• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Fisiologi Dan Potensi Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Fisiologi Dan Potensi Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI FISIOLOGI DAN POTENSI

RATOONING

BEBERAPA GENOTIPE SORGUM

MERRY GLORIA MELIALA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Fisiologi dan Potensi Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Merry Gloria Meliala

(4)

RINGKASAN

MERRY GLORIA MELIALA. Studi Fisiologi dan Potensi Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum. Dibimbing oleh DIDY SOPANDIE dan TRIKOESOEMANINGTYAS.

Salah satu teknik bubidaya yang dapat digunakan dalam pengembangan sorgum adalah budidaya ratun. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pertumbuhan dan produksi tanaman utama lima genotipe sorgum dan pengaruhnya terhadap kemampuan meratun serta pertumbuhan dan produksi tanaman ratun serta potensi ratooning 100 genotipe F3 sorgum. Percobaan untuk studi fisiologi dilaksanakan dari bulan Agustus - Desember 2013 untuk tanaman utama, Desember 2013 - April 2014 untuk tanaman ratun. Percobaan untuk potensi ratooning dilaksanakan dari bulan Juni - Oktober 2013 untuk tanaman utama dan Oktober 2013 – Januari 2014 untuk tanaman ratun. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan, Laboratorium Pasca Panen, dan Laboratorium Spektrofotometri Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Percobaan studi fisiologi dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Bahan tanaman yang digunakan adalah genotipe Numbu, UPCA S1, Mandau, Kawali, dan N/UP-118-3. Percobaan mengenai potensi

ratooning dilakukan menggunakan rancangan augmented. Bahan tanam yang digunakan adalah genotipe Numbu, B69, dan 100 genotipe F3.

Karakter vegetatif, reproduktif dan fisiologi tanaman utama berbeda nyata antar genotipe. Kemampuan meratun dan karakter vegetatif tanaman ratun berbeda nyata antar genotipe. Karakter tanaman utama yang berkorelasi nyata dengan kemampuan meratun adalah tinggi tanaman, diameter batang, bobot basah brangkasan, bobot kering brangkasan, umur panen, dan indeks panen. Karakter tanaman utama yang berkorelasi nyata dengan keragaan tanaman ratun adalah tinggi tanaman utama, total klorofil daun, bobot basah brangkasan, bobot kering brangkasan, bobot malai, bobot biji per malai, bobot 1000 biji, indeks panen, dan laju transpirasi. Berdasarkan hasil sidik lintas pertumbuhan tanaman utama mempunyai pengaruh langsung terhadap tinggi ratun, dan vegetatif ratun mempunyai pengaruh langsung terhadap produksi ratun. Produksi relatif ratun mencapai mencapai 20.97 – 40.30% produksi tanaman utama.

Numbu merupakan genotipe yang memiliki kemampuan meratun terbaik dari lima genotipe yang diuji. Genotipe ini memiliki laju fotosintesis, konduktansi stomata, CO2 interselular dan laju transpirasi yang tinggi. Terdapat 39 genotipe pada generasi bersegregasi dengan potensi ratun yang tinggi. Genotipe tersebut adalah galur dengan persentase ratun tumbuh yang tinggi dan mempunyai produksi relatif lebih dari 50% produksi tanaman utama.

(5)

SUMMARY

MERRY GLORIA MELIALA. Physiological and Ratooning Ability of Several Sorghum Genotypes. Supervised by DIDY SOPANDIE and TRIKOESOEMANINGTYAS.

One cultivation technique that can be used in sorghum production is ratooning. This study is aimed to investigate information on growth and production of five sorghum genotypes and 100 genotypes F3 and the ratooning ability of these genotypes. The physiological study was conducted from August – December 2013 for main crop cultivation and December 2013 – April 2014 for ratoon crop cultivation. Ratooning Potency study was conducted from June - October 2013 for main crop cultivation and October 2013 – January 2014 for ratoon crop cultivation. This study was at Cikabayan experiment station, Post Harvest Laboratory, and Spectrophotometry Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University.

The physiological study was carried out as Randomized Complete Block Design in four replications. Numbu, UPCA S1, Mandau, Kawali, dan N/UP-118-3 used as genetic materials. For ratooning potency study of the segregation population, this research was carried out as augmented design with two check varieties (Numbu and UPCA S1) and 100 F3 genotypes.

The results showed that genotypes had significant defferences on vegetative, reproductive, and physiologycal characters of main crops. Genotypes had significant defferences on ratooning ability and the vegetative characters of ratoon crops. Plant height, stem diameter, plant fresh and dry weight, harvest time, and harvest index of main crops had significant correlation with sorghum ratooning ability. Plant height, total chlorophyll, plant fresh and dry weight, panicle weight, grain weight per panicle, 1000 grain weight, harvest index, and transpiration rate of main crops had significant correlation with ratoon crop growth. Based on path analysis, main crops growth had direct effect on ratoon crops height, vegetative characters of ratoon crops had direct effect on ratoon yield. Ratoon crops yield is 20.97 - 40.30% of main crops yield.

Numbu were genotype that has best ratooning ability. This genotype has high phothosynthesis rate, stomatal conductance, intercellular CO2, and transpiration rate. There were 39 genotypes with high ratooning potency. Lines with high ratooning potency were those which has high ratooning ability and relative production to main crops above 50%.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

STUDI FISIOLOGI DAN POTENSI

RATOONING

BEBERAPA

GENOTIPE SORGUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Studi Fisiologi dan Potensi Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum Nama : Merry Gloria Meliala

NIM : A252120351

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr Ketua

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hprtikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: (24 Agustus 2016)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, khalik langit dan bumi atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai November 2014 dengan judul Studi Fisiologi dan Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Didy Sopandie MAgr dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas MSc yang sudah membantu terlaksananya penelitian serta membimbing selama penulisan tesis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada adik saya Sepyan Beny, Ibu Siti Marwiyah,mas Eki, Pak Nandang, teknisi dan karyawan Kebun Percobaan Cikabayan, teman-teman Gita Swara Pascasarjana dan AGH 2012 yang sudah membantu selama penelitian dan penulisan tugas akhir. Terimakasih penulis ucapkan kepada Pak Bambang, Ibu Ismi, Pak Yudi, dan Pak Joko yang sudah membantu pengamatan di laboratorium. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di Lab Pemuliaan Tanaman Atas untuk bantuan dan dukungan selama penulisan tesis. Terimakasih juga kepada teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu atas bantuan selama penelitian dan penyelesaian tugas akhir ini.

Terimakasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang telah mendanai penelitian ini melalui International Research Collaboration and Scientific Publication dengan judul Sorghum Breeding Program for Improvement of Quality and Yield Potential

pada tahun 2014. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bakrie Center Foundation yang sudah memberikan beasiswa melalui program Bakrie Graduate Fellowship .

Bapak dan mamak yang sudah memberikan dukungan moral, doa dan materi sehingga penulis bisa mengikuti program magister ini. Terimakasih untuk kasih dan pengorbanan yang sudah bapak dan mamak berikan. Tuhan lah yang membalas semua kebaikan yang sudah diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 8 September 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Tanaman Sorgum 2

Ratooning pada Tanaman Sorgum 3

METODE 4

Percobaan 1 Studi Fisiologi Ratooning Lima Genotipe Sorgum 4

Bahan Penelitian 4

Peralatan Penelitian 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Prosedur Percobaan 5

Percobaan 2 Potensi Ratooning 100 Genotipe F3 Sorgum 8

Bahan Penelitian 8

Peralatan Penelitian 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Prosedur Percobaan 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Percobaan 1 Studi Fisiologi Ratooning Lima Genotipe Sorgum 10

Keragaan Tanaman Utama Lima Genotipe Sorgum 10

Fisiologi Tanaman Utama Lima Genotipe Sorgum 12

Kemampuan Meratun Lima Genotipe Sorgum 14

Keragaan Tanaman Ratun Lima Genotipe Sorgum 16

Korelasi Keragaan Tanaman Utama dengan Kemampuan Meratun dan

Keragaan Tanaman Ratun 18

Percobaan 2 Potensi Ratooning 100 Genotipe (F3) Sorgum 23

Keragaan Tanaman Utama 23

Keragaan Tanaman Ratun 32

SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

(12)

DAFTAR TABEL

1 Analisis ragam rancangan augmented 10

2 Rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif dan reproduktif tanaman

utama 11

3 Nilai tengah tinggi, jumlah daun, bobot basah, dan bobot kering

tanaman utama 11

4 Nilai tengah umur berbunga, umur panen, bobot malai, bobot biji per malai, bobot 1000 biji dan indeks panen tanaman utama 12 5 Rekapitulasi sidik ragam karakter fisiologi tanaman utama 13 6 Laju fotosintesis, konduktansi stomata, CO2 interselular, dan laju

transpirasi tanaman utama 13

7 Kadar klorofil dan kehijauan daun tanaman utama 14 8 Rekapitulasi sidik ragam kemampuan meratun dan karakter vegetatif

ratun 15

9 Kemampuan meratun dan karakter vegetatif tanaman ratun 16

10 Karakter reproduktif tanaman ratun 18

11 Korelasi karakter vegetatif, reproduktifd, dan fisiologi tanaman utama dengan kemampuan meratun dan karakter tanaman ratun 20 12 Rekapitulasi sidik ragam karakter tanaman utama genotipe F3 dan

pembanding 27

13 Nilai tengah karakter tanaman utama genotipe F3 dan pembanding 27 14 Nilai tengah karakter tanaman utama genotipe F3 dan pembanding

