• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjaun Yuridis Tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan (Studi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjaun Yuridis Tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan (Studi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Fuady Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang. Erlangga: Jakarta.

HS H. Salim. 2012. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta.

Harahap M. Yahya. 2005. Ruang Lingkup Permaslahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua. Sinar grafika: Jakarta.

_______________. 1988. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Gramedia: Jakarta.

Hamzah Andi. 1986. Kamus Hukum. Ghalia Indonesia: Jakarta.

Marwan. M dan Jimmy P. 2009. Kamus Hukum. Reality Publisher: Surabaya.

Muljadi Kartini dan Gunawan Widjaja. 2005. Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan. Kencana: Jakarta.

Mantayborbir S. dan Iman Jauhari. 2003. Hukum Lelang Negara Indonesia. Pustaka Bangsa Press: Jakarta.

Muljono, E. Liliawati. 2003. Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan. Harwarindo: Jakarta.

Mertokusumo Sudikno. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty: Yogyakarta.

Nainggolan Ojak. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas HKBP Nomensen: Medan.

Poerwadarminta W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka: Jakarta.

(2)

Sutedi Andrian. 2010. Hukum Hak Tanggungan. Sinar Grafika: Jakarta.

Subekti R. 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Balai Pustaka: Jakarta.

Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Sinar Grafika: Jakarta.

Siregar Tampil Anshari. 2007. Metode Penelitian Hukum : Penulis Skripsi. Multi Grafika: Medan.

Sjahdeini Sutan Remy. 1999. Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan. Alumni: Bandung.

Syahrani Ridwan. 1988. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum. Pustaka Kartini: Jakarta.

Soepomo. 1963. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Gita Karya: Jakarta.

Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gita Media Press: Surabaya.

Usman Rachmadi. 2016. Hukum Lelang. Sinar Grafika: Jakarta.

______________. 2011. Hukum Kebendaan. Sinar Grafika: Jakarta.

______________. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Sinar Grafika: Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan

(3)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan. Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana No. 8 Tahun 1981. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero).

Peraturan Presiden Nomor. 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang Baru.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 106/PMK.06/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor. 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 445/PMK.01/2006 tentang

Organisasi Departemen Keuangan.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

(4)

Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK.01/2002 sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.1940 Nomor 56.

C. Jurnal

Ita Sucihati, Bambang Winarno, Amelia Sri Kusuma D, (Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Atas Penguasaan Obyek Lelang Analisis Yuridis Atas Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 61/Pdt.G/2012/PN.Kdr), Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, hal. 8, April 2014.

Ngadenan, (Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Konsekuensi Jaminan Kredit Untuk Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Kreditur di Mungkid), Tesis, hal. 58, Maret 2009.

D. Wawancara

Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 12 April 2016, Pukul: 08.00 dan tanggal 23 Juni 2016, Pukul:09.00].

E. Website

Ketentuan Hukum Lelang Melalui Balai lelang Swasta, [Diakses Pada 04 Februari 2016 Pukul 00.09 WIB].

2016 Pukul 13:39].19/19.

(5)
(6)

BAB lll

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN

A. Hak Tanggungan

1. Pengertian Hak Tanggungan

Hak Tanggungan, menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, adalah:

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Dari rumusan Pasal 1 butir 1 UUHT No. 4 Tahun 1996 tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului dengan objek (jaminan) berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA No. 5 Tahun 1960.51

Tanggungan di dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya

51 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak

(7)

tanggungan atas pinjaman yang diterima.52

a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.

Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian Hak Tanggungan disajikan berikut ini.

b. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA No. 5 Tahun 1960.

c. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.

d. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.53

Lazimnya memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya disebut droit de preference. Keistimewaan ini ditegaskan dalam pasal 1 angka (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996 yang berbunyi:

“Apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lain yang bukan pemegang Hak Tanggungan atau kreditur pemegang Hak Tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah.”

Prof. Budi Harsono mengartikan Hak Tanggungan adalah:

“Penguasa hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur-kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi

52 Dikutip dar

23:29].

53 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,

(8)

bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya”.54

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference;

Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dikemukakan ciri-ciri Hak Tanggungan. Ciri-ciri hak tangungan adalah:

b. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapa pun benda itu berada atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 7 UUHT No. 4 Tahun 1996. Biarpun objek Hak Tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain, kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum jika debitur cedera janji;

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan; dan

d. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dalam UUHT No. 4 Tahun 1996 memberikan kemudahan dan kepastian kepada kreditur dalam pelaksanaan eksekusi.

2. Peraturan Tentang Hak Tanggungan

Sebelum berlakunya UUHT No. 4 Tahun 1996, maka peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak atas tanah adalah Pasal 1162

(9)

Buku II KUHPerdata, yang berkaitan dengan Hypotheek dan Credietverband dalam Stbl. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Stbl. 1937-190. Kedua ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi, karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengkreditan di Indonesia.

Lahirnya undang-undang tentang Hak Tanggungan karena adanya perintah dalam Pasal 51 UUPA No. 5 Tahun 1960 berbunyi “Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, Pasal 33, dan Pasal 39 diatur dalam undang-undang”. Tetapi dalam Pasal 57 UUPA No. 5 Tahun 1960 disebutkan bahwa selama undang-undang Hak Tanggungan belum terbentuk, maka digunakan ketentuan Hypotheek sebagaimana yang diatur di dalam KUHPerdata dan Credietverband. Perintah Pasal 51 UUPA No. 5 Tahun 1960 baru terwujud setelah menunggu selama 36 Tahun. UUHT No. 4 Tahun 1996 ditetapkan pada tanggal 9 April 1996.55

Keberadaan UUHT No. 4 Tahun 1996 mengakhiri dualisme hukum yang berlaku dalam pembebanan Hak Tanggungan atas tanah. Secara formal pembebanan hak atas tanah berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, tetapi secara materiil berlaku ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1162 Buku II KUHPerdata dan credietverband. 56

3. Asas-Asas Hak Tanggungan

(10)

Ada beberapa asas dari Hak Tanggungan yang perlu dipahami betul yang membedakan Hak Tanggungan ini dari jenis dan bentuk jaminan-jaminan utang yang lain. Bahkan yang membedakannya dari Hypotheek yang digantikannya. Asas-asas tersebut tersebar dan diatur dalam berbagai pasal dari UUHT No. 4 Tahun 1996.

