• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan di Indonesia"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA

INDUSTRI MI INSTAN DI INDONESIA

OLEH:

CITRA PUSPASARI H14101124

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

CITRA PUSPASARI. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan Di Indonesia (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).

Dilihat dari sisi demografi, Indonesia dengan populasi penduduk yang besar saat ini mencapai lebih dari 210 juta jiwa, merupakan pasar yang potensial bagi produk mi instan. Peluang pasar industri mi instan masih cukup besar terlihat dari kapasitas produksi mi instan dari perusahaan yang telah beroperasi pada tahun 2003 mencapai 1,7 juta ton. Hasil riset pada tahun 2004 menunjukkan bahwa dari sisi konsumsi, Indonesia merupakan negara dengan konsumsi mi instan per kapita (56-57 bungkus) per tahun terbesar ketiga di dunia setelah Korea dan Jepang sedangkan di dunia Indonesia merupakan negara produsen mi instan terbesar kedua setelah Cina dengan tingkat pertumbuhan sebesar 10 persen dari tahun 1999 sampai tahun 2000. Potensi pasar mi instan yang ada pada tahun 1999 sampai dengan 2003 sebenarnya mencapai 2,5 juta ton sampai dengan 2,6 juta ton dengan penyerapan mi instan rata-rata baru sebesar 34,4 persen.Volume ekspor terus meningkat dengan laju perubahan sebesar 15,5 persen per tahun dan 16,2 persen untuk nilai ekspornya. Volume impor juga meningkat 40 persen per tahun dan 31,1 persen untuk nilai impornya.

Persaingan yang semakin ketat membuat produsen mi instan melakukan persaingan yang tidak sehat. Adanya dugaan praktek monopoli seperti penguasaan bahan baku mi instan yang dilakukan oleh Indofood melalui PT Bogasari Flour Mills akan menghambat pertumbuhan industri kecil. Adanya kebijakan impor tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan mi secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan produsen mi instan di Indonesia. Apalagi setelah krisis moneter menyebabkan nilai mata uang rupiah terdepresiasi yang berdampak pada harga tepung terigu dalam negeri karena kebutuhan tepung terigu dalam negeri sebagian besar masih dipenuhi melalui impor. Dengan harga bahan baku dan biaya produksi yang meningkat mengharuskan produsen meningkatkan harga mi instan untuk meminimalkan kerugian.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri mi instan di Indonesia serta menganalisis implikasi kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Peneltian ini juga bertujuan untuk menganalisis hubungan antar struktur dengan kinerja.

(3)

data elektronik melalui internet. Selanjutnya data-data tersebut diolah dengan bantuan software E-Views 4.1 dan menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dan ekspor memberikan pengaruh yang negatif terhadap Price Cost Margin (PCM). Kedua variabel tersebut berpengaruh negatif karena jika pada saat krisis moneter menjual produk dengan harga yang murah akan menurunkan keuntungan namun volume penjualannya meningkat dan bahan baku yang digunakan masih tergantung oleh impor dimana impor dinilai dengan dolar. Sedangkan ekspor juga dinilai dengan dolar dan adanya biaya-biaya seperti pajak ekspor yang tinggi serta regulasi dalam negeri yang sulit menyebabkan biaya produksi mi instan dengan harga jual mi instan yang diekspor sama sehingga tidak berpengaruh terhadap keuntungan. Variabel impor berpengaruh negatif namun tidak signifikan karena adanya politik dumping dengan menetapkan tarif masuk barang yang tinggi. Sedangkan efisiensi-X, produktivitas, produktivitas periode sebelumnya dan pertumbuhan memberikan berpengaruh positif terhadap PCM disebabkan suatu perusahaan memproduksi sebuah produk dengan sumber daya yang lebih sedikit sehingga perusahaan lebih efisien untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Berdasarkan data-data yang telah diolah, struktur pasar yang terjadi di industri mi instan termasuk ke dalam struktur pasar oligopoli ketat. Rata-rata CR4 yang diperoleh pada periode penelitian yaitu sebesar 51,71 persen. Nilai Minimum Efficient Scale (MES) sebesar 25,58 persen. MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk pasar yang tinggi pada suatu industri.

Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan pada industri mi instan (struktur-perilaku-kinerja) yaitu dengan mengeluarkan

(4)

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA

INDUSTRI MI INSTAN DI INDONESIA

Oleh

CITRA PUSPASARI H14101124

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)
(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Citra Puspasari lahir pada tanggal 12 Oktober 1983 di Jepara. Penulis anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Supomo dan Aisah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan Sekolah Dasar Jatingaleh Dalam I Semarang, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Semarang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 4 Semarang dan lulus pada tahun 2001.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan Di Indonesia”. Industri mi instan merupakan topik yang sangat menarik karena industri tersebut mempunyai persaingan yang ketat dalam pasar dan merupakan salah satu industri makanan yang dalam waktu relatif cepat dapat menghadapi dampak dari krisis ekonomi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan Beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Toni Irawan, S.E., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Supomo dan Ibu Aisah serta Kakak penulis atas kesabaran, nasehat, doa dan dorongan semangat yang diberikan bagi penulis, penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudara Thaufiq Abadi atas bantuannya selama penyusunan skripsi ini dalam memberikan dorongan semangat bagi penulis.

(9)

Penelitian yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membantu penulis dalam melakukan perbaikan penyusunan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2006

(10)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1. Konsep Dasar Ekonomi Industri ... 14

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 15

2.2.1. Struktur Pasar ... 21

2.2.2. Perilaku Pasar ... 31

2.2.3. Kinerja Pasar ... 33

2.3. Defenisi Mi Instan ... 35

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 38

2.5. Kerangka Pemikiran... 40

2.6. Hipotesis... 42

III. METODE PENELITIAN... 44

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 44

3.2. Metode Analisis ... 45

3.2.1. Analisis Struktur Pasar (Market Structure)... 45

3.2.2. Perilaku Pasar (Market Conduct) ... 48

3.2.3. Kinerja Pasar (Market Performance) ... 49

3.2.4. Hubungan Struktur dan Kinerja ... 49

3.3. Analisis Time Series (Runtun Waktu) ... 53

(11)

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA

INDUSTRI MI INSTAN DI INDONESIA

OLEH:

CITRA PUSPASARI H14101124

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

CITRA PUSPASARI. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan Di Indonesia (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).

Dilihat dari sisi demografi, Indonesia dengan populasi penduduk yang besar saat ini mencapai lebih dari 210 juta jiwa, merupakan pasar yang potensial bagi produk mi instan. Peluang pasar industri mi instan masih cukup besar terlihat dari kapasitas produksi mi instan dari perusahaan yang telah beroperasi pada tahun 2003 mencapai 1,7 juta ton. Hasil riset pada tahun 2004 menunjukkan bahwa dari sisi konsumsi, Indonesia merupakan negara dengan konsumsi mi instan per kapita (56-57 bungkus) per tahun terbesar ketiga di dunia setelah Korea dan Jepang sedangkan di dunia Indonesia merupakan negara produsen mi instan terbesar kedua setelah Cina dengan tingkat pertumbuhan sebesar 10 persen dari tahun 1999 sampai tahun 2000. Potensi pasar mi instan yang ada pada tahun 1999 sampai dengan 2003 sebenarnya mencapai 2,5 juta ton sampai dengan 2,6 juta ton dengan penyerapan mi instan rata-rata baru sebesar 34,4 persen.Volume ekspor terus meningkat dengan laju perubahan sebesar 15,5 persen per tahun dan 16,2 persen untuk nilai ekspornya. Volume impor juga meningkat 40 persen per tahun dan 31,1 persen untuk nilai impornya.

Persaingan yang semakin ketat membuat produsen mi instan melakukan persaingan yang tidak sehat. Adanya dugaan praktek monopoli seperti penguasaan bahan baku mi instan yang dilakukan oleh Indofood melalui PT Bogasari Flour Mills akan menghambat pertumbuhan industri kecil. Adanya kebijakan impor tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan mi secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan produsen mi instan di Indonesia. Apalagi setelah krisis moneter menyebabkan nilai mata uang rupiah terdepresiasi yang berdampak pada harga tepung terigu dalam negeri karena kebutuhan tepung terigu dalam negeri sebagian besar masih dipenuhi melalui impor. Dengan harga bahan baku dan biaya produksi yang meningkat mengharuskan produsen meningkatkan harga mi instan untuk meminimalkan kerugian.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri mi instan di Indonesia serta menganalisis implikasi kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Peneltian ini juga bertujuan untuk menganalisis hubungan antar struktur dengan kinerja.