(lanjutan) 28

15 Nilai tengah karakter tanaman utama genotipe F3 dan pembanding

(lanjutan) 29

16 Rekapitulasi sidik ragam karakter tanaman ratun genotipe F3 dan

pembanding 33

17 Nilai tengah karakter tanaman ratun genotipe F3 yang mempunyai persentase ratun tumbuh atau persen produksi yang rendah 35 18 Nilai tengah karakter tanaman ratun genotipe F3 yang mempunyai

persentase ratun tumbuh atau persen produksi yang rendah (lanjutan) 36 19 Nilai tengah karakter tanaman ratun genotipe F3 yang mempunyai

persentase ratun tumbuh atau persen produksi yang rendah (lanjutan) 37 20 Rata-rata tersesuaikan karakter tanaman ratun genotipe F3 yang

menghasilkan produksi relatif lebih dari 50% produksi tanaman

utama 39

21 Rata-rata tersesuaikan karakter tanaman ratun genotipe F3 yang menghasilkan produksi relatif lebih dari 50% produksi tanaman

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Keragaan Tanaman Utama pada 8 MST 11

2 Keragaan tanaman ratun lima genotipe sorgum (a) ratun tumbuh dan menghasilkan produksi (b) ratun kerdil dan tidak mampu menghasilkan produksi bahkan tidak tumbuh sama sekali 16 3 Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter vegetatif dan

generatif tanaman utama terhadap tinggi tanaman ratun. TTR: tinggi tanaman ratun, TT: tinggi tanaman, BB: bobot basah brangkasan, BK: bobot kering brangkasan, BM: bobot malai, BBM: bobot biji per malai, BSB: bobot seribu biji, IP: indeks panen 21 4 Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter vegetatif ratun

terhadap bobot malai ratun. BMR: bobot malai ratun, TTR: tinggi tanaman ratun, JDR: jumlah daun ratun, DBR: diameter batang ratun, BBR: bobot basah ratun, BKR: bobot kering ratun 22 5 Kondisi pertumbuhan sorgum pada (a) 0 MST, (b) 1 MST, (c) 4 MST,

(d) 7 MST, (e) 9 MST, dan (f) 12 MST 23

6 Perkembangan malai sorgun (a) fase bunting, (b) bunga mulai keluar (c) antesis, (d) pengisian biji (e) pematangan 24 7 Genotipe yang memiliki daya tumbuh rendah (a) nomor 31 (b) nomor

41 25

8 Malai sorgum yang terserang hama burung 25

9 Anakan keluar dari batang sorgum yang belum dipanen 26 10 Keragaan beberapa genotipe sorgum dibandingkan dengan varietas

pembanding B69 dan Numbu 31

11 Keragaan malai beberapa genotipe F3 hasil silangan B69 Numbu 32 12 Kondisi pertumbuhan tanaman ratun sorgum mulai dari keluarnya

mata tunas ratun sampai fase reproduktif 34

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lay out Percobaan 1 Studi fisiologi ratooning lima genotipe sorgum 50 2 Lay out Percobaan 2 Potensi ratooning 100 genotipe F3 sorgum 51 3 Proses ekstraksi batang, penetapan standar gula, dan penetapan gula

total 52

(14)
(15)

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sebesar 255 juta orang (BPS 2015). Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 284.83 juta orang pada tahun 2025 (BPS 2013). Peningkatan jumlah penduduk diikuti peningkatan kebutuhan pangan, pakan, dan energi. Sorgum sudah dikonsumsi masyarakat Afrika dan India sejak ratusan tahun yang lalu. Sorgum digunakan sebagai makanan tradisional, termasuk bubur, roti fermentasi dan roti tanpa ragi, minuman beralkohol dan non alkohol, makanan ringan, serta produk mirip nasi seperti couscous (Rooney dan Awika 2005).

Sorgum juga digunakan sebagai pakan ternak (ransum) menggantikan jagung karena kadar nutrisinya tidak jauh berbeda dengan jagung. Ransum (dicampur dengan bahan lain) dapat diberikan untuk ayam, itik, babi, dan sapi perah. Brangkasannya juga dapat digunakan sebagai pakan. Sorgum juga dapat dijadikan sebagai bahan baku etanol. Sekitar 90% biofuel dunia saat ini terbuat dari etanol. Keuntungan sorgum sebagai bahan baku etanol adalah biaya produksi yang lebih murah karena efisiensi penggunakan air dan waktu panen yang lebih singkat (Santoso dan Singgih, 2008).

Sorgum merupakan tanaman yang toleran kekeringan dan suhu tinggi. Sorgum yang didera kekeringan dan suhu tinggi masih bisa digunakan dalam produksi bioetanol (Ananda et al. 2011, Hill et al. 2012). Efisiensi penggunaan air sorgum lebih tinggi dibandingkan tanaman C4 lain seperti jagung. Efisiensi penggunaan air menunjukkan rasio antara bobot kering biomassa tanaman dengan jumlah air yang digunakan (Cosentino et al. 2012). Efisiensi penggunaan air sorgum sebesar 52 kg ha-1 mm-1 sedangkan jagung 38 kg ha-1 mm-1 (Amaducci et al. 2016).

Sorgum telah lama dikenal oleh petani di Indonesia khususnya di Jawa, NTB dan NTT. Sorgum ditanam oleh petani sebagai tanaman sela atau tumpang sari dengan tanaman lainnya. Budidaya dan pengembangan tanaman sorgum di Indonesia masih sangat terbatas karena kurangnya informasi tentang benih unggul, pemanfaatan sorgum dan teknologi budidayanya (Sukmadi 2010).

(16)

Beberapa penelitian ratooning sorgum yang telah dilakukan antara lain adalah mengenai populasi tanaman dan pemupukan nitrogen (Molina et al. 1977), pengaruh ratooning terhadap hasil, produksi gula, dan serangan hama (Duncan dan Gardner 1984, Wilson 2011), perbaikan manajemen ratooning (Opole et al. 2007, Wiseman et al. 2010), evaluasi pertumbuhan dan hasil sorgum manis pada jarak tanam berbeda (Puspitasari et al. 2012), evaluasi genotipe sorgum manis produksi biomassa dan daya ratun tinggi (Efendi et al. 2013). Potensi ratooning

tidak sama untuk setiap genotipe. Genotipe yang mempunyai keragaan tanaman utama lebih baik secara umum memiliki hasil ratun yang lebih baik (Sanni et al. 2009). Hasil tanaman utama juga memiliki korelasi nyata dan positif dengan hasil tanaman ratun (Liu et al. 2015). Genotipe yang berbeda memiliki perbedaan kemampuan meratun pada padi (Balasubramanian et al. 1992) dan tebu (Shah et al. 2008), juga perbedaan hasil ratun pada padi (Akhgari et al. 2013, Sinaga et al. 2015) dan sorgum (Hassan et al. 2015).

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk

1. Menjelaskan pengaruh pertumbuhan dan produksi tanaman utama lima genotipe sorgum terhadap kemampuan meratun.

2. Menjelaskan pengaruh pertumbuhan dan produksi tanaman utama lima genotipe sorgum terhadap pertumbuhan dan produksi ratun

3. Menjelaskan potensi ratooning 100 genotipe (F3) sorgum Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Terdapat perbedaan kemampuan meratun diantara 5 genotipe sorgum

2. Terdapat korelasi antara karakter agronomi dan fisiologi tanaman utama dengan kemampuan meratun,pertumbuhan dan produksi ratun

3. Terdapat perbedaan kemampuan meratun diantara 100 genotipe (F3) sorgum

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sorgum

Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23°C – 30°C dengan kelembaban relatif 20 – 40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m dari permukaan laut dengan suhu kurang dari 20°C, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 375 – 425 mm (Deptan 1990).

(17)

dengan diameter batang bagian bawah 0.5-5 cm. Bijinya berwarna putih, kuning atau cokelat dengan panjang biji 4-5 mm dan lebar 2.5-4.6 mm (Léder 2004).

Pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan sekitar 110-170 hari (Léder 2004). Sorgum memiliki tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif, inisiasi malai, dan reproduktif. Fase vegetatif dimulai dari fase perkecambahan, fase 3 daun, fase 4 daun, sampai fase 5 daun. Inisiasi malai dimulai dari fase inisiasi malai, fase munculnya daun bendera, fase booting, sampai fase heading. Fase terakhir yaitu fase reproduksi dimulai dari pembungaan, soft dough

(peralihan dari masak susu ke biji mulai mengeras), hard dough (biji mulai mengeras), sampai munculnya black layer (masak fisiologis) (Kelley 2013).

