• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kriteria Kecambah Normal Yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linn.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Kriteria Kecambah Normal Yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linn.)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG

BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

Linn.)

Oleh

Arifani Wulandari

A34403040

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ARIFANI WULANDARI. Penentuan Kriteria Kecambah Normal yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi dengan beberapa tolok ukur vigor bibit. Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2007 sampai Desember 2007.

Terdapat tiga percobaan dalam penelitian ini.Percobaan pertama bertujuan untuk memperoleh beberapa macam kriteria kecambah normal yang akan digunakan pada percobaan tahap selanjutnya, dengan menggunakan 6 aksesi benih, yaitu aksesi Karanganyar, Lampung, Bengkulu, Indramayu grade A, Indramayu grade B, dan Indramayu grade C. Kriteria kecambah normal diperoleh berdasarkan kriteria kualitatifnya. Penilaian dilakukan terhadap panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon, struktur perakaran, dan munculnya plumula. Berdasarkan pengamatan terhadap penilaian tersebut, diperoleh 4 kriteria, yaitu kriteria A, B, C, dan D.

(3)

kecambah normal B, C, dan D memiliki tingkat kepekaan yang lebih besar dibandingkan kriteria A.

(4)

PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG

BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

Linn.)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Arifani Wulandari

A34403040

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.)

Nama : Arifani Wulandari NRP : A34403040

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr Ir Endang Murniati, MS NIP. 130 813 796

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Probolinggo, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 29 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Slamet Riyadi dan Ibu Ain Nur Rochmiati.

Penulis lulus SDN Sukodadi 1, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 2 Probolinggo, kemudian penulis lulus dari SMUN 1 Probolinggo pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan Kriteria Kecambah Normal yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan, motivasi, inspirasi, dan bantuan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini diucapkan kepada: 1. Dr Ir Endang Murniati, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan proses pembuatan skripsi ini.

2. Ir. Abdul Qadir, MSt dan Dr Dra Tatiek Kartika S, MS yang bersedia untuk menguji dan memberikan masukan pada skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu tercinta, Irma, Tomi, serta saudara-saudaraku di Probolinggo yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil, terima kasih untuk semuanya.

4. Ajax, Dia Yoga, dan semua sahabat-sahabat di Probolinggo yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan semuanya dengan baik.

5. Hidayati, Rischa, Ninik, Vindha, Cita, Purwanti, Fauzi, dan Firin, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

6. Dona, Silvia, Dara, Ayu, Resti, dan semua teman-teman di wisma Edelweiss atas kebersamaan dan kekeluargaannya.

7. Ginting, Adit, Andari, Roni, Sita, Habib, Toni, Saipulloh, dan teman-teman PMTTB 40 atas bantuan dan dukungan selama penelitian dan proses pembuatan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar ( Jatropha curcas Linn.) Secara Umum ... 4

Pengujian Mutu Fisiologis Benih ... 6

Kriteria Bibit Tanaman Tahunan ... 8

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 16

Percobaan 1: Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal... 17

Percobaan 2: Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih ... 18

Percobaan 3: Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit... 20

Evaluasi Lot Benih yang Digunakan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA... 36

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Ciri-Ciri Morfologi Kriteria Kecambah Normal ... 18

2. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap DB

Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal... 19

3. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah Menggunakan Beberapa

Kriteria Kecambah Normal pada Beberapa Lot Benih ... 20

4. Jumlah Nilai Tengah Perlakuan Berdasarkan Beberapa Kriteria

Kecambah Normal antar Lot Benih ... 20

5. Nilai Koefisien Korelasi (r) antara DB Kriteria Kecambah Normal

B, C, dan D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit... 21

6. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal B dengan Beberapa Tolok

Ukur Vigor Bibit ... 23

7. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal C dengan Beberapa Tolok

Ukur Vigor Bibit ... 25

8. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal D dengan Beberapa Tolok

Ukur Vigor Bibit ... 26

9. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap Beberapa

Tolok Ukur Vigor Bibit yang Digunakan ... 29

10. Nilai Rata-Rata Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar pada Beberapa

Lot Benih ... 30

11. Nilai Rata-Rata Jumlah Tunas Bibit Jarak Pagar pada Beberapa

Lot Benih ... 31

12. Nilai Rata-Rata Tinggi Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih... 32

13. Nilai Rata-Rata Diameter Batang Bibit Jarak Pagar pada Beberapa

Lot Benih ... 32

14. Nilai Rata-Rata Rasio Tunas/Akar Bibit Jarak Pagar pada

(10)

Lampiran

1. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB

Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal A...41

2. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal B ...41

3. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal C ...41

4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal D...41

5. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 6 MST (JD1) ... 41

6. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 8 MST (JD2) ... 41

7. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 10 MST (JD3) ...42

8. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 6 MST (JT1)... 42

9. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 8 MST (JT2)... 42

10. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 10 MST (JT3)...42

11. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 12 MST (JT4)...42

12. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Tinggi Tanaman pada 8 MST (TT2) ...42

13. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Diameter Batang pada 8 MST (D2) ...43

14. Analisis Ragam Model Regresi Y=28.10+7.67 JD2...43

15. Analisis Ragam Model Regresi Y=16.10+2.23 TT2 ...43

16. Analisis Ragam Model Regresi Y=35.31 + 7.33 JD2...43

17. Analisis Ragam Model Regresi Y=1.93 + 3.32 TT1 ...43

(11)

PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG

BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

Linn.)

Oleh

Arifani Wulandari

A34403040

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

ARIFANI WULANDARI. Penentuan Kriteria Kecambah Normal yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi dengan beberapa tolok ukur vigor bibit. Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2007 sampai Desember 2007.

Terdapat tiga percobaan dalam penelitian ini.Percobaan pertama bertujuan untuk memperoleh beberapa macam kriteria kecambah normal yang akan digunakan pada percobaan tahap selanjutnya, dengan menggunakan 6 aksesi benih, yaitu aksesi Karanganyar, Lampung, Bengkulu, Indramayu grade A, Indramayu grade B, dan Indramayu grade C. Kriteria kecambah normal diperoleh berdasarkan kriteria kualitatifnya. Penilaian dilakukan terhadap panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon, struktur perakaran, dan munculnya plumula. Berdasarkan pengamatan terhadap penilaian tersebut, diperoleh 4 kriteria, yaitu kriteria A, B, C, dan D.

(13)

kecambah normal B, C, dan D memiliki tingkat kepekaan yang lebih besar dibandingkan kriteria A.

(14)

PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG

BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

Linn.)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Arifani Wulandari

A34403040

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul : PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.)

Nama : Arifani Wulandari NRP : A34403040

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr Ir Endang Murniati, MS NIP. 130 813 796

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131 124 019

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Probolinggo, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 29 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Slamet Riyadi dan Ibu Ain Nur Rochmiati.

Penulis lulus SDN Sukodadi 1, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 2 Probolinggo, kemudian penulis lulus dari SMUN 1 Probolinggo pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan Kriteria Kecambah Normal yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan, motivasi, inspirasi, dan bantuan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini diucapkan kepada: 1. Dr Ir Endang Murniati, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan proses pembuatan skripsi ini.

2. Ir. Abdul Qadir, MSt dan Dr Dra Tatiek Kartika S, MS yang bersedia untuk menguji dan memberikan masukan pada skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu tercinta, Irma, Tomi, serta saudara-saudaraku di Probolinggo yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil, terima kasih untuk semuanya.

4. Ajax, Dia Yoga, dan semua sahabat-sahabat di Probolinggo yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan semuanya dengan baik.

