• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KOMPONEN KOMITMEN

ORGANISASI TERHADAP

CYBERLOAFING

PADA

KARYAWAN KANTOR PERWAKILAN BANK

INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

MELINA SIALLAGAN

111301301

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Hubungan Komponen Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara” adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 12 Mei 2015

(3)

Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

Melina Siallagan & Siti Zahreni

ABSTRAK

Perkembangan teknologi internet dimanfaatkan oleh perusahaan dan organisasi untuk menjalankan fungsinya dengan lebih baik. Namun, kehadiran internet dalam organisasi telah menimbulkan ancaman baru terkait dengan produktivitas yakni cyberloafing. Cyberloafing adalah penggunaan teknologi internet selama jam kerja untuk kepentingan pribadi. Ada beberapa studi yang telah dilakukan untuk meneliti cyberloafing. Penelitian ini bertujuan memeriksa hubungan antara tipe komitmen organisasi terhadap cyberloafing. Penelitian ini melibatkan 70 orang karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera utara. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala. Skala yang digunakan merupakan skala adaptasi tipe komitmen organisasi (Allen & Mayer) dan skala adaptasi cyberloafing (Lim & Teo). Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa korelasi Pearson Product Moment. Hasil analisa data menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tipe-tipe komitmen organisasi terhadap cyberloafing. Affective Commitmen berkorelasi negatif dengan cyberloafing (r = -0,38, p = 0,002). Continuance Commitment berkorelasi positif dengan cyberloafing (r = 0,439, p = 0,000). Normative Commitment berkorelasi negatif dengan cyberloafing (r = -0,433, p = 0,000)

(4)

The Relation Between Types Of Organizational Commitment And Cyberloafing In Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

Melina Siallagan & Siti Zahreni

ABSTRACT

Development of Internet technology has been used by companies and organizations to carry out their functions better. However, the presence of the Internet in the organization have led to new threats related to the productivity of the cyberloafing. Cyberloafing is the use of Internet technology during working hours for personal gain. There are several studies that have been conducted to investigate cyberloafing. This research aims to examine the relationship between the type of organizational commitment toward cyberloafing. This research involved 70 employees at Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Data were collected by using the scale adapted from Organizational Commitmet Scale (Allen Meyer, 1990) and Cyberloafing Scale (Lim & Teo, 2009). Data were analyzed by using Pearson Product Moment Correlation and the result showed a significant correlation between Types of Organizational Commitment and cyberloafing. Affective Commitment has negative correlation toward cyberloafing (r = -0,38, p = 0,002). Continuance Commitment has positive correlation toward cyberloafing (r = 0,439, p = 0,000). Normative Commitment has negative correlation toward cyberloafing (r = -0,433, p = 0,000).

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan segala pujian dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia yang diberikan kepada penulis sepanjang waktu terkhusus dalam menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi program Sarjana Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Psi., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Siti Zahreni, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang memberikan banyak dukungan, saran, bimbingan kepada penulis mulai dari awal penulisan proposal hingga selesai menjadi sebuah skripsi. 3. Ibu Vivi Gusrini Pohan, M.Sc., M.A., Psikolog dan Bapak Ferry Novliadi,

M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan waktunya untuk menguji penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

4. Ibu Rahma Yurliani, M.Psi., Psikolog selaku dosen pemimbing akademik penulis yang memberikan bimbingan selama masa perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.

(6)

akademik, administrasi dan perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang membantu urusan administrasi penulis.

6. Kepada orangtua penulis, W. Siallagan dan A. Br. Manik dan kepada kakak dan abang penulis : Roynaldo Siallagan, S.H dan Wahyu Togatorop S.H, Mery Kristina Siallagan, S.Pd, Irmayanti Siallagan, S.Pd dan Ferdinan Siallagan, terimakasih atas segala doa dan dukungannya.

7. Teman-teman seperjuangan penulis Juniati, Paskha, Yohana, Leliana, Naomi, Ellienz dan Shaila terimakasih untuk kebersamaan dan diskusinya dan sahabat KTB Sheraf, Rani ketaren dan fiorella terimakasih untuk doa dan dukungannya kepada penulis. Juga kepada keluarga kos Mikha, Eryanti, Maria, Rea, Triwani, Septi, Leni dan Yesi terimakasih untuk bantuan dan canda-tawa yang diberikan kepada penulis.

8. Bapak Alde, Ibu Elly, dan Ibu Indah yang mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara dan seluruh karyawan yang bersedia dan telah meluangkan waktunya untuk menjadi subjek dalam penelitian ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 12 Mei 2015

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Cyberloafing ... 13

1. Pengertian Cyberloafing... 13

2. Jenis-jenis Cyberloafing ... 15

3. Faktor yang Mempengaruhi Cyberloafing ... 17

B. Komitmen Organisasi ... 23

1. Pengertian Komitmen Organisasi ... 23

2. Komponen Komitmen Organisasi ... 23

C. Hubungan tipe komitmen organisasi terhadap cyberloafing ... 28

D. Hipotesa Penelitian ... 30

(8)

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31

1. Cyberloafing ... 31

2. Komponen Komitmen Organisasi ... 32

C. Subjek Penelitian ... 33

D. Metode Pengambilan Data ... 34

1. Skala tipe komitmen organisasi ... 34

2. Skala cyberloafing ... 35

E. Uji Instrumen Penelitian ... 36

1. Validitas Alat Ukur ... 36

2. Uji Daya Beda Aitem ... 37

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 38

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 38

1. Hasil Uji Coba Skala Komitmen Organisasi ... 39

2. Hasil Uji Coba Skala Cyberloafing ... 40

G. Prosedur Penelitian ... 41

H. Metode Analisa Data ... 45

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 47

1. Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

2. Berdasarkan masa kerja ... 47

B. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 48

(9)

2. Uji linearitas ... 49

C. Hasil Penelitian ... 50

D. Hasil Tambahan Penelitian ... 53

E. Pembahasan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

1. Saran Metodologis ... 63

2. Saran Praktis ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Blue Print Skala Komitmen Organisasi ... 35

Tabel 3.2 Blue Print Skala cyberloafing ... 36

Tabel 3.3 Blue Print Skala Komitmen Organisasi setelah uji coba ... 40

Tabel 3.4 Blue Print skala cyberloafing setelah uji coba ... 41

Tabel 4.1 Sebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 4.2 Sebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 48

Tabel 4.3 Hasil Uji Asumsi Normalitas ... 49

Tabel 4.4 Hasil Uji Asumsi Linearitas ... 50

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Korelasi ... 51

Tabel 4.6 Interpretasi Hasil Perhitungan Korelasi ... 52

Tabel 4.7 Sumbangan Efektif Variabel Komitmen organisasi ... 52

Tabel 4.8 Perbandingan Mean Empirik Dan Mean Hipotetik ... 53

Tabel 4.9 Kategorisasi skor Cyberloafing ... 54

Tabel 4.10 Kategorisasi Skor Affective Commitment ... 54

Tabel 4.11 Kategori skor Continuance Commitment ... 55

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skala Penelitian

Lampiran B Reliabilitas Skala

Lampiran C Uji Asumsi dan Analisa Data

Lampiran D Data Mentah

Lampiran E Data Demografis Subjek

(12)

Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

Melina Siallagan & Siti Zahreni

ABSTRAK

Perkembangan teknologi internet dimanfaatkan oleh perusahaan dan organisasi untuk menjalankan fungsinya dengan lebih baik. Namun, kehadiran internet dalam organisasi telah menimbulkan ancaman baru terkait dengan produktivitas yakni cyberloafing. Cyberloafing adalah penggunaan teknologi internet selama jam kerja untuk kepentingan pribadi. Ada beberapa studi yang telah dilakukan untuk meneliti cyberloafing. Penelitian ini bertujuan memeriksa hubungan antara tipe komitmen organisasi terhadap cyberloafing. Penelitian ini melibatkan 70 orang karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera utara. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala. Skala yang digunakan merupakan skala adaptasi tipe komitmen organisasi (Allen & Mayer) dan skala adaptasi cyberloafing (Lim & Teo). Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa korelasi Pearson Product Moment. Hasil analisa data menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tipe-tipe komitmen organisasi terhadap cyberloafing. Affective Commitmen berkorelasi negatif dengan cyberloafing (r = -0,38, p = 0,002). Continuance Commitment berkorelasi positif dengan cyberloafing (r = 0,439, p = 0,000). Normative Commitment berkorelasi negatif dengan cyberloafing (r = -0,433, p = 0,000)

(13)

The Relation Between Types Of Organizational Commitment And Cyberloafing In Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

Melina Siallagan & Siti Zahreni

ABSTRACT

Development of Internet technology has been used by companies and organizations to carry out their functions better. However, the presence of the Internet in the organization have led to new threats related to the productivity of the cyberloafing. Cyberloafing is the use of Internet technology during working hours for personal gain. There are several studies that have been conducted to investigate cyberloafing. This research aims to examine the relationship between the type of organizational commitment toward cyberloafing. This research involved 70 employees at Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Data were collected by using the scale adapted from Organizational Commitmet Scale (Allen Meyer, 1990) and Cyberloafing Scale (Lim & Teo, 2009). Data were analyzed by using Pearson Product Moment Correlation and the result showed a significant correlation between Types of Organizational Commitment and cyberloafing. Affective Commitment has negative correlation toward cyberloafing (r = -0,38, p = 0,002). Continuance Commitment has positive correlation toward cyberloafing (r = 0,439, p = 0,000). Normative Commitment has negative correlation toward cyberloafing (r = -0,433, p = 0,000).

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan internet saat ini semakin pesat. Sejak pertama kali diperkenalkan sampai saat ini pengguna internet terus meningkat. Pada tahun 1997 pengguna internet diperkirakan mencapai lebih dari 100 juta orang, kemudian pada tahun 2008 pengguna internet mencapai angka 1.407.724.920. Pada Juni tahun 2014, ada sekitar 3.035.749.340 pengguna internet diseluruh dunia (Internet World Stats, 2014).

Di Indonesia pada awal perkembangannya tahun 1990, internet hanya digunakan oleh para akademisi untuk memudahkan pertukaran data dan informasi. Dalam 10 tahun terakhir, penggunaan internet semakin meningkat yang ditandai dengan jumlah pengguna yang bertumbuh pesat setiap tahun, dan tingginya permintaan produk gadget di pasar. Saat ini pengguna internet di Indonesia telah mencapai 82 juta orang (Kemenkominfo, 2014). Pengguna internet juga tidak hanya kalangan akademisi ataupun kalangan-kalangan tertentu namun seluruh lapisan masyarakat dapat dengan mudah masuk dan menjangkau dunia maya (APJII, 2012).

(15)

mencapai total 58,4% dengan pengguna internet tertinggi pada kelompok usia 25-29 tahun yang mencapai 14,4% dari populasi (APJII, 2012).

Meningkatnya penggunaan internet juga dapat dilihat dari fenomena yang terjadi yaitu banyaknya fasilitas yang menyediakan akes internet saat ini. Internet tidak hanya bisa diakses lewat warung internet (warnet) tapi juga di tempat-tempat umum yang menyediakan wifi seperti sekolah, perpustakaan, cafe, pusat perbelanjaan, dan sebagainya sehingga internet bisa diakses oleh siapapun dan kapanpun selama terkoneksi dengan jaringan (Suprihatin, 2009).

(16)

Kemudahan-kemudahan dan manfaat-manfaat yang ditawarkan internet menjadi alasan meningkatnya pengguna internet saat ini. Kebutuhan bersosialisasi, mencari informasi, bisnis, dan lain-lain menjadi alasan-alasan seseorang terlibat dalam aktivitas internet. Namun, di Indonesia pengguna internet tidak benar-benar serius dalam memanfaatkan teknologi untuk kegiatan produktif (Wibisono, 2012).

Menurut Wibisono (Dalam survey APJII, 2012) pengguna internet di Indonesia cenderung konsumtif karena menggunakan internet untuk sekedar jaringan sosial di dunia maya atau sekedar update berita terkini. Berdasarkan Survey APJII tahun 2012 sekitar 87,8 % aktivitas internet yang digunakan adalah Jejaring sosial. Situs yang paling sering dikunjungi adalah situs jejaring sosial, mesin pencari, diikuti oleh situs berita.

Perilaku online karyawan untuk kepentingan pribadi disebut sebagai Personal Web Usage (PWU) di tempat kerja (Anandarajan, 2002). Contoh dari PWU adalah membuka situs berita, mengunjungi situs jaringan sosial, belanja online, chatting online, game online, stock trading, dan sebagainya. Penggunaan internet untuk tujuan pribadi juga disebut sebagai cyberloafing (Lim, 2002; Zoghbi, 2006; Henle & Blanchard, 2008; Liberman, 2011; Sawitri, 2012). Lim (2002) mendefinisilkan Cyberloafing sebagai perilaku karyawan yang menggunakan internet perusahaan pada jam kerja untuk kepentingan pribadi dan kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

Cyberloafing memiliki dampak positif bagi karyawan dalam sebuah

(17)

meningkatkan produktifitas dan juga mengembalikan konsentrasi karyawan (Lim & Chen, 2009). Lim (2009) menemukan bahwa pria menganggap cyberloafing membuat pekerjaannya lebih mudah dan cyberloafing memberikan emosi positif di tempat kerja. Selain itu juga ditemukan bahwa cyberloafing dapat mengurangi kebosanan, fatigue, stress, meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan rekreasi yang membuat karyawan lebih bahagia dalam pekerjaannya (Vitak, Crouse, LaRose, 2011).

Penelitian lain menemukan bahwa pekerja-pekerja yang menggunakan internet pada saat bekerja memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi. Cyberloafing juga mengurangi kejenuhan dan kecemasan karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaan sehari-harinya. Aktivitas browsing selama bekerja bisa meningkatkan produktivitas dan kreativitas (Anandarajan, 2005; Stanton, 2002).

(18)

Efisiensi sistem informasi sebuah perusahaan berkurang ketika disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan bisnis. Organisasi juga mengalami kerugian secara materi. Dampak yang paling serius adalah ketika penggunaan fasilitas dialihkan ke hal-hal yang bukan kepentingan perusahaan dan berakibat pada penurunan pelayanan terhadap konsumen dan penurunan produktivitas karyawan yang lain (Oswalt et al, 2003).

Oleh karena itu penting bagi pemimpin sebuah organisasi mengontrol situs yang dibuka oleh karyawannya. Survey yang dilakukan oleh PC World Online menemukan bahwa lebih dari 65% karyawan setuju bahwa pimpinan mereka memiliki hak untuk memantau aktivitas internet mereka namun 95% dari mereka juga mengakui bahwa sebelum diperiksa oleh pimpinan mereka diberitahu terlebih dahulu. Hal ini membuat pemimpin tidak boleh mengontrol situs-situs yang dibuka oleh karyawan selama jam kerja.

