pada
perlakuan tindakan konservasi T1, T2, dan T3 ... 73 18. Regresi antara aliran permukaan (X) dengan kehilangan C-organik (Y)
21. Ketersediaan air untuk padi gogo dan kedelai ... 90 22. Pola tanam alternatif pada lokasi penelitian ... 90
Lampiran
PENDAHULLUAN
Latar Belakang
Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor
perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi
berlereng. Hal ini sulit dihindari karena wilayah Sulawesi Tenggara dengan luas
daratan 3.814.000 ha sebagian besar atau sekitar 72% berada pada kemiringan di
atas 15% (Anonim, 1996). Luas pertanaman kakao di Sulawesi Tenggara
berdasarkan data tahun 2000 seluas 113.276 ha dan terus berkembang sampai
sekarang, yang mana sekitar 95% pertanaman kakao tersebut merupakan
perkebunan rakyat (Anonim, 2001). Perkebunan rakyat pada umumnya dikelola
tanpa tindakan konservasi yang baik sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya
degradasi tanah dan kerusakan lingkungan akibat erosi serta berdampak terhadap
penurunan produktivitas. Produktivitas kakao yang diperoleh di Sulawesi
Tenggara masih tergolong rendah (224,99 kg ha-1) jika dibandingkan dengan
produksi yang didapat pada demplot yang dikembangkan ASKINDO di Sumatera
Selatan dan Sulawesi Selatan dengan produktivitas masing-masing 1 – 1,5 ton ha-1 th-1
dan 1 – 1,7 ton ha-1 th-1 (Wahab et al. 2002; Abdul Razak, 2006). Rendahnya produktivitas disebabkan oleh rendahnya kesuburan tanah karena lapisan atas
tanah yang memiliki sifat fisik yang baik serta kaya akan hara dan bahan organik
telah terangkut melalui aliran permukaan (AP) dan erosi ke tempat lain. Hasil
penelitian Sutono et al. (2005) menunjukkan bahwa walaupun petakan cukup datar (± 3%), bahan organik, P, dan K yang terbawa AP dan erosi lebih besar
dibandingkan dengan residunya yang tertinggal di dalam tanah.
Penanaman tanaman semusim di antara tanaman kakao muda (sebelum
kanopi kakao saling menutup) banyak dilakukan petani guna memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini semakin meningkatkan kehilangan tanah
akibat erosi terutama pada saat persiapan lahan. Hasil penelitian Abdurachman et al. (1985) menunjukkan bahwa laju erosi mencapai 14 – 15 mm th-1 pada Alfisol berlereng 9 – 10% yang ditanami tanaman pangan semusim, dan pada ultisol
berlereng 14%, laju erosi mencapai 4,6 mm th-1 walaupun sisa tanaman berupa
suatu upaya yang dapat mensinkronkan antara kepentingan ekonomi dan
kepentingan ekologi. Dengan upaya ini diharapkan penanaman tanaman semusim
sebagai sumber pendapatan petani sebelum kakao berproduksi tetap dilakukan dan
erosi yang terjadi juga dapat ditekan sampai sama dengan atau di bawah nilai erosi
yang diperbolehkan atau Tolerable Soil Loss (TSL). Upaya yang dapat dilakukan yakni melakukan pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi yang dapat
memberikan nilai faktor C yang rendah. Nilai faktor C merupakan salah satu
komponen dari enam komponen dalam Persamaan Umum Pelepasan Tanah atau
Universal Soil Loss Equation (USLE) yang turut menentukan besarnya erosi dari sebidang tanah, dimana faktor C mengukur pengaruh bersama tanaman dan
pengelolaannya.
Dalam penelitian ini, pengelolaan tanaman kakao dilakukan dengan
penanaman tanaman padi gogo dan kedelai secara berurutan di antara tanaman
kakao yang disertai dengan strip tanaman sebagai penghambat AP (strip tanaman
Arachis pintoi). Penanaman padi gogo dan kedelai dilakukan dengan sistem pengelolaan tanaman yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi, di antaranya
jarak tanam yang lebih rapat pada barisan searah kontur dan pengembalian sisa
panen dan hasil pangkasan tanaman sebagai mulsa dan bahan organik. Sistem ini
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani di satu
sisi dan di sisi lain AP dan erosi tetap dapat ditekan sampai di bawah nilai TSL.
Tanaman padi gogo dan kedelai memberi penghasilan yang cepat kepada petani
sebelum tanaman kakao menghasilkan. Sahardi (2000) mengemukakan bahwa
penanaman padi gogo sebagai tanaman sela pada lahan perkebunan dapat
memberikan beberapa manfaat, yaitu (i) pemanfaatan lahan lebih efisien,
(ii) kebun atau tanaman utama lebih terpelihara dengan baik, (iii) tersedianya
pangan atau beras bagi petani, dan (iv) sebagai sumber pendapatan petani sebelum
tanaman utama menghasilkan. Hasil penelitian Wibawa (1994) menunjukkan
bahwa tanaman padi gogo toleran naungan yang ditanam di bawah tanaman karet
umur 3 tahun dengan naungan 60 – 80% masih memberi produksi 2 ton ha-1 dan
di bawah tanaman karet umur 1 tahun produksi padi gogo mencapai 3 ton ha-1.
Selain peningkatan produktivitas dan pendapatan petani sebelum tanaman
sela dan A. pintoi sebagai tanaman strip juga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman kakao jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh perbaikan sifat-sifat
tanah dengan penutupan tajuk dan sumbangan bahan organik yang tinggi yang
bersumber dari pemangkasan tanaman kakao dan A. pintoi serta sisa panen tanaman semusim. Haridjaja (1996) mengemukakan bahwa bahan organik yang
dibenamkan ke dalam tanah akan membentuk struktur tanah dan selanjutnya akan
meningkatkan stabilitas struktur tanah serta akan mempengaruhi pori ketersediaan
air dan aerasi tanah. Hasil penelitian Yahya dan Indrasuara (2000) menunjukkan
bahwa penggunaan bahan organik berupa pupuk hijau/legum penutup tanah
maupun seresah kakao secara nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Perbaikan pertumbuhan tanaman kakao disebabkan pemeliharaan tanaman kakao
secara tidak langsung telah dilakukan dengan pemeliharaan tanaman semusim
melalui penyiangan dan pemupukan. Sejalan dengan hasil penelitian Subagyo dan
Mangoensoekarjo (1993) pada pertanaman karet dan kelapa hibrida, bahwa
tanaman karet dan kelapa hibrida tumbuh lebih baik dengan tanaman pangan
sebagai tanaman sela dibandingkan dengan pakan ternak dan legume penutup
tanah sebagai tanaman sela. Hal ini disebabkan residu pupuk tanaman pangan
dapat dimanfaatkan oleh karet maupun kelapa hibrida.
