• Tidak ada hasil yang ditemukan

Blood Metabolic of UP3-Jonggol and Garut Rams Fed Ration Containing Indigofera zollingeriana and Waste Bean Sprouts

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Blood Metabolic of UP3-Jonggol and Garut Rams Fed Ration Containing Indigofera zollingeriana and Waste Bean Sprouts"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL METABOLIT DARAH DOMBA JONGGOL DAN

GARUT JANTAN DEWASA YANG DIBERI RANSUM

MENGANDUNG

Indigofera zollingeriana

DAN

LIMBAH TAUGE

SKRIPSI

RIDO PANDE PARDEDE

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Rido Pande Pardede. D24080186. 2012. Profil Metabolit Darah Domba Jonggol dan Garut Jantan Dewasa yang Diberi Ransum Mengandung Indigofera zollingeriana dan Limbah Tauge. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah, M.Si.

Usaha ternak domba merupakan salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Salah satu upaya peningkatan produktivitas ternak adalah dengan meningkatkan mutu pakan dan memperhatikan kecukupan nutrisi pakan tersebut. Secara umum domba mengkonsumsi hijauan. Hijauan yang biasa dimakan oleh domba yaitu rumput-rumputan dan termasuk di dalamnya limbah pertanian. Domba lokal yang dipelihara dengan pakan rumput saja mengalami pertumbuhan yang lambat dikarenakan kebutuhan zat makanan domba tersebut tidak dapat dipenuhi dari rumput saja sehingga diperlukan hijauan dalam hal ini legum dan limbah pertanian yang memiliki kandungan zat makanan yang dapat memenuhi kebutuhan domba lokal. Metabolit yang terdapat dalam darah merupakan indikator dari jumlah nutrien yang di serap dalam tubuh.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi konsumsi zat makanan dan profil metabolit darah yaitu, kadar glukosa darah, urea darah (BUN), dan kolesterol darah pada domba garut dan domba UP3 jonggol dewasa yang diberikan dua jenis pakan yang mengandung Indigofera zollingeriana dan limbah tauge. Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap faktorial (2 x 2) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah ransum, P1 adalah ransum yang mengandung 30% Indigofera zoolingeriana dan P2 adalah ransum yang mengandung 30% limbah tauge. Faktor kedua adalah jenis domba yaitu garut dan UP3 jonggol.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis ransum, jenis domba, maupun interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap glukosa darah (71,3 ± 13,9 mg/dl), kolesterol darah (70,8 ± 14 mg/dl), urea darah (28,5 ± 4,6 mg/dl), tetapi konsentrasinya masih dalam kisaran domba normal. Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK) dan lemak kasar (LK) pada penelitan ini nyata dipengaruhi oleh jenis ransum tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan tidak ada interaksi antara kedua faktor. Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK), dan lemak kasar (LK) tertinggi pada pakan yang mengandung 30% limbah tauge. Konsumsi protein kasar (PK) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tidak dipengaruhi oleh jenis pakan maupun jenis domba dan tidak ada interaksi antara kedua faktor. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan 30% limbah tauge mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan kasar (BK), serat kasar (SK) dan lemak kasar (LK) tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi protein kasar (PK) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Pakan yang mengandung 30% limbah tauge atau 30% Indigofera zoolingeriana menghasilkan status metabolit darah yang tidak berbeda pada domba garut dan domba UP3 jonggol jantan dewasa.

(3)

ABSTRACT

Blood Metabolic of UP3-Jonggol and Garut Rams Fed Ration Containing

Indigoferazollingeriana and Waste Bean Sprouts

R. P. Pardede, D. A. Astuti, L. Khotijah

This study was done to evaluate blood metabolic profiles (blood glucose, blood cholesterol and blood urea nitrogen) of UP3 jonggol and garut rams fed ration containing 30% Indigofera zollingeriana and 30% waste bean sprouts. Investigations were carried out on 12 local rams, six garut and six UP3 jonggol breed, 7 months ages, 14.93 ± 1.38 kg BW. The rams fed two rations with the ratio of the forage and concentrates 30:70 ration. P1 contained 30% Indigofera zollingeriana and P2 contained 30% waste bean sprouts as pellet. Design of this experiment was completely randomized design with factorial (2x2). First factor was feed (30% Indigofera zollingeriana and 30% waste bean sprouts) and second factor was breed (UP3 jonggol and garut rams). Variables measured were feed consumption, plasma glucose, plasma cholesterol and plasma urea nitrogen. The results showed that nutrient intakes (dry matter, crude fiber and extract ether) of 30% waste bean sprouts were the highest but there were no significant different of crude protein and nitrogen free extract consumption. There were no significant different of plasma glucose (71.3 ± 13.9 mg/dl), plasma cholesterol (70.8 ± 14 mg/dl) and plasma urea nitrogen (28.5 ± 4.6 mg/dl ) among the treatments. The concentrations were at normal values. There were no interaction between both main factors. It was concluded that 30% of bean sprouts waste or 30% Indigofera zollingeriana could maintain the same blood metabolite status of local rams.

(4)

PROFIL METABOLIT DARAH DOMBA JONGGOL DAN

GARUT JANTAN DEWASA YANG DIBERI RANSUM

MENGANDUNG

Indigofera zollingeriana

DAN

LIMBAH TAUGE

RIDO PANDE PARDEDE

D24080186

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 7 Februari 1991 dari pasangan Bapak J. Hot Torang Pardede dan Ibu Mindo Lumbantoruan. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan dasar dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Leuwi Lisung Kecamatan Baros Sukabumi, yang diselesaikan pada tahun 2002. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dilakukan di (SLTP) Kristen BPK

PENABUR Sukabumi, yang diselesaikan pada tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus Sekolah Menengah Atas Kristen BPK PENABUR Sukabumi. Selama bersekolah di SLTP maupun SMA, penulis aktif organisasi yaitu OSIS dan Ekstra Kulikuler Basket. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) di Fakultas Peternakan tahun 2008. Penulis memasuki masa perkuliahan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor tahun 2009

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya juga dari dukungan orang tua yang terus berdoa dan memberikan semangat, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan lancar.

Usaha ternak domba merupakan salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Salah satu upaya peningkatan produktivitas ternak adalah dengan meningkatkan mutu pakan dan memperhatikan kecukupan nutrisi pakan tersebut. Metabolit yang terdapat dalam darah merupakan indikator dari jumlah zat makanan yang diserap dalam tubuh. Glukosa darah, BUN (blood urea nitrogen) dan kolesterol darah adalah nutrien yang dibutuhkan oleh ternak untuk tumbuh dan berkembang. Skripsi berjudul "Profil Metabolit Darah Domba Jonggol dan Garut Jantan Dewasa yang Diberi Ransum Mengandung

Indigofera zollingeriana. dan Limbah Tauge" diharapkan mampu memberikan informasi pada pembaca mengenai pengaruh pemberian Indigofera zollingeriana dan limbah tauge terhadap metabolit darah domba UP3 jonggol dan garut.

Informasi dalam karya tulis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian skripsi ini bermanfaat dan semoga penelitian mengenai domba lokal dapat terus dikembangkan melalui penelitian-penelitian yang akan datang, untuk memajukan peternakan Indonesia.

Bogor, Desember 2012

(7)

DAFTAR ISI

Potensi Indigofera zollingeriana ………. 5

Potensi Limbah Tauge…………...………. . 6

Kandang dan Peralatan………..……… .. 14

Ransum……….. ….. 14

Prosedur...…….………..……….………. 15

Persiapan Ternak………..……….... 16

Adaptasi Kandang dan Pakan………..……….…… 16

Pemeliharaan………..……….…….. 16

Pengambilansampel………..……….…... 16

Peubah yang diamati……….…....……… 17

Analisis Plasma Darah……….. 17

Rancangan percobaan………... 19

Model……… 19

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN.……….……….. 20

Konsumsi Zat Makanan.………....……….…….. 20

Metabolit Darah……….……….…….….. 22

Glukosa Darah..…….……….... 22

Urea Darah……….….……….………. 24

Kolesterol Darah………...……..…..………. 25

KESIMPULAN DAN SARAN……….... 28

Kesimpulan….……….. 28

Saran..……… 28

UCAPAN TERIMA KASIH……….... 29

DAFTAR PUSTAKA……….….. 30

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Zat Makanan Tepung Indigofera Kering…………... 6

2. Kandungan Zat Makanan Tepung Limbah Tauge Kering……….... 7

3. Komposisi Bahan Makanan Ransum Penelitian……….. 15

4. Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian………...…….. . 15

5. Konsumsi Zat Makanan……….…………..…. 20

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi BK (g/e/h)……….… 34

2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi PK (g/e/h)………..……... 34

3. Hasil Sidik Ragam Konsumsi LK (g/e/h)………... 34

4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi SK (g/e/h)……….. 35

5. Hasil Sidik Ragam Konsumsi BETN (g/e/h))………..………. 35

6. Hasil Sidik Ragam Glukosa Darah (mg %)..………... 35

7. Hasil Sidik Ragam Urea Darah (mg %)….………... 36

8. Hasil Sidik Ragam Kolesterol Darah (mg %)………... 36

(12)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha untuk mewujudkan swasembada daging pada tahun 2014 dapat terlihat dari peningkatan populasi ternak domba dari 10.199.000 ekor pada tahun 2009 menjadi 11.371.630 ekor pada tahun 2010 (BPS, 2011). Peningkatan populasi domba tersebut perlu didukung dengan upaya peningkatan produktivitas ternak salah satunya dengan meningkatkan kecukupan zat makanan pada pakan yang diberikan pada ternak.

