• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar fisika siswa (quasi eksperimen di MTs Soebono mantofani Jombang, KOta Tang-Sel)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar fisika siswa (quasi eksperimen di MTs Soebono mantofani Jombang, KOta Tang-Sel)"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Dian Aji Pertiwi, “Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses sains Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar fisika siswa. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010 di MTs Soebono Mantofani Jombang Ciputat-Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi-eksperimen. Sampel diambil dua kelas, menggunakan cluster sampling dan dibagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang diajar dengan pendekatan keterampilan proses sains dan kelas kontrol adalah kelas yang diajar dengan pendekatan konvensional. Instrumen penelitian ini adalah instrumen tes pilihan ganda dengan skor 0-1 sebanyak 15 soal dengan 4 pilihan jawaban. Hasil penelitian ini diuji dengan melalui statistik uji “t”. berdasarkan perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 3.62 ternyata lebih besar dari ttabel sebesar 2.00 pada taraf signifikansi α = 0.05. Sehingga hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan terdapat pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar fisika siswa, diterima.

(2)

ABSTRACT

Dian Aji Pertiwi, “The Influence of Science Process Skills Approach to Student’s Physics Achievement”, Physics Education Studies Program, Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya’ and Teacher Training, State Islamic University (of UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

The aims of this research was to determine the influence of science process skills

approach to student’s physics achievement. This research has been done in MTs Soebono Mantofani Jombang Ciputat-Tangerang, on Juli-Agustus 2010. The method in this research is quasi-exsperiment. We used Cluster Sampling to take sample in this research. The sample divided into experiment and control classes. Experiment class is taught by science process skills approach and control class is taught by conventional approach. Instrument is used multiple choice test (0-1 score), with 15 question and 4 alternative answers. The result of this research are

tested through a statistical test of “t”. based on calculations obtained for tcount

value was 3.62 greater than 2.00 at ttablelevel α= 0.05 of significance. It is mean

that alternative hypothesis (Ha), which told that there are an influence between science process skills approach to the student physics achievement, has been accepted.

(3)

PENGARUH PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

(Quasi Eksperimen di MTs Soebono Mantofani Jombang, Kota Tang-Sel)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Sarjana Strata 1 (S.Pd)

OLEH: DIAN AJI PERTIWI

105016300580

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(4)
(5)
(6)

ABSTRACT

Dian Aji Pertiwi, “The Influence of Science Process Skills Approach to Student’s Physics Achievement”, Physics Education Studies Program, Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya’ and Teacher Training, State Islamic University (of UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

The aims of this research was to determine the influence of science process skills

approach to student’s physicsachievement. This research has been done in MTs Soebono Mantofani Jombang Ciputat-Tangerang, on Juli-Agustus 2010. The method in this research is quasi-exsperiment. We used Cluster Sampling to take sample in this research. The sample divided into experiment and control classes. Experiment class is taught by science process skills approach and control class is taught by conventional approach. Instrument is used multiple choice test (0-1 score), with 15 question and 4 alternative answers. The result of this research are

tested through a statistical test of “t”. based on calculations obtained for tcount

value was 3.62 greater than 2.00 at ttablelevel α = 0.05 of significance. It is mean

that alternative hypothesis (Ha), which told that there are an influence between science process skills approach to the student physics achievement, has been accepted.

(7)

ABSTRAK

Dian Aji Pertiwi, “Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses sains Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar fisika siswa. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010 di MTs Soebono Mantofani Jombang Ciputat-Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi-eksperimen. Sampel diambil dua kelas, menggunakan cluster sampling dan dibagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang diajar dengan pendekatan keterampilan proses sains dan kelas kontrol adalah kelas yang diajar dengan pendekatan konvensional. Instrumen penelitian ini adalah instrumen tes pilihan ganda dengan skor 0-1 sebanyak 15 soal dengan 4 pilihan jawaban. Hasil penelitian ini diuji dengan melalui statistik uji “t”. berdasarkan perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 3.62 ternyata lebih besar dari ttabel sebesar 2.00 pada taraf signifikansi α = 0.05. Sehingga hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan terdapat pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar fisika siswa, diterima.

(8)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas terucap selain syukur hanyalah untuk Allah SWT yang telah banyak mengaruniai penulis dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”. Tak lupa shalawat beserta salam tercurah kepada Rasulullah SAW, sang pembuka gerbang gelap kejahilan menuju jalan yang penuh cahaya dengan ilmu pengetahuan.

Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA.

3. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., selaku Ketua Prodi Pendidikan Fisika. 4. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dosen pembimbing I dan Bapak

Iwan Permana Suwarna, M.Pd., selaku Dosen pembimbing II yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini.

5. Seluruh dosen Jurusan IPA yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT. 6. Kepala Sekolah, Guru, dan Staf di MTs Soebono Mantovani yang telah

memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.

(9)

menyelesaikan studi ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk kalian.

8. Saudara-saudaraku, kakak saya Maulida Lestari, SE., ME, abang saya Muhammad Ratho Priyasa, SH, dan kembaran saya Meutia Gama Pertiwi, SE, yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang dan perhatiannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Sahabatku (VDA) yang sudah seperti saudara saya sendiri (Aii, Ana, Arum, Dini, Vian, Ela), Ria, Makwo, Ufha, Ersya dan saudara saya Yusmawati Mukhlis SIP tersayang yang selalu ada dalam suka maupun duka, memberikan semangat dan mendoakan keberhasilan penulis.

10.Teruntuk Lu’luul Jauhar Maknun yang selalu memberikan dukungan dan motivasi serta doa kepada penulis, makasih banyak atas kesabarannya mengingatkan penulis untuk selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga kesabaranmu dalam segala hal selalu membawakan hasil yang baik. Amiin.

11. Teman-temanku di kelas IPA Fisika angkatan 2005, yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas persahabatan dan dukungannya serta kebersamaan kita yang tak akan pernah terlupakan, semoga kita kompak selalu.

Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga kecuali ucapan Alhamdulillahirabbil’alaminatas rahmat, karunia, dan ridha-Nya. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amiin.