Malachowski (2005) menyatakan bahwa cyberloafing adalah cara yang digunakan untuk menghabiskan waktu selama jam kerja dan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan menghabiskan tiga jam dalam seminggu sampai 2,5 jam per-hari untuk aktivitas cyberloafing. Dengan demikian, Cyberloafing berdampak pada produktivitas sebuah organisasi atau perusahaan.

(19)

Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Greenfield (2009) bahwa individu yang melakukan multi-tasking memiliki performa kerja yang lebih buruk. Studi ini juga dilakukan dalam desain ekperimen oleh Hembrooke (2003) pada sekelompok mahasiswa yang sedang mengikuti kuliah. Sebagian mahasiswa diminta untuk mendengarkan dosen sambil menggunakan internet pada komputernya, sebahagian lagi diminta untuk menonaktifkan komputer dan fokus mendengarkan dosen. Hasilnya, mahasiswa yang komputernya dinonaktifkan lebih memahami apa yang diajarkan dosen daripada mereka yang mendengar sambil menggunakan internet (Hembrooke & Gay, 2003).

Cyberloafing memiliki dampak yang signifikan bagi karyawan maupun organisasi karena penggunaan fasilitas internet yang tidak efisien bisa membuat organisasi menjadi tidak kompetitif (Chen & Yang, 2008). Cyberloafing bisa menyebabkan rusaknya sistem informasi organisasi yang bisa mengancam nama baik organisasi. Cyberloafing merupakan salah satu bentuk Workplace deviant behavior tipe production deviant karena cyberloafing bisa memperlambat proses produksi karyawan (Ahmedi, Bagheri, Ebrahimi, 2011).

(20)

karyawan, dan karakteristik pekerjaan (Ozler, 2012; Lim&Teo, 2005). Adapun sikap terhadap organisasi dapat dilihat dengan 3 aspek yaitu kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan prejudice dalam tempat kerja (Greenberg, 1998).

Komitmen organisasi yang dimiliki karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk organisasi dalam menghadapi persaingan global dan mengurangi kemunduran organisasi (Albdour & Altarawneh, 2014). Komitmen Organisasi merupakan persepsi individu terhadap derajat hubungannya dengan organisasi tempat dia bekerja. Kelekatan emosional terhadap organisasi membuat mereka melakukan hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi organisasi tempat dia bekerja (Jewel, 2008).

Komitmen organisasi pada individu terdiri dari tiga komponen yakni, continuance commitment, affective commitment, dan normative commitment (Meyer and Allen, 1990). Ketiga komponen organisasi ini ada dalam diri individu namun dengan kadar yang berbeda. Komponen Affective diartikan sebagai ikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan terhadap organisasi. Komponen Continuance commitment merupakan komitmen karena adanya kesadaran akan kerugian apabila meninggalkan organisasi. Normative Commitment adalah persepsi kewajiban untuk tetap didalam organisasi.

(21)

korelasi. Ketiga komponen komitmen tersebut menimbulkan dampak yang berbeda pada perilaku tertentu. Karyawan dengan komponen affective yang tinggi bekerja dalam perusahaan karena memang ingin melakukannya. Karyawan dengan komponen continuance yang tinggi berada dalam organisasi karena mereka membutuhkan pekerjaan, dan karyawan dengan komitmen normative yang tinggi bekerja karena mereka merasa wajib untuk melakukannya (Allen & Meyer, 1990).

Berdasarkan definisi dan indikator komitmen afektif yang tinggi pada seseorang lebih memungkinkan dirinya untuk melakukan usaha yang lebih baik untuk organisasinya dibanding dengan komponen continuance dan normative. Selain itu banyak juga penelitian yang menemukan bahwa komponen afektif memiliki korelasi yang positif dengan performa kerja. Demikian juga halnya dengan komponen komitmen normative, kewajiban untuk tetap bekerja pada perusahaan menimbulkan adanya kewajiban untuk memberikan kontribusi bagi perusahaan itu juga sehingga komitmen normative juga berkorelasi positif dengan performa kerja. Sementara itu komitmen continuance memiliki korelasi positif yang paling sedikit dengan performa karena orang dengan komponen continuance yang tinggi berada dalam organsasi adalah semata-mata karena kebutuhan sehingga cenderung tidak ingin memberikan usaha yang lebih untuk organisasi (Meyer & Allen, 1991).

(22)

Adapun yang menjadi Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara adalah Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara mempunyai misi yaitu berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran dan pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya.

(23)

B. PERUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan antara komponen komitmen Organisasi affective, dengan Cyberloafing?

2. Apakah ada hubungan antara komponen komitmen continuance dengan cyberloafing?

3. Apakah ada hubungan antara komponen komitmen normative dengan cyberloafing?

C. TUJUAN PENELITAN

Tujuan dalam penelitian ini adalah menemukan hubungan antara komponen komitmen Organisasi dengan Cyberloafing.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

(24)

b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan perbandingan dengan hasil-hasil penelitan selanjutnya yang berhubungan dengan cyberloafing dalam kaitannya dengan komponen komitmen organisasi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran komitmen organisasi pada sebuah organisasi dan gambaran mengenai cyberloafing serta keterkaitan antara komitmen organisasi terhadap cyberloafing.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN

Penelitian ini disusun dalam suatu sistematika penulisan ilmiah yang teratur sehingga memudahkan pembaca untuk membaca dan memahaminya. Sistematika penulisan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut :

BAB I - Pendahuluan

Bab ini menguraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II - Landasan Teoritis

(25)

BAB III - Metode Penelitian

Bab ini menguraikan mengenai identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, dan metode analisa data penelitian.

BAB IV - Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi deskripsi data responden, analisa dan pembahasan yang diperoleh dari hasil analisis data, dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan.

BAB V - Kesimpulan Dan Saran

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. CYBERLOAFING

1. Pengertian Cyberloafing

Banyak pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan penggunaan internet yang tidak berkaitan dengan pekerjaan dalam organisasi. Perbedaan pendekatan-pendekatan ini menyebabkan munculnya istilah, definisi, dan label yang berbeda mengenai cyberloafing (Weatherbee, 2010). Selain cyberloafing ada istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan perilaku penggunaan internet untuk kepentingan pribadi, seperti Cyberslacking dan PWU (Personal Web Use). Cyberslacking yang diartikan sebagai penggunaan internet dan e-mail yang tidak berkaitan dengan pekerjaan di kantor yang seharusnya ditujukan untuk pekerjaan (Philips & Reddie, 2007).

Istilah-istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena penggunaan internet di tempat kerja yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, misalnya non-work related computing, cyberloafing, dan cyberslacking. Semua istilah ini menggambarkan penggunaan internet yang tidak produktif di tempat kerja (Jiang and Thsou. 2014).

(27)

cyberloafing merupakan salah satu bentuk dari Deviant Workplace Behavior.

Cyberloafing diartikan sebagai tindakan yang sengaja dilakukan karyawan untuk

menggunakan akses internet perusahaan selama jam kerja untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaannya.

Cyberloafing didefinisikan sebagai penggunaan e-mail dan internet organisasi untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan selama jam kerja (Blanchard and Henle, 2008). Blanchard & Henle (2008) mengemukakan bahwa terdapat dua level dari cyberloafing yakni minor dan serius. Aktivitas yang meliputi cyberloafing minor meliputi mengirim atau menerima e-mail pribadi pada saat bekerja, mengunjungi situs berita, keuangan, dan olahraga. Aktivitas Cyberloafing serius meliputi perilaku yang abusive dan kegiatan-kegiatan yang ilegal seperti perjudian online, mengunngah musik, dan mengunjungi situs-situs dewasa (Blanchard & Henle, 2008).

