• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah pada Produk Kredit Masyarakat Desa di Bank X Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah pada Produk Kredit Masyarakat Desa di Bank X Bogor"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa kredit perbankan meningkat secara signifikan pada Desember 2010 yaitu sebesar Rp. 742,85 triliun. Penyaluran kredit mengalami kenaikan sebesar Rp. 312,65 triliun dari tahun 2009 atau tumbuh sebesar 21,86 persen. Pangsa pasar kredit bank swasta terhadap total kredit perbankan menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 43,93 persen diikuti kelompok bank persero sebesar 35,67 persen dan terendah kelompok bank campuran hanya 5,43 persen (Republik Indonesia, 2010).

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih menjadi sektor unggulan perbankan dalam memberikan kreditnya. Bisnis Indonesia (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan UMKM per Desember 2009 mencapai 50.786.022 unit. Jumlah usaha skala besar 4.372 unit, usaha skala menengah 39.650 unit, usaha skala kecil 52.000 unit dan usaha skala mikro 50.690.000 unit. Perkembangan UMKM seiring dengan perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam memanfaatkan pinjaman sebagai pendukung pengembangan usahanya. Jika dilihat dari jumlah unit lembaga, LKMnon bank yang berkembang adalah Koperasi Unit Desa (KUD) dan Unit Simpan Pinjam (USP) dengan jumlah 20.818 unit di Pulau Jawa. Sedangkan dari lembaga perbankan yang menempati urutan pertama adalah Bank X dengan jumlah 2.448 unit.

(2)

Fasilitas kredit yang disediakan oleh Bank X untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak adalah ”Kredit Masyarakat Desa Komersil”. Produk Kredit Masyarakat Desa mulai dijalankan di seluruh Bank X unit desa di Indonesia pada tahun 1980. Sasaran produk Kredit Masyarakat Desa tidak hanya ditujukan kepada para petani, tetapi juga para pedagang dan usaha kecil yang membutuhkan dana untuk usahanya. Produk Kredit Masyarakat Desa diberikan untuk membiayai keperluan investasi maupun modal kerja dalam rangka peningkatan usaha di semua sektor ekonomi di pedesaan. Di samping itu juga dapat mengurangi kegiatan rentenir.

Bank akan dihadapkan pada risiko wanprestasi atau risiko gagal bayar dari nasabahnya ketika bank menggunakan dananya sebagai pinjaman atau bank bertindak sebagai kreditur. Risiko kredit merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial khususnya di perbankan. Risiko kredit adalah risiko yang terjadi karena kegagalan debitur yang menyebabkan tak terpenuhinya kewajiban untuk membayar hutang sehingga risiko kredit adalah masalah yang harus mendapat perhatian khusus dari Bank X karena setiap rupiah kredit yang tidak dapat dibayarkan akan menimbulkan suatu kredit yang bermasalah. Kredit bermasalah tersebut dapat menurunkan kinerja perbankan dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi bank. Kerugian yang akan terjadi dapat diantisipasi dengan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah proses sistematik untuk mengelola risiko. Tujuan manajemen risiko bukan menghindari risiko, tetapi mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan risiko.

(3)

Menurut Peraturan Bank Indonesia, kredit bermasalah pada suatu bank maksimal mencapai 5 persen. Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan

(NPL) produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor pada Bulan Desember 2010 adalah 1,94 persen. Angka NPL menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Pada akhir tahun 2008, NPL produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor adalah sebesar 2,55 persen dan pada akhir tahun 2009 sebesar 2,29 persen. Meskipun terjadi penurunan NPL, tetapi hal tersebut perlu diwaspadai untuk menghindari risiko yang lebih besar. Apabila identifikasi dan penilaian risiko dapat dilakukan, maka Bank X dapat meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penelitian tentang ”Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah Pada Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Di

Bank X Bogor” perlu dilakukan. Hal tersebut diharapkan dapat membantu Bank X dalam mengelola risiko kredit di tahun mendatang.

1.2. Rumusan Masalah

Bank X Bogor merupakan salah satu unit Bank X yang berada di Kabupaten Bogor di bawah Kantor Cabang Bogor. Bank X memiliki komitmen untuk membantu UMKM dengan menyaluran kredit kepada UMKM yang disebut Kredit Masyarakat Desa Komersil. Penyaluran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil kepada debitur dapat menimbulkan adanya risiko kredit. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bermasalah yang terjadi di Bank X Bogor mencapai 1,94 persen dari total kredit yang disalurkan. Kredit bermasalah di Bank X Bogor mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Namun demikian hal tersebut perlu diwaspadai untuk menghindari risiko yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakter debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor?

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor ?

3. Berapa risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang bermasalah di Bank X Bogor?

(4)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakter debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor.

2. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kredit bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor.

3. Menganalisis risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang bermasalah di Bank X Bogor.

4. Menganalisis pengelolaan risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Perbankan

Manfaat bagi Bank X Bogor yaitu sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam strategi manajemen risiko produk Kredit Masyarakat Desa Komersil kepada para debitur/calon debitur khususnya UMKM.

2. Bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya manajemen risiko dan wawasan tentang manajemen risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian, Unsur Kredit, dan Jenis Kredit 2.1.1. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa Yunani, “Credete” yang berarti

kepercayaan atau dalam bahasa Latin disebut “Creditum” yang berarti

kepercayaaan akan kebenaran. Dalam Ensiklopedia Umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan harapan akan mendapat keuntungan. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan orang lain yang memberikannya terhadap kecakapan dan kejujuran si peminjam.

Menurut Undang–Undang RI No 7 tahun 1992, pengertian baku tentang kredit seperti tercantum dalam pasal 1 butir 12 adalah penyediaan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 2.1.2. Unsur-Unsur Kredit

Kasmir (2004), mengemukakan unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Kepercayaan yaitu suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, jasa atau barang) akan benar-benar diterimanya kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit.

2. Kesepakatan

(6)

3. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek (di bawah 1 tahun), jangka menengah (1 sampai 3 tahun) atau jangka panjang (di atas 3 tahun). Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.

4. Risiko

Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya.

5. Balas Jasa

Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank, balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga

merupakan keuntungan bagi bank. 2.1.3. Jenis-Jenis Kredit

Menurut Bank Indonesia, kredit berdasarkan plafon kredit dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Kredit usaha mikro, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit sampai dengan Rp. 50 juta.

2. Kredit usaha kecil, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta.

3. Kredit usaha menengah, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 5 milyar.

(7)

Jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaan oleh calon debitur yaitu : 1. Digunakan untuk pembelian barang modal atau perluasan usaha. 2. Digunakan untuk menambah modal kerja usaha.

3. Digunakan untuk keperluan konsumsi. 4. Kredit Pertanian.

5. Kredit Perdagangan. 6. Kredit Industri. 7. Kredit Konstruksi. 8. Kredit Profesi

Penggolongan kredit Bank Umum Indonesia menurut Ilmu Manajemen Kredit Bank, yaitu:

1. Berdasarkan penggunaan kredit: kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi.

2. Berdasarkan sektor usaha: pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, jasa dan lain-lain.

3. Berdasarkan bank penyalur: bank persero, bank umum swasta nasional, dan Bank Pembangunan Daerah.

4. Berdasarkan denominasi mata uang: Rupiah dan valuta asing. Kredit berdasarkan jangka waktu kredit dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Kredit jangka pendek merupakan kredit yang jangka waktu pembayarannya maksimal satu tahun.

2. Kredit jangka menengah merupakan kredit yang jangka waktu pembayarannya antara satu sampai dengan tiga tahun. Kredit jenis ini biasanya berupa kredit modal kerja dan kredit investasi yang tidak terlalu besar.

(8)

2.1.4. Kolektibilitas Kredit

Penetapan kolektibilitas kredit berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/9/PBI/2009 tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP) adalah:

1. Lancar (L)

Kredit yang tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih dari tiga kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.

2. Kurang Lancar (KL)

Kredit yang terdapat tunggakan pokok dan atau bunga lebih dari tiga kali angsuran tetapi tidak lebih dari enam kali angsuran; kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari satu bulan.