Perbaikan sifat-sifat tanah selain berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman secara langsung juga berpengaruh terhadap AP dan erosi melalui
perbaikan stabilitas agregat yang dapat menjamin porositas tanah semula tetap
tidak terganggu dan kapasitas infiltrasi dapat terjaga selama waktu terjadi hujan.
Dengan demikian, secara tidak langsung berpengaruh terhadap nilai faktor C.
Penelitian untuk penetapan nilai faktor C tanaman kakao, khususnya untuk
karakteristik lahan di Indonesia belum banyak dilakukan. Hal ini penting karena
tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan dan komoditi ekspor yang
banyak memberikan devisa ke negara akan semakin banyak diusahakan oleh
petani. Nilai faktor C yang diperoleh akan membantu dalam perencanaan
pengelolaan sumberdaya lahan yakni dalam memprediksi besarnya erosi yang
akan terjadi berdasarkan USLE jika tanaman tersebut diusahakan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Arsyad (2000) bahwa USLE memungkinkan perencana
dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan
pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang
sedang dipergunakan. Ketika nilai faktor C yang diperoleh dapat memberikan
nilai erosi aktual sama dengan atau di bawah nilai TSL, maka kekhawatiran akan
terjadinya degradasi tanah dan kerusakan lingkungan lainnya oleh erosi akibat
ektensifikasi pertanaman kakao (di Sulawesi Tenggara) menjadi berkurang.
Rumusan Masalah dan Kerangka Pikir Penelitiaan
Degradasi tanah yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi air hujan akibat tingginya jumlah dan intensitas hujan. Indonesia Bagian Timur yang tergolong daerah beriklim kering banyak terjadi proses erosi yang cukup tinggi meskipun curah hujan (CH) tahunan relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh penutupan vegetasi yang rendah dan sering terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi. Penutupan vegetasi yang rendah pada pertanaman kakao muda dengan topografi berlereng memicu terjadinya erosi yang tinggi. Penanaman tanaman semusim di antara tanaman kakao yang tidak disertai dengan tindakan
pengelolaan konservasi semakin meningkatkan erosi tanah terutama pada saat persiapan lahan dan pada fase awal pertumbuhan tanaman semusim. Hal ini akan menyebabkan terjadinya degradasi tanah akibat terangkutnya lapisan atas tanah yang memiliki sifat fisik yang bagus serta kaya akan hara dan bahan organik. Degradasi tanah berimplikasi terhadap penurunan produktivitas tanah yang akan berdampak terhadap penurunan pendapatan petani. Arsyad (2000)
mengemukakan bahwa kandungan unsur hara dan bahan organik pada sedimen hasil erosi lebih tinggi dari kandungan unsur hara dan bahan organik pada tanah yang tertinggal. Hal ini sebagian disebabkan oleh peristiwa selektivitas erosi dan sebagian lagi disebabkan oleh karena lapisan atas tanah mengandung unsur hara lebih tinggi dari pada tanah lapisan bawah.
Kecepatan pemiskinan tanah akibat erosi menyebabkan perlunya
penerapan metode konservasi yang dapat menurunkan erosi tanah sampai sama
dengan atau di bawah TSL. Metode vegetatif yang memasukkan tanaman padi
gogo dan kedelai yang ditanam berurutan di antara tanaman kakao dengan strip
tanaman A. Pintoi diharapkan dapat memberikan AP dan erosi yang rendah. Struktur tanaman A. Pintoi yang memiliki batang yang tumbuh menjalar dengan susunan batang dan daun yang cukup padat di atas permukaan tanah,
menyebabkan tanaman tersebut berpotensi besar dalam menghambat AP dan
mencegah penghanyutan tanah. Pertumbuhan yang cepat dari tanaman padi gogo
dan kedelai dapat menutup permukaan tanah secara cepat dan pengembalian
air hujan sehingga agregat tanah tetap terpelihara. Demikian pula penambahan
bahan organik ke dalam tanah yang bersumber dari sisa panen tanaman kedelai
dan hasil pangkasan A. Pintoi dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti stabilitas agregat. Stabilitas agregat yang tinggi dapat menjamin porositas tanah semula
tetap tidak terganggu dan kapasitas infiltrasi dapat terjaga selama waktu terjadi
hujan. Box et al. (1996) mengemukakan bahwa penghancuran agregat tanah berkurang dengan adanya residu tanaman, batu, dan vegetasi di atas permukaan
tanah. Lebih lanjut dikemukakan bahwa dekomposisi residu tanaman yang
diberikan ke permukaan tanah sebagai bahan organik mempengaruhi sifat tanah
permukaan, yakni mengurangi AP dan erosi sebagai dampak dari perbaikan sifat
fisik tanah yang tahan terhadap energi kinetik hujan dan kekuatan gerus AP.
Rendahnya AP dan erosi sebagai respon dari sistem pengelolaan yang
diterapkan akan memberikan nilai faktor C yang rendah. Pengusahaan tanaman
yang memiliki nilai faktor C yang rendah akan memberikan kedalaman tanah
yang cukup dengan sifat fisik dan kimia yang bagus sehingga mampu mendukung
pertumbuhan tanaman untuk tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari.
Dengan demikian, fungsi ganda dari ekosistem (fungsi pelestarian dan fungsi
pendapatan) dapat tercapai. Adapun bagan alir kerangka berpikir penelitian
ditunjukkan pada Gambar 1.
Erosivitas hujan
Topografi berlereng Pertanaman tanpa teknik konservasi
Gambar 1. Bagan alir kerangka pikir penelitian
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari efektifitas padi gogo, kedelai, dan tanaman A. pintoi sebagai tindakan konservasi vegetatif dalam mengendalikan AP dan erosi tanah pada
pertanaman kakao, serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan kakao, hasil
kedelai dan padi gogo
Produktivitas tanah
Pendapatan petani
Perlu pengelolaan yang baik
Teknik konservasi vegetatif
Tumpangsari + strip A. pintoi
+mulsa + bahan organik
Pendapatan
petani Sifat fisik Sifat kimia
Distribusi pori dan s.agregat serta BD
Kadar hara NPK, C-org. & KTK
AP dan erosi Kesuburan tanah
Produktivitas tinggi secara lestari
2. Menentukan nilai faktor C tanaman kakao berbagai umur dengan tindakan
pengelolaan yang diterapkan
3. Mempelajari sifat fisik dan kimia tanah sebagai respon terhadap tindakan
konservasi vegetatif pada pertanaman kakao dengan topografi berlereng
Hipotesis Penelitian
1. Penggunaan padi gogo, kedelai, dan tanaman A. pintoi sebagai metode konservasi vegetatif memegang peran yang nyata dalam mengendalikan AP
dan erosi tanah pada pertanaman kakao muda dengan topografi berlereng,
serta memberikan tambahan pendapatan kepada petani
2. Penerapan tindakan pengelolaan konservasi pada umur tanaman kakao yang
berbeda akan memberikan nilai faktor C yang berbeda pula
3. Tindakan konservasi vegetatif memegang peran yang nyata dalam perbaikan
sifat fisik dan kimia tanah
Kegunaan Penelitian
1. Menjadi salah satu acuan dalam strategi pengelolaan lahan untuk
meningkatkan produktivitas lahan kering dan perbaikan fungsi ekosistem,
baik sebagai fungsi pelestarian maupun fungsi pendapatan
2. Memberikan tambahan pendapatan kepada petani dengan metode konservasi
dan mengurangi AP da erosi tanah
3. Nilai faktor C yang diperoleh membantu dalam prediksi erosi dengan USLE
untuk menentukan pilihan tindakan pengelolaan, khususnya pada pertanaman
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian, Proses, serta Dampak yang Ditimbulkan Erosi
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau
bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain
(Arsyad, 2000). Menurut Kartasapoetro et al. (1989), erosi merupakan penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang
berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia.
