• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Efek Minyak Wijen, Minyak Almond, dan Minyak Zaitun terhadap Penetrasi Indometasin melalui Kulit Kelinci secara In Vitro dari Basis Gel Alginat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Efek Minyak Wijen, Minyak Almond, dan Minyak Zaitun terhadap Penetrasi Indometasin melalui Kulit Kelinci secara In Vitro dari Basis Gel Alginat"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN

MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN

MELALUI KULIT KELINCI SECARA

IN VITRO

DARI BASIS GEL ALGINAT

SKRIPSI

OLEH:

SITI ANIROH

NIM 121524159

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN

MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN

MELALUI KULIT KELINCI SECARA

IN VITRO

DARI BASIS GEL ALGINAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SITI ANIROH

NIM 121524159

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN

MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT

OLEH: SITI ANIROH NIM 121524159

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 03 Agustus 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195306251986012001 NIP 195409091982011001

Pembimbing II, Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195201171980031002 NIP 195504241983031003

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001

Medan, Agustus 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan 1,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Studi Efek Minyak Wijen, Minyak Almond, dan Minyak Zaitun terhadap Penetrasi Indometasin melalui Kulit Kelinci secara In Vitro dari

Basis Gel Alginat”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan

penulisan skripsi ini berlangsung, kepada Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.,

selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Karsono, Apt.,

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.,

selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi

ini serta kepada Drs. Nahitma Ginting, Apt., Msi., selaku dosen penasehat

akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama masa pendidikan.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan

yang tulus dan tak terhingga kepada orangtua tercinta Ayahanda Tumiran dan

(5)

dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada Kakak tercinta

Winarti, Abang Syahbudi, Abang Hasanuddin, Keponakan tercinta Hessy

Anggraini, Widhy Andari, Luthfy Syabwi, teman-teman di Laboratorium Farmasi

Fisik, dan sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dorongan dan motivasi

selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

farmasi dan berguna bagi alam semesta.

Medan, Juni 2015

Penulis,

Siti Aniroh

(6)

Studi Efek Minyak Wijen, Minyak Almond, dan Minyak Zaitun terhadap Penetrasi Indometasin melalui Kulit Kelinci secara In Vitro

dari Basis Gel Alginat Abstrak

Latar belakang: Indometasin adalah suatu obat antiinflamasi nonsteroid yang potensial, tetapi pemberiannya secara oral dapat menyebabkan iritasi lambung. Oleh karena itu, penyampaiannya melalui kulit dapat menghindarkan efek samping lokal yang ditimbulkannya.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun terhadap penetrasi indometasin dari sediaan gel secara in vitro menggunakan kulit kelinci dan sebagai pembanding digunakan mentol.

Metode: Pada penelitian ini dibuat 19 formula gel yang mengandung indometasin 1% meliputi formula F1 tanpa mengandung enhancer. Formula F2, F3, F4, F5, F6 masing-masing mengandung minyak wijen 3, 5, 7, 10, 15%. Formula F7, F8, F9, F10, F11 masing-masing mengandung minyak almond 3, 5, 7, 10, 15%. Formula F12, F13, F14, F15, F16 masing-masing mengandung minyak zaitun 3, 5, 7, 10, 15%, dan F17, F18, F19 masing-masing mengandung mentol 3, 5, 10%. Uji pengaruh minyak wijen, minyak almond dan minyak zaitun terhadap penetrasi indometasin secara in vitro melalui kulit kelinci bebas bulu dari dasar gel alginat dilakukan dengan menggunakan sel difusi. Jumlah indometasin yang terpenetrasi ke dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 ditentukan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 266,0 nm. Semua pengujian dilakukan selama 9 jam. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak wijen, minyak almond, minyak zaitun, sampai konsentrasi 10% meningkatkan penetrasi dari indometasin. Minyak wijen 10% memberikan penetrasi yang paling tinggi, tetapi bila dibandingkan dengan mentol 5% memberikan penetrasi indometasin yang lebih rendah dari sediaan gel melalui kulit kelinci. Efek penambahan minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun menunjukkan jumlah indometasin yang terpenetrasi dari urutan yang paling tinggi ke rendah adalah minyak wijen > minyak zaitun > minyak almond.

Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak wijen memberikan penetrasi indometasin yang paling tinggi.

(7)

The Study of Sesame Oil, Almond oil and Olive Oil Effect Against In Vitro Penetration of Indomethacin Through Rabbit Skin

From Alginate Gel Base Abstract

Background: Indomethacin is a potential nonsteroidal antiinflamatory drugs, but it can cause gastric iritation if it is given orally. Therefore, the delivery system of indometachin through skin can avoid the local side effect.

Aim: The aim of this research was to know the effect of sesame oil, almond oil, and olive oil on the penetration of indomethacin from in vitro gel preparations by using the skin of rabbit and using menthol as the comparison.

Methods: This study was made from 19 gel formula containing indomethacin 1% include formula F1 without contained enhancer. Formula F2, F3, F4, F5, F6 with the concentration of sesame oil were 3, 5, 7, 10, 15%. Formula F7, F8, F9, F10, F11 with the concentration of almond oil were 3, 5, 7, 10, 15%. Formula F12, F13, F14, F15, F16 with the concentration of olive oil were 3, 5, 7, 10, 15%, and F17, F18, F19 with the concentration of menthol were 3, 5, 10%. Indomethacin in vitro penetration test was done through fur free rabbit skin from the basis alginate gel by using diffusion cell. The amount of indomethacin that penetrated in phosphate buffer solution pH 7.4 was determined by UV spectrophotometer at wavelength 266.0 nm. The experiments were done for 9 hours.

Results: The results showed that the addition of sesame oil, almond oil, olive oil, to a concentration of 10% increased penetration of indomethacin. The concentration of sesame oil 10% provided the highest penetration, but when compared with 5% menthol give indomethacin lower penetration of the preparation gel through the skin of rabbits. The effect of the addition of sesame oil, almond oil, and olive oil indicated the number of indomethacin which penetrated from the order of the most high to low was sesame oil > olive oil > almond oil.

Conclusions: From this study can conclude that sesame oil provide the highest penetration of indomethacin.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis Penelitian ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Prinsip Dasar Difusi Melalui Membran ... 7

2.1.1 Hukum Fick pertama ... 7

(9)

2.2.1 Anatomi dan fisiologi kulit ... 9

2.2.1.1 Lapisan epidermis ... 9

2.2.1.2 Lapisan dermis ... 11

2.2.1.3 Lapisan subkutan ... 11

2.2.2 Sistem penyampaian obat melalui kulit ... 12

2.2.3 Keuntungan sistem penyampaian obat melalui kulit ... 12

2.2.4 Kerugian sistem penyampaian obat melalui kulit ... 13

2.2.5 Rute penyampaian obat melalui kulit ... 13

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelepasan Obat Secara Transdermal ... 14

2.3.1 Faktor kimia ... 14

2.3.2 Faktor biologis ... 15

2.3.3 Karakteristik molekul obat yang cocok untuk diformulasi menjadi sediaan transdermal ... 17

2.4 Enhancer (Peningkat Penetrasi) ... 17

2.4.1 Peningkat penetrasi secara fisika ... 18

2.4.2 Peningkat penetrasi secara kimia ... 18

2.4.3 Mekanisme kerja enhancer kimia ... 19

2.4.4 Jenis-jenis enhancer kimia ... 19

2.4.4.1 Lemak ... 20

2.5 Indometasin ... 20

2.5.1 Uraian bahan ... 20

2.5.2 Efek indometasin terhadap inflamasi ... 21

2.6 Minyak Wijen ... 21

(10)

2.8 Minyak Zaitun Ekstra Murni ... 22

2.9 Kandungan Asam Lemak (%) dalam Minyak Wijen, Minyak Almond dan Minyak Zaitun ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Alat dan Bahan ... 24