3. Diragukan (D)

Kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari enam kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 kali angsuran; kredit telah jatuh tempo lebih dari satu bulan tetapi tidak lebih dari dua bulan. 4. Macet ( M )

Kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 12 kali angsuran; kredit telah jatuh tempo lebih dari dua bulan; kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara (BUPN); kredit telah diajukan pengganti ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.

2.2. Pengertian Kedit Bermasalah

Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki risiko tinggi karena debitur telah gagal/menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kemacetan kredit pada umumnya disebabkan oleh kesulitan– kesulitan keuangan, baik yang disebabkan oleh faktor internal (manajemen) maupun faktor eksternal (Djumhana, 2000).

(9)

1. Faktor eksternal

a. Keadaan ekonomi secara makro.

b. Kenaikan kurs US $ terhadap Rupiah yang menaikkan harga pokok produk atau jasa.

c. Peraturan yang ketat dalam suatu sektor ekonomi. d. Peraturan atau kebijakan pemerintah.

2. Faktor internal perusahaan (debitur bank) a. Mismanagement dalam perusahaan nasabah. b. Kesulitan keuangan dalam mengembangkan usaha. c. Kesalahan dalam produksi.

d. Kesalahan dalam strategi pemasaran.

e. Sengketa antar pemilik atau antar pemilik dengan direksi. 3. Faktor internal bank yang memberikan kredit

a. Mark up yang dilakukan dengan sengaja.

b. Studi kelayakan yang dibuat supaya proyek sangat layak. c. Kolusi antar staf bank dan nasabah.

d. Kurang ketatnya monitoring kredit atau supervisi bank.

e. Surat sakti dari pemilik atau adanya korupsi kolusi dan nepotisme dengan elit politik.

f. Kesalahan dalam memilih sektor industri nasabah.

Angka kredit bemasalah yang tinggi tidak hanya akan merugikan pihak bank, tetapi juga menimbulkan kerugian para pemilik dana yang sebagian besar merupakan anggota masyarakat. Kasmir (2004) mengungkapkan kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh dua faktor, yaitu:

1. Adanya unsur kesengajaan, artinya nasabah sengaja tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan sendirinya macet.

2. Adanya ketidaksengajaan, artinya nasabah memiliki kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu dikarenakan usaha yang dibiayai terkena musibah.

(10)

2.3. Konsep Risiko

Menurut Ghozali (2007), risiko sering diartikan sebagai ketidakpastian (uncertainty). Risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Risiko dapat didefinisikan sebagai volatilitas outcome yang umumnya berupa nilai dari suatu hutang atau aktiva. Definisi risiko yang tepat dilihat dari sudut pandang bank adalah exposure

terhadap ketidakpastian pendapatan. Risiko bank adalah keterbukaan terhadap kemungkinan rugi (exposure to the change of loss). Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI), risiko bisnis bank adalah risiko yang berkaitan dengan pengelolaan usaha bank sebagai perantaraan keuangan.

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated), yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko yang timbul dalam usaha bank yang dikelola melalui manajemen risiko diuraikan dalam Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 adalah sebagai berikut:

1. Risiko Kredit (Credit Risk)

Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat pihak lawan (counterparty) gagal memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana),

treasury dan investasi, dan pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam

banking book maupun trading book. 2. Risiko Pasar (Market Risk)

Risiko pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank (adverse movement). Variabel pasar adalah suku bunga dan nilai tukar, termasuk deviasi dari kedua jenis risiko pasar tersebut yaitu perubahan harga

option.

3. Risiko Suku Bunga (Interest Rate Risk)

(11)

4. Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Risk)

Risiko nilai tukar adalah risiko kerugian akibat pergerakan yang berlawanan dari nilai tukar pada saat bank memiliki posisi terbuka.

5. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)

Risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Risiko likuiditas dapat dikategorikan sebagai risiko likuiditas pasar dan risiko likuiditas pendanaan. 6. Risiko Operasional (Operational Risk)

Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya masalah eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

7. Risiko Reputasi (Reputation Risk)

Risiko reputasi adalah risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.

8. Risiko Strategik (Strategic Risk)

Risiko strategik adalah risiko yang disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsif.

2.4. Risiko Kredit

(12)

Kebangkrutan nasabah Gagal bayar

Kesulitan nasabah keuangan Potensi gagal bayar

Ambang batas kriteria Penurunan peringkat nasabah kesehatan tidak dipenuhi

Penurunan kinerja nasabah Pelanggaran kontrak

Kelemahan kontrak kredit Potensi pelanggaran kontrak

Gambar 1. Kerangka risiko kredit (Sutoyo, 1994)

Menurut Djohanputro (2004), risiko kredit merupakan suatu risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun keduanya. Debitur akan menawarkan biaya/keuntungan dari suatu pinjaman berdasarkan dari risiko dan suku bunga yang dikenakan, namun suku bunga ini bukan hanya satu-satunya metode kompensasi untuk risiko yang dihadapi. Perlindungan tambahan dalam bentuk pembatasan sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit memungkinkan dilakukannya pengawasan oleh pemberi pinjaman atas peminjam yaitu misalnya dalam bentuk :

1. Pembatasan terhadap debitur atas tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi keuangan debitur misalnya melakukan pembelian kembali saham, melakukan pembayaran deviden, atau melakukan peminjaman baru. 2. Kewenangan untuk melakukan pengawasan atas utang dengan cara

mensyaratkan adanya audit dan laporan keuangan bulanan.

3. Hak kepada kreditur untuk meminta pelunasan seketika atas utang yang diberikannya apabila terjadi suatu peristiwa khusus ataupun apabila rasio keuangan seperti utang/ekuiti menurun.

Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu risiko

(13)

1. Risiko Default

Ukuran risiko default adalah probabilitas terjadinya gagal bayar pada periode tertentu. Probibilitas mengukur gagal bayar. Perusahaan dapat dengan melakukan pemeringkatan (rating).

2. Risiko Exposure

Risiko exposure merupakan risiko yang melekat pada besarnya kredit yang menghadapi risiko gagal bayar. Bagi perbankan, kredit merupakan komitmen dalam bentuk line of credit. Bagi perusahaan perdagangan, besarnya transaksi secara kredit merupakan besarnya exposure. Jenis-jenis status kredit yang berimplikasi terhadap besarnya exposure yaitu:

a. Kesepakan transaksi yang dapat dikembalikan, perusahaan dapat membatalkan transaksi tanpa menunggu kesepakatan dari konsumen. b. Kesepakatan bersifat irrevocable artinya perusahaan tidak dapat

membatalkan kesepakatan secara sepihak kecuali berdasarkan kesepakatan kedua pihak.

c. Status transaksi dan kredit dalam kondisi ketidakpastian. Hal ini terjadi apabila konsumen sudah mentransfer pembayaran sedangkan perusahaan belum menerima pembayaran tersebut.

d. Status terselesaikan (settled). Hal ini terjadi apabila uang pembayaran telah masuk ke rekening perusahaan.

e. Status gagal (failed). Hal ini terjadi pada saat ditetapkan, ternyata konsumen gagal bayar.

3. Risiko Recovery

Risiko recovery berkaitan dengan terjadinya gagal bayar dari konsumen. Tingkat recovery adalah sejauh mana perusahaan dapat tetap mengupayakan agar nilai kredit dengan status gagal bayar tersebut dapat diupayakan berapapun nilai nominal yang dapat diperoleh. Semakin kecil kemungkinan perolehan dari kredit macet, semakin besar risiko recovery. Risiko recovery

(14)

a. Risiko Jaminan

Risiko jaminan terkait dengan kejelasan status hukum jaminan fluktuasi nilai likuidasi jaminan dan kemudahan eksekusi.

b. Risiko Jaminan Pihak Ketiga

Selain jaminan dalam bentuk asset, ada jaminan berupa kepercayaan. Jaminan ini memiliki kegagalan eksekusi yang sangat tinggi.

c. Risiko Hukum

Risiko hukum berkaitan dengan kemungkinan mengubah kontrak dan status pinjaman untuk mengakomodasi kepentingan dan kemampuan perusahaan dan debitur. Perubahan kontrak berupa penjadwalan ulang pinjaman, pemotongan pinjaman, dan penukaran pinjaman menjadi setoran modal. Kegagalan untuk melakukan renegosiasi menyebabkan tindakan hukum harus ditempuh.

