• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Anemia Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prevalensi Anemia Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI ANEMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2012

Oleh :

RESTU

100100039

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PREVALENSI ANEMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

RESTU

100100039

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Prevalensi Anemia pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012

Nama : Restu

NIM : 100100039

Pembimbing Penguji I

(dr. Suhartono, Sp.PD) (Prof. dr. M. Joesoef Simbolon Sp.KJ(K)) NIP. 197004262005021002 NIP. 194905181983121001

Penguji II

(dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM) NIP. 196812271998021002

Medan, Januari 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankres tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. DM tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya anemia. Anemia yang terjadi pada penderita DM tipe 2 merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal, adanya peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan ACE Inhibitor. Anemia yang terjadi pada penderita diabetes masih sering diabaikan, padahal anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita diabetes.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar angka prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan pada 280 data rekam medis penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan sejak Januari – Desember 2012. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik total sampling.

Dari 280 sampel yang diteliti, dijumpai 184 orang (65,7%) mengalami anemia. Dari 184 orang yang mengalami anemia pada penderita DM tipe 2, 100 orang (54,3%) berjenis kelamin laki-laki dan 84 orang (45,7%) berjenis kelamin perempuan. Jadi, prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012 adalah 184 orang (65,7%).

(5)

ABSTRACT

Type 2 Diabetes Mellitus is a chronic disease because of the failure of pancreas to produce adequate insulin or when the body can not use the insulin effectively. Type 2 Diabetes Mellitus can cause anemia. Anemia in patient with type 2 Diabetes Mellitus is because of inadequate synthesis and release of erythropoietin from the kidney, the presence of systemic inflammation, iron deficiency and the presence of iatrogenic factors, such as the use of ACE Inhibitors. Anemia in Diabetes Mellitus is still frequent neglected, whereas this anemia can decline the quality of life of patient with Diabetes Mellitus.

This study is aimed to determine how much number the prevalence of anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus. This study use descriptive method and cross-sectional design that has been collected in RSUP Haji Adam Malik Medan. Data collection was conducted at 280 medical records from hospitalized patient with type 2 Diabetes Mellitus in RSUP Haji Adam Malik Medan since January-December 2012. Samples were selected with a total sampling technique.

From the 280 samples that have been observed, 184 patients (65,7%) were anemia. From the 184 people who had anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus, 100 patients (54,3%) were male and 84 patients (45.7%) were female. So, the prevalence of anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus that have been hospitalized in RSUP Haji Adam Malik Medan in 2012 were 184 patients (65,7%).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang dikaruniakan-Nya, penelitian berjudul Prevalensi Anemia pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012 ini dapat diselesaikan. Besar harapan penulis penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran, menjadi masukan yang berarti khususnya dalam upaya pencegahan dan pengobatan terhadap anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2.

Penelitian ini bisa diselesaikan akhirnya atas dukungan dari beberapa pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr.dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, sebagai Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Suhartono, Sp.PD selaku Dosen Pembimbing dalam tugas Karya Tulis Ilmiah ini, atas segala kesabaran dalam membimbing dan memberikan ilmu.

3. Prof. dr. M. Joesoef Simbolon Sp.KJ(K) dan dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM selaku Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah ini, atas kritik dan saran yang membangun.

4. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan, atas izin penelitian yang diberikan.

5. Ayah dan Ibu penulis, Alm. Himsar dan Meri Desna, atas cinta dan kasih sayang serta dukungan yang diberikan kepada penulis. Ayah dan Ibu adalah sumber semangat hidup bagi penulis.

6. Seluruh saudara kandung, abangda Rivan, kakanda Ruri, dan adinda Rian yang telah memberikan semangat dan solusi dalam setiap masalah yang dihadapi oleh penulis.

(7)

8. Sahabat penulis, Siti Rahmah yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu penulis dalam menyeleaikan karya tulis ilmiah ini.

9. Seluruh sahabat serta teman-teman di PHBI FK USU, PEMA FK USU dan SCORE FK USU.

10.Seluruh sahabat dan teman-teman seperjuangan di FK USU yang telah memberikan nasihat dan semangat kepada penulis.

11.Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penelitian ini, penulis yakin bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga penelitian ini pada akhirnya dapat memberi manfaat yang bermakna bagi kemajuan ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2013

(8)

DAFTAR ISI

2.1.4. Faktor Resiko Diabetes Mellitus...10

2.1.5. Patogenesis Diabetes Mellitus...11

2.1.6. Biosintesis, Sekresi, dan Kerja Insulin...15

2.1.7. Gejala Klinis Diabetes Mellitus...18

2.1.8. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus...19

2.1.9. Komplikasi Diabetes Mellitus ...20

2.2. Anemia...21

2.2.1. Definisi Anemia...21

2.2.2. Derajat Anemia...22

(9)

2.2.4. Gambaran Klinis Anemia...24

2.2.5. Gejala dan Tanda Anemia...25

2.3. Anemia pada Diabetes Mellitus...25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1. Kerangka Konsep ...27

3.2. Definisi Operasional...27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Jenis Penelitian...29

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian...29

4.3. Populasi dan Sampel...29

4.4. Teknik Pengumpulan Data...30

4.5. Pengolahan dan Analisis Data...30

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN...31

5.1. Hasil Penelitian...31

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian...31

5.1.2. Karakteristik Responden...31

5.1.3. Hasil Analisis Data...32

5.2. Pembahasan...34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...37

6.1. Kesimpulan...37

6.2. Saran...37

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai

Patokan Penyaring dan Diagnosis DM... 19

Tabel 2.2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Etiologi... 22

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian... 27

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis

Kelamin... 31

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur.... 32

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Prevalensi Anemia pada

Penderita DM tipe 2... 33

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM

tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin... 33

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Sekresi Insulin... 16

Gambar 2.2. Kerja Insulin... 18

(12)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

ACE-I Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor ADA American Diabetes Association