Asas-asas Hak Tanggungan tersebut adalah:

a. Hak Tanggungan memberikan prioritas bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan (berlaku prinsip droit de preference).

b. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (dengan beberapa kekecualian). Pada prinsipnya, roya partial tidak dimungkinkan.

c. Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang sudah ada. d. Selain atas tanahnya Hak Tanggungan juga dapat dibebankan ke atas

benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut. Dapat juga dibebankan atas benda-benda yang akan ada dikemudian hari yang berkaitan dengan tanah tersebut.

e. Perikatan Hak Tanggungan bersifat accessoir.

f. Hak Tanggungan dapat juga diikatkan kepada utang yang baru akan ada di kemudian hari.

g. Hak Tanggungan dapat juga menjamin terhadap dari lebih dari satu utang.

(11)

i. Terhadap objek Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh Pengadilan.

j. Objek Hak Tanggungan hanya mencakup tanah-tanah tertentu (berlaku asas spesialitas).

k. Hak Tanggungan wajib didaftarkan (berlaku asas publisitas). l. Terhadap Hak Tanggungan dapat diberikan janji-janji tertentu.

m. Jika mengeksekusi Hak Tanggungan maka tidak boleh dengan cara mendaku (langsung milik kreditur).

n. Eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti. Dalam konteks ini, sertifikat Hak Tanggungan bersifat eksekutorial.57

4. Objek dan Subjek Hak Tanggungan a. Objek Hak Tanggungan

Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang, tetapi hak atas tanah yang dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat berikut:

1) Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;

2) Termasuk hak yang didaftarkan dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas;

3) Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cedera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum; dan

(12)

4) Memerlukan penunjukan dengan undang-undang.

KUHPerdata di dalamnya mengatur mengenai ketentuan credietverband dalam Stbl. 1908-542 sebagaimana dengan Stbl.1937-190, telah diatur tentang objek hypotheek dan credietverband. Objek hypotheek dan credietverband hanya meliputi hak-hak atas tanah saja tidak meliputi benda-benda yang melekat dengan tanah seperti bangunan, tanaman, segala sesuatu di atas tanah. Namun dalam UUHT No. 4 Tahun 1996 tidak hanya ketiga objek hak atas tanah tersebut yang menjadi objek Hak Tanggungan, tetapi telah ditambah dengan lengkap dengan hak-hak lainnya. Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT No. 4 Tahun 1996 telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang.

Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah: 1) Hak Milik.

2) Hak Guna Usaha. 3) Hak Guna Bangunan.

4) Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas negara.

(13)

pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.58 Penjelasannya yaitu Hak Tanggungan dapat pula meliputi bangunan, tanaman, dan hasil karya misalnya candi, patung, gapura, relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan bangunan yang dapat dibebani Hak Tanggungan bersamaan dengan tanahnya tersebut meliputi bangunan yang berada di atas maupun di bawah permukaan tanah misalnya basement, yang ada hubungannya dengan hak atas tanah yang bersangkutan.

b. Subjek Hak Tanggungan

Subjek Hak Tanggungan ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT No. 4 Tahun 1996, dari ketentuan dua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subjek hukum dalam Hak Tanggungan adalah subjek hukum yang terkait dengan perjanjian pemberi Hak Tanggungan.

Isi di dalam suatu perjanjian Hak Tanggungan, ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut:

1) Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menjaminkan objek Hak Tanggungan (debitur);

2) Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menrima Hak Tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya.

(14)

Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT No. 4 Tahun 1996 memuat ketentuan mengenai subjek Hak Tanggungan, yaitu sebagai berikut:

1) Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan.

2) Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan pelunasan atas piutang yang diberikan.59

Pemberi Hak Tanggungan biasanya dalam praktek disebut dengan debitur, yaitu orang yang meminjamkan uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima Hak Tanggungan disebut dengan istilah kreditur, yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.60

5. Pemberi Hak Tanggungan

Pemberian Hak Tanggungan haruslah dilakukan di hadapan PPAT. Tahap pemberian Hak Tanggungan diawali atau didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996 yang menyatakan:

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang

(15)

tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.61

Pasal 8 ayat (2) UUHT No. 4 Tahun 1996 untuk itu harus dibuktikan keabsahan dari kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Mereka yang akan menerima Hak Tanggungan haruslah memperhatikan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UUHT No. 4 Tahun 1996 yang menentukan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996 tersebut di atas harus ada (harus telah ada dan masih ada penulis), pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.

UUHT No. 4 Tahun 1996 menentukan bahwa kewenangan itu harus ada pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan diharuskan ada (telah ada dan masih ada penulis), pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku tanah Hak Tanggungan.

62

6. Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan

a. Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut sebagai APHT) dan Janji-Janji Dalam Hak Tanggungan, dan SKMHT

61 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.

397-398.

(16)

Lahirnya Hak Tanggungan didasarkan pada adanya perjanjian pokok, yaitu perjanjian utang piutang. Pemberian Hak Tanggungan didahului janji debitur untuk memberikan Hak Tanggungan kepada kreditur sebagai jaminan pelunasan utang. Janji tersebut dituangkan dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang, kemudian dilakukan pemberian Hak Tanggungan melalui pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut sebagai APHT). Pasal 11 UUHT No. 4 Tahun 1996, APHT wajib dicantumkan:

1) nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan. 2) domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan

apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, Kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai domisili yang dipilih.

3) penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996.

4) nilai tanggungan.

Pasal 11 ayat (2) UUHT No. 4 Tahun 1996, dalam APHT dapat dicantumkan janji-janji tertentu antara lain:

(17)

mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

2) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

3) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan apabila debitur sungguh-sungguh cedera janji.

4) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.

(18)

6) Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan.

7) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

8) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.

9) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek Hak Tanggungan diasuransikan.

10) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan.

11) Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) UUHT No. 4 Tahun 1996.63

b. Pendaftaran Hak Tanggungan

(19)

Pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 13 UUHT No. 4 Tahun 1996. APHT yang dibuat oleh PPAT wajib didaftarkan. Secara sistematis tata cara pendaftaran APHT dikemukakan berikut ini:

1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta (warkah) lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.

3) Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. 5) Hak Tanggungan lahir pada hari ketujuh setelah penerimaan secara

(20)

hari ketujuh itu jatuh pada hari libur maka buku tanah hak tanggungan tersebut diberi tanggal pada hari kerja berikutnya.64

Prosedur Pendaftaran di atas, tampaklah bahwa momentum lahirnya pembebanan Hak Tanggungan atas tanah adalah pada saat hari buku tanah Hak Tanggungan dibuat di Kantor Pertanahan. Tanpa pendaftaran Hak Tanggungan dianggap tidak pernah ada.

c. Sertifikat Hak Tanggungan

Penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan sebagai bukti keberadaan atau eksistensi Hak Tanggungan dapat ditemukan pengaturannya dalam ketentuan Pasal 14 UUHT No. 4 Tahun 1996, yang menyatakan sebagai berikut:

1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

3) Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.

