• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi Rsup. H. Adam Malik Dan Rsud. Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi Rsup. H. Adam Malik Dan Rsud. Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KASUS FISTULA UROGENITAL DI DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUP. H. ADAM MALIK DAN RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

OLEH :

MHD. ASWIN PRANATA

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H.ADAM MALIK – RSUD Dr. PIRNGADI

(2)

ABSTRAK

Tujuan : penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah dan persentase kasus serta gambaran penyebab dan penanganan fistula urogenital.

Rancangan penelitian : penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif retrospektif dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi dalam rangka mengetahui jumlah dan persentase fistula urogenital, penyebab fistula dari data rekam medik yang memenuhi kriteria penerimaan di departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan, mulai periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2006. Sampel penelitian adalah jumlah total populasi fistula urogenital yang tercatat dalam rekam medik rumah sakit.

Hasil : didapatkan sebanyak 29 kasus fistula urogenital di departemen Obsteri dan Ginekologi. Sebaran penderita fistula urogenital menurut umur, dijumpai umur terbanyak adalah antara 20 – 30 tahun dan pada umur > 35 tahun. Sebaran tingkat pendidikan yang menderita fistula urogenital terbanyak memiliki pendidikan sekolah menengah atas 14 wanita (48,3 %). Status perkawinan fistula urogenital terbanyak dijumpai adalah sudah menikah (82,8 %). Jumlah paritas penderita fistula urogenital terbanyak adalah primiparitas yaitu 11 wanita (37,9 %). Berdasarkan etiologi terbanyak adalah akibat faktor obstetrik (72,4 %), akibat persalinan yang lama. Distribusi jenis fistula berdasarkan diagnosis terbanyak adalah fistula vesikovaginal pada 18 wanita (62,1 %). Riwayat penolong persalinan terbanyak adalah oleh dokter ahli obstetri sebanyak 9 wanita (42,9 %). Berdasarkan diameter fistula terbanyak dijumpai 2 cm sebanyak 14 wanita (48,3 %). Umumnya dilakukan tindakan pembedahan fistulaplastik, yaitu pada 17 wanita (58,7 %) dan terbanyak dilakukan pendekatan transvaginal. Terdapat keberhasilan pembedahan sebanyak 15 kasus (88,2 %).

Kesimpulan : dari penelitian ini diperoleh karakteristik penderita fistula urogenital di RSUPHAM dan RSUDPM, bahwa wanita penderita fistula urogenital terbanyak adalah fistula obstetri, yang termasuk pada klasifikasi fistula vesikovaginal pada usia 20 – 30 tahun. Umumnya penderita ditangani dengan melakukan pendekatan pembedahan melalui transvaginal, dengan tingkat keberhasilan mencapai 88,2 %.

Kata kunci : fistula urogenital, fistula obstetri, karakteristik, vesikovaginal

(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perhatian terhadap kesehatan organ reproduksi wanita merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup wanita dimana saja dalam menjalani kehidupan yang sehat dan produktif. Banyak hal yang dapat mengganggu perjalanan kehidupan seorang wanita sehingga dapat menurunkan produktifitasnya dan mengganggu perjalanan hidup keseharian wanita yaitu antara lain katidakmampuan menahan pengeluaran air kemih dalam proses berkemih secara normal.

Fistula urogenital adalah salah satu penyebab penurunan kualitas hidup wanita sebagaimana dimaksud diatas. Ketidakmampuan wanita tersebut dalam proses berkemih secara normal tentu akan sangat mengganggu kehidupan wanita itu sendiri sepanjang hidupnya jika tidak mendapat perhatian yang serius.

Gambar 1. Negara asal kasus fistula vesiko vaginal (WHO1991)

(4)

berkembang atau miskin menunjukkan kejadian fistula yang berkaitan dengan kasus obstetrik. Mabeya2, dari data dua rumah sakit di Kenya mulai dari Januari 1999 sampai dengan Desember 2003, menyebutkan tingginya insidensi fistula adalah dampak tindakan obstetri. Prevalensi fistula adalah 1 dari 1000 wanita, 65 % telah mengalami fistula sejak usia 20 tahun atau kurang, 55 % adalah primigravida, 59 % tidak pernah menjalani pendidikan formal, 68 % adalah akibat kehamilan dengan kematian janin dan 73 % adalah akibat persalinan lama. Disimpulkan bahwa persalinan lama, usia, robekan organ genitalia, pendidikan rendah, paritas, kurangnya mobilisasi transportasi, dan perkawinan usia muda adalah menjadi karakteristik kasus fistula.

Di rumah sakit rujukan di kota Medan belum ada dijumpai gambaran yang khusus untuk menjelaskan angka kejadian penderita yang mengalami fistula urogenital, khususnya pada 7 tahun terakhir. Sedangkan dari perkiraan yang dilakukan oleh peneliti dari luar negeri terhadap gambaran jumlah kasus fistula di Asia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan dijumpai kasus fistula terbanyak. Pada kampanye pencegahan dan penanganan fistula yang dilakukan oleh UNFPA (2003) menyebutkan bahwa dari 2 juta wanita penduduk Asia, Afrika dan Arab, terdapat 50.000 hingga 100.000 kasus baru fistula setiap tahunnya.3

1.2. Tujuan penelitian

1. Mengetahui jumlah dan persentase kasus fistula urogenital yang datang ke departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode Januari 2000 – Desember 2006.

2. Mengetahui gambaran faktor resiko dan penyebab fistula urogenital dari penderita fistula urogenital yang datang ke kedua rumah sakit tersebut.

(5)

1.3. MANFAAT PENELITIAN

(6)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Defenisi

Bukti terakhir yang pernah ditemukan adalah pada tahun 1923, saat Derry melakukan pemeriksaan pada tubuh mumi yang berasal dari tahun 2050 SM. Dari sayatan yang dilakukannya tampak fistula vesikovaginal yang besar dengan tanda-tanda kesempitan panggul. Istilah fistula tidak pernah dikenal sampai tahun 1597 yaitu oleh Luiz de Mercado, sebelumnya dikenal adalah istilah ruptura.4

Prinsip dasar pembedahan untuk memperbaiki fistula vesiko vaginal pertama kali dijelaskan oleh Hendrik Von Roonhuyse (1663)5, yang menekankan penggunaan spekulum dan posisi litotomi untuk prosedur pemindahan agar didapat tampilan fistula yang adekuat saat dilakukan tindakan. Hingga pada abad 19 keberhasilan tindakan perbaikan terhadap fistula kemudian banyak mendapat keberhasilan.

Fistula urogenital diartikan sebagai suatu hubungan abnormal antara dua atau bahkan lebih organ internal urogenital atau terbentuknya hubungan antara saluran kemih (uretra, kandung kemih, ureter) dan saluran genitalia (vagina, uterus, perineum).6,7

Namun penderitaan sebenarnya tidak selalu dapat dilihat secara jelas, sebab kebanyakan wanita yang menderita fistula enggan mencari penolong untuk mengatasi permasalahannya. Akibatnya angka yang menunjukkan jumlah penderita sebenarnya tidak diketahui secara pasti.

2.2. Epidemiologi fistula urogenital

(7)

Laporan lainnya menjelaskan perkiraan terdapat 2 juta wanita menderita fistula urogenital di seluruh dunia. Namun demikian angka tersebut masih lebih kecil dari yang sebenarnya.7,8

Besarnya permasalahan fistula diseluruh dunia belum diketahui secara jelas, namun diyakini sangat memprihatinkan. Sebagaimana salah satu penelitian yang dilakukan di Nigeria saja, dari tahun ke tahun, Harrison (1985) melaporkan fistula vesikovaginal mencapai jumlah frekuensi 350 kasus dari 100.000 wanita bersalin di rumah sakit pendidikan. Hajiya (2001) memperkirakan jumlah fistula yang tidak ditangani adalah antara 800.000 – 1.000.000 kasus. Fistula vesikovaginal sebagai hasil trauma obstetrik telah diketahui sejak lama, yaitu saat Marion Sims pada pertengahan 1800, keberhasilan pembedahan fistula dikerjakan. Namun pada negara berkembang hingga saat ini belum menunjukkan penurunan jumlah kasus yang berarti.9

Wall Lewis (2006)10, total jumlah kasus 932 dengan fistula, kebanyakan adalah berkaitan dengan keterlambatan persalinan (899; 96,5 %). 33 kasus sisanya adalah disebabkan faktor lain, 4 kasus trauma dan 8 kasus keganasan. 764 kasus obstetri dijumpai fistula vesikovaginal saja, 99 kasus (11%) dijumpai campuran fistula vesikovaginal dan rektovaginal dan 36 kasus (4%) fistula rektovaginal.

Wanita dengan fistula sering dijumpai menikah pada usia muda. Menurut data yang terkumpul, nilai median umur penderita fistula adalah 27 tahun. Usia rata-rata menikah 15,5 tahun, namun demikian 352 wanita yang telah menikah tersebut belum mengalami menars.

Wanita yang mengalami fistula cenderung adalah pendidikan rendah dan diantaranya 700 penderita tidak pernah mengikuti pendidikan formal. Hanya 126 penderita pernah mengikuti pendidikan dasar. 13 wanita hanya sampai pendidikan lanjut pertama, dan tidak ada yang pernah mengikuti pendidikan tahap selanjutnya.

(8)

paritas (183 kasus). Terdapat angka kematian janin lahir mati sebesar 91,7 % (824 kasus), 75 kelahiran hidup. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa 647 diantara wanita tersebut tidak pernah memeriksakan kehamilannya secara rutin (antenatal care ).