Selanjutnya Foth (1990) mengemukanan bahwa erosi adalah suatu proses
terlepasnya bagian permukaan tanah sebagai akibat pukulan air hujan dan angin
secara terus menerus.
Daerah beriklim basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama
erosi tanah, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Erosi oleh
air dimulai ketika hempasan tetesan air jatuh pada permukaan tanah yang terbuka.
Tetesan air memecahkan agregat tanah pada permukaan pedon dan pada
kemiringan rendah menyebabkan perpindahan tanah sebagai percikan. Partikel
tanah yang terlepas mungkin diangkut oleh aliran air pada permukaan tanah
(Singer dan Donald, 1987). Perpindahan dan pengangkutan partikel tanah pada
lahan yang memiliki kemiringan > 3% kebanyakan melalui AP, sedangkan pada
kemiringan < 3%, perpindahan dan transpor partikel kebanyakan disebabkan oleh
percikan air hujan (Craswel et al., 1984).
Menurut Arsyad (2000), proses erosi merupakan kombinasi dua sub proses
yaitu (1) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi
tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah (Dh) dan perendaman oleh air yang
tergenang (proses dispersi), dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah
oleh percikan hujan (Th), dan (2) penghancuran struktur tanah (DI) diikuti
pengangkutan butir-butir tanah tersebut (TI) oleh air yang mengalir di permukaan
tanah. Erosi terjadi jika kapasitas angkut (Th dan TI) > butir-butir tanah yang
terlepas (Dh dan DI) dan sebaliknya. Greenland dan Lal (1977) mengemukakan
bahwa kepekaan tanah terhadap penghancuran dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah,
antara lain: distribusi ukuran partikel, kandungan bahan organik, permeabilitas,
Kerusakan lahan akibat erosi yang paling nyata adalah terangkutnya
lapisan olah tanah yang sangat penting artinya dalam budidaya tanaman. Jika
terjadi penghanyutan terus menerus, yang tertinggal adalah tanah lapisan bawah
yang kurang subur dengan sifat fisik yang kurang bagus, sehingga mempengaruhi
produksi tanaman (Hakim et al., 1986). Menurut Arsyad (2000), tanah yang terangkut dalam proses erosi akan diendapkan di tempat lain; di dalam sungai,
waduk, danau, saluran irigasi, di atas tanah pertanian, dan sebagainya. Dengan
demikian maka kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi pada dua
tempat yaitu (1) pada tanah tempat erosi terjadi dan (2) pada tempat tujuan akhir
tanah tersebut diendapkan. Sejalan yang dikemukakan Donahue et al. (1983) bahwa erosi tanah mengakibatkan kerusakan struktur tanah dan kerusakan
tempat-tempat penyimpanan air (reservoir).
Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa
kemunduran sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan produktivitas lahan pertanian. Hasil penelitian Weesies et al. (1994) menunjukkan bahwa penurunan kandungan fosfor, air tersedia, dan bahan organik akibat erosi masing-masing 38 kg ha-1, 51%, dan 16%
menyebabkan penurunan hasil jagung dan kedelai masing-masing 14% dan 24%.
Lebih lanjut hasil penelitian Gachene et al. (1998) menunjukkan bahwa pada plot yang tererosi berat (273,85 ton ha-1) memberikan produksi biji jagung lebih
rendah (147,20 kg ha-1) dibandingkan dengan plot yang tererosi ringan (0,22 ton
ha-1) dengan produksi biji jagung 854,30 kg ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa
erosi tanah sangat berpengaruh terhadap penurunan produktivitas lahan pertanian.
Kemunduran sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada tanah tempat
terjadinya erosi terutama disebabkan karena kandungan bahan organik yang
sangat rendah akibat terbawa AP dan erosi, dimana bahan organik sangat berperan
dalam perbaikan sifat fisik, kmia, maupun biologi tanah. Sesuai dengan hasil
penelitian Indrawati (1998), bahwa pembenaman kompos/bahan organik pada
tanah regosol Mojosari terbukti mengurangi bobot isi tanah rata-rata 30% di
lapisan permukaan dan 16% di lapisan 20-45cm. Lebih lanjut hasil penelitian
Nursyamsi et al. (1995) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang 10
Penutupan Permukaan Tanah oleh Vegetasi dan
Mulsa
Penutupan tanah oleh vegetasi memiliki peranan penting dalam melindungi permukaan tanah dari tumbukan langsung air hujan. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Dalam usaha pertanian, jenis tanaman yang diusahakan memainkan peranan penting dalam pencegahan erosi. Arsyad (2000) mengemukakan bahwa pengaruh vegetasi terhadap AP dan erosi dapat dibagi dalam empat bagian, yakni (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; (b) mengurangi kecepatan AP dan kekuatan perusak air; (c) pengaruh akar dan kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan
pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah; dan (d) transfirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang.
Penelitian mengenai kondisi penutupan kanopi terhadap AP, erosi dan
nilai C dari Universal Soil Loss Equation (USLE) telah dilakukan oleh Truman dan Willian (2001). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penutupan kanopi
yang lebih tinggi (78%) pada pertanaman kacang tanah 4 baris bedengan-1
memiliki rata-rata AP, erosi dan nilai C masing-masing 1,3; 1,4; dan 1,4 kali lebih
rendah dibandingkan dengan penutupan kanopi yang lebih rendah (62%) pada
pertanaman kacang tanah 2 baris bedengan-1. Demikian pula hasil penelitian Hafif
et al. (1992) pada tanah Typic Kandiudox lereng 8-15% di Jambi, bahwa permukaan tanah yang dipertahankan tertutup mucuna dan mulsa sisa panen
memiliki erosi 3,8 kali lebih rendah dan AP 1,2 kali lebih rendah dibandingkan
dengan tanpa penutup tanah dan mulsa. Mulsa merupakan penutup tanah yang
berasal dari pangkasan rumput, sisa panen atau bahan-bahan lain yang disebarkan
di permukaan tanah.