Pertumbuhan sorgum tidak berlangsung cepat sampai tanaman mencapai tinggi 8 inci (20.32 cm), yaitu pada saat tanaman sudah membentuk sistem perakarannya dan mulai menyerap hara secara cepat. Fase ini berlangsung selama 30-35 hari setelah perkecambahan. 30-35 hari berikutnya, tanaman tumbuh dengan cepat hingga mencapai fase pembungaan. Sorgum akan memproduksi banyak daun yang sangat penting ketika memasuki fase pengisian biji. Bobot kering biji tidak bertambah lagi ketika sudah mencapai masak fisiologis. Kadar air biji mencapai 25-40% saat memasuki masak fisiologis (Vanderlip 1998).

Ratooning pada Tanaman Sorgum

Keberhasilan tanaman ratun sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan berpengaruh juga pada penyerapan pupuk oleh tanaman ratun (Wiseman et al. 2010). Sorgum tidak memiliki rizhom atau stolon sehingga anakan menentukan hasil dari tanaman ratun. Anakan yang terlalu cepat terbentuk tidak akan bertahan jika kelembaban tanah tidak sesuai, namun pembentukan anakan yang terlalu lama akan menyebabkan anakan menjadi immature saat panen. Pembentukan anakan targantung pada genotipe yang dipengaruhi oleh lingkungan (Wilson 2011). Sorgum varietas Essuti (varietas lokal di Kenya) yang jumlah anakannya direduksi menjadi 3 anakan produktif pada musim tanam kedua (setelah ratooning) meningkat hasilnya bila dibandingkan anakan yang tidak direduksi. Reduksi dilakukan pada penyiangan gulma kedua sehingga lebih mudah mengidentifikasi anakan yang vigor dan berpotensi menjadi anakan produktif (Opole et al. 2007).

Sistem perakaran tanaman utama sorgum akan mati setelah dipanen. Oleh karena itu kecepatan tumbuh dan luas perakaran yang baru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan tanaman ratun. Kadar karbohidrat pada tunggul berperan sebagai cadangan makanan untuk tanaman ratun. Cadangan makanan yang cukup dibutuhkan untuk mempertahankan tunggul tetap hidup dan mengeluarkan tunas baru. Oleh karena itu kadar karbohidrat pada tunggul sangat berperan dalam kemampuan ratun untuk bertahan dan tumbuh kembali. Sorgum yang tetap hijau setelah biji matang (mature) memiliki cadangan makanan yang tinggi (Wilson 2011).

(18)

(Duncan dan Gardner 1984), 5 cm dari permukaan tanah (Setyowati et al. 2005), 13 cm dari permukaan tanah (Wiseman et al. 2010), dan 8 cm dari permukaan tanah (Wilson 2011).

Wiseman (2010) melaporkan bahwa aplikasi pupuk tanaman ratun dilakukan 1-10 hari setelah panen tanaman induk. Puspitasari (2013) melaporkan bahwa aplikasi pupuk tanaman ratun dilakukan dua tahap yaitu pada umur 3 dan 7 minggu setelah pemotongan batang.

METODE

Percobaan 1 Studi Fisiologi Ratooning Lima Genotipe Sorgum Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Numbu, UPCA S1, Mandau dan, Kawali serta galur F7 N/UP-118-3. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl. Bahan yang digunakan untuk analisis klorofil daun adalah larutan pengekstrak klorofil (Acetris yang merupakan campuran 85% aceton dan 15% tris stock buffer). Alkohol, anthrone, dan asam sulfat, digunakan untuk analisis kadar gula total batang.

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan adalah peralatan budidaya, jangka sorong digital, soil plant analysis development (SPAD-502 plus; Konica Minolta, Japan) untuk mengukur nilai kehijauan daun, peralatan untuk analisis klorofil (mortar, micro tube, tabung reaksi, pipet, centrifuge, spektrofotometer, cuvet, dan kelereng), Licor 6400 untuk pengamatan laju fotosintesis, respirasi, dan konduktansi stomata serta peralatan untuk analisis karbohidrat (miller, water bath, centrifuge, dan spektrofotometer).

Lokasi dan Waktu Penelitian

(19)

Prosedur Percobaan

Sorgum ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 15 cm sebanyak 3 benih per lubang. Penyulaman dilakukan pada 2 minggu setelah tanam (MST). Penjarangan dilakukan pada saat 3 MST sehingga hanya tersisa 1 tanaman. Pupuk diaplikasikan bersamaan pada saat tanam. Dosis pupuk yang digunakan adalah 150 kg/ha urea, 100 kg/ha KCl, dan 100 kg/ha SP-36. Pupuk urea yang diaplikasikan pada saat tanam adalah 2/3 dosis urea sisanya diberikan pada 5 MST. Setelah malai sorgum dipanen, batang tanaman utama dipotong satu buku dari permukaan tanah (Molina et al. 1977). Tanaman ratun dibiarkan tumbuh dan dilakukan pemeliharaan yang sama dengan tanaman utama. Dosis pupuk tanaman ratun sama dengan dosis pupuk tanaman utama (Setyowati et al. 2005). Pupuk diberikan 3 minggu setelah ratooning. Sebanyak 2/3 bagian pupuk urea diberikan bersamaan dengan SP-36 dan KCl lalu 1/3 bagian lagi diberikan 7 minggu setelah

ratooning (Puspitasari 2013).

Peubah yang diamati pada tanaman utama adalah sebagai berikut: 1. Karakter vegetatif

 Tinggi tanaman diukur pada fase vegetatif maksimum  Jumlah daun diukur pada fase vegetatif maksimum  Diameter batang diukur pada fase vegetatif maksimum  Bobot basah brangkasan bagian atas pada saat panen  Bobot kering brangkasan bagian atas pada saat panen 2. Karakter fisiologi

 Kehijauan daun pada saat vegetatif maksimum menggunakan SPAD-502 (Lampiran 4a)

 kadar klorofil (klorofil a, klorofil b, antosianin, karoten, dan total klorofil) pada saat vegetatif maksimum metode analisis Sims dan Gamon (2002)  Laju fotosintesis, respirasi, dan konduktansi stomata pada saat vegetatif

maksimum menggunakan Licor 6400 (Lampiran 4b dan 4c)

 kadar gula total pada batang pada saat panen menggunakan metode analisis Sims dan Gamon (2002)

3. Karakter reproduktif  Umur berbunga  Umur panen

 Bobot malai, ditimbang setelah malai dikeringkan

 Bobot biji per malai (biji yang sudah dipisahkan dari malainya)  Bobot 1000 biji (biji bernas yang sudah dikeringkan)

 Indeks panen dihitung berdasarkan perbandingan produksi dengan biomassa tanaman (Wnuk et al. 2013)

Peubah yang diamati pada tanaman ratun adalah sebagai berikut: 1. Karakter vegetatif

(20)

2. Karakter reproduktif  Umur berbunga  Umur panen

 Bobot malai, ditimbang setelah malai dikeringkan

 Bobot biji per malai (biji yang sudah dipisahkan dari malainya)  Bobot 1000 biji (biji bernas yang sudah dikeringkan)

 Indeks panen

 Produksi relatif dibandingkan dengan tanaman utama (produksi tanaman ratun dibagi produksi tanaman utama dikali 100%).

3. Kemampuan meratun

 Waktu muncul anakan, dihitung pada saat anakan sudah mencapai fase 2-3 daun dan jumlah anakan tidak bertambah lagi

 Jumlah ratun tumbuh, dihitung pada saat anakan sudah mencapai fase 2-3 daun dan jumlah anakan tidak bertambah lagi

 Persentase ratun tumbuh, jumlah tunggul tanaman utama yang tumbuh menjadi tanaman ratun dibagi total tanaman utama dikali 100%.

Pengambilan sampel daun untuk analisis klorofil, antosianin, dan karotenoid dilakukan pada pagi hari ketika daun tidak lagi berembun. Tanaman yang digunakan sebagai sampel adalah tanaman yang pertumbuhannya optimum, tidak terserang hama atau penyakit, bukan tanaman yang disampingnya ada tanaman mati, terserang hama atau penyakit, serta bukan tanaman pinggir. Setelah sampel daun diambil lalu disimpan dalam cool box sebelum dianalisis untuk mencegah terjadinya degradasi dan penyusutan bobot basah. Es batu diletakkan dalam cool box dengan tujuan menjaga suhu tetap rendah untuk mencegah terjadinya proses biokimiawi pada daun.

Analisis klorofil menggunakan metode analisis Sims dan Gamon (2002). Sampel daun dipotong lalu ditimbang. Bobot daun yang digunakan tidak kurang dari 0.016 g dan tidak lebih dari 0.025 g. Daun digerus dalam mortar setelah ditambahkan 2 ml acetris lalu dimasukkan dalam micro tube 2 ml. Sampel tersebut di-centrifuge dengan kecepatan 14000 rpm selama beberapa detik. Sampel ini disebut sebagai supernatant. Sebanyak 1 ml supernatant dimasukkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 3 ml acetris sehingga total larutan adalah 4 ml (faktor pengenceran = 4) lalu ditutup kelereng untuk mengurangi penguapan. Nilai absorban dilihat pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 663 (klorofil b), 647 (klorofil a), 537 (antosianin), dan 470 (karotenoid). Untuk mendapatkan nilai klorofil, antosianin, dan karotenoid, nilai absorban dimasukkan dalam rumus.