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrome

ATP Adenosin Tri Phosphat

DM Diabetes Mellitus

2,3 DPG 2,3 Diphosphoglycerate

ESA Erythropoietin Stimulating Agents FPG Fasting Plasma Glucose

GAD Glutamat Dekarboksilase

GFR Glomerulus Filtration Rate GLUT Glucose Transporter

G6PD Glucose-6-Phosphat Dehidrogenase

Hb Hemoglobin

3HB 3-Beta-Hidroksibutirat HDL High Density Lipoprotein

HHS Hyperglycemic Hyperosmolar State HIV Human Immunodeficiency Virus IGT Impaired Glucose Tolerance

IL-6 Interleukin-6

IPF-1 Insulin Promoter Factor-1 IRSs Insulin Reseptor Substrates KAD Ketoasidosis Diabetik

MCH Mean Corpuscular Hemoglobin

MCV Mean Corpuscular Volume

MODY Maturity Onset Diabetes of the Young mRNA Messenger Ribonucleic Acid

RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar

(13)

SPSS Statistic Package for Social Sciences TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral

VLDL Very Low Density Lipoprotein WHO World Health Organization

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti LAMPIRAN 2 Ethical Clearance

LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian LAMPIRAN 4 Data Induk

(15)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankres tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. DM tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya anemia. Anemia yang terjadi pada penderita DM tipe 2 merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal, adanya peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan ACE Inhibitor. Anemia yang terjadi pada penderita diabetes masih sering diabaikan, padahal anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita diabetes.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar angka prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan pada 280 data rekam medis penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan sejak Januari – Desember 2012. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik total sampling.

Dari 280 sampel yang diteliti, dijumpai 184 orang (65,7%) mengalami anemia. Dari 184 orang yang mengalami anemia pada penderita DM tipe 2, 100 orang (54,3%) berjenis kelamin laki-laki dan 84 orang (45,7%) berjenis kelamin perempuan. Jadi, prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012 adalah 184 orang (65,7%).

(16)

ABSTRACT

Type 2 Diabetes Mellitus is a chronic disease because of the failure of pancreas to produce adequate insulin or when the body can not use the insulin effectively. Type 2 Diabetes Mellitus can cause anemia. Anemia in patient with type 2 Diabetes Mellitus is because of inadequate synthesis and release of erythropoietin from the kidney, the presence of systemic inflammation, iron deficiency and the presence of iatrogenic factors, such as the use of ACE Inhibitors. Anemia in Diabetes Mellitus is still frequent neglected, whereas this anemia can decline the quality of life of patient with Diabetes Mellitus.

This study is aimed to determine how much number the prevalence of anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus. This study use descriptive method and cross-sectional design that has been collected in RSUP Haji Adam Malik Medan. Data collection was conducted at 280 medical records from hospitalized patient with type 2 Diabetes Mellitus in RSUP Haji Adam Malik Medan since January-December 2012. Samples were selected with a total sampling technique.

From the 280 samples that have been observed, 184 patients (65,7%) were anemia. From the 184 people who had anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus, 100 patients (54,3%) were male and 84 patients (45.7%) were female. So, the prevalence of anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus that have been hospitalized in RSUP Haji Adam Malik Medan in 2012 were 184 patients (65,7%).

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit Non-Communicable Disease (penyakit tidak menular) yang paling sering terjadi di dunia. DM merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. Hal ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia (WHO, 2011). Keadaan hiperglikemia ini jika berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan kerusakan dan kegagalan berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2012).

Diabetes Mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Jumlah penderita DM ini meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari WHO (2006), diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan menyebabkan kematian sebanyak 3,2 juta jiwa. WHO memprediksi akan terjadi peningkatan menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030 (Animesh, 2006).

Sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia pada tahun 2000 adalah India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Pada tahun 2030 India, Cina, dan Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan prevalensi DM tertinggi. Sementara, Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, et al, 2004).

(18)

penyakit tidak menular yang secara global meningkat di dunia dan di Indonesia menduduki posisi sepuluh besar penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak, salah satunya adalah Diabetes Mellitus (Depkes, 2008).

Di kota Medan, sejak bulan September hingga Oktober 2009 DM merupakan penyakit dengan angka kejadian terbanyak (Dinkes dalam Palanimuthu, 2010). Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, diperoleh data pada tahun 2011 sampai 2012 terdapat 375 pasien rawat inap dengan diagnosis DM. Sedangkan untuk rawat jalan pada tahun 2013 terdapat 7023 kunjungan pasien DM.

Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Depkes, 2008).

Terdapat dua tipe utama Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 dan Diabetes Mellitus tipe 2. Peningkatan prevalensi DM tipe 2 jauh lebih cepat dibandingkan dengan DM tipe 1. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan angka obesitas dan penurunan aktivitas fisik yang sangat berpengaruh dalam proses terjadinya DM tipe 2 (Powers, 2005). Selain itu, pola hidup yang cenderung dimodernisasi dan teknologi yang berkembang pesat berperan dalam meningkatkan insidensi DM tipe 2 (Thejaswini, Dayananda, Chandrakala, et al., 2012).

(19)

lain retinopati yang berpotensi menyebabkan kehilangan penglihatan, nefropati yang mengarah ke gagal ginjal, neuropati perifer dengan resiko ulkus kaki dan amputasi, dan neuropati otonom yang menyebabkan gangguan gastrointestinal, genitourinari, gejala kardiovaskular dan disfungsi seksual (ADA, 2012).

Salah satu komplikasi DM tipe 2 adalah penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) yang mana insidensinya juga semakin tinggi di dunia (Qing, Xiao, Liu, et al., 2012). Pada pasien DM dengan komplikasi ini, anemia yang sering ditemukan merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal. Selain gagal ginjal kronik, anemia pada penderita DM terjadi oleh karena adanya peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan juga adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE-I). Terjadiya anemia pada penyakit ginjal kronik berhubungan dengan penurunan Glomerulus Filtrarion Rate (GFR) dan keadaan ini dianggap menjadi faktor risiko yang penting pada gangguan di sistem kardiovaskular (Bonakdaran, Gharebaghi, Vahedian, 2011).