(21)

4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan yang dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. 5) Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak

Tanggungan.65

Sertifikat Hak Tanggungan merupakan tanda bukti adanya Hak Tanggungan, berarti Hak Tanggungan tidak bisa dibuktikan dengan alat bukti yang lain. Sekalipun tidak disebutkan secara tegas, tetapi dalam kenyataannya sertifikat Hak Tanggungan merupakan salinan buku tanah Hak Tanggungan. Kiranya tidak tertutup kemungkinan, bahwa adanya Hak Tanggungan dibuktikan dengan buku tanah Hak Tanggungan yang tersimpan di Kantor Pertanahan.66

d. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya disebut sebagai SKMHT)

SKMHT wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT, ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1) yaitu:

(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan;

b) tidak memuat kuasa substitusi;

c) mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan.67

(22)

e. Peralihan Hak Tanggungan

Hak Tanggungan dapat dialihkan kepada pihak lainnya. Peralihan Hak Tanggungan ini diatur dalam Pasal 16 UUHT No. 4 Tahun 1996;

1) Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditur yang baru.

2) Beralihnya Hak Tanggungan wajib didaftarkan oleh kreditur yang baru kepada Kantor Pertanahan.

3) Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah Hak Tanggungan dan buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

4) Tanggal pencatatan pada buku tanah adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.

(23)

6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan akan batal demi hukum.

Peralihan Hak Tanggungan wajib didaftarkan oleh kreditur yang baru kepada Kantor Pertanahan. Hal-hal yang dilakukan Kantor Pertanahan berkaitan dengan pendaftaran peralihan Hak Tanggungan adalah melakukan:

1) Pencatatan pada buku tanah Hak Tanggungan,

2) Buku-buku hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan, dan

3) Menyalin catatan tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan sertifikat hak atas tanah.

Tanggal pencatatan pada buku tanah adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika pada hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya. Sedangkan momentum berlakunya peralihan Hak Tanggungan bagi pihak ketiga, yaitu pada hari tanggal pencatatan pada buku tanah oleh Kantor Pertanahan.68

f. Hapusnya Hak Tanggungan

(24)

Sudikno Mertokusumo, mengemukakan 6 (enam) cara berakhirnya atau hapusnya Hak Tanggungan. Keenam cara tersebut disajikan berikut ini:

1) Dilunasinya hutang atau dipenuhinya prestasi secara sukarela oleh debitur. Di sini tidak terjadi cedera janji atau sengketa.

2) Debitur tidak memenuhi tepat pada waktu, yang berakibat debitur akan ditegur oleh kreditur untuk memenuhi prestasinya. Teguran ini tidak jarang disambut dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur dengan sukarela, sehingga dengan demikian utang debitur lunas dan perjanjian utang piutang berakhir.

3) Debitur cedera janji. Dengan adanya cedera janji tersebut, maka kreditur dapat mengadakan parate executie dengan menjual lelang barang yang dijaminkan tanpa melibatkan Pengadilan. Utang dilunasi dari hasil penjualan lelang tersebut. Dengan demikian, perjanjian utang piutang berakhir.

4) Debitur cedera janji, maka kreditur dapat mengajukan sertifikat Hak Tanggungan ke Pengadilan untuk dieksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR yang diikuti pelelangan umum. Dengan dilunasi utang dari hasil penjualan lelang, maka perjanjian utang piutang berakhir. Di sini tidak terjadi gugatan.

(25)

yang terjadi pada cara yang kedua dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur dengan sukarela maka pelelangan umum tidak akan dilaksanakan dan dengan demikian perjanjian utang piutang berakhir.

6) Debitur tidak mau melaksanakan putusan Pengadilan yang mengalahkannya dan tidak mau melunasi utangnya maka Pengadilan akan mengeksekusi secara paksa dengan pelelangan umum yang hasilnya digunakan untuk melunasi hutang debitur, dan mengakibatkan perjanjian utang piutang berakhir.69

Pasal 18 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996 ditetapkan sebagai limitatif peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang dapat menyebabkan berakhir atau hapusnya Hak Tanggungan:

Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:

1) Hutang akan berakhir atau hapus jika dijaminkan dengan Hak Tanggungan;

2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan;

3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani

(26)

Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan;

4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tidak menghapuskan utang yang dijaminkan karenanya debitur tetap berkewajiban untuk melunasi (sisa) uangnya. 70

Accessoir merupakan sifat dari Hak Tanggungan, adanya Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila utang tersebut hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga.71

B. Eksekusi Hak Tanggungan

1. Pengertian Eksekusi

Menguraikan tentang Eksekusi mau tidak mau harus mempersoalkan tentang alas hak eksekusi itu. Dengan membicarakan hal itu maka harus diuraikan tentang adanya titel eksekutorial, dalam praktek title eksekutorial tersebut sering diartikan dengan judul eksekutorial.

Ciri-ciri Hak Tanggungan salah satunya yang dikatakan kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitur cedera janji (wansprestasi) kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusi tersebut dapat

70 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang UUHT dengan

Pasal 18 ayat (1).

(27)

dilihat dengan disediakannya cara-cara eksekusi yang lebih mudah daripada melalui cara gugatan seperti perkara perdata biasa. Di dalam Hak Tanggungan, hak pemegang Hak Tanggungan untuk dapat melakukan parate executie adalah hak yang diberikan oleh Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996, dengan kata lain diperjanjikan atau tidak diperjanjikan, hal itu demi hukum dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan.72

a. Pendapat M. Yahya Harahap, bahwa eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara, oleh karena itu eksekusi tidak lain daripada tindakan yang berkesinambungan dan keseluruhan proses hukum antara perdata. Jadi eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib berita acara yang terkandung dalam HIR atau RBg.

Pengertian eksekusi perlu dijelaskan sebelum dijelaskan tentang eksekusi Hak Tanggungan, oleh karena itu maka pengertian eksekusi menurut para ahli hukum menurut literatur seperti di bawah ini:

73

b. Pendapat Soepomo, bahwa hukum eksekusi mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan Hakim, apabila yang

72 E. Liliawati Muljono, Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, (Jakarta,

Harwarindo, 2003), hal. 43.