Sebagaimana halnya dengan penutupan vegetasi, mulsa dapat berperan
dalam melindungi permukaan tanah dari tumbukan langsung air hujan sehingga
dapat mengurangi erosi tanah. Santoso et al. (2004) mengemukakan bahwa mulsa berguna untuk: (1) mengurangi erosi dan AP, (2) menekan gulma dan mengurangi
biaya penyiangan, (3) mengatur suhu tanah, (4) meningkatkan kandungan bahan
orgaik tanah, dan (5) mengurangi penguapan air tanah sehingga meningkatkan
kelembaban tanah. Salah satu hasil penelitian yang menunjukkan peranan
penutupan permukaan tanah oleh mulsa jerami dalam mengurangi AP dan erosi
Pendleton Amerika dengan kemiringan lahan 16%. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa penutupan permukaan tanah dengan mulsa jerami 100%
menghasilkan AP 33 mm dan erosi 3 toh.ha-1, sedangkan tanpa mulsa
menghasilkan AP 39 mm dan erosi 46 ton ha-1.
Topografi
Panjang dan kemiringan lereng adalah dua unsur topografi yang paling
berpengaruh terhadap tingkat erosi tanah oleh air (Wischmeier dan Smith 1978;
Arsyad, 2000). Hal yang sama dikemukakan Schwab et al. (1993) bahwa faktor topografi (LS) mempengaruhi laju erosi dengan laju erosi yang lebih besar pada
kemiringan lereng yang lebih curam. Selanjutnya Kartasapoetro et al. (1989) mengemukakan bahwa panjang lereng, kemiringan lereng, dan bentuk lereng
termasuk dalam faktor topografi yang mempengaruhi erosi. Menurut Utomo
(1989) dan Buckman dan Brady (1982), semakin panjang lereng, volume
kelebihan air yang berakumulasi di atasnya menjadi lebih besar, dan semakin
besar derajat kemiringan lereng, kecepatan aliran air meningkat sehingga erosi
meningkat dengan meningkatnya kecepatan aliran air.
Faktor panjang dan kemiringan lereng merupakan faktor penting di dalam
memilih teknik konservasi tanah dan air, karena semakin besar kemiringan lereng,
maka laju AP semakin cepat. Oleh karena itu, strategi konservasi tanah dan air
pada lahan berlereng adalah memperlambat laju AP dan memperpendek panjang
lereng untuk memberi kesempatan lebih lama pada air meresap ke dalam tanah
(Subagyono et al. 2004). Dengan demikian, hanya sebagian kecil air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah mengalir sebagai AP dengan daya angkut yang
lebih rendah terhadap partikel tanah.
Hasil penelitian Suganda et al. (1997) pada pertanaman kubis dan buncis dengan kemiringan 9 – 22% menunjukkan bahwa jumlah erosi pada bedengan
searah lereng dengan panjang 10 m adalah 2,5 kali lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah erosi pada bedengan searah lereng dengan panjang 4,5 m dipotong
teras gulud pada ujung bawah bedengan. Hasil penelitian serupa dilakukan oleh
nyata mengurangi jumlah AP dan erosi masing-masing 50 – 70% dan 90 – 95%
dibandingkan dengan bedengan searah lereng. Penelitian pencegahan erosi
dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air pada topografi berlereng telah
banyak dilakukan, terutama pada pertanaman tanaman semusim. Adapun pada
tanaman perkebunan, khususnya pada pertanaman kakao sebelum kanopi kakao
saling menutup, hasil-hasil penelitian pencegahan erosi belum nampak
dipublikasikan.
Strip Rumput
Strip rumput merupakan salah satu bentuk pengendalian erosi secara
vegetatif. Rumput ditanam pada strip searah kontur dengan lebar 0,5 – 1,0 m,
ditujukan untuk menghambat laju AP dan erosi tanah. Menurut Santoso (2004),
pertanaman strip adalah pertanaman berlajur dimana penanaman dua jenis
tanaman atau lebih di dalam strip-strip secara berselang-seling antara tanaman
pokok dan tanaman penutup tanah yang diterapkan pada lahan berlereng 15-40%.
Jenis rumput yang ditanam biasanya rumput pakan ternak yang menghasilkan
banyak bahan hijau dan kualitas yang baik untuk pakan ternak, namun tidak
menimbulkan persaingan penyerapan zat hara dan pemanfaatan sinar matahari
dengan tanaman semusim (Abdurachman dan Sutono, 2002).
A. pintoi merupakan tanaman penutup tanah yang memenuhi kriteria tersebut karena di samping sebagai pengontrol erosi, juga sebagai pakan ternak
yang dapat menghasilkan bahan hijau rata-rata 36,4 ton ha-1 th-1. Di samping itu,
A. pintoi tidak menimbulkan persaingan cahaya dan hara dengan tanaman semusim karena A. pintoi merupakan herba tahunan yang tumbuh rendah, dan jika hasil pangkasan digunakan sebagai kompos akan memberikan sumbangan N, P,
dan K rata-rata setara dengan 314 kg urea ha-1 th-1, 66 kg SP-36 ha-1 th-1, dan 156
KCl ha-1 th-1 (Anonim, 2005). A. pintoi berpotensi besar mencegah hanyutnya tanah karena memiliki batang yang tumbuh menjalar membentuk anyaman yang
kokoh yang dapat menghambat laju AP. Peranan strip rumput dalam
mengendalikan AP dan erosi serta perbaikan sifat tanah telah dibuktikan oleh
Hasil penelitian Udawatta et al. (2002) menunjukkan bahwa strip rumput jenis legum yang ditanam searah kontur menghasilkan erosi 1,1 kali lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan agroforestri tanpa strip tanaman searah kontur.
Selanjutnya Henny (1995) mengemukakan bahwa strip tanaman terutama yang
tumbuh rapat menciptakan hambatan yang lebih banyak terhadap AP yang
mengakibatkan partikel yang lebih kasar seperti pasir akan tertinggal dan
mengendap labih dahulu, sementara partikel halus seperti liat tetap berada dalam
suspensi dan terangkut bersama AP.
Keuntungan Tumpangsari Kakao dengan Tanaman Semusim
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian seperti penebangan hutan
pada topografi berlereng untuk digunakan sebagai pertanaman kakao akan
mengakibatkan degradasi tanah. Hal ini terjadi sebagai dampak pengolahan
tanah pada saat persiapan lahan dan rendahnya penutupan tanah pada saat
tanaman kakao masih muda. Oleh karena itu, penutupan tanah perlu ditingkatkan
dengan sistem agroforestri dalam bentuk tumpangsari kakao dengan tanaman
semusin yang disertai dengan tindakan konservasi tanah dan air. Persentase
penutupan tanah yang tinggi melindungi tanah dari pukulan butir-butir hujan dan
menjamin pengembalian bahan organik yang tinggi ke dalam tanah, sehingga
kesuburan tanah dapat diperbaiki, baik fisik, kimia, maupun biologi tanah.