(13)

data elektronik melalui internet. Selanjutnya data-data tersebut diolah dengan bantuan software E-Views 4.1 dan menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dan ekspor memberikan pengaruh yang negatif terhadap Price Cost Margin (PCM). Kedua variabel tersebut berpengaruh negatif karena jika pada saat krisis moneter menjual produk dengan harga yang murah akan menurunkan keuntungan namun volume penjualannya meningkat dan bahan baku yang digunakan masih tergantung oleh impor dimana impor dinilai dengan dolar. Sedangkan ekspor juga dinilai dengan dolar dan adanya biaya-biaya seperti pajak ekspor yang tinggi serta regulasi dalam negeri yang sulit menyebabkan biaya produksi mi instan dengan harga jual mi instan yang diekspor sama sehingga tidak berpengaruh terhadap keuntungan. Variabel impor berpengaruh negatif namun tidak signifikan karena adanya politik dumping dengan menetapkan tarif masuk barang yang tinggi. Sedangkan efisiensi-X, produktivitas, produktivitas periode sebelumnya dan pertumbuhan memberikan berpengaruh positif terhadap PCM disebabkan suatu perusahaan memproduksi sebuah produk dengan sumber daya yang lebih sedikit sehingga perusahaan lebih efisien untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Berdasarkan data-data yang telah diolah, struktur pasar yang terjadi di industri mi instan termasuk ke dalam struktur pasar oligopoli ketat. Rata-rata CR4 yang diperoleh pada periode penelitian yaitu sebesar 51,71 persen. Nilai Minimum Efficient Scale (MES) sebesar 25,58 persen. MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk pasar yang tinggi pada suatu industri.

Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan pada industri mi instan (struktur-perilaku-kinerja) yaitu dengan mengeluarkan

(14)

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA

INDUSTRI MI INSTAN DI INDONESIA

Oleh

CITRA PUSPASARI H14101124

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)
(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2006

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Citra Puspasari lahir pada tanggal 12 Oktober 1983 di Jepara. Penulis anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Supomo dan Aisah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan Sekolah Dasar Jatingaleh Dalam I Semarang, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Semarang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 4 Semarang dan lulus pada tahun 2001.

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan Di Indonesia”. Industri mi instan merupakan topik yang sangat menarik karena industri tersebut mempunyai persaingan yang ketat dalam pasar dan merupakan salah satu industri makanan yang dalam waktu relatif cepat dapat menghadapi dampak dari krisis ekonomi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan Beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Toni Irawan, S.E., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Supomo dan Ibu Aisah serta Kakak penulis atas kesabaran, nasehat, doa dan dorongan semangat yang diberikan bagi penulis, penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudara Thaufiq Abadi atas bantuannya selama penyusunan skripsi ini dalam memberikan dorongan semangat bagi penulis.

(19)

Penelitian yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membantu penulis dalam melakukan perbaikan penyusunan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2006

(20)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1. Konsep Dasar Ekonomi Industri ... 14

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 15

2.2.1. Struktur Pasar ... 21

2.2.2. Perilaku Pasar ... 31

2.2.3. Kinerja Pasar ... 33

2.3. Defenisi Mi Instan ... 35

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 38

2.5. Kerangka Pemikiran... 40

2.6. Hipotesis... 42

III. METODE PENELITIAN... 44

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 44

3.2. Metode Analisis ... 45

3.2.1. Analisis Struktur Pasar (Market Structure)... 45

3.2.2. Perilaku Pasar (Market Conduct) ... 48

3.2.3. Kinerja Pasar (Market Performance) ... 49

3.2.4. Hubungan Struktur dan Kinerja ... 49

3.3. Analisis Time Series (Runtun Waktu) ... 53

(21)

3.4. OLS (Ordinary Least Square)... 55

3.5. Uji Statistika dan Ekonometrika ... 57

IV. GAMBARAN INDUSTRI MI INSTAN DI INDONESIA ... 62

4.1. Sejarah Perkembangan ... 62

4.1.1. Sejarah Perkembangan Mi Instan di Dunia... 62

4.1.2. Sejarah Perkembangan Mi Instan di Jepang ... 64

4.1.3. Sejarah Perkembangan Mi Instan di Indonesia... 66

4.2. Gambaran Umum Industri Mi Instan ... 66

4.2.1. Modal Asing Dalam Industri Mi Instan ... 69

4.2.2. Profil Perusahaan Mi Instan ... 72

4.3. Saluran Distribusi Industri Mi Instan... 78

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 80

5.1. Struktur Pasar ... 80

5.1.1. Konsentrasi Pasar ... 82

5.1.2. Hambatan Masuk Pasar... 83

5.2. Perilaku Pasar... 85

5.2.1. Strategi Harga... 85

5.2.2. Strategi Produk... 86

5.2.3. Strategi Promosi ... 88

5.3. Kinerja Pasar ... 90

5.4. Hubungan Struktur Dan Kinerja ... 91

5.5. Implikasi Kebijakan ... 96

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

6.1. Kesimpulan ... 100

6.2. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 106

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1.1.Urutan Negara Produsen Mi Instan di Dunia, Tahun 1999-2000 ... 3 1.2.Konsumsi dan Potensi Pasar Mi Instan Tahun 1999 sampai 2003 ... 3 1.3.Perkembangan Produksi Mi Instan Indonesia Tahun 1999 sampai

Tahun 2003 ... 5 1.4.Produksi Mi Instan Menurut Produsen Tahun 2000 ... 5 1.5.Ukuran Pasar dan Nilai Pasar Mi Instan Tahun 2003 ... 6 1.6.Ekspor dan Impor Mi Instan Tahun 1999 sampai Tahun 2003... 7 1.7.Kinerja Produksi Mi Instan Nasional Tahun 2002... 9 2.1. Tipe-Tipe Struktur Pasar ... 22 2.2. Tipe-tipe Pasar... 23 2.3. Pengukuran-Pengukuran Konsentrasi Perusahaan ... 26 2.4. Jadwal Penurunan Tarif Bea Masuk dari Tahun 1995 Sampai

Tahun 2003 ... 43 4.1. Kapasitas Produksi Produsen Mi Instan Aktif Tahun 2004 ... 72 4.2. Modal Asing dalam Bisnis Mi Instan di Indonesia Tahun 2004... 74 4.3. Perusahaan Yang Sudah Mendapat Ijin Produksi Mi Instan

Tahun 2004 ... 75 5.1. Hasil Dugaan Persamaan PCM pada Industri Mi Instan di

(23)

DAFTAR GAMBAR

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1.NilaiCR1 dan CR4 Industri Mi Instan di Indonesia (1986-2003) ... 114 2. Nilai Minimum Efficiency Scale (MES) Industri Mi Instan Indonesia

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mi instan telah menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Kenaikan konsumsi mi instan yang juga sebagai salah satu sumber karbohidrat disebabkan karena selera masyarakat terhadap pangan berubah seiring dengan semakin maraknya jenis pangan olahan yang siap saji dan praktis, serta dapat diperoleh dengan mudah. Perubahan gaya hidup masyarakat juga berpengaruh pula pada gaya makan.

Selain itu tingginya konsumsi mi instan dikarenakan produk mi instan yang dihasilkan sangat beragam dan promosinya juga kuat. Banyak ragam jenis dan cara memasak dari mi. Produk mi dapat dengan cepat diolah, disajikan dan dengan kemasan yang bagus serta variasi harga yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan pilihan-pilihan produk mi sesuai dengan kemampuan. Konsumen produk mi juga meliputi semua golongan, tidak hanya golongan atas tetapi juga menengah dan bawah. Selain itu mi instan juga mudah dijumpai diberbagai tempat tidak hanya di swalayan tetapi juga di pasar tradisional atau warung kecil di pedesaan.

(26)

minggu. Hal ini yang menyebabkan banyak produsen yang menganggap peluang pasar industri mi instan masih cukup terbuka lebar dan menjanjikan.

Dari sisi bahan baku, meskipun bahan baku industri mi instan masih dikuasai oleh Indofood melalui PT Bogasari Flour Mills dan semua segmen pasarnya dibuat dari harga rendah hingga premium, namun pemain baru dalam industri ini terus bermunculan mencari celah-celah pasar yang ada. Selain itu kondisi perekonomian Indonesia yang mulai membaik turut mendorong menciptakan pasar yang menjanjikan, bahkan kini banyak produsen giat mempromosikan produk mi instannya.

Industri mi instan berkembang pesat hingga mencapai 20 produsen dengan 31 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia dengan dua ratus merek lebih dan kapasitas produksi mencapai 13,5 milyar bungkus per tahun, naik 29 persen dari tahun 1995 yang baru 10,5 milyar bungkus per tahun. Kapasitas produksi ini diperkirakan akan meningkat sejalan dengan beroperasinya beberapa pabrik baru yang sedang dibangun saat ini.