Sedangkan 211 wanita (23,5 %) melahirkan dirumah. Terdapat 688 wanita lainnya melahirkan dibeberapa fasilitas kesehatan. Keterlambatan menuju fasilitas rujukan kesehatan yang memadai mengakibatkan seringnya persalinan macet. Hanya 190 wanita yang mengalami fistula bersalin dalam waktu < 24 jam. Kebanyakan penderita mengalami persalinan yang lebih lama, yaitu 272 wanita (30,2 %) melahirkan > 24 jam, 244 wanita melahirkan setelah 27 jam.

Tabel 1. Distribusi Pembedahan Fistula

Peneliti Tahun Negara Jumlah penderita

Aziz 1965 India 100

Bird 1967 Kenya 70

Lawson 1989 (1960s) Nigeria 369

Bhasker Rao 1972 India 269

Ashworth 1973 Ghana 152

Abbo and Mukhtar 1975 Sudan 70

Gunarat and Mati 1982 Kenya 254

Kelly 1983 Ethiopia 248

Ahmad 1988 Pakistan 325

Martey 1989 Ghana 100

Ward 1989 Nigeria 1789

Ojengbede 1989 Nigeria 150

Waaldijk 1989 Nigeria 500

Elkins 1993 Ghana, Nigeria 82

(9)

2.3. Etiologi fistula urogenital

Sejumlah faktor berperan dalam kejadian fistula pada wanita. Umumnya dijumpai di daerah yang memiliki budaya perkawinan pada usia muda dan kehamilan pada usia muda. Malnutrisi kronis merupakan faktor terjadinya fistula jangka panjang, keadaan persalinan yang abnormal seperti disproporsi kepala panggul dan malpresentasi janin, yang tidak ditangani oleh tenaga kesehatan yang terampil selama persalinan, sehingga mengakibatkan persalinan macet. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan letak daerah yang sulit untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan yang lebih memadai.

Bentuk penyebab fistula dapat berupa obstetrik atau ginekologi. Fistula yang paling umum terjadi adalah akibat trauma obstetrik, selanjutnya akibat trauma pembedahan, radiasi, penyakit radang saluran usus, penyakit infeksi, dan neoplasma.

Penyebab fistula berhubungan dengan komplikasi, yaitu :

1. Komplikasi obstetri

Nekrosis jaringan dinding depan vagina dan kandung kemih, dan dapat menimbulkan fistula, tindakan ekstraksi cunam dan tindakan obstetri lainnya berupa vakum, kuretase dan sectio cesarea (SC) yang kurang hati-hati dan lege artis dapat mengakibatkan trauma dan fistula kandung kemih.

2. Komplikasi ginekologi

Merupakan faktor yang paling sering dewasa ini. Komplikasi histerektomi abdominal dan histerektomi vaginal paling sering menjadi penyebabnya, juga komplikasi radioterapi. Terjadinya fistula pada histerektomi dapat juga diakibatkan oleh :

a. Kurang pengalaman, kurang hati-hati operator dalam membebaskan kandung kemih dari portio vagina.

(10)

c. Kegagalan mengenal atau tidak melakukan pengujian terhadap adanya kemungkinan cedera kandung kemih waktu tindakan operasi.

d. Terputarnya kandung kemih karena mioma yang besar atau oleh endometriosis.

3. Radiasi pelvis

4. Penyakit kanker, infeksi dan batu saluran kemih

5. Instrumentasi: kateterisasi, trauma endoskopik, dilatasi

Penyebab lain adalah didapat dari budaya tertentu yang mengharuskan bayi wanita untuk dilakukan insisi pada bagian depan vagina atau insisi Gishiri untuk mempermudah persalinan kelak dan budaya yang cenderung untuk meningkatkan daya tarik dengan pembedahan dinding vagina agar tetap ketat seperti nullipara. Pembedahan khusus lainnya seperti prosedur suburetral sling, pembedahan untuk koreksi uretral divertikulum, pembedahan pada keganasan pelvis.

2.4. Patofisiologi

Trauma pada kandung kemih saat melakukan tindakan histerektomi yang sulit atau persalinan operatif sectio cesarea (SC) dapat menimbulkan fistula vesikovaginal. Kebanyakan terbentuknya fistula vesikovaginal adalah saat melakukan diseksi tumpul yang luas pada daerah kandung kemih saat memisahkan lapisan kandung kemih. Hal ini menyebabkan devaskularisasi atau robekan yang tidak teridentifikasi pada dinding posterior kandung kemih. Hal lain dalam tindakan pembedahan yang menyebabkan terjadinya fistula adalah jahitan pada puncak vagina yang secara kebetulan melibatkan kandung kemih, keadaan ini menjadikan jaringan sekitarnya iskemia, nekrosis dan selanjutnya menjadi fistula.11

(11)

Hampir 10 – 15 % fistula tidak dijumpai pada 10 – 30 hari setelah tindakan pembedahan atau persalinan. Bahkan ada fistula yang tidak manifes dalam hitungan bulan. Fistula yang timbul sebagai komplikasi radiasi tidak tampak dalam kurun waktu tahun setelah radiasi. Manifestasi lambat tersebut disebabkan oleh perubahan lanjutan oleh efek radiasi. Timbul fibrosis pada jaringan subepitelial, hialinisasi jaringan ikat akan tampak dengan pemeriksaan histologi. Terjadi perubahan vaskularisasi berupa obliterasi pembuluh darah arteri. Perubahan pada pembuluh darah tersebut akan menghasilkan atropi atau nekrosis pada epitel kandung kemih, kemudian terjadi ulserasi atau terbentuk fissura.12

Gambar 2. Penekanan bagian keras janin terhadap panggul 2.5. Klasifikasi fistula

Belum dijumpai kesepakatan yang menjadi standar untuk menentukan satu pembagian ataupun tingkat keparahan fistula urogenital. Berbeda penulis nampaknya menentukan klasifikasi yang berbeda pula. Hamlins menentukan klasifikasi berdasarkan penilaian subjektif dari hasil penilaian kerusakan yang dijumpai. Arrowsmith menyarankan pemakaian sistem skoring untuk dapat memprediksi luaran penderita fistula.9

(12)

1. Uretro-vaginal, yaitu kerusakan terjadi melibatkan uretra

2. Fistula yang melibatkan leher kandung kemih atau pangkal uretra 3. Fistula yang melibatkan dasar kandung kemih

4. Fistula utero-vesikal, dengan bagian terbuka pada uterus dan kanalis serviks

Klasifikasi umum dari fistula urogenital dapat dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu :

1. Vesikouterina 2. Urethrovaginal 3. Vesikovaginal 4. Ureterovaginal

Namun pada umumnya, terdapat dua faktor yang sangat penting yang harus dilibatkan dalam setiap pembagian suatu fistula urogenital dengan maksud untuk mendapatkan prediksi nilai luaran yang lebih akurat. Faktor tersebut adalah :

1. Besarnya kerusakan, yang diukur berdasarkan besarnya fistula, jaringan parut yang ada pada vagina dan kandung kemih.

2. Keterlibatan dengan mekanisme aliran urin, yang berarti penentuan lokasi pada uretra dan leher kandung kemih. Untuk menilai kerusakan objektif yang terjadi pada bagian leher kandung kemih sangat sulit dilakukan, namun demikian pengukuran panjang urethra yang sehat dapat menghasilkan suatu penilaian yang cukup terpercaya.13

Fistula vesikovaginal dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi anatomi fistula tersebut. Klasifikasi tersebut adalah13 :

1. Juxtauretral, melibatkan lehir kandung kemih dan proksimal uretra dengan kerusakan mekanisme spingter dan terkadang disertai hilangnya uretra.

(13)

3. Juxtaservikal, terbuka sampai forniks anterior dengan kemungkinan melibatkan ureter bagian distal

4. Vesikoservikal atau vesikouterina

5. Masife, kombinasi 1 sampai 3 dengan bekas parut dan melibatkan tulang simfisis, sering melibatkan ureter pada pinggir fistula dan prolapsus kandung kemih melalui lubang fistula yang besar.

6. Compound, melibatkan rekto vaginal atau ureterovaginal

Gambar 3. A. Fistula vesikosevikal, B. Juxtaservikalis, C. midvaginal vesikovaginal, D. Suburethral vesikovaginal, E. Fistula urethrovaginal

Secara sedarhana dapat diklasifikasikan kedalam 2 jenis fistula, yaitu4 :

1. Fistula simple, panjang vagina normal, fistula diameter tidak lebih 2 cm dan tidak dijumpai riwayat radiasi atau keganasan vaginal atau serviks. 2. Fistula complex, panjang vagina lebih pendek, terdapat riwayat penyakit

keganasan yang menjalani radiasi dan panjang fistula > 3 cm.

2.6. Diagnosis fistula urogenital

(14)

yang lengkap dan terperinci tentang perjalanan penyakit penderita fistula urogenital dan tercatat dalam suatu sistem pencatatan yang mudah diakses.