Antosianin total = (0.08173*A537) - (0.00697*A647) - (0.002228*A663) Klorofil a = (0.01373*A663) - (0.000897*A537) - (0.003046*A647) Klorofil b = (0.02405*A647) - (0.004305*A537) - (0.005507*A663) Karotenoid = A470 – (17.1*(Chla + Chlb) – 9.479*Antosianin))/119.26 Analisis Gula Total

(21)

dilakukan terhadap kadar gula total menggunakan metode Yoshida et al. (1976). Proses analisis dapat dilihat pada Lampiran 3.

Prosedur Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu genotipe (4 varietas dan 1 galur F7) dengan 4 ulangan sehingga terdapat 20 unit percobaan. Jumlah tanaman contoh yang diamati adalah 10 tanaman pada setiap unit percobaan untuk tanaman utama. Jumlah ratun yang tumbuh tidak mencukupi untuk mencapai 10 tanaman contoh, jadi ratun yang diamati adalah sebanyak 5 tanaman contoh untuk setiap unit percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah (Gomez dan Gomez 1995):

Yij = μ+τi +βj + εij ; (i=1,… t, j=1,…, r=1,…) Keterangan :

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

εij = pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Data yang diperoleh, selanjutnya dianalisa melalui analisis ragam dan uji lanjut Dunca Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5%. Selain itu dilihat korelasi antara peubah pada tanaman utama dengan tanaman ratun. Hubungan model antar karakter dianalisis dengan korelasi Pearson pada taraf 5% dilanjutkan dengan sidik lintas.

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara satu karakter dengan karakter lainnya. Secara statistik hubungan antar karakter dihitung menggunakan rumus berdasarkan Singh dan Chaudhary (1979):

� = n

x1y1 (

x1)(

y1) √[n

x12 (

x1)2][n

y12(

y1)2]

Keterangan: rxy = koefisien korelasi antara karakter agronomi terhadap karakter hasil, n = banyaknya perlakuan; x1 = karakter bebas; y1 = karakter hasil

Sidik lintas merupakan analisis regresi linier yang membahas hubungan kausal antar variabel. Melalui analisis ini dapat diketahui pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel bebas terhadap variabel respon. Secara statistik rumus sidik lintas menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut:

(22)

C = Rx-1 . Ry

Keterangan:

Rx = matriks korelasi antar variabel bebas dalam model regresi berganda yang memiliki p buah variabel bebas sehingga merupakan matriks dengan elemen-elemen Rxixj (i, j= 1, 2, …, p)

C = vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung dari setiap variabel bebas yang telah dibakukan

Ry = vektor koefisien korelasi antara variabel bebas xi (i = 1, 2, …, p) dan

variabel tidak bebas Y.

Percobaan 2 Potensi Ratooning 100 Genotipe F3 Sorgum Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 galur (genotipe pada generasi yang bersegregasi) sorgum F3 hasil persilangan B69 (tetua betina) dengan Numbu (tetua jantan). Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl.

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan adalah peralatan budidaya, sungkup, jangka sorong digital, timbangan digital.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor Cikabayan. Kegiatan pasca panen dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lay out percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Penanaman, pengamatan, dan panen tanaman utama dilakukan bulan Juni – Oktober 2013.

Ratooning, pengamatan dan panen tanaman utama dilakukan pada bulan Oktober 2013 – Januari 2014. Pengamatan pascapanen dilakukan pada bulan Januari – Maret 2014.

Prosedur Percobaan

Sorgum ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 10 cm sebanyak 3 benih per lubang. Penyulaman dilakukan pada 2 minggu setelah tanam (MST) sehingga hanya tersisa 1 tanaman. Penjarangan dilakukan pada saat 2 MST. Pupuk diaplikasikan bersamaan pada saat tanam. Dosis pupuk yang digunakan adalah 150 kg/ha urea, 100 kg/ha KCl, dan 100 kg/ha SP-36. Pupuk urea yang diaplikasikan pada saat tanam adalah 2/3 dosis urea sisanya diberikan pada 5 MST. Setelah malai sorgum dipanen, batang tanaman utama dipotong satu buku dari permukaan tanah (Molina et al. 1977). Tanaman ratun dibiarkan tumbuh dan dilakukan pemeliharaan yang sama dengan tanaman utama. Dosis pupuk tanaman ratun sama dengan dosis pupuk tanaman utama (Setyowati et al. 2005). Pupuk diberikan 3 minggu setelah ratooning. Sebanyak 2/3 bagian pupuk urea diberikan bersamaan dengan SP-36 dan KCl lalu 1/3 bagian lagi diberikan 7 minggu setelah

(23)

Peubah yang diamati pada tanaman utama adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman pada saat vegetatif maksimum

2. Jumlah daun pada saat vegetatif maksimum 3. Diameter batang pada saat vegetatif maksimum 4. Umur panen

5. Bobot biji per malai (biji yang sudah dipisahkan dari malainya) Peubah yang diamati pada tanaman ratun adalah sebagai berikut:

1. Jumlah ratun tumbuh, dihitung pada saat anakan sudah mencapai fase 2-3 daun dan jumlah anakan tidak bertambah lagi

2. Persentase ratun tumbuh, jumlah tunggul tanaman utama yang tumbuh menjadi tanaman ratun dibagi total tanaman utama dikali 100%

3. Tinggi tanaman pada saat vegetatif maksimum 4. Jumlah daun pada saat vegetatif maksimum 5. Diameter batang pada saat vegetatif maksimum 6. Umur panen

7. Bobot biji per malai (biji yang sudah dipisahkan dari malainya)

8. Selisih umur panen dengan tanaman utama (umur panen tanaman utama dikurangi umur panen tanaman ratun)

9. Produksi relatif dibandingkan dengan tanaman utama (produksi tanaman ratun dibagi produksi tanaman utama dikali 100%).

Prosedur Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah augmented randomized complete block design. Rancangan augmented dikenalkan untuk

screening genotipe baru pada pemuliaan tanaman. Rancangan ini pada umumnya diterapkan jika materi yang digunakan terbatas atau cukup banyak sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan ulangan (Federer et al. 2001). Hanya varietas pembanding yang diulang pada rancangan ini. Galat pada rancangan ini dihitung berdasarkan varietas pembanding dan blok yang digunakan Sharma (2006).

Sebanyak 2 genotipe sorgum digunakan sebagai pembanding. Genotipe ini adalah genotipe yang menjadi tetua genotipe F3 pada percobaan ini yaitu B69 dan Numbu, diulang 10 kali, dengan rancangan acak lengkap. Masing-masing pembanding hanya muncul sekali pada setiap blok sehingga terdapat 10 blok. Sebanyak 100 genotipe F3 digunakan tanpa ulangan. Setiap 10 genotipe ditanam tanpa ulangan pada setiap blok. Model rancangan yang digunakan untuk pembanding adalah (Burgueno-Ferreira et al. 2005):

ykojl= μ + β1 + τko + ekojl; (k=1,2; j=1,…,10; l=1,…,10)

Keterangan :

Yij = pengamatan pada pembanding ke-k, ulangan ke-j, dan blok ke-l.

μ = rataan umum

τko = pengaruh pembanding

β1 = pengaruh blok ke-l

ekojl = pengaruh galat pada pembanding ke-k, ulangan ke-j, dan blok ke-l

Model rancangan yang digunakan untuk genotipe uji adalah (Burgueno-Ferreira et al. 2005):

(24)

Keterangan :

Yij = pengamatan pada genotipe uji ke-k, ulangan ke-j, dan blok ke-l.

μ = rataan umum

τko = pengaruh genotipe uji

β1 = pengaruh blok ke-l

ekojl = pengaruh galat pada genotipe uji ke-k, ulangan ke-j, dan blok ke-l

Penghitungan berdasarkan model analisis rancangan augmented Sharma (2006). Tabel 1 menunjukan analisis ragam rancangan augmented.

Tabel 1 Analisis ragam rancangan augmented

Sumber keragaman Derjat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

Blok r-1 Jkb Ktb

Genotipe (g+c)-1 JKp KTp

Genotipe (g) g-1 JKg KTg

Pembanding (c) c-1 JKc KTc

g vs c 1 JK(g vs c) KT(g vs c)

Error (c-1)(r-1) JKe Kte

Total (rc+g)-1 JKT

Keterangan: r: ulangan dalam pembanding, c: varietas pembanding, g: genotipe

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1 Studi Fisiologi Ratooning Lima Genotipe Sorgum Keragaan Tanaman Utama Lima Genotipe Sorgum

Rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif, fisiologi, dan reproduktif tanaman utama dapat dilihat pada Tabel 2. Genotipe berpengaruh nyata terhadap keragaan tanaman utama, baik karakter vegetatif, fisiologi, maupun reproduktif tanaman utama. Pertumbuhan dan perkembangan ratun dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman utama (Liu et al.2012). Penampilan tanaman utama yang baik akan berpengaruh terhadap penampilan tanaman ratun. Karakter vegetatif tanaman utama berbeda antar genotipe (Tabel 3).