Keadaan anemia sering ditemukan pada pasien DM. Anemia merupakan komplikasi umum dan lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rani, Raman, Rachepalli, et al. (2010), prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 adalah sebesar 12,3%. Untuk pasien DM yang berusia 40-49 tahun, prevalensi anemia lebih tinggi pada wanita (26,4%) dibandingkan dengan pria (10,3%). Hampir 1 dari 4 (23%) pasien dengan DM tipe 1 dan DM tipe 2 mengalami anemia. Pada penelitian lain di Hongkong oleh Chen, Li, Chan et al. (2011) ditemukan prevalensi anemia pada pasien DM tipe 2 sebesar 22,8 %. Anemia telah dikaitkan dengan terjadinya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular pada diabetes.

(20)

Berdasarkan penelusuran literatur, prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 masih berbeda-beda. Di RSUP Haji Adam Malik sendiri belum diketahui secara pasti berapa prevalensi anemia pada pasien DM tipe 2. Kemudian, anemia yang terjadi pada penderita diabetes masih sering diabaikan padahal anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita diabetes. Untuk itu, peneliti tertarik untuk meneliti prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 sehingga dapat diketahui seberapa besar prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

Bagaimanakah prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui berapa besar prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012.

2. Mengetahui distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin dan usia 3. Mengetahui distribusi frekuensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe

(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1.4.1. Bagi Masyarakat

a. Membantu masyarakat untuk mengetahui bahwa Diabetes Mellitus tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya anemia.

b. Memberi informasi tentang penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 dan anemia pada Diabetes Mellitus.

1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik

a. Mengetahui prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2.

b. Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. c. Bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya di RSUP Haji Adam Malik

Medan yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4.3. Bagi Peneliti

a. Menambah pengalaman dalam melaksanakan penelitian.

b. Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. c. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Mellitus (DM) 2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah

Diabetes Mellitus adalah sindrom klinis yang ditandai dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin yang absolut maupun relatif. Kurangnya hormon insulin dalam tubuh yang dikeluarkan dari sel B pankreas mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak menyebabkan gangguan signifikan. Kadar glukosa darah erat diatur oleh insulin sebagai regulator utama perantara metabolisme. Hati sebagai organ utama dalam transport glukosa yang menyimpan glukosa sebagai glikogen dan kemudian dirilis ke jaringan perifer ketika dibutuhkan (Animesh, 2006).

(ADA, 2012).

World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Purnamasari, 2009).

2.1.2. Epidemiologi Diabetes Mellitus

(23)

Sekitar 4,8 juta orang di dunia telah meninggal akibat DM. Setengah dari penderita DM ini tidak terdiagnosis.

Sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia pada tahun 2000 adalah India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Pada tahun 2030 India, Cina, dan Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan prevalensi DM tertinggi. Sementara, Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, et al, 2004).

Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Depkes, 2008).

2.1.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus

1.

Menurut American Diabetes Association (ADA,2013), klasifikasi diabetes meliputi empat kelas klinis :

Diabetes Mellitus tipe 1

2.

Hasil dari kehancuran sel β pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.

Diabetes Mellitus tipe 2

(24)

3. Diabetes tipe spesifik lain

4.

Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

Gestational Diabetes Mellitus

Pada beberapa pasien tidak dapat dengan jelas diklasifikasikan sebagai diabetes tipe 1 atau tipe 2. Presentasi klinis dan perkembangan penyakit bervariasi jauh dari kedua jenis diabetes. Kadang-kadang, pasien yang dinyatakan memilki diabetes tipe 2 dapat hadir dengan ketoasidosis. Demikian pula, pasien dengan tipe 1 diabetes mungkin memiliki onset terlambat dan memperlambat perkembangan penyakit walaupun memilki fitur penyakit autoimun. Kesulitan seperti itu pada diagnosis mungkin terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Diagnosis yang benar dapat menjadi lebih jelas dari waktu ke waktu.

Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan etiologi (ADA, 2012) :

1. Diabetes Mellitus tipe 1 (Kehancuran sel β, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut).

a. Melalui proses imunologik b. Idiopatik

2. Diabetes Mellitus tipe 2 (Resistensi insulin terutama dengan kekurangan insulin relatif yang didominasi gangguan sekresi insulin dengan resistensi insulin).

3. Tipe spesifik lainnya

a. Gangguan genetik fungsi sel β

1. Kromosom 12, HNF-1α (MODY3) 2. Kromosaom 7, glukokinase (MODY2) 3. Kromosom 20, HNF-4α (MODY1)

4. Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY4) 5. Kromosom 17, HNF-1β (MODY5)

(25)

7. DNA mitokondria 8. Lainnya

b. Gangguan genetik dalam kerja/aksi insulin 1. Insulin resisten tipe A

2. Leprechaunism

(26)

7. Agonist β-adrenergik

g. Bentuk jarang dari diabetes yang diperantarai imun 1. “Stiff-man” sindrom

2. Antibodi anti reseptor insulin 3. Lainnya

h. Sindroma genetik lainnya yang kadang dihubungkan dengan diabetes 1. Sindroma Down

2.1.4. Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Faktor risiko DM tipe 2 antara lain adalah (Powers, 2010):

(27)

• Obesitas (Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2 • Aktivitas fisik

)

• Ras/etnis

• Gangguan Toleransi Glukosa

• Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg

• Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg)

• Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L)

Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans • Riwayat kelainan darah

2.1.5. Patogenesis Diabetes Mellitus 1. Diabetes Mellitus Tipe 1

DM tipe 1 adalah hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang pada akhirnya mengarah pada kerusakan sel β pankreas dan defisiensi insulin. DM tipe 1 adalah hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang pada akhirnya mengarah terhadap kerusakan sel β pankreas dan insulin defisiensi. Massa sel β kemudian menurun dan sekresi insulin menjadi semakin terganggu, meskipun toleransi glukosa normal dipertahankan (Powers, 2010).