3.1.1 Alat-alat ... 24

3.1.2 Bahan-bahan ... 24

3.2 Prosedur Penelitian ... 25

3.2.1 Pembuatan pereaksi ... 25

3.2.1.1 Pembuatan akuades bebas karbon dioksida ... 25

3.2.1.2 Pembuatan larutan natrium hidroksida 0,2 N ... 25

3.2.1.3 Pembuatan medium dapar fosfat (pH 7,4) ... 25

3.2.1.4 Pembuatan larutan natrium klorida 0,9% ... 25

3.2.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi larutan indometasin dalam medium dapar fosfat (pH 7,4) ... 25

3.2.2.1 Pembuatan larutan induk baku indometasin .... 25

3.2.2.2 Pembuatan blanko dan penentuan baseline ... 26

3.2.2.3 Pembuatan kurva serapan indometasin ... 26

3.2.2.4 Pembuatan kurva kalibrasi indometasin ... 26

3.2.3 Penyiapan membran biologis ... 26

3.2.4 Pembuatan salep indometasin ... 27

3.2.5 Pembuatan gel indometasin dengan dasar HPMC ... 27

3.2.6 Pembuatan gel dengan dasar alginat ... 27

3.2.7 Pembuatan gel indometasin ... 28

(11)

3.2.9 Uji penetrasi indometasin dalam sediaan gel secara in

vitro ... 29

3.2.10 Analisa statistik ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Pengaruh Basis Alginat, Basis HPMC dan Basis Vaselin Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro ... 31

4.2 Pengaruh Konsentrasi Minyak Wijen Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro ... 32

4.3 Pengaruh Konsentrasi Minyak Almond Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro ... 34

4.4 Pengaruh Konsentrasi Minyak Zaitun Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro ... 36

4.5 Pengaruh Konsentrasi Minyak Wijen, Minyak Almond dan Minyak Zaitun Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro Pada Menit ke-270 ... 39

4.6 Pengaruh Konsentrasi Mentol Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro ... 40

4.7 Perbandingan Pengaruh Minyak Wijen, Minyak Almond, dan Minyak Zaitun Pada Konsentrasi 15% Dengan Pengaruh Mentol pada Konsentrasi 5% Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro ... 43

4.8 Laju Pelepasan Gel Indometasin dari Masing-masing Enhancer ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi minyak zaitun per 100 g ... 23

Tabel 2.2 Kandungan asam lemak (%) dalam minyak wijen, minyak almond dan minyak zaitun ... 23

Tabel 3.1 Komposisi formula gel indometasin dengan atau tanpa peningkat penetrasi ... 28

Tabel 4.1 Nilai AUC basis alginat, basis HPMC dan basis vaselin ... 31

Tabel 4.2 Nilai AUC masing-masing formula variasi konsentrasi minyak wijen ... 33

Tabel 4.3 Nilai AUC masing-masing formula variasi konsentrasi minyak almond ... 35

Tabel 4.4 Nilai AUC masing-masing formula variasi konsentrasi minyak zaitun ... 37

Tabel 4.5 Nilai AUC masing-masing formula variasi konsentrasi mentol 41

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5

Gambar 2.1 Struktur kulit ... 9

Gambar 2.2 Jalur penetrasi obat melalui stratum korneum ... 13

Gambar 2.3 Rumus bangun indometasin ... 20

Gambar 3.1 Skema uji penetrasi gel indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro ... 30

Gambar 4.1 Pengaruh basis alginate, basis HPMC dan basis vaselin terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro ... 31

Gambar 4.2 Pengaruh konsentrasi minyak wijen terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro ... 32

Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi minyak almond terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro ... 35

Gambar 4.4 Pengaruh konsentrasi minyak zaitun terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro ... 37

Gambar 4.5 Pengaruh konsentrasi minyak wijen, minyak almond dan minyak zaitun terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro pada menit ke-270 ... 39

Gambar 4.6 Pengaruh konsentrasi mentol terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro ... 40

Gambar 4.7 Pengaruh konsentrasi mentol terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro pada menit ke-270 ... 42

Gambar 4.8 Perbandingan pengaruh minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun pada konsentrasi 15% dengan pengaruh mentol 5% terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro ... 43

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kurva serapan larutan indometasin dalam medium dapar fosfat pH 7,4 ... 54

Lampiran 2 Kurva kalibrasi larutan indometasin dalam medium dapar fosfat pH 7,4 pada panjang gelombang 266,0 nm ... 55

Lampiran 3 Pengaruh basis gel alginat, basis gel HPMC dan basis vaselin terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro dalam medium dapar fosfat pH 7,4 . 56

Lampiran 4 Perhitungan persen kumulatif indometasin yang berpenetrasi melalui kulit kelinci secara in vitro ... 57

Lampiran 5 Data difusi indometasin dari gel formula 1 ... 58

Lampiran 6 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 1 ... 61

Lampiran 7 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 1 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 62

Lampiran 8 Data difusi indometasin dari gel formula 2 ... 63

Lampiran 9 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 2 ... 66

Lampiran 10 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 2 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 67

Lampiran 11 Data difusi indometasin dari gel formula 3 ... 68

Lampiran 12 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 3 ... 71

Lampiran 13 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 3 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 72

Lampiran 14 Data difusi indometasin dari gel formula 4 ... 73

(15)

Lampiran 16 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 4 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 77

Lampiran 17 Data difusi indometasin dari gel formula 5 ... 78

Lampiran 18 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 5 ... 81

Lampiran 19 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 5 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 82

Lampiran 20 Data difusi indometasin dari gel formula 6 ... 83

Lampiran 21 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 6 ... 86

Lampiran 22 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 6 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 87

Lampiran 23 Data difusi indometasin dari gel formula 7 ... 88

Lampiran 24 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 7 ... 91

Lampiran 25 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 7 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 92

Lampiran 26 Data difusi indometasin dari gel formula 8 ... 93

Lampiran 27 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 8 ... 96

Lampiran 28 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 8 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 97

Lampiran 29 Data difusi indometasin dari gel formula 9 ... 98

Lampiran 30 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 9 ... 101

Lampiran 31 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 9 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 102

Lampiran 32 Data difusi indometasin dari gel formula 10 ... 103

(16)

Lampiran 34 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 10 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 107

Lampiran 35 Data difusi indometasin dari gel formula 11 ... 108

Lampiran 36 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 11 ... 111

Lampiran 37 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 11 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 112

Lampiran 38 Data difusi indometasin dari gel formula 12 ... 113

Lampiran 39 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 12 ... 116

Lampiran 40 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 12 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 117

Lampiran 41 Data difusi indometasin dari gel formula 13 ... 118

Lampiran 42 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 13 ... 121

Lampiran 43 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 13 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 122

Lampiran 44 Data difusi indometasin dari gel formula 14 ... 123

Lampiran 45 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 14 ... 126

Lampiran 46 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 14 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 127

Lampiran 47 Data difusi indometasin dari gel formula 15 ... 128

Lampiran 48 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 15 ... 131

Lampiran 49 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 15 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 132

Lampiran 50 Data difusi indometasin dari gel formula 16 ... 133

(17)

Lampiran 52 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 16 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 137

Lampiran 53 Data difusi indometasin dari gel formula 17 ... 138

Lampiran 54 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 17 ... 141

Lampiran 55 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 17 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 142

Lampiran 56 Data difusi indometasin dari gel formula 18 ... 143

Lampiran 57 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 18 ... 146

Lampiran 58 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 18 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 147

Lampiran 59 Data difusi indometasin dari gel formula 19 ... 148

Lampiran 60 Jumlah rata-rata difusi indometasin yang berpenetrasi dari gel formula 19 ... 151

Lampiran 61 Data AUC uji difusi indometasin dari gel formula 19 dalam medium dapar fosfat pH 7,4 suhu 37oC ... 152

Lampiran 62 Laju pelepasan indometasin dengan enhancer minyak wijen ... 153

Lampiran 63 Laju pelepasan indometasin dengan enhancer minyak almond ... 154

Lampiran 64 Laju pelepasan indometasin dengan enhancer minyak zaitun ... 155

Lampiran 65 Laju pelepasan indometasin dengan enhancer mentol ... 156

Lampiran 66 Data uji statistik pengaruh minyak wijen terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro . 157

Lampiran 67 Data uji statistik pengaruh minyak almond terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro . 159

(18)

Lampiran 69 Data uji statistik pengaruh mentol terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro ... 163

Lampiran 70 Data uji statistik perbandingan pengaruh minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun pada konsentrasi 10% dengan pengaruh mentol pada konsentrasi 5% terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro . 165

(19)

Studi Efek Minyak Wijen, Minyak Almond, dan Minyak Zaitun terhadap Penetrasi Indometasin melalui Kulit Kelinci secara In Vitro

dari Basis Gel Alginat Abstrak

Latar belakang: Indometasin adalah suatu obat antiinflamasi nonsteroid yang potensial, tetapi pemberiannya secara oral dapat menyebabkan iritasi lambung. Oleh karena itu, penyampaiannya melalui kulit dapat menghindarkan efek samping lokal yang ditimbulkannya.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun terhadap penetrasi indometasin dari sediaan gel secara in vitro menggunakan kulit kelinci dan sebagai pembanding digunakan mentol.

