• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah, Studi Kasus Kabupaten Brebes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah, Studi Kasus Kabupaten Brebes"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus: Kabupaten Brebes)

LELY RACHMA SEPTIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah (Studi Kasus: Kabupaten Brebes) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Lely Rachma Septiana

(4)

LELY RACHMA SEPTIANA. Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah, Studi Kasus: Kabupaten Brebes. Dibimbing oleh MACHFUD dan INDAH YULIASIH.

Pengelolaan rantai pasok bawang merah memiliki karakteristik tertentu karena dipengaruhi oleh sistem produksi, bulky, perishable dan kualitas yang menurun secara terus menerus sedangkan permintaan terhadap bawang merah terjadi sepanjang waktu. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah menjadi sangat diperlukan agar kebutuhan pelanggan dan keuntungan pelaku usaha dapat tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis kondisi rantai pasok bawang merah, 2) mengukur kinerja rantai pasok bawang merah, dan 3) merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Brebes karena Kabupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia.

Kondisi rantai pasok bawang merah dibahas secara deskriptif mengikuti kerangka pembahasan FSCN (Food Supply Chain Network). Pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah dilakukan dengan menggunakan metode rating scale.

Indikator penilaian kinerja (metrik) diadaptasi dari model SCOR (Supply Chain

Operations Reference). Dalam merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai

pasok bawang merah terlebih dahulu dilakukan analisis kesenjangan dan analisis masalah rantai pasok bawang merah.

Rantai pasok bawang merah dari produsen hingga konsumen akhir memiliki aliran yang panjang dan saluran yang beragam. Pelaku rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer lokal atau pedagang pasar tradisional lokal. Pola saluran pemasaran yang terbentuk umumnya telah berjalan dalam jangka waktu yang lama dan terbentuk secara alami. Kondisi sumber daya fisik khususnya gudang penyimpanan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kemampuan anggota rantai dalam pengusahaan bawang merah dilakukan atas dasar kemampuan permodalan.

Kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes menunjukkan nilai yang lebih besar (skor 3.57) saat in season dibandingkan saat off season (skor 3.28). Hasil pengukuran terhadap kinerja anggota rantai menunjukkan bahwa pada saat in season kinerja petani (skor 3.39) lebih rendah dibandingkan kinerja pedagang pengumpul (skor 3.49) dan pedagang besar (skor 3.84) sedangkan pada saat off season kinerja pedagang pengumpul (skor 3.14) lebih rendah dibandingkan petani (skor 3.20) dan pedagang besar (skor 3.50). Secara umum, kinerja pedagang besar lebih baik dibandingkan petani dan pedagang pengumpul pada kedua musim.

Upaya dalam meningkatkan kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes antara lain membangun sistem persediaan yang tepat; membangun kemitraan, koordinasi dan kolaborasi diantara anggota rantai serta penguatan kelembagaan petani, mengatasi rendahnya ketersediaan bawang merah terutama saat off season; meningkatkan ketersediaan informasi pasar; dan mengatasi permasalahan mengenai mekanisme distribusi.

(5)

Improvement, Case Studies: Brebes District. Supervised by MACHFUD and INDAH YULIASIH.

Shallots supply chain management has certain characteristics because influenced by the production system, bulky, perishable and decreasing quality continuously while the demand for shallots happen all of time. Therefore, efforts to improve supply chain performance of shallots is needed in order that the needs of customers and others goals can be achieved. This study is aimed to 1) analyze the shallots supply chain conditions, 2) measure the performance of shallots supply chain, and 3) formulate the efforts to improve the performance of shallots supply chain. This research was conducted in Brebes because this region is the largest shallots production centre in Indonesia.

Shallots supply chain mechanism are discussed in the descriptive accord with FSCN (Food Supply Chain Network) framework. Supply chain performance of shallots were measured by rating scale method used metric that was adapted from the model SCOR (Supply Chain Operations Reference). The object of performance measurement are wholesalers, traders and farmers. The efforts of improvement supply chain performance was formulated based on gap analysis and root cause analysis.

Shallots supply chain has a long and diverse channels from producer to final consumer. Shallots supply chain actors in Brebes consist of farmers, traders, wholesalers, and retailers local or traditional local market traders. Marketing channel patterns are formed generally has been running in the long term and is formed naturally. Condition of physical resources, especially storage facilities are not functioning properly. The ability of members of the chain in the shallots business is based on capital ownership.

Supply chain performance of shallots in Brebes showed a larger value (score 3.57) when in season than during off season (score 3.28). During in season, the performance value of farmer (score 3.39) lower than the performance of traders (score 3.49) and wholesalers (score 3.84) whereas during the off season performance traders (score 3.14) lower than farmers (score 3.20) and wholesalers (score 3.50). In general, the performance of wholesalers better than the farmers and traders in both seasons.

Efforts to improve the supply chain performance of shallots in Brebes include building proper inventory system; build partnerships, coordination and collaboration among the members of the chain and institutional capacity building of farmers, address the low availability of shallots especially during the off season; increase the availability of market information; and solve the problems concerning the distribution mechanism.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK

BAWANG MERAH (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)

Nama : Lely Rachma Septiana NIM : F351130311

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Machfud, MS Ketua

Dr Indah Yuliasih, STP MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulisan tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis dibantu oleh berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada segenap pihak yang membantu, khususnya kepada :

1. Prof Dr Ir Machfud, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing akademik atas bimbingan, arahan dan nasihat selama penyusunan tesis.

2. Dr Indah Yuliasih, STP MSi sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas arahan, bimbingan dan nasihat kepada penulis.

3. Dr. Faqih Udin, STP MSi sebagai Dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis.

4. Ayahanda, Ibunda, Mba Leni, Kak Wastono, Ilham, Azka dan Adwa‟, serta suami tercinta Mas Imam Fahrurozi yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang yang tidak ternilai harganya.

5. Dr Ir Saptana MSi, Pak Juwari, Pak Ikhwan, Pak Salim, Mba Diah dan Zuli Rohmiyati yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan kebaikan lainnya kepada penulis untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan tesis ini.

6. Seluruh rekan-rekan TIP 2013 atas dukungan dan kebersamaannya selama ini. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan selanjutnya.

Bogor, Februari 2017

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Bawang Merah 4

Rantai Pasok 7

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 7

Supply Chain Operation Reference (SCOR) 10

Konsep Fuzzy 13

Penelitian Terkait 14

3 METODOLOGI PENELITIAN 16

Kerangka Pemikiran 16

Tempat dan Waktu Penelitian 16

Teknik Pengambilan Sampel 16

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Analisis Data 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 25

Analisis Kondisi Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes 28 Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes 51 Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah 70

5 KESIMPULAN DAN SARAN 89

Kesimpulan 89

Saran 89

DAFTAR PUSTAKA 90

LAMPIRAN 94

(13)

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi bawang merah rata-rata per kapita per tahun dan total

produksinya, Tahun 2011-2015 1

2 Taksonomi bawang merah 4

3 Kandungan dan komposisi gizi tiap 100 gram bawang merah 6 4 Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja

SCM (Aramyan 2006) 9

5 Atribut kinerja manajemen rantai pasok beserta metrik kinerja 11

6 Definisi proses dalam model SCOR 12

7 Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan dilakukan 15 8 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian 18

