GAMBARAN KEJADIAN PENDERITA APPENDISITIS TANPA PERFORASI UMUR 0-14 TAHUN DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN
2006-2009
Oleh :
CHARLES APULTA MELIALA 070100384
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN KEJADIAN PENDERITA APPENDISITIS TANPA PERFORASI UMUR 0-14 TAHUN DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN
2006-2009
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
CHARLES APULTA MELIALA 070100384
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Kejadian Appendisitis pada Anak Usia 0-14 tahun yang Menderita Hirscprung di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2006 - 2009
Nama : Charles Apulta Meliala NIM : 0701000384
Pembimbing Penguji I
( dr. Mahyono,Sp.B, Sp.BA ) ( dr.Aliandri Sp,THT-KL )
NIP : 140161421 NIP : 19660309 2000121 007
Penguji II
( dr. Yunilda Andriani, MKT ) NIP : 19790603 200312 2 001
Medan, Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Angka kejadian appendisitis tanpa perforasi yang dilakukan tindakan
appendiktomi di dunia masih cukup tinggi. Dapat dilihat dari data epidemiologi
Amerika saja bahwa kejadian appendisitis yang diappendiktomi mencapai angka 25
kasus dari 10.000 orang anak per tahunnya. Dan apabila dirata-ratakan, maka
didapatkan kejadian appendisitis 1,1 kasus per 1000 orang anak per tahun nya di
Amerika.
Penelitian dengan judul gambaran indikasi appendiktomi pada penderita
appendisitis tanpa perforasi umur 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik tahun
2006-2009 ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan
pada penelitian ini adalah desain retrospektif. Populasi dan sampel pada penelitian ini
adalah seluruh pasien yang dilakukan tindakan medis appendiktomi yang menderita
appendisitis tanpa perforasi umur 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik tahun
2006-2009 dengan jumlah sebanyak 8 orang. Data yang diperoleh selanjutnya diolah secara
manual dan dituangkan dalam tabel dan grafik.
Dari penelitian ini, diperoleh hasil bahwa angka kejadian pasien penderita
appendisitis tanpa perforasi yang di appendiktomi tidak terlalu banyak. Indikasi yang
cukup sering ditemukan dalam kasus adalah demam dan nyeri viseral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menderita appendisitis
tanpa perforasi dan dilakukan tindakan appendiktomi tidaklah banyak. Dan sangat
diharapkan agar tahun-tahun kedepannya angka kejadian ini dapat terus menurun dan
indikasi appendisitis dapat membantu diagnosa awal kondisi pasien.
Kata Kunci : Appendisitis tanpa Perforasi, Appendiktomi, Anak umur 0-14 tahun,
ABSTRACT
The incidence of Appendisitis without perforations which appendiktomi
action in the world is still quite high. It can be seen from U.S. epidemiological data
alone that the incidence of diappendiktomi Appendisitis reached number 25 cases of
10,000 children per year. And if it is averaged, then found the incidence Appendisitis
1.1 cases per 1000 people per year his son in America.
Research with the title picture indication appendiktomi Appendisitis without
perforation in patients aged 0-14 years in Dr H. Adam Malik year 2006-2009 this is a
descriptive research study design used in this study is the retrospective design. The
population and sample in this study are all patients who underwent medical treatment
appendiktomi who suffer Appendisitis without perforations age 0-14 years at Dr H.
Adam Malik years 2006-2009 with a total of 8 persons. The data were then processed
manually and set forth in tables and graphs.
From this study, showed that the incidence of patients with Appendisitis
without perforations which in appendiktomi not too much. Indications are quite often
found in cases of fever and pain is visceral.
Results showed that patients who suffer Appendisitis without perforation and
appendiktomi action is not a lot. And the highly expected for the years ahead this
incidence may continue to decline and indications Appendisitis early diagnosis can
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulias panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
dengan judul “Gambaran Indikasi Apendiktomi pada Penderita Apendisitis tanpa
perforasi umur 0 – 14 tahun di RSUP H. Adam Malik tahun 2007 – 2009”. Penulisan
skripsi ini ditujukan sebagai tugas akhir dalam pemenuhan persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Medan.
Penulis mengakui adanya kekurangan dalam tulisan ini sehingga laporan hasil
penelitian ini tidak mungkin disebut sebagai suatu karya yang sempurna. Kekurangan
dan ketidak sempurnaan tulisan ini tidak lepas dari berbagai macam rintangan dan
halangan yang selalu datang baik secara pribadi pada penulis maupun dalam masalah
teknis pengerjaan. Penulis rasakan semua itu sebagai suatu ujian dan pengalaman
yang sangat berharga dalam kehidupan penulis yang kelak dapat memberi manfaat di
kemudian hari.
Oleh karena kekurangan pada diri penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini,
maka semua itu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Rektor Universtas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera , yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran USU.
2. Bapak dr. Mahyono,Sp.B, Sp.BA, sebagai dosen pembimbing yang telah
benyak memberikan masukan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini.
3. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan
4. Seluruh pegawai dan staf bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik yang
telah membantu saya dalam pengumpulan data karya tulis ilmiah ini
5. Seluruh pegawai dan staf pengajar bagian IKK Fakultas Kedokteran USU
yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.
6. Terima kasih sebesar – besarnya kepada kedua orang tua saya, dr. Calvintinus
Meliala, SpS dan Rasmuliati Sitepu, yang telah memberikan dukungan dan
motivasi dalam menyelesaikan studi saya termasuk dalam penyelesaian karya
tulis ilmiah ini.
7. Terima kasih juga saya sampaikan kepada kakak saya, Carina Agustin Meliala
yang tetap mendukung saya dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini.
8. Terima kasih saya sampaikan kepada Gessy AL Sitorus yang sudah mau
membantu dan mendukung saya dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini.
9. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Gheovanny Methami Ayu
Singulingga yang sudah mau tetap mendukung saya mengerjakan karya tulis
ilmiah ini dalam segala hal nya.
10.Teman – teman angkatan 2006 dan 2007 Fakultas Kedokteran USU yang telah
mendukung dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, saya ucapkan terima
kasih atas kerjasamanya.
11.Teman – teman yang akan menjadi teman co-ass saya yang senantiasa
membantu saya mengerjakan penelitian ini dan tetap mendukung saya dalam
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
saya tuliskan yang telah memberikan bantukan kepada saya dalam pengerjaan karya
tulis ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa selalu membalas semua kebaikan yang
selama ini diberikan kepada penulis dan melimpahkan rahmat-Nya kepada kita
semua.
Medan, November 2010
Penulis,
Charles Apulta Meliala
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1. ... Tujuan Umum ... 3
1.3.2. ... Tujuan Khusus... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
1.4.1. ... Bagi Peneliti ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Defenisi ... 5
2.1.1. Appendiks ... 5
2.1.2. Appendisitis ... 5
2.1.3. Appendiktomi ... 5
2.2. Anatomi... 5
2.3. Fisiologi ... 7
2.4. Etiologi ... 7
2.5. Patologi ... 8
2.6. Manifestasi Klinis ... 8
2.6.1. Gejala ... 8
2.6.2. Tanda ... 9
2.7. Pemeriksaan ... 9
2.8. Penatalaksanaan ... 11
2.9. Komplikasi ... 13
2.10.Prognosis ... 15
2.11.Pencegahan ... 15
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 16
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 16
3.2. Defenisi Operasional ... 16
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18
4.1. Desain Penelitian ... 18
4.3. Populasi dan Sampel ... 18
4.4. Tekhnik Pengumpulan Data ... 18
4.5. Pengolahan dan Analisi Data ... 18
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 19
5.1. Hasil Penelitian ... 19
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19
5.1.2. Karakteristik ... 20
5.1.2.1. Umur ... 20
5.1.2.2. Jenis Kelamin ... 20
5.1.3. Gambaran Klinis ... 21
5.1.3.1. Berak Darah ... 21
5.1.3.2. Nyeri Viseral ... 21
5.1.3.3. Mual ... 22
5.1.3.4. Demam ... 22
5.1.4. Gambaran Laboratorium ... 22
5.1.4.1. Eritrosit ... 22
5.1.4.2. Leukosit ... 23
5.1.4.3. Trombosit ... 23
5.1.4.4. Hemoglobin ... 24
5.1.5. Gambaran Radiologi ... 24
5.2. Pembahasan ... 25
5.2.1. Kejadian Appendiktomi ... 25
6.1. Kesimpulan ... 27
6.2. Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 28
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
5.1. ... Distribusi Responden
Menurut Usia Tahun 2006-2009 ... 20
5.2. ... Distribusi Responden
Menurut Jenis Kelamin ... 21
5.3. ... Distribusi Responden
Menurut Gambaran Klinis ‘Berak Darah’ ... 21
5.4. ... Distribusi Responden
Menurut Gambaran Klinis ‘Nyeri Viseral’ ... 21
5.5. ... Distribusi Responden
Menurut Gambaran Klinis ‘Mual’... 22
5.6. ... Distribusi Responden
Menurut Gambaran Klinis ‘Demam’ ... 22
5.7. ... Distribusi Responden
Menurut Gambaran Laboratorium ‘Eritrosit’ ... 23
5.8. ... Distribusi Responden
Menurut Gambaran Laboratorium ‘Leukosit’ ... 23
5.9. ... Distribusi Responden
Menurut Gambaran Laboratorium ‘Trombosit’ ... 24
5.10. ... Distribusi Responden
5.11. ... Distribusi Responden
Menurut Gambaran Radiologi ... 25
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Ethical Clearance
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 4 Data Induk
ABSTRAK
Angka kejadian appendisitis tanpa perforasi yang dilakukan tindakan
appendiktomi di dunia masih cukup tinggi. Dapat dilihat dari data epidemiologi
Amerika saja bahwa kejadian appendisitis yang diappendiktomi mencapai angka 25
kasus dari 10.000 orang anak per tahunnya. Dan apabila dirata-ratakan, maka
didapatkan kejadian appendisitis 1,1 kasus per 1000 orang anak per tahun nya di
Amerika.
Penelitian dengan judul gambaran indikasi appendiktomi pada penderita
appendisitis tanpa perforasi umur 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik tahun
2006-2009 ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan
pada penelitian ini adalah desain retrospektif. Populasi dan sampel pada penelitian ini
adalah seluruh pasien yang dilakukan tindakan medis appendiktomi yang menderita
appendisitis tanpa perforasi umur 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik tahun
2006-2009 dengan jumlah sebanyak 8 orang. Data yang diperoleh selanjutnya diolah secara
manual dan dituangkan dalam tabel dan grafik.
Dari penelitian ini, diperoleh hasil bahwa angka kejadian pasien penderita
appendisitis tanpa perforasi yang di appendiktomi tidak terlalu banyak. Indikasi yang
cukup sering ditemukan dalam kasus adalah demam dan nyeri viseral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menderita appendisitis
tanpa perforasi dan dilakukan tindakan appendiktomi tidaklah banyak. Dan sangat
diharapkan agar tahun-tahun kedepannya angka kejadian ini dapat terus menurun dan
indikasi appendisitis dapat membantu diagnosa awal kondisi pasien.
Kata Kunci : Appendisitis tanpa Perforasi, Appendiktomi, Anak umur 0-14 tahun,
ABSTRACT
The incidence of Appendisitis without perforations which appendiktomi
action in the world is still quite high. It can be seen from U.S. epidemiological data
alone that the incidence of diappendiktomi Appendisitis reached number 25 cases of
10,000 children per year. And if it is averaged, then found the incidence Appendisitis
1.1 cases per 1000 people per year his son in America.
Research with the title picture indication appendiktomi Appendisitis without
perforation in patients aged 0-14 years in Dr H. Adam Malik year 2006-2009 this is a
descriptive research study design used in this study is the retrospective design. The
population and sample in this study are all patients who underwent medical treatment
appendiktomi who suffer Appendisitis without perforations age 0-14 years at Dr H.
Adam Malik years 2006-2009 with a total of 8 persons. The data were then processed
manually and set forth in tables and graphs.
From this study, showed that the incidence of patients with Appendisitis
without perforations which in appendiktomi not too much. Indications are quite often
found in cases of fever and pain is visceral.
Results showed that patients who suffer Appendisitis without perforation and
appendiktomi action is not a lot. And the highly expected for the years ahead this
incidence may continue to decline and indications Appendisitis early diagnosis can
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat saja
terdapat 70.000 kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis
di Amerika Serikat memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per tahunnya
antara kelahiran sampai anak tersebut berumur 4 tahun.
Kejadian Apendisitis meningkat menjadi 25 kasus per 10.000 anak per tahunnya
antara umur 10 dan umur 17 tahun di Amerika Serikat. Apabila dirata-ratakan,
maka didapatkan kejadian apendisitis 1,1 kasus per 1000 orang per tahun nya di
Amerika Serikat. Menurut Sandy Craig, MD, radang usus buntu sangatlah
diketahui setelah terdapat perforasi pada neonatus tersebut. Kejadian apendisitis
ini dapat terjadi di seluruh kelompok umur. Diagnosa apendisitis pada kelompok
usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat penderita usia muda sulit
melukiskan perasaan sakit yang dialaminya, sehingga kejadian apendisitis pada
usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi perforasi. Berdasarkan jenis
kelamin, angka kejadian apendisitis pada pria 1,4 kali lebih besar dari pada
kelompok wanita. Di dunia internasional sendiri didapati kejadian apendisitis
lebih rendah dalam budaya aseupan tinggi serat diet. Serat pangan diperkirakan
menurunkan viskositas kotoran, mengurangi waktu transit usus, dan mencegah
pembentukan fecaliths, yang mempengaruhi individu untuk penghalang dari
lumen appendiceal. Peran ras, etnis, asuransi kesehatan, pendidikan, akses ke
perawatan kesehatan dan status ekonomi pada pengembangan dan pengobatan
apendisitis masih diperdebatkan secara luas sehingga masih belum ada bukti
yang kuat antara hubungan kejadian apendisitis dengan peran ras, etnis, asuransi
kesehatan, dan lain-lain. Memahami manifestasi klinis khas apendisitis adalah
penting untuk membuat diagnosis dini dan akurat sebelum perforasi. Variasi pada
posisi usus buntu, umur pasien, dan derajat peradangan membuat presentasi
klinis apendisitis terkenal tidak konsisten. Hal yang penting untuk diingat adalah
bahwa letak dari apendiks itu sendiri variabel. Dari 100 pasien yang menjalani
CT multidetector-3D, hanya 4% pasien yang dasar apendiks nya terletak di
McBurney point. 36% terletak 3cm dari McBurney point, 28% terletak 3-5cm
dari McBurney point dan 36% terletak lebih dari 5cm dari McBurney point.
Sejarah klasik anoreksia dan nyeri periumbilikalis, diikuti oleh kuadran kanan
bawah nyeri, demam dan muntah, terjadi hanya pada 50% kasus. Migrasi rasa
sakit dari daerah periumbilikalis ke quadran kanan bawah adalah fitur yang
paling membedakan sejarah pasien. Temuan ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas sekitar 80%. Ketika muntah terjadi, itu hampir selalu mengikut i onset
diagnosis apendisitis perlu dipertimbangkan. Rasa mual biasanya dirasakan pada
61-92% pasien dan dirasakan pada 74-78% pasien. Kejadian diare tercatat
sebanyak 18% dari pasien, dan tidak boleh digunakan untuk membuang
kemungkinan terjadinya radang usus buntu. Durasi gejala kurang dari 48 jam
pada usia dewasa dan cenderung lebih lama pada pasien yang lebih tua dan
pasien yang mengalami perforasi. Sekitar 2% pasien melaporkan rasa sakit lebih
dari 2 minggu. Apendiks meradang di dekat kandung kemih atau ureter dapat
menyebabkan gejala void yang mengganggu dan hematuria atau piuria. Tidak
lupa juga untuk mempertimbangkan kemungkinan radang usus buntu pada pasien
anak-anak atau dewasa yang diikuti retensi urin akut. Untuk kejadian apendisitis
di Indonesia khusus nya di Medan, penulis tidak menemui referensi valid yang
menyatakan jumlah maupun perbandingan penderita apendisitis, terkhusus
apendsitis tanpa perforasi di kelompok umur 0 tahun sampai 14 tahun.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai apendisitis tanpa perforasi terkait dengan angka kejadian dan juga
indikasi yang menjadi alasan dilakukannya apendiktomi di RSUP H. Adam
Malik Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui indikasi apendiktomi tanpa perforasi pada anak umur 0-14
tahun
1.3.2. Tujuan Khusus,
1. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
karakteristik
2. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
gambaran laboratorium
3. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
gambaran klinis
4. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
gambaran radiologis
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
1. Sebagai tambahan wawasan serta kesempatan penerapan ilmu yang telah
diperoleh selama mengikuti pendidikan di FK USU.
2. Sebagai pemenuhan tugas akhir pendidikan di FK USU.
1.4.2. Bagi Pembaca
Dapat menjadi sumber informasi dan kelak dapat dipergunakan dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi 2.1.1. Apendiks
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat di bawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1907 ).
2.1.2. Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis, dan merupakan
2.1.3. Apendisitis
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing, dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur. ( Anonim, Apendisitis, 2007 )
2.1.4. Apendiktomi
Apendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan
prosedur atau pendekatan endoskopi.
2.2. Anatomi
Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch ( analog
dengan Bursa Fabricus ) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10cm ( kisaran 3-15cm ) dengan diameter 0,5-1cm dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Basis appendiks terletak di bagian postero medial caecum, di bawah katup
ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis apendiks. ( Wim de Jong, 2004 )
Apendiks verviformis disangga oleh mesoapendiks ( mesenteriolum ) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a.Apendikularis ( cabang a.ileocolica). orificiumnya terletak
2,5cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
( Wim de Jong, 2004 )
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria ( oto longitudinal dan sirkuker ) dan serosa.
Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan
menutup caecum dan apendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor
dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara
mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis
columnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding
luar ( outer longitudinal muscle ) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada
pertemuan caecum dan apendiks taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk
mencari apendiks. ( Wim de Jong, 2004 )
Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8
yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yng berlebih akan menjadi apendiks, yang berpindah dari
medial menuju katup ileosekal. ( Wim de Jong, 2004 )
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya kasus insiden
apendisitis pada usia tersebut. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung
pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau
ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
( Wim de Jong, 2004 )
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torkalis. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene. ( Wim de Jong, 2004 )
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. ( Wim de Jong, 2004 )
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT ( Gut associated
Lymphoid tissue ) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan seluruh tubuh. ( Wim de Jong, 2004 )
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama masa pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan
lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit. ( Wim
de Jong, 2004 )
2.4. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks,
dan cacing askaris terdapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolyca. ( Wim de Jong, 2004 )
2.5. Patologi
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24 - 48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh
adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis
akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. ( Wim de Jong, 2004 )
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai
mengalami eksaserbasi akut. ( Wim de Jong, 2004 )
2.6. Manifestasi Klinis 2.6.1. Gejala
Perkembangan klasik dari gejala adalah anoreksia, ( hampir semuanya
mengalami ), diikuti dengan nyeri periumbilikal konstan derajat sedang dengan
pergeseran dalam 4-6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran bawah. Posisi apendiks
yang bervariasi atau malrotasi, memungkinkan variabilitas dari lokasi nyeri.
Selanjutnya dapat terjadi episode muntah, bersamaan dengan obstipasi atau diare,
terutama pada anak – anak. ( Schwartz, 2000 )
2.6.2. Tanda
Ditentukan oleh posisi dari apendiks dan apakah apendiks mengalami ruptur.
Tanda – tanda vital memperlihatkan takikardi ringan atau kenaikan temperatur 10C.
Posisi yang nyaman bagi pasien adalah posisi seperti fetus atau terlentang dengan
tungkai ditarik, terutama tungkai kanan. Gerakan posisional menyebabkan nyeri.
Apendiks anterior memberikan nyeri tekan maksimum, kekakuan otot ( defense
muskular ), dan nyeri lepas pada titik McBurney ( sepertiga jarak dari spina iliaka
anterior superior ke umbilikus ). Hiperestesa kutaneus mungkin dapat ditemukan dini
nyeri kuadran kanan bawah dengan palpasi dalam kuadran kiri bawah ) menandakan
iritasi peritoneum. Tanda psoas ( dengan perlahan paha kanan pasien diekstensikan
pada saat berbaring pada sisi kiri ) memperlihatkan inflamasi di dekatnya pada saat
meregangkan otot iliopsoas. Tanda obturator ( rotasi interna pasif dari paha kanan
yang difleksikan dengan pasien dalam posisi terlentang ) menandakan iritasi di dekat
obturator internus. Apendisitis rektosekal dapat timbul dengan nyeri hebat.
Apendisitis pelvikum dapat memberikan nyeri pada pemeriksaan rektum, dengan
penakanan pada kantong Douglas. ( Schwartz, 2000 )
2.7. Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Betz ( 2002 ), Catzel ( 1995 ), Hartman ( 1994 ), antara
lain :
1. Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang
penting adalah :
a. Nyeri mula – mula di epigastrium ( nyeri viseral ) yang beberapa
waktu kemudian menajalar ke perut kanan bawah
b. Muntah oleh karena nyeri viseral
c. Panas ( karena kuman yang menetap di dinding usus )
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk
menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis,
tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan
b. Kadang ada fecolit ( sumbatan ), pada keadaan perforasi
ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah : leukosit ringan umumnya pada apendisitis
sederhana lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis
perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan
apendistis
b. Hitung jenis : tedapat pergeseran ke kiri
c. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat leukosit
dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit
meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang
lebih tinggi lagi. Hb ( hemoglobin ) nampak normal. Laju endap
darah ( LED ) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine
rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurut Mansjoer, 2000 :
a. Sebelum operasi
1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
3. Rehidrasi
4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan
5. Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti
mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh
darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai
6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi
b. Operasi
1. Apendiktomi
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi
bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika
3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan
c. Pasca Operasi
1. Observasi TTV
2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selam pasien dipuasakan
5. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi,
puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu
makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak
7. Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2x30 menit
8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar
9. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang
masih aktif yang ditandai dengan :
1. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih
tinggi
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah
masih jelas terdapat tanda – tanda peritonitis
3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung
jenis terdapat pergeseran ke kiri
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah
klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses
apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan
harus dilakukan sebaik – baiknya mengingat penyulit infeksi
luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis
sederhana tanpa perforasi. ( Arif Mansjoer dkk, 2000 )
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang
telah mereda ditandai dengan :
2. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit,
suhu tubuh tidak tinggi lagi
3. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda – tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri
tekan ringan
4. Laboratorium hitung leukosit dan hitung jenis normal
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan
pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan
bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih – lebih bila masa apendiks telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan
dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau tanpa peritonitis umum. ( Arif Mansjoer dkk, 2000 )
2.9. Komplikasi
1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson 1994 :
a. Perforasi
b. Peritonitis
c. Infeksi Luka
d. Abses intra abdomen
e. Obstruksi intestinum
2. Menurut Arif Mansjoer, 2000 :
Apendisitis adalah penyakit yang jarang meredea dengan
spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai
kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena
perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
Tanda – tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme
otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis
umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise,
leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum
pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama sekali datang,
diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. ( Arif Mansjoer dkk, 2000 )
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan
adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain
sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium,
pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian
penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi untuk
mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila
ada. ( Arif Mansjoer dkk, 2000 )
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba masssa di kuadran
kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau
vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik ( misalnya
ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin ). Dengan
sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat
dilakukan 6 – 12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif
harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol
ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu
dibuatkan drainase. ( Arif Mansjoer dkk, 2000 )
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila
ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah
terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian
ialah abses subfrenikus juga dapat terjadi akibat perlengketan. ( Arif
Mansjoer dkk, 2000 )
2.10. Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian
dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada
30% kasus apendiks perforasi atau apendiks gangrenosa
2.11. Pencegahan
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah :
3.2. Defenisi Operasionil
Sesuai dengna kerangka penelitian, maka yang menjadi definisi operasionil
sebagai berikut :
a. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering ( Arif Mansjoer
ddk 2000 hal 307 ).
b. Indikasi adalah merupakan hal – hal yang berkaitan dengan penyebab
pelaksanaan suatu tindakan. Informasi mengenai hal ini dapat diperoleh
dari penjelasan pada rekam medis. Indikasi :
1. Indikasi berdasarkan karakteristik
2. Indikasi berdasarkan gambaran klinis 3. Indikasi berdasarkan
laboratorium
4. Indikasi berdasarkan radiologi
- Kejadian Apendiktomi pada
c. Karakteristik dapat menjadi salah satu indikasi dilakukannya tindakan
apendiktomi. Umur yang terlalu tua ataupun umur yang telalu muda serta
pengaruh jenis kelamin dapat menyebabkan suatu apendisitis tersebut
berbahaya bagi penderitanya. Karakteristik penderita didapat dari data
rekam medik
d. Gambaran klinis merupakan suatu tanda agar pemeriksa mengerti hal
yang menjadi pertanda bahwa pasien tersebut menderita suatu apendisitis.
Gambaran klinis penderita apendisitis didapat dari data rekam medik
e. Laboratorium dipakai untuk menegakkan diagnosa pasti tentang penyakit
suatu pasien. Pada penderita apendisitis, nilai leukosit lebih
diperhitungkan. Nilai leukosit ini didapat dari data rekam medik.
f. Radiologi merupakan suatu pemeriksaan penunjang guna membantu
menegakkan diagnosa bagi penderita apendisitis. Radiologi yang paling
sering digunakan adalah CT-Scan dan USG. Nilai radiologi didapati dari
data rekam medik.
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif karena bertujuan untuk
melihat fenomena yang ditemukan berkaitan dengan indikasi pelaksanaan
apendiktomi di RSUP H. Adam Malik Medan.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah RSUP. H. Adam Malik Medan dengan waktu
pelaksanaan selama bulan Mei hingga Agustus 2010
4.3. Populasi dan Sampel
Sampel adalah semua populasi dari penelitian ini yaitu semua anak umur 0 -
14 tahun yang menderita apendisitis tanpa perforasi dan dilakukan tindakan operatif
apendiktomi di RSUP H. Adam Malik Medan dimulai tanggal 1 Januari 2007 pukul
00.00 hingga 31 Desember 2009 pukul 24.00
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu rekam medis anak umur 0 –
14 tahun yang menderita apendisitis tanpa perforasi dimana hal yang diperlukan
dalam penelitian terkhusus pada indikasi akan dicatat dan diuraikan berdasarkan
kebutuhan peneliti.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Semua data yang telah dicatat akan diolah dan disusun dalam bentuk tabel
distribusi sesusai tujuan penelitian dan kemudian akan dituangkan dalam bentuk
grafik bila diperlukan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
RSUP H. Adam Malik Medan merupakan Rumah sakit kelas A dengan SK
Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dna juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan
sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai
pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan juga merupakan pusat rujukan
kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,
Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun diatas tanah seluas kurang lebih
10Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan
Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara.
Dalam Rangka melayani kesehatan masyarakat umum, RSUP H. Adam Malik
Medan didukung oleh 1.995 orang tenaga yang terdiri dari 790 orang tenaga medis
dari berbagai spesialisasi dan sub spesialisasi, 604 orang paramedis perawatan, 298
orang paramedis non perawatan dan 263 orang tenaga non medis serta ditambah
dengan Dokter Brigade Siaga Bencana (BSB) sebanyak 8 orang.
RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari
pelayanan medis ( instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat,
bedah pusat, hemodialisa ), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu,
patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medik. Kardiovaskular,
mikrobiologi ), pelayanan penunjang non medis ( instalasi gizi, farmasi, Central
Sterilization Supply Depart ( CSSD ), bioelektrik medik, Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat Rumah Sakit ( PKMRS ) , dan pelayanan non medis ( instalasi tata
usahan pasien, teknik sipil pemulasaraan jenazah )).
Bagian rekam medis terletak di lantai dasar tepat dibelakang poliklinik
5.1.2 Karakteristik
Responden pada penelitian ini sebanyak 13 anak umur 0 – 14 tahun yang
menderita apendisitis tanpa perforasi dan dilakukan tindakan operatif apendiktomi
pada RSUP H. Adam Malik Medan sepanjang tahun 2007 hingga 2009.
5.1.2.1 Umur
Dari tabel 5.1, umur responden yang paling banyak mengalami kejadian
appendisitis dan dilakukan tindakan appendiktomi adalah umur 14 tahun dengan
[image:37.612.106.508.338.489.2]jumlah 3 orang (37.5%)
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Usia Tahun 2006-2009
No. Usia Jumlah Persentasi (%)
1. 5.5 bulan 1 12,5
2. 7 tahun 1 12,5
3. 12 tahun 1 12,5
4. 13 tahun 2 25
5. 14 tahun 3 37,5
Jumlah 8 100
5.1.2.2 Jenis Kelamin
Dari tabel 5.2, jenis kelamin responden yang paling banyak mengalami
kejadian appendisitis dan dilakukan tindakan appendiktomi berjenis kelamin
perempuan dengan jumlah 6 orang (75%)
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%)
1. Laki-laki 2 25
2. Perempuan 6 75
Jumlah 8 100
5.1.3 Gambaran Klinis 5.1.3.1 Berak Darah
Hasil tabulasi responden yang mengalami gejala klinis berak darah dari
seluruh data responden sebanyak 3 orang (37,5%) dan yang tidak mengalami berak
[image:38.612.109.505.363.449.2]darah sebanyak 5 orang (62,5%).
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Gambaran Klinis ‘Berak Darah’
No. Berak Darah Jumlah Persentasi(%)
1. Ya 3 37,5
2. Tidak 5 62,5
Jumlah 8 100
5.1.3.2 Nyeri Viseral
Hasil tabulasi responden yang mengalami gejala klinis nyeri viseral dari
seluruh data responden sebanyak 7 orang (87,5%) dan yang tidak mengalami nyeri
[image:38.612.105.505.593.680.2]viseral sebanyak 1 orang (12,5%).
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Gambaran Klinis ‘Nyeri Viseral’
No. Nyeri Viseral Jumlah Persentasi (%)
1. Ya 7 87,5
2. Tidak 1 12,5
5.1.3.3 Mual
Hasil tabulasi responden yang mengalami gejala klinis mual dari seluruh data
responden sebanyak 4 orang (50%) dan yang tidak mengalami mual sebanyak 4 orang
[image:39.612.109.507.258.342.2](50%).
Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Gambarna Klinis ‘Mual’
No. Mual Jumlah Persentase (%)
1. Ya 4 50
2. Tidak 4 50
Jumlah 8 100
5.1.3.4 Demam
Hasil tabulasi responden yang mengalami gejala klini mual dari seluruh data
responden sebanyak 7 orang (87,5%) dan yang tidak mengalami demam sebanyak 1
orang (12,5%).
Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Gambaran Klinis ‘Demam’
No. Demam Jumlah Persentase (%)
1. Ya 7 87,5
2. Tidak 1 12,5
Jumlah 8 100
5.1.4 Gambaran Laboratorium 5.1.4.1 Eritrosit
[image:39.612.103.505.488.573.2]responden yang dibawah normal sebanyak 1 orang (12,5%) dan yang tidak didapati
[image:40.612.106.507.195.323.2]nilai eritrosit dalam data rekam medis sebanyak 3 orang (37,5%).
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Gambaran Laboratorium ‘Eritrosit’
No. Eritrosit Jumlah Persentase (%)
1. Rendah 1 12,5
2. Normal 4 50
3. Tinggi 0 0
4. Tidak Ditemuka n 3 37,5
Jumlah 8 100
5.1.4.2 Leukosit
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden, didapati nilai leukosit responden yang normal sebanyak 4 orang (50%), nilai leukosit
responden yang dibawah normal sebanyak 1 orang (12,5%), nilai leukosit responden
yang diatas normal sebanyak 2 orang (25%) dan yang tidak didapati nilai leukosit
dalam data rekam medis sebanyak 1 orang (12,5%).
Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Gambaran Laboratorium ‘Leukosit’
No. Leukosit Jumlah Persentase (%)
1. Rendah 1 12,5
2. Normal 4 50
3. Tinggi 2 25
4. Tidak Ditemuka n 1 12,5
[image:40.612.110.505.508.636.2]5.1.4.3 Trombosit
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden, didapati nilai trombosit responden yang normal sebanyak 2 orang (25%) dan nilai
trombosit responden yang rendah, tinggi dan tidak didapati nilai trombosit dalam data
[image:41.612.109.505.257.384.2]rekam medis sebanyak 0 orang (0%).
Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Gambaran Laboratorium ‘Trombosit’
No. Trombosit Jumlah Persentase (%)
1. Rendah 0 0
2. Normal 2 25
3. Tinggi 0 0
4. Tidak Ditemuka n 6 75
Jumlah 8 100
5.1.4.4 Hemoglobin
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden, didapati nilai hemoglobin responden yang normal sebanyak 2 orang (25%), nilai
hemoglobin responden yang dibawah normal sebanyak 5 orang (62,5%) dan nilai
hemoglobin responden yang tidak didapati sebanyak 1 orang (12,5%).
Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Gambaran Laboratorium ‘Hemoglobin’
No. Hemoglobin Jumlah Persentase (%)
1. Rendah 5 62,5
2. Normal 2 25
3. Tinggi 0 0
4. Tidak Ditemuka n 1 12,5
[image:41.612.108.505.549.677.2]5.1.5 Gambaran Radiologi
Dari data rekam medis 8 orang responden, hanya 2 pasien yang melakukan pemeriksaan radiologi (25%) dengan hasil temuan non visual appendiks. Sedangkan 6
[image:42.612.109.505.238.324.2]responden lainnya tidak melakukan pemeriksaan radiologi (75%).
Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Gambaran Radiologi
No. Radiologi Jumlah Persentase (%)
1. Non Visual Appendiks 2 25
2. Tidak Dilakukan 6 75
Jumlah 8 100
5.2 Pembahasan
5.2.1 Kejadian Appendiktomi
Dari hasil penelitian, terlihat bahwa angka appendiktomi pada penderita appendisitis tanpa perforasi umur 0-14 tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun
2009 sebanyak 8 pasien, dimana pasien terbanyak berjenis kelamin perempuan
dengan jumlah 6 orang (75%). Pada penelitian peneliti, kejadian appendiktomi pada
pasien appendsitis tanpa perforasi yang berusia 14 tahun terdapat 3 orang (37,5%),
dimana kejadian appendiktomi di Amerika, anak yang lebih lebih muda memiliki
kecenderungan terjadi appendisitis perforasi yang tinggi dibanding dengan tanpa
perforasi, yaitu sebesar 50-85%. (Santacocre dan Craig, 2006). Kemungkinan seorang
anak menderita appendisitis tanpa perforasi sangatlah kecil mengingat pada pasien
usia muda, gejala klinis sangat sulit ditegakkan karena gejala yang tidak khas dan
mirip penyakit lain seperti kelainan ginekologi, divertikulosis, batu ureter, sehingga
tatalaksanan terlambat dilakukan. Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih
pendek, apendiks yang lebih panjang dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta
daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi (Birnbaum
Hasil distribusi responden berdasarkan jenis kelamin didapati jumlah kejadian
appendiktomi pada penderita appendisitis umur 0-14 tahun lebih banyak terjadi pada
perempuan, yaitu sebanyak 6 orang dari 8 orang (75%). Sendangkan menurut
Hartman, kejadian appendsitis di kalangan anak lebih banyak terjadi pada Laki-laki.
(Hartman)
Dari hasil distribusi berdasarakan gambaran klinis nyeri, didapati bahwa
hampir seluruh responden mengalami nyeri dan terdapat 1 orang anak yang tidak
mengalami nyeri. Menurut peneliti hal ini terjadi karena usia pasien yang masih
sangat muda (5,5 bulan) membuat peneliti berpendapat bahwa pasien tidak dapat
melukiskan rasa sakit yang dialaminya. Nyeri yang terjadi pada pasien appendisitis
pertama timbul pada periumblikal kemudian menyebar kekuadran kanan bawah.
Nyeri bersifat viseral, berasal dari kontraksi apendikeal atau distensi dari lumen,.
Biasanya dikuti dengan adanya rasa ingin defekasi atau flatus. Nyeri biasanya ringan,
seringkali disertai kejang dan jarang menjadi somati, berlokasi di kuadran kanan
bawah. (Silen W, 2005). Gejala nyeri seringkali ditemukan di 80% kasus. Biasanya
pasien berbaring melakukan fleksi pada pinggang, serta mengangkat lututnya untuk
mengurangi pergerakan dan menghindari nyeri yang semakin berat (Santacocre,
2006). Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa nyeri dan demam
merupakan gejala klinis tersering yang terjadi pada penderita appenditis tanpa
perforasi. Hanya faktor usia yang mendasari pasien tidak bisa mengungkapkan rasa
nyeri yang dialaminya, seperti bayi.
Dari pemeriksaan laboratorium yang dilihat peneliti dari data rekam medis,
dapat dilihat bahwa penderita appendisitis tanpa perforasi di umur 0-14 tahun tidak
semuanya mengalami kenaikan nilai leukosit. Hanya 2 dari 8 orang pasien yang
mengalami kenaikan nilai leukosit. Hal ini sangat mungkin disebabkan belum
terjadinya suatu komplikasi atau suatu perforasi pada pasien sehingga nilai leukosit
Dan apabila dilihat dari gambaran radiologi data rekam medis pasien, hanya 4
orang dari 8 pasien yang dilakukan tindakan radiologi dengan hasil 2 orang pasien
yang berhasil didiagnosa berdasarkan pemeriksaan radiologi dan dinyatakan photo
polos abdomen erect. Tidak ditemukan gambaran apapun terhadap 2 orang pasien
lainnya yang dilakukan pemeriksaan radiologis. Radiologis tidak menjadi dasar
utama untuk mendiagnosis suatu appendisitis. Hasil negatif pada pemeriksaan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Angka kejadian Appendiktomi pada penderita appendisitis tanpa
perforasi umur 0 -14 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan terhitung
cukup rendah. Dilihat dari jumlah penderita appendisitis yang hanya
berjumlah 8 orang di umur 0 – 14 tahun.
2. Hampir seluruh pasien mengalami nyeri kecuali 1 orang yang mungkin
disebabkan faktor umur sehingga pasien belum mampu untuk
mengungkapkan rasa sakitnya.
6.2 Saran
Adapun saran yang diberikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Agar masyarakat dapat diberi penyuluhan tentang tanda-tanda
penyakit appenditis sehingga dapat mengurangi kejadian appendisitis
dengan perforasi dan dapat diberikan tatalaksana sesegera mungkin
terhadap pasien.
2. Peneliti berharap pihak rumah sakit Adam Malik Medan, khususnya
Departemen Rekam Medik agar mau memperbaiki sistem penataan
data medis pasien yang menurut peneliti masih perlu dibenahi guna
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Deparment of Health and Human Service. National
Institute of Health.
Doherti, Gerard M., Lowney, Jennifer K., Mason, John E., Reznik, Scott I., Smith, Michael A., 1992. The Washington Manual of Surgery. 3rd ed. Washington
Feldman: Sleisenger & Fordtran’s, 2002. Gastrointestinal and Liver Disease. 7th ed.
Elseiver
Gray, H., 1918. Anatomy of The Human Body.
Greenfield, Lazar J., Mulholland, Michael W., Oldham, Keith T., Zelenock, Gerald
B. Lilimoe, Keith D., 1997. Essentials of Surgery: Scientific Principles and Practice.
2nd ed. USA: Lippincott-Wilkins
Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis-Emergency Medicine.
2010]
Jehan, E. 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis
Akut, Universitas Sumatera Utara. Available from:
Lugo-Vicente, Humberto L. MD, FACS, FAAP, 2001. Pediatric Surgery Update. 6th
vol. Puerto Rico
Morris, Peter J., Wood, William J., 2000. Oxford Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford
Townsend, Courtney M. Jr. MD., 2001. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological
Basis of Modern Surgical PractiseI. 16th ed. USA
Schwartz, Saymour I., Fisher, Josef E., Daly, John M., Galloway, Aubrey C., Shires,
G. Tom., Spencer, Frank C., 1998. Principles of Surgery: Companion Handbook. 7th
ed. USA: McGraw-Hill Proffesional
Schwartz, Saymour I., Shires, G. Tom., Spencer, Frank C., 2000. Intisari
Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Sylvia, A. Price, Lorraine, M. Wilson., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC
Way, Lawrence W. Doherty, Gerard M., 2003. Current Surgical Diagnosis and
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Charles Apulta Meliala
Tempat/Tgl. Lahir : Medan / 17 Mei 1989
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Djamin Ginting no.399, Medan.
Riwayat Pendidikan : 1. TK Marsudirini, Yogyakarta
2. SD Immanuel, Medan
3. SLTP Immanuel, Medan
4. SMU BOPKRI 1, Yogyakarta
Riwayat Pelatihan : 1. Pelatihan Penggunaan Hecting
TABEL FREKUENSI
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 12 1 12.5 12.5 12.5
13 2 25.0 25.0 37.5
14 3 37.5 37.5 75.0
5.5bulan 1 12.5 12.5 87.5
7 1 12.5 12.5 100.0
Total 8 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 2 25.0 25.0 25.0
Perempuan 6 75.0 75.0 100.0
Total 8 100.0 100.0
Nyeri Viseral
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 7 87.5 87.5 87.5
Tidak 1 12.5 12.5 100.0
Total 8 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 4 50.0 50.0 50.0
Tidak 4 50.0 50.0 100.0
Total 8 100.0 100.0
Demam
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ya 7 87.5 87.5 87.5
Tidak 1 12.5 12.5 100.0
Total 8 100.0 100.0
Gambaran Radiologi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Foto Polos Abdomen Erect
2 25.0 25.0 25.0
Non Visual Appendiks 2 25.0 25.0 50.0
Tidak Dilakukan 4 50.0 50.0 100.0
Eritrosit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid .00 3 37.5 37.5 37.5
4.03 1 12.5 12.5 50.0
4.72 1 12.5 12.5 62.5
4.87 1 12.5 12.5 75.0
5.10 1 12.5 12.5 87.5
5.20 1 12.5 12.5 100.0
Total 8 100.0 100.0
Leukosit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 0 1 12.5 12.5 12.5
4890 1 12.5 12.5 25.0
6400 1 12.5 12.5 37.5
6600 1 12.5 12.5 50.0
7000 1 12.5 12.5 62.5
9200 1 12.5 12.5 75.0
10300 1 12.5 12.5 87.5
18400 1 12.5 12.5 100.0
Total 8 100.0 100.0
Trombosit
Frequency Percent Valid Percent
Valid 0 6 75.0 75.0 75.0
235000 1 12.5 12.5 87.5
378000 1 12.5 12.5 100.0
Total 8 100.0 100.0
Kategori Eritrosit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Rendah 4 50.0 50.0 50.0
Normal 4 50.0 50.0 100.0
Total 8 100.0 100.0
Kategori Leukosit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Rendah 2 25.0 25.0 25.0
Normal 4 50.0 50.0 75.0
Tinggi 2 25.0 25.0 100.0
Total 8 100.0 100.0
Kategori Trombosit
Frequency Percent Valid Percent
Valid Rendah 6 75.0 75.0 75.0
Normal 2 25.0 25.0 100.0
Total 8 100.0 100.0
Kategori Hemoglobin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Rendah 6 75.0 75.0 75.0
Normal 2 25.0 25.0 100.0