• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staphylococcalmastitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Staphylococcalmastitis"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

• • • • • persembahanku buat

(2)

STAPHYLOCOCCALMASTlTlS

SKRIPSI

Oleh

MAYA WIJAYA B 180737

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

MAYA WIJAYA. Staphylococcalmastitis (Di bawah bimbingan SRI UTAHI PRAHONO).

Pene1itian ini bertujuan untuk mengetahui frekwensi kejadian mastitis イオセゥ「。エ@ infeksi Staphylococcus pada be-berapa peternakan sapi perah di daerah Ciomas, Beji dan Cisarua. Bahan penelitian yang digunakan adalah air susu sapi perah yang menderita mastitis klinis dan subklinis.

Hasil pemeriksaan laboratorik terhadap lLf4 sampel didapatkan 165 iso1at bakteri coccus gram positif. Perin-cian jumlah dan jenis brurteri adalah sebagai berikut :

78 isolat (If7,3 %)

2.

epidermidis, 51 isolat 00,0 %)

2.

aureus, 27 isolat·

(16,3 %)

Streptococcus 2P"

9

isolat

(5,5

%) Micrococcus 2P,.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahVla kasus masti-tis akibat infeksi Staphylococcus 2P, atau kasus

staphylo-coccalmastitis sangat tinggi (78,2

%)

dibandingkan kasus mastitis akibat infeksi bakteri lain. 'ringginya kasus staphylococcalmasti tis dapat disebabkan sani tasi kandang yang Imrang, cara pemerahan yang tidak legeartis, pengo-batan yang tidak tepat, adanya strain Staphylococcus yang resisten terhadap antibiotik yang dipakai untuk pengobatan.
(4)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

セャ・ュー・イッャ・ィ@ Gelar Dokter Hewan Pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogar

oleh Haya Wijaya

B. 180737

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

S'rAPHYLOCOCCALHASTITIS

SKRIPSI

Oleh Maya Wijaya

B.

180737

'l'elah diperiksa dan disetujui oleh

Dr. Sri Utami Pramono Dosen Pembimbing

25

Juli

1986

(6)

Penu1is dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal ?3 September 1962, sebagqi anak ke delapan dari sembilan ber-saudara. Orang tua penulis, ayah.' bernama Abdi 'IIijaya dan i bu bernama Maria.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1974 di SDN Kompleks Bonerate Ujung Pandang, 8eko-lah Menengah Pertama pada tahun 1977 di SI1P Bonerate Ujung Pandang dan Sekolah.Menengah Atas pada tahun 1981 di SHA Negeri I Ujung Pandang.

Pada tahun 1981/1982, me1alui proyek Perintis II

pe-ョオセゥウ@ terdaftar sebagai mahasiswa di Institut Pertanian

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa atas rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memper-Dleh gelar dokter hewan pada Fakultas Kedokteran Ilewan Institut Pertanian Bogor. Disusun berdasarkan studi ke-pustakaan dan peneli tian di laboratorium mikrobiologi FKH-IPB.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Sri Utami Pramono sebagai dosen pembimbing yang telah banya!, memberi bimbingan kepada penulis mUlai dari peneli tian sampai selesainya skripsi ini. 2. Bapak Dr. Fachriyan H. Pasaribu dan Bapak Drh. Yoebal

Ganesha, atas bimbingannya selama セ・ョオャゥウ@ melaksana-kan penelitian.

3.

Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Dati II Bogor beser-ta sbeser-taf yang telah memberi izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di daerah Bogor.

4.

Staf perpustakaan F'KH-IlOB, Balitvet Bogor, BlOT Ciawi dan staf pee;awai laboratorium mikrobiologi FKH-IlOB, at as segala bantuannya.
(8)

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karen a itu kritik dan saran dari para pembaca ウ。ョセ。エ@ penulis harapkan demi per-baikan untuk pembuatan tulisan selanjutnya. Akhir kata, semega apa ケ。ョAセ@ disajikan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.

(9)

DAI"'fAH lSI

DAF'l'AR TABEL

...

DAF'l'AH GAMBAR

...

PENDAHUI.UAN

...

TINJ AUAN KEPUS'fAKAAN

...

Bakteri Penyebab Sifat-sifat Bakteriologik

Staphylococcalmastitis

...

Mekanisme Infeksi

...

l)engendalian ... ..

BAHAN DAN tm'I'QDA

.. ..

..

..

..

.. .. .. ..

..

.. .. ..

..

.. ..

..

..

..

..

..

.. ..

..

.. ..

.. .. ..

..

..

Lo\(asi dan Waldu ..

..

.. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. .. .. .. .. ..

.. .. ..

..

.. .. ..

.. ..

Bahan dan Alat

...

Metoda

...

HASH ... PEHBAHASAN .. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

.. ..

..

.. .. .. .. .. .. KESIMPULAN

..

.. .. .. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..

..

..

..

..

..

..

SARAN

...

(10)

Nomor HaL"Iman

1. Kasus H<:\sti tis pada Beberapa Lokasi.

Peternakan di Daerah Boe;or •••••••••• 23

2. ,Tenis dan Jumlah Isolat Bakteri Bentuk

Coccus Gram Posi tif dari Kasus セQ。ウエェN@ tis 24

(11)

v

Nomor Halaman

1. Anatomi l"isiologi Kelenjar

Ambing Sapi (potongan sRgatal)

...

8

2. Skema Uru tan Pemeri],saan Bakteri

(12)

Hasti tis <Hlalah radang kelenjar ambing, yang diser-tai adanya perubahan fisik, kimiawi, kandungan kuman dan peningkatan jumlah sel somatik (Seddon, 1965).

Kejadian mastitis pada sapi perah meskipun hanya se-carn sporadis, tetapi keruiP-an yang ditimbulkannya cukup merisaukan peternak. Kerugian akibat mastitis dapat

be-rupapenurunan produksi dan kualitas susu, pengeluaran biaya pengobatan dan perawatan sapi selama menderita mas-ti mas-tis, bahkan ャセ・ュオョァォゥョ。ョ@ terjadi kematian kuartir karena terbentuknya tenunan ikat pada kuartir yang menderita mas-titis (King, 1981).

Penyebab utama mastitis ialah infeksi mikroorganisme pada kelenjar ambing. Hikroorganisme terse but adalah bak-teri, fungi, mycoplasma dan virus, meskipun mycoplasma dan virus se bagai penye ba b masti tis j arang di エ・ュオャセ。ョN@

Jenis-jenis bakteri yang berperan sebagai penyebab masti-tis adalah Streptococcus §.]1, Staphylococcus §.]1, Coryne-bacterium pyogenes, Pseudomonas aeruginosa. Coliform, Leptospira £ill, Klebsiella pneumonia, Bacillus cereus

(Seddon, 1965 dan Tranter, 1982).

(13)

2

Staphylococcus maupun Streptococcus mempunyai poranan yang

sarna P€!lltingnya sebagai penyebab mastitis.

Mastitis yang disebabkan oleh genus Staphylococcus

disebut staphylococcalmastitis. Pada umumnya ada dua

spe-sies se.bagai penyebab mastitis ialah Staphylococcus aureus

dan Staphylococcus epidermidis (Hoare do.n Garton, 19'1?).

fl. aureus bersifat lebih patogen daripada ,'2. epidermidis,

dan ,'2. epidermidis cenderung sebagai penyebab mastitis

subklinis (Brown dan Sherer, 19'78).