Penggunaan internet selama jam kerja untuk kepentingan pribadi juga disebut sebagai Non-Work Related Computing ( Bock & Ho, 2009). Non-Work Related Computing terdiri dari dua, yakni Junk Computing dan cyberloafing. Junk

Computing merupakan pernggunaan internet organisasi yang dilakukan karyawan

untuk tujuan pribadi dan tidak berkaitan langsung dengan tujuan organisasi.

(28)

internet selama jam kerja untuk tujuan personal. Teknologi yang dimaksud bisa teknologi yang disediakan perusahaan dan juga miliki pribadi yang dibawa karyawan selama bekerja (misalnya, smartphone, iPad).

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa cyberloafing merupakan perilaku yang menggunakan internet pada saat jam kerja untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan dan dilakukan dengan internet milik perusahaan ataupun milik pribadi.

2. Jenis-Jenis Cyberloafing

Lim dan Teo (2005) mengelompokkan perilaku cyberloafing menjadi dua kategori utama yaitu aktivitas browsing dan emailing. Aktivitas yang termasuk dalam aktivitas browsing adalah menggunakan internet perusahaan untuk melihat hal-hal yang tidak berhuubungan dengan kerja pada saat jam kerja. Sementara itu aktivitas e-mailing merupakan aktivitas mengirim, menerima, dan memeriksa e-mail yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pada saat jam kerja.

Blanchard and Henle (2008) mengemukakan 2 jenis dari cyberloafing yaitu minor dan serious.

(29)

cyberloafing tidak memiliki dampak yang merugikan bagi organsisasi, seperti mengurangi produktivitas.

b. Serious Cyberloafing merupakan bentuk cyberloafing lain yang terdiri dari bentuk-bentuk cyberloafing yang lebih serius. Perilaku ini kasar dan berpotensi melakukan hal-hal yang tidak sah seperi perjudian on line, mengunduh lagu, membuka situs-situs dewasa. Jenis cyberloafing ini memiliki dampak yang serius bagi organisasi.

Karyawan yang melakukan minor cyberloafing biasanya tidak percaya bahwa mereka melakukan hal yang menyimpang. Sementara itu karyawan yang melakukan serious cyberloafing menyadari bahwa perbuatannya menyimpang dan mungkin tidak akan dimaafkan dan diterima di tempat kerja (Blanchard&Henle, 2008).

Sementara itu, Li and Chung (2006) membagi cyberloafing kedalam empat jenis yakni :

a. Aktivitas sosial yaitu penggunaan internet untuk berkomunikasi dengan teman. Aktivitas sosial yang melibatkan pengekspresian diri (facebook, twitter, dll) atau berbagi informasi via blog (blogger).

(30)

d. Aktivitas emosi virtual yaitu sisa dari aktivitas internet lainnya seperti berjudi atau berkencan. Aktivitas emosi virtual mendeskripsikan aktivitas online yang tidak dapat dikategorisasikan dengan aktivitas lainnya seperti berbelanja online atau mencari pacar secara online.

Adapun jenis cyberloafing yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah jenis cyberloafing yang dikemukakan oleh Lim & Chen yaitu emailing dan browsing.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Cyberloafing

a. Faktor Individual

1. Persepsi dan Sikap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki sikap yang positif terhadap komputer cenderung untuk menggunakan komputer untuk alasan personal dan ada hubungan positif antara favorable attitude towards cyberloafing dengan cyberloafing (Liberman, Seidman, McKenna, 2011). Karyawan yang mempersepsikan penggunaan internet mendatangkan keuntungan bagi performa kerjanya secara keseluruhan lebih cenderung terlibat dalam cyberloafing dibanding karyawan yang lain (Vitak et al, 2011).

2. Personal Trait

(31)

kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melakukan penyimpangan di tempat kerja (Restubog, 2011). Orang-orang yang berorientasi eksternal atau mereka yang meyakini bahwa orang lain memiliki kontrol terhadap dirinya ditemukan kurang mampu dalam mengontrol penggunaan internet (Chak and Leung, 2004).

Landers dan Lounsbury (2006) meneliti kaitan kepribadian Big-Five dengan Penggunaan internet. Hasilnya tidak ada hubungan antara neuroticism dan openness dengan penggunaan internet. Akan tetapi, Agreeableness, Conscientiousness, dan extraversion berhubungan negatif dengan penggunaan

internet. Orang dengan agreeableness yang rendah lebih sering menggunakan internet. Orang-orang conscientiousness yang tinggi cenderung terorganisir dan rendah dalam penggunaan internet. Orang dengan kepribadian introverted lebih sering online daripada kepribadian extraversion. Hal ini karena orang-orang extraversion terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial (tidak termasuk aktivitas komputer).

3. Kebiasaan dan Adiksi Internet

(32)

4. Faktor Demografis

Garret dan Danziger (2008) menemukan bahwa status pekerjaan, persepsi otonomi dalam organisasi, tingkat pemasukan, dan gender merupakan prediktor cyberloafing yang signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang berpendidikan cenderung melibatkan dirinya dalam aktivitas-aktivitas seperti mencari informasi secara online, sementara orang-orang yang berpendidikan rendah cenderung menggunakan internet untuk bermain game online (Chak and Leung, 2004). Penelitian lain menunjukkan bahwa pria cenderung melakukan cyberloafing lebih sering dan durasi yang lebih lam dibanding perempuan (Lim and Chen, 2012).

5. Intention to Engage, Social Norms and Personal Ethical Codes

Intention merupakan prediktor yang akurat untuk perilaku dalam banyak

studi. Meskipun demikian penelitian juga menunjukkan bahwa intentions tidak selalu berujung pada munculnya sebuah perilaku, namun hubungan antara intention dan perilaku merupakan sebuah hubungan kompleks. Persepsi tentang

(33)

b. Faktor Organisasional

1. Pembatasan Penggunaan Internet

Meskipun tidak ada persetujuan umum bahwa cyberloafing memiliki dampak negatif, banyak organisasi menggunakan internet policy untuk membatasi penggunaan internet. Tujuannya adalah untuk mengatur perilaku karyawan dan terbukti memiliki peran yang penting dalam cyberloafing (Doorn, 2011)

Dengan membatasi penggunaan internet karyawan, pemimpin organisasi mengurangi kemungkinan penggunaan internet untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan karyawan (Garret dan Danziger, 2008). Demikian sebaliknya, karyawan yang akan menerima hukuman yang berat apabila melakukan perbuatan yang menyimpang akan memiliki kecenderungan cyberloafing rendah (Vitak et al, 2011).

2. Anticipated Outcome

Penelitian menunjukkan bahwa karyawan cenderung tidak melakukan cyberloafing yang mereka persepsikan memiliki konsekuensi yang negatif kepada

organisasi maupun dirinya sendiri (Lim and Teo, 2005). 3. Dukungan Manajerial

(34)

cyberloafing (Garret and Danziger, 2008). Dukungan manajerial termasuk

didalamnya kebijaksanaan yang ditetapkan oleh organisasi.

Beberapa kebijakan dalam organisasi bisa menjadi faktor yang mempengaruhi cyberloafing. Salah satu kebijaksanaan mengenai hal ini adalah BYOH yaitu kebijaksanaan yang mengizinkan karyawan untuk menggunakan perangkat pribadi selain perangkat yang disediakan oleh organisasi/perusahaan. Kebijaksaan ini bisa meningkatkan perilaku cyberloafing karena karyawan menggunakan perangkat mereka sendiri (Doorn, 2011).