(25)

Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif dan reproduktif tanaman utama

Karakter Kuadrat Tengah F hitung KK

Tinggi 54615.38 158.78** 8.19

Jumlah daun 65.02 41.61** 13.18

Diameter batang 35.60 6.08** 13.38

Bobot basah brangkasan 401745.00 32.8** 17.02T Bobot kering brangkasan 77537.33 61.4** 17.5T

*perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α 5%, **perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α 1%, Thasil transformasi akar kuadrat

Tabel 3 Nilai tengah tinggi, jumlah daun, bobot basah, dan bobot kering tanaman utama

(26)

Tabel 4 Nilai tengah umur berbunga, umur panen, bobot malai, bobot biji per malai, bobot 1000 biji dan indeks panen tanaman utama

Genotipe

Fisiologi Tanaman Utama Lima Genotipe Sorgum

Rekapitulasi sidik ragam karakter fisiologi tanaman utama dapat dilihat pada Tabel 5. Sebagian besar karakter fisiologi tanaman utama berbeda nyata antar genotipe. Laju fotosintesis, konduktansi stomata, CO2 interselular, dan laju transpirasi tanaman sorgum berbeda nyata antar genotipe (Tabel 6). Numbu memiliki laju fotosintesis yang paling tinggi tidak berbeda nyata dengan N/UP-118-3. Fotosintesis adalah dasar dari pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil ( Li et al. 2014). Pertumbuhan tanaman utama yang baik memiliki potensi ratun yang tinggi (Sinaga 2015).

Saberi dan Aishah (2014) melakukan percobaan mengenai pengaruh fisiologi terhadap sorgum pakan. Tanaman ratun sorgum tersebut mempunyai laju fotosintesis sebesar 15.61 µmol m-2s-1 dan konduktansi stomata sebesar 0.12 mmol m-2s-1. Sorgum pada percobaan ini mempunyai laju fotosintesis dan konduktansi stomata yang lebih tinggi dibandingan sorgum pakan. Tujuan akhir sorgum pakan adalah panen brangkasan sehingga hasil fotosintat hanya digunakan untuk pertumbuhan daun dan batang. Sementara pada percobaan ini, tujuan akhirnya adalah biji sehingga hasil fotosintat digunakan untuk pengisian biji. Biji merupakan sink yang lebih kuat dibandingkan bagian tanaman yang lain. Jumlah yang besar yang dibutuhkan oleh biji mendorong tanaman untuk melakukan peningkatan hasil fotosintat dengan cara meningkatkan laju fotosintesis dan konduktansi stomata.

Numbu memiliki laju fotosintesis yang paling tinggi. Konduktansi stomata, CO2 interselular dan laju transpirasi varietas Numbu juga tinggi. Hal ini mendukung pertumbuhan yang baik yang dapat dilihat dari karakter vegetatif Numbu yang tinggi. Oleh karena itu Numbu memiliki bobot brangkasan yang paling tinggi dan hasil akhir yaitu produksi biji tertinggi yang diamati melalui bobot biji per malai.

(27)

masih dianggap wajar. Besarnya nilai KK yang berada dalam kisaran ideal menunjukkan bahwa unit-unit percobaan yang digunakan homogen. Namun nilai KK variabel gula total masih tetap tinggi walau sudah diransformasi, jadi walaupun nilai antar genotipe terlihat berbeda, secara statistik perbedaan tersebut tidak nyata. Kadar gula total pada batang berpengaruh terhadap mata tunas aksilar (Liu et al. 2015). Mata tunas aksilar adalah cikal bakal tumbuhnya ratun karena tunas tersebut lah yang akan tumbuh menjadi tanaman ratun. Kadar gula yang cukup akan menjadi cadangan makanan bagi tanaman ratun sampai tanaman tersebut mampu berfotosintesis dan menghasilkan makanan sendiri.

Tabel 5 Rekapitulasi sidik ragam karakter fisiologi tanaman utama

Karakter Kuadrat Tengah F hitung KK

Fotosintesis 246.98 15.45** 13.72

*perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α 5%, **perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α 1%, Thasil transformasi akar kuadrat

Tabel 6 Laju fotosintesis, konduktansi stomata, CO2 interselular, dan laju transpirasi tanaman utama

(28)

Genotipe berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil b, total klorofil, dan kehijauan daun namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil a, antosianin, dan karoten daun (Tabel 7). Klolofil terutama klorofil a berfungsi untuk menangkap cahaya pada proses fotosintesis. Cahaya yang ditangkap digunakan sebagai sumber energi untuk melepaskan oksigen dan mereduksi karbon dari CO2. Karotenoid dan klorofil b juga mampu menangkap cahaya kemudian ditransfer ke pusat reaksi yaitu klorofil a (Taiz dan Zeiger, 2006). Jadi walaupun kloforil a di antara genotipe-genotipe yang digunakan tidak berbeda nyata, hasil akhir berupa total klorofil antar genotipe berbeda nyata. Numbu memiliki total klorofil yang paling tinggi, hal ini menjadi salah satu hal yang mendukung Numbu memiliki laju fotosntesis yang paling tinggi (Tabel 6).

Genotipe-genotipe yang memiliki total klorofil yang tinggi memiliki nilai kehijauan yang tinggi juga. Xu et al. (2000) melaporkan bahwa nilai kehijauan daun sorgum yang diukur menggunakan SPAD-502 dapat dijadikan indikator visual yang menggambarkan total klorofil daun. Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa Nilai SPAD memiliki hubungan linear yang nyata dengan total klorofil daun (R2 = 0.91). Selain itu, nilai kehijaun daun memiliki hubungan linear yang nyata dengan stay green rating (R2 = 0.82). Wilson (2011) menyatakan bahwa sorgum memiliki sifat stay green menjadi penciri kemampuan meratun pada tanaman tersebut.

Tabel 7 Kadar klorofil dan kehijauan daun tanaman utama Genotipe

aAngka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda, berbeda nyata pada DMRT taraf α 5%

Kemampuan Meratun Lima Genotipe Sorgum

(29)

Efendi et al. (2013) melaporkan bahwa keragaman persentase ratun tumbuh dari beberapa genotipe sorgum manis yang besar menunjukkan bahwa kemampuan meratun dipengaruhi oleh genetik. Rata-rata ratun tumbuh sebesar 8,7 tanaman dengan persentase sebesar 30.83% (Tabel 9). Persentase ratun tumbuh sorgum pada percobaan ini lebih rendah dibandingkan persentase ratun tumbuh sorgum manis yaitu sebesar 69.3% (Efendi et al. 2013). Kadar karbohidrat pada sorgum manis lebih tinggi karena sorgum manis dipanen pada fase vegetatif sedangkan sorgum pada percobaan ini dipanen ketika sudah memasuki masak fisiologis sehingga sudah mulai terjadi senesens dan kadar karbohidratnya berkurang. Penundaan senesens daun dan kadar karbohidrat yang tinggi berpengaruh pada kemampuan meratun yang tinggi pada padi (Balasubramanian

et al. 1992).

Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar gula total lima genotipe sorgum pada penelitian ini tidak berbeda nyata. Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa kadar karbohidrat batang sorgum tidak berbeda nyata. Wilson 2011 menyatakan bahwa salah satu yang penting pada kemampuan meratun adalah kadar karbohidrat batang. Diduga, lima genotipe sorgum pada penelitian ini memiliki kadar pati berbeda sehingga terjadi perbedaan kemampuan meratun walaupun kadar gula total tidak berbeda nyata. Miller dan McBee (1993) melaporkan bahwa karbohidrat pada batang terdiri dari dua jenis, yaitu karbohidrat struktural (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) dan karbohidrat non struktural (gula dan pati). Kadar pati pada batang sorgum bervariasi tergantung antar genotipe. Kadar pati pada penelitian tersebut berkisar diantara 17-58 mg g-1. Alves et al. (2014) melaporkan bahwa kadar pati (amilosa) batang sorgum manis adalah sebesar 16.4%. Hal ini menjadi salah satu penyebab perbedaan kemampuan meratun pada sorgum.

Tabel 8 Rekapitulasi sidik ragam kemampuan meratun dan karakter vegetatif ratun

Karakter Kuadrat Tengah F hitung KK

Waktu Muncul Anakan 4.93 3.91* 12.74

Jumlah Ratun yang Tumbuh 73.05 6.34** 18.48T Persentase Ratun Tumbuh 994.23 4.65* 23.31T

Tinggi 8685.77 16.33** 12.21

Jumlah Daun 11.63 10.24** 10.79

Diameter 20.05 4.18** 16.48

(30)

Tabel 9 Kemampuan meratun dan karakter vegetatif tanaman ratun aAngka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda, berbeda nyata pada DMRT taraf α 5%

Keragaan Tanaman Ratun Lima Genotipe Sorgum

Semua karakter vegetatif tanaman ratun berbeda nyata antar genotipe (Tabel 9). Tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tanaman ratun dipengaruhi oleh genotipe tanaman. Semua karakter vegetatif tanaman ratun mengalami penurunan nilai bila dibandingkan tanaman utama. Tanaman ratun lebih pendek, jumlah daun lebih sedikit, dan diameter batang lebih kecil dibandingkan tanaman utama walaupun dipupuk dengan dosis yang sama dengan tanaman utama. Penurunan nilai karakter vegetatif tanaman ratun dibandingkan tanaman utama juga terjadi pada ratun padi (Balasubramanian et al. 1992, Sinaga 2015) dan tebu (Gomathi et al. 2013).