(27)

Tabel 1.1. Urutan Negara Produsen Mi Instan di Dunia, Tahun 1999-2000

No Negara Produksi 1999

(Juta Bungkus)

Sumber : Capricorn Indonesia Consult, 2002

Total konsumsi mi instan di Indonesia selama periode 1999 sampai 2003 meningkat dengan laju perubahan rata-rata 10,7 persen per tahun dari 718 ribu ton atau sekitar 9 milyar bungkus pada tahun 1999 menjadi 1,1 juta ton atau sekitar 13,5 milyar bungkus pada tahun 2003. Jika diasumsikan semua penduduk mengkonsumsi mi instan rata-rata dalam seminggu tiga bungkus seukuran 80 gram atau setara dengan 12,48 kg per tahun, berarti potensi pasar mi instan yang ada pada tahun 1999 sampai dengan 2003 sebenarnya mencapai 2,5 juta ton sampai dengan 2,6 juta ton. Berarti penyerapan mi instan selama kurun waktu tersebut rata-rata baru sebesar 34,4 persen. Hal ini masih jauh dibandingkan Korea Selatan dan Jepang yang tingkat konsumsinya mencapai 100 bungkus per kapita per tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.2. Konsumsi Mi Instan di Indonesia.

Tabel 1.2. Konsumsi dan Potensi Pasar Mi Instan Tahun 1999 sampai 2003

Tahun Konsumsi Peluang pasar

1999 718017.7 2507878.6 2000 803688.7 2533755.9 2001 871429.3 2560812.4 2002 951956.3 2589504.7 2003 1077334.8 2622021.3

Potensi mi instan (%) 34.4 65.6

(28)

Produksi mi instan juga mengalami peningkatan pesat sejalan dengan meningkatnya permintaan dan konsumsi masyarakat. Selama periode tersebut laju peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 1996 yaitu sebesar 13,6 persen. Hal ini terjadi karena pada tahun 1996 produk mi instan merupakan makanan yang sangat populer di Indonesia yang ditandai dengan semakin banyaknya produsen-produsen baru yang masuk ke dalam industri mi instan (Capricorn Indonesia Consult, 2002).

(29)

peningkatan realisasi produksi beberapa produsen yang mulai meningkatkan usahanya. Produksi mi instan di Indonesia tahun 1999 sampai 2003 dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Perkembangan Produksi Mi Instan Indonesia Tahun 1999 sampai 2003

Tahun Produksi

Sumber: Corinthian Infopharma Corpora, 2004

Berdasarkan pangsa pasarnya produksi mi instan di Indonesia saat ini masih dikuasai oleh PT Indofood Sukses Makmur. Pangsa pasar Indomie pada tahun 2003 mencapai 325,2 ribu ton atau sekitar 30,2 persen dari total pasar sebesar 1,1 juta ton (Corinthian Infopharma Corpora, 2004). Produksi mi instan Indonesia menurut produsen pada tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Produksi Mi Instan Menurut Produsen, 2000

Nama Perusahaan Produksi (Ton)

Ekivalent (Juta Bungkus)

Share (Persen)

PT Indofood Sukses Makmur Tbk. 695152.9 9930.8 85.1 PT ABC President Enterprises

Indonesia

31260.9 446.6 3.8 PT Jakaranatama Food Industry 20981.1 299.7 2.6 PT Supmi Sakti/ Nestle Indonesia 15374.4 219.6 1.9

PT Nissin Mas 12576.0 179.7 1.5

PT Sentrafood Indonusa Corp. 11600.0 165.7 1.0

PT Sentraboga Inti Selera 8320.0 118.9 1.0

PT Saritama Tunggal 7737.7 105.3 0.9

PT Dellifood Sentosa Corp. 8926.7 99.0 0.8

PT Serena Indopangan Industri 2400.0 34.3 0.3

Produsen lainnya 5184.0 74.1 0.6

Total 819149.7 11673.7 99.9

(30)

Dengan semakin banyaknya pemain baru dalam industri mi instan maka Indofood sudah mulai menurun pangsa pasarnya, walaupun Indofood masih tetap pemegang pangsa pangsa pasar mi instan tertinggi yaitu 75 persen yang pada tahun 2002 mencapai hingga 88 persen. Ukuran pasar dan nilai pasar mi instan 2003 dapat dilihat pada Tabel 1.5.

Tabel 1.5. Ukuran Pasar dan Nilai Pasar Mi Instan, 2003

No Merek

Sumber: Corinthian Infopharma Corpora, 2004

(31)

Tabel 1.6. Ekspor dan Impor Mi Instan Tahun 1999 sampai 2003

Sumber: Corinthian Infopharma Corpora, 2004

Sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan rumah tangga dengan kesadaran gizi dan penganekaragaman makanan yang ditunjang oleh keadaan ekonomi yang semakin membaik serta berkembangnya bisnis di bidang produk mi instan merupakan keadaan yang mendukung kondisi permintaan di pasar domestik. Selain itu adanya orientasi ekspor ke pasar luar negeri telah mampu menciptakan lahan investasi yang lebih terbuka lebar untuk industri pengolahan mi instan, termasuk perluasan dan modernisasi industri-industri yang sudah ada.

1.2. Perumusan Masalah

Industri mi instan adalah salah satu dari banyak industri berorientasi pasar domestik yang menunjukkan loncatan yang tajam dalam konsentrasi pasar yang dapat menjadi indikasi adanya tindakan anti persaingan. Tahun 1975 industri mi mempunyai rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar 44 persen, tetapi meningkat menjadi 75 persen pada tahun 1985 dan menjadi 96 persen pada tahun 1995.

(32)

Indofood mengambil alih PT Sanmaru dan kemudian PT Supermi. Sejak saat itu PT Indofood telah menjadi penghasil mi instan terbesar di Indonesia. PT Indofood kemudian mengalihkan distribusi dari seluruh produknya dari distributor independen ke Indomarco, suatu perusahaan distribusi milik Salim Group.

Sebelum deregulasi pasar terigu, semua penghasil mi yang membeli terigu dari Bulog, termasuk group Salim harus membayar harga yang sama. Karena group Salim mendapat keuntungan dari penjualannya ke Bulog, maka perusahaan tersebut telah memiliki bahan baku utamanya, yaitu tepung terigu dengan harga yang lebih rendah. Makin banyak terigu yang digunakan Indofood maka makin banyak gandum yang dapat diimpor dan diproses oleh Bogasari secara menguntungkan. Keunggulan biaya group Salim telah memungkinkannya menjual mi lebih banyak dengan menurunkan harga dan menambah penjualan (Laporan Kebijakan Persaingan Indonesia, 1999).

(33)

Munculnya produsen baru mi instan akan membuat persaingan akan menjadi semakin kompetitif antar perusahaan. Hingga tahun 2003, tercatat 31 perusahaan yang aktif bersaing dalam industri mi instan dengan kapasitas produksi sekitar 1,7 ribu ton atau 23,7 milyar bungkus. Sementara 17 perusahaan lagi sudah keluar dari persaingan dan 13 perusahaan lagi yang bersiap untuk masuk industri mi instan. Dari sini terlihat bahwa dalam industri mi instan persaingan semakin ketat dan apabila perusahan tersebut tidak dapat mempertahankan kinerjanya maka perusahaan itu akan tersisih karena kalah bersaing dengan perusahaan lain yang lebih berkembang. Kinerja produksi mi instan nasional tahun 2002 dapat disajikan pada Tabel 1.7.

Tabel 1.7. Kinerja Produksi Mi Instan Nasional, 2002

Kinerja Produksi Mi Instan Nasional 2002 (Ton)

Perusahaan Kelompok Merek Kapasitas

PT Indofood Sukses Makmur

Indofood Indomie,Supermi, Sakura, Super Cup, 3 Ayam, Pop Bihun, Pazto, Chatz Mie, My Noodlelez

782000

PT Myojoprima Lestari

Indofood Myojo

PT Jakaranatama Wicaksana Michiyo, Gaga Mi 100, Gaga Mi Soto

33600 PT Nissin Mas Roda Mas Nissin Mas, Doraemon, Cup

Newdless

31000 PT ABC President ABC ABC, President, Top Rame 48000

PT Artha Millenia Orang Tua Happy Mie 47500

PT Nestle Indonesia

Nestle Maggi 10000

PT Delly Food SC Miduo, Mi Gelas, Roma 40000

PT Sentra Food IC. Medco Salam Mie 36000

PT Asia Inti Selera Mikita, Ayam 2 Telor 46200 Sumber : Capricorn Indonesia Consult, 2002

(34)

umumnya konsentrasi industri yang terjadi di negara-negara maju disebabkan oleh kekuatan untuk menguasai pasar. Meskipun salah satu dari perusahaan tersebut menguasai (untuk beberapa waktu) sebagian pasar, yang lain akan segera mengejar kembali dan menyeimbangkan modal serta keuntungan. Persaingan keras seperti ini yang berlangsung terus menerus akan mengendalikan usaha perusahaan dan memaksa harga turun mendekati tingkat biayanya, hal ini yang terjadi di dalam industri mi instan.