Tabel 2. Penilaian fistula urogenital1 Gejala klinis

Pemeriksaan vaginal Test diagnostik

Bahan pewarna atau susu Air dan udara (flat-tire) Radiologi

Urografi intravena Urografi retrograde Sistografi

CT-Scan Laboratorium

2.6.1. Gejala Klinis

Adanya kebocoran urin melalui vagina tanpa nyeri dan terjadi setelah proses persalinan atau operasi dan radiasi. Pada fistula yang kecil urin dapat merembes atau mungkin terjadi sekali – sekali tergantung pada vesika yang terisi penuh atau posisi tubuh. Gejala yang paling sering pada fistula vaginal adalah inkontinensia total involunter. Dijumpai iritasi daerah vulva, paha dan infeksi saluran kemih. Dalam anamnesa harus diupayakan mengetahui penyebab fistula dengan pertanyaan yang spesifik tentang etiologi. Juga perlu diperoleh catatan medis sebelumnya tentang penyakit, kondisi atau terapi yang bisa saja menyebabkan berkembangnya fistula dan juga setiap pengobatan atau prosedur yang mungkin pernah dilakukan untuk menyembuhkan fistula.14,15

(15)

2.6.2. Pemeriksaan Vagina

Vulva dan perineum biasanya basah dan disertai bau urin. Dengan bantuan spekulum biasanya mudah mencari lokasi fistula urogenital yang melibatkan kandung kemih atau urethra bila pasien diperiksa dalam posisi litotomi. Dipakai spekulum sims untuk pemeriksaan dinding vagina, dan bisa digunakan probe kecil untuk memperlihatkan fistula diantara urethra atau kandung kemih dengan vagina. Adanya urin di forniks posterior vagina merupakan keadaan yang abnormal. Walaupun pemeriksaan vagina dapat menentukan lokasi fistula dan kebocoran dapat diperlihatkan, namun penilaian lebih lanjut masih dibutuhkan.16

2.6.3. Uji Diagnostik

Uji bahan warna (misalnya, Indigo carmine atau methylene blue dalam air steril atau saline normal) atau susu (misalnya, formula bayi steril) bisa digunakan untuk mengisi kandung kemih melalui kateter transurethral. Bila ada fistula vesikovaginal, cairan berwarna atau susu biasanya bisa dilihat bocor ke dalam vagina. Bila fistula kecil, mungkin perlu menempatkan sedikit bola kapas secara longgar melalui liang vagina dan pasien diinstruksikan bergerak-gerak berganti posisi agar terjadi kebocoran dari kandung kemih ke dalam vagina. Bila ini terjadi, bola kapas akan basah dan berwarna biru di dalam vagina. Namun jika metoda ini gagal, atau tampon terlihat basah tapi tidak terdapat pewarnaan, dapat dilakukan cara Pyridium oral atau indigo carmine intravena kemudian dapat ditentukan adanya fistula ureterovaginal, ureterouterin dan ureteroservikal.

(16)

Test tampon Moir dapat digunakan untuk membantu mendeteksi fistula ureterovaginal. Setelah fistula vesikovaginal disingkirkan dan semua cairan berwarna biru telah dikeluarkan dari kandung kemih. Beberapa tampon ditempatkan secara longgar pada keseluruhan panjang liang vagina, dan indigo carmine (5 mL) diberikan secara intravena. Kemudian pasien disuruh berjalan - jalan di sekitar ruangan. Setelah 10 sampai 15 menit, tampon satu persatu diambil dari vagina, apabila tampon bagian bawah tidak berwarna biru dan tampon pada puncak vagina berwarna biru, maka harus dicurigai adanya fistula ureterovaginal.

Uji air dan udara (flat-tire) bisa digunakan untuk mendeteksi fistula vesikovaginal. Pasien dengan knee-chest position, vagina diisi dengan air steril atau saline normal dan udara atau karbon dioksida dimasukkan ke dalam kandung kemih melalui kateter transurethral kecil. Gas yang keluar melalui fistula dibuktikan oleh gelembung-gelembung cairan di dalam vagina. Ini sama halnya dengan menguji sebuah tabung atau ban apabila ada bagian yang bocor. Uji ini sangat membantu dalam mendiagnosis fistula vesikovaginal yang sangat kecil.

2.6.4. Endoskopi

Cystourethroscopy adalah bagian penting dari penilaian prabedah pasien dengan fistula urogenital. Ini membantu memastikan lokasi anatomis yang pasti dari fistula dan hubungan fistula vesicovaginal dengan muara ureter. Yang penting, cystourethroscopy juga memungkinkan penilaian jaringan di sekitar fistula. Kondisi jaringan ini menentukan ketepatan waktu perbaikan secara bedah. Ada kemungkinan bahwa cystourethroscopy harus diulang beberapa kali selama penanganan prabedah fistula urogenital.17

2.6.5. Radiologi

(17)

atau obstruksi ureter. Ureterografi retrograde dilakukan pada kasus yang dicurigai keterlibatan ureter tapi belum dapat dideteksi pada gambaran urogram intravena. CT-Scan dilakukan pada penderita yang terkait dengan neoplasma pelvis dan obstruksi ureter.18

Kebanyakan fistula yang terjadi adalah cukup besar untuk dapat diketahui dengan pemeriksaan sederhana. Tapi banyak juga yang diameter fistula terlalu kecil untuk dapat dideteksi dan kemudian dapat menutup dengan sendirinya tanpa lanjutan gejala klinis. Fistula vesikoservikal sebagai suatu bentuk fistula yang terjadi sebagai akibat dari tindakan sesarea. Fistula tersebut sangat sulit untuk diidentifikasi dan jarang dijumpai. Lesi mungkin tidak diketahui dan dapat pula salah dalam diagnosis sebagai sekret vagina biasa atau inkotinensia urin transien.

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan menyeluruh pada saluran urineren bagian atas dan bawah secara sistematik. Riwayat perjalanan penyakit penderita dan pemeriksaan fisik diikuti dengan uji pewarnaan ganda dapat menerangkan terjadinya fistula tersebut. Urografi ekskretori dan pielografi retrograde dipergunakan untuk evaluasi saluran urineren bagian atas untuk menghilangkan kemungkinan adanya kelainan pada ureter oleh sebab lain, sedangkan sistografi, evaluasi untuk saluran urineren bagian bawah.

Fistula sebaiknya dapat diketahui segera dan kemudian merencanakan untuk tindakan perbaikan fistula. Pada kasus fistula vesikovagina dapat dideteksi secara visual. Sedangkan jenis lain seperti fistula ureterovaginal atau vesikouterina dapat dibantu dengan pemeriksaan urogram atau flouroskopi.17

2.6.6. Laboratorium

(18)

2.7. Penatalaksanaan fistula urogenital 2.7.1. Manajemen konservatif

Jika suatu fistula dijumpai beberapa hari setelah pembedahan ginekologi, kateter surprapubis atau transurethral terpasang dan dipertahankan sampai 30 hari. Fistula vesikovaginal (FVV) yang kecil < 1 cm akan hilang atau berkurang selama periode waktu tersebut.

Kebocoran urin dari fistula yang kecil dapat sembuh dengan pemasangan kateter foley, fistula yang terjadi dapat menutup spontan kembali setelah 3 minggu pemasangan kateter untuk drainase urin. Selain itu jika dalam kurun waktu 30 hari setelah pemasangan kateter, fistula semakin mengecil, dari uji klinis yang dilakukan, mempertahankan kateter tersebut 2 – 3 minggu lagi dapat memberikan manfaat. Jika lebih dari 30 hari tidak ada perubahan, dalam kasus FVV tidak akan menutup secara spontan.

Untuk itu tidak dibenarkan lagi mempertahankan kateter lebih lama sebab akan memberikan kesempatan untuk terjadi infeksi yang lebih besar daripada pengecilan fistulanya sendiri.4,21

Pemberian kortikosteroid diharapkan dapat memfasilitasi percepatan penyembuhan dengan mengurangi edema dan fibrosis pada fistula. Dosis kortikosteroid yang dianjurkan, diberikan kortison 100 mg setiap hari. Setelah 10 hari kateter dilepas apabila fistel tidak menutup dilakukan tindakan operasi.19

Suatu fistula semakin besar kemungkinan untuk sembuh sendiri pada keadaan ; fistula yang terjadi dalam waktu 7 hari setelah pembedahan, ukuran fistula < 1 cm, suatu fistula simple, tidak ada riwayat radiasi dan penyakit keganasan genitalia dan penderita telah menjalani setidaknya 4 minggu pemasangan kateter menetap.4

(19)

kemungkinan memperberat dan memperbesar fistula. Penyembuhan spontan dapat juga dirangsang dengan pemberian Argentum nitrat 5% atau tinctura jodii memakai kapas lidi di pinggir fistula, selain perawatan rendam (sitzbad) memakai larutan betadine, Kamillosan atau Permanganas kalikus 2-3 kali sehari.16,20

2.7.2. Perawatan Prabedah

Perlu dilakukan tindakan untuk memperbaiki keadaan umum. Penderita yang sudah menopause dan sudah menjalani oophorectomy diberikan terapi estrogen dapat secara topikal atau sistemik yang berguna untuk memperbaiki jaringan vagina, diberikan suntikan IM 1 mg estradiolbenzoat setiap hari selama 1-2 minggu dan dilanjutkan 2 minggu paska bedah. Infeksi saluran kemih dan vagina harus diatasi sebelum tindakan bedah.Topikal dapat diberikan estrogen vaginal cream dengan dosis 2-4 gr setiap pada waktu hendak tidur, atau 1 gr tiga kali seminggu pada waktu tidur. Kulit yang mengalami dermatitis akibat pengaruh urin diatasi dengan pemberian salep antibiotika dan setelah peradangan sembuh kulit dilindungi dengan pemberian pasta zinc. Penilaian keadaan umum dan kondisi jaringan di sekitar fistula menentukan waktu pembedahan fistula urogenital.1,20

2.7.3. Penentuan waktu operasi

Penentuan waktu melakukan tindakan operasi atau fistelplastik masih merupakan kontroversi dan menjadi kendala bagi dokter maupun penderita sendiri. Padahal penentuan waktu tindakan sangat penting dalam menentukan keberhasilan tindakan operasi. Selama ini dipahami adalah interval 3 bulan sejak terjadinya fistula atau selama 1 tahun jika fistula yang berhubungan dengan terapi radiasi. Dalam kurun waktu tersebut diharapkan peradangan atau infeksi telah diatasi atau dalam masa pengobatan seperti antibiotik, estrogen atau steroid.

(20)

sendiri sudah cukup mengganggu penderita, namun demikian mempertimbangkan upaya-upaya yang bertujuan untuk keberhasilan tindakan operasi fistula adalah yang lebih utama.