Metode: Pada penelitian ini dibuat 19 formula gel yang mengandung indometasin 1% meliputi formula F1 tanpa mengandung enhancer. Formula F2, F3, F4, F5, F6 masing-masing mengandung minyak wijen 3, 5, 7, 10, 15%. Formula F7, F8, F9, F10, F11 masing-masing mengandung minyak almond 3, 5, 7, 10, 15%. Formula F12, F13, F14, F15, F16 masing-masing mengandung minyak zaitun 3, 5, 7, 10, 15%, dan F17, F18, F19 masing-masing mengandung mentol 3, 5, 10%. Uji pengaruh minyak wijen, minyak almond dan minyak zaitun terhadap penetrasi indometasin secara in vitro melalui kulit kelinci bebas bulu dari dasar gel alginat dilakukan dengan menggunakan sel difusi. Jumlah indometasin yang terpenetrasi ke dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 ditentukan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 266,0 nm. Semua pengujian dilakukan selama 9 jam. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak wijen, minyak almond, minyak zaitun, sampai konsentrasi 10% meningkatkan penetrasi dari indometasin. Minyak wijen 10% memberikan penetrasi yang paling tinggi, tetapi bila dibandingkan dengan mentol 5% memberikan penetrasi indometasin yang lebih rendah dari sediaan gel melalui kulit kelinci. Efek penambahan minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun menunjukkan jumlah indometasin yang terpenetrasi dari urutan yang paling tinggi ke rendah adalah minyak wijen > minyak zaitun > minyak almond.

Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak wijen memberikan penetrasi indometasin yang paling tinggi.

(20)

The Study of Sesame Oil, Almond oil and Olive Oil Effect Against In Vitro Penetration of Indomethacin Through Rabbit Skin

From Alginate Gel Base Abstract

Background: Indomethacin is a potential nonsteroidal antiinflamatory drugs, but it can cause gastric iritation if it is given orally. Therefore, the delivery system of indometachin through skin can avoid the local side effect.

Aim: The aim of this research was to know the effect of sesame oil, almond oil, and olive oil on the penetration of indomethacin from in vitro gel preparations by using the skin of rabbit and using menthol as the comparison.

Methods: This study was made from 19 gel formula containing indomethacin 1% include formula F1 without contained enhancer. Formula F2, F3, F4, F5, F6 with the concentration of sesame oil were 3, 5, 7, 10, 15%. Formula F7, F8, F9, F10, F11 with the concentration of almond oil were 3, 5, 7, 10, 15%. Formula F12, F13, F14, F15, F16 with the concentration of olive oil were 3, 5, 7, 10, 15%, and F17, F18, F19 with the concentration of menthol were 3, 5, 10%. Indomethacin in vitro penetration test was done through fur free rabbit skin from the basis alginate gel by using diffusion cell. The amount of indomethacin that penetrated in phosphate buffer solution pH 7.4 was determined by UV spectrophotometer at wavelength 266.0 nm. The experiments were done for 9 hours.

Results: The results showed that the addition of sesame oil, almond oil, olive oil, to a concentration of 10% increased penetration of indomethacin. The concentration of sesame oil 10% provided the highest penetration, but when compared with 5% menthol give indomethacin lower penetration of the preparation gel through the skin of rabbits. The effect of the addition of sesame oil, almond oil, and olive oil indicated the number of indomethacin which penetrated from the order of the most high to low was sesame oil > olive oil > almond oil.

Conclusions: From this study can conclude that sesame oil provide the highest penetration of indomethacin.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini, penyampaian obat secara transdermal merupakan salah satu

metode yang paling menjanjikan untuk aplikasi dalam penghantaran obat (Fang,

et al., 2007). Sistem penyampaian obat transdermal (TDDS) memiliki banyak

keuntungan dibandingkan dengan pemberian obat oral, injeksi dan inhaler sistem

klasik secara konvensional. Keuntungan yang paling penting dari sistem ini

adalah meningkatkan bioavailabilitas obat sistemik, karena first pass metabolism

melalui hati dan gangguan sistem pencernaan dapat dihindari, dengan profil

sistem penghantaran obat yang konstan dan terkontrol (mengikuti absorbsi orde

nol) (Ammar, et al., 2007). Keuntungan lain adalah efek terapi yang lama

walaupun hanya sekali pemakaian serta efeknya yang reversibel (Murthy dan

Hiremath, 2004). Meskipun memiliki banyak keuntungan, penyampaian obat

secara transdermal memiliki tantangan tersendiri yaitu obat harus mampu

berpenetrasi melalui stratum korneum, dan teknik yang paling populer

menggunakan peningkat penetrasi kimia, yang reversibel mengganggu

penghalang permeabilitas dari stratum korneum (Barry, 1991). Lapisan ini

merupakan penghalang yang mencegah masuknya zat-zat ke dalam kulit dan

membatasi terjadinya proses difusi zat toksik tertentu ke dalam tubuh (Vikas, et

al., 2011).

Sebelumnya penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik

(22)

Dermawan, et al., (2013), menunjukkan bahwa Tween 80 dan Minyak Inti Sawit

dapat meningkatkan penetrasi asam askorbat melalui kulit kelinci, tetapi Tween

80 harus digunakan dalam konsentrasi rendah 2,5 dan 5%. Sedangkan hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh pada Amelia (2014), menunjukkan bahwa

kombinasi Tween 80 (konsentrasi 5%) dengan produk transesterifikasi minyak

inti sawit (konsentrasi 10%) menghasilkan efek peningkatan penetrasi yang lebih

besar dibandingkan dengan penggunaan Tween 80 (konsentrasi 5%), akan tetapi

lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan produk transesterifikasi minyak inti

sawit (konsentrasi 10%). Dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Marbun

(2015), menunjukkan bahwa minyak esensial seperti minyak kayu putih, minyak

nilam dan minyak cengkeh dapat meningkatkan penetrasi indometasin melalui

kulit kelinci secara In Vitro dan minyak kayu putih 15% memberikan penetrasi

yang paling tinggi.

Stratum korneum merupakan lapisan terluar kulit, di mana stratum

korneum berperan sebagai suatu penghalang fisik yang nyata bagi kebanyakan zat

yang berkontak dengan kulit. Stratum korneum terdiri dari sepuluh sampai dua

puluh lapisan sel yang terdapat di seluruh tubuh. Setiap sel berbentuk pipih,

memiliki panjang sekitar 34-44 µm, lebar 25-36 µ m, dan tebal 0,15-0,2 µm

dengan luas permukaan 750-1200 µm2 yang mana satu dengan yang lainnya

terkumpul membentuk suatu susunan yang menyerupai batu bata (Pathan, et al.,

2009).