5. Hidayati, Rischa, Ninik, Vindha, Cita, Purwanti, Fauzi, dan Firin, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

6. Dona, Silvia, Dara, Ayu, Resti, dan semua teman-teman di wisma Edelweiss atas kebersamaan dan kekeluargaannya.

7. Ginting, Adit, Andari, Roni, Sita, Habib, Toni, Saipulloh, dan teman-teman PMTTB 40 atas bantuan dan dukungan selama penelitian dan proses pembuatan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2008

(18)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar ( Jatropha curcas Linn.) Secara Umum ... 4

Pengujian Mutu Fisiologis Benih ... 6

Kriteria Bibit Tanaman Tahunan ... 8

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 16

Percobaan 1: Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal... 17

Percobaan 2: Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih ... 18

Percobaan 3: Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit... 20

Evaluasi Lot Benih yang Digunakan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA... 36

(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Ciri-Ciri Morfologi Kriteria Kecambah Normal ... 18

2. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap DB

Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal... 19

3. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah Menggunakan Beberapa

Kriteria Kecambah Normal pada Beberapa Lot Benih ... 20

4. Jumlah Nilai Tengah Perlakuan Berdasarkan Beberapa Kriteria

Kecambah Normal antar Lot Benih ... 20

5. Nilai Koefisien Korelasi (r) antara DB Kriteria Kecambah Normal

B, C, dan D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit... 21

6. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal B dengan Beberapa Tolok

Ukur Vigor Bibit ... 23

7. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal C dengan Beberapa Tolok

Ukur Vigor Bibit ... 25

8. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal D dengan Beberapa Tolok

Ukur Vigor Bibit ... 26

9. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap Beberapa

Tolok Ukur Vigor Bibit yang Digunakan ... 29

10. Nilai Rata-Rata Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar pada Beberapa

Lot Benih ... 30

11. Nilai Rata-Rata Jumlah Tunas Bibit Jarak Pagar pada Beberapa

Lot Benih ... 31

12. Nilai Rata-Rata Tinggi Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih... 32

13. Nilai Rata-Rata Diameter Batang Bibit Jarak Pagar pada Beberapa

Lot Benih ... 32

14. Nilai Rata-Rata Rasio Tunas/Akar Bibit Jarak Pagar pada

(20)

Lampiran

1. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB

Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal A...41

2. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal B ...41

3. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal C ...41

4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal D...41

5. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 6 MST (JD1) ... 41

6. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 8 MST (JD2) ... 41

7. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 10 MST (JD3) ...42

8. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 6 MST (JT1)... 42

9. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 8 MST (JT2)... 42

10. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 10 MST (JT3)...42

11. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 12 MST (JT4)...42

12. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Tinggi Tanaman pada 8 MST (TT2) ...42

13. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Diameter Batang pada 8 MST (D2) ...43

14. Analisis Ragam Model Regresi Y=28.10+7.67 JD2...43

15. Analisis Ragam Model Regresi Y=16.10+2.23 TT2 ...43

16. Analisis Ragam Model Regresi Y=35.31 + 7.33 JD2...43

17. Analisis Ragam Model Regresi Y=1.93 + 3.32 TT1 ...43

(21)

19. Analisis Ragam Model Regresi Y=38.03 + 7.06 JD2...43

20. Analisis Ragam Model Regresi Y =65.71 + 20.25 JT2 ...44

21. Analisis Ragam Model Regresi Y =76.86 + 9.57 JT3 ...44

22. Analisis Ragam Model Regresi Y= 6.74 + 3.16 TT1 ...44

23. Analisis Ragam Model Regresi Y = 22.55 + 2.19 TT2 ...44

24. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B ...45

25. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C ...47

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Kriteria Kecambah Normal A, B, C dan D... 17

Lampiran

1. Perkecambahan Benih pada Umur 14 HST ... 51

2. Perkecambahan Benih pada Umur 21 HST (Terserang Hama Ulat) ... 51

3. Daun yang Terserang Hama Kutu ... 52

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan. Potensi sumberdaya lahan, agroklimat, dan sumberdaya manusia yang memadai serta iklim yang mendukung dapat digunakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan pengembangan usaha agribisnis.

Krisis energi yang terjadi di negara ini terutama pada bahan bakar minyak (BBM), menyebabkan perlunya pengembangan sumber-sumber bahan bakar alternatif. Sumber tanaman penghasil minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel cukup banyak, yaitu jagung, kedelai, kelapa sawit, jarak pagar, dan lain sebagainya. Tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia adalah jarak pagar (Jatropha curcas Linn), karena tanaman ini tidak bersaing dengan kebutuhan pangan dan produk-produk penting lainnya (Hambali, 2006).

Jarak pagar selain sebagai sumber bahan bakar alternatif, juga dikenal sebagai tanaman yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan dapat memperbaiki lingkungan. Menurut Prihandana dan Hendroko (2006), tanaman ini potensial untuk dikembangkan pada daerah yang marginal atau kering. Tanaman pada umumnya akan mengalami stress ketika dihadapkan pada lahan yang ekstrim, dimana sistem perakaran belum berkembang, sehingga air dan hara yang diserap sangat sedikit. Hal ini menuntut tersedianya benih jarak pagar dengan mutu yang baik, sehingga dapat dihasilkan bibit yang sehat dan vigor.

(24)

berkorelasi positif dengan persen jadi bibit di lapangan, apabila kecambah dievaluasi berdasarkan pertumbuhan struktur hipokotil, akar, dan kotiledonnya.

Uji daya berkecambah bertujuan untuk mengetahui mutu fisiologis benih. Uji ini dapat dipergunakan untuk menilai mutu bibit di lapang. Umumnya pengujian dilakukan di laboratorium dengan menggunakan media standar, dan lingkungan yang optimum, sehingga seringkali dihasilkan data yang over estimate dan tidak sesuai dengan daya tumbuh di lapang. Menurut Kamil (1980) salah satu kesukaran pokok yang timbul dan sering diabaikan terutama oleh mahasiswa atau analis benih pada pengujian perkecambahan benih (seed germination test) ialah menentukan bibit atau kecambah yang termasuk normal (identification of normal seedling).

Kriteria kecambah normal bervariasi antar jenis tanaman, untuk itu pada setiap tanaman diperlukan adanya penelitian yang nantinya menghasilkan suatu kriteria kecambah normal yang berkorelasi dengan vigor bibit di lapang. Kriteria ini nantinya dapat digunakan sebagai pedoman analis benih, sebagai metode pengujian rutin di laboratorium benih dalam proses sertifikasi benih, dan untuk menduga performa pertumbuhan benih di lapang, sehingga perhitungan kebutuhan benih dapat lebih tepat. Pada penelitian Aisyah (2003) dihasilkan kriteria kecambah normal pada benih Pinus merkusii yaitu kecambah yang telah memiliki struktur penting antara lain kulit benih telah terbuka sempurna dan radikula mulai dewasa yang terlihat berbeda dengan hipokotil dan berwarna merah kecoklatan. Kriteria pada pinus ini menurut Aisyah (2003) berkorelasi dengan tolok ukur vigor bibit yaitu tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar serta rasio tunas dan akar.

(25)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi dengan beberapa tolok ukur vigor bibit.

Hipotesis

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Jarak Pagar (Ja t r oph a cu r ca s Lin n .) Se ca r a Um u m

Menurut Prihandana dan Hendroko (2006) jarak pagar (Jatropha curcas

Linn.) masih satu keluarga dengan tanaman karet dan kemiri. Adapun klasifikasi jarak pagar adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas Linn.

Jarak pagar berbentuk pohon perdu dengan tinggi tanaman 1 - 7 m dan bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka akan mengeluarkan getah. Daunnya berwarna hijau dengan permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas. Bunga berwarna kuning kehijauan yang berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu, dan bunga uniseksual. Buah berbentuk bulat telur dengan diameter 2 - 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda, dan berwarna kuning jika masak. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, yang masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman (Prihandana dan Hendroko, 2006).