Belum ada kesepakatan berkenaan dengan tindakan bedah segera atau penundaan dalam penatalaksanaan bedah fistula. Pemahaman segera adalah bila dalam kurun waktu 1 – 3 bulan atau kurang dari 6 bulan, sedangkan penundaan adalah dalam interval 2 – 4 bulan atau 6 bulan dan lebih.26 Keberhasilan tindakan operasi lambat dan segera menunjukkan perbedaan angka keberhasilan tindakan. Keberhasilan tindakan segera lebih efektif diutarakan oleh Waaldijk (2004)21. Sedangkan penundaan tindakan untuk menghilangkan infeksi biasanya dianjurkan pada kasus fistula obstetrik. Keadaan lain jika infeksi dan peradangan sudah hilang, langsung dilakukan tindakan bedah fistula. Perbedaan pendapat tersebut tercetus dari besarnya dampak sosial dan psikologis penderita yang mengalami penundaan tindakan, sebab terjadi penurunan kualitas hidup dan isolasi lingkungan. Dampak tersebut bisa lebih besar daripada morbiditas yang terjadi. Untuk itu sebagian peneliti menganjurkan pemilihan penderita agar tidak semua kasus fistula urogenital dilakukan penundaan tindakan operasi repair.

Waktu yang tepat untuk dilakukan tindakan operasi berbeda pada setiap penderita, penilaian tergantung keadaan jaringan fistula. Operasi dapat dilakukan apabila jaringan fistula tidak ada peradangan, sudah terjadi epitelialisasi dan tidak ada jaringan granulasi dan jaringan yang nekrotik. Keberhasilan operasi fistulaplastik sangat dipengaruhi beberapa faktor antara lain peradangan pada pinggir fistula, edema jaringan sekitarnya sehingga tidak dapat dijahit, atau dinding vagina yang atrofi. Semua ini memerlukan persiapan prabedah yang baik dan ideal membutuhkan waktu yang cukup untuk pemulihan jaringan agar fistula tersebut laik untuk direparasi.20

(21)

1. Fistula akibat partus lama yang menyebabkan nekrosis jaringan sehingga menimbulkan fistula, maupun akibat tindakan pembedahan ginekologik atau akibat trauma lainnya, maka saat yang baik untuk melakukan operasi yaitu 3 bulan setelah terjadinya fistula.

2. Fistula yang terjadi akibat terapi radiasi terhadap proses keganasan maka saat yang baik untuk melakukan operasi yaitu 1 tahun setelah terjadinya fistula.

2.7.4. Penanganan Bedah

Prinsip dasar pembedahan untuk menutup suatu fistula adalah sama, yaitu mobilitas jaringan, vaskularisasi yang baik dan penyatuan jaringan yang baik. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan seiring dengan perkembangan penanganan kasus fistula dalam penentuan waktu pembedahan dan tehnik pembedahan. Keutamaan dalam pelaksanaan tindakan bedah fistula adalah tampilan fistula yang adekuat, hemostasis yang baik, mobilisasi yang luas dari vagina dan kandung kemih dan menghilangkan jaringan yang mengalami devaskularisasi dan benda asing, jaringan bebas regangan, permukaan jaringan sesuai jalur dan konfermasi penutupan fistula dan drainase kandung kemih selama 10 – 14 hari.22,23

Pendekatan operasi untuk fistula urogenital pada prinsipnya ada 3 pilihan yaitu : 1. Transvaginal

2. Transabdominal (suprapubik)

3. Kombinasi transvaginal dan transabdominal

(22)

a. Pendekatan Transvaginal

Penanganan fistula urogenital dengan pendekatan transvaginal hanya dikerjakan pada jenis-jenis fistula urethrovaginal, vesikovaginal dan tidak dilakukan pada fistula ureterovaginal yang sering terjadi sebagai komplikasi operasi histerektomi.

Posisi penderita menjadi perhatian untuk tujuan pamaparan daerah fistula yang lebih adekuat, beberapa posisi dalam pendekatan transvaginal antara lain adalah :

Posisi Lawson

Posisi ini ideal untuk fistula pada urethra proksimal dan leher kandung kemih. Pasien ditempatkan dalam posisi prone dengan lutut diangkat melebar disangga dengan penyangga kaki, dikombinasi dengan anti tredelenberg sehingga lapangan operasi lebih jelas.

Posisi Jackknife

Posisi ini ideal untuk fistula pada urethra proksimal dan leher kandung kemih. Pasien ditempatkan pada posisi prone dengan abduksi dan fleksi panggul.

Posisi dorsal litotomi

Posisi dorsal litotomi dengan tredelenberg merupakan posisi yang baik untuk reparasi fistula vesikovaginal yang tinggi.

(23)

a.1. Tehnik Latzko20

Tehnik Latzko diindikasikan untuk fistula vesikovaginal kecil pada puncak vagina sebagai komplikasi dari histerektomi transvaginal atau transabdominal. Karena prosedur biasanya merupakan kolpokleisis apikal dan tidak melibatkan bedah pada saluran fistula atau kandung kemih, prosedur ini bisa dilakukan segera setelah berkembangnya fistula vesikovaginal.

a. Dengan pasien pada posisi litotomi, empat jahitan penggantung ditempatkan di sekitar puncak vagina pada posisi jam 12, 3, 6 dan 9, sedikitnya 2 cm dari tepi fistula.

b. Dengan tarikan pada jahitan penggantung ini, dibuat gambaran lingkaran atau oval 2 cm ke segala arah dari tepi lubang fistula, dan ini secara kasar dibagi menjadi empat kuadran.

c. Hidrodiseksi dengan saline atau bahan vasokonsriktif encer bisa digunakan untuk memisahkan epitelium vagina di dalam lingkaran dari lapisan otot di bawahnya. Semua jaringan epitelium di daerah lingkaran tersebut dibuang. Penempatan kateter balon kecil melalui fistula dapat membantu dalam mobilisasi dan memaparkan puncak vagina.

d. Setelah seluruh epitelium vagina diangkat, vagina ditutupkan ke atas saluran fistula dengan lapisan pertama jahitan terputus bahan yang dapat diserap (chromoic 3-0 atau 4-0) dan kemudian dua lapisan jahitan terputus dengan benang absorpsi lambat (misalnya, polyglactin atau asam polyglycolat 3-0 atau 4-0 ).

(24)

Gambar 7. Fistelplastik tehnik Latzko

a.2. Tehnik Füth20 Persiapan operasi :

a. Penderita terlentang diatas meja operasi dengan posisi litotomi dan sebelumnya telah dilakukan klisma dengan baik.

b. Lampu penerangan yang baik, istrumen yang halus dan panjang serta jarum yang atraumatik.

c. Preparasi dan mobilisasi jaringan sekitar fistula dengan cara sangat berhati-hati adalah sangat penting. Operator yang kurang berhati-hati-berhati-hati, akan menyebabkan terjadinya kegagalan sebab setiap kerusakan jaringan karena tidak hati-hati akan menambah luasnya defek jaringan yang ada.

d. Apabila vagina sempit dan mengkerut disarankan untuk melakukan episiotomi atau insisi Schuchardt untuk memperluas lapangan operasi sehingga memudahkan tindakan.

e. Pada fistula yang oleh jaringan sikatrik terfiksasi erat pada simfisis pubis atau tulang panggul maka kandung kemih harus dimobilisasi dengan membuka rongga paravesikal di sisi kanan dan kiri.

(25)

Tehnik operasi :

a. Dipasang 4 buah jahitan penggantung 2 cm dari pinggir fistula secara simetris pada dinding depan vagina. Dengan penggantung ini fistula dapat ditampilkan lebih kedepan dan dinding vagina dapat diregangkan untuk memudahkan sirkumsisi.

b. Dilakukan insisi sirkuler 1 cm dari pinggir fistula, sayatan dimulai dari belakang dan dilanjutkan kedepan.

c. Terpenting bahwa dinding vagina yang diinsisi melingkar dimobilisasi secukupnya ke segala arah dengan melakukan preparasi yang luas dari muara fistula dengan sangat hati–hati.

d. Dengan cara menjepit dan menarik portio kebawah dengan tenakulum maka pole belakang kandung kemih dapat lebih mudah dipreparasi dari dinding depan serviks hingga mendekati plika vesiko uterina. Dengan demikian di daerah belakang sirkumisisi didapatkan permukaan kandung kemih yang bebas dan luas untuk memudahkan melakukan jahitan penutupan fistula lapis demi lapis.

e. Rangkaian pertama adalah jahitan melintang satu-satu dengan jarum atraumatik dan benang halus tetapi lama diabsorbsi (®Vicryl/Dexon 2-0) untuk melipatkan mulut fistula ke arah kandung kemih dan menutupnya. Tusukan jarum tidak boleh menembus dinding fistula. Segera sesudah rangkaian jahitan pertama ini selesai harus dilakukan test dengan larutan methylen blue 100 ml dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk menguji apakah sudah kedap urin sehingga tidak bocor.

f. Rangkaian jahitan kedua juga melintang depan cara dan benang yang sama seperti rangkaian jahitan pertama.

Jahitan kedua ini harus cukup jauh ke lateral dan melewati jauh dari rangkaian jahitan pertama dengan demikian diharapkan sudut-sudut dari rangkaian jahitan pertama ditutupi dengan baik oleh jahitan kedua.

g. Semua jahitan tersebut seperti juga pada rangkaian pertama dipasang dahulu seluruhnya baru disimpulkan satu persatu.

(26)

a.3.Tehnik Martius (Bulbokavernosus Plastik)20

Teknik ini cocok pada fistula yang dengan jaringan sekitar yang memiliki vaskularisasi minimal.