Keragaan tanaman ratun lima genotipe sorgum dapat dilihat pada Gambar 2. Hanya 3 genotipe dari 5 genotipe yang diratun mampu tumbuh sampai fase

a b

(31)

reproduktif dan menghasilkan produksi. Genotipe N/UP-118-3 dan Kawali tidak mampu menghasilkan produksi. Dua genotipe ini hanya mampu menumbuhkan ratun dengan persentase ratun tumbuh yang sangat rendah. Rata-rata persentase ratun tumbuh genotipe N/UP-118-3 adalah sebesar 3.25% dan Kawali sebesar 5.50% (Tabel 9). Jumlahnya sangat sedikit dan hanya mampu tumbuh sampai fase vegetatif, beberapa tanaman mati sehingga jumlahnya tidak lagi cukup untuk dilakukan pengamatan pada fase reproduktif. Ratun genotipe N/UP-118-3 tumbuh lebih cepat dibandingkan yang lain. Hal yang sama juga terjadi pada tebu. Mortalitas ratun pada tanaman tebu sebesar 45-60% pada populasi normal. Kematian ratun pada tebu disebabkan oleh pembentukan anakan ratun yang terlalu cepat (Vasantha et al. 2014). Ratun genotipe Kawali tumbuh lambat dan kerdil. Diduga genotipe ini tidak mampu mencukupi kebutuhan fotosintatnya karena tanaman yang kerdil sehingga tidak semua tanaman mampu mencapai fase reproduktif.

Umur panen tanaman ratun lebih cepat dibandingkan tanaman utama (Tabel 10). Mandau, Numbu, dan UPCA S1 dipanen 7, 19 dan 18 hari lebih cepat dibandingkan tanaman utama. Tanaman ratun padi dipanen lebih cepat 49-62 hari dibandingkan tanaman utama. Menurut Susilawati et al. (2012) umur panen tanaman ratun padi yang lebih pendek disebabkan ratun memiliki fase pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman utama. Tanaman utama padi memiliki tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pemasakan sedangkan tanaman ratun hanya memiliki dua fase yaitu reproduktif dan pemasakan. Berdasarkan pengamatan, ratun sorgum tetap memiliki fase yang sama dengan tanaman utamanya, yaitu fase vegetatif, inisiasi malai, dan reproduktif. Ratun sorgum tetap mengalami fase juvenil sehingga umurnya tidak jauh berbeda dengan tanaman utamanya. Hendrickson dan Briske (1997) melaporkan bahwa tunas aksilar pada batang rumput perenial berpotensi tumbuh membentuk anakan juvenil.

Batang sorgum merupakan salah satu bentuk organ penyimpanan. Batang yang berfungsi sebagai alat penyimpanan bersifat propagatif, akan membentuk tunas dan akar baru (Barclay 2007). Mata tunas ditemukan pada setiap buku sorgum yang berpotensi membentuk cabang, namun berpotensi juga membentuk anakan, disebut anakan bila tumbuh dari buku yang dekat dengan permukaan tanah (Soriano et al.2010). Anakan ini lah yang disebut ratun. Setelah ratooning, akar baru tumbuh dari ratun tebu (Smith et al. 2005). Pembentukan akar baru pada tanaman ratun diduga terjadi juga pada ratun sorgum sehingga durasi pertumbuhan vegetatif dan umur panen ratun sorgum tidak jauh berbeda dengan tanaman utamanya.

(32)

Walaupun umur panen, tinggi dan jumlah daunnya tidak berbeda jauh dengan tanaman utamanya, namun produksinya menurun jauh dibandingkan tanaman utamanya. Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran daun ratun yang menjadi lebih kecil sehingga kemampuan untuk menghasilkan fotosintat untuk pengisian biji berkurang.

Tabel 10 Karakter reproduktif tanaman ratun Genotipe

Korelasi Keragaan Tanaman Utama dengan Kemampuan Meratun dan Keragaan Tanaman Ratun

Sebanyak 3 dari 5 genotipe yang diuji menghasilkan ratun. Hasil analisis korelasi terhadap karakter tanaman utama 3 genotipe tersebut dengan kemampuan meratun dan karakter tanaman ratun masing-masing genotipe dapat dilihat pada Tabel 8. Karakter vegetatif tanaman utama berkorelasi dengan karakter reproduktif tanaman utama, karakter vegetatif ratun dan kemampuan meratun. Karakter vegetatif ratun berkorelasi dengan karakter reproduktif ratun. Karakter tanaman utama yang berkorelasi nyata dengan kemampuan meratun adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot kering brangkasan, umur panen, dan indeks panen. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian ratun padi. Tanaman padi yang vigor sebagaimana ditunjukkan oleh tinggi tanaman dan diameter batang yang besar memiliki potensi ratun yang baik (Sinaga, 2015). Kultivar tebu yang memiliki volume buku maksimal di buku paling bawah adalah kultivar yang paling banyak ditanam di Everglades Florida karena penampilan ratun yang sangat baik. Buku tersebut menyediakan nutrisi yang besar untuk mendukung pertumbuhan (Sinclair et al. 2005).

Setiap buku rumput-rumputan mempunyai mata tunas, ada mata tunas viabel ada mata tunas yang dorman (Hendrickson dan Briske 1997). Keberhasilan regenerasi ratun tergantung pada viabilitas mata tunas yang terdapat pada buku yang tersisa (Oad et al. 2002). Rata-rata jumlah mata tunas hidup mempunyai hubungan linear dengan bobot kering batang, bobot daun, panjang antar buku kedua dari permukaan tanah. Tinggi tanaman, bobot 1000 biji, dan indeks panen. Tumbuhnya tunas ratun berkorelasi dengan bobot kering batang, bobot kering,

(33)

Karakter tanaman utama yang berkorelasi nyata dengan keragaan tanaman ratun (tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang) adalah tinggi tanaman utama, klorofil a dan total klorofil daun, bobot kering brangkasan, bobot malai, indeks panen, dan laju transpirasi. Hasil tanaman ratun yang diamati melalu bobot malai ratun berkorelasi nyata dengan bobot malai tanaman utama dan karakter vegetatif tanaman ratun yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan bobot kering brangkasan. Menurut Nair dan Rosamma (2002), korelasi positif antara karakter tanaman utama dengan ratun menunjukkan bahwa kemampuan meratun dapat ditingkatkan dengan meningkatkan karakter tanaman utama.

Koefisen korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linear antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih, tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linear antarpeubah (Roy 2000; Mattjik dan Sumertajaya 2013). Sidik lintas merupakan alat statistika penting yang dapat mengindikasikan variabel yang menjadi penyebab yang memberikan pengaruh terhadap variabel lain (akibat) dengan memperhatikan pengaruh dari multikolinearitas. Koefisien pada sidik lintas mengukur pengaruh langsung satu variabel terhadap variabel lainnya dan memisahkan koefisien korelasi menjadi komponen pengaruh langsung dan tidak langsung sehingga kontribusi masing-masing karakter terhadap hasil dapat diestimasi (Wright 1921; Dewey dan Lu 1959; Kumar 2015; Hailu et al. 2016). Oleh karena itu dilakukan sidik lintas untuk mengetahui hubungan sebab akibat yang dinyatakan melalui pengaruh langsung dan tidak langsung variabel yang diamati.

Hasil sidik lintas pada Gambar 2 menunjukkan besarnya kontribusi karakter tanaman utama terhadap tinggi ratun. Model yang digunakan dapat menjelaskan keadaan sebesar 99.1%, hal ini menunjukkan bahwa tinggi ratun dipengaruhi oleh karakter tanaman utama yang diuji. Bobot kering brangkasan tanaman utama (1.72) dan bobot biji per malai (1.77) memberikan pengaruh langsung paling besar terhadap tinggi ratun. Gravois et al. (1991) melaporkan bahwa berdasarkan hasil sidik lintas tanaman tebu diketahui bahwa volume batang mempunyai pengaruh langsung (0.99) terhadap bobot batang dan diameter batang mempunyai pengaruh langsung (0.83) terhadap volume batang. Jadi diameter memberikan pengaruh tidak langsung terhadap bobot batang (brangkasan).