Di suatu negara bagian Australia yaitu New South

Wa-les semula tercatat bahwa kejadian streptococcalmastitis

merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan kejadian

mastitis akibat j_nfeksi bakteri lain. Pada tahun 1960 di

negara bagian tersebut tercatat bahvla terjadi penurunan

angka kasus streptococcalmasti tis tetapi terjadi

pening-katan kasus staphylococcalmastitis. Demikian pula

keja-dian di South Eastern Queensland (Seddon, 1965).

セゥ」@ Clure dkk (1966) menya takan bahwa peningkatan

ka-sus staphylococcalmasti tis di Australia ada kai tannya

de-ngan penggunaan antibiotik yang selalu sama. Para

pene-l i ti ini juga menyatakan bahpene-lva penanggupene-langan staphypene-lococ-

staphylococ-calmastitis lebih sulit daripada jenis mastitis lain.

Kasus staphylococcalmasti tis di Indonesia l<hususnya

di daerah Bogor ('rumbelaka, 1984) dan di daerah

Yogyakar-ta, Sleman dan Bantul (Warudju dan BudiharYogyakar-ta, 1985) juga

menunjukkan angka yang tertinggi dibandinglwn dengan

(14)

Masalah staphylococcalmasti tis Ie bih gawa t

dibanding-kan dengan kejadian mastitis lain, antara lain karena agen

penyebabnya tersebar dan tahan hidup relatif lama di alam,

mudah men,iadi resisten terhadap sua tu anti biotik dan be

be-rapa strain Staphylococcus dapat memproduksi enzim

penici-linase yang dapat menginaktifkan penicilin yang lazim

di-gunakan sebagai pengobatan mastitis (Las!lin dan Lechevalier,

1974) .

Pada kesempatan penu1isan skripsi ini, penulis ingin

menelaah tentang staphylococcalmastitis yang disusun

ber-dasarkan studi kepustakaan dan hasil pemeriksaan

bakterio-logik sampel air susu mastitis dari beberapa peternakan

(15)

'l'INJ AU AN KEPUSTAKAflN

Sifat-sifat Bakteriologik Bakteri Penyebab

Staphylococcal-masti tis

Habi tat. Staphylococcus mcrupakan kuman b.ngkungan,

yang relatif tahan lama di alamo Banyak terdapat dalam

air susu, tanah, udara, debu kandang dan air kotor. ,Juga

terdapat pada permukaan tubuh beberapa hewan mamalia dan

burung (Wilson dan niles, 1975), terutama

2.

epidermidis

banyak ditemukan pada puting susu dan kulit ambing

(Devriese, 1979).

セiッイーィッャッァゥN@ Staphylococcus adalah bakteri yang

ber-bentuk bulat, bersusun bergerombol seperti buah angfur

dan bersifat gram positif. Besar.sel berbeda-beda,

dia-meternya rata-rata an tara 0,8 - 1,0 mikrometer.

Perbeda-an besar sel tcrgPerbeda-antung dari jenis strain bakteri, umur

biakan dan media yang digunakan. Semua Staphylococcus

tidak motil, tidak berflagella, tidak berspora dan エゥ、。ャセ@

membentuk kapsu1 (Wilson dan Hiles, 1975).

Sifat biakan. Pertumbuhan staphylococcus padn media

biakan da1am Emasana aerob dan fakultatif aerob. Bakteri

mudah tumbuh pada agar darah dan agar nutrien atau pada

media umum lainnya tanpa memerlukan bahnn penyubur. Pada

agar darah ko10ni besar dan sering terlihat di sekeliling

pertumbuhan terbentuk zonn hemolisa. Pada agar nutrien

(16)

mengkilat. Diameternya 1 - 2 mm, setelah biakan

staphylo-coccus diinkubasi pada suhu 370C selama lebih kurang ?4

jam. Pada kaldu daging pertumbuhan di tandai <iengan

sedi-men seperti sorbuk di bagian bawah tabung. Biakan bakteri

ini di agar miring dapat tahiln hidup pada suhu kamar

sela-rna berbulan-bulan, sedang pada suhu yang agak tinggi tahan

selama

6 -

II, minggu (Cowan dan Steel, 1973).

ャセ・。ォウゥ@ biokemis. f1.kti fi tas biokemis staphylococcus

ditentukan oleh jonis enzim yang dj_hasilkannya.

Jenis-jenis enzim tersebut adoloh hyaluronidase,

stnphylokina-se, proteinastnphylokina-se, lipastnphylokina-se, koagulastnphylokina-se, katalase dan

ponicili-nase (Laskin dan Lecheva1ier, 197 If).

Uji katalase menunjukkan hasil yang positif, sedang

uji oksidase nega ti f. Staphylococcus yang pn top;en

memfer-mentasi mannitol dan semua Staphylococcus memfermemfer-mentasi

glukosa tanpa pembentukan gas (Cowan dan Steel, 1973).

Berdasarkan uji koagulase, Staphylococcus di bagi dua

yai tu Staphylococcus koar,ulase posi ti f dan koagulase

nega-tif.

fl.

aureus adalah s!,>esies dari Staphylococcus

koagu-lase positif dan

fl.

epidermidis adalah spesies dari

sta-phylococcus koagulase negatif. Koagulase adalah suatu

enzim yang oleh adanya plasma faldor (Coagulase Heac ting

Faktor) akan merubah fibrinogen menjadi fibrin membentuk

suatu 1\:oaeulan (Devriese, 1979).

Monurut Bergey (1975) dan Cottral (1978) !nlllci untuk

(17)

6

terhadap mcmni tol dEm sifat koagulase terhadap plasma

da-rah.

2.

aureus bersifat memfermentasi mannitol dan uji

koae;ulase posi tif sedangkan

2.

epidermidis bereaksi

nega-tif terhadap kedua uji tersebut.

'roksin. .§.. aurGUS jika dibiakkan pada ag<'<r darah

dapat memperlihatkan zona hemolisa di sekeliling koloninya.