(28)

tergantung pada insulin untuk bertahan hidup dan beresiko untuk ketoasidosis. Pada tahap selanjutnya dari penyakit, ada sedikit atau tidak ada sekresi insulin sebagai manifestasi dari rendah atau tidak terdeteksi C-peptida di dalam plasma. DM tipe 1 umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun, bahkan dalam dekade 8 dan 9 kehidupan. Kehancuran autoimun sel β memiliki beberapa kecenderungan genetik dan juga terkait dengan faktor lingkungan yang masih buruk. Walaupun pasien jarang obesitas ketika mereka hadir dengan diabetes tipe ini, kehadiran obesitas tidak bertentangan dengan diagnosis. Pasien-pasien ini juga rentan terhadap gangguan autoimun lainnya seperti penyakit Graves, tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, vitiligo, celiac sprue, hepatitis autoimun, myasthenia gravis, dan anemia pernisiosa (ADA, 2012).

Beberapa bentuk DM tipe 1 tidak memiliki etiologi yang dikenal, disebut dengan idiopatik diabetes. Beberapa pasien dengan diabetes ini memiliki insulinopenia dan rentan terhadap ketoasidosis, tetapi tidak memiliki bukti autoimun (ADA, 2012).

2. Diabetes Mellitus Tipe 2

(29)

A. Gangguan metabolisme otot dan lemak

Resistensi insulin, penurunan kemampuan insulin untuk bertindak efektif pada jaringan target (terutama otot, hati, dan lemak), adalah fitur yang menonjol dari DM tipe 2 dan hasil dari kombinasi kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin adalah relatif, tingkat supernormal insulin yang beredar akan menormalkan glukosa plasma. Kurva insulin dosis-respon menunjukkan pergeseran ke kanan, menunjukkan sensitivitas berkurang, menunjukkan penurunan secara keseluruhan dalam penggunaan glukosa maksimum (30-60% lebih rendah dibandingkan orang normal). Resistensi insulin menyebabkan kegagalan penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin dan output glukosa hepatik meningkat, kedua efek ini berkontribusi untuk hiperglikemia. Peningkatan output glukosa hepatik terutama menyumbang peningkatan tingkat FPG, sedangkan hasil penggunaan glukosa perifer menurun menyebabkan postprandial hiperglikemia. Dalam otot rangka, ada yang lebih besar penurunan dalam penggunaan glukosa non-oxidatif (pembentukan glikogen) dibandingkan metabolisme glukosa oksidatif melalui glikolisis. Mekanisme molekuler yang tepat mengarah ke resistensi insulin pada DM tipe 2 belum dijelaskan. Tingkat insulin reseptor dan aktivitas tirosin kinase di otot berkurang, tetapi perubahan ini kemungkinan sekunder untuk hiperinsulinemia. Kemudian, gangguan postreseptor pada regulasi insulin fosforilasi/defosforilasi dapat menjadi peran dominan dalam resistensi insulin. Misalnya, gangguan PI-3-kinase dapat mengurangi translokasi GLUT 4 ke membran plasma. Ketidaknormalan lainnya termasuk akumulasi lipid dalam miosit skeletal, yang dapt merusak fosforilasi oksidatif mitokondria dan mengurangi stimulasi insulin mitokondria memproduksi ATP. Gangguan oksidasi lemak dan akumulasi lipid dalam miosit dapat menghasilkan oksigen reaktif seperti lipid peroksida (Powers, 2010).

(30)

adipokin juga memproduksi keadaan inflamasi dan mungkin menjelaskan mengapa tanda peradangan seperti IL-6 dan protein C-reaktif sering meningkat pada DM tipe 2 (Powers, 2010).

B. Gangguan Sekresi Insulin

Sekresi insulin dan sensitivitas insulin adalah saling terkait. Pada DM tipe 2, sekresi insulin meningkat pada awalnya mengkompensasi resistensi insulin untuk menjaga toleransi glukosa normal. Awalnya, sekresi insulin mengalami defek ringan dan selektif melibatkan stimulasi glukosa untuk sekresi insulin. Menanggapi sekretagogues non-glukosa lain, seperti arginin masih dipertahankan. Akhirnya defek sekresi insulin berkembang menjadi keadaan sekresi insulin sangat tidak memadai. Alasan untuk penurunan kapasitas sekresi insulin di DM tipe 2 tidak jelas. Asumsinya adalah defek genetik pada resistensi insulin menyebabkan kegagalan sel β. Terbentuk amiloid polipeptida pada pulau langerhans, sehingga berdampak negatif terhadap fungsi pulau langerhans. Tingginya kadar asam lemak bebas dan lemak makanan juga dapat memperburuk fungsi sel β (Powers, 2010).

C. Peningkatan Produksi Glukosa Hepar

(31)

Jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Dalam hal ini, insulin barperan melalui efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar (Manaf, 2009).

2.1.6. Biosintesis, Sekresi, dan Kerja Insulin A. Biosintesis Insulin

Insulin diproduksi di sel β pankreas da berfungsi dalam proses masuknya glukosa dari darah ke dalam sel. Hal ini awalnya disintesis sebagai rantai tunggal 86-prekursor asam amino polipeptida, preproinsulin. Kemudian pemrosesan proteolitik menghilangkan amino-terminal sinyal peptida, sehingga menimbulkan proinsulin.

Proinsulin adalah struktural yang berhubungan dengan faktor pertumbuhan seperti insulin I dan II, yang mengikat lemah dengan reseptor insulin. Pembelahan dari sebuah fragmen 31-residu internal dari proinsulin menghasilkan peptida C dan A (21 asam amino) dan B (30 asam amino) rantai insulin, yang dihubungkan oleh disulfida bonds. Molekul insulin yang matang dan peptida C disimpan bersama-sama dalam sel β. Karena peptida C dibersihkan lebih lambat dari insulin, itu adalah penanda yang berguna sekresi insulin dan memungkinkan diskriminasi endogen dan eksogen sumber insulin dalam evaluasi hipoglikemi (Powers, 2010).