Peternak tradisional umumnya hanya memberikan hijauan sebagai pakan domba. Domba lokal yang dipelihara dengan pakan rumput saja mengalami pertumbuhan yang lambat karena kebutuhan nutrien domba belum dapat dipenuhi dari rumput saja. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan hijauan legum dan limbah pertanian yang memiliki kandungan zat makanan yang dapat memenuhi kebutuhan domba lokal.

Indigofera zollingeriana dan limbah tauge memiliki potensi sebagai pakan

domba karena jumlahnya banyak dan memiliki kandungan zat makanan yang dapat memenuhi kebutuhan domba. Indigofera sp. dapat dikembangkan di daerah tropis dengan produksi daunnya mencapai 4.096 kg BK/ha dan tanaman ini dapat dijadikan pakan sumber protein karena mempunyai kandungan protein sekitar 27% (Abdullah, 2010). Hasil survei menunjukkan bahwa potensi ketersediaan limbah tauge sekitar 1,5 ton/hari di Kotamadya Bogor. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa limbah tauge memiliki kandungan protein kasar (PK) sebesar ± 13-14%, serat kasar 49,44% dan TDN sebesar 64,65% (Rahayu et al., 2010).

(13)

2 Daya guna zat makanan dapat diuji dengan nilai kecernaan zat makanan tersebut, namun potensi yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh perlu uji lebih lanjut yaitu dengan melihat nilai metabolit darah. Diperlukan pengkajian tentang glukosa darah, urea darah (BUN), dan kolesterol darah pada domba UP3 jonggol dan garut untuk melihat seberapa besar nutrien yang diserap ke dalam darah dan selanjutnya dimetabolisme.

Tujuan

(14)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Domba Lokal

Domba merupakan ternak yang cukup selektif dalam memilih makanan seperti dalam memilih jenis rumput yang baik, dan jenis legum yang cocok. Menurut Blakely dan Bade (1991) domba diklasifikasikan dalam kingdom Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), ordo Artiodactyla (hewan berkuku genap), family Bovidae (memamah biak), genus Ovis (domba) dan spesies Ovis aries (domba yang telah didomestikasi).

Budidaya domba lokal sangat diminati masyarakat Indonesia karena memiliki fungsi ekonomis, sosial dan budaya. Terdapat tiga jenis domba lokal di Indonesia terutama di daerah Jawa yaitu : domba lokal ekor tipis (Javanese thin-tailed), domba priangan dan domba lokal ekor gemuk (East Java fat-tailed) (Einstiana, 2006). Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan dapat beranak dua atau lebih dalam satu kebuntingan. Domba lokal mempunyai warna bulu beragam serta memiliki wool atau bulu yang tidak tebal, tubuh yang relatif kecil, memiliki ekor kecil dan tidak terlalu panjang serta memiliki perdagingan sedikit dan sering disebut juga sebagai domba kampung (Einstiana, 2006).

Bangsa-bangsa ternak lokal penting untuk dilindungi karena mempunyai keunggulan antara lain mampu bertahan hidup pada tekanan iklim dan pakan yang berkualitas rendah, penyakit, dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara dengan biaya rendah, dan mendukung keragaman pangan (FAO, 2004).

Domba Garut

(15)

4 garut jantan bersifat agresif dan kuat, selain itu juga merupakan domba yang diternakkan dengan sangat selektif karena umumnya tujuan khusus pemeliharaan domba garut ialah untuk penggemukan dan memperoleh domba yang tangkas.

Hasil penelitian Gunawan dan Noor (2006) menunjukkan bobot sapih domba garut jantan dapat mencapai 14,12 ± 3,11 kg. Domba garut memiliki bobot badan yang besar dibandingkan dengan bobot badan domba lokal lain. Suswati (2010) menyatakan bahwa rataan bobot badan domba keturunan garut pada grade yang berbeda memiliki rataan bobot badan sebesar 30,28±3,40 kg lebih besar dibandingkan dengan domba lokal ekor tipis yang memiliki bobot badan sebesar 29,60±2,88 kg.

Domba Jonggol

Domba UP3 jonggol dapat dikatagorikan kedalam salah satu jenis domba lokal karena sudah dibudidayakan di lingkungan UP3 jonggol (Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol) sejak tahun 1980. Domba jonggol merupakan domba ekor tipis hasil persilangan dengan domba garut secara acak, domba ini telah dipelihara dengan sistem penggembalaan sejak tahun 1980 di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan terseleksi secara alami untuk lingkungan panas dan kering (Sumantri et al., 2007). Pemeliharaan domba UP3J umumnya secara tradisional yaitu digembalakan pagi hari dan dikandangkan pada malam hari. Rumput segar merupakan pakan utama yang biasa diberikan pada domba jonggol, walaupun dalam jumlah dan kualitas yang terbatas. Kondisi lingkungan di daerah Jonggol mempengaruhi performa domba secara keseluruhan (Sumantri et al., 2007).

(16)

5 Potensi Indigofera zollingeriana

Indigofera zollingeriana merupakan tanaman leguminosa dengan genus

Indigofera yang memiliki 700 spesies yang tersebar mulai dari benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara. Pertumbuhan Indigofera sangat cepat, adaptif terhadap tingkat kesuburan rendah, mudah dan murah pemeliharaannya. Menurut Hassen et al. (2007) produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun 5 ton/ha/tahun.

Tepung daun Indigofera zollingeriana mengandung protein kasar (PK) 22,30%-31,10%, NDF 18,90%-50,40%, kandungan serat kasar sekitar 15,25% dan kecernaan in vitro bahan organik berkisar 55,80%-71,70% (Abdullah, 2010). Legum ini memiliki kandungan mineral yaitu Ca 0,97%-4,52%, P 0,19%-0,33%, Mg 0,21%-1,07%, Cu 9 ppm-15,30 ppm, Zn 27,20 ppm-50,20 ppm, dan Mn 137,40 ppm-281,30 ppm (Hassen et al., 2007) serta memiliki kandungan tanin sebanyak 9,35% (Ologhobo, 2009).

Indigofera zollingeriana sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan

ternak karena memiliki kecernaan bahan organik yang tinggi, kandungan bahan organik hijauan ini dapat meningkat dengan adanya pemberian pupuk organik sehingga nilai kecernaan juga dapat meningkat (Abdullah, 2010). Hasil penelitian Abdullah dan Suharlina (2010) menunjukkan bahwa umur panen yang tepat untuk menghasilkan kualitas Indigofera zollingeriana terbaik adalah pada defoliasi umur 60 hari.

(17)

6 Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Tepung Indigofera zollingeriana Berdasarkan

100% BK

Zat makanan Kandungan (%)

Bahan Kering 93,21

Abu 12,51

Protein Kasar 27,88

Serat Kasar 32,73

Lemak Kasar 1,48

Beta-N 25,39

Ca 0,06

P 0,54

Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011) Potensi Limbah Tauge

Limbah tauge adalah bagian dari tauge yang tidak dikonsumsi oleh manusia, yaitu berupa kulit tauge atau tudung atau lebih dikenal dengan angkup tauge yang berwarna hijau. Limbah tauge merupakan bagian dari limbah pasar sehingga penggunaan limbah tauge sebagai pakan ternak tidak bersaing dengan kebutuhan manusia (Rahayu et al., 2010).

Hasil survei potensi ketersediaan limbah tauge di Kotamadya Bogor yang telah dilakukan oleh Rahayu et al. (2010) menunjukkan potensi limbah tauge di Kota Bogor sebesar 1,5 ton/hari. Berdasarkan data tersebut, limbah tauge ini sangat berpotensi untuk dipakai sebagai pakan ternak, terutama pada peternakan-peternakan di wilayah urban (di pinggir kota). Permasalahan peternakan di wilayah urban adalah hijauan yang terbatas karena keterbatasan ketersediaan lahan, dan harga konsentrat mahal. Berdasarkan uji laboratorium limbah tauge memiliki kandungan nutrien yang cukup baik, yaitu mengandung protein kasar (PK) sebesar ± 13-14 %, serat kasar (SK) 49,44% dan TDN sebesar 64,65% (Rahayu et al., 2010).