Enha ncer terdiri dari golongan pelarut (air, alkohol, dimetil sulfoksida),

azone, terpen, pirolidon, asam lemak, ester, surfaktan, dan prodrug (Bharkatiya

(23)

Interaksi antara enhancer dengan gugus polar dari lipid stratum korneum adalah

salah satu cara untuk meningkatkan penetrasi. Interaksi antar gugus-gugus lipid

dan perubahan susunan lipid menyebabkan fasilitasi difusi dari obat-obat

hidrofilik (Vikas, et al., 2011). Bahan enhancer kimia dipercaya bekerja aktif

dengan cara memecah susunan molekul interselular, terutama lipid bilayer, yang

mempertahankan ketahanan difusi dari barier. Perubahan dari lingkungan

korneosit juga dapat mempengaruhi penetrasi obat (Walker dan Smith, 1996).

Indometasin merupakan derivat asam arilasetat yang sangat efektif sebagai

anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik. Indometasin sering digunakan untuk

penyembuhan rheumatoid arthritis kronis, osteoarthritis, acute gout dan

peria rthritis humerosca pula ris (Rusu, et al., 1998). Terapi indometasin secara

oral sangat efektif, tetapi memiliki kelemahan seperti efek samping pada saluran

cerna berupa iritasi, ulkus lambung, rasa panas dan nyeri perut, pendarahan

saluran cerna dan merusak fungsi ginjal (Scheiman, 2001; Immer, et al., 2003).

Minyak wijen (Wijen indicum L.) telah dibudidayakan di Korea sejak

zaman kuno untuk digunakan sebagai makanan kesehatan tradisional (Nzikou, et

al., 2009). Minyak wijen sebagai peningkat penetrasi memiliki protein (25%)

yang dapat meningkatkan penetrasi melalui jalur polar dengan pembesaran kanal

air (Alvarez dan Rodriguez, 2000). Selain itu minyak wijen juga diketahui efektif

sebagai peningkat penetrasi hingga konsentrasi 10%, sebagai obat yang digunakan

ibuprofen (Dinda dan Ratna, 2006).

Minyak almond merupakan peningkat penetrasi alami yang mana akan

meningkatkan penetrasi obat dengan modifikasi tertentu di lapisan lipid dari

(24)

sebagai obat yang digunakan ketoprofen (Hussain, et al., 2012). Minyak almond

juga merupakan minyak nabati yang stabil, yang dapat meningkatkan efek

absorbsi perkutan (Mizobuchi, et al., 2001).

Minyak zaitun (olive oil) adalah minyak hasil perasan dari buah zaitun.

Pada masa Mesir Kuno minyak zaitun dianggap sebagai minyak suci yang

memiliki kandungan vitamin dan mineral serta segudang manfaat yang tak lekang

oleh waktu (Khadijah, 2012). Minyak zaitun digunakan sebagai peningkat

penetrasi dan ditambahkan dalam konsentrasi yang berbeda, untuk beberapa

formulasi dipilih efek peningkatan pada profil pelepasan obat secara in vitro,

sebagai obat yang digunakan flurbiprofen (Hussain, et al., 2012).

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan membandingkan daya

penetrasi dari minyak wijen, minyak almond, minyak zaitun dan mentol

menggunakan indometasin sebagai model obat yang dibuat dalam sediaan gel dan

diuji melelui kulit kelinci, dimana indometasin sendiri adalah obat yang bersifat

(25)

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Secara skematis, kerangka pikir penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Latar Belakang Penyelesaian Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

1.3 Perumusan Masalah

a. Apakah minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun dapat

meningkatkan penetrasi indometasin dalam bentuk sediaan gel melalui

kulit kelinci secara in vitro?

b. Apakah minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun dapat

meningkatkan penetrasi indometasin yang lebih besar dibandingkan

dengan pengaruh mentol dalam bentuk sediaan gel melalui kulit kelinci

(26)

1.4 Hipotesis Penelitian

a. Minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun dapat meningkatkan

penetrasi indometasin dalam bentuk sediaan gel melalui kulit kelinci

secara in vitro.

b. Minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun dapat meningkatkan

penetrasi indometasin lebih besar dibandingkan dengan pengaruh mentol

dalam bentuk sediaan gel melalui kulit kelinci secara in vitro.

1.5Tujuan Penelitian

a. Mengetahui pengaruh minyak wijen, minyak almond, dan minyak zaitun

terhadap penetrasi indometasin dalam bentuk sediaan gel melalui kulit

kelinci secara in vitro.

b. Membandingkan pengaruh minyak wijen, minyak almond, dan minyak

zaitun dengan pengaruh mentol dalam berbagai konsentrasi terhadap

penetrasi indometasin dalam bentuk sediaan gel melalui kulit kelinci

secara in vitro.

1.6 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan bahwa indometasin dapat diberikan

secara transdermal dalam bentuk sediaan gel sebagai obat antiinflamasi nonsteroid

(non steroidal antiinflamatory drug) untuk pengobatan reumatoid artritis,

osteoa rtritis, a nkylosing spondylitis, dan acute gouty arthritis sehingga dapat

mengurangi efek samping dan meningkatkan kenyamanan penggunaan obat bagi

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Dasar Difusi Melalui Membran

Difusi didefenisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul

suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan

dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas

(barrier), misalnya membran polimer. Sebagai contoh, perjalanan suatu zat

melalui suatu batas bisa terjadi oleh suatu permeasi molekul sederhana atau oleh

gerakan melalui pori dan lubang (saluran) (Martin, et al., 1993).

2.1.1 Hukum Fick pertama

Sejumlah M benda yang mengalir melalui satu satuan penampang

melintang, S, dari suatu pembatas dalam satu satuan waktu t dikenal sebagai aliran

dengan simbol, J (Martin, et al., 1993).

J =

dM

Sdt

.

(1)

Di mana: M = massa (gram)

S = luas permukaan batas (cm2 )

Sebaliknya aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi dC/dX:

J = - D dC

dX (2)

Di mana: D = koefisien difusi (cm2/detik)

C = konsentrasi (gram/cm3)

(28)

Persamaan (2) dikenal sebagai hukum Fick pertama. Persamaan ini

memberikan aliran (laju difusi melalui satuan luas) dalam aliran pada keadaan

tunak. Dalam percobaan difusi, larutan dalam kompartemen reseptor yang

diambil, diganti secara terus menerus dengan pelarut baru untuk menjaga agar

selalu dalam keadaan sink.

Parameter penetrasi perkutan secara in vitro dihitung dari data penetrasi

dengan menggunakan persamaan berikut:

D =   6 2

( 3 )

Js =

m s

C

DK

= Kp Cs ( 4 )

Di mana:

D = koefisien difusi (cm2/jam)

 = ketebalan membran (cm)  = lag time (jam)

Kp = koefisien permeabilitas melalui membran (jam -1. cm -2)

Cs = konsentrasi zat aktif dalam salep (mcg)

Js = fluks (mcg/jam.cm2)

Km = koefisien partisi kulit/pembawa (cm/jam2) (Martin, et al., 1993).

2.2 Kulit

Kulit menutupi seluruh tubuh dan melindunginya dari rangsangan

eksternal dan kerusakan serta dari kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit

orang dewasa sekitar 1,6 m2. Ketebalan kulit bervariasi terhadap usia, jenis

kelamin dan lingkungan hidup. Umumnya, kulit pria lebih tebal dibandingkan

(29)

Secara umum, kulit pada kelopak mata adalah yang paling tipis dan kulit pada

telapak kaki adalah yang paling tebal (Mitsui, 1997).

2.2.1 Anatomi dan fisiologi kulit

Secara histopatologis kulit tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:

a. Lapisan epidermis

b. Lapisan dermis

c. Lapisan subkutan(Wasitaatmadja, 1997).

Gambar 2.1 menunjukkan struktur anatomi kulit (Saurabh, et al., 2014).