Zona hemolisa ini menunjukkan bahwa

§.

aurellS memproduksi

hemolisin yang dapa t merusak eri trosi t domba. ,Juga eri

tro-sit dari beberapa spesies mamalia lain (Laskin dan

Leche-valier, (197 II). Wilson dan Niles (1975), menyatakan bahwa

ada empat macam hemolisin yang dihasilkan oleh £;.. aUreus

yaitu alpha, beta, gamma dan delta hemolisin. Pernbagian

ini berdasarkan sifat pembentukan zona hemolisin pada

bi-akan agar darah. Selain hemolisin beberapa strain

12 •

.§Jl-セ@ juga dapat mernproduksi leukosidin yaitu sejenis

tok-sin yang dapat merusak leukosi t terutama sel berinti

po-limorph dari manusia dan hewan (Laskin dan Lechevalier,

19711) •

Baik hemolisin maupun leukosidin keduanya merupakan

hasil metabolisme atau eksotoksin. Beberapa strain

12.

au-セ@ juga menghasilkan eksotoksin yang dapat menimbulkan

gejala keracunan makanan seperti rasa mual, munt"h dan

diare " toksin ini disebut enterotoksin (Wilson dan Hiles,

(18)

Mekanisme Infeksi

Untuk mengetahui mekanisme infeksi

staphylococcalmas-titis harus diketahui terlebih dahulu anatomi fisiologi

dari ambing. Pada sapi, ambing terdiri dari empat

kuar-tir yang terletak di dacrah inguinal, caudal dari

umbili-kus dan meluas ke belakang antara dua paha. Setiap

kuar-tir dibatasi oleh selubung (sekat pemisah), sehingga antar

kuartir tidak' ada hubungan langsung. LUbang puting

berhu-bungan langsung dengan pucuk saluran (kanal puting), yang

kerjanya diatur oleh otot sphincter. Di dorsal kanel

pu-ting terdapa t Jdsterna pu ting (sinus papilarj.s) dan

Jds-terna kelenjar (sinus laktiferus) terletak di atas sinus

papilaris. Di dalam sinus laktiferus terjulur 8 - I?

Ra-luran susu atau galaktophor. Kanal puting berdinding

epi-tel squamos yang serupa dengan struktur epidermis kulit,

di bawah epitel terdaPiit serabut-serabut otot. Sinus

lak-tiferus dibataRi oleh epitel berlapis dua (Toe1ihere, 1981

dan Ressang,

1984).

Pada staphylococcalmastitis infeksi umumnya dimu1ai

dari kanal pu ting. 'rerjadinya staphylococcalmasti tis

me-1ewati tiga tahap yai tu invasi, infeksi dan inf1amasi..

Pada tahap invasi, kuman dari 1uar masuk ke kelenjar

am-bing melalui kanal pu ting. Hal ini diiku ti dell[l;an tahap

infell:si dimana kumo.n berkembang biak dengan cepa t dan

l!Je-nyusup ke jaringan' kelenjar ambing atau target

(19)

Lirnphoglandula

su prLUll 0.HlOI uri a

Kuartlr belwwng

f?!I-IIf'..-.- Ar teri ['ueland" extern",l Vona PUduIlda ],;x Lvrrwl

QhZGエャエセ⦅Mpッュ@ bul uh lylll[.,htJ

8

)""rcukilll

(j:1ringun-kdenjur) Kuartir depull Kistcl'nu kelenjur

l\isterna jJuting

Kanal ーZセ@ tiniS

Guwbar 1. Anatomi セBゥウゥッャッァゥ@ l(elonjar

(20)

Gejala klinis mastitis akan nampak pada tahap inflamasi dan pada pemeriksaan mikroskopis terlj.hat ,jumlah sel so-ma tik meningka t (Blood dan セi・ョ、・@ rson, 1963).

Hamidjojo (198lf), menyatakan. bahwa peradangan yang terjadi adalah sebap.;o.i respon tubuh tcrhadap metabolit dan toksin yang dihasilkan 61eh metabolisme bakteri yang merangsang jaringan kelenjar ambing. Gejala-gejala yang terlihat merupakan ekspresi pertahanan.tubuh (homeostase) yang bertujuan untul, memperbaiki kerusakan jaringan tubuh dan menghilang'kan bakteri penyebab serta mengembalikan ke-adaan tubuh seperti semula.

Blobel dan Schliesser (1980), mengemukakan bahwa hi-giene kandang yang kurang, cara pemerahan yang tidA.k lege-artis dan adanya luka/lecet pada ambing mernpakan

fal,tor-faktor yang mempermudah terjadinya invasi Staphylococcus. ,

Hereka mengemukakan tiga cara invasi Staphylococcus ke kelenjar ambing yo.itu melalui kanal puting, luka pada pu-ting dan Inka pada Imli t ",mbing.

(21)

10

bekerja, bagian distal dan pertengahan saluran susu

berdi-latasi kemudian bagian proksimal dan kemungldnan pada

sa-at inilah mikroorganisme dcngan mudah masuk mfJlalui

salur-an puting.

Ressang (1982), menjelaskan invasi bakteri melnlui

luka puting atau lul,,!. pada kulit ambing dapat terjadi

se-waktu pemerahan. Bakteri dapat berasal dari lap ambing

yang diguna\{an, tangan sipemerah dan air pencuci ambing.

Selain itu bakteri yang terdapat di lantai kandnng juga

dapat menginvasi ambing melalui luka puting atau ambing

pada saat hewan berbaring.

Staphylococcus yang masuk ke kelenjar ambing

berkem-bang biak dengan cepat pada tempat perlokatannya. Sel

e-pitel kanal puting, sinus lal,tiferus dan duktus

lal,tife-rus merupakan jaringan tempat perlekatan Staphylococcus.

Resistensi kelenjar ambing, virulensi Staphylococcus,

status laktasi pada saat infeksi merupakan faktor-faktor

yang mempengaruhi tanda-tanda klinis penyakit dan derajat

peradangan. Tanda-tanda klints staphylococcalmastitis

dapat dilihat dari bentuk sekresi susu, konsistensi dan

temperatur ambing, reaksi peradangan dan sistemik yang

ter-jadi (Blobel dan Scheliesser, 1980; Anderson, 1982).

Selanjutnya Blood dan Henderson (1963),

mengklasifikasi-kan staphylococcalmastitis dalam dua bentuk yaitu

staphy-lococcalmastitis perakut dan kronis, sedanc;lwn Elobel dan

(22)

dua bentuk yaitu staphylococcalmastitis akut dan kronis. StaphylococcRlmastitis perakut. Kasus ini merupakan masalah yang cukup gawat pada peternakan sapi perah kare-na dapat menimbulkan kematian secara mendadak (Opdebeeck dan Norcrooss, 1983). Sering terjadi pada awal laktasi dan bersifat fatal. Terjadi reaksi sistemik dengan geja-la-gejala sebagai berikut; temperatur tubuh 40 - If 1

°C,

frekwensi nadi 100 - 120 kali permenit, anorexia kompleks, depresi yang nyata, gerakan ruminal berkurang atau terhen-ti dan otot menjadi lemah sehingga ィ・セ。ョ@ selalu berbaring pada satu sisi. Reaksi lokal dapat terlihat gejala-gejala sebagai berikut kuartir yang terinfeksi bengkai{, keras, sakit bila disentuh dan suhu ambing ュ・ョゥョセサ。エ@ (Blood dan Henderson, 1963).

Staphylococcus adalah kuman pembentuk n'1nah. Pada pemeriksaan patologis anatomis terlihat adanya penimbunan nanah di dalam sinus dan duktus laktiferus. Oleh karena itu geja1a khas yang nampak terbentuknya gangraena yang meluas. Gangraena terjadi seCara cepat, dimana dalam

wak-tu lebih kurang 24 jam dapat menjadi hitam dan mengeluar-kan serum. Juga disertai emphisema subcutaneus dan pem-bentukan lepuh. Penyebaran gangraena mulai terjadi sete-lah 6 -

7

hari (Blood dan Henderson, 1963).
(23)

terlihat adanya Staphylococcus dalam jumlah banyak.

Selain i tu di seki tar jaringan yane; mengalami nekrotik

banyak di temukan sel-sel neu trophyl (Anderson, 19(2). 12

Staphylococcalmastitis akut. Slanctz dan Bartley

(1953) yang disitasi oleh Anderson (1982), mempelajari

penyebab staphylococcalmasti tis akut dengan cara

mengino-kulasi alpha エッャセウゥョ@ dari §.. aureus ke kelenjar ambing

sa-pi. 'l'idak terlihat adanya gangraena, terjadinya hal ini

diduga karena jumlah alpha toksin yang diinokulasi

terla-lu sedild t. Inokulasi alpha toksin dillam ,iumlah yang

sa-ma pada kelen.jar ambing tikus ternyata dapat monyebabkan

nekrosa jaringan runbing.

Kejadian ョ・ャセイッウ。@ jaringan ambing sapi sering

terja-di pada akhir laktasi atau permulaan masa kering kandRng.

Gejala klinis tidak jelas dansoring diabaikan oloh

peter-nak, sehingga dapat berlanjut menjadi

staphylococcalmasti-tis kronis. Penurunan produksi susu yang terjadi sering

diduga karena proses asiologis kelenjar ambing pada akhir

laktasi. §.. aureus lebih sering di エ・ュオャセ。ョ@ se hagai penye-ba b staphylococcalmasti tis peraku t dan akut Hiセ」@ Donald dan

Anderson, 198.3).

Staphylococcalmastitis kronis. Kejadiannya merupakan

lanjutan dari staphylococcalmastitis akut. Kelenjar

am-bing yang tersorang tidak memperlihatkan adanya perubahan

secara klinis. Salah satu gejala yang nampak adalah

(24)

memperlihatkan adanya infeksi kelenjar ambing yang disertai dengan terjadinya perubahan kimiawi dan fisik air susu

(International Dairy Federation, 19'11). Blood dan Hender-son (1963) menambahkan bahwa kuartir yang menderi ta staphy-lococcalmastitis kronis jika dipalpasi akan terasa kenyal akibat pembentukan tenunan ikat.

Reseang (1982), menyatakan 「。ィキ。セN@ epidermidis meru-pakan bakteri penyebab utama mastitis kronis. Penetrasi Staphylococcus yang masuk secara laktogen maupun

hemato-gen adalah pada epitel kisterna dan duktus laktiferus. Kemudian Frost dkk (19'17) yang disitasi oleh Anderson

(1982) menambahkan bahwa Staphylococcus yane; terdapat pa-da epitel kisterna pa-dan duktus laktiferus akan segera ber-pindah ke alveoli kelenjar ambing dan membentuk pusat pe-radangan.

(25)

14

dan leukosit pada kelenjar ambing dapat mengaldbatkan

ter-jadinya perubahan komposisi air susu secara kimiawi dan

fi-sis. Jika leukosit berhasil melemahkan kuman penyebab

pe-radangan, rnaka dalam beberapa hari peradangan dapat

terhen-ti. Terhentinya peradangan kadang-kadang diikuti dengan

pembentukan tenunan ikat di sekitar saluran air susu.

Hal ini dapat menghambat pengeluaran air susu sehingF,a

terjadi penurunan produksi bahkan dapat menyebabkan

ber-hentinya produksi susu dari kuartir yang menderi tao

Pengendalian

Kejadian staphylococcalmastitis erat hubungannya

de-ngan keadaan sani tasi kandang yang kurang baik dan cara

pemerahan yang tidak legeartis. Maka dalam tindakan

ngendalian dilakukan dengan memperbaiki tata laksana

pe-ternakan dan meningkatkan kebersihan kandang, serta

mem-ー・イィ。エゥャセ。ョ@ tata cara pernerahan yang benar. Selain

daripa-da i tu dilakukan juga tindaripa-dakan pengobatan untuk

menghilang-kan infeksi pada tiap kuartir yang terserallg-mastitis.

Pencegahan. Cara pencegahan staphylococcalmasti tis

ataupun streptococcalmastitis yang dianjurkan oleh

"Natio-nal Insti tu t for Research in Dairying" di -Shinfield,

di-sitasi oleh Wesen dan Schulhz (1970) adalah sebagai

beri-kut : Sebelum pemerahan ambing dan puting susu harus

dicuci bersih dengan air yang mengalir, kemuciian

(26)

Tindakan ini bertujuan'untuk mengurangi popula-si mikroorganisme yang berada di seki tar kuli t ambing dan puting susu.

Sesudah pemerahan puting didisinfeksi untuk me-ne\can ,jumlah mikroorganisme yang berasal dari

sisa air susu pada ujung puting. Ada dua cara yang umum digunakan yaitu mencelupkan puting ke

dalam larutan disinfektan (teat dipping) dan menyemprot puting dengan larutan aisinfektan (teat spraying). 'rindakan disinfeksi pu ting sebaiknya dilakukan secara rutin dan dipakai. disinfektan yang efektif.

Bila pemerahan dilakukan dengan mesin perah, ma-ka sebelum dipama-kai mangkok pemerah diusahama-kan dalam keadaan steril.

Natke illck (1972) menganjurkan disamping meningkatkan sanitasi kandang dan alat-alat pemerah dalam lindakan pen-cegahan staphylococcalmastitis perlu dilakukan pengawasan terhadap kesehatan tenaga pemerah. Sheldrake dan Hoare (1983) menekankan perlunya peningkatan tata Iaksana peter-nakan dalam usaha mencegah kejadian mastitis, serta tindak-an pengobattindak-an ytindak-ang terinfelcsL

(27)

16 penyebab staphylococcalmastitis melekat pada pusnt pera-dangan di dalam jaringan ambing (Anderson, 1982). Kega-gal an pengobatan staphylococcalmastitis dengan mengguna-kan penicilin sering dialami. Hal ini disebabkan sifat reistensi daripada Staphylococcus terhadap antibiotik ter-sebut. Penelitian yang dilakukan oleh He Donald dan Ander-son (1981) di India mengenai resistensi Staphylococcus ter-hadap penicilin. Kegagalan pengobatan staphyloeoccalmas-titis dengan menggunakan penicilin meneapai 11

%

dari se-jumlah kasus staphylococcalmastitis yang diamati. Sedang-kan di Canada kegagalan pengobatan staphylococcalmasti tis

dengan menggunakan penicilin meneapai 15 ;T, (Seddon, 1965). Blood dan Henderosn (1963) dan Seddon (1965) meneatat

ke-セ。ァ。ャ。ョ@ pengobatan staphylococealmastitis dengan

(28)

staphylococcalmastitis dapat mencapai derajat penyembuhan 60 - 80

%

(Anonimus, 1982).
(29)

BAHAN DAN HETODA

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada beberapa peternakan sapi perah di daerah Ciomas, Beji dan Cisarua. Dimulai sejak bulan Juli sampai dengan bulan September 1985.

Bahan dan Alat

Bahan. Bahan peneli tian yang digunakan adalah air susu sapi perah yang menderita mastitis.

Bahan yang dipergunakan di lapangan adalah alkohol dan air sabun. Sedangkan untuk keperluan di laboratorium dipergunakan media-media seperti agar darah, agar nutrien, mannitol salt agar, glukosa dan larutan peroksida

3

%,

NaCl fisiologis, plasma darah kelinci serta zat-zat pewar-na gram.

Alat-alat. Alat-alat yang digunakan di lapanganoada-lah botol sampel steril yang bertutup, tabung reaksi, ter-mos es, kapas, kain lap atau kertas tissue dan ember.

(30)

Metoda

Rangkaian pene1i tian terdiri dari anamnese, pemerik-saan kasus mastitis di kandang, pengambi1an sampe1, iso-1asi dan identifikasi bakteri penyebab mastitis terutama Staphylococcus.

Anamnese. Anamnese diperoleh dari hasil wawancara dengan peternak atau orang yang mengurus peternakan, menge-nai sapi yang rnengalami penurunan produksi susu dan peri-hal yang berkaitan dengan tata laksana peternakan.

Pemeriksaan kasus mastitis di kandang. Pemeriksaan kasus mastitis di kandang yang dilakukan adalah pemeriksa-an klinis dpemeriksa-an ー・ュ・イゥャセV。。ョ@ air susu. Pemeriksaan klinis rneliputi perneriksaan urnum seperti pengukuran suhu badan, frekwensi pernafasan dan denyut nadi dan perneriksaan lokal kelenjar ambing yaitu mengamati ada エゥ、イオセョケ。@ pembengkakan, peningkatan suhu, kemerahan dan konsistensi ambing.

Pemeriksaan terhadap air SU6U yaitu melihat keadaan fisik air susu dan uji alkohol dengan cara mencampurkan air susu dan larutan alkohol

70%

dalarn jurnlah yang sarna. Hasil po-sitif pada uji alkohol ditunjukkan oleh adanya penggumpal-an !carena terjadi pengendappenggumpal-an casein (Resspenggumpal-ang dpenggumpal-an Nasution, 1982) •
(31)

20

klinis secara umum ditemukan penyimpangan dan secara lokal

pada kelenjar ambing ditemukan gejala klinis. Bahkan

da-pat terlihat adanya eumpalan darah pada pemeriksaan fisik

air susu. Dieolongkan kasus masti tis subklj.nis apabila

terjadi penurunan produksi susu dan uji alkohol positif

tetapi tidak terlihat gejala klinis mastitis.

Pengambilan sampel. Sampel diambil dari lmartir yang

positif menderita mastitis, sebanyak lebih kurang

5

ml.

Di tampung ke dalam botol yane steril kemudian di bawa ke

laboratorium dengan menggunakan termos es.

Pengambilan sampel dilakukan seaseptis mungkin untuk

menghindari terjadinya kontaminasi. Kelenjar ambing

dicu-ci bersih, kemudian ujung puting didisinfeksi dengan

alko-hoI 70%. Setiap hendak mengambil sampel operator mencuci

tangan dengan disinfektan. Air susu yang ditampung adalah

setelah pancaran ke empat, sewaktu menampung air susu

di-usahakan agar ujung puting tidak menyentuh mulut botol.

Setiap botol sampel diberi nomor sesuai dengan bagian

kuar-t i r dan nomor sapi yang diambil air susunya.

Isolasi dan identifil<asi bakteri Staphylococcus •.

Di-laboratorium sampel dibiakkan pada aear darah, kemudian

dieramkan pada inkubator selama 18 - 24 jam dalam suasana

aerob. Sebelum pembiakan sampel air susu dikocok sampai

homogen.

(32)

secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara

rnak-roskopis ia1ah me1ihat sifat pertumbuhan koloni yaitu

ben-tuk,warna, tepian dan sifat'hemo1isa (Bergey, 1975).

Se-dangkan pengamatan secara mikroskopis di1akukan pewarnaan

gram metoda Hucker untuk mengetahui sifat gram dan

morpho-logi bakteri.

Pada pene1i tian ini hanya dilalmkan isolasi dan

iden-tifikasi balderi Staphylococcus, sehingga perlokuan

selan-jutnya dikhususkan pada bakteri yang berbentuk coccus dan

bersifat gram positif. Iso1at bakteri tersebut dibiakan

pada agar nutrien, kernudian dilan,iutkan dengan pengujian

biokemis untuk menentukan spesies bakteri. Urutan

(33)

22

Sam pel air susu

1

Agar darah

1

Bentuk

&

Sifat Gram

1

Coccus, Gram +

Uji katalase

L

dan I, ?agulase 4 uji

,

(

-

) (+ ) セャゥ」イッ」ッ」」。」・。・@ Streptococcus

1

J

Fermentayi glukosa

l

( + )

(+ )

Staphylococcus

セ@

Mannitol Salt Agar I

t

(-)

fl.

aureus

fl.

epidermidis

セ@

(-)

[image:33.600.89.518.68.505.2]

Micrococcus

(34)

Berdasarkan kritoria diagnosa mastitis seperti yang disebutkan pada bahan dan metoda dari tulisan ini, di1a-kukan pengamatan terhadap beberapa ekor sapi perah y"ng sadang 1aktasi (tabe1 1).

Tabe1 1. I(asus 1·1asti tis paei",· Bo berapa Lol{asi Peternakan di Daerah Bogor

Jum1ah sapi KaStls mAstitis

1.okasi yang diamati jum1ah klinis subldinis (akor) (akor) (%) (elear) (%) (okor) ( }6)

Ciomas 22 11 50,0 3 13,6 8 j6,4

Beji 85 13 15,0 2 2,4 11 12,9

Cisarua 60 12 20,0 3 5,0 9 15,0

Jum1ah 167 36 21,6 8 th8 28 16,8

Jum1ah kose1uruhan sapi yang dinmati dari tiga 10kasj. ada1ah sebanyak 167 ekor. Dari jum1ah tersebut ditemuko.n 21,6

%

mendori ta mastitis yang terdiri dari If, 8 % menderi-ta mastitis k1inis dan 16,8

%

menderita mastitis subk1inis. ])i daerah Ciomas diadakan pengamatan sebanyak 22 akor, ka-sus mastitis ditemukan sebanyak 50,0 % terdiri dari 13,6 %
(35)

24

Cisarua dari 60 ekor sapi yang diamati di temul<an 20,0 9-S

kasus mastitis, 5,0

%

diantaranya ada1ah kasus mastitis

k1inis dan 15,0 セB@ ada1ah kasus mastitis subk1inis. Sampe1 air susu diambi1 dari },uartir yang posi tif

menderita mastitis berdasarkan hasi1 pengamatan kasus

mas-ti mas-tis di kandang. Jumlah sampel yang diperiksa adalah

144 sampel. Basil pemeriksaan bakteriologis terhadap llflf

sampe1 tersebu t didapatkan 165 iso1at coccus gram pOGi ti f dengan perincian seperti yang disajikan pada tabel 2.

Tabe1 2. Jenis dan Jumlah Iso1at Bakteri Bentuk Coccus Gram Posi tif dari Kasus Nasti tis

Jenis isolat Jum1ah isolat

%

S

_.

epidermidis 78 47,3

§.. aureus 51 30,9

Sreptococcus .!ill. 27 16,3

Micrococcus .§ll 9 5,5

---,Tumlah 165 100,0

Isolat §.. enidermidis merupakan isolat yane terbanyak

didapatkan dari isolat bakteri coccus gram positif yaitu

sebanyak 47,3 96. Urutan selanjutnya adalah

fl.

aureus

se-banyak 30,9

;;6,

Streptococcus .§ll sebanyak 16,3 }" dan
(36)

Hubungan antara tanda-tanda k1inis mastitis dengan jenis bakteri penginfeksi dapat dibaca pada tabel

3.

Tabel

3.

Jenis t1asti tis dan Jenis Bakteri Pen,,>i.nfeksi

Jenis bakteri Kasus mastitis Jllm1ah

. klinis subk1inis

§.. aureus

27

(58,7

%)

19

Ut

l

,3

X)

46

s

-' epidermidis

7

( 9,6

%)

66 (90, Lf %)

73

s

aureus dan

If (80,0 %) 1 (20,0

%)

5 - '

§.. eni dermidis

§.. aureus 1ebih banyak ditemukan sebagai penyebab mastitis klinis

58,7

%

dibandingkan sebagai penyebab mas-titis subklinis It1, 3 ゥセN@ §.. epidermiili.s lebih banyak di-temukan pada kasus mastitis subklinis yaitu 90,4

%

sedang-kan pada Imsus mastitis Idinis hanya di temusedang-kan 9,6 %.

Infeksi campuran antara §.. aureus dan §.. epidermidis 1ebih banyak ditemukan sebagai penyebab mastitis k1inis 85,0 5'6

[image:36.605.98.497.189.326.2]
(37)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan saml'el air susu di la-boratorium didapatkan kasus staphylococcalmasti tis lebih tinggi dibandingkan dengan kasus streptococcalmastitis atau kasus mastitis akibat infeksi bakteri lain. Fersen-tase kasus staphylococcalmastitis dan kasus streptococcal-mastitis adalah 78,2 セAV@ dan 16,3 セL[N@ Hal ini sesuai dengan hasil peneli tian 'l'umbelaka (1981+) mengenai kasus mastitis di daerah Bogor, bahwa kasus mastitis akibat infeksi Sta-phylococcuS!ill. sebanyak 78,/j. セセ@ dan kasus mastitis akibat infeksi Streptococcus !ill. sebanyak

4,7

7;. Demildan pula hasil penelitian Warudju dan Budiharta (1985) di daerah Yogyakarta khususnya di Kabupaten Bantul dan Sleman bah-wa Staphylococcus merupakan mikroorganisme yang paling dominan sebagai penyebab mastitis yaitu 52 - 55 96 sedang-kan infeksi oleh Strentococcus !ill. sebanyak 8 - 13

96.

Hal yang senada juga dilaporkan oleh Johnston dkk (1966) yang mengadakan penelitian secara acak pada suatu populasi sa-pi perah di daerah New South Wales. Kasus staphylococcal-mastitis lebih dominan daripada kasus staphylococcal-mastitis akibat

in-feksi jenis ball:teri lain.

(38)

diamati umumnya kurang memenuhi syarat, ャセ・ュオョァォゥョ。ョ@ hal

ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingri""

nya kasus staphylococcalmastitis pada peternakan tersebut.

Pada beberapa lokasi pengamatan terlihat lantai kandnng

yang kotor akibat adanya timbunan feses, drainage yang

tidak lancar dan terdapatnya timbunan sampah di dekat

kandang. Hoare dan Barton (1972) menyatakan bahwa

tinggi-nya kaSllS staphylococcalmasti tis "da kai tantinggi-nya dengan

penggunaan antibioti\, yanp; mengandung preparat penicilin

pada pengobatan mastitis. Hasil penelitian mereka

menun-jukkan hanya 1+0 % dari kasus staphylococcalmasti tis yang

dapat disembuhkan dengan menggunakan penicilin.

Penici-lin dimaksudkan untuk'menekan pertumbuhan bakteri gram

posi tif teru tama golongan Streptococcus, karena

sebelum-nya diduga penyebab utama mastitis adalah Strentococcus

agalactiae. Selan,iutnYa masalah ini dijelaskan oleh

Yokomizo dan Isayama (1977) bahwa ada beberapa

strain'Sta-phylococcus yang mampu mensintesa enzim penicilinase maka

penicilin yang digunakan pada pengobatan kurang peka.

Opdebeeck dan Nocross (1983) menjelaskan dari segi lain,

bahwa Staphylococcus yang sering berkontak. dengan

penici-lin akibat pengobatan yang tidak teratur dapat

mengakibat-kan.terbentuknya strain yang resisten.

Berdasarkan hasil pengamatan kasus mastitis di

kan-dang dan diikuti demgan pemeriksaan laboratorik sampel,

(39)

28 kasus staphylococcalmastitis klinis yaitu sebanyak

58,7

%

daripada kasus staphylococcalmastitis subklinis yaitu

41,3

%.

Demikian pula infeksi campuran an tara

2.

aureus dan_.§.. enidermidis 80,0 % di temukan pada kuartir yang men-derita staphylococcalmastitis subklinis yang hanya 20,0

%.

Hasil penelitian Rahman dan Baxi (1983) menunjukkan pula bahwa 61,9

%

dari kasus ウエ。ーィケャッ」ッ」」。ャュ。ウエゥセゥウ@ klinis pa-da sapi pa-dan kerbau di India disebabkan oleh infeksi

2.

§g-セN@ Mc Donald dan Anderson (1983) menjelaskan bahwa

2,. aureu.s adalah j enis 「。ャセエ・イゥ@ yang paling patogen di an-tara semua jenis Staphylococcus.

£.

aureus dapat menyebab-kan staphylococcalmastitj_s yang bersifat akut maupun kro-nis. Resistensi kelenjar ambing, virulensi Staphylococcus, status laktasi pada saat infeksi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tanda-tanda klinis mastitis dan derajat peradangannya. Sifat

2.

au reus yang lebih patogen dari-pada jenis Staphylococcus lain di,ielaskan oleh Laskin dan Lechevalier

(1974),

karena beberapa strain .§. aureus mam-pu menghasilkan toksin yaitu hemolisin yang dapat merusak eritrosit hewan mamalia dan manusia.
(40)

subklinis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brown (1983), bahwa umumnya mastitis subklinis pada sapi perah disebab-kan oleh infeksi

0..

epidermidis. b・イ、。ウ。イャセ。ョ@ hasil pene-litian Wilson dan Richard (1980) pada sekelompok sapi pe-rah di Inggris menyatakan pula bahl'la kasus mastitis sub-klinis yang disebabkan' oleh §.. epidermi dis menunjukkan angka yang tertinggi eli bandingkan elengan bakteri penye bab mastitis yang lain. Dan infeksi ini d<1pat"monyobabkan penurunan produksi susu sebanyak 2 - 3 kg per hari dari tiap kuartir.
(41)

KESHll'ULAN

1. Dari 167 ekor sapi perah yang diamati, terdapa.t 36

ekor (21,6 %) yang menderita mastitis.

2. Dari 36 kasus mastitis tersebut terdapat B ekor (22,2 セI@ kasus mastitis klinis dan 28 ekor (77,8 %) kasus

mas-h t i s subklinis.

3.

Basil pemeriksaan laboratorik terhadap 144 kuartir

dari 36 ekor sapi penderi to. mash tis di temu]{an 78,? Y kasus staphylococcalmastitis.

Lt. Persentase isolat Ii. enidermidis 1t7,3 ;e,§.. aureus 30,9

%, Streptococcus .!ill 16,3 % dan t1icrococcus .!ill 5,5 ;;.

5.

Ii.

aureus lebih banyak ditemukan ウ・「。ァセゥ@ penyebab

staphylococcalmasti tis klinis, sedangkan

2.

epidermi-dis sebagai penyebab staphylococcalmastitis subklinis.

6. Faktor-faktor yang mempengarllUi tingginya kasus

sta-phylococcalmastitis adalah keadaan sanitasi kandang

yang kurang baik, cara pemerahan yang tidak legeartis,

(42)

1. Pada kasus staphy1ococca1mastitis, uji sensitifitas

perlu dilakukan untuk menentukan antibiotik yanG

te-pat dalam tindakan pengobatan.

2. Untuk menekan ke,jndtan staphylococcA1mastitts program

sanitasi pnda ussha peternakan snni perah wajib 、ゥQセォᆳ

(43)

DAFTAR PUS'EAKA

Anonimus. 1982. Pedoman pengendalian penyakit hewan me-nular. Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat Jen-deral Peternakan Departernen Pertanian. Jakarta. Anderson, J. C. 1982. Progressive pathology of

staphylo-coccalrnasti tis with a note on control, immunisation and therapy. The Vet. Recrd 17: 372 - 376.

Blood, D.C and J.A. Henderson. 1963. ne.

3

th ed. Bailliere Tindall. Buchanan, H.E: and N.E:. Gibbon. 197'5. determinative' bacteriology. 8th

and Wi lkins Company. Hal timore.

Veterinary medici-London.

Bergey's manual of ed. '1'he 'Williams Brown. R.W and R.K. Sherer. 1978. Classification

dermidis and Micrococcus strain isolated from milk. Am. J. Vet. Hes. 39 C:» '167 - '171.

of fl. epi-bovine Blobel, Hand T. Scheliesser. 1980.

riellen Infektionen bei 'rieren. lag. Stuttgart. New York.

Handbuch der bakte-Gustav セセウ」ィ・イ@

ver-Brown, R.W. 1983. Biotypes of .8,. epidermidis and micro-coccus organisms, isolated from intramammary infecti-on, reclassified into spesies of the Renus Staphylo-coccus. Cornell Vet. '13: 109 - 116.

Cowan, S.T and K.J. Stael. 1973. cation of medical bacteria. Press, London.

Manual of the identifi-Cambridge University Cottral, G. E. 1978. Hanual of standardized methods for

Veterinary microbiology. Comstock publishing associa-ted a divisi of Cornell University Press London.

DeVries, L.A. 1979. identification of clumping faktor negati ve Staphylococci isolated from cow's udder. Res. in Vet. Sci. 27: 313 - 320.

}<'orbes, D. 1969. The pathogenesis of bovine mastitis. '1'he vet. Bull. 39 (8) : 529 - 539.

Hoare, R.J.T. and M.D. Barton. mastitis problem hers. I. tion. Aust. Vet. J. 48:

1972. Investigation in Bacteriological

(44)

Hamidjojo, A.N. 198/+. Pengaruh pemberian kombinasi 。セᆳ

tibiotik cloxacillin - ampicillin terhadap bakterl patogen dan' jumlah sel somatik susu sapi penderita mastitis subklinis (MSK). Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogar. Bogor.

International Da:Lry Federation. 1971. Annual Bull. Part II. A monograph on bovine mastitis part I. Secreta-riat general, federation internationale de laiterie bruxelles.

Johnston, K.G.; E.E. Lepherd and Peter. 1966. Bovine mas.ci tis in the camden District of New South Wales. Aust. Vet. J. 42: 405 - 411.

King, J.S. 1981. Streptococcus uberis A review of its role as a causative organism of bovine mastitis I. Charateristic of the organism. British Vet. J. 137 36.

Laskin, A.I and H.A. Lechevalier. 1974. Handbook of mi-crobiology. Condesed ed. CRC press, inc. Ohio. Mc Donald, J.S and A.J. Anderson. 1981. Antibiotic

sen-sitivity of

2.

aureus and coagulase negative Staphy-lococcus isolated from infected bovine mammary gland. Cornell Vet. 71: 391 - 396.

Mc Clure, T.J.; K.L. Hughes; A.E. Dowell; S.M. l'1urphy and E. Joyce. 1966. Mastitis in dairy cattle in the moss vale district of New South Wales. Aust. Vet. J. 42: 194 - 198.

Mc Donald, J.S. 1975. study of the teat periodes.

Am.

J.

Radiographic method for anatomic canal: changes between milking of Vet. Res. 36(8): 1241 - 1242. Mwakipesile, S.M; C.W Holmes and Y.F. Moore. 1983.

An-tibiotic therapy for subclinical mastitis in early lactations; Effects on infection, somatic cell count and milk production. New Zealand. Vet. J. 31: 192-195.

Natzke, R.P: R.W. Everett; R.S. Guthrie; A.M. Meek; W.G. Merrill; S.J Robert and G.H. Schmidt. 1972. Mastitis control program: effect on milk producti-on. J. of Dairy Sci. UUHセI[@ 1256 - 1260.

(45)

34 Opdebeeck, J. P and N. L. Norcross. 1983. Frequency and

immunologic,cross reactivity of encapsulated

2.

2ll-セ@ in bovinemilk in New York.

Am.

J.

Vet. Res. 44(6): 986 - 988.

Ressang, A.A dan A.M. Nasution. 1982. Pedoman mata pe-lajaran ilmu kesehatan susu. Bagian Kesehatan MiJ,sya-rakat Veteriner. Fakul tas Kedokteran I-Iewan. Insti-tut Pertanian Bogor. Bogor.

• 1984. Patologi khusus veteriner. Edisi ke ----=d-u-a-.-NV Percetakan Bali. Bali.

Rahman, H. and K.K. Baxi. 1983. isolated from clinical cases Vet. J. 60: 434 - 437.

Antibiogram of patogen of mastitis. Indian Seddon, H.R. and D.P. Albiston. 196'5. Diseases of

Domes-tic animal in Australia Vol. II - Bacterial disease. Commonwealth of Australia Department of Health.

Sheldrake, R.F. and H.J.'l'. Hoare. 1983. Role of premilk-ing teat skin disinfection in preventpremilk-ing §.. aureua mastitis.

J.

of Dairy Res. 50: 101 - 105.

Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi reprodukdi pada ternak. Angkasa. Bandung.

Tranter, W.P. 1982. Bovino mastitis dalam AUIDP short course in veterinary epidemiology. Fakultas Kedok-teran Hewan. Institut Pertanian Bogar. Bogor. Tumbelaka, L.I.T.A. 1984. Kausa mastitis bacterial dan

cara diagnosa laboratorium. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

w・ウ・ョLdNpセ@ and L.H. Schultz. 1970. Effectiveness of a postmilking teat dip in preventing new udder infecti-ons. J. of Dairy Sci. 53(10): 1391 - 1403.

Wilson, G.S. and A. Miles. 1975. Topley and Wilson's principle Df bacteriology, virology and immunity, Vol. I. Edward Arnold ltd. London.

Wilson, C.D. and M.S. Richard. 1980. A survey of masti-tis in the Brimasti-tish dairy herd. Vet. Rec. 106: 431 - 435.

(46)
(47)

I,

I

1=1<:

H.

STAPHYLOCOCCALMASTlTlS

SKRIPSI

Oleh

MAYA WIJAYA B 180737

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(48)

MAYA WIJAYA. Staphylococcalmastitis (Di bawah bimbingan SRI UTAHI PRAHONO).

Pene1itian ini bertujuan untuk mengetahui frekwensi kejadian mastitis イオセゥ「。エ@ infeksi Staphylococcus pada be-berapa peternakan sapi perah di daerah Ciomas, Beji dan Cisarua. Bahan penelitian yang digunakan adalah air susu sapi perah yang menderita mastitis klinis dan subklinis.

Hasil pemeriksaan laboratorik terhadap lLf4 sampel didapatkan 165 iso1at bakteri coccus gram positif. Perin-cian jumlah dan jenis brurteri adalah sebagai berikut :

78 isolat (If7,3 %)

2.

epidermidis, 51 isolat 00,0 %)

2.

aureus, 27 isolat·

(16,3 %)

Streptococcus 2P"

9

isolat

(5,5

%) Micrococcus 2P,.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahVla kasus masti-tis akibat infeksi Staphylococcus 2P, atau kasus

staphylo-coccalmastitis sangat tinggi (78,2

%)

dibandingkan kasus mastitis akibat infeksi bakteri lain. 'ringginya kasus staphylococcalmasti tis dapat disebabkan sani tasi kandang yang Imrang, cara pemerahan yang tidak legeartis, pengo-batan yang tidak tepat, adanya strain Staphylococcus yang resisten terhadap antibiotik yang dipakai untuk pengobatan.
(49)

STAPHYLOCOCCALMASTITIS

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

セャ・ュー・イッャ・ィ@ Gelar Dokter Hewan Pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogar

oleh Haya Wijaya

B. 180737

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(50)

SKRIPSI

Oleh Maya Wijaya

B.

180737

'l'elah diperiksa dan disetujui oleh

Dr. Sri Utami Pramono Dosen Pembimbing

25

Juli

1986

(51)

HIWAYAT HIDUP

Penu1is dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal ?3 September 1962, sebagqi anak ke delapan dari sembilan ber-saudara. Orang tua penulis, ayah.' bernama Abdi 'IIijaya dan i bu bernama Maria.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1974 di SDN Kompleks Bonerate Ujung Pandang, 8eko-lah Menengah Pertama pada tahun 1977 di SI1P Bonerate Ujung Pandang dan Sekolah.Menengah Atas pada tahun 1981 di SHA Negeri I Ujung Pandang.

Pada tahun 1981/1982, me1alui proyek Perintis II

pe-ョオセゥウ@ terdaftar sebagai mahasiswa di Institut Pertanian

(52)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa atas rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memper-Dleh gelar dokter hewan pada Fakultas Kedokteran Ilewan Institut Pertanian Bogor. Disusun berdasarkan studi ke-pustakaan dan peneli tian di laboratorium mikrobiologi FKH-IPB.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Sri Utami Pramono sebagai dosen pembimbing yang telah banya!, memberi bimbingan kepada penulis mUlai dari peneli tian sampai selesainya skripsi ini. 2. Bapak Dr. Fachriyan H. Pasaribu dan Bapak Drh. Yoebal

Ganesha, atas bimbingannya selama セ・ョオャゥウ@ melaksana-kan penelitian.

3.

Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Dati II Bogor beser-ta sbeser-taf yang telah memberi izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di daerah Bogor.

4.

Staf perpustakaan F'KH-IlOB, Balitvet Bogor, BlOT Ciawi dan staf pee;awai laboratorium mikrobiologi FKH-IlOB, at as segala bantuannya.
(53)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwapenyajian skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karen a itu kritik dan saran dari para pembaca ウ。ョセ。エ@ penulis harapkan demi per-baikan untuk pembuatan tulisan selanjutnya. Akhir kata, semega apa ケ。ョAセ@ disajikan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.

(54)

DAF'l'AR TABEL

...

DAF'l'AH GAMBAR

...

PENDAHUI.UAN

...

TINJ AUAN KEPUS'fAKAAN

...

Bakteri Penyebab Sifat-sifat Bakteriologik

Staphylococcalmastitis

...

Mekanisme Infeksi

...

l)engendalian ... ..

BAHAN DAN tm'I'QDA

.. ..

..

..

..

.. .. .. ..

..

.. .. ..

..

.. ..

..

..

..

..

..

.. ..

..

.. ..

.. .. ..

..

..

Lo\(asi dan Waldu ..

..

.. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. .. .. .. .. ..

.. .. ..

..

.. .. ..

.. ..

Bahan dan Alat

...

Metoda

...

HASH ... PEHBAHASAN .. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

.. ..

..

.. .. .. .. .. .. KESIMPULAN

..

.. .. .. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. .. ..

..

.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..

..

..

..

..

..

..

SARAN

...

(55)

iv

Nomor HaL"Iman

1. Kasus H<:\sti tis pada Beberapa Lokasi.

Peternakan di Daerah Boe;or •••••••••• 23

2. ,Tenis dan Jumlah Isolat Bakteri Bentuk

Coccus Gram Posi tif dari Kasus セQ。ウエェN@ tis 24

Gambar

Gambar 2. Skema Urutan Pemeriksaan Bakteri
Tabel 3. Jenis t1asti tis dan Jenis Bakteri Pen,,>i.nfeksi

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat diartikan bahwa kambing ini akan menghasilkan susu 493,011 liter lebih tinggi pada laktasi-laktasi berikutnya dibandingkan dengan rataan

Kesimpulannya, rata-rata produksi susu yang lebih tinggi, penurunan BCS yang lebih besar, C-LA dini, dan kemudian puncak produksi susu adalah faktor risiko utama yang

kelompok susu sapi UHT dengan rasa dan pewarna dengan susu UHT tanpa rasa dan pewarna yang lebih tinggi dari susu UHT tanpa merek jika dibandingkan dengan media Eagles,

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan produksi susu pada pagi hari lebih tinggi bila dibandingkan produksi susu pada sore hari, dan secara keseluruhan produksi

Angka infeksi B.hominis yang didapatkan dengan pemeriksaan mikroskopis pada penelitian ini sedikit lebih rendah dibandingkan angka yang didapatkan dari penelitian di beberapa

Hal ini dapat diartikan bahwa kambing ini akan menghasilkan susu 493,011 liter lebih tinggi pada laktasi-laktasi berikutnya dibandingkan dengan rataan

Temuan terse- but sesuai dengan penelitian Balasubramanian dkk, 13 yaitu pemeriksaan ultrasonografi toraks mempunyai sensitivitas lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan foto

Secara umum, nilai konsentrasi klorofil-a di perairan Sulawesi Utara, di wilayah Barat dan Timur Gambar 4 dan 5 cenderung lebih tinggi pada periode El Niño dibandingkan periode La Niña