Kebijaksanaan lain yaitu fleksibilitas kerja baik waktu maupun tempat. Kebijaksanaan ini memungkinkan karyawan untuk bekerja di luar kantor. Kebijaksanaan ini memang memiliki efek pada performa karyawan. Namun, kerugiannya adalah beberapa organisasi menetapkan kebijaksanaan ini tanpa memberikan aturan yang jelas pada karyawannya sehingga hal ini bisa meningkatkan cyberloafing karyawan (Doorn, 2011).

4. Perceived Coworker Cyberloafing Norms

Penelitian menunjukkan bahwa norma rekan sejawat dan supervisor yang mendukung cyberloafing berhubungan positif dengan cyberloafing. Blau (2006) menunjukkan bahwa karyawan melihat karyawan lain yang berpotensi menjadi role model mereka dalam organisasi dan cyberloafing dipelajari dari perilaku yang

(35)

5. Employee Job Attitude

Cyberloafing merupakan respon emosional terhadap pekerjaan yang membuat frustasi, oleh sebab itu sikap terhadap pekerjaan bisa mempengaruhi munculnya cyberloafing (Liberman et al, 2011). Penelitian lain menemukan bahwa karyawan cenderung melakukan perbuatan yang tidak sesuai ketika mereka memiliki sikap yang tidak baik (Garret and Danziger, 2008). Adapun yang termasuk dalam job attitude adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan prejudice dalam tempat kerja (Greenberg, 1998).

6. Job Demands and Resources

Studi menemukan bahwa ketika individu memiliki tuntutan kerja yang rendah kemungkinan untuk cyberloafing tinggi, hal ini dikarenakan waktu luang yang dimiliki. Ketika karyawan tidak memiliki banyak pekerjaan, mereka akan terlibat dalam aktivitas cyberloafing untuk mengahabiskan waktu (Doorn, 2011). c. Faktor Situasional

(36)

Dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku cyberloafing adalah sikap karyawan yaitu komitmen organisasi.

B. KOMITMEN ORGANISASI

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Allen dan Meyer (1990) mendefiniskan komitmen organisasi sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan hubungan antara karyawan dan organisasi yang berimplikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi. Allen dan Meyer menambahkan bahwa komitmen organisasi adalah kondisi psikologis yang mengikat individu dengan organisasi.

Berdasarkan uraian definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah kondisi psikologis antara individu dan organisasi yang meliputi internalisasi peran dalam organisasi, evaluasi positif terhadap organisasi dan tanggungjawab terhadap organisasi yang menimbulkan keinginan untuk berkontribusi terhadap organisasi.

2. Komponen Komitmen Organisasi

(37)

commitment berkaitan dengan perasaan akan adanya kewajiban untuk tetap berada

di organisasi. Karyawan yang memiliki normative commitment yang tinggi cenderung merasa dirinya harus tetap berada di organisasi.

a. Affective Commitment

Beberapa studi menggambarkan Affective Commitment sebagai orientasi afektif karyawan terhadap organisasi. Karyawan dengan Affective Commitment bekerja untuk organisasi karena mereka memang ingin melakukannya. Porter dan Mowday (1979) menggambarkan pendekatan ini sebagai kekuatan relatif indentifikasi dan keterlibatan individu dalam sebuah organisasi.

Affective commitment adalah kelekatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Komponen ini merupakan orientasi terhadap organisasi yang menghubungkan identitas seseorang dengan organisasi (Meyer &Allen, 1997). Orang dengan Affective Commitment mendukung tujuan organisasi dan berjuang untuk mencapai misi organisasi tersebut. Ketika sebuah organisasi mengalami sebuah perubahan, karyawan akan mempertanyakan apakah nilai yang dimilikinya masih sesuai dengan nilai organisasi. Apabila mereka merasa tidak sesuai maka mereka akan memutuskan untuk resign (Greenberg, 1997).

(38)

Individu dengan affective commitment memiliki karakter sebagai berikut (Allen & Meyer, 1993) :

a. Setia dan tidak melihat kualitas hubungan berdasarkan perhitungan ekonomi.

b. Terlibat dalam hubungan organisasi dan berpartisipasi dalam pengembangan organisasi.

c. Memiliki kelekatan emosional dengan organisasi

d. Memiliki keinginan untuk mempertahankan hubungan dengan organisasi.

b. Continuance Commitment

Ketika seseorang memasuki sebuah organisasi, mereka mempertahankan hubungan dengan organisasi tersebut karena kurangnya alternatif untuk kesempatan yang lain apabila ia meninggalkan organisasi tersebut. Hal ini didefinisikan oleh Meyer & Allen (1990) yang menyatakan bahwa Continuance Commitment didasarkan pada dua faktor, yakni :

1) Investasi yang telah mereka buat di organisasi, dan 2) Persepsi bahwa tidak ada alternatif lain.

Meyer & Allen (1990) mendefinisikan continuance commitment sebagai kesadaran akan kerugian apabila meninggalkan organisasi. Continuance commitment dapat dikatakan sebagai kelekatan instrumental terhadap organisasi

(39)

anggota sebuah organisasi memiliki sebuah komitmen karena adanya penghargaan ekstrinsik yang diperoleh bukan karena mengidentifikasikan dirinya terhadap nilai dan tujuan organisasi.

Semakin lama seseorang berada dalam sebuah organisasi semakin banyak investasi yang telah mereka buat dalam organsasi tersebut. Banyak orang berkomitmen untuk tetap bekerja dalam sebuah organisasi karena takut kehilangan investasi tersebut. Investasi yang dibuat bisa berupa hal-hal yang dianggap berharga oleh individu, misalnya rencana pensiun, keuntungan dari organisasi, status dan lain-lain yang mungkin akan hilang apabila dirinya meninggalkan organisasi sehingga dia memutuskan untuk tetap berada di organisasi (Greenberg, 1997).

Individu dengan continuance commitment dapat dilihat dengan karakteristik berikut (Meyer &Allen, 1993):

- Bekerja di sebuah organsasi adalah karena pertimbangan ekonomi dan sosial - Merasa rugi / kehilangan investasi apabila keluar dari organisasi tempat ia bekerja

- Menganggap bekerja pada organisasi merupakan suatu kebutuhan

- Merasa bahwa bekerja pada organisasi merupakan kesempatan / peluang yang terbaik

b. Normative Commitment

(40)

organsiasi didasarkan pada tugas, loyalitas, dan kewajiban moral. Meyer & Allen (1990) mengemukakan bahwa Normative Commitment terjadi berdasarkan pengalaman sebelumnya, misalnya berdasarkan pengalaman keluarga (orangtua yang menekankan pada kesetiaan terhadap pekerjaan) atau berdasarkan pengalaman budaya (sanksi akan pergantian pekerjaan). Aspek normative menimbulkan persepsi individu akan kewajibannya untuk berada di sebuah organisasi. Normative Commitment merupakan hasil dari penerimaan keuntungan yang menimbulkan perasaan bahwa hal tersebut harus dibalas.

Normative Commitment juga diartikan sebagai perasaan tentang kewajiban

untuk bekerja di sebuah organisasi karena adanya tekanan dari orang lain. Orang dengan Normative Commitment yang tinggi sangat memperhatikan pendapat oranglain apabila mereka keluar dari pekerjaannya. Mereka enggan mengecewakan pimpinan dan rekan kerjanya apabila mereka memutuskan untuk resign (Greenberg, 1996).