(34)

Tabel 11 Korelasi karakter vegetatif, reproduktifd, dan fisiologi tanaman utama dengan kemampuan meratun dan karakter tanaman ratun

TT JD DB Ka Ko TK F T BK BM UP IP WMR JR PR TTR JDR DBR BKR JD 0.9**

DB 0.7* 0.8** Ka 0.1 -0.1 0.0 Ko -0.1 -0.1 -0.2 0.4

TK 0.1 -0.1 0.0 1.0** 1.0** F 0.4 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.1 T -0.1 -0.2 -0.4 -0.4 -0.1 -0.4 0.7 BK 0.9** 0.9** 0.7* 0.2 0.3 0.2 0.1 -0.4

BM 0.4 0.2 0.2 0.7* 0.6* 0.7* 0.5 0.1 0.4

UP 0.7* 0.8** 0.6* -0.2 -0.2 -0.2 -0.1 -0.4 0.8* -0.2

IP 0.9** 0.9** 0.7* 0.1 0.3 0.2 0.0 -0.4 0.9** 0.3 0.8**

WMR 0.9** 0.9** 0.9** 0.0 0.2 0.0 0.1 -0.2 0.8** 0.1 0.8** 0.9** JR 0.5 0.5 0.7* 0.1 0.1 0.1 0.3 -0.3 0.5 0.2 0.4 0.5 0.4

PR 0.5 0.5 0.8** 0.0 0.0 0.0 0.3 -0.4 0.6 0.3 0.3 0.5 0.4 0.9** TTR 0.7* 0.5 0.4 0.5 0.4 0.5 0.3 -0.6 0.8* 0.8** 0.4 0.7* 0.4 0.3 0.4 JDR 0.6 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.2 -0.8* 0.8* 0.9** 0.3 0.7* 0.4 0.5 0.6 0.9** DBR 0.3 0.2 0.2 0.6* 0.4 0.6* 0.0 -0.7* 0.4 0.9** -0.1 0.4 0.0 0.3 0.4 0.8** 0.9** BKR 0.5 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.4 -0.3 0.6* 0.8** 0.3 0.6 0.4 0.0 0.1 0.8** 0.7* 0.6

BMR 0.3 0.3 0.3 0.4 0.4 0.4 0.2 -0.4 0.5 0.9** 0.1 0.4 0.2 0.0 0.1 0.9** 0.8* 0.8* 0.9**

(35)

Blum et al. (1997) melaporkan bahwa bobot kering brangkasan sorgum memiliki hubungan linear yang nyata dengan kadar karbohidrat batang (R2 = 0.88). Ritter (2008) melaporkan bahwa tinggi tanaman berkorelasi nyata dengan kadar sukrosa, glukosa, fruktosa, dan gula total; total bahan kering tanaman berkorelasi nyata dengam sukrosa dan produksi. Karbohidrat pada batang merupakan cadangan makanan yang akan digunakan sebagai sumber energi pada saat keluarnya mata tunas ratun dan awal pertumbuhan ketika ratun belum mampu berfotosintesis sendiri. Oleh karena itu, cadangan makanan yang besar yang ditandai dengan bobot kering brangsakan yang tinggi akan menghasilkan ratun dengan pertumbuhan vegetatif yang baik.

Hasil sidik lintas pada Gambar 3 menunjukkan besarnya kontribusi karakter vegetatif ratun terhadap hasil ratun. Model yang digunakan (karakter vegetatif ratun) dapat menjelaskan keadaan sebesar 82%, hal ini menunjukkan bahwa hasil tanaman ratun dipengaruhi oleh vegetatif ratun. Tinggi tanaman dan jumlah daun

-0.13

(36)

mempunyai pengaruh langsung bernilai negatif. Bobot basah ratun mempunyai pengaruh langsung bernilai kecil. Roy (2000) menyatakan bahwa koefisien korelasi yang bernilai positif tetapi pengaruh langsung bernilai negatif atau kecil disebabkan oleh pengaruh tidak langsung yang besar.

Karakter vegetatif ratun yang mempunyai pengaruh langsung paling besar terhadap bobot malai ratun adalah diameter batang (0.55) dan bobot kering ratun (0.80). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai diameter batang dan bobot kering ratun, maka bobot malai ratun akan semakin tinggi. Peningkatan diameter batang dan bobot kering brangkasan akan meningkatkan kadar karbohidrat sehingga bobot biji per malai juga meningkat. Bobot batang pada saat

heading dan panen mempunyai pengaruh langsung terhadap bobot biji tanaman padi, hal ini menunjukkan pentingnya batang sebagai organ penyimpanan dan tempat akumulasi karbohidrat non struktural yang kemudian ditranslokasikan ke biji selama pengisian biji (Samonte et al. 2006). Penurunan kadar karbohidrat pada batang sorgum disebabkan translokasi ke malai untuk kebutuhan sink tersebut (Blum et al. 1997).

Gambar 4 Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter vegetatif ratun terhadap bobot malai ratun. BMR: bobot malai ratun, TTR: tinggi tanaman ratun, JDR: jumlah daun ratun, DBR: diameter batang ratun, BBR: bobot basah ratun, BKR: bobot kering ratun

(37)

Percobaan 2 Potensi Ratooning 100 Genotipe (F3) Sorgum Keragaan Tanaman Utama

Kondisi pertumbuhan sorgum mulai dari 0 minggu setelah tanam (MST) sampai 12 MST dapat dilihat pada Gambar 5. Sorgum merupakan tanaman yang memiliki fase pertumbuhan awal yang lambat. Hanya sebagian genotipe yang sudah berkecambah pada 1 MST. Secara umum perkecambahan dimulai pada 2 MST. Pertumbuhan mulai berjalan cepat setelah pemupukan tahap kedua diberikan (5-6 MST) sampai mendekati vegetatif akhir (7-8 MST). Fase vegetatif akhir ditandai dengan fase bunting dan munculnya daun bendera (Gambar 6a).

Gambar 5 Kondisi pertumbuhan sorgum pada (a) 0 MST, (b) 1 MST, (c) 4 MST, (d) 7 MST, (e) 9 MST, dan (f) 12 MST

Perkembangan malai sorgum dapat dilihat pada gambar 2. Malai bunga mulai keluar (Gambar 6b) setelah 2-3 hari memasuki fase bunting. Fase bunting ditandai dengan menggembungnya batang sorgum bagian atas (Gambar 6a). Setelah malai bunga terbentuk sempurna, mulai terjadi antesis. Antesis dimulai dari malai bagian atas, tengah, dan terakhir malai bagian bawah (Gambar 6c).

c d

e

(38)

Antesis ditandai dengan mekarnya bunga pada malai, bunga tersebut berwarna putih (Gambar 6c bagian iii). Antesis hanya berlangsung selama satu hari. Selesainya antesis ditandai dengan berubahnya warna bunga dari putih menjadi coklat (Gambar 6c bagian ii). Setelah antesis selesai, malai mengalami fase pengisian biji (gambar 6c bagian i).

Gambar 6 Perkembangan malai sorgun (a) fase bunting, (b) bunga mulai keluar (c) antesis, (d) pengisian biji (e) pematangan

Pengisian biji berakhir ditandai dengan warna biji yang sudah berubah dan biji mulai mengeras (Gambar 6e). Mardiana (2015) melaporkan bahwa laju pengisian biji pada gandum berkorelasi nyata dengan bobot biji tanaman-1, jumlah biji malai utama, bobot biji malai utama, dan jumlah biji per tanaman. Insan (2016) melaporkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap periode pengisian biji pada sorgum.

Sebanyak 94 nomor dari 100 nomor genotipe yang ditanam dapat tumbuh dan menghasilkan produksi. Genotipe nomor 31 dan 41 mempunyai daya berkecambah yang sangat rendah (Gambar 7). Walaupun telah dilakukan penyulaman, jumlah tanaman yang tumbuh tidak cukup untuk digunakan sebagai tanaman contoh dan dilakukan pengamatan. Genotipe nomor 5, 20, 65, dan 99 tidak mampu berpoduksi sampai akhir karena terkena serangan hama burung.

b c

e d

(39)

Malai yang terkena serangan hama burung dapat dilihat pada gambar 8. Serangan hama burung dimulai saat pengisian biji (Gambar 8a).

Gambar 7 Genotipe yang memiliki daya tumbuh rendah (a) nomor 31 (b) nomor 41

Gambar 8 Malai sorgum yang terserang hama burung (a) sebagian malai habis dim akan burung (b) seluruh malai habis dimakan burung (c) malai baru yang tumbuh dari cabang yang terbentuk setelah seluruh malai habis dimakan burung

Beberapa genotipe yang malainya habis dimakan burung mampu menumbuhkan cabang baru dan kemudian menghasilkan malai baru, namun malai tersebut lebih kecil dibandingkan malai utamanya. Untuk menghindari serangan hama burung, setelah memasuki fase pengisian biji dilakukan penyungkupan malai (Gambar 5f), namun masih ada genotipe yang terkena serangan hama burung walaupun sudah disungkup dengan cara merusak sungkup. Genotipe nomor 5, 20, 65, dan 99 adalah genotipe yang terlambat disungkup sehingga terkena serangan hama burung maupun genotipe yang tetap terkena serangan hama burung walaupun sudah disungkup.

a b

v

c v b

v a

(40)

Beberapa genotipe tanaman mampu mengeluarkan anakan ketika pengisian biji sudah selesai namun sorgum masih pada tahap pematangan biji sehingga belum dipanen. Anakan tersebut tumbuh dari tunas yang terdapat dibuku. Baik buku yang berada di bawah permukaan tanah maupun buku yang ada di atas permukaan tanah. Anakan yang keluar dari buku walaupun sorgum belum dipanen dapat dilhat pada Gambar 9.

Rekapitulasi sidik ragam karakter tanaman utama genotipe F3 dan pembanding dapat dilihat pada Tabel 9. Genotipe berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot brangkasan, dan bobot biji malai-1. Genotipe pembanding berpengaruh nyata terhadap semua peubah pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot brangkasan, umur panen, dan bobot biji malai-1. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nilai tengah pada karakter-karakter tersebut disebabkan oleh perbedaan genotipe.

