KARAKTERISASI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DARI
BEBERAPA VARIETAS DI KUNINGAN, JAWA BARAT
DINI ANDRIANI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.) dari Beberapa Varietas di Kuningan, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
ABSTRAK
DINI ANDRIANI. Karakterisasi Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.) dari Beberapa Varietas di Kuningan, Jawa Barat. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan ELVIRA SYAMSIR.
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan komoditi pertanian yang dapat dikembangkan dilahan yang kurang subur. Ubi jalar banyak diolah sebagai makanan ringan dan bahan baku industri namun penggunaannya masih terbatas. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakteristik fisikokimia ubi jalar Kuningan dan membandingkan perbedaan karakteristik berdasarkan metode pengolahannya. Varietas ubi jalar yang diuji yaitu Manohara, Ace Putih, dan Mawar Merah. Evaluasi karakteristik ubi jalar dilakukan pada ubi jalar segar, tepung dan pasta. Ubi jalar segar mengandung kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, total fenol, dan serat pangan berkisar antara 69.92%-76.06%, 2.36%-2.70%, 2.43%-5.91%,1.15%-2.15%, 89.54%-95.10%, 0.41-4.25 mgGAE/g bk, dan 35.24%-44.74% secara berurutan. Tepung ubi jalar dibuat menggunakan dua metode: oven dan jemur. Tepung ubi jalar mengandung rendemen, kadar air, daya ikat air, daya ikat minyak, daya pembengkakan, kelarutan, total fenol, kadar pati, amilosa, dan amilopektin berkisar antara 21.19%-25.76%, 6.17%-7.04%, 1.93-2.26 g/g, 1.19-1.27 g/g, 11.59-15.50 g/g, 15.29-30.36%, 0.30-1.02 mgGAE/g, 34.26-64.55 g/100g, 28.62 g/100g, dan 14.07-37.45 g/100g secara berurutan. Karakteristik pasting meliputi pasting temperature (76.90-80.38 oC), holding viscosity (794.5-1637 cP), breakdown (293.5-936.5 cP), setback (301-1240 cP), dan peak viscosity (1434-2519 cP). Tepung metode jemur dominan terhadap nilai daya ikat minyak, kadar amilopektin, holding viscosity, setback, final viscosity, dan pasting temperature sedangkan metode oven dominan pada nilai daya ikat air, kelarutan, kecerahan, total fenol, kadar amilosa, peak viscosity, dan breakdown viscosity. Pasta ubi jalar dibuat dengan dua metode: pengukusan dan perebusan. Kadar air pasta ubi jalar berkisar 69.20-77.86% bb dengan tingkat sineresis 5.15-63.02%. Sineresis pasta ubi jalar hanya terjadi pada varietas Manohara dan Mawar Merah. Perbedaan varietas dan metode pengolahan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap karakteristik ubi jalar. Kata kunci: karakterisasi, Kuningan, segar, tepung, ubi jalar
ABSTRACT
DINI ANDRIANI. Characterization of Sweet Potato (Ipomoea Batatas L.) in Some Varieties from Kuningan, West Java. Supervised by FERI KUSNANDAR and ELVIRA SYAMSIR.
such as Manohara, Ace Putih and Mawar Merah. Evaluation of sweet potato characteristics were applied on fresh, flour and pasta form. Fresh sweet potato contained water, ash, protein, fat, carbohydrate, total phenol, and dietary fiber varied from 69.92 to 76.06%, 2.36 to 2.70%, 2.43 to 5.91%, 1.15 to 2.15%, 89.54 to 95.10%, 0.41 to 4.25 mgGAE/g, and 35.24 to 44.74%, respectively. Sweet potato flour were made with two methods: oven and sun drying. Sweet potato flour contained yield, moisture, water holding capacity, oil holding capacity, swelling power, solubility, total phenol, starch, amylose, and amylopectin varied from 21% to 25.76%, 6.17 % to 7.04%, 1.93 to 2.26 g/g, 1.19 to 1.27 g/g, 11.59 to 15.50 g/g, 15.29 to 30.36%, 0.30 to 1.02 mgGAE/g, 34.26 to 64.55 g/100g, 20.20 to 28.62 g/100g, and 14.07 to 37.45 g/100g, respectively. Pasting properties included pasting temperature (76.90-80.38 oC), holding viscosity (794.5-1637 cP), breakdown (293.5-936.5 cP), setback (301-1240 cP), and peak viscosity (1434-2519 cP). Sun drying flour dominate to oil holding capacity, amylopectin, holding viscosity, setback, final viscosity, and pasting temperature whereas oven flour dominate to water holding capacity, solubility, brightness, total phenol, amylose content, peak viscosity, and breakdown viscosity. Sweet potato pasta were made with two methods: steaming and boiling. Sweet potato paste has moisture ranges from 69.20 to 77.86% wb with syneresis level 5.15 to 63.02%. Syneresis of sweet potato paste only occured for Manohara and Mawar Merah. Differentiation of variety and processed method have significant effect (p<0.05) to the characteristic of sweet potato.
KARAKTERISASI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DARI
BEBERAPA VARIETAS DI KUNINGAN, JAWA BARAT
DINI ANDRIANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan pada waktu yang tepat. Penelitian dilakukan di Laboratorium ITP IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah karakterisasi ubi jalar dengan judul Karakterisasi Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.) dari Beberapa Varietas di Kuningan, Jawa Barat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Feri Kusnandar MSc dan Ibu Dr Ir Elvira Syamsir MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi kritik dan saran hingga terselesainya skripsi ini. Terima kasih kepada Ibu Dian Herawati STP MSi yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian tugas akhir dan memberikan saran selama penelitian. Terima kasih kepada Ibu Kanyaka Wara Apsari, STP atas bantuan dana penelitian melalui kerjasama Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Kuningan. Terima kasih kepada seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta teknisi Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu memberikan saran selama penelitian berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih khususnya kepada Bapak dan Ibu serta kakak tercinta Riska Apriliana atas segala bantuannya baik bantuan moril maupun materil serta doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada sahabat-sahabat Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) angkatan 48, Generator 48, Yusuf Arif Salam, Shierly Yuska, Kak Hety Hidayat H, Kak Anti, Maya, Sabihah, Aprilia Wulandari, Anistya, Tri Wahyu Sulistyawati, Desi, Latifah, Ristia, Delina, dan teman-teman satu bimbingan Citra Nour Aziz dan Andhika Prasetyo atas segala bantuan dan dorongan semangatnya.
Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama dalam perkembangan teknologi pangan. Terima kasih.
Bogor, Maret 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODOLOGI PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat 2
Bahan dan Alat 2
Prosedur Penelitian 2
Prosedur Analisis 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Karakteristik Ubi Jalar Segar 10
Penampakan fisik ubi jalar segar 10
Komposisi kimia 11
Total fenol 12
Serat pangan 12
Karakteristik Tepung Ubi Jalar 12
Rendemen pengeringan dan kadar air tepung 12
Karakteristik fisik tepung 13
Karakteristik kimia tepung 15
Karakteristik pasting 17
Karakteristik Umum Tepung Ubi Jalar 20
Karakteristik Pasta Ubi Jalar 22
Kadar air 22
Warna 24
Sineresis 25
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 32
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia, total fenol, dan serat pangan ubi jalar segar 11
DAFTAR GAMBAR
1 Penampakan utuh tiga varietas ubi jalar 10
2 Potongan melintang ubi jalar 10
3 Perbandingan metode pengeringan dan varietas ubi jalar terhadap kadar air
(a) dan rendemen (b) ubi jalar 12
4 Perbandingan metode pengeringan dan varietas ubi jalar terhadap kecerahan
tepung ubi jalar 15
5 Penampakan tepung ubi jalar metode jemur dan oven 16 6 Grafik profil pasting tepung ubi jalar oven (a) dan jemur (b) 19 7 Perbandingan metode pengeringan dan varietas terhadap Breakdown:Peak viscosity (a) dan Setback:Holding Viscosity (b) 20 8 Perbandingan varietas terhadap karakteristik tepung ubi jalar 21 9 Perbandingan metode pengolahan dan varietas terhadap kadar air pasta ubi
jalar 22
10 Perbandingan metode pengeringan terhadap karakteristik tepung ubi jalar 23 11 Perbandingan metode pengolahan dan varietas ubi jalar terhadap kecerahan
warna pasta ubi jalar 24
12 Penampakan pasta ubi jalar rebus dan kukus 24
13 Sineresis pasta ubi jalar 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji statistik Two Way ANOVA komposisi kimia terhadap varietas ubi jalar dalam bentuk segar dengan IBM Statistics SPSS 22 32 2 Hasil uji statistik Two Way ANOVA total fenol terhadap varietas ubi jalar dalam bentuk segar dengan IBM Statistics SPSS 22 34 3 Hasil uji statistik Two Way ANOVA serat pangan terhadap varietas ubi jalar dalam bentuk segar dengan IBM Statistics SPSS 22 34 4 Tabel rendemen dan kadar air tepung ubi jalar 35
5 Tabel sifat fisik tepung ubi jalar 35
6 Tabel notasi hunter tepung ubi jalar 35
7 Tabel total fenol, kadar pati, amilosa dan amilopektin tepung ubi jalar 36
8 Tabel profil pasting tepung ubi jalar 36
9 General Linear Model Multivariate tepung ubi jalar dengan IBM Statistics
SPSS 22 37
10 Tabel kadar air pasta ubi jalar 51
11 Tabel notasi hunter pasta ubi jalar 51
12 General Linear Model Multivariate pasta ubi jalar dengan IBM Statistics
SPSS 22 52
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu hasil panen yang sangat penting dengan produksi lebih dari 133 juta ton setiap tahunnya di seluruh dunia. Ubi jalar mudah dibudidayakan, dapat tumbuh pada berbagai macam jenis tanah, produktivitasnya tinggi, masa tanam relatif pendek (3-6 bulan), dan membutuhkan sedikit pupuk (George et al 2011). Ubi jalar kaya akan karbohidrat, vitamin, mineral dan serat pangan meskipun sedikit mengandung protein dan lemak (Liu et al 2010). Selain itu ubi jalar juga merupakan sumber pro vitamin A karena tinggi karoten dan antosianin yang terkandung dalam ubi jalar dengan daging buah berwarna. Oleh karena itu ubi jalar banyak dimanfaatkan sebagai makanan, pakan ternak, dan bahan baku untuk proses industri (Aina et al 2009; Chen et al 2003). Berdasarkan warna daging buahnya ubi jalar terbagi dalam beberapa golongan yaitu ubi jalar putih, kuning, jingga, dan ungu. Senyawa antioksidan yang terkandung dalam ubi jalar bermanfaat untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah penyakit degeneratif seperti kanker dan jantung. Zat gizi lain yang banyak terdapat dalam ubi jalar adalah vitamin C dan vitamin B6 (piridoksin) yang berperan penting dalam kekebalan tubuh. Ubi jalar dengan daging buah kuning sampai jingga dilaporkan sebagai sumber betakaroten yang tinggi (Kidmose et al 2007; Bengtsson et al 2008) sedangkan ubi jalar ungu sebagai sumber antosianin (Oki et al 2002; Cevallos-Casals dan Cisneros-Zevallos 2004)
Adanya perbedaan varietas dan proses pengolahan akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia dan fungsional dari ubi jalar. Osundhahunsi et al (2003) melalui penelitiannya telah melakukan perbandingan karakteristik fisikokimia dari tepung dan pati ubi jalar. Lamberti et al (2004) juga mempelajari mengenai transformasi pati selama produksi dan penyusunan kembali granula pati pada flakes kentang. Yadav et al 2004 telah melaporkan bahwa terjadi perubahan profil pasting dari tepung ubi jalar yang diperoleh dari metode pengeringan yang berbeda. Metode pengeringan yang dibahas oleh Yadav et al 2004 yaitu dum drying dan hot-air drying. Pemanfaatan ubi jalar sudah banyak dilaporkan baik penggunaan ubi jalar segar maupun yang dikeringkan sebagai bahan baku pembuatan mi, puding, bubur dan makanan berbasis terigu lainnya (Montreka dan Adelia, 2003; Chen et al 2003). Ubi jalar juga sekarang mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan roti tawar substitusi (Hardoko et al 2010), tepung komposit (Adeleke dan Odedeji 2010), bolu kukus, brownis kukus, dan kue talam (Nisviaty 2006) serta es krim sinbiotik (Khoiriyah 2012).
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah sentra penghasil komoditas ubi jalar terbesar di Indonesia (Handawi 2010). Produksi ubi jalar di Jawa Barat sebesar 439.274 ton, dominasi produksi berada pada kabupaten Kuningan dengan produksi sebesar 118.267 ton (BPS 2015). Produktivitas ubi jalar kabupaten Kuningan dapat menutupi 1/3 dari produksi total provinsi Jawa Barat. Tingginya produksi ubi jalar di kabupaten Kuningan menjadikan daerah ini berpotensi untuk mengembangkan lebih banyak olahan ubi jalar.
karakteristik fisikokimia dan fungsional ubi jalar dalam bentuk segar, tepung, dan pasta dari varietas ubi jalar di Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini akan membahas perbedaan karakteristik fisikokimia dan fungsional ubi jalar segar, tepung, dan pasta dari beberapa metode pengolahan. Pengetahuan mengenai karakteristik fisikokimia dan fungsional dapat digunakan untuk menentukan potensi tepung ubi jalar dalam pemanfaatan yang lebih spesifik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik fisikokimia tiga varietas ubi jalar dalam bentuk segar, tepung, dan pasta serta membandingkan perbedaan karakteristik berdasarkan metode pengeringan pada tepung dan metode pengolahan pada pasta ubi jalar.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat memberikan saran kepada pengrajin ubi jalar di daerah Kuningan, Jawa Barat mengenai potensi dari masing-masing varietas ubi jalar berdasarkan karakteristik yang telah diuji.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama empat bulan dari bulan Maret hingga Juli 2015 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, dan Pilot Plant SEAFAST Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar dengan tiga varietas yaitu Manohara, Mawar Merah dan Ace Putih. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia yaitu NaOH, H2SO4, HCl, akuades, pelarut hexana, HgO, Na2S2O3, H3BO3, indikator red metil, fenolftalein, etanol, alkohol, Folin-Ciaocalteau, minyak kedelai, NaCO3, asam galat dan methanol.
Alat yang digunakan untuk pengolahan meliputi oven 60 oC, slicer, disc mill, dan grinder sedangkan untuk analisis menggunakan oven 105 oC, tanur, Rapid Visco Analyzer, sentrifuse, soxhlet, labu Kjeldahl, spektrofotometer, serta alat- alat gelas lainnya.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terbagi dalam 3 tahap yaitu karakteristik ubi jalar segar, tepung ubi jalar dan pasta ubi jalar.
Karakteristik ubi jalar segar
Ubi jalar segar dianalisis untuk mengetahui komposisi kimia, total fenol dan serat pangan. Proses persiapan sampel diawali dengan mencuci bersih ubi jalar, mengupas dan memotongnya menjadi ukuran lebih kecil untuk kemudian dicacah hingga lebih halus. Ubi jalar cacah yang dihasilkan digunakan untuk analisis proksimat, total fenol dan serat pangan.
Karakteristik tepug ubi jalar
pembuatan tepung dilakukan 2 macam yaitu metode jemur dan metode oven. Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan mencuci bersih dan mengupas kulit ubi jalar segar, kemudian mengirisnya dengan slicer untuk menghasilkan irisan ubi jalar dengan tebal ± 2 mm. Irisan tersebut dikeringkan dengan oven pengering pada suhu 60 oC selama 6 jam atau dijemur matahari selama ± 3 hari. Irisan yang sudah kering kemudian ditepungkan menggunakan disc mill, diayak pada ayakan 60 mesh sehingga dihasilkan tepung ubi jalar. Tahapan pembuatan tepung dapat dilihat pada Lampiran 13. Tepung ubi jalar yang dihasilkan akan digunakan untuk analisis kadar air, sifat fisik tepung (daya pembengkakan, kelarutan, daya ikat air, dan daya ikat minyak), warna, total fenol, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, dan profil pasting.
Karakteristik pasta ubi jalar
Analisis pasta ubi jalar bertujuan untuk mengetahui karakter warna pasta dan melihat ketahanannya terhadap sineresis selama penyimpanan. Pembuatan pasta ubi jalar diawali dengan memotong ubi jalar utuh menjadi beberapa bagian dengan ukuran ± 3×3 cm kemudian pengolahannya dilakukan dengan dua cara yaitu perebusan dan pengukusan. Perebusan dan pengukusan dilakukan masing – masing selama 30 menit. Hasil pengolahan kemudian dikupas dan dihaluskan menggunakan grinder. Pasta ubi dikemas di dalam plastik dan selama penelitian berlangsung pasta disimpan di dalam lemari pendingin. Pasta ubi jalar yang dihasilkan digunakan untuk analisis kadar air, warna, dan sineresis.
Prosedur Analisis Kadar air (AOAC 2005)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit pada suhu 105 oC, didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang beratnya (A). Sejumlah sampel (1-2 gram) ditimbang dalam cawan (B). Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 5 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C). Kadar air dapat diperoleh dengan perhitungan
Kadar air %bb =B − C − AB × %
Kadar abu (AOAC 2006)
Cawan untuk pengabuan dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ±3 gram dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asam sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dimasukkan ke tanur listrik suhu 550 oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu putih dan memiliki berat tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang beratnya (C). Kadar abu dihitung dengan perhitungan
Kadar abu %bb =C − AB × %
Kadar lemak (AOAC 2006)
Labu lemak yang akan digunakan disesuaikan dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 – 110 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ±5 gram dalam kertas saring (B), kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut hexana dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya kemudian dilakukan refluxs selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu beserta lemak ditimbang (C). Kadar lemak dapat dihitung dengan perhitungan
Kadar lemak %bb =C − AB × %
Kadar lemak %bk = Kadar lemak %bb− kadar air %bb × %
Kadar protein(AOAC 2005)
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro kjeldahl. Sampel akan melalui tiga tahap, yakni digesti, destilasi dan titrasi.
Tahap digesti. Sampel sebanyak 250 mg ditimbang ke dalam labu kjeldahl, ditambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H2SO4, ditambahkan juga 2-3 butir batu didih. Sampel dipanaskan selama 1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan jernih kemudian didinginkan.
Tahap destilasi. Air destilata ditambahkan secara perlahan lewat dinding labu dengan digoyang perlahan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Selanjutnya isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu dibilas sebanyak lima sampai enam kali dengan 1-2 ml air destilat, setelah itu ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH- 5% Na2SO3. Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator red-metilen blue diletakkan dibawah kondensor, sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat dan dilanjutkan pada tahap titrasi.
Tahap titrasi. Sebelumnya dilakukan standarisasi larutan HCl 0.02 N terlebih dahulu. Sebanyak 25 ml larutan HCl 0.02 N dipipet kedalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein 1%. Larutan HCl 0.02 N dititrasi dengan NaOH 0.02 N yang telah distandarisasi, sehingga dapat diketahui volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi dengan perubahan warna larutan menjadi merah muda. Normalitas (N) larutan HCl dapat dihitung menggunakan rumus
N HCl = ml NaOH × N NaOHml HCl
%N = ml HCl contoh − ml HCl blanko × N HCl × 4, 7 ×mg contoh Kadar protein %bb = %N × faktor konversi
Kadar protein %bk = Kadar protein %bb− kadar air %bb × %
Kadar karbohidrat metode by difference (AOAC 2005)
Penghitungan kadar karbohidrat berdasarkan selisih dari kadar air, abu, lemak dan protein, dengan diasumsikan sebagai bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. Penghitungan kadar karbohidrat metode by difference dapat menggunakan rumus:
Kadar karbohidrat % = % − P + A + Ab + L
Kadar karbohidrat %bk =Kadar karbohidrat %bb− kadar air %bb × %
Keterangan :
P = Kadar protein (%) A = Kadar air (%bb) Ab = Kadar abu (%bb) L = Kadar lemak (%bb) Total fenol (Tan et al 2013 dengan modifikasi)
Ekstrak sampel dipipet sebanyak 0.2 mL, ditambah dengan 1.5 mL Folin Ciocalteau (100%) dan akuades 1 mL kemudian didiamkan selama 5 menit pada suhu ruang. Setelah itu sebanyak 2.5 mL Na2CO3 (6%) ditambahkan pada larutan ekstrak yang akan dianalisis. Larutan dihomogenisasi dan didiamkan selama 90 menit pada suhu ruang dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Standar yang digunakan untuk membuat kurva kalibrasi yaitu standar asam galat. Konsentrasi asam galat yang digunakan yaitu 50–200 mg/L dengan rentang 25 mg/L. Standar diberi perlakuan yang sama dengan larutan ekstrak sampel. Analisis total fenol dilakukan sebanyak dua ulangan. Total fenol ekstrak sampel dinyatakan dalam mg asam galat/g sampel (mg GAE/g sampel) dengan rumus :
Total fenol mg GAEg = cmV
Total fenol bk = Total fenol bb− kadar air %bb × %
Keterangan :
c = kadar total fenol dari persamaan kurva standar (mg/L) V = volume sampel (L)
m = bobot sampel (g)
Serat pangan(AOAC 1995)
dalam penangas air pada suhu 100 oC selama 15 menit sambil diaduk sesekali. Setelah itu, sampel diangkat dan didinginkan samapi suhu 60 oC, ditambahkan 10 ml air destilata dan 100 µL protease. Inkubasi pada suhu 60 oC selama 30 menit. Tambahkan 5 mL 0.561 N HCl ke dalam enlenmeyer dan atur pH menjadi 4.0-4.7 dengan menambahkan 1N NaOH atau 1N HCl. Setelah pH tercapai, tambahkan 300 µL amiloglukosidase dan diaduk, kemudian diinkubasi suhu 60 oC selama 30 menit dengan pengadukan yang konstan. Selanjutnya disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Penyaringan dilakukan 2 kali pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata 70 oC.
Residu (Serat Tidak Larut).Sampel dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78% dan 2 x 10 ml aseton. Sampel lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama satu malam atau hingga mencapai berat konstan. Sampel yang telah kering kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Setelah itu sampel diabukan dengan tanur pada suhu 550oC selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Filtrat (Serat Larut). Filtrat diatur volumenya menjadi 100 ml dan ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60 °C). Filtrat dibiarkan mengendap selama 1 jam. Filtrat tersebut kemudian disaring dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Filtrat lalu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton. Selanjutnya filtrat dikeringkan dengan oven pada suhu 105 °C selama satu malam atau hingga mencapai berat konstan. Filtrat kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Setelah itu, filtrat diabukan dengan tanur pada suhu 550 °C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Blanko. Penetapan blanko dapat dilakukan sama dengan sampel, tetapi dilakukan tanpa penambahan sampel.
D = Berat setelah pengeringan (g) I = Berat setelah pengabuan (g)
B = Berat blanko bebas abu (g) = (D-I)blanko Profil pasting (Teresa 2012)
pada rekorder. Data yang diperoleh dari pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu gelatinisasi atau pasting temperature (PT), viscositas puncak atau peak viscosity (PV), hold viscosity (HV), breakdown viscosity (BV), setback viscosity (SV), dan final viscosity (FV).
Daya pembengkakan (Wang et al 2010)
Sampel 0.35 g dipanaskan dalam 10 mL air destilata dalam waterbath pada suhu 90 oC selama 30 menit dengan pengadukan secara konstan. Sampel kemudian disentrifus pada 3000 rpm selama 15 menit. Bagian endapan yang dihasilkan ditimbang dan dihitung menggunakan persamaan
Daya Pembengkakan gg bb =Berat sampel g ×Berat sedimen g ×− kelarutan
Daya Pembengkakan (gg bk) =Daya Pembengkakan g gbb
− kadar air %bb × %
Kelarutan (Wang et al 2010)
Sampel 0.35 g dipanaskan dalam 10 mL air destilata dalam waterbath pada suhu 90 oC selama 30 menit. Sampel kemudian disentrifus pada 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan, dikeringkan, ditimbang dan dihitung menggunakan persamaan
Kelarutan %bb =Berat supernatan kering gBerat sampel g ×
Kelarutan %bk = Kelarutan %bb− kadar air %bb × %
Kadar pati (Titrimetri)
Sampel 2 sampai 5 gram ditambahkan 50 ml aquades dan diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci aquades sampai 250 ml. Residu dipindahkan dari kertas saring ke dalam gelas piala dengan dicuci 200 ml aquades dan tambahkan 20 ml HCl 25%. Gelas piala diletakkan pada pendingin balik selama 2.5 jam. Setelah dingin, dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml, kemudian disaring. Selanjutnya menentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula reduksi. Berat pati adalah berat glukosa dikalikan 0.9.
Kadar amilosa (Juliano 1972)
tanda tera dengan akuades dan dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Larutan kemudian diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
Penetapan Sampel. Sejumlah 100 mg sampel tanpa lemak dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol serta 9 ml NaOH 1 N. Setelah itu, larutan sampel didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml asetat 1 N serta 2 ml larutan iod. Larutan selanjutnya ditambah akuades sampai tanda tera, dikocok, didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus
Kadar amilosa %bb =AS ×FPW × %
Kadar amilosa %bk = Kadar amilosa %bb− kadar air %bb × %
Keterangan:
A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = slope kemiringan pada kurva standar
FP = faktor pengenceran, yaitu 0.05 W = berat sampel (gram)
Kadar amilopektin sebagai selisih antara kadar pati dan kadar amilosa. Warna (Grabowski et al 2006)
Warna adalah salah satu parameter yang dapat menentukan mutu produk. Penentuan warna pada tepung ubi jalar dilakukan dengan menggunakan
alat”Minolta Chromameter CR-300”. Warna tepung ubi jalar dinyatakan dengan notasi Hunter menggunakan parameter L, a, b, dan oHue. Nilai L menunjukkan kecerahan (brightness) dan mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Nilai oHue menunjukkan warna yang terlihat. Nilai o Hue dikelompokkan sebagai berikut:
o Hue 342-18 : Red purple o Hue 162-198 : Green o Hue 18-54 : Red o Hue 306-342 : Purple o Hue 54-90 : Yellow red o Hue 270-306 : Blue purple o Hue 90-126 : Yellow o Hue 198-234 : Blue green o Hue 126-162 : Yellow green o Hue 234-270 : Blue Daya ikat minyak (Chau dan Huang 2003)
Daya Ikat Minyak g g bb =
( ml − volum minyak bebas ml ) × densitas minyak berat sampel
Daya ikat minyak (g g bk) =
Daya ikat minyak ggbb
− kadar air %bb × %
Daya ikat air (Chau dan Huang 2003)
Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan 10 ml air destilata. Campuran tersebut dikocok dengan vorteks selama 30 detik dan didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang. Setelah itu, disentrifus pada kecepatan 2000 rpm selama 30 menit. Supernatan dituang ke gelas ukur 10 ml dan diamati volum air bebas.
Daya Ikat Air gg bb =( ml − volum air bebas ml ) × densitas airberat sampel
Daya ikat air (gg bk) = Daya ikat air g gbb
− kadar air %bb × %
Stabilitas pembekuan dan thawing (Bello-Perez et al 2002 dengan modifikasi) 7-8 g pasta ubi jalar dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan dibekukan dalam freezer selama 18 jam kemudian di-thawing selama 6 jam pada suhu ruang. Perlakuan ini disebut satu siklus. Akhir siklus, cairan yang keluar dipisahkan (sentrifugasi 3000 rpm selama 10 menit) lalu ditimbang.
Sineresis %bb =Cairan yang dipisahkan g ×Berat total sampel g
Sineresis %bk = Sineresis %bb− kadar air %bb × %
Rendemen pengeringan
Ubi jalar dikupas kemudian diiris tipis menggunakan slicer. Hasil irisan slicer kemudian ditimbang dan ditempatkan dalam wadah untuk dilakukan penjemuran. Ubi jalar kering kemudian digiling dan diayak sehingga menghasilkan tepung.
Rendemen % =Berat sampel irisan sebelum jemur g ×Berat tepung setelah giling g %
Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Ubi Jalar Segar
Penampakan fisik ubi jalar segar
Penampakan ketiga varietas ubi jalar dari Kuningan dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Varietas Manohara cenderung memiliki ukuran umbi yang besar dan membulat, varietas Ace Putih sedikit lebih lonjong dan membulat sedangkan Mawar Merah lebih banyak berbentuk membulat dan pendek. Berdasarkan penampakan fisik ketiga ubi jalar terlihat bahwa pada varietas Manohara memiliki kulit berwarna putih dengan ukuran dan volum umbi terbesar, varietas Ace Putih memiliki kulit berwana putih sedikit kekuningan sedangkan varietas Mawar Merah berkulit jingga kemerahan dengan ukuran dan volum umbi terkecil. (Gambar 1).
Gambar 1 Penampakan utuh tiga varietas ubi jalar
Potongan melintang pada ubi jalar (Gambar 2) menunjukkan adanya perbedaan warna daging buah setiap varietas. Varietas Manohara dan Ace Putih memiliki warna daging buah yang cenderung putih kekuningan. Namun pada Ace Putih warna daging buah lebih kuning dibandingkan Manohara. Varietas Mawar Merah memiliki warna daging buah merah kekuningan.
Komposisi kimia
Komposisi kimia ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Presentase komposisi kimia pada ubi jalar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi geografis, iklim panen, umur panen dan varietas.
Kadar air. Kadar air ubi jalar yang diperoleh berkisar 69.92-76.06% bb. Hasil ini tidak berbeda jauh dari yang dilaporkan oleh Soison et al (2015) sebesar 70.13% bb dan Suarez et al (2016) berkisar 65.3-82% bb. Secara statistik kadar air ketiga varietas ubi jalar menunjukkan perbedaan yang signifikan (Lampiran 1). Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan ubi jalar mudah busuk jika disimpan pada suhu ruang dalam bentuk segar. Hal ini karena air merupakan komponen dalam bahan pangan yang mempengaruhi tingkat kesegaran, stabilitas, keawetan pangan, aktifitas enzim dan pertumbuhan mikroba (Kusnandar 2010).
Kadar abu. Definisi kadar abu menurut Yan Jiang dan Wen (2015) adalah jumlah kandungan mineral dalam buah. Kadar abu ubi jalar yang dihasilkan berkisar 2.36-2.70% bk. Hasil ini lebih rendah dari yang dilaporkan Suarez et al (2016) yaitu berkisar 4.32-4.70% bk. Ketiga varietas ubi jalar ini mempunyai kadar abu yang rendah dengan varietas Mawar Merah mempunyai nilai yang lebih tinggi dari dua varietas lainnya. Penyebab perbedaan kadar abu ini antara lain karena perbedaan lokasi tanam, umur panen, dan varietas (Suarez et al 2016).
Tabel 1 Komposisi kimia, total fenol, dan serat pangan ubi jalar segar Parameter
Varietas
Manohara Ace Putih Mawar Merah Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
signifikan (p<0.05)
Kadar protein. Ubi jalar memiliki kadar protein berkisar 2.43-5.91% bk. Hasil ini tidak berbeda jauh dari hasil yang dilaporkan Djuanda (2003) sebesar 2.58% bk dan Suarez et al (2016) berkisar 5.16-7.35% bk. Ubi jalar varietas Mawar Merah memiliki kadar protein tertinggi dan dua varietas lainnya memiliki kadar protein yang sama. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia adalah faktor genetik, lingkungan tempat tumbuh, dan umur panen (Antarlina 2009).
Kadar karbohidrat. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat sehingga kadar karbohidrat memiliki persen lebih tinggi dari kadar abu, protein, dan lemak. Kadar karbohidrat ubi jalar berkisar 89.54-94.00% bk. Hasil ini tidak berbeda jauh dari yang dilaporkan Djuanda (2003) sebesar 94,01% bk. Varietas Ace Putih memiliki nilai kadar karabohidrat tertinggi dari dua varietas lainnya.
Total fenol
Total fenol ubi jalar berkisar 0.41-4.25 mgGAE/g bk. Nilai ini lebih tinggi dari hasil yang dilaporkan Teow et al (2007) berkisar 0.0030-0.9470 mg GAE/g bb dan mendekati hasil Suarez et al (2016) berkisar 2.5936-5.0609 mg/g bk. Secara statistik ketiga varietas ubi jalar memiliki total fenol yang berbeda nyata (Lampiran 2). Senyawa fenolik mempunyai kemampuan mencegah kerusakan oksidatif dalam tubuh manusia karena radikal bebas. Perbedaan kandungan fenol pada ubi jalar dipengaruhi oleh faktor genetik yang mempengaruhi komposisi kimia buah tersebut. Ubi jalar dengan daging buah kuning dan jingga mengandung beberapa asam fenolat seperti asam hidroksinamat, tetapi defisiensi terhadap komponen polifenol utama layaknya pada buah beri seperti antosianin, proantosianidin, dan elagitanin (Grace et al 2014). Selain itu senyawa fenolik juga tidak tahan terhadap pemanasan sehingga untuk varietas yang mengandung komponen fenolik tinggi lebih baik untuk menghindari proses pengolahan dengan pemanasan.
Serat pangan
Serat pangan merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim percernaan manusia. Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, serat pangan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat larut air (Soluble Dietary Fiber atau SDF) dan bersifat tidak larut air (Insoluble Dietary Fiber atau IDF). Gabungan SDF dan IDF merupakan total serat pangan (Total Dietary Fiber atau TDF). Serat pangan ubi jalar yang diperoleh berkisar 35.24-44.74% bk. Hasil ini lebih tinggi dari kadar serat pangan yang dilaporkan oleh Suarez et al (2016) yang berkisar 10.59-15.50% bk. Serat pangan pada varietas Ace Putih memiliki nilai tertinggi diantara dua varietas lainnya. Secara statistik (Lampiran 3) ketiga varietas ubi jalar memiliki total serat pangan yang berbeda nyata. Tingginya serat pangan pada varietas Ace Putih dapat menjadikan ubi jalar varietas ini sebagai pangan sumber serat.
Karakteristik Tepung Ubi Jalar
Rendemen pengeringan dan kadar air tepung
kelembaban lingkungan selama penjemuran akan meningkatkan potensi ubi jalar yang berkapang. Berbeda dengan pengeringan oven yang kondisi suhu dan waktu pengovenanannya terkendali sehingga pengeringan berlangsung lebih cepat dan tidak ada ubi jalar yang berkapang.
Gambar 3 Perbandingan metode pengeringan dan varietas ubi jalar terhadap kadar air (a) dan rendemen (b) tepung ubi jalar
Kadar air. Kadar air tepung ubi jalar yang diperoleh berkisar 6.09-7.36% bb (Lampiran 4). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilaporkan Richana dan Widaningrum (2009) berkisar 6.47-8.00% serta Retnaningtyas dan Rukmi (2014) sebesar 8.26%. Kadar air tepung ubi jalar yang diperoleh juga telah memenuhi SNI 3751 (2009) dengan kadar air maksimal 14.5%. Secara statistik varietas ubi jalar berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air tepung namun metode pengeringan tidak berpengaruh nyata (Lampiran 9i). Kadar air tepung ubi jalar metode jemur lebih kecil dibandingkan metode oven. Perbedaan kadar air ini karena ada perbedaan kadar air pada bahan mentah dan derajat keterikatan air untuk setiap varietas. Kandungan air pada tepung merupakan faktor penting karena berkaitan dengan mutu. Semakin rendah kadar air tepung maka semakin baik mutunya sehingga dapat memperkecil kesempatan mikroba untuk tumbuh.
Karakteristik fisik tepung
Daya ikat air. Daya ikat air tepung yang diperoleh berkisar 1.77-2.53g/g bk (Lampiran 5). Hasil ini mendekati kisaran daya ikat air tepung ubi jalar kuning yang dilaporkan Abdullah (2009) sebesar 2.57g/g dan Amajor et al (2014) berkisar 2.20-2.50 g/g. Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap daya ikat air tepung (Lampiran 9b). Varietas Mawar Merah memiliki daya ikat air tertinggi dari dua varietas lainnya. Daya ikat air tepung metode oven lebih tinggi dibandingkan metode jemur. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tepung ubi jalar metode oven memiliki lebih banyak molekul hidrofilik seperti polisakarida dibandingkan tepung metode jemur (Kaur dan Singh 2005). Daya ikat air yang tinggi akan meningkatkan kemampuan tepung untuk berinteraksi dengan komponen lain. Hal ini karena daya ikat air merupakan indikator kemampuan tepung, konsentrat atau isolat protein untuk digabungkan dalam formulasi makanan terutama yang melibatkan penanganan adonan seperti dalam produk roti dan cake (Niba et al 2001).
kuning yang dilaporkan Abdullah (2009) sebesar 1.36 g/g dan Amajor et al (2014) berkisar 1.45-1.90 g/g. Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap daya ikat minyak tepung (Lampiran 9a). Daya ikat minyak pada tepung metode jemur lebih tinggi dari metode oven. Sifat daya ikat minyak mengindikasikan adanya interaksi suatu bahan terhadap minyak (Santoso et al 2009). Perbedaan kemampuan mengikat minyak pada tepung menunjukkan bahwa jumlah ikatan non polar yang berikatan dengan rantai hidrokarbon dalam tepung berbeda-beda (Adebowale dan Lawal 2004). Daya ikat minyak pada tepung metode jemur yang tinggi membuat tepung ini berpotensi akan mengikat minyak lebih banyak. Kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan air dan minyak dapat membantu memperbaiki ikatan struktur, meningkatkan ketahanan flavor, memperbaiki palatabilitas dan mengurangi kehilangan air dan minyak pada produk daging (Aremu et al 2007).
Daya pembengkakan. Daya pembengkakan tepung ubi jalar yang diperoleh berkisar 11.59-15.50g/g bk (Lampiran 5). Nilai yang diperoleh lebih tinggi dari daya pembengkakan pati ubi jalar oranye yang dilaporkan Retnaningtyas dan Rukmi (2014) sebesar 4.19% dan Abegunde et al (2013) berkisar 13.46-26.13g/g. Secara statistik varietas ubi jalar berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap daya pembengkakan tepung, namun metode pengeringan tidak berpengaruh nyata (p<0.05) (Lampiran 9c). Ketiga varietas tepung memiliki nilai daya pembengkakan yang hampir sama. Daya pembengkakan tepung metode oven memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan metode jemur (Lampiran 5). Perbedaan dari karakteristik daya pembengkakan dan solubilitas mengindikasikan adanya perbedaan gaya pengikatan granula pati (Nwokocha et al 2009). Hal ini karena perbedaan suhu pengeringan yang mempengaruhi derajat asosiasi pengikatan pada granula pati (Yadav et al 2006). Semakin meningkatnya suhu pengeringan maka akan meningkatkan derajat degradasi pati sehingga interaksi antar molekul menjadi berkurang. Interaksi yang kuat dalam granula pati akan mengurangi jumlah gugus OH bebas yang tersedia untuk hidrasi dan mengurangi masuknya air ke dalam interior granula sehingga menurunkan daya pembengkakan dan solubilitas (Chung et al 2010). Selain itu intensitas daya pembengkakan dan solubilitas pati dipengaruhi juga oleh perbedaan kadar amilosa dan lemak, keberadaan fosfat, kristalinitas, interaksi antara daerah morfous dan kristalin pati serta karakteristik molekuler pati (Singh et al 2003).
Kelarutan. Kelarutan tepung ubi jalar yang diperoleh berkisar 15.29-30.36% bk (Lampiran 5). Kelarutan yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilaporkan Apriliyanti (2010) berkisar 15.38-15.83% dan Abegunde et al (2013) berkisar 8.56-19.97%. Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap persen kelarutan (Lampiran 9d). Varietas Mawar Merah memiliki kelarutan tertinggi dibandingkan dua varietas lainnya. Kelarutan yang tinggi menunjukkan bahwa pati akan mudah larut dan terbawa bersama air. Perbedaan kelarutan dipengaruhi oleh perbedaan suhu pengeringan selama proses. Semakin meningkatnya suhu pengeringan maka persen kelarutannya akan meningkat. Hal ini karena dengan meningkatnya suhu maka degradasi pati semakin meningkat sehingga granula pati yang larut akan lebih banyak (Yadav et al 2006).
6). Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai L, a, b, dan oHue (Lampiran 9j-m). Tepung ubi jalar Manohara dan Ace Putih memiliki nilai L, a, b, dan o Hue yang hampir sama karena kedua varietas ini memiliki warna daging buah putih kekuningan. Berbeda dengan varietas Mawar Merah yang berwarna merah kekuningan. Berdasarkan pengelompokkan oHue, semua varietas tepung masuk dalam kelompok warna kuning kemerahan (54-90). Perbedaan warna disebabkan oleh adanya variasi komponen karotenoid, fenolat dan antosianin pada ubi jalar. Formasi dari polimerasi antosianin bertanggung jawab sebagian terhadap perubahan nilai warna (Choi et al 2002). Tepung metode oven memiliki kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan metode jemur yang ditunjukkan dalam Gambar 4. Hal ini karena proses pengeringan dengan oven memiliki suhu yang lebih terkendali (± 60 oC) dengan waktu yang singkat selama 6 jam sehingga tidak merusak warna ubi segar sedangkan pengeringan dengan jemur sangat dipengaruhi oleh fluktuasi suhu dan lama penjemuran (± 3 hari) sehingga memungkinkan terjadinya oksidasi enzimatis pada permukaan ubi jalar segar. Warna tepung varietas Ace Putih sedikit lebih putih dibandingkan varietas Manohara yang terlihat lebih kuning sedangkan tepung varietas Mawar Merah terlihat berwarna kemerahan. Tepung metode jemur memiliki kecenderungan warna yang sama namun sedikit lebih gelap dan kecoklatan (Gambar 5).
Gambar 4 Perbandingan metode pengeringan dan varietas ubi jalar terhadap kecerahan tepung ubi jalar
Karakteristik kimia tepung
Total fenol. Total fenol yang dihasilkan tepung ubi jalar berkisar 0.30-1.02 mgGAE/g bk (Lampiran 7). Nilai ini sedikit lebih tinggi dari total fenol yang diperoleh Teow et al (2007) berkisar 0.0010-0.4130 mgGAE/g, namun lebih rendah dari total fenol yang diperoleh Soison et al (2014) sebesar 2.06 mgGAE/g. Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap total fenol yang dihasilkan (Lampiran 9h). Total fenol tepung metode oven memiliki nilai yang tidak berbeda jauh dengan metode jemur untuk masing-masing varietas. Varietas Mawar Merah memiliki nilai total fenol tertinggi dibandingkan varietas Manohara dan Ace Putih. Perbedaan kadar total fenol ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan kondisi tempat tumbuh (Howard et al 2003; Islam et al 2003).
Gambar 5 Penampakan tepung ubi jalar metode jemur dan oven
Kadar pati. Kadar pati yang dihasilkan pada tepung ubi jalar berkisar 34.26-64.55 g/100g bk (Lampiran 7). Nilai yang dihasilkan mendekati kadar pati tepung ubi jalar Ayamurasaki dan Sunnyred berkisar 20.4-31.8% (Noda et al 2001), tepung ubi jalar ungu 61.94-72.03% (Apriliyanti 2010), dan pati ubi jalar oranye sebesar 85.93% (Retnaningtyas dan Rukmi 2014). Secara statistik varietas ubi jalar berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar pati, namun metode pengeringan tidak berpengaruh nyata (Lampiran 9e). Tepung ubi jalar Ace Putih memiliki kadar total pati tertinggi dibandingkan dua varietas lainnya. Tepung ubi jalar dengan kadar pati yang tinggi sesuai untuk pembuatan sirup glukosa dan fruktosa serta produk dengan proses penggorengan, pemanggangan dan pembakaran (Nabubuya et al 2012).
Kadar amilopektin tepung ubi jalar yang diperoleh berkisar 14.07-37.45 g/100g bk (Lampiran 7). Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar amilopektin (Lampiran 9g). Kadar amilopektin dengan metode oven memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan metode jemur. Amilopektin berkontribusi dalam pembengkakan pasta pati (Singh et al 2006) serta berperan penting dalam kristalinitas struktur pati (Singh et al 2003). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar amilopektin maka struktur pati yang terbentuk akan memiliki bagian kristalin yang lebih besar dibandingkan bagian morfous.
Karakteristik pasting
Suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi diukur berdasarkan suhu awal pati mulai tergelatinisasi. Tepung ubi jalar mempunyai suhu gelatinisasi berkisar 76.90-80.38 oC (Lampiran 8). Kisaran suhu gelatinisasi tersebut sesuai dengan kisaran yang dikemukakan Moorthy (2004) yaitu berkisar 66-86.3 oC. Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap suhu gelatinisasi (Lampiran 9r). Suhu gelatinisasi tepung ubi jalar metode oven lebih tinggi pada varietas Manohara sedangkan pada metode jemur varietas Ace putih yang lebih tinggi. Tingginya suhu gelatinisasi mengindikasikan adanya keberadaan pati yang resisten untuk mengembang (Maninder et al 2007).
Peak viscosity. Peak viscosity tepung ubi jalar berkisar 1434.5-2519.5 cP (Lampiran 8). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan peak viscosity ubi jalar yang dilaporkan Nabubuya et al (2012) berkisar 826-3039 cP. Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas maksimum (Lampiran 9n). Tepung ubi jalar metode oven cenderung memiliki nilai viskositas maksimum yang lebih tinggi dibandingkan metode jemur kecuali pada varietas Manohara. Tepung ubi jalar dengan peak viscosity dan breakdown viscosity yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan thickening atau gelling agents (Abegunde et al 2013).
Holding viscosity. Viskositas ini merupakan viskositas pasta pati setelah suhu dipertahankan 95 oC. Nilai holding viscosity tepung ubi jalar yang diperoleh berkisar 794.5-1637 cP (Lampiran 8). Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap holding viscosity (Lampiran 9o). Tepung varietas Manohara metode jemur memiliki nilai holding viscosity tertinggi sedangkan Mawar Merah metode oven memiliki nilai holding viscosity terendah. Holding viscosity menunjukkan tingkat kestabilan pasta pati selama pemasakan (Ikegwu dan Okechukwu 2010). Semakin tinggi nilai holding viacosity maka kestabilan pasta pati semakin tinggi.
melewati ukuran maksimum granula. Hal ini menyebabkan granula pati melepas amilosa dan amilopektin dan kerusakan ini bersifat irreversible (Mason 2009). Berdasarkan grafik profil pasting yang diperoleh (Gambar 6), varietas Manohara metode oven dan Mawar Merah metode jemur memiliki bentuk grafik yang landai. Grafik profil pasting yang landai menunjukkan nilai breakdown viscosity yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pasta pati yang dibentuk oleh tepung varietas Manohara dan Mawar Merah terlihat lebih stabil terhadap perlakuan suhu baik selama pemanasan atau pendinginan. Pasta pati dengan grafik yang landai berpotensi untuk dijadikan bahan penstabil dalam produk pangan.
Final viscosity. Final viscosity biasa disebut juga cold paste viscosity. Final viscosity tepung ubi jalar berkisar 1705.5-2877 cP. Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap final viscosity (Lampiran 9v). Tepung varietas Manohara metode jemur memiliki nilai final viscosity tertinggi dan tepung varietas Mawar Merah metode oven memiliki nilai terendah. Final viscosity tepung metode jemur lebih tinggi dibandingkan metode oven untuk semua varietas. Peningkatan nilai final viscosity pada pati menunjukkan tingginya kemampuan retrogradasi dari pati selama pendinginan (Afoakwa dan Sefa-Dedeh 2001). Tepung yang memiliki nilai final viscosity tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produk yang menginginkan suhu gelatinisasi rendah dan daya pembengkakan tinggi seperti sup krim, puding, dan makanan untuk lansia (Soison et al 2015).
Setback viscosity. Setback viscosity yang dihasilkan berkisar 301-1240 cP (Lampiran 8). Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap setback viscosity. Nilai setback viscosity tepung metode jemur memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan metode oven. Nilai setback viscosity menunjukkan kemampuan pasta mengalami retrogradasi serta dapat mengetahui ada tidaknya sineresis pati selama masa pendinginan (Singh et al 2004). Semakin tinggi nilai setback viscosity maka kemampuan pasta pati untuk retrogradasi semakin kuat (Li dan Yeh 2001). Tepung ubi jalar dengan setback viscosity yang tinggi tidak sesuai untuk produk yang akan disimpan dingin karena ada potensi terjadi sineresis yang dapat menurunkan mutu produk seperti pada bahan pengisi kue pie.
Kestabilan selama pemasakan dan kemampuan retrogradasi tepung ubi jalar dapat dilihat melalui tinggi rendahnya nilai breakdown viscosity dan setback viscosity. Namun nilai breakdown viscosity atau setback viscosity yang tinggi belum tentu mempunyai kestabilan panas dan kemampuan retrogradasi yang tinggi. Oleh karena itu untuk mengidentifikasi kestabilan panas dan kemampuan retrogradasi secara keseluruhan perlu membandingkan antara rasio breakdown viscosity:peak viscosity (BV:PV) dan setback viscosity:holding viscosity (SV:HV). Rasio ini akan menunjukkan kestabilan panas dan kemampuan retrogradasi yang lebih tepat. Secara statistik varietas dan metode pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai BV:PV dan SV:HV. Semakin rendah nilai BV:PV maka akan semakin stabil terhadap pemanasan. Begitu pula dengan nilai SV:HV.
memiliki nilai BV:PV tertinggi sedangkan varietas Manohara metode jemur memiliki nilai SV:HV tertinggi. Tingginya rasio BV:PV dan SV:HV menunjukkan bahwa tepung ubi jalar ini tidak stabil terhadap panas dan mudah mengalami retrogradasi.
Gambar 7 Perbandingan metode pengeringan dan varietas terhadap Breakdown:Peak viscosity (a) dan Setback:Holding viscosity (b)
Karakteristik Umum Tepung Ubi Jalar
Perbandingan varietas terhadap karakteristik tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 8. Ubi jalar varietas Mawar Merah menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada kelarutan, daya ikat air, dan daya ikat minyak. Namun memiliki nilai yang rendah pada daya pembengkakan. Varietas Ace Putih memiliki nilai yang rendah untuk daya ikat air dan daya ikat minyak, namun tinggi pada kelarutan dan daya pembengkakan sedangkan varietas Manohara lebih tinggi pada daya pembengkakan dan daya ikat minyak.
Kandungan total fenol varietas Mawar Merah lebih tinggi dari dua varietas lainnya. Namun untuk kadar pati, amilosa dan amilopektin dominan pada varietas Ace Putih sedangkan varietas Mawar Merah memiliki nilai terendah. Varietas Manohara tidak menunjukkan nilai yang dominan. Perbedaan nilai kadar pati, amilosa, dan amilopektin akan mempengaruhi profil pasting dari tepung ubi jalar. Profil pasting dari tepung yang mempunyai kadar amilosa tinggi akan memiliki grafik profil pasting dengan nilai final viscosity yang tinggi.
Profil pasting masing-masing varietas tepung ubi jalar menunjukkan karakteristik yang berbeda. Varietas Mawar Merah memiliki nilai terendah pada semua parameter profil pasting. Varietas Ace Putih tinggi pada nilai breakdown viscosity dan rasio breakdown:peak viscosity. Hal ini mengindikasikan bahwa varietas Ace Putih stabil terhadap pemanasan. Varietas Manohara dominan pada nilai holding, setback, dan final viscosity. Tingginya nilai holding, setback, dan final viscosity mengindikasikan bahwa varietas Manohara memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dari dua varietas lainnya.
Perbedaan karakteristik tepung juga dipengaruhi oleh metode pengeringan saat penepungan. Namun metode pengeringan tidak berpengaruh pada daya pembengkakan dan kadar pati (Gambar 10). Daya ikat air, kelarutan, dan kecerahan menunjukkan metode oven lebih tinggi dari metode jemur. Namun hasil yang berbeda ditunjukkan pada daya ikat minyak. Daya ikat minyak menunjukkan bahwa metode jemur lebih tinggi dari metode oven. Hasil ini mengindikasikan bahwa tepung metode jemur lebih mudah menyerap minyak dibandingkan metode oven.
Karakteristik Fisik
Daya Ikat Air
Daya Ikat Minyak
Daya Pembengkakan Kelarutan Kecerahan
Karakteristik Kimia
Kadar Pati Kadar Amilosa Kadar Amilopektin
Total Fenol
Karakteristik Pasting
Peak viscosity
Holding viscosity
Breakdown viscosity
Setback viscosity
Final viscosity
Pasting temperature
Breakdown:Peak viscosity (BV:PV)
Setback:Holding viscosity (SV:HV)
Manohara Ace Putih Mawar Merah
Karakteristik kimia tepung ubi jalar menunjukkan kandungan total fenol untuk metode oven lebih tinggi dari metode jemur, kadar pati pada kedua metode pengeringan sama, dan kadar amilosa untuk metode oven lebih tinggi dari metode jemur. Namun untuk kadar amilopektin, metode jemur lebih tinggi dari metode oven. Tingginya kadar amilosa mengindikasikan bahwa tepung metode oven memiliki kemampuan retrogradasi lebih tinggi dari metode jemur sedangkan tepung yang tinggi amilopektin mengindikasikan bahwa tepung ini memiliki struktur pati dengan bagian kristalin lebih tinggi dari bagian morfous.
Profil pasting tepung ubi jalar metode oven memiliki nilai peak viscosity, breakdown viscosity, dan rasio breakdown:peak viscosity yang lebih tinggi dibandingkan metode jemur. Namun untuk nilai holding viscosity, setback, final viscosity, pasting temperature, dan rasio setback:holding viscosity tepung metode jemur lebih tinggi dari metode oven. Tepung dengan nilai breakdown dan peak viscosity yang tinggi mengindikasikan bahwa tepung ini stabil selama pemanasan dan memiliki ukuran granula pati yang besar (Kusnandar 2010) sedangkan tepung dengan nilai holding viscosity, setback, final viscosity, dan pasting temperature yang tinggi mengindikasikan kalau tepung ini mengandung amilosa serta memiliki kemampuan retrogradasi yang tinggi.
Karakteristik Pasta Ubi Jalar Kadar air
Penyerapan air merupakan banyak sedikitnya air yang terserap selama perebusan atau pengukusan ubi jalar. Penyerapan air diketahui dengan menghitung kadar air yang menunjukkan tinggi rendahnya kandungan air yang terdapat dalam suatu produk sehingga nilai kadar air ini akan sebanding dengan nilai penyerapan airnya. Kadar air yang diperoleh berkisar 69.20-77.86% (Lampiran 10). Kadar air tertinggi dimiliki oleh pasta ubi jalar Manohara dan yang terendah dimiliki oleh varietas Ace Putih (Gambar 9). Secara statistik varietas dan metode pengolahan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air (Lampiran 12a). Pasta ubi jalar dengan pengukusan memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan perebusan.
Karakteristik Fisik
Daya Ikat Air Daya Ikat Minyak Daya Pembengkakan
Kelarutan
Kecerahan
Karakteristik Kimia
Kadar Pati Kadar Amilosa Kadar Amilopektin
Total Fenol
Karakteristik Pasting
Peak viscosity
Holding viscosity
Breakdown viscosity
Setback viscosity
Final viscosity
Pasting temperature
Breakdown:Peak viscosity Setback:Holding
viscosity
Jemur Oven
Warna
Nilai L, a, b, dan oHue pasta ubi jalar berkisar 49.34-61.21, -4.20-18.27, 29.78-42.07 dan 66.61-84.41 secara berurutan (Lampiran 11). Secara statistik varietas ubi jalar berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai L, a, b, dan oHue, namun metode pengolahan tidak berpengaruh nyata (Lampiran 12b-e). Pasta ubi jalar dengan pengukusan memiliki nilai kecerahan lebih tinggi dibandingkan dengan perebusan kecuali pada varietas Manohara (Gambar 11). oHue semua varietas pasta masuk dalam kelompok warna kuning kemerahan (54-90). Namun ubi jalar varietas Manohara dan Ace Putih memiliki nilai oHue yang cenderung ke arah kuning sedangkan varietas Mawar Merah memiliki nilai oHue cenderung ke arah merah (Gambar 12).
Gambar 11 Perbandingan metode pengolahan dan varietas ubi jalar terhadap kecerahan warna pasta ubi jalar
Gambar 12 Penampakan pasta ubi jalar rebus dan kukus
0 10 20 30 40 50 60 70
Manohara Ace putih Mawar merah
Ke
ce
rah
an
(L
)
Varietas Kecerahan Kukus
Sineresis
Sineresis merupakan indeks dari derajat retrogradasi pati pada suhu rendah (Wang et al 2010). Proses sineresis ini terjadi saat dilakukan siklus freeze-thaw berulang. Hal ini mengindikasikan bahwa ada peningkatan ikatan hidrogen intermolekuler antara amilosa dengan amilosa, amilosa dengan amilopektin, serta amilopektin dengan amilopektin (Chen 2003). Kandungan amilosa yang rendah menyebabkan sineresis pati selama pembentukan gel lebih rendah dan menghasilkan struktur gel yang lemah (Singh et al 2009). Stabilitas terhadap pembekuan dan thawing diperlukan karena memegang peran kritis pada kestabilan produk beku dan produk yang disimpan pada suhu dingin. Jenis pasta ubi jalar yang mengalami sineresis yaitu varietas Mawar Merah dan Manohara sedangkan pasta ubi jalar varietas Ace Putih tidak mengalami sineresis. Nilai sineresis yang diperoleh berkisar 5.15-63.02%. Nilai ini mendekati nilai sineresis yang dilaporkan Honestin (2007) berkisar 26.82-70.20%. Persen sineresis menunjukkan peningkatan seiring dengan penambahan siklus (Gambar 13). Hal ini disebabkan semakin lama siklus, jaringan dalam pasta ubi jalar semakin rusak sehingga kemampuan mengikat air juga semakin berkurang. Berkurangnya kemampuan mengikat air menyebabkan pasta yang telah melalui beberapa kali siklus akan lebih mudah melepas air pada saat thawing. Pencegahan terhadap proses retrogradasi dapat menghasilkan produk dengan stabilitas yang baik terhadap pembekuan dan thawing sehingga dapat meningkatkan umur simpan produk pangan (Luallen 2000). Metode pengolahan dengan perebusan memiliki nilai sineresis yang lebih tinggi dibandingkan pengukusan. Pembuatan pasta ubi jalar lebih direkomendasikan dengan pengukusan meskipun penyerapan airnya tinggi namun tidak mudah mengalami sineresis. Pasta dengan sineresis yang rendah diinginkan dalam pembuatan produk beku.
(MM=Mawar Merah, MH=Manohara)
Gambar 13 Sineresis pasta ubi jalar
0
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perbedaan varietas dan metode pengolahan berpengaruh nyata terhadap perbedaan karakteristik ubi jalar dalam bentuk segar, tepung, dan pasta. Varietas Mawar Merah dominan pada kandungan total fenol, varietas Ace Putih dominan pada serat pangan sedangkan varietas Manohara tidak memiliki dominasi khusus. Profil pasting juga berbeda untuk masing-masing varietas. Varietas Ace Putih metode oven memiliki grafik profil pasting tertinggi dan untuk metode jemur dimiliki oleh varietas Manohara. Pasta ubi jalar varietas Ace Putih juga tidak mengalami sineresis namun sineresis tertinggi dimiliki oleh varietas Mawar Merah. Pengetahuan tentang karakteristik fisikokimia ubi jalar sangat diperlukan dan dapat digunakan untuk pertimbangan dalam aplikasi pengembangan produk agroindustri.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah H. 2009. Pengaruh Tingkat Pencampuran Tepung Ubi Jalar Kuning (Ipomea Batatas L.) dan Tepung Kecambah Kacang Pagar (Phaseolus Lunatus) Terhadap Sifat-Sifat Fungsional Tepung Komposit. [Skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas.
Abegunde OK, Mu TH, Chen JW, Deng FM. 2013. Physicochemical characterization of sweet potato starches popularly used in Chinese starch industry. Food Hydrocolloids 33: 169-177.
Adebowale O, Lawal OS. 2004. Comparative study of the functional properties of bambarra groundnut (Voandzeia subterranean), jack bean (Canavalia ensiformis) and mucuna bean (Mucuna pruriens) flours. Food Research International 37: 355–365.
Adeleke RO, Odedeji JO.2010. Functional properties of wheat and sweet potato flour blends. Pak. J. Nutr 9(6): 535-538.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Method of Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemistry. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of
Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemistry. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2006. Official Method of
Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemistry. Afoakwa EO, Sefa-Dedeh S. 2001. Chemical composition and quality changes
occurring in Dioscorea dumetorum pax tubers after harvest. Food Chem 75: 85-91.
Aina AJ, Falade KO, Akingbala JO, Titus P. 2009. Physicochemical properties of twenty-one Caribbean sweetpotato cultivars. Int J of Food Science and Technology 44: 1696–1704.
Antarlina SS. 2009. Identifikasi Sifat Fisik dan Kimia Buah-buahan Lokal Kalimantan. Buletin Plasma Nutfah 15(2): 80-90.
Apriliyanti T. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia dan Sensori Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas blackie) dengan Variasi Proses Pengeringan. [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Aremu MO, Olaofe O, Akintayo ET. 2007. Functional propertiesof some Nigerian
varieties of legume seed flours and flour concentration effect on foaming and gelation properties. J Food Technol 5 (2): 109–115.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produktivitas Ubi Jalar menurut Provinsi tahun 2011-2015. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Ubi Jalar menurut Provinsi tahun 2011-2015. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Bao J, Corke H, Sun M. 2004. Genetic diversity in the physicochemical properties of waxy rice (Oryza sativa L) starch. J of the Science of Food and Agriculture 84: 1299-1306.
Bello-Perez LA, SM Contreras-Ramos, R Romero-Manilla, J Solorza-Feria, A Jimenez-Aparicio. 2002. Chemical and functional properties of modified starch from banana Musa parasisiaca L. (var macho). J Agrociencia 36: 169-180.
orange-fleshed sweet potato. J of Food Composition and Analysis 21:
134-Cevallos-Casals BA, Cisneros-Zeallos L. 2004. Stability of anthocyanin based aqueous extracts of Andean purple corn and red-fleshed sweet potato compared to synthetic and natural colorants. Food Chem 86: 69-77.
Chen Z. 2003. Physicochemical properties of sweet potato starches and their application in noodle products. [Thesis]. Netherland (NL): Wageningen University.
Chen Z, Schols HA, Voragen AGJ. 2003. Physicochemical properties of starches obtained from three varieties of Chinese sweetpotato. J of Food Science 68: 431–437
Chung H, Liu Q, Hoover R. 2010. Effect of single and dual hydrothermal treatments on the crystalline structure, thermal properties, and nutritional fractions of pea, lentil, and navy bean starches. Food Research International. 43:501-508. Choi MH, Kim GH, Lee HS. 2002. Effects of ascorbic acid retention on juice color
and pigment stability in blood orange (Citrus sinensis) juice during refrigerated storage. Food Research International 35:753-759.
Djuanda V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
George NA, Pecota KV, Bowen BD, Schultheis JR, Yencho GC. 2011. Root pieceplanting in sweetpotato a synthesis of previous research and directions for the future. Hort Technology 21: 703–711.
Grabowski JA, Truong VD, Daubert CR. 2006. Spray drying of amylase hydrolyzed sweet potato puree and physicochemical properties of powder. J of Food Science 71: 209-217.
Grace MH, GG Yousef, SJ Gustafson, VD Truong, GC Yencho, MA Lila. 2014. Phytochemical changes in phenolics, anthocyanins, ascorbic acid, and carotenoids associated with sweetpotato storage and impacts on bioactive properties. Food Chem 145:717–724.
Handawi PS Rachman. 2010. Kajian Keterkaitan Produksi. Perdagangan dan Konsumsi Ubi Jalar untuk Meningkatkan 30% Partisipasi Konsumsi Mendukung Program Keanekaragaman Pangan dan Gizi.
Honestin T. 2007. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Howard LR, Clark JR, Brownmiller C. 2003. Antioxidant capacity and phenolic content in blueberries as affected by genotype and growing season. J of the Science of Food and Agriculture 83:1238–1247.
Hung PV, Yamamori M, Morita N. 2005. Formation of enzyme resistant starch in
bread as affected by high amylose wheat flour substitutions. Cereal Chemistry 82: 690-694.
Islam MS, Yoshimoto M, Ishigure K, Okuno S, dan Yamakawa O. 2003. Effect of