Snape dan Redman (2003) menyatakan bahwa affective commitment dan normative commitment berhubungan secara signifikan kepada intensi untuk berpartisipasi dalam pekerjaan. Meskipun demikian affective commitment memiliki dampak yang lebih kuat. Dibanding dengan continuance dan normative, affective commitment adalah komponen komitmen organisasi yang diharapkan untuk dimiliki oleh karyawan (He, 2008).

Karakteristik individu dengan normative commitment adalah sebagai berikut (Meyer&Allen, 1993) :

(41)

- Tidak tertarik pada tawaran organisasi lain yang mungkin lebih baik dari tempat ia bekerja

- Mempunyai rasa kesetiaan pada organisasi tempat ia bekerja, Tidak keluar masuk pekerjaan/menjadi satu dengan organisasi

- Berkeinginan untuk menghabiskan sisa karirnya pada organisasi tempat ia bekerja

C. HUBUNGAN KOMPONEN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP

CYBERLOAFING

Lim (2002) mendefinisikan cyberloafing sebagai penggunaan internet perusahaan untuk kepentingan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan selama jam kerja. Cyberloafing menjadi cara yang biasa yang digunakan karyawan untuk menghabiskan waktu dalam pekerjaannya. Oleh sebab itu cyberloafing mengurangi produktivitas karyawan.

Munculnya cyberloafing dipengaruhi oleh sikap karyawan terhadap organisasi (Ozler, 2012). Sikap karyawan meliputi kepuasan kerja, prejudice, dan komitmen organisasi. Komitmen organisasi merupakan persepsi individu terhadap derajat hubungannya dengan organisasi tempat dia bekerja. Rogojan (2009) menemukan bahwa komitmen organisasi berkorelasi negatif dengan workplace deviant behavior. Komitmen Organisasi terdiri dari tiga komponen yakni komponen affective, continuance, dan normative.

(42)

juga didukung oleh penelitian Boehman (2006) yang menemukan bahwa ada korelasi negatif antara komitmen affective dan komitmen continuance. Demikian juga, ada korelasi positif antara komitmen affective dan komitmen normative. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada hubungan ketiga komponen komitmen organisasi terhadap cyberloafing.

Komponen komitmen affective, continuance, dan normative bisa menimbulkan produktivitas yang berbeda (Phips, Prieto, Ndinguri, 2013). Scechter (1985) menyatakan orang dengan komitmen affective yang tinggi memiliki performa yang lebih baik dalam pekerjaannya dibanding dengan orang yang memiliki komitmen continuance. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara affective dan normative commitment dengan perilaku yang diinginkan di organisasi. Sementara itu continuance commitment berhubungan negatif dengan perilaku yang diinginkan dalam organisasi (Meyer and Allen, 1991).

(43)

perilaku yang diharapkan meskipun tidak sekuat affective commitment. Continuance commitment tidak berkaitan atau berkorelasi negatif dengan faktor

tersebut.

Cyberloafing merupakan sebuah perilaku yang termasuk kedalam penyimpangan produktivitas yang dapat mengurangi tingkat performa kerja karyawan (Lim, 2002). Sementara itu efektivitas sebuah organisasi tidak hanya bergantung pada stabilitas kerja melainkan karyawan harus dapat diandalkan dalam melakukan pekerjaannya dan memiliki keinginan untuk melakukan usaha yang lebih untuk pekerjaannya. Hal ini merupakan bentuk dari komitmen organisasi itu sendiri. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara komponen komitmen Affective, Continuance, dan Normative terhadap cyberloafing.

D. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan dinamika kedua variabel yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah :

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan usaha untuk menjawab permasalahan, memahami peraturan, dan memprediksikan keadaan dimasa yang akan datang (Nursalam, 2001). Pada bab ini akan diuraikan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengumpulan sampel, metode pengambilan data dan metode analisa data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yakni : 1. Variabel Bebas : Komponen Komitmen Organisasi, yaitu,

a. Affective Commitment

b. Continuance Commitment

c. Normative Commitment

2. Variabel Tergantung : Cyberloafing

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Cyberloafing

(45)

a. Browsing, aktivitas browsing untuk melihat hal-hal yang tidak berhubungan dengan kerja pada saat jam kerja.

b. E-mailing, yakni aktivitas mengirim, menerima, dan memeriksa

e-mail yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pada saat jam kerja.

Frekuensi Cyberloafing dapat diketahui dengan alat ukur berupa skala adaptasi cyberloafing Lim dan Chen (2009) yaitu aktifitas browsing dan e-mailing. Skor total dari komponen emailing dan browsing akan menunjukkan perilaku cyberloafing karyawan dalam perusahaan. Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa individu memiliki frekuensi cyberloafing yang tinggi. Sebaliknya skor yang rendah mengindikasikan bahwa individu jarang atau memiliki frekuensi cyberloafing yang rendah.

2. Komponen Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari tiga komponen, yakni affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment.

(46)

Komitmen organisasi karyawan diungkap melalui revisi skala adaptasi komitmen organisasi Allen dan Meyer (1990). Semakin tinggi skor individu pada skala affective commitment, maka individu dapat digolongkan sebagai orang yang memiliki affective commitment. Begitu juga hal nya dengan normative commitment dan continuance commitment.

C. SUBJEK PENELITIAN

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama (Hadi, 2000). Subjek dalam sebuah populasi memiliki karakter yang membedakannya dengan subjek dari populasi yang lain (Azwar, 2010). Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara sebanyak 124 karyawan. Skala dibagikan sebanyak 124 kepada responden dan skala yang kembali dan bisa digunakan sebanyak 70 skala.

Adapun karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memiliki akses internet di tempat kerja

Dalam hal ini, akses internet yang dimaksud tidak terbatas pada internet yang difasilitasi oleh perusahaan namun juga internet pribadi karyawan. b. Karyawan bekerja minimal enam bulan

(47)

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala merupakan perangkat pertanyaan atau pernyataan yang disusun untuk mengungkap atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan tersebut (Azwar, 2002).

1. Skala Komitmen Organisasi

Untuk mengungkap data mengenai komponen komitmen organisasi yang dimiliki karyawan maka digunakan skala adaptasi komitmen organisasi berdasarkan komponen komitmen organisasi oleh Allen & Meyer (1990) yakni skala affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Skala adaptasi komitmen organisasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan revisi skala Allen & Meyer oleh Stephen Jaros (2007). Skala ini terdiri dari 17 aitem favorable dan 3 aitem unfavorable. Setiap aitem terdiri dari 5 pilihan jawaban yakni SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), Tidak Setuju (TS), dan STS (Sangat Tidak Setuju).

(48)

Tabel 3.1

Blue Print Skala Komitmen organisasi

N o.

Komponen Favorable Unfavorable Jumlah aitem

Bobot (%)

1 Affective

1,2,3,7 4,5,6,8 8 40

2 Continuance 9,10,11,12,13, 14

- 6 30

3 Normative 15,16,17,18,19 ,20

- 6 30

Total 20 100

2. Skala Cyberloafing

(49)

Tabel 3.2

Blue Print Skala Cyberloafing

No.