Genotipe uji berpengaruh nyata hanya pada karakter bobot biji malai-1. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan genotipe hanya memberikan perbedaan nilai tengah pada karakter bobor biji malai-1. Perbandingan antara genotipe pembanding dengan genotipe uji berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, bobot brangkasan, umur panen dan bobot biji malai-1. Insan (2016) melaporkan bahwa genotipe, genotipe uji, dan pembanding mempunyai pengaruh nyata terhadap periode pengisian biji, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang malai, lingkar malai, bobot malai, dan bobot biji malai-1 sorgum.

Sebanyak 94 genotipe tanaman dan 2 pembanding diamati karakter vegetatif dan reproduktifnya. Nilai tengah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot brangkasan, umur panen, dan bobot biji malai-1 tanaman utama genotipe F3 dan pembanding dapat dilihat pada Tabel 10.

(41)

Tabel 12 Rekapitulasi sidik ragam karakter tanaman utama genotipe F3 dan

*perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α = 5%, **perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α = 1%, KK = koefisien keragaman

Tabel 13 Nilai tengah karakter tanaman utama genotipe F3 dan pembanding

(42)
(43)
(44)

Rata-rata tinggi tanaman utama pada percobaan ini adalah 204.95 cm. Tinggi tanaman utama genotipe sorgum nomor 1, 3, 4, 6, 8, 10, 16, 28, 32, 47, 50, 52, 53, 54, 56, 62, 64, 68, 78, 81, 82, 85, 86, 89, 92, 95, dan 104 lebih tinggi dibandingkan Numbu. Genotipe nomor 104 mempunyai nilai tinggi tanaman utama yang paling besar yaitu 252.22 cm sedangkan genotipe nomor 75 mempunyai nilai tinggi tanaman utama yang paling kecil yaitu 127.34 cm.

Rata-rata jumlah daun tanaman utama pada percobaan ini adalah 10.89. Jumlah daun tanaman utama genotipe nomor 2, 7, 11, 15, 19, 22, 25, 29, 32, 35, 38, 40, 44, 46, 52, 53, 55, 56, 57, 61, 63, 64, 67, 74, 82, 85, 86, 87, 91, 92, 93, 94, 97, 98, 100, 102, dan 104 lebih besar dibandingkan Numbu. Genotipe nomor 94 mempunyai nilai jumlah daun tanaman utama yang paling besar yaitu 12.8 sedangkan genotipe nomor 75 mempunyai nilai jumlah daun tanaman utama yang paling kecil yaitu 6,8.

Rata-rata diameter batang tanaman utama pada percobaan ini adalah 13.82 mm. Diameter batang tanaman utama genotipe sorgum nomor 2, 4, 6, 8, 10, 21, 23, 25, 29, 32, 37, 42, 44, 46, 47, 52, 54, 56, 57, 68, 78, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 88, 89, 91, 92, 93, 95, 97, 100, 103, 104 dan 105 lebih besar dibandingkan Numbu. Genotipe nomor 82 mempunyai nilai diameter batang tanaman utama yang paling besar yaitu 17.58 mm sedangkan genotipe nomor 75 mempunyai nilai diameter batang tanaman utama yang paling kecil yaitu 9.47 mm.

Rata-rata bobot brangkasan tanaman utama pada percobaan ini adalah 251.78 g. Bobot brangkasan tanaman utama genotipe sorgum nomor 4, 6, 8, 10, 11, 25, 29, 32, 37, 42, 44, 52, 54, 68, 81, 82, 84, 85, 86, 91, 95, 97, 100, dan 104 lebih besar dibandingkan Numbu. Genotipe nomor 97 mempunya nilai bobot brangkasan tanaman utama yang paling besar yaitu 456.63 g sedangkan genotipe nomor 75 mempunyai nilai bobot brangkasan tanaman utama yang paling kecil yaitu 58.79 g.

Rata-rata umur panen tanaman utama pada percobaan ini adalah 107 hari. Sebagian besar genotipe pada percobaan ini mempunyai umur panen yang lebih cepat dibandingkan Numbu. Umur panen tanaman utama genotipe sorgum nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8. 9, 10, 12, 14, 16, 17, 21, 23, 26, 28, 33, 35, 37, 38, 39, 42, 43, 44, 45, 50, 52, 53, 54, 56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 66, 67, 68, 69, 70, 72, 73, 75, 76, 78, 80, 81, 83, 84, 88, 89, 91, 92, 95, 101, 103, 104, dan 105 lebih cepat dibandingkan Numbu. Genotipe nomor 4, 6, 10, 21, 28, 37, 38, 39, 42, 44, 45, 54, 56, 64, 68, 73, 81, 83, 88, 92, dan 103 mempunyai umur panen tanaman utama yang paling cepat yaitu 98 hari sedangkan genotipe nomor 46 mempunyai umur panen yang paling lama yaitu 124 hari.

(45)

Genotipe nomor 75 mempunyai tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan bobot brangkasan yang paling kecil dibandingkan genotipe lainnya. Pertumbuhan vegetatif merupakan hal yang penting bagi fase reproduktif tanaman. Pertumbuhan vegetatif yang baik akan menjamin tercukupinya kebutuhan fotosintat selama pengisian biji. Pertumbuhan vegetatif genotipe nomor 75 yang kurang baik menyebabkan produksi genotipe tersebut rendah. Bobot biji malai-1 tanaman utama genotipe tersebut hanya sebesar 14, 39 g, lebih kecil dibandingkan Numbu juga lebih kecil dibandingkan rata-rata bobot biji malai-1 pada percobaan ini. Tidak hanya genotipe ini, secara umum genotipe yang mempunyai produksi rendah adalah genotipe yang mempunyai pertumbuhan vegetatif kurang baik.

Genotipe yang mempunyai produksi yang tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan Numbu merupakan genotipe yang mempunyai pertumbuhan vegetatif yang baik. Tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, atau bobot brangkasan genotipe tersebut mempunyai nilai yang tinggi. Beberapa genotipe mempunyai nilai tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, atau bobot brangkasan yang lebih besar dibandingkan Numbu.

(46)

Keragaan Tanaman Ratun

Tunas ratun mulai tumbuh beberapa hari setelah batang tanaman utama dipanen dan dipotong. Mata tunas keluar dari buku baik buku yang berada di bawah permukaan tanam maupun buku yang berada di atas permukaan tanah (Gambar 12b). Terdapat beberapa genotipe yang tidak menghasilkan ratun. Tunggul sisa batang tanaman utama genotipe yang tidak menghasilkan ratun menjadi kering, tidak mengeluarkan mata tunas ratun sama sekali sampai akhir pengamatan (Gambar 12a).

Rekapitulasi sidik ragam karakter tanaman ratun genotipe F3 dan pembanding dapat dilihat pada Tabel 14. Genotipe berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh karakter pengamatan. Pembanding berpengaruh nyata terhadap jumlah berhasil diratun, persentase berhasil diratun, tinggi tanaman ratun, jumlah daun tanaman ratun, diameter batang ratun, umur panen ratun, dan bobot biji malai-1 ratun. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nilai tengah karakter tersebut dipengaruhi oleh pembanding. Genotipe uji berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh karakter pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun terdapat perbedaan nilai karakter antar genotipe yang diamati, secara statistik nilai tersebut tidak berbeda. Perbandingan antara pembanding dan genotipe uji berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman ratun, jumlah daun ratun, dan diameter batang ratun.

Gambar

Tabel 3  Nilai tengah tinggi, jumlah daun, bobot basah, dan bobot kering tanaman
Tabel 4  Nilai tengah umur berbunga, umur panen, bobot malai, bobot biji per
Tabel 5  Rekapitulasi sidik ragam karakter fisiologi tanaman utama
Tabel 11  Korelasi karakter vegetatif, reproduktifd, dan fisiologi tanaman utama dengan kemampuan meratun dan karakter tanaman ratun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reversif merupakan hubungan atau pasangan berlawanana arti yang menggambarkan suatu pergerakan, dimana salah satu kata menggambarkan suatu gerakan dalam satu arah

Arifin, berpendapat bahwa pendidikan adalah proses menyempurnakan semua kemampuan manusia bakat kemampuan yang diperoleh dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang

During Construc3on of Block Island 

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu : “Bagaimana hubungan antara motivasi dengan efikasi diri pada pasien post stroke

Pada dasarnya, komitmen organisasi tidak terbatas pada pimpinan yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, melainkan kepada seluruh pegawai dalam organisasi, sebab

Data sekunder yang dimaksud adalah Laporan keuangan tahunan Bank Muamalat Indonesia (BMI) periode 2009 sampai 2011, yang meliputi iktisar keuangan, laporan laba rugi

BAHAWASANYA negara kita Malaysia mendukung cita- cita untuk mencapai perpaduan yang lebih erat dalam kalangan seluruh masyarakatnya; memelihara satu cara hidup demokratik;

Nama buku Jenis buku Jumlah total buku Stok buku Status Tabel Buku Olah Data Jadwal. Jadwal_save.php InsertJadwal() Hari Tanggal