Kesuburan fisik dengan penurunan BD dan peningkatan stabilitas agregat
berimplikasi terhadap penurunan pemadatan tanah dan pemeliharaan distribusi
pori yang tetap dapat menjamin infiltrasi air yang tinggi. Hal tersebut sejalan
dengan hasil penelitian Bharati et al. (2002) bahwa kapasitas infiltrasi tanah signifikan lebih besar dan BD signifikan lebih rendah pada sistem agroforestri
yang mengintegrasikan tanaman pohon-perdu-rumput dibandingkan dengan tanpa
tanaman pohon.
Peranan tanaman pohon dan tanaman tahunan lainnya seperti kakao pada
sistem tumpangsari dengan tanaman semusim, diharapkan tidak hanya
meningkatkan infiltrasi air, tetapi juga meningkatkan pemanfaatan air oleh
tanaman dengan perkembangan perakaran tanaman yang dalam dan distribusi akar
yang lebih luas di dalam tanah. Hal ini penting, karena menurut Arsyad (2000)
Hasil penelitian Odhiambo et al. (2001) menunjukkan bahwa plot dengan vegetasi pohon yang tinggi memiliki kandungan kelembaban yang rendah dibandingkan
dengan plot kontrol yang ditanami jagung dan kedelai dengan sedikit tanaman
pohon. Kandungan kelembaban yang rendah akan meningkatkan infiltrasi air
pada kejadian hujan berikutnya, sehingga meningkatkan kandungan air tanah.
Dengan demikian, efisiensi penggunaan air lebih tinggi pada sistem yang
mengintegrasikan tanaman tahunan dengan tanaman semusim.
Efisiensi penggunaan air yang tinggi oleh tanaman akan memperbaiki
pertumbuhan dan meningkatkan biomas tanaman. Pengembalian biomas yang
tinggi, baik yang bersumber dari bagian tanaman di atas tanah maupun di bawah
permukaan tanah akan memperbaiki kesuburan tanah. Menurut Pandey et al. (2000), peningkatan bahan organik yang konsisten dari sistem agroforestri
meningkatkan agregasi tanah, mencegah erosi, memperbaiki struktur tanah, dan
meningkatkan biomas mikrobia.
Peningkatan kesuburan tanah pada sistem agroforestri menyebabkan
peningkatan secara signifikan produksi tanaman dibandingkan jika ditanam secara
monokultur. Hasil penelitian Scroth (2001) menunjukkan bahwa cupuacu yang ditanam dengan pohon palem, karet, dan pepaya memberikan hasil 72% lebih
tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada sistem monokultur. Hal ini
diduga karena peran dari aktivitas mikroorganisme tanah yang tinggi pada
berbagai lapisan dan pemanfaatan residu pupuk dalam gawangan antara pohon.
Selanjutnya hasil penelitian Barzegar et al. (2002) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perbaikan sifat fisik tanah dengan produksi tanaman, dimana BD
yang rendah dan stabilitas agregat > 250 um yang tinggi pada perlakuan
pengolahan dengan garpu (chisel) memberikan produksi buncis dan bahan kering yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan bajak (plow) dan kombinasinya
(chisel- plow).
Sistem pengelolaan yang memasukkan tanaman pohon/tahunan (tanaman
kakao) dengan tanaman semusim (padi gogo dan kedelai) serta strip tanaman
A. pintoi pada satu unit lahan yang sama, akan memberikan keuntungan ganda, yaitu perbaikan fungsi ekosistem dan perbaikan pendapatan petani. Perbaikan
tinggi serta strata perakaran, sedangkan perbaikan pendapatan petani dengan
adanya tanaman semusim yang dapat memberikan penghasilan yang cepat kepada
petani dan tanaman tahunan sebagai tanaman jangka panjang memberikan hasil
untuk beberapa dekade. Menurut Schroth, et al. (2001) adanya strata perakaran tanaman pohon yang dalam mencegah pencucian hara dan memperbaiki
ketersediaan hara untuk tanaman serta mencegah dampak lingkungan yang
muncul akibat pencucian hara yang tinggi dari laha-lahan pertanian. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa sistem multistrata akan memberi keuntungan secara ekonomi
dan biofisik dengan penanaman tanaman tahunan yang dapat memberikan
produksi untuk beberapa dekade dan tanaman yang memiliki siklus hidup yang
singkat memberi uang cash kepada petani dengan segera. Dengan demikian, sistem multistrata dengan persentase penutupan tanah tinggi oleh
tanaman-tanaman yang bernilai ekonomi akan memberi keuntungan secara ekonomi dan
ekologi.
Budidaya Kakao
Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman tahunan yang memiliki
nilai ekonomi yang cukup tinggi, dimana biji kakao merupakan komoditas yang
penting dalam dunia perdagangan internasional. Produksi kakao yang tinggi dapat
diperoleh melalui cara-cara budidaya kakao yang baik. Sunanto (1992) telah
mengemukakan syarat tumbuh dan cara-cara budidaya tanaman kakao.
Dijelaskan bahwa tanaman kakao dapat tumbuh subur dan berproduksi tinggi pada
ketinggian 1 – 600 mdpl. Sifat tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman
kakao, yakni: memiliki solum minimum 90 cm dan cukup gembur, bahan organik dan kadar hara yang cukup dan seimbang, pH 6,0 – 7,5 (pH optimum), dan
kemiringan tanah maksimum 40%. Kemasaman yang tinggi (pH < 5) dapat
diatasi dengan pengapuran. Pertumbuhan dan produksi kakao juga sangat
dipengaruhi oleh faktor iklim. Tanaman kakao dapat tumbuh di daerah yang
terletak antara 20o LU (Lintang Utara) dan 20o LS (Lintang Selatan). Iklim yang
baik untuk pertumbuhan tanaman kakao, yakni: curah hujan 1600 – 3000 mm th-1
(tetapi untuk tanah bertekstur liat curah hujan 1500 mm th-1, dan tanah berpasir
(sekitar 80%), intensitas penyinaran 50% (70 – 80% untuk tanah-tanah yang
subur), dan kecepatan angin 2 – 5 m detik-1.
Penanaman tanaman kakao dapat dilakukan baik secara monokultur
maupun polikultur. Penyulaman dilakukan jika pertumbuhan tanaman kurang
bagus dan atau mati. Penyulaman dilakukan sampai tanaman kakao berumur 10
tahun, karena umur bongkar tanaman kakao adalah 25 tahun. Dengan demikian,
sebelum tanaman kakao yang sudah tua dibongkar, tanaman sisipan atau sulaman
sudah mulai berproduksi. Pengendalian gulma dapat dilakukan baik secara
manual, mekanis maupun kimiawi. Pelaksanaan pengendalian gulma secara
manual atau mekanis harus dilakukan secara hati-hati, karena pada kedalaman 20
– 30 cm merupakan tempat berkembangnya perakaran sekunder tanaman kakao.