Gambar 2.1 Struktur kulit 2.2.1.1 Lapisan epidermis

Epidermis mempunyai ketebalan yang bervariasi, tergantung pada ukuran

sel dan jumlah lapisan sel, mulai dari 0,8 mm pada telapak tangan dan 0,06 mm

(30)

Lapisan epidermis tersusun dari lima lapisan yaitu:

a. Lapisan tanduk (Stratum korneum)

Stratum korneum merupakan lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas

beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah

berubah menjadi keratin (zat tanduk) (Wasitaatmadja, 1997).

b. Lapisan lusidum (stratum lusidum)

Stratum lusidum merupakan lapis sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma

yang berubah menjadi protein eleidin. Lapisan ini terdapat jelas di telapak tangan

dan kaki. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum

(Wasitaatmadja, 1997).

c. Lapisan keratohialin (stratum granulosum)

Stratum granulosum merupakan dua atau tiga lapis sel gepeng dengan

sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel di antaranya. Butir-butir kasar ini

terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum

granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki (Wasitaatmadja, 1997).

d. Lapisan spinosum (stratum spinosum)

Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel berbentuk poligonal dengan

ukuran bermacam-macam akibat proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena

banyak mengandung glikogen dan inti sel terletak di tengah. Sel-sel ini makin

dekat ke permukaan kulit makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum

spinosum terdapat jembatan antarsel (intercellular bridges) yang terdiri atas

protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antarjembatan membentuk

(31)

spinosum terdapat sel-sel Langerhans yang mempunyai peran penting dalam

sistem imun tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

e. Lapisan basal (stratum basale)

Lapisan basal merupakan dasar epidermis, berproduksi dengan cara mitosis.

Lapisan ini terdiri atas sel-sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal, dan pada

taut dermoepidermal berbaris seperti pagar (palisade) (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.1.2 Lapisan dermis

Dermis mempunyai lapisan yang jauh lebih tebal daripada epidermis,

terbentuk oleh jaringan elastik dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar,

dan rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas:

a. Pa rs pa pila ris, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis, berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah.

b. Pa rs retikula ris, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan

subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin.

Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan

kondroitin sulfat dan sel-sel fibroblas. Kolagen muda bersifat lentur namun

dengan bertambahnya umur menjadi stabil dan keras. Retikulin mirip dengan

kolagen muda, sedangkan elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf,

mudah mengembang, dan elastis (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.1.3 Lapisan subkutan

Lapisan subkutan merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat

longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar,

dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel

(32)

trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi

sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,

pembuluh darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan lemak tidak sama

bergantung pada lokasi, di abdomen 3 cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan

penis sangat tipis. Lapis lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan

(Wasitaatmadja, 1997).

2.2.2 Sistem penyampaian obat melalui kulit

Penyampaian obat secara transdermal menjadi alternatif yang lebih

diinginkan untuk meningkatkan efisiensi pengobatan serta lebih aman daripada

penyampaian obat secara oral. Pasien sering lupa meminum obat atau menjadi

bosan harus mengkonsumsi beberapa jenis obat dengan frekuensi yang beberapa

kali sehari. Selain itu, penyampaian obat oral sering menyebabkan gangguan

lambung dan inaktivasi sebagian obat karena first pass metabolism di hati. Selain

itu, absorpsi keadaan tunak suatu obat melalui kulit selama beberapa jam ataupun

hari menghasilkan level dalam darah yang lebih disukai daripada yang dihasilkan

dari obat oral (Kumar, et al., 2010).

2.2.3 Keuntungan sistem penyampaian obat melalui kulit

Sistem penyampaian obat melalui kulit memiliki beberapa keuntungan,

antara lain:

a. Durasi kerja yang panjang sehingga frekuensi pemberian obat berkurang

b. Kenyamanan pemberian obat

c. Meningkatkan bioavailabilitas

(33)

e. Mengurangi efek samping obat dan meningkatkan terapi karena

mempertahankan level plasma sampai akhir interval terapi

f. Kemudahan penghentian pemakaian obat

g. Meningkatkan kepatuhan pasien (Kumar, et al., 2010).

2.2.4 Kerugian sistem penyampaian obat melalui kulit

Sistem penyampaian obat melalui kulit memiliki beberapa kerugian, antara

lain:

a. Kemungkinan terjadinya iritasi lokal

b. Kemungkinan terjadinya eritema, gatal, dan edema lokal yang disebabkan

obat ataupun bahan tambahan dalam formulasi sediaan (Kumar, et al.,

2010).

2.2.5 Rute penyampaian obat melalui kulit

Ada dua jalur utama obat berpenetrasi menembus stratum korneum, yaitu:

jalur transepidermal dan jalur pori. Gambar 2.2 menunjukkan jalur penetrasi obat

(Trommer dan Neubert, 2006).

(34)

Jalur transepidermal dibagi lagi menjadi jalur transselular dan jalur

interselular. Pada jalur transelular, obat melewati kulit dengan menembus secara

langsung lapisan lipid stratum korneum dan sitoplasma dari keratinosit yang mati.

Jalur ini merupakan jalur terpendek, tetapi obat mengalami resistansi yang

signifikan karena harus menembus struktur lipofilik dan hidrofilik. Jalur yang

lebih umum bagi obat untuk berpenetrasi melalui kulit adalah jalur interselular

(Hadgraft, 2004).

Pada jalur ini, obat berpenetrasi melalui ruang antar korneosit. Jalur melalui

pori dapat dibagi menjadi jalur transfolikular dan transglandular. Karena kelenjar

dan folikel rambut hanya menempati sekitar 0,1% dari total luas kulit manusia,

oleh karena itu kontribusi rute ini terhadap penetrasi dianggap kecil(Moser, et al.,

2001). Tetapi, jalur transfolikular dapat menjadi jalur yang penting bagi penetrasi

obat yang diberikan secara topikal (Lademann, et al., 2003).

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelepasan Obat Secara Transdermal 2.3.1 Faktor kimia

Faktor-faktor kimia obat yang dapat mempengaruhi pelepasan obat melalui

kulit yaitu:

a. Berat molekul obat

Absorpsi berhubungan terbalik dengan berat molekul dan semakin kecil

molekul semakin cepat penetrasinya kedalam kulit daripada yang berukuran

besar. Semakin tinggi berat molekul semakin rendah tingkat penetrasi kedalam

(35)

b. Lipofilisitas

Pengaruh koefisien partisi terhadap difusi molekul telah dipelajari. Dengan

mengacu pada difusi pasif, peningkatan lipofilisitas obat menyebabkan

berkurangnya permeasi (Denet, et al., 2004). Sebuah studi serupa dengan

nalbuphine dan prodrugnya yang menunjukkan bahwa peningkatan lipofilisitas

menyebabkan rasio peningkatan penetrasi menurun (Sung, et al., 2003).

c. Formulasi

Faktor lain yang mempengaruhi penetrasi senyawa bioaktif melalui kulit

adalah jenis formulasi yang dirancang untuk masuknya obat. Konsentrasi obat

mempengaruhi penghantaran topikal dan formulasi memainkan peranan penting

dalam pemasukan obat melalui kulit, dengan korelasi antara konsentrasi dan

jumlah obat yang dihantarkan melalui kulit (Regnier, et al., 1998). Selanjutnya,

peningkatan viskositas pada formulasi menurunkan penetrasi obat ke dalam kulit

yang mungkin disebabkan oleh penurunan difusi.

d. Koefisien Partisi

Koefisien partisi merupakan faktor yang penting untuk permeasi obat melalui

stratum korneum. Untuk pemberian obat pertama sampai terakhir, obat harus

memiliki karakteristik tertentu yang meliputi massa molekul rendah, kelarutan

yang cukup dalam minyak, dan koefisien partisi yang cukup tinggi. Hal ini

diamati bahwa semakin tinggi nilai koefisien partisi, obat lipofilik tidak mudah

masuk ke stratum korneum (Prakash dan Thiagarajan, 2012).

2.3.2 Faktor biologis

Faktor-faktor biologis obat yang dapat mempengaruhi pelepasan obat

(36)

a. Kondisi Kulit

Kulit yang utuh berfungsi juga sebagai pelindung yang kuat tetapi banyak

bahan yang diketahui dapat merusak pelindung tersebut. Beberapa asam maupun

basa dapat melukai sel pelindung dan mengizinkan penetrasi obat. Penyakit

umumnya mengubah kondisi kulit yang dapat meningkatkan permeabilitas obat.

