• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kadar Nitrogen Dalam Crumb Rubber Mutu Sir 20 Dan Crumb Rubber Mutu Sir 3 Metode Kjeldhal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Kadar Nitrogen Dalam Crumb Rubber Mutu Sir 20 Dan Crumb Rubber Mutu Sir 3 Metode Kjeldhal"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KADAR NITROGEN DALAM CRUMB RUBBER

MUTU SIR 20 DAN CRUMB RUBBER MUTU SIR 3

METODE KJELDHAL

KARYA ILMIAH

WILLIAM PRODIS SINGARIMBUN

082401048

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISA KADAR NITROGEN DALAM CRUMB RUBBER

MUTU SIR 20 DAN CRUMB RUBBER MUTU SIR 3

METODE KJELDHAL

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar ahli madya

WILLIAM PRODIS SINGARIMBUN

082401048

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Analisa Kadar Nitrogen Dalam Crumb Rubber Mutu SIR 20 dan Crumb Rubber Mutu SIR 3 Metode Kjeldhal

Kategori : Karya Ilmiah

Nama : William Prodis Singarimbun Nomor Induk : 082401048

Program Studi : D 3 Kimia Analis Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2010

Diketahui / Disetujui Oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua, Dosen Pembimbing

Dr. Rumondang Bulan Drs. Abdi Negara Sitompul

NIP.1954 08 30 1985 03 2 001 NIP.1946 07 16 1974 03 1 001

(4)

ANALISA PERBANDINGAN KADAR NITROGEN SIR 20 DENGAN SIR 3 DENGAN MENGGUNAKAN METODE KJELDAHAL

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2011

WILLIAM PRODIS SINGARIMBUN 082401048

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya kertas kajia ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa untuk menyelesaikan program studi D-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan Karya Ilmiah ini dilakukan berdasarkan pengamatan dan analisa penulis selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE, dengan jujul “ANALISA PERBANDINGAN KADAR NITROGEN CRUMB RUBBER MUTU SIR 20 DAN CRUMB RUBBER MUTU SIR 3 METODE KJELDHAL”.

Dalam pengerjaan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan, bimbingan, informasi, pengetahuan dan wawasan yang begitu berharga sehingga memberikan manfaat yang begitu besar dalam proses pengerjaannya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Sahtuhu Singarimbun dan Ibunda Mintaria br Sembiring beserta keluarga yang telah banyak berkorban buat penulis baik moril maupun materil yang tak terhitung nilainya serta Doa yang tulus dari hati seorang ayah dan ibu agar anaknya dapat berhasil dikemudian hari.

2. Bapak Drs.Abdi Negara Sitompul selaku dosen pembimbing saya yang telah memberikan bimbingan yang begitu banyak dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

3. Dr.Rumondang Bulan,MS. Selaku ketua departemen kimia FMIPA USU beserta dosen-dosen departemen kimia yang selama 3 tahun ini mengajar dan membimbing saya.

4. Pak dani sukmayadi, pak Husni yang telah memberikan banyak bimbingan di lapangan dan para karyawan PT. BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE

5. Rekan PKL Rizka Fikih Ertika, Oriza Irawan dan Sri Wahyu Mey Bella yang saling membantu selama PKL

6. Teman – teman seperjuangan di Kimia Analis stambuk 2008 yang telah bersama-sama selama 3 tahun memberikan semangat sehingga saya bis tamat tepat waktu.

7. Teman-teman laboratorium kimia organik, teman-teman ikatan mahasiswa karo FMIPA USU beserta teman-teman GMKI komisariat FMIPA USU

(6)

Penyusun menyadari bahwa penulisan menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juni 2011

Penulis

William Prodis Singarimbun

ABSTRAK

(7)

Dalam analisa ini, perusahaan juga dapat meningkatkan kualitas karet remah jika telah diketahui kadar nitrogen antara kedua klasifikasi karet remah sebagai produk utama yang akan dipasarkan.

ANALYSIS COMPARATION OF NITROGEN CONTENT CRUMB

RUBBER SIR 20 AND CRUMB RUBBER SIR 3 QUALITY

KJELDHAL’S METHOD

ABSTRAC

(8)

In this analysis, firm can also increase crumb rubber quality if was known nitrogen rate among classification second crumb rubber as product of main who will be marketted.

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN I

PERNYATAAN II

PENGHARGAAN III

ABSTRAK V

ABSTRAC VI

DAFTAR ISI VII

(9)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 4

1.4 Manfaat 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis – Jenis Karet Alam 5 2.2 Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis 5 2.2.1 Bahan olah karet 6 2.2.2 Karet Alam Konvensional 7

2.2.3 Lateks pekat 8

2.2.4 Karet bongkah atau Block Rubber 8 2.2.5 Karet spesifikasi Teknis atau Crumb Ruber 8

2.2.6 Tyre rubber 9

2.2.7 Karet reklim atau reclaim Rubber 9

2.2.8 Karet sintetis 10

2.2.8.1 Karet sintetis untuk kegunaan umum 10 2.2.8.2 Karet sintetis untuk kegunaan khusus 11

2.3 Sifat Karet 13

2.4 Komponen Karet 13

2.5Prakoagulasi 15

(10)

2.5.2 Tindakan pencegahan Prakoagulasi dan zat Antikoagulan 20 2.5.3 Antikoagulan yang banyak dipakai perusahaan 21 2.6 Pengolahan karet remah (Crumb Rubber) 23

2.7 Metode Kjeldhal 26

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan 33

3.1.1 Alat 33

3.1.2 Bahan 34

3.2. Prosedur 34

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data 36

4.2 Perhitungan 37

4.2.1 Penentuan % NH3 37

4.3 Pembahasan 39

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 41

5.2 Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Data Analisis % Nitrogen SIR 20 tanggal 10 – 15 Januari 2011 37

(12)

Penyusun menyadari bahwa penulisan menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juni 2011

Penulis

William Prodis Singarimbun

ABSTRAK

(13)

Dalam analisa ini, perusahaan juga dapat meningkatkan kualitas karet remah jika telah diketahui kadar nitrogen antara kedua klasifikasi karet remah sebagai produk utama yang akan dipasarkan.

ANALYSIS COMPARATION OF NITROGEN CONTENT CRUMB

RUBBER SIR 20 AND CRUMB RUBBER SIR 3 QUALITY

KJELDHAL’S METHOD

ABSTRAC

(14)

In this analysis, firm can also increase crumb rubber quality if was known nitrogen rate among classification second crumb rubber as product of main who will be marketted.

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN I

PERNYATAAN II

PENGHARGAAN III

ABSTRAK V

ABSTRAC VI

DAFTAR ISI VII

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan yang berguna untuk kehidupan manusia.

Pada tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah Pemanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis yang ditanam adalah karet rambung atau

Ficus elastic. Jenis karet Hevea (Hevea brasiliensis) baru ditanam tahun 1902

didaerah Sumatera Timur. Jenis ini ditanam di pulau Jawa pada tahun 1906.

(16)

rendahnya mutu produksi karet alam Indonesia. Rendahnya mutu membuat harga jual karet alam di pasaran luar negeri menjadi rendah.

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik , tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Beberapa jenis ban seperti ban radial walaupun dalam pembuatannya dicampur dengan karet sintetis, tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap besar yaitu dua kali lipat komponen karet alam untuk pembuatan ban non-radial.

Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan dasar timbulnya karet spesifikasi teknis. Keistimewaan tiap jenis mutu disertakan pula. Pengolahan karet spesifikasi teknis dimaksudkan untuk mengubah cara – cara pengolahan yang konvensional dengan prinsip usaha menghasilkan karet yang dapat diketahui mutu teknisnya. Diberi nama karet spesifikasi teknis karena penetapan jenis-jenis mutunya didassarkan pada sifat-sifat tiknisnya.

(17)

Rubber Estate pengolahan karet remah terdiri dari 5 jenis pabrik pengolahan yaitu Pabrik DX (pabrik ekstra), Pabrik DM (Dolok Melangir), pabrik FM (Form Material), pabrik NB1 dan Pabrik NB2 untuk lateks. Operasi dari ketiga pabrik tersebut dalam pengolahan crumb rubber pada dasarnya sama, hanya saja perbedaannya terletak pada Spesifikasi mutu tekhnis bahan pembuatan karet remahnya, pemotongan dan pencucian adalah proses utama dalam pembuatan karet remah ini.

Standart Indonesian Rubber (SIR) adalah karret alam produksi Indonesia yang dijual dalam bentuk bongkah dan mutunyadinilai secara teknis didasarkan pada analisa dari beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk uji SIR antara lain: Kadar Nitrogen, Kadar Abu, Kadar Zat Menguap, Plastisasi Awal (Po) dan Plasticity

Retention Indeks (PRI).

Dengan mengetahui parameter-parameter penilaian mutu karet Remah secara spesifikasi teknis ini, penulis tertarik membahas masalah ini dengan mengambil judul : “Analisa Kadar Nitrogen Dalam Crumb Rubber Mutu SIR 20 dan Crumb Rubber

Mutu SIR 3 Metode Kjeldhal”.

1.2 Permasalahan

(18)

Bagaimana perbandingan kadar nitrogen antara karet remah mutu SIR 20 dengan mutu SIR 3 sebagai salah parameter dalam penentuan kualitas karet remah yang paling baik menurut SIR (Standar Indonesian Rubber).

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui perbandingan kadar nitrogen dari karet remah mutu SIR 20 dengan karet remah mutu SIR 3

2. Untuk mengetahui kualitas manakah yang lebih bagus diantara kedua jenis karet remah itu

1.4 Manfaat

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis – Jenis Karet Alam

Ada beberapa jenis karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

Jenis – jenis karet alam yang dikenal luas adalah

1. Bahan olah karet (latek kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar)

2. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe, estate

brown crepe, compo crepe thin brown crepe remills, thick blacket ambers, flat bark crepe, pure smoked blanket crepe, dan off crepe)

3. Lateks pekat

4. Karet bongkah atau block rubber

5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber 6. Karet siap olah (tdyre rubber)

7. Karet reklim (rechlaimed rubber)

2.2 Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis

(20)

sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan karet alam yang tidak dimilii oleh karet sintetis adalah:

- Memiliki daya elastisitas atau daya lenting yang sempurna

- Memiliki plastisitas yang baik sehingga pwngolahan nya cukup mudah - Tidak mudah panas

- Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan yang terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu, maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Hal seperti ini sulit diharapkan dari karet alam. Harga dan pasokan karet alam selalu mengalami perubahan, bahkan kadang-kadang bergejolak. Harga bisa turun drastis sehingga merusak pasaran dan merisaukan para produsennya.

2.2.1 Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Haeva brasiliensis. Bahan olahan karet menurut pengolahannya dibagi menjadi empat macam, yaitu :

1. Lateks Kebun

Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik itu dengan tambahan ataupun tanpa bahan pemantap (zat antikoagulan).

(21)

Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah

disaring dan digumpalkan dengan asam formiat, berupa sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.

3. Slab Tipis

Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah

digumpalkan dengan asam formiat dalam bak penampung. 4. Lump Segar

Lump segar adalah bahan olah karet yang berasal dari lateks kebun yang

dikoagulasi dengan asam formiat di dalam mangkok (cup). 2.2.2 Karet alam konvensional

Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis itu pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Menurut buku Green book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality and Packing

Conferencei (IRQPC), karet alam konvensional dimasukkan kedalam beberapa

golongan mutu.

Jenis – jenis karet alam olahan yang tergolong konvensional menurut Green

Book adalah sebagai berikut :

1. Ribbed smoked sheet

2. White crepe dan pale crepe

3. Estate brown crepe

4. Compo crepe

5. Thin brown crepe remills

6. Thick blanket crepes ambers

7. Flat bark crepe

(22)

9. Off crepe 2.2.3 Lateks pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed latex dan melalui proses pemusingan atau

cetruged latex. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan –

bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. 2.2.4 Karet bongkah atau block rubber

Karet bongkah adalah karet remah yang relah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela – bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.

2.2.5 Karet spesifikasi teknis atau Crumb Rubber

Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat – sifat teknis. Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. Karet sintesis yang permintaannya cenderung meningkat memiliki jaminan mutu dalam setiap bandelanya. Keterangan sifat teknis serta keistimewaan tiap jenis mutu karet sintesis disertakan pula. Hal ini diterapkan juga pada karet spesifikasi teknis. Karet ini dikemas dalam bongkahan kecil, berat dan ukurannya seragam, ada sertifikat uji coba laboratorium dan ditutup dengan lembaran plastik polietilen.

2.2.6 Tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang

(23)

ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber sudah dibuat di Malaysia sejak tahun 1972. Pembuatannya dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis. Tyre rubber juga memiliki kelebihan, yaitu daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintesis.

2.2.7 Karet reklim atau Reclaim Rubber

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang – barang karet bekas, terutama ban – ban mobil bekas dan bekas ban – ban berjalan. Karenanya, boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrab yang sudah divulkanisir.

Alexander Parkes adalah orang yang pertama kali mengusahakan jenis karet ini pada tahun 1846. Sampai sekarang ternyata karet reklim tetap dibutuhkan, bahkan dalam jumlah yang besar. Biasanya karet reklim banyak digunakan sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan tahan lama dipakai.

Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai. Oleh karena itu karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban.

2.2.8 Karet sintetis

(24)

jenis memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara dan bahkan ada yang kedap gas.

Berdasarkan tujuan pemanfaatannya, ada 2 macam karet yang dikenal, yaitu - Karet sintetis yang digunakan secara umum

- Karet sintetis yang digunakan untuk keperluan khusus 2.2.8.1 Karet sintetis untuk kegunaan umum

Karet sintetis ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bahkan, banyak fungsi karet alam yang dapat digantikannya. Jenis – jenis karet sintetis untuk kegunaan umum diantaranya sebagai berikut :

1. SBR (Stirena Butadiena Rubber)

Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. Namun, SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibanding vulkanisat karet alam. 2. BR (Butadiena rubber) atau Polybutadiena Rubber

Dibandingkan dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih rendah dan pengolahannya juga tergolong sulit. Karet ini jarang digunkan tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR

3. IR (Isoprene Rubber) atau polyisoprene rubber

(25)

2.2.8.2 Karet sintetis untuk kegunaan khusus

Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat khusus yang tidak dipunyai karet sintetis untuk kegunaan umum. Sifat yang sekaligus mejadi kelbihannya ini adalah tahan terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi serta kedap terhadap gas.

Beberapa jenis karet sintetsi untuk kegunaan khusus yang banyak dibutuhkan diantaranya sebagai berikut :

1. IIR (Isobutene Isoprene Rubber)

IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses vulkanisasinya, jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat dan belerang. Akibat jeleknya, IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau karet sintetis lainnya bila akan diolah menjadi suatu barang. Sekarang telah dikembangkan IIR jenis bromtimol biru dan klorobutil yang cepat matang pada proses vulkanisasinya

2. NBR (Nytril Butadiene Rubber) atau acylonytrile butadiene rubber

(26)

3. CR (Chloroprene Rubber)

CR memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi dibanding dengan NBR ketahanannya masih kurang. CR juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh terhadap panas atau nyala api. Pembuatan karet sintetis CR tidak divulkanisasi dengan belerang melainkan menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan pemercepat tertentu. Minyak bahan pelunak ditambahkan kedalam CR untuk proses pengilahan yang baik.

4. EPR (Ethylene Propylene Rubber)

Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

2.3 Sifat Karet

1. Pengaruh komponen bukan karet (non-rubber)

Kandungan bukan lateks yang terdiri dari air dan senyawa – senyawa protein, lipida, karbohidrat, serta ion-ion anorganik mempengaruhi sifat karet.

(27)

kebersihan peralatan serta pengawetan serta mencegah terjadinya proses pencucian yang terlalu berat sewaktu pengolahan. Karet yang telah habis kandungan protein dan lipidanya akan mudah dioksidasi oleh udara mengakibatkan sifat elastisitas dan PRI nya menjadi rendah.

Kandungan ion-ion anorganik (Ca, Mg, Fe,Cu, dll) berkorelasi dengan kadar abu didalam analisa karet. Semakin tinggi konsentrasi ion logam semakin tinggi kadar abu. Kadar abu karet diharapkan rendah, karena umumnya sifat logam dapat mempercepat terjadinya proses oksidasi karet. Dalam penanganan bahan oleh karet kotoran dari luar seperti pasir, tanah, dan lain-lain harus dihindarkan.

2. Pengaruh struktur kimia karet

Karet alam adalah suatu polimer dari isoprene dengan nama kimia cis 1,4 poliisopren. Rumus umum moinomer karet alam adalah (C5H8)n. n adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan menunjukkan jumlah monomer di dalam rantai polimer. Nilai n dalam karet alam berkisar antara 3000 – 15.000.

2.4 Komponen Karet

(28)

Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Lateks juga merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat. Di dalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut. Bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0.2% gula, 0.5% jenis garam dari Na, K, Mg, Cn, Cu,Mn dan Fe. Partikel karet tersuspensi atau tersebar secara merata dalam serum lateks dengan ukuran 0.04-3.00 mikron dengan bentuk partikel bulat sampai lonjong.

(29)

yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai peran penting dalam mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya. Lateks merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel karet di dalam lateks terletak tidak saling berdekatan, melainkan saling menjauh karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan listrik ini menimbulkan gerak brown. Di dalam lateks, isoprene diselimuti oleh lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik.

2.5 Prakoagulasi

(30)

seperti ini biasa terjadi ketika lateks berada di dalam tangki selama pengangkutan menuju pabrik pengolahan. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet dengan mutu rendah seperti karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20. Prakoagulasi dapat terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung di dalam lateks berkurang akibat aktivitas bakteri, guncangan serta suhu lingkungan yang terlalu tinggi. Bagian-bagian koloidal yang berupa partikel karet ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar dan membeku. Untuk mencegah prakoagulasi, pengawetan lateks kebun mutlak diperlukan, terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup jauh. Zat yang digunakan sebagai bahan pengawet disebut dengan zat antikoagulan. Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang tinggi atau bersifat basa. Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan. Terdapat beberapa jenis zat antikoagulan yang umumnya digunakan oleh perkebunan besar atau perkebunan rakyat diantaranya adalah amoniak, soda atau natrium karbonat, formaldehida serta natrium sulfit. Lateks para (Hevea brasiliensis) yang dikeringkan memiliki distribusi berat molekul dengan dua puncak pada Mr 1.2xE+5 dan 2xE+6. Lateks para, biasa disebut karet, selain mengandung senyawa yang disebut di atas juga mengandung politerpena yang khas yang menyebabkan memiliki sifat-sifat yang berbeda dari banyak lateks tumbuhan lainnya. Lateks ini sekarang dapat juga dibuat secara sintetis oleh polimerisasi sebuah monomer yang telah diemulsi oleh surfaktan.

2.5.1 Penyebab terjadinya prakoagulasi

(31)

areal perkebunan karet sebelum karet sampai ke pabrik atau tempat pengolahan. Bila hal ini terjadi akan timbul kerugian yang tidak sedikit. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet yang bukan jenis baku dan kualitasnya pun rendah.

Prakoagulasi terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian – bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi .

Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air.

Sebenarnya sistem koloidal bias dipertahankan agak lama, sampai satu hari atau lebih, sebab bagian-bagian karet yang dikelilingi oleh lapisan tipis sejenis protein mempunyai kestabilan sendiri. Stabilisatornya adalah lapisan protein yang mengelilingi tersebut. Dengan berkurangnya kestabilan ini maka terjadilah prakoagulasi. Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut :

1. Jenis Karet yang Ditanam

(32)

2. Mikroorganisme atau jasad-jasad renik

Mikroorganisme banyak terdapat di lingkungan perkebunan karet. Jasad ini dapat berada di pepohonan, udara, tanah, air, atau menempel pada alat-alat yang digunakan. Lateks yang berasal dari pohon karet yang sehatdan baru disadap dapat dikatakan steril atau bersih sama sekali dari mikroorganisme. Apabila mikroorganisme masuk ke dalam getah yang baru disadap, dan melakukan aktivitas hidup di dalamnya, maka akan terjadi reaksi dengan senyawa – senyawa yang terkandung di dalam lateks. Akibatnya , timbul senyawa – senyawa seperti asam dan sejenisnya. Bila banyak mikroorganisme dam lateks, maka senyawa asam yang dihasilkan akan banyak pula. Ini memungkinkan terjadinya prakoagulasi. Oleh karena itu, kebersihan kebun serta alat – alat yang digunakan perlu dijaga agar jumlah mikroorganisme yang merugikan dapat ditekan.

3. Enzim – enzim

Enzim dikenal sebagai biokatalis yang mampu mempercepat berlangsungnya suatu reaksi walaupun terdapat hanya dalam jumlah kecil. Cara kerjanya adalah dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan-bahan karet. Akibatnya, kemantapan lateks berkurang dan terjadilah prakoagulasi. Biasanya enzim – enzim mulai aktif setelah lateks keluar dari batang karet yang disadap.

4. Faktor cuaca atau musim

(33)

mencegah prakoagulasi. Akan tetapi, bila tindakan pencegahan prakoagulasi telah dilakukan. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas yang terjadi.

5. Kondisi tanaman

Tanaman karet yang sedang sedang sakit, masih muda, atau telah tua bias mempengaruhi prakoagulasi. Penyadapan pada tanaman yang belum siap sadap akan menghasilkan lateks yang kurang mantap, mudah menggumpal. Hasil sadapan dari tanaman yang menderita penyakit fisiologis sering membeku didalam mangkuk. Sedangkan tanaman karet tua yang sering sakit – sakitan sering menghasilkan lateks yang sudah membeku di atas bidang sadap.

6. Air sadah

Air sadah atau hard water adalah air yang memiliki reaksi kimia, biasanya bereaksi asam. Apabila air ini tercampur kedalam lateks, maka prakoagulasi akan terjadi dengan cepat. Untuk menjaga jangan sampai Air sadah dipakai kedalam pengolahan, maka dilakukan analisis kimia. Derajat kesadahan air yang masih mungkin digunakan adalah 6°(derajat jerman).

7. Cara pengangkutan

(34)

8. Kotoran atau bahan – bahan lain yang tercampur

Prakoagulasi sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan – bahan lain yang mengandung kapur atau asam. Air yang kotor juga berpengaruh sama. Lateks darri kebun karena rakyat biasanya lebih banyak tercampur kotoran atau bahan – bahan lain daripada lateks hasil perkebunan besar swasta atau milik pemerintah. 2.5.2 Tindakan pencegahan prakoagulasi dan zat anti koagulan

Prakoagulasi dapat dicegah atau dikurangi dengan menambahkan zat-zat tertentu yang lazim disebut antikoagulan. Namun, sebelum menggunakan antikoagulan perlu diketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya prakoagulasi. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui penyebabnya. Apabila prakoagulasi disebabkan oleh penyakit fisiologis, maka tindakan kultur teknis prlu dilakukan terhadap tanaman karet yang tengah menderita. Begitu juga apabila ternyata penyebab prakoagulasi adalah masa penyadapan yang belum waktunya atau tanaman karet terlalu tua.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadin ya prakoagulasi antara lain sebagai berikut.

1. Menjaga kebersihan alat-alat yang digunkan dalam penyadapan, penampungan, maupun pengangkutan. Spouts, mangkuk penampung lateks, ember, dan lain-lainnya harus terlebih dahulu dibersihkan sebelum digunakan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan. Seandainya diangkut dengan kendaraan, maka sarana jalan yang kurang baik perlu diperbaiki.

(35)

3. Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantu agar lateks dapat sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas. Keuntungan lain dari penyadapan sebelum matahari terbit adalah mempertinggi jumlah lateks yang dapat diahasilakan oleh pohon karet. Apabila langkah-langkah diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti yang diinginkan, maka zat antikoagulan dapat digunakan.

2.5.3 Antikoagulan yang banyak dipakai perusahaan 1. Soda atau natrium karbonat

Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau natrium karbonat memang lebih murah. Karena itu, soda banhyak digunakan di pabrik-pabrik pengolahan yang sederhana. Akan tetapi, zat ini tidak dianjurkan digunakan pada pabrik yang mengolah lateks menjadi ribbed smoked sheets atau RSS karena sheet kering yang dihasilkannya akan bergelembung-gelembung atau bubbles. Namun, bila pada keadaan tertentu tidak ada zat antikoagulan yang lain, penggunaan soda pada bahan karet yang nantinya akan dijadikan sheet masih diperkenankan. Yang penting harus dijaga agar jumlah soda tidak terlalu banya.

Pemakaian soda aman untuk karet yang akan diolahmenjadi crepe. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 mL larutan soda tanpa air Kristal (soda ash)10% setiap liter nlateks. Berarti, dalam 5-10 mL larutan soda tersebut terdapat 0,5-1 g soda ash. 2. Amonia

(36)

yang dibutuhkan adalah 0,6-1,2 mL. Bila dengan dosis seperti ini prakoagulasi belum bias dicegah, maka dosisnya dapat dinaikkan 2 kali lipat atau menggunakan larutan ammonia yang berkadar 5%.

3. Formaldehid

Pemakaian formaldehid sebagai antikoagulan paling merepotkan disbanding zat lainnya. Formaldehid kurang baik apabila digunakan pada musim hujan. Apabila disimpan, zat ini sering teroksidasi menjadi asam semut atau asam format. Asam semut dapat menyebabkan pembekuan apabila bercampur dengan lateks. Oleh karena itu, formaldehida yang akan digunakan terlebih dahulu harus diperiksa apakah larutan ini bereaksi asam atau tidak.

Formaldehida yang dipakai sebagai antikoagulan dalam lateks yang diolah menjadi sheets sering menyebabkan sheet yang dihasilkan berwarna lebih muda/pucat. Karet yang rapuh atau short sering terjadi akibat pemakaian formaldehida terlalu berlebihan. Peristiwa ini dikenal dengan shortnes. Dengan berbagaio kelemahannya ternyata formaldehida tetap banyak digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter lateks yang akan dicegah prakoagulasinya. Misalkan menggunakan formalin 40%, maka jumlah yang dibutuhkan adalah 0,6-1,3 mL.