Adapun pemupukan, dilakukan berdasarkan hasil analisis tanah dan daun, jika
tidak tersedia data hasil analisis, pemupukan dilakukan dengan dosis berdasarkan
umur tanaman kakao (umur dua, enam, 12, 18, dan 24 bulan, umur 3, 4, dan 5
tahun dosis ZA : TSP : KCl masing-masing 50 : 0 : 0 g pohon-1; 75 : 50 : 30 g
pohon-1, 100 : 0 : 0 g pohon-1, 150 : 100 : 70 g pohon-1, 200 : 0 : 0 g pohon-1, 2 x
100 : 2 x 50 : 2 x 50 g pohon-1 th-1, 2 x 200 : 2 x 100 : 2 x 100 g pohon-1 th-1, 2 x
250 : 2 x 125 : 2 x 125 g pohon-1 th-1, dan dosis pada umur > 5 tahun = dosis pada
umur 5 tahun). Adapun pemangkasan, meliputi pemangkasan bentuk (cabang
yang dipelihara 3 – 4 cabang yang letaknya merata ke segala arah), pemangkasan
pemeliharaan (membuang tunas air dan cabang kering), dan pemangkasan
produksi (mengurangi kelebatan daun agar penerimaan sinar matahari merata ke
semua lapisan tajuk). Hasil penelitian Baharudin et al. (2002) menunjukkan bahwa diversifikasi tanaman kakao dengan lada dan panili yang disertai dengan
pemupukan dan pemangkasan tanaman kakao berpengaruh nyata terhadap
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada pertanaman kakao muda (umur 5–7 bulan
dan 25–27 bulan) dengan topografi berlereng (10-15% dan 40-45%). Lokasi
percobaan secara administrasi termasuk ke dalam Desa Amosilu, Kecamatan
Besulutu, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara dan secara geografis
terletak 03o56’34” LS dan 122o18’25” BT. Jenis tanah lokasi penelitian adalah
Tipik Hapludult dengan CH rata-rata < 2000 mm th-1 (Tabel Lampiran 2)
Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilaksanakan di laboratorium
Fisika-Konservasi Institut Pertanian Bogor (IPB) dan laboratorium Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Kendari.
Pelaksanaan penelitian dimulai Desember 2006 – September 2007,
sedangkan analisis sampel di laboratorium dimulai Oktober – November 2007.
Jadwal pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Desember 2006: pembuatan petak erosi
2. Analisis tanah awal penelitian
3. Pertengahan Januari – Mei 2007: periode tanaman padi gogo yang diawali
dengan penanaman A. pintoi sebagai tanaman strip 4. Awal Juni – September 2007: periode tanaman kedelai
5. Akhir Oktober – November 2007: analisis sampel di laboratorium
Secara skematis pelaksanaan penelitian tersebut disajikan pada Gambar 2 berikut:
Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli AgustusSeptemberOktoberNovember
Pembuatan analisis
Petak erosi tanah Analisis sampel di
awal laboratorium
Gambar 2. Skema pelaksanaan penelitian meliputi pembuatan petak erosi-penanaman padi gogo-erosi-penanaman kedelai-analisis sampel tanah di Laboratorium
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan di lapangan terdiri dari:
1. Benih padi gogo (varietas situbagendit) dan benih kedelai (varietas wilis)
sebagai tanaman sela
2. Bibit A. pintoi sebagai tanaman strip 3. Pupuk urea, SP-36, KCl, dan insektisida
Bahan-bahan yang digunakan di Laboratorium terdiri dari:
1. Natrium pirofosfat dan amilalkohol (untuk analisis tekstur)
2. H2SO4, NaOH, HCl, Selenium, H3BO3, dan Indikator Conway (penetapan N
total dengan Kjeldahl method)
3. HCl (penetapan P dan K dengan ekstrak HCl 25%)
4. K2Cr2O7, H2SO4, FeSO4, indikator ferroin, KMnO4, dan natrium oksalat
(penetapan C-organik dengan Walkley-Black dan permanganatometri)
5. NH4OAc, alkohol 80%, NaOH (penetapan KTK dengan metode ammonium
asetat)
6. Larutan sangga sitrat, larutan fenol, larutan natrium hipoklorit, larutan standar
N 1000 ppm N-NH4 (penetapan N-NH4 dengan metode biru indofenol)
7. Larutan sangga NH4OAc 1M pH 4,8, larutan brusin 2%, H2SO4 pekat, larutan
standar N 1000 ppm N-NO3 (penetapan N-NO3 dengan metode brusin)
8. Pereaksi P, larutan standar P 1000 ppm, larutan standar K 1000 ppm
(penetapan PO4 dan K masing-masing dengan metode biru molibden dan
fotometri nyala)
Peralatan yang digunakan di lapangan terdiri dari:
1. Meteran profil untuk deskripsi profil
2. Bor untuk mengambil sampel tanah
3. Plastik untuk pembatas petak erosi
4. Drum untuk menampung AP
5. Bak plastik untuk menampung sedimen atau tanah tererosi
8. Meteran dan jangka sorong masing-masing untuk mengukur tinggi tanaman,
diameter tajuk, dan diameter batang tanaman kakao
Peralatan yang digunakan di laboratorium terdiri dari:
1. Ayakan kering dan basah (untuk penetapan stabilitas agregat)
2. Pressure plate (untuk penetapan kadar air pF 1,00; 2,00; dan 2,54) dan
pressure membrane (untuk penetapan kadar air pF 4,20)
3. Gelas piala, milk shaker, hydrometer, tabung sedimentasi, termometer, dan bak air pengatur suhu (untuk analisis tekstur)
4. Oven (untuk penetapan BD, kadar air, dan jumlah sedimen)
5. Atomic Absorption Spectrophotometry atau AAS (untuk penetapan sifat kimia tanah)
6. pH-meter (untuk penetapan pH tanah)
7. Timbangan elektrik
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan percobaan lapangan pada petak erosi berukuran
10 m x 5 m yang disusun dalam Rancangan Split Plot dengan ulangan sebagai
Blok, terdiri dari dua faktor, yaitu kombinasi umur tanaman kakao dan kemiringan
lereng sebagai faktor pertama, dan teknik konservasi sebagai faktor kedua.