Penyakit yang ditandai dengan kerusakan stratum korneum, permeasi meningkat.

Karena lapisan pertama dari stratum korneum yang baru terbentuk, tingkat

permeasi menurun. Difusi pasif maksimum terjadi pada area yang memiliki

banyak folikel rambut daripada area yang memiliki lapisan stratum korneum yang

tebal (Prakash dan Thiagarajan, 2012).

b. Usia Kulit

Hal ini sering diasumsikan bahwa kulit muda dan tua lebih permeabel

dibandingkan orang dewasa setengah baya, tapi tidak ada bukti konklusif untuk

fenomena ini. Anak-anak lebih rentan terhadap efek toksik obat dan pada bayi

prematur, stratum korneum tidak ada. Ini mungkin merupakan keuntungan untuk

mengobati beberapa penyakit melalui aplikasi topikal (Prakash dan Thiagarajan,

2012).

c. Aliran Darah

Perubahan sirkulasi perifer tidak mempengaruhi penyerapan transdermal.

Tetapi peningkatan aliran darah dapat mengurangi waktu molekul terdifusi untuk

bertahan pada dermis, juga meningkatkan konsentrasi gradien melalui kulit.

Aliran darah lokal tidak mempengaruhi penetrasi epidermis dari kation

monovalen melalui kulit (Cross dan Roberts, 1995). Namun, penetrasi dalam

(37)

dengan pengurangan aliran darah ke kulit dengan menggunakan fenilefrin,

vasokonstriktor (Higaki, et al., 2005).

d. Metabolisme kulit

Beberapa proses metabolisme terjadi pada kulit akibat enzim yang terletak di

epidermis yang menentukan efikasi terapetik dari obat yang diaplikasikan secara

topikal dengan memodulasi biotransformasi kulit (Schaefer dan Filaquier, 1992).

2.3.3 Karakteristik molekul obat yang cocok untuk diformulasi menjadi sediaan transdermal

Ada 4 karakteristik molekul obat yang cocok untuk diformulasi menjadi

sediaan transdermal, yaitu (Barry, 1983):

a. Memiliki massa molekul yang rendah, yaitu lebih kecil dari 600 Da

b. Memiliki kelarutan yang cukup, baik dalam minyak maupun dalam air

c. Memiliki koefisien partisi yang cocok

d. Memiliki titik lebur yang rendah, titik lebur yang rendah menunjukkan

kelarutan yang ideal.

2.4 Enhancer (Peningkat Penetrasi)

Enha ncer atau peningkat penetrasi adalah bahan yang dapat meningkatkan

permeabilitas kulit. Bahan peningkat penetrasi tidak memiliki efek terapi, tetapi

dapat mentransport obat dari bentuk sediaan ke dalam kulit (Kushwaha dan

Sharma, 2012). Alasan dibutuhkan penggunaan bahan peningkat penetrasi adalah

adanya barier penetrasi, yaitu stratum korneum. Peningkatan penetrasi obat dapat

dilakukan menggunakan peningkat penetrasi kimia maupun fisika (Sharma, et al.,

(38)

2.4.1 Peningkat penetrasi secara fisika

Peningkat penetrasi secara fisika dapat dilakukan dengan (Sharma, et al.,

2012):

a. Tato obat (medicated tattoos)

b. Gelombang tekanan

c. Frekuensi radio

d. Magnetoforesis

e. Iontoforesis

f. Elektroporasi

g. Mikroporasi

h. Injeksi tanpa jarum

i . Sonoforesis / Fonoforesis

2.4.2 Peningkat penetrasi secara kimia

Tujuan peningkat penetrasi adalah untuk meningkatkan permeabilitas barier

stratum korneum tanpa merusak sel. Sifat enhancer kimia yang ideal adalah:

a. Inert secara farmakologi.

b. Non-toksik, non-iritasi dan non-alergenik.

c. Onset of a ction obat cepat dan durasi kerja obat yang digunakan sesuai dan

dapat diperkirakan.

d. Dengan penghilangan enhancer, stratum korneum segera pulih kembali.

e. Bekerja saru arah, yaitu dapat membantu masuknya zat dari luar ke dalam

tubuh, tapi mencegah keluarnya material endogen dari dalam tubuh.

f. Memiliki efikasi yang baik dan kompatibel secara fisika dan kimia dengan

(39)

g. Merupakan pelarut yang baik bagi obat sehingga hanya dibutuhkan jumlah

obat yang minimal.

h. Mudah disapukan pada kulit dan cocok dengan kulit.

i. Dapat di formulasi dengan mudah pada lotion, suspensi, salep, krem, gel

dan aerosol.

j. Tidak mahal, berbau, berasa dan berwarna (Ramteke, et al., 2012)

2.4.3 Mekanisme kerja enhancer kimia

Enha ncer kimia dapat bekerja dengan salah satu atau lebih mekanisme

utama berikut ini:

a. Merusak struktur lipid stratum korneum yang rapat

b. Berinteraksi dengan stuktur protein intraselular

c. Meningkatkan partisi obat atau pelarut ke dalam stratum korneum

(Bhowmik, et al., 2013).

2.4.4 Jenis-jenis enhancer kimia

Beberapa senyawa telah diketahui berperan sebagai enhancer kimia seperti:

a. Sulfoksida dan senyawa yang mirip

b. Azone

c. Pirolidon

d. Asam lemak

e. Ester

f. Minyak atsiri, terpen, dan terpenoid

g. Surfaktan

h. Propilen glikol

(40)

2.4.4.1 Lemak

Efek peningkat penetrasi dari lemak telah banyak disebutkan dalam

literatur. Lemak dapat mengoklusi (menutup permukaan kulit), dengan demikian

dapat meningkatkan hidrasi jaringan dan dapat meningkatkan permeasi obat

ketika digunakan pada stratum korneum sebagai pembawa, lemak dapat menyatu

dengan lipid stratum korneum dan merusak struktur stratum korneum sehingga

pembawa bebas menembus ke dalam kulit di mana obat mungkin kurang larut dan

karenanya meningkatkan aktivitas termodinamika obat (Williams dan Barry,

2004).

2.5 Indometasin 2.5.1 Uraian bahan a. Rumus bangun :

Gambar 2.3 Rumus bangun indometasin

b. Rumus molekul : C19H16ClNO4

c. Berat molekul : 357,80

d. Nama kimia : Asam 1-(4-klorbenzoil)-5-metoksi-2metilindol-3-il-asetat

e. Pemerian : Hablur atau serbuk kuning pucat hingga kuning kecoklatan,

tidak berbau atau hampir tidak berbau, hampir tidak

(41)

f. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 50 bagian etanol

(95%) P, dalam 30 bagian kloroform P, dan dalam 45

bagian eter P (Ditjen POM, 1979).

2.5.2 Efek indometasin terhadap inflamasi

Indometasin merupakan salah satu obat antiinflamasi nonsteroid yang paling

efektif untuk pengobatan reumatoid artritis, ankylosing spondylitis, osteoartritis,

dan acute gouty arthritis (Ramarao dan Diwan, 1998). Mekanisme kerja

indometasin sebagai antiinflamasi yaitu dengan cara menghambat kedua isoenzim

siklooksigenase (COX), COX-1 dan COX-2 secara kompetitif. Di mana enzim

COX-1 dan COX-2 dapat mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi

prostaglandin G-2 (PGG-2), dan tromboksan yang digunakan oleh tubuh untuk

menjalankan berbagai respon fisiologis (Tjay dan Rahardja, 2008).

2.6 Minyak Wijen

Minyak wijen adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan

biji-biji sesami/wijen, berupa cairan yang warnanya kuning pucat, berbau lemah, dan

rasanya tawar. Berbeda dengan minyak-minyak nabati lainnya, minyak wijen

tidak membeku dalam keadaan temperatur udara 0°C (Sutedjo, 2004).