(18)

7 konsentrat yaitu sebesar 96 g/e/h (Rahayu et al., 2010). Tabel 2 menampilkan kandungan zat makanan tepung limbah tauge berdasarkan 100% BK.

Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Tepung Limbah Tauge Berdasarkan 100% BK

Zat makanan Kandungan (%)

Bahan Kering 87,94

Abu 3,00

Protein Kasar 16,40

Serat Kasar 43,78

Lemak Kasar 0,24

Beta-N 36,58

Ca 0,86

P 0,41

Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)

Metabolisme Zat Makanan

Metabolisme adalah perubahan yang dialami bahan makanan dalam konversinya sampai kepada hasil sisa, mencakup seluruh reaksi biokimiawi yang terjadi di dalam sel tubuh makhluk hidup (Tillman et al., 1998). Selanjutnya dijelaskan, metabolisme berperan mengubah zat-zat makanan seperti: glukosa, asam amino, dan asam lemak menjadi senyawa-senyawa yang diperlukan untuk proses kehidupan salah satu hasil metabolisme yang sangat penting adalah energi (ATP). Energi antara lain berguna untuk aktivitas otot, sekresi kelenjar, memelihara membran potensial sel saraf dan sel otot, dan sintesis substansi sel. Energi berperan penting dalam terjadinya proses biokimia untuk metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid (McDonald, 2002). Hasil proses metabolisme yang tidak digunakan oleh tubuh akan mengalami proses transformasi secara kimia dan akan segera dikeluarkan melalui sistem ekskresi (McDonald, 2002).

(19)

8 untuk digunakan sebagai sumber energi dan sintesis asam lemak. Hasil penelitian Panousis (2011) menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kadar β -Hidroksi butirat dengan kadar glukosa darah pada domba. Propionat yang terserap dapat menyuplai 30% (atau lebih) glukosa untuk ruminansia (Parakkasi, 1999). Sebagian glukosa akan diubah menjadi glikogen dan disimpan, sebagian lagi digunakan untuk sintesis asam lemak dan sintesis trigliserida (McDonald, 2002). Glukosa yang masuk dalam sistem peredaran darah dalam bentuk glukosa darah akan dibawa menuju jaringan tubuh, glukosa tersebut digunakan untuk sumber energi, sintesis asam lemak dan sintesis glikogen (McDonald, 2002).

Protein pakan sebagian akan dipecah di dalam rumen oleh mikroba menjadi peptida dan asam amino dan sebagian protein yang tidak mengalami fermentasi akan diserap langsung di usus (by pass) (McDonald, 2002). Asam amino yang berlebih akan dibawa ke hati untuk diubah menjadi amonia. Amonia merupakan hasil metabolisme protein dan nitrogen bukan protein. Amonia dalam rumen adalah sumber nitrogen yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al., 2002). Kelebihan amonia akan menyebabkan amonia terakumulasi di rumen yang kemudian akan diserap oleh darah dan dibawa ke hati untuk dikonversi menjadi urea. Beberapa urea akan dikembalikan ke saliva dan ada yang langsung diekskresikan melalui urin (McDonald., 2002)

Selama pencernaan unsur lemak dalam pakan, sebagian besar trigliserida dipecah menjadi gliserol dan asam lemak, kemudian sewaktu melalui sel epitel usus, keduanya disintesis kembali menjadi molekul trigliserida baru yang berkumpul dan masuk kedalam limfe dalam bentuk droplet kecil yang tersebar yang disebut kilomikron selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah (McDonald, 2002). Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel lemak akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Oleh sel-sel yang membutuhkan komponen-komponen tersebut kemudian dioksidasi dan menghasilkan energi, karbondioksida (CO2), dan air (H2O). jika kebutuhan energi

(20)

9 Asetat β-Hidroksi Glukosa Trigliserida Asetoasetat Urea Asam amino asam butirat β-Hidroksi

asam butirat

Gambar 1. Sumber dan Hasil Proses Metabolisme pada Ruminansia (McDonald, 2002) Jaringan tubuh dan pakan

Asam asetat

Asam butirat Asam propionat

Glukosa Asam lemak bebas

Triasilgliserol Asam –asam amino

Glukosa NADPH

(+H)

Glikogen Energi

Asam lemak bebas

Gliserol

Triasilgliserol Asetoasetat β-Hidroksi asam butirat

Asam α keto

Amonia

Urea Protein R

u m e n

(21)

10 N - Urea Darah

Urea dalam darah dipengaruhi oleh pakan karena sebagian besar urea diperoleh dari penguaraian protein yang berasal dari pakan. Pada ternak yang mempunyai asupan protein tinggi dan sebagian besar protein tersebut mengalami fermentasi di rumen, dapat menyebabkan peningkatan kadar urea dalam darah di atas rentang normal (Riis, 1983). Kadar urea dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea (Guyton dan Hall, 1987). Kadar urea dapat meningkat seiring dengan bertambahnya umur (Riis, 1983).

Senyawa mengandung nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia untuk proses pertumbuhan dan produksinya, yang terdiri atas protein dan non protein nitrogen (NPN). Sebagian protein (protein by pass) tidak mengalami fermentasi di dalam rumen akan tetapi langsung diserap di usus untuk digunakan sebagai protein pembentuk jaringan tubuh, dan sebagian lagi mengalami fermentasi di dalam rumen (McDonald, 2002).

Protein pakan yang dikonsumsi akan mengalami dua kemungkinan, yaitu akan terdegradasi atau lolos dari degradasi oleh mikroba rumen. Proses degradasi protein atau proteolisis adalah proses perubahan protein pakan menjadi peptida dan asam-asam amino oleh mikroba rumen, selanjutnya asam-asam amino tersebut mengalami deaminasi menghasilkan asam α keto dan ammonia (McDonald, 2002). Protein yang terdegradasi di dalam rumen sebagian akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen menjadi protein mikroba (Promkot dan Wanapat, 2005).

(22)

11 peredaran darah sebagian urea kembali menuju saliva dan sebagian lain yang tidak terpakai menuju ginjal untuk dikeluarkan bersama urin (Tillman et al., 1998).

Kadar urea darah juga dipengaruhi adanya kelebihan asam amino hasil pencernaan dalam usus yang tidak digunakan dalam sel, sehingga terjadi proses deaminasi asam amino dalam hati menghasilkan rantai karbon yang akan disimpan berupa glikogen atau lemak, dan urea yang akan dikeluarkan bersama urin (Prawirokusumo, 1993). Hasil penelitian Antunovic et al. (2011) menunjukkan kadar urea darah domba bunting lebih rendah dibandingkan kadar urea darah domba tidak bunting, hal ini berarti bahwa urea darah pada domba dipengaruhi oleh status fisiologis domba tersebut. Terdapat hubungan yang positif antara urea darah dan protein pakan yang dikonsumsi oleh ternak (Promkot dan Wanapat, 2005). Tingginya protein pakandapat menyebabkan meningkatnya kandungan urea dalam darah. Moss dan Murray (1992) menyatakan bahwa ruminansia yang mendapatkan tambahan protein pada pakannya ditemukan memiliki konsentrasi urea darah yang tinggi. Kadar urea darah normal pada domba adalah 13 - 28 mg/dl (Swenson, 1977).

Glukosa darah

Glukosa darah berasal dari berbagai sumber, antara lain: karbohidrat, senyawa glikogenik yang mengalami glukoneogenesis dan glikogen hati oleh proses glukogenolisis. Glukosa darah dan glukosa pada beberapa cairan jaringan atau dalam sel-sel tubuh dimanfaatkan untuk memproduksi energi (McDonald, 2002). Kadar glukosa darah ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam darah dan jumlah yang meninggalkan darah (Ganong, 1995). Lebih lanjut dijelaskan, faktor-faktor yang mempengaruhi glukosa darah adalah konsumsi pakan, kecepatan masuknya glukosa ke dalam sel-sel otot, jaringan lemak dan organ-organ lain. Glukosa dalam darah umumnya secara terus menerus dikeluarkan untuk memberi makan berbagai jaringan tubuh. Glikogen di dalam hati, urat daging serta jaringan tertentu lainnya secara bertahap akan dirubah menjadi glukosa (Benerjee, 1978).