Untuk mengantisipasi terjadinya risiko kredit, bank melakukan analisa kelayakan kredit terhadap calon debiturnya dengan menggunakan prinsip 5C. Menurut Djohanputro (2004), analisi kredit berdasarkan prinsip 5C meliputi: 1. Character

Character (karakter) berkaitan dengan perilaku debitur atau pembeli secara kredit mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajiban. Perusahaan menggunakan data masa lalu mengenai track record calon debitur. Karakter dapat dikaitkan dengan pelanggaran moral (moral hazard) yaitu kecenderungan seseorang dengan sengaja menyimpangkan wewenang dan kemampuan untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain dan menggunakan kemampuan atau kekayaan orang lain.

2. Capacity

(15)

3. Capital

Capital (modal) digunakan untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. Modal dapat ditunjukkan oleh perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri (ekuitas).

4. Collateral

Collateral (jaminan) merupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Jaminan akan dieksekusi apabila debitur atau pembeli secara kredit menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin direstrukturisasi. Perusahaan kreditur perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan.

5. Condition

Condition (kondisi) mengacu kepada kondisi eksternal perusahaan yang mempengaruhi kelangsungan perusahaan. Kondisi perusahaan berupa kondisi makro (ekonomi, politik, selera konsumen, dan lingkungan) dan intervensi pihak berkepentingan (stakeholders).

2.5. Manajemen Risiko

(16)

Evaluasi pihak yang berkepentingan

Gambar 2. Siklus manajemen risiko (Djohanputro, 2004) Tahap 1. Identifikasi Risiko

Tahap ini mengidentifikasi hal yang dihadapi oleh perusahaan. Langkah pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang berkepentingan (stakeholders). Langkah kedua dapat menggunakan 7S dari McKenzie yaitu: Shared value, Strategy, Structure, Staff, Skill, System, dan Style. Tahap 2. Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitatif dan kualitatif. Kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai atau eksposur yang rentan terhadap risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya.

Tahap 3. Pemetaan Risiko

Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingan bagi perusahaan. Adanya prioritas dikarenakan perusahaan memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan jumlah uang sehingga perusahaan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi terlebih dahulu dan mana yang dinomor duakan dan mana yang perlu diabaikan. Selain itu, prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan perusahaan.

Pengawasan dan pengendalian risiko

Model pengelolaan risiko

Pemetaan risiko

(17)

Tahap 4. Model Pengelolaan Risiko

Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan model risiko, struktur organisasi pengelolaan, dan lain-lain.

Tahap 5. Monitor dan Pengendalian

Monitor dan pengendalian penting karena:

a. Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana.

b. Manajemen juga perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko cukup efektif.

c. Monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko.

Bank Indonesia mendefinisikan manajemen risiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul akibat kerugian usaha bank. Fungsi kontrol merupakan salah satu hal penting dalam operasional perbankan, karena itulah BI meluncurkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Bessis (1998) menyatakan manajemen risiko kredit mencakup dua hal, yaitu risiko proses putusan kredit, sebelum putusan dibuat sampai menindaklanjuti komitmen kredit, ditambah risiko pemantauan dan proses laporan. Selanjutnya diperlukan pengukuran dari risiko kredit, antara lain menggunakan limit systems and credit screening, risk quality and ratings, serta credit enhancement.

(18)

memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul. 2.6. Value at Risk (VaR)

Value at Risk (VaR) merupakan inti dari Internal Rating Based Approach

(IRB) yang memberikan keleluasaan bagi bank untuk menggunakan formulasinya sendiri dan mengembangkan model sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam mengukur risiko kredit. VaR merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam pengukuran risiko dalam manajemen risiko. Secara sederhana VaR menjawab pertanyaan seberapa besar (dalam persen atau sejumlah uang tertentu) investor

dapat merugi selama waktu investasi T dengan tingkat kepercayaan sebesar α. Inti dari VaR adalah volatilitas. Volatilitas adalah keragaman perubahan faktor risiko. Secara statistik volatilitas sama dengan simpangan baku (Jorion, 2001)

Pengukuran suatu risiko dengan menggunakan VaR dilakukan secara kuantitatif dengan memperkirakan potensi maksimum kerugian yang mungkin terjadi dengan suatu tingkat keyakinan tertentu. Penilaian risiko ini menggunakan data masa lalu dengan cara melakukan pengukuran tehadap volatilitas nilai di masa lalu. Dalam perhitungan terhadap nilai risiko di masa yang akan datang tidak bisa memastikan dengan pasti potensi kerugian yang akan terjadi. Oleh sebab itu, nilai peluang selalu mengikuti hasilnya. Transparansi VaR akan semakin baik karena VaR secara konsisten mengukur pengaruh dari hedging terhadap seluruh total risiko. VaR memberikan penekanan pada keseluruhan risiko dibandingkan dengan pengukuran tradisional yang lebih menekankan pada risiko per transaksi individual (Jorion, 2001). VaR terdiri dari:

1. Perhitungan VaR dengan metode credit metrics

Credit metrics adalah suatu kerangka VaR yang diaplikasikan untuk penilaian risiko aset yang tidak diperdagangkan seperti pinjaman. Metode ini didasarkan pada konsep rata-rata dan simpangan baku terboboti. Dalam prosesnya memerlukan credit rating (peringkat rating) dan matriks migrasi. 2. Peringkat kredit

(19)

tidak menggunakan rating eksternal, sehingga sebagai pengganti peringkat tersebut diperlukan kolektibilitas debitur berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh BI.

3. Matriks migrasi

Matriks migrasi sama dengan matriks transisi. Peluang migrasi atau perpindahan dari suatu kelas peringkat (kolektibilitas) tertentu ke kelas peringkat yang lain dinamakan matriks transisi. Matriks transisi ini dapat diartikan juga sebagai proporsi perpindahan kolektibilitas dari satu bulan ke bulan lainnya. Matriks migrasi diasumsikan stasioner (stabil). Penentuan matriks migrasi dalam penelitian ini menggunakan kolektibilitas debitur. Hal ini disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dimana menetapkan bahwa KAP dalam bentuk kredit ditetapkan dalam empat golongan, yaitu L, KL, D, dan M. Bentuk matriks transisi adalah sebagai berikut:

L KL D M L P11 P12 P13 P14 KL P21 P22 P23 P24 D P31 P32 P33 P34 M P41 P42 P43 P44 Keterangan:

a. P11 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 (kolektibilitas lancar) tetap berada pada peringkat 1 (kolektibilitas lancar)

b. P12 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 menjadi berada pada peringkat 2 (kolektibilitas kurang lancar) dan seterusnya

c. L, KL, D, dan M adalah kolektibilitas lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet.

2.7. Penelitian Terdahulu

(20)

dengan nilai NPL 26,53 persen. Nilai tersebut merupakan nilai yang sangat tinggi karena batas maksimal kredit bermasalah yang ditetapkan BI adalah 5 persen. Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis VaR didapatkan kerugian maksimum yang dihadapi PD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso per Desember 2008 dengan tingkat keyakinan 95 persen sebesar Rp. 329.271.901,56 atau 21,05 persen dari total baki debet per Desember 2008. Sedangkan dengan tingkat keyakinan 99 persen kemungkinan kerugian maksimum yang dialami sebesar Rp. 464.971.836,74 atau sebesar 29,72 persen dari total baki debet per Desember 2008.

Setiawati (2005) melakukan penelitian tentang VaR Kredit Mikro pada Bank X, dimana nilai kolektibilitas yang mengalami penurunan sehingga menyebabkan bank mengalami kerugian. Kemungkinan kerugian atau risiko terbesar yang dihadapi Bank X pada kredit mikro dengan adanya pergeseran kolektibilitas atau kualitas kredit ditentukan dengan pendekatan internal menggunakan VaR. Hasil yang didapat sesuai dengan tingkat keyakinan 95 persen adalah sebesar Rp. 92.023.041. Nilai kerugian tersebut adalah sebesar 52,99 persen dari total baki debet pinjaman, sedangkan dengan tingkat keyakinan 99 persen kemungkinan terjadinya kerugian terbesar kredit mikro pada bulan Juni 2005 adalah sebesar Rp. 129.947.688 yaitu sebesar 74.83 persen dari total baki debet.

Penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2005) tentang Creditrisk

(21)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil adalah kredit yang bersifat umum, individu, selektif, dan berbunga wajar untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak (eligible). Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil sebagai kredit dengan skala kecil mempunyai prosedur yang relatif mudah dan sederhana. Namun dalam penyalurannya perlu pemahaman secara tepat dari pejabat kredit lini.

Target pasar Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil adalah pengusaha kecil, usaha rumah tangga, dan golongan berpenghasilan tetap. Karakteristik usaha kecil dan usaha rumah tangga tersebut antara lain mempunyai banyak kegiatan, tidak terorganisasi, catatan keuangan tidak lengkap dan tidak sesuai dengan standar akuntansi yang baku, serta tidak berbadan usaha. Selain itu, karakteristik lainnya adalah wilayah usaha berada pada suatu daerah geografis atau lokasi tertentu yang berdasarkan analisis serta evaluasi dipilih sebagai target pemasaran dan berdasarkan perhitungan ekonomis usahanya layak dibiayai dan dapat memberikan keuntungan bagi Bank X Unit.

Penelitian difokuskan pada produk Kredit Masyarakat Desa yaitu produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang diberikan kepada pengusaha UMKM baik untuk menambah modal kerja maupun untuk investasi. Tiap Rupiah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang diberikan tentu mengandung risiko. Risiko yang terjadi adalah risiko gagal bayar yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah. Bank X Bogor merupakan salah satu Bank X Unit yang berada di Kabupaten Bogor yang memiliki kredit bemasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil sebesar 1,94 persen pada tahun 2010. Oleh sebab itu, Bank X Bogor harus melakukan pengelolaan kredit secara tepat untuk dapat meminimalisir angka tersebut di tahun mendatang.

(22)

melaksanakan kegiatan usahanya. Pengukuran risiko merupakan salah satu cara dalam pengelolaan risiko sehingga dapat menentukan prosedur penanganan risiko. Pengukuran risiko dilakukan dengan VaR sehingga Bank X Bogor mengetahui potensi maksimum kerugian yang mungkin terjadi. Metode VaR digunakan karena metode ini memiliki konsep yang sederhana namun dapat menjelaskan dan menunjukkan kerugian maksimum yang dialami bank untuk periode satu tahun.

Bank X Bogor menyalurkan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil pada UMKM untuk membantu UMKM dalam hal pengembangan usahanya. Pada tahun 2010, NPL produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor adalah 1,94 persen. Angka tersebut cukup tinggi sehingga identifikasi risiko kredit perlu dilakukan untuk menganalisa penyebab terjadinya risiko kredit dan mengetahui berapa kerugian yang terjadi. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisa agar Bank X dapat menentukan pengelolaan risiko kredit dengan baik untuk menghindari risiko kredit yang lebih besar di tahun mendatang. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.

Bank X Bogor

Produk Kredit

Produk Kredit Masyarakat Desa

NPL Tinggi (1,94 persen) Sehingga Harus Dikelola

Karakteristik Debitur Bermasalah Produk Kredit

Masyarakat Desa

Pengelolaan Risiko Kredit Identifikasi Risiko Kredit

Risiko Kredit yang lebih besar dapat dihindari

Gambar 3. Kerangka pemikiran

Penyebab Terjadinya Risiko Kredit Bermasalah Produk

Kredit Masyarakat Desa

Pengukuran Risiko Kredit Produk Kredit

(23)

3.2. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari:

1. Pra penelitian berupa observasi lapang dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di Bank X Bogor tentang kredit yang disalurkan. Pada tahap ini dilakukan pendekatan umum terhadap profil kredit yang disalurkan.

2. Perumusan masalah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan, penentuan sasaran yang akan dicapai, dan batasan-batasan dalam analisis risiko kredit.

3. Mengidentifikasi jenis produk Kredit Masyarakat Desa Komersil untuk menganalisa jumlah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang disalurkan dan jumlah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bermasalah. 4. Rancangan pengumpulan data. Data primer diperoleh dari hasil kuisioner dan

wawancara dengan pihak bank dan debitur. Data sekunder diperoleh dari laporan bulanan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil pada tahun 2010. 5. Pengumpulan data primer dan data sekunder. Data yang dikumpulkan adalah

profil produk Kredit Masyarakat Desa Komersil, karakteristik debitur produk Kredit Masyarakat Desa Komersil, dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah.

6. Input data hasil wawancara, kuisioner, dan laporan bulanan Bank X tahun 2010.

7. Pengolahan data secara deskriptif untuk mengetahui penyebab terjadinya risiko kredit.

8. Menghitung risiko produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang terjadi menggunakan VaR dengan metode credit metric. Credit metrics adalah suatu kerangka VaR yang diaplikasikan untuk penilaian risiko aset yang tidak diperdagangkan seperti pinjaman. Dalam prosesnya memerlukan credit rating

(peringkat rating) dan matriks migrasi.

9. Menganalisis risiko kredit yang terjadi di Bank X Bogor.

(24)

11. Kesimpulan dan Saran. Disimpulkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya risiko kredit dan besarnya risiko kredit yang terjadi sehingga dapat diberikan saran bagaimana mengelola risiko kredit tersebut. Tahapan penelitian dapat dilihat dalam Gambar 4.

Studi Pustaka

Pengelolaan Risiko Kredit

Kesimpulan dan Saran

Penghitungan Risiko Kredit dengan Metode VaR Pra Survey Penelitian ke Bank X

Perumusan Masalah

 Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah?

 Berapa risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil komersil yang terjadi?

Tujuan

 Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kredit bermasalah.

 Menganalisis risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil komersil yang terjadi.

Rancangan Pengumpulan Data: 1. Data Primer 2. Data Sekunder

-Kuisioner - Profil Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil -Wawancara - Karakteristik Debitur Produk Kredit Masyarakat

Desa Komersil Pengumpulan Data Memadai ? Input Data Pengolahan Data Analisis Data Kuisioner :

Kuisioner untuk Bank X

Kuisioner untuk debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Bermasalah (Sensus) Wawancara:

Wawancara dengan Pihak Bank

Wawancara dengan Debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Bermasalah

Laporan Bulanan

 Laporan Posisi Kredit Tahun 2010

 Data Debitur per bulan Tahun 2010

Outstanding/baki debet kredit per Des 2010

Analisis Deskriptif hasil kuisioner dan wawancara

Data Primer Data Sekunder

tidak

ya

(25)

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama Bulan Desember 2010 sampai Juni 2011 di Bank X Bogor yang terletak di Jalan Raya Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat. 3.4. Jenis Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

(26)

Tabel 1. Jenis kebutuhan data, metode pengumpulan data dan analisis data No Tujuan Penelitian Jenis Data Data yang

dibutuhkan

Metode Analisis Data 1 Mengidentifikasi

karakter debitur bermasalah Bank X Bogor.

- Primer -Data individu Debitur

-Data usaha debitur

- Kuisioner - Wawancara -Analisis Deskriptif -Analisis Kuantitatif

2 Menganalisis faktor-faktor yang

menyebabkan kredit bermasalah di Bank X Bogor.

- Primer Data debitur yang mengalami kredit bermasalah

Wawancara -Analisis Deskriptif -Analisis Kuantitatif

3 Menganalisis risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang terjadi di Bank X Bogor.

- Primer - Sekunder

- Outstanding / baki debet Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil - Persentase NPL

- Wawancara - Observasi lapangan - Analisis Deskriptif - Metode VaR

4 Menganalisis pengelolaan risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor.

- Primer - Sekunder

- Data jumlah kredit yang bermasalah - Dokumen dari

perusahaan - Wawancara - Studi Literatur Analisis deskriptif

3.5 Teknik Pengambilan Data Primer

(27)

3.6 Metode Analisis Data 3.6.1 Analisis Deskriptif

Analisis data berupa analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui prosedur pengelolaan kredit bermasalah dan perkembangan kolektibilitas kredit sehingga mudah untuk dipresentasikan. Penilaian menggunakan data per Desember 2010. Dalam perhitungan terhadap nilai risiko di masa yang akan datang tidak bisa memastikan dengan pasti potensi kerugian yang akan terjadi. Oleh sebab itu, peluang selalu mengikut hasilnya.