B. Sekresi Insulin

(32)

protein dan pengolahan. Glukosa menstimulasi sekresi insulin dimulai dengan transportasi ke dalam sel β oleh GLUT 2 (Gambar 2.1). Glukosa difosforilasi oleh glikokinase adalah langkah untuk membatasi sekresi insulin. Metabolisme lebih lanjut glukosa 6-fosfat melalui glikolisis menghasilkan ATP, yang menghambat aktivitas dari kanal K+ . Kanal sensitif ATP terdiri dari dua protein yang terpisah. Penghambatan kanal K+

Pankreas manusia menyekresikan 40-50 unit insulin per hari yang mewakili sekitar 15-20% hormon yang disimpan di dalam kelenjar. Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel β pada pulau Langerhans. Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin antara lain peningkatan kadar glukosa darah, hormon, dan preparat farmakologik (Granner, 2003).

ini menginduksi depolarisasi membran sel β., yang membuka saluran kanal kalsium (menyebabkan masuknya kalsium) dan meransang sekresi insulin (Powers, 2010).

Gambar 2.1. Sekresi Insulin

C. Kerja Insulin

(33)

(Gambar 2.2). IRS dan protein lainnya menginisiasi kaskade kompleks fosforilasi dan reaksi defosforilasi, sehingga menghasilkan metabolisme luas dan efek mitogenik dari insulin. Sebagai contoh, aktivasi dari phosphatidylinositol-3-kinase (PI-3-kinase) meransang translokasi transporter glukosa (misalnya, GLUT 4) ke permukaan sel, suatu peristiwa yang sangat penting untuk ambilan glukosa oleh otot rangka dan lemak. Aktivasi jalur sinyal reseptor insulin lainnya menginduksi sintesis glikogen, sintesis protein, lipogenesis, dan pengaturan berbagai gen dalam sel respon insulin.

Homeostasis glukosa mencerminkan keseimbangan antara produksi glukosa di hati dan pengambilan glukosa perifer dan pemanfaatanya. Insulin adalah regulator yang paling penting dari keseimbangan metabolik ini, tetapi input saraf, sinyal metabolik, dan hormon lainnya (misalnya, glukagon) mengakibatkan integrasi kontrol dari pasokan glukosa dan pemanfaatannya. Dalam keadaan puasa, level insulin yang rendah meningkatkan produksi glukosa hepatik dengan mengaktifkan glukoneogenesis dan glikogenolisis dan mengurangi penyerapan glukosa dalam jaringan sensitif terhadap insulin (otot rangka dan lemak), sehingga menyebabkan mobilisasi prekursor disimpan seperti asam amino dan asam lemak bebas (lipolisis). Glukagon disekresikan oleh sel α pankreas ketika glukosa darah atau kadar insulin rendah, meransang glikogenolisis dan glukoneogenesis oleh hati dan medulla ginjal. Setelah makan, beban glukosa memunculkan kenaikan insulin dan glukagon rendah, menyebabkan kebalikan dari proses ini. Insulin, hormon anabolik, meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan lemak dan sintesis protein (Powers, 2010).

(34)

Gambar 2.2. Kerja Insulin

2.1.7. Gejala Klinis Diabetes Mellitus

Manifestasi utama penyakit DM adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat (1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel; (2) berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan; dan (3) peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati.

(35)

mengakibatkan penurunan berat badan yang hebat meskipun terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori yang normal atau meningkat (Granner, 2003).

2.1.8. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus

Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif untuk memastikan diagnosis definitif.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).

Tabel 2.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM

Plasma vena <110 110-199 ≥200 Darah kapiler <90 90-199 ≥200 Kadar Glukosa Darah

Puasa (mg/dL)

Plasma vena <110 110-125 ≥126 Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita (Purnamasari, 2009).

(36)

• Gejala diabetes disertai kadar glukosa darah ad random ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL), atau

• Kadar glukosa darah puasa ≥ 7,0 mmol/L (126 mg/dL), atau

• Kadar glukosa darah dua jam pascaprandial ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) selama tes toleransi glukosa oral (Powers, 2010)

2.1.9. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi diabetes terbagi 2 yaitu komplikasi akut dan kronik. 1. Komplikasi Akut

Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS) adalah komplikasi akut diabetes (Powers, 2010). Pada Ketoasidosis Diabetik (KAD), kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara berlebihan. Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Badan keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3-beta-hidroksibutirat (3HB). Pada Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS), hilangnya air lebih banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar (Soewondo, 2009).

2. Komplikasi Kronik

(37)

2.2 Anemia

2.2.1. Definisi Anemia

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai penyakit macam penyakit dasar (Bakta, 2009).

Definisi anemia, menurut kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) : a) Laki-laki dewasa

• kadar hemoglobin darah <130 g / L (<13 g / dL) b) Wanita dewasa

• kadar hemoglobin darah <120 g / L (<12 g / dL)

Menurunnya kadar hemoglobin biasanya disertai dengan penurunan jumlah eritrosit dan hematokrit tetapi kedua parameter ini mungkin normal pada beberapa pasien yang memiliki kadar hemoglobin subnormal (dan berdasarkan definisi menderita anemia). Perubahan volume plasma sirkulasi total dan massa hemoglobin sirkulasi total menentukan konsentrasi hemoglobin. Berkurangnya volume plasma (seperti pada dehidrasi) dapat menutupi kondisi anemia, atau bahkan menyebabkan (pseudo) polisitemia. Sebaliknya, peningkatan volume plasma (seperti pada splenomegali atau kehamilan) dapat menyebabkan terjadinya anemia bahkan dengan jumlah eritrosit sirkulasi total dan massa hemoglobin yang normal (Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005).

2.2.2. Derajat Anemia

Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO : 1. Ringan sekali Hb 10,00 g / dL -13,00 g / dL 2. Ringan Hb 8,00 g / dL -9,90 g / dL

(38)

2.2.3. Etiologi dan Klasifikasi Anemia

Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:

1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang 2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis) (Bakta, 2009).