1. Umur tanaman kakao/kemiringan lereng terdiri dari empat taraf yaitu:
a. Umur tanaman kakao 5 - 7 bulan dan kemiringan lereng 10 – 15% (P1)
b. Umur tanaman kakao 25 - 27 bulan dan kemiringan lereng 10 – 15% (P2)
c. Umur tanaman kakao 5 – 7 bulan dan kemiringan lereng 40 – 45% (P3)
d. Umur tanaman kakao 25 –27 bulan dan kemiringan lereng 40 – 45% (P4)
2. Teknik konservasi dengan tiga taraf yaitu:
a. Kakao + gulma dibiarkan tumbuh pada gawangan kakao (T1)
b. Kakao + padi gogo ditanam berurutan dengan kedelai (T2)
c. Kakao + padi gogo ditanam berurutan dengan kedelai + strip A. pintoi (T3) Kombinasi perlakuan sebagai berikut:
Terdapat 12 petak perlakuan dari kombinasi (2 x 2) x 3 taraf
masing-masing faktor. Setiap perlakuan diulang 3 kali, dan untuk menghitung nilai faktor
C dibuat petak pembanding secara terpisah sebanyak 3 ulangan sehingga total
petak erosi yang dibuat adalah 39 petak.
Tahapan Penelitian
Guna mencapai tujuan dan menjawab hipotesis yang diajukan, secara
umum penelitian dilaksanakan dalam 7 tahapan kegiatan, yaitu (1) penentuan
lokasi penelitian, (2) pembuatan petak erosi, (3) pemberian perlakuan, (4)
pemeliharaan tanaman, (5) pengamatan AP, erosi, sifat fisik, dan kimia tanah,
serta pengamatan komponen pertumbuhan dan produksi, (6) analisis data, dan (7)
analisis kelayakan finansial. Bagan alir kegiatan penelitian disajikan pada
Gambar 3.
Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan sistem penggunaan lahan, yaitu
pertanaman kakao umur 5-7 bulan dan 25–27 bulan pada kemiringan 10–15% dan
40–45%, sehingga terdapat empat site penelitian. Karakteristik lokasi penelitian relatif sama terutama mengenai sifat tanah. Untuk memastikan bahwa lokasi
penelitian memiliki sifat tanah yang relatif sama, dilakukan pemboran pada
beberapa titik dengan kedalaman 0 – 30 cm dan 30 – 60 cm, selanjutnya lokasi
penelitian ditempatkan pada daerah yang memiliki ciri tanah yang relatif sama.
Pada site terpilih, dibuat profil tanah dengan ukuran panjang 150 cm, lebar 100 cm, dalam 130 cm atau sampai pada lapisan yang membatasi perakaran.
Deskripsi profil dimulai dengan membedakan horizon-horizon dan kemudian
diamati sifat setiap horizon yang meliputi: warna, tekstur, struktur, konsistensi,
kutan, konkresi, dan nodul. Untuk analisis sifat kimia diambil 1 kg contoh tanah
terganggu pada setiap horizon, sedangkan untuk analisis sifat fisik (BD), contoh
tanah tidak terganggu (menggunakan ring) diambil pada setiap horizon. Dalam
penelitian ini, keempat site penelitian berada pada lokasi yang berdekatan (satu hamparan) sehingga profil pewakil dibuat berdasarkan kemiringan, yakni satu
Gambar 3. Bagan alir kegiatan penelitian
Pertanaman kakao muda
Deskripsi profil Analisis sifat tanah pada awal penelitian
Pembuatan petak erosi
Kemiringan lereng 10-15% Kemiringan lereng 40 - 45%
Kriteria petak erosi
Umur kakao 5-7 bulan
Umur kakao 25-27 bulan
Kakao + gulma (T1)
Kakao + rotasi padi gogo - kedelai + strip
A. pintoi (T3)
Kakao + rotasi padi gogo-kedelai (T2)
Pengamatan:
1. Pengukuran AP dan erosi dan penetapan nilai faktor C
2. Pengukuran sifat fisik dan kimia tanah
3. Pengukuran kadar hara dan C-organik sedimen dan AP
4. Pengukuran pertumbuhan dan produksi tanaman
Analisis statistik dengan program SAS:
1. ANOVA 2. Uji Duncan
Dibuat petak pembanding tanpa tanaman untuk penetapan nilai C
Hasil penelitian:
1. Jumlah AP dan erosi serta nilai faktor C
2. Jumlah kehilangan hara N, P, K, dan C-organik 3. Sifat fisik dan kimia tanah setiap perlakuan 4. Enrichment Ratio (ER)
5. Pertumbuhan dan produksi tanaman Input & output
produksi
Analisis Usahatani
Pembuatan petak erosi
Petak erosi berukuran 10 m x 5 m dibuat dengan pembatas petak
menggunakan bahan tidak tembus air. Pembatas petak dibenamkan ke tanah 15
cm-20 cm dengan 15 cm - 20 cm di atas permukaan tanah. Pada bagian bawah
petak dibuat saluran dengan dasar saluran menggunakan bahan tidak tembus air
untuk menghindari terjadinya rembesan. Sedimen dialirkan pada bak penampung
sedimen atau soil collector (baskom dengan kapasitas tampung rata-rata 52 liter) dan AP dialirkan ke tangki penampung AP atau runoff collector (drum dengan kapasitas tampung rata-rata 220 liter) menggunakan pipa yang dihubungkan
dengan bak penampung sedimen. Jumlah pipa pembagi aliran pada bak
penampung sedimen sebanyak sembilan buah, delapan aliran langsung terbuang
dan hanya satu aliran yang ditampung pada bak penampung AP. Jumlah pipa
pembagi aliran ini didasarkan pada curah hujan tertinggi (96,4 mm hari-1) lokasi
penelitian yang pernah terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Berdasarkan
data CH tersebut, dengan asumsi infiltrasi sebesar 59% (berdasarkan hasil
penelitian Hafid, 2001), maka jumlah AP petak-1 adalah 1976 liter dan jika jumlah
ini dibagi sembilan maka banyaknya AP yang harus ditampung pada bak
penampung AP sebesar 220 liter. Bagian atas tangki penampung AP ditutup
untuk menghindari masuknya air hujan secara langsung.
Pemberian perlakuan
Perlakuan diatur sesuai dengan rancangan percobaan. Pada petak erosi
yang telah dibuat pada dua kriteria kemiringan (10-15% dan 40-45%) dan dua
kriteria umur tanaman kakao (5-7 bulan dan 25-27 bulan) diberi perlakuan
tindakan konservasi sebagai berikut:
- T1 (kakao + gulma dibiarkan tumbuh pada gawangan kakao). Penyiangan hanya
dilakukan pada piringan kakao dan hasil pangkasan kakao disebar diatas
piringan. Pemangkasan dilakukan sekali dalam empat bulan..