Zat-zat yang terkandung dalam minyak wijen, yaitu:

a. Gliserida dari asam oleat (75%).

b. Gliserida asam linoleat, asam palmitat, asam stearat, dan asam miristat

(42)

2.7 Minyak Almond

Minyak almond diperoleh dari kernel yang telah dikeringkan dari

tumbuhannya. Minyak almond digunakan dalam dunia pemijatan tradisional

karena kemampuannya melubrikasi kulit selama pemijatan sehingga minyak

almond dianggap sebagai salah satu emolien yang efektif. Minyak almond

memiliki kandungan vitamin E yang tinggi yaitu 39,2 mg dalam 100 g almond.

Minyak almond mengandung asam lemak penting dimana dibutuhkan karena

tidak dapat disintesis tubuh. Minyak almond kaya akan beta-zoozteril, squalene

dan alfa tokoferol, semua ini merupakan konstituen penting untuk kulit yang

sehat. Minyak almond kaya akan asam lemak penting, karbohidrat dan protein

mengandung vitamin dan mineral yang tinggi (Zeeshan, 2010).

Minyak almond bersifat tidak meracuni, tidak mengiritasi, tidak larut dalam

air dan merupakan pengemulsi yang baik, dimana memiliki kemampuan seperti:

a. Memiliki sifat pelumas yang kering meskipun diaplikasikan dalam jumlah

banyak dibandingkan dengan minyak mineral.

b. Pelarut yang unggul pada bahan baku lipofilik terutama untuk sediaan tabir

surya.

c. Stabil terhadap hidrolisis di pH 2-12 (Zeeshan, 2010).

2.8 Minyak Zaitun Ekstra Murni

Minyak zaitun ekstra murni (Extra Virgin Olive Oil) adalah minyak zaitun

yang didapat dari ekstraksi buah zaitun segar, yang menggunakan proses mekanik

tanpa pemanasan dan tanpa penambahan zat aditif, serta tanpa pelarut apapun

(43)

nutrisi, squalene, zat besi, kalsium, potassium, polifenol, asam lemak, dan

omega-9 (Khadijah, 2012). Tabel 2.1 menunjukkan kandungan nutrisi dari minyak zaitun

per 100 gram. Kandungan vitamin E dalam minyak zaitun mencapai 14 mg/100 g.

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi minyak zaitun per 100 g

Energi 3,701 kJ (885 kcal)

Setiap 100 g minyak zaitun sama dengan 109 ml (Agung, 2014).

2.9 Kandungan Asam Lemak (%) dalam Minyak Wijen, Minyak Almond dan Minyak Zaitun

Kandungan asam lemak terbanyak pada minyak wijen, minyak almond,

dan minyak zaitun adalah asam oleat. Tabel 2.2 menunjukkan kandungan asam

lemak (%) dalam minyak wijen, minyak almond dan minyak zaitun (Alvarez dan

Rodriguez, 2000; Khadijah, 2012).

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Sel difusi yang terdiri dari sel donor dan sel reseptor dengan volume

masing-masing 10,8 ml dan luas permukaan sel difusi 1,28 cm2, spektrofotometer

(UV-1800 Shimadzu Spectrophotometer ), magnetic stirrer (Boeco), magnetic bar,

pH meter (Hanna), penunjuk waktu (stopwatch), neraca analitik (Ohaus),

mikrometer skrup (Delta Corporation), lumpang dan stamfer, gelas ukur (Pyrex),

beaker gelas (Pyrex), labu tentukur 1000 ml (Pyrex), labu tentukur 500 ml

(Pyrex), labu tentukur 100 ml (Pyrex), labu tentukur 25 ml (Pyrex), maat pipet 1

ml (Pyrex), corong pisah (Interkey), termostat (MGW Lauda), lemari pendingin

Gla cier (Nuaire), gelas arloji, selang air, sirkulator, termometer, statif, klem, bola

hisap, kertas perkamen, pot plastik, batang pengaduk, spatula, pipet tetes, gunting

dan alat-alat laboratorium yang biasa digunakan.

3.1.2 Bahan-bahan

Indometasin (Wako pure chemical industries, Ltd Japan), minyak wijen

(Green Tosca), minyak almond (almond oil ex Lipo USA), minyak zaitun ekstra

murni (Extra Virgin Olive Oil) (Dougo), mentol (Merck), kalium dihidrogen

fosfat (Merck), natrium hidroksida (Merck), natrium klorida (Merck), HPMC

(The Dow Chemical Company), vaselin album, silicone grease, natrium alginat

(Wako pure chemical industries, Ltd Japan), kalsium klorida (Merck), metil

(45)

3.2 Prosedur Penelitian 3.2.1 Pembuatan pereaksi

3.2.1.1 Pembuatan akuades bebas karbon dioksida

Akuades dididihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan

sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara (Ditjen POM,

1995).

3.2.1.2 Pembuatan larutan natrium hidroksida 0,2 N

Natrium hidroksida sebanyak 8 gram dilarutkan dalam air bebas

karbondioksida hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.2.1.3 Pembuatan medium dapar fosfat (pH 7,4)

Kalium dihidrogen fosfat sebanyak 6,8 gram dilarutkan dalam 250 air

suling bebas CO2, lalu ditambahkan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 195,5 ml,

lalu ditambahkan air bebas karbondioksida hingga volumenya 1000 ml (Ditjen

POM, 1995).

3.2.1.4 Pembuatan larutan natrium klorida 0,9%

Natrium klorida sebanyak 9 gram dilarutkan dalam air bebas

karbondioksida hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.2.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi larutan indometasin dalam medium dapar fosfat (pH 7,4)

3.2.2.1 Pembuatan larutan induk baku indometasin

Indometasin ditimbang sebanyak 25 mg dan dimasukkan kedalam labu

tentukur 500 ml, ditambahkan medium pH 7,4, dikocok selama 30 menit

kemudian dicukupkan dengan medium pH 7,4 sampai garis tanda. Konsentrasi

(46)

3.2.2.2 Pembuatan blanko dan penentuan baseline

Pelarut dimasukkan kedalam kedua kuvet sebagai blanko, kemudian

diukur absorbansinya sehingga didapat baseline untuk pengukuran sampel.

3.2.2.3 Pembuatan kurva serapan indometasin

Larutan induk baku dipipet 5 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml

kemudian dicukupkan dengan medium pH 7,4 sampai garis tanda, dikocok sampai

homogen. Konsentrasi indometasin adalah 10 ppm (mcg/ml). Diukur serapannya

dengan spektrofotometer uv pada panjang gelombang 200-360nm.

3.2.2.4 Pembuatan kurva kalibrasi indometasin

Dari larutan induk baku tersebut dibuat larutan indometasin dengan

berbagai konsentrasi yaitu: 0,3; 1; 4; 8; 10; 12; 14; 16 dan 18 ppm denga n

memipet larutan induk baku masing-masing 0,15; 0,5; 2; 4; 5; 6; 7; 8 dan 9 ml

dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml kemudian dicukupkan dengan medium pH

7,4 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Diukur serapannya dengan

Spektrofotometer UV pada panjang gelombang 266,0nm.

3.2.3 Penyiapan membran biologis

Pada penelitian ini digunakan kulit dari kelinci jantan dengan berat

berkisar antara 1,5-2 kg. Rambut pada daerah abdomen dicukur dengan hati-hati

menggunakan pisau cukur (Gillette Goal). Pencukuran dilakukan sehari sebelum

pengambilan kulit untuk mengkondisikan kulit sesuai lingkungan. Kelinci

dimatikan dengan cara dibius dengan dietil eter dan kulit bagian abdomen

dipotong dengan gunting bedah. Dibersihkan lemak yang menempel, dicuci

dengan akuades, dibungkus dengan aluminium foil, dan disimpan segera pada

(47)

eksperimen dilakukan (Akhtar, et al, 2011). Pada waktu kulit mau dipakai, kulit

direndam dengan larutan NaCl 0,9% selama 24 jam.