Tabel 2.2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Etiologi Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

• Anemia defisiensi besi • Anemia defisiensi asam folat • Anemia defisiensi vitamin B12 2. Gangguan pengguanaan (utilisasi) besi

• Anemia akibat penyakit kronik • Anemia sideroblastik

3. Kerusakan Sumsum tulang • Anemia aplasti • Anemia mieloplastik

• Anemia pada keganasan hematologi • Anemia diseritropoietik

• Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik B. Anemia akibat hemoragi

(39)

1. Anemia hemoliti intracorpuskular

• Gangguan membran eritrosit (membranopati)

• Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD

• Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati): thalassemia, hemoglobinopati struktural (Hb S, Hb E, dll)

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular • Anemia hemolitik autoimun • Anemia hemolitik mikroangiopatik • Lain-lain

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

(Bakta, 2009)

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi 3 golongan:

1. Anemia hipokromik mikrositer ( MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg) • Anemia defisiensi besi

• Thalassemia major

• Anemia akibat penyakit kronik • Anemia sideroblastik

2. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 fl) • Anemia pasca perdarahan akut

• Anemia aplastik

(40)

3. Anemia makrositer (MCV > 95 fl)

• Bentuk megaloplastik (defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12)

• Bentuk non-megaloblastik (pada penyakit hati kronik, hipotiroidime, sindrom mielodisplastik) (Bakta, 2009).

2.2.4. Gambaran Klinis Anemia

Adaptasi utama terhadap anemia terjadi dalam sistem kardiovaskular (dengan peningkatan volume sekuncup dan takikardia) dan pada kurva disosiasi O2 hemoglobin. Pada beberapa penderita anemia yang cukup berat, mungkin tidak

terdapat gejala atau tanda, sedangkan pasien lain yang menderita anemia ringan mungkin mengalami kelemahan berat. Ada atau tidaknya gambaran klinis dapat dipertimbangkan menurut empat kriteria utama :

1. Kecepatan awitan

Anemia yang memburuk dengan cepat menimbulkan lebih banyak gejala dibandingkan anemia awitan lambat, karena lebih sedikit waktu untuk adaptasi dalam sistem kardiovaskular dan kurva disosiasi O2

2. Keparahan

hemoglobin.

Anemia ringan sering kali tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi gejala biasanya muncul jika hemoglobin kurang dari 9-10 g/dL. Bahkan anemia berat (hemoglobin serendah 6,0 g/dL) dapat menimbulkan gejala yang sangat sedikit jika awitansangat lambat pada subyek muda yang sehat.

3. Usia

Orang tua menoleransi anemia dengan kurang baik dibandingkan orang muda karena adanya efek kekurangan oksigen pada organ jika terjadi gangguan kompensasi kardiovaskular normal (peningkatan curah jantung akibat peningkatan volume sekuncup dan takikardia).

4. Kurva disosiasi hemoglobin O

Anemia umumnya disertai peningkatan 2,3-DPG dalam eritrosit dan pergeseran kurva disosiasi O

2

(41)

jarinagn. Adaptasi ini sangat jelas pada beberapa macam anemia yang mengenai metabolisme eritrosit secara langsung, misalnya pada anemia akibat defisiensi piruvat kinase (yang menyebabkan peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam eritrosit), atau yang disertai dengan hemoglobin berafinitas rendah, misal HbS (Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005).

2.2.5. Gejala dan Tanda Anemia

Jika pasien memang bergejala, biasanya gejalanya adalah nafas pendek, khususnya pada saat berolahraga, kelemahan, letargi, palpitasi, dan sakit kepala. Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan gejal gagal jantung, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau kebingungan (konfusi). Gangguan penglihatan akibat perdarahan retina dapat mempersulit anemia yang sangat berat khususnya yang awitannya cepat.

Tanda-tanda dapat dibedakan menjadi tanda umum dan khusus. Tanda umum meliputi kepucatan membran mukosa yang timbul bila kadar hemoglobin kurang dari 9-10 g/dL. Sebaliknya, warna kulit bukan tanda yang dapat diandalkan. Sirkulasi yang hiperdinamik dapat menunjukkan takikardia, nadi kuat, kardiomegali, dan bising jantung aliran sistolik khususnya pada apeks. Gambaran gagal jantung kongestif mungkin ditemukan, khususnya pada orang tua. Perdarahan retina jarang ditemukan. Tanda yang spesifik dikaitkan dengan jenis anemia tertentu, misalnya koilonikia dengan defisiensi besi, ikterus dengan anemia hemolitik atau megaloblastik, ulkus tungkai dengan anemia sel sabit dan anemia hemolitik lain, deformitas tulang dengan talasemia mayor dan anemia hemolitik kongenital lain yang berat.

Gejala-gejala anemia yang disertai infeksi berlebihan atau memar spontan menunjukkan adanya kemungkinan netropenia atau trombositopenia akibat kegagalan sumsum tulang (Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005).

2.3. Anemia pada Diabetes Mellitus

(42)

dibandingkan orang tanpa diabetes. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rani, Raman, Rachepalli, et al. (2010), prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 adalah sebesar 12,3%. Untuk pasien DM yang berusia 40-49 tahun, prevalensi anemia lebih tinggi pada wanita (26,4%) dibandingkan dengan pria (10,3%). Hampir 1 dari 4 (23%) pasien dengan DM tipe 1 dan DM tipe 2 mengalami anemia.

Anemia pada diabetes merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal, peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan juga adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE-I). Terjadiya anemia pada penyakit ginjal kronik berhubungan dengan penurunan Glomerulus Filtrarion Rate (GFR) dan keadaan ini dianggap menjadi faktor risiko yang penting pada gangguan di sistem kardiovaskular (Bonakdaran, Gharebaghi, Vahedian, 2011).

(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERSAIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Sastroasmoro (2011) kerangka konsep adalah diagram yang menunjuk hubungan antar-variabel dalam penelitian.

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat

(44)

oleh dokter (periode Januari-Desember 2012)

Variabel Dependen

Anemia Anemia yang

diderita oleh pasien DM tipe 2 yang

rawat inap berdasarkan rekam

medis dan ditegakkan melalui

hasil pemeriksaan laboratorium dengan

melihat kadar hemoglobin (periode

Januari-Desember 2012)

Observasi onal

Rekam Medis

Anemia / tidak anemia

(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 ysng rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, dimana pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali pada suatu saat.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2013 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan menjadi rumah sakit rujukan utama di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 (periode Januari-Desember 2012).