Menurut Bramasto (2006), produktivitas biji jarak berkisar antara 3,5 - 4,5 kg biji/pohon/tahun dan produksinya akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 1 tahun, sedangkan menurut Hambali (2006) produksinya stabil setelah berumur lebih dari 5 tahun. Selanjutnya Hambali (2006) menyatakan bahwa produktivitasnya akan mencapai 5 - 10 ton biji/ha, apabila tingkat populasi tanaman 2500 pohon/ha.

(27)

ataupun mengandung patogen. Benih harus berasal dari induk yang memiliki produktivitas tinggi dan telah berumur minimal 4 tahun. Kadar air yang baik untuk benih yang diedarkan yaitu 5 - 7% dan tidak dikeringkan di bawah sinar matahari langsung (Prawitasari, 2006a)

Tanaman ini berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan dibawa ke Indonesia pada saat pemerintahan Jepang untuk dijadikan bahan bakar minyak oleh tentara Jepang. Menurut Prawitasari (2006b), jarak pagar di Indonesia sudah beradaptasi secara alami dengan rentang penyebaran yang luas, mulai kawasan barat sampai dengan timur (Aceh sampai dengan Papua). Banyak masyarakat yang belum mengetahui potensi jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel. Selama ini masyarakat hanya mengetahui manfaat jarak pagar sebagai tanaman obat tradisional dan dapat dimanfaatkan sebagai pagar hidup, sehingga penanamannya belum dilakukan secara komersial dalam skala besar.

Tanaman jarak pagar mampu tumbuh pada lahan kritis atau marjinal dan beriklim panas, dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 800 m dpl dan dengan tingkat keasaman tanah berkisar 5 - 7. Curah hujan optimal untuk daerah penanaman jarak berkisar antara 700 - 1200 mm/tahun dan kisaran suhu yang cocok untuk tanaman jarak adalah 20 - 26 oC (Heyne, 1987). Berdasarkan daerah tempat tumbuhnya, tanaman jarak pagar dapat dijadikan salah satu jenis tanaman pada kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan kritis (Bramasto, 2006).

Salah sat u aspek yang kurang m endapat kan perhat ian ser ius pada t anam an j arak pagar adalah serangan organism e pengganggu t um buhan ( OPT) . Banyak orang m enganggap bahw a t anam an ini adalah t anam an yang beracun, sehingga t idak per lu dikhawat irkan adanya serangan OPT, nam un dar i hasil lapor an dik et ahui adanya beberapa ham a dan penyakit yang m enim bulkan kerusakan, yang secara ekonom i m erugikan bagi perkebunan j ar ak pagar ( Anonim ous, 2007) .

Penyakit pada tanaman adalah suatu kondisi dimana tanaman tidak dapat melakukan fungsinya akibat adanya serangan patogen dan ini berlangsung terus menerus. Ada beberapa patogen yang sudah diketahui menyerang tanaman jarak pagar diantaranya menyebabkan penyakit embun tepung, busuk Botrytis, busuk Rhizoctonia, busuk fusarium, Witche’s Broom, dan bercak daun bakteri (Suastika, 2006).

(28)

Perkecambahan benih merupakan proses pertumbuhan yang dimulai dari benih sampai menjadi kecambah. Kamil (1980) menyatakan bahwa secara visual dan morfologi suatu benih yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya akar atau daun yang menonjol keluar dari benih. Byrd (1983), mendefinisikan perkecambahan sebagai mekar dan berkembangnya stuktur-struktur penting dari embrio benih yang menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal pada keadaan yang menguntungkan. Menurut Schmidt (2000) perkecambahan merupakan mata rantai terakhir dalam proses penanganan benih. Hal ini didasari dari pengertian bahwa perkecambahan merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri dalam mengambil hara.

Tipe perkecambahan pada jarak pagar merupakan tipe epigeal. Ciri-ciri perkecambahan epigeal, yaitu hipokotil berkembang dan kemudian mendorong kotiledon ke atas permukaan tanah, kadang-kadang bersamaan dengan kulit benih dan sisa endosperma (Schmidt, 2000). Sutopo (2002) mengemukakan bahwa sebelum daun dapat berfungsi sebagai organ fotosintesis, maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada kotiledon (bagian dari benih yang merupakan jaringan penyimpanan cadangan makanan).

Umumnya perkecambahan tanaman memerlukan beberapa syarat khusus untuk memulai proses ini. Menurut Schmidt (2000) perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi), dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya, dan bebas dari hama penyakit.

(29)

tumbuh, sedangkan kondisi di lapangan, banyak dipengaruhi oleh faktor luar yang sulit dikendalikan. Faktor luar ini merupakan faktor pembatas bagi benih untuk melakukan aktivitas metabolisme dengan sempurna dan membentuk kecambah yang normal.

Kurniaty et al. (2005) menyatakan bahwa ciri/kriteria terpenting yang harus ada dan diketahui dalam pengujian perkecambahan adalah batasan tentang kecambah normal dan kecambah abnormal. Batasan yang jelas akan mempermudah penguji untuk menentukan mutu fisiologis benih, karena kecambah yang memiliki mutu fisiologis yang baik akan berpotensi untuk tumbuh menjadi tanaman sempurna jika ditanam di lapang.

Struktur penting kecambah seperti struktur perakaran (radikula), daun (plumula), hipokotil, dan kotiledon merupakan suatu hal yang mutlak digunakan untuk menilai kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang di lapangan. Menurut Kamil (1980) pertumbuhan akar adalah sangat penting, semakin cepat semakin baik untuk pertumbuhan bibit atau tanaman tersebut. Bramasto et al. (2006) menyatakan bahwa untuk mengetahui sejauh mana pembentukan struktur penting itu sempurna dan mampu berkembang menjadi semai bibit dan anakan yang vigor di lapangan, perlu adanya suatu penelitian yang nantinya dapat menghasilkan suatu kriteria kecambah normal yang juga bisa diuji pada tingkat semai atau bibit, hingga ditanam di lapangan. Penelitian Bramasto et al. (2006) memperoleh hasil bahwa penyapihan benih suren dapat dilakukan pada saat semua struktur penting kecambah telah berkembang dan bentuknya telah sempurna, yaitu adanya tunas, kotiledon yang telah terbuka, perakaran yang berkembang sempurna, serta telah munculnya daun primer. Perkembangan seluruh stuktur kecambah tersebut akan mendukung pertumbuhan bibit selanjutnya.

(30)

struktur satu dengan yang lainnya (Sadjad, 1980). Kecambah yang akan menghasilkan bibit yang vigor adalah kecambah yang memiliki panjang hipokotil dan akar primer tiga sampai empat kali panjang benih (Anonimous, 1986).

Menurut Iriantono dan Nurhasybi (1996) pengujian mutu fisiologis benih dilaksanakan untuk menentukan kriteria kuantitatif dan kualitatif kecambah normal. Kriteria kuantitatif didasarkan pada panjang hipokotil, epikotil, dan radikula, sedangkan kriteria kualitatif didasarkan pada klasifikasi struktur tumbuh kecambah. Penelitian Iriantono dan Nurhasybi (1996) pada tanaman tusam menghasilkan 9 kelas kecambah, yaitu kulit benih telah terbuka sempurna, kulit benih hampir lepas dari kotiledon, kotiledon telah muncul hingga setengahnya, batas antara hipokotil dan kotiledon mulai terlihat, kotiledon belum muncul, radikula mulai tumbuh, benih tidak berkecambah, kulit benih telah retak tetapi gagal berkecambah, dan kecambah abnormal. Kelas kecambah ini diperoleh berdasarkan kriteria kualitatif dan diamati pada hari ke-10 sampai hari ke-14.

Chen dan Chen (1989) dalam menguji vigor kecambah Chinese fir pada wadah vertikal, memperoleh 5 kelas kecambah, yaitu kecambah dengan kulit benih telah terbuka sempurna, kecambah dengan kulit benih hampir terlepas, munculnya radikula dan hipokotil dengan kulit benih masih melekat, radikula dan hipokotil muncul dengan kulit benih yang masih melekat dan kotiledon belum terlihat, dan radikula muncul lebih panjang dari setengah ukuran benih. Pengujian klasifikasi tanaman Chinese fir ini berakhir pada hari ke-20, karena lebih dari hari ke-20, kelima kelas kecambah sudah tidak berkorelasi dengan penampilan tanaman di persemaian.

Kriteria Bibit Tanaman Tahunan

(31)

(genetik) dan faktor luar (lingkungan) yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bibit adalah bahan tanaman vegetatif yang bukan benih atau benih yang sudah tumbuh, namun belum mencapai stadium kemandirian tanaman (Sadjad, 1999). Mutu bibit dapat dievaluasi oleh ciri fisik, fisiologi, dan genetikanya. Ciri fisik yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi mutu bibit diantaranya tinggi total, diameter pangkal batang, nisbah tinggi/diameter, nisbah bagian tunas/akar, kelurusan dan jumlah batang, pangkal batang berkayu, keadaan tajuk dan kekompakan akar. Ciri fisiologi bibit dapat dievaluasi dengan mengukur kandungan unsur hara pada tanaman, karbohidrat, ketahanan terhadap stres, potensi pertumbuhan akar dan kesehatan bibit (Hendromono, 2003). Mutu genetika bibit dapat dilihat dari keseragaman genotipe dan wujud fenotipenya (Sadjad, 1993).

Duryea dalam Kartika (1994) berpendapat bahwa karakteristik morfologi yang merupakan salah satu kriteria kualitas bibit adalah bentuk fisik atau penampilan bibit yang dapat dilihat. Umumnya di Indonesia untuk pengujian bibit dilakukan dengan uji morfologi, namun menurut Hawkins dalam Nurhasybi dan Sudrajat (2006), uji ini tidak selalu berhasil dalam memprediksi penampilan bibit setelah penanaman, karena morfologi tidak mengindikasikan vitalitas saat itu, sehingga diperlukan uji fisiologis untuk menilai keseluruhan pengaruh perlakuan di persemaian terhadap kesehatan dan vigor bibit. Menurut Nurhasybi dan Sudrajat (2006) beberapa parameter yang menentukan kriteria mutu bibit sebaiknya distandarisasi dengan metode pengujian mutu bibit yang merupakan kombinasi dari beberapa uji agar standar mutu bibit yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk jenis tertentu yang ditanam pada tempat tertentu.

(32)

terbaik untuk membentuk perakaran baru secara cepat dan membangun akses yang baik terhadap tanah, air, dan cadangan hara, sehingga mampu bertahan pada tekanan lingkungan tempat tumbuh.

(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2007 sampai Desember 2007.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jarak pagar (Jatropha curcas Linn.), pasir, tanah, pupuk kandang, dan air. Pada percobaan pertama benih berasal dari enam aksesi, yaitu aksesi Karanganyar, Lampung, Bengkulu, Indramayu grade A, Indramayu grade B, dan Indramayu grade C. Pada percobaan kedua dan ketiga menggunakan lima lot benih, yaitu IP-1P (Improved Population-1 dari Pakuwon), IP-1A (Improved Population-1 dari Asembagus), IP-1M (Improved Population-1 dari Muktiharjo), aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo.

Alat-alat yang digunakan adalah boks plastik untuk mengecambahkan benih, polibag, penggaris, meteran, jangka sorong, timbangan, oven, dan alat ukur yang lain.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan yang dilaksanakan secara bertahap.

Percobaan 1: Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal

(34)

Pada percobaan ini masing-masing aksesi terdiri dari 4 ulangan dan setiap ulangan menggunakan 25 benih. Total keseluruhan benih yang digunakan adalah 600. Benih direndam selama satu malam sebelum ditanam, selanjutnya benih dikecambahkan dalam boks plastik dengan media pasir dan diletakkan di rumah kaca selama 21 hari.

Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat perkembangan struktur penting kecambah. Struktur perkecambahan yang dihasilkan hingga hari ke-21 dikelompokkan berdasarkan morfologi kecambah. Hal ini dilakukan berdasarkan sifat kualitatif yaitu panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon, struktur perakaran, dan munculnya plumula. Benih yang dikecambahkan diharapkan mampu memberikan keragaman struktur kecambah normal sehingga bisa diperoleh beberapa kelompok yang menunjukkan kriteria kualitatif kecambah normal. Kriteria tersebut nantinya dapat dijadikan panduan sementara untuk menentukan daya berkecambah pada lot benih yang akan diuji.

Percobaan 2: Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih

Tujuan dari percobaan kedua adalah untuk memilih salah satu kriteria yang telah diperoleh pada percobaan pertama. Hal ini dilakukan dengan mengaplikasikan beberapa kriteria kecambah normal yang telah diperoleh pada percobaan pertama pada beberapa lot benih.

Percobaan ini menggunakan 5 lot benih, yaitu IP-1P (Improved Population-1 dari Pakuwon), IP-1A (Improved Population-1 dari Asembagus), IP-1M (Improved Population-1 dari Muktiharjo), aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo. Kelima lot benih tersebut direndam selama satu malam sebelum ditanam, seperti pada percobaan pertama.

Rancangan Percobaan

(35)

Bentuk umum dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor : Yij = µ + τi + εij

Dimana: i = 1, 2, 3, ………. j = 1, 2, 3, 4

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Pelaksanaan

Pada percobaan kedua ini, kelima lot benih dikecambahkan di polibag yang sudah berisi campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Masing-masing lot terdiri dari 4 ulangan dan tiap ulangan menggunakan 20 benih. Proses perkecambahan dilakukan selama 21 hari dengan menghitung daya berkecambah. Percobaan ini di laksanakan di rumah kaca.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap semua lot benih yang digunakan dengan menghitung persen DB berdasarkan kriteria kecambah normal yang diperoleh pada percobaan pertama. Hitungan pertama daya berkecambah dilakukan pada hari ke-14 dan hitungan kedua pada hari ke-21.

Rumus perhitungan daya berkecambah: DB = Σ (KN I) + (KN II) x 100% Σ Benih yang ditanam

KN I = Kecambah Normal pada Hitungan I KN II = Kecambah Normal pada Hitungan II

Percobaan 3: Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

(36)

Rancangan Percobaan

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), regresi linier sederhana adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (X, independent variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus. Hubungan antara peubah-peubah dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan :

Yi = α + β Xi Keterangan: Yi = Peubah tak bebas

α = Intersep/perpotongan dengan sumbu tegak β = Kemiringan/gradien

Xi = Peubah bebas (i = 1, 2, ....)

Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran kesesuaian garis regresi yang dicocokkan terhadap sekumpulan data yaitu untuk mengetahui sejauh mana satu peubah berhubungan dengan beberapa peubah yang lainnya. Kisaran nilai R2 mulai dari 0% sampai 100%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) semakin besar nilai R2 berarti model semakin mampu menerangkan perilaku peubah Y.

Koefisien korelasi (r) adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Nilainya berkisar antara -1 dan 1, semakin mendekati -1 atau 1, maka semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Nilai r mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Semakin tinggi nilai koefisien korelasi suatu tolok ukur (mendekati -1 atau 1), maka tolok ukur tersebut layak digunakan untuk menentukan adanya korelasi antara vigor bibit dan kriteria kecambah normal yang diperoleh.

Pelaksanaan

Kelima lot yang telah dikecambahkan pada percobaan kedua dilanjutkan hingga stadia bibit. Pembibitan dilakukan sampai 12 MST dan dilakukan di rumah kaca untuk menghindari faktor lingkungan yang berbeda-beda.

Pengamatan

(37)

jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tanaman, diameter batang diamati empat kali, yaitu pada saat bibit berumur 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST.

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Enam aksesi yang digunakan dalam percobaan pertama memiliki rata-rata daya berkecambah (DB) sekitar 60%. Perhitungan DB ini berdasarkan kriteria kecambah normal secara umum, yaitu hipokotil dan radikula memiliki panjang dua sampai empat kali panjang benih dan semua struktur tumbuh menunjukkan pertumbuhan yang baik (Sadjad, 1980). Percobaan ini hanya berlangsung selama 14 hari setelah tanam (HST), karena benih yang tersisa tidak berkecambah lagi dan kondisi struktur seluruh kecambah telah berkurang keragamannya.

Daya berkecambah pada percobaan kedua sekitar 80%. Pada 14 HST tanaman tidak terserang hama ataupun penyakit (Gambar Lampiran 1), namun pada 21 HST tanaman terserang hama ulat yang memakan jaringan daun bagian dalam, sehingga terdapat bercak transparan (Gambar Lampiran 2). Tanaman yang terserang hama kurang lebih 30%, namun serangan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman karena serangan dapat dikendalikan. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida kontak dan sistemik.

Pertumbuhan bibit pada percobaan ketiga secara garis besar baik. Namun pada 8 MST kutu bertepung putih (Ferrisia virgata Cockerell (Famili Pscudococcidae : Ordo Homoptera)) menyerang tanaman (Gambar Lampiran 3). Pada 10 MST tanaman terserang penyakit Witche’s Broom yang disebabkan oleh fitoplasma (Gambar Lampiran 4). Penyakit ini dapat menyebar ke tanaman lain dengan vektor serangga Orosius argentatus (sejenis wereng) (Suastika, 2006).

(39)

Percobaan 1

Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal

Penilaian kriteria kecambah normal dilakukan berdasarkan kriteria kualitatifnya, yaitu panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon, struktur perakaran, dan munculnya plumula. Berdasarkan pengamatan terhadap penilaian tersebut, diperoleh 4 kriteria kecambah normal, yaitu kriteria A, B, C, dan D (Gambar 1), sedangkan ciri-ciri morfologi kecambah normalnya ditunjukkan pada Tabel 1.

[image:39.595.116.529.282.528.2]

A B C D

Gambar 1. Kriteria Kecambah Normal A, B, C dan D

(40)

Tabel 1. Ciri-Ciri Morfologi Kriteria Kecambah Normal

Kriteria Keterangan A a. Endosperma sudah terlepas

b. Kotiledon membuka sempurna (100%) dan berjumlah dua c. Muncul satu plumula

d. Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih e. Akar adventif minimal ada 4

f. Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang banyak B a. Kriteria kecambah normal A termasuk dalam kriteria kecambah

normal B

b. Minimal kriteria kecambah normal B memiliki ciri-ciri :

• Endosperma masih menempel pada salah satu kotiledon, sehingga hanya satu kotiledon yang telah membuka sempurna (50%)

• Plumula sudah mulai muncul, tetapi belum terbuka

• Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih

• Akar adventif minimal ada 4

• Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang cukup banyak

C a. Kriteria kecambah normal A dan B termasuk dalam kriteria kecambah normal C

b. Minimal kriteria kecambah normal C memiliki ciri-ciri :

• Endosperma masih belum terlepas dari kotiledon, sehingga kotiledon membuka sebagian (30%)

• Plumula belum muncul

• Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih

• Akar adventif minimal ada 4

• Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang sedikit

D a. Kriteria kecambah normal A, B, dan C termasuk dalam kriteria kecambah normal D

b. Minimal kriteria kecambah normal D memiliki ciri-ciri :

• Endosperma masih belum terlepas, sehingga kotiledon belum terlihat (0%)

• Plumula belum muncul

• Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih

• Akar adventif minimal ada 4

• Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar sedikit

Percobaan 2

Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih

(41)

semua kriteria yang telah diperoleh pada percobaan pertama mampu memberikan pengaruh yang sangat nyata antar lot benih yang digunakan (Tabel 2). Analisis sidik ragam pengaruh lot benih terhadap daya berkecambah (DB) berdasarkan beberapa kriteria kecambah normal A, B, C, dan D disajikan pada Tabel Lampiran 1 - 4.

[image:41.595.118.524.343.415.2]

Pada percobaan ini digunakan 5 lot benih yang diasumsikan telah mewakili mutu fisiologis benih. Lot benih yang berasal dari Improved Polulation-1 (IP-Polulation-1P, IP-Polulation-1A, dan IP-Polulation-1M) diasumsikan memiliki mutu yang tinggi, sedangkan lot benih dari aksesi (aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo) diasumsikan memiliki mutu yang lebih rendah.

Tabel 2. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal

Kriteria Kecambah Normal F Hitung KK %

A 11.5 ** 13.12993

B 5.51 ** 9.027233

C 5.17 ** 8.937468

D 5.35 ** 8.774092

Ket: ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %

Pada tahap selanjutnya untuk mengetahui kriteria kecambah normal yang akan dipilih, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rata-rata DB menggunakan kriteria kecambah normal A, B, C, dan D pada beberapa lot benih, beserta hasil uji lanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terlihat bahwa semua kriteria menunjukkan beda yang nyata antar beberapa lot benih yang digunakan. Selanjutnya dilakukan tabulasi jumlah nilai tengah yang berbeda sebagai akibat adanya perlakuan dengan menggunakan hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil tabulasi ini diperoleh 3 kriteria kecambah normal, yaitu kriteria B, C, dan D. Hal ini disebabkan karena kriteria B, C, dan D menunjukkan tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria A (Tabel 4).

(42)

dilakukan uji korelasi antara DB berdasarkan kriteria B, C, dan D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit.

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah Menggunakan Beberapa Kriteria Kecambah Normal pada Beberapa Lot Benih

Rata-rata (DB %) Lot

A B C D L4 43.75b 71.25c 76.25c 77.50c

L5 75.00a 80.00bc 82.50bc 82.50bc L1 77.50a 87.50ab 92.50ab 92.50ab L2 78.75a 86.25ab 95.00ab 97.50a L3 83.75a 95.00a 97.50a 97.50a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Ket:

L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

Tabel 4. Jumlah Nilai Tengah Perlakuan Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal antar Lot Benih

Kriteria Kecambah Normal Tingkat Kepekaan ( *)

)

A 2 B 3

C 3 D 3

*)

Tabulasi tingkat kepekaan DB antar lot benih diperoleh dari jumlah notasi yang menunjukkan beda nyata pada uji Duncan pada Tabel 3

Percobaan 3

Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

[image:42.595.113.510.179.281.2]
(43)
[image:43.595.114.527.231.659.2]

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal B memiliki hubungan dengan tolok ukur vigor bibit yaitu, jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat bibit berumur 8 MST. Kedua tolok ukur ini memiliki keeratan yang tidak jauh berbeda. Masing-masing secara berurutan memiliki keeratan sebesar 0.53931 dan 0.57325.

Tabel 5. Nilai Koefisien Korelasi (r) antara DB Kriteria Kecambah Normal B, C, dan D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal

B C D Tolok

Ukur

Pr < F r Pr < F r Pr < F r

JD1 0.0542 0.43677 0.1170 0.36179 0.1514 0.33300 JD2 0.0141 0.53931 0.0240 0.50238 0.0307 0.48371 JD3 0.0621 0.42450 0.0745 0.40754 0.0995 0.37885 JD4 0.1699 0.31935 0.2444 0.27289 0.3309 0.22928 JT1 0.2323 0.27973 0.3257 0.23166 0.1255 0.35421 JT2 0.2546 0.26730 0.1045 0.37378 0.0376 0.46770 JT3 0.2952 0.24629 0.0819 0.39840 0.0411 0.46034 JT4 0.4562 0.17667 0.1278 0.35216 0.0692 0.41444 TT1 0.0723 0.41033 0.0289 0.48835 0.0387 0.46536 TT2 0.0082 0.57325 0.0080 0.57529 0.0119 0.55057 TT3 0.1500 0.33403 0.0577 0.43122 0.0745 0.40747 TT4 0.1326 0.34807 0.0769 0.40446 0.1070 0.37133

D1 0.0569 0.43244 0.1837 0.30986 0.2757 0.25613 D2 0.1322 0.34839 0.2028 0.29744 0.3047 0.24166 D3 0.7530 0.07510 0.5517 0.14152 0.7003 0.09179 D4 0.5401 -0.14564 0.5517 0.14152 0.5481 -0.14280 BBB 0.4096 0.19518 0.3059 0.24105 0.3561 0.21789 BKB 0.6898 -0.09517 0.6259 -0.11613 0.5396 -0.14583 BBA 0.6131 -0.12041 0.9495 0.01515 0.8541 -0.04393 BKA 0.7751 -0.06820 0.6231 0.11704 0.7285 0.08281

RT 0.7558 0.07424 0.5303 -0.14915 0.5734 -0.13396

Ket :

JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKB : Bobot Kering Batang

JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BBA : Bobot Basah Akar

TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKA : Bobot Kering Akar

D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar

BBB : Bobot Basah Batang

(44)

jumlah daun pada saat bibit berumur 8 MST dan memiliki keeratan sebesar 0.50238.

Daya berkecambah berdasarkan kriteria kecambah normal D memiliki hubungan terbanyak dengan tolok ukur vigor bibit, yaitu jumlah daun pada saat bibit berumur 8 MST, jumlah tunas pada saat bibit berumur 8 dan 10 MST, dan tinggi tanaman pada saat bibit berumur 6 dan 8 MST. Tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST memiliki keeratan sebesar 0.48371. Hubungan DB berdasarkan kriteria D dengan tolok ukur jumlah tunas saat bibit berumur 8 dan 10 MST memiliki nilai koefisien korelasi yang tidak jauh berbeda, yaitu 0.46770 dan 0.46034. Koefisien korelasi tertinggi pada hubungan antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal D dan tolok ukur tinggi tanaman ditunjukkan saat bibit berumur 8 MST, yaitu 0.55057.

Hubungan antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit juga dianalisis dengan regresi linier sederhana. Analisis regresi linier sederhana adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (X, independent variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Peubah tak bebas dalam percobaan ini adalah DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D, sedangkan peubah bebasnya adalah beberapa tolok ukur vigor bibit.

Analisis regresi, hubungan antara DB yang ditentukan menggunakan kriteria kecambah normal B, C, D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit disajikan pada Tabel Lampiran 14 - 23. Rekapitulasi nilai koefisien determinasi (R2) berdasarkan analisis regresinya dapat dilihat pada Tabel 6, 7, dan 8. Nilai koefisien determinasi akan menggambarkan seberapa besar peubah tak bebas dapat diterangkan oleh model yang digunakan, sedangkan besarnya koefisien regresi akan menunjukkan jumlah perubahan DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D (Y) untuk setiap perubahan satu satuan tolok ukur vigor bibit (X).

(45)

kriteria kecambah normal B, C, dan D. Hal ini karena masing-masing memiliki koefisien regresi yang lebih tinggi dibandingkan tolok ukur vigor yang lain, yaitu 74.87 (Tabel 6), 55.06 (Tabel 7), dan 45.53 (Tabel 8).

Tabel 6. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal B dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

Ket :

Y : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B

JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKB : Bobot Kering Batang

JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BBA : Bobot Basah Akar

TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKA : Bobot Kering Akar

D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar

BBB : Bobot Basah Batang

tn

berpengaruh tidak nyata

** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%

Besarnya koefisien regresi pada model belum tentu berpengaruh nyata pada jumlah perubahan DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, ataupun D, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob > |T|. Pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal B memiliki nilai R2 yang memberikan

DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B Tolok

[image:45.595.105.516.195.654.2]
(46)

model regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu pada tolok ukur jumlah daun dan tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST. Koefisien regresi terbesar yang nyata ditunjukkan oleh jumlah daun saat bibit berumur 8 MST, yaitu 7.67, dengan nilai R2 sebesar 29.09%. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman pada DB berdasarkan kriteria B dapat diterangkan 29.09% oleh tolok ukur jumlah daun pada saat bibit berumur 8 MST.

Daya berkecambah berdasarkan kriteria B juga memiliki koefisien determinasi yang memberikan model persamaan regresi yang nyata pada taraf 1% yaitu pada tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST, yaitu 32.86%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman pada DB berdasarkan kriteria B dapat diterangkan 32.86% oleh tolok ukur tersebut.

Tabel 7 menunjukkan bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal C memiliki nilai R2 yang memberikan model regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu pada tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST dan tinggi tanaman saat bibit berumur 6 MST, dan nilai R2 yang memberikan model regresi yang nyata pada taraf 1% yaitu pada tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST.

Berdasarkan model regresi yang nyata pada Tabel 7, dapat dilihat koefisien regresi yang terbesar ditunjukkan oleh tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST (7.33). Besarnya nilai koefisien determinasi pada tolok ukur ini menunjukkan bahwa keragaman DB berdasarkan kriteria C dapat diterangkan 25.24% oleh tolok ukur jumlah daun saat berumur 8 MST.

Pada Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi yang kecil (2.29) pada tolok ukur tinggi tanaman saat berumur 8 MST dapat menerangkan keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal C sebesar 33.10%. Tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 6 MST yang memiliki koefisien regresi 3.32 dapat menerangkan keragaman DB berdasarkan kriteria C sebesar 23.85%.

(47)

berdasarkan kriteria kecambah normal D sebesar 21.87%. Tolok ukur jumlah tunas saat bibit berumur 10 MST memiliki nilai koefisien regresi sebesar 9.57 dan koefisien determinasi sebesar 21.19%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah daun saat bibit berumur 10 MST dapat menjelaskan 21.19% keragaman pada DB berdasarkan kriteria kecambah normal D. Jumlah daun saat bibit berumur 8 MST memiliki nilai koefisien determinasi yang cukup tinggi, yaitu 23.40%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal D dapat dijelaskan 23.40% oleh tolok ukur jumlah daun tersebut.

Tabel 7. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal C dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

Ket :

Y : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C

JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKB : Bobot Kering Batang

JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BBA : Bobot Basah Akar

TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKA : Bobot Kering Akar

D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar

BBB : Bobot Basah Batang

tn

berpengaruh tidak nyata

** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%

DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C Tolok

[image:47.595.106.516.306.741.2]
(48)

Tolok ukur lain yang juga memiliki nilai R2 yang nyata yaitu pada tolok ukur tinggi tanaman. Keragaman DB berdasarkan kriteria D dapat dijelaskan 21.66% oleh tinggi tanaman saat bibit berumur 6 MST dan 30.31% saat bibit berumur 8 MST (Tabel 8). Koefisien regresi pada tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST memang kecil, namun persentase kemampuannya dalam menerangkan keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal D cukup tinggi jika dibandingkan dengan tolok ukur vigor yang lain.

Tabel 8. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit

Ket :

Y : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D

JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKB : Bobot Kering Batang

JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BBA : Bobot Basah Akar

TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BKA : Bobot Kering Akar

D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar

BBB : Bobot Basah Batang

tn

berpengaruh tidak nyata

** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%

DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D Tolok

[image:48.595.107.515.285.716.2]
(49)

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa kriteria kecambah normal D memiliki hubungan dan nilai R2 yang memberikan model persamaan regresi yang nyata terbanyak dibandingkan kriteria yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria kecambah normal D lebih dapat diaplikasikan untuk membedakan perkecambahan pada berbagai lot benih.

Menurut Schmidt (2000) dalam perkecambahan epigeal, hipokotil memanjang dan kemudian mendorong kotiledon ke atas permukaan tanah, kadang-kadang bersamaan dengan kulit benih dan sisa endosperma. Hal yang sama terjadi pada kecambah jarak pagar, dimana endospermanya masih menutupi atau sudah hampir terlepas dari kotiledon. Pada kriteria kecambah normal D, endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul, panjang hipokotil lebih dari empat kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak. Berdasarkan percobaan kedua, kriteria D adalah kriteria terpilih yang dapat digunakan untuk menentukan DB.

Pada perkecambahan benih jarak pagar, endosperma tidak menjadi faktor pembatas. Kriteria ini juga digunakan oleh Bramasto et al. (2006) pada benih merbau (Instia bijuga) untuk menentukan kriteria kecambah normal, namun tidak demikian halnya pada benih suren (Toona sp). Tanaman suren memiliki kriteria kecambah normal yaitu kotiledon telah berkembang dan muncul sepasang daun dengan panjang < 0.5 cm atau kotiledon masih ada dan sepasang daun dengan panjang > 1 cm (Bramasto et al.,2006).

Semua kriteria kecambah normal memiliki hubungan yang nyata dengan tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah daun dapat dijadikan tolok ukur pada awal pengamatan. Seperti pada Lakitan (2004) dimana kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada awal perkembangan daun, tetapi kemudian mulai turun, kadang sebelum daun tersebut berkembang penuh (fully developed).

(50)

Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan.

Evaluasi Lot Benih yang Digunakan

Evaluasi lot benih ini bertujuan untuk mengetahui variasi antar lot benih yang digunakan. Lot benih yang digunakan pada penelitian ini sebagian ada yang berasal dari hasil Improved Population-1 yaitu IP-1A (dari Asembagus), IP-1M (dari Muktiharjo), dan IP-1P (dari Pakuwon). Sebagian lot benih yang lain merupakan benih yang berasal dari aksesi yaitu aksesi Karanganyar dan Probolinggo.

Benih yang berasal dari Improved Polulation-1 merupakan hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, dimana benihnya lebih vigor dibandingkan benih dari aksesi. Pemilihan benih Improved Polulation-1 ini dilakukan dengan eksplorasi di 10 propinsi dan menanam hasil eksplorasi tersebut di tiga kebun induk, yaitu Kebun Percobaan (K.P.) Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, untuk mewakili wilayah iklim sangat kering; K.P. Muktiharjo, Pati, Jawa Tengah, mewakili wilayah iklim sedang; dan K.P. Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, mewakili wilayah iklim basah. Para ahli benih Puslitbang Perkebunan melakukan seleksi massa untuk memilih individu terbaik yang akan menghasilkan benih populasi berikutnya. Komposit tanaman yang terpilih dijadikan sebagai benih sumber (Anonimous, 2006). Benih aksesi diperoleh dari berbagai daerah dan belum dilakukan seleksi ataupun penyeragaman. Benih hasil perbaikan populasi (Improved Polulation-1) secara garis besar memiliki vigor yang lebih baik karena telah diseleksi, sedangkan benih aksesi belum diseleksi. Hasil evaluasi ini diharapkan dapat mengetahui variasi dari lot benih yang digunakan.

(51)

Berdasarkan hasil uji F, diperoleh hasil bahwa ada beberapa tolok ukur yang dipengaruhi secara nyata oleh lot benih yang digunakan. Tolok ukur tersebut adalah jumlah daun pada saat bibit berumur 6, 8, dan 10 MST, jumlah tunas pada saat tanaman berumur 6, 8, 10, dan 12 MST, tinggi tanaman pada 8 MST, dan diameter batang pada 8 MST.

Tabel 9. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit yang Digunakan

Tolok Ukur F hit KK (%)

JD1 6.48 ** 8.82

JD2 6.57 ** 6.93

JD3 3.90 * 6.36

JD4 1.53 tn 11.39

JT1 4.9 ** 8.82

JT2 40.06 ** 6.27

JT3 38.12 ** 13.34

JT4 20.34 ** 25.41

TT1 2.53 tn 5.32

TT2 4.54 * 6.77

TT3 2.36 tn 7.55

TT4 1.39 tn 8.59

D1 2.87 tn 5.76

D2 6.35 ** 4.58

D3 1.27 tn 4.55

D4 1.21 tn 4.50

BBB 0.84 tn 18.07

BKB 0.45 tn 25.58

BBA 0.13 tn 18.20

BKA 0.30 tn 53.33

RT 0.31 tn 32.97

Ket :

JD 1-4 : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST BK-B : Bobot Kering Batang

JT 1-4 : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST BB-A : Bobot Basah Akar TT 1-4 : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST BK-A : Bobot Kering Akar

D 1-4 : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST RT : Rasio Tunas/Akar

BB-B : Bobot Basah Batang

tn

berpengaruh tidak nyata

** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5 %

[image:51.595.110.509.240.673.2]
(52)
[image:52.595.106.530.261.362.2]

saat bibit berumur 8 MST, rata-rata jumlah daun lot benih IP-1M hampir menyamai rata-rata jumlah daun IP-1A. Pada 10 MST semua lot benih hasil Improved Population-1 menunjukkan rata-rata jumlah daun yang lebih tinggi dari pada lot benih yang berasal dari aksesi. Namun pada 12 MST rata-rata jumlah daun pada lot benih hasil Improved Population-1 maupun dari aksesi tidak berbeda nyata.

Tabel 10. Nilai Rata-Rata Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) Lot

6 MST 8 MST 10 MST 12 MST L1 4.975 b 7.050 b 14.125 ab 17.300 a L2 5.400 b 7.550 ab 14.325 ab 16.125 a L3 6.500 a 8.300 a 15.475 a 18.650 a L4 5.100 b 6.750 b 13.350 b 15.700 a L5 5.250 b 6.800 b 13.300 b 16.275 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Ket:

L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

Pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan sangat di pengaruhi oleh lingkungan. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh sifat genotipe tumbuhan dan faktor lingkungan. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh adalah kesuburan tanah tempat tumbuh tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Maharani (2006) yang memperoleh hasil bahwa semua parameter vegetatif tanaman jarak pagar yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, dan jumlah daun meningkat karena adanya perlakuan pupuk nitrogen.

(53)
[image:53.595.109.529.179.279.2]

menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas antara lot benih hasil Improved Population-1 maupun dari aksesi tidak berbeda nyata.

Tabel 11. Nilai Rata-Rata Jumlah Tunas Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) Lot

6 MST 8 MST 10 MST 12 MST L1 1.000 b 1.000 c 1.000 b 1.000 b L2 1.175 a 1.625 a 2.275 a 2.975 a L3 1.050 b 1.175 b 1.250 b 1.250 b L4 1.025 b 1.075 bc 1.075 b 1.150 b L5 1.000 b 1.000 c 1.000 b 1.000 b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Ket:

L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa tinggi bibit saat berumur 8 MST menunjukkan beda yang nyata antar lot benih yang digunakan. Lot benih dari IP-1A memiliki rata-rata tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan lot yang lain. Hal ini diduga merupakan faktor genetik dari tanaman, namun pada pengamatan selanjutnya tinggi tanaman semua lot benih tidak menunjukkan beda yang nyata. Rata-rata tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 12 MST yaitu antara 53.770 - 59.875 cm.

(54)

Tabel 12. Nilai Rata-Rata Tinggi Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) Lot

6 MST 8 MST 10 MST 12 MST

L1 25.6075 ab 29.618 bc 51.025 a 59.275 a L2 27.2425 a 31.895 ab 51.463 a 58.063 a L3 27.3075 a 33.450 a 51.313 a 59.875 a L4 24.7375 b 27.930 c 46.938 a 53.770 a L5 25.8875 ab 29.378 bc 45.375 a 54.100 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Ket:

L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

[image:54.595.106.529.115.217.2]

Sudrajat et al. (2005) menyatakan bahwa berat kering total tanaman merupakan cermin dari akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik (unsur hara, air, dan karbondioksida). Menurut Lakitan (2004), unsur hara yang diserap akar tanaman, baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik maupun yang masih tetap dalam bentuk ionik dalam jaringan tanaman tetap akan memberikan konstribusi terhadap berat kering tanaman.

Tabel 13. Nilai Rata-Rata Diameter Batang Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) Lot

6 MST 8 MST 10 MST 12 MST

L1 0.8550 b 0.9975 b 1.4775 a 1.6550 a L2 0.9075 ab 1.0525 b 1.5075 a 1.6950 a L3 0.9675 a 1.1525 a 1.5575 a 1.7225 a L4 0.8675 b 1.0125 b 1.4925 a 1.7275 a L5 0.8950 ab 1.0725 b 1.4550 a 1.6325 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Ket:

[image:54.595.110.530.518.627.2]
(55)

Aminah et al. (2006) menyatakan bahwa semakin banyak akar maka makin banyak unsur hara yang bisa diserap tanaman, sehingga bibit akan berdaya hidup tinggi di lapangan. Pertumbuhan akar yang cepat akan merangsang pertumbuhan bibit yang cepat pula.

Tabel 14. Nilai Rata-Rata Rasio Tunas/Akar Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih

Lot RT

L1 8.005 a

L2 7.475 a

L3 8.670 a

L4 8.640 a

L5 9.523 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%

Ket:

L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo

Rasio tunas dan akar merupakan perbandingan antara bobot kering bagian bibit di atas dan di dalam medium. Alrasjid dalam Hendromono (2003) menyatakan bahwa bibit-bibit Cryptomeria japonica, Pinus densiflora, Chamaecyparis obtosa dan Picea sp di Jepang telah siap ditanam di lapangan apabila rasio tunas dan akar antara 2 sampai 5. Menurut Hendromono (2003) bibit yang mempunyai rasio tunas dan akar mendekati angka 5 lebih baik daripada yang mendekati 2, namun menurut Sudrajad et al. (2005) rasio tunas dan akar yang tinggi belum bisa menjamin mutu suatu bibit. Hal ini disebabkan karena rasio tunas dan akar merupakan cermin dari keseimbangan bibit dalam menyerap unsur hara dan air pada bagian akar dengan proses fotosinstesis pada bagian atas bibit atau pucuk. Pada Tabel 14 dapat dilihat rata-rata rasio tunas dan akar bibit jarak pagar pada saat bibit berumur 12 MST adalah antara 7.475 - 9.523.

(56)
(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) jarak pagar adalah kriteria D, dengan ciri sebagai berikut: endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul/sudah terbuka, panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak.

Daya berkecambah berdasarkan kriteria kecambah normal D berkorelasi linier positif dan nyata dengan beberapa tolok ukur vigor bibit, yaitu jumlah daun (r = 0.48371), jumlah tunas (r = 0.46770), dan tinggi tanaman (r = 0.55057).

SARAN

Kriteria kecambah normal yang disarankan untuk pengujian daya berkecambah benih jarak pagar yaitu pada saat endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul/sudah terbuka, panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, PS. 2003. Penentuan kriteria kecambah normal yang berkorelasi dengan vigor bibit tusam (Pinus merkursii Jungh et de Vriese) di persemaian. Skripsi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hal.

Aminah, A, B Budiman, M Suartana, R Kurniaty. 2006. Kriteria kecambah dalam penyapihan semai untuk pengadaan bibit bermutu. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor, 14 Februari 2006. Hal 87 – 91.

Anonimous. 1986. Penentuan saat perhitungan kecambah normal dan kriteria efektif secara kuantitatif untuk jenis Acacia mangium Willd. LUC no 7, Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 74 hal.

Anonimous. 2005. Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 57 hal.

Anonimous. 2006. Peluncuran perdana benih unggul jarak pagar (Jatropha curcas L). InfoTek Jarak Pagar 1(7): 25-28.

Anonimous. 2007. Pedoman Budidaya Tanaman Jarak Pagar. http://ditjenbun. deptan.go.id/web/tahunan. [September 2007].

Bramasto, Y. 2006. Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan : Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. 24 hal.

Bramasto, Y, T Suharti, R Kurniaty, Samuel RS dan B Budiman. 2006. Klasifikasi kecambah normal untuk semai siap sapih hingga bibit siap tanam. Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. 461: 1 - 32.

Byrd, H. W. 1983. Pedoman Teknologi Benih. Pembimbing Masa. Bandung.

Chen, Y, Chen, Z. 1989. Testing chinese fir seeds by seedling vigour classification on vertical plates, p. 58-62. In: J. W. Turnbull (Ed). Tropical Tree Seed Research: proceedings of an international workshop held at the forestry training centre, Gympie, Old, Australia, 21-24 August 1989. Camberra: ACIAR Proceedings No. 28.

(59)

Fauzi, AS. 1997. Pengaruh berat bibit dan urine sapi terhadap perkecambahan dan pertumbuhan semai Pericopsis mooniana Thw pada berbagai campuran media. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. 50 hal.

Hambali, E. 2006. Prospek pengembangan tanaman jarak pagar untuk biodiesel dan produk turunan lainnya. Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Surfakta

Gambar

Gambar 1. Kriteria Kecambah Normal A, B, C dan D
Tabel 2. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal
Tabel 3. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah Menggunakan Beberapa Kriteria Kecambah Normal pada Beberapa Lot Benih
Tabel 5. Nilai Koefisien Korelasi (r) antara DB Kriteria Kecambah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem struktur gedung Kampus “FJR” di kota Palu direncanakan menggunakan Metode Sistem Dinding Geser dengan pembagian gaya gempa yang diterima dinding geser maksimal

Bagi peneliti berikutnya, dapat melakukan penelitian dengan menggunakan media animasi flash dan model kooperatif tipe TAI untuk pokok bahasan yang berbeda dan

Menurut Uno (2014: 23) “motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada

Penawaran ini sudah memperhatikan ketentuan dan persyaratan yang tercantum dalam Dokumen Pengadaan Langsung untuk melaksanakan pekerjaan tersebut di atas. Kami akan

Epistemologi religius Newman lewat illative sense hendak mengembalikan gagasan Allah yang lebih personal, imajinatif, dan realistis – Allah yang hadir melalui pemahaman

Produk salah satu faktor yang memperngaruhi tingkat volume penjualan sebagai barang atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan apakah sesuai dengan tingkat kebutuhan

Objek penelitian atau studi ini adalah analisis crack pada salah satu komponen mesin pesawat terbang Roll Royce Tay 650-15 yang harus melalui pemeriksaan (inspection) di

Hasil penelitian ini mengungkap bagaimana kedua media tersebut membingkai konflik yang terjadi dalam proses penyerangan Koalisi Negara Arab Terhadap Pemberontak Syi’ah