9 Definisi dan fungsi keanggotaan TFN 22

10 Skala penilaian metrik kinerja pada atribut kinerja rantai pasok bawang

merah 24

11 Produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten

Brebes 27

12 Peran anggota rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes 31 13 Penggolongan dan Karakteristik Bawang Merah Berdasarkan 48 14 Daerah tujuan pengiriman bawang merah Brebes dan kebutuhannya

pada tahun 2014 50

15 Hasil pengukuran kinerja petani 64

16 Hasil pengukuran kinerja pedagang pengumpul 66

17 Hasil pengukuran kinerja pedagang besar 68

18 Rekapitulasi Nilai Kinerja Anggota Rantai Pasok Bawang Merah di

Kabupaten Brebes 69

19 Gap performakinerja petani 70

20 Gap performakinerja pedagang pengumpul 71

21 Gap performa kinerja pedagang besar 71

22 Hasil pembobotan faktor penyebab rantai pasok bawang merah belum

efektif dan efisien 81

23 Matriks masalah, penyebab dan upaya peningkatan kinerja rantai pasok

bawang merah di Kabupaten Brebes 84

24 Rencana aksi peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah 87

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per bulan tahun 2 2 Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah (Rahayu dan

Berlian 2004) 5

3 Hirarki pemodelan proses SCOR (SCC 2012) 13

4 Kerangka pemikiran 17

(14)

7 Struktur rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Brebes dengan

berbagai tujuan pasar 32

8 Pohon industri bawang merah 47

9 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja petani 53 10 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang pengumpul 56 11 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang besar 59 12 Grafik harga bawang merah Kabupaten Brebes tahun 2011-2015 73 13 Diagram fishbone rantai pasok belum efektif dan efisien 74 14 Diagram fishbone ketersediaan bawang merah rendah terutama 74

15 Diagram fishbone harga benih yang tinggi 75

16 Diagram fishbone penyebab belum adanya sistem persediaan yang tepat 77 17 Diagram fishbone penyebab pengaturan pola tanam belum terintegrasi 78 18 Diagram fishbone penyebab perbedaan harga di tingkat produsen dengan

harga di tingkat konsumen sangat jauh 79

19 Diagram fishbone penyebab terbatasnya ketersediaan informasi pasar 80 20 Diagram fishbone penyebab sistem informasi belum optimal 80 21 Diagram fishbone penyebab distribusi belum berjalan dengan baik 81

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner analisis kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten

Brebes 95

2 Kumpulan metrik berdasarkan atribut kinerja pada model SCOR 11.0 106

3 Kuisioner pembobotan metrik 109

4 Kuisioner penilaian kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten

Brebes 114

(15)
(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian memegang peranan yang penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara dari ekspor hasil-hasil pertanian, dan lain-lain. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2015, sektor pertanian mampu menyerap sebanyak 37 748 228 tenaga kerja (32.88%) dan menyumbang sebesar Rp 1 560.399 triliun (13.5%) terhadap PDB Nasional.

Salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah bawang merah. Komoditas ini merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja serta memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah terutama di daerah sentra produksi. Permintaan pasar yang tinggi terhadap bawang merah menjadikan komoditas ini sebagai salah satu komoditas unggulan nasional.

Bawang merah merupakan komoditas sayuran umbi yang populer di kalangan masyarakat dan telah lama dibudidayakan di Indonesia. Meskipun bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, namun selalu dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak. Perkembangan konsumsi bawang merah pada periode tahun 1981-2014 cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 8.69%/tahun (Pusdatin 2015). Jika dilihat secara lebih rinci berdasarkan konsumsi per kapita per tahun dari tahun 2011 hingga tahun 2015 (Tabel 1), akan diketahui peningkatan rata-rata konsumsi per kapita sebesar 0.05 %/tahun. Pada tahun 2011 rata-rata konsumsi per kapita bawang merah sebesar 2.36 kg/kapita/tahun, kemudian naik menjadi 2.76 kg/kapita/tahun pada tahun 2012. Tahun berikutnya mengalami penurunan yang cukup tajam hingga 2.07 kg/kapita/tahun. Kemudian kembali naik menjadi 2.49 kg/kapita/tahun pada tahun 2014 dan 2.71 pada tahun 2015. Permintaan bawang merah akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk Indonesia.

Tabel 1 Konsumsi bawang merah rata-rata per kapita per tahun dan total produksinya, Tahun 2011-2015

Tahun Kg/kap/tahun Total produksi (ton)

2011 2.36 893 124

2012 2.76 964 221

2013 2.07 1 010 773

2014 2.49 1 233 984

2015 2.71 1 231 559

Laju (%/tahun) 0.05 0.09

Sumber : Pusdatin 2015 (diolah)

(17)

pada waktu-waktu tertentu seringkali belum terpenuhi sesuai harapan sehingga lonjakan harga bawang merah tidak bisa dihindari. Fluktuasi harga bawang merah ini selalu menjadi permasalahan pasar bawang merah lokal (Widodo dan Rembulan 2010). Salah satu penyebabnya adalah puncak produksi bawang merah yang terjadi pada bulan-bulan tertentu sementara konsumsi bawang merah cenderung merata setiap saat. Adanya fluktuasi harga tersebut menjadikan bawang merah sebagai penyumbang inflasi nasional (Bappenas 2013).

Gambar 1 Rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per bulan tahun 2011-2015 dan prognosa kebutuhan bawang merah tahun 2016

Gambar 1 menunjukkan rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per bulan tahun 2011-2015 disertai dengan prognosa kebutuhan bawang merah tahun 2016. Data konsumsi tahun 2011-2015 hanya mencakup konsumsi bawang merah per kapita, sedangkan prognosa kebutuhan bawang merah tahun 2016 mencakup data untuk kebutuhan bawang merah per kapita, benih, dan industri. Berdasarkan grafik pada Gambar 1, dapat diketahui bahwa puncak panen bawang merah berada pada bulan-bulan tertentu sementara konsumsi relatif sama di setiap waktu. Kondisi ini menyebabkan terjadinya gejolak karena adanya senjang (gap) antara pasokan dan permintaan sehingga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu.

Persoalan tersebut dapat diatasi melalui pengelolaan sistem logistik yang efektif dan efisien. Logistik adalah proses strategis dalam mengelola pengadaan, pergerakan dan penyimpanan bahan, baik bahan jadi maupun bahan setengah jadi melalui sebuah organisasi serta saluran pemasaran (Christopher 2011). Untuk memperoleh sistem logistik yang efektif dan efisien digunakan konsep Supply

Chain Management. Manajemen rantai pasok dapat membawa anggota rantai pada

(18)

rantai pasok yang inefisien, akan membawa pada kerugian seperti tingginya biaya logistik, biaya pengelolaan informasi, sumberdaya tidak termanfaatkan dengan baik, dan berkurangnya kapasitas produksi (Fan et al. 2013). Manajemen rantai pasok yang tepat memberikan sebuah peluang strategis yang besar untuk menciptakan keunggulan bersaing (Heizer dan Render 2010).

Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya, pengelolaan rantai pasok bawang merah cukup kompleks. Sistem logistik bawang merah memiliki karakteristik tertentu karena dipengaruhi oleh sistem produksi, bulky, perishable

dan perubahan yang terus menerus pada kualitasnya sedangkan permintaan terhadap bawang merah terjadi sepanjang waktu. Permintaan konsumen akan bawang merah ini harus senantiasa terpenuhi agar keuntungan pelaku usaha dapat tercapai. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah menjadi sangat diperlukan.

Penelitian sebelumnya mengenai peningkatan kinerja rantai pasok komoditas pertanian telah banyak dilakukan antara lain dilakukan oleh Feifi (2008), Setiawan (2009), Syafi (2009), Rofiq (2010), dan Dinata et al. (2014). Akan tetapi khusus untuk komoditas bawang merah sangat terbatas. Penelitian mengenai perbaikan rantai pasok bawang merah pernah dilakukan oleh Adiyoga et al. (2010). Penelitian mereka dilakukan di wilayah Nganjuk (Jawa Timur) dan Buleleng (Bali). Penelitian yang dilakukan Adiyoga et al. (2010) menggunakan analisis deskriptif dan analisis SWOT. Namun, penelitian tersebut tidak didasari atas pengukuran kinerja rantai pasok. Pengukuran kinerja merupakan elemen yang penting dalam pengambilan keputusan dalam merencanakan efektivitas kerja (Bhagwat dan Sharma 2007). Model pengukuran kinerja harus dibuat sedemikian rupa sehingga kinerja organisasi dapat terukur dan tujuan organisasi serta efektivitas kerja tercapai (Takkar et al. 2009).

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes

2. Mengukur kinerja rantai pasok bawang merah dalam lingkup Kabupaten Brebes

3. Merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan:

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi pelaku usaha bawang merah dalam mengembangkan usahanya

2. Sebagai bahan masukan untuk pelaku usaha dalam mengukur kinerja manajemen rantai pasoknya.

3. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan terkait bawang merah.

(19)

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan di Kabupaten Brebes karena Kabupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia yang mensuplai sekitar 75% untuk kebutuhan bawang merah Propinsi Jawa Tengah dan mensuplai sekitar 23% kebutuhan nasional.

2. Rantai pasok yang diamati adalah rantai pasok komoditas bawang merah. 3. Aspek yang dikaji dalam manajemen rantai pasok bawang merah diantaranya

aspek tujuan rantai, struktur rantai, manajemen rantai, sumber daya rantai dan proses bisnis rantai.

4. Pengukuran kinerja rantai pasok dibatasi pada pelaku rantai pasok bawang merah di Brebes yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang besar.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah Botani Bawang Merah

Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang tergolong sayuran rempah. Bawang merah diduga berasal dari benua Asia khususnya Asia Tengah (Rukmana 1994). Bawang merah memiliki nama ilmiah Allium cepa var.

ascalonicum. Taksonomi bawang merah secara detil dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Taksonomi bawang merah

Takson Nama

Divisi Spermatophyta

Sub Divisi Angiospermae

Class Monocotyledonae

Ordo Liliales/Liliflorae

Famili Liliaceae

Genus Allium

Spesies Allium ascalonicum atau Allium cepa var. ascalonicum

Sumber : Rahayu dan Berlian 2004

(20)

Keterangan gambar :

A : penampang membujur tanaman bawang merah B : penampang melintang tanaman bawang merah 1 : akar serabut

2 : batang pokok rudimenter yang seperti cakram 3 : umbi lapis

4 : tunas lateral 5 : daun muda

6 : titik tumbuh atau calon tunas

Gambar 2 Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah (Rahayu dan Berlian 2004)

Karakteristik Tanaman Bawang Merah

Tanaman bawang merah dibudidayakan di daerah dataran rendah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah. Daerah yang mempuyai kondisi tersebut dan menjadi sentra produksi di Indonesia diantaranya yaitu Brebes, Probolinggo, Majalengka, Tegal, Nganjuk, Cirebon, Kediri, Bandung, Malang, dan Palembang (Rahayu dan Berlian 2004). Syarat pertumbuhan bawang merah antara lain tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, air tidak menggenang, dan mengandung bahan organik yang cukup dengan pH berkisar 5.6-6.5. Suhu ideal untuk pertumbuhan bawang merah adalah 25-32°C dengan kelembaban berkisar 50-70%. Bawang merah paling baik ditanam di dataran rendah, yaitu pada ketinggian 10-250 mdpl. Ketinggian optimal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah 30 mdpl (Agromedia 2011). Di Indonesia bawang merah dapat ditanam hingga ketinggian 1 000 mdpl (Sumarni dan Hidayat 2005).

(21)

kerebahan daun sudah mencapai lebih dari 90%, yakni saat tanaman berumur 80-90 HST (Agromedia 2011).

Puncak panen bawang merah di Indonesia terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari,sedangkan bulan kosong pada bulan Februari-Mei dan November sehingga musim tanam puncak berkisar antara bulan April-Oktober (BI 2013). Penanaman bawang merah di musim hujan yaitu bulan Oktober/Desember hingga bulan Maret/April dalam kondisi iklim normal biasa disebut tanaman off season sedangkan pertanaman di musim kemarau disebut tanaman in season (Suwandi 2013).

Kandungan dan Khasiat bawang merah

Komponen-komponen yang terkandung di dalam umbi bawang merah disajikan dalam Tabel 3. Selain komponen tersebut, umbi bawang merah juga mengandung minyak atsiri (senyawa volatil) yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan penyedap rasa makanan, bakterisida, fungisida, dan berkhasiat untuk obat-obatan. Umbi bawang merah juga mengandung komponen yang dinamakan allin. Allin merupakan suatu senyawa yang mengandung asam amino tidak berbau, tidak berwarna, dan dapat larut dalam air. Karena terjadi sebuah proses kimia, allin berubah menjadi senyawa allicin. Senyawa allicin dengan thiamin (vitamin B1) membentuk ikatan kimia disebut allithiamin yang mudah diserap

tubuh, dengan demikian allicin dapat membuat vitamin B1 menjadi lebih efisien

dimanfaatkan tubuh (Rahayu dan Berlian 2004). Boelens et al. (1971) menemukan sebanyak 45 senyawa volatil yang terdapat dalam umbi bawang merah. Namun, senyawa yang diyakini sebagai senyawa utama pembentuk atsiri antara lain propyl thiosulfonat, propyl dan propenyl di- dan trisulfida serta dimethylthiopena.

Tabel 3 Kandungan dan komposisi gizi tiap 100 gram bawang merah

Komposisi gizi Bawang merah biasa

a b

Kalori (kal) 39.00 67.00

Protein (gr) 1.50 1.90

Lemak (gr) 0.30 0.30

Karbohidrat (gr) 0.20 15.40

Serat (gr) - 0.70

Abu (gr) - 0.60

Kalsium (mg) 36.00 46.00

Fosfor (mg) 40.00 45.00

Zat besi (mg) 0.80 0.80

Natrium (mg) - 12.00

Kalium (mg) - 334.00

Niacin (mg) - 0.30

Vitamin A (SI) 0.00 5.00

Vitamin B1 (mg) 0.03 0.04

Vitamin B2 (mg) - 0.02

Vitamin C (mg) 2.00 2.00

Air (gr) 88.00 -

Keterangan : (a) Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981)

(22)

Bawang merah memiliki beragam manfaat. Selain sebagai bumbu dapur dan penyebab berbagai masakan, bawang merah juga dapat dimanfaatkan sebagai obattradisional seperti obat nyeri perut, penyembuhan luka atau infeksi, disentri dan diare. Khasiat umbi bawang merah sebagai obat, diduga karena mempunyai efek antiseptic dari senyawa allin dan allicin. Senyawa allin ataupun allicin oleh enzim allisin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin antimikroba yang bersifat bakterisida. Bawang merah juga berfungsi dalam tubuh dalam memperbaiki dan memudahkan pencernaan serta menghilangkan lender-lendir dalam kerongkongan (Rukmana 1994).

Rantai Pasok Pengertian Rantai Pasok

Rantai pasok adalah rangkaian proses yang terdiri dari aliran barang, informasi dan uang yang bertujuan untuk memenuhi keinginan pelanggan, yang terjadi di dalam dan di antara tahap yang berbeda dalam satu rangkaian dari bagian produksi sampai konsumen akhir. Sementara pengertian dari manajemen rantai pasok yaitu integrasi dari perencanaan, implementasi, koordinasi dan kontrol dari seluruh proses usaha dan aktivitas penting dalam menghasilkan dan mengirim seefisien mungkin sebuah produk sehingga memuaskan kebutuhan pelanggan (Van der Vorst 2007).

Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) produk pertanian mewakili pengelolaan keseluruhan proses produksi yang terdiri dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen (Marimin dan Maghfiroh 2010).

Rantai pasok produk pertanian berbeda dengan rantai pasok produk manufaktur. Perbedaan yang mendasar antara rantai pasok produk pertanian dengan rantai pasok lainnya adalah perubahan yang terus menerus pada kualitas produk pertanian tersebut disepanjang rantai pasok secara keseluruhan (Nagurney

et al. 2013).

Van der Vorst (2007) membagi rantai pasok produk pertanian (bahan dasar sayuran atau hewan) menjadi dua macam, yaitu:

1. Produk pertanian segar seperti sayuran segar, bunga, buah-buahan. Struktur rantai pasok ini terdiri dari petani, pelelangan, pedagang perantara/grosir, importir, dan eksportir, riteler/pedagang eceran, dan toko khusus yang menjual produk tersebut. Proses yang terjadi dalam rantai ini: penanganan bahan, mengkondisikan penyimpanan, pengemasan, transportasi, dan perdagangan. 2. Produk yang akan diproses (seperti daging, snack, jus, makanan pencuci mulut,

makanan kaleng). Pada rantai ini, produk pertanian digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk yang memiliki nilai tambah.

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

(23)

mengkuantifikasi efisiensi dan efektifitas dari sebuah aksi. Menurut Aramyan (2007) pengukuran kinerja dalam rantai pasok adalah keseluruhan ukuran kinerja yang didasarkan kepada kinerja dari tiap rantai disepanjang rantai pasokan.

Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja digunakan untuk: 1. Melakukan monitoring dan pengendalian.

2. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan. 3. Mengetahui posisi suatu organisasi/perusahaan relatif terhadap pesaing maupun

terhadap tujuan yang ingin dicapai.

4. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing. Pengukuran kinerja merupakan elemen yang penting dalam pengambilan keputusan dalam merencanakan efektivitas kerja (Bhagwat dan Sharma 2007). Sebuah organisasi atau perusahaan sebaiknya menerapkan satu jenis sistem pengukuran yang paling sesuai dengan karakteristik organisasi atau perusahaan (Chan 2003). Thakkar et al. (2009) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja rantai pasok harus dimengerti oleh seluruh anggota rantai pasokan. Studi dan model kinerja perusahaan harus dibuat agar tujuan dan achievement perusahaan dapat terukur sehingga efektivitas dari strategi atau teknik yang dilakukan dapat terlaksana.

Kinerja dari rantai pasok didefinisikan sebagai derajat/ tingkat sejauh mana sebuah rantai pasok dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan stakeholder

mengenai indikator kunci kinerja di setiap titik. Tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk mendukung tercapainya tujuan, mengevaluasi kinerja, dan menentukan tindakan strategis, taktis dan operasional di masa depan. Untuk mencapai tujuan, proses output harus diukur dan dibandingkan dengan ukuran standard (Van der Vorst 2006).

Aramyan et al. (2006) menyampaikan beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja rantai pasok diantaranya model Supply Chain

Operation Reference (SCOR), Balanced Scorecards (BSC), Multi-Criteria

Analysis, Data Envelopment Analysis (DEA), Life Cycle Analysis, dan Activity

Based Costing (ABC). Fan et al. (2013) mengembangkan metode baru dalam

mengevaluasi kinerja yaitu 5DBSC yang merupakan pegembangan dari (Balanced Scorecards) memiliki lima aspek indikator yang berbeda, 3 indikator kualitatif dan 11 indikator kuantitatif. Metode-metode tersebut memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan seperti terlihat pada Tabel 4.

(24)

Tabel 4 Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja SCM (Aramyan 2006)

Metode-metode Kelebihan Kelemahan

Activity Based Costing

 Memberikan informasi finansial lebih banyak

Recognize perubahan perubahan biaya pada aktifitas yang berbeda

Biaya pengumpulan data besar

Sulit mengumpulkan data yang diinginkan

Balanced Scorecard  Keseimbangan padangan tentang kinerja

 Faktor-faktor finansial dan non-finansial

 Stategi pada manajemen puncak dan aksi pada

manajemen menengah terhubung dan lebih fokus.

Implementasi yang lengkap dapat bertahap

Economic Value Added

 Mempertimbangkan biaya modal

 Melihat kegiatan secara terpisah

Perhitungan sulit

Sulit untuk mengalokasikan EVA pada masing-masing divisi

Multi Criteria Analysis

 Pendekatan partisipasif dalam membuat keputusan

 Sesuai dengan masalah-masalh dimana nilai-nilai moneter tidak tersedia

Informasi yang dibutuhkan untuk menurunkan bobot sangat dipertimbangkan

Kemungkinan mengenalkan boobot secara

implisit tidak dapat dijelaskan Life-Cycle Analysis Memungkin untuk menilai biaya dan dampak lingkungan

yang berkaitan dengan siklus hidup produk atau proses

Membutuhkan dukungan data yang intensif

Selang kepercayaan dalam metodologi LCA Data Envelopment

Analysis (DEA)

 Mencakup input dan output

 Menghasilkan informasi yang detail tentang efisiensi perusahaan

 Tidak memerlukan spesifikasi parametrik dari bentuk fungsional

Membutuhkan dukungan data yang intensif

Pendekatan deterministik

Supply Chain

Council’s SCOR

Model

 Menilai kinerja keseluruhan dari rantai pasok

 Pendekatan yang seimbang

 Kinerja rantai pasok dalam berbagai dimensi

Tidak secara eksplisit menempatkan pelatihan, kualitas, teknologi informasi dan administrasi

Tidak menggambarkan setiap proses atau

kegiatan bisnis

(25)

Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Supply Chain Operations Reference (SCOR) adalah suatu model referensi

proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai pasok (Supply Chain Council) sebagai alat evaluasi kinerja manajemen rantai pasok (Supply Chain

Management). Sebagai alat evaluasi kinerja rantai pasok perusahaan, SCOR

dapat digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Cakupan metode SCOR dimulai dari pemasoknya pemasok hingga ke konsumennya konsumen (SCC 2010).

Kelebihan model SCOR sebagai Process Reference Model (PRM) adalah kemampuannya untuk mengintegrasikan Business Process Reengineering (BPR),

benchmarking dan Best Practice Analyze (BPA) ke dalam kerangka kerja rantai pasok. Saat ini model SCOR telah mencapai versi 11.0. Sebagai sebuah model referensi, pada dasarnya model SCOR versi 11.0 terdiri dari empat pilar utama, yaitu:

1. Performance (Kinerja)

Performance terdiri dari standar metrik yang menggambarkan proses kinerja

dan definisi strategis dari tujuan. 2. Processes (Proses)

Deskripsi standar dari tiap proses dalam manajemen rantai pasok 3. Practices (Praktik)

Praktik manajemen yang dapat menghasilkan kinerja proses terbaik.

4. People (Sumber Daya Manusia)

Definisi standar untuk berbagai kemampuan atau keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai proses dalam rantai pasok.

Performance

Kinerja/ performa dari SCOR terdiri dari dua elemen yaitu atribut kinerja dan metrik. Atribut kinerja adalah sekelompok metrik yang digunakan untuk menyatakan strategi sedangkan metrik adalah standar dalam pengukuran kinerja rantai pasok. Atribut ini tidak dapat diukur, tapi digunakan untuk membuat arahan strategis. Atribut performa meliputi reliabilitas rantai pasokan, responsivitas rantai pasokan, agility dalam rantai pasokan, biaya rantai pasokan, dan manajemen aset rantai pasokan. Masing-masing atribut kinerja memiliki satu atau lebih metrik level 1. Menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2003), umumnya perusahaan menggunakan metrik level 1 sebagai dasar untuk menentukan strategi pengembangan rantai pasok yang hendak dicapai oleh perusahaan, disesuaikan dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan perusahaan (internal). Definisi dari masing-masing atribut kinerja dapat dilihat pada Tabel 5.

(26)

Tabel 5 Atribut kinerja manajemen rantai pasok beserta metrik kinerja Atribut

Performa Definisi Metrik Level 1

Reliabilitas rantai pasok

Kemampuan melakukan tugas-tugas seperti yang diharapkan misalnya memenuhi pesanan pembeli dengan produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi, dan kualitas yang tepat.

Pemenuhan pesanan

sempurna

Responsivitas rantai pasok

Waktu (kecepatan) rantai pasok

perusahaan dalam memenuhi

pesanan konsumen.

kemampuan untuk merespon

perubahan pasar untuk memelihara

keuntungan kompetitif rantai

pasokan.

Biaya yang berkaitan dengan

pelaksanaan proses rantai pasokan.

Total biaya dalam

rantai pasok Manajemen

aset rantai pasok

Kemampuan perusahaan dalam

mengefisien dan mengefektifkan penggunaan aset yang dimilikinya sehingga kepuasan konsumen dapat terpenuhi

Pada pengukuran performa rantai pasokan, dapat dilakukan dengan menentukan target pencapaian perusahaan dan membandingkannya dengan kondisi perusahaan saat ini. Penentuan target pencapaian tersebut dapat dilakukan dengan proses benchmarking. Benchmarking merupakan proses membandingkan kondisi perusahaan saat ini dengan kondisi perusahaan kompetitor yang paling maju di bidangnya (best in class in performance) sehingga data pembanding yang digunakan berasal dari perusahaan-perusahaan best in class. Jika data pembanding dari kompetitor sulit diperoleh, maka data benchmark juga dapat diambil dari target internal perusahaan yang hendak dicapai tanpa harus membandingkannya dengan perusahaan lain.

Proses

Dengan menggunakan definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR, maka elemen Process ini mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan mendeskripsikan proses rantai pasok yang terjadi serta mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam model SCOR versi 11.0, proses-proses rantai pasok terebut didefinisikan ke dalam enam proses yang terintegrasi, yaitu Plan (perencanaan),

Source (pengadaan), Make (produksi), Deliver (distribusi), Return

(27)

Tabel 6 Definisi proses dalam model SCOR

Proses SCOR Definisi

Plan Proses-proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan secara menyeluruh yang bertujuan untuk mengembangkan kebutuhan pengiriman, produksi dan pasokan secara optimal. Source Proses-proses pembelian barang dan jasa yang bertujuan untuk

memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan

Make Proses tranformasi material menjadi produk akhir untuk memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan

Deliver Proses-proses penyediaan produk jadi/jasa untuk memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan, mencakup manajemen pemesanan, manajemen transportasi dan distribusi

Return Proses-proses yang diasosiasikan dengan pengembangan dan penerimaan produk dengan kategori pengembalian produk dengan berbagai alasan. Proses ini diperluas hingga ke layanan setelah pengiriman kepada konsumen.

Enable Proses ini mendukung pelaksanaan proses PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER and RETURN. Proses ENABLE berkaitan dengan upaya mengatur setiap kegiatan proses agar berlangsung secara terstruktur dan terkoordinir.

Praktik

Praktik atau dikenal dengan best practices, menyediakan sekumpulan praktik industri untuk perusahaan yang bertujuan meningkatkan nilai atau mencapai target perusahaan. Praktik ini merupakan cara yang khusus mengkonfigurasikan proses atau sekumpulan proses. Model SCOR menyediakan praktik-praktik atau praktek terbaik yang dapat diterapkan perusahaan sesuai dengan karakteristik perusahaan tersebut. Praktik-praktik tersebut disusun oleh para praktisioner dan para ahli dari berbagai kalangan industri.

People

Elemen people telah dikenalkan sebelumnya pada SCOR versi 10.0, menyediakan standar yang mendeskripsikan keahlian yang diperlukan untuk melakukan tugas dan mengelola proses. Keahlian yang dimaksud adalah keahlian dalam mengelola rantai pasok secara spesifik. Keahlian yang harus dimiliki dideskripsikan dalam definisi standar dan digabungkan dengan aspek lainnya seperti bakat, pengalaman, pelatihan dan level kompetensi yang dimiliki.

Tahapan dalam pemodelan proses rantai pasok menggunakan SCOR adalah sebagai berikut :

1. Level 1 mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR model. Selain itu, pada tahap ini juga ditetapkan target-target kinerja perusahaan untuk bersaing. 2. Level 2 merupakan tahap mendefinisikan arahan strategis perusahaan. Pada

level 2 ini kemampuan proses dalam rantai pasok perusahaan disusun (make to stock, make to order).

(28)

proses, praktik terbaik dan kapabilitas teknologi yang diperlukan untuk mendukung praktik terbaik serta keahlian dari para staf.

4. Level 4 merupakan level yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan dalam rantai pasok. Perusahaan mengimplementasikan proses dan praktik yang terbaik untuk mencapai kinerja yang diinginkan.

Tahapan pemodelan proses rantai pasok menggunakan SCOR dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Hirarki pemodelan proses SCOR (SCC 2012)

Konsep Fuzzy

Teori Fuzzy diperkenalkan pertama kali oleh Prof. L.A. Zadeh pada tahun 1965. Zadeh mendefinisikan teori fuzzy sebagai teknik ilmiah yang terbukti mampu mengkonversi ukuran linguistik menjadi ukuran yang jelas/tegas menggunakan keanggotaan fungsi. Kenggotaan fungsi menentukan batas kabur diantara dua pengukuran seperti „cenderung‟ dan „mungkin‟(Nepal et al. 2010).

(29)

kebenaran parsial (Zadeh 1965). Penggunaan logika fuzzy menjadi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena skala linguistik dapat diadopsi dan dipakai oleh para Decision Makers.

Kusumadewi dan Purnomo (2004) menyatakan bahwa pada himpunan tegas

(crisp), nilai keanggotaan hanya ada dua kemungkinan, yaitu 0 atau 1, sedangkan

pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu linguistik dan numeris. Linguistik yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti muda, parobaya, tua, dan lain-lain. Sedangkan numeris adalah suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti 40, 25, 50 dst.

Fungsi keanggotaan merupakan fungsi yang memberikan derajat terhadap sebuah elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus. Suatu fungsi keanggotaan juga dirujuk sebagai fungsi penciri himpunan fuzzy yang mendefinisikan suatu gugus fuzzy. Fungsi keanggotaan gugus fuzzy dapat berupa sembarang bentuk seperti yang ditetapkan oleh pakar yang relevan. Salah satu bentuk fungsi keanggotaan yang sering dipakai adalah Triangular Fuzzy Number

(TFN) (Marimin et al. 2013).

Dalam proses pengambilan keputusan, sering dihadapkan pada persoalan adanya ketidakpastian dan ketidaklengkapan informasi. Oleh karena itu, telah banyak teknik pengambilan keputusan yang dimodifikasi berbasis fuzzy (Marimin

et al. 2013). Beberapa studi yang menerapkan fuzzy dalam manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) diantaranya fuzzy AHP (Setiawan 2009), fuzzy

multi objektif programming (Wu et al. 2010), fuzzy FMEA (Nasution et al. 2014),

fuzzy c-means (Yin et al. 2013), fuzzy DEMATEL (Akyuz dan Celik 2015), fuzzy

pairwise comparison (Hakimi 2007), dan lain-lain.

Penelitian Terkait

Penelitian terhadap pengukuran kinerja rantai pasok produk pertanian telah banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik, diantaranya Balanced Scorecard (Feifi 2008, Mulyati et al. 2008, Fatahillah et al. 2010, Adinata 2013), SCOR (Syafi 2009, Rofiq 2010), integrasi SCOR dan AHP (Luthfiana et al. 2012, Hanugrani et al. 2013, Bukhori et al. 2014), integrasi SCOR dan Fuzzy AHP (Perdana 2014), DEA (Fitriana 2010, Setiawan 2009, Amalia 2012), dan Sistem dinamik (Dinata et al. 2014).

Penelitian sebelumnya mengenai rantai pasok bawang merah antara lain dilakukan oleh Prihatiningsih (2007), Widodo dan Rembulan (2010), Wacana (2011), dan Sukesi et al. (2014). Sedangkan penelitian mengenai perbaikan rantai pasok bawang merah pernah dilakukan oleh Adiyoga et al. (2010). Adiyoga et al.

(2010) merumuskan upaya untuk memperbaiki rantai pasok bawang merah. Penelitian mereka dilakukan di wilayah Nganjuk (Jawa Timur) dan Buleleng (Bali). Penelitian yang dilakukan Adiyoga et al. menggunakan analisis deskriptif dan analisis SWOT. Namun, penelitian tersebut tidak didasari atas pengukuran kinerja rantai pasok.

(30)

kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapkan dan analisis penyebab terjadinya permasalahan dalam rantai pasok sehingga muncul rekomendasi dalam upaya perbaikan kinerja rantai pasok bawang merah. Metode yang digunakan dalam mengukur kinerja rantai pasok bawang merah adalah rating scale dan indikator penilaiannya diadaptasi dari model SCOR (Supply Chain Operations Reference). Model SCOR digunakan dalam penelitian ini karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya: penilaian cepat, dapat dengan mudah mencari kesenjangan kinerja, merancang dan mengoptimalkan jaringan rantai pasok secara efisien, meningkatkan kendali operasional dari standar proses, manajemen

reporting dan struktur organisasi yang efisien, keselarasan antara keahlian

anggota rantai pasok dengan tujuan strategis (SCC 2010). Model SCOR juga dapat diterapkan pada perusahaan dengan skala kecil, menengah maupun skala besar (Thakkar et al. 2009). Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan dilakukan

No Peneliti Cakupan

13 Penelitian yang akan

(31)

3 METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Sebagai komoditas unggulan nasional, pengusahaan bawang merah seringkali menghadapi berbagai kendala sedangkan permintaan terhadap bawang merah terjadi sepanjang waktu. Permintaan konsumen akan bawang merah ini harus senantiasa terpenuhi agar target keuntungan pelaku usaha dapat tercapai. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah menjadi sangat diperlukan.

Kabupaten Brebes sebagai penghasil bawang merah terbesar di Indonesia merupakan lokasi yang sangat strategis untuk dilakukan pengkajian mengenai upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah. Dalam rangka merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah, diperlukan kajian terlebih dahulu mengenai kondisi rantai pasok bawang merah. Pengkajian kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes merujuk pada kerangka pembahasan FSCN (Food Supply Chain Network) yang dikembangkan oleh Van der Vorst (2006). Penggunaan kerangka pembahasan ini diharapkan dapat memperjelas kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes. Setelah diketahui kondisi rantai pasok bawang merah, hasilnya dapat dijadikan sebagai input dalam melakukan pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah. Pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah dilakukan dengan menggunakan metode rating scale. Indikator penilaian kinerja (metrik) diadaptasi dari model SCOR (Supply Chain Operations Reference). Untuk merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah, dilakukan terlebih dahulu analisis kesenjangan antara kinerja rantai pasok saat ini dengan kinerja rantai pasok yang diharapkan dan analisis masalah rantai pasok bawang merah. Selanjutnya, dirumuskan rekomendasi/upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 4.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu bulan Mei 2015 hingga April 2016. Pengukuran kinerja terhadap anggota rantai pasok bawang merah dilakukan pada musim kemarau (in season) yaitu bulan Mei-September tahun 2015 dan musim hujan (off

season)yaitu pada bulan Oktober-April tahun 2016.

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengambil sampel yang mewakili populasi. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pemilihan responden untuk menganalisis kondisi rantai pasok bawang merah dilakukan dengan teknik

snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran rantai pasok bawang merah di

(32)

sebelumnya dari tingkat pedagang besar sampai ke petani. Sedangkan penentuan responden pada penilaian (pengukuran) kinerja rantai pasok bawang merah menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti keragaman objek penelitian serta keterbatasan dana, waktu, dan tenaga. Jumlah responden yang diambil sebagai sampel pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah terdiri dari tiga orang pedagang besar, tiga orang pedagang pengumpul, dan tiga orang petani.

Pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah : 1. Pemilihan metrik kinerja (Model SCOR)

2. Pembobotan metrik kinerja (Fuzzy pairwise comparison) 3. Perhitungan kinerja (rating scale)

Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok 1. Analisis kesenjangan

2. Analisis Masalah (root cause analisis)

Analisis kondisi rantai pasok bawang merah (Analisis deskriptif)

Pengusahaan bawang merah banyak menghadapi kendala

Pentingnya upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah

Permintaan terhadap bawang merah terjadi sepanjang waktu

Kajian mengenai peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah

Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok

Rencana aksi

Gambar 4 Kerangka pemikiran

Jenis dan Sumber Data

(33)

Tabel 8 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian

No Tujuan Khusus Jenis data/ informasi Sumber data Metode pengumpulan data Alat analisis Output

1 Menganalisis kondisi

2 Mengukur kinerja rantai pasok bawang merah a Menentukan

(34)

c Mengukur kinerja

Kuisioner Rating scale Kinerja rantai pasok bawang merah dapat terukur

3 Merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah a Menganalisis

kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diharapkan

Nilai kinerja aktual Petani, pedagang pengumpul dan pedagang besar

Kuisioner Gap analysis Data dan informasi adanya

Wawancara pakar Rencana aksi

(35)

Metode Analisis Data Analisis Kondisi Rantai Pasok Bawang Merah

Kondisi umum rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Kondisi rantai pasok bawang merah dibahas secara deskriptif mengikuti kerangka pembahasan FSCN (Food

Supply Chain Network) yang dikembangkan oleh Van der Vorst (2006). Kerangka

pembahasan tersebut mencakup aspek struktur rantai, manajemen rantai, sumber daya rantai, dan proses bisnis rantai (Gambar 5). Kuisioner yang digunakan untuk mengetahui kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Lampiran 1.

1. Struktur rantai

Struktur rantai menjelaskan pelaku/aktor rantai pasok utama dan peranannya, batasan-batasan dari jaringan rantai pasok, serta konfigurasi kelembagaan (elemen) yang mendukung jalannya rantai pasok.

2. Manajemen rantai

Manajemen rantai menggambarkan koordinasi dan struktur manajemen dalam pelaksanaan proses rantai oleh anggota rantai yang meliputi bentuk kemitraan atau ikatan kontraktual, sistem transaksi, dan peranan pemerintah.

3. Sumber daya rantai

Sumber daya rantai menerangkan sumber daya yang dapat digunakan dalam setiap proses pada setiap anggota rantai. Aspek sumber daya yang dibahas meliputi aspek sumber daya fisik (infrastruktur), teknologi, dan sumber daya manusia (SDM).

4. Proses bisnis

Proses bisnis merupakan aktivitas yang terukur dan terstruktur untuk memproduksi output tertentu untuk pelanggan tertentu. Proses bisnis menerangkan proses atau aktivitas yang terjadi di dalam rantai pasok bawang merah seperti proses logistik (operasi/produksi dan distribusi) dan tingkat integrasi dari proses dalam rantai pasok, aspek risiko, pengembangan produk, serta permodalan.

5. Tujuan rantai

Sebuah rantai pasok yang dikelola dengan baik umumnya memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Tujuan rantai menjelaskan mengenai tujuan dilakukannya proses rantai pasok bawang merah, dapat mencakup tujuan pasar maupun target/ objek dalam rantai pasok yang hendak dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamnya.

(36)

Gambar 5 Kerangka pengembangan rantai pasok (Van der Vorst, 2006)

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah 1. Penentuan Metrik Kinerja

Salah satu tujuan penelitian ini yaitu mengukur kinerja rantai pasok bawang merah. Kinerja rantai pasok dapat diukur dengan mengadaptasi dari model SCOR (Supply Chain Operations Reference). Salah satu pilar dari SCOR yang akan dianalisis dan berkaitan dengan tujuan penelitian ini adalah pilar performance

(kinerja).

Dalam pengukuran kinerja rantai pasok, digunakan standar/indikator penilaian yang disebut dengan metrik. Sekelompok metrik yang digunakan untuk mengekspresikan strategi perusahaan disebut atribut kinerja. Pengkodean metrik telah diperkenalkan pada model SCOR versi 9.0. Tujuan dari pengkodean metrik adalah untuk menyederhanakan identifikasi, serta menghilangkan kebingungan dalam menduga hal yang sama tentang metrik dan terutama sekali menguntungkan dalam benchmarking berdasarkan pada atribut kinerja metrik. Bentuk dari kode dan nomor metriknya adalah XX.y.z, dimana XX = atribut kinerja.

Nilai-nilai yang mungkin untuk XX adalah : RL = Reliabilitas (Keandalan)

R = Responsivitas (Cepat Tanggap) AG = Agility (Ketangkasan)

CO = Cost (Harga)

AM = Asset Management (Manajemen asset) y = tingkat metrik

z = suatu nomor yang unik

Model SCOR mencakup 134 indikator atau metrik penilaian yang mengukur performa proses rantai pasok (Paul 2014). Kumpulan metrik berdasarkan atribut kinerja pada model SCOR 11.0 dapat dilihat pada Lampiran 2. Metrik yang digunakan dalam mengukur kinerja rantai pasok bawang merah diperoleh dari hasil observasi dan wawancara mendalam kepada stakeholder

(37)

2. Pembobotan Metrik Kinerja

Dalam pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah, fuzzy pairwise

comparison digunakan untuk menentukan bobot metrik kinerja rantai pasok. Nilai

bobot tersebut menggambarkan tingkat kepentingan metrik kinerja dalam rantai pasok bawang merah. Proses pembobotan ini dilakukan dengan menggunakan variabel linguistik dalam metode perbandingan berpasangan (pairwise

comparison). Pendekatan fuzzy pairwise comparison digunakan untuk

memperbaiki ketidakjelasan dan ketidakpastian yang muncul dalam memutuskan tingkat kepentingan metrik kinerja rantai pasok bawang merah oleh para pengambil keputusan. Penggunaan fuzzy bertujuan agar pengambil keputusan merasa lebih yakin untuk memberi penilaian dalam bentuk rentang nilai daripada penilaian dalam bentuk nilai tertentu.

Variabel linguistik yang digunakan dalam penilaian metrik kinerja rantai pasok bawang merah yaitu :

Equal (E) : kedua elemen sama pentingnya

Weak (W) : elemen 1 sedikit lebih penting dari elemen 2

Strong (S) : elemen 1 jelas lebih penting dari elemen 2

Very Strong (VS) : elemen 1 sangat jelas lebih penting dari elemen 2

Absolutely (A) : elemen 1 mutlak lebih penting dari elemen 2

Setelah pembuatan variabel linguistik yang akan digunakan, langkah selanjutnya yaitu dilakukan fuzzifikasi dan defuzzifikasi kemudian dihitung nilai eigennya dengan cara manipulasi matriks (Hakimi 2007).

a. Fuzzifikasi

Fuzzifikasi pada penelitian ini menggunakan Triangular Fuzzy Number

(TFN). Bertitik tolak pada skala pairwise comparison, maka ditetapkan fungsi keanggotaan TFN seperti pada Tabel 9.

Tabel 9 Definisi dan fungsi keanggotaan TFN

Nilai Keterangan

(38)

menghitung nilai rata-rata geometrik dari nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas dari masing-masing pakar untuk mendapatkan nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas gabungan pakar. Adapun rumus yang digunakan adalah:

1

BT = rata-rata geometrik batas tengah

BA = rata-rata geometrik batas atas

bbi

x

= nilai batas bawah dari hasil penilaian oleh pakar ke-i

bti

x

= nilai batas tengah dari hasil penilaian oleh pakar ke-i

bai

x

= nilai batas atas dari hasil penilaian oleh pakar ke-i n = jumlah pakar

i = pakar ke- 1,2,3,… dst.

c. Defuzzifikasi

Defuzzifikasi dilakukan dengan rata-rata geometrik karena proses agregasi pakar juga menggunakan rata-rata geometrik. Tujuan dari defuzzifikasi ini adalah untuk memperoleh nilai tunggal (crisp) dari penilaian yang telah dilakukan oleh para pakar. Hasil proses defuzzifikasi ini berupa matriks awal hasil penilaian. Adapun rumus yang digunakan adalah :

3

crisp

N

BB BT BA

d. Penghitungan nilai eigen

Perhitungan nilai eigen dilakukan dengan manipulasi matriks, berikut tahapannya : 1) melakukan perkalian kuadrat terhadap matriks awal hasil penilaian, 2) menghitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian melakukan normalisasi, 3) menghentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari 0.0009. Kuisioner yang digunakan untuk menentukan bobot metrik kinerja rantai pasok bawang merah dapat dilihat pada Lampiran 3.

3. Perhitungan Kinerja

Bobot masing-masing metrik yang diperoleh dari metode fuzzy pairwise

comparison digunakan dalam perhitungan kinerja rantai pasok bawang merah.

Perhitungan total kinerja rantai pasok bawang merah dilakukan dengan menghitung nilai metrik kinerja dari level terendah, yaitu level tiga. Nilai metrik level tiga diperoleh dari hasil penilaian dengan menggunakan metode rating scale

(39)

bawang merah dapat dilihat pada Tabel 10 sedangkan kuisioner yang digunakan untuk menilai kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 10 Skala penilaian metrik kinerja pada atribut kinerja rantai pasok bawang merah

Skor Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset

1 Buruk Sangat lama Sangat kurang Sangat

Setelah diperoleh nilai metrik level tiga, dilakukan perhitungan metrik level dua dan level satu. Nilai metrik level dua dan metrik level tiga, dihitung dengan menggunakan rumus berikut (modifikasi dari Arin et al. 2013) :

( )

Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah

Dalam merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah dilakukan analisis yang mendalam dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:

1. Analisis kesenjangan (gap analysis)

Analisis kesenjangan dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu 1) identifikasi kondisi rantai pasok bawang merah saat ini, 2) penentuan target yang diharapkan, 3) penyebaran kuisioner atau wawancara terfokus, dan 4) analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif. Nilai kesenjangan diperoleh dari menghitung selisih antara nilai kinerja existing dengan nilai kinerja target. Sedangkan rasio antara nilai kinerja existing dengan nilai kinerja target disebut tingkat kesesuaian. Rumus dapat dituliskan sebagai berikut:

(40)

Tki

Keterangan:

Tki = tingkat kesesuaian

xi = nilai kinerja existing

yi = nilai kinerja target

2. Analisis masalah rantai pasok bawang merah

Hasil dari analisis kesenjangan adalah adanya kesenjangan antara kondisi yang terjadi saat ini dengan kondisi yang diharapkan. Penyimpanan yang terjadi antara performansi aktual dan performansi yang diharapkan (sasaran/target) disebut masalah (Nasution 2004). Untuk memahami terjadinya suatu masalah dan agar langkah-langkah ke arah perbaikan dapat berjalan efektif dan efisien, maka digunakan metode Root Cause Analysis (RCA). RCA merupakan proses identifikasi faktor penyebab dengan menggunakan teknik yang dirancang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah. Teknik RCA yang digunakan dalam memecahkan masalah pada penelitian ini adalah diagram sebab akibat.

Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis suatu proses atau situasi dan menemukan kemungkinan penyebab suatu persoalan atau masalah yang sedang terjadi. Diagram sebab akibat terdiri dari dua sisi. Akibat atau bisa juga kondisi yang diharapkan, diletakkan pada sisi sebelah kanan. Sementara pada sisi kiri adalah daftar penyebab munculnya masalah tersebut. Langkah pertama dalam membuat diagram sebab akibat adalah menentukan akibat dari problem yang ada. Selanjutnya mencari penyebab munculnya permasalahan tersebut. Proses dalam menganalisis masalah dilakukan dengan brainstorming dan wawancara mendalam.

3. Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah

Upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah dirumuskan dengan melakukan 1) analisis kesenjangan antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan, 2) analisis masalah dengan metode Root Cause Analysis (RCA), dan 3) penyusunan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah yang di

breakdown dari analisis kesenjangan dan masalah.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Aspek Geografi dan Demografi

(41)

terbagi atas 17 kecamatan dan 297 desa/kelurahan yang membentang dari ujung selatan hingga ujung utara Pulau Jawa. Peta lokasi Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pada Tahun 2014, luas lahan sawah sebesar 627.03 Km2 (37.70%). Sebagian besar luas lahan sawah merupakan sawah berpengairan 46.087 Ha (73.50%), baik merupakan irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana maupun irigasi desa, sedangkan sisanya (26.50%) merupakan sawah tadah hujan.

Rata-rata curah hujan di Kabupaten Brebes pada tahun 2013 sebesar 1 945 mm, rata-rata curah hujan per bulan 162 mm sedangkan rata-rata jumlah hari hujan adalah 10 hari. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Paguyangan sebesar 2 992 mm, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak adalah 189 hari terjadi di Kecamatan Bumiayu.

Wilayah Kabupaten Brebes dilintasi 22 sungai dan dua waduk, yaitu Waduk Malahayu seluas 925 Ha dan Waduk Penjalin seluas 125 Ha. Sungai terbesar yang melintasi Kabupaten Brebes adalah Sungai Pemali yang membujur sepanjang wilayah Kecamatan Bumiayu, Bantarkawung, Larangan, Jatibarang, Songgom dan Brebes.

Jumlah penduduk Kabupaten Brebes pada Tahun 2014 adalah 1 773 739 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 891 214 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 822 165 jiwa. Dengan demikian sex ratio di Kabupaten Brebes sebesar 101 yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Kabupaten Brebes memiliki tingkat kepadatan penduduk sebesar 1 066 jiwa/Km2 dan pertumbuhan penduduk pada tahun 2014 sebesar 0.49% sedangkan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 0.29%.

Selama tiga tahun terakhir (tahun 2012-2014) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami fluktuasi, yaitu 8.20% pada tahun 2012, 9.54% pada tahun 2013 dan 9.53% pada tahun 2014. Keadaan ini mengindikasikan bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Brebes belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Brebes bekerja pada sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan kondisi wilayah Kabupaten Brebes yang secara agraris merupakan daerah potensial pertanian. Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian mencapai 43.69%, disusul pada sektor perdagangan (25.85%), sektor jasa-jasa (9.92%), sektor konstruksi (8.07%), sektor transportasi (5.27%), dan sektor industri (5.21%).

Dalam bidang pendidikan, selama tiga tahun terakhir (2012-2014), rata-rata lama sekolah adalah tetap yaitu 6.07 tahun. Hal ini berarti bahwa sebagian besar penduduk berumur 10 tahun ke atas telah menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Pada tahun 2014 jumlah penduduk umur 10 tahun ke atas yang tamat SD/Sederajat sebesar 645 054, tidak tamat SD/tidak memiliki ijazah SD sebanyak 452 117, tamat SMP/Sederajat sebanyak 208 282, tamat SMA/Sederajat sebesar 119 740, dan tamat Diploma/Sarjana sebesar 34 239.

(42)

Produksi dan produktivitas bawang merah

Tanaman bawang merah sangat potensial dibudidayakan di Kabupaten Brebes, terutama di wilayah bagian utara. Banyaknya petani yang membudidayakan bawang merah menjadikan komoditas ini sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Brebes. Areal penanaman bawang merah di Kabupaten Brebes tersebar di 11 kecamatan, yaitu Kecamatan Brebes, Wanasari, Bulakamba, Kersana, Tanjung, Losari, Banjarharjo, Ketanggungan, Larangan, Songgom, dan Jatibarang. Areal penanaman tersebut memiliki ketinggian dibawah 23 mdpl dan memiliki jenis tanah alluvial.

Perkembangan produksi dan produktivitas bawang merah di Indonesia pada tahun 2011-2014 cenderung fluktuatif. Kecenderungan fluktuasi produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Gambar 6 sedangkan data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes

Tahun Produksi (Kw) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha)

2011 2 988 618 25 448 117.44

2012 2 629 050 23 131 113.66

2013 3 012 970 24 910 120.95

2014 3 614 637 30 954 116.77

2015 2 661 490 23 428 113.60

Sumber : Data diolah

Gambar 6 Grafik produktivitas bawang merah Kabupaten Brebes Tahun 2011-2015

Gambar

Gambar 4 Kerangka pemikiran
Tabel 8 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
Gambar 5 Kerangka pengembangan rantai pasok (Van der Vorst, 2006)
Tabel 9 Definisi dan fungsi keanggotaan TFN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian pengolahan merupakan anggota rantai pasok gula tebu yang bertanggung jawab mengolah tebu menjadi gula. Peningkatan nilai tambah terjadi karena adanya perlakuan bahan

Oleh karena itu sistem pengendalian internal penjualan harus diatur dengan baik agar aktivitas penjualan dalam perusahaan dapat berjalan secara efektif dan efisien dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Teknologi sonic bloom dan pupuk organik yang diterapkan sebagai inovasi teknologi budidaya bawang merah dapat bekerja dengan baik.. Pertanaman

Kohli dan Jensen (2010) mengungkapkan bahwa SCOR model dapat mengukuran kinerja dalam proses bisnis menggunakan strategi rantai pasok untuk mendapatkan kolaborasi yang efektif

Waktu penyelesaian dalam pelayanan, dalam memberikan pelayanan harus efektif dan efisien, agar proses pelayanan dapat berjalan dengan baik dan selesai tepat pada

Six big losses dihitung untuk mengetahui overall equipment effectiveness (OEE) dari suatu peralatan agar dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan mesin tersebuta.

17 Jika penulis tarik keterangan Abdul Wahab Khalaf pada ranah jual beli bawang merah yang menggunakan taksiran langkah kaki maka jual beli ini meskipun dalam hukum

mengatakan,”tujuan pengadaan sarana dan prasarana adalah untuk menunjang proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.”