(35)

Di negara berkembang konsentrasi terjadi karena kekuasaan pemerintah dalam perencanaan ekonomi, kebijakan impor, proteksi yang berlebihan dan fasilitas lisensi. Semakin banyaknya industri mi instan saat ini, kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat yang menyebabkan industri mi instan yang mungkin memiliki pangsa pasar yang lebih kecil tidak dapat memasuki pasar karena perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang lebih besar melakukan kecurangan. Kecurangan itu dapat berupa persengkokolan dalam menetapkan harga atau melakukan perang tarif sehingga akan menghambat perusahaan lain untuk masuk pasar. Pada tahun 2003 baik Departemen Keuangan maupun Badan Pusat Statistik (BPS) belum memberi kejelasan mengenai penetapan dan pembagian tarif bea masuk bagi mi instan. Namun pada 2004 Dirjen Bea dan Cukai serta Departemen Keuangan telah menerbitkan tarif bea masuk bagi industri mi instan, sehingga ada kejelasan agar penetapan tarif dapat berjalan adil sesuai pembagian kelompok komoditinya dan tidak ada penyalahgunaan tarif bea masuk.

Seperti pada pengadaan bahan baku mi instan sampai saat ini masih dikuasai oleh Indofood yang bahan bakunya disuplai oleh PT Bogasari Flour Mills. Tetapi tidak dengan perusahaan lain mereka harus membeli bahan baku dengan harga yang jauh lebih tinggi. Di sini Indofood lebih diuntungkan dengan biaya produksi yang lebih rendah dan Indofood sebagian besar telah menguasai pangsa pasar, maka keuntungan yang didapat akan jauh lebih tinggi.

(36)

besar dapat memproduksi produk yang lebih murah dibanding perusahaan kecil jika kurva biaya industri menunjukkan skala ekonomis yang besar, maka suatu perusahaan akan mencapai biaya rata-rata yang terendah dengan pangsa pasar yang tinggi. Harga yang lebih murah ini tentunya akan menarik perhatian konsumen guna beralih ke barang tersebut. Selanjutnya permintaan barang tersebut akan naik dan membuat keuntungan (return) perusahaan bertambah besar.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk struktur pasar industri mi instan di Indonesia? 2. Bagaimana perilaku pasar industri mi instan di Indonesia?

3. Bagaimana kinerja industri mi instan di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai industri mi instan ini adalah :

1. Menganalisis struktur pasar industri mi instan di Indonesia. 2. Menganalisis perilaku pasar industri mi instan di Indonesia. 3. Menganalisis kinerja industri mi instan di Indonesia.

4. Bagaimana implikasi kebijakan pada industri mi instan di Indonesia.

1.4.Manfaat Penelitian

(37)
(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam penelitian mengenai industri mi instan di Indonesia serta struktur, perilaku dan kinerjanya, perlu disajikan kajian-kajian teoritis yang berkaitan dengan struktur pasar dan bentuk persaingan sehingga dapat menjelaskan bagaimana hubungan struktur-perilaku-kinerja suatu industri yang saling bersaing dalam pasar. Analisis definisi pasar terdiri dari tiga langkah: pertama, mendefinisikan pasar produk yang relevan; selanjutnya pasar geografis yang relevan; dan terakhir menentukan semua perusahaan yang turut serta dalam pasar produk dan geografis yang relevan. Definisi pasar mengemukakan semua produk yang dapat dianggap sebagai subtitusi yang berarti bagi produk yang sedang dipelajari. Definisi pasar geografis ialah mendefenisikan areal geografis dari pasar. Analisis menentukan perusahaan yang aktif yaitu perusahaan tersebut sanggup menawarkan produk-produk untuk dijual di pasar yang relevan dalam periode waktu yang wajar (Asian Development Bank, 2001).

2.1. Konsep Dasar Ekonomi Industri

Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Secara makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah (Hasibuan, 1994).

(39)

struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar. Dalam ekonomi industri terdapat dua sisi yang menarik, di satu sisi ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan analisa mengenai persaingan dan monopoli dengan berbagai macam pasar yang berada di antara keduanya. Di sisi lain, ekonomi industri juga berkaitan dengan pasar riil yang sangat diramaikan oleh adanya persaingan antar perusahaan (Jaya, 2001).

Beberapa alasan ekonomi industri menjadi semakin penting untuk dipelajari, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Pertama, praktek-praktek struktur pasar yang semakin terkonsentrasi dalam kegiatan bisnis dan praktek-praktek perilakunya menimbulkan kerugian bagi konsumen. Kedua, semakin tinggi konsentrasi industri cenderung mengurangi persaingan antar perusahaan sehingga menciptakan perilaku yang kurang efisien. Ketiga, konsentrasi industri yang tinggi membawa konsentrasi kekayaan yang melemahkan usaha-usaha pemerataan, baik dilihat dari pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, maupun kesempatan berusaha. Keempat, kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi membawa lebih jauh intervensi pemerintah. Kelima, kajian-kajian tentang struktur-perilaku dan kinerja industri tidak terlepas dari masalah-masalah produksi dan distribusi ( Hasibuan, 1994).

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja

(40)

efisiensi alokasi, tetapi telah mulai berkenaan dengan variabel ekonomi makro, seperti kebijaksanaan pemerintah tentang proteksi, rintangan masuk, rintangan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan investasi asing.

Beberapa aspek yang dipelajari dalam kaitannya dengan struktur-perilaku-kinerja industri.

1. Aspek kebebasan memilih dan berusaha walaupun masih ada intervensi pemerintah yang pada akhirnya akan berubah menjadi suatu bentuk persaingan,

2. Aspek peluang yang sama, baik dalam pengertian sebagai pembeli dan penjual, maupun dalam kesempatan, dan pemerataan pendapatan,

3. Aspek keadilan dan kewajaran terhadap praktek-praktek bisnis yaitu melalui pelarangan praktek-praktek bisnis yang tidak wajar dan adanya kepastian hukum,

4. Aspek kesejahteraan masyarakat, yaitu efisiensi alokasi sumber-sumber ekonomi, kesempatan kerja, kestabilan harga, kesehatan, dan lingkungan yang bersih,

5. Aspek kemajuan, yaitu adanya kebebasan, keadilan dan kesejahteraan.

(41)

perusahaan-perusahaan. Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep konvensional dalam ekonomi industri. Struktur pasar juga mempengaruhi perilaku dari perusahaan. Struktur dan perilaku akhirnya akan mempengaruhi kinerja pasar. Yang utama dari struktur-perilaku-kinerja adalah determinan-determinan yang membentuk struktur itu sendiri, yaitu skala ekonomi dan disekonomi (Hasibuan, 1994).

Martin (1993) berpendapat bahwa pendekatan struktur-perilaku-kinerja digunakan untuk menganalisa hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri mi instan. Teori struktur, perilaku dan kinerja industri menyebutkan bahwa struktur, perilaku dan kinerja mempunyai tiga kategori utama untuk melihat monopoli dan persaingan yang terjadi di pasar. Dalam versi sederhana, struktur pasar bersifat eksogen dan menentukan perilaku perusahaan dalam pasar tersebut dan selanjutnya akan menentukan kinerja. Aspek-aspek struktur adalah jumlah perusahaan, ukuran besarnya perusahaan, kondisi hambatan masuk, sedangkan perilaku mencakup masalah kolusi, perilaku, inovasi, kebijakan harga, output dan iklan (Yunianti, 2001).

(42)

penguasaan pasar. Dengan demikian masyarakat akan merasakan dampak negatifnya dan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk membatasi perilaku perusahaan. Kedua, SCP Chicago School menyatakan bahwa sumber utama terjadinya kekuatan monopoli adalah pemerintah, sehingga agar tercapai kinerja pasar yang diinginkan sebaiknya di serahkan pada mekanisme pasar (Alistair, 2004). Paradigma Chicago meyakini bahwa keberhasilan perusahaan (firm success) yang diukur dengan tingkat keuntungan dan pangsa pasarnya mengindikasikan kepuasan konsumen, bukan kinerja yang buruk (Daryanto,2003). Pandangan lainnya adalah The New Industrial Economics yang menekankan pada peran perilaku yaitu apresiasi terhadap dimensi strategis dari keputusan perusahaan. Perusahaan tidak hanya bereaksi dan beradaptasi terhadap kondisi eksternal, tapi juga berusaha agar lingkungan ekonomi berada pada posisi yang dapat memberi keuntungan dengan pertimbangan bahwa pesaingnya juga akan melakukan hal yang sama.

Paradigma SCP berpendapat bahwa konsentrasi pasar yang tinggi membuat perusahaan lebih mudah untuk menguasai pasar dan menghasilkan keuntungan atau margin yang tinggi. Penguasaan pasar yang tinggi cenderung menghasilkan kinerja pasar yang buruk, yaitu konsumen harus membayar harga yang sangat tinggi (Daryanto, 2003).

(43)

memandang SCP sebagai suatu cara yang biasa digunakan dalam menganalisis suatu industri (Shepherd, 1992). Berikut merupakan gambar pendekatan tradisional struktur-perilaku-kinerja.

KONDISI DASAR

STRUKTUR PERILAKU KINERJA

Gambar 2.1. Pendekatan Tradisional Structure Conduct Performance (S-C-P) Sumber: Daryanto, 2004

(44)

UKURAN-UKURAN Kerja sama dengan pesaing Strategi melawan pesaing

Gambar 2.2. Paradigma Structure Conduct Performance (S-C-P) Sumber : Jaya, 2001

(45)

Pengujian hipotesa pola hubungan struktur dan kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu indikator tertentu dari struktur pasar seperti tingkat konsentrasi penjual dan menggunakan PCM sebagai indikator kinerja. Tetapi akan lebih baik bila memasukkan unsur-unsur struktur pasar yang lain dalam pengujian.

2.2.1. Struktur Pasar

Defenisi pasar adalah sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang mempertukarkan barang yang dapat disubtitusikan. Kemampuan subtitusi barang merupakan kunci pokok sehingga ekonomi muncul sebagai daya tarik bagi pasar-pasar individu. Tiap pasar-pasar dibatasi oleh dua dimensi yaitu jenis produk dan daerah geografis (Jaya, 2001). Struktur pasar merupakan suatu variabel yang digunakan untuk menentukan perilaku perusahaan dan interaksi antara perilaku dan struktur pasar menentukan kinerja. Selanjutnya kinerja mempunyai pengaruh terhadap pembentukan struktur. Dalam struktur pasar selain memperhatikan jumlah perusahaan juga harus memperhatikan ukuran atau besaran distribusi dari perusahaan tersebut.

(46)

Tabel 2.1. Tipe-Tipe Struktur Pasar

Tipe Pasar Jumlah

Perusahaan Tipe Produksi

Hambatan Masuk

1. Persaingan Sempurna Banyak Homogen Bebas 2. Persaingan Tidak

Sempurna Sumber: Hasibuan, 1994

Dalam struktur pasar terdapat beberapa elemen-elemen yang termasuk didalamnya yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar dan hambatan-hambatan untuk masuk. Ketiga elemen tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

1. Pangsa Pasar (Market Share)

(47)

Tabel 2.2. Tipe-tipe Pasar

Tipe Pasar Kondisi Utama Contoh

Monopoli murni Suatu perusahaan yang memiliki 100 persen dari pangsa pasar.

PLN, TELKOM, PAM

Perusahaan yang dominan (dominant firm)

Suatu perusahaan yang memiliki 50-100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat.

Surat kabar lokal atau nasional, film kodak, batu baterai.

Oligopoli ketat Penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Kesepakatan di antara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah.

Bank-bank lokal, siaran TV, bola lampu, sabun, toko buku, rokok kretek dan semen.

Oligopoli longgar Penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki 40-60 persen pangsa pasar, kesepakatan mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin.

Banyak pesaing yang efektif, tidak satu pun yang memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar.

Pedagang eceran, penjual pakaian

Persaingan murni Lebih dari 50 persen pesaing yang mana tidak satupun yang memiliki pangsa pasar yang berarti.

Sapi dan unggas

Sumber : Jaya, 2001

(48)

tetapi juga oleh besarnya pangsa pasar. Secara umum terdapat hubungan yang positif antara pangsa pasar dan keuntungan (Yunianti, 2001).

2. Konsentrasi (Concentration)

Konsentrasi industri merupakan suatu variabel yang dapat diukur dan pada umumnya pengukuran ini lebih banyak dilakukan untuk derajat struktur oligopoli (Hasibuan, 1994). Konsentrasi sering digunakan sebagai ukuran tingkat persaingan. Konsentrasi juga sering dipakai sebagai alat analisis struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan yang beroperasi di dalamnya dan secara tidak langsung menjadi indikator perilaku anti persaingan atau kolusi (Satriawan dan Wigati, 2002). Geroski (1991) mengungkapkan bahwa pesaing baru dalam industri atau pasar akan mengurangi konsentrasi pasar apabila ukuran perusahaan tersebut relatif sama besar dengan ukuran perusahaan-perusahaan yang ada di industri atau pasar tersebut. Keluarnya perusahaan dari suatu industri atau pasar akan meningkatkan konsentrasi apabila ukuran perusahaan yang keluar relatif kecil dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam industri tersebut.

(49)

sulit suatu industri baru untuk memasuki pasar maka kekuatan pasar akan semakin tinggi.

Greer dalam Hasibuan (1994) menjelaskan bahwa ada empat sebab pokok adanya konsentrasi, yakni pertama, nasib baik (luck); kedua, sebab teknis; ketiga, karena kebijaksanaan pemerintah; dan keempat, kebutuhan bisnis, sehingga ada kebijaksanaan perusahaan untuk mengambil keputusan tertentu. Bird (1999) menyatakan hipotesis konsentrasi-kolusi bahwa industri dengan jumlah perusahaan sedikit dan rasio konsentrasi empat perusahaan (CR4, merupakan pangsa pasar empat perusahaan terbesar) di atas 75 persen mempunyai masalah dengan persaingan dibanding industri dengan jumlah perusahaan yang lebih banyak dan konsentrasi dibawah 50 persen.

(50)

dari entry. Pengukuran-pengukuran konsentrasi perusahaan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Pengukuran-Pengukuran Konsentrasi Perusahaan

Pengukuran Rumusρ

ρ = pangsa pasar perusahaan ke-i (%)

n = jumlah perusahaan terbesar

Menurut Martin dalam Yunianti (2001) menyatakan bahwa apabila empat perusahan terbesar menguasai 40 persen atau lebih terhadap total penjualan termasuk ke dalam pasar oligopoli.

Pengukuran indeks konsentrasi :

a. Rasio Konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran perusahaan-perusahaan yang memimpin dalam pasar.

b. Indeks Hirschman-Herfindahl merupakan penjumlahan kuadrat pangsa pasar semua perusahaan dalam suatu industri.

(51)

d. Indeks Entropy mengukur semua pangsa pasar semua perusahaan dalam industri.

Teori ekonomi memperkirakan bahwa kekuatan pasar lebih berlaku dalam pasar yang menunjukkan tingkat konsentrasi yang tinggi. Kekuatan perusahaan dicerminkan oleh sedikitnya perusahaan yang menguasi pasar atau adanya perusahaan dominan dalam suatu industri.

3. Hambatan Untuk Masuk (Barrier To Entry)

Menurut Asian Development Bank (2001) barrier to entry dapat didefenisikan sebagai setiap bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam defenisi ini, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry.

Menurut Bain (1956) penentu utama kondisi entry adalah skala ekonomi yang besar, diferensiasi produk dan keuntungan biaya absolut antara perusahaan yang ada dengan yang baru. Kondisi entry sangat menentukan degree of competition baik yang aktual maupun yang potensial sehingga dapat diduga mempengaruhi kinerja dan struktur. Pesaing potensial adalah perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya (Jaya, 2001).

Menurut Geroski dalam Satriawan dan Wigati, 2002 entry dapat didefenisikan sebagai:

(52)

(2) entry ditandai dengan didirikannya perusahaan baru dalam satu industri yang serupa oleh perusahaan yang masih beroperasi dalam industri tersebut;

(3) pengambilalihan (akuisisi) suatu perusahaan oleh perusahaan lain satu lingkup industri;

(4) penggabungan beberapa macam produk oleh perusahaan yang masih beroperasi dalam industri tersebut sehingga menciptakan pangsa pasar baru; (5) masuknya perusahaan yang dimiliki oleh pemodal asing ke industri dalam

negeri.

Weiss (1965) mendefenisikan entry mencakup dua hal yaitu nama perusahaan baru dan terdapat bangunan baru dalam suatu industri. Sedangkan Besanko et al. (1996) menyatakan bahwa entry dapat didefenisikan sebagai masuknya suatu produk baru jasa baru yang ditawarkan oleh perusahaan telah atau baru beroperasi ke dalam suatu pasar atau industri.

(53)

menyatakan rintangan-rintangan dan pesaing baru merupakan hal kedua yang mungkin memodifikasi pengaruh pangsa pasar dan pemusatan. Hanya dalam kasus tertentu pesaing yang potensial menguasai pasar.

Shepherd dalam Juwita (2004) membagi hambatan untuk masuk menjadi dua jenis, yaitu : hambatan eksogen dan hambatan endogen.

1). Hambatan Eksogen

Hambatan untuk masuk ke dalam pasar yang sifatnya berada diluar kontrol dari leading firms dan merupakan suatu penyebab fundamental yang tidak dapat diubah.

(a). Capital (Modal)

Perusahaan yang dominan dan ukurannya lebih besar akan memperoleh keuntungan berupa biaya yang murah dan persediaan modal yang cukup. Hal ini akan menjadi hambatan untuk masuk bagi industri yang bersifat padat modal (capital intensive).

(b). Skala Ekonomi

(54)

(c). Diferensiasi Produk

Diferensiasi produk muncul karena strategi periklanan dan pemasaran yang bertujuan untuk memberikan pilihan bagi konsumen terhadap produk (merek) tertentu.

(d). Diversifikasi

Perusahaan yang melakukan diversifikasi dapat melimpahkan sumber daya yang berlebih pada setiap cabang untuk mencegah masuknya pendatang baru. (e). Intensitas Penelitian dan Pengembangan

Pendatang baru yang ingin berpartisipasi dalam pasar yang mengandalkan keunggulan teknologi memerlukan biaya penelitian dan pengembangan yang besar.

(f). High Durability of Firm Specific Capital

Sunk cost adalah investasi yang dikeluarkan oleh investor yang tidak memiliki kegunaan lain selain untuk proyek tersebut, atau dimana investasi tersebut tidak dapat dijual kembali untuk kegiatan industri lain. Sunk cost yang besar akan mengurangi keinginan dari pendatang baru untuk masuk ke dalam pasar karena resiko yang terlalu besar.

(g). Integrasi Vertikal

(55)

2). Hambatan Endogen

Termasuk ke dalam hambatan endogen antara lain kebijakan harga dari establish firm, penciptaan kelebihan kapasitas, image dari loyalitas merk suatu produk, strategi penguasaan produk, strategi bahan baku.

Peranan hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan (Jaya, 2001). Apabila ada kebebasan keluar-masuk, akan sulit untuk menyingkirkan perusahaan-perusahaan dalam industri terutama harga di atas biaya marjinal dan tingkat keuntungan. Adanya keuntungan yang dihasilkan dengan persaingan non-harga, tanpa hambatan sama sekali, bebas masuk, yang mana akan terus berlanjut sampai tingkat keuntungan menurun.

2.2.2. Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu. Scherer (1990) menyatakan terdapat tiga kriteria untuk melihat perilaku industri yaitu strategi harga, kondisi entry dan tipe produk. Martin dalam Yunianti (2001) menyatakan bahwa perilaku strategis perusahaan hanya ada pada pasar oligopoli. Perilaku industri dapat dilihat pada strategis perusahaan dalam mementukan jumlah dominasi output, penentuan harga, advertensi, pemilihan teknologi, kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijakan produk. Sedangkan menurut Jaya (2001) pada perusahaan ada beberapa perilaku yang terjadi antara lain penetapan harga, strategi produksi, kolusi dan penawaran vertikal.

(56)

namun peranan oligopoli dalam pasar-pasar riil umumnya tidak terlalu besar (Jaya, 2001). Perilaku perusahaan dalam oligopoli memiliki beberapa kemungkinan. Pertama, dalam suatu industri yang bersifat oligopoli, perusahaan-perusahaan akan menempatkan diri dalam kerjasama rapi yang bertindak sebagai perusahaan monopoli dengan menetapkan harga jual yang tinggi dan sedikit inovasi. Kedua, perusahaan-perusahaan akan terlibat dalam perang harga dan inovasi tiada henti. Sedangkan kemungkinan yang ketiga adalah perusahaan-perusahaan tersebut berada diantara kedua kemungkinan pertama dan kedua.

Perilaku perusahaan-perusahaan juga mengenal adanya integrasi vertikal, merger. Integrasi vertikal dapat menimbulkan ekonomisasi dan berdampak anti persaingan. Merger vertikal dan peraturan vertikal dalam pasar termasuk pemeliharaan harga penjualan kembali yang merupakan isu persaingan. Alasan-alasan untuk melakukan integrasi vertikal dan merger antara lain adalah untuk meningkatkan pangsa pasar, pertumbuhan, mendapatkan laba yang lebih tinggi, efisiensi dan juga untuk mengurangi ketidakpastian usaha. Integrasi dan konglomerasi termasuk dalam kegiatan merger (Hasibuan, 1994).

1. Integrasi Vertikal

(57)

perusahaan yang memutuskan untuk menyalurkan output yang dihasilkan kepada konsumen melalui perusahaan yang terintegrasi dengannya.

Jaya (2001) menyatakan bahwa integrasi vertikal diluar dugaan sulit diukur, salah satu metodenya adalah menghitung tahap-tahap produksi semakin banyak tahapan yang dicakup, semakin besar integrasinya.

2. Merger

Secara umum kegiatan integrasi dapat temasuk dalam merger, tetapi dengan syarat ada keterkaitan dalam kelanjutan proses produksi. Pengertian merger lebih luas yaitu satu atau lebih perusahaan yang tidak sejenis dan juga tidak ada kaitan kelanjutan proses produksi dapat melakukan penggabungan (Hasibuan, 1994).

Efek-efek dari merger-merger vertikal adalah keseimbangan antara dua hal:

2. Penghematan bersih yang diperoleh dengan merger yang tidak dapat diperoleh dengan pertumbuhan langsung atau kontrak jangka panjang,

3. Efek-efek antikompetitif yang dapat terjadi seperti meningkatkan halangan memasuki pasar.

(58)

persen pangsa pasar untuk kedua perusahaan. Batasan-batasan antitrust yang terjadi saat ini berkisar antara 10 persen sampai 20 persen, merger vertikal antara dua perusahaan dengan pangsa pasar 20 persen akan ditentang dan pada akhirnya tidak diperbolehkan (Jaya, 2001).

2.2.3. Kinerja Pasar

Setiap perusahaan pasti akan mempunyai tujuan untuk menguasai pasar, tujuan itu yang disebut dengan kinerja. Kinerja secara lebih rinci dapat dilihat dari laba, efisiensi, pertumbuhan (termasuk perluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia, dan juga kebanggaan kelompok. Kinerja tergabung antara kinerja ekonomi dan non ekonomi (Hasibuan, 1994). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu, efisiensi, kemajuan teknologi, dan keseimbangan dalam distribusi (Jaya, 2001).

Daryanto (2004) mengungkapkan yang dimaksud dengan kinerja adalah: 1. Apakah perusahaan-perusahaan meningkatkan kesejahteraan ekonomi?

2. Apakah mereka bekerja secara efisien, menghindari pemborosan faktor-faktor produksi yang langka sifatnya?

3. Apakah alokasi faktor-faktor produksi telah efisien secara ekonomis?

4. Apakah perusahaan-perusahaan secara efektif meningkatkan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi?

(59)

mengurangi kerja administrasi, karena perhitungan ongkos-ongkos yang berulang-ulang. Ketiga, perusahaan yang menjadi barometer itu telah menunjukkan prestasi yang bagus, yang hampir tidak meleset ramalan-ramalannya (Hasibuan, 1994). Menurut Jaya (2001) dalam kinerja pasar terdapat konsekuensi dan kekuatan pasar yaitu kemampuan perusahaan-perusahaan untuk mempengaruhi harga produk-produk yang mereka jual kepada konsumen. Pada kenyataannya kekuatan pasar dapat mempengaruhi secara mencolok terhadap harga, keuntungan, inovasi, keadilan dan nilai-nilai lainnya. Dalam kinerja juga memperhatikan pertumbuhan dan kelayakan hal ini dikarenakan pertumbuhan dan kelayakan membutuhkan suatu usaha yang cermat, menunjukkan bagian-bagiannya dan kemungkinan pengaruh-pengaruh monopoli yang ditimbulkannya.

2.3. Deskripsi Produk Mi Instan

Berdasarkan kondisi sebelum dikonsumsi, mi dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu mi basah (boiled noodle), mi kering (steam and fried noodle), mi mentah (raw chinese noodle) serta mi instan (instan noodle).

Mi adalah produk makanan setengah jadi yang terbuat dari campuran tepung terigu berkadar protein tinggi dengan bahan tambahan lain seperti air, telur, bumbu tertentu, pewarna makanan dan bahan pengawet makanan. Berkembangnya teknologi pangan berpengaruh juga terhadap produk mi yang dihasilkan dan dijual di pasaran. Sekarang ini mi tidak hanya terbuat dari tepung terigu saja, tetapi mi dapat juga dibuat dari berbagai jenis tepung biji-bijian.

(60)

khas. Pembuatan mi basah dapat dilakukan sendiri di rumah dengan menggunakan alat khusus untuk membuat mi. Perbedaan mi basah dengan mi instan adalah digunakannya minyak goreng dalam proses pembuatan mi basah yang berfungsi untuk melembabkan mi, sedangkan mi instan dibuat dengan melalui beberapa proses dalam pabrik sehingga mempunyai rasa dan bentuk yang lebih tahan lama.

Mi instan adalah mi kering buatan pabrik. Mi ini hanya bisa diproduksi oleh pabrik karena proses pengeringannya menggunakan alat pengering tertentu. Mi instan buatan pabrik dijual dalam berbagai kemasan menarik. Ada yang masih perlu pengolahan tertentu, tapi ada juga yang tinggal ditambah air panas dan siap dikonsumsi.

Mi instan secara umum adalah sejenis makanan berbentuk pasta yang bahan bakunya berasal dari tepung terigu yang diolah dengan merebus dalam air panas yang kemudian diberi bumbu sesuai dengan selera yang ada dalam kemasannya untuk siap disantap (Corinthian Infopharma Corpora, 2004).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3551-2000 yang dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional, mi instan (instan noodle) didefinisikan sebagai mi yang dibuat dari adonan tepung terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya, dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali. Proses pregelatinisasi dilakukan sebelum mi dikeringkan dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi lainnya (Corinthian Infopharma Corpora, 2004).

(61)

aluminium foil, cup, box dan sebagainya. Instan sendiri dicirikan dengan adanya penambahan bumbu dan memerlukan proses rehydrasi untuk siap dikonsumsi (Corinthian Infopharma Corpora, 2004).

Mi instan terbuat dari tiga bahan baku yaitu tepung terigu, minyak sayur, dan bumbu penyedap (seasoning). Secara sederhana proses pembuatan mi instan diawali dengan menyediakan bahan baku yang akan digunakan, kemudian dilakukan proses pencampuran antara air, bahan baku yang akan digunakan kemudian dilakukan proses pencampuran antara air, bahan baku utama dan bahan baku tambahan yang bertujuan untuk membentuk tekstur (mixing). Selanjutnya dilakukan pessing, yaitu proses yang menghasilkan lembaran-lembaran untaian mi dan siap untuk pengukusan (steaming). Pengukusan dilakukan untuk membunuh bakteri dan merupakan proses yang menentukan tekstur mi. Setelah itu dilakukan proses pemotongan dan siap untuk proses penggorengan (cutting). Proses selanjutnya adalah pendinginan untuk kemudian siap dikemas (cooling), yang berfungsi untuk melindungi produk dari pengaruh luar (Corinthian Infopharma Corpora, 2004).

(62)

dalam dua jenis yaitu mi dalam kemasan plastik dan mi dalam kemasan gelas

Mi dalam kemasan gelas/cup Mi dalam kemasan plastik

Mi instan

Gambar 2.3. Klasifikasi berdasarkan wadah, pengemasan, rasa dan pembuatan Sumber : Japan Agriculture Standards (JAS)

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu

(63)

terigu dan industri makanan berbasis tepung terigu. Hasil penelitiannya mengenai struktur, perilaku dan kinerja industri mi instan. Pertama, pada industri mi instan campur tangan pemerintah secara langsung sangat terbatas, industri mi instan sangat terkonsentrasi, adanya deregulasi tata niaga tepung terigu tahun 1998 ternyata tidak mengubah struktur industri mi instan secara drastis, adanya hubungan vertikal antara industri hulu dengan industri hilirnya. Kedua, pada industri mi instan mempunyai konsentrasi tinggi yaitu kurang lebih 89 persen dan berada pada pasar yang lebih kompetitif karena sifat produknya yang consumer good, dengan memberikan kontribusi tepung terigu sebesar 16 persen dari total penjualan bersih maka divisi mi instan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar yaitu 34 persen dari total penjualan. Ketiga, adanya kebijakan proteksi pada barang antara yang merupakan bahan baku utama telah mempengaruhi struktur industri penghasil barang akhir yang mempunyai hubungan vertikal.

(64)

dilakukan dengan melihat harga bahan baku di pasar internasional yang kemudian dikoordiansikan di antara para produsen tepung terigu. Kinerja yang dilihat dari utilitas kapasitas produksi menggambarkan bahwa produsen tepung terigu tidak memaksimalkan kapasitas produksinya. Hasil lainnya yang didapat dari penelitian ini adalah meskipun setelah deregulasi pada tahun 1998 industri tepung terigu masih dikuasai oleh perusahaan dominan namun rupanya tidak menjadi suatu masalah besar bagi produsen lain. Masalah utama bagi para produsen lokal adalah meningkatnya volume impor yang melakukan praktek dumping maupun yang tidak memenuhi peraturan SNI.

Robert (1995) meneliti mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja pada industri pemintalan dengan judul Hubungan Struktur dengan Kinerja Pasar (Studi Empiris pada Industri Pemintalan). Penelitian ditujukan untuk melihat pengaruh struktur berdasarkan pangsa pasar, konsentrasi dan Hirschman-Herfindahl Index terhadap kinerja industri tekstil yang diproksi dengan Price-Cost-Margin. Hasil penelitian yang meregresikan variabel CR, efisiensi-X dan produktivitas terhadap PCM terdapat hubungan positif antara pangsa pasar dengan keuntungan perusahaan-perusahaan di dalam pasar. Dengan terbuktinya pangsa pasar yang mempengaruhi keuntungan, menunjukkan adanya suatu kekuatan pasar yang memungkinkan terjadinya perilaku kolusif di antara pelaku.

2.5. Kebijakan Yang Terkait Dengan Industri Mi Instan

(65)

kesejahteraan masyarakat menurun. Oleh karena itu tujuan utama dilakukan kebijakan oleh pemerintah adalah untuk membantu kelemahan-kelemahan yang dialami mekanisme pasar.

Kebijakan Pemerintah

Sejak tahun 1983 pemerintah mengeluarkan paket-paket deregulasi yang dapat mencerahkan iklim investasi dan perdagangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Kebijakan ini sebagian besar ditujukan untuk membangun industri dan mengembangkan iklim investasi yang baik. Dengan demikian diharapkan pada masa-masa yang akan datang sektor industri dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Peraturan yang menunjang pembangunan sektor industri juga mulai diperbaiki seperti peraturan tentang mutu, periklanan dan label serta pengawasan kualitas dan keamanan bahan baku serta produk itu sendiri.

1.Kebijakan dalam Investasi

(66)

2. Kebijakan dalam Bidang Ekspor

Ditemukannya produk-produk dari Eropa terutama Belgia yang terkontaminasi bahan kimia polychlorinated byphenyls (PCBs) dan carcenogin dioxin yang bisa menyebabkan kanker. Adanya kejadian ini maka Indonesia segera memberlakukan larangan impor. Importir dari Singapura hanya diizinkan menjual produk manufaktur asal Eropa yang diimpor sebelum 20 Januari 1999. Dalam UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan pasal 36 (ayat 1) disebutkan bahwa setiap pangan yang dimasukkan ke wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib memenuhi ketentuan dalam UU dan peraturan pelaksananya. Ayat (2) setiap orang dilarang memasukkan pangan di dalam wilayah Indonesia dan atau mengedarkan di dalam wilayah Indonesia apabila pangan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UU dan PP.

Pasal 37 berbunyi :

(a) dengan telah diuji dan atau diperiksa serta dinyatakan lulus dari segi keamanan, mutu, dan atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal, (b) pangan dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan atau pemeriksaan, (c) pangan terlebih dulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan,

mutu, dan atau gizi sebelum peredarannya.

3. Kebijakan dalam Bidang Impor

(67)

umum (IU) dan tidak harus oleh importir terdaftar (IT). Berikut jadwal penurunan tarif bea masuk dari tahun 1995 sampai tahun 2003.

Tabel 2.4. Jadwal Penurunan Tarif Bea Masuk dari Tahun 1995 Sampai Tahun 2003

Sumber: Corinthian Infopharma Corpora, 2004

Keterangan : t : yaitu tetap

≤ : yaitu setinggi-tingginya

Tarif bea masuk mi instan mengalami penurunan secara bertahap. Hingga 1994 (Pakjun 1994) tarif bea masuk mi instan berkisar antara 5 sampai 20 persen sedangkan bea masuk tambahan telah ditiadakan sejak 1991 dan dengan paket deregulasi Mei 1995 terjadi penurunan bea masuk. Bea masuk mi instan di turunkan menjadi 5 persen yang berlanjut sampai sekarang.

4. Kebijakan dalam Bidang Pengawasan Bahan Baku dan Produksi

(68)

atau persyaratan yang ditetapkan oleh menteri di negara asalnya (bagi produk impor) tidak dilarang peredarannya, tidak berbahaya atau mengganggu kesehatan manusia, bebas dari hama atau penyakit yang dapat menular pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Ketentuan dalam peraturan Menteri Kesehatan No.79/Men Kes/Per/III/1978 tentang wadah, pembungkus, penandaan, etiket, label serta periklanan.

Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, isinya bahwa pengusaha yang dengan sengaja memperdagangkan produk yang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Peraturan Menteri Kesehatan No.239/ MenKes/Per/V/1985 tentang zat warna yaitu bahan yang digunakan untuk memberi warna atau memperbaiki warna bahan atau barang.

2.6. Kerangka Pemikiran

Posisi Indofood sebagai produsen mi instan terbesar di Indonesia hingga saat ini belum ada yang menandingi. Perusahaan ini sudah terlanjur besar dan menguasai pasar dalam periode waktu yang cukup lama, sehingga sulit bagi perusahaan lain untuk menyamainya. Posisi pesaingnya masih jauh dibawah produk-produk kelompok Indofood.

(69)

waktu lama untuk bisa mengambil bagian lebih dari 50 persen bagian Indofood dari yang sekarang sekitar 85 persen. Kondisi yang demikian telah menyebabkan persaingan pasar yang ketat, para konsumen juga semakin bebas memilih produk dengan harga yang relatif rendah dan bervariatif.

Persaingan yang ketat dapat dilihat dari kondisi struktur pasarnya yang kemudian dari struktur akan mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan. Ketiga kondisi tersebut pada akhirnya akan berujung pada implikasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah maupun badan-badan pengawas yang terkait. Dimana implikasi kebijakan tersebut akan berpengaruh pada perilaku perusahaan.

Gambar 2.4. Skema Alur Pemikiran Konseptual

Pada Gambar 2.4. memperlihatkan kerangka pemikiran konseptual yang akan dianalisis dalam penelitian ini. Permasalahan utama yaitu bagaimana persaingan dalam industri mi instan yang dilihat dari struktur-perilaku-kinerja dan pengaruh implikasi kebijakan yang akan dianalisis dengan menggunakan persamaan PCM dengan variabel-variabel eksogen yang membangun persamaan tersebut.

Struktur Perilaku Kinerja

(70)
(71)

2.7. Hipotesis

Berdasarkan keberadaan industri mi instan saat ini, dan teori-teori yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan adalah :

(1) konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) memiliki hubungan yang positif terhadap tingkat laba (PCM). Semakin tinggi konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Sedangkan tingkat konsentrasi memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat persaingan dimana ketika tingkat konsentarsi meningkat maka akan menurunkan tingkat persaingan dan sebaliknya;

(2) efisiensi-X memiliki hubungan yang positif terhadap PCM. Efisiensi-X berarti biaya pada tingkat yang minimum yang memungkinkan. Semakin efisien suatu perusahaan maka memungkinkan suatu perusahaan untuk memproduksi sebuah produk dengan sumber daya yang lebih sedikit atau sama karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jangka panjang akan lebih murah. Dengan adanya efisiensi maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat;

(72)

(4) intensitas ekspor memiliki hubungan yang positif dengan PCM. Kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspor yang tinggi dan yang dapat mencegah tindakan mengimpor kembali barang yang telah diekspor akan meningkatkan intensitas ekspor sehingga akan meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan; (5) intensitas impor memiliki hubungan yang negatif dengan PCM. Adanya persaingan barang impor dapat mengurangi kekuatan pasar yang ada dalam industri dalam negeri. Keberadaan barang impor dapat mendorong produsen dalam negeri untuk menurunkan harga (sejauh masih di atas biaya produksi) agar tidak kehilangan pangsanya dalam pasar domestik. Semakin tingginya intensitas impor berarti penerimaan yang didapat suatu perusahaan akan semakin menurun hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang akan diterima perusahaan juga akan semakin menurun;

(73)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan data-data yang akurat untuk membahas dan menganalisis hasil penelitian. Data untuk penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diambil dari data-data yang sudah diolah pada instansi-instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), PT Corinthian Infopharma Corpora, Departemen Perindustrian, dan Lembaga Sumber Daya Informasi (LSI). Pengumpulan data juga dilakukan dengan mengambil data-data dari data skripsi, buku dan berbagai sumber yang menunjang penelitian ini.

Data yang digunakan untuk analisis Structure Conduct Performance (SCP) secara deskriptif adalah data dari tahun 1999 sampai 2003, yaitu ketika persaingan dan produsen mi instan semakin berkembang. Sedangkan data statistik yang diestimasi merupakan data time series dengan jumlah observasi 18 yaitu tahun 1986 sampai 2003 dan diolah menggunakan software E-Views 4.1. data yang diperoleh masih dalam bentuk nominal yang harus diubah kedalam bentuk riil dengan membagi data nominal dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).

(74)

3.2. Metode Analisis

Analisis data yang telah didapatkan dilakukan dengan baik secara deskriptif dengan memberikan gambaran dari hasil penelitian maupun secara kuantitatif dengan melihat pengaruh variabel-variabel yang saling berhubungan.

Model penelitian yang digunakan untuk melihat bagaimana perkembangan industri mi instan di Indonesia adalah dengan menggunakan pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance) dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Penggunaan metode OLS dikarenakan OLS merupakan metode yang paling populer dan sangat berpengaruh dalam analisis garis regresi serta memiliki ketepatan estimasi. Estimator-estimator yang diperoleh dengan menggunakan metode least square dikenal dengan estimator-estimator least square. Estimator-estimator least square tersebut memilki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Estimator-estimator OLS hanya mengeskpresikan nilai-nilai yang dapat diamati (yaitu, Y dan X) sehinga mudah dihitung,

2. Estimator-estimator itu merupakan estimator-estimator titik. Untuk sampel tertentu, tiap estimator hanya memberikan satu nilai tunggal pada parameter populasi yang relevan. Berbeda dengan estimator-estimator dalam interval yang memberikan kemungkinan-kemungkinan berbagai nilai-nilai pada parameter-parameter populasi yang tidak diketahui,

3. Sekali estimator-estimator dengan OLS diperileh dari daata sampel, garis regresi sampel dapat ditentukan dengan mudah.

Gambar

Tabel 1.1. Urutan Negara Produsen Mi Instan di Dunia, Tahun 1999-2000
Tabel 1.3. Perkembangan Produksi Mi Instan Indonesia Tahun 1999 sampai 2003
Tabel 1.5. Ukuran Pasar dan Nilai Pasar Mi Instan, 2003
Tabel 1.6. Ekspor dan Impor Mi Instan Tahun 1999 sampai 2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

dan prinsip sopan santun dalam teks anekdot sebagai sumber bahan ajar Bahasa. Indonesia jenjang SMA kelas X di

Hasil penelitian tindakan kelas pada mata pembelajaran seni budaya dan keterampilan kelas IV materi seni musik di SDN Wonosari 2 menggunakan Media Video

“PENERAPAN METODE ONE DAY ONE AYAT PADA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN DI RUMAH TAHFI ẓ ALWAFA PALANGKA RAYA”.

[r]

Class Object menggambarkan hubungan antara satu data dengan data lainnya yang digunakan dalam sistem yang akan dibangun mulai dari data apa saja yang dipakai

Sesuai hasil pengamatan dilapangan, laju pertambahan diameter tanaman penghasil gaharu ( Gyrinops caudata ) lebih besar terjadi di lokasi B karena selain dari segi

Tentukan daerah himpunan penyelesaian dari sistem pertidaksamaan linear dua variabel yang terdapat pada masalah (irisan dari setiap pertidaksamaan linear dua variabel

Paket 2 ini cocok bagi anda yang ingin merayakan kelahiran sang buah hati dengan cara yang syar'i dan biasanya bagi anda yang sudah terbiasa melaksanakan ibadah aqiqah.. Dengan