3.2.4 Pembuatan salep indometasin Indometasin 0,02 g

Vaselin album ad 2 g

Ditimbang semua bahan. Dimasukkan indometasin ke dalam lumpang dan

gerus. Kemudian tambahkan vaselin album, gerus homogen, lalu masukkan dalam

pot plastik.

3.2.5 Pembuatan gel indometasin dengan dasar HPMC Indometasin 0,02 g

Basis HPMC ad 2 g

Ditimbang semua bahan. Dikembangkan basis HPMC dengan akuades

mendidih sebanyak sepuluh kali lipat jumlah HPMC yang ditimbang, dibiarkan

selama 15 menit hingga mengembang, gerus hingga homogen. Ditambahkan

indometasin yang sudah digerus sebelumnya ke dalam lumpang dan gerus hingga

massa homogen. Masukkan ke dalam pot plastik.

3.2.6 Pembuatan gel dengan dasar alginat Komposisi dasar gel alginat:

R/ Kalsium klorida 0,025 g

Natrium alginat 1,5 g

Metil paraben 0,01 g

Gliserin 22,5 g

(48)

Ditimbang natrium alginat sebanyak 1,5 g, dikembangkan diatas akuades

secukupnya, dibiarkan selama 1 malam hingga mengembang. Ditambahkan

kalsium klorida yang telah dilarutkan dalam akuades, dan ditambahkan dengan

metil paraben yang telah dilarutkan dalam air panas, gerus hingga homogen.

Kemudian ditambahkan gliserin kedalam campuran diatas, gerus hingga massa

homogen. Kemudian masukkan ke dalam pot plastik (Bangun, 2001).

3.2.7 Pembuatan gel indometasin

Komposisi formula gel indometasin tanpa dan dengan berbagai peningkat

penetrasi dapat dilihat pada Tabel 3.1.

(49)

Cara pembuatan gel indometasin :

Ditimbang semua bahan. Masukkan basis gel kedalam lumpang dan

ditambahkan indometasin yang sudah digerus sebelumnya dan masing-masing

enhancer (kecuali pada formula 1) sedikit demi sedikit dan gerus hingga massa

homogen. Masukkan ke dalam pot plastik.

3.2.8 Penentuan basis indometasin

Pada penelitian ini pertama-tama dilakukan perbandingan uji penetrasi

indometasin dalam sediaan gel dengan basis HPMC dan sediaan gel dengan basis

alginat. Hasil uji menunjukkan bahwa jumlah indometasin yang terpenetrasi

paling tinggi adalah dalam sediaan gel basis alginat, sehingga basis alginat dipilih

untuk uji penetrasi dengan penambahan enhancer.

3.2.9 Uji penetrasi indometasin dalam sediaan gel secara In Vitro

Untuk pengujian gel indometasin, membran biologis dengan luas 1 inchi

kuadrat (panjang = 1 inchi; lebar = 1 inchi) dan tebal 0,32 mm direndam terlebih

dahulu sebelumnya dengan NaCl 0,9% selama 24 jam, dikeringkan dengan tisu

kemudian diolesi 0,10 g gel indometasin F1 sampai F19 menggunakan sarung

tangan karet. Kemudian dipasangkan pada sel difusi yang telah diolesi silicone

grea se dan dihubungkan bagian donor dan reseptor dengan karet. Selanjutnya

dimasukkan magnetic bar ke dalam bagian reseptor dan dimasukkan juga larutan

dapar fosfat sampai batas tanda. Sel difusi dijaga pada suhu 37ºC menggunakan

termostat selama percobaan dan pada interval waktu tertentu dipipet 1 ml aliquot,

diencerkan 25 kali, dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV pada

panjang gelombang 266,0 nm. Setiap pengujian dilakukan selama 9 jam dan

(50)

Skema uji penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro dapat

dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini (Martin, et al., 1993).

Donor Reseptor

Membran biologis

Batanganmagnet

Gambar 3.1 Skema uji penetrasi gel indometasin melalui kulit kelinci secara In Vitro

3.2.10 Analisa Statistik

Semua data yang diperoleh dianalisa dengan one way ANOVA kemudian

dilanjutkan dengan Uji Post Hoc yang dianalisa dengan Tukey HSD menggunakan

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Basis Alginat, Basis HPMC dan Basis Vaselin Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro

Pengaruh basis alginat, basis HPMC dan basis vaselin terhadap penetrasi

indometasin melalui kulit kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pengaruh basis alginat, basis HPMC dan basis vaselin terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro

Tabel 4.1. Nilai AUC basis alginat, basis HPMC dan basis vaselin

No. Basis AUC 0-9 jam

terpenetrasi ke medium penerima lebih besar pada basis alginat dibanding basis

HPMC dan basis vaselin. Hal ini disebabkan karena pada basis gel dengan alginat

mempunyai kekuatan gel 10-20% yang berasal dari bahan alam, sedangkan pada

(52)

basis HPMC mempunyai kekuatan gel 1-10% yang berasal dari bahan sintesis

(Mahalingam, et al., 2008). Basis alginat dan basis HPMC bersifat hidrofilik

dimana mengandung air yang secara alami dapat berperan sebagai enhancer yang

bisa mengubah struktur stratum korneum sehingga terjadi peningkatan penetrasi

(Bangun, 2001; Bucks, et al., 1989). Dengan adanya air pada sediaan

memungkinkan terjadinya hidrasi stratum korneum sehingga akan meningkatkan

penetrasi senyawa yang hidrofilik maupun lipofilik. Sedangkan pada basis yang

mengandung vaselin putih walaupun bisa meningkatkan hidrasi tetapi tidak bisa

mengubah struktur stratum korneum sehingga menghasilkan penetrasi yang lebih

kecil.

4.2 Pengaruh Konsentrasi Minyak Wijen Terhadap Penetrasi Indometasin Melalui Kulit Kelinci Secara In Vitro

Pengaruh konsentrasi minyak wijen dalam formula gel terhadap penetrasi

indometasin melalui kulit kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan nilai AUC

indometasin yang terpenetrasi dari masing-masing formula ke dalam medium

dapar fosfat pH 7,4 pada suhu 370Cdapat dilihat pada Tabel 4.2.

Gambar 4.2 Pengaruh konsentrasi minyak wijen terhadap penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara in vitro

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Struktur kulit
Gambar 2.2  Jalur penetrasi obat melalui stratum korneum
Gambar 2.3 Rumus bangun indometasin
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.8 Perbandingan peningkat penetrasi indometasin dari enhancer campuran etanol dengan gliserin dari sediaan gel dengan gel indometasin (Jepang) melalui kulit kelinci dari gel

Uji pengaruh gliserin, etanol dan kombinasi etanol dan gliserin terhadap penetrasi ketoprofen secara in vitro melalui kulit kelinci bebas bulu dari dasar gel alginat

Development of a Novel Ketoprofen Transdermal Patch: Effect of Almond Oil as Penetration Enhancers on in vitro and ex vivo Penetration of Ketoprofen Through Rabbit

Uji pengaruh etanol, gliserin dan campuran etanol dengan gliserin terhadap penetrasi indometasin secara in vitro melalui kulit kelinci bebas bulu dari dasar gel alginat

Uji pengaruh etanol, gliserin dan campuran etanol dengan gliserin terhadap penetrasi indometasin secara in vitro melalui kulit kelinci bebas bulu dari dasar gel alginat

Uji pengaruh gliserin, etanol dan kombinasi etanol dan gliserin terhadap penetrasi ketoprofen secara in vitro melalui kulit kelinci bebas bulu dari dasar gel alginat

Uji pengaruh gliserin, etanol dan kombinasi etanol dan gliserin terhadap penetrasi ketoprofen secara in vitro melalui kulit kelinci bebas bulu dari dasar gel alginat

Jadi Ada perbedaan yang signifikan konsentrasi asam askorbat yang berpenetrasi melalui kulit kelinci secara antara formula yang tidak mengandung minyak inti sawit