(23)

12 Pembentukan glukosa darah dari asam propionat diawali dengan propionat diaktifkan dengan ATP dan KoA oleh enzim asetil-KoA sintetase, produknya propionil KoA. Propionil KoA menjalani reaksi fiksasi CO2 untuk membentuk D-metil malonil KoA

dan reaksi ini dikatalis oleh enzim propionil KoA karboksilase dan proses selanjutnya menjadi suksinil KoA dengan enzim metal malonil KoA isomerase yang memerlukan vitamin B12 sebagai koenzim. Suksinil KoA masuk ke siklus Krebs. Dalam siklis Krebs, suksinil KoA diubah menjadi fumarat. Fumarat diubah menjadi malat, selanjutnya malat diubah menjadi oksaloasetat. Oksaloasetat diubah menjadi fosfoenol piruvat dengan enzim fosfoenolpiruvat karboksilase, selanjutnya diubah menjadi fruktosa 1-6 bifosfat dan diubah menjadi glukosa-6-fosfat dan glukosa darah (Ngili, 2009)

Glukosa diabsorbsi dari saluran pencernaan ruminansia dalam jumlah kecil dan kadarnya di dalam darah dipertahankan melalui sintesa endogenous untuk keperluan fungsi-fungsi esensial jaringan tubuh (Arora, 1995). Glukosa dibutuhkan oleh lima jaringan ternak ruminansia, yaitu jaringan otot, jaringan syaraf, jaringan lemak, organ reproduksi dan proses metabolisme pada kelenjar susu (Prakkasi, 1999). Ternak ruminansia dewasa sangat tergantung pada proses glukoneogenesis untuk memenuhi kebutuhannya akan glukosa (Riis, 1983). Ruminansia memiliki kandungan glukosa lebih rendah dibanding ternak lain, karena pada proses pencernaannya ruminansia akan memfermentasikan semua karbohidrat dalam pakannya menjadi asam lemak yang mudah menguap dan unsur ini dapat menggantikan sebagian besar glukosa sebagai bahan bakar utama metabolik jaringan (McDonald, 2002). Kadar glukosa darah normal pada domba adalah 59 mg/100 ml (Riis, 1983). Hasil penelitian Astuti (2005) menunjukkan bahwa, domba yang diberikan pakan rambanan menghasilkan kadar glukosa darah yang berkisar 37-59 mg/dl. Ruminansia yang baru lahir, konsentrasi glukosanya menyerupai hewan monogastrik dan secara gradual menurun dengan meningkatnya umur. Kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi semata-mata hanya oleh asam lemak (Riis, 1983).

Kolesterol Darah

(24)

13 yang menurunkan hormon-hormon steroid, vitamin D, dan garam empedu. Kolesterol disintesis dalam hati dan sel epitel usus dan juga berasal dari lipid makanan. Sintesis kolesterol diregulasi oleh jumlah kolesterol dan trigliserida dalam lipid makanan (Ngili, 2009).

Kolesterol total sebenarnya merupakan susunan dari banyak zat, termasuk trigliserida, LDL kolesterol, dan HDL kolesterol (Boyer, 2002). Trigliserida adalah salah satu bentuk lemak yang diserap oleh usus setelah mengalami hidrolisis. Trigliserida kemudian masuk ke dalam plasma dalam dua bentuk, yaitu sebagai kilomikron yang berasal dari penyerapan usus setelah makan lemak dan sebagai VLDL (very low density lipoprotein) yang dibentuk oleh hepar dengan bantuan insulin (Boyer, 2002). Trigliserida tersebut di dalam jaringan di luar hepar (pembuluh darah, otot, jaringan lemak) akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase. Sisa hidrolisis kemudian oleh hepar dimetabolisasi menjadi LDL. Kolesterol yang terdapat pada LDL kemudian ditangkap oleh suatu reseptor khusus di jaringan perifer sehingga LDL sering disebut sebagai kolesterol jahat (Cheng dan Hardy, 2004). Kelebihan kolesterol dalam jaringan perifer akan diangkut oleh HDL (high density lipoprotein) ke hepar untuk kemudian dikeluarkan melalui saluran empedu sebagai asam empedu sehingga HDL sering disebut sebagai kolesterol baik. Soraya (2006) menyatakan bahwa kadar kolesterol darah normal pada domba adalah 108,41±32,42 mg/dl. Hasil penelitian Astuti (2005) menunjukkan bahwa domba yang diberikan 100% rumput lapang menghasilkan kadar kolesterol darah sebesar 60,86 mg/dl. Hal tersebut menunjukkan bahwa serat kasar pada pakan mempengaruhi kadar kolesterol darah sesuai dengan yang dinyatakan Djojosoebagio dan Piliang (2006) bahwa serat kasar pakan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum dengan cara meningkatkan ekskresi asam empedu, yang merupakan produk metabolisme kolesterol.

(25)

14 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit Fisiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2011.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor domba yang terdiri atas 6 ekor domba garut dewasa berumur 7 bulan dengan rataan bobot badan (BB) 14,93±1,38 kg. Domba jonggol berasal dari UP3 Jonggol dan domba garut berasal dari MT Farm dan Indocement. Domba tersebut dimasukkan ke dalam kandang secara individu yang telah dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum.

Kandang dan Peralatan

Kandang individu disiapkan berukuran panjang 1,5 m dan lebar 0,75 m yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Peralatan yang digunakan adalah timbangan ternak, timbangan pakan, pita ukur, gunting. Pada pengambilan sampel, alat yang digunakan adalah spoit dengan volume 10 ml, tabung efendorf, label, sentrifuge, spektrofotometer.

Ransum

Ransum yang diberikan pada domba adalah ransum komplit dalam bentuk pellet dengan rasio hijauan dan konsentrat 30:70. Sumber hijauan berasal dari legum Indigofera zollingeriana dan limbah tauge yang masing-masing diberikan sebanyak

(26)

15 Tabel 3. Komposisi Bahan Makanan Ransum Penelitian

Bahan Pakan (%) Perlakuan

P1 P2

Keterangan: P1: Ransum Indigofera sp. P2: Ransum Limbah Tauge.

Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Berdasarkan 100% BK

Keterangan :Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2011).

Zat Makanan Perlakuan(Ransum Komplit Mengandung- )

(27)

16 Prosedur

Persiapan Ternak

Domba yang digunakan berumur kurang dari satu tahun dan memiliki bobot badan seragam 14,93±1,38 kg. Domba yang dipilih adalah domba yang sehat dan tidak cacat. Perawatan yang diberikan terhadap domba sebelum penelitian berlangsung antara lain pencukuran bulu, pemberian obat cacing dan pemberian identitas (kalung).

Adaptasi Kandang dan Pakan

Adaptasi kandang dilakukan dengan pemindahan domba dari kandang kelompok ke kandang individu. Tujuan adaptasi kandang adalah untuk menghindari stress pada domba yang ditimbulkan karena kondisi kandang yang berbeda. Adaptasi kandang dilakukan selama dua minggu bersama dengan adaptasi pakan.

Adaptasi pakan merupakan proses penyesuaian ternak terhadap jenis pakan baru yang akan diberikan pada waktu penelitian, adaptasi dilakukan selama 2 minggu. Tujuan dilakukan adaptasi pakan adalah mengkondisikan sistem pencernaan agar tidak terjadi gangguan karena pakan baru yang diberikan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan selama 3 bulan setelah fase adaptasi kandang dan pakan. Pemberian pakan dan minum dilakukan secara ad libitum. Pengontrolan konsumsi dilakukan intensif setiap tiga jam sekali. Ransum yang telah habis ditambahkan ad libitum dan dicatat jumlah penambahannya. Sisa pakan ditimbang dan dicatat sebelum pemberian pakan baru saat pagi hari.

Pengambilan Sampel Darah

(28)

17 kolesterol merk Rajawali Nusindo No. Katalog : 101592. Kit yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat bantu tes enzimatik untuk penentuan kadar glukosa, urea dan kolesterol plasma hewan, kit tersebut diperoleh dari PT. Rajawali Nusindo.

Peubah yang Diamati Adalah :

1. Konsumsi Zat Makanan

Konsumsi zat makanan diperoleh dengan mengukur jumlah pakan yang dikonsumsi oleh domba lalu dikalikan dengan kadar zat makanan pada pakan tersebut. Zat makanan yang diukur adalah bahan kering (BK), lemak, protein kasar (PK), Beta-N, dan serat kasar (SK).

2. Urea Plasma

Kadar urea plasma dianalisis menggunakan kit blood urea nitrogen (BUN) merk Rajawali Nusindo No. Katalog : 110491 dan spektrofotometer dengan panjang gelombang 570 nm.

3. Glukosa Plasma

Kadar glukosa plasma dianalisis menggunakan kit blood glucose merk Rajawali Nusindo No. Katalog : 112191dan spektrofotometer dengan panjang gelombang 570 nm.

4. Kolesterol Plasma

Kadar kolesterol plasma dianalisis menggunakan kit blood cholesterol merk Rajawali Nusindo No. Katalog : 101592 dan spektrofotometer dengan panjang gelombang 570 nm.

Analisis Sampel Analisis Urea

Pengukuran urea darah dilakukan dengan menggunakan teknik enzimatik yang menggunakan kit dari Rajawali Nusindo dengan nomor katalog : 110491. Prosedur pengukuran meliputi persiapan tabung yang telah diberi label untuk blanko, standar dan sampel. Prosedur persiapan sebelum melakukan pencampuran, meliputi pencampuran R1 (kombinasi Phosphate buffer, sodium salicylate, sodium nitroprusside, dan EDTA) dengan R3 (urease). Perbandingan campuran R1 dan R3

(29)

18 dengan 10 μl larutan standar dan 1000 μl R1a. Tabung berlabel blanko diisi dengan campuran R1a dan R2. Tabung sampel diisi dengan 10 μl sampel, 1000 μl R1a dan 1000 μl R2. Seluruh tabung yang sudah terisi diinkubasi selama 5 menit, dan diamati pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 570 nm. Menggunakan rumus perhitungan :

Absorbansi sampel

BUN = x 37.8 mg/dl Absorbansi standar

Analisis Glukosa

Pengukuran glukosa darah dilakukan dengan menggunakan teknik enzimatik yang menggunakan kit dari Rajawali Nusindo dengan nomor katalog : 112191. Prosedur pengukuran meliputi persiapan tabung yang telah diberi label untuk blanko, standard dan sampel. Tabung berlabel standar diisi dengan 10 μl larutan standar. Tabung berlabel blanko diisi dengan campuran 1000 μl R1 (tersedia dalam kemasan KIT). Tabung sampel diisi dengan 10 μl sampel dan 1000 μl R1. Seluruh tabung yang sudah terisi diinkubasi selama 5 menit, dan diamati pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 570 nm. Menggunakan rumus perhitungan :

Absorbansi sampel

Konsentrasi Glukosa = x 100 mg/dl Absorbansi standar

Analisis Kolesterol

Pengukuran kolesterol darah dilakukan dengan menggunakan teknik enzimatik yang menggunakan kit dari Rajawali Nusindo dengan nomor katalog : 112191. Prosedur pengukuran meliputi persiapan tabung yang telah diberi label untuk blanko, standard dan sampel. Tabung berlabel standar diisi dengan 10 μl larutan standar. Tabung berlabel blanko diisi dengan campuran 1000 μl R1 (tersedia dalam kemasan kit). Tabung sampel diisi dengan 10 μl sampel dan 1000 μl R1. Seluruh tabung yang sudah terisi diinkubasi selama 5 menit, dan diamati pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 570 nm. Menggunakan rumus perhitungan :

Absorbansi sampel

(30)

19 Rancangan Percobaan

Model

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2x2 dengan faktor pertama adalah jenis ransum (P1 = Indigofera zollingeriana dan P2 = limbah tauge), faktor kedua yaitu jenis domba (UP3 Jonggol dan Garut). Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij+ ɛijk

Keterangan:

Yijk : nilai pengamatan perlakuan ke-I dan ke-j

µ : nilai tengah

Ai : pengaruh perlakuan ransum (mengandung Indigofera zollingeriana dan

limbah tauge) ke-i

Bj : pengaruh perlakuan jenis domba (UP3 Jonggol dan Garut) ke-j

(AB)ij : interaksi antara jenis domba dan pakan yang diberikan pada domba

ɛijk : pengaruh galat percobaan

Analisis Data

(31)

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Zat Makanan

Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua faktor. Konsumsi bahan kering ransum yang mengandung limbah tauge lebih tinggi (P<0,05) daripada konsumsi bahan kering ransum mengandung Indigofera zollingeriana. Konsumsi bahan kering pada penelitian ini relatif sesuai dengan

standar NRC (2006) yaitu domba dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan bahan kering sekitar 3% dari bobot badannya yaitu sekitar 600-900 g/ekor/hari.

Tabel 5. Konsumsi Zat Makanan

Peubah Domba Perlakuan Rataan

P1 P2 X ± sd

Konsumsi BK Jonggol 705,84±62,60 907,18±216,52 806,51±139,56 g/e/h Garut 630,16±131,37 948,81±182,23 789,49±156,80 Rataan X ± sd* 668,00±96,98 b 928,00±199,37a

Konsumsi PK Jonggol 146,54±13,00 172,43±41,15 159,50±27,07 g/e/h Garut 130,84±27,28 180,35±34,64 155,60±30,96 Rataan X ± sd 138,70±20,14 176,39±37,89

Konsumsi SK Jonggol 124,40±11,04 253,68±60,54 189,04±35,79 g/e/h Garut 111,07±23,15 265,32±50,96 188,20±37,05 Rataan X ± sd** 117,74±17,09 b 259,50±55,75 a

Konsumsi LK Jonggol 25,38±2,25 38,40±9,16 31,89±5,71 g/e/h Garut 22,66±4,72 40,33±7,63 31,49±6,18 Rataan X ± sd** 24,02±3,49b 39,36±8,40 a

Konsumsi BETN Jonggol 342.98±30,42 375,29±89,57 359,14±59,99 g/e/h Garut 306,20±63,83 392,52±75,39 349,36±69,61 Rataan X ± sd 324,59±47,13 383,91±82,48

Keterangan : P1 : Ransum Indigofera sp., P2: Ransum limbah tauge, BK : Bahan Kering, PK :

(32)

21 Konsumsi adalah jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan zat makanan yang terkandung didalamnya yang akan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak tersebut. Sutardi (1980) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas, jumlah makanan yang tersedia dan kualitas atau komposisi kimia bahan makanan. Konsumsi bahan kering yang sesuai dengan standar menunjukkan bahwa domba dalam penelitian ini kebutuhannya terpenuhi dengan baik.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ransum tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi protein kasar dan tidak ada efek interaksi antara kedua faktor yaitu pakan (P1 : Indigofera zollingeriana. dan P2 : Limbah Tauge) dan jenis domba (UP3 Jonggol dan Garut). Konsumsi protein kasar pada penelitian ini berkisar 138-176 g/e/h. Hasil ini relatif lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein menurut (NRC, 2006) yaitu domba dengan bobot badan 20 kg kebutuhan protein untuk hidup pokoknya adalah 64 g/e/hari. Konsumsi protein dalam penelitian ini menunjukkan bahwa domba pada penelitian ini kebutuhan proteinnya tercukupi dengan baik. Rahayu et al. (2011) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan (PBB) domba garut dan UP3 jonggol yang diberi pakan mengandung 30% Indigofera zollingeriana dan 30% limbah tauge adalah 99-153 g/e/h.

Konsumsi serat kasar pada penelitian ini sangat nyata dipengaruhi oleh faktor ransum (P<0,01) tetapi tidak dipengaruhi oleh faktor jenis domba dan interaksi antara kedua faktor. Konsumsi serat kasar ransum mengandung limbah tauge lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan konsumsi serat kasar ransum mengandung Indigofera zollingeriana. Konsumsi serat kasar ransum mengandung Indigofera adalah 117,74

g/e/h dan konsumsi serat kasar ransum mengandung limbah tauge adalah 259,50 g/e/h. Tingginya konsumsi serat kasar ransum yang mengandung limbah tauge disebabkan konsumsi bahan kering limbah tauge lebih tinggi dibandingkan konsumsi bahan kering ransum mengandung Indigofera zollingeriana. Selain itu, kandungan serat kasar pada ransum P2 (mengandung 30% limbah tauge) lebih tinggi dibandingkan P1 (mengandung 30% Indigofera sp.) (Tabel 5).

(33)

22 yaitu 39,36 g/e/h dibandingkan rataan konsumsi lemak kasar ransum Indigofera sp. 24,02 g/e/h. Tingginya konsumsi lemak kasar limbah tauge karena konsumsi bahan kering ransum limbah tauge lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan konsumsi bahan kering ransum Indigofera sp. dan kadar lemak kasar ransum limbah tauge lebih tinggi daripada ransum Indigofera sp. (Tabel 4).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ransum tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (P>0,05), dan tidak ada interaksi antara kedua faktor. Rataan konsumsi bahan ekstrak tanpa nitrogen pada penelitian ini adalah 354,25 g/e/h. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua ransum (P1 dan P2) dapat menyediakan bahan ekstrak tanpa nitrogen dalam jumlah sama yang dibutuhkan sebagai sumber energi untuk hidup pokok dan produksi ternak tersebut.

Metabolit Darah

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsentrasi glukosa, urea maupun kolesterol darah dan tidak ada efek interaksi antara jenis ransum (P1 : Indigofera zollingeriana dan P2 : limbah tauge) dan bangsa domba (UP3 Jonggol dan garut). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum yang mengandung Indigofera zollingeriana dan ransum yang mengandung limbah tauge menghasilkan status metabolit yang tidak berbeda pada domba garut dan domba UP3 jonggol jantan dewasa.

Metabolit darah sangat dipengaruhi oleh jumlah zat makanan yang dimakan oleh ternak, faktor lain yang mempengaruhi metabolit darah adalah umur, siklus stress dan kesehatan ataupun faktor eksternal berupa perubahan suhu lingkungan, infeksi kuman penyakit, fraktura dan lain sebagainya (Guyton dan Hall 1997).

