• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Aspek Pertumbuhan Cumi-cumi (Loligo duvauceli Orbigny 1848) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Provinsi Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Aspek Pertumbuhan Cumi-cumi (Loligo duvauceli Orbigny 1848) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Provinsi Banten"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN CUMI-CUMI

(

Loligo duvauceli

Orbigny 1848)

DI PERAIRAN TELUK BANTEN

YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, PROVINSI BANTEN

YOLANDA AYU RIZKI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Aspek Pertumbuhan Cumi-cumi (Loligo duvauceli Orbigny 1848) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Yolanda Ayu Rizki

(4)

ABSTRAK

YOLANDA AYU RIZKI. Kajian Aspek Pertumbuhan Cumi-cumi (Loligo duvauceli Orbigny 1848) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Provinsi Banten. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc.

Cumi-cumi (Loligo duvauceli) merupakan salah satu hasil tangkapan dominan di perairan Teluk Banten yang menggunakan alat tangkap dogol. Tingginya aktivitas penangkapan dan terus-menerus memungkinkan penurunan ukuran populasi cumi, oleh sebab itu perlu pengelolaan sumber daya yang tepat dan berkelanjutan. Salah satu informasi yang dibutuhkan dalam pengelolaan tersebut adalah kajian mengenai aspek pertumbuhan. Pengambilan contoh cumi dilakukan di PPN Karangantu pada bulan September-November setiap hari. Sebaran frekuensi panjang cumi jantan berkisar antara panjang 35-286 mm, sedangkan betina antara panjang 40-280 mm. Melalui analisis pendugaan parameter pertumbuhan, didapatkan nilai K (koefisien pertumbuhan), L(panjang asimptotik), dan t0 pada cumi jantan dan betina sebagai berikut, K sebesar 0.21 dan 0.31 per bulan, L∞ sebesar 400.50 dan 281.14 mm, dengan t0 -0.40 dan -0.29 bulan.

Kata kunci: Cumi-cumi (Loligo duvauceli), PPN Karangantu, Teluk Banten, Parameter Pertumbuhan

ABSTRACT

YOLANDA AYU RIZKI.Study of Squid Growth Aspect (Loligo duvauceli

Orbigny 1848) in water of Banten Bay which is landed in PPN Karangantu, Province of Banten.Mentored by prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA and Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc.

Squid (Loligo duvauceli) is one of dominant catches in water of Banten Bay using dogol (demersal danish seine). High and continously catch on activity brings through reduction on size of squid populations. Therefore, an appropriate and sustainableresource management is needed. One of information required in appropriate management is about growth aspect. Squid sampling was conducted in PPN Karangantu on September-November 2012 every 14 days.Length frequency distribution of male squid ranged between 35-286 mm, while females between 40-280 mm. Through the analysis of growth parameter estimation, can be obtained K value (growth coefficient),L (asymptotic length), and t0 for squid males and females are respectively, K equal to 0,21 and 0,31 per month, Lequal to 400.05 and 281.14 mm, with t0 -0,40 and -0,29 months.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN CUMI-CUMI

(

Loligo duvauceli

Orbigny 1848

)

DI PERAIRAN TELUK BANTEN

YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, PROVINSI BANTEN

YOLANDA AYU RIZKI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kajian Aspek Pertumbuhan Cumi-cumi (Loligo duvauceli Orbigny 1848) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN

Karangantu, Provinsi Banten Nama : Yolanda Ayu Rizki

NIM : C24090017

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Pembimbing I

Ir Kiagus Abdul Aziz, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir, Yusli Wardiatno, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September-November 2012 ini ialah Pertumbuhan, dengan judul Kajian Aspek Pertumbuhan Cumi-cumi (Loligo duvauceli Orbigny 1848) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Provinsi Banten.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku pembimbing I dan Ir Kiagus Abdul Aziz, Msc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc selaku dosen penguji tamu serta Ir Agustinus M Samosir, MSc selaku komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Keluarga tercinta: Ayahanda Yunizal Helmi dan Ibunda Yohana Budiarti atas doa, kerja keras dan dukungannya baik moril maupun materil telah menghantarkan penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor hingga mendapatkan gelar sarjana. Kakanda Yohendra Pratama, Adinda Yose Rizal Rahmat Fadillah, M. Ihsan Krismansyah, Mbak Puput, Mama, dan Aisah atas doa dan dukungannya selama ini.

4. Sahabat Terbaik: Dirga, Tamimi, Putri, Made.

5. Teman seperjuangan: Selvia, Deasy, Alin, Cutra, Devi, Allsay, Nana, Mei, Iqra, Fatkur, Panji, Rahmat, Ginna, Dwi, Ika, Tyas, Novita, Gilang, Rodearni, Dudi, Ai, Mega, Ratih, Janty, Niken, Fitri, Nurul, Yulia, Dian, Atim, Anggi, Fauzia AW, Eka, Dewi, Yucha, Arinta, Julpah, Viska, Ananda, Nisa, Conny, Santika, Nursi, Fauzia F, Ajeng, Dede, Rio, Piepiel, Adam, Fajar, Syarif, Asyanto, Aziz, Kusnanto, mas Gentha, kak Hendra, kak Kadek, bang Prima, dan seluruh keluarga besar tim basket FPIK atas segala doa, kasih sayang, dan bantuanya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya dalam bidang Manajemen Sumber Daya Perairan.

Bogor, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

METODE ... 3

Waktu dan Tempat ... 3

Pengumpulan Data ... 3

Prosedur Analisis Data ... 4

Hubungan panjang dan bobot ... 4

Kelompok Ukuran... 6

Parameter Pertumbuhan ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

Kondisi Cumi-cumi di PPN Karangantu ... 8

Hubungan panjang dan bobot ... 9

Kelompok Ukuran... 9

Parameter pertumbuhan ... 12

Pembahasan ... 14

SIMPULAN DAN SARAN ... 17

Simpulan ... 17

Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan cumi-cumi di Perairan Teluk Banten

yang didaratkan di PPN Karangantu tahun 2008 – 2012 ... 2

2 Distribusi kelompok ukuran panjang cumi-cumi jantan pada setiap pengambilan contoh. ... 10

3 Distribusi kelompok ukuran panjang cumi-cumi betina pada setiap pengambilan contoh. ... 10

4 Perkembangan pertumbuhan setiap 2 minggu yang terlihat pada satu kohort cumi-cumi jantan dan satu kohort cumi-cumi betina ... 12

5 Parameter pertumbuhan cumi-cumi di perairan Teluk Banten ... 13

6 Umur dugaan cumi-cumi dengan modus panjang tertentu ... 13

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi daerah penangkapan cumi-cumi di Perairan Teluk Banten... 3

2 Diagram metode pengambilan contoh cumi-cumi ... 4

3 Hasil tangkapan per jenis ikan yang didaratkan di PPN Karangantu ... 8

4 Hubungan panjang bobot cumi-cumi di perairan Teluk Banten... 9

5 Kelompok ukuran cumi-cumi jantan di perairan Teluk Banten ... 11

6 Kelompok ukuran cumi-cumi betina di Perairan Teluk Banten ... 12

7 Kurva pertumbuhan cumi-cumi jantan di perairan Teluk Banten ... 14

8 Kurva pertumbuhan cumi-cumi betina di perairan Teluk Banten ... 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Panjang dan bobot cumi-cumi pada setiap pengambilan contoh ………….. 21

2 Proses penaksiran untuk mendapatkan hubungan panjang bobotcumi-cumi di Perairan Teluk Banten ……... 27

3 Sebaran frekuensi panjang cumi-cumi pada setiap kali pengambilan contoh... 29

4 Proses penaksiran untuk memperoleh parameter pertumbuhan ………... 30

(11)

1 perairan pada umumnya adalah lumpur berpasir. Kawasan ini memiliki beberapa pulau kecil seperti Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Semut, Pulau Tarahan, Pulau Pisang, Pulau Gosong Delapan, Pulau Kubur, Pulau Tanjung Gundul, Pulau Lima, dan Pulau Dua. Kedalaman perairannya antara 2-13 meter, tetapi di bagian mulut teluk dapat mencapai 20 meter. Dasar perairan pasir berlumpur terutama di bagian dekat pantai yang landai (Miskiya 2003).

Tempat pendaratan ikan yang berada dekat dengan Teluk Banten adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu terletak pada posisi koordinat 06º02’ LS – 106º09’ BT (Seftian 2012), pada awal perkembangannya merupakan desa pantai yang secara tradisional berkembang dari suatu kelompok pemukiman yang mendiami daerah di muara kali Cibanten. Sejalan dengan perkembangan sejarah pemukiman nelayan, karangantu tumbuh dan berkembang menjadi suatu pelabuhan nelayan yang cukup besar dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar kebutuhan ikan wilayah Provinsi Banten. Jumlah penduduk di wilayah ini sebanyak 87 769 orang, terdiri atas 45 718 orang laki-laki dan 42 051 orang perempuan dan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2 433 orang.

Sumber daya perikanan yang terdapat di perairan Teluk Banten beragam mulai dari ikan, crustacea hingga molusca. Salah satu jenis molusca yang merupakan hasil tangkapan dominan kedua setelah ikan peperek adalah cumi-cumi. Kegiatan perikanan di PPN Karangantu setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan dan frekuensi kedatangan kapal yang mendarat di PPN Karangantu. Pada tahun 2007 jumlah nelayan hanya 1 195 orang, kemudian meningkat menjadi 2 433 orang pada tahun 2011 atau mengalami kenaikan sebesar 19.89% per tahun. Sedangkan frekuensi kedatangan kapal pada tahun 2007 yang berjumlah 19 255 unit meningkat menjadi 25 265 unit pada tahun 2011 atau mengalami peningkatan sebesar 2.65% per tahun (Kementrian Kelautan dan Perikanan 2012).

(12)

2

berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Oleh karena itu, perlu kajian mengenai pola pertumbuhan cumi-cumi di perairan Teluk Banten untuk mengetahui pertumbuhan sumber daya tersebut.

Perumusan Masalah

Cumi-cumi yang tertangkap di perairan Teluk Banten sebagian besar didaratkan di PPN Karangantu. Berikut adalah data hasil tangkapan dan upaya penangkapan cumi-cumi dari tahun 2008 hingga 2012 (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan cumi-cumi di Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu tahun 2008 – 2012

Tahun Hasil Tangkapan cumi-cumi

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan cumi-cumi di Perairan Teluk Banten berfluktuasi. Pada tahun 2010 hasil tangkapan cumi-cumi meningkat, kemudian turun pada tahun 2011 hingga 2012. Berdasarkan data tersebut tidak menutup kemungkinan jika hasil tangkapan cumi-cumi di perairan tersebut akan semakin menurun. Hal ini akan berdampak pada kegiatan ekonomi di Indonesia, dimungkinkan akan terjadi kegiatan impor pada sektor perikanan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri akan tingginya permintaan pada produk perikanan. Jika hal tersebut terjadi pihak yang dirugikan adalah nelayan lokal karena harga yang ditawarkan oleh produk perikanan impor jauh lebih rendah di pasar dibandingkan harga yang ditetapkan oleh nelayan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pengelolaan yang tepat agar sumber daya tersebut tetap lestari dan berkelanjutan. Salah satu informasi biologi yang dibutuhkan dalam pengelolaan tersebut adalah kajian mengenai aspek pertumbuhan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitin ini adalah memberikan informasi mengenai aspek pertumbuhan cumi-cumi (Loligo duvauceli) yang meliputi hubungan panjang bobot serta parameter pertumbuhan di Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Serang, Banten.

Manfaat Penelitian

(13)

3

METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan contoh cumi-cumi dilakukan selama tiga bulan setiap 14 hari sekali, yaitu dari tanggal 6 September - 24 November 2012 yang dilakukan di PPN Karangantu yang terletak pada posisi koordinat 06002’ LS – 106009’ BT (Seftian 2012). Cumi-cumi contoh yang diambil di PPN Karangantu berasal dari perairan Pulau Panjang (Gambar 1) dengan menggunakan alat tangkap dogol.

Gambar 1 Peta lokasi daerah penangkapan cumi-cumi di Perairan Teluk Banten Sumber : Google Map 2012

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer termasuk hasil wawancara dengan nelayan dan data sekunder.

(14)

4

cumi-cumi dari kapal yang berbeda secara acak di PPN Karangantu. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa harga jual cumi-cumi, jenis dan ukuran kapal yang digunakan, jumlah anak buah kapal, daerah penangkapan, dan alat tangkap yang digunakan.

Data sekunder diperoleh dari data statistik perikanan yang diterbitkan oleh PPN Karangantu Provinsi Banten dari tahun 2007-2012. Data sekunder yang diperoleh berupa data komposisi tangkapan per jenis ikan yang didaratkan di PPN Karangantu (Gambar. 4), upaya penangkapan (trip) dan bobot tangkapan cumi (ton) (Tabel.1). Pengambilan contoh cumi-cumi dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Sederhana (PCAS) dari tiga keranjang yang berisi masing-masing ± 150 ekor cumi-cumi, kemudian diambil sebanyak ± 100 ekor dari tiap keranjangnya (Gambar 2).

Gambar 2 Diagram metode pengambilan contoh cumi-cumi

Prosedur Analisis Data

Hubungan panjang dan bobot

Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Model yang digunakan dalam menduga hubungan panjang dan bobot adalah sebagai berikut (Effendie 1979) :

W = a Lb (1) Keterangan:

W : Bobot cumi-cumi (gram)

L : Panjang mantel cumi-cumi (mm)

a : Konstanta

b : Konstanta

± 100 ekor cumi Keranjang 2 ± 150 ekor cumi

Keranjang 1 ± 150 ekor cumi Keranjang 3

± 150 ekor cumi

Hasil tangkapan cumi-cumi didaratkan di PPN Karangantu dan dimasukkan ke dalam tiga keranjang

(15)

5 Persamaan ini dibuat dalam bentuk persamaan linier menjadi :

Log W = Log a + b Log L (2)

Koefisien a dan b didapatkan dari hasil analisis regresi dengan Log W sebagai variable y dan Log L sebagai variable x, sehingga didapatkan persamaan regresi :

Y = b0 + b1 X (3)

dengan Log a = b0 , a = 10b0 dan b = b1 atau nilai b0, b1 dan R2 dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

b1 = (4)

(5)

(6)

Keterangan :

Xi :nilai rataan peubah bebas pada contoh ke-i Yi :nilai rataan peubah tidak bebas pada contoh ke-i : nilai rataan peubah bebas

: nilai rataan peubah tidak bebas n : ukuran contoh

R2 : koefisien determinasi

Selanjutnya kehomogenan jantan dan betina diuji menurut Steel & Torrie (1989). Uji kehomogenan bertujuan untuk menentukan apakah keduanya dapat dianggap

menduga β yang sama dengan kata lain apakah data hubungan panjang bobot

cumi-cumi jantan dan betina dapat digabungkan. Berikut ini adalah metode uji kehomogenan nilai b:

(7)

Sedangkan s2 dihitung menggunakan persamaan berikut :

(8) Keterangan :

(16)

6

b : kemiringan garis pada contoh ke-2

x1i : data ke-i (i=1,2,…,n) pada contoh ke-1 untuk peubah bebas

x2i : data ke-i (i=1,2,…,n) pada contoh ke-2 untuk peubah bebas y1i : data ke-i (i=1,2,…,n) pada contoh ke-1 untuk peubah tidak bebas y2i : data ke-i (i=1,2,…,n) pada contoh ke-2 untuk peubah tidak bebas n : ukuran contoh

s2 : ragam

JKS1 : jumlah kuadrat sisa pada contoh ke-1 JKS2 : jumlah kuadrat sisa pada contoh ke-2 Kelompok Ukuran

Pemisahan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang mengunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang terdapat dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok ukuran yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata dan simpangan baku. Dalam memisahkan kelompok ukuran perlu diperhatikan nilai indeks separasi karena digunakan dalam metode NORMSEP (Hasselblad 1996, Mc New & Summeffelt 1978, serta Clark 1981 in Sparre & Venema 1999). Apabila indeks separasi kurang dari dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih antara kedua kelompok ukuran yang dipisahkan. Apabila nilai indeks separasi lebih dari dua (>2) maka hasil pemisahan kelompok ukuran dapat diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya.

yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan

nilai tengah µj dan simpangan baku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i.

fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj, pj sehingga diperoleh dugaan ̂ ̂ dan ̂ yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.

Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan dianalisis menggunakan nilai tengah panjang pada kelompok umur yang sama (Lampiran 5). Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre and Venema 1999):

(17)

7 Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infiniti (L) dilakukan dengan menggunakan metode Ford Wallford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy, sehingga diperoleh persamaan :

Lt+1 = L∞[1- e-k] + e-k Lt (11) Berdasarkan persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier , jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y).

L(t+1) = a +bLt (12) Dari persamaan (12) dan persamaan (13) terlihat kemiringan (slope) garis regresi adalah b sama dengan e-K dan titik potong dengan absis adalah a sama dengan L[1 – e-K]. Dengan demikian, nilai K dan Ldiperoleh dengan cara:

dan

(13)

Nilai a, b dan R2 diperoleh seperti pada persamaan (4), (5) dan (6), sedangkan dalam menduga nilai t0 (umur teoritis cumi-cumi pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre and Venema (1999): (14)

Pendugaan Umur Cumi-cumi dengan Modus Panjang Tertentu

Dalam menduga umur cumi-cumi untuk masing-masing panjang yang didapatkan dari hasil penelitian (Lo) dapat menggunakan rumus pertumbuhan von Bertalanffy yang disubstitusikan menjadi:

t = t

0

(15)

Pada prinsipnya untuk menduga umur ikan (t) yang paling tepat sebagai padanan dari panjang ikan hasil pengamatan (Lo) yang selang waktu antar pengamatan diketahui, dapat dilakukan dengan mencari nilai terkecil dari jumlah kuadrat deviasi panjang . Deviasi panjang adalah selisih antar panjang ikan hasil pengamatan (Lo) dan panjang ikan harapan berdasarkan model von Bertalanffy (Le) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 2 (16)

Selanjutnya gunakan umur dugaan tersebut (sumbu x) untuk menentukan letak titik-titik modus panjang (sumbu y) hasil pengamatan pada gambar kurva pertumbuhan.

Keterangan:

t : Umur cumi-cumi (bulan)

(18)

8

Le : Expected length, panjang harapan dihitung berdasarkan kurva pertumbuhan von Bertalanffy (mm)

d : Deviasi, penyimpangan nilai pengamatan dari nilai harapan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Cumi-cumi di PPN Karangantu

Berdasarkan hasil pengamatan, ikan-ikan yang didaratkan di PPN Karangantu beragam (Gambar 3). Sebagian besar berasal dari perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu. Berikut komposisi tangkapan per jenis ikan yang didaratkan di PPN Karangantu.

Gambar 3 Komposisi tangkapan per jenis ikan yang didaratkan di PPN Karangantu tahun 2011

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan 2012

Berdasarkan Gambar 3, cumi-cumi berada pada urutan kedua sebagai jenis ikan dominan tertangkap yang didaratan di PPN Karangantu. Cumi-cumi hampir setiap hari didaratkan di PPN Karangantu. Hal ini disebabkan cumi-cumi memilki nilai ekonomis penting. Akan tetapi hasil tangkapan cumi-cumi mengalami fluktuasi setiap tahunnya dan cenderung menurun (Tabel 1). Bentuk produk cumi yang dijual berupa cumi segar dan asin. Hal ini bertujuan agar cumi tetap awet dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Harga jual pun bervariasi tergantung pada ketersediaannya di pasar, harga cumi segar berkisar Rp35 000.00 - Rp45 000.00 sedangkan cumi asin berkisar Rp45 000.00-Rp55 000.00/kg. Kapal yang beroperasi di wilayah PPN karangantu berukuran 1 GT sampai kurang dari 25 GT dengan alat tangkap yang bervariasi menggunakan teknologi sederhana berupa radio untuk komunikasi. Sedangkan untuk menentukan arah mata angin masih menggunakan cara tradisional seperti menggunakan benda yang tidak bergerak sebagai acuan dan menggunakan insting. Kapal yang menggunakan GPS hanya kapal yang berukuran lebih dari 20 GT. Ukuran kapal menentukan daerah

(19)

9 penangkapan ikan dan lamanya waktu menangkap ikan, semakin besar ukuran kapalnya maka semakin jauh area fishing ground yang dapat di tempuh sehingga hasil tangkapan lebih bervariasi. Jenis kapal yang dipakai untuk operasional cumi-cumi adalah kapal motor dengan ukuran 6-10 GT. Kapal dengan ukuran 6 GT sampai 10 GT memiliki 5 sampai 8 orang ABK dan wilayah penangkapan di sekitar perairan Pulau Panjang dengan menggunakan alat tangkap dogol, bagan cumi-cumi betina yang dikumpulkan mulai tanggal 6 September sampai dengan tanggal 24 November 2013 (Lampiran 1). Analisis regresi dari data tersebut menghasilkan persamaan hubungan panjang bobot cumi jantan dan cumi-cumi betina. Pengujian terhadap koefisien regresi dari cumi-cumi-cumi-cumi jantan dan betina tersebut menunjukkan bahwa pola hubungan panjang bobot cumi-cumi jantan dan betina tidak berbeda nyata (p >0.05), karena itu dalam menaksir hubungan panjang bobot, semua data panjang dan bobot yang diperoleh selama penelitian yaitu sebanyak 595 ekor disatukan (Lampiran 2) dengan kisaran nilai b antara 1.93 – 2.00 (p = 0.5). Hasil penaksiran hubungan panjang bobot disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hubungan panjang bobot cumi-cumi di perairan Teluk Banten selama periode pengambilan contoh

Kelompok Ukuran

(20)

10

terlihat pergeseran modus ukuran panjang pada cumi-cumi jantan dan betina dari kelompok yang diduga berasal dari satu kohort, terjadi pada bulan Oktober hingga November.

Tabel 2. Distribusi kelompok ukuran panjang cumi-cumi jantan pada setiap pengambilan contoh.

(21)

11

Panjang mantel (mm)

Gambar 5 Kelompok ukuran cumi-cumi jantan di perairan Teluk Banten pada setiap pengambilan contoh

24 November 2012 n = 36 10 November 2012

n = 33 27 Oktober 2012

n = 29 13 Oktober 2012

n = 39 22 September 2012

n = 35 6 September 2012

(22)

12

Panjang mantel (mm)

Gambar 6 Kelompok ukuran cumi-cumi betina di perairan Teluk Banten pada setiap pengambilan contoh

Parameter pertumbuhan

Pada Gambar 5 dan Gambar 6 terlihat paling tidak masing-masing ada satu kohort yang perkembangan pertumbuhannya dapat diikuti pada setiap 2 minggu mulai dari tanggal 13 Oktober sampai dengan 24 November 2013. Kohort-kohort tersebut ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan pertumbuhan setiap 2 minggu yang terlihat pada satu kohort cumi-cumi jantan dan satu kohort cumi-cumi betina

Tanggal pengamatan Modus panjang mantel (mm)

Cumi-cumi jantan Cumi-cumi betina

13 Oktober 2013 53.2 71.3

27 Oktober 2013 113.1 97.2

10 November 2013 176.1 186.2

24 November 2013 213.4 202.8

24 November 2012 n = 55 10 November 2012

n = 65 27 Oktober 2012

n = 66 13 Oktober 2012

n = 69 22 September 2012

n = 68 6 September 2012

(23)

13 Berdasarkan data perkembangan modus panjang cumi-cumi jantan dan cumi-cumi betina yang tertera pada Tabel 4, dilakukan penaksiran parameter pertumbuhan von Bertalanffy, yaitu panjang infiniti (L∞), koefisien pertumbuhan (K) dan umur teoritis saat panjang cumi-cumi = 0 (to).

Proses penaksiran parameter pertumbuhan cumi-cumi ini menggunakan Model Ford Walford ditampilkan pada Lampiran 4. Hasil penaksiran parameter pertumbuhan von Bertalanffy tersebut ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Parameter pertumbuhan cumi-cumi di perairan Teluk Banten

Parameter Jantan Betina

L∞ (mm) 400.05 281.14

K (per bulan) 0.21 0.31

t0 (bulan) -0.40 -0.29

Sehingga persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy cumi-cumi jantan dan betina di Perairan Teluk Banten berturut-turut adalah Lt = 400.05 (1-e[-0.21(t+0.40)] dan Lt = 281.14 (1-e[-0.31(t+0.29)].

Pendugaan umur cumi-cumi dengan modus panjang tertentu

Menampilkan titik-titik hasil pengamatan pada grafik pertumbuhan cumi-cumi diperlukan taksiran umur untuk setiap modus panjang mantel pada Tabel 4. Umur dugaan pada keempat titik tersebut disajikan pada Tabel 6. Proses penaksiran umur untuk data panjang mantel tertentu ditampilkan pada Lampiran 5. Grafik pertumbuhan cumi-cumi jantan dan betina beserta titik-titik yang menggambarkan umur dugaan dan panjang hasil pengamatan ditampilkan pada Gambar 7 dan 8.

Tabel 6 Umur dugaan cumi-cumi dengan modus panjang tertentu

Umur dugaan (bulan) Modus panjang mantel

cumi-cumi (mm)

jantan betina jantan betina

0.9 1.1 53.2 71.3

1.4 1.6 113.1 97.2

1.9 2.1 176.1 186.2

(24)

14

Gambar 7 Kurva pertumbuhan cumi-cumi jantan di perairan Teluk Banten

Gambar 8. Kurva pertumbuhan cumi-cumi betina di perairan Teluk Banten

Pembahasan

Hasil dugaan hubungan panjang bobot dan parameter pertumbuhan (K, L∞,

(25)

15 panjang cumi-cumi yang tertangkap. Semakin besar kisaran antara panjang maksimum dan minimum maka dugaan yang diperoleh diharapkan akan memberikan hasil yang lebih mewakili keadaan di alam.

Pada setiap pengambilan contoh terlihat bahwa setiap kelompok ukuran memiliki ukuran yang bervariasi dari masing-masing individunya (Lampiran 1). Effendie (2002) menyatakan bahwa keberhasilan mendapatkan makanan dari kelompok ukuran yang sama akan menentukan pertumbuhan. Oleh karena itu dalam satu keturunan akan diperoleh ukuran yang bervariasi.

Panjang mantel terkecil cumi-cumi yang tertangkap di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu yaitu 35 mm, sedangkan panjang mantel terpanjang yaitu 286 mm (Lampiran 1). Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (1984) di perairan Gugus Kepulauan Seribu diperoleh panjang terkecil yaitu 40 mm dan terpanjang 195 mm. Artinya cumi-cumi contoh yang tertangkap di perairan Teluk Banten merupakan cumi-cumi-cumi-cumi muda hingga tua, sehingga diharapkan lebih mewakili keadaan sebenarnya di alam.

Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot cumi-cumi di perairan Teluk Banten (Gambar 4), diperoleh nilai dugaan b (p = 0.05) berkisar antara 1.93 – 2.00 (Lampiran 2). Nilai b tersebut berada dalam kisaran yang kecil, sehingga diindikasikan bahwa lingkungan perairan di Teluk Banten relatif konstan. Penelitian sebelumnya mengenai analisis hubungan panjang bobot cumi-cumi juga pernah dilakukan di beberapa lokasi yang berbeda. Menurut Rahardjo (1984) cumi-cumi di perairan gugus Kepulauan Seribu memiliki nilai b sebesar 1.46, sedangkan menurut Meiyappan et al. (1989) di perairan Kerala India, Mohamed (1996) di perairan Mangalore India, dan Sukramongkol et al. (2006) di laut Andaman diperoleh nilai b berturut-turut yaitu 2.28, 2.13, dan 2.08. Berdasarkan data tersebut, maka nilai b yang diperoleh selama penelitian ini masih berada dalam kisaran hasil-hasil penelitian sebelumnya dan nilai b yang diperoleh termasuk dalam kategori sedang (tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk). Menurut Le Cren (1951); Neff & Cargnelli (2004); Ecountin at al. (2005) in Raharjo, MF & Simanjuntak, Charles PH (2008) keragaman nilai b dipengaruhi oleh perkembangan ontogenetik; perbedaan umur, kematangan gonad, jenis kelamin, letak geografis, dan kondisi lingkungan; kepenuhan lambung, penyakit, dan tekanan parasit. Hubungan panjang bobot dapat memberikan informasi yang penting dalam biologi perikanan dan dinamika populasi untuk mengestimasi suatu stok atau biomassa yang ada di alam (Petrakis & Stergiou 1995 in Shivashantini et al 2009). Selain itu, dapat juga digunakan untuk memprediksi panen budidaya ikan (Shivashantini et al 2009).

(26)

16

memiliki ukuran panjang yang kecil atau dapat dikatakan ditangkap pada usia muda oleh para nelayan. Hal ini didukung oleh Silas et al (1986) di pantai barat India, cumi-cumi mengalami puncak pemijahan pada bulan September-Oktober, oleh karena itu ukuran yang diperoleh pun memiliki ukuran panjang yang kecil. berdampak negatif bagi keberadaan populasi cumi-cumi di perairan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kematangan gonad cumi-cumi di perairan Teluk Banten, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih akurat.

Laju pertumbuhan (K) cumi-cumi di perairan Teluk Banten untuk betina lebih cepat dibandingkan jantan dan memiliki panjang maksimum (L∞) lebih kecil dibandingkan jantan. Hal ini menunjukkan bahwa cumi-cumi betina lebih cepat mencapai panjang maksimumnya, sehingga lebih cepat mengalami kematian. Hal sama juga diperoleh oleh Meiyappan et al. (1989) di perairan Cochin, India bahwa laju pertumbuhan betina lebih cepat dibandingkan jantan yang bernilai 1.70 dan 1.10 dengan panjang maksimum yaitu 238 mm dan 379 mm. Menurut Muhammed & Rao (1997) di pantai Karnakata India diperoleh nilai K sebesar 1.40 dengan panjang maksimum 371 mm. Sedangkan menurut Karnik

(27)

17 hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya dan mengganti sel – sel yang rusak. Sedangkan menurut Tutupoho (2008), perbedaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan panjang maksimum (L∞) dipengaruhi oleh kondisi perairan, dan menurut Aziz (1989) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh temperatur dan kualitas air, ukuran, umur, jenis kelamin, ketersediaan organisme-organisme makanan, dan jumlah ikan lain yang memanfaatkan sumber yang sama. Cepatnya pertumbuhan dan pendeknya umur ikan mengindikasikan laju kematian yang cukup tinggi.

Pada kurva pertumbuhan (Gambar 7 dan 8) dapat dilihat bahwa terdapat empat titik panjang rata-rata cumi-cumi yang dihasilkan selama penelitian beserta umur dugaan pada keempat titik tersebut (Tabel 6). Menurut Jackson et al (2000)

Loligo duvauceli merupakan cumi-cumi yang memiliki umur pendek, yaitu kurang dari 200 hari. Oleh karena itu, model asimtotik kurang cocok digunakan untuk spesies ini. Model yang baik digunakan yaitu eksponensial atau linier yang dibatasi oleh umur tertentu. Jika model asimtotik yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya sampai umur 5 bulan, grafik pertumbuhan yang diperoleh tidak berbeda nyata deangan model eksponensial atau model linier jika model ini digunakan. Oleh karena itu kurva pertumbuhan yang diperoleh dalam penelitian ini hanya berlaku untuk cumi-cumi yang berumur kurang dari 5 bulan. Perlu penelitian lanjutan menggunakan beberapa alternatif model pertumbuhan, agar diperoleh model pertumbuhan yang paling baik sehingga informasi yang diberikan pun lebih akurat. Informasi ilmiah yang lebih akurat merupakan syarat utama agar pengelolaan sumber daya cumi-cumi di perairan Teluk Banten yang lestari dapat dilakukan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Pola hubungan panjang dan bobot cumi-cumi (Loligo duvauceli ) jantan dan betina di perairan Teluk Banten tidak berbeda nyata dengan kisaran nilai b antara 1.93 – 2.00 (p = 0.5).

2. Laju pertumbuhan cumi-cumi di perairan Teluk Banten tergolong kecil. 3. Berdasarkan kurva pertumbuhan model Von Bertalanffy, dapat diketahui

bahwa panjang asimptotik (L∞) untuk jantan sebesar 400.05 mm dan 281.14 mm untuk betina.

Saran

(28)

18

DAFTAR PUSTAKA

Aziz KA. 1989. Pendugaan Stok Populasi Ikan Tropis. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. 33 hlm.

Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, K, t0) berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.

4(1): 75-84.

Cuching DH. 1970. Fisherier biology. London (GB) : The University of Winconsin Press. 200 p.

Dwiponggo A. 1982. Beberapa aspek biologi ikan lemuru, Sardinella spp. prosiding Seminar Perikanan Lemuru, Banyuwangi, 18-21 Januari 1982, banyuwangi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta dalam: Harahap TSR & Djamali A. 2005. Pertumbuhan ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus) di Perairan Binuangeun, Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia, 5(2): 49-54. [terhubung berkala]. http://www.iktiologi-indonesia.org/jurnal/5-2/02_0001.pdf [14 Desember 2012].

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID) : Yayasan Pustaka Nusantara. 162 hlm.

Jackson GD, Alford RA, Jaiswar AK, Choat JH. 2000. Can length frequency analysis be used to determine squid growth?- An assessment of ELEFAN.

Australia. ICES Journal of Marine Vol.57: 948-954.

Jalil MA, Ali SA. 2001. Biologi populasi ikan Baronang Lingkis (S. canaliculatus) di Perairan Kecamatan Bua Kabupaten Lawu. Sci&tech,

Volume 2(2): 1-13. [terhubung berkala].

http://www.dc348.4shared.com/doc/aXbOUjZt/preview.html [14 Desember 2012].

[JICA] Japan International Cooperation Agency. 2009. Indonesian fisheries books 2009. Jakarta (ID) : JICA, MMAF. 83 p.

Karnik NS, Chakraborty SK, Jaiswar AK, Swamy RP, Rajaprasad R, Boomireddy S, Rizvi AF. 2003. Growth and mortality of Indian squid, Loligo

duvauceli (d’Orbigny) (Mollusca/Cephalopoda/Teuthoidea) from Mumbai water, India. Indian Journal of Marine Sciences Vol.32(1), March (2003): 67-70.

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2012. Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 2011. Banten (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.

(29)

19 Miskiya. 2003. Aspek Bio-teknik jaring rajungan di Karangantu kabupaten Serang, provinsi Banten. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mohamed KS. 1996. Estimates of growth, mortality and stock of the Indian squid

Loligo duvauceli Orbigny, exploited off Mangalore, southwest coast India. India (IN): Bull Mar Sci 58(2): 1-40 p

Mohamed KS, Rao GS. 1997. Seasonal growth, stock recruitment and prediction

yield of Indian squid Loligo duvauceli (d’Orbigny), exploited from

Karnataka coast. India (IN): Indian J Fish 44:319-329 p

Nair K, Prabbahran, Meiyappan MM, Kuriokose PS, Sirvesan R, Lipton AP, Mohamed S, Asokan PK, Mathew J, Nagaraja D. 1992. Biology of squids. India (IN): Bulletin, Fisheries Survey of India 23: 27-42.

Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics In Tropical Waters : A Manual For Use With Programmable Calculators. Filipina (PH): ICLARM. Manila. 325 p.

Rahardjo S, Bengen DG. 1984. Studi beberapa aspek biologi cumi-cumi (Loigo.sp) di perairan gugus kepulauan seribu. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 18-20 hlm.

Rahardjo MF, Simanjuntak CPH. 2008. Hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan tetet, Johnius belangerii Cuvier (Pisces: Scianidae) di Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15(2) : 135-140.

Rao GS 1988. Biology of inshore squid Loligo duvauceli Orbigny with a note on its fishery off Mangalore. India (IN): Indian Journal of Fisheries 35 (3) : 121-130 p.

Rodger RWA. 1991. Fish Facts An Ikkustrated Guide To Commercial Species. New York (US) : Van Norstrand Reinhold. 162-163 p.

Roper CFE, Sweeney MJ, Naueo CE.1984. Chephalopods of The World. And Annottated and lllustrated Ratalogue of Spesies of Interest to Fisheries. FAO Species Catalogue Vol.3 FAO Fish. Synop. 125(3):277p. Rome:

FAO [Terhubung berkala].

http://www.sealifebase.org/summary/Uroteuthis-duvauceli.html.[5 Januri 2013]

Rudiana E, Pringgenies D. 2004. Morfologi dan Anatomi Cumi-Cumi Loligo duvauceli yang Memancarkan Cahaya. Jurnal Ilmu Kelautan. FPIK Universitas Diponegoro Semarang. Vol. 9(2) : 96-100 hlm

Sarwojo. 2005. Serba – Serbi Dunia Molusca. Malang (ID): BinaCipta.

Septian. 2012. Kodisi PPN Karangantu. [Terhubung berkala]. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/12345678/54834/BAB%201V %20Keadaan%20Umum%20Lokasi%20Penelitian.pdf?sequence=5.[5 Januari 2013].

Silas EG. 1986. Some aspects of the biology of the squids. India (IN): Bull. Cent. Mar. Fish. Rest. Inst. Cochin. (37): 38-48.

Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku e-manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 438 hlm. Sukramongkol N, Tsuchiya K, Segawa S. 2006. Age and maturation of Loligo

(30)

20

Departement of Ocean Sciences, Fakulty of Marine Science, Tokyo University of Marine Science and Technology.

(31)

21

Lampiran

Lampiran 1 Panjang dan bobot cumi-cumi pada setiap pengambilan contoh

(32)
(33)
(34)
(35)
(36)

26

(37)

27 Lampiran 2. Proses penaksiran untuk mendapatkan hubungan panjang bobot cumi-cumi di Perairan Teluk Banten

Jika diketahui persamaan hubungan panjang bobot cumi-cumi jantan dan betina (contoh pengamatan tanggal 6 September 2012) adalah W = 0.32L2.36 dan W = 0.41L2.07, maka hipotesisnya yaitu :

H0 : b1 = b2 H1 : b1 ≠ b2

Contoh penaksiran nilai b, a, dan R2 dengan menggunakan persamaan (5), (4), (6), (pengamatan tanggal 6 September 2012) adalah sebagai berikut :

b = 2.36 ; a = 0.32 ; R2 = 0.95

Taksiran nilai b, a, dan R2 pada setiap kali pengambilan contoh adalah sebagai berikut.:

Tanggal pengambilan

contoh

Jantan Betina

b a R2 b a R2

6/9/2012 2.36 0.32 0.95 2.07 0.41 0.87

22/9/2012 2.73 0.25 0.95 2.24 0.36 0.90

13/10/2012 2.61 0.28 0.95 1.73 0.55 0.95

27/10/2012 2.88 0.23 0.94 2.36 0.33 0.93

10/11/2012 2.48 0.31 0.89 1.74 0.54 0.89

24/11/2012 2.74 0.26 0.92 2.41 0.32 0.91

Selanjutnya dilakukan pengujian perbedaan nilai b antar jenis kelamin dan antar waktu pengambilan contoh.

Contoh pengujian perbedaan nilai b (antar jenis kelamin dan antar waktu pengambilan contoh pada pengambilan contoh tanggal 6 September 2012) dan untuk penaksiran nilai s2 dan t menggunakan persamaan (8) dan (7) adalah sebagai berikut :

b1 = 2.36 ; b2 = 2.07 ; s2 = 471.79 ; t = 0.12 ; ttab = 2.26

(38)

28

Hasil penaksiran nilai b, a, dan R2 setelah semua contoh digabung. b = 1.963 ; a = 0.006 ; R2 = 0.952

sehingga persamaan yang diperoleh pun menjadi W = 0.006L1.963

Hasil analisis hubungan panjang bobot cumi-cumi setelah semua contoh digabung adalah sebagai berikut :

Koefisien

Simpangan baku

Batas bawah 95%

Batas Atas 95%

Intercept -2.18 0.04 -2.25 -2.10

X Variable 1.96 0.02 1.93 2.00

(39)

29 Lampiran 3 Sebaran frekuensi panjang cumi-cumi pada setiap pengambilan contoh

Selang kelas (mm)

Nilai tengah (mm)

Frekuensi pada tanggal pengambilan contoh

06/09/12 22/09/12 13/10/12 27/10/12 10/11/12 24/11/12

J B J B J B J B J B J B

35 - 57 46 3 2 6 1 8 0 7 3 8 1 9 3

58 - 80 69 10 15 7 7 5 5 9 12 11 7 9 9

81-103 92 3 6 3 5 11 3 3 2 1 3 4 6

104-126 115 1 7 7 7 3 5 6 6 1 2 5 6

127-149 138 2 4 2 3 5 5 2 6 1 8 6 4

150-172 161 2 7 3 7 4 13 0 6 1 12 0 1

173-195 184 3 9 3 14 1 16 1 8 8 13 1 11

196-218 207 1 3 0 9 0 13 0 7 0 7 1 7

219-241 230 2 9 3 10 2 8 0 12 1 7 0 8

242-264 253 0 5 1 4 0 1 1 4 0 4 1 0

265-287 276 2 4 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0

(40)

30

Lampiran 4 Proses penaksiran untuk memperoleh parameter pertumbuhan Dari modus panjang yang ditampilkan pada Tabel 4 dapat ditentukan Lt dan Lt+1 yang diperlukan dalam proses penaksiran parameter pertumbuhan menggunakan Model Ford Walford. Pasangan Lt dan Lt+1 untuk cumi-cumi jantan dan betina adalah sebagai berikut:

Cumi-cumi jantan Cumi-cumi betina

t Lt (mm) Lt+1 (mm) Lt (mm) Lt+1 (mm)

1 53.17 113.14 71.32 97.2

2 113.14 176.11 97.2 186.17

3 176.11 213.35 186.17 202.83

Seperti tertera pada persamaan (11) dan (12) hubungan antara Lt dan Lt+1 adalah sebagai berikut:

Lt+1 = L∞[1- e-k] + e-k Lt (11) atau Lt+1 = a +bLt (12)

Dengan menggunakan persamaan (4), (5) dan (6) diperoleh nilai a, b dan R2 sebagai berikut:

Cumi-cumi jantan Cumi-cumi betina

a 74.71 75.65

b 0.81 0.73

R2 0.97 0.60

Dengan memanfaatkan nilai a dan b ini melalui persamaan (13) diperoleh nilai L∞ dan K serta melalui persamaan (14) diperoleh nilai t0 seperti tertera pada tabel berikut:

Parameter pertumbuhan

Cumi-cumi jantan Cumi-cumi jantan

L∞ (mm) 400.05 281.14

K (per bulan) 0.21 0.31

(41)

31 Lampiran 5 Perhitungan umur dugaan berdasarkan modus panjang cumi-cumi

Pertama hitung dulu panjang harapan (Le) untuk setiap umur dugaan untuk setiap modus panjang.

Selanjutnya hitung kuadrat deviasi(d2) dan jumlah kuadrat deviasi.

Contoh: Umur dugaan untuk modus panjang cumi-cumi jantan 53.17 mm adalah 0.7

Le = L∞(1- e-K(te-to)) = 400.05(1-e-0.21(0,7+0.40)) = 82.51; d2 = (Lo– Le)2 = 861.10

Hasil perhitungan semua d2 dan jumlahnya ditampilkan pada table berikut :

Cumi-cumi jantan Cumi-cumi betina

Jumlah 4009.05 Jumlah 4725.94

t (bulan)

Jumlah 3747.58 Jumlah 4439.50

t (bulan)

Jumlah 3744.73 Jumlah 4341.10

t (bulan)

Jumlah 3984.71 Jumlah 4416,39

t (bulan)

Jumlah 4452.50 Jumlah 4645,24

(42)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 08 Februari 1991 dari pasangan Bapak Yunizal Helmi dan Ibu Yohana Budiarti sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Dharma Wanita II Bengkulu tahun 1996-1997. SD Negeri 2 Karang tinggi tahun 1997-2000 dan SD Negeri 42 Bengkulu tahun 2000-2003. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 4 Bengkulu dan pada tahun 2009 penulis menyelasaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Bengkulu. Selama di SMA penulis aktif di berbagai organisasi antara lain bendahara umum OSIS 2007-2008, Sekretaris ESQ for teens Provinsi Bengkulu 2006-2007-2008, PASKIBRAKA Provinsi Bengkulu tahun 2007, dan penulis juga mendapat kesempatan mewakili Bengkulu dalam POPKA, POPDA, dan PORWIL cabang bola basket putri.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi daerah penangkapan cumi-cumi di Perairan Teluk Banten
Gambar 2  Diagram metode pengambilan contoh cumi-cumi
Gambar 3   Komposisi tangkapan per jenis ikan yang didaratkan di PPN
Tabel 2. Distribusi kelompok ukuran panjang cumi-cumi jantan pada setiap pengambilan contoh
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji coba diperoleh bahwa efek potensial media pembelajaran menggunakan macromedia flash terhadap pemahaman konsep siswa berada dalam kategori

membaca global, tentu saja anak diperkenalkan katakata sederhana se- banyak-banyaknya (kosakata pandang/ untuk diamati. Ketika belajar kata-kata tersebut anak

(g) Pertemuan ke 7 pada tanggal 25 Maret 2013 dengan tujuan pembelajaran yakni agar peserta didik dapat menjelaskan simetri lipat dengan baik; dan menunjukkan cara mencari..

Tabel Table 6.1.4 Lanjutan [Continued] Golongan Industri Group of Industry Tahun Year Barang yang dihasilkan Value of Goods Produced Tenaga Listrik yang dijual ke-

Menurut Weber tidak semua hukum yang efektif dalam masyarakat adalah hukum negara, ada juga yang bukan hukum negara, sebagai contoh hukum agama yang seringkali lebih besar

a) Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6, maka tidak usah membaca pada baris berikutnya =&gt; visus normal?. b) Bila pasien tidak dapat membaca

Tipe rasionalitas perilaku ekonomi pada kelima pedagang kasus ditelusuri dari alasan pengambilan keputusan dalam pilihan-pilihan terhadap jenis aktivitas ekonomi