4. Natrium sulfit

(37)

g. Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked sheets atau RSS rata-rata menggunakan ammonia dan natrium sulfit sebagai antikoagulum.

2.6 Pengolahan Karet Remah (Crumb Rubber)

Dalam perdagangan, karet remah atau crumb rubber dikenal juga sebagai “karet spesifikasi teknis”. Disebut demikian karena penentuan kulitas atau penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisis yang teliti di laboratorium dan menggunakan analisis yang mutakhir.

Dewasa ini terjadi persaingan antara karet sintesis dan karet alam, dimana penggunaan dan produksi karet sintetis lebih tinggi dari karet alam. Maka untuk mengatasi persaingan ini, biaya produksi karet alam perlu digunakan. Penyajian karet alam di pasar dunia juga diperbaiki dengna bentuk baru yang berbeda dengan hasil pengolahan secara konvensional, yaitu dengan mengikuti bentuk produk karet sintetis yang berupa bongkah. Bentuk bongkah dibuat setelah bahan baku karet alam ini melalui peremahan terlebih dahulu, sehingga disebut dengan karet remah atau crumb

rubber.

Dalam pengolahan karet remah diperoleh beberapa keuntungan, yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih, lebih seragam dan penyajian lebih menarik. Proses opengolahan karet remah dapat dilakukan dengan beragam proses. Dalam uraian dibawah ini salah satu cara saja yaitu pengolahan proses Guhtrie dengan bahan baku lump dan gumpalan mutu rendah.

Secara umum pengolahan karet remah mengikuti proses – proses berikut :

1. Precleaning

(38)

4. Peremahan dengan extruder 5. Pengeringan (Dryer)

6. Pengempasan (Pengepresan) 7. Penentuan kualitas karet remah

Proses ini akan dibahas lebih dalam pada bab berikutnya (Proses Pengolahan). Adapun uinsur – unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah :

1. Kadar Kotoran (Dirt Content)

Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriteria terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang dari karet. Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran dalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanitas karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga menggangu pada pembuatan vulkanitas tinggi.

2. Kadar Abu (Ash Content)

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan – bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan.

Abu didalam karet mentah terdiri dari Oksida, Karbonat, dan Fosfat dari Kalium, Magnesium, Kalsium, Natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silika atau silikat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet. Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet

(39)

Analisa volatile matter digunakan untuk mengetahui kadar zat yang mudah menguap di dalam karet. Zat menguap didalam karet mentah sebahagian besar terdiri dari uap air dan sisanya adalah zat-zat seperti serum yang mudah menguap pada suhu 1000C. Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan.

4. Mooney Viscosity

Untuk menunjukkan panjangnnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Viskositas dari karet yang berbentuk padatan umumnya diiuji dengan alat Mooney Viscometer yang prinsip kerjanya adalah memutarkan sebuah rotor dengan bentuk silinder didalam karet tersebut.

5. Plasticity Original (Po)

Menunjukkan tingkat plastisitas awal bahan baku.

6. Plasticity Retention Index (PRI)

Untuk menganalisa perbedaan plastisitas awal dan plastisitas karet yang dilakukan dengan tindakan pemanasan

7. Nitrogen Content

Merupakan petunjuk besarnya kadar protein pada karet, Nitrogen yang terdapat didalam karet mentah terutama berasal dari protein dan dapat digunakan sebagai petunjuk besarnya kadar protein.

8. Accelerated Storage Hardening Test (ASHT)

Untuk mengetahui tingkat pertambahan ikatan silang selama penyimpanan, yaitu dengan mengukur selisih plastisitas mula – mula dengan plastisitas karet setelah disimpan pada kondisi yang diatur. Accelerated storage hardening test

(40)

Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah penyimpanan dalam waktu

singkat dengan kondisi yang dapat mempercepat reaksi pengerasan.

2.7Metode Kjeldhal Metoda Mikrokjeldahl

Prinsipnya adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu. Disebut sebagai metode mikro (Mikrokjeldahl) karena ukuran sampel kecil, yaitu kurang dari 300 mg. Jika sampel yang digunakan lebih dari 300 mg disebut metode makro. Metode mikro digunakan pada bahan yang diduga hanya mengandung sedikit N. Analisa protein dengan metode Mikrokjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

1) Proses destruksi

(41)

kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator N terdiri dari campuran K2SO4 dan HgO dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikan titih didih 3 0C. Karena titik didih tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap. Karena hal ini kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif. Selain itu juga dibuat blanko dalam tabung reaksi besar yang berisi katalisator N dan 3 ml H2SO4 agar analisa lebih tepat. Blanko ini berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang digunakan.

Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam tabung reaksi besar kemudian ditambah dengan 3 ml H2SO4 pekat. H2SO4 pekat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan dari adanya bahan protein. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh.

Tabung reaksi besar yang berisi sampel kemudian ditempatkan dalam alat destruksi (destruktor) dan ditutup. Setelah siap alat di-ON-kan dan akan terjadi pemanasan yang mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut :

(42)

Alat destruksi bekerja berdasar prinsip lemari asam. Selama proses destruksi akan dihasilkan gas SO2 yang berbau menyengat dan dapat membahayakan jika dihirup dalam jumlah relatif banyak. Gas yang dihasilkan ini akan bergerak ke atas (tersedot penutup) dan akan disalurkan ke alat penetral. Alat ini terdiri dari dua larutan yaitu NaOH dan aquadest. Awalnya gas SO2 akan masuk dalam tabung yang berisi NaOH. Dalam tabung ini terjadi penetralan gas SO2 oleh larutan NaOH. Kemudian gas hasil penetralan tahap pertama masuk dalam tabung kedua yang berisi aquadest. Dalam tabung ini kembali terjadi penetralan sehingga diharapkan semua gas SO2 telah ternetralkan. Selain dibebaskan gas SO2 juga dibebaskan gas CO2 dan H2O sesuai dengan reaksi sebagai berikut :

panas

Bahan organik + H2SO4 CO2 + SO2 + (NH4)2SO4 + H2O Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan karena reaksi yang sebelumnya sudah usai.

2) Proses destilasi

(43)

dengan menambah 20 ml NaOH-Na2S2O3 kemudian dipanaskan. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Sedangkan fungsi penambahan Na2S2O3 adalah untuk mencegah terjadinya ion kompleks antar ammonium sulfat dengan Hg dari katalisator (HgO) yang membentuk merkuri ammonia sehingga membentuk ammonium sulfat. Kompleks yang terjadi ikatannya kuat dan sukar diuapkan. HgO merupakan senyawa yang sukar dipecah dan bersifat mudah meledak. Na2S2O3 berfungsi untuk mengendapkan HgO sehingga tidak mengganggu reaksi kimia selanjutnya.

Hg + aquades + SO4 HgSO4 + aquadest

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat Kjeltec. Selain itu sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat Kjeltec, ikut memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan alat Kjeltec juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan.

(44)

berisi 5 mL asam borat 4 % + BCG-MR (campuran brom cresol green dan methyl red) ditempatkan di bagian kanan Kjeltec. BCG-MR merupakan indikator yang bersifat amfoter, yaitu bisa bereaksi dengan asam maupun basa. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena memiliki trayek pH 6-8 (melalui suasana asam dan basa / dapat bekerja pada suasana asam dan basa) yang berarti trayek kerjanya luas (meliputi asam-netral-basa). Pada suasana asam indikator akan berwarna merah muda, sedang pada suasana basa akan berwarna biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam kondisi asam.

Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumlah protein sesuai dengan kadar protein bahan. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah membiru karena larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru.

Reaksi yang terjadi :

(NH4)SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 NH4OH 2NH4OH 2NH3 + 2H2O 4NH3 + 2H3BO3 2(NH4)2BO3 +H2

(45)

(kondensasi) oleh pendingin balik di bagian belakang alat Kjeltec dan dialirkan ke dalam erlenmeyer.

3.Tahap titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan HCl yang telah distandarisasi (telah disiapkan) sebelumnya. Normalitas yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,02 N. Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi karena selisih titrasi sampel dengan titrasi blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi, banyaknya HCl yang diperlukan untuk menetralkan ekuivalen dengan banyaknya N. Titrasi HCl dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan biru menjadi merah muda karena adanya HCl berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH4 sehingga kandungan N dalam protein pada sampel dapat diketahui:

Kadar nitrogen (% N) dapat ditentukan dengan rumus : % N = (ts – tb) x N HCl x 14,008 x 100 % mg sampel

dengan ts : volume titrasi sampel tb : volume titrasi blanko % protein (wb) = % N x fk

(46)
(47)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- Timbangan Sample

- Timbangan mettle

- Labu Kjeldhal 10 ml

- Electrothermal 230 V

- Electric Pressure Steam Sterilizer 120 V

- Labu Erlenmeyer 100 ml

3.1.2 Bahan

- Karet Remah SIR 30 dan SIR 3

- Indikator Methyl Red dan Methyl Blue

- H2SO4 Pekat

- Campuran Katalis

- H3BO3 (Asam Borak) 2%

(48)

- H2SO4 0.01 M

3.2 Prosedur

a. Sampel ditimbang dengan teliti seberat 0.1 g lebih 0.1 mg atau kurang 0,1 mg dan masukkan ke dalam labu Kjeldhal

b. Campuran katalis ditambahkan sebanyak 0,65 g dan 3-5 mL H2SO4 pekat c. Campuran tersebut didihkan perlahan-lahan pada pemanas electrothermal

sampai larutan berubah menjadi warna hijau atau tidak berwarna dan tidak terdapat bintik kuning, biasanya memerlukan waktu kurang lebih1 jam

d. Setelah selesai dipanaskan kemudian dinginkan dan encerkan dengan menambahkan 10 ml Aquades

e. Selesai didinginkan kemudian pindahkan larutan ke dalam alat destilasi Markham steel dan bilas 2 atau 3 kali dengan 3 mL aquades. Alat destilasi/markham steel sebelumnya sudah dialiri uap selama 30 menit

f. H3BO3 (asam borak) 2% 10 mL dimasukkan dan diteteskan indikator 2-3 tetes kemudian tampung hasil destilasi pada labu erlenmeyer

g. Labu erlenmeyer diletakkan sedemikian rupa sehingga ujung kondensor tercelup di bawah permukaan larutan asam borak (H3BO3)

h. Natrium Hidroksida (NaOH) 67% ditambahkan sebanyak 10 ml kedalam alat destilasi dan bilas dengan 5 ml air

i. Uap dialirkan melewati alat destilasi selama 5 menit. Mulai saat itu destilat keluar dan tampung hingga mencapai volume 65-70 mL

(49)

k. Hasil destilasi (destilat) segera dititrasi dengan H2SO4 0.01 M

(50)

BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Tabel 1 : Data Analisis % Nitrogen SIR 20 tanggal 10 – 15 Januari 2011

No Massa Sampel

Tabel 2 : Data Analisis % Nitrogen SIR 3 tanggal 10-15 Januari 2011

(51)

4.2 Perhitungan

a. Penentuan %Nitrogen SIR 20

(52)
(53)

4.3Pembahasan

Kadar nitrogen merupakan salah satu parameter yang harus dipenuhi dalam meningkatkan mutu karet remah khususnya SIR 20 dan SIR 3. Kadar nitrogen yang melebihi dari ketentuan SIR (Standard Indonesian Rubber), akan mempengaruhi kualitas karet remah (Crumb Rubber) yang dihasilkan. Kadar nitrogen menunjukkan adanya protein dalam karet. Karet skim yang mengandung bahan-bahan bukan karet lebih banyak dari pada karet lainnya, mempunyai kadar nitrogen yang tinggi dan tidak boleh dicampur dengan karet jenis lain, dari hasil perhitungan telah diketahui bahwa perbedaan kadar nitrogen antara karet remah mutu mutu SIR 20 dengan karet mutu SIR 3 jelas berbeda, sehingga tidak boleh dicampur.

Kulitas karet Remah sangat dipengaruhi oleh adanya kadar nitrogen dalam produk karet remah khususnya SIR 20 dan SIR 3. Jika kadar nitrogen lebih kecil dari standart yang ditetapkan oleh Standart Indonesian Rubber maka kualitas produk karet remah akan semakin baik menunjukkan bahwa kadar protein juga semakin sedikit, apabila karet remah memiliki kadar nitrogen melebihi ketentuan SIR, maka kualitas karet remah semakin rendah.

Kadar nitrogen sangat berpengaruh ke lingkungan khususnya pada produk ban, jika bahan bakunya memiliki kadar nitrogen yang tidak berdasarkan standar SIR, maka produk ban pada saat dipakai, akan bereaksi dengan oksigen akibat gesekan dengan aspal menghasilkan gas NoX (Nitrogen Oksida) yang sangat berbahaya, dan sangat mencemari lingkungan khususnya udara.

(54)
(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Perbandingan kadar nitrogen yang dilakukan selama 6 hari pada karet remah mutu SIR 20 dengan karet remah mutu SIR 3 adalah rata – rata kadar nitrogen pada karet remah mutu SIR 3 lebih rendah dibandingkan dengan karet remah mutu SIR 20.

2. Dari analisa yang telah dilakukan, sudah dapat diketahui bahwasanya kualitas karet remah mutu SIR 3 lebih baik dibandingkan dengan karetremah mutu SIR 20 dikarenakan adar nitrogen mutu SIR 3 lebih kecil, merupakan sebagai salah satu parameter dalam menghasilkan mutu karet remah dangan kualitas terbaik, berdasarkan ketentuan Standard Indonesian Rubber (SIR) yang telah ditetapkan.

5.2 Saran

1. Sebaiknya karet yang berasal dari kebun sendiri dan karet yang berasal dari perkebunan rakyat dipisah karena perbedaan kandungan nitrogen dalam skim yang terdapat di dalam karet sendiri dengan karet rakyat sekitar berbeda

2. Sebaiknya lebih teliti lagi dalam pembacaan skala, sesuai dengan kaedah-kaedah pembacaan skala pada buret

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,t.t.,2005,Standart Operational Procedure (SOP) for QCD.PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT. BSRE),Dolok Melangir.

Anonim,t,t.,2005,Quality System Procedure (QSP) for Quality Control Departement

(QCD),PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT. BSRE),Dolok Melangir.

Anonim,t,t.,2005,Quality System Procedure (QSP) for Processing Departement.PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT. BSRE),Dolok Melangir.

SNI 06-1903-2000

Sudarmadji,dkk.,1996,Analisa Bahan Makanan dan Pertanian,Penerbit Liberty: Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2 : Data Analisis % Nitrogen SIR 3 tanggal 10-15 Januari 2011

Referensi

Dokumen terkait

Proses pengolahan bahan makanan yang mengandung protein akan mempengaruhi kadar protein yang dikandungnya karena protein dapat berubah menjadi Non Protein Nitrogen (NPN)..

Hasil analisis menggunakan metode FMEA didapat RPN terbesar 160 yaitu tidak adanya penetapan standar ketebalan blangket yang menyebabkan lama penjemuran tidak

Hasil analisis menggunakan metode FMEA didapat RPN terbesar 160 yaitu tidak adanya penetapan standar ketebalan blangket yang menyebabkan lama penjemuran tidak

Penelitian terhadap kualitas produk dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas crumb rubber untuk melihat interaksi antar faktor

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap susu bubuk skim yang diklaim mengandung bovine IgG dapat disimpulkan bahwa pada optimasi kadar IgG

Prinsip dari penentuan kadar protein dengan metode kjedahl adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan

ANALISA KADAR NITROGEN,KADAR C-ORGANIK, DAN KADAR AIR DARI TANDAN KOSONG DI PUSAT PENELITIAN KELAPA

Untuk memperoleh hasil yang seragam, lateks dari berbagai perkebunan dicampur dahulu dalam tangki-tangki besar sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut, kemudian dicampur dengan