4.3.2. Sampel

(46)

4.3. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui data sekunder yaitu rekam medik pasien penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Kemudian dilihat kadar hemoglobin penderita untuk menentukan anemia atau tidak, data-data lain juga diperlukan seperti jenis kelamin dan usia.

4.4. Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan editing, coding, entry, dan cleaning kemudian dimasukkan ke dalam program komputer Statistic Package for Social Sciance (SPSS) untuk dianalisis lebih lanjut. Jenis analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi. Hasil analisis data kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. RSUP Haji Adam Malik Medan menjadi sentra rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

RSUP Haji Adam Malik Medan terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Medan, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Sampel dalam penelitian ini adalah 280 sampel, yang berupa rekam medis dari pasien DM Tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012. Pada penelitian ini, karakteristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan umur.

5.1.2.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Data distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 Laki-laki 144 51,4

2 Perempuan 136 48,6

(48)

Berdasarkan tabel 5.1. dapat diketahui bahwa pasien DM tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 144 orang (51,4%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 136 orang (48,%). Dari hasil tabel tersebut dapat dilihat bahwa sampel berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan.

5.1.2.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur

Data distribusi sampel berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 31 – 40 9 3,2

2 41 – 50 71 25,4

3 51 – 60 109 38,9

4 61 – 70 70 25

5 71 – 80 17 6,1

6 >80 4 1,4

Total 280 100

Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi sampel pasien DM Tipe 2 terjadi pada kelompok umur 51 – 60 tahun yaitu sejumlah 109 orang (38,9%), sedangkan sampel pada kelompok umur >80 tahun berjumlah paling sedikit yakni 4 orang (1,4%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

5.1.3.2. Prevalensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2

(49)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Prevalensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2

No Anemia/Tidak Anemia Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 Anemia 184 65,7

2 Tidak Anemia 96 34,3

Total 280 100

Berdasarkan tabel 5.3. di atas dapat dilihat bahwa dari 280 penderita DM Tipe 2 terdapat 184 orang (65,7%) mengalami anemia.

5.1.3.2. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Data distribusi frekuensi anemia pada penderita DM Tipe 2 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 Laki-laki 100 54,3

2 Perempuan 84 45,7

Total 184 100

(50)

5.1.3.3. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Umur

Data distribusi frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 31 – 40 3 1,6

2 41 – 50 48 26,1

3 51 – 60 76 41,3

4 61 – 70 46 25

5 71 – 80 10 5,4

6 >80 1 10,5

Total 184 100

Berdasarkan tabel 5.5. diatas dapat diketahui bahwa frekuensi tertinggi anemia pada penderita DM Tipe 2 berada pada kelompok umur 51 – 60 tahun berjumlah 76 orang (41,3%), sedangkan pada kelompok umur >80 tahun merupakan frekuensi paling sedikit yakni 1 orang (0,5%).

5.2. Pembahasan

Dari 280 sampel penderita Dibetes Mellitus Tipe 2, tampak gambaran karakteristik sampel-sampel berdasarkan data Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan.

(51)

(48,6%). Terdapat selisih 8 orang lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Jika dilihat dari umur, frekuensi tertinggi penderita DM tipe 2 berada pada kelompok umur 51 – 60 tahun 109 orang (38,9%), sedangkan pada kelompok umur >80 tahun merupakan frekuensi paling sedikit 4 orang (1,4%).

Penelitian ini mencoba melihat seberapa besar prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2. Berdasarkan teori, anemia yang terjadi pada diabetes merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal, peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan juga adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I). Dalam penelitian ini dari 280 sampel penderita DM tipe 2 didapati yang mengalami anemia sejumlah 184 orang (65,7%). Dengan kata lain, lebih dari setengah penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 mengalami anemia. Sementara didalam penelitian lain yang dilakukan oleh Chen, Li, Chan et al pada tahun 2011 di Hongkong, ditemukan prevalensi anemia pada pasien DM tipe 2 sebesar 22,8%. Kemudin juga ada penelitian lain yang dilakukan oleh Bonakdaran, Gharebeghi, Vahedian et al pada tahun 2011 di Iran, ditemukan prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 sebesar 19,6%.

Berdasarkan jenis kelamin, penderita anemia pada DM tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 100 orang (54,3%) sedangkan pada perempuan berjumlah 84 orang (45,7 %). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak yang anemia dibandingkan perempuan. Sementara didalam penelitian yang dilakukan oleh Rani, Raman Rachepalli et al pada tahun 2010 di India didapati untuk pasien DM yang berusia 40 - 49 tahun, prevalensi anemia lebih tinggi pada perempuan (26,4%) dibandingkan dengan laki-laki (10,3%).

(52)
(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012 adalah sebanyak 280 orang.

2. Dari 280 sampel penelitian, diperoleh prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 sebanyak 184 orang (65,7%).

3. Dari 184 orang yang menderita anemia pada penderita DM tipe 2, terdapat 100 orang (54,3%) yang berjenis kelamin laki-laki dan 84 orang (45,7%) berjenis kelamin perempuan.

4. Dari 184 orang yang menderita anemia pada penderita DM tipe 2, terdapat 3 orang (1,6%) pada kelompok umur 31 – 40 tahun, 48 orang (26,1%) pada kelompok umur 41 – 50 tahun, 76 orang (41,3%) pada kelompok umur 51 – 60 tahun, 46 orang (25%) pada kelompok 61 – 70 tahun, 10 orang (5,4%) pada kelompok umur 71 – 80 dan 1 orang (0,5%) pada kelompok umur >80 tahun.

6.2 Saran

1. Bagi Peneliti

Perlu adanya penelitian lebih dalam lagi tentang penyebab dan jenis anemia pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 untuk menambah wawasan tentang anemia yang terjadi pada penderita DM tipe 2.

2. Bagi Masyarakat

(54)

3. Bagi Tenaga Kesehatan

(55)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association., 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care volume 35 Supplement 1 : 64-71.

American Diabetes Association., 2013. Standards of Medical Care in Diabetes 2013. Diabetes Care Volume 36 Supplement 1 : 11-66.

Bakta, I M. 2009. Pendekatan terhadap Pasien Anemia. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1109-1115.

Biswas, Animesh. 2006. Prevention of Type 2 Diabetes – Life style modification with diet and physical activity Vs activity alone, Karolinka Institute.

Available From

[Accessed 2006 ]

Bonakdaran, S., Gharebaghi, M., Vahedian, M., 2011. Prevalence of anemia in type 2 diabetes and role of renal involvement. Saudi Journal of Kidney Disease and Transplantation Volume 22 : Issue 2 : 286-290.

Chen, C.X., Li, F.C., Chan, X.L., Chan, K.H., 2011. Anemia and Type 2 Diabetes: implication from retrospectively studied primary care case series. Hongkong Medical Journal.

(56)

Granner, Daryl K., 2003. Hormon Pankreas dan Traktus Gastrointestina. In: Murray, R.K., Daryl K. Granner, Peter A. Meyes, Victor W. Rodwell. Biokimia Harper Ed 25. Jakarta: EGC. 581-597.

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Eritropoiesis dan aspek umum anemia. Kapita Selekta Hematologi Ed 4. 11-25.

Manaf, Asman. 2009. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1896-1899.

Mehdi, U., Toto, Robert D., 2009. Anemia, Diabetes and Chronic Kidney Disease. Diabetes Care Volume 32 : 1320-1326.

Palanimuthu, B., 2010. Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus serta Komplikasinya di Poli-Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyalit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010. Available From :

2011]

Powers, A.C., 2005. Diabetes Mellitus. In: Kasper, Dennis L., Anthony S. Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, and J. Larry Jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine Ed 16. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 2152-2179.

Powers, A.C., 2010. Diabetes Mellitus. In: Jameson J.L. Harrison Endocrinology Ed 2. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 267-313.

(57)

Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1880-1883.

Qing, L.L., Xiao, L.O., Liu, B.G., Yong, Z. M., Ronald, M., Jennifer, N., Alice, K., et al., 2012. Chronic Kidney Disease and Associated Cardiovascular Risk Factors in Chinese with Type 2 Diabetes. Diabetes Metabolic Journal Volume 36 : 433-442.

Rani, P.K., Raman, R., Rachepalli, S.R., Pal, S.S., Kulothungan, V., Lakshmipathy, P., Satagopan, U., et al., 2010. Anemia and Diabetic Retinopathy in Type 2 Diabetes Mellitus. JAPI Volume 58. 91-94.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Ed 2. Jakarta: Sagung Seto.

Soewondo, Pradana. 2009. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1906-1911.

Thejaswini, K.O., Dayananda, G., Chandrakala, S.P., 2012. Association of Family History of Type 2 Diabetes Mellitus with Insulin Resistance. International Journal of Basic Medical Science Volume 3 : Issue 5 : 155-159.

(58)

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H., 2004. Global Prevalence of Diabetes : Estimates for The Year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care Volume 27 : 1043-1053.

World Health Organization. 2011. Diabetes. Available From:

(59)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Restu

Tempat/Tanggal Lahir : Batusangkar/ 29 Oktober 1991

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Jamin Ginting Gg. Sederhana No. 4A, Medan Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 22 Kampung Baru, Batusangkar

2. SMP Negeri 1 Batusangkar 3. SMA Negeri 1 Batusangkar

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Program Studi Pendidikan Dokter

Riwayat Organisasi : 1. Sekretaris Departemen Pengabdian Masyarakat PEMA FK USU 2011-2012

2. Anggota Divisi HBI-PM PHBI FK USU 2011-2012

3. Sekretaris Departemen Humas KAM Rabbani FK USU 2011-2012

(60)

5. Sekretaris Divisi HBI-PM PHBI FK USU 2012-2013

(61)
(62)
(63)

DATA INDUK

No Nama Jenis Umur Hemoglobin Anemia/

Kelamin (gr/dL) Tidak Anemia

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)

OUTPUT SPSS

Statistics

Jenis Kelamin

Pasien

Umur

responden Anemia

N Valid 280 280 280

Missing 0 0 0

Jenis Kelamin Pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 144 51,4 51,4 51,4

Perempuan 136 48,6 48,6 100,0

Total 280 100,0 100,0

Umur responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid >80 4 1,4 1,4 1,4

31-40 9 3,2 3,2 4,6

41-50 71 25,4 25,4 30,0

51-60 109 38,9 38,9 68,9

61-70 70 25,0 25,0 93,9

71-80 17 6,1 6,1 100,0

(71)

Anemia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Anemia 184 65,7 65,7 65,7

Tidak Anemia 96 34,3 34,3 100,0

Total 280 100,0 100,0

Statistics

Jenis Kelamin

pasien anemia

pada DM tipe 2

Umur Pasien

anemia

N Valid 184 184

Missing 0 0

Jenis Kelamin pasien anemia pada DM tipe 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 100 54,3 54,3 54,3

Perempuan 84 45,7 45,7 100,0

(72)

Umur Pasien anemia pada DM tipe2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid >80 1 ,5 ,5 ,5

31-40 3 1,6 1,6 2,2

41-50 48 26,1 26,1 28,3

51-60 76 41,3 41,3 69,6

61-70 46 25,0 25,0 94,6

71-80 10 5,4 5,4 100,0

Gambar

Gambar 2.1. Sekresi Insulin
Gambar 2.2. Kerja Insulin
Tabel 2.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan
Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi penderita kanker payudara rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2013 berdasarkan lokasi kanker yang tertinggi adalah pada

Analisis Cost Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Berdasarkan Paket INA-CBGs pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe I Rawat.. Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sindrom depresif terbanyak pada penderita DM tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan adalah sindrom depresif ringan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sindrom depresif terbanyak pada penderita DM tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan adalah sindrom depresif ringan

RSUP Haji Adam Malik Medan yang memiliki riwayat

Desember 2013 dengan pengambilan data dari rekam medis penderita kanker serviks yang di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012.. Pengambilan data menggunakan metode

yang terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi dan komplikasi diabetes retinopati di instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik selama januari

berjudul tingkat pengetahuan penderita DM tentang komplikasi DM di RSUP H. Adam Malik, Medan, sebagai usaha untuk mengurangi terjadinya kematian. penderita DM akibat komplikasi