Jakarta, Mei 2011

(10)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……….……….. i

Daftar Isi………. iii

Daftar Tabel………. . v

Daftar Gambar………. vi

Daftar Lampiran………. vii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah .………..……… 1

B. Identifikasi Masalah………. 3

C. Pembatasan Masalah………. 3

D. Perumusan Masalah………. 4

E. Tujuan Penelitian……….. 4

F. Manfaat Penelitian……….... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS………...……… 5

A. Tinjauan Pustaka……….………. 5

1. Pengertian Belajar ……….. 5

2. Pengertian Hasil Belajar .………... 7

3. Pengertian Konstruktivisme .……… 11

4. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses Sains ... 14

5. Komponen Penilaian Keterampilan Proses Sains …. 20 6. Penerapan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran 22 7. Pengertian Suhu dan Pengukuran .……… 24

B. Penelitian yang Relevan ...……….. 28

C. Kerangka Pikir ………..………. 29

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 31

A. Waktu dan Tempat Penelitian……… 31

B. Metode Penelitian……….. 31

C. Populasi dan Sampel……….. 32

D. Variabel Penelitian……… 33

E. Prosedur Penelitian……… 33

F. Instrumen Penelitian……….. 34

G. Teknik Analis Data……… 39

H. Hipotesis Statistik……….. 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 44

A. Hasil Penelitian………... 44

B. Pembahasan……… 52

C. Keterbatasan Penelitian ..……… 59

BAB V PENUTUP……… 60

A. Kesimpulan………. 60

B. Saran……….. 60

DAFTAR PUSTAKA.……… 61

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penetapan Skala Beberapa Jenis Termometer ………..……….. 27

Tabel 3.1 DesainPenelitian ……… 31

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Fisika ……… 34

Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ………... 37

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Beda ……… 38

Tabel 3.5 Kategori Keterlaksanaan Model………. 38

Tabel 3.6 Uji Validitas Ahli ………. ………. 39

Tabel 4.1 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data HasilPretest………. 45

Tabel 4.2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data HasilPosttest...……. 46

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas DataPretest....……….. 48

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas DataPosttest………. 49

Tabel 4.5 Perhitungan Uji Homogenitas HasilPretest………... 50

Tabel 4.6 Perhitungan Uji Homogenitas HasilPosttest……….. 50

Tabel 4.7 Uji Kesamaan Dua Rata-rata HasilPretestdanPosttest………. 51

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perbandingan Antara Skala Kelvin, Reamur , Fahrenheit, dan

Celcius ………... ………....……….. 28

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

A. Instrumen Penelitian dan Uji Coba Instrumen Penelitian

A.1 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar………... 63

A.2 Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar……….. 68

A.3 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar………. 72

A.4 Validitas Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar……….…………. 73

A.5 Reliabilitas Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar ……….. 75

A.6 Tingkat Kesukaran Instrumen PenelitianTes Hasil Belajar ……….. 77

A.7 Daya Pembeda Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar ………. 79

A.8 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar …………. 81

A.9 Soal Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar yang Dipakai dalam Penelitian……….. 82

A.10 Kunci Jawaban Soal Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar……… 84

B. Perangkat Pembelajaran B.1 Pemetaan SK, KD, dan Indikator ……….. 85

B.2 RPP Kelas Eksperimen………... 86

B.3 RPP Kelas Kontrol………... 95

B.4 Lembar Kerja Siswa (LKS)……… 102

C. Uji Analisis Data C.1 Data NilaiPretest-Posttest……… 108

C.2 Distribusi Data SkorPretestKelas Eksperimen ……… 109

C.3 Distribusi Data SkorPretestKelas Kontrol………. 114

C.4 Distribusi Data SkorPosttestKelas Eksperimen …..……… 119

C.5 Distribusi Data SkorPosttestKelas Kontrol ……… 124

C.6 Perhitungan Uji NormalitasPretestKelas Eksperimen………….. 129

C.7 Perhitungan Uji NormalitasPretestKelas Kontrol ……… 130

C.8 Perhitungan Uji NormalitasPosttestKelas Eksperimen…………. 131

(15)

C.10 Uji Homogenitas ………..………. 133

C.11 Uji Hipotesis ……….………. 135

C.12 Perhitungan Hasil Observasi ……….………….. 138

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dengan siswa. Dalam proses tersebut guru memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian.

Salah satu cara untuk mengukur tingkat penguasaan kemampuan adalah melalui Ujian Akhir Nasional (UAN) yang berganti nama menjadi Ujian Nasional (UN). Standar nilai kelulusan UN terus mengalami peningkatan. Tahun 2007 standar kelulusan UN sebesar 5,0 menjadi 5,5 pada tahun 2009. Namun angka kelulusan UN di Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 2010 menurun cukup signifikan dibanding 2009.1 Kecenderungan penurunan angka kelulusan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya proses belajar yang tidak efektif. Proses belajar yang tidak efektif disebabkan oleh memilih metode atau pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakter materi pelajarannya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat sehingga guru tidak mungkin menguasai semua konsep dan fakta dari berbagai cabang ilmu, maka siswa diarahkan untuk menemukan sendiri fakta konsep itu. Pembelajaran yang terjadi hanya melakukan perpindahan pengetahuan dari guru ke siswa dan terkadang guru lebih terfokus pada penghapalan rumus-rumus saja. Akibatnya, siswa menjadi terbebani dan tidak mampu mengaplikasikan rumus tersebut untuk memecahkan persoalan. Selama ini guru hanya mengenal metode ceramah saja yang bisa dilakukan untuk semua tipe atau karakteristik materi pelajaran. Padahal tidaklah demikian, materi fisika berbeda-beda, untuk mengatasi permasalahan tersebut guru sebaiknya menggunakan pendekatan KPS.

1

(17)

Hingga kini ilmu fisika masih dinilai sebagai pelajaran yang sulit untuk dikuasai dan membosankan. Oleh karena itu, perlu ada suatu strategi yang dapat menimbulkan minat para siswa untuk mempelajari ilmu fisika serta menumbuhkan satu kesadaran bahwa fisika merupakan pelajaran yang mudah dan menyenangkan.

Hakikat belajar sains tentu saja tidak cukup sekadar mengingat dan memahami konsep seperti yang ditemukan atau dilakukan oleh para ilmuwan. Akan tetapi, yang sangat penting adalah pembiasaan perilaku ilmuwan dalam menemukan konsep yang dilakukan melalui percobaan dan penelitian ilmiah. Proses penemuan konsep yang melibatkan keterampilan-keterampilan yang mendasar melalui percobaan ilmiah dapat dilaksanakan dan ditingkatkan melalui kegiatan laboratorium.

Dari berbagai model pembelajaran dapat dilihat bahwa pemilihan dan penerapan strategi pembelajaran yang digunakan mengalami pergeseran dari yang mengutamakan pemberian informasi menuju kepada strategi yang mengutamakan keterampilan-keterampilan berfikir yang digunakan untuk memperoleh dan menggunakan konsep fisika. Adanya pergeseran pemilihan strategi ini otomatis peran guru di kelas berubah dari peran sebagai penyampai pesan (teacher centered) kepada peran sebagai fasilitator (student centered).

Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran dimana siswa memperoleh kesempatan untuk melakukan suatu interaksi dengan objek konkret sampai pada penemuan konsep. Anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian dalam pendekatan keterampilan proses menekankan cara memperoleh pengetahuan, menyusun gagasan baru sekaligus menerapkan konsep yang dipelajari dalam kehidupan di masyarakat.2

2

(18)

Salah satu materi yang dibahas dalam fisika adalah ’Suhu dan Pengukuran’ yang membahas mengenai pengertian suhu dan alat pengukuran suhu. Dalam kegiatan sehari-hari materi ini sangat diperlukan salah satunya dalam bidang kedokteran. Proses pembelajaran materi tersebut dapat menggunakan pendekatan keterampilan proses karena dalam proses pembelajaran siswa dapat berinteraksi langsung dengan objek pembelajaran, yang selama ini hanya diajarkan teori-teori saja tetapi praktek langsung.

Dari uraian di atas, kita dapat melihat keunggulan pembelajaran fisika menggunakan pendekatan keterampilan proses sains memegang peranan penting dalam keberhasilan pembelajaran fisika. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik membahas pendekatan keterampilan proses sains untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran ilmu fisika terutama mengenai materi pelajaran yang terkait dengan ’Suhu dan Pengukuran’. Oleh

karena itu, skripsi ini diberikan judul “Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses Sains Terhadap HasilBelajar Fisika Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Masih banyak siswa menilai bahwa ilmu fisika merupakan pelajaran yang sulit untuk diketahui dan dipahami.

2. Pembelajaran fisika masih ditandai dengan pembelajaran yang lebih didominasi oleh aktivitas guru dibandingkan aktivitas siswa (teacher centered).

3. Pembelajaran fisika hanya menekankan pada perpindahan pengetahuan dari guru ke siswa tidak sesuai dengan prinsip dan hakikat fisika itu sendiri (transfer of knowledge).

C. Pembatasan Masalah

(19)

observasi dan aspek kognitif yang meliputi jenjang ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3) dan analisis (C4).

D. Perumusan Masalah

Mengacu pada identifikasi masalah maka masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar fisika siswa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan KPS terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep suhu dan pengukuran.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya sebagai berikut:

1. Bagi guru fisika sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan keterampilan proses sains serta memperbaiki kekurangan-kekurangannya.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar

Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan hanya bergantung kepada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.1

Belajar adalah proses dimana orang maju dari tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Dimana dalam belajar terjadi perubahan individu dalam pengetahuan, keterampilan, pemahaman dan kecakapan dalam bidang tertentu. Dengan belajar orang akan memperoleh pengalaman yang berharga untuk mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

Belajar atau yang disebut dengan learning, adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan, dan dengan adanya proses belajar inilah manusia dapat bertahan hidup (survived).2

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan

1

Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), Ed. Ke-3, Cet. Ke-5, h. 85

2

(21)

tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:3

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”4

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing).5 Pengalaman dalam belajar merupakan interaksi antara subyek dengan lingkungannya, dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan nilai dan sifat yang konstan. Jadi belajar juga merupakan usaha sadar untuk merubah tingkah laku baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.Berdasarkan pengertian belajar tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah merupakan proses interaksi antara subyek dengan lingkungannya dan hasil pengalaman masa lalu, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku, pemahaman, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang bersifat konstan. Adapun perubahan-perubahan tersebut dapat juga ditimbulkan melalui praktek dan latihan.

Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan. Sampai di manakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain, berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu, dapat kita bedakan menjadi dua golongan:6

3

Slameto,Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Ed. rev., Cet. 5, h.2

4

Ibid, h. 2 5

Oemar Hamalik,Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Ed. Ke-1, Cet. Ke-9, h. 36

6

(22)

a. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual.

Faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

b. Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial.

Faktor sosial antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

Menurut Gagne (1972:2) dalam jurnal teknologi pendidikan, belajar adalah suatu perubahan dalam disposisi manusia atau kapabilitas yang berlangsung satu periode waktu dan bukan semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan.7 Perubahan yang disebabkan oleh belajar biasanya terjadi melalui beberapa tahapan dalam bentuk beberapa kegiatan, seperti kegiatan yang merubah perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Arti lain menyatakan bahwa, belajar pada hakikatnya berkaitan dengan perubahan secara langsung dengan cara melibatkan diri pada satu kegiatan yang terarah.8

2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar atau pencapaian tujuan belajar oleh siswa merupakan pengetahuan, keterampilan serta nilai dan sikap yang diperoleh seseorang setelah terjadi interaksi dengan sumber belajar. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.9

Hasil belajar adalah pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.10 Untuk memperoleh hasil

7

Marja Sinurat,Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran, (Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 5, No. 3, Desember 2003), h. 83

8

Ibid, h. 83 9

Nana Sudjana,Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,(Bandung: Remaja Rosda Karya.2009), Cet. 13, h.22

10

(23)

belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.11

Untuk mengetahui keberhasilan dalam pembelajaran diperlukan pengukuran hasil belajar. Pengukuran hasil belajar tersebut sebagai berikut: a. Pengukuran Ranah Kognitif

Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagi konsep fungsi dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hapalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental. Pada ranah ini terdapat enam jenjang berpikir mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: (1) pengetahuan/ingatan (knowledge), (2) pengetahuan (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis) dan (5) evaluasi (evaluation). Pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohl melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom menjadi: (1)Remember, (2)understand, (3)

apply, (4)analyze, (5)evaluate, dan (6)create.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk dikategorikan lebih terinci secara hierarkis kedalam enam jenjang kemampuan yakni hapalan/ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintetis (C5) dan evaluasi (C6).12

b. Pengukuran Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang yang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil 11

Ibid, h. 15 12

(24)

belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kogntif semata-mata. Tipe belajar hasil afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.

Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama, demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.

Ranah afektif ini dirinci oleh Kathwohl dkk, menjadi lima jenjang, yakni: (1) perhatian atau penerimaan(receiving), (2) tanggapan(responding), (3) penilaian atau penghargaan(valuing), (4) pengorganisasian(organization)

dan (5) karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai(characterization by a value or vale complex). Tujuan-tujuan instruksional yang termasuk domain afektif diklasifikasikan oleh David Kathwohl ke dalam jenjang secara hierarkis, yaitu: "Receiving"meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu nilai dan keyakinan. "Responding" meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. "Valuing" meliputi pemilikan serta pelekatan pada suatu nilai tertentu. "Organization" meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai. "Characterization" mencakup pengembangan nilai-nilai menjadi karakter pribadi.13

Kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu: (1) Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dll. Tipe ini contohnya kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

13

(25)

(2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

(3) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

(4) Organisasi, yakni pengembangaan diri dari nilai ke dalam suatu sistem dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, yang termasuk ke dalam organisasi adalah konsep tentang nilai dan organisasi sistem nilai.

(5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.14

Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap dan internalisasi nilai. c. Pengukuran Ranah Psikomotor

Pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan

14

(26)

tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.15

Hasil belajar ini merupakan prestasi yang dapat digunakan pengajar untuk menilai hasil pelajaran yang diberikan kepada individu yang belajar ini dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui apakah materi pelajaran telah dikuasai oleh siswa.

3. Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme muncul sebagai alternatif terhadap pendekatan objektivitas yang kurang melibatkan, mengikutsertakan dan membimbing peserta didik untuk aktif belajar. Dasar dari pandangan konstruktivisme adalah anggapan bahwa dalam proses belajar (a) murid-murid tidak menerima begitu saja pengetahuan yang didapatkan mereka dan menyimpannya di kepala, melainkan mereka menerima informasi dari dunia sekelilingnya, kemudian membangun pandangan mereka sendiri tentang pengetahuan yang mereka dapatkan, dan (b) semua pengetahuan disimpan dan digunakan oleh setiap orang melalui pengalaman yang berhubungan dengan ranah pengetahuan tertentu.

Konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai.16 Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dengan menggunakan pengalaman dan struktur kognitif yang sudah dimiliki.17

15

Ahmad Sofyan,et all, Op.Cit, h. 23 16

Trianto.Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistis. (Jakarta: Tim Prestasi Pustaka, 2007), h 13

17

(27)

Konsep dasar dari konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan itu tidak dapat dialihkan dari pikiran guru ke pikiran siswa secara utuh tetapi dibangun sendiri oleh peserta didik di dalam kepalanya lebih tepatnya dalam struktur kognitifnya. Konstruktivisme menganggap bahwa peserta didik mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa (gejala) yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

Model konstruktivisme menjelaskan bahwa, pengetahuan tidak pernah dapat diamati secara leluasa. Kenyataannya pengetahuan mestilah diperoleh dari kesadaran seseorang; pengetahuan tidak dapat ditransfer (dipindahkan) dari seseorang kepada orang lain seperti ketika orang mengisi sebuah tong kosong. Pengetahuan tidak seperti kegiatan psikologis lainnya yang dapat digambarkan secara kimia. Selain itu pengetahuan membutuhkan satu kepercayaan (comitment) seseorang dalam mempertanyakan, menjelaskan, dan uji penjelasan sebagai pengabsahannya.18

Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebakan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru.

Menurut konsep konstruktivisme, pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus berkembang dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan itu tidak pernah berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri seseorang terbentuk ketika mengalami berbagai macam konflik. Melalui perspektif ini belajar dapat dipahami sebagai proses terbentuknya konflik kognitif yang bergulir dengan sendirinya dalam diri seseorang ketika yang bersangkutan 18

(28)

memperoleh pengalaman konkrit, wacana kolaborasi dan kegiatan melakukan refleksi.

Salah satu teori belajar konstruktivisme yang terkenal adalah teori perkembangan Piaget. Teori ini biasa disebut dengan teori perkembangan kognitif. Menurut Piaget, tingkat perkembangan intelektual atau kognitif anak meliputi empat tingkatan, yaitu: a) tingkat sensoris motoris (0-2 tahun), b) tingkat pra-operasional (2-7 tahun), c) tingkat operasional konkret (7-11 tahun), dan d) tingkat operasi formal (11 tahun–ke atas).19

Berdasarkan kategori di atas siswa pada jenjang pendidikan SMP berada pada tingkat operasi formal, yang memiliki sifat antara lain: pola berpikirnya sudah sistematis, mampu memecahkan masalah dengan berpikir secara hipotesis, deduktif, rasional, abstrak, dan reflektif mengevaluasi informasi. Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak, dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun perkembangan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.20

Konstruktivisme merupakan teori yang paling mendasar tentang bagaimana siswa mempelajarinya. Siswa membangun pemahaman dan pengetahuan mereka melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ketika siswa mengalami pengalaman yang baru, siswa harus menerima itu dengan ide sebelumnya dan pengalaman yang mereka dapat. Untuk itu, siswa harus membangun pikiran mereka dan menilai tentang apa yang mereka ketahui.

Menurut konstruktivisme belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki siswa sehingga pengetahuannya berkembang. Proses tersebut bercirikan:21

19

Ratna Wilis Dahar,Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), h. 152 20

Muhammad Bani Sukron,Op.Cit.hal. 21 21

(29)

a. Belajar berarti membentuk makna.

b. Konstruksi berarti merupakan proses terus menerus.

c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih merupakan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.

d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut.

e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya.

f. Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang telah diketahui siswa: konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Dengan demikian belajar menurut konstruktivisme bukanlah kegiatan memindahkan dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang berasal dari pemahaman dan konteks dibangun oleh siswa sendiri bukan guru.

4. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses Sains

Semiawan mengemukakan dalam bukunya yang berjudul “Pendekatan Keterampilan Proses”, bahwa keterampilan proses adalah pendekatan yang

(30)

pembelajaran, dimana siswa memperoleh kesempatan untuk melakukan suatu interaksi dengan objek konkrit sampai pada penemuan konsep.22

Semiawan mengemukakan empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses harus diwujudkan dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:23

a. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup.

b. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis lebih mudah memahami konsep,apalagi yang sulit, bila disertai dengan contoh-contoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. J. Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun mental.

c. Ilmu pengetahuan boleh dikatakan bersifat relatif, artinya, suatu kebenaran teori pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan situasi. Suatu teori bias gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan diperbaiki. Oleh karena itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya kalau anak-anak atau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap kritis ini. Dengan menggunakan keterampilan proses, maksud tersebut untuk saat ini pantas diterima.

d. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi, pengembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental.

22

Conny Semiawan,Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, (Jakarta: Gramedia Sarana Indonesia, 1992), h. 18

23

(31)

Semiawan mengemukakan bahwa keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan memproses perolehan, sehingga anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan–keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Sebuah irama gerak atau tindakan dalam proses belajar mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif.24

Keterampilan proses sains melibatkan keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan ketermpilan proses sains, siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual terlibat karena dalam keterampilan proses sains melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran dan penyusunan atau perakitan alat dan bahan. Dan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa siswa berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses.

Keterampilan proses sains dikembangkan berdasarkan rasional bahwa masyarakat masa depan adalah masyarakat belajar ataulearning society. Oleh karena itu para siswa harus dibekali dengan kemampuan belajar ataulearning to learn. Beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan keterampilan proses sains dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari25, yaitu:

a. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep melalui metode ceramah. Akibatnya para siswa memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak dilatih untuk menemukan pengetahuan, tidak dilatih untuk menemukan konsep, tidak dilatih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

24

Ibid, h. 18 25

(32)

b. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktekkan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang benar-benar nyata. Pada prinsipnya, anak mempunyai motivasi dari dalam untuk belajar karena didorong oleh rasa ingin tahu. Jika peranan guru sangat dominan, maka anak akan sedikit sekali belajar, anak tidak berminat dan anak kehilangan motivasi.

c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif semua konsep yang ditemukan melalui penyelidikan ilmiah masih tetap terbuka untuk dipertanyakan, dipersoalkan dan diperbaiki. Anak perlu dilatih untuk selalu bertanya, berpikir kritis dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah.

d. Dalam proses belajar mengajar, seharusnya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. Pengembangan keterampilan memproseskan perolehan akan berperan sebagai wahana penyatu kait antara pengembangan konsep dan pengembangan sikap dan nilai.

Secara umum pendekatan keterampilan proses sains adalah suatu pendekatan dimana guru berusaha membina siswa berpikir dan bertindak secara kreatif didalam menemukan suatu pengetahuan, konsep, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bentuk obyek nyata.

(33)

CBSA. Suatu bentuk penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran adalah pemecahan masalah dan inkuiri (penemuan).26

Pada pendekatan keterampilan proses sains para siswa secara mendasar dilatih untuk memiliki kemampuan fisik, mental dan sosilalitasnya. Pada pendekatan ini siswa dilatih untuk memiliki aspek-aspek keterampilan proses dalam pembelajaran sains, yang antara lain:27

a. Observasi atau pengamatan

Observasi atau pengamatan adalah salah satu ketarampilan ilmiah yang mendasar. Mengobservasi atau mengamati tidak sama dengan melihat. Dalam mengobservasi atau mengamati kita memilah-milahkan mana yang penting dari yang kurang atau tidak penting. Para guru perlu melatih anak agar terampil dalam mengobservasi atau mengamati berbagai makhluk, benda dan kenyataan di sekitarnya.

b. Pembuatan hipotesis

Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan unuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Seorang ilmuan biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksprimen. Para guru dapat melatih anak dalam membuat hipotesis sederhana. Penyusunan hipotesis adalah salah satu kunci pembuka tabir penemuan berbagai hal baru.

c. Perencanaan penelitian atau eksperimen

Eksperimen tidak lain adalah usaha menuji atau mengetes melalui penyelidikan praktis. Dalam melakukan eksperimen atau penelitian sederhana, guru perlu melatih siswa dalam merencanakan eksperimen atau penelitian sederhana itu.

d. Pengendalian variabel

Variabel adalah faktor yang berpengaruh. Para guru dapat melatih anak-anak dalam mengendalikan variabel. Pengendalian variabel adalah suatu aktifitas yang dipandang sulit, namun sebenarnya tidak sesulit yang kita

26

Oemar Hamalik,Op.Cit, h. 150 27

(34)

bayangkan. Yang penting adalah bagaimana guru menggunakan kesempatan yang tersedia untuk melatih anak mengontrol dan memperlakukan varibel. e. Interprestasi data

Data yang dikumpulkan melalui observasi, perhitungan, pengukuran, eksperimen, atau penelitian sederhana dapat dicapai atau disajikan dalam berbagai bentuk, seperti tabel, grafik, histogram, atau diagram. Data yang disajikan tersebut dapat di interprestasi atau ditafsirkan. Para guru dapat melatih anak-anak dalam menginterprestasi data.

f. Kesimpulan sementara (inferensi)

Membuat kesimpulan sementara (inference) sering dilakukan oleh seorang ilmuan dalam proses penelitiannya. Pertama-tama data dikumpulkan lalu dibuat kesimpulan sementara berdasarkan informasi yang dimiliki samapai suatu waktu tertentu. Kesimpulan tersebut bukan merupakan kesimpulan akhir, hanya merupakan kesimpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat itu.

g. Peramalan atau prediksi

Para ilmuan sering membuat ramalan atau prediksi berdasarkan hasil observasi, pengukuran, atau penelitian yang memperlihatkan kecenderungan gejala tertentu.

h. Penerapan ( aplikasi)

Para guru dapat melatih anak-anak untuk menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu, atau menjelaskan suatu peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki.

i. Komunikasi

Setiap ahli dituntut agar mampu menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain. Keterampilan mengkomunikasikan apa yang ditemukan merupakan salah satu keterampilan mendasar yang dituntut dari para ilmuan.

(35)

keterampilan proses, siswa dapata membentuk dan memahami konsep hingga yang bersifat abstrak. Atau dapat diartikan sebagai keterampilan-keterampilan dasar yang harus dimiliki siswa dalam memproses sains melalui metode ilmiah. Dengan bekerja ilmiah, keterampilan tersebut akan mengantarkan siswa pada suatu penemuan konsep atau fakta sebagaimana yang telah dilakukan para ilmuwan menemukan atau mengembangkan ilmu. Sehingga para siswa tidak hanya memperoleh kemampuan kognitif tingkat rendah yaitu ingatan, tetapi juga dapat mengembangkan kemampuan kognitif tingkat tinggi yaitu pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

5. Komponen Penilaian Keterampilan Proses Sains

Metode ilmiah merupakan dasar dari pembentukan pengetahuan dalam sains. Metode ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk bertanya dan menjawab pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen. Menurut Hess (2007), terdapat enam langkah-langkah metode ilmiah, yaitu:

a. Mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah

b. Membuat latar belakang penelitian atau melakukan observasi c. Menyusun hipotesis

d. Menguji hipotesis melalui percobaan e. Menganalisa data dan membuat kesimpulan f. Mengkomunikasikan hasil

Dalam pembelajaran sains, keenam langkah-langkah metode ilmiah tersebut dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah keterampilan proses sains yang dapat diajarkan dan dilatihkan kepada siswa. Menurut Wetzel (2008), keterampilan proses sains merupakan dasar dari pemecahan masalah dalam sains dan metode ilmiah. Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu.28

28

(36)

a. Keterampilan proses dasar

Menurut Rezba (1999) dan Wetzel (2008), keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:

1) Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

2) Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek

3) Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran. 4) Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara

lain untuk berbagi temuan.

5) Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6) Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Menurut Rezba (1999), keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks.

(37)

b. Keterampilan proses terpadu

Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Menurut Weztel (2008), Keterampilan proses terpadu meliputi:

1) merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan.

2) mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan

3) membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati.

4) percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data 5) interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan keterampilan proses sains yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.29

6. Penerapan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran

Suatu bentuk penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran adalah pemecahan masalah atau inkuiri (penemuan).30

a. Pengertian Pemecahan Masalah

Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Tiap orang tak pernah luput dari masalah, baik yang bersifat sederhana maupun yang rumit. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakikatnya adalah

29 Ibid 30

(38)

suatu pertanyaan yang mengundang jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Ini berarti, pemecahan suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan masalah tersebut.

Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasi/data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu.

b. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Dalam proses pembelajaran, di samping perlunya penalaran yang baik, tetapi juga menguasai langkah-langkah memecahkan masalah secara tepat.

Langkah-langkah tersebut pada umumnya terdiri dari:

(1) Siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu;

(2) Siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifik/rinci;

(3) Siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut, yang masih perlu diuji kebenarannya;

(4) Siswa mengumpulkan dan mengolah data/informasi dengan teknik dan prosedur tertentu;

(5) Siswa menguji hipotesis berdasarkan data/informasi yang telah dikumpulkan dan diolah;

(6) Menarik kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis; dan jika ujinya salah maka dia kembali ke langkah 3 dan 4 dan seterusnya;

(39)

7. Pengertian Suhu dan Pengukuran

Suhu atau temperatur adalah besaran yang menyatakan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut.Termometer adalah alat yang diapakai untuk mengukur suhu dengan tepat dan menyatakannya dengan suatu angka. Perasaan manusia dan tangan kita tidak dapat digunakan untuk menyatakan derajat suhu dengan tepat, karena masing-masing orang merasakan suhu yang berlainan.

Pada abad 17 terdapat 30 jenis skala yang membuat para ilmuan kebingungan. Hal ini memberikan inspirasi pada Anders Celcius (1701 -1744) sehingga pada tahun 1742 dia memperkenalkan skala yang digunakan sebagai pedoman pengukuran suhu. Skala ini diberinama sesuai dengan namanya yaitu Skala Celcius. Apabila benda didinginkan terus maka suhunya akan semakin dingin dan partikelnya akan berhenti bergerak, kondisi ini disebut kondisi nol mutlak. Skala Celcius tidak bisa menjawab masalah ini maka Lord Kelvin (1842 - 1907) menawarkan skala baru yang diberi nama Kelvin. Skala kelvin dimulai dari 273 K ketika air membeku dan 373 K ketika air mendidih. Sehingga nol mutlak sama dengan 0 K atau -273°C. Selain skala tersebut ada juga skala Reamur dan Fahrenheit. Untuk skala Reamur air membeku pada suhu 0°R dan mendidih pada suhu 80°R sedangkan pada skala Fahrenheit air membeku pada suhu 32°F dan mendidih pada suhu 212°F.

Beberapa jenis atau macam-macam termometer berdasarkan: a. Zat cair pengisi termometer:

(40)

b. Kegunaannya:

1. Termometer Klinis (Termometer Badan)

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh manusia. Skalanya antara 350C-420C.

2. Termometer Maksimum dan Minimum

Ditemukan oleh Six dan Bellani digunakan untuk mengukur suhu udara terendah dan tertinggi oleh pengamat cuaca.

3. Termometer Ruang

Digunakan untuk mengukur suhu ruangan, disebut juga termometer dinding.

4. Termometer Laboratorium

Digunakan untuk mengukur suhu dalam percobaan penelitian atau ilmiah lainnya.

5. Termometer Hambatan

Digunakan untuk mengukur besarnya hambatan, disebut juga termometer platina.

6. Termometer Optik (Pirometer)

Digunakan untuk mengukur tungku peleburan logam, suhu permukaan matahari.

7. Termometer Termokopel

Terdiri dari dua kawat yang dari bahan logam yang berbeda jenisnya dan dihubungkan dengan Amperemeter. Skalanya antara -1000C sampai 15000C.

c. Skala atau Penemunya 1. Termometer Celcius 2. Termometer Reamur 3. Termometer Fahrenheit 4. Termometer Kelvin

(41)

Beberapa sifat yang mutlak diperlukan oleh termometer adalah: skalanya mudah dibaca, jangkauan suhunya luas, aman digunakan dan peka terhadap perubahan suhu. Prinsip dasar pembuatan termometer adalah pemuaian volume zat cair. Pemuaian tersebut menyebabkan volume zat cair dalam termometer naik. Kenaikan volumenya sebanding dengan pertambahan suhu yang terjadi. Zat cair pengisi termometer yang paling umum digunakan adalah air raksa dan alkohol.

Berikut adalah keuntungan dan kerugian menggunakan air raksa dan alkohol sebagai zat cair pengisi termometer.

a. Termometer Raksa

Berikut ini keuntungan menggunakan air raksa sebagai zat cair pengisi termometer:

1. Raksa mudah dilihat karena mengkilap seperti perak.

2. Volume raksa berubah secara teratur ketika terjadi perubahan suhu. 3. Raksa tidak membasahi dinding kaca.

4. Jangkauan suhu cukup lebar (-400C sampai dengan 3500C).

5. Raksa terpanasi secara merata sehingga dapat menunjukkan suhu dengan cepat dan tepat.

Berikut ini kerugian menggunakan air raksa sebagai zat cair pengisi termometer:

1) Harga raksa mahal sekali.

2) Raksa tidak dapat mengukur suhu yang sangat rendah.

3) Raksa merupakan zat yang beracun, sehingga sangat berbahaya jika tabungnya pecah.

b. Termometer Alkohol

Berikut ini keuntungan menggunakan alkohol sebagai zat cair pengisi termometer:

1. Dibanding raksa, alkohol sangat murah.

2. Dapat mengukur suhu dengan teliti, karena untuk kenaikan kecil, alkohol mengalami perubahan volume lebih besar.

(42)

Berikut ini kerugian menggunakan alkohol sebagai zat cair pengisi termometer:

1. Memiliki titik didih rendah (780C) sehingga pemakaiannya terbatas. 2. Tidak berwarna sehingga harus diberi pewarna agar mudah dilihat. 3. Alkohol membasahi dinding kaca.

Penetapan skala (kalibrasi) pada berbagai termometer a. Termometer Celcius

Es mencair pada tekanan 1 atm (100Pa) = 00Pa Air mendidih pada tekanan 1 atm = 1000C b. Termometer Reamur

Es mencair dan air mendidih (00R dan 800R) c. Termometer Fahrenheit

Titik tetap bawah : Es campur garam = 00F Titik tetap atas : Suhu badan manusia = 960F Es mencair : 320F

Air mendidih : 2120F

Jumlah skala : 212-32 = 1800F d. Termometer Kevin

Titik tetap bawah : Suhu mutlak = titik nol mutlak = 00K = -2730C Air mendidih : 373 K = 1000C = titik tetap atas

Es mencair : 273 K = 00C

Tabel 2.1

Penetapan skala beberapa jenis termometer:

Jenis Termometer Celcius Reamur Fahrenheit Kelvin Titik lebur es

Titik didih es Jumlah skala

00 1000 1000

00 800 800

320 2120 1800

(43)

Berikut ini perbandingan skala dari termometer

Gambar 2.1. Perbandingan antara skala Kelvin (K), Reamur (R), Fahrenheit (F) dan Celcius (C)

Rumus untuk mengubah suhu dari termometer satu ke termometer yang lain adalah sebagai berikut:

a. tºC = 4/5 x tºR = ((9/5 x t) + 32) ºF = (t + 273) K b. tºR = 5/4 x tºC = ((9/4 x t) + 32) ºF = ((5/4 x t) + 273) K

c. tºF = 5/9 x (t–32) ºC = 4/9 x (t–32) ºR = (5/9 x (t–32) + 273) K d. tºK = (t–273) ºC = (9/5 x (t–273) + 32) ºF = (4/5 x (t–273)) ºR

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penggunaan keterampilan proses sains antara lain sebagai berikut:

1. Lillah Fauziah dalam skripsinya yang berjudul ”Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses Sains Pada Konsep Cahaya Yang Terintegrasi Nilai Terhadap Hasil Belajar Siswa”. Memberikan kesimpulan bahwa

pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses sains mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar fisika siswa.

2. Indrianingsih dalam skripsinya yang berjudul ”Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Tentang Konsep Ekosistem Bernuansa Nilai”. Penelitian ini menggunakan

(44)

sebesar 77. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa melalui pendekatan keterampilan proses sains.

3. Hayatunnufus dalam skripsinya yang berjudul ”Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses Sains Dalam Pembelajaran Fisika Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Zat”. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis

menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara pendekatan keterampilan proses sains pada pembelajaran fisika terhadap hasil belajar siswa.

C. Kerangka Pikir

Keberhasilan pembelajaran fisika tidak hanya tergantung pada satu faktor saja. Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal seluruh faktor yang mendukung proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan maksimal. Pendekatan keterampilan proses sains tidak akan berhasil bila penunjang yang lain misalkan, perencanaan belajar, pengelolaan dan pemilihan metode yang tepat tidak dilakukan dengan maksimal.

Pendekatan keterampilan proses sains diarahkan untuk mengembangkan kemampuan mendasar dalam peserta didik agar mampu menemukan perolehannya. Pembelajaran dilaksanakan melalui komunikasi timbal balik melalui tanya jawab, kerja kelompok, sehingga siswa terlibat aktif agar hasil perolehannya dapat diterapkan dalam kehidupan mereka di kemudian hari.

(45)

Di dalam pemilihan strategi pengajaran harus diperhatikan karakteristik bidang studi dan kendalanya. Karakteristik bidang studi perlu menjadi pertimbangan khusus ketika memilih media pengajaran yang akan digunakan menyampaikan pengajaran. Terutama dikaitkan dengan tingkat kecermatan suatu media dalam penyampaian pengajaran, kemampuan khusus yang dimiliki oleh suatu media serta pengaruh motivasi yang ditimbulkan.

Dengan demikian pembelajaran keterampilan proses sains memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Siswa juga dapat belajar proses dan produk ilmu sekaligus. Selain itu siswa akan merasa bahagia sebab mereka aktif dan tidak menjadi pelajar pasif. Dengan adanya interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan fakta, konsep, serta prinsip ilmu pengetahuan, pada akhirnya akan mengembangkan sikap dan nilai ilmuan pada diri siswa.

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis diajukan:

Ho : Pendekatan keterampilan proses sains tidak berpengaruh positif terhadap hasil belajar fisika siswa.

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap, bulan Juli-Agustus tahun ajaran 2010-2011. Sedangkan penelitian ini dilaksanakan di MTs Soebono Mantofani yang berlokasi di Jl. Sumatera No. 75 Jombang Ciputat, Tangerang.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode ini bersifat menguji, yaitu menguji pengaruh satu atau lebih variabel terhadap variabel lain.1 Metode eksperimen dijalankan dengan menggunakan suatu perlakuan (treatment) tertentu pada sekelompok orang atau kelompok kemudian hasil penelitian tersebut dievaluasi.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metodequasi experiment, yaitu metode eksperimen yang pengontrolannya dilakukan terhadap satu variabel saja, yaitu variabel yang dipandang paling dominan.2 Dalam kuasi eksperimen, kontrol/pengendalian variabel tidak biasa dilakukan secara penuh. Desain yang digunakan dalam eksperimen semu ini yaituControl Group Pretest-Posttest. Adapun desain/rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Desain Penelitian3

Kelompok Pretest Treatment Posttest

Eksperimen Y1 XE Y2

Kontrol Y1 XK Y2

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 58.

2

Ibid,h.59. 3

(47)

Keterangan :

XE : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains XK : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional

Y1 : Tes awal (pretest) yang sama pada kedua kelompok Y2 : Tes akhir (posttest)yang sama pada kedua kelompok

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Arikunto, populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.4 Dengan demikian yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi MTs Soebono Mantofani. Untuk lebih rinci mengenai populasi dapat diuraikan sebagai berikut :

Populasi target : Seluruh siswa MTs Soebono Mantofani

Populasi terjangkau : Seluruh siswa kelas VII MTs Soebono Mantofani

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.5 Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Soebono Mantofani sebanyak dua kelas. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

cluster samplingatau disebut juga dengan sampel kelompok. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil seluruh siswa di kelas tertentu sebagai sampel penelitian. Adapun jumlah sampelnya untuk kelompok eksperimen sebanyak 30 siswa dan kelompok kontrol sebanyak 30 siswa.

Untuk menentukan kelas mana yang diajarkan dengan pendekatan keterampilan proses sains, dilakukan secara random dengan teknik undian karena semua kelas dianggap memiliki kemampuan yang sama sehingga memiliki kesempatan yang sama pula untuk menjadi kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dan didapat kelas VIIAsebagai kelompok eksperimen dan kelas VIIBsebagai kelompok kontrol.

4

Ibid, h. 130. 5

(48)

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah pendekatan keterampilan proses sains. Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil belajar fisika siswa.

E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Tahap persiapan sebelum penelitian

Langkah yang dilakukan sebelum melaksanakan penelitian adalah pengurusan surat ijin penelitian dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, langkah selanjutnya meliputi:

a) Menetapkan materi dan alokasi waktu

b) Menyusun RPP sesuai dengan pokok materi yang telah ditentukan c) Menyusun instrumen penelitian

d) Melakukan koordinasi dengan pihak sekolah yang akan diteliti e) Menentukan sampel penelitian.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian merupakan tahap yang kedua setelah tahap persiapan, tahap pelaksanaan meliputi:

a) Menguji coba instrumen penelitian

b) Mengolah dan menganalisis data uji coba instrumen

c) Memberi pretest pada kelas yang telah ditentukan sampelnya, yaitu sampel kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

d) Menyampaikan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses sains pada kelas eksperimen

(49)

3. Tahap penyelesaian penelitian

Tahap penyelesaian penelitian merupakan tahap terakhir, tahap ini meliputi:

a) Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian b) Menguji hipotesis penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar fisika siswa yang berupa tes pencapaian (achievement test) terdiri dari tes obyektif bentuk pilihan ganda sebanyak 25 soal, dengan penskoran jika benar diberi skor 1 dan jika salah diberi skor 0. Tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen sama dengan tes yang diberikan kepada kelompok kontrol. Hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif yang meliputi pengetahuan atau ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi atau penerapan (C3), dan analisis (C4). Sebelum dibuat instrumen, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal untuk menentukan ruang lingkup dan tekanan tes yang setepat-tepatnya sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis soal. Adapun kisi-kisi instrumen tes hasil belajar pada konsep suhu dan pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Fisika Standar Kompetensi

Gambar

Gambar 2.1Perbandingan Antara Skala Kelvin, Reamur , Fahrenheit, dan
Tabel 2.1Penetapan skala beberapa jenis termometer:
Gambar 2.1. Perbandingan antara skala Kelvin (K), Reamur (R),
Tabel 3.1. Desain Penelitian3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara beberapa indeks vegetasi dengan biomassa hutan secara statistik untuk mengestimasi besaran stok karbon hutan

SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran jigsaw , maka dapat disimpulkan bahwa: (a) model

Aplikasi pendekatan konseling realitas dalam proses konseling lansia adalah kenyataan atau realitas bahwa kondisi lansia yang sudah memasuki usia enam puluh tahun ke atas,

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gen tahan penyakit HDB pada 37 galur padi introduksi dan galur dihaploid yang diperoleh dari hasil persilangan ganda beberapa

Penelitian yang dilakukan dengan satu tahap yakni pembuatan tepung ubi jalar ungupengeringan kabinet, tepung ubi jalar ungu penjemuran, pure ubi

Ajaran Kepemimpinan Asthabrata dalam Serat Rama karya R.Ng.Yasadipura (Kajian Estetika Resepsi Berdasarkan Horizon Harapan Robert Jauss). Skripsi: Program Studi Sastra

[r]

Perbedaan penelitian yang dilakukan Jerniati dan peneliti dalam penelitian ini yaitu Jerniati meneliti analisis wacana terjemahan Alquran surat Al-Alaq yang