73 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,(Jakarta,

(28)

kalah tidak bersedia dengan sukarela memenuhi putusan yang tidak ditentukan dalam undang-undang.74

c. Pendapat Ridwan Syahrani, bahwa eksekusi/pelaksanaan putusan Pengadilan tidak lain adalah realisasi daripada apa yang merupakan kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi yang merupakan hak dari pihak yang dimenangkan, sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan.75

d. Pendapat Sudikno Mertokusumo, bahwa pelaksanaan putusan Hakim atau eksekusi pada hakikatnya adalah realisasi daripada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.76

Dari beberapa definisi di atas jelaslah bahwa eksekusi merupakan upaya pemenuhan prestasi oleh pihak yang kalah kepada pihak yang menang dalam perkara di Pengadilan dengan melalui kekuasaan Pengadilan, sedangkan hukum eksekusi merupakan hukum yang mengatur hal ihwal pelaksanaan putusan Hakim.

Eksekusi dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan tidaklah termasuk dalam pengertian apa yang dinamakan eksekusi riil, karena eksekusi riil hanya dilakukan setelah adanya pelelangan. Eksekusi dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan bukanlah merupakan eksekusi riil akan tetapi yang

74 Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta, Gita Karya, 1963), hal.

137.

75

Ridwan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta, Pustaka Kartini, 1988), hal. 106.

76 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 1988),

(29)

berhubungan dengan penjualan dengan cara lelang objek Hak Tanggungan yang kemudian hasil perolehannya dibayarkan kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan, apabila ada sisanya dikembalikan kepada debitur.

Eksekusi seringkali merupakan akhir suatu perkara maka masalah eksekusi diatur dalam Hukum Acara Perdata Buku Kedua HIR Herzien Inlandsch Reglement diberi judul mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan dan surat perintah serta akta yang dipersamakan dengan suatu putusan Pengadilan, sedang yang dimaksud dengan akta yang mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan Pengadilan adalah Grosse Akta, termasuk Grosse Akta Hypotheek.

Sertifikat Hak Tanggungan yang kini merupakan surat jaminan yang mempunyai titel eksekutorial yang juga dikenal dalam sistem Hukum Acara Perdata disamping Grosse dari putusan hakim dan Grosse Akta Pengakuan Hutang, mempunyai kekuatan eksekutorial.77

2. Eksekusi Hak Tanggungan di dalam Lembaga Keuangan

Lembaga Keuangan adalah semua lembaga yang bergerak dibidang keuangan, menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.78

77 Ngadenan, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Konsekuensi Jaminan Kredit Untuk

Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Kreditur Di Mungkid, Tesis, hal. 58, Maret 2009.

(30)

masyarakat ataupun sebagai lembaga yang menyalurkan dana pinjaman untuk nasabah atau masyarakat.

Di Indonesia Lembaga Keuangan ini dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (selanjutnya disebut sebagai LKBB).

a. Lembaga Keuangan Bank

Adapun Lembaga Keuangan Bank antara lain: Bank Sentral, Bank Umum, Bank Pengkreditan Rakyat (selanjutnya disebut sebagai BPR) dll. Berdasarkan kepemilikan modal, Bank di Indonesia dibedakan menjadi 5, yaitu Bank Pemerintah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing, kerja sama Bank Swasta Nasional dan Bank Swasta Asing, dan Bank koperasi.

Berdasarkan Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang menjelaskan bahwa:

(1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.

(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.

(31)

Bank Pemerintah adalah bank yang dimiliki oleh Pemerintah. Bank Pemerintah dibagi atas Bank Umum, Bank Tabungan, dan Bank Pembangunan.

Bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang menjelaskan bahwa debitur yang wanprestasi atas perbuatannya mengakibatkan piutang macet, Bank Pemerintah dapat menyerahkan penagihan kredit macetnya tersebut kepada Panitia Urusan Piutang Negara yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh DJKN dengan kantor operasionalnya yaitu KPKNL sesuai dengan wilayah kewenangannya masing-masing. Lelang eksekusi Hak Tanggungan dilaksanakan atas dasar adanya permohonan dari pihak kreditur karena debitur tidak memenuhi somasi yang diberikan oleh kreditur maka kreditur berhak untuk melakukan lelang eksekusi terhadap jaminan pada perjanjian antara pihak kreditur dan debitur yaitu dengan objek Hak Tanggungan.

2) Bank Swasta Nasional

Bank Swasta Nasional adalah bank-bank yang modalnya dimiliki oleh pengusaha nasional Indonesia atau badan-badan hukum yang peserta dan pimpinannya terdiri atas warga negara Indonesia. 79 Bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang menjelaskan bahwa debitur yang wanprestasi atas perbuatannya mengakibatkan piutang macet dan piutang macet tersebut merupakan

79 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan

(32)

tagihan dari Bank Swasta atau perorangan, termasuk badan hukum Swasta maka penagihannya dilakukan melalui Pengadilan Negeri. Kredit yang diberikan oleh Bank-Bank Swasta hampir selalu dijamin dengan Hak Tanggungan. Apabila debitur ingkar janji dalam hal kredit dijamin dengan Hak Tanggungan dan jalan damai tidak berhasil ditempuh maka, Bank dapat memperoleh uangnya kembali dengan membawa sertifikat Hak Tanggungan yang memakai irah-irah “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan dapat langsung mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah objek Hak Tanggungan terletak.

(33)

mempertahankan atau menggugat bendanya dari tangan siapapun juga atau dimanapun benda itu berada.

Sehubungan dengan keterangan di atas, maka pelaksanaan eksekusi lelang hak tanggungan untuk Bank Pemerintah dan Bank Swasta tetap yang melaksanakan pelelangan yaitu KPKNL dengan ketentuan: dilaksanakan di muka umum, didahului dengan pengumuman lelang dan dilaksanakan di hadapan Pejabat Lelang. Karena Bank Pemerintah dan Bank Swasta sama-sama berasal dari Lembang Keuangan Bank.

b. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)

LKBB adalah lembaga atau badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan.80

1) Koperasi Simpan Pinjam.

Macam-macam LKBB:

2) Perum Pegadaian (selanjutnya disebut sebagai Perum Pegadaian). 3) Perusahaan Asuransi.

4) Dana Pensiun yaitu perusahaan yang mengelola dana pensiun adalah P.T. Taspen ( Tabungan Asuransi Pensiunan ).

Salah satu macam dari LKBB yang dijelaskan Bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang ialah Pegadaian. Perum Pegadaian merupakan perusahaan umum milik pemerintah yang tujuannya

80

(34)

memberikan pinjaman kepada perseorangan atau golongan ekonomi lemah. Pinjaman yang diberikan oleh Perum Pegadaian didasarkan pada nilai barang jaminannya. Bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang menjelaskan dalam memberikan kreditnya, pegadaian tidak memerhatikan penggunaan uang tersebut. Pinjaman dapat digunakan untuk usaha perdagangan, industri rumah tangga dan bahkan untuk keperluan konsumsi.

Jaminan kredit dapat berupa benda-benda bergerak dan tidak bergerak. Jaminan tersebut diserahkan oleh peminjam untuk dikuasai pemberi kredit tanpa akta notaris. Apabila peminjam terlambat melunasi pinjamannya maka ia dikenai peringatan dan diberi kesempatan 20 (dua puluh) hari untuk melunasi pinjamannya. Jika ternyata tetap tidak dapat melunasi barulah barang jaminannya dilelang.

Di dalam praktiknya, penerima gadai tidak memberikan teguran kepada debitur yang lalai melaksanakan kewajibannya. Ketentuan ini hanya berlaku terhadap benda gadai yang nilainya kecil. Jika benda gadai nilainya besar maka pihak penerima gadai akan memberikan satu kali somasi kepada pihak debitur yang lalai. Apabila pihak debitur tidak melunasi juga maka penerima gadai dapat melakukan pelelangan terhadap objek gadai.

(35)

eksekutorial yang disebut Parate Eksekusi. Hal ini berarti pihak Pegadaian selaku pelaksana lelang tidak memerlukan perantara Pengadilan, tidak memerlukan bantuan juru sita dan pelaksanaannya tidak dilakukan oleh pihak KPKNL. Dengan demikian pelelangan Pegadai dilaksanakan dihadapan Pegawai lelang yang ditunjuk oleh negara yang berwenang melaksanakan pelelangan yaitu Pegawai Perum Pegadaian.

Mekanisme penjualan barang gadai dilakukan di hadapan umum menurut kebiasaan setempat dengan persyaratan yang telah ditentukan. Untuk barang-barang dagangan atau efek maka penjualan dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantara 2 (dua) orang makelar yang ahli dalam bidang tersebut. Jika nilai jual jaminan lebih tinggi daripada nilai utang, kelebihannya dikembalikan kepada pihak pemberi gadai.81 3. Cara Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan

Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996. Sesuai dengan ciri Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, yaitu mudah dan pasti dalam pelaksanaannya, maka cara penjualan objek Hak Tanggungan disederhanakan. Apabila debitur cedera janji, maka berdasarkan Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996:

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan jika debitur cedera janji.

81 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan

(36)

b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dan objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lainnya.

c. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

d. Pelaksanaan penjualan, hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

e. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan akan batal demi hukum.

(37)

Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.82

Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996 merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh UUHT No. 4 Tahun 1996 bagi para kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus dilakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan.

Cara penjualan objek Hak Tanggungan terdapat dua macam yaitu: a. Melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan. b. Penjualan di bawah tangan.

Eksekusi pada prinsipnya harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek Hak Tanggungan. Kreditur berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan objek Hak Tanggungan. Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

Hapusnya Hak Tanggungan karena peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud di atas, maka demi ketertiban administrasi dilakukan pencoretan catatan atau roya Hak Tanggungan. Hal mana tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan yang bersangkutan yang sudah dihapus.

82

(38)

Mengenai Pencoretan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 22 UUHT No. 4 Tahun 1996. Adapun pengaturan mengenai pencoretan Hak Tanggunan ini ialah:

(1) Setelah Hak Tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya.

(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.

(3) Apabila sertifikat karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah Hak Tanggungan.

(4) Permohonan pencoretan diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditur bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditur melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(5) Apabila kreditur tidak bersedia memberikan pernyataan bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasan dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, maka pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar.

(6)Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.

(7)Permohonan pencoretann catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri, diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

(8)Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan.

(39)

serta pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya.

Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996 mengatur bahwa setelah Hak Tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Permohonan pencoretan Hak Tanggungan diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan:

a. Sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas.

b. Pernyataan tertulis dari kreditur bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditur melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.83

(40)

BAB IV

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI

KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL)

MEDAN

A. Profil Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan

1. Sejarah

Pada Tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya manusia PUPN tidak mampu menangani penyerahan piutang negara yang berasal dari kredit investasi. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 dibentuk Badan Urusan Piutang Negara (selanjutnya disebut sebagai BUPN) dengan tugas mengurus penyelesaian piutang negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, sedangkan PUPN yang merupakan panitia interdepartemental hanya menetapkan produk hukum dalam pengurusan piutang negara. Sebagai penjabaran Keputusan Presiden tersebut, maka Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 517/MK/IV/1976 tentang susunan organisasi dan tata kerja BUPN, dimana tugas pengurusan piutang Negara dilaksanakan oleh Satuan Tugas (satgas) dan BUPN.

(41)

terbentuklah organisasi baru yang bernama BUPLN. Sebagai tindak lanjut, Menteri Keuangan memutuskan bahwa tugas operasional pengurusan piutang negara dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (selanjutnya disebut sebagai KP3N)sedangkan tugas operasional lelang dilakukan oleh KLN. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 yang ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001 Perubahan Lampiran keputusan Menteri Keuangan Nomor 543/KMK.01/1993 Tanggal 22 Mei 1993 Tentang Perubahan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 446/KMK.01/1983 Tanggal 2 Juli 1983 Tentang Penunjukan Pejabat Pengganti Dalam Lingkungan Departemen Keuangan, BUPLN ditingkatkan menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disebut sebagai DJPLN) yang fungsi operasionalnya dilaksanakan oleh Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disebut sebagai KP2LN).

(42)

sebagai DJKN) dan KP2LN berganti nama menjadi KPKNL dengan tambahan fungsi pelayanan di bidang kekayaan negara dan penilaian.

Penertiban Barang Milik Negara (selanjutnya disebut sebagai PBMN) yang terdiri dari kegiatan inventarisasi, penilaian dan pemetaan permasalahan PBMN mengawali tugas DJKN dalam pengelolaan kekayaan negara. Kemudian dilanjutkan dengan koreksi nilai neraca pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (selanjutnya disebut sebagai LKPP) dan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (selanjutnya disebut sebagai LKKL). Dari kegiatan ini LKPP yang sebelumnya mendapat opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut sebagai BPK) RI telah meraih opini wajar dengan pengecualian. Pada periode pelaporan 2012 sebanyak 50 dari 93 Kementerian/lembaga meraih opini wajar tanpa pengecualian.

Fungsi pengelolaan aset negara yang merupakan pos terbesar neraca pada LKPP dan sebagai kontributor perkembangan perekonomian nasional saat ini DJKN tengah melaksanakan transformasi kelembagaan sebagai bagian dari Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Transformasi Kelembagaan di DJKN ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempertajam fungsi DJKN yang terkait dengan manajemen aset dan special mission pengelolaan kekayaan negara.84

2. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)

84

(43)

a. Visi

Menjadi pengelola kekayaan negara yang profesional dan akuntabel untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

b. Misi

1) Mewujudkan optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan efektivitas pengelolaan kekayaan negara.

2) Mengamankan kekayaan negara secara fisik, administrasi, dan hukum.

3) Meningkatkan tata kelola dan nilai tambah pengelolaan investasi pemerintah.

4) Mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan acuan dalam berbagai keperluan.

5) Melaksanakan pengurusan piutang negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

6) Mewujudkan lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebagai instrumen jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.85

3. Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) a. Tugas

85

(44)

DJKN mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

b. Fungsi

DJKN menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

2) Pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

3) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

5) Pelaksanaan administrasi DJKN.86 4. Struktur Organisasi KPKNL

86

(45)

Sumber: Data dari KPKNL Medan.

5. Pejabat Lelang (Vendumeester)

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa setiap penjualan barang secara lelang harus dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang. Isitilah Pejabat Lelang tersebut merupakan terjemahan dari kata vendumeester atau auctioneer, yang juga dapat diartikan ”Juru Lelang”. Menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang dimaksud Pejabat Lelang adalah ”orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang”.87

a. Pejabat Lelang Kelas I

Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Baru, Pejabat Lelang dibedakan dalam 2 (dua) tingkat, yaitu:

Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang atas permohonan penjual.

b. Pejabat Lelang Kelas II

(46)

Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang non eksekusi sukarela atas permohonan Balai Lelang atau penjual.

6. Tugas dan Fungsi Pejabat Lelang

Tugas Pejabat Lelang pada dasarnya bertugas mempersiapkan dan melaksanakan penjualan barang dimuka umum secara lelang, baik tugas melakukan kegiatan persiapan lelang, pelaksanaan lelang maupun setelah penyelenggaraan lelang.

Dalam melaksanakan tugasnya Pejabat Lelang mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Penelitian dokumen persyaratan lelang, yaitu Pejabat Lelang meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang.

b. Pemberi informasi lelang, yaitu Pejabat Lelang memberikan informasi kepada pengguna jasa lelang dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan lelang.

c. Pemimpin Lelang yaitu Pejabat Lelang dalam memimpin lelang harus komunikatif, adil, tegas, serta berwibawa untuk menjamin ketertiban, keamanan, dan kelancaran pelaksanaan lelang.

d. Pejabat Umum, yaitu Pejabat yang membuat acte autentik berdasarkan undang-undang di wilayah kerjanya.88

(47)

B. Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan di Kantor Pelayanan

Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang menjelaskan bahwa pada prinsipnya semua pelaksanaan lelang sama, yang membedakannya hanya pada lelang eksekusi objeknya Hak Tanggungan yang menjadi pihak pemohonnya yaitu kreditur/pihak perbankan, pihak kreditur melelang Hak Tanggungan karena adanya wanprestasi dari pihak debitur kepada pihak kreditur, pihak debitur tidak membayar hutangnya kepada pihak kreditur, sehingga pihak Bank mengambil keputusan untuk melelang hak tanggung yang sudah di perjanjikan.

Penjualan objek Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 pada dasarnya dilakukan dengan cara lelang dan tidak memerlukan fiat eksekusi dari Pengadilan mengingat penjualan tersebut merupakan tindakan pelaksanaan perjanjian.

Berdasarkan hasil wawancara juga yang dilakukan di KPKNL Medan, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan secara garis besar terbagi atas 3 (tiga) tahapan, yaitu:

1. Tahap Pra Lelang

Tahap pra lelang ini dimulai dari permohonan lelang secara tertulis oleh pihak penjual disertai dengan dokumen-dokumen kelengkapannya. Menurut ketentuan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 terdiri atas:

a. Salinan atau fotokopi Perjanjian Kredit.

(48)

c. Salinan atau fotokopi Sertifikat Hak Atas Tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

d. Salinan atau fotokopi Perincian Utang atau jumlah kewajiban debitur yang harus dipenuhi.

e. Salinan atau fotokopi bukti bahwa debitur wanprestasi, berupa peringatan-peringatan maupun pernyataan dari pihak kreditur, pihak kreditur melakukan peringatan sampai 3 (tiga) kali.

f. Surat pernyataan dari kreditur selaku pemohon lelang yang isinya akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan.

g. Salinan atau fotokopi surat pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang kepada debitur oleh kreditur, yang diserahkan paling lama 1 (satu) hari sebelum lelang dilaksanakan.

(49)

Pengumuman lelang dilakukan melalui media cetak/elektronik, selebaran ditempat-tempat umum yang memuat identitas penjual, waktu dan tempat pelaksanaan lelang, jenis dan jumlah barang yang dilelang, lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah,ada/tidaknya bangunan, khusus buat barang tidak bergerak berupa tanah dan/bangunan, jangka waktu untuk melihat barang yang akan dilelang, uang jaminan penawaran lelang, dalam hal adanya syarat uang jaminan penawaran lelang, jangka waktu pembayaran harga lelang dan harga limit sepanjang itu diatur dalam perundang-undangan dan atas permintaan penjual barang. Lelang dapat tidak terlaksana jika syarat-syarat tidak lengkap.89

2. Tahap pelaksanaan lelang

Tahap pelaksanaan lelang berhubungan dengan penentuan peserta lelang, penyerahan Nilai limit, pelaksanaan penawaran lelang, dan penunjukkan pembelian. Pada tahap pelaksanaan lelang hal-hal yang dilakukan:

a. Para peminat menyetorkan uang jaminan

Uang jaminan disetor minimal 20 % dari Nilai limit.

b. Pejabat lelang memeriksa keabsahan sebagai peserta lelang dengan bukti setoran uang jaminan.

c. Peserta lelang mengajukan penawaran lelang, yang dilakukan setelah Pejabat membacakan Kepala Risalah Lelang.

89

(50)

d. Cara penawaran lelang dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu:

1) Penawaran lisan, yaitu Pejabat menawarkan barang mulai dari Nilai limit, penawaran dengan harga naik-naik dengan kelipatan kenaikkan ditentukan Pejabat lelang. Penawaran tertinggi yang telah mencapai harga limit ditetapkan sebagai pembeli oleh Pejabat lelang.

2) Penawaran tertulis dilakukan dengan cara membagikan formulir penawaran lelang yang disediakan oleh Kantor Lelang kemudian formulir dimasukkan ke dalam amplop tertutup. Penawaran tertinggi yang sudah mencapai harga limit ditetapkan sebagai pemenang lelang jika harga limit tidak tercapai maka dilakukan penawaran kembali secara lisan.

Apabila dalam pelaksanaan lelang tersebut ternyata penawar tertinggi belum mencapai Nilai limit maka lelang tersebut dinyatakan “ditahan”. Sedangkan apabila terdapat dua atau lebih penawar penawar tertinggi yang sama dan telah mencapai harga limi, maka untuk menentukan pemenang lelang dilakukan penawaran kembali secara lisan untuk menaikkan penawaran lisannya sehingga terdapat satu orang saja penawar tertinggi, penawar tertinggi tersebut ditunjuk sebagai pemenang lelang/Pembeli Lelang.

(51)

dalam hal barang dijual barang tidak bergerak maka pembeli turut menandatangani Risalah Lelang untuk barang tidak bergerak penjual tidak perlu menandatangani Risalah Lelang.

3. Tahap Pasca Lelang

Pasca lelang menyangkut pembayaran harga lelang, penyetoran hasil lelang dan pembuatan Risalah Lelang. Hal-hal yang perlu dalam prosedur lelang adalah sebagai berikut:

a. Pembayaran harga lelang, pembeli melunasi kewajibannya yang berupa pokok lelang ditambah bea lelang dan uang miskin. Menurut ketentuan waktu pembayaran 3 × 24 jam setelah lelang.

b. Pembeli menerima dokumen kepemilikan barang yang telah dimenangkannya dari Kantor Lelang/Pejabat Lelang.

c. Penyetoran hasil lelang dikurang bea lelang dari Kantor lelang diserahkan kepada penjual lelang sedangkan Bea lelang, uang miskin dan pajak penghasilan disetor ke kas negara. Objek lelang yang terkena BPHTB, pembeli menyetor BPHTB ke kas negara melalui Bank Persepsi.

(52)

Pihak yang berkepentingan mendapatkan risalah lelang antara lain: 1) Kantor Wilayah dan Kantor pusat DJPLN untuk kepentingan dinas. 2) Pembeli untuk bukti pembelian dan keperluan balik nama.

3) Penjual sebagai bukti dilaksanakan lelang.

4) Kantor pertanahan sebagai laporan terjadi peralihan hak atas tanah. 5) Pengembalian uang jaminan kepada peserta lelang yang tidak

menang dilakukan 1 (satu) hari kerja sejak dilengkapinya persyaratan permintaan pengembalian uang jaminan dari peserta lelang.90

C. Perlindungan Hukum Hak Pembeli Lelang Eksekusi Hak Tanggungan

yang Beriktikad Baik

Hasil wawancara dengan bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang menjelaskan bahwa Pembeli yang membeli suatu barang melalui pelelangan umum oleh KPKNL adalah sebagai pembeli yang beriktikad baik dan harus dilindungi oleh undang-undang. Ini tercantum dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 821/K/Sip/1974 bahwa pembelian dimuka umum melalui Kantor lelang adalah pembeli beriktikad baik harus dilindungi undang-undang juga dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 323/K/Sip/1968 yang menyebutkan bahwa suatu lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta dimenangkan oleh Pembeli Lelang

90 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan

(53)

yang beriktikad baik maka lelang tersebut tidak dapat dibatalkan. Terhadap Pembeli Lelang yang beriktikad baik tersebut wajib diberikan perlindungan hukum.

Pembeli sudah beriktikad baik maka pembeli berhak menuntut kembali hak berupa harga pembelian dan pengeluaran yang sah kepada penjual lelang. Kenyataannya, ada banyak kasus yang terjadi ialah setelah terjadinya pelelangan, Pembeli Lelang yang telah beriktikad baik tersebut susah untuk mendapatkan haknya atau barang yang telah dibelinya melalui pelelangan umum. Hal ini yang perlu mendapat perlindungan hukum dan mendapatkan penyelesaian dari instansi-instansi terkait. Ada beberapa masalah yang diterima oleh Pembeli Lelang setelah membeli barang melalui pelelangan umum yaitu:

1. Barang yang dijual di pelelangan umum digugat oleh pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut merupakan suami/istri selain debitur, sehingga Pembeli Lelang selaku pemenang lelang yang sudah beriktikad baik susah untuk menguasai barang yang telah dibelinya tersebut karena harus melalui proses penyelesaian Pengadilan dulu.

(54)

3. Adanya kasus pembatalan lelang atas barang yang telah terjual melalui pelelangan umum dimana proses pelelangan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku namun pihak debitur/pemilik lama menggugat penjualan tersebut tidak sah tidak sesuai prosedur ini sering terjadi agar pihak debitur tidak kehilangan barang yang telah dilelang tersebut banyak cara yang dilakukan debitur atau pihak ketiga untuk mendapatkan kembali barang yang telah dilelang tersebut agar tidak jatuh ketangan pemenang lelang.

Masalah-masalah yang timbul dari penjualan secara lelang ini menyebabkan timbulnya ketidakpastian secara hukum dimana pihak Pembeli Lelang yang beriktikad baik mempercayakan mekanisme pembelian barang melalui sarana lelang yang dianggap aman. Hal ini sangat berpengaruh terhadap persoalan perlindungan hukum terhadap pembeli/pemenang lelang.

Agar pemenang lelang yang telah beriktikad baik tersebut mendapatkan perlindungan hukum maka kita akan menggunakan Pasal 16 Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petujuk Pelaksanaan Lelang menyatakan:

(1) Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap: a. Keabsahan kepemilikan barang.

b. Keabsahan dokumen persyaratan lelang.

c. Penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak. d. Dokumen kepemilikan kepada Pembeli.

(2) Penjual/pemilik barang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang lelang.

(55)

Berdasarkan peraturan tersebut, jika terjadi pembatalan oleh pihak Pengadilan yang menyatakan bahwa proses pelelangan tersebut tidak sah, maka pihak penjual/pemilik barang harus bertanggung jawab terhadapat gugatan pidana maupun gugatan perdata yang mengakibatkan kerugian bagi si pemenang lelang. Undang-Undang menjamin perlindungan hukum bagi orang yang mengalami kerugian dalam jual beli dan bentuk perlindungan hukum tersebut ialah pembeli barang tersebut berhak menuntut ganti kerugian di depan Pengadilan.

Perlindungan hukum tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata menjelaskan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.91

D. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak

Tanggungan di KPKNL Medan

Hambatan lelang adalah lelang yang akan dilaksanakan namun karena alasan-alasan tertentu tidak dapat dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang di KPKNL Medan, lelang yang akan dilaksanakan dan telah diumumkan ke masyarakat kadangkala sebelum waktunya ditunda oleh Kepala KPKNL Medan. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan eksekusi Hak

91 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan

(56)

Tanggungan di KPKNL Medan secara umum dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:

1. Hambatan Yuridis

Hambatan yuridis/hukum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan lelang oleh KPKNL adalah menyangkut aturan yang ada antara lain:

a. Adanya penetapan atau putusan penundaan dari Pengadilan yang diberitahukan 3 (tiga) hari sebelum lelang dilaksanakan atau setidak-tidaknya sebelum pengumuman lelang kedua diterbitkan. KPKNL seringkali mempermasalahkan penundaan pelaksanaan lelang karena adanya penetapan penundaan lelang oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas permohonan yang diajukan oleh pihak debitur atau pihak ketiga. Penundaan ini biasanya diberikan dalam bentuk putusan sela (provisi) yang melarang KPKNL untuk melakukan pelelangan sampai ada keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.

(57)

c. Syarat-syarat lelang tidak dapat dipenuhi sebelum pelaksanaan lelang dilaksanakan. Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah untuk melaksanakan lelang atas tanah dipersyaratkan SKPT yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atas permintaan KPKNL. Hal inilah yang sering menghambat proses pelaksanaan lelang Hak Tanggungan. Apabila SKT tidak ada maka lelang tidak dapat dilaksanakan, karena jika tetap dilakukan lelang hal ini akan mempersulit pembeli dalam membuat peralihan hak atas tanahnya.

d. Munculnya gugatan dari pihak ketiga selain debitur atau suami/istri yang mengatakan bahwa barang yang akan dilelang itu adalah miliknya sehingga secara hukum mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya lelang eksekusi Hak Tanggungan. Penundaan lelang atas dasar kepemilikan barang jaminan. Pasal 195 ayat (6) HIR dan Pasal 206 ayat (6) RBg, menyatakan bahwa:

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir, sita revindicatoir atas lelang hanya dapat diajukan atas dasar hak milik jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik barang atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita dan perlawanan ini diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dari Pengadilan Negeri yang secara nyata menyita. Untuk mengajukan perlawanan ini, pihak ketiga harus dapat membuktikan bahwa barang yang akan dilelang itu benar adalah miliknya.

(58)

Adapun hambatan sosiologis yang dijumpai dalam pelaksanaan lelang, yaitu:

a. Adanya ketidaksesuaian pendapat tentang harga lelang antara debitur dengan Pejabat lelang kelas II ataupun KPKNL.

b. Adanya bantahan dari pihak debitur karena adanya penangguhan hutang melalui kuasa hukumnya lewat media massa terhadap pengumuman lelang sehingga sedikit banyak mempengaruhi pandangan masyarakat untuk berminat membeli barang jaminan penangguhan hutang secara lelang, ini mengakibatkan tidak terlaksananya lelang karena tidak ada peserta lelangnya.

c. Adanya faktor kelemahan dari Pembeli Lelang

Pembeli Lelang tidak teliti dalam membeli barang yang akan dilelang, pembeli mengabaikan pengumuman bantahan lelang melalui media cetak (surat kabar) yang diajukan pihak ketiga karena tertarik dengan barang yang akan dijual harganya murah atau dia sebagai perantara dalam pembelian lelang. Sehingga ini membuat kekecewaan terhadap Pembeli Lelang karena barang yang dibelinya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

d. Adanya faktor bentuk jaminan hutang yang kurang disukai pembeli eksekusi lelang Hak Tanggungan

(59)

hutang yang ditawarkan apa jaminan tersebut membawa keberuntungan atau justru menimbulkan nasib sial bagi pemiliknya. e. Adanya faktor pengosongan objek Hak Tanggungan yang tidak

berjalan dengan efektif

Pada saat debitur wanprestasi seharusnya para pihak sudah melakukan perjanjian APHT diantaranya janji untuk pengosongan objek Hak Tanggungan, kenyataannya saat dilakukan eksekusi janji ini tidak terlaksana dengan baik. Sehingga ketika akan dieksekusi objek Hak Tanggungan belum dikosongkan, padahal pihak KPKNL tidak berwenang untuk melakukan pengosongan tersebut karena kewenangan dalam pengosongan tersebut diserahkan kepada pihak Pengadilan Negeri.92

E. Solusi dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan lelang

Eksekusi Hak Tanggungan di KPKNL Medan

1. Solusi Untuk Mengatasi Hambatan Yuridis

a. Terhadap hambatan yang menyangkut adanya penetapan atau putusan penundaan dari Pengadilan yang diberitahukan 3 (tiga) hari sebelum lelang dilaksanakan atau setidak-tidaknya sebelum pengumuman lelang kedua diterbitkan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan

92 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan

(60)

Lelang dijelaskan bahwa memang sah-sah saja bila Pengadilan Negeri memerintahkan untuk menunda lelang meskipun demikan sebaiknya diberi batas waktu kapan terakhir Pengadilan Negeri boleh menundanya. Penundaan juga harus dilakukan dengan perintah tertulis dan sebaiknya juga perintah tersebut diberitahukan 15 (lima belas) hari sebelum pelaksanaan lelang atau setidak-tidaknya sebelum pengumuman lelang kedua diterbitkan, jika pengumuman lelang kedua sudah diterbitkan maka pelaksanaan lelang tidak dapat dibatalkan lagi.

b. Kreditur tidak melakukan pengikatan Hak Tanggungan dengan sempurna. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan kedua ini sebenarnya tidak ada wewenang dari pihak KPKNL karena

Referensi

Dokumen terkait

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepada pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

Konsumsi ransum (g/ekor/minggu) yaitu rataan konsumsi ransum setiap ekor, setiap minggu, diukur berdasarkan selisih antara ransum yang diberikan dengan sisa ransum

Penelitian terkait e-Procurement (e-Proc) di Indonesia belum banyak dilakukan, sehingga penelitian yang akan dilakukan menjadi sangat signifikan untuk menemukan factor apa

Kalau memang begini harus kejadiannya maka itulah yang harus saya lakukan.” Orang tua bermuka tengkorak ini pejamkan kedua mata lalu tanpa ragu-ragu Empu Semi– rang Biru

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul (Lembaran

[r]

Subjek yang akan diteliti adalah Ketahanan Pangan di Provinsi Riau, untuk melihat apakah luas lahan panen padi, kondisi jalan, dan jumlah konsumsi beras