- T2 (kakao + padi gogo ditanam berurutan dengan kedelai). Padi gogo dan kedelai
ditanam berurutan di antara tanaman kakao dengan jarak tanam padi gogo 10
cm dalam barisan dan 40 cm antar barisan, sedangkan jarak tanam kedelai 20
dilakukan pengolahan tanah dengan cangkul untuk menggemburkan tanah,
kemudian tanah ditugal dan dimasukkan 5 – 7 benih padi gogo per lubang
tanam. Panen padi gogo dilakukan menggunakan sabit dengan memotong
batang padi sekitar 5 cm dari permukaan tanah. Setelah padi gogo dipanen,
dilakukan penanaman kedelai tanpa didahului dengan pengolahan tanah karena
kondisi tanah masih cukup gembur (BD tanah berkisar 1 g cm-3) untuk
mendukung perkecambahan kedelai, sehingga setelah jerami padi gogo disebar
di permukaan tanah sebagai mulsa, tanah langsung ditugal dan dimasukkan 3 –
5 benih kedelai per lubang tanam. Pada umur 100 hari setelah tanam, kedelai
dipanen dan brangkasan kedelai dikeringkan sampai biji kedelai mudah terlepas
dari polongnya.
- T3 (kakao + padi gogo ditanam berurutan dengan kedelai + strip A. pintoi).
A. pintoi ditanam pada strip searah kontur dengan jarak antar strip 6 m dan lebar strip dipertahankan 0,3 m. Hasil pangkasan A. pintoi dibenamkan di sekeliling piringan tanaman kakao sebagai pupuk organik, sedangkan hasil pangkasan
tanaman kakao dan sisa panen padi gogo serta kedelai disebar di atas
permukaan tanah sebagai mulsa. Tanaman A. pintoi dipangkas pertama kali pada umur dua bulan dan selanjutnya dipangkas sekali dalam dua minggu.
Namun demikian, untuk menghindari kehilangan tanah yang tinggi melalui
erosi akibat pembongkaran tanah pada saat pembenaman hasil pangkasan A. Pintoi, maka pembenaman dilakukan hanya sekali dalam sebulan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi: penyiangan, pemupukan, dan
pengendalian hama/penyakit. Untuk padi gogo, penyiangan dilakukan tiap
minggu pada satu bulan pertama, selanjutnya dilakukan tiap dua minggu sekali
sampai padi gogo berumur dua bulan, dan pada umur padi gogo dua bulan sampai
tiga bulan hanya dilakukan satu kali penyiangan karena pertumbuhan gulma sudah
terhambat oleh penutupan tajuk padi gogo. Untuk kedelai, penyiangan dilakukan
tiap dua minggu sekali sampai kedelai berumur dua bulan, dan selanjutnya hanya
sekali penyiangan sampai kedelai dipanen. Intensitas penyiangan yang dilakukan
pada tanaman kedelai lebih rendah dibandingkan dengan padi gogo karena
yang merupakan sisa panen padi gogo. Penyiangan dilakukan dengan mencabut
gulma-gulma yang tumbuh di pertanaman, dan gulma-gulma yang telah dicabut
dihamparkan di atas permukaan tanah dengan terlebih dahulu ditimbang untuk
mengetahui bobot segarnya. Pemupukan dilakukan dengan pupuk anorganik
Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis 200 kg urea ha-1, 150 kg SP-36 ha-1, dan 100
kg KCl ha-1 untuk padi gogo. Pupuk urea diberikan dua tahap, pertama pada umur
padi gogo dua minggu dan tahap kedua diberikan satu bulan berikutnya. Untuk
kedelai, pupuk diberikan dengan dosis 50 kg urea ha-1, 100 kg SP-36 ha-1, dan 100
kg KCl ha-1. Pemberian pupuk dilakukan dengan membenamkan pupuk dalam
larikan yang telah dibuat.
Pengamatan
Pengamatan dan pengukuran di lapangan
a. Aliran Permukaan (AP) (m3 ha-1)
Pengamatan jumlah AP pada petak berukuran 10 x 5 m dilakukan
ketika runoff collector hampir penuh dengan mengukur tinggi muka air dalam
runoff collector, jadi pengamatan tidak dilakukan pada setiap hari hujan. Hal ini dilakukan karena keterbatasan tenaga yang dapat melakukan pengamatan
dan pengambilan sampel pada setiap hari hujan. Sampel AP yang diambil
digunakan untuk analisis kandungan sedimen yang tersuspensi dalam AP dan
untuk analisis kadar hara dan C-organik yang terlarut dalam AP.
Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu mengaduk air yang
ada dalam runoff collector agar sampel yang diambil representatif terhadap AP dalam runoff collector
Jumlah sampel AP yang diambil untuk analisis kandungan sedimen
sebanyak 250 ml per runoff collector per pengamatan. Sampel tersebut disaring menggunakan tissue dengan terlebih dahulu menimbang tissue yang digunakan untuk mengetahui bobotnya. Sedimen yang tersaring di oven pada
suhu 105oC selama 24 jam kemudian didinginkan di dalam desikator untuk
dengan tissue dikurangi dengan bobot tissue yang digunakan. Jumlah sedimen yang tersuspensi dalam AP selama penelitian dihitung dengan rumus:
E = V x B ... (1)
yang mana: E = Jumlah sedimen yang tersuspensi dalam AP (ton ha-1 th-1) V = Volume AP (m3 ha-1 th-1)
B = Bobot kering sedimen yang tersuspensi dalam AP (g L-1) Jumlah sampel yang diambil untuk analisis kadar hara dan C-organik
AP sebanyak 150 ml per runoff collector per pengamatan. Sampel tersebut disimpan di lemari pendingin (refrigerator) pada suhu 4oC. Analisis kadar hara dan C-organik AP dilakukan pada akhir penelitian dengan sampel
komposit dari beberapa pengamatan sesuai dengan perbandingan jumlah AP.
Sebagai contoh, sampel dari jumlah AP sebanyak 200 liter, 150 liter, dan 215
liter masing-masing diambil 100 ml, 75 ml, dan 108 ml kemudian
dikompositkan. Setelah diaduk sampai homogen diambil sebanyak 250 ml
untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan kadar hara N,
P, K, dan C-organik AP.
Jumlah hara N yang terbawa AP pada setiap perlakuan dihitung
dengan rumus:
Y = NH3 x V ... (2)
yang mana: Y = Jumlah N yang terbawa pada AP (kg NH4 ha-1 th-1) NH3 = Kadar hara N(mg NH4 L-1)
V = Volume AP (m3 ha-1 th-1)
Y = NO3 x V ... (3)
yang mana: Y = Jumlah N yang terbawa AP (kg NO3 ha-1 th-1) NO3 = Kadar hara N (mg NO3 L
-1 ) V = Volume AP (m3 ha-1 th-1)
Y = NO2 x V ... (4)
yang mana: Y = Jumlah N yang terbawa AP (kg NO2 ha-1 th-1) NO2 = Kadar hara N (mg NO2 L-1)
V = Volume AP (m3 ha-1 th-1)
Jumlah hara P yang terbawa AP pada setiap perlakuan dihitung
dengan rumus: