TESIS
Oleh
CIPTO SOENARYO
137011114/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
CIPTO SOENARYO
137011114/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ELEKTRONIK
Nama Mahasiswa : CIPTO SOENARYO
Nomor Pokok : 137011114
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Nim : 137011114
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISA YURIDIS ATAS PERTANGGUNG
JAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA FIDUSIA
YANG DIBUAT SETELAH TERBIT
PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013
TENTANG PENDAFTARAN FIDUSIA
ELEKTRONIK
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan dari pada itu memberikan grosse, salinan dan kutipannya kesemua itu dalam pembuatan akta yang oleh suatu peraturan umum tidak pula ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pasal 5 ayat (1) UUF No. 42 Tahun 1999 mewajibkan pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris. Dengan demikian notaris memiliki kewenangan berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan juga Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia mengenai pembuatan akta jaminan fidusia dan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 9 Tahun 2013 notaris memiliki kewenangan melaksanakan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan Perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum perikatan, tugas dan kewajiban notaris sebagaimana termuat dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 serta peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait dengan masalah tata cara pembuatan akta autentik fidusia dan pendaftarannya secara elektronik pada Departemen Hukum dan HAM. Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai ketentuan dan tata cara pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik berdasarkan ketentuan Permenkum HAM No. 9 Tahun 2013.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik membawa pengaruh positif terhadap percepatan pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia tersebut di banding dengan menggunakan sistem manual. Namun pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut juga membawa pengaruh negatif yaitu tentang jumlah akta fidusia yang dibuat oleh para notaris meningkat secara signifikan melampaui batas kewajaran, sehingga menimbulkan kehawatiran bahwa pembuatan akta jaminan fidusia tersebut diragukan otensitasnya berdasarkan ketentuan dan tata cara pembuatan akta autentik berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif bagi notaris dan perbaikan formulir elektronik pendaftaran fidusia secara online sehingga akta jaminan fidusia tersebut tetap terjaga autentisitasnya dan dapat mencegah terjadinya fidusia ulang (ganda).
authentic deeds and other authorities as what is intended by these Acts. A Notary is the only public official who has the authority to draw up authentic deeds about an act, contract, and provision which are in line with the general regulation or wanted by those concerned to be written in an authentic deed, ensuring the date, keeping it, and giving grosse, copy, and excerpt which all of them have to be written by a Notary. Article 5, paragraph 1 of UUF No. 42/1999 regulates the burden of an object with fiduciary is made with a Notarial deed. Therefore, a Notary has the authority, according to Law No. 30/2004 in conjunction with Law No. 2/2/2014 on a Notary’s Position and Law No. 42/1999 on Drawing up Fiduciary Collateral Deed, based on the Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 9/2013, to carry out the registration of fiduciary collateral electronically.
The research used judicial normative and descriptive analytic approach in order to analyze the prevailing legal provisions in contract law, the task, and obligation of a Notary as it is stipulated in UUJN No. 30/2004 in conjunction with UUJN No. 2/2014 and other laws which are related to the procedures of drawing up fiduciary authentic deed and its electronic registration in the Department of Law and Human Rights. This research explained and analyzed the problems of the provisions and the procedures of registering fiduciary collateral deeds electronically, based on the Regulation of Permenkum HAM No. 9/2013.
The result of the research showed that the implementation of registering fiduciary collateral electronically had positive influence on the acceleration of the implementation of registering it, compared with using manual system. However, it also had negative effect: the number of fiduciary collateral deeds drawn up by notaries increased significantly and excessively so that it aroused concern that they would be inauthentic, based on the provision and the procedures of drawing up authentic deeds under Law No. 30/2004 in conjunction with Law No. 2/2014 on a Notary’ Position. It is recommended that supervision should be done more intensively for Notaries, and the electronic registration form for fiduciary should be improved and on line so that its authenticity can be controlled and multiple deeds on fiduciary can be avoided.
menyelesaikan sebuah karya ilmiah berbentuk Tesis dengan judul “ANALISA YURIDIS ATAS PERTANGGUNG JAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA FIDUSIA YANG DIBUAT SETELAH TERBIT PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG FIDUSIA ELEKTRONIK”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister
Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat:
Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn
Selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan
bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium,
seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih
sempurna dan terarah.
Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan
baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera
pembimbing utama yang memberikan masukan dan kritikan serta dorongan
kepada penulis.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan
juga selaku Pembimbing dalam penelitian tesis ini, atas segala dedikasi dan
pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu
pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum,selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Sumatera Utara dan juga
selaku Pembimbing dalam penelitian tesis ini, yang telah membimbing dan
membina penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu pengetahuan di
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
5. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku dosen pembimbing juga dan membina penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu
pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum, selaku penguji dalam penelitian tesis ini, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada
penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
9. Ucapkan terimakasih kepada istri saya tercinta Yanti Poliana yang telah memberi kesempatan seluas-luasnya kepada saya untuk melanjutkan pendidikan
pada Program Studi Magister Fakultas Hukum Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara Medan. Kepada anak-anak tercinta Denise, Cinty dan Aristyo yang senantiasa memberi dukungan dan semangat kepada saya selama
menempuh pendidikan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum di USU Medan.
10. Dan semua pihak yang telah membantu penulisan yang tidak dapat disebut satu
persatu.
Di samping itu, penulis juga menyadari bahwa masih banyak teman, kerabat
dan pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah mendukung dan menoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini,
untuk itu penulis menyampaikan terima kasih disertai doa semoga Tuhan Yang Maha
Kasih memberkati dan membalas semua budi baik mereka semuanya.
Medan, Januari 2015 Penulis
Tempat/Tgl. Lahir : Medan/27 Oktober 1959
Status : Kawin
Agama : Buddha
Alamat Kantor : Jl. Prof. H. M. Yamin, SH No. 6-A Medan – 20111 Telepon : (061) 4521283-4571166 Fax : (061) 4525371
Handphone : 0811617872
II. PENDIDIKAN
- Tamatan Strata 1 Ilmu Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa di Medan, pada tahun 1996. Berizajah;
- Tamatan Pendidikan Profesi Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, pada tahun 2001. Berizajah;
- Tamatan Strata 2 Ilmu Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Di Medan, pada tahun 2011. Berizajah;
III. PENGALAMA KERJA
- Dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2000 bekerja sebagai Pegawai Swasta di PT. Surya Bhakti Utama Perwakilan Medan (distributor rokok tjap Gudang Garam);
- Dari tahun 2000 sampai dengan 2003 bekerja sebagai Penasehat Hukum – Pengacara.
- Dari Mei 2003 sampai sekarang bekerja sebagai Notaris di Medan
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
- Wakil Ketua Ikatan Notaris Cabang Kota Medan, Periode tahun 2007-2010 - PJS Ketua Ikatan Notaris Indonesia Cabang Kota Medan, Periode tahun
2007-2010;
- Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Kota Medan, Periode tahun 2010-2013 dan tahun 2013-2016
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR SINGKATAN... x
DAFTAR ISTILAH ASING... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 13
1. Kerangka Teori ... 13
2. Konsepsi... 19
G. Metode Penelitian... 24
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 24
2. Sumber Data ... 24
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 25
4. Analisis Data ... 26
BAB II PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013... 27
A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Fidusia ... 27
Pasca Terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 9
Tahun 2013 ... 50
BAB III TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA FIDUSIA YANG DIDAFTARKAN SECARA ELEKTRONIK SETELAH TERBITKAN PERMKENHUMKAM NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK... 61
A. Pengertian Tugas dan Wewenang Notaris ... 61
B. Perbandingan Sistem Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Manual dan Secara Elektronik... 84
C. Kewenangan dan Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Fidusia Elektronik ... 92
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH NOTARIS BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK BERDASARKAN PERMENKUMKAM NOMOR 9 TAHUN 2013... 108
A. Akibat Hukum Dilaksanakannya Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik... 108
B. Dampak Pendaftaran Fidusia Secara Elektronik Terhadap Notaris ... 115
C. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia Elektronik... 124
D. Analisis Yuridis Normatif Data Pembuatan Akta Jaminan Fidusia dan Pendaftarannya Secara Elektronik oleh Notaris ... 131
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 135
A. Kesimpulan ... 135
B. Saran ... 137
DAFTAR PUSTAKA ... 140
BPKB : Buku Pemilik Kendaraan Bermotor
BW : Burgelijk Wetboek(KUH Perdata)
FEO : Fiduciare Eigendoms Overdracht(Penyerahan Hak Milik Berdasarkan
Kepercayaan)
HGG : Hooggerrecht Hof (Mahkamah Agung Belanda)
HAM : Hak Asasi Manusia
PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah
PNBP : Pendaftaran Negara Bukan Pajak
KKN : Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
KMK : Kredit Modal Kerja
KPF : Kantor Pendaftaran Fidusia
MPD : Majelis Pengawas Daerah
MPW : Majelis Pengawas Wilayah
PP : Peraturan Pemerintah
PJN : Peraturan Jabatan Notaris
SOP : Standard Operating Procedure(Prosedur Operasi Standar)
STD : Surat Tanda Daftar
Deceit : Kecurangan
Subterfuge : Akal-akalan
Concealment of facts : Penyembunyian kenyataan
Breach of trust : Pelanggaran kepercayaan
Misrepresentation : Penyesatan
Illegal circumvention : Pengelakan peraturan
Justitia est constans et pertua voluntas ius suum cuique tribuendi”
Assesoir : Perjanjian ikutan
Zakelijkezekerheids : Jaminan kebendaan
Persoonlijkezekerheids : Jaminan perorangan
Preferen : Kreditur yang diutamakan dalam fidusia
Zaaksgevolg : Hak kebendaan yang mengikuti kemana pun
benda itu berada
Constitutum Possessorium : Artinya penyerahan kepemilikan benda tanpa
menyerahkan fisik benda sama sekali
Formalitas causa : Perbuatan hukum
Probationis causa : Sebagai alat bukti.
Zaak : Sesuatu benda
Cessie : Pengalihan hutang
Fiduciaire Cessie : Penyerahan hutang berdasarkan kepercayaan
Constitutum possessorium : Pengalihan hak kepemilikan
Droit de preferen : Hak istimewa kreditur dalam pelunasan
piutangnya
Fixed Laon : Asas spesialitas
Droit de Preference : Asas Preferen
Inventory : Persediaan
User name : Nama pengguna
Password : Kata kunci
Stenografie : Dalam penulisan cepat
Private notary : Pejabat umum
Autonomous : Bersifat mandiri
Impartial : Tidak memihak siapa pun
Openbaar ambtenaar : Pejabat umum
Ambtenaren : Pejabat
Gedelegeerd : Didelegasikan
Functionnel : Bersifat fungsi
Non-cash loan : Pinjaman tidak tunai
Cover : Sampul
Cross collateral : Penggabungan modal
Chanelling : Saluran
End user finance : Pengguna biaya terakhir
Addendum : Perubahan
Invoice : Catatan
Wederrechtelijk : Ajaran melawan hukum
Algemen beginsel : Lapangan hukum
Deceit : Kecurangan
Subterfuge : Akal-akalan
Concealment of fact : Penyembunyian keterangan
Breach of trust : Pelanggaran kepercayaan
Misrepresentation : Penyesatan
Illegal circumvention : Pengelakan peraturan
First registered first secured : Penerima fidusia yang kedua
Royal : Dihapus
Print out : Cetak data
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan dari pada itu memberikan grosse, salinan dan kutipannya kesemua itu dalam pembuatan akta yang oleh suatu peraturan umum tidak pula ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pasal 5 ayat (1) UUF No. 42 Tahun 1999 mewajibkan pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris. Dengan demikian notaris memiliki kewenangan berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan juga Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia mengenai pembuatan akta jaminan fidusia dan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 9 Tahun 2013 notaris memiliki kewenangan melaksanakan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan Perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum perikatan, tugas dan kewajiban notaris sebagaimana termuat dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 serta peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait dengan masalah tata cara pembuatan akta autentik fidusia dan pendaftarannya secara elektronik pada Departemen Hukum dan HAM. Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai ketentuan dan tata cara pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik berdasarkan ketentuan Permenkum HAM No. 9 Tahun 2013.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik membawa pengaruh positif terhadap percepatan pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia tersebut di banding dengan menggunakan sistem manual. Namun pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut juga membawa pengaruh negatif yaitu tentang jumlah akta fidusia yang dibuat oleh para notaris meningkat secara signifikan melampaui batas kewajaran, sehingga menimbulkan kehawatiran bahwa pembuatan akta jaminan fidusia tersebut diragukan otensitasnya berdasarkan ketentuan dan tata cara pembuatan akta autentik berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif bagi notaris dan perbaikan formulir elektronik pendaftaran fidusia secara online sehingga akta jaminan fidusia tersebut tetap terjaga autentisitasnya dan dapat mencegah terjadinya fidusia ulang (ganda).
authentic deeds and other authorities as what is intended by these Acts. A Notary is the only public official who has the authority to draw up authentic deeds about an act, contract, and provision which are in line with the general regulation or wanted by those concerned to be written in an authentic deed, ensuring the date, keeping it, and giving grosse, copy, and excerpt which all of them have to be written by a Notary. Article 5, paragraph 1 of UUF No. 42/1999 regulates the burden of an object with fiduciary is made with a Notarial deed. Therefore, a Notary has the authority, according to Law No. 30/2004 in conjunction with Law No. 2/2/2014 on a Notary’s Position and Law No. 42/1999 on Drawing up Fiduciary Collateral Deed, based on the Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 9/2013, to carry out the registration of fiduciary collateral electronically.
The research used judicial normative and descriptive analytic approach in order to analyze the prevailing legal provisions in contract law, the task, and obligation of a Notary as it is stipulated in UUJN No. 30/2004 in conjunction with UUJN No. 2/2014 and other laws which are related to the procedures of drawing up fiduciary authentic deed and its electronic registration in the Department of Law and Human Rights. This research explained and analyzed the problems of the provisions and the procedures of registering fiduciary collateral deeds electronically, based on the Regulation of Permenkum HAM No. 9/2013.
The result of the research showed that the implementation of registering fiduciary collateral electronically had positive influence on the acceleration of the implementation of registering it, compared with using manual system. However, it also had negative effect: the number of fiduciary collateral deeds drawn up by notaries increased significantly and excessively so that it aroused concern that they would be inauthentic, based on the provision and the procedures of drawing up authentic deeds under Law No. 30/2004 in conjunction with Law No. 2/2014 on a Notary’ Position. It is recommended that supervision should be done more intensively for Notaries, and the electronic registration form for fiduciary should be improved and on line so that its authenticity can be controlled and multiple deeds on fiduciary can be avoided.
A. Latar Belakang
Kehidupan bermasyarakat saat ini telah mengalami perkembangan yang
cukup pesat khususnya di bidang dunia usaha, dan dengan perkembangan demikian
ini, maka jasa notaris semakin dibutuhkan pula oleh masyarakat. Hal ini terutama
terkait dengan adanya keinginan dari masyarakat untuk menyatakan kehendak dengan
alat bukti yang otentik.
Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk
membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau
timbul dalam masyarakat. Perlunya perjanjian-perjanjian tertulis ini dibuat di hadapan
seorang Notaris untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan
perjanjian. Sehingga pembuatan akta Notaris dapat digunakan sebagai pembuktian
dalam sebuah sengketa hukum yang digunakan untuk alat untuk mengingat kembali
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan
pembuktian.1
Pengertian Notaris menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris
Nomor (UUJN) 30 Tahun 2004, yaitu “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud
dalam undang-undang ini.2” Notaris sebagai pejabat umum yang satu-satunya
berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang
berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian
tanggalnya, menyimpan aktanya dan dari pada itu memberikan grosse, salinan dan
kutipannya kesemua itu dalam pembuatan akta yang oleh suatu peraturan umum tidak
pula ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain”.3
Dengan demikian suatu akta otentik dinyatakan jika:4
1. Bentuknya ditentukan oleh Undang-Undang.
2. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.
3. Dibuat dalam wilayah kewenangan dari pejabat yang membuat akta itu
Berdasarkan uraian di atas, jelas begitu pentingnya fungsi dari akta Notaris
tersebut, oleh karena itu untuk menghindari tidak sahnya dari suatu akta, maka
lembaga Notaris diatur di dalam Peraturan Jabatan Notaris untuk selanjutnya ditulis
(PJN), yang sekarang telah diganti oleh Undang-undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris dan selanjutnya disebut UUJN.
Undang-undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi di bidang pengaturan
Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang
yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia.5
2Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris,UU Nomor 30 Tahun 2004, LN Nomor 117 TLN Nomor 4432, Psl.1 (1).
3
Kewenangan Notaris tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 15 UUJN
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Kedudukan seorang Notaris sebagai
fungsionaritas dalam masyarakat dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang
dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan dan pembuatan dokumen yang kuat
dalam suatu proses hukum. Peran Notaris dalam hal ini juga untuk memberikan
nasihat hukum yang sesuai dengan permasalahan yang ada, apapun nasihat hukum
yang diberikan kepada para pihak dan kemudian dituangkan ke dalam akta yang
bersangkutan tetap sebagai keinginan atau keterangan para pihak yang bersangkutan,
tidak dan bukan sebagai keterangan atau pernyataan Notaris.6
Masyarakat membutuhkan pejabat publik yang ketentuan-ketentuannya
dapat diandalkan dan dipercaya, yang tandatangannya serta segala (capnya)
memberikan jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat
yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang menjaga
kerahasiaan, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari yang
akan datang.7
Notaris bertugas juga untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan
maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan
memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan
5Habib Adjie,Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan
Notaris, Renvoi, Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal. 38. 6
Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Telematik Terhadap UU Nomor 30 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Jakarta, 2008, hal. 4.
grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar.8 Karena akta
notariil merupakan akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna
tentang apa yang dimuat didalamnya.9
Di dalam Peraturan Jabatan Notaris, diatur ketentuan-ketentuan antara lain : 1. Siapa yang berhak diangkat menjadi Notaris;
2. Hak dan Kewajiban; 3. Wilayah Kerja;
4. Cara Pembuatan standar Akta; 5. Cap Notaris, dan lain-lain
Sedangkan di dalam UU Nomor 30 tahun 2004 diatur juga tentang :
1. Organisasi Notaris;
2. Majelis Pengawas;
3. Lembaga yang mengangkat Notaris;
4. Syarat-syarat diangkat sebagai Notaris, dan lain-lain.
Bahwa hal lain yang diatur dalam UUJN adanya lembaga Majelis Pengawas
yaitu adalah suatu lembaga yang dipercaya oleh Pemerintah untuk mengawasi dan
mengontrol kerja dari Notaris itu sendiri. Untuk mencegah timbulnya unsur-unsur
rekayasa dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam tubuh Majelis Pengawas,
maka Majelis Pengawas ini diambil beberapa lapisan golongan masyarakat praktisi
yang ada antara lain Akademis (dalam hal ini di bidang Perguruan Tinggi), Praktisi
(dalam hal ini para Notaris), dan Pemerintah(dalam hal ini Departemen Hukum dan
HAM).
Ditinjau dari aspek teoritik dan praktik pada hakekatnya dalam menjalankan
jabatannya tersebut maka yang harus dipunyai oleh seorang Notaris adalah aspek
kehati-hatian, kecermatan dan kejujuran yang merupakan hal mutlak dalam
melaksanakan jabatan Notaris tersebut. Apabila aspek ini terabaikan dalam
pembuatan suatu akta, maka dapat berakibat langsung maupun tidak langsung kepada
suatu perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara administratif (Pasal 85
UUJN) dan bisa berupa pelanggaran perdata (Pasal 84 UUJN) bahkan perbuatan yang
termasuk dalam tindak pidana.
Sebagaimana diketahui bahwa notaris sebagai Pejabat Umum bertanggung
jawab terhadap kebenaran formal dari seluruh bagian dari akta otentik yang
dibuatnya, dimana akta tersebut memiliki bagian-bagian yaitu Kepala Akta,
Komparisi, Badan/Isi Akta, dan Akhir Akta dan tidak bertanggungjawab secara
materiil terhadap isi akta tersebut.10
Akta yang dapat dibuat oleh Notaris merupakan akta otentik. Adapun yang
dimaksud dengan akta otentik adalah sebagaimana yang telah diatur oleh Pasal 1868
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “Suatu akta yang di
dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana aktanya dibuat.”11
10
Herlina Effendi Bachtiar, Hukum Kenotariatan Dalam Teori dan Praktek, Bumi Aksara, Bandung, 2006, hal.56
Mengingat bahwa objek jaminan fidusia pada umumnya yaitu barang
bergerak yang tidak terdaftar, maka sudah sewajarnya bahwa bentuk akta otentiklah
yang dianggap paling tepat dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan
objek jaminan fidusia.12
Jaminan adalah suatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk
memberikan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya yang dapat
dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Untuk itu, setiap jaminan
fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia.13
Proses pendaftaran sertifikat fidusia yang membutuhkan waktu lama kini
tidak akan terjadi lagi. Dikarenakan terhitung tanggal 5 Maret 2012, Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumham) telah meluncurkan sistem fidusia elektronik. Kepala Humas Ditjen
AHU Sucipto memaparkan sistem pendaftaran fidusia secara elektronik ini
diluncurkan oleh Kemenkumham dalam rangka meningkatkan pelayanan
Kementerian sesuai dengan amanat UU Pelayanan Publik. Hadirnya sistem elektronik
setiap permohonan pendaftaran akan selesai dalam waktu 7 menit dan Notaris bisa
langsung mem-print out sertipikat itu sendiri. Kepala Humas Ditjen AHU Sucipto
mengatakan sistem pendaftaran secara elektronik dapat meminimalisir hal-hal yang
tidak diinginkan, “Sistem elektronik bisa meminimalisir Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN), karena dalam melakukan pendaftaran sertifikat hanya bisa diakses
12 Fred.B.G. Tumbunan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999
Tentang Fidusia, Erlangga, Jakarta, 1999, hal. 11
notaris bersangkutan dengan pin dan user ID-nya. Jadi interaksi dengan petugas
hampir tidak ada.”14
Pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik harus
benar-benar diterima oleh Notaris dengan ekstra hati-hati, karena tanggung jawab Notaris
lebih besar disebabkan dari mulai pembuatan akta jaminan fidusia secara manual
hingga kepada penginputan data secara elektronik dalam rangka pendaftaran akta
jaminan fidusia secara elektronik tersebut dilakukan sepenuhnya oleh notaris yang
bersangkutan. Dokumen pendukung juga harus secara khusus diperhatikan termasuk
invoice mesin, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan sebagainya.
Kejujuran Notaris dituntut dalam hal ini, jangan sampai terjadi hal-hal yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Notaris harus menjauhkan diri dari hal-hal yang mengandung kecurangan
(deceit), akal-akalan (subterfuge), penyembunyian kenyataan (concealment of facts),
pelanggaran kepercayaan(breach of trust), penyesatan (misrepresentation), dan/atau
pengelakan peraturan (illegal circumvention) dan menjauhkan dari hal-hal yang
mengarah kepada “white collar crime” yang bernuansa individual dan juga
“corporate crime”.15
Dikeluarkannya Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013 tentang fidusia
elektronik. Notaris makin mendapatkan kemudahan dan “perlakuan terhormat” dari
14http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt513748e798da3/kemenkumham-luncurkan sistem-fidusia-online, diakses tanggal 17 Oktober 2013.
15Diah Sulistyani Muladi, Media Notaris, http://medianotaris.com/ fidusia, diakses tanggal 17
Pemerintah dalam masalah pelayanan publik. Akan tetapi pada kenyataannya dalam
praktik, masih saja banyak dijumpai dalam Fidusia elektronik masalah-masalah
antara lain tidak tercantumnya obyek yang dijaminkan pada sertifikat jaminan fidusia,
uraian benda-benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tampilan hanya
tertulis sesuai yang tertuang / termaktub dalam “Akta Notaris” disamping itu dengan
kemudaham dan “perlakukan terhormat” yang diperoleh sebagaimana tersebut di atas,
maka seorang Notaris di hadapannya dapat dibuat sampai ribuan akta fidusia yang
akan didaftarkan, dimana akta yang dibuat di hadapan Notaris apakah sudah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.
Bahwa terhadap permasalahan tersebut antara lain akan dikaji tanggung
jawab Notaris terhadap pelaksanaan pembuatan akta jaminan fidusia secara manual
termasuk pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik dan
dampak-dampak yang timbul dalam pendaftaran fidusia secara elektronik, upaya
yang dilakukan serta sanksi yang diberikan terhadap Notaris yang melakukan
pendaftaran fidusia secara elektronik, apabila terjadi kesalahan dalam proses
pembuatan akta otentik dalam pendaftaran fidusia elektronik.
Berdasarkan latar belakang tersebut menarik untuk mengadakan penelitian
lebih lanjut mengenai ”Analisa Yuridis Atas Pertanggung Jawaban Notaris Terhadap
Akta Fidusia Yang Dibuat Setelah Terbit Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013
B. Perumusan Masalah
Dalam menentukan identifikasi masalah, maka perlu dipertanyakan apakah
yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk
menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut. Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah prosedur hukum pendaftaran akta fidusia secara elektronik yang
dibuat dihadapan Notaris setelah terbitnya Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013?
2. Bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang didaftarkan
secara elektronik setelah terbitkan Permkenhumkam Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Pendaftaran Akta Fidusia secara Elektronik?
3. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dihadapi oleh notaris berkaitan dengan
pelaksanaan pendaftaran akta fidusia secara elektronik berdasarkan
Permenkumkam Nomor 9 Tahun 2013?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prosedur hukum pendaftaran akta fidusia secara elektronik
yang dibuat dihadapan Notaris setelah terbitnya Permenkumham Nomor 9 Tahun
2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang didaftarkan
secara elektronik setelah terbitkan Permkenhumkam Nomor 9 Tahun 2013
tentang Pendaftaran Akta Fidusia secara Elektronik
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh notaris berkaitan
dengan pelaksanaan pendaftaran akta fidusia secara elektronik berdasarkan
Permenkumkam Nomor 9 Tahun 2013
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis dibidang hukum pasar modal yaitu :
1. Secara Teoritis.
Penulisan ini memberikan manfaat dan masukan dalam ilmu hukum,
khususnya tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang dibuat setelah terbit
Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 tentang fidusia elektronik.
2. Secara Praktis.
Secara praktis, bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi
ilmu pengetahuan hukum tentang jaminan fidusia dan diharapkan penelitian ini juga
dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam pendaftaran fidusia elektronik bagi
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan pada kepustakaan Universitas
Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pasca Sarjana Studi Magister Kenotariatan,
diketahui bahwa penelitian tentang “Tinjauan Yuridis Atas Pertanggung Jawaban
Notaris Terhadap Akta Fidusia Yang Dibuat Setelah Terbit Permenkumham Nomor 8
Tahun 2013 Tentang Fidusia Elektronik” belum pernah dilakukan dalam pendekatan
dan perumusan masalah yang sama, maka tesis ini dapat dinyatakan keasliannya dan
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Beberapa penelitian sebelumnya ada ditemukan mengenai tanggung jawab
notaris terhadap akta fidusia, namun topik permasalahan dan bidang kajiannya
berbeda dengan penelitian ini, peneliti tersebut antara lain:
1. Gomsalati, NIM. 097011128/M.Kn, “Tinjauan Atas Pelaksanaan Dan
Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Departemen
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh).”
Subtansi permasalahan adalah
a. Bagaimana latar belakang pembuatan akta jaminan fidusia secara notariil?
b. Bagaimana penghapusan / pencoretan terhadap jaminan fidusia?
c. Bagaimana hambatan-hambatan dalam pelaksanaan penghapusan /
2. Eko Yudhistira, NIM. 087011031/ M.Kn, “Pendaftaran Jaminan Fidusia :
Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum.”
Subtansi permasalahan adalah
a. Bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi dalam pendaftaran jaminan
fidusia?
b. Bagaimana upaya mengatasi hambatan pendaftaran fidusia yang terjadi dalam
praktek?
3. Herli Gusti Meliana Siagian, NIM. 077011032 / M.Kn, “Peranan Notaris Dalam
Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi di
Kantor Pegadaian Cabang Medan Utama)”.
Subtansi permasalahan adalah
a. Bagaimana kewenangan notaris dalam pembuatan akta autentik?
b. Bagaimana benda-benda apa saja yang dapat dijadikan jaminan kredit
fidusia?
c. Bagaimana prosedur pengikatan fidusia terhadap benda-benda jaminan pada
Perum Pegadaian Kantor Cabang Medan Utama?
Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah disebutkan di atas tidak satupun
penelitian tersebut yang sama dengan penelitian ini baik dari segi judul maupun dari
segi subtansi permasalahan yang di bahas. Oleh karena itu penelitian ini secara
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa
gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.16Suatu teori harus diuji menghadapkannya
kepada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.17 Teori diperlukan
untuk mengembangkan suatu bidang suatu kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam penerapan aturan hukum.
Didalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya
merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga
merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara
kepentingan-kepentingan yang saling bertentang dan menjamin pemuasan kebutuhan maksimal
dengan pengorbanan yang minimal, dimana peraturan yang berlaku harus dipatuhi
dan dijalankan demi terciptanya suatu ketertiban dengan tidak melanggar suatu
ketentuan tersebut.
Menurut Tyler (Saleh, 2004) terdapat dua perspektif dalam literatur sosiologi
mengenai kepatuhan kepada hukum, yang disebut instrumental dan normatif.
Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, patuh
artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan berdisiplin.
16J J M. Wuisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203.
Bahwa tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya tidak dapat
dilepaskan dalam hubungannya dengan dengan masalah keadilan.18
Upasianus menggambarkan keadilan sebagai “justitia est constans et pertua voluntas
ius suum cuique tribuendi” keadilan adalah kehendak yang terus menerus dan tetap
memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi haknya. 19 Rumusan ini
dengan tegas mengakui hak masing-masing person terhadap lainnya serta apa yang
seharusnya menjadi bagiannya, demikian pula sebaliknya.
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau
petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan
penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan
secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami
mengenai tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang dibuat setelah terbit
Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 Tentang fidusia elektronik dan untuk
mengetahui Konsekuensi yuridis yang ditanggung oleh notaris dengan lahirnya
Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 Tentang fidusia elektronik.
Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori sistem yang di dalamnya
terdapat asas-asas hukum yang terpadu yang membentuk tertib hukum terhadap
hukum jaminan. Asas-asas hukum itu terdapat dalam hukum benda dan hukum
perjanjian. Salah satu asas hukum dalam hukum jaminan kebendaan adalah asas
publisitas yang artinya bahwa semua hak yang dijadikan sebagai jaminan harus
18Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2010, hal. 47.
didaftarkan, yang maksudnya agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang
dijadikan jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Sedangkan dalam
hukum jaminan adalah asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, kepastian
hukum dan asas kekuatan mengikat. Asas hukum ini menjadi fundamen dan akar
hukum jaminan.
Mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga
menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni asas publisitas dan
kepastian hukum. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian
hukum guna mewujudkan ketertiban tata cara pelaksanaan pendaftaran fidusia
melalui jalur elektronik internet. Menurut Radburch menyatakan tentang kepastian
hukum adalah sebagai berikut:
“The existence of a legal orders is more important than it’s justice and
expediency, which constitute the second great task of the law, while the first,
equally approved by all, is legal certainly, that is order or peace”. 20
(eksistensi suatu legal order adalah lebih penting dari pada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban dan ketentraman).
Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa:
“Legal certainty not only requires the validity of legal rules laid down by
power, it also makes demand on their contents, it demands that the law be
capable of being administered with certainy, that it be practicable”. 21
(kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum
20 Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk Kurt, ”The legal Philosophies of lask”, (Radbruch and Dabin, USA: Harvard University Press, 1950), dikutip dalam Endang Purwaningsih, ”Perkembangan Hukum Intellectua Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten”, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005, hal. 206.
yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan).
Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung di
antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (anorganized, functioning
relationship among units or components). 22 Selanjutnya menurut Mariam Darus
suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di
atas mana dibangun tertib hukum.23
Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotik, hak
tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian assesoir
(perjanjian buntutan). Maksudnya adalah perjanjian assesoir itu tidak mungkin
berdiri sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan
perjanjian pokok. Dalam hal ini, yang merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian
hutang piutang.24
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. 25 Dikatakan jaminan secara umum juga oleh karena tidak
ada perikatan secara khusus yang dibuat antara kreditur dan debitur untuk mengikat
suatu benda sebagai jaminan. Tanggungan atas segala perikatan seseorang disebut
22Award,Elis M, dalam Ok. Saidin,Aspek Hukum Haki, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004, hal. 19.
23 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni, 1983, hal. 15.
24Munir Fuady,Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 19.
jaminan secara umum sedangkan tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang
disebut sebagai jaminan secara khusus.26
Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan
(Zakelijkezekerheids) dan jaminan perorangan (Persoonlijkezekerheids). Jaminan
kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti
memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat
melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada
Jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 20, Pasal 27 UUJF.
Dengan karakter kebendaan yang dimiliki Jaminan Fidusia, penerima fidusia
merupakan kreditur yangpreferendan memiliki sifatzaaksgevolg. Dengan demikian,
dapat dipastikan bahwa Jaminan Fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan
yang kuat dan akan digemari oleh para pemakainya.27
Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya
penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali.
Pasal 1334 KUHPerdata menyebutkan suatu syarat bagi benda agar dapat
menjadi objek suatu perjanjian, yaitu benda itu harus tertentu.28
Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda
yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia
yang terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu
26 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 14.
27
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006, hal. 21-22.
rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain
itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan
kepastian hukum.29
Jaminan Fidusia. Secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan
perbuatan hukum (formalitas causa) dan sebagai alat bukti. (probationis causa). 30
Jaminan Fidusia bersifat perorangan maksudnya adalah jaminan itu tidak memiliki
hak kebendaan, tidak memiliki hak mendahului atas benda-benda tertentu. Jaminan
itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur seumumnya.31
2. Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa Latin, concepto yang memiliki arti sebagai
sesuatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan
pertimbangan.32 Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori,
konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu
yang konkrit, yang disebut juga denganOperational definition.33
Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul
penelitian, bukanlah untuk pengertian mengkonsumsikanya semata-mata kepada
29Tan Kamello,Op.cit, hal. 213.
30 Sudikno Mertukusumo,Hukun Acara Perdata, Liberty, Yogjakarta, 1982, hal. 121-122. 31 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, BPHN Departemen Kehakiman R.I, Jakarta, 1980, hal. 47. 32
Komaruddin, dan Yooke Tjuparmah Komarrudin, Kamus Istilah karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, Hal. 122
pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran, tetapi juga demi menuntun
peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian yang bersangkutan.34
Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori danobservasi, antaraabstraksi dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikandari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.35
Konsep berasal dari bahasa latin,Conceptusyang memiliki arti sebagai suatu
kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.36
Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian
atau penafsiran yang berbeda dari suatu istilah yang dipakai untuk ditemukannya
suatu kebenaran dengan substansi yang diperlukan.37
Beberapa serangkaian defenisi operasional dalam penulisan ini perlu
dirumuskan antara lain sebagai berikut:
1. Fidusia adalah, pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.38
2. Jaminan adalah, kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya kepada
kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai
34Sanafiah Faisal,Format-format Penelitian Sosial,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal 107-108
35Sumadi Suryabrata,Metodelogi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3. 36
Qomaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal 122.
ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur
terhadap krediturnya.39
3. Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang
tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat
dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik.
4. Benda terdaftar adalah benda yang didaftarkan kepada instansi tertentu yang
memiliki tanda bukti kepemilikan bisa berupa sertifikat ataupun tanda bukti
lain yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
5. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau
karena ditentukan undang-undang
6. Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat
dipindahkan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan
undang-undang.
7. Benda bukan tanah adalah benda selain tanah baik yang sifatnya bergerak
maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar
maupun tidak terdaftar.
8. Hak milik, adalah hak untuk menikmati kegunaan dengan leluasa dan bebas
serta berdaulat atas sesuatu benda (zaak), dengan batas tidak melanggar/
bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan umum, tidak
mengganggu hak-hak orang lain.40
9. Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam
bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya sebagai pelunasan kredit
akibat perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia.
10. Piutang adalah hak yang dimiliki oleh kreditur untuk menerima pembayaran
atas pelunasan hutang debitur.
11. Pemberi Jaminan Fidusia adalah orang atau badan usaha baik yang berbadan
hukum atau tidak yang memiliki benda yang akan dijadikan sebagai benda
jaminan dalam Perjanjian Jaminan Fidusia.
12. Penerima Jaminan Fidusia adalah perorangan, Bank atau Lembaga
Pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang untuk sebagai pelunasan
hutang pemberi fidusia kepada penerima fidusia yang mana pembayarannya
dijamin dengan benda Jaminan Fidusia dan harta kekayaan lainnya dari
pemberi Jaminan Fidusia.
13. Debitur adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki hutang kepada
Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya karena perjanjian atau
undang-undang.
14. Kreditur adalah orang pribadi, pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya
yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
15. Setiap orang adalah orang-perseorangan atau koorporasi.
16. Akta Jaminan Fidusia adalah akta Notaris yang berisikan pemberian Jaminan
Fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
17. Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang
dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan
atau pembayan hutang apabila debitur melakukan cidera janji.
18. Kreditur preferen adalah kreditur yang mempunyai hak yang didahulukan
terhadap kreditur lainnya untuk mendapatkan pelunasan piutangnya atas hasil
eksekusi benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia.
19. Kreditur separatis adalah kreditur yang tidak mempunyai hak untuk
didahulukan terhadap piutangnya.
20. Asas publisitas adalah asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan, Hak
Fidusia, dan Hipotik harus didaftarkan, hal ini bertujuan agar pihak ketiga
dapat mengetahui bahwa benda yang yang dijaminkan sedang dilakukan
pembebanan jaminan.
21. Asas droit de suite atau zaaksgevolg, yaitu bahwa jaminan fidusia tetap
mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun
benda tersebut berada.41
22. Pendaftaran Jaminan Fidusia, adalah penyerahan dokumen awal berupa
syarat-syarat pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh notaris yang telah
41 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
dilegalisasi kepada kantor pendaftaran fidusia dalam bentuk form yang berisi
keterangan objek jaminan fidusia tersebut.42
23. Sertifikat Jaminan Fidusia adalah Sertifikat Jaminan Fidusia yang
mencantumkan irah-irah ”Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial yang kekuatannya sama dengan
keputusan hakim.43
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah,
sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap
suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode
penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.44
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan
terhadap permasalahan dilakukan dengna mengkaji ketentuan perUndang-Undangan
yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya dibidang perikatan. Sifat
penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini
diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan
42 Irma Devita Purnamasari,Hukum Jaminan Perbankan, PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2011, hal. 88.
43
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 104 .
yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh
dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam
menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.45
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum
primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan
kepustakaan yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum jaminan fidusia pada
umummya dan hukum jaminan fidusia elektronik pada khususnya. Dalam
penelitian ini bahan hukum primer adalah UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo
UUJN Nomor 2 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia PP Nomor 86 Tahun 2000 tentang tata cara pendaftaran
jaminan fidusia dan biaya pendaftaran akta jaminan fidusia, Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya
ilmiah hukum tentang hukum kenotariatan pada umumnya dan hukum
perlindungan terhadap notaris pada khususnya.
c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus
hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.46
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan (Library Research). Alat pengumpulan data yang digunakan
yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca,
mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer, sekunder
maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.47
4. Analisis Data
Analisis data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan
penulisan.Analisis data dilakukan secara kwalitatif artinya menggunakan data secara
bermutu dalam kalimat yang teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih dan efektif
sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.
Data yang diperoleh melalui pengumpulan data sekunder akan dikumpulkan
dan kemudian dianalisis dengan cara kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap
masalah yang akan dibahas. Semua data yang terkumpul diedit, diolah dan disusun
46
Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, 2010, hal 16.
secara sistematis untuk selanjutnya disimpulkan dengan menggunakan metode
deduktif.48
BAB II
PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH
TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013
A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Fidusia
1. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia
Fidusia berasal dari kata “fiduciair” yang berarti ‘secara kepercayaan’,
ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak
kepada pihak yang lain bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindahan
milik, sebenarnya ke dalam(intern)hanya suatu jaminan saja untuk utang.49
Pengertian ini mengandung arti bahwa yang terjadi adalah hanya pengalihan
kepemilikan atas benda yang didasari oleh kepercayaan mengingat benda itu tidak
diserahkan kepada kreditur melainkan tetap dipegang debitur. Namun demikian
dengan adanya pengalihan ini, status benda itu hak miliknya adalah berada di tangan
kreditur, bukan lagi ditangan debitur meskipun debitur menguasai benda itu. Dengan
adanya pengalihan tersebut, maka posisi benda menjadi benda dengan jaminan
fidusia.
Fidusia merupakan lembaga jaminan yang sudah lama dikenal dalam
masyarakat Romawi yang berakar dari hukum kebiasaan, dan telah menjadi
yurisprudensi serta sekarang ini diformalkan dalam undang-undang. Fidusia adalah
lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang eksistensi dan
perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem civil law. Ketika hukum Romawi
diresepsi oleh hukum Belanda, lembaga fidusia tidak turut diambil alih, oleh karena
itu tidak mengherankan bahwa fidusia sebagai lembaga jaminan tidak terdapat dalam
Burgelijk Wetboek(BW). Dengan berkembangnya gadai dan hipotik, lembaga fidusia
yang berasal dari Romawi ini tidak popular dan tidak digemari lagi hilang dari lalu
lintas perkreditan.50
Namun demikian setelah sekian lama praktek jaminan fidusia tidak lagi
digunakan, pada abad ke-19 di Eropa terjadi kelesuan ekonomi akibat kemerosotan
hasil panen, sehingga semua perusahaan-perusahaan pertanian membutuhkan modal,
sementara lembaga hipotik tidak dapat diandalkan sebab para petani mempunyai luas
tanah yang sangat terbatas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Disisi lain agar
petani dapat mengambil kreditnya pihak perbankan juga meminta jaminan lain dalam
bentuk gadai, akan tetapi para petani tidak dapat menyerahkan barang-barang karena
dibutuhkan untuk proses produksi pertanian, di sisi lain pihak bank juga tidak
membutuhkan barang-barang tersebut untuk diserahkan kepada pihak bank sebagai
jaminan hutang.
Konsekusni dari statisnya sektor hukum perkreditan dan lembaga jaminan
tersebut melahirkan upaya-upaya untuk mencari jalan keluar dan terobosan secara
yuridis, maka di Belanda mulailah dihidupkan kembali konstruksi hukum pengalihan
hak kepemilikan secara kepercayaan atas barang-barang bergerak sebagaimana telah
dipraktekkan oleh masyarakat Romawi yang dikenal dengan fiducia cum ceditore.
Pengakuan terhadap eksistensi jaminan fidusia bermula dari adanya yurisprudensi
melalui putusan pertamanya tentang fidusia dalam perkara yang dikenal dengan nama
Bier Brouwrij Arrest tanggal 25 Januari 1929 yang menyatakan bahwa jaminan
fidusia tidak dimaksudkan untuk menyelundupkan / menggagalkan tujuan-tujuan
yang hendak dicapai oleh undang-undang dengan secara tidak pantas.
Sistem hukum Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan hukum
Belanda karena adanya pertautan sejarah yang didasarkan kepada asas konkordasi
(concordantie beginsel).51Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia
juga diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hooggerrecht Hof (HGG)
tanggal 18 Agustus 1932 dalam kasus sebagai berikut :52
“Pedro Clignett meminjam uang dari Batafsche Petroeum Maatschapji (BPM)
dengan jaminan hak milik atas sebuah mobil berdasarkan kepercayaan. Clignett tetap
menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika
Clignent lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil BPM. Ketika
Clignent benar-benar tidak melunasi utang-utangnya pada waktu yang ditentukan,
BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya dengan alasan
perjanjian yang dibuat tidak sah. Menurut Clignett perjanjian yang ada adalah gadai,
tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitur maka gadai
tersebut menjadi tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata. Dalam
51
C.S.T Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2010, hal. 198
putusannya HGH menolak alasan Clignent bahwa peristiwa tersebut bukanlah gadai,
melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui
oleh Hooggerrecht Hof dalam BIerbrouwerij Arrest, Clignent diwajibkan untuk
menyerahkan jaminan itu kepada BPM.
Dalam perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup
berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman
Romawi dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang
difidusiakan akan teatpi sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya sebagai
pemegang jaminan saja. Tidak hanya sampai disitu, perkembangan selanjutnya juga
menyangkut kedudukan debitur, hubungannya dengan pihak ketiga dan mengenai
objek jaminan fidusia. Mengenai objek jaminan fidusia ini, Hoogerrad Belanda
maupun Mahkamah Agung Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia
hanya dapat dilakukan terhadap barang-barang bergerak saja. Namun pada praktek
kemudian orang juga melakukan fidusia terhadap barang tidak bergerak, apalagi sejak
diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA Nomor 5 Tahun 1960),
perbedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak menjadi kabur karena
undang-undang tersebut menggunakan pembedaan berdasarkan tanah dan bukan
tanah.
Lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 terjadi
perbedaan yang meliputi benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996.
Pengertian jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia
terhadap kreditur lainnya (Pasal 1 butir 1 dan 2 UU Nomor 42 Tahun 1999).
Dalam Pasal 9 Undang-Undang Fidusia dikatakan bahwa jaminan fidusia
dapat diberikan terhadap satu benda atau lebih satuuan atau jenis benda, termasuk
piutang baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh
kemudian.
Objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang terdaftar maupun
tidak terdaftar (termasuk dalam dan surat-surat berharga), yang bergerak maupun
yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Dalam pengertian
benda termasuk pula piutang atas nama yang dahulu dilaksanakan pengikatannya
dengan cara gadai tetapi dalam praktik perbankan biasa dikenal dengan pengalihan
secara cessie (Pasal 613 KUH Perdata) yang kemudian dalam perkembangannya
Objek jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 dapat menggantikan cessie jaminan atas piutang ataupun yang disebut
dengan Suijling sebagaiFiduciaire Cessie yang banyak dipergunakan dalam praktek
pemberian kredit di bank-bank. Selanjutnya objek jaminan fidusia dapat berupa benda
yang sudah dimiliki oleh pemberi fidusia pada saat pembebanannya, tetapi dapat pula
dimasukkan benda yang akan diperoleh kemudian.53
Untuk menghindari kesulitan dikemudian hari, dalam Pasal 10
Undang-Undang Fidusia sudah ditetapkan bahwa jaminan fidusia meliputi semua hasil dari
jaminan fidusia dan juga klaim asuransi apabila objek jaminan fidusia tersebut
musnah didalam pelaksanaan eksekusinya.
Menurut Munir Fuady, ketentuan mengenai benda yang menjadi objek
jaminan fidusia terdapat antara lain dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan
Pasal 20 Undang-Undang Fidusia. Benda-benda yang dapat menjadi objek jaminan
fidusia tersebut antara lain : 541. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan
secara hukum, 2. Atas benda berwujud, 3. Benda tidak berwujud, 4. Benda bergerak,
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hak tanggungan, hipotik,
6. Benda yang sudah ada dan yang aka ada dikemudian hari yang tidak diperlukan
sebuah akta pembebanan, 7. Dapat satuan atau jenis benda, 8. Dapat lebih dari satuan
53
Arie S. Hutagalung,Analisa Yuridis Mengenai Pemberian dan Pendaftaran Jaminan Fidusia,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 3
54 Munir Fuady, Ketentuan Benda yang Menjadi Objek Jaminan Fidusia Dalam