Tehnik operasi :

a. Fistula vesikovaginal dilipatkan kedalam kandung kemih dan ditutup dengan 2 rangkaian jahitan pada fascia kandung kemih seperti cara Füth. Pole bawah buli-buli dibebaskan hingga mendekati plika vesiko uterina. Untuk menutupi dan melindungi jahitan pada kandung kemih tersebut ambil jaringan bulbokavernosus sebagai bantalan.

b. Dilakukan insisi memanjang ± 8 cm pada kulit labium mayor kiri dengan ujung kranial insisi setinggi klitoris. Pinggir sayatan kulit tersebut dipegang dan direntangkan satu sama lain dengan klem jaringan (klem Allis) atau klem Pean. Lapisan otot-lemak bulbokavernosus tersebut 2/3 bagian kranial dilepaskan dari fascia, pembuluh darah yang terbuka dihematosis dengan ikatan. Pada ujung kranial yang bebas tersebut dibuat 2 jahitan penggantung dengan benang chromic catgut.

c. Dengan klem yang ujungnya tumpul dan sedikit lebih besar dibuat terowongan dari luka di labia kearah vagina dan keluar di daerah operasi fistula sambil menjepit membawa 2 benang penggantung yang dijahit pada ujung bulbokavernosus yang bebas tadi. Dengan menarik kedua penggantung dengan hati–hati jaringan bulbokavernosus tadi ditarik ke vagina.

d. Luka pada labium mayor ditutup dan ditinggalkan drain.

e. Jaringan bulbokavernosus dibentangkan sehingga menutupi seluruh luka operasi dan dijahitkan pada fascia kandung kemih dengan kedua benang penggantung tadi.

(27)

Gambar 9. Fistelplastik tehnik Martius ( Bulbokavernosus Plastik)

a.4. Tehnik Symonds-Knapstein (Myokutan-Bulbokavernosus-Plastik)20 Cara ini dipakai pada kasus fistula vesikovaginal dengan defek dinding vagina yang luas sehingga pinggir dinding vagina tersebut tidak dapat bertemu karena jarak yang terlalu jauh. Maka dilakukan penambalan defek dinding vagina tadi dengan mempergunakan kulit perivulva.

Tehnik Operasi

a. Fistula vesiko-vagina direparasi seperti pada Fistelplastik cara Füth sampai dengan penutupan fistula dengan 2 rangkaian jahitan pada fascia kandung kemih.

b. Dibuat sayatan pulau kulit perivulva dengan bentuk dan ukuran yang sesuai dengan besarnya defek pada dinding vagina minimal 4 x 2 cm.

c. Dimulai dengan insisi longitudinal lateral sepanjang 1/3 distal labium mayor kemudian bulbokavernosus dibebaskan ke kaudal sampai sebatas perineum. Untuk menjaga vaskularisasi terhadap kulit yang akan dijadikan tambahan maka preparasi bulbokavernosus tadi langsung dilapisan bawah kulit labium mayor jangan terlalu dalam. Pada ujung kranial lempengan kulit tadi dipasang jahitan penggantung benang monofil.

(28)

vagina yang defek dengan menarik benang penggantung tadi. Perdarahan harus dirawat sebaik mungkin sebab transportasi lempeng kulit tadi melalui terowongan tersebut harus hati–hati sekali jika tidak akan menimbulkan perdarahan.

e. Kemudian lempengan pulau kulit tadi pinggirnya dijahit satu-satu pada dinding vagina memakai benang monofil yang diabsorbsi yaitu No.3-0 atau 4-0.

f. Setelah dilakukan hemostasis yang cukup baik maka luka kulit perivulva ditutup dengan jahitan satu-satu memakai benang monofil no.3-0 atau 4-0. Subskutis tidak dijahit akan tetapi dipasang drain untuk selama 3-4 hari.

Gambar 10. Fistelplastik tehnik Symonds-Knapstein (Myokutan-Bulbokavernosus-Plastik)

a.5. Tehnik G.Doederlein (Gulungan-Plastik)20 Indikasi:

Fistulaplastik cara G. Doederlein ini ditujukan untuk : a. Penutupan lubang fistula yang besar.

b. Reparasi fistula residif.

Tehnik Operasi

a. Mula-mula dilakukan sondase urethra ke kandung kemih

(29)

c. Dibuat insisi setengah lingkaran di depan fistula sejauh 1,5 cm dari pinggirnya dan dilanjutkan ke lateral kiri dan kanan. Dinding vagina di preparasi dan dibebaskan dari fascia kandung kemih. Posisi balon katheter pada tahap ini ditarik kedepan dan kebawah.

d. Kemudian sayatan tidak dilanjutkan sirkuler pada dinding fistel bagian belakang melainkan insisi tersebut dilanjutkan kebelakang dalam bentuk lidah sepatu sepanjang 7 cm. Dilakukan preparasi dinding belakang vagina yang berbentuk lidah sepatu ini dibebaskan sampai 0,5 cm dari pinggir belakang fistula. Posisi balon kateter pada tahapan ini ditarik kedepan dan keatas. Balon kateter ini dilepas setelah selesai preparasi. e. Dinding belakang vagina yang berbentuk lidah sepatu tadi digulung dan

diiikat agar tetap dalam gulungan dan digunakan untuk menutupi lubang fistula.

f. Penutupan fistula dimulai dengan memasang jahitan-jahitan sudut, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan benang-benang jahitan pada fascia kandung kemih dari depan menembus gulungan polster dan dilanjutkan pada fascia kandung kemih dibelakang fistula. Setelah semua benang jahitan terpasang dengan baik barulah satu-persatu disimpul sehingga seluruh lubang fistula tertutup dengan sempurna.

g. Dilakukan test dengan larutan methylen blue untuk menguji kekedapan jahitan. Setelah terbukti tidak bocor maka dilanjutkan dengan jahitan lapisan kedua.

h. Tahap berikut terlebih dahulu dilakukan jahitan memanjang pada dinding vagina bekas pengambilan gulungan polster tadi dan terakhir jahitan melintang terhadap dinding vagina penutup fistula.

b. Pendekatan Transabdominal26,27

b.1. Fistula vesikovaginal

(30)

dicapai dengan cystotomy sagital untuk memberikan akses ke tempat fistula. Saluran fistula dieksisi, dan ruang vesikovaginal disayat lebar. Lubang ke dalam vagina ditutup dengan dua lapisan menggunakan benang absorpsi lambat (misalnya, polyglactin atau asam polyglyconat 3-0), dan lubang pada kandung kemih ditutup dengan tiga lapisan menggunakan jahitan benang yang dapat diabsorpsi (misalnya, 3-0) untuk aproksimasi submukosa dan dua lapis jahitan dengan benang absorpsi lambat (polyglactin atau asam polyglyconat 3-0) untuk imbrikasi otot yang berdekatan. Dianjurkan agar omentum atau peritoneum diatur tempatnya sedemikian rupa sehingga memisahkan vagina dan kandung kemih. Keterlibatan organ-organ yang berdekatan haruslah ditangani satu per satu.

b.2. Fistula Ureterovaginal

Fistula ureterovaginal biasanya berlokasi 4 sampai 5 cm bagian distal ureter. Hal ini paling tepat ditanggulangi dengan ureteroneocystostomy, yang paling umum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan abdominal. Fistula ureterovaginal yang melibatkan ureter bagian atas dan yang mengenai segmen ureter distal yang bisa dipertahankan, ditanggulangi dengan ureteroureterostomy.

[image:30.595.96.526.353.633.2]

Gambar 11. Fistelplastik fistula vesikovaginal transabdominal

b.3. Ureteroneocystostomy

(31)

fundus kandung kemih digeser ke arah ujung proksimal ureter yang akan diimplantasikan ke dalam kandung kemih. Anastomosis antara ujung ureter dan kandung kemih harus bebas tegangan. Apabila ada keraguan akan hal ini, kandung kemih bisa dimobilisasi dengan memotong ruang retropubis dan membebaskan kadnung kemih dari perlekatan di retropubik. Pergeseran kandung kemih ke arah ujung ureter bisa dipertahankan dengan menjahit fundus kandung kemih ke otot psoas (psoas hitch) dengan bahan jahitan permanen.

Kandung kemih wanita dianggap merupakan organ bertekanan rendah, karena itu, pelaksanaan implantasi langsung ujung ureter ke dalam kandung kemih biasanya memuaskan. Ureter proksimal diimplantasikan ke kandung kemih dengan jarak sekitar 0,5 cm dari kedua muara ureter, dijahit dengan benang yang dapat diserap (misalnya, 3-0 atau 4-0 chromic).

[image:31.595.100.516.370.689.2]

Kemudian peritoneal flap yang membungkus ureter dijahitkan ke kandung kemih pada sisi luar dengan benang yang diabsorpsi lambat (misalnya, 3-0 atau 4-0 polyglactin atau asam polyglycolat). Kandung kemih ditutup dengan dua lapis jahitan absorpsi lambat (misalnya, 3-0 polyglactin atau asam polyglyconat).

(32)

b.4. Fistula Urogenital Kompleks

Pada kasus ini, cacat pada ureter, kandung kemih dan urethra diperbaiki dengan menggunakan prinsip-prinsip umum perbaikan fistula urogenital melalui pendekatan vaginal atau abdominal. Penanganan organ lain yang mungkin terlibat dalam fistula harus ditangani satu per satu. Dianjurkan menggunakan peritoneum atau omentum untuk memisahkan lapisan-lapisan yang diperbaiki yang melibatkan saluran kemih, vagina dan usus.

2.8. Perawatan Pasca Operasi

Perawatan pasca operasi tidak kalah pentingnya dari tehnik operasi dalam keberhasilan penatalaksanaan fistula. Setelah operasi dipasang kateter hisap selama 8-10 hari, setelah itu kateter dilepaskan dan dilakukan latihan otot vesika dengan cara menjepitkan dan membuka kateter tiap 4 jam selama 2 hari, kemudian kateter dilepas dan penderita disuruh berkemih sendiri setiap 4 -6 jam, dan diukur sisa urinnya dan dapat dipulangkan bila sisa urin kurang dari 100 ml. Bila sisa urin lebih dari 100 ml dilakukan kateterisasi intermiten setiap 4 jam, sebelumnya penderita disuruh minum 100-125 ml/jam.13

Metode ini dihentikan bila sisa urin kurang dari 100 ml. Sesudah operasi dianjurkan tidak melakukan senggama selama 10-12 minggu. Diberikan antibiotika oral untuk mencegah infeksi saluran kemih dan kontrasepsi oral selama 1-2 bulan sebelum dan sesudah reparasi.

