• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Faktor Yang Memengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan Tahun 2007 - 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Faktor Yang Memengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan Tahun 2007 - 2012"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA ASPHYXIA NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM ST ELISABETH MEDAN

TAHUN 2007 - 2012 SKRIPSI

OLEH : HERIANTO NIM : 081000149

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA ASPHYXIA NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM ST ELISABETH MEDAN

TAHUN 2007 - 2012 SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH : HERIANTO NIM : 081000149

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Asphyxia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Diperkirakan bahwa sekitar 27% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum. Bayi yang mengalami asfiksia neonatorum bila tidak segera diberikan tindakan keperawatan, maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidupnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan tahun 2007 – 2012. Jenis penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain kasus kontrol dengan sampel kasus dan kontrol berjumlah 156 bayi. Metode analisis data yang digunakan meliputi analisis bivariat dengan chi-square dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara signifikan kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan dipengaruhi oleh umur ibu, paritas ibu, riwayat anemia ibu saat persalinan dan berat badan lahir bayi. Analisis regresi logistik mendapatkan faktor memiliki pengaruh paling dominan kejadian

asphyxia neonatorum yaitu faktor umur (OR 2,51, PAR 14,2%, 95% CI 1,60-10,58), paritas (OR 3,12, PAR 14,8%, 95% CI 1,09-7,53) dan berat lahir bayi (OR 3,51, PAR 7,4%, 95% CI 1,26-9,7).

Untuk mencegah terjadinya kejadian asphyxia neonatorum diharapkan pada petugas kesehatan maupun pihak yang terkait seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk memberikan penyuluhan dan sosialisasi mengenai umur yang optimal untuk hamil dari berbagai media informasi, menganjurkan pada ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama hamil.dan melakukan pelatihan berkelanjutan tentang manajemen asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir.

(5)

ABSTRACT

The incidence of neonatorum asphyxia is a condition where the baby can not breathe spontaneously and regularly after birth. It was estimated that approximately 27% of all neonatal deaths worldwide were caused by neonatorum asphyxia. Infants with neonatorum asphyxia if not given immediate nursing actions, it would be fatal to their survival.

This study aims to determine the factors that influence the occurrence of neonatorum asphyxia at St Elisabeth Hospital Medan in 2007-2012. This type of observational analytic study with case-control design with a sample of cases and controls amounted to 156 babies. Data analysis methods used include bivariate analysis using chi-square and multivariate analysis using logistic regression.

Results of this study showed that the incidence significantly Asphyxia neonatorum at St Elisabeth Hospital Medan influenced by maternal age, maternal parity, history of maternal anemia at delivery and birth weight babies. Logistic regression analysis to get the factors have the most dominant factor is maternal age (OR 2.51, PAR 14,2%, 95% CI 1.60 to 10.58), parity (OR 3.12, PAR 14,8%, 95% CI 1.09 to 7.53) and infant birth weight (OR 3.51, PAR 7,4%, 95% CI 1.26 to 9.7).

To prevent the incidence of neonatal asphyxia expected on health care workers and stakeholders such as the Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) to provide education and socialization regarding the optimal age to become pregnant from variety of information media, pregnant women do recommend at least 4 times antenatal care during pregnancy and ongoing training on the management of neonatal asphyxia in newborns.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Herianto

Jenis Kelamin : Laki Laki

Tempat & Tanggal Lahir : Medan, 26 Juni 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 1 (pertama) dari 3 (tiga) bersaudara

Alamat Rumah : Jln Medan-Binjai Km 8,5 Pasar V Gg Saudara

No. 18 Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1996 – 2002 : SD Teladan Medan

2. Tahun 2002 – 2005 : SMP Supriyadi Medan

3. Tahun 2005 – 2008 : SMA Negeri 15 Medan

4. Tahun 2008 – 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

RIWAYAT ORGANISASI

1. Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas (MPMF) FKM USU

Periode 2011 – 2012.

2. Wakil Sekretaris Umum Bidang Penelitian dan Pengembangan HMI

Komisariat FKM USU Periode 2011- 2012.

3. Kepala Divisi Humas Paguyuban Karya Salemba Empat (KSE) USU Periode

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Faktor Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Aphyxia Neonatorum di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan Tahun 2007-2012”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda tercinta

Anto dan Ibunda tercinta Sumiati yang telah membesarkan, mendidik dan

membimbing penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih kepada adinda

terkasih Rudi Andika dan Nur Shella Handayani atas dukungan, nasehat dan doa

yang selalu diberikan kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan materil

dan moral dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan

kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Surya Utama, Drs, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Penasehat Akademik Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku dosen pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku dosen pembimbing II dan Ketua Departemen

Epidemiologi yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku dosen penguji I yang telah banyak memberi

(8)

5. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku dosen penguji II yang telah banyak memberi

saran dan penyempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Departemen Epidemiologi dan staf pengajar di FKM USU yang

telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes dan Bapak Destanul Aulia, SKM M.B.A

yang telah memberikan banyak masukan, memotivasi dan mendoakan penulis.

8. Seluruh staf pegawai Sekretariat Direksi, Bagian Rekam Medik Rumah Sakit

Umum St Elisabeth Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan survey

pendahuluan dan penelitian kepada penulis.

9. Sahabat terkasih Faisal Rachmad Syahputra, Fauzi Ariansyah dan Ikhsan Ibrahim

Harahap, SKM yang telah banyak memberikan motivasi dan mendoakan penulis.

10.Kakanda Senioren Ananda Rahman SKM, Budi Santoso Sitepu SKM, Iqbal

Octari Purba SKM, Putra Apriadi SKM, Sasmar Aurivan SKM yang telah

memotivasi dan mendoakan penulis.

11.Teman teman tercinta Aziz Anshori SKM, Dikri Abdilanov SKM, Dipo Satrio

SKM, Marina Aprina, Nia Rahmadaniaty SKM, (Alm) Wanda Gusman dan Zul

Salasa Akbar SKM atas dukungan, doa dan semangat yang diberikan kepada

penulis serta terima kasih atas kebersamaannya selama ini

12.Adik adik tersayang Ahmad Syukroni Sinaga, Ahmad Taufiq, Anggreini Syah

Putri, Asih Monica Putri, Ayu Hadiatin Nisa, Dwi Putri Sulistya Ningsih SKM,

Putri Rahayu Syah Umar Nasution, Putri Ramadhani Irsan, M Ali Angkat, M

Sutan Reza Saragi, Veni Hardianti SKM dan Ziad Husaini, yang selalu

(9)

13.Yayasan Karya Salemba Empat dan Paguyuban Karya Salemba Empat USU dan

HMI Komisariat FKM USU atas dukungan doa dan semangat yang diberikan

kepada penulis serta terima kasih atas kebersamaannya selama ini

14.Semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan

skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga

Alllah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amin.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta

diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasaan kemampuan,

pengetahuan, dan pengalaman penulis miliki.

Medan, Juni 2013

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

2.1. Pengertian Persalinan dan Kelahiran Normal ... 9

2.2. Asphyxia Neonatorum ... 9

2.2.1. Pengertian ... 9

2.2.2. Etiologi ... 9

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadi Asphyxia Neonatorum ... 10

2.2.4. Patofisiologi Asphyxia Neonatorum ... 17

2.2.5. Diagnosis Asphyxia Neonatorum ... 19

2.2.6. Pencegahan asphyxia neonatorum ... 22

2.2.7. Penatalaksanaan pada Bayi Baru Lahir ... 24

2.2.8. Batasan dalam Penilaian Apgar ... 25

2.2.9. Manajemen Asphyxia Neonatorum ... 26

2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 27

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 28

(11)

3.5. Metode Pengukuran ... 32

3.5.1. Metode Pengukuran Variabel Dependen ... 32

3.5.2. Metode Pengukuran Variabel Independen ... 32

3.6. Metode Analisis Data ... 33

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 38

4.1.1. Geografis ... 38

4.1.2. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan ... 38

4.1.3. Visi dan Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 39

4. 2.Deskripsi Kelompok Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth ... 40

4. 2.1. Faktor Ibu yang melahirkan di Rumah Sakit St Elisabeth Medan Tahun 2007-2012 ... 40

4. 2.2. Faktor Bayi yang Lahir di Rumah Sakit St Elisabeth Medan Tahun 2007-2012... 43

4. 2.3. Faktor Persalinan di Rumah Sakit St Elisabeth Medan Tahun 2007-2012... 44

4.3. Penentuan Model Akhir Penentu Kejadian Asphyxia Neonatorum . 45 BAB 5 PEMBAHASAN ... 49

5. 1. Deskripsi Faktor Faktor yang Memengaruhi Kejadian Asphyxia di Rumah Sakit St Elisabeth pada Kelompok Kasus dan Kontrol .. 49

5. 1.1. Pengaruh Umur Ibu Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 49

5. 1.2. Pengaruh Paritas Ibu Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 51

5. 1.3. Pengaruh Riwayat Hipertensi Ibu Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 53

5. 1.4. Pengaruh Riwayat Anemia Ibu Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 55

(12)

5. 1.6. Pengaruh Gemeli Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum

di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 59

5. 1.7. Pengaruh Persalinan Tindakan Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 60

5. 1.8. Pengaruh Persalinan Lama Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 63

5.2. Faktor Penentu Kejadian Asphyxia Neonatorum ... 65

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1. Kesimpulan ... 69

2.2. Saran ... 71

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penetapan Nilai Apgar Neonatus pada Diagnosa Asphyxia

Neonatorum ... 21

Tabel 2.2 Derajat Vitalitas Bayi Lahir Menurut Nilai APGAR ... 21

Tabel 3.1 Nilai Odd Rasio Untuk Setiap Variabel ... 30

Tabel 3.2 Dasar Perhitungan Odds Rasio ... 34

Tabel 3.3 Dasar Perhitungan Population Attributable Risk (PAR) ... 35

Tabel 3.4 Aspek Pengukuran Variabel Dependen dan Variabel Independen ... 37

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Faktor Ibu yang Melahirkan dalam Kelompok Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan Tahun 2007-2012 ... 40

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Faktor Bayi dalam Kelompok Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan Tahun 2007-2012 ... 43

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Faktor Persalinan dalam Kelompok Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan Tahun 2007-2012………. 44

Tabel 4.4 Hasil Analisa Bivariat dari Umur, Paritas, Hipertensi, Anemia, Berat Bayi Lahir, Gemeli, Persalinan Tindakan dan Persalinan Lama dan Persalinan Tindakan dengan Kejadian Asphyxia Neonatorum…….. 46

Tabel 4.5 Hasil Analisa Regresi Logistik antara Umur, Paritas, Anemia, dan Berat Bayi Lahir dengan Kejadian Asphyxia Neonatorum ... 46

Tabel 4.6 Hasil Analisa Regresi Logistik dari Umur, Paritas, dan Berat Bayi Lahir, Gemeli dengan Kejadian Asphyxia Neonatorum ... 47

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Manajemen asphyxia neonatorum ... 26 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 27 Gambar 5.1 Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Ibu Berdasarkan Kelompok

Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan

2007 - 2012 ... 49 Gambar 5.2 Diagram Bar Distribusi Proporsi Paritas Ibu Berdasarkan Kelompok

Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan

2007-2012 ... 52 Gambar 5.3 Diagram Bar Distribusi Proporsi Riwayat Hipertensi Berdasarkan

Kelompok Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 53 Gambar 5.4 Diagram Bar Distribusi Proporsi Riwayat Anemia Berdasarkan

Kelompok Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 55 Gambar 5.5 Diagram Bar Distribusi Proporsi Berat Badan Lahir Bayi

Berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit

St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 57 Gambar 5.6 Diagram Bar Distribusi Proporsi Gemeli Berdasarkan Kelompok

Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan

2007-2012 ... 59 Gambar 5.7 Diagram Bar Distribusi Proporsi Persalinan Tindakan Berdasarkan

Kelompok Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit St Elisabeth Medan 2007-2012 ... 60 Gambar 5.8 Diagram Bar Distribusi Proporsi Persalinan Lama Terhadap

Kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit St Elisabeth

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Master Data Penelitian Lampiran 2. Output Analisis Statistik

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan

(16)

ABSTRAK

Asphyxia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Diperkirakan bahwa sekitar 27% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum. Bayi yang mengalami asfiksia neonatorum bila tidak segera diberikan tindakan keperawatan, maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidupnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan tahun 2007 – 2012. Jenis penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain kasus kontrol dengan sampel kasus dan kontrol berjumlah 156 bayi. Metode analisis data yang digunakan meliputi analisis bivariat dengan chi-square dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara signifikan kejadian Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan dipengaruhi oleh umur ibu, paritas ibu, riwayat anemia ibu saat persalinan dan berat badan lahir bayi. Analisis regresi logistik mendapatkan faktor memiliki pengaruh paling dominan kejadian

asphyxia neonatorum yaitu faktor umur (OR 2,51, PAR 14,2%, 95% CI 1,60-10,58), paritas (OR 3,12, PAR 14,8%, 95% CI 1,09-7,53) dan berat lahir bayi (OR 3,51, PAR 7,4%, 95% CI 1,26-9,7).

Untuk mencegah terjadinya kejadian asphyxia neonatorum diharapkan pada petugas kesehatan maupun pihak yang terkait seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk memberikan penyuluhan dan sosialisasi mengenai umur yang optimal untuk hamil dari berbagai media informasi, menganjurkan pada ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama hamil.dan melakukan pelatihan berkelanjutan tentang manajemen asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir.

(17)

ABSTRACT

The incidence of neonatorum asphyxia is a condition where the baby can not breathe spontaneously and regularly after birth. It was estimated that approximately 27% of all neonatal deaths worldwide were caused by neonatorum asphyxia. Infants with neonatorum asphyxia if not given immediate nursing actions, it would be fatal to their survival.

This study aims to determine the factors that influence the occurrence of neonatorum asphyxia at St Elisabeth Hospital Medan in 2007-2012. This type of observational analytic study with case-control design with a sample of cases and controls amounted to 156 babies. Data analysis methods used include bivariate analysis using chi-square and multivariate analysis using logistic regression.

Results of this study showed that the incidence significantly Asphyxia neonatorum at St Elisabeth Hospital Medan influenced by maternal age, maternal parity, history of maternal anemia at delivery and birth weight babies. Logistic regression analysis to get the factors have the most dominant factor is maternal age (OR 2.51, PAR 14,2%, 95% CI 1.60 to 10.58), parity (OR 3.12, PAR 14,8%, 95% CI 1.09 to 7.53) and infant birth weight (OR 3.51, PAR 7,4%, 95% CI 1.26 to 9.7).

To prevent the incidence of neonatal asphyxia expected on health care workers and stakeholders such as the Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) to provide education and socialization regarding the optimal age to become pregnant from variety of information media, pregnant women do recommend at least 4 times antenatal care during pregnancy and ongoing training on the management of neonatal asphyxia in newborns.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada tanggal 12 Oktober 2000, pemerintah telah mencanangkan Gerakan

Nasional Kehamilan yang aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010, sebagai bagian

dari program Safe Motherhood yang bertujuan melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian

yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan.1

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan di

Indonesia telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian

derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan

negara tetangga. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas

kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya Angka

Kematian Bayi (AKB), anak balita, dan ibu serta tingginya proporsi balita yang

menderita gizi kurang.2

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2005, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, secara global 33 per 1.000 bayi lahir mati (Stillbirth) dan 33 per 1.000 lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut). Sekitar 3,6 juta

(3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asphyxia neonatorum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di

(19)

Laporan WHO juga menyebutkan bahwa AKB kawasan Asia Tenggara

merupakan kedua yang paling tinggi yaitu sebesar 142 per 1.000 setelah kawasan

Afrika sebesar 68 per 1.000 dan kawasan dengan AKB terendah adalah kawasan

Eropa sebesar 11 per 1.000.4

Berdasarkan laporan WHO, dapat dilihat bahwa tingginya kematian bayi

menjadi fenomena yang sangat memprihatinkan dan fenomena ini dikenal dengan

fenomena dua per tiga. Fenomena itu terdiri dari dua per tiga kematian bayi terjadi

pada umur kurang dari satu bulan (neonatal), dua per tiga kematian neonatal terjadi

pada umur kurang dari seminggu (neonatal dini), dan dua per tiga kematian pada

masa neonatal dini terjadi pada hari pertama kelahiran. Penyebab utama kematian

pada minggu pertama kelahiran adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti

asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah.5

Secara global, WHO menyebutkan empat pembunuh utama anak di bawah

usia satu tahun adalah pneumonia (18%), prematuritas (14%), penyakit diare (11%),

dan asfiksia neonatorum (9%). Sekitar 1,2 juta (40%) kematian terjadi pada periode

neonatal. Penyebab paling penting dari kematian adalah komplikasi kelahiran

prematur. Asphyxia neonatorum dan sepsis adalah penyebab utama kedua dan ketiga kematian dalam periode awal kehidupan.6

Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir

kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar. Bayi yang mengalami asfiksia neonatorum bila tidak segera

(20)

hidupnya. Diperkirakan bahwa sekitar 27% seluruh angka kematian neonatus di

seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum.7

Dibandingkan negara-negara ASEAN, berdasarkan hasil laporan WHO, di

tahun 2011 Indonesia merupakan negara dengan AKB tertinggi kelima yaitu 35 per

1.000, dimana Myanmar 48 per 1.000, Laos dan Timor Leste 46 per 1.000, Kamboja

36 per 1.000.4

Kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan,

antara lain ditandai dengan masih tingginya AKB. Berdasarkan hasil SDKI tahun

1997, diketahui AKB sebesar 46 per 1.000 dan angka kematian neonatal adalah 25

per 1.000. Kemudian SDKI tahun 2002 - 2003 menunjukkan AKB sebesar 35 bayi

per 1.000 dan angka kematian neonatal 20 per 1.0008. Selanjutnya berdasarkan data

SDKI 2007, AKB di Indonesia menurun hingga 34 per 1.000.9

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2007, AKB di

Indonesia menunjukkan angka yang masih tinggi yaitu 34 per 1.000, halini di dukung

dengan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 yaitu, tiga penyebab utama kematian

perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan (respiratory disorders ) sebesar 35,9%, prematuritas sebesar 32,4% dan sepsis neonatorum sebesar 12%.9

Sesuai dengan laporan WHO, di Indonesia sebanyak 104.000 bayi (35 per

1.000) meninggal sebelum berusia setahun. Itu berarti 289 bayi meninggal setiap hari,

atau setiap satu jam ada 12 bayi yang meninggal. Angka kematian yang tinggi, tidak

hanya terjadi pada bayi berumur kurang setahun saja tetapi juga anak yang berumur

(21)

Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada saat kelahiran bayi dan

mengakibatkan kematian bayi adalah asfiksia. WHO menyebutkan bahwa pada tahun

2000 – 2010, Case Fatality Rate (CFR) asfiksia untuk bayi yang berusia dibawah 5

tahun di Indonesia setiap tahunnya mencapai 11%. Dengan kata lain secara

keseluruhan setiap 100 bayi yang menderita asfiksia, akan meninggal sebanyak 11

bayi karena asfiksia.10

Meskipun telah terjadi penurunan kematian bayi dan anak yang signifikan, namun kematian bayi baru lahir masih tinggi hal ini mungkin erat kaitannya dengan

komplikasi obstetric dan status kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan dan persalinan, sebab kematian neonatal utama asphyxia neonatorum sebanyak 27 %, setelah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 29 %.2

Sesuai dengan sasaran Departemen Kesehatan RPJMN 2009 untuk

menurunkan angka kematian bayi dari 35 per 1000 menjadi 26 per 1.000 dengan

penyebab kematian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) (29% ) diharapkan terjadinya

penurunan kematian 20-40% dan kematian yang disebabkan oleh asphyxia neonatorum (27%) diharapkan penurunan kematian 20-30% dengan cara peningkatan status gizi ibu dan kunjungan Ante Natal Care (ANC) baik ANC K-1 maupun ANC K-4 pada masa kehamilan. Sedangkan setelah persalinan maka perlu diperhatikan

kehangatan pada bayi dan ketersediaan tenaga kesehatan yang terampil dapat

memberikan resusitasi pada bayi yang menderita asphyxia neonatorum.

Menurut data dari rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Praya di Kota

Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan bahwa AKB dengan kasus

(22)

perlahan. Hal ini dapat dilihat pada data tiga tahun terakhir, yaitu pada tahun 2006

terdapat 495 kasus dengan Case fatality Rate (CFR) sebesar 2,2%. Tahun 2007 menurun menjadi 401 kasus dengan CFR sebesar 1,75%. Sedangkan pada tahun 2008

meningkat menjadi 624 kasus dengan CFR 1,6%.11

Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2010 menyebutkan dari

277.488 bayi lahir hidup terdapat 2.145 bayi meninggal sebelum usia 1 tahun.

Berdasarkan angka ini, diperhitungkan AKB di Sumatera Utara hanya 8/1.000

kelahiran hidup pada tahun 2010. Rendahnya angka ini mungkin disebabkan karena

kasus-kasus yang terlaporkan adalah kasus kematian yang terjadi di masyarakat

belum seluruhnya terlaporkan.12

AKB berdasarkan Susenas 2001-2008 (BPS-SU), AKB di Provinsi Sumatera

Utara setiap tahunnya mengalami penurunan. Pada tahun 2001, AKB adalah sebesar

39.4 per 1.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2008 mampu diturunkan menjadi 25.6

per 1.000 kelahiran hidup.13

Di Rumah Sakit Haji Adam Malik ditemukan sebanyak 22 kasus asphyxia neonatorum (26.8%) di tahun 2007. Tahun 2008 ditemukan sebanyak 18 kasus

asphyxia neonatorum (22%). Kemudian pada tahun 2009 ditemukan sebanyak 14 kasus asphyxia neonatorum (17.1%). Kemudian meningkat dengan pesat di tahun 2010 yaitu sebanyak 28 kasus asphyxia neonatorum (34.1%).14

Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan di Tahun 2006 dari 1.185 bayi yang lahir

ditemukan bayi dengan asphyxia neonatorum sebanyak 205 bayi (17,3%) yang kemudian meninggal sebelum 7 hari sebanyak 23 bayi (CFR = 11%), dan di tahun

(23)

234 (30,3%) yang kemudian meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 20 bayi (CFR =

8,5%).15

Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Di tahun 2009 diketahui terdapat 11

(1,45%) kejadian asphyxia neonatorum dari 758 bayi yang lahir. Tahun 2010 terdapat sebanyak 33 (3.12%) kejadian asphyxia neonatorum dari 1058 bayi yang lahir. Tahun 2011 terdapat sebanyak 40 (3,84%) kejadian asphyxia neonatorum dari 1043 bayi yang lahir.

Berdasarkan survei pendahuluan di RS Umum St Elisabeth Medan diketahui

bahwa, di tahun 2007 terdapat 3 bayi dengan asphyxia neonatorum (0,7%) dari 429 bayi yang lahir. Tahun 2008 terdapat 12 bayi dengan asphyxia neonatorum (3.08%) dari 389 bayi yang lahir. Tahun 2009 terdapat 10 bayi dengan asphyxia neonatorum

(3,16%) dari 316 bayi yang lahir. Tahun 2010 terdapat 7 bayi dengan asphyxia neonatorum (2,43%) dari 288 bayi yang lahir. Tahun 2011 terdapat 19 bayi dengan

asphyxia neonatorum (5,8%) dari 328 bayi yang lahir. Tahun 2012 terdapat sebanyak 15 bayi dengan asphyxia neonatorum (4,4%) dari 341 bayi yang lahir. Maka total kejadian asfiksia tahun 2007 – 2012 adalah 66 (3,16%) dari 2087 bayi yang lahir.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perlu dilakukan

penelitian tentang faktor - faktor yang memengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor apa saja

yang memengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan tahun 2007 – 2012.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi dan faktor yang paling

dominan terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan tahun 2007 – 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui proporsi kejadian asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Medan tahun 2007 - 2012.

b. Untuk mengetahui karakteristik berdasarkan umur, paritas, hipertensi dan

anemia pada ibu .

c. Untuk mengetahui karakteristik berdasarkan status berat lahir dan gemeli pada

bayi.

d. Untuk mengetahui karakteristik berdasarkan cara persalinan dan lama

persalinan.

e. Untuk mengetahui pengaruh umur, paritas, hipertensi dan anemia terhadap

(25)

f. Untuk mengetahui pengaruh status berat lahir dan gemelli terhadap kejadian

asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir.

g. Untuk mengetahui pengaruh cara persalinan dan partus lama terhadap

kejadian asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam penerapan ilmu

yang didapat selama pendidikan khususnya metodologi penelitian.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi petugas

kesehatan dalam memahami faktor yang memengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum

c. Dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam menyusun

perencanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam upaya

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persalinan dan Kelahiran Normal

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi

pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi

belakang kepala yang berlangsung dalam 18–24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu

maupun pada janin.16

2.2 Asphyxia Neonatorum

2.2.1 Pengertian Asphyxia Neonatorum

Kejadian asphyxia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia

janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul

dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.17

Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau

pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera

setelah lahir.

2.2.2 Etiologi Asphyxia Neonatorum

Perkembangan paru paru bayi terjadi pada menit menit pertama kelahiran

kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati adanya gangguan

pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan berakibat asfiksia

janin. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia

janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang

(27)

2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadi Asphyxia Neonatorum

Toweil menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri dari beberapa faktor yaitu faktor ibu, plasenta, neonatus dan persalinan.

A. Faktor Ibu 1. HipoksiaIbu

Hipoksia dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik

atau anestesi dalam. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa umumnya asphyxia neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia ibu dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksiajanin dengan segala akibatnya.

2. Usia Ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asphyxia neonatorum, namun demikian telah lama diketahui bahwa umur berpengaruh terhadap proses reproduksi. Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah

antara 20-30 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan

risiko kehamilan maupun persalinan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rehana

Majeed menjelaskan usia yang kurang dari 18 tahun dan usia lebih dari 35 tahun

menjadi penyebab asphyxia neonatorum pada bayi.18

Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ –

organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan memengaruhi kehidupan janin dalam

rahim. Pada wanita usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna

(28)

3. Paritas Ibu

Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai dengan

ketiga. Kehamilan pertama dan kehamilan setelah ketiga mempunyai risiko yang

meningkat. Pada penelitian Niluvar Shirene menyebutkan bahwa paritas mempunyai

hubungan yang signifikan terhadap terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi.19 Klasifikasi paritas menurut Rustam Mochtar yaitu20:

1. Nullipara adalah status paritas seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi sama sekali.

2. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya.

3. Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hingga beberapa kali.

4. Grandemultipara yang persalinan sudah dilakukan lebih dari 4 kali

Pada ibu dengan paritas primipara perlu dikhawatirkan karena kekakuan jaringan panggul yang belum pernah menghadapi kehamilan akan banyak

menentukan kelancaran proses kehamilan. Melihat kemampuan panggul tersebut,

mengharuskan penilaian yang cermat dari keseimbangan ukuran panggul dan kepala

janin.

Kehamilan pada kelompok grandemultipara sering disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan ante partum, perdarahan post partum, dan lain-lain21. Kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali diregangkan kehamilan, membatasi kemampuannya berkerut untuk menghentikan perdarahan

(29)

kekuatan mendesak menurun. Keadaan ini banyak dijumpai tidak cukupnya tenaga

untuk mengeluarkan janin yang dikenal dengan sebutan merits uteri. Keadaan ini akan lebih buruk lagi pada kasus dengan jarak kehamilan yang singkat.22

4. Hipertensi pada Ibu

Hipertensi adalah tekanan darah lebih tinggi dari tekanan darah normal yang

berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hipertensi pada kehamilan merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan fetus23. Hipertensi dalam kehamilan dapat menimbulkan berkurangnya aliran darah pada uterus akan

menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin.24

Menurut The Seven Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC VII), wanita hamil dengan hipertensi harus diperlakukan dengan hati-hati karena meningkatkan

risiko terhadap ibu dan janin25. Salah satunya adalah preeklamsia, tekanan darah

sistolik >140 mmHg atau tekanan darah diastolik >90 mmHg dengan proteinuria (300

mg/24 jam) setelah 20 minggu gestasi. Dapat berkembang menjadi eklamsi ( kejang).

Sering pada wanita nullipara, kehamilan ganda, wanita dengan riwayat preeklamsi,

wanita dengan riwayat penyakit ginjal.

Preeklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan. Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai

dengan retensi garam dan air. Perubahan pada organ ibu yang mengalami preeklamsia

dan eklamsia yaitu terjadinya aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan

gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan

(30)

peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus

prematurus dan asphyxia neonatorum.26

5. Anemia pada Ibu

Anemia adalah keadaan dimana seseorang memiliki kadar hemoglobin (Hb)

kurang dari 10gr% (anemia berat) atau kurang dari 6gr% (anemia gravis). Pada ibu

hamil dikatakan anemia apabila memiliki kadar hemoglobin <11gr%. Diagnosis

anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering

tidak khas.20

Berdasarkan derajat dari anemia maka WHO dan National Cancer Institute

(NCI) mengklasifikasikan anemia yaitu berat dan kronis. Anemia berat dapat bersifat

akut dan kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh Anemia Defisiensi Besi

(ADB), sickle cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis, anemia aplastik dan leukemia. Anemia berat kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti

tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan

lainnya.27

Berdasarkan penelitian Evi Desfauza, risiko terjadinya asphyxia neonatorum

pada ibu yang mengalami anemia 10 kali dibandingkan ibu yang tidak mengalami

anemia15. Pada anemia yang terjadi secara akut, penderita sering mengalami perburukan yang tiba-tiba seperti pada krisis aplastik ataupun perdarahan. Sedangkan

pada anemia kronis, perburukan dijumpai bila telah terjadi disfungsi sistem organ

(31)

B. Faktor Plasenta

Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk

oksigen, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa

metabolisme janin dan CO2.

Menurut penelitian Carolyn Salafia, gangguan yang terjadi pada plasenta

berhubungan dengan asfiksia perinatal. Plasenta dapat memberikan latar belakang

untuk membantu interpretasi dari urutan kejadian yang menyebabkan asfiksia

perinatal akut.29

Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin.

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,

asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya

plasenta previa, solusio plasenta dsb. 30

1. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Insidensi plasenta previa

adalah 0,4% - 0,6 % , perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kira-kira 20 % dari semua kasus perdarahan ante partum. Sebanyak 70% pasien dengan plasenta

previa mengalami perdarahan pervaginam yang tidak nyeri dalam trimester ketiga,

20% mengalami kontraksi yang disertai dengan perdarahan, dan 10% memiliki

diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak sengaja dengan ultrasonografi atau

pemeriksaan saat janin telah cukup bulan. Penyulit pada ibu dapat menimbulkan

(32)

2. Solutio Plasenta

Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan

dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr.31

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara

plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan pada ibu dan janin.

Penyulit terhadap janin tergantung luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan

asphyxia neonatorum ringan sampai kematian janin dalam rahim.30

C. Faktor Neonatus 1. Prematur

Bayi prematur adalah bayi lahir dari kehamilan antara 28 minggu – 36

minggu. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh belum

berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur kehamilan,

fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk.

Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna seperti sistem

pernafasan maka terjadilah asfiksia.25

2. Kehamilan Ganda

Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan

ganda dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi.

Pertumbuhan janin pada kehamilan ganda tergantung dari faktor plasenta apakah

menjadi satu atau bagaimana lokasi implementasi plasentanya. Hal ini dikuatkan oleh

penelitian Rehana Majeed bahwa kehamilan ganda menaikkan resiko terjadinya

(33)

Kemungkinan terdapat jantung salah satu janin lebih kuat dari yang lainnya,

sehingga janin mempunyai jantung yang lemah mendapat nutrisi dan O2 yang kurang

menyebabkan pertumbuhan terhambat, sehingga menyebabkan asphyxia neonatorum

sampai kematian janin dalam rahim.30

D. Faktor Persalinan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup

dari uterus melalui vagina kedunia luar32. Menurut Manuaba, persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat

hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan

atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri.30

1. Persalinan Tindakan

Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asphyxia neonatorum yang disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala, menekan pusat-pusat vital pada

medula oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan perdarahan

atau odema.30

Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin akan menimbulkan kontraksi otot rahim yang berlebihan mengganggu sirkulasi darah sehingga

menimbulkan asphyxia janin.

2. Persalinan Lama

Persalinan lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada

primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Partus lama masih merupakan

masalah di Indonesia. Mochtar menyebutkan bahwa kejadian partus lama sebesar

(34)

multipara. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun pada bayi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan

bayi. 20

2.2.4 Patofisiologi Asphyxia Neonatorum

Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara,

proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar

terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat

mengatasinya.33

Kegagalan pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan

karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya

karbondioksida, diikuti dengan asidosis respiratorik33. Apabila proses berlanjut maka

metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana anaerobik yang berupa glikolisis

glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada jantung dan hati akan

berkurang dan asam organik yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik34.

Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang

disebabkan beberapa keadaan di antaranya35:

a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan memengaruhi fungsi jantung.

b. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan

(35)

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya

resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem

sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan.

Sehubungan dengan proses fisiologis tersebut maka fase awal asfiksia ditandai

dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperpneu) diikuti dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat ini denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10

kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya timbul apneu sekunder36. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas terlihat karena setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan segera bernafas dan menangis

kuat.37

Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob

menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf pusat

sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan

pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8-

15 menit.38

Manifestasi dari kerusakan sel otak dapat berupa Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE) yang terjadi setelah 24 jam pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti kejang subtel, multifokal atau fokal klonik. Manifestasi ini dapat

muncul sampai hari ketujuh dan untuk penegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan

penunjang seperti ultrasonografi (USG) kepala dan rekaman elektroensefalografi

(36)

Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan

iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari hipoksia karena

menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa sebagai sumber energi

tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme anaerob tidak dapat dikeluarkan

dari jaringan.40

Iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah kecil setelah

mengalami asfiksia selama lima menit atau lebih sehingga darah tidak dapat mengalir

meskipun tekanan perfusi darah sudah kembali normal. Peristiwa ini mungkin

mempunyai peranan penting dalam menentukan kerusakan yang menetap pada proses

asfiksia.40

2.2.5 Diagnosis Asphyxia Neonatorum

Diagnosis asphyxia neonatorum tidak hanya ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi juga dapat ditegakkan sewaktu janin masih berada dalam rahim. Hal ini sesuai

dengan kenyataan bahwa umumnya asphyxia neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosis

anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-

tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian, yaitu41:

A. Denyut Jantung Janin

Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120 dan 160 denyut per menit,

Selama his, frekuensi ini bisa turun, tetapi kembali lagi kepada keadaan semula di

luar his. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan

(37)

lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik

elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.

B. Mekonium dalam Air Ketuban

Mekonium adalah kotoran atau feses yang dihasilkan bayi selama di dalam

rahim. Mekonium dibentuk dalam saluran pencernaan bayi dari bahan baku berupa

materi hasil metabolisma tubuh yang bersifat steril, dan umumnya berwarna hijau.

Normalnya mekonium baru akan dikeluarkan oleh tubuh bayi pada saat dia

mulai mengonsumsi makanan padat pertama. Pada kondisi stres di dalam kandungan,

misalnya akibat kekurangan kadar oksigen, bayi akan mengeluarkan mekonium

sehingga tercampur dengan cairan amnion air ketuban.

Kondisi stres juga akan membuat bayi menghirup dengan kuat cairan amnion

berisi mekonium sehingga masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan

pembengkakan (pneumonitis). Ini mengakibatkan penyumbatan saluran pernapasan

dan membuat bayi mengalami kesulitan bernapas. Adanya mekonium dalam air

ketuban dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan.

C. Pemeriksaan pH Darah Janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat

sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.Darah ini

diperiksa pHnya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun

sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan bayi,

(38)

telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asphyxia neonatorum.

Tabel 2.1 Penetapan Nilai Apgar Neonatus pada Diagnosa Asphyxia Neonatorum

Nilai 0 1 2

Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari 100 per menit Lebih dari 100 per menit

Usaha Bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur,

menangis lemah Kuat, baik, menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktif

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Batuk atau bersin

Warna kulit Biru pucat Tubuh kemerahan, ekstremitas biru

Tubuh dan ekstremitas kemerahan

Berdasarkan penilaian APGAR dapat diketahui derajat vitalitas bayi. Derajat

vitalitas bayi adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan

kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung,

sirkulasi darah dan refleks-refleks primitif seperti mengisap dan mencari puting susu,

salah satu menetapkan derajat vitalitas bayi lahir dengan nilai APGAR.42

Nilai Apgar adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali pada

tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara

cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran.

Tabel. 2.2 Derajat Vitalitas Bayi Lahir Menurut Nilai APGAR

NO Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalitas

1

- Pernafasan tidak teratur, megap-megap, atau tidak ada pernafasan

- Denyut jantung lebih dari 100 kali per menit

3

C

Asfiksia Berat 0 – 3 - Tidak ada pernafasan

- Denyut janatung 100 kali per menit atau kurang

4 D

Stillbirth (lahir mati) 0

(39)

Dalam penilaian status klinik digunakan penilaian Apgar untuk menentukan

keadaan bayi pada menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama untuk

menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan

keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai

prognosis neurologik.43

2.2.6 Pencegahan Asphyxia Neonatorum

Pencegahan, eliminasi dan antisipasi terhadap faktor-faktor risiko asphyxia neonatorum menjadi prioritas utama. Pencegahan terhadap asphyxia neonatorum

adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asphyxia neonatorum. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Bila ibu memiliki faktor

risiko yang memungkinkan bayi lahir dengan asphyxia neonatorum, maka langkah-langkah antisipasi sangat perlu dilakukan.44

A. Pencegahan Primer

Pencegahan primer yaitu mengurangi kejadian asphyxia neonatorum dengan cara mengendalikan faktor risiko asphyxia neonatorum. Pencegahan primer yang dapat dilakukan dalam penanganan asphyxia neonatorum yaitu

a. Melakukan persalinan dengan tenaga kesehatan yang terampil.

b. Pengadaan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.

Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu

(40)

akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah,

kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya.

c. Melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali.

d. Menjalani Ante Natal Care (ANC) baik berupa penyuluhan ataupun

peningkatan gizi untuk mengurangi risiko ketika menjalani persalinan.

e. Melakukan diagnosa pada saat janin berada dalam rahim seperti denyut

jantung janin, ketersediaan mekonium dalam air ketuban dan pH darah janin.

B. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengobati bayi yang menderita

asphyxia neonatorum dan mengurangi akibat yang lebih serius. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan dalam penanganan asphyxia neonatorum yaitu

a. Peningkatan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang

dapat terjadi pada persalinan

b. Pemeriksaan berkala pada bayi yang menderita asphyxia neonatorum.

C. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi perkembangan komplikasi

asphyxia neonatorum dan mengurangi akibat yang lebih serius. Pencegahan tersier yang dapat dilakukan dalam penanganan asphyxia neonatorum yaitu

a. Melakukan resusitasi pada bayi yang menderita asphyxia neonatorum. Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk melakukan resusitasi pada

bayi baru lahir karena kebutuhan akan resusitasi dapat timbul secara tiba-tiba.

(41)

tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada

perawatan bayi baru lahir.

b. Mengantisipasi dengan memanggil tenaga terlatih tambahan. Dengan

pertimbangan yang baik terhadap faktor risiko, lebih dari separuh bayi baru

lahir yang memerlukan resusitasi.

2.2.7 Penatalaksanaan pada Bayi Baru Lahir

Penatalaksanaan dilakukan pada yang bayi baru lahir. Langkah yang perlu

dilakukan adalah16:

a. Membersihkan jalan nafas yang dimulai dari saat bayi keluar dari jalan lahir

dengan menggunakan kasa steril untuk membersihkan jalan nafas dari cairan

ketuban. Selanjutnya pembersihan jalan nafas dengan menggunakan pengisap

lendir setelah tali pusat dipotong. Bila cairan ketuban tidak bercampur dengan

mekoneum pengisap lendir cukup dari mulut dan hidung saja, tetapi bila

terdapat mekonium diperlukan pengisapan langsung dari trakea.

b. Pemotongan tali pusat dilakukan dengan menggunakan pisau atau gunting

yang steril atau desinfektan tingkat tinggi ( DTT). Periksa tali pusat setiap 15

menit untuk mendeteksi kemungkinan adanya perdarahan, jangan

mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tampuk tali pusat. Hindari

pembungkusan tali pusat. Tampuk tali pusat yang tidak tertutup akan

mengering dan putus lebih cepat dengan komplikasi yang lebih sedikit.

c. Selanjutnya upaya mencegah kehilangan panas dengan cara meletakkan bayi

(42)

menyingkirkan kain pengering yang basah, kemudian melakukan penentuan

apgar skor untuk menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya dan

merupakan penilaian kondisi bayi saat baru lahir (menit 1 dan ke 5).

Nilai Apgar 1 dan 5 menit yang rendah merupakan indikator untuk identifikasi

kebutuhan bayi akan resusitasi45. Apabila nilai apgar < 7 masih diperlukan penilaian tambahan yaitu setiap 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian

menunjukkan nilai 8 atau lebih. Nilai pada menit pertama berguna untuk menentukan

seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan

asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima berguna untuk menilai

prognosis neurologic.

2.2.8 Batasan dalam Penilaian Apgar

a. Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada

penilaian pada menit pertama.

b. Keputusan perlu-tidaknya resusitasi maupun penilaian respon resusitasi cukup

dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus

(43)

2.2.9 Manajemen Asphyxia Neonatorum

Gambar 2.1. Alur Manajemen asphyxia neonatorum3

Tidak Ya

Ya Tidak

Konseling dukungan emosional Pencatatan bayi meninggal

Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernafas hentikan ventilasi setelah 20 menit

Setelah ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan rujukan.

Asuhan Pasca Resusitasi 1. Jaga bayi agar tetap hangat 2. lakukan pemantauan 3. konseling

4. pencatatan

Ventilasi

1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan

2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi 3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik

4. Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur. Langkah awal (dilakukan dalam 30 detik):

1. Jaga bayi hangat 2. Atur posisi bayi 3. Isap lendir

4. Keringkan dan rangsang taktil 5. Reposisi

6. Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontandan teratur.

Penilaian

Bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap

Tidak Ya

Lanjutkan ventilasi, hentikan tiap 30 detik

(44)

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Ibu :

1. Umur ibu 2. Paritas 3. Hipertensi 4. Anemia

Faktor Persalinan

1. Persalinan tindakan 2. Persalinan lama

Faktor bayi :

1. Berat badan lahir 2. Gemeli

(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain kasus

kontrol, kemudian ditelusuri secara retrospektif sehingga dapat diketahui faktor– faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan tahun 2007 – 2012.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan. Pemilihan

lokasi ini atas pertimbangan bahwa di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan

terdapat kasus asphyxia neonatorum dan dilengkapi dengan sistem pencatatan rekam medik yang cukup baik, dan juga di Rumah Sakit ini belum pernah dilakukan

penelitian mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya asphyxia

neonatorum pada tahun 2007 -2012.

3.2.2 Waktu Penelitian

(46)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi kasus adalah semua bayi yang menderita asphyxia neonatorum yang dirawat di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan periode Januari 2007 sampai

Desember 2012 sebanyak 66 bayi.

Populasi kontrol adalah semua bayi yang tidak menderita asphyxia neonatorum yang dirawat di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan periode Januari 2007 sampai Desember 2012 sebanyak 2087 bayi.

3.3.2 Sampel

Sampel kasus yaitu bayi yang lahir dengan menderita asphyxia neonatorum

yang dirawat di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan periode Januari 2007

sampai Desember 2012.

Sampel kontrol yaitu bayi yang lahir dengan tidak menderita asphyxia neonatorum yang dirawat di Rumah Sakit Umum St Elisabeth Medan periode Januari 2007 sampai Desember 2012.

Besar sampel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut46,

�=

{� −∝ ( − + � −� − + − }

( − )

besarnya sampel ditentukan dengan memperkirakan proporsi populasi terpapar pada

kasus (P1) dengan menggunakan rumus

= �

(47)

Keterangan:

n : jumlah sampel minimal α : tingkat kemaknaan 5 %

β : kekuatan penelitian 80%

P2 : Proporsi terpapar pada kontrol

OR : Odds Ratio

Berikut ini adalah hasil penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu sebagai

dasar dalam perhitungan sampel.

Tabel 3.1 Nilai Odd Rasio Untuk Setiap Variabel

NO Variabel Penelitian P2 OR Nama Peneliti

1 Bayi KMK 0,780 3,430 Novita Dewi (2005)

2 Kala II lama 0.872 9,730 Novita Dewi (2005)

3 Persalinan SC 0,870 8,620 Novita Dewi (2005)

4 Berat bayi lahir 0,420 2,796 Ajeng Trisnaratih (2004)

5 BBLR 0,200 5,130 Evi Desfauza(2008)

6 Paritas 0,395 2,648 Evi Desfauza(2008)

7 Partus lama 0,300 2,940 Chen ZL (2009)

Maka dari penyajian Tabel 3.1 diatas digunakan P2 dan OR dari hasil

penelitian Evi Desfauza sebagai dasar perhitungan sampel, hal ini didasarkan pada

OR yang paling kecil untuk mendapatkan besar sampel minimal.

P2 = 0,395

Z(1-∝/2 = 1,96 dengan α = 0,05

Z1-β) = 0,842 dengan β = 0,20

(48)

= , ,

, , + ( − , )

= ,

Hasil perhitungan didapat P1 = 0,6335, dengan interval kepercayaan 95 % (α = 0,05 )

pada tingkat kemaknaan 80 %, maka besar sampel,

�= { , ( ( , ) − , + � −� , − , + , − , }

( , − , )

�= , ≈

Dari perhitungan di atas dapat diketahui jumlah sampel sebanyak 66 bayi. Sampel

dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode purposive sampling

dengan perbandingan 1 : 2.

Pemilihan sampel kasus dan kontrol akan dibatasi oleh kriteria inklusi dan

ekslusi. Adapun kriteria inklusi dalam pemilihan sampel kasus dan kontrol adalah

1. Memiliki catatan rekam medis yang lengkap yang didalamnya mencakup

variabel penelitian yaitu umur ibu, paritas, hipertensi, anemia, berat badan

lahir bayi, gemeli, persalinan tindakan dan partus lama. 2. Dilahirkan pada tanggal yang sama.

Sedangkan kriteria eksklusi adalah semua karakteristik objek penelitian yang tidak

lengkap dan tidak sesuai dengan kriteria inklusi.

Pemilihan sampel dengan cara mengumpulkan data ibu dan bayi yang

(49)

sebanyak 2087 kelahiran hidup, kemudian dipisahkan antara ibu yang melahirkan

bayi yang menderita asphyxia neonatorum (kasus) sebanyak 66 bayi dan ibu yang melahirkan bayi yang tidak menderita asphyxia neonatorum (kontrol) sebanyak 2021 bayi.

3.4 Metode Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

bersumber dari catatan rekam medik yang ada di Rumah Sakit Umum St Elisabeth

Medan. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Maret dengan mencatat semua

variabel yang diteliti , dalam pengumpulan data peneliti dibantu oleh petugas rekam

medik.

3.5 Metode Pengukuran

3.5.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen menggunakan skala pengukuran ordinal,

dimana pengukurannya dilakukan dengan membagi 2 kategori yaitu bayi dengan

asphyxia neonatorum dan bayi tidak dengan asphyxia neonatorum. Penilaian kategori berdasarkan diagnosa dokter pada status pasien.

3.5.2 Metode Pengukuran Variabel Independen

Pengukuran variabel independen menggunakan skala ordinal, dimana

pengukurannya dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori 1 yang mempunyai risiko

dengan kejadian asphyxia neonatorum seperti umur < 20 dan > 35, paritas nullipara

(50)

tindakan dan partus lama dan kategori 2 yang tidak masuk kelompok risiko kejadian

asphyxia neonatorum seperti umur dari 20 - 35 tahun, paritas primipara dan

multipara, tidak hipertensi, tidak anemia, berat bayi lahir normal,tidak gemelli,

persalinan normal dan tidak partus lama. Penilaian kategori tersebut berdasarkan

catatan yang ada pada status pasien sesuai dengan variabel yang diteliti.

3.6 Metode Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diberi kode (coding), lalu di-edit (data editing), dimasukkan (data entry) ke dalam data file kemudian dibersihkan (cleaning) dengan menggunakan komputer untuk dianalisa.

3.6.2 Analisis Data A. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu

variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan test kemaknaan berupa test

X2 (chi square) dengan derajat kepercayaan 95 %. Hasil perhitungan statistik dapat menunjukkan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti

yaitu dengan melihat nilai p, bila dari hasil perhitungan statistik nilai p < 0,05 maka

hasil perhitungan statistik bermakna yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan

antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Selain itu dilakukan juga perhitungan Odd Rasio (OR) untuk melihat estimasi

(51)

dimaksud OR adalah suatu perbandingan paparan diantara kelompok kasus terhadap

paparan pada kelompok kontrol.47

Perubahan satu unit variable independen akan menyebabkan perubahan nilai

OR pada variabel dependen.Estimasi confidence interval (CI) untuk OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%. Interpretasinya adalah sebagai berikut :

Bila OR > 1 berarti sebagai faktor risiko menyebabkan terjadinya outcome.

Bila OR = 1 berarti bukan sebagai faktor Risiko dengan kejadian

Bila OR < 1 berarti sebagai faktor proteksi atau pelindung

Tabel 3.2 Dasar Perhitungan Odds Rasio

Faktor Risiko Kasus Kontrol

Faktor Risiko ( + ) A B

Faktor Risiko ( - ) C D

� � = A/C B/D=

AD

BC

B. Analisis Multivariat

Analisa ini diperlukan untuk melihat hubungan antara satu variabel dependen

dengan seluruh variabel independen, sehingga dapat diketahui variabel independen

yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian asphyxia neonatorum dengan menggunakan uji Regressi Logistik.

Uji Regressi Logistik dilakukan melalui beberapa tahapan untuk mendapatkan nilai p < 0,05 pada setiap variabel independen yang berpengaruh terjadinya asphyxia neonatorum. Analisis secara simultan dari beberapa variabel faktor terhadap suatu hasil dapat dilakukan dengan metode regressi logistik dengan rumus:

(�) = 1

(52)

Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan Population Attributable Risk

(PAR), yaitu bagian dari kejadian penyakit dalam populasi (berisiko dan tidak

berisiko) yang disebabkan oleh paparan. Perhitungan ini mengambarkan kejadian

penyakit dalam populasi yang akan menghilang jika faktor risiko dihilangkan48. Nilai PAR nantinya akan digunakan untuk melihat estimasi penurunan terjadinya outcome, sebagai pengaruh adanya faktor risiko.

Tabel 3.3 Dasar Perhitungan Population Attributable Risk (PAR)

Faktor Risiko Kasus Kontrol

Faktor Risiko ( + ) A B

Faktor Risiko ( - ) C D

� _ � _�� _ � 48 =� − �

� = +

Gambar

Tabel 2.1  Penetapan Nilai Apgar Neonatus pada Diagnosa Asphyxia Neonatorum
Gambar 2.1.  Alur Manajemen asphyxia neonatorum3
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Nilai Odd Rasio Untuk Setiap Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

inferred global lightning r deep cloud index which is positively correlated with global temperature. Thus, there is a consistent picture of warmer temperatures leading to more

Bantuan operasional sekolah Daerah (BosDA) tahun 2015 Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah lstimewa mengadakan validasi data siswa SD, SMp, Ml dan MTs.. pencairan

Community characteristics of Collembola assemblages in conventional, integrated and organic fields of winter wheat were compared among three randomly chosen areas in England

(5) Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang berbentuk jeda antar semester, libur

Six such areas are: (1) ANN was not used to simulate concentration as a function of space and time, which provides important break- through data; (2) no effective strategy for

Jika terdapat indikasi tersebut atau pada saat pengujian tahunan atas penurunan nilai aset tertentu (yaitu aset takberwujud dengan umur manfaat tidak terbatas,

 Pengamatan secara otomatis : Sudut vertikal dan horisontal serta jarak miring dengan sekali penyetelan alat..  Melakukan penghitungan secara cepat untuk komponen jarak

Pendidikan di Jurusan Sosiologi, dimaksudkan untuk menghasilkan ahli-ahli ilmu sosial, khususnya Sosiologi yang peka dan tanggap terhadap perubahan dan perkembangan