Glukosa Darah

Rataan kadar glukosa darah yang diperoleh dari penelitian ini adalah 74,17±16,77 mg/dl pada domba yang mengkonsumsi ransum mengandung Indigofera sp. dan 68,46±11,16mg/dl pada domba yang mengkonsumsi ransum

(34)

23 yang diberikan memiliki kandungan zat makanan yang cukup sebagai sumber energi bagi ternak yaitu konsumsi protein kasar, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen, sehingga tidak terjadi mekanisme homeostasis yaitu sistem tubuh menyeimbangkan kadar glukosa dengan hadirnya glukagon dalam darah yang mengakibatkan pelepasan glukosa sel hati dan otot melalui peristiwa glikogenolisis sehingga kadar glukosa di darah dapat terpelihara di atas batas ambang kritis (Ganong, 1980). Kadar glukosa darah hewan ruminansia tergolong rendah hal ini disebabkan hewan ruminansia dapat menyediakan glukosa yang berasal dari propionat yaitu senyawa yang dihasilkan dari fermentasi serat kasar pakan di rumen (Astuti, 2005). Tabel 6 menunjukkan hasil rataan metabolit darah yaitu glukosa, urea dan kolesterol plasma pada domba UP3J dan Garut.

Tabel 6. Rataan Konsentrasi Glukosa, Urea dan Kolesterol Plasma Domba

Parameter Ransum Rata-rata

Domba P1 P2

Glukosa darah Jonggol 74,68±18,73 75,43±5,59 75,09±12,37 (mg/dl) Garut 73,57±18,75 61,49±11,59 67,53±15,43

Rata-rata 74,17±16,77 68,46±11,16

Urea darah (BUN) Jonggol 34,64±2,42 26,76±2,4 30,70±4,84 (mg/dl) Garut 26,45±4,32 26,30±3,23 26,38±2,88

Rata- rata 30,55±5,47 26,53±2,58

Kolesterol darah Jonggol 77,18±15,27 68,46±12,37 72,82±13,32 (mg/dl) Garut 58,97±9,74 78,71±14,92 68,84±15,62

Rata-rata 68,07±15,19 73,59±13,49

Keterangan : P1 : ransum Indigofera zollingeriana, P2 : ransum limbah tauge.

(35)

24 diberikan pakan dengan jumlah yang lebih sedikit dari kebutuhan domba, maka metabolit darahnya akan rendah. Selanjutnya dijelaskan bahwa status kecukupan nutrisi pada ternak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar metabolit darah.

Konsentrasi VFA yang tinggi dapat mempengaruhi tingginya kadar glukosa darah, karena propionat akan diubah menjadi glukosa darah dan digunakan sebagai energi pada ruminansia (McDonald, 2002). Konsentrasi VFA pada penelitian serupa yaitu pemberian 30% limbah tauge dan 30% indigofera zollingeriana adalah 108,90-143,02 mM (Syafaah, 2012). Konsentrasi VFA hasil penelitian tersebut tergolong tinggi, akan tetapi masih berada dalam kisaran normal. McDonald (2002) melaporkan bahwa konsentrasi VFA dalam kisaran rumen berkisar antara 70-150 mM. Pemberian 30% limbah tauge dan 30% indigofera zollingeriana pada domba dalam penelitian ini menunjukkan asupan makanan yang tercukupi dengan baik sehingga kadar glukosa darah bukan merupakan hasil dari katabolisme jaringan.

Hasil penelitian ini apabila dibandingkan dengan kadar glukosa darah domba normal, tergolong tinggi. Rataan kadar glukosa darah yang diperoleh pada penelitian ini (61,5-75,4 mg/dl). Konsentrasi glukosa darah domba normal menurut Riis (1983) yaitu sebesar 59 mg/dl. Penggunaan 30% indigiofera zollingeriana atau 30% limbah tauge dapat memenuhi status kebutuhan glukosa darah pada domba UP3-jonggol dan garut jantan dewasa secara normal.

Urea Darah

(36)

25 Kadar urea darah sangat dipengaruhi oleh protein yang dikonsumsi. Konsumsi protein kasar pada penelitian ini adalah 138,70-176,39 g/e/hari. Konsumsi protein tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan domba secara normal. Kebutuhan protein untuk domba dengan bobot badan 20 kg adalah 64 g/e/hari (NRC, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa domba penelitian ini status kebutuhan proteinnya terpenuhi dengan baik. Senyawa mengandung nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia untuk proses pertumbuhan dan produksinya terdiri atas protein, dan non protein nitrogen (NPN). Sebagian protein (protein by pass) tidak mengalami fermentasi didalam rumen akan tetapi langsung diserap di usus untuk digunakan sebagai protein pembentuk jaringan tubuh dan sebagian lagi mengalami fermentasi didalam rumen dan mengahasilkan amonia. Sebagian amonia tersebut diabsorbsi oleh dinding rumen melalui vena arteri dibawa ke hati untuk dinetralisir menjadi urea (McDonald, 2002). Rendahnya kadar urea darah pada penelitian ini menunjukan bahwa pakan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sifat protein yang tidak banyak terdegradasi dan dirombak menjadi urea.

Hasil ini senada dengan data penelitian Sambas (2012), yang menyatakan nilai retensi protein pada domba yang diberi pakan Indigofera sp. dan limbah tauge sebanyak 30% adalah tinggi yaitu 72-101 g/e/hari. Tingginya pemanfaatan protein untuk sintesis jaringan tubuh menunjukkan tidak banyak protein yang terdegradasi dan diekskresikan sebagai urea melalui urin.

Kolesterol Darah

Kadar kolesterol domba jonggol dan garut pada penelitian ini berkisar 63,07– 73,59 mg/dl. Hasil ini relatif rendah dibandingkan kadar kolesterol darah domba normal yaitu sebesar 108,41±32,42 mg/dl (Soraya, 2006).

(37)

26 Pemberian pakan yang mengandung Indigofera zollingeriana dan limbah tauge sebagai sumber serat dapat menurunkan kadar kolesterol pada darah domba, sebaiknya penggunaan ransum tersebut lebih tepat diberikan pada domba afkir (yang sudah tua) agar diperoleh kualitas daging dengan kadar kolesterol rendah. Pemberian pakan mengandung 30% Indigofera zollingeriana dan 30% limbah tauge pada domba dewasa yang akan dijadikan pejantan dinilai kurang tepat karena domba jantan dewasa memerlukan hormon steroid yang diperlukan untuk reproduksi. Proses sintesis hormon steroid tersebut memerlukan kolesterol.

Menurut Guyton dan Hall (1997), sebanyak 25-50% kolesterol eksogen yang berasal dari makanan diabsorbsi di dalam tubuh sehingga kualitas dan kuantitas pakan cukup menentukan nilai kolesterol. Serat kasar pada pakan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum dengan cara meningkatkan ekskresi asam ampedu, yang merupakan produk metabolisme kolesterol (Djojosoebagio dan Piliang, 1996). Tingginya serat kasar pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 17,62% untuk P1 dan 27,96% untuk P2 juga mempengaruhi nilai kolesterol darah. Rendahnya kadar kolesterol darah yang disebabkan oleh tingginya serat kasar pada pakan sesuai dengan yang dilaporkan (Astuti, 2011) bahwa domba yang diberi pakan rambanan kadar kolesterol darahnya 60.86 mg/dl.

Perbandingan metabolit darah antara ransum P1 (Indigofera sp) dan P2 (Limbah tauge) dapat dilihat bahwa pakan Indigofera sp memberikan dampak kadar kolesterol darah cenderung lebih rendah, sedangkan kadar glukosa dan urea darah cenderung lebih tinggi. Pada perbandingan metabolit darah antara UP3 jonggol dan garut (Gambar 3) dapat dilihat bahwa domba UP3 jonggol dapat memanfaatkan zat makanan dalam ransum dengan lebih baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum P1 ( mengandung Indigofera zollingeriana) dan P2 (mengandung limbah tauge) memiliki kandungan nutrien yang

mampu memenuhi status metabolit darah domba dan pakan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan domba dibuktikan dengan adanya pertambahan bobot badan domba yaitu 99-153 g/e/hari.

(38)

27 Gambar 2. Gambar 3 adalah perbandingan konsentrasi glukosa, urea dan kolesterol darah domba UP3J dan garut.

Gambar 2. Perbandingan glukosa, urea dan kolesterol darah antara ransum mengandung Indigofera sp dan limbah tauge.

Gambar 3. Perbandingan glukosa, urea dan kolesterol darah antara domba UP3 jonggol dan garut.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Glukosa Urea Kolesterol

Indigofera Limbah tauge

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Glukosa Urea Kolesterol

(39)

28 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK) dan lemak kasar (LK) pada domba jonggol dan garut yang diberi ransum mengandung 30% limbah tauge lebih tinggi dibandingkan yang diberi ransum mengandung 30% Indigofera zollingeriana. Penggunaan 30% Indigofera zollingeriana atau 30% limbah tauge dalam ransum tidak mempengaruhi konsentrasi metabolit darah berupa plasma glukosa, urea dan kolesterol. Konsentrasi glukosa (61,5-75,4 mg/dl), urea (26,5-30,5 mg/dl) dan kolesterol (63,07-73,59) yang diperoleh pada penelitian ini masih dalam kisaran normal.

Saran

(40)

29 UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Segala berkat dan karunia-Nya berupa kesehatan, keselamatan dan semua telah dicukupkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan hormat kepada Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. selaku pembimbing skripsi dan Ir. Lilis Khotijah, M.Si. selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kasih sayang, kesabaran, penyediaan waktu, kritik dan saran selama proses pembuatan skripsi ini.

Ucapan terima kasih kepada pengelola Laboraturium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboraturium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga beserta jajarannya yang memfasilitasi dan menunjang keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih kepada yang terhormat Ir. Sri Rahayu, MS dan seluruh teman-teman satu penelitian PUF (Penelitian Unggulan Fakultas) atas segala kerja sama,waktu, tenaga, semangat, ilmu dan doa yang diberikan selama menjalankan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Terima kasih kepada seluruh teman–teman seangkatan di departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan angkatan 45 (GENETIC 45), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada teman-teman terdekat, Andreas, Willans, Agustino, Raga, Adit, Suarno dan secara khusus kepada Debora Kristina atas kebersamaan, semangat, dukungan, kritik dan saran selama penulis menjalani perkuliahan.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis Bapak J. Hot Torang Pardede dan Ibu Mindo Lumbatoruan atas kasih sayang, kesabaran, nasehat dan doa yang selalu diberikan selama penulis menempuh pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini.

(41)

30 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L. 2010. Herbage production and quality of shrub Indigofera treated by different concentration of foliar fertilizer. J. Med. Pet 33: 169-175.

Abdullah, L.& Suharlina. 2010. Herbage yield and quality of two vegetative parts of Indigofera at different time of first regrowth defoliation. J. Med. Pet 33:44-49.

Antunovic, Z., J. Novoselec, H. Sauerwein, M. Speranda, M. Vegara & V. Pavic. 2011. Blood metabolic profile and some of hormones concentration in ewes during different physiological status. Bulg. J. Agric. Sci., 17: 687-695

Arifin, Z. N. A. 1995. Effort of induction of lactase enzyme in milk intolerance. Anim. Sci 19: 79-87.

Arora, S. P., 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Astuti, D. A., A. S. Baba, & I. W. T. Wibawan. 2011. Rumen fermentation, blood metabolites, and performance of sheep fed tropical browse plant. Med. Pet 34 (3) : 201-206.

Astuti, D. A. & A. Suprayogi. 2005. Produktivitas domba lokal yang dipelihara di lingkungan hutan tropis gunung walat, Sukabumi Jawa Barat. Mini workshop Daad, Seag April 2005, Cisarua Bogor.

Antunovic, Z., M. Speranda, B. Liker, V. Seric, D. Sencic, M. Domacinovic, & T. Sperandat. (2005). Influence of feeding the probiotic Pioneerto growing lambs on performances and blood composition. Acta Vet. 55: 287-300.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Laporan Tahunan Populasi Ternak Propinsi Jawa Barat. Jakarta.

Banerjee, C. G. 1978. Animal Nutrition. Oxford & IBH Publishing Co, Calcuta. Blakely, J. & D. H. Blade, 1991. Ilmu Peternakan. Terjemahan : Srigandono, B., &

Soedarsono Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Boyer, R. F. 2002. Concepts In Biochemistry. 2nd Edition. Thomson Learning, Inc., New York.

Cheng, Z. J. & R. W. Hardy. 2004. Protein and lipid sources affect cholesterol concentrations of juvenile Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei (Boone). J. Anim. Sci. 82 :1136–1145.

Djojosoebagio, S. & W. G. Piliang. 1996. Fisiologi Nutrisi. Edisi ke-2. UI Press, Jakarta. Hlm: 202-248.

Einstiana, A. 2006. Studi keragaman fenotipik dan pendugaan jarak genetik antar domba lokal di Indonesia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(42)

31 Ganong, William F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.

Gunawan, A. & R. R. Noor. 2006. Pendugaan nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih domba garut tipe laga. Med. Pet 29 (1) : 7-15.

Guyton, M. D. & J. E. Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta (Diterjemahka oleh I. Setiawan).

Hassen, A., N. F. G.Rethman, W. A. Van Nierkerk, & T. J. Tjelele. 2007. Influence of season and spesies on chemical composition and invitro digestibility of five Indigofera accession. J. Animal Feed Sci. and Tech. 136 : 312- 322. Intan, J., L. Abdullah, & D. A. Astuti. 2011. Fermentabilitas dan kecernaan in vitro

daun tanaman Indigofera sp. yang mendapat perlakuan pupuk cair daun. Makalah Seminar Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.

Mattjik, A. A & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.

Mayes, P. A. 1995. Sintesis, pengangkutan dan ekskresi kolesterol. Dalam: R. K. Murray, D. K. Granner, P. A. Mayes & V. W. Rodwell (Editor). Harper Biochesmitry. Terjemahan: A. Hartono. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. hlm: 163-177, 302-315.

McDonald, P. R., A. Edwards, J. F. D. Greenhalg & C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition 6th Edition. John Willey Inc., New York.

Moss, R. J. & R. M. Murray. 1992. Rearing dairy calves on irrigated tropical pastures: effect of protein level on live weight gain and blood component. Aust. J. Expt. Agric. 32: 569-579.

National Research Council. 2006. Nutrient Requirement of Goat. National Academy Press, Washington DC.

Ngili, Y. 2009. Biokimia metabolisme dan biogenetika. Graha ilmu edisi pertama, Yogyakarta.

Ologhobo, A.D. 2009. Mineral and antinutritional contents of forage legumes consumed in Nigeria. http://www.fao.org/Wairdocs/ILRI/htm (27 Agustus 2012).

Panousius, N., C. H. Brozos, I. Karagianis, & N. D Giadinis. 2011. Evaluation of Precision Xceedmeter for on-site monitoring of blood β-hydroxybutyric acid and glucose concentrations in dairy sheep. Greece. J. Vet Sci. 93 : 435-439. Prakkasi, 1999. Ilmu Zat makanan dan Makanan Ternak Rumianan. Penerbit

Universitas Indonesia-Press, Jakarta.

Prawirokusumo, S. 1993. Ilmu Gizi Komparatif. Cetakan I. BPFE, Yogyakarta.

Promkot, C. & M. Wanapat. 2005. Effect of level of crude protein and use ofcottonseed meal in diet containing cassava chips and rice straw forlactating dairy cows. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 18 : 502-511.

(43)

32 Riis, P. M. 1983. Dynamic Biochemistry of Animal Production. Elsevier, New York. Sambas, I. D. 2012. Neraca protein domba lokal jantan yang diberi pakan berbasis

Indigofera sp dan limbah tauge. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soraya, 2006. Studi komparatif kadar kolesterol darah dan lemak total daging pada kambing dan domba lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sumantri, C., A. Einstiana, J. F. Salamena dan I. Inounu. 2007. Keragaman dan hubungan phylogenik antar domba lokal di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV. 12: 42-54.

Suswati. 2010. Sifat kualitatif dan kuantitatif domba qurban pada grade yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Swenson, M.J. 1977. Blood Circulation and The Cardiovascular System in Dukes Physiology of Domestic Animals. Ed. 9. Comstock Publishing Associates, Ithaca & London.

Syafaah, S. 2012. Fermentabilitas dan kecernaan ransum yang mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge dengan Rumen Simulation Technique (Rusitec). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tarigan, A. 2009. Produktivitas dan pemanfaatan Indigofera sp. sebagai pakan ternak

kambing pada interval dan intensitas pemotongan yang berbeda. Thesis. Sekolah pascasarjana IPB, Bogor.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(44)
(45)

34 Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi BK (g/e/h)

SK db JK KT Fhit 0,05 F0,01

Perlakuan 3 213984.4818 71328.16059 2.817485 4.066181 7.590992 Faktor A 1 202794.8 202794.8 8.010459 5.317655 11.25862 * Faktor B 1 869.0412 869.0412 0.034327 5.317655 11.25862

A*B 1 10320.64053 10320.64053 0.407669 5.317655 11.25862 Eror 8 202530.0092 25316.25115 Total 11 416514.491 37864.95372

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah A = Pakan, B = Bangsa

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Tanda * menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi PK (g/e/h)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Perlakuan 3 4725.902833 1575.300944 1.655582 4.066181 7.590992 Faktor A 1 4261.6083 4261.6083 4.478789 5.317655 11.25862 Faktor B 1 45.63 45.63 0.047955 5.317655 11.25862 A*B 1 418.6645333 418.6645333 0.440001 5.317655 11.25862 Eror 8 7612.073067 951.5091333 Total 11 12337.9759 1121.634173

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah A = Pakan, B = Bangsa

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Rataan Konsumsi LK (g/e/h)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Perlakuan 3 723.012367 241.0041222 5.686011 4.066181 7.590992 * Faktor A 1 706.2536 706.2536 16.66264 5.317655 11.25862 ** Faktor B 1 0.472033 0.472033 0.011137 5.317655 11.25862

A*B 1 16.2867 16.2867 0.384252 5.317655 11.25862 Eror 8 339.08360 42.3854500 Total 11 1062.09597 96.55417879

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah A = Pakan, B = Bangsa

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

(46)

35 Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi SK (g/e/h)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Perlakuan 3 60762.213 20254.07099 11.70769 4.066181 7.590992 ** Faktor A 1 60291.9457 60291.94568 34.85124 5.317655 11.25862 ** Faktor B 1 2.142075 2.142075 0.001238 5.317655 11.25862

A*B 1 468.125208 468.1252083 0.270596 5.317655 11.25862 Eror 8 13839.8389 1729.979858 Total 11 74602.0518 6782.004711

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah A = Pakan, B = Bangsa

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Tanda ** menunjukkan pengaruh perlakuan sangat berbeda nyata (P<0,01) Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Konsumsi BETN (g/e/h)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Perlakuan 3 13027.9642 4342.654722 0.928624 4.066181 7.590992 Faktor A 1 10554.2145 10554.21453 2.256891 5.317655 11.25862 Faktor B 1 286.749633 286.7496333 0.061318 5.317655 11.25862 A*B 1 2187 2187 0.467663 5.317655 11.25862 Eror 8 37411.5178 4676.439725 Total 11 50439.482 4585.407452

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah A = Pakan, B = Bangsa

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam Glukosa Darah (mg %)

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah A = Pakan, B = Bangsa

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

(47)

36 Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Urea Darah (mg %)

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah A = Pakan, B = Bangsa

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam Kolesterol Darah (mg %)

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah A = Pakan, B = Bangsa

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Tabel 9. Kandungan zat makanan penyusun ransum berdasarkan 100% BK

(48)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha untuk mewujudkan swasembada daging pada tahun 2014 dapat terlihat dari peningkatan populasi ternak domba dari 10.199.000 ekor pada tahun 2009 menjadi 11.371.630 ekor pada tahun 2010 (BPS, 2011). Peningkatan populasi domba tersebut perlu didukung dengan upaya peningkatan produktivitas ternak salah satunya dengan meningkatkan kecukupan zat makanan pada pakan yang diberikan pada ternak.

Peternak tradisional umumnya hanya memberikan hijauan sebagai pakan domba. Domba lokal yang dipelihara dengan pakan rumput saja mengalami pertumbuhan yang lambat karena kebutuhan nutrien domba belum dapat dipenuhi dari rumput saja. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan hijauan legum dan limbah pertanian yang memiliki kandungan zat makanan yang dapat memenuhi kebutuhan domba lokal.

Indigofera zollingeriana dan limbah tauge memiliki potensi sebagai pakan

domba karena jumlahnya banyak dan memiliki kandungan zat makanan yang dapat memenuhi kebutuhan domba. Indigofera sp. dapat dikembangkan di daerah tropis dengan produksi daunnya mencapai 4.096 kg BK/ha dan tanaman ini dapat dijadikan pakan sumber protein karena mempunyai kandungan protein sekitar 27% (Abdullah, 2010). Hasil survei menunjukkan bahwa potensi ketersediaan limbah tauge sekitar 1,5 ton/hari di Kotamadya Bogor. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa limbah tauge memiliki kandungan protein kasar (PK) sebesar ± 13-14%, serat kasar 49,44% dan TDN sebesar 64,65% (Rahayu et al., 2010).

(49)

2 Daya guna zat makanan dapat diuji dengan nilai kecernaan zat makanan tersebut, namun potensi yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh perlu uji lebih lanjut yaitu dengan melihat nilai metabolit darah. Diperlukan pengkajian tentang glukosa darah, urea darah (BUN), dan kolesterol darah pada domba UP3 jonggol dan garut untuk melihat seberapa besar nutrien yang diserap ke dalam darah dan selanjutnya dimetabolisme.

Tujuan

(50)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Domba Lokal

Domba merupakan ternak yang cukup selektif dalam memilih makanan seperti dalam memilih jenis rumput yang baik, dan jenis legum yang cocok. Menurut Blakely dan Bade (1991) domba diklasifikasikan dalam kingdom Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), ordo Artiodactyla (hewan berkuku genap), family Bovidae (memamah biak), genus Ovis (domba) dan spesies Ovis aries (domba yang telah didomestikasi).

Budidaya domba lokal sangat diminati masyarakat Indonesia karena memiliki fungsi ekonomis, sosial dan budaya. Terdapat tiga jenis domba lokal di Indonesia terutama di daerah Jawa yaitu : domba lokal ekor tipis (Javanese thin-tailed), domba priangan dan domba lokal ekor gemuk (East Java fat-tailed) (Einstiana, 2006). Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan dapat beranak dua atau lebih dalam satu kebuntingan. Domba lokal mempunyai warna bulu beragam serta memiliki wool atau bulu yang tidak tebal, tubuh yang relatif kecil, memiliki ekor kecil dan tidak terlalu panjang serta memiliki perdagingan sedikit dan sering disebut juga sebagai domba kampung (Einstiana, 2006).

Bangsa-bangsa ternak lokal penting untuk dilindungi karena mempunyai keunggulan antara lain mampu bertahan hidup pada tekanan iklim dan pakan yang berkualitas rendah, penyakit, dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara dengan biaya rendah, dan mendukung keragaman pangan (FAO, 2004).

Domba Garut

(51)

4 garut jantan bersifat agresif dan kuat, selain itu juga merupakan domba yang diternakkan dengan sangat selektif karena umumnya tujuan khusus pemeliharaan domba garut ialah untuk penggemukan dan memperoleh domba yang tangkas.

Hasil penelitian Gunawan dan Noor (2006) menunjukkan bobot sapih domba garut jantan dapat mencapai 14,12 ± 3,11 kg. Domba garut memiliki bobot badan yang besar dibandingkan dengan bobot badan domba lokal lain. Suswati (2010) menyatakan bahwa rataan bobot badan domba keturunan garut pada grade yang berbeda memiliki rataan bobot badan sebesar 30,28±3,40 kg lebih besar dibandingkan dengan domba lokal ekor tipis yang memiliki bobot badan sebesar 29,60±2,88 kg.

Domba Jonggol

Domba UP3 jonggol dapat dikatagorikan kedalam salah satu jenis domba lokal karena sudah dibudidayakan di lingkungan UP3 jonggol (Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol) sejak tahun 1980. Domba jonggol merupakan domba ekor tipis hasil persilangan dengan domba garut secara acak, domba ini telah dipelihara dengan sistem penggembalaan sejak tahun 1980 di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan terseleksi secara alami untuk lingkungan panas dan kering (Sumantri et al., 2007). Pemeliharaan domba UP3J umumnya secara tradisional yaitu digembalakan pagi hari dan dikandangkan pada malam hari. Rumput segar merupakan pakan utama yang biasa diberikan pada domba jonggol, walaupun dalam jumlah dan kualitas yang terbatas. Kondisi lingkungan di daerah Jonggol mempengaruhi performa domba secara keseluruhan (Sumantri et al., 2007).

Gambar

Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Tepung Indigofera zollingeriana Berdasarkan
Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Tepung Limbah Tauge Berdasarkan 100% BK
Gambar 1. Sumber dan Hasil Proses Metabolisme pada Ruminansia (McDonald, 2002)
Tabel 3. Komposisi Bahan Makanan Ransum Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam kehidupan sehari  –   –   hari kita melakukan aktivitas, baik yang telah   hari kita melakukan aktivitas, baik yang telah merupakan kebiasaan misalnya

Jumlah populasi yang besar diperoleh dengan merapatkan jarak tanaman, sehingga tanaman tumbuh rapat, dalam hal itu sinar matahari terbatas dipermukaan dan hara

Sealain itu juga telah dilakukan penelitian sebelumnya oleh Iqbal (2012) yaitu pengaruh good corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan

Pada Tabel 6, terlihat pada perlakuan ayam yang diimunisasi dan diberikan minyak ikan lemuru memiliki kadar MDA di hati dan limpa yang lebih tinggi dibandingkan

Ada dua pesan yang Tuhan yang sangat kuat yang didapatkan yaitu fokus pada pribadi Tuhan bukan pada masalah pribadi yang dialami dan semua usaha yang dikerjakan

Book value of equity= common shareholders equity = (total assets- total liabilities)-pre- ferred stock. Vo= Current stock value Dt=Dividend at time t Ke=Required rate

Selanjutnya, penelitian oleh Supriadin (2016) dengan judul Identifikasi Penggunaan Kosakata Baku dalam Wacana Bahasa Indonesia pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri