• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Lanskap Desa Wiyono Pesawaran Lampung Untuk Tujuan Pengembangan Desa Wisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Potensi Lanskap Desa Wiyono Pesawaran Lampung Untuk Tujuan Pengembangan Desa Wisata"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI LANSKAP DESA WIYONO

PESAWARAN LAMPUNG UNTUK TUJUAN

PENGEMBANGAN DESA WISATA

MUHAMMAD GURIANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Potensi Lanskap Desa Wiyono Pesawaran Lampung untuk Tujuan Pengembangan Desa Wisata adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Muhammad Guriang

NIM A451110161

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD GURIANG. Analisis Potensi Lanskap Desa Wiyono Pesawaran Lampung Untuk Tujuan Pengembangan Desa Wisata. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN dan NURHAYATI HS ARIFIN.

Pembangunan pedesaan menuju desa wisata saat ini berkembang di Indonesia. Desa Wiyono adalah salah satu dari banyak desa yang akan mengembangkan diri menjadi desa wisata. Status desa saat ini adalah desa swasembada yang merupakan modal dasar yang penting untuk mengembangkan desa wisata. Oleh karena itu, potensi wisata desa perlu untuk dipelajari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi-potensi sumber daya alam, sosial ekonomi masyarakat pedesaan dan estetik lanskap desa, serta strategi pengembangan untuk menjadi desa wisata. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif melalui survey lapang dan interview. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa desa Wiyono memiliki banyak potensi sumber daya alam, yaitu hutan, air terjun, areal persawahan, perkebunan, dan situ. Sumberdaya-sumberdaya tersebut memiliki kualitas estetik. Strategi pengembangan wisata desa Wiyono terutama diarahkan untuk memperkuat kelembagaan untuk membangun sistem dan memotivasi/keterampilan masyarakat dengan melibatkan para pihak yang memiliki perhatian terhadap lingkungan dalam memantapkan peraturan pemerintah daerah.

(5)

SUMMARY

MUHAMMAD GURIANG Analysis of Landscape Potency of Wiyono Village Pesawaran Lampung for Village Tourism Development. Supervised by ANDI GUNAWAN and NURHAYATI HS ARIFIN.

Rural development toward a tourism village is currently developing in Indonesia. Wiyono village is one of many villages going to develop it self into tourism village. Current status of the village is self-sufficient village which is an important basic capital for developing tourism village. Therefore, tourism potencies of the village are necessary to be studied. This research aims are to identify and analyze potencies of natural resources, social economic of the villlage community, rural landscape aesthetics, and development strategy to be a tourism village. The research conducted by using descriptive method throughout field survey and interview. The research results show that the Wiyono village has many natural resource potencies, they are forest, waterfall, area of paddy and

plantation, and „situ‟. Those resources have various aesthetic qualities. Tourism development strategies of Wiyono village are mainly directed toward strenghten institution to build system and people skill/motivation, to involve environment concerned stakeholders, to establish lokal government regulation.

Keywords: development strategy, landscape aesthetics, natural resources, tourism village.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

ANALISIS POTENSI LANSKAP DESA WIYONO

PESAWARAN LAMPUNG UNTUK TUJUAN

PENGEMBANGAN DESA WISATA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Analisis Potensi Lanskap Desa Wiyono Pesawaran Lampung Untuk Tujuan Pengembangan Desa Wisata

Nama : Muhammad Guriang NIM : A451110161

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc. Ketua

Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, M.Sc. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(10)
(11)

PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Allah Swt. atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun penelitian dengan judul Analisis Potensi Lanskap Desa Wiyono Pesawaran Lampung untuk Tujuan Pengembangan Desa

Wisata”. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada suri teladan kita, Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, M.Sc.

berturut-turut sebagai ketua dan anggota Komisi pembimbing atas nasihat dan bimbingannya selama penulis menyusun tesis ini;

2. Dr. Ir. Aris Munandar, MS. dan Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku penguji atas komentar, saran, dan nasihatnya;

3. Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Sekretaris magister pascasarjana dalam memberikan dukungan moril dan kemudahan administrasi;

4. Kepala SMK Negeri 1 Gedongtataan dan Kepala desa Wiyono atas izin dan bantuan yang diberikan saat pelaksanaan survei;

5. Ibunda Rasuna, istriku Sutiyah, anakku Ega, Inas dan Ghozy, adik, dan keluarga tercinta atas nasihat, doa, dan dukungannya;

6. Temanku Angi, Firdaus terbaik atas doa, dukungan, dan bantuannya.

Mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan nilai manfaat dan menjadi amal saleh yang diterima oleh Allah Swt.

Bogor, Juni 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Identifikasi potensi sosial dan ekonomi 18

Identifikasi potensi estetika visual 19

Penyusunan strategi pengembangan desa wisata 20

Analisis Data 20

Analisis potensi biofisik 20

Analisis potensi estetik 20

Analisis sosial ekonomi 21

Analisis strategi pengembangan desa wisata 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Kondisi Umum 24

Hutan gunung betung wiyono 24

Geologi dan tanah 25

Iklim 25

Hidrologi 25

Keanekaragaman flora dan fauna 25

Keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat 26

Kondisi pendidikan masyarakat 26

Akses jalan 27

(14)

Potensi biofisik 27

Potensi sosial, ekonomi dan budaya 30

Potensi estetik lanskap desa 36

Potensi persepsi sikap masyarakat desa wiyono 37

Strategi pengembangan desa wisata 39

5 SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 45

RIWAYAT HIDUP 58

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data penelitian 17

2 Checklist identifikasi potensi sumberdaya alam 18

3 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi 19

4 Tabel perhitungan analisis SWOT Faktor internal 22 5 Tabel perhitungan analisis SWOT Faktor eksternal 22 6 Jumlah dan mata pencaharian penduduk desa Wiyono 26

7 Pendapatan per kapita desa Wiyono 27

8 Tingkat pendidikan masyarakat desa Wiyono tahun 2010 27

9 Checklist identifikasi potensi sumberdaya alam 28

10 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi 31

11 Rekapitulasi kecendrungan sikap masyarakat desa Wiyono tentang

rencana pengembangan desa wisata 37

12 Matrik strategi 40

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3

2 Peta lokasi penelitian. 16

3 Tahapan penelitian 17

4 Tataguna lahan dan letak vantage point 19

5 Matriks kuadran SWOT 23

6 Batas wilayah desa Wiyono 24

7 Potensi biofisik desa Wiyono 29

8 Pola penggunaan lahan di desa Wiyono 30

9 Pembibitan, pemanenan dan pengolahan kakao 31

10 Pembibitan, penyadapan, dan hasil penyamakan karet 32 11 Bibit pala, tanaman pala, dan produksi biji pala 32 12 Panen salak, hasil panen, dan produk olahan salak 33 13 Pengepul bermacam buah pisang dan olahan buah pisang/kripik 33 14 Penjemuran kopi di halaman rumah, dan pembibitan kopi robusta 34 15 Irigasi Dam C, petani, persawahan, dan kebun sayur di sawah 35

16 Kolam ikan Gurame dan kolam ikan Nila 35

17 Nilai SBE komulatif masing-masing peruntukan lahan desa Wiyono 36

18 Peta estetik lanskap desa Wiyono 36

19 Sikap masyarakat desa Wiyono 38

20 Kuadran untuk strategi Desa Wiyono 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penilaian estetik desa Wiyono 46

2 Kumpulan foto lanskap Penilaian SBE 47

3 Kuisioner analisis SWOT 51

4 Perhitungan nilai SWOT dari responden 53

5 Kuisioner persepsi masyarakat desa Wiyono menjadi desa wisata 54

6 Analisis Hasil Sikap 56

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pariwisata di Indonesia sudah sangat pesat. Berbagai macam jenis wisata tersedia, mulai dari wisata alam sampai wisata kuliner. Wisata juga dijadikan konservasi budaya dan alam sebagai upaya pemerintah dalam melindungi kekayaan-kekayaan yang terdapat di suatu daerah seperti dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, kepariwisataan di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan kesejahteraan rakyat; menghapus kemiskinan; mengatasi pengangguran; melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya; memajukan kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antar bangsa

Pengembangan kawasan atau lanskap wisata sudah lama digalakan oleh pemerintah, salah satunya adalah desa wisata. Desa wisata merupakan daerah tujuan wisata yang berbasis potensi desa yang menjadi obyek wisata. Berbagai potensi unik dari desa dapat diangkat, diperkenalkan dan dijadikan andalan daerah, khususnya desa tersebut. Perkembangan desa wisata seperti ini menjadi perhatian dan andalan pemerintah pusat dan daerah.

Berkembangnya desa wisata dapat membantu mengurangi beban kota, terutama kota-kota besar di Indonesia. Desa wisata yang berkembang diharapkan dapat menjadi tumpuan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Angkatan kerja potensial dapat diserap oleh industri wisata di desa tersebut. Berbagai macam industri wisata yang dapat disediakan di desa, antara lain industri pertanian dalam arti luas (padi, palawija, perkebunan, peternakan, dan perikanan), industri kerajinan (handicraft dan sejenisnya), industri penginapan (homestay, asrama, camping), industri kuliner, industri pagelaran budaya, dan sebagainya. Namun, beberapa permasalahan dalam pengembangan desa wisata biasanya berkisar pada terpenuhinya kriteria atau persyaratan penting suatu daerah wisata. Kriteria utama suatu desa wisata adalah atraksi atau obyek wisata, aksesibilitas menuju lokasi, fasilitas wisata, dan penerimaan masyarakat. Keempat kriteria tersebut merupakan produk dan jasa dalam suatu industri wisata (Damanik dan Weber 2006).

(18)

2

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini mencakup hal-hal:

1. Apakah desa Wiyono memiliki potensi sumberdaya alam dan sosial-ekonomi yang dapat menjadi obyek-obyek wisata desa?

2. Apakah masyarakat desa Wiyono memiliki persepsi dan motivasi yang kuat dalam rangka menghadapi pengembangan desanya menjadi desa wisata? 3. Apakah perangkat desa dan masyarakat sudah mempersiapkan pengelolaan

desa wisata dengan strategi yang baik?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi dan analisis potensi sumberdaya alam dan sosial yang dimiliki desa Wiyono

2. Untuk mengetahui persepsi dan motivasi masyarakat terhadap rencana pengembangan desa wisata.

3. Untuk menyusun strategi pengembangan desa Wiyono menjadi desa wisata.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan dasar untuk pengembangan desa wisata yang berbasis masyarakat.

2. Bagian informasi perkembangan desa Wiyono pontensi-potensi yang bisa dijadikan Desa Wisata.

Kerangka Berpikir

Mempertahankan dan mengembangkan potensi wisata yang dimiliki agar tetap berkelanjutan harus ada upaya-upaya masyarakat dan pemerintah dalam menjaga kelestarian alam dan budaya, dalam mencari potensi objek daya tarik wisata suatu lanskap adalah dengan tahapan menentukan potensi biofisik, potensi ekonomi dan sosial budaya lalu dianalisis untuk dikembangkan menjadi wisata. Sikap/persepsi masyarakat dapat berpengaruh kuat untuk pengembangan desa wisata, dari sikap yang positif akan memudahkan untuk menentukan strategi yang akan diambil untuk pengembangan desa wisata. Kerangka pikir penelitaian ini terdapat pada Gambar 1.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

3

Estimation (SBE). Analisis potensi wisata, menilai kesiapan masyarakat melalui respon sikap masyarakat dalam pengembangan desa wisata dengan tetap mempertahankan pelestarian alam dan lumbung hasil pertanian dan kebun, ada akhirnya penentuan strategi pengembangan yang paling tepat degan analisis

Strength, Weakness,Opportunities, and Threats (SWOT).

(20)
(21)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Wisata

Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata yang dimiliki Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah/budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat (Depbudpar 2009). Potensi wisata adalah hal-hal yang dapat dijadikan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung yang terdiri dari atraksi alam dan buatan manusia

a. Atraksi alam:

1. Iklim, misalnya: cuaca cerah, banyak cahaya matahari, kering, panas, hujan, dan sebagainya.

2. Bentuk lanskap dan pemandangannya, tanah yang datar, lembah pegunungan, danau, sungai, pantai, air terjun, gunung merapi, dan pemandangan yang menarik.

3. Fauna Hutan belukar, misalnya : hutan yang luas, banyak pohon–pohonan. 4. Flora dan fauna, seperti: tanaman yang langka, burung – burung, ikan,

binatang buas, cagar alam, daerah perburuan, dan sebagainya.

5. Pusat–pusat kesehatan, misalnya: sumber air mineral, mandi lumpur, sumber air panas, di mana kesemuanya itu diharapkan dapat menyembuhkan macam–macam penyakit.

b. Buatan manusia (man made supply). Kelompok ini dapat dibagi menjadi: 1. Monumen bersejarah dan sisa peradaban di masa lampau.

2. Museum, art gallery, perpustakaan, kesenian rakyat, handicraft.

3. Acara tradisional, pameran, festival, upacara/ritual, naik haji, upacara perkawinan, khitanan, dan lain–lain.

4. Rumah–rumah beribadah, seperti: Masjid, Candi, Gereja maupun Pura dan rumah adat.

c. Tata cara hidup masyarakat (the way of life).

Tata cara hidup tradisional dari suatu masyarakat merupakan salah satu sumber yang amat penting untuk ditawarkan kepada wisatawan. Bagaimana kebiasaan hidupnya, adat–istiadatnya, semuanya merupakan daya tarik bagi wisatawan di daerah itu. Hal semacam ini sudah terbukti betapa pengaruhnya dan dapat dijadikan events yang dapat dijual tour operator. Sesuatu dapat dikatakan sebagai objek wisata, bila untuk melihat objek tersebut tidak ada persiapan, dilakukan terlebih dahulu. Perkataan lain kita dapat melihatnya tanpa bantuan orang lain terlebih dahulu. Semuanya dapat kita lihat secara langsung, walaupun terkadang kita harus membayar sebagai tanda masuk, seperti: pemandangan sungai, gunung, danau, lembah, candi, bangunan, monumen, tugu peringatan, dan lain–lain. Atraksi wisata merupakan sinonim dengan pengertian “entertainments”,

(22)

5

tradisional, upacara adat, dan lain–lain. Tanpa ada persiapan yang matang, maka ia tidak merupakan atraksi yangdapat menjadi daya tarik bagi wisatawan (Yoeti 1982).

Desa Wisata

Desa Wisata adalah suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari segi sosial budaya, adat–istiadat, keseharian, arsitektur tradisional, struktur tata ruang desa, serta mempunyai potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi, makan, minum, cinderamata, penginapan, dan kebutuhan wisata lainnya (Putra 2006). Untuk menjadi suatu daerah tujuan wisata, agar dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan, harus memiliki 3 syarat, yaitu:

a. Daerah ini harus mempunyai “something to see”, artinya di tempat tersebut

harus ada objek wisata dan atraksi wisata yang berbeda dengan yang dimiliki oleh daerah lain, daerah tersebut harus mempunyai daya tarik khusus.

b. Di daerah tersebut harus tersedia “something to do”, artinya di daerah tersebut

di samping banyak yang dapat dilihat, harus pula disediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan betah tinggal lebih lama di tempat itu. c. Di daerah tersebut harus ada “something to buy”, artinya di tempat itu harus

ada fasilitas untuk dapat berbelanja, terutama souvenir kerajinan masyarakat setempat sebagai kenang–kenangan, di samping itu perlu juga disediakan tempat penukaran uang asing dan telekomunikasi.

Menurut Soemanto (1999), dikatakan bahwa suatu daerah bisa menjadi objek pariwisata karena daerah tersebut mempunyai atraksi wisata, di mana dalam atraksi tersebut mempunyai beberapa aspek historis, aspek nilai, aspek keaslian, dan aspek handicraft. Berdasarkan Pasal 29 Bab IV Undang–Undang No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan menyebutkan:

a. Kawasan Pariwisata merupakan suatu usaha yang kegiatannya membangun atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

b. Penetapan suatu kawasan sebagai kawasan pariwisata dilakukan sesuai tata ruang kawasan dan berdasarkan rencana pengembangan kepariwisataan.

Suatu kawasan wisata dapat meliputi lebih dari sebuah desa dengan satu objek utama. Jadi, desa merupakan unit terkecil pengembangan suatu kawasan. Dalam hubungannya dengan kepariwisataan dapat dikategorikan 3 jenis desa, yaitu:

a. Desa Domisili, merupakan desa yang ada akomodasi sebagai tempat menetap sementara wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata.

(23)

6 c. Desa Penunjang, merupakan desa yang menghasilkan barang untuk hotel, restoran (benda – benda souvenir), akan tetapi desa tersebut tidak dikunjungi wisatawan (Geriya 1983).

Desa Wisata adalah pengembangan suatu wilayah (desa) dengan memanfaatkan unsur–unsur yang ada dalam masyarakat desa yang berfungsi sebagai atribut produk wisata, menjadi suatu rangkaian aktivitas pariwisata yang terpadu dan memiliki tema. Dalam desa tersebut juga mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan suatu perjalanan wisata, baik dari aspek daya tarik maupun berbagai fasilitas pendukungnya.

Adapun unsur–unsur dari desa wisata adalah:

1. Memiliki potensi pariwisata, seni, dan budaya khas daerah setempat.

2. Lokasi desa masuk dalam lingkup daerah pengembangan pariwisata atau setidaknya berada dalam koridor dan rute paket perjalanan wisata yang sudah dijual.

3. Diutamakan telah tersedia tenaga pengelola, pelatih, dan pelaku–pelaku pariwisata, seni dan budaya.

4. Aksesibilitas dan infrastruktur mendukung program desa wisata. 5. Terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kebersihan.

Desa wisata secara konseptual dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan dengan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian, baik dari struktur tata ruang, arsitektur bangunan maupun pola kehidupan sosial budaya masyarakat serta menyediakan komponen–komponen kebutuhan wisatawan, seperti akomodasi, makan, minum, cinderamata, dan atraksi–atraksi wisata (Putra 2006). Batasan desa wisata akan menjadi suatu kawasan mini yang self contained

dan pariwisata diharapkan terintegrasi dengan masyarakat. Desa wisata menyediakan akomodasi dan fasilitas akomodasi ini tetap mempunyai nuansa pedesaan yang kental (khususnya yang berciri khas desa setempat), tetapi tetap memenuhi standar minimal dari segi kesehatan dan kenyamanan. Desa wisata juga mampu menawarkan berbagai atraksi (Pitana 1994)

Menurut Edward Inskeep dalam desa wisata ada 2 komponen utama, yaitu: 1. Akomodasi, yaitu sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan

atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.

(24)

7

Pengembangan Desa Wisata

Komponen–komponen dalam pengembangan desa wisata adalah: a. Atraksi dan kegiatan wisata

Atraksi wisata dapat berupa seni, budaya, warisan sejarah, tradisi, kekayaan alam, hiburan, jasa dan lainlain yang merupakan daya tarik wisata. Atraksi ini memberikan ciri khas daerah tersebut yang mendasari minat wisatawan untuk berkunjung ke tempat tersebut (Karyono 1997). Kegiatan wisata adalah apa yang dikerjakan wisatawan atau apa motivasi wisatawan datang ke destinasi yaitu keberadaan mereka disana dalam waktu setengah hari sampai berminggu- minggu (Hadinoto 1996).

b. Akomodasi

Akomodasi pada desa wisata yaitu sebagian dari tempat tinggal penduduk setempat dan atau unit- unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk (Rikhardi 2015).

c. Unsur institusi atau kelembagaan dan SDM.

Dalam pengembangan desa wisata lembaga yang mengelola harus memiliki kemampuan yang handal.

d. Fasilitas pendukung wisata lainnya

Pengembangan desa wisata harus memiliki fasilitas-fasilitas pendukung seperti sarana komunikasi.

e. Infrastruktur lainnya

Insfrastruktur lainnya juga sangat penting disiapkan dalam pengembangan desa wisata seperti sitem drainase.

f. Transportasi

Transportasi sangat penting untuk memperlancar akses tamu. g. Sumber daya lingkungan alam dan sosial budaya.

h. Masyarakat

Dukungan masyarakat sangat besar peranannya seperti menjaga kebersihan lingkungan, keamanan, keramah tamahan.

i. Pasar domestik dan Mancanegara

Pasar desa wisata dapat pasar wisata domestik maupun mancanegara.

Konsep Pariwisata berbasis Masyarakat (Community Based Tourism)

Menurut Garrod (2001), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan prinsip–prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertamayang cenderung dikaitkan dengan perencanaan formal sangat menekankan pada keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan ke dua, cenderung dikaitkan dengan istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunanan dan perencanaan terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan alam dalam dampak pembangunan ekowisata. Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan

(25)

8 Definisi CBT yaitu:

a. Bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata

b. Masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha–usaha pariwisata juga mendapat keuntungan

c. Menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan.

Pandangan Hausler CBT merupakan suatu pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung dalam industry pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwista yang berujung pada pemberdayaan politis melalaui kehidupan yang lebih demikratis, termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegitan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat. Hausler menyampaikan gagasan tersebut sebagai wujud perhatian yang kritis pada pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat lokal di daerah tujuan wisata. Suansri (2003) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, dan budaya. CBT merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan atau dengan kata lain CBT merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Definisi yang disampaikan Suansri, gagasan untuk memunculkan

tools berparadigma baru dalam pembangunan pariwisata adalah semata-mata untuk menjaga keberlangsungan pariwisata itu sendiri. Beberapa prinsip dasar CBT yang disampaikan Suansri (2003) dalam gagasannya, yaitu:

a. Mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalampariwisata,

b. Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek, c. Mengembangkan kebanggaan komunitas,

d. Mengembangkan kualitas hidup komunitas, e. Menjamin keberlanjutan lingkungan,

f. Mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area,

g. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budayapada komunitas,

h. Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia,

i. Mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas,

j. Berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek yang ada di komunitas.

(26)

9

Keseimbangan yang dimaksud antara lain dalam hal status kepemilikan komunitas, pembagian keuntungan yang adil, hubungan faktor budaya yang didasari sikap saling menghargai, dan upya bersama untuk menjaga lingkungan.

Sebagai tindak lanjut Suansri (2003) menyampaikan point-point yang merupakan aspek utama pengembangan CBT berupa 5 dimensi, yaitu:

a. Dimensi ekonomi, dengan indicator berupa adanya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di 5 sektor pariwisata, timbulnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata; b. Dimensi sosial dengan indikator meningkatnya kualitas hidup, peningkatan

kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara laki–laki perempuan, generasi muda dan tua, membangun penguatan organisasi komunitas;

c. Dimensi budaya dengan indikator berupa mendorong masyarakat untuk meng hormati budaya yang berbeda, membantu berkembangnya pertukaran budaya, budaya pembangunan melekat erat dalam budaya lokal.

d. Dimensi lingkungan, dengan indikator mempelajari carryng capacity area,

mengatur pembuangan sampah, meningkatkan kepedulian akan perlunya konservasi;

e. Dimesi politik, dengan indikator: meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal, peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas, menjamin hak-hak dalam pengelolaan sumber daya alam CBT berkaitan erat dengan adanya partisipasi dari masyarakat lokal. Menurut Timothy (1999) partisipasi masyarakat dalam pariwisata terdiri dari dua perspektif yaitu dalam partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dan partisipasi masyarakat lokal berkaitan dengan keuntungan yang diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata.

Berkaitan dengan CBT, Timmoty menggagas model normatif partisipasi dalam pembangunan pariwisata yaitu ada 3 hal pokok dalam perencanaan pariwisatayang partisipatif, yaitu:

a. Berkaitan dengan upaya mengikutsertakan anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan,

b. Adanya partisipasi masyarakat lokal untuk menerima manfaat dari kegiatan pariwisata,

c. Pendidikan kepariwisataan bagi masyarakat lokal, yang dikenal dengan nama

Albeit Western Perspektif.

(27)

10 sendiri dan mengarahkan pariwisata untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat lokal. Untuk itu dibutuhkan perencanaan sedemikian rupa sehingga aspek soosial dan lingkungan masuk dalam perencanaan dan industri pariwisata memperhatikan wisatawan dan juga masyarakat setempat. Keuntungan dari pendekatan perencanaan yang partisipatif menurut Drake dan Paula dalam Garrod (2001) adalah:

a. Mengkonsultasikan proyek dengan masyarakat atau melibatkan masyarakat dalam manajemen penerapan proyek dan/atau pengoperasian proyek dapat meningkatkan effisiensi proyek.

b. Efektifitas proyek jauh lebih meningkat dengan mengikutsertakan masyarakat yang dapat membantu memastikan jika tujuan proyek bisa ditemukan dan keuntungan akan diterima kelompok/ masyarakat lokal.

c. Sebagai capacity building bagi kelompok masyarakat agar mereka memahami apa itu ekowisata dan peranannya dalam pembangunan berkelanjutan. (terjamin bahwa yang terlibat sangat nampak keikut sertaannya secara aktif dalam proyek dengan pelatihan formal/informal serta kegiatan untuk meningkatkan keperdulian).

d. Pemberdayaan lokal meningkat dengan memberi masyarakat lokal yang lebih besar terhadap sumber daya dan memutuskan penggunakan sumber daya yang berpengaruh/penting sesuai dengan tempat tinggal mereka. (artinya menjamin jika masyarakat lokal menerima keuntungan yang sesuai dengan penggunaan sumberdaya).

e. Pembagian keuntungan dengan warisan lokal (lokal beneficiaries), misal biaya tenaga kerja, biaya keuangan, operasional dan perawatan proyek dan/atau monitoring dan evaluasi proyek.

Lebih lanjut Garrod (2001) menyampaikan elemen-elemen dari perencanaan pariwisata partisipatif yang sukses yaitu:

a. Membutuhkan kepemimpinan yang efektif (memiliki kredibilitas sebagai orang yang memahami, empati dan perduli den gan pendapat stakeholder, memiliki kredibilitas sebagai seseorang yang memiliki keahlian yang dibutuhkan di daerah tersebut, mandiri, memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah yang nyata dan tidak nyata, mememiliki kemampuan mengatur partisipan, bersedia mengembangkan kelompok), mampu mengarahkan keterlibatan yang sifatnya topdown ke bottom up). b. Pemberdayaan masyarakat lokal.

c. Mengkaitkan keuntungan ekonomi dengan konservasi. d. Melibatkan stakeholder lokal dalam setiap tahapan proyek,

e. Adanya partisipasi lokal mengadakan monitoring dan evaluasi proyek.

Sementara itu Yaman dan Mohd (2004) menggaris bawahi beberapa kunci pengaturan pembangunan pariwisata dengan pendekatan CBT, yaitu:

(28)

11

manfaat yang adil serta mendukung pengentasan kemiskinan dengan mendorong pemerintah dan masyarakat untuk tetap menjaga SDA dan budaya. Pemerintah akan berfungsi sebagai fasilitator, kordinator atau badan penasehat SDM dan penguatan kelembagaan.

b. Partisipasi dari stakeholder, CBT didiskripsikan sebagai variasi aktivitas yang meningkatkan dukungan yang lebih luas terhadap pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat. Konservasi sumber daya juga dimaksudkan sebagai upaya melindungi dalam hal memperbaiki mata pencaharian/penghidupan masyarakat. CBT secara umum bertujuan untuk penganekaragaman industri, Peningkatan skope partisipasi yang lebih luas ini termasuk partisipasi dalam sektor informal, hak dan hubungan langsung/ tidak langsung dari lainnya. Pariwisata berperan dalam pem-bangunan internal dan mendorong pembangunanan aktivitas ekonomi yang lain seperti industri, jasa dan sebagainya. Anggota masyarakat dengan kemampuan kewirausahaan dapat menentukan/ membuat kontak bisnis dengan tour operator, travel agent

untuk memulai bisnis baru.

c. Pembagian keuntungan yang adil. Tidak hanya berkaitan dengan keuntungan langsung yang diterima masyarakat yang memiliki usaha di sector pariwisata tetapi juga keuntungan tidak langsung yang dapat dinikmati masyarakat yang tidak memilki usaha. Keuntungan tidak langsung yang diterima masyarakat dari kegiatan ekowisata jauh lebih luas antara lain berupa proyek pembangunan yang bisa dibiayai dari hasil penerimaan pariwisata.

d. Penggunaan sumber daya lokal secara berkesinambungan. Salah satu kekuatan ekowisata adalah ketergantungan yang besar pada sumber daya alam dan budaya setempat, dimana aset tersebut dimiliki dan dikelola oleh seluruh anggota masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, termasuk yang tidak memiliki sumber daya keuangan. Hal itu bisa menumbuhkan kepedulian, penghargaan diri sendiri dan kebanggaan pada seluruh anggota masyarakat. Demikian sumber daya yang ada menjadi lebih meningkat nilai, harga dan menjadi alasan mengapa pengunjung ingin datang ke desa.

e. Penguatan institusi lokal. Pada awalnya peluang usaha pariwisata di daerah pedesaan sulit diatur oleh lembaga yang ada. Penting untuk melibatkan komite dengan anggota berasal dari masyarakat. Tujuan utamanya adalah mengatur hubungan antara penduduk, sumber daya dan pengunjung. Hal ini jelas mem-butuhkan perkembangan kelembagaan yang ada di sana. Paling baik adalah terbentuk lembaga dengan pimpinan yang dapat diterima semua anggota masyarakat. Penguatan kelembagaan lokal dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan individu dengan ketra mpilan kerja yang diperlukan (teknik, managerial, komuni kasi, pengalaman kewirausahaan, dan pengalaman organisasi.

(29)

12 seringkali kurang mendapat link langsung dengan pasar nasional atau internasional, hal ini menjadi penyebab utama mengapa menfaat ekowisata tidak sampai dinikmati di level masyarakat. Perantara yaitu yang menghubungkan antara aktifitas ekowisata dengan masyarakat dan turis justru memetik keutungan lebih banyak.

Persepsi

Persepsi merupakan suatu gambaran, pengertian, serta interpretasi seseorang terhadap suatu obyek, terutama bagaimana orang menghubungkan informasi yang diperolehnya dengan diri dan lingkungan dimana dia berada. Bentuk persepsi tersebut berbeda pada setiap orang, karena pengaruh latar belakang intelektual, pengalaman emosional, pergaulan, dan sikap seseorang. Sedangkan, kedalaman persepsi akan sebanding dengan kedalaman intelektual dan semakin banyaknya pengalaman emosional yang dialami seseorang (Eckbo 1964). Lebih lanjut Porteous (1977) menambahkan bahwa persepsi akan menentukan tindakan seseorang terhadap lingkungannya. Bentuk obyek yang diamati seseorang salah satunya adalah lanskap, dimana seseorang akan melakukan persepsi terhadap lanskap yang sudah diamatinya (Nasar 1988). Lebih lanjut dinyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap kualitas suatu lanskap ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Hasilnya berupa penilaian yang bagus atau tidak bagus.Tingkat penilaian tersebut tergantung pada kepuasan perasaan seseorang terhadap lanskap tersebut.

Ruang

Ruang merupakan pengembangan dari sebuah bidang.Ruang mempunyai tiga-dimensi (panjang, lebar, dan tinggi), bentuk, permukaan orientasi, dan posisi (Ching 1996). Ching (1996) juga menyatakan bahwa ruang selalu melingkupi keberadaan manusia. Melalui volume ruang manusia bergerak, melihat bentuk, merasakan suara, merasakan angin bertiup, dan mencium bau semerbak bunga ditaman. Bentuk visual ruang, dimensi dan skalanya, dan kualitas cahayanya bergantung pada persepsi kita akan batas-batas ruang yang ditentukan oleh unsure-unsur pembentuknya. Setiap ruang dengan karakteristiknya dapat menyebabkan pengaruh pada pada penghuninya. Simonds (2006) menyatakan bahwa setiap ruang dengan desainnya dapat menyebabkan berbagai respon, antara lain sebagai berikut:

1. Ketegangan (Tension)

(30)

13

Permukaan yang tidak halus terpoles kasar atau bergerigi, elemen-elemen yang tidak dikenal, cahaya yang menyilaukan atau gelap, temperatur yang tidak nyaman, dan bunyi yang melengking, berdentang atau mengejutkan membuat perasaan jiwa yang tidak tenang.

2. Relaksasi (Relaxation)

Relaksasi dapat diciptakan oleh ruang yang memiliki karakteristik kesederhanaan, garis yang mengalir. Objek dan material yang sudah dikenal dengan struktur yang jelas dan stabil, horizontal, tekstur yang menyenangkan, bentuk yang menyenangkan dan nyaman.

Pencahayaan yang lembut dengan bunyi yang menenangkan baik kondisi siang maupun malam dengan ukuran ruang yang bervariasi dari intim hingga tak terbatas memberikan suasana jiwa yang lepas tanpa ketegangan.

3. Ketakutan (Fright)

Ruang yang memberikan respon ketakuan memiliki kesan menyekap, jebakan yang terlihat jelas, tidak ada orientasi, area dan ruang tersembunyi. Ruang yang mengambarkan bentuk tingkatan curam miring, retak, bentuk yang tidak stabil, lantai yang licin, memberi kesan berbahaya.

Elemen yang tajam atau menonjol dengan ruangan tidak dikenal, mengejutkan dan aneh, terdapat symbol mengerikan, menyakitkan dan penyiksaan semakin menambah perasaan kehawatiran.

4. Kegembiraan (Gaiety)

Ruang yang memberikan respon kegembiraan memiliki karakteristik ruangan yang bebas, pola dan bentuk yang mengalir, mengakomodasi pergerakan menikung, akrobatik atau berputar.

Pembentukan ruang dengan sedikit pembatasan, terdapat bentuk, warna dan simbol yang menarik. Ruang secara temporal mempunyai suasana santai, warna hangat dan terang dengan pencahayaan kerlap-kerlip atau cemerlang. Sumber suara bersemangat atau berirama teratur memberikan jiwa bergelora.

5. Perenungan (Contemplation)

Ruang yang memberikan respon perenungan memiliki karakteristik lembut dan sederhana. Tidak ada elemen yang menyindir, tidak ada gangguan dari kekontrasan tajam, menggunakan simbol yang berhubungan dengan perenungan. Menghadirkan kesan ruang yang terisolasi, pribadi, pemisahan, keamanan dan kedamaian. Ruang mempunyai pencahayaan yang lembut, tersebar dan warna yang tenang memberikan nilai privasi.

6. Aksi dinamis (Dinamic action)

(31)

14 7. Perasaan cinta (Sensuous love)

Ruang yang memberikan respon perasaan cinta memiliki karakteristik sangat privasi. Orientasi ruang ke dalam mengarah pada subjek sebagai focal point lebih menuju keskala intim, atap yang rendah, fluid lines, bentuk yang halus atau melingkar. Penciptaan bahan yang lembut dengan permukaan yang lentur menghadirkan elemen eksotis dan pencahayaan lembut menghadirkan perasaan kedekatan untuk memiliki.

8. Kekaguman spiritual (Sublime spiritual awe)

Ruang yang memberikan respon kekaguman spiritual memiliki karakteristik skala yang besar. Secara fisik mempunyai bentuk yang tinggi, vertikal, orientasi ke atas, menggunakan material mahal dan permanen, konotasi dari keabadian.

Warna yang mendominasi adalah warna putih melambangkan kesucian, pencahayaan menyebar menyinari sehingga memperkuat keberadaan tiap elemen dalam ruang .

9. Kekesalan (Displeasure)

Ruang yang memberikan respon kekesalan memiliki karakteristik ruangan tidak sesuai untuk digunakan, tidak nyaman. Kehadiran suatu tekstur yang mengganggu dengan material yang tidak semestinya dan tidak kuat. Ruangan terkesan membosankan, muram, tidak rapi dengan warna yang tidak menyenangkan. Ruangan memiliki temperatur yang tidak nyaman dengan pencahayaan mengganggu penglihatan dan ruanggan terasa tidak indah.

10. Kesenangan (Pleasure)

Ruang yang memberikan respon kesenangan bagi penghuninya memiliki karakteristik ruang, bentuk, tekstur, warna, simbol, pencahayaan, suara dan aroma yang sesuai dalam penggunaannya.

Ruang memiliki kesatuan dengan keberagaman dan terjadi hubungan yang harmonis dari setiap elemen penyusun dan memiliki keindahan yang sangat natural dengan keberagaman bentukan vertikal dan horizontal.

Estetika

Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek, ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya (Simonds 1983; Nasar 1988). Selanjutnya. Heath (1988) menambahkan bahwa manusia pada umumnya menyukai keindahan. Manusia senantiasa menjadikan lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia adalah perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan.

(32)

15

pada pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Sebagai contoh pemandangan pegunungan yang masih alami dengan hutan yang gundul dimana tidak hanya nilai estetiknya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Nilai estetik dapat menjadi salah satu alat ukur lingkungan, karena indera manusia mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui indera penglihatan, pendengaran atau penciuman (Foster 1982). Penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan menjadi alat yang relevan dalam lingkup pengamatan lanskap alami maupun nonalami. Kualitas estetik merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan kepuasan secara mental bagi manusia. Pemenuhan terhadap kepuasan estetik merupakan puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya, sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster 1976; Foster 1982).

Pendugaan Estetika Pemandangan

Kualitas lanskap, termasuk kualitas visualnya, dapat diukur berdasarkanreaksi pengamat. Reaksi tersebut timbul karena persepsi yang dihubungkan dengan memori dan emosi (Eckbo 1964). Menurut Simonds (1983) sesuatu yang dinilai indah sebagai reaksi pengamat adalah yang mempunyai keharmonisan diantara bagian-bagiannya. Keindahan visual lanskap beserta elemennya merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting walaupun secara obyektif sulit diukur. Simonds (1983) juga menyatakan bahwa keindahan merupakan hubungan yang harmonis dari semua komponen yang dirasakan. Ukuran, bentuk, warna dan tekstur tanaman merupakan unsur yang mempengaruh kualitas.

Metode penilaian kualitas visual lanskap tersebut dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. Ketiga pendekatan evaluasi visual adalah inventarisasi deskriptif, survei dan kuisioner, serta pendugaan preferensi berdasarkan persepsi. Persepsi seseorang dalam menilai estetika lanskap dapat dinilai secara kuantitatif menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE) (Daniel dan Boster 1976).

Scenic Beauty diartikan sebagai keindahan alami (natural beauty), estetik lanskap (landscape esthetics), atau sumber pemandangan (scenic resource) untuk memecahkan kemonotonan. Scenic Beauty Estimation merupakan metode pengukuran kuantitatif terhadap suatu objek yang memiliki nilai estetika walaupun secara obyektif sulit diukur. Pengukuran scenic beauty bertujuan untuk menggambarkan perkembangan estetika alam melalui pertimbangan persepsi.

(33)

16

3 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di desa Wiyono yang berada pada wilayah administrasi Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Secara geografis desa terletak pada 5o22‟43” sampai 5o24‟10” LS dan 105o7‟27” sampai 105o8‟15” BT. Tapak studi yang digunakan adalah desa Wiyono di tambah dengan areal Tahura Register 19 sebagai mana dalam Gambar 2. Batas desa Wiyono wilayah utara adalah Desa Way Berulu, sebelah selatan adalah Register 19, sebelah barat adalah Desa Kebagusan, dan disebelah timur adalah Desa Taman Sari. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2013 hingga bulan Agustus 2014.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. (Sumber: Citra Googel Earth Agustus 2007)

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode diskriptif melalui beberapa tahapan yang mencakup: tahap persiapan, pengumpulan data atau pelaksanaan penelitian di lapang, analisis data, dan penyusunan strategi rekomendasi desa wisata. Tahapan penelitian tersebut secara skematik disajikan pada Gambar 3.

Tahap persiapan

(34)

17

Survey pendahuluan ke lokasi penelitian dilakukan untuk membantu dalam merencanakan metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini dituangkan dalam proposal penelitian. Lembar kuesioner dan Checklist potensi wisata disusun mengacu pada hasil survey pendahuluan. Pada saat survey pendahuluan sudah dilakukan pendekatan ke pemerintah daerah, dan stakeholders lainnya yang akan terlibat pada pelaksanaan penelitian, khususnya berkaitan dengan penggalian informasi potensi wisata desa Wiyono.

Gambar 3 Tahapan penelitian

Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui identifikasi potensi wisata desa. Pada penelitian ini, yang dimaksud potensi wisata meliputi potensi biofisik, sosial-ekonomi, dan estetik. Potensi biofisik meliputi data/informasi topografi, iklim, hidrologi, flora dan fauna. Potensi sosial-ekonomi meliputi kependudukan, partisipasi, persepsi dan sejenisnya. Potensi estetik merupakan kualitas sumberdaya estetik. Data sekunder dikumpulkan dengan studi literatur yang terkait dengan tujuan penelitian. Jenis data yang dikumpulkan tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data penelitian

No. Jenis data Sumber data Metode pengambilan data

1 Biofisik (topografi, iklim, hidrologi, flora, dan fauna)

Observasi lapang, dan profil desa

Pengamatan langsung dan studi literatur

2 Sosial, ekonomi, dan budaya Observasi lapang Pengamatan langsung,

wawancara, dan FGD

3 Estetika Observasi lapang Pengamatan langsung dan

penilaian kualitas visual (SBE)

4 Faktor penunjang (aksesibilitas, fasilitas, sarana, dan masjid)

Obeservasi lapang Pengamatan langsung dan monografi desa

(35)

18

1. Identifikasi potensi biofisik

Pada tahap ini, identifikasi dilakukan pada sumberdaya alam yang dimiliki desa Wiyono dan berpotensi untuk dijadikan obyek wisata. Identifikasi dilakukan melalui survey lapang ke desa Wiyono, dan pencatatan dilakukan terhadap potensi biofisik desa dengan menggunakan lembaran Checklist sebagaimana tercantum pada Tabel 2 di bawah. Setiap sumberdaya alam yang ada di desa dan berpotensi sebagai obyek wisata hasil inventarisasi deskstudy dimasukkan kedalam tabel tersebut. Pada saat di lapangan, seluruh obyek wisata dicek kembali dan dicatat kualitas penambilan secara kualitatif pada kolom keterangan. Tiap kawasan dinilai bobotnya dengan skor 1-5. Skor 1 merupakan potensi rendah dan skor 5 merupakan potensi tinggi.

Tabel 2 Checklist identifikasi potensi sumberdaya alam

Kawasan Obyek Wisata Ada/Tidak Keterangan

(1) Hutan a) Hutan Gunung Betung

b) Taman Hutan Raya c) Lainnya

(2) Pegunungan a) Gunung Betung

b) Gunung Sukma Hilang

(5) Permukiman a) Rumah tradisional

b) Permukima tradisional c) Lainnya

(6) Lain-lain a)………

b)………

Keterangan: Kolom keterangan diisi dengan kualitas penampilan obyek wisata tersebut secara kualitatif.

2. Identifikasipotensi sosial dan ekonomi

(36)

19

Tabel 3 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi

Kegiatan Rincian Jumlah Keterangan

(1) Sosial a) ……… ……… ………

b) ……… ……… ………

c) ……… ……… ………

d) ……… ……… ………

(2) Ekonomi a) ……… ……… ………

b) ……… ……… ………

c) ……… ……… ………

d) ……… ……… ………

3. Identifikasipotensi estetika visual

Desa Wiyono memiliki potensi estetika yang disebabkan oleh adanya sumberdaya alam yang potensial, khususnya untuk tujuan wisata. Identifikasi potensi ini dilakukan bersamaan dengan identifikasi sumberdaya alam melalui pemotretan. Pemotretan dilakukan pada 4 (empat) vantage point (vp) yang mewakili lanskap di setiap tata guna lahan. Tiap foto diambil dengan karakter yang mencerminkan land use, lalu dipilih 4 yang terbaik untuk masing-masing

land use. Kondisi kamera dengan lensa normal sudut pengambilan pemotretan sejajar dengan arah pandangan mata dan diambil pada jalur aktivitas manusia. Jumlah vantage point seluruhnya pada land use desa Wiyono sebanyak 32 vp yang tersebar di seluruh desa (Gambar 4).

Gambar 4 Tataguna lahan dan letak vantage point

(37)

20 Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menayangkan slide tersebut di hadapan responden selama 8 detik setiap slide. Responden diminta untuk memberi penilaian pada setiap responden dengan angka 1 – 10. Angka 1 menunjukkan ketidaksukaanya, dan angka 10 menunjukkan kesukaannya terhadap lanskap yang ditayangkan.

4. Penyusunan strategi pengembangan desa wisata

Penyusunan strategi pengembangan desa wisata didasarkan pada seluruh potensi yang ada di desa Wiyono, yaitu potensi sumberdaya alam, potensi sosial-ekonomi, dan potensi estetika. Strategi disusun juga berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal dengan mempertimbangkan faktor pengendali (driving force). Untuk mendapatkan strategi paling tepat yang sesuai dengan keinginan masyarakat, maka disusun beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut:

a. Penentuan faktor-faktor internal berupa kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) untuk menyusun strategi desa wisata

b. Penentuan faktor-faktor eksternal berupa peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) untuk menyusun strategi desa wisata

c. Penyusunan bobot, rating, dan skoring masing-masing faktor internal dan ekternal sehingga mendapatkan nilai tertimbang yang akan dimasukan kedalam Matriks Grand Strategi, strategi pengembangan tersebut digunakan oleh pihak yang berkepentingan masyarakat atau lembaga masyarakat.

Analisis Data

Data hasil pengamatan di lapang dianalisis sesuai dengan kategorinya, yaitu analisis potensi biofisik, analisis sosial-ekonomi, dan analisis estetika. Masing-masing kategori diuraikan di bawah.

Analisis potensi biofisik

Setiap potensi biologi dan fisik desa Wiyono di plotkan pada peta dasar dan dianalisis sesuai kepentingannya dengan desa wisata. Elemen-elemen biofisik secara umum dipetakan berupa tata guna lahan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5, peta ini dijadikan dasar penetapan vantage point untuk analisis estetika.

Analisis potensi estetik

Potensi estetik kawasan desa dianalisis dengan mengunakan metode

Scenic Beauty Estimation (SBE) yang kemukakan oleh Daniel dan Boster (1976). Tahapan yang dilakukan dalam menentukan nilai estetik dengan analisis SBE adalah:

a. Menentukan vantage point dan pengambilan foto pada delapan lanskap sesuai hasil analisis biofisik setiap elemen lanskap yang potensial sebagai ODTW, di foto untuk mewakili elemen tersebut.

(38)

21

d. Perhitungan nilai SBE didasarkan pada sebaran normal (z) untuk setiap lanskapnya. Rata-rata nilai z yang diperoleh untuk setiap fotonya kemudian dimasukkan dalam rumus SBE:

Dimana : = nilai pendugaan keindahan pemandangan suatu lanskap ke x, = nilai rataan z lanskap ke x, = nilai rataan z suatu lanskap tertentu sebagai standar.

Analisis sosial ekonomi

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui persepsi, partisipasi, motivasi, dan harapan masyarakat dalam pengembangan desa wisata di desa Wiyono. Analisis ini dilakukan melalui FGD dan kuisioner. Persepsi masyarakat dalam pengembangan desa wisata dinilai berdasarkan kuisioner yang disebarkan dengan mengambil jumlah sampel berdasarkan purposive random sampling, dengan menggunakan rumus slovin untuk tingkat toleransi 10%. Rumus untuk menghitung sampel dari populasi sebagai berikut:

dimana: n = jumlah sampel, N = jumlah populasi, e = taraf toleransi Sampel yang diambil terdiri dari pengurus lembaga desa, ketua adat dan tokoh, perkumpulan pemuda desa, dan pemuka-pemuka agama untuk mengetahui persepsi dari masyarakat terhadap desa wisata.

Analisis strategi pengembangan desa wisata

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) digunakan untuk menganalisis data untuk memperoleh alternatif strategi (Rangkuti 2006) dalam pengembangan potensi desa Wiyono menjadi desa wisata. Data SWOT yang masih berupa data kualitatif dapat dikembangkan secara kuantitaif melalui perhitungan. Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce and Robinson (1998) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

1. Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor serta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T;

2. Menghitung skor

a. Masing-masing poin faktor dilakukan secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah poin faktor tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap poin faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti skor yang paling tinggi.

(39)

22 c. Artinya, penilaian terhadap satu poin faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan poin faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya poin faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah poin faktor).

3. Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y.

4. Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT.

Contoh tabel perhitungan SWOT dan matriks kuadran SWOT terdapat dalam Tabel 4 dan Tabel 5. Matriks kuadran analisis terdapat pada Gambar 5.

Tabel 4 Tabel perhitungan analisis SWOT Faktor internal

Selisih total kekuatan-total kelemahan = (S-W) = x

Tabel 5 Tabel perhitungan analisis SWOT Faktor eksternal

Selisih total peluang-total Ancaman = (O-T) = y

Dari Gambar 5 tersebut dapat diketahui bagaimana Matriks kuadran SWOT yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kuadran I (positif, positif)

(40)

23

Gambar 5 Matriks kuadran SWOT 2. Kuadran II (positif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

3. Kuadran III (negatif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.

4. Kuadran IV (negatif, negatif)

(41)

24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Desa Wiyono terdiri dari tujuh dusun, yaitu: Dam C, Gunung Rejo, KM-21, Suka Tinggi, Way Hui, Way Linti, dan Wiyono seperti pada Gambar 6.Luas wilayah Desa Wiyono meliputi 1912 ha. Topografi Desa Wiyono mempunyai ketinggian tanah rata rata 700 m dpl. Banyaknya curah hujan 2442 mm/th. Tata guna lahan (land use) di Desa Wiyono lebih banyak dimanfaatkan untuk pertanian 69.8%, pemukiman masyarakat dan perkantoran 28.61% dan jalan 0.68%. Penduduk Desa Wiyono berjumlah 6235 jiwa dengan 80.50% sebagai petani (Anonim 2010).

Gambar 6 Batas wilayah desa Wiyono

Hutan gunung Betung Wiyono

Hutan gunung Betung Wiyono berada dalam Tahura Wan Abdul Rachman yang berjarak sekitar 15 km dari Kota Bandar Lampung ini ditetapkan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan Keputusan No. 408/ KPTS-II/1993 Tanggal 10 Agustus 1993 dengan luas 22249 Ha sebagai kawasan hutan untuk tujuan konservasi dan pelestarian alam (kawasan non budidaya). Hutan berfungsi sebagai simpanan air permukaan dan dalam tanah sanggat berpengaruh penting terhadap kegiatan pertanian dan perikanan di posisi tengah maupun hilir.

(42)

25

lainnya seperti air terjun, pemandangan alam puncak Gunung Betung dan Gunung Sukma Hilang, di kawasan ini ditemukan pula makam keramat pejuang kemerdekaan dari golongan ulama muslim. Dengan potensi wisata ini maka pihak dinas pariwisata Kabupaten Pesawaran merencanakan untuk mengelolanya sebagai daerah tujuan wisata, terutama untuk wisata penelitian, dan rekreasi olah raga (Dinas Pariwisata Kabupaten Pesawaran 2011).

Geologi dan tanah

Kondisi geologi wilayah ini tersusun atas jaluran-jaluran Pegunungan Barisan yang sebagian besar tersusun oleh bahan volkan muda. Secara umum wilayah ini tersusun oleh batuan pre-tersier dan andesit tua. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya batu jenis andesit yang berserakan di sungai-sungai yang berada di wilayah ini. Formasi andesit tua terdiri dari lava, andesit, breksi dan tufa sebagian kecil batuan bersusunan basal dan liparit.

Iklim

Berdasarkan data iklim dari stasiun pengamat iklim terdekat terutama curah hujan dan hari hujan selama 10 tahun secara berturut-turut, menunjukkan bahwa bulan-bulan basah (curah hujan > 100 mm/bulan) hanya terjadi pada Desember sampai Maret, bulan-bulan lembab (curah hujan 60-100 mm/bulan) terjadi selama 5 bulan dan sisanya merupakan bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) terjadi pada Mei-Juli. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen wilayah ini termasuk dalam tipe iklim Af, sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim Scmidth-Ferguson wilayah ini termasuk dalam tipe iklim B. Sedangkan jumlah hari hujan berkisar antara 4.7 hari/bulan (September) sampai 17.8 hari/bulan (Januari), sedangkan suhu udara berkisar antara 26-30oC dan kelembaban udara berkisar antara 80-85%.

Hidrologi

Kawasan hutan Wiyono (register 19 Gunung Betung) merupakan salah satu sumber kebutuhan air bagi Kota Bandar Lampung. Beberapa sungai yang hulunya berada di kawasan hutan register 19 Gunung Betung, airnya mengalir ke Kota Bandar Lampung dan kota Pesawaran. Air sungai tersebut dimanfaatkan menjadi sumber air (air baku) oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau sebagai pemasok utama air bersih. Dam C yang dimanfaatkan sebagai anggrek serta paku-pakuan serta rotan.

(43)

26

Keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, yaitu sebesar 70% (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan menggerakkan perekonomian di desa tersebut. Ketersediaan lahan bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh pendapatan, karena untuk bekerja di sektor yang lain akan terbentur dengan banyaknya kendala, terutama rendahnya tingkat pendidikan dan modal usaha

Tabel 6 Jumlah dan mata pencaharian penduduk desa Wiyono

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1 Buruh tani 12 0.2 Sumber: Monografi desa Wiyono 2010.

Pendapatan per kapita rata-rata masing-masing dusun di desa Wiyono masih dikatakan minim, namun karena pergantian musim panen hasil pertanian yang tidak dapat dipastikan penghasilan masyarakat kadang berlebihan jika terjadi musim panen besar dari hasil coklat, pala, kopi dan pisang. Terlihat pada Tabel 7 penghasilan rata-rata penduduk wiyono per bulan.

Kondisi pendidikan masyarakat

(44)

27

Tabel 7 Pendapatan per kapita desa Wiyono

No Dusun Pendapatan

perkapita/bulan Keterangan 1 Wiyono 4000000 pegawai, petani dan pedagang 2 Suka Tinggi 2500000 petani dan buruh bangunan 3 Way Linti 3000000 petani Sumber: Monografi desa Wiyono 2010

Tabel 8 Tingkat pendidikan masyarakat desa Wiyono tahun 2010

No. Pendidikan Jumlah Persentase

1. Belum sekolah 98 1.6

Sumber: Monografi desa Wiyono 2010

Akses jalan

Desa Wiyono sanggat dekat dengan kota Bandar Lampung untuk mencapai ke desa Wiyono dibutuhkan waktu 15 menit dimana jarak antar kota dengan desa berkisar 13 km, sedangkan jarak dari pusat kota Kabupaten Pesawaran 3 km. Desa Wiyono di lewati jalur jalan Trans Sumatra bagian barat yang merupakan jalan nasional. Kondisi jalan perkampungan 85% sudah pengerasan aspal hotmix dan sisanya berupa jalan batu dan tanah sudah pengerasan.

Potensi Wisata

Potensi biofisik

(45)

28 Tabel 9 Checklist identifikasi potensi sumberdaya alam

Kawasan Obyek Wisata Ada/

Tidak

Keterangan

(1) Hutan a) Hutan Gunung Betung ada Sangat menarik (5)

b) Taman Hutan Raya ada Menarik untuk kegiata olah

raga alam (4)

c) Satwa liar ada Dapat dilihat malam atau

siang (3)

(2) Pegunungan a) Gunung Betung ada Menarik untuk perkemahan

(4)

b) Gunung Sukma Hilang Menarik selalu diselimuti

kabut (4)

(3) Situ/sungai a) Situ Dam C ada Menarik mempunyai dua

sumber mata air besar (5)

b).Air Terjun ada Menarik dengan air yang

sangat sejuk (5)

c) Pemandian mata air Dam C ada Menarik dengan air yang

jernih (4)

(4) Pertanian a) Sawah ada Menarik dengan view ke

gunung Betung (5)

b) Perkebunan Karet ada Menarik untuk wisata

edukasi (4)

c) Perkebunan Pala ada Menarik untuk wisata

edukasi (4)

d) Perkebunan Salak ada Menarik untuk wisata

pertanian (4)

e) Perkebunan Coklat ada Menarik untuk wisata

pertanian dan edukasi (4)

(5) Permukiman a) Rumah tradisional ada Kurang keasliannya (3)

b Rumah jawa ada Kurang menarik (2)

(6) Perikanan/ peternakan

a) Perikanan air tawar ada Menarik hampir setiap

rumah di dusun Dam C (3)

b) Peternakan kambing ada Menarik pengolahan

susunya (4)

Keterangan: Kolom keterangan diisi dengan kualitas penampilan obyek wisata tersebut secara kualitatif (nilai 1-5).

Potensi sumberdaya alam berupa sawah, air terjun, situ Dam C, hutan dan gunung terlihat sangat nyata dan memperlihatkan karakter lanskap desa Wiyono. Sumberdaya alam lainnya mempunyai potensi yang beragam (Tabel 9). Keempat sumberdaya alam andalan tersebut di atas secara visual dapat dilihat pada Gambar 7. Elemen-elemen lanskap yang mencerminkan karakter ekowisata di desa ini antara lain adanya kawasan situ dam C, air terjun dan hutan lindung.

(46)

29

pertanian secara umum (69.8 %). Luas areal sawah tidak lebih banyak dari luas kawasan terbangun (28.6 %).

Gunung dan Hutan Sawah dan Kebun

Situ Dam C Air Terjun dan Sungai

Gambar 7 Potensi biofisik desa Wiyono

Air Terjun Wiyono merupakan potensi obyek ekowisata andalan (Gambar 7). Lokasi air terjun tersebut berjarak 2 km dari kantor desa dan berada di wilayah register 19, lokasi ini termasuk bagian dari hutan lindung (Tahura Wan Abdulrahman). Air terjun tersebut mempunyai ketingian 96 m dengan lebar 5 m. Pada tahun 1986, lokasi ini mulai dibuka untuk dikunjungungi oleh masyarakat. Kegiatan yang diakomodasi pada kawasan ini adalah rekreasi air terjun, jelajah alam, bersepeda gunung, dan berkemah. Pemandangan alam dari puncak gunung Betung memperlihatkan suatu keindahan dari lanskapnya, dengan kondisi hutan yang masih alami dan lebat juga dapat melihat langsung kondisi kota Pesawaran dari kejauhan. Kawasan tersebut dapat dijadikan sarana petualang bagi pendaki gunung. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat mendukung kegiatan wisata desa, khususnya wisata alam dalam konsep perjalanan ke kawasan alam (Damanik dan Weber 2006).

Jumlah rumah pada kawasan permukiman adalah 1216 bangunan permanen, 243 bangunan semi permanen dan 162 bangunan tidak permanen, yang seluruhnya tersebar di 7 (tujuh) dusun. Desa dilalui jalan nasional dengan aspal

hotmix sepanjang 5 km. Panjang jalan desa 4.7 km dan jalan yang masih berupa tanah 1.8 km. Pola penggunaan lahan desa Wiyono dapat dilihat pada Gambar 4.

(47)

30 dan Munandar 2014; Hendriawati dan Gunawan 2011) dalam hal ini adalah desa Wiyono.

Gambar 8 Pola penggunaan lahan di desa Wiyono

Potensi sosial, ekonomi dan budaya

Jumlah penduduk desa ini adalah 6235 orang yang terdiri dari 3171 orang laki-laki dan 3.064 orang perempuan. Pada umumnya masyarakat desa Wiyono bekerja sebagai petani (70%), sisanya bekerja sebagai pegawai (10%) dan buruh (15%). Dengan demikian desa Wiyono dapat disebut sebagai desa pertanian, karena porsi kawasan pertanian sangat mendominasi dengan mata pencaharian masyarakatnya pada umumnya bekerja di bidang pertanian.

Kegiatan sosial masyarakat yang dihimpun meliputi kegiatan gotong royong, bongkar kolam, dan selamatan tani (Tabel 10). Kegiatan gotong royong dilakukan dengan komando dari tokoh masyarakat setempat. Kegiatan ini tidak dapat dipastikan pelaksanaannya, karena hal ini tergantung adanya kepala rumah tangga yang membutuhkan rumah. Pada tahun terakhir, ada dua kegiatan dalam satu tahun. Kegiatan ini merupakan gambaran karakter masyarakat Indonesia yang saling membantu (Koentjaraningrat 2004).

(48)

31

bersama-sama. Kegiatan rekreasi bersama merupakan kegiatan yang sangat diminati wisatawan (Rutledge 1981).

Tabel 10 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi

Kegiatan Rincian Jumlah Keterangan

(1) Sosial a) Gotongroyong buat rumah 2 kelompok, @ 15

orang

Dibuat secara bergiliri satu tahun dua kali

b) Bongkar kolam Semua warga Dam

C

Dilaksanakan satu tahun sekali

c) Selamatan tani Semua warga desa

Wiyono

Tiap bulan Suro Kesenian marawis

(2) Ekonomi a) Kerajinan kripik pisang 2 industri Kegiatan home

industri/skala menengah b) Pembibitan pala dan

cengkeh

2 kelompok tani Produksi untuk skala

nasional/skla besar

c) Pembibitan coklat 2 kelompok tani Produksi untuk skala

nasional/skala besar

d) Peternakan ikan tawar 2 kelompok tani Produksi untuk kebutuhan

daerah/skala menengah e) Pengolahan hasil

perkebunan kopi, pala dan coklat

2 industri Produksi untuk skala

kecil

Kegiatan lainnya yang dapat dijadikan obyek wisata adalah kegiatan Selamatan Tani, yaitu kegiatan budaya selamatan yang dilakukan pada bulan Suro untuk memohon keberkahan akan hasil panen. Kegiatan ini dilakukan oleh sebagian besar masyarakat desa Wiyono. Pada kegiatan tersebut biasanya dihadirkan kesenian masyarakat setempat yang berkaitan dengan keagamaan, yaitu kesenian Marawis. Kegiatan seni yang berasal dari budaya setempat dapat membantu meningkatkan daya tarik wisata (Damanik dan Weber 2006).

Pertanian yang paling banyak diusahakan adalah dari penghasilan kakao (Theobroma cacao) sekitar 92%. Pendapatan petani dari kakao mulai dari pembibitan hingga pengolahan biji kakao menjadi minuman segar (Gambar 9) Proses pembuatannya masih tradisionil ini juga menjadi daya tarik tersendiri yang dapat dijadikan buah tangan untuk para turis yang datang.

Pembibitan Pemanenan Pengolahan

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir penelitian
Gambar 2  Peta lokasi penelitian.
Gambar 3  Tahapan penelitian
Tabel 3 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi
+7

Referensi

Dokumen terkait

NPV digunakan untuk menilai selisih nilai sekarang suatu investasi dengan nilai sekarang perolehan kas bersih di masa yang akan mendatang. Perhitungan net present

Sedangkan untuk besar nilai efisiensi saluran distribusi jaringan tegangan rendah yang memiliki nilai efisiensi rata-rata terbesar pada saat kapasitas sistem

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: Untuk menganalisis mengenai pelaporan PBB serta menganalisis kontribusi atas pembagian hasil PBB

Maka, dari penelitian ini didapatkan bahwa risiko bahaya yang ditimbulkan pada area proses pembuatan kaca pengaman antara lain yaitu : risiko ekstrim terdapat pada area

Untuk informasi kesehatan dan keselamatan untuk komponen masing-masing yang digunakan dalam proses manufaktur, mengacu ke lembar data keselamatan yang sesuai untuk

Walaupun kesenian Kuda Lumping bukanlah kesenian tradisional Minangkabau tetapi sudah mentradisi di daerah Minangkabau yang ditonton oleh banyak orang di daerah

Penelitian yang dilakukan di dalam negeri diantaranya, Yusfaningrum (2005) hasil penelitiannya menunjukkan hubungan positif antara partisipasi anggaran dan kinerja,

Pemberian ekstrak daun kelor 800 mg/kg bb pada mencit yang telah dipapar metilmerkuri merupakan dosis yang paling baik dalam melindungi nekrosis