3.6.2 Value at Risk (VaR)

Salah satu alat analisis yang digunakan untuk menghitung risiko kredit adalah VaR. VaR dapat mengetahui berapa jumlah risiko maksimum yang akan dialami bank. Tahap menghitung VaR adalah sebagai berikut:

1. Menentukan matriks transisi bulanan

Matriks transisi bulanan merupakan rating debitur baik, meningkat, menutun atau tetap (perubahan dari migrasi kualitas kredit pada suatu periode waktu tertentu). Matriks transisi ini berukuran 4 x 4 karena jumlah kelas (grade) dalam credit rating system ada empat yaitu lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet.

2. Menentukan matriks migrasi unconditional

Matriks migrasi unconditional adalah proporsi perpindahan kolektibilitas satu bulan ke bulan berikutnya. Bentuk matriks ini sama dengan matriks transisi.

L KL D M L P11 P12 P13 P14 KL P21 P22 P23 P24 D P31 P32 P33 P34 M P41 P42 P43 P44

(28)

peluang untuk menghitung VaR pada kolektibilitas kurang lancar, dan seterusnya.

Keterangan:

a. P11 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 (kolektibilitas lancar) tetap berada pada peringkat 1 (kolektibilitas lancar).

b. P12 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 (kolektibilitas lancar) menjadi berada pada peringkat 2 (kolektibilitas kurang lancar) dan seterusnya.

c. L, KL, D, dan M adalah kolektibilitas lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet.

3. Menghitung rata-rata nilai baki debet

Rata-rata nilai ini merupakan jumlah dari hasil perkalian antara peluang migrasi ke peringkat tertentu dengan hasil kali antara nilai baki debet total peringkat tertentu pada akhir periode pengamatan dengan peluang peringkat tertentu. Peringkat yang dimaksud adalah kolektibilitas. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

µ

total

= ∑

si= 1

р

i µi ...

(1) Keterangan:

a.

µ

total adalah rata-rata nilai baki debet pada tahun 2010 b.

р

i

adalah peluang suatu kondisi ( peluang migrasi ke peringkat

tertentu) dari L ke L, L ke KL, L ke D, L ke M. Dari KL ke L, KL tetap KL, KL ke D, KL ke M, dan seterusnya.

c.

µi

adalah nilai baki debet yang merupakan hasil kali antara baki debet total dengan peringkat tertentu pada akhir periode pengamatan dengan peluang peringkat tertentu

d. s adalah banyaknya peringkat (L, KL, D, M)

4. Menghitung selisih nilai baki debet dengan nilai rata-rata debet (µtotal

)

(29)

δ

2

=

si= 0

рi µi

2

- µ

total2

...

(2) 6. Menghitung simpangan baku yang merupakan akar dari ragam.

Simpangan baku disebut volatilitas. Nilai volatilitas digunakan untuk menghitung VaR kredit dengan asumsi nilai pinjaman terdistribusi normal untuk tingkat keyakinan 95 persen dan 99 persen adalah:

VaR = Zα x

δ

...

(3) Keterangan:

a. Zα adalah titik ktitik pada tabel Z (Zα pada tingkat keyakinan tertentu)

b.

δ

adalah pendugaan volatilitas

Semakin besar tingkat kepercayaan yang digunakan maka nilai VaR akan semakin besar, begitu pula dengan volatilitas, semakin besar volatilitas yang dihasilkan maka nila VaR akan semakin besar pula. Tingkat keyakinan 95 persen digunakan oleh Morgan ”Risk Metrics

(30)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Bank X Bogor

Bank X Bogor berdiri pada tahun 1974 bersamaan dengan berdirinya Bank X unit di seluruh Indonesia. Bank X Bogor merupakan salah satu dari 32 unit yang ada di wilayah Kantor Cabang Bank X Bogor. Bank X Bogor terletak di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Wilayah kerja Bank X Bogor meliputi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan. Kecamatan Cibungbulang meliputi 15 desa, yaitu Cemplang, Ciaruteun Ilir, Ciaruteun Udik, Cibatok I, Cibatok II, Cijujung, Cimanggu I, Cimanggu II, Dukuh, Galuga, Girimaya, Leuweungkolot, Situ Ilir, Situ Udik, dan Sukamaju. Kecamatan Pamijahan yang terdiri dari 14 desa, yaitu Purwabakti, Ciasmara, Ciasihan, Gunung Sari, Gunung Bunder II, Gunung Bunder I, Cibening, Picung, Cibitung Kulon, Cibitung Wetan, Pamijahan, Pasarean, Gunung Menyan, dan Cimayang.

[image:30.595.104.512.134.735.2]

Struktur organisasi Bank X Bogor dipimpin oleh seorang Kepala Unit ( Kepala Unit) yang membawahi dua orang Mantri, dua orang Deskman, dan dua orang Teller.

Gambar 5. Struktur organisasi Bank X Bogor

Masing-masing bagian mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Kantor Pusat Bank X.

1. Kepala Unit

Kepala Unit bertugas sebagai pimpinan kantor Bank X Bogor. Dalam hal ini Kepala Unit bertanggung jawab atas seluruh kegiatan operasional yang

Kepala Unit

(31)

dilakukan oleh Bank X Bogor. Setiap Kepala Unit memiliki kewenangan dalam hal produk simpanan dan pinjaman. Kewenangan dalam produk simpanan yaitu menyangkut kewenangan dalam menyetujui penarikan simpanan. Kepala Unit berwenang untuk menyetujui penarikan simpanan sampai batas maksimal transaksi sebesar 500 Juta Rupiah. Transaksi di atas batas maksimal menjadi kewenangan pejabat yang lebih tinggi dalam hal ini pejabat di Kantor Cabang Bank X Bogor. Kewenangan pada produk pinjaman adalah dalam hal menyetujui besarnya pinjaman. Pinjaman yang dapat disetujui oleh Kepala Unit adalah maksimal sebesar 30 Juta Rupiah. Kewenangan ini dikenal dengan istilah Kuasa Memutus Permohonan Pinjaman (KMPP). Kinerja Kepala Unit dilihat dari laporan keragaan yang dicapai oleh bank tersebut.

2. Mantri

Mantri bertugas sebagai tenaga pemasaran yang bertugas ganda yaitu sebagai lending dan funding officer. Khusus untuk pinjaman, seorang Mantri bertugas sebagai seorang analis kredit untuk merekomendasikan putusan kredit kepada Kepala Unit dan sekaligus sebagai tenaga pembina debitur. Kinerja seorang Mantri pada umumnya dilihat dari laporan keragaan pinjaman pada bank tersebut.

3. Teller

Teller bertugas untuk melayani segala bentuk transaksi tunai perbankan yang meliputi setoran dan penarikan simpanan, setoran pinjaman, setoran transfer dan kliring, pembayaran rekening tagihan telepon dan listrik, pembayaran setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta berbagai transaksi tunai lainnya.

4. Deskman

Deskman memiliki tugas ganda yaitu sebagai front office dan sebagai

(32)

pinjaman serta memberikan penjelasan mengenai hak dan kewajiban seorang peminjam. Sebagai back office, Deskman bertugas untuk melakukan segala bentuk register dan pembuatan laporan yang diperlukan oleh kantor cabang maupun kantor pusat.

Sebagai perbankan simpan pinjam, Bank X Bogor memiliki berbagai produk perbankan untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya. Secara garis besar, Bank X Bogor melayani tiga macam produk perbankan yaiutu simpanan (tabungan dan deposito), pinjaman dan jasa bank lainnya.

1. Tabungan Pedesaan

Pembukaan tabungan pedesaan dibuat sesederhana mungkin dan dengan setoran yang terjangkau oleh masyarakat serta beban administrasi yang tergolong ringan. Sebagai penghargaan terhadap nasabah, produk ini disertai dengan suku bunga yang bersaing dan undian berhadiah. Undian ini diselenggarakan dalam dua periode pengundian per tahunnya dengan hadiah utama saat ini berupa satu unit mobil. Wilayah undian tabungan pedesaan hanya mencakup satu wilayah kantor cabang sehingga kesempatan untuk menang lebih besar.

2. Deposito

Deposito merupakan tabungan dengan ketetapan jangka waktu penarikan sesuai dengan perjanjian sehingga nasabah tidak bisa menarik tabungannya dengan bebas melainkan hanya bisa menarik tabungannya pada waktu yang telah disepakati sebelumnya. Bunga yang diberikan atas produk deposito ini lebih besar dibandingkan jenis tabungan lainnya, yaitu 6 persen. Bunga bisa berubah-ubah menyesuaikan dengan ketentuan peraturan suku bunga BI. 3. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

(33)

4. Produk Kredit Masyarakat Desa

Produk Kredit Masyarakat Desa merupakan kredit yang diberikan kepada UMKM dan Golongan Berpenghasilan Tetap (GBT). Sasaran penerima kredit ini adalah para pelaku usaha (komersil) dan GBT. Pembebanan bunga pada debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil secara flat atau sama setiap bulannya.

Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil memiliki persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitur yang ingin mengajukan kredit. Persyaratan antara produk Kredit Masyarakat Desa Komersil GBT dengan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berbeda. Berikut ini adalah persyaratan untuk produk Kredit Masyarakat Desa Komersil:

1. Penduduk yang berdomisili dalam wilayah kerja Bank X setempat yang dibuktikan dengan KTP atau surat keterangan penduduk yang dibuat Kepala Desa setempat. Khusus untuk calon nasabah tertentu dimungkinkan untuk dilayani oleh Bank X diluar domisili nasabah yang bersangkutan setelah mendapat surat izin prinsip dari Kantor Cabang/Kantor Wilayah/Kantor Pusat.

2. Mempunyai usaha yang layak dan mempunyai karakter yang baik untuk dibiayai dengan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil.

3. Bagi calon nasabah yang sudah mempunyai surat izin usaha dari instansi yang berwenang, cukup melampirkan fotocopy surat izin usaha tersebut. 4. Tidak sedang menikmati kredit lainnya di Kantor Cabang Bank X

lainnya.

5. Wajib membuka rekening tabungan di Bank X. 6. Dapat menyediakan agunan kebendaan.

(34)

jumlah pinjamannya (pokok dan bunga). Bila ditinjau dari sumber pembiayaan, agunan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dibedakan menjadi dua macam yaitu agunan pokok dan agunan tambahan. Sedangkan jika ditinjau dari sifat barang atau bendanya, agunan debedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak.

Jika persyaratan telah dilengkapi, maka nasabah akan diterima oleh

Deskman untuk dilakukan wawancara awal mengenai usaha yang akan diajukan kredit. Deskman juga akan memeriksa apakah nasabah pinjaman tersebut sedang tidak menikmati pinjaman di Bank X cabang lain. Setelah semua persyaratan diterima, Deskman akan menatakerjakan berkas pinjaman dalam sebuah Surat Keterangan Pinjaman (SKPP) yang selanjutnya akan diserahkan kepada Mantri. Mantri akan melakukan survei. Mantri melakukan pemeriksaan langsung dengan mengunjungi lokasi usaha maupun rumah calon debitur sehingga dapat mengetahui aktivitas calon debitur setiap harinya. Beberapa hal yang dilakukan Mantri dalam pemeriksaan tersebut antara lain:

1. Menilai apakah usaha yang dijalankan sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Keterangan Usaha.

2. Mengetahui apakah alamat nasabah sudah sesuai dengan alamat pada KTP.

3. Menilai apakah usaha yang akan dibiayai memiliki prospek yang bagus.

4. Mengetahui karakteristik nasabah baik melalui wawancara langsung dengan calon debitur, tetangga maupun dengan relasi calon debitur. 5. Kebenaran agunan yang dijaminkan di bank.

Mantri yang telah melakukan analisis kredit akan menyerahkan

kembali SKPP tersebut dengan disertai rekomendasi ”kredit disetujui” atau ”kredit ditolak” dan keterangan lainnya yang mendukung.

(35)

5. Jasa Perbankan

Bank X Bogor berupaya untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya dan menghasilkan laba yang optimal. Jasa perbankan yang dilayani oleh Bank X Bogor terdiri dari Automatic Teller Mechine (ATM), pelayanan setoran rekening listrik dan telepon, pelayanan setoran pembiayaan kendaraan (FIF, Busan, dan OTO), pelayanan setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan jasa transfer serta kliring. Seluruh jasa perbankan tersebut akan menambah Fee Based Income Bank X Bogor yang akan meningkatkan laba on balance sheet.

4.2. Profil Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Di Bank X Bogor Profil produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor dibagi berdasarkan jenis penggunaan, jangka waktu kredit, sektor ekonomi yang dibiayai, dan plafon kredit.

4.2.1. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Jenis Penggunaannya

[image:35.595.103.520.60.780.2]

Berdasarkan jenis penggunaannya, Bank X Bogor menyalurkan dua jenis produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk menambah modal kerja suatu usaha pada sektor pertanian, sektor perindustrian, sektor perdagangan, sektor jasa, dan lain-lain. Kredit investasi digunakan untuk membiayai pembangunan prasarana dan sarana atau peralatan produksi. Jumlah penyaluran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil menurut jenis penggunannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bersadarkan jenis penggunaannya

No Jenis Kredit

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Jumlah Debitur (Orang)

Nilai (Ribu Rp)

Jumlah Debitur (Orang)

Nilai (Ribu Rp)

Jumlah Debitur (Orang)

Nilai (Ribu Rp)

1 Modal

Kerja 730 6.474.309 744 6.828.146 791 8.496.902 2 Investasi 168 1.524.981 156 1.718.844 141 1.933.430

(36)
[image:36.595.112.514.103.751.2]

Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang disalurkan oleh Bank X Bogor lebih banyak digunakan untuk modal kerja. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Dimana jumlah kredit yang disalurkan pada tahun 2008 mencapai Rp. 6.474.309.000,00 dengan jumlah debitur sebanyak 730 orang. Pada tahun 2009 penyalurannya meningkat menjadi Rp. 6.828.146.000,00 dengan jumlah debitur 744 orang mengalami kenaikan sebesar 2,7 persen dari tahun 2008. Pada tahun 2010 menjadi Rp. 8.496.902.000,00 dengan debitur sebanyak 791 orang. Jumlah kredit yang disalurkan mengalami kenaikan sekitar 10,9 persen dari tahun 2009.

Tabel 3. Rasio NPL

No Tahun Modal Kerja (%) Investasi (%)

1 2008 2,82 1,40

2 2009 2,76 0,40

3 2010 2,23 0,68

Sumber : Bank X Bogor (2010)

Kredit modal kerja menimbulkan rasio NPL yang tinggi karena risiko gagal bayar yang terjadi tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh adanya fluktuasi usaha debitur yang sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan. Rasio NPL yang tinggi dikarenakan debitur yang mengalami kredit bermasalah sebagian besar merupakan debitur yang mengalami gagal usaha sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya membayar angsuran dengan lancar.

4.2.2. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Jangka Waktu Kredit

(37)

Tabel 4. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jangka waktu kredit

No Jenis Kredit

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) 1 Kredit Jangka Pendek (<1 tahun)

4 63.999 3 33.612 1 2.083

2

Kredit Jangka Menengah (1-3 tahun)

858 7.389.184 854 7.791.063 883 9.623.539

3

Kredit Jangka Panjang (> 3 tahun)

36 546.107 43 722.315 48 804.710

[image:37.595.108.527.121.713.2]

Sumber : Bank X Bogor (2010) Tabel 5. Rasio NPL

No Tahun Kredit Jangka Pendek (%)

Kredit Jangka Menengah (%)

Kredit Jangka Panjang (%)

1 2008 0,00 2,76 0,00

2 2009 0,00 2,51 0,00

3 2010 0,00 2,08 0,00

Sumber : Bank X Bogor (2010)

Kredit jangka pendek yang disalurkan oleh Bank X Bogor pada tahun 2008 sebesar Rp. 63.999.000,00 dengan jumlah debitur 4 (empat) orang dan rasio NPL 0%. Artinya semua debitur merupakan debitur lancar. Kredit jangka pendek biasanya diberikan pada sektor usaha pertanian. Pada tahun 2009 penyaluran NPL kredit jangka pendek sebesar Rp. 33.612.000,00 dengan debitur sebanya 3 orang dan rasio NPL sebesar 0 persen. Pada tahun 2010 penyalurannya sebesar Rp. 2.083.000,00 dengan 1 orang debitur dan rasio NPL sebesar 100 persen. Artinya debitur tersebut merupakan debitur bermasalah. Kredit bermasalah yang terjadi diakibatkan petani mengalami gagal panen. Petani tersebut umumnya menanam tanaman musiman seperti jagung dan buah-buahan.

(38)

debitur, dan pada tahun 2010 mencapai Rp. 9.623.539.000,00 dengan jumlah debitur 883 orang. Rasio NPL dari penyaluran kredit jangka menengah sebesar 2,76 persen di tahun 2008. Pada tahun 2009 sebesar 2,51 persen dan sebesar 2,08 persen di tahun 2010. Jumlah penyaluran yang besar menimbulkan kredit bermasalah yang besar juga. Debitur kredit jangka menengah sebagian besar merupakan debitur dengan sektor usaha perdagangan.

Kredit jangka panjang yang disalurkan sebesar Rp. 546.107.000,00 dengan jumlah debitur 36 orang dan pada tahun 2008. Pada tahun 2009 sebesar 722.315.000,00 dengan debitur sebanyak 43 orang. Pada tahun 2010 mencapai Rp. 804.710.000,00 dengan jumlah debitur 48 orang. Rasio NPL kredit jangka panjang adalah 0 persen dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Angka ini menunjukkan bahwa debitur kredit jangka panjang lancar dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit. Debitur kredit jangka panjang adalah pengusaha dengan skala usaha yang besar dan merupakan nasabah lama di Bank X sehingga debitur selalu menjaga kepercayaan tersebut dengan membayar kredit tepat waktu.

4.2.3. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Sektor Ekonomi

Kredit berdasarkan sektor ekonomi dibagi menjadi kredit pertanian, kredit perdagangan, kredit perindustrian, kredit pertambangan, dan kredit lainnya. Bank X Bogor hanya menyalurkan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil pada sektor ekonomi pertanian, perdagangan, dan perindustrian. Kredit pertanian merupakan jenis kredit yang diberikan untuk menambah modal usaha pertanian atau untuk investasi pembelian alat-alat pertanian. Sub sektor ekonomi yang dibiayai oleh kredit jenis ini antara lain pertanian, peternakan, dan perikanan. Kredit perdagangan adalah jenis kredit untuk membiayai usaha dagang debitur. Perdagangan bisa berupa dagang barang atau dagang jasa. Sistem angsuran yang diberlakukan oleh Bank X Bogor adalah sistem angsuran bulanan dengan bunga tergantung dari plafon kredit. Agunan yang dapat dijadikan jaminan antara lain berupa barang bergerak seperti motor atau mobil, dan barang tak bergerak seperti sertifikat tanah dan

(39)

membiayai industri debitur. Industri dalam hal ini merupakan industri kecil atau industri rumah tangga seperti industri pembuatan tempe, pembuatan mainan anak-anak, dan lain-lain. Jumlah penyaluran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan sektor ekonomi

No Sektor Ekonomi

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp)

1 Pertanian 35 235.328 27 213.725 12 55.364

2 Perdagangan 817 7.417.760 833 8.101.003 900 9.971.107

3 Perindustrian 46 346.202 40 232.262 20 403.861

4 Pertambangan - - - - - -

[image:39.595.109.535.220.773.2]

Sumber : Bank X Bogor (2010) Tabel 7. Rasio NPL

No Tahun Pertanian (%) Perdagangan (%) Perindustrian (%) Pertambangan (%)

1 2008 5,93 2,35 4,55 0,00

2 2009 4,33 2,14 5,67 0,00

3 2010 11,19 1,84 3,10 0,00

Sumber : Bank X Bogor (2010)

(40)

Sektor perindustrian menempati posisi kedua dalam jumlah penyaluran. Kredit yang disalurkan oleh Bank X Bogor untuk sektor perindustrian adalah sebesar Rp. 346.202.000,00 dengan 46 debitur dan rasio NPL sebesar 4,55 persen pada tahun 2008. Pada tahun 2009, kredit yang disalurkan ke sektor tersebut sebesar Rp. 232.262.000,00 dengan debitur sebanyak 40 orang dan rasio NPL sebesar 5,67 persen. Pada tahun 2010 menjadi Rp 403.861.00,00 dengan 20 orang debitur dan rasio NPL sebesar 3,10 persen. Kredit bermasalah yang timbul disebabkan munculnya industri-industri baru di sekitar industri debitur sehingga debitur mengalami penurunan pendapatan yang mengakibatkan debitur tidak mampu membayar kredit.

Sektor lainnya adalah sektor pertanian. Pada tahun 2008, Bank X Bogor menyalurkan Rp. 235.328.000,00 dengan jumlah debitur sebanyak 35 debitur dan NPL sebesar 5,93 persen. Pada tahun 2009 kredit yang disalurkan sebanyak Rp. 213.725.000,00 dengan 27 orang debitur dan NPL sebesar 4,33 persen. Pada tahun 2010 menjadi Rp. 55.364.000,00 dengan debitur berjumlah 12 orang dan rasio NPL yaitu sebesar 11,9 persen. Hal ini disebabkan karena usaha mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut diakibatkan oleh adanya gagal panen sehingga tidak mampu membayar angsuran kredit.

4.2.4. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Plafon Kredit

Kredit berdasarkan plafon kredit dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu kredit usaha mikro (sampai dengan Rp. 50 juta), kredit usaha kecil (dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta), kredit usaha menengah (Rp. 500 Juta sampai dengan Rp. 5 Milyar), dan kredit usaha besar (lebih dari Rp. 5 Milyar). Namun Bank X Bogor hanya menyalurkan kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil. Hal ini disebabkan fokus dari Bank X Bogor adalah membantu masyarakat yang memiliki usaha dengan skala usaha yang masih kecil. Berikut penjelasan mengenai kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil. a. Kredit Usaha Mikro

(41)

Sektor ekonomi yang dibiayai adalah sektor perdagangan, sektor perindustrian, dan pertanian. Agunan yang dapat dijadikan jaminan antara lain barang bergerak dalam bentuk motor atou mobil, barang tak bergerak seperti sertifikat tanah dan cash collateral.

b. Kredit Usaha Kecil

Kredit usaha kecil yang disalurkan oleh Bank X Bogor merupakan jenis kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 100 juta. Sistem angsuran yang diberlakukan adalah bulanan. Jangka waktu pembayaran maksimal 60 bulan dengan sistem pembayaran pokok pinjaman dan bunga dibayarkan setiap bulan sampai batas jangka waktu pembayaran. Suku bunga yang diberlakukan adalah flat per bulan. Sektor ekonomi yang dibiayai adalah sektor perdagangan, perindustrian, dan pertanian. Agunan yang dapat dijadikan jaminan adalah sertifikat tanah dan cash collateral.

[image:41.595.111.533.94.734.2]

Jumlah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan plafon kredit yang disalurkan Bank X Bogor dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan plafon

kredit

No Kelompok Usaha

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp)

1 Usaha Mikro

(= 50 jt) 884 7.149.530 883 7.327.940 893 8.334.890 2

Usaha Kecil (>50 jt s/d 500 jt)

14 849.760 17 1.219.050 39 2.085.442

Sumber : Bank X Bogor (2010) Tabel 9. Rasio NPL

No Tahun Usaha Mikro (%) Usaha Kecil (%)

1 2008 2,85 0,00

2 2009 2,67 0,00

3 2010 2,43 0,00

Sumber : Bank X Bogor (2010)

(42)

mengembangkan usahanya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah debitur mencapai 884 orang dan jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp. 7.149.530.000,00 per Desember 2008 dengan NPL sebesar 2,85 persen. Pada tahun 2009 menjadi Rp. 7.327.940.000,00 dengan jumlah debitur 883 orang dan rasio NPL sebesar 2,67 persen. Pada tahun 2010 mencapai Rp. 8.334.890.000,00 dengan 893 debitur dan rasio NPL sebesar 2,43 persen. Kredit bermasalah yang terjadi disebabkan oleh gagalnya usaha yang dialami debitur. Gagal bayar yang dialami debitur disebabkan oleh bangkrutnya usaha debitur karena barang dagangannya tidak laku sehingga modal yang dipinjamnya habis. Gagal usaha menyebabkan debitur tidak mampu membayar angsuran pokok dan angsuran bunga kredit sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Selain itu gagal bayar yang dialami debitur disebabkan oleh keadaan ekonomi makro yaitu kenaikan inflasi sehingga para pengusaha mikro tidak mampu bertahan. Sedangkan jumlah kredit usaha kecil yang disalurkan oleh Bank X Bogor pada tahun 2008 sebesar Rp. 849.760.000,00 dengan jumlah debitur sebanyak 14 orang. Pada tahun 2009 penyaluran kredit sebesar Rp. 1.219.050.000,00 dengan 17 orang debitur dan sebesar Rp. 2.085.442.000,00 dengan 39 orang debitur di tahun 2010. Rasio NPL 0 persen. Angka ini menunjukkan bahwa tidah ada kredit bermasalah pada kredit usaha kecil.

4.3. Karakteristik Debitur Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil

Karakteristik debitur menggambarkan karakter yang dimiliki peminjam yang mampu mempengaruhi peminjam tersebut dalam pembayaran kreditnya. Karakteristik debitur digolongkan berdasarkan karakteristik individu debitur dan karakteristik usaha debitur.

4.3.1. Karakteristik Individu Debitur Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil

(43)
[image:43.595.110.515.83.733.2]

Tabel 10. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jenis kelamin

Kolektibilitas

Karakteristik

Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Pria Wanita

Kurang Lancar 5 6 11 22

Diragukan 10 5 15 30

Macet 19 5 24 48

Total 34 16 50 100

Berdasarkan Tabel 10. dapat diketahui bahwa responden produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bermasalah sebagian besar berjenis kelamin pria. Sebanyak 34 orang atau sekitar 76 persen adalah pria dan sebanyak 16 orang atau sekitar 24 persen adalah wanita. Jenis kelamin diduga berpengaruh terhadap pengembalian kredit. Wanita memiliki loyalitas yang lebih besar dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit beserta bunganya dibandingkan pria. Dengan demikian, debitur wanita diduga lebih lancar dalam pengembalian kredit dibandingkan pria. Namun, hampir semua debitur responden wanita dalam penelitian ini telah menikah. Pada umumnya wanita yang telah menikah bertanggung jawab dalam mengerjakan hampir seluruh pekerjaan rumah tangganya. Hal inilah yang dijadikan sebagian besar debitur responden wanita sebagai penyebab menunggaknya mereka dalam pengembalian kredit. Karakter individu bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan usia

Kolektibilitas

Karakteristik

Berdasarkan Usia (Tahun) Jumlah (Orang)

Persentase (%)

20-40 >40

Kurang Lancar 11 0 11 22

Diragukan 14 1 15 30

Macet 20 4 24 48

Total 45 5 50 100

(44)

permasalahan semakin banyak. Sejalan dengan peningkatan usia tersebut, juga meningkatkan pengalaman mengelola usaha sehingga keberhasilan usaha kemungkinan lebih terjamin. Responden berada pada usia produktif yaitu antara 20 tahun sampai 40 tahun (90%). Berdasarkan hasil ini, maka dapat dikatakan bahwa usia produktif juga memungkinkan bagi debitur untuk melakukan penunggakan. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan pendidikan

Kolektibilitas

Karakteristik

Berdasarkan Pendidikan Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Diploma SMA SMP SD

Kurang Lancar 0 6 3 2 11 22

Diragukan 1 10 2 2 15 30

Macet 2 16 0 6 24 48

Total 3 32 5 10 50 100

(45)
[image:45.595.113.519.152.680.2]

mempunyai tanggungan keluarga lebih dari 4 orang. Semakin sedikit tanggungan keluarga menunjukkan beban biaya yang ditanggung lebih sedikit sehingga diharapkan responden dapat melakukan pembayaran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dengan baik.

Tabel 13. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan tanggungan

keluarga

Kolektibilitas

Karakteristik

Berdasarkan Tanggungan Keluarga Jumlah (Orang)

Persentase (%) < 2 2-4 > 4

Kurang Lancar 2 3 6 11 22

Diragukan 2 9 4 15 30

Macet 4 15 5 24 48

Total 8 27 15 50 100

4.3.2. Karakteristik Usaha Debitur Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa

Karakteristik usaha debitur bermasalah dilihat dari segi lama usaha, jangka waktu pengembalian kredit, plafon kredit yang diterima, penggunaan kredit, dan omzet usaha. Pada Tabel 14. disajikan karakteristik usaha debitur bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor berdasarkan lama usaha.

Tabel 14. Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan lama usaha

Kolektibilitas

Karakteristik

Berdasarkan Lama Usaha (Tahun) Jumlah (Orang)

Persentase (%) < 5 5-10 > 10

Kurang Lancar 2 7 2 11 22

Diragukan 5 5 5 15 30

Macet 9 12 3 24 48

Total 16 24 10 50 100

(46)

yang lebih besar dalam meningkatkan kemampuan mengembalikan kredit secara lancar. Sebagian besar responden sebanyak 34 orang (68%) telah menjalankan usahanya di atas 5 tahun. Permasalahan pengembalian kredit timbul akibat umur usaha yang masih tergolong muda. Pihak bank dapat mengatasinya dengan memberikan pengarahan kepada debitur agar selalu mengalokasikan modal dari bank pada kegiatan yang produktif sehingga memberikan nilai tambah. Hasil tersebut dapat digunakan untuk membayar angsuran pinja

Gambar

Gambar 1. Kerangka risiko kredit (Sutoyo, 1994)
Gambar 2. Siklus manajemen risiko (Djohanputro, 2004)
Gambar 3. Kerangka pemikiran
Gambar 4. Diagram alir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upaya yang dilakukan untuk menekan kredit bermasalah pada PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) KCP Karanganyar dilakukan dengan mencegah dan menyelamatkan

Penyebab kredit bermasalah yang terjadi di BTPN KCP Wonogiri adalah tidak ada konfirmasi dari ahli waris debitur yang meninggal dan adanya pihak ketiga dari mitra kerjasama Bank

Berdasarkan penelitian diketahui, bahwa di Pegadaian terdapat risiko kredit (kredit bermasalah) dalam produk Krasida.Walaupun masih dalam profil risiko yang aman, tetapi

likuiditas dapat pula dipengaruhi oleh kredit bermasalah, karena dengan munculnya kredit bermasalah, kas yang semestinya masuk dan menambah likuiditas bank tidak terjadi,

Beberapa penyebab kredit bermasalah di bank tersebut adalah: terdapat debitur yang memiliki pinjaman ganda, banyak surat tagihan kembali ke bank (retur), ketidakmampuan

Kondisi ini makin diperparah ketika kredit debitur sudah masuk ke kolektibilitas 5 (macet). BPR SAN Bandarejo Simpang Empat sudah melakukan upaya-upaya untuk

Kondisi ini makin diperparah ketika kredit debitur sudah masuk ke kolektibilitas 5 (macet). BPR SAN Bandarejo Simpang Empat sudah melakukan upaya-upaya untuk

Pemantauan kredit dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kredit bermasalah. Selain itu, pemantauan bukan hanya berusaha untuk mengukur dan mengawasi saja, akan