2.9. Komplikasi pasca operasi

(33)
[image:33.595.113.464.225.556.2]

Tabel 3. Komplikasi pascaoperasi Segera

Perdarahan

Spasme kandung kemih Infeksi luka

Dehisensi luka

Lambat

Stress Inkontinensia Stenosis vaginal

Kandung kemih kapasitas kecil Dyspareunia

Rekurensi

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif retrospektif.

3.2. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan bekerjasama dengan bagian Rekam Medik dari kedua rumah sakit tersebut.

3.3. Populasi penelitian dan besar sampel

Populasi penelitian adalah semua kasus yang didiagnosis dengan salah satu atau lebih fistula urogenital di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan selama periode Januari 2000 – Desember 2006 (7 Tahun). Sampel penelitian adalah jumlah total dari populasi.

3.4. Kriteria penerimaan

a. Kasus yang didiagnosis dengan salah satu atau lebih jenis fistula urogenital.

b. Kasus tercatat dalam rekam medik yang diterima di departemen Obstetri dan Ginekologi.

c. Rekam medik periode Januari 2000 - Desember 2006.

3.5. Kriteria penolakan

(35)

3.6. Kerangka konsep

REKAM MEDIS RSUP.HAM

RSUD.PM

Dep.Obstetri & Ginekologi

Fistula Urogenital

Nomor MR Umur

Paritas Asal rujukan Riwayat persalinan Riwayat penyakit Ginekologi Riwayat pembedahan & Radiasi

Keberhasilan repair fistula Pendekatan pembedahan

3.7. Bahan dan cara kerja

Data untuk penelitan diperoleh dari :

1. Sistem pencatatan dan pelaporan atau rekam medik Rumah sakit H. Adam Malik dan Dr. Pirngadi Medan.

2. Catatan operasi rekam medik Rumah sakit H. Adam Malik dan Dr. Pirngadi Medan.

Dari bahan penelitian tersebut dicatat mengenai hal berikut :

(36)

b. Jenis fistula urogenital, lama keluhan berkemih, penatalaksanaan pembedahan, lama rawatan pasca bedah dan keberhasilan pembedahan fistula.

3.8. Batasan operasional

1. Fistula urogenital adalah hubungan abnormal antara dua organ saluran genital dengan saluran urinaria.

2. Fistula osbtetrik adalah fistula yang terjadi berhubungan dengan persalinan dan tindakan dalam menolong persalinan.

3. Fistula ginekologik adalah fistula urogenital yang terjadi adalah akibat tindakan pengobatan atau pembedahan penyakit ginekologi.

4. Fistula vesikovaginal adalah fistula yang terbentuk pada daerah vesika urinaria dan vaginal.

5. Fistula urethrovaginal adalah fistula yang terbentuk pada daerah vaginal dengan saluran uretral.

6. Fistula ureterovaginal adalah fistula yang terbentuk pada daerah vagina dengan saluran ureter.

7. Fistula vesikouterina atau vesikoservikal adalah fistula yang terbentuk pada daerah rongga uterus atau serviks uteri dengan vesika urinari.

8. Fistulaplastik adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk menutup fistula.

9. Paritas adalah jumlah bayi viabel yang pernah dilahirkan.

10. Partus lama yaitu fase laten mamanjang ≥ 20 jam pada nullipara, dan ≥ 14 jam pada multipara, dan fase aktif memanjang jika telah melewati garis waspada dan bertindak dalam partograf.

3.9. Pengolahan data

(37)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengumpulan data dengan metode pencatatan data rekam medik dari bagian pengelolaan rekam medik rumah sakit H. Adam Malik dan Dr. Pirngadi Medan, rekam medik periode Januari 2000 – Desember 2006, didapatkan 29 kasus fistula urogenital dalam rekam medik yang ditangani oleh departemen Obstetri dan Ginekologi yang memenuhi kriteria penerimaan.

4.1. Karakteristik wanita penderita dan jenis fistula urogenital

[image:37.595.99.525.395.560.2]

Karakteristik kasus fistula urogenital berikut ini disajikan dalam bentuk tabel jumlah dan persentase berdasarkan umur, pendidikan, status perkawinan, jumlah paritas, lama keluhan dan jenis fistula yang dijumpai.

Tabel 4. Karakteristik penderita fistula urogenital menurut umur

Umur (tahun) Jumlah %

< 20 2 6,9

20 - 30 11 37,9

31 - 35 5 17,3

> 35 11 37,9

Total 29 100

Tabel 4 menunjukkan sebaran umur penderita fistula urogenital. Umur terbanyak yang menderita fistula urogenital adalah pada umur antara 20-30 tahun (37,9 %), jumlah ini sama dengan sebaran pada umur lebih dari 35 tahun. Fistula obstetrik adalah terjadi pada usia reproduktif karena kaitannya dengan persalinan dan kehamilan.

(38)
[image:38.595.100.525.173.386.2]

Mabeya dkk (2003)2, mendapatklan sebaran umur penderita fistula adalah 20 tahun yaitu sebanyak 65 %. Holme dkk (2007)29, umur penderita fistula adalah 22 tahun dan dijumpai berkaitan dengan umur menikah pada usia muda.

Tabel 5. Fistula urogenital menurut pendidikan

Pendidikan Jumlah %

TIDAK SEKOLAH - 0

SD 8 27,6

SMP 7 24,1

SMA 14 48,3

SARJANA - 0

Total 29 100

Pendidikan terakhir wanita penderita fistula adalah penting untuk dijabarkan mengingat faktor resiko terjadinya fistula urogenital adalah pendidikan rendah dan kurangnya pemahaman terhadap dampak buruk terhadap keadaan psikis penderita, seluruhnya berhubungan dengan rendahnya tingkat pendidikan wanita tersebut. Menurut Sarker dkk (2001)28 didapati jumlah terbanyak penderita fistula urogenital adalah wanita yang hanya sampai pendidikan dasar yaitu sebanyak 84 kasus (60,4 %) sedangkan pada wanita yang memiliki pendidikan setingkat menengah atas atau lebih tinggi, tidak ada yang menderita fistula urogenital atau 0 %.

Menurut Wall dkk (2004)10. didapati 700 pasien (77,9%) tidak mempunyai pendidikan formal, 126 pasien (14%) pendidikan setingkat SD, 13 pasien (1,4%) sampai pendidikan setingkat SMP.

(39)
[image:39.595.98.530.98.236.2]

Tabel 6. Kasus fistula urogenital menurut status perkawinan

Status perkawinan Jumlah %

Tidak kawin 1 3,4

Kawin 24 82,8

Janda 4 13,8

Total 29 100

Penderita fistula dijumpai umumnya adalah berstatus menikah, yaitu sebanyak 24 wanita (82,2 %). Status janda dalam penelitian terdapat 4 wanita (13,8 %), namun demikian status janda tersebut tidak dapat menjelaskan bahwa status tersebut adalah ada kaitannya dengan perceraian, sebab tidak cukup keterangan dari rekam medik untuk menerangkan hal tersebut.

Miller dkk (2005)3 memaparkan dampak sosial akibat dari terjadinya suatu fistula pada wanita, berdasarkan jumlah sebanyak 63,3 % wanita yang menderita fistula diceraikan oleh suami, oleh karena tidak mampu memenuhi kebutuhan seksual suami.

Tabel 7. Fistula urogenital menurut asal rujukan penderita

Asal rujukan Jumlah %

Datang sendiri 1 3,4

Bidan 11 37,9

Dokter umum 9 31,0

Dokter ahli Obstetri & Ginekologi 8 27,6

Total 29 100

[image:39.595.98.530.513.677.2]
(40)
[image:40.595.103.526.173.360.2]

rujukan bidan dan 9 wanita (31,0 %) berasal dari dokter umum dan 27,6 % dari rujukan dokter ahli. Hanya 1 (3,4 %) wanita yang secara langsung datang sendiri ke rumah sakit.

Tabel 8. Jumlah paritas penderita fistula urogenital

Paritas Jumlah %

0 1 3,4

1 11 37,9

2 8 27,6

≥ 3 6 20,8

≥ 5 3 10,3

Total 29 100

Jumlah paritas penderita fistula urogenital, terbanyak adalah primiparitas, yaitu 11 wanita (37,9%), kemudian paritas 2 sebanyak 8 wanita (27,6 %). Data tersebut menunjukkan hubungannya dengan riwayat persalinan terdahulu sebagai pencetus terjadinya fistula obstetrik, bahwa kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan resiko untuk terjadinya fistula.

Cron J (2003)30, menjelaskan penelitian yang dilakukan di Nigeria, didapati 30 % wanita dengan fistula adalah primiparitas dan rata-rata usia muda. Lebih dari 60% kasus fistula yang diteliti adalah timbul setelah persalinan pertama kali.

Tabel 9. Jenis fistula urogenitalis berdasarkan etiologi

Jenis fistula urogenital Jumlah %

Fistula obstetrik 21 72,4

Fistula ginekologi 6 20,7

Fistula oleh sebab radiasi 2 6,9

Fistula trauma - 0

Fistula oleh sebab kongenital - 0

Total 29 100

[image:40.595.101.530.586.738.2]
(41)

Jenis fistula urogenital berdasarkan etiologi ditampilkan pada tabel 9. Terbanyak adalah fistula obstetrik, sebanyak 21 wanita (72,4 %). Fistula ginekologi terjadi pada 6 wanita (20,7 %), 1 wanita diantaranya adalah dengan riwayat kuretase dan 1 wanita dengan riwayat insisi himen atas indikasi himen inferporata sedangkan 4 wanita fistula ginekologi lainnya adalah dengan riwayat pembedahan histerektomi total abdominal (HTA). 2 wanita (6,9 %) adalah fistula yang disebabkan oleh radiasi atas indikasi kanker serviks.

[image:41.595.105.526.310.475.2]

Khan dkk (2005)31, mendapatkan gambaran dari 30 kasus fistula dari rumah sakit pendidikan Abbottabad 24 kasus (79 %) adalah fistula obstetrik.

Tabel 10. Klasifikasi fistula menurut diagnosis kasus

Klasifikasi fistula Jumlah %

Vesikovaginal 18 62,1

Vesikouterina 3 10,3

Ureterovaginal 1 3,4

Urethrovaginal 7 24,2

Total 29 100

Menurut tempat timbulnya fistula disaluran urogenital, dan dari pemeriksaan yang dilakukan sehingga ditegakkan diagnosis, didapati 4 jenis fistula urogenital. Distribusi jenis fistula berdasarkan diagnosis kasus adalah terbanyak dijumpai fistula vesikovaginal 18 wanita (62,1%), vesikouterina 3 wanita (10,3 %), urethrovaginal sebanyak 7 wanita (24,1 %) dan hanya 1 wanita menderita fistula ureterovaginal (3,4 %).

(42)
[image:42.595.107.527.97.236.2]

Tabel 11. Fistula urogenital menurut lama keluhan

Lama keluhan Jumlah %

1 bulan 2 6,9

> 1 bulan - < 1 tahun 17 58,6

≥ 1 tahun 10 34,5

Total 29 100

Tabel 11 menunjukkan lamanya penderita mengalami keluhan berkemih sebagai akibat adanya fistula saluran urogenital. Namun demikian alasan penundaan penderita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tidak dapat dijelaskan karena tidak terdapat data yang cukup untuk menerangkan alasan tersebut. Lama keluhan fistula terbanyak adalah > 1 bulan sampai < 1 tahun sebanyak 17 wanita (58,6 %) dan > 1 tahun sebanyak 10 wanita (34,5%).

Sisanya hanya 2 (6,9 %) wanita yang mengalami keluhan berkemih selama 1 bulan atau kurang. Lamanya keluhan diantara penderita fistula tersebut, 1 wanita telah mengalami fistula urogenital selama 20 tahun, 2 wanita lainnya masing-masing telah 10 tahun dan 13 tahun mengalami keluhan fistula urogenital.

(43)
[image:43.595.100.525.144.288.2]

4.2. Riwayat obstetrik wanita penderita fistula

Tabel 12. Karakteristik riwayat kehamilan atau persalinan penderita fistula obstetrikmenurut penolong persalinan

Penolong Jumlah %

Dukun 4 19,0

Bidan 7 33,3

Dokter umum 1 4,8

Dokter ahli obstetri & ginekologi 9 42,9

Total 21 100

Persalinan penderita fistula obstetrik, riwayat persalinan penderita ditolong oleh dokter ahli obstetri sebanyak 9 wanita (31,0 %), riwayat persalinan ditolong oleh bidan sebanyak 7 wanita (24,1 %). Persalinan yang ditolong oleh dukun adalah sebanyak 4 wanita (13,8%), sedangkan 1 wanita persalinannya ditolong oleh dokter umum.

(44)
[image:44.595.97.528.119.232.2]

Tabel 13. Karakteristik riwayat kehamilan atau persalinan penderita fistula obstetrikmenurut lama persalinan

Lama persalinan Jumlah %

≤ 24 jam 6 28,6

25 – 48 jam 7 33,3

> 48 jam – 72 jam 8 38,1

Total 21 100

Lama persalinan penderita fistula urogenital adalah dijabarkan pada tabel 13, lama persalinan adalah waktu yang dijalani oleh ibu untuk bersalin dan mengedan sebelum persalinannya dapat diselesaikan oleh penolong. kebanyakan penderita fistula obstetrik adalah berhubungan dengan persalinan lebih dari 24 jam. Riwayat persalinan 25 – 48 jam terjadi pada 7 wanita (33,3 %) dan lebih dari 48 jam – 72 jam pada 8 wanita (38,1 %).

Lamanya persalinan dinilai adalah pemicu terjadinya nekrosis pada jalan lahir, yaitu akibat penekanan pada daerah antara bagian keras janin dan tulang panggul ibu. Holme dkk (2007)29 melaporkan lamanya persalinan wanita yang menderita fistula urogenital adalah 24 jam sampai 72 jam, yaitu 197 (84,5 %), 26 % lama persalinan lebih dari 72 jam. Sisanya hanya 4,3% yang bersalin kurang dari 24 jam.

(45)
[image:45.595.103.526.118.286.2]

Tabel 14. Karakteristik riwayat kehamilan atau persalinan penderita fistula obstetrikmenurut komplikasi persalinan

Komplikasi persalinan Jumlah %

Tidak ada komplikasi persalinan - 0

Persalinan lama 5 23,8

Persalinan dengan bantuan alat 7 33,3

Kematian janin dalam persalinan 1 4,8 Persalinan dengan sectio cesarea 3 14,3

Robekan jalan lahir 5 23,8

Terdapat data yang menunjukkan riwayat kesulitan selama persalinan atau komplikasi persalinan. Pada tabel 14 menunjukkan adanya komplikasi persalinan yaitu terbanyak akibat adanya tindakan persalinan dengan bantuan alat sebanyak 7 wanita (33,3 %) yaitu menggunakan ekstraksi vakum (EV) dan robekan jalan lahir sebanyak 5 wanita (23,8 %). Persalinan lama terjadi pada 5 (23,8 %) wanita penderita fistula urogenital, kemudian persalinannya diselesaikan secara spontan setelah 24 sampai > 48 jam. Sedangkan 3 wanita (14,3 %) menjalani persalinan SC atas indikasi partus tidak maju.

4.3. Karakteristik fistula urogenital berdasarkan penatalaksanaan fistula urogenital dan besarnya ukuran diameter fistula.

Tabel 15. Karakteristik diameter fistula urogenital

Diameter fistula Jumlah %

≤ 1 Cm 2 Cm > 2 Cm

10 14 5

34,5 48,3 17,2

Total 29 100

[image:45.595.99.529.576.683.2]
(46)

fistula ≤ 1 cm. Diameter fistula yang dijumpai pada 29 wanita tersebut, terkecil adalah 0,5 cm dan diameter terbesar adalah 7 cm. Ukuran diameter fistula dalam populasi penelitian diperoleh dari hasil pemeriksaan sistoskopi, bekerjasama dengan departemen bedah urologi.

[image:46.595.102.527.317.477.2]

Hafeez dkk (2004)34, mencatat dari 2570 wanita yang mengalami fistula urogenital dan mendapatkan diameter fistula antara 0,5 cm - 3,5 cm. Kebanyakan 64,3% diameter fistula yang dijumpai adalah antara 1,1 cm - 3 cm. Sohail dkk (2005)35, diameter fistula yang didapat adalah rata-rata 1,4 cm, antara 1,2 cm – 2,5 cm.

Tabel 16. Penatalaksanaan pembedahan fistula urogenital Penatalaksanaan fistula

urogenital

Jumlah %

Tidak dilakukan tindakan

Dilakukan tindakan

12

17

41,3

58,7

Total 29 100

(47)
[image:47.595.101.525.111.220.2]

Tabel 17. Pendekatan yang dipilih untuk tindakan pembedahan fistulaplastik

Pendekatan pembedahan Jumlah %

Transabdominal - 0

Transvaginal 15 88,2

Transvaginal-transabdominal 2 11,8

Pendekatan pembedahan yang dipilih adalah melalui transvaginal, sebanyak 15 kasus (88,2 %), dan 2 kasus (11,8 %) adalah dilakukan pendekatan secara transvaginal - transabdominal yaitu pada kasus fistula ureterovaginal dan urethrovesikovaginal , dengan melakukan kerjasama departemen bedah urologi untuk melakukan perbaikan saluran ureter dan vesika urinaria transabdominal.

Didepartemen Obstetri dan Ginekologi RSCM dari tahun 1993-1998 telah dilakukan reparasi fistula urogenital sebanyak 17 kasus, dan seluruhnya dilakukan pendekatan transvaginal.20

Dari berbagai metoda tindakan pembedahan fistula yang dipilih oleh setiap ahli bedah, satu diantaranya adalah Huang dkk (2002)36 mengemukakan pendapat bahwa setiap pembedahan urologi harus diawali dengan pemilihan prosedur yang sesuai dengan jenis fistula yang dijumpai, karena setiap fistula adalah unik. Pilihan pendekatan transabdominal maupun transvaginal, yang terpenting adalah penutupan jaringan sehat yang bebas regangan.

Tabel 18. Keberhasilan tindakan pembedahan rekontruksi saluran kemih Keberhasilan

operasi

Jumlah %

Gagal 2 11,8

Berhasil 15 88,2

[image:47.595.99.523.617.705.2]
(48)

yang dilakukan tindakan, menunjukkan keberhasilan. 2 kasus (11,8 %) mengalami kegagalan pembedahan. Kedua kasus tersebut adalah fistula yang disebabkan oleh radiasi. Keberhasilan adalah ditentukan dari tidak adanya kebocoran air seni melalui saluran genitalia.

[image:48.595.103.526.271.389.2]

Waaldijk (2004)21 melaporkan keberhasilan pembedahan fistula urogenital adalah mencapai 95,2 % pada kasus fistula yang pertama sekali menjalani pembedahan.

Tabel 19. Lama penggunaan kateter uretra pascabedah Lama penggunaan

kateter

Jumlah %

10 -14 hari 6 35,3

> 14 hari 11 64,7

Lama penggunaan kateter uretra pasca bedah terbanyak adalah > 14 hari yaitu 11 kasus (64,7 %). Penggunaan kateter 10 – 14 hari adalah sebanyak 6 kasus (35,3 %). Dari tabel 19 didapati lama penggunaan kateter lebih dari 14 hari rata-rata 21 hari, terlama 25 hari terjadi pada 2 kasus. Hal ini berhubungan dengan pemasangan kateter intermiten untuk latihan otot vesika urinaria dan pada luka operasi yang masih terjadi perdarahan dari luka operasi, dalam rawatan pasca pembedahan. Lama rawatan pasca bedah juga dipengaruhi oleh lamanya penggunaan kateter uretra pasca bedah sebagai upaya untuk menurunkan tekanan intravesika urinari sehingga tercapai keberhasilan penutupan fistula.

Vasavada dkk (2002)12, melakukan pemasangan kateter foley ukuran 8F pada saluran uretral selama 10-14 hari setelah pembedahan. Pada fistula yang berhubungan dengan akibat radiasi, pemasangan kateter dapat dipertahankan lebih lama.

(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN

1. Wanita penderita fistula urogenital terbanyak adalah fistula obstetrik, dan termasuk kelompok fistula vesikovaginal, usia 20-30 tahun, dengan keluhan berkemih atau menderita kebocoran urin akibat fistula urogenital adalah > 1 bulan sampai dengan 1 tahun dan lebih. Diameter fistula yang dijumpai terbanyak adalah > 2 cm, sehingga kebanyakan kasus fistula urogenital memerlukan tindakan pembedahan.

2. Paritas umumnya adalah primiparitas, yang berhubungan dengan terjadinya fistula pada persalinan primigravida. Riwayat penolong persalinan pada penderita fistula obstetrik terbanyak adalah oleh dokter ahli Obstetri dan Ginekologi, persalinan penderita terlebih dahulu sudah ditangani sebelum persalinannya diselesaikan oleh dokter ahli. Lama persalinan pada wanita penderita fistula obstetrik adalah > 24 jam - 48 jam dan lebih, sampai 72 jam. Komplikasi yang sering terjadi selama persalinan wanita penderita fistula adalah persalinan diselesaikan dengan menggunakan alat bantu persalinan, dari penelitian ini dijumpai menggunakan alat ekstraksi vakum.

3. Keberhasilan tindakan fistulaplastik mencapai 88,2 % umumnya tindakan yang dipilih adalah pendekatan secara transvaginal untuk kasus fistula vesikovaginal yang bukan disebabkan oleh radiasi atau keganasan dan selama rawatan pasca bedah dilakukan pemasangan kateter uretral selama ± 14 hari, rata-rata lebih lama hingga 21 hari.

5.2. SARAN

(50)

2. Diperlukan kerjasama yang baik dengan departemen bedah urologi dalam penanganan kasus fistula urogenital sehingga didapatkan tingkat keberhasilan pembedahan fistula yang lebih tinggi.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

1. Riley V.J., Vesicovaginal Fistula, available at Emedicine,2004;1-25.

2. Mabeya H.M, Characteristic of Women Admitted with Obstetric Fistula in the Rural hospitals in West Pokot, Kenya, 2003.

3. Miller S, Lester F, Webster M, et al, Obstetric Fistula ; A Preventable Tragedy, J Midwife Women Health, 2005 ;5(4),286-294.

4. Kohli N, Miklos J.R, Managing Vesico-Vaginal Fistula, Womens Health and Education Center – Urogynecology, Boston, 2007.

5. Kataria S., Vesico-vaginal Fistula : the Need for Safe Matherhood Practices in India, Women’s Health and Education Cent. 2007:1-4.

6. Clement K.M, Hilton P, Diagnosis and Management of Vesicovaginal Fistula, the Obstet and Gynecol., 2001;3:173-78.

7. Roy K.K, Malhotra N., Kumar S., et al, Genitourinary Fistula : an Experience from a Tertiary Care Hospital, 2006, Vol.8(3).

8. Raut V., Bhattacharga W., Vesical Fistula, an Experience from a Developing Country, J.Postgrad.Med,1993;39:20-1.

9. Wall L.L, Arrowsmith S.D, Briggs N.D, Urinary Incotinence in the Developing Word: the Obstetric Fistula, Comittee 12, available at fistulafoundation.org.

10. Wall L. L, The Obstetric Vesicovaginal Fistula; Characteristics of 894 Patients from Nigeria, Am J Obstet and Gynecol, 2004;4, vol.190.

11. Elkin T.E, Surgery for the Obstetric Vesicovaginal Fistula; A Review of 100 Operation in 82 patients, Am J Obstet Gynecol., 1994;170:1108-20.

12. Vasavada S.P., Vesicovaginal and Ureterovaginal Fistula, available at Emedicine, 2006;1-12.

13. Tafesse B, Muleta M, Michael A.W, et al, Obstetric Fistula and its Physical, Social and Psychological dimension : The Etiopian Scenario. Acta Urologica, 2006, 23 ; 4:25-31.

14. Djokic J.H, Dzamic Z, Tulic C.,et al, Vesico-Vaginal Fistulas:Diagnosis and treatment, Med and Biol.,1999, Vol.5,No.1,69-71.

15. Smith E.L, Williams G, Vesicovaginal Fistula, BJU Int.,1999;83:564-70

16. Santoso B. I, Fistula Urogenital,Uroginekologi I,Uroginekologi Rekonstruksi, Obstet dan Ginekologi FK-UI, Jakarta, 2002,6-8.

(52)

18. Porcano A.B, Antoniolli S.Z, Zicari M.,et al, Vesico Uterine Fistulas Following Cesarean Section ; Report on case, review and Update of the Literature, Int. J. Uro and Nephro., 2002,34 :335-344.

19. Junizaf, Fistula Vesiko Vagina, Uroginekologi I, Uroginekologi Rekonstruksi Obstet dan Ginekol., FK-UI, Jakarta,2002,14-19.

20. Josoprawiro M.J, Penanganan Fistula Urogenital dengan Pendekatan Transvagina, Uroginekologi I, Uroginekologi Rekonstruksi Obstet dan Ginekol., FK-UI, Jakarta,2002,20-37.

21. Waaldijk K, The Immediate Management of Fresh Obstetric Fistulas. Am. J. Obstet and Gynecol., 2004, Vol.9,3.

22. Sims J.M, On the treatment of Vesico-Vaginal Fistula, Am J. Obstet and Gynecol., 1995, Vol. 172, 6.

23. Hanif N.S, Saeed K., Sheikh M.A., Surgical Management of Genitourinary Fistula, JPMC,2003;1-8.

24. Muleta M., Obstetric Fistula in Developing Countries : A review Article, JOGC,2006;28(11):962-6.

25. Santosh K, Nitin K.S, Ganesh G., Vesicovaginal Fistula ; an Update, Indian J. Urology, 2007;23:187-191.

26. Kam M.H, Tan Y.H, Wong M.Y.C, A 12 Year Expirience in the Surgical Management of Vesicovaginal Fistula, Singapore Med.J.,2003,Vol.44(4) :181-4.

27. Thompson J.D, Vesicovaginal and Urethrovaginal Fistula, TeLinde’s Operative Gynecology, 8th Ed, Chap.14, Lippincott Raven Pub, 1996,1175-1203.

28. Sarker B, Ghoshroy S., Saha S.K,et al., A Study of Genitourinary Fistula in North Bengal, Obstet and Gynecol. India, 2001;51:165-9.

29. Holme A, Breen M, MacArthur C, Obstetric Fistulae; a Study of Women Managed at the Monze Mission Hospital,Zambia, BJOG,Int J Obstet and Gynecol.2007,114(8),1010-17.

30. Cron J, Lessons from the Developing World: Obstructed labor and the Vesico-vaginal Fistula, available at Medscape General Med,5(3),2003.

31. Khan R.M, Jehanzaib M., Vesicovaginal Fistula : An Expirience of 30 Cases at Ayub teaching Hospital Abbottabad, J. AyubMed Coll., 2005;17(3).

32. El-lamie I.K, Urogenital Fistulae:Changing Trends and Personal Experience of 46 cases, Int Urogynecol J,2007.

33. Wall L.L, Obstetric Vesicovaginal fistula as an International Public Health Problem , available at global sisterhood - Network, 2006;368,1201-09.

(53)

35. Sohail S, Transvaginal Sonography Evaluation of Vesicovaginal Fistula, Org. Art. Dept. Radiology, 2005, 1-2.

Gambar

Gambar 1. Negara asal kasus fistula vesiko vaginal (WHO1991)
Tabel 1. Distribusi Pembedahan Fistula
Gambar 2. Penekanan bagian keras janin terhadap panggul
Gambar 4. Fistula Urethrovaginal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pelaksanaan seksit sesarea terencana pada kehamilan pertama di RSUP Haji Adam Malik dan

Menurut Leveno (1999) dalam Williams (2010), terjadi peningkatan angka kejadian ruptura uteri dan morbiditas dan mortalitas perinatal pada pasien yang melakukan proses

Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul ” Karakteristik Pelaksanaan Seksio Sesarea Terencana pada Kehamilan Pertama di RSUP H.. Adam Malik dan

Uraian ringkas dalam latar belakang di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah karakteristik pelaksanaan seksio

Data ini juga didukung oleh penelitian pada tahun 2009 di Genewa University Hospital yang mendapatkan bahwa morbiditas dan mortalitas bayi dengan kelahiran prematur

Elective caesarean section versus vaginal delivery for preventing mother to child transmission of hepatitis B virus – a systematic review. Virology Journal,

Fakultas Kedokteran USU 2010 Riwayat Pelatihan :.. Riwayat Organisasi

Dari hasil penelitian pada karakteristik penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP. Adam Malik Medan dan RSUD. Jumlah pasien vesiko-bulosa pada anak di