1

Kategori Pernyataan Jumlah Bobot (%)

1 Emailing 10,11, 12 3 25

2 Browsing 1,2,3,4,5,6,7,8,9 9 75

Total 12 100%

E. UJI INSTRUMEN PENELITIAN

Guna mencapai tingkat objektivitas yang tinggi, penelitian ilmiah mensyaratkan penggunaan prosedur pengumpulan data yang akurat dan terpercaya. Hasil penelitian dapat diinterpretasikan dengan tepat bila kesimpulannya didasarkan pada data yang diperoleh lewat suatu proses pengukuran yang tinggi validitas dan reliabilitasnya, serta objektif (Azwar, 2012).

1. Validitas Alat Ukur

(50)

tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2012).

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk menguji validitas adalah validitas isi. Validitas isi bertujuan untuk menguji relevansi aitem dengan tujuan ukur skala yang mana penilaian ini tidak dapat dilakukan oleh peneliti sendiri, namun juga memerlukan penilaian dari orang yang kompeten (expert judgemement).

2. Uji Daya Beda Aitem

Daya diskriminasi aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem total. Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total.

(51)

korelasinya rendah dan mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya rendah. Bila koefisien korelasi yang dimaksud ternyata berharga negatif, dapat dipastikan terdapat kecacatan serius pada aitem yang bersangkutan (Azwar, 2012). Koefisien korelasi aitem total yang digunakan pada penelitian ini adalah rix ≥ 0,30.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Salah satu ciri instrumen ukur yang berkualitas baik adalah reliabel, yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan error pengukuran kecil. Pengertian reliabilitas mengacu kepada keterpercayaan atau konsistensi hasil ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran (Azwar, 2012).

Teknik yang digunakan dalam mengukur reliabilitas alat ukur ini adalah teknik

reliabilitas koefisien Alpha Cronbach dengan koefisien lebih besar dari 0,05. Penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS versi 20.0 for Windows untuk menguji reliabilitas alat ukur. Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas yang

angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien

reliabilitas mendekati angka 1,00, maka semakin tinggi reliabilitas alat ukur tersebut.

Sebaliknya, semakin koefisien reliabilitas mendekati angka 0, maka semakin rendah

reliabilitas alat ukurnya.

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

(52)

1. Hasil Uji Coba skala Komitmen Organisasi a. Uji coba skala Affective Commitment

Hasil uji coba terhadap skala affective commitment menunjukkan koefisien α = 0.824 dengan rxy aitem yang bergerak dari 0.218 sampai dengan 0.774. Aitem yang digunakan dalam uji coba skala komitmen organisasi afektif sebanyak 8 aitem. Berdasarkan hasil analisa aitem sebanyak 7 aitem memiliki nilai diskriminasi aitem diatas 0.30 dan 1 aitem memiliki diskriminasi aitem dibawah 0,30.

b. Uji Coba Skala Continuance Commitment.

Aitem yang digunakan dalam uji coba skala continuance commitment sebanyak 6 aitem. Berdasarkan analisa, aitem yang memiliki daya diskriminasi diatas 0.30 sebanyak 6 aitem. Hasil uji coba terhadap skala continuance commitment menunjukkan koefisien α = 0.837dengan rxy aitem yang bergerak dari 0,385 sampai dengan 0,809 yang memiliki daya diskriminasi aitem yang tinggi (rxy ≥ 0.30).

c. Uji coba skala Normative Commitment

(53)

Tabel 3.3

Blue Print Skala Komitmen Organisasi Setelah Uji Coba

N o.

Komponen Favorable Unfavorable Jumlah aitem

Bobot (%)

1 Affective

1,2,3,7 4,5,6,8 8 40

2 Continuance 9,10,11,12,13, 14

- 6 30

3 Normative 15,16,17,18,19 ,20

- 6 30

Total 20 100

2. Hasil Uji Coba Skala Cyberloafing

(54)

Tabel 3.4

Blue Print Skala Cyberloafing setelah uji coba No.

1

Kategori Pernyataan Jumlah Bobot (%)

1 Emailing 10,11, 12 3 25

2 Browsing 1,2,3,4,5,6,7,8,9 9 75

Total 12 100%

G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

1. Persiapan Penelitian

Peneliti melakukan beberapa tahapan persiapan dalam menyusun penelitian, tahapan-tahapan tersebut meliputi :

a. Pencarian Referensi

Dalam tahapan ini, peneliti mencari referensi-referensi mengenai kedua variabel di buku, jurnal, e-book dan e-journal. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari teori variabel independen dan variabel dependen serta dinamika keduanya.

b. Pembuatan Alat Ukur

(55)

1. Penerjemahan Skala

Ketika mengadaptasi sebuah skala, hal yang pertama dilakukan adalah menerjemahkan skala dari bahasa asli ke bahasa target. Hal ini merupakan proses yang kompleks untuk memastikan bahwa versi akhir dari skala tidak hanya sesuai dengan konteks yang baru tapi juga konsisten dengan versi aslinya.

Para ahli menyatakan bahwa penterjemah dalam hal ini haruslah independen dan menguasai dua bahasa (bilingual). Saat ini direkomendasikan untuk menggunakan paling tidak dua penerjemah bilingual untuk menyelesaikan proses ini sehingga mengurangi resiko masalah bahasa, psikologis, budaya, dan bias teoritis dan praktis. Beaton (2000) menyatakan bahwa penerjemah harus fasih dalam bahasa asli skala dan merupakan penduduk asli bahasa target. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jasa dua orang guru bahasa inggris dan merupakan penduduk asli Indonesia.

2. Sintesa Terjemahan

(56)

3. Evaluasi oleh ahli

Setelah proses sintesa terjemahan, peneliti kemudian meminta bantuan ahli dalam bidang psikologi untuk mengevaluasi skala adaptasi. Ahli akan menilai aspek yang penting, seperti struktur, tata-letak, instruksi instrumen, serta cakupan dalam setiap aitem. Misalnya, ahli akan mempertimbangkan apakah istilah atau ungkapan bisa digeneralisasikan untuk konteks dan populasi yang berbeda dan apakah ungkapan aitem sesuai dengan target populasi. Ahli dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing peneliti.

4. Evaluasi Oleh Target Populasi

Tahapan ini bertujuan untuk memeriksa apakah aitem, skala respon dan instruksi dapat dipahami oleh target populasi. Oleh sebab itu, prosedur ini bertujuan untuk menginvestigasi apakah instruksi jelas, apakah istilah-istilah dalam aitem sesuai, apakah ungkapan sesuai dengan ungkapan yang digunakan populasi, dan sebagainya. Subjek dalam tahapan ini adalah perwakilan karyawan Bank Indonesia Medan.

5. Back-Translation

Back-translation disarankan sebagai tambahan cek kontrol kualitas. Back

translation artinya menerjemahkan versi yang telah disintesa dan direvisi kedalam

(57)

6. Pilot Study

Sebelum mengaplikasikan skala yang telah diadaptasi, terlebih dahulu dilakukan pilot study, yaitu aplikasi skala pada skala kecil yang merefleksikan karakteristik sampel/target populasi. Adapun subjek dalam pilot study ini adalah karyawan yang bekerja di bank sebanyak 65 orang.

c. Permohonan Izin Melakukan Penelitian

Pada tahapan ini peneliti memohon izin kepada pimpinan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara untuk pengambilan data penelitian disana.

d. Revisi Alat Ukur

Setelah alat ukur yang disusun diujicobakan kepada beberapa karyawan, peneliti kemudian menemukan aitem-aitem yang bisa digunakan dan aitem yang tidak bisa digunakan. Dengan bantuan SPSS Versi 20 peneliti menemukan data validitas dan reliabilitas alat ukur, sehingga aitem-aitem yang dinilai layak digunakan akan disusun kembali didalam buklet. Berdasarkan hasil uji coba ditemukan satu aitem yang memiliki nilai daya diskriminasi dibawah 0.30 yaitu aitem affective commitment yang memiliki daya diskriminasi 0,218.

(58)

karena daya diskriminasi aitemnya rendah, peneliti memutuskan untuk menggunakan kalimat asli sesuai dengan kalimat sintesa terjemahan yang telah dievaluasi oleh ahli.

2. Pelaksanaan Penelitian

Dalam tahapan ini, peneliti melaksanakan penelitian dengan menyebarkan skala pada karyawan yang telah memenuhi karakteristik populasi. Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara kemudian diberikan skala cyberloafing dan komitmen organisasi. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan skala untuk pengolahan data.

3. Pengolahan Data Penelitian

Setelah skala yang disebar dikumpulkan oleh peneliti, maka selanjutnya adalah pengolahan data yang menggunakan IBM SPSS STATISTICS 20

H. METODE ANALISA DATA

Untuk mendapatkan hubungan antara dua atau lebih variabel maka dapat digunakan teknik statistik yang disebut dengan korelasi ganda (Multiple Correlation). Analisa korelasi ganda adalah korelasi antara serangkaian variabel

prediktor dengan satu variabel dependen (Cozby, 2003). Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan variabel adalah Pearson Correlation Product Moment. Sebelum dilakukan analisa tersebut, dilakukan uji asumsi berikut :

1. Uji Normalitas

(59)

sebaran dianalisis dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov, dengan bantuan SPSS versi 20,0 for windows. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05

maka sebarannya dinyatakan normal, sedangkan jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Field, 2009).

2. Uji Linearitas

Uji Linearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel penelitian memiliki hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji linearitas dalam penelitian ini dilakukan melalui Test For Linearity dengan memperhatikan nilai Linearity dan Deviation from linearity pada Anova Table program SPSS version 20.0 for Windows. Linearity menunjukkan sejauh mana jika variabel dependen

(60)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh karyawan tetap kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatra Utara yang berjumlah 124 orang. Kemudian sampel yang digunakan untuk penelitian sebanyak 70 orang, hal ini berdasarkan kriteria yang ditetapkan peneliti. Berikut ini deskripsi umum subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan masa kerja.

a. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)

Pria 39 55.71

Wanita 31 44.29

Total 70 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek penelitian yang berjenis kelamin pria berjumlah 39 (55,71%) orang dan berjenis kelamin wanita berjumlah 31 orang (44,29%).

b. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Masa kerja merupakan lamanya tenaga kerja bekerja pada sebuah organisasi.

Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi

pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal

(61)

pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan

pada tenaga kerja.

Menurut Handoko (2007) masa kerja dikategorikan menjadi dua:

1. Masa kerja baru : ≤ 3 tahun 2. Masa kerja lama : > 3 tahun

Tabel 4.2

Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Masa Bekerja Jumlah (N) Persentase (%)

Masa kerja Baru ≤ 3 tahun 29 41,43 Masa kerja Lama > 3 tahun 41 58,57

Total 70 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek penelitian yang masa kerjanya di ≤ 3 tahun sebanyak 29 orang (41,43%), dan yang masa kerjanya lebih dari 3 tahun berjumlah 41 orang (58,57%).

B. HASIL UJI ASUMSI

Sebelum melakukan analisa korelasi ada beberapa persyaratan yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu uji asumsi. Uji asumsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Uji normalitas

(62)

Hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengujian ini menyatakan data berdistribusi normal apabila nilai signifikansi residu antar variabel data lebih besar dari 0,05.

Tabel 4.3 Uji Normalitas

Variabel Asymp.sig.(2-tailed)

Affective .365

Continuance .182

Normative .252

Cyberloafing .576

Berdasarkan tabel didapat nilai signifikan affective commitment, continuance commitment, normative commitment, dan cyberloafing lebih besar dari 0,05 maka

disimpulkan data berdistribusi dengan normal.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel affective, continuance, dan normative berkorelasi secara linear dengan variabel

cyberloafing. Kedua variabel dikatakan memiliki hubungan yang linear jika p <

(63)

Tabel. 4.4 Uji Linearitas

Variabel Linearity Deviation From

Linearity

Cyberloafing*affective 0.002 .057

Cyberloafing*continuance 0.000 0.177 Cyberloafing*normative 0.000 0.067

Berdasarkan hasil uji linieritas pada tabel diatas diperoleh nilai signifikansi affective, continuance, dan normative untuk linearity lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) dan untuk deviation from linearity signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hasil ini menunjukaan bahwa ketiga variabel memiliki hubungan yang linier terhadap cyberloafing.

C. HASIL UJI HIPOTESA PENELITIAN

Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Affective Commitment berkorelasi negatif dengan cyberloafing. 2. Normative Commitment berkorelasi negatif dengan cyberloafing. 3. Continuance commitment berkorelasi positif dengan cyberloafing.

(64)

Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5

Hasil Pengujian Korelasi

Cyberloafing

Affective Pearson Correlation -,338

Sig. (1-tailed) ,002

Continuance Pearson Correlation ,439 Sig. (1-tailed)

,000 Normative Pearson Correlation -,433

Sig. (1-tailed)

,000

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka terjadi hubungan yang signifikan, sebaliknya jika nilai > 0,05 maka tidak ada hubungan yang signifikan. Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan pearson product moment diperoleh korelasi affective dengan cyberloafing sebesar -0,338 dan p = 0,002 < 0,05 dengan hipotesa 1 arah. Hal ini berarti ada korelasi negatif yang signifikan antara affective commitment dengan cyberloafing.

(65)

Kemudian, variabel normative dan cyberloafing memiliki korelasi sebesar -,433 dengan signifikansi 0. 000, p < 0,05 pada level 0,01 dengan hipotesa 1 arah. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi negatif yang signifikan antara normative commitment terhadap cyberloafing.

Interpretasi korelasi antar variabel dapat dilihat berdasarkan tabel menurut Evans (1996) :

Tabel 4.6 Interpretasi Korelasi

Korelasi Keterangan

0.00-.19 Sangat lemah

.20-39 Lemah

.40-59 Sedang

.60-.79 Kuat

.80-1.0 Sangat Kuat

Korelasi affective dan cyberloafing sebesar -0,338 menunjukkan korelasi yang lemah. Korelasi continuance dan cyberloafing sebesar 0.439 menunjukkan korelasi yang sedang. Korelasi normative dan cyberloafing sebesar 0.433 menunjukkan korelasi yang sedang.

Tabel 4.7

a. Predictors: (Constant), normative, continuance, affective

Gambar

Blue PrintTabel 3.1  Skala Komitmen organisasi
Blue Print Skala Tabel 3.2 Cyberloafing
Tabel 3.3
Tabel 3.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Komitmen Organisasi dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh kesesuaian penempatan kerja dan pelaihan terhadap prestasi

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Danny Septya Darmawan, menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PENGARUH MOTIVASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Alphonso Yansen P, menyatakan bahwa skripsi dengan judul PENGARUH KEPUASAN KERJA, KOMITMEN ORGANISASIONAL, DAN BUDAYA ORGANISASI

Understanding the Impact of Employee Involvement on Organizational Productivity: The Moderating Role of Organizational Commitment.. Journal of Organizational Culture,

internet pada saat bekerja memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi.. Cyberloafing juga mengurangi kejenuhan dan kecemasan karyawan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Peranan Sistem Informasi Manajemen Dalam Menigkatkan

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Ima Alifian, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Analisis Pengaruh Job Insecurity, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap