• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Strategi Dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun Di Lombok Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Strategi Dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun Di Lombok Tengah"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI DAN RESILIENSI NAFKAH

RUMAHTANGGA PENENUN DI LOMBOK TENGAH

NAFIAH KURNIASIH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun di Lombok Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.

Bogor, Mei 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

NAFIAH KURNIASIH. Analisis Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun di Lombok Tengah. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang mencakup dua dusun, yaitu Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Jonggata dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara, Kecamatan Pujut. Tujuan penelitian adalah untuk melihat struktur nafkah dan bentuk strategi nafkah rumahtangga penenun. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh pemanfaatan lima modal nafkah terhadap resiliensi rumahtangga penenun. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan melalui pendekatan survei dan menggunakan kuesioner. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam. Pendekatan lain yang digunakan adalah melalui observasi lapang di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara modal nafkah terhadap tingkat resiliensi, serta memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi rumahtangga penenun di dua dusun. Faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi di Dusun Sade yaitu pinjaman, tingkat alokasi tenaga kerja dan penguasaan keterampilan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Ketangge yaitu pinjaman, tingkat lama waktu bersekolah dan tingkat investasi barang.

Kata kunci : struktur nafkah, strategi nafkah, modal nafkah, resiliensi

ABSTRACT

NAFIAH KURNIASIH. Analysis of Livelihoods Strategies and Resilience of Weaver Household in Central Lombok. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN

The research is carried out in Central Lombok, West Nusa Tenggara, which includes two villages, namely Dusun Sade, Rembitan Village, District Jonggata and Dusun Ketangge, Sukarara Village, District Pujut. The purpose of this research is to see the livelihood structure and livelihood strategy of weaver household. This research also analyzed the effects of using five livelihood capitals to resilience of weaver household. This research used quantitative method that is supported by qualitative data. Quantitative method carried out through surveys and questionnaires. Qualitative data collection is done by using in-depth interviews. The other approach used by field observation in the research location. The result of this research showed that there is influence between capital incomes to the level of resilience, as well as explain the factors that affect the level of weaver household resilience in two villages. The independent factor in Dusun Sade is loans, the level of allocation of labor and skill of acquisition. The independent factor in Dusun Ketangge is loan, the time level of schooling and the level of investment goods.

(6)
(7)

ANALISIS STRATEGI DAN RESILIENSI NAFKAH

RUMAHTANGGA PENENUN DI LOMBOK TENGAH

NAFIAH KURNIASIH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Disetujui oleh

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MScAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

Judul Skripsi : Analisis Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun di Lombok Tengah

Nama : Nafiah Kurniasih

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dengan segala hal terbaik dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun di Lombok Tengah. Selain itu penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan proposal penelitian ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang terlibat hingga penyelesaian makalah proposal ini, sebagai berikut:

1. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MScAgr. yang telah membimbing, mendukung dan memberikan inspirasi yang luar biasa dalam penyusunan skripsi.

2. Terima kasih kepada pemerintah dan masyarkat Kabupaten Lombok Tengah, yang mendukung penelitian ini, khususnya kepada Dusun Sade, Desa Rembitan dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara.

3. Terima kasih kepada Ibunda Rakmah yang selalu mendukung dan memberikan doa terindah sehingga penulis dapat sampai pada tahap ini, dan kepada orang yang paling menginspirasi hidup penulis, yaitu almarhum Ayahanda Paidi, yang tiada habisnya memberikan inspirasi yang luar biasa disetiap langkah hidup penulis.

4. Terima kasih kepada saudara-saudara penulis yang telah memberikan dukungan yang luar biasa.

5. Terima kasih kepada seluruh sahabat penulis, yang tiada habisnya memberikan semangat dan inspirasi.

6. Rekan-rekan KPM angkatan 48 yang telah memberikan kebersamaan dan kesan mendalam selama menjalani pembelajaran di departemen SKPM. 7. Rekan-rekan COMDEV HIMASIERA 2012-2013 dan 2013-2014 yang sangat

membantu dalam pengembangan ideologi.

8. Terima kasih kepada rekan satu bimbingan yang memberikan motivasi yang luar biasa dalam penulisan proposal ini.

9. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini.

Bogor, Juni 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xxi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORETIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Strategi Nafkah 5

Modal Nafkah 8

Konsep Resiliensi 10

Kerangka Pemikiran 11

Hipotesis Penelitian 13

Definisi Operasional 14

PENDEKATAN LAPANGAN 17

Metode Penelitian 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Teknik Sampling 17

Teknik Pengumpulan Data 18

Teknik Pengolahan Dan Analisis Data 19

GAMBARAN UMUM WILAYAH 21

Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut 21

Kondisi Fisik 21

Kondisi Sosial 22

Kondisi Ekonomi 23

Kondisi Ekologi 24

Dusun Ketangge, Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat 25

Kondisi Fisik 25

Kondisi Sosial 26

Kondisi Ekonomi 26

Kondisi Ekologi 27

Ikhtisar 28

STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA PENENUN DI DUA DUSUN 29

Struktur Nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan 30

Lapisan Bawah 31

(14)

Lapisan Atas 32 Struktur Nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge, Desa

Sukarara 33

Lapisan Bawah 34

Lapisan Menengah 35

Lapisan Atas 35

Struktur Pengeluaran Dan Saving Capacity Rumatangga Penenun di

Dua Dusun 36

Posisi Rumahtangga Penenun Dua Desa Terhadap Garis Kemiskinan 38

Ikhtisar 39

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PENENUN DI DUA DUSUN 41

Bentuk Strategi Nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Sade, Desa

Rembitan 41

Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian 41

Pola Nafkah Ganda 42

RekayasaSpasial 43

Bentuk Strategi Nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge,

Desa Sukarara 43

Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian 43

Pola Nafkah Ganda 43

Rekayasa Spasial 44

Ikhtisar 45

MODAL NAFKAH RUMAHTANGGA PENENUN DI DUA DUSUN 47

Pemanfaatan Modal nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Sade,

Desa Rembitan 47

Modal Alam 48

Modal Finansial 49

Modal Manusia 50

Modal Fisik 50

Modal Sosial 51

Pemanfaatan Modal nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge,

Desa Sukarara 52

Modal Alam 52

Modal Finansial 53

Modal Manusia 54

Modal Fisik 55

Modal Sosial 55

Analisis Modal nafkah di Dua Desa 56

Ikhtisar 60

(15)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi Rumahtangga Penenun

di Dua Dusun 61

Resiliensi Rumahtangga Penenun di Dusun Sade 66

Pengaruh Pendapatan terhadap Resiliensi 66

Pengaruh Pengeluaran terhadap Resiliensi 68

Pengaruh Saving Capacity terhadap Resiliensi 69

Pengaruh Modal Nafkah terhadap Resiliensi 69

Resiliensi Rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge 70

Pengaruh Pendapatan terhadap Resiliensi 70

Pengaruh Pengeluaran terhadap Resiliensi 71

Pengaruh Saving Capacity terhadap Resiliensi 72

Pengaruh Modal Nafkah terhadap Resiliensi 73

Ikhtisar 74

PENUTUP 77

Simpulan 77

Saran 78

DAFTAR PUSTAKA 79

LAMPIRAN 81

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1 Metode Pengumpulan Data 18

2 Jumlah dan persentase perbandingan luas lahan rumahtangga

penenun di dua dusun 57

3 Jumlah perbandingan rata-rata modal finansial rumahtangga

penenun di dua dusun 57

4 Jumlah dan presentase rumahtangga penenun di dua dusun berdasarkan tingkat kepemilikkan modal fisik tahun 2014-2015 58 5 Jumlah dan persentase perbandingan tingakat modal manusia

anggota rumahtangga penenun di dua dusun 59

6 Jumlah dan persentase perbandingan keikuitsertaan anggota

rumahtangga penenun terhadap banjar di dua dusun 59

7 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi nafkah rumahtangga Penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun

2014-2015 62

8 Jumlah dan persentase pengaruh pinjaman terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun

2014-2015 62

9 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat alokasi tenaga kerja terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa

Rembitan tahun 2014-2015 63

10 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat penguasaan keterampilan terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa

Rembitan tahun 2014-2015 63

11 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi nafkah rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun

2014-2015 64

12 Jumlah dan persentase pengaruh pinjaman terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun

2014-2015 65

13 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat lama waktu bersekolah terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Ketangge, Desa

Sukarara tahun 2014-2015 65

14 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat lama waktu bersekolah terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Ketangge, Desa

Sukarara tahun 2014-2015 66

15 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan tingkat pendapatan rumahtangga penenun di Dusun Sade per tahun

2014-2015 67

16 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan tingkat pengeluaran rumahtangga penenun di Dusun Sade per tahun

2014-2015 68

(18)

tahun 2014-2015

18 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan tingkat modal nafkah rumahtangga penenun di Dusun Sade per

tahun 2014-2015 70

19 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan tingkat pendapatan rumahtangga penenun di Dusun Ketangge per

tahun 2014-2015 71

20 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan tingkat pengeluaran rumahtangga penenun di Dusun Ketangge per

tahun 2014-2015 72

21 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan tingkat saving capacity rumahtangga penenun di Dusun Ketangge

per tahun 2014-2015 73

22 Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan tingkat modal nafkah rumahtangga penenun di Dusun Ketangge per

(19)

DAFTAR GAMBAR

1 Komponen dan Alur dalam Studi Nafkah 6

2 Konsep Segilima Pentagon (Modal) 9

3 Kerangka Pemikiran 12

4 Persentase pendapatan pada setiap lapisan di Dusun Sade, Desa

Rembitan 2014-2015 29

5 Persentase pendapatan pada setiap lapisan di Dusun Ketangge, Desa

Sukarara 2014-2015 29

6 Struktur nafkah rumahtangga penenun rata-rata per tahun dalam rupiah menurut lapisan di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun

2014-2015 30

7 Struktur nafkah rumahtangga penenun rata-rata per tahun dalam rupiah menurut lapisan di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun

2014-2015 33

8 Perbandingan struktur pendapatan rata-rata dan struktur pengeluaran rata-rata rumahtangga penenun pertahun dalam rupiah di Dusun

Sade, Desa Rembitan, tahun 2014-2015 37

9 Perbandingan struktur pendapatan rata-rata dan struktur pengeluaran rata-rata rumahtangga penenun pertahun dalam rupiah di Dusun

Ketangge, Desa Sukarara tahun 2014-2015 37

10 Posisi rumahtangga penenun terhadap garis kemiskinan World Bank

pertahun 2014-2015 38

11 Jenis dan jumlah pengguna strategi nafkah yang dilakukan anggota rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun

2014-2015 42

12 Jenis dan jumlah pengguna strategi nafkah yang dilakukan anggota rumahtangga penenun di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun

2014-2015 44

13 Pemanfaatan modal nafkah berdasarkan lapisan rumahtangga

penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun 2014-2015 47

14 Pemanfaatan Modal nafkah berdasarkan lapisan rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun 2014-2015 52 15 Modal nafkah rumahtangga penenun di dua dusun, Kabupaten

(20)
(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Pola Ruang Kabupaten Lombok Tengah 82

2 Jadwal Kegiatan Penelitian 83

3 Hasil uji Regresi Linier 84

4 Kuesiner 86

5 Pedoman Wawancara Mendalam 96

6 Daftar Responden 97

7 Dokumentasi 98

(22)
(23)

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang luas, didominasi oleh laut dan pulau-pulau seluas 1.910.931,32 km2 yang tersebar dalam 17.504 pulau (BPS 2012). Luas wilayah tersebut dibarengi dengan jumlah penduduk Indonesia yang tersebar diberbagai pulau sejumlah 237.641.326 jiwa (BPS 2010), dan jumlah penduduk Indonesia semakin lama semakin bertambah sesuai dengan pergerakan jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia adalah 206.264.595 (BPS 2010) dan meningkat sangat pesat dalam kurun waktu 10 tahun. Jumlah penduduk tersebut syarat dengan kebutuhan hidup manusia, baik dalam bentuk sandang, pangan, dan papan yang harus dipenuhi oleh setiap individu manusia yang tidak dapat dipenuhinya sendiri.

Manusia yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri memerlukan sumberdaya sebagai pemasok kebutuhan hidupnya, baik dalam bentuk material maupun non-material. Sumberdaya tersebut dapat berupa financial capital, physical capital, natural capital, human capital, dan sosial capital (Ellis F dan Freeman H A 2005), yang kesemuanya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari tatanan hidup manusia yang butuh hidup, butuh makan, dan butuh bersosialisasi karena manusia merupakan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan yang merupakan hasil dari kebiasaan hidup bermasyarakat. Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki banyak budaya, yang kesemuanya diatur oleh nilai-nilai dan norma yang berbeda-beda

Hasil kebudayaan yang menjadi icon negara Indonesia salah satunya adalah tenun. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kerajinan tenun sebagai bentuk kebudayaan mereka. Tradisi menenun sendiri sudah sangat lama ada di Indonesia, diberbagai daerahpun kedatangan dan keberadaannya berbeda-beda, begitu pula dengan bentuk dan karakteristik tenun yang dihasilkan, karena dipengaruhi oleh letak geografis dan budaya yang berbeda. Tradisi menenun biasanya dilakukan oleh rumahtangga, yang kebanyakan dilakukan oleh wanita. Menenun dapat juga diklasifikasikan sebagai simpanan barang berharga, aset bagi rumahtangga penenun yang merupakan strategi yang digunakan rumahtangga penenun untuk bertahan hidup.

(24)

non-faramberkaitan dengan sumber nafkah di luar kegiatan pertanian. Kesemuanya merupakan struktur nafkah yang biasanya dimiliki oleh rumahtangga pedesaan, dalam proposal ini lebih dikerucutkan menjadi rumahtangga penenun.

Telah menjadi fakta bahwa rumahtangga pedesaan tidak hanya mengandalkan sumber nafkah tunggal pertanian saja. Dengan menyempitnya penguasaan tanah pertanian, maka terjadi transformasi struktur penghidupan rumahtangga pedesaan. Sumber-sumber nafkah sektor non-pertanian menggantikan sektor pertanian, termasuk industri kecil. Industri kecil (tenun) menentukan tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi rumahtangga pedesaan melalui berbagai cara. Menenun merupakan salah satu strategi yang dilakukan rumahtangga pedesaan untuk bertahan pada masa krisi, yaitu pada saat tidak ada pekerjaan disawah, namun ketika musim panen datang, pekerjaan menenun ditinggalkan dan para penenun lebih memilih ikut dalam proses panen tersebut.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Syukur (2013) mengenai sistem ekonomi lokal masyarakat penenun Wajo, kegiatan tenun merupakan bentuk diversifikasi mata pencaharian yang bisa berfungsi sebagai katub pengaman dalam ekonomi keluarga. Bagi kalangan penenun gedogan, menenun merupakan kegiatan sampingan untuk mengisi waktu luang yang hasilnya dapat membantu ekonomi keluarga. Kegiatan menenun ditinggalkan pada saat panen padi di sawah dan para penenun lebih memilih bekerja di sawah. Demikian pula pada saat ada tetangga atau kerabat yang melaksanakan hajatan, maka penenun gedogan lebih memilih meninggalkan kegiatan tenunnya dan bergabung membantu tetangga atau kerabat yang melaksanakan hajatan tersebut. hasil penjualan kain tenun tersebut terserap untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehingga kegiatan menenun lebih mencerminkan kegiatan ekonomi yang bersifat subsistem. Adapun Syukur (2013) memaparkan sumberdaya kaitanya dengan rumahtangga penenun gedogan yaitu, modal alam berupa tanah, kayu untuk membuat alat. Modal fisik adalah rumah, peralatan tenun gedogan dan benang. Modal finansial adalah berupa uang hasil penjualan kain tenun hasil buatan sendiri yang dibelikan benang dan bahan menenun lainnya. Modal manusia adalah sumber daya manusia yang memiliki keterampilan menenun dan serta tenaga kerja keluarga (istri atau anak perempuan). Modal sosial adalah jaringan penjualan kain tenun, dan penjual benang, seperti pendistribusian kain kepada butik-butik tertentu, dll.

(25)

Perumusan Masalah

Kemiskinan masih menjadi salah satu permasalahan yang mengancam bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2013 sebesar 28,55 juta jiwa yang berarti sebanyak 11,47% penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan, dan dari total jumlah penduduk miskin tersebut, sebesar 17,92 juta jiwa adalah penduduk miskin yang berada dipedesaan (BPS 2013). BAPPENAS (2007) mendefinisikan kemiskinan sebagai masalah yang multidimensi, karena berkaitan dengan ketidakmampuan akses secara ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan juga memiliki arti yang lebih luas dari sekadar kurangnya pendapatan atau konsumsi seseorang dibandingkan dengan standar kemiskinan yang telah ditentukan. Tetapi kemiskinan memiliki arti yang lebih dalam karena berkaitan dengan ketidakmampuan untuk mencapai aspek diluar pendapatan (non-income faktors) yaitu akses kebutuhan minimum seperti kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi.

Mengacu pada Dharmawan (2001) bahwa sumber nafkah rumahtangga sangat beragam (multiple resource of livelihood) karena rumahtangga tidak tergantung hanya pada satu unit pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan tidak ada satu sumber nafkah yang dapat memenuhi semua kebutuhan rumahtangga. Sumberdaya mengacu kepada semua hal yang dapat dimanfaatkan atau tidak oleh rumah tangga, aset juga mengacu kepada semua hal yang dapat dimanfaatkan oleh rumahtangga.

Rumahtangga pedesaan di Indonesia kebanyakan masih memegang teguh budayanya, begitu pula dengan rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan, Kec. Pujut dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara, Kec. Jonggat, Kab. Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kedua desa tersebut masih memegang teguh budaya menenun yang awal mula keberadaannya tidak dapat dipastikan. Budaya menenun sendiri merupakan bentuk diversifikasi mata pencaharian yang bisa berfungsi sebagai katub pengaman dalam ekonomi keluarga. Terutama pada rumahtangga pedesaan yang menjadikan pertanian sebagai sumber pendapatan utama. Kondisi pertanian yang tidak selalu menguntungkan dan keberhasilannya ditentukan oleh banyak faktor, yang salah satunya adalah faktor cuaca menjadikan pendapatan dari sektor ini tidak selalu baik. Oleh karena itu dibutuhkan sumber dan strategi nafkah lain yang dapat menunjang ketidakpastian hasil dari sektor pertanian.

Merujuk pada perumusan masalah tersebut, maka bentuk-bentuk alternatif yang biasa dilakukan oleh rumahtangga penenun dalam menghadapi kondisi rentan, menarik untuk dibahas. Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur nafkah rumahtangga penenun?

2. Bagaimana bentuk strategi nafkah rumahtangga penenun?

(26)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis struktur nafkah rumahtangga penenun

2. Menganalisis bentuk strategi nafkah rumahtangga penenun

3. Menganalisis pengaruh modal nafkah terhadap tingkat resiliensi nafkah rumahtangga penenun

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi rumahtangga penenun, serta memaparkan berbagai sumber nafkah dan pemanfaatannya oleh rumahtangga penenun dalam bertahan hidup, sehingga menjadi referensi bagi rumahtangga lainnya untuk mengetahui seberapa besar kontribusi masing-masing sumber nafkah.

(27)

PENDEKATAN TEORETIS

Bab ini berisi tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar untuk menganalisis data hasil penelitian, kerangka pemikiran berisi alur pemikiran logis yang diteliti, hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian dan definisi operasional berisi variabel-variabel yang diteliti. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Tinjauan Pustaka

Strategi Nafkah

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi jika manusia hidup sendiri, dan untuk memenuhinya manusia membutuhkan strategi. Strategi nafkah merupakan aspek yang sangat dekat dengan kehidupan bermasyarakat. Kajian terkait strategi nafkah telah banyak dikemukakan oleh para ahli sejak tahun 1980an, dan banyak dipublikasikan sejak tahun 1990an. Adapun Chambers dan Conway (1991) menerangkan strategi nafkah yang didefinisikan sebagai:

“…Livelihoods compromises the capabilities, assets (stores, resources, claim dan

acces) and activities required for a means of living…” (Chambersand Conway, 1991)

Unsur-unsur dalam strategi nafkah menutur Chambers dan Conway (1991) adalah kapabilitas, aset dan aktivitas. Chambers dan Conway (1991) menggambarkan keterhubungan antara kapabilitas, aset, dan aktivitas dalam sebuah siklus yang menjelaskan bahwa Kapabilitas menunjukkan kemampuan individu untuk menunjukkan potensi dirinya sebagai manusia dalam artian menjadi dan menjalankan. Kapabilitas menunjukkan serangkaian alternatif untuk melakukan yang bisa dilakukan dengan karakteristik ekonomi, sosial dan personal manusia. Aktifitas merujuk pada kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Strategi nafkah tergantung dari seberapa besar aset yang dimiliki, kapabilitas individu dan aktivitas yang nyata dilakukan untuk memeuhi kebutuhan hidup.

(28)

atau pelayanan atau mendapatkan informasi, materi, teknologi, pekerjaan, makanan atau pendapatan.

Sumber: Sustainable Rural Livelihoods: Practical Concepts the 21st Century Chambers dan Conway (1991)

Gambar 1. Komponen dan Alur dalam Studi Nafkah

Rumahtangga tidak selalu berisi ikatan darah. Rumahtangga bisa juga berarti sekelompok orang yang berbagi rumah atau tempat tinggal dan berbagi pendapatan atau seseorang yang tinggal sendiri, keluarga inti, keluarga batih, atau sekelompok orang yang tidak berhubungan (Marshal 1994 dalam Dharmawan 2001). Sehingga rumahtangga bisa berarti ikatan darah ataupun hubungan tanpa dasar ikatan darah.

Strategi nafkah dilakukan berdasarkan sumber-sumber nafkah yang dimiliki individu atau dan faktor-faktor di luar rumahtangga yang menentukan kemampuan rumahtangga dalam melakukan strategi nafkah. Merujuk pada pendapat Ellis (2000) tindakan yang dilakukan berkaitan dengan sumberdaya yang dimiliki atau tidak dapat dimiliki tetapi dapat diakses manfaatnya. Akses sumberdaya ditentukan oleh kemampuan rumahtangga dalam memperoleh dan memanfaatkan sumberdaya.

Ellis (1998) membedakan strategi nafkah menjadi tiga, yaitu pertama: berasal dari on-farm; merupakan strategi nafkah yang didasarkan dari sumber hasil pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan). Kedua: berasal dari off-farm, yaitu dapat berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (share cropping system), kontrak upah tenaga kerja non upah dan lain-lain. Ketiga: berasal dari non-farm, yaitu sumber pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi 5 yaitu: (1) upah tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian; (2) usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, (3) pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), (4) kiriman dari buruh

Intangible Assets Tangible Assets

PEOPLE

Livelihood Capabilities

Stores and

Resource Claim and Access

(29)

migran yang pergi ke kota; dan (5) kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negeri. Namun, pada kenyataanya klasifikasi tersebut hanya dibagi menjadi dua yaitu dari sektor pertanian (on-farmdan off-farm) dan sektor non pertanian ( non-farm). Menurut Dharmawan (2007), dua basis nafkah sector pertanian dan non pertanian tersebut menyebabkan keterlekatan warga komunitas pedesaan kepada dua sektor tersebut secara khas. Setiap lapisan menggandakan kegiatan ekonominya di dua sektor tersebut.

Adapun Dharmawan (1997) dalam Dharmawan (2001) menjabarkan pola strategi nafkah rumah-tangga petani, yang terbagi kedalam tiga tahap, yaitu survival phase (tahap bertahan), consolidation phase (tahap konsolidasi), dan accumulation phase (tahap akumulasi). Survival phase merupakan tahapan yang paling rentan dimana kondisi rumahtangga sudah mendekati kehancuran ekonomi, karena dengan sedikit guncangan, rumahtangga tersebut akan masuk kedalam tingkat yang paling rendah, dan untuk mengembalikan keadaan perekonomian akan menjadi sangat sulit. Sementara tahap akumulasi merupakan tahapan yang paling kuat dalam bertahan dimana orang-orang sudah berada pada tingkatan tertinggi dalam memenuhi kebutuhannya. Proses akumulasi selalu dapat berlanjut ketika tidak ada batas bagi seseorang untuk menambah kekayaannya. Selain itu Dharmawan (2001) juga menjabarkan enam strategi yang dapat dilakukan rumahtangga petani yang merupakan bagian dari tiga tahapan yang dibagi kedalam jangka panjang dan jangka pendek, yaitu:

1. Economic security achievement through stabilization and recovery strategy, merupakan strategi jangka pendek dari survival phase (tahan bertahan)yang berorientasi pada achieving short-term economic stabilization and recovery processes;

2. Strategy of conserving survival position while finding the path (way) for improving economic situation merupakan strategi jangka panjang dari survival phase (tahan bertahan) yang berorientasi pada safekeeping and retaininglong-term survival status (conserving a stagnant position or status quo) while trying to better economic position;

3. Strategy of fulfilling and maintaining economic security merupakan strategi jangka pendek dari consolidation phase (tahan konsolidasi) yang berorientasi padaachieving economic security and anticipating future emergency situation from economic shock and stress;

4. Strategy of preparing „take off‟ position while maintaining economic security merupakan strategi jangka panjang dari consolidation phase (tahan konsolidasi) yang berorientasi padaestablishing better basis for „take-off‟ position to get into the accumulation phase-preservation and preparing faster economic growth;

5. Economic security maintenance anf expansive strategy merupakan strategi jangka pendek dari accumulation phase (tahan akumulasi) yang berorientasi padapreparing expansive strategy via asset-based investments;

6. Safekeeping strategy merupakan strategi jangka panjang dari accumulation phase (tahap akumulasi) yang berorientasi pada maintaining high economic growth strategy.

(30)

1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi);

2. Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja selain pertanian, dan memperoleh pendapatan; dan

3. Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Modal Nafkah

Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumberdaya dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah rumahtangga yang sangat beragam (multipe source of livelihood), karena jika rumahtangga tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah, tidak dapat memenuhi semua kebutuhan rumahtangga. Adapun sumber nafkah menurut Scoones (1998) memiliki beberapa kategori, yaitu:

1. Modal alam - persediaan sumber daya alam (tanah, air, udara, sumber daya genetik) dan jasa lingkungan (siklus hidrologi) dimana mengalir sumber daya dan layanan yang bermanfaat bagi kehidupan didapat.

2. Modal Ekonomi – berupa modal awal (tunai, credit/debt, saving, dan aset ekonmi lain, termasuk infrastruktur dan alat produksi dan teknologi) yang penting dalam melakukan strategi nafkah.

3. Modal manusia - keterampilan, pengetahuan, kemampuan kerja dan kesehatan yang baik dan kemampuan fisik yang penting untuk mengejar keberhasilan strategi penghidupan yang berbeda.

4. Modal sosial - sumber daya sosial (jaringan, klaim sosial, hubungan sosial, afiliasi, asosiasi) di mana orang-orang menarik ketika mengejar strategi penghidupan yang berbeda memerlukan tindakan terkoordinas

Tidak jauh berbeda dengan Scoones, Ellis dan Freeman (2005) dalam pendekatan sumber nafkah, yang pada penelitian ini modal nafkah disesuaikan dengan pendapat Ellis dan Freeman (2005) yang mengkategorikan sumber daya yang disebut sebagai 'aset' atau 'modal' kedalam lima modal, yaitu:

1. Modal Alam (Natural Capital). Modal alam meliputi tanah/lahan, air dan sumberdaya biologis yang dimanfaatkan oleh orang untuk melangsungkan kehidupan. Modal alam akan berambah atau meningkat bila dikendalikan manusia sama seperti pada zaman pertanian menetap (Scoones 1998).

(31)

3. Modal Manusia (Human Capital). Modal ini merupakan aset utama yang dimiliki golongan miskin yaitu tenaga kerja mereka sendiri. Modal manusia berarti tenaga kerja yang tersedia dalam rumah tangga seperti pendidikan, keterampilan, dan kesehatan (Carney 1998 dalam Ellis 2000). Perubahan komposisi modal manusia disebabkan oleh demografi (kelahiran, kematian, perkawinan, anak yang semakin tua) dan restukturisasi karena kejadian yang tak terduga (perceraian) atau tekanan dari luar (Moser 1998 dalam Ellis 2000). Badan pusat statistik mengatakan pendidikan terakhir adalah pendidikan tamatan terakhir seseorang.

4. Modal Finansial dan subtitusi (Financial Capital and Substitutes). Modal finansial artinya persediaan uang rumah tangga yang memiliki akses. Modal finansial ini terutama tabungan dan akses kredit pinjaman. Modal finansial dapat juga berupa hutang untuk dialihkan ke modal lain dan langsung dikonsumsi.

5. Modal Sosial (Sosial Capital). Modal sosial merupakan gabungan komunitas yang memberi keuntungan pada individual atau rumah tangga (Ellis 2000). Swift (1998) dalam Ellis (2000) mengatakan modal sosial dibangun dari jaringan askriptif dan elektif antar individu, memungkinkan wewenang hubungan vertikal atau horizontal sebagai organisasi sukarela berlandaskan kepercayaan (trust) dan harapan yang bergerak dalam jaringan. Contoh hubungan vertikal yaitu patron, pemimpin, politikus yang bertemu saat terjadi krisis. Hubungan horizotal seperti kelompok sosial asosiasi, club, agensi sukarela yang bersama-sama mengejar kepentingan bersama.

Sumber: Rural Livelihood and Diversity in Development Countries Ellis (2000)

Gambar 2. Konsep Segilima Pentagon (Modal)

Untuk mempermudah memahami seberapa besar akses keluarga dari setiap tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal, maka grafik pentagon divisualisasikan dalam dua dimensi. Apabila grafik mengalami penyusutan kedalam, maka di dalam komponen setiap modal yang menjadi sumber menandakan masalah yang perlu penanganan, dan apabila melebar menunjukan modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Perbandingan antara tanda plus dan minus akan menentukan penyusutan yang terjadi dalam grafik pentagon. Bila tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka akan terjadi penyusutan

Modal Manusia

Modal Alamiah

Modal Finansial Modal Fisik

(32)

dalam pentagon yang mengarah ke dalam, begitupun sebaliknya. Kelima modal ini perlu untuk dikelola secara berkelanjutan, agar faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan, interaksi antara faktor, serta keberlanjutan untuk menyambung hidup. Rumahtangga petani tidak bertanah (miskin) umunnya menerapkan strategi bertahan hidup (survival strategi).

Konsep Resiliensi

Salah satu konsep yang cukup populer yang digunakan dalam menggambarkan ketahanan manusia dalam menghadapi perubahan dalam lingkungannya yaitu konsep resiliensi. Konsep resiliensi sosial diperkenalkan oleh Jansen (2007) dalam Cote (2012) sebagai kemampuan kelompok atau masyarakat untuk mengatasi tekanan eksternal dan gangguan sebagai akibat dari perubahan sosial, politik, dan lingkungan. Menurut Cote (2012) Permasalahan dalam mendefinisikan konsep resiliensi dalam sistem sosial-lingkungan adalah keterbatasan menganalisis trade-off dan keputusan manajemen aspek tata kelola dalam bingkai sempit model prioritas sosial dan lingkungan.

Berdasarkan pendapat Cote dan Nightingale (2012) yang menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada lingkungan memberikan konsekuensi dalam sistem sosial-lingkungan. Pembahasan mengenai konsep bertahan belum menjelaskan konteks sosio-kultural yang mendasari heterogenitas pada dinamika sosiol-kultural yang berbeda. Selain itu Chambers dan Conway (1991) menjabarkan beberapa strategi untuk mengatasi stres dan shock, yang merupakan bentuk-bentuk dari strategi bertahan dalam menghadapi perubahan dalam lingkungannya, yang terdiri daricampuranberikut:

1. Berhemat: mengurangi konsumsi saat ini; bergeser untuk mengkonsumsi makanan dengan kualitas rendah; memanfaatkan energi yang tersimpan dalam tubuh,

2. Menimbun: mengumpulkan, menjaga, melestarikan, dan melindungi basis aset untuk pemulihan dan pembangunan kembali mata pencaharian

3. Menguras: memanfaatkan fasilitas rumah tangga; menjual aset

4. Membuat variasi: mencari sumber-sumber baru makanan liar, makanan sisa, binatang liar, makanan yang disimpan oleh tikus dan hewan lainnya; diversifikasi kegiatan kerja dan sumber pendapatan, terutama di akhir musim 5. Mengklaim: membuat klaim pada kerabat, tetangga, pelanggan, masyarakat,

LSM, aksi politik pemerintah, masyarakat internasional, berbagai cara dengan mengambil utang, tolong-menolong dengan niat baik, mengemis, dan

(33)

memanfaatkan mekanisme umpan balik. Selain itu, Palmer (1997) dalam Praptiwi (2009) mendeskrispsikan empat tipe resiliensi, yaitu:

1. Anomic survival; orang atau keluarga yang dapat bertahan dari gangguan 2. Regenerative resilience; dapat melengkapi usaha untuk mengembangkan

kompetensi dari mekanisme coping

3. Adaptive resilience; periode yang relatif berlanjut dari pelaksanaan dan strategi coping

4. Flourishing resilience; penerapan yang luas dari perilaku dan strategi coping Michalski & Watson dalam Praptiwi (2009) memaparkan berbagai karakteristik rumahtangga yang memiliki resiliensi, yakni:

1. Kompeten dalam menyelesaikan masalah dan kemampuan dalam mengambil keputusan

2. Adanya pembagian tugas dalam rumahtangga

3. Fleksibilitas dan kemampuan adaptasi untuk mencapai tujuan 4. Kemampuan komunikasi yang baik

5. Mempunyai hubungan yang konsisten dengan sesama. Kerangka Pemikiran

Rumahtangga penenun di dua Dusun, yaitu Dusun Sade, Desa Rembitan dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara, memiliki struktur, modal, dan strategi nafkah yang berbeda satu sama lain. Rumahtangga penenun memiliki struktur nafkah yang berbeda, berdasarkan Ellis (1998) yang di bedakan kedalam aktivitas on-farm, off-farm, dan non-farm. Ketiganya akan membangun struktur rumahtangga penenun menjadi beberapa lapisan masyarakat.

Rumahtangga penenun dalam melakukan strategi nafkah rumahtangga memiliki lima modal nafkah yang dijelaskan Ellis dan Freeman (2005), yaitu modal alam, modal fisik, modal manusia, modal sosial, dan mosal finansial. Pada penelitian ini, pemanfaatan modal alam dilihat dari luas kepemilikan lahan. Pemanfaatan modal finansial dilihat dari tingkat pendapatan di sektor on-farm, off-farm dan non-farm, jumlah tabungan, pinjaman dan pengeluaran. Pemanfaatan modal fisik, dilihat dari tingkat investasi barang. Pemanfaatan modal sosial, dilihat dari tingkat partisipasi terhadap lembaga sosial yang ada di masyarakat. Serta pemanfaatan modal manusia, dilihat dari tingkat alokasi tenaga kerja,tingkat lama waktu bersekolah dan penguasaan keterampilan di luar sektor pertanian.

(34)

Keterangan:

: Melingkupi : Mempengaruhi : Bentuk strategi nafkah

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan gambar 3diatas, tingkat resiliensi nafkah rumahtangga penenun pada penelitian ini dilihat dari kecepatan pulih dari shock dan banyaknya pilihan sumber nafkah. Kecepatan pulih dari shock, dalam penelitian ini dimaksudkan adalah kecepatan rumahtangga dalam mendapatakan pinjaman ketika terjadi krisis atau penurunan kemampuan betahan hidup, kecepatan anggota rumahtangga kembali sehat dari keadaan sakit, serta kecepatan rumahtangga untuk mengembalikan pinjaman. Sementara banyaknya pilihan sumber nafkah merupakan banyaknya strategi yang dilakukan rumahtangga penenun untuk bertahan hidup.

- Tingkat partisipasi terhadap lembaga sosial (x4.1)

Modal Finansial (X2):

- Tingkat Pendapatan dari sektor farm (x2.1)

- Tingkat Pendapatan dari sektor off-farm (x2.2)

- Tingkat Pendapatan dari sektor non-farm (x2.3)

- Jumlah tabungan (x2.4)

- Jumlah Pinjaman (x2.5)

- Pengeluaran (x2.6)

Modal Fisik (X3):

- Tingkat investasi barang (x3.1)

Modal Manusia (X5):

- Tingkat alokasi tenaga kerja (x5.1)

- Tingkat lama waktu bersekolah (x5.2)

(35)

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka tingkat resiliensi rumah tangga penenun dapat dirumuskan sebagai berikut:

Modal nafkah (X): X1 = (x1.1)

X2 = (x2.1, x2.2, x2.3, x2.4, x2.5) X3 = (x3.1, x3.2)

X4 = (x4.1, x4.2) X5 = (x5.1, x5.2, x5.3)

Sehingga

Hipotesis penelitian ini yaitu:

Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan sumber nafkah yang terdiri dari modal manusia, alam, fisik, finansial dan sosial yang dilakukan rumahtangga terhadap tingkat resiliensi rumahtangga penenun Y = f (Xn) dengan

rincian sebagai berikut:

1. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal alam terhadap tingkat resiliensi rumahtangga penenun, Yn = f (x1.1)

2. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal sosial terhadap tingkat resiliensi rumahtangga penenunYn = f (x2.1, x2.2, x2.3, x2.4, x2.5)

3. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal manusia terhadap tingkat resiliensi rumahtangga penenun Yn = f (x3.1, x3.2)

4. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal fisik terhadap tingkat resiliensi rumahtangga penenun Yn = f (x4.1, x4.2)

5. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal finansial terhadap tingkat resiliensi rumahtangga penenun Yn = f (x5.1, x5.2, x5.3)

y1 + y2 = f(x1.1, x2.1, x2.2, x2.3, x2.4, x2.5, x3.1,

x3.2, x4.1. x4.2, x5.1, x5.2, x5.3)

Keterangan :

Y : Variabel terpengaruh X : Variabel pengaruh

Y = f (X1, X2, X3, X3, X4, X5)

(36)

Definisi Operasional

No Nama Variabel Definisi Operasional

(37)
(38)
(39)

PENDEKATAN LAPANGAN

Bab ini berisi metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik sampling, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan dan analisis data. Metode penelitian berisi metode penelitian yang digunakan. Lokasi dan waktu penelitian menjabarkan lokasi dan lama waktu penelitian. Teknik sampling berisi metode yang digunakan dalam penarikan responden yang diteliti. Teknik pengumpulan data berisi jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Serta teknik pengolahan dan analisis data yang berisi tentang tatacara mengolah data dan alat bantu yang dibutuhkan dalam mengolah data. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian mengenai analisis strategi dan resiliensi nafkah rumahtangga penenun di Lombok Tengah ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan pendekatan penelitian survei dan didukung oleh metode kualitatif. Penelitian kuantitatif berorientasi pada survei yang berasal dari data sampel dilapangan. Sampel diambil untuk mewakili keseluruhan populasi. Pendekatan lapang pun dilakukan dengan penggalian informasi dari responden dengan kuesioner dan wawancara. Kerangka sampling penelitian ini adalah dusun dengan unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga yang menjadikan sektor pertanian sebagai sumber nafkah utamanya dan menjadikan menenun sebagai salah satu strategi nafkah bertahan dimasa krisis.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di dua dusun, yaitu, Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan Desember 2014, sedangkan proses penelitian di lapangan dilakukan selama dua bulan, yaitu pada akhir bulan Februari, Maret hingga awal bulan April 2015. Pemilihan lokasi ini dilatarbelakangi oleh relevansi kondisi lapang dengan masalah penelitian yang diangkat. Lokasi dipilih secara purposive (sengaja) dengan memper-timbangkan kondisi kerajinan tenun yang masih berjalan dan berkembang didaerah tersebut serta terdapat perbedaan antara keterbukaan pada orang asing, pada Dusun Sade dengan Desa Sukarara. Selain itu, Dusun Sade, Desa Rembitan dan Desa Sukarara merupakan daerah destinasi wisata tenun, dan masyarakatnya masih melestarikan kerajinan tersebut (Lampiran 1. Peta Pola Ruang Kabupaten Lombok Tengah)

Teknik Sampling

(40)

adalah simple random sampling, yaitu dengan cara mengklasifikasikan rumahtangga penenun yang ada dikedua dusun, yaitu pada Dusun Sade dengan 176 rumahtangga, setelah diklasifikasikan berdasarkan data yang diutarakan oleh kepala dusun, populasi rumahtangga penenun di Dusun Sade terdapat 50 rumahtangga dengan salah satu strategi nafkahnya adalah menenun. Sementara untuk Dusun Ketangge dengan 300 rumahtangga, setelah diklasifikasikan, populasi rumahtangga penenun di Dusun Ketangge sejumlah 270 rumahtangga yang salah satu strategi nafkahnya adalah menenun. Berdasarkan data tersebut peneliti mengambil sample sebanyak 30 rumahtangga yang salah satu strategi nafkahnya adalah menenun dari setiap dusun, sehingga total responden pada penelitian ini adalah 60 rumahtangga. Pengambilan sample dilakukan secara acak berdasarkan list datra yang diberikan oleh kepala dusun, mengingat karena penelitian ini dilakukan dalam lingkup dusun yang tidak memiliki data tertulis terkait daftar rumahtangga penenun. Jumlah responden tersebut dirasa cukup untuk memenuhi standar minimum untuk pengolahan data statistik, yaitu pada Dusun Sade hampir

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang didapatkan melalui observasi, kuesioner, dan wawancara kepada responden dan informan di lokasi penelitian. Lebih lanjut tentang pengumpulan data dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Metode Pengumpulan Data

Teknik

Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan

Kuesioner Karakteristik responden

Strategi nafkah rumahtangga penenun Profil Aktivitas

Taraf hidup rumahtangga penenun Modal nafkah rumahtangga

Tingkat resiliensi rumahtangga penenun Wawancara

Mendalam

Bagaimana rumahtangga penenun menggunakan modal nafkah dalam kehidupannya, serta bentuk resiliensi rumahtangga penenun

Observasi Lapang Aktivitas yang dilakukan rumahtangga penenun Analisis Dokumen Gambaran umum desa melaui data monografi

(41)

Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

Kerangka sampling penelitain ini adalah Dusun dengan unit analisis rumahtangga. Teknik pengolahan dan analisis data untuk menganalisis data yang telah terkumpul dilakukan reduksi data, yakni pemilihan, pemusatan perhatian, serta penyederhanaan terhadap data sehingga menjawab tujuan penelitian. Data yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan microsoft excel 2007 dan 2010 sebelum dimasukan ke perangkat lunak software SPSS (Statistical Product and Service Solution) for windows versi 22 untuk mempermudah pengolahan data. Uji statistik yang digunakan yakni uji regresi untuk melihat pengaruh antara variabel yang akan diuji. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif untuk mendukung dan memperkuat analisis kuantitatif. Gabungan dari data kuantitatif dan kualitatif diolah dan dianalisis untuk disajikan dalam bentuk tabulasi silang, teks naratif, matriks, bagan dan gambar. Tahap terakhir yaitu menarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

(42)
(43)

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kondisi fisik, kondisi sosial, kondisi ekonomi dan kondisi ekologi masyarakat Dusun Sade, Desa Rembitan dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara secara umum. Kedua dusun tersebut berjarak cukup jauh, dan berada pada dua kecamatan yang berbeda. Keduanya memiliki perbedaan yang cukup banyak, baik dari kondisi fisik, sosial, ekonomi dan ekologinya. Berikut adalah pemaparan umum setiap dusun.

Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut

Kondisi Fisik

Dusun Sade merupakan dusun yang berada di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dusun ini terletak pada sebuah bukit, di sebelah utara dan selatan dusun ini terdapat persawahan dan ladang penduduk. Batas wilayah yaitu sebelah barat Dusun Penyalu, sebelah utara Dusun Selak dan sebelah selatan Dusun Selemang. Jarak Dusun Sade dari Peraya, Ibukota Kecamatan adalah 19 km.

Dusun Sade merupakan desa wisata, yang resmi menjadi desa wisata pada tahun 1975. Setelah menjadi desa wisata, listrik mulai diperkenalkan, dan masuk di Dusun Sade, sehingga tidak heran jika hampir disetiap rumah terdapat televisi dan beragam alat elektronik lainnnya. Terdapat bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah untuk infrastruktur di Dusun Sade, salah-satunya adalah jalan, seperti terlihat pada gambar 1, lampiran 7.

Pada gambar 1, lampiran 7,terlihat jalan yang ditutupi dengan balok semen disekitar perumahan warga, yang merupakan bantuan dari pemerintah untuk mempercantik Dusun Sade. Selain itu, terlihat deretan warung tenun yang berjajar dan berada hampir di setiap rumah warga. Hal itu dikarenakan banyaknya pengunjung yang datang dan berminat dengan hasil kerajinan yang ada di Dusun Sade. Banyaknya tamu yang berkunjung mengakibatkan menjamurnya usaha dibidang oleh-oleh berupa kain pada hampir seluruh rumahtangga di Dusun Sade.

Rumah pada Dusun Sade memiliki ciri khas tersendiri yang masih sangat tradisional, yaitu atap yang menggunakan “lolon rei” atau alang-alang yang biasanya ada hutan, dinding rumah terbuat dari anyaman bambu, dan lantai rumah yangdilapisi semen halus dan terlihat mengkilap, dikarenakan setiap dua minggu sekali dipel atau di bersihkan menggunakan kotoran kerbau atau sapi. Berikut adalah gambar dari dalam rumah tempat tinggal peneliti, saat berada di Dusun Sade.

(44)

mengganggu estetika Dusun Sade. Sementara kamar kecil atau toilet di Dusun Sade berada di luar rumah, seperti pada gambar 3, lampiran 7

Pada gambar tersebut terlihat kamar kecil yang berada di depan rumah warga. Satu kamar kecil dapat dipergunakan oleh beberapa rumahtangga, sehingga tidak jarang dari mereka yang dikarenakan mengantri menggunakan kamar mandi, pergi ke masjid untuk menggunakan kamar mandi masjid. Masjid di Dusun Sade memiliki keunikan tersendiri, dikarenakan terbuat dari bahan-bahan yang sama dengan bahan untuk membuat rumah di Dusun Sade, yaitu menggunakan “lolon rei” sebagai atap, anyaman bambu sebagai dindingnya, namun keramik sebagai alasnya.

Kondisi Sosial

Jumlah kepala keluarga di Dusun Sade mencapai 176 kepala keluarga dan tidak ada larangan untuk bertambah. Sebagian besar masyarakat Dusun Sade merupakan warga asli, walaupun terdapat pendatang, namun hanya sebagian kecil yang datang dikarenakan perkawinan. Tempat tinggal di Dusun Sade dalam, sudah tidak dapat ditambah lagi, dikarenakan sudah padat dan agar kelestariannya tetap terjaga, sehingga, yang dapat tinggal di Dusun Sade dalam adalah orang-orang yang mewarisi rumah yang ada di Dusun Sade dalam. Masyarakat Dusun Sade merupakan masyarakat suku sasak. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa sasak.

Berdasarkan sejarah Dusun Sade, gelar bagi orang yang di hormati disebut “hamerate”, berbeda dengan gelar yang di emban oleh masyarakat Lombok kebanyakan yang bergelar “lalu”dan ”baiq”, dikarenakan perbedaan kerajaan pada masa lampau. Dusun Sade dipimpin oleh seorang Hamerate atau pemimpin adat, yang pada saat ini merangkap sebagai Kepala Dusun. Kata “Sade” memiliki arti obat, dikarenakan dulunya Sade merupakan bukit tempat orang untuk bermeditasi. Sistem kekerabatan di Dusun Sade berupaKoran (Keluarga Besar) yang terdiri dari, Inaq, Amaq, Anak (Ibu, Bapak, Anak); kemudian Punggilan (Rumpun) yang merupakan satu kesatuan dalam ikatan emosional, baik secara material maupun emosional; dan Sekuh Hadat yaitu suatu ikatan emosional.

(45)

Masyarakat di Dusun Sade diikat oleh norma-norma sosial yang disebut Tata Krame atau awiq-awiq. Awiq-awiq di Dusun Sade mengatur adab masyarakat dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan sesamanya agar tercipta kehidupan yang harmonis antar masyarakat. Adapun sanki atau hukuman yang diberikan bagi pelanggar norma adalah tedose(tedende), yaitu denda berupa uang bagi masyarakat yang melakukan perbuatan fitnah, menggunjing, melecehkan, memukul, berbuat onar dan menyinggung perasaan orang lain; dende binurun atau sanksi dikucilkan, yang disebabkan karena melakukan fitnah secara terus menerus (minimal 4 kali); tesediq/tekeduah, yaitu sanksi berupa pengasingan atau sering disebut Hukum sedase warse (hukuman sepuluh tahun), dikarenakan menikah dalam satu keturunan; dan tematiq, yaitu sanksi dibunuh dikarenakan melakukan perselingkuhan, terutama bagi wanita yang sudah menikah.

Adapun jenis-jenis awiq-awiq yang lain, yang dibagi kedalam kemaliq (larangan) umum dan khusus. Larangan umum berupa larangan mengadakan acara begawe dan ritual-ritual pada bulan Syafar, larangan siarah ke makam leluhur selain hari Sabtu, larangan menebang pohon ditempat kramat, larangan membangun rumah menghadap utara, larangan belulut atau mengepel lantai rumah dengan tahi kerbau atau sapi selama 3 bulan setelah diadakan acara ritual dan larangan naik pohon ketika acara ritual berlangsung. Larangan khusus berupa larangan menikah ketika musim hujan, larangan menikah ketika bulan puasa, larangan mengambil calon istiri pada siang hari, larangan menikah ketika salah seorang keluarga sakit, larangan mengambil calon istiri dari tempat lain (harus dirumahnya), namun dilarang melakukan silaturrahmi bagi keluarga laki-laki dan perempuan sebelum prosesi pernikahan selesai, larangan bagi wanita yang belum menyelesaikan tenunannya untuk menikah. Sistem pernikahan di Dusun Sade masih menggunakan sistem selarian merariq, yaitu laki-laki mengambil wanita yang diinginkannya sebagai istri pada malam hari tanpa sepengetahuan orangtua gadis, kemudian melakukan pemberitahuan pada keesokan harinya dengan mengirim utusan, setelah itu dilakukan sorong serah aji krame atau yang biasa disebut seserahan, baru setelah itu menikah.

Terdapat perbedaan laki-laki dan perempuan dalam pembagian warisan. Bagi perempuan, tidak dapat menerima warisan harta benda berupa benda-benda yang banyak seperti kebun, sawah ataupun rumah, namun perempuan dapat mewarisi alat tenun. Selain dalam pembagian warisan, terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal bekerja, perempuan tidak boleh keluar dari daerah Lombok, seperti menjadi TKW. Sementara laki-laki boleh melakukan kegiatan bekerja di luar daerah.

Kondisi Ekonomi

(46)

Pada gambar 4, lampiran 7 terlihat seorang perempuan paruh baya tengah menenun sebuah selendang berukuran kecil yang bertuliskan “Lombok Sade”. kegiatan menenun di Dusun Sade kebanyakan dilakukan oleh ibu-ibu, sembari menenunun sekaligus mengurus anak. Dusun Sade merupakandaerah destinasi wisata, yang banyak menarik pengunjung untuk datang melihat kekhasan dari rumah adat di Dusun Sade, sehingga menciptakan lapangan pekerjaan baru berupa berdagang. Perdagangan di Dusun Sade didominasi oleh kain tenun, kain khas Lombok, aksesoris berupa gelang, batu dan cinderamata sebagai oleh-oleh. Berikut adalah gambar tempat masyarakat Dusun Sade menjual hasil tenunannya dan beberapa jenis kain lainnya.

Pada gambar 5, lampiran 7 terlihat beraneka ragam kain yang di jual oleh masyarakat Dusun Sade, tidak hanya kain tenun saja. Pendapatan dari kegiatan berdagang ini menyebabkan kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahteradibidang ekonomi. Kesejahteraan masyarakat Dusun yang diikuti dengan berkurangnya keinginan masyarakat Dusun Sade menjadi buruh tani, dikarenakan dengan menunggu pengunjung di rumah akan mendapatkan lebih banyak pendapatan dibandingkan menjadi buruh tani yang menguras banyak tenaga. Kondisi Ekologi

Lokasi Dusun Sade sangat berdekatan dengan sederetan pantai, yaitu pantai Kuta dan jajarannya yang langsung mengarah ke Samudera Hindia. Hal tersebut menyebabkan cuaca di Dusun Sade lebih panas dibandingkan dengan Dusun Ketangge, ditambah dengan padatnya perumahan penduduk di Dusun Sade yang merupakan daerah destinasi wisata, mengakibatkan kurangnya tanaman rindang, yang menambah panasnya suhu di Dusun Sade. Namun penggunaan ”lolon rei”, anyaman bambu, dan lantai dilapisi semen halus yang dibaluri kotoran sapi atau kerbau, membuat suhu di dalam rumah menjadi sejuk, lebih sejuk dibandingkan suhu di luar rumah.

Dusun Sade yang merupakan areal perbukitan, dan potensi bendungan tidak ada, menyebabkan pertanian di sekitaran Dusun Sade hanya dapat mengandalkan hujan sebagai sumber pengairan utama. Adapun sumber pengairan lain yang dipergunakan ketika hujan tidak datang adalah embung atau wadah air hujan. Masyarakat Dusun Sade yang bergelut di bidang pertanian kerap kali memanfaatkan embung tersebut, namun dikarenakan embung tidak memiliki kapasitas seperti bendungan, menyebabkan masyarakat terkadang pasrah dengan hasil pertanian mereka yang tidak jarang mengalami gagal panen.

(47)

Dusun Ketangge, Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat

Kondisi Fisik

Dusun Ketangge merupakan dusun yang berada di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dusun Ketangge merupakan satu dari sepuluh dusun yang terletak di Desa Sukarara, yaitu Dusun Blong Lauq, Dusun Blong Daye, Dusun Ketangge, Dusun Dasan Duah, Dusun Bunsambang, Dusun Dasan Baru, Dusun Burhana, Dusun Bunputri, Dusun Buncalang dan Dusun Batu Entek, yang merupakan sentra kerajinan tangan berupa tenun. Desa Sukarara ini terletak diantara ibu kota kabupaten yaitu Peraya dengan ibu kota provinsi yaitu Mataram. Jaraknya dari ibu kota kabupaten Lombok Tengah adalah 5 km.

Sumber air untuk minum di Dusun Ketangge mulai menggunakan PAM, sementara sumber air untuk mengairi sawah menggunakan Bendungan Babi dan Jurang Sate. Infrastruktur berupa jalan di Dusun Ketangge sudah lebih baik, jalan utama sudah menggunakan aspal dan pada gang-gang kecil diberikan balok semen. Infrastruktur jalan, terutama gang-gang kecil di Dusun Ketangge mendapatkan bantuan dari PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), sehingga jalan-jalan kecil di Dusun Ketangge dan dua dusun lainnya, yaitu Dusun Belong Lauq dan Dusun Belong Daya terlihat lebih rapi dan tertata, seperti pada gambar 6, lampiran 7

Pada gambartersebut terlihat jalan utama yang cukup lebar namun pengaspalan yang dilakukan tidak lebar, dan terlihat pula jalan menuju perumahan warga yang dilapisi balok semen, yang merupakan bantuan dari PNPM. Keadaan infrastruktur jalan yang baik diiringi dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di daerah tersebut. Hampir setiap rumahtangga memiliki setidaknya satu kendaraan bermotor. Pada gambar 6, lampiran 7 juga terlihat banyak pepohonan di Dusun Ketangge, dikarenakan luas pekarangan warga yang cukup lebar, memungkinkan untuk tanaman rindang seperti mangga tumbuh dengan baik.

Tidak jauh berbeda dengan rumah pada Dusun Sade yang memiliki ciri khas tersendiri yang masih sangat tradisional, Dusun Ketangge juga memiliki ciri khas rumah yang khas, yaitu berdindingkan anyaman bambu seperti pada Dusun Sade, namun berbeda bentuk. Rumah pada Dusun Ketangge tidak menggunakan “lolon rei” sebagai atap tetapi menggunakan genting. Sebagai bentuk dari modernisasi, banyak masyarakat yang mengubah bangunan rumah mereka menjadi bangunan yang lebih permanen dengan menggunakan batu bata sebagai dinding rumah. Berikut adalah gambar dari luar rumah tradisional di Dusun Ketangge.

(48)

Kondisi Sosial

Jumlah kepala keluarga di Dusun Ketangge mencapai 300 kepala keluarga dan tidak ada larangan untuk bertambah. Sebagian besar masyarakat Dusun Ketangge merupakan warga asli, walaupun terdapat pendatang, namun hanya sebagian kecil yang datang dikarenakan perkawinan. Masyarakat Dusun Ketangge merupakan masyarakat suku sasak. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa sasak dengan logat meriyaq-meriku (begini-begitu).Masyarakat Desa Sukarara rata-rata sudah dapat menenun sejak usia 10 tahun. Arti kata Sukarara menurut legenda adalah “aku suka menjadi miskin”, yang mana pada zaman dahulu dikisahkan ada seorang keturunan bangsawan yang turun dari tahta dan pergi kedaerah terpencil yang sangat miskin namun menyenangkan, ketika dia diminta kembali pada keluarganya yang merupakan bangsawan, dia menolak dan tetap tinggal dengan mengatakan kata “suka-rara” yang artinya “aku suka menjadi miskin”. Keadaan Desa Sukarara yang miskin yang diceritakan pada legenda tersebut rupanya tidak jauh berbeda dengan keadaan masa kini. Kebanyakan dari masyarakat Desa Sukarara khusunya Dusun Ketangge masih tetap miskin.

Berbeda dengan Dusun Sade yang sangat kental dengan budaya banjar, masyarakat Dusun Ketangge menggunakan banjartidak sebanyak pada Dusun Sade, yang hampir setiap rumahtangga setidaknya memiliki tiga jenis kelompok banjar. Masyarakat Dusun Ketangge kebanyakan menggunakan sistem banjar hanya ketika ada tetangga atau kerabat yang meninggal dunia. Biaya dan kebutuhan acara pernikahan atau hajatan besar dipasok sendiri oleh yang mengadakan hajatan, tidak seperti Dusun Sade, yang memanfaatkan sistem banjar. Seluruh tenaga kerja yang membantu acara hajatan harus dibayar, baik menggunakan uang atau barang, yang berupa lauk-pauk, jajanan, dan lainnya.Pada awalnya kegiatan menenun di Desa Sukarara hanya dilakukan oleh beberapa perempuan saja, dan dilakukan di balik pintu yang tertutup. Namun sekarang, kegiatan menenun sudah banyak dilakukan oleh perempuan di Desa Sikarara. Kegiatan menenun dilakukan secara turun temurun, terutama untuk motif kain, yang biasanya diturunkan dari ibu kepada anak perempuannya.

Kondisi Ekonomi

Sebagian besar masyarakat Dusun Ketangge berprofesi sebagai petani. Petani dalam hal ini adalah petani pemilik lahan maupun buruh tani, dan masyarakat Dusun Ketangge banyak yang menjadi buruh tani. Pertanian di Dusun Ketangge yang merupakan pertanian irigasi yang biasanya ditanami padi sawah dua kali dalam setahun, dengan pola padi-padi-palawija, palawija yang banya ditanam oleh masyarakat Dusun Ketangge adalah kedelai. Masa menunggu hasil pertanian yang lumayan lama, mengharuskan masyarakat Dusun Ketangge mencari sumber nafkah lain, dan untuk perempuan di Desa Sukarara khususnya Dusun Ketangge, menenun merupakan salah satu strategi menambah pendapatan rumahtangga. Pekerjaan menenun merupakan suatu tradisi turun temurun yang diwariskan pada anak perempuan, seperti gambar 8, lampiran 7.

(49)

merupakan daerah destinasi wisata, yang banyak menarik pengunjung untuk datang melihat kekhasan dari hasil tenunan masyarakat Desa Sukarara pada umumnya, sehingga banyak masyarakat yang menyerahkan hasil tenunannya pada art shop yang ada di Desa Sukarara, Berikut adalah gambar dari kain tenun yang dijual di salah satuart shop di Desa Sukarara.

Pada gambar 9, lampiran 7, terlihat beraneka ragam kain yang di jual di art shop Desa Sukarara, tidak hanya kain tenun saja. Pendapatan dari sektor perdagangan cukup menguntungkan, namun yang diuntungkan kebanyakan adalah pemilik art shop, sementara penenun yang mengerjakan tenunan mendapatkan keuntungan yang tidak seberapa. Tidak jarang penenun yang ingin langsung menjualkan tenunannya kepada pengunjung dengan harga yang lebih murah dibandingkan di art shop, namun keuntungan yang didapat lebih besar dibandingkan menyerahkan tenunan pada art shop. Adapun sistem penjualan online yang banyak saat ini, mengakibatkan penjualan di art shop menurun, karena yang ditonjolkan dari Desa Sukarara adalah tenun, dan hasil tenunan sudah mulai banyak di jual dengan sistem online, berbeda dengan Dusun Sade yang mengandalkan wisata langsung, sehingga pengunjung lebih banyak datang ke Dusun Sade, ketimbang ke Desa Sukarara, khususnya Dusun Ketangge.

Keadaan perekonomian seorang penenun, yang susah untuk meningkat dikarenakan harga tenunan yang diserahkan pada tengkulak atau art shop tidak sebanding dengan modal dan lama waktu bekerja, membuat penenun tidak jarang harus memiliki usaha lain, seperti membuka warung yang menjual makanan ringan dan kebutuhan rumahtangga lainnya, seperti sabun, dll. Berbeda dengan perempuan di Dusun Ketangge, laki-laki di Dusun Ketangge lebih banyak bekerja di sawah. Ketika pekerjaan di sawah dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga, tidak jarang masyarakat di Dusun Ketangge mencari peruntungan di negeri tetangga, dan daerah tujuan terbanyak adalah negara Malaysia. Berbeda dengan Dusun Sade yang melarang perempuan untuk keluar dari Lombok untuk bekerja, Dusun Ketangge membebaskan perempuan untuk keluar Lombok, baik untuk belajar maupun bekerja, sehingga tidak jarang, masyarakat di Dusun Ketangge bekerja sebagai TKI atau TKW.

Kondisi Ekologi

Gambar

Gambar 1. Komponen dan Alur dalam Studi Nafkah
Gambar 2. Konsep Segilima Pentagon (Modal)
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Gambar 4.  Persentase pendapatan pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.1 diperoleh hasil, Kelompok K (kontrol) yang tidak diiradiasi memiliki rata-rata paling tinggi yaitu, (76,67 ± 9,42)% sperma bergerak maju atau zig-zag dengan

Data yang dianalisis menggunaan model regresi Linear berganda yaitu suatu analisis untuk mengetahui masing-masing variable bebas (X) yang terdiri dari variable Jumlah Wajib Pajak,

4.1.2.3 Hasil Perubahan Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran Keterampilan Membaca untuk Menemukan Gagasan Utama dengan Menggunakan Metode Think, Pair, and

1. Tema Pokok Perancangan/ Big Idea Tema pokok dari perancangan adalah pesona yang terselubung. Yang dimaksud dari tema ini adalah pesona nilai-nilai budaya seperti makna,

2. Post- test ini diberikan sebagai data hasil belajar siswa yang diberikan setelah proses pembelajaran berlangsung. Tes ini untuk mengetahui sejauh mana hasil

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh citra merek terhadap ekuitas merek dan ekuitas merek terhadap respon

Implikasi penelitian ini adalah manajemen pembinaan TK/TPA Nur Annisa Desa Bategulung Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa sudah berjalan dengan baik sebagaimana

Daya dukung lingkungan jasa ekosistem rekreasi dan ecotourism dapat dihitung berdasarkan aspek penggunaan lahan dan landscape (bentang lahan) menggunakan metode penginderaan