• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN EKSPOR CRUDE PALM OIL INDONESIA PERIODE 2013:M01-2015:M12 PENDEKATAN ERROR CORECTION MODEL (ECM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DETERMINAN EKSPOR CRUDE PALM OIL INDONESIA PERIODE 2013:M01-2015:M12 PENDEKATAN ERROR CORECTION MODEL (ECM)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINANTS INDONESIA CRUDE PALM OIL EXPORT PERIOD 2013:M01-2015:M12

ERROR CORRECTION MODEL (ECM) APPROACH

Oleh :

EVA NURUL HUDA 20120430283

FAKULTAS EKONOMI

(2)

ii

DETERMINANTS INDONESIA CRUDE PALM OIL EXPORT PERIOD 2013:M01-2015:M12

ERROR CORRECTION MODEL (ECM) APPROACH

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada

Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh :

EVA NURUL HUDA 20120430283

FAKULTAS EKONOMI

(3)

xii

DAFTAR ISI

COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI……. ... vii

BAB III. METODE PENELITIAN ... 48

A. Obyek Penelitian ... 48

B. Jenis Data ... 48

C. Teknik Pengumpulan Data ... 48

(4)

xiii

A. Profil Komoditas Minyak Kelapa Sawit ... 62

B. Perkembangan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia ... 66

C. Perkembangan Variabel yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Kelapa Sawit ... 67

1. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia ... 67

2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 68

3. Perkembangan Harga CPO Internasional ... 69

4. Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia ... 70

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Uji Model dinamik ... 71

2. Uji Multikolinearitas ... 78

3. Uji Heteroskedastisitas ... 78

4. Uji Autokorelasi ... 79

5. Uji Linearitas ... 79

C. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 81

(5)

xiv

2. Pengaruh Kurs Rupiah Terhadap Ekspor CPO Indonesia... 85

3. Pengaruh Term of Trade Terhadap Ekspor CPO Indonesia ... 85

4. Pengaruh Produksi Kelapa Sawit terhadap Ekspor CPO Indonesia ... 86

BAB VI. KESIMPULAN ... 89

1. Simpulan ... 89

2. Saran ... 90

(6)

xv

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Kontribusi Sektor Non Migas terhadap Cadangan Devisa

Indonesia Tahun 2012-2015 ... 4

TABEL 1.2 Negara Produsen Kelapa Sawit Terbear di Dunia Tahun 2015 ... 5

TABEL 1.3 Ekspor Minyak Kelapa Sawit Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2014 ... 6

TABEL 2.1 Teori Proporsional Faktor dengan Data Hipotesis ... 18

TABEL 5.1 Hasil Uji Unit Root ... 72

TABEL 5.2 Hasil Uji Derajat Integrasi ... 73

TABEL 5.3 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 74

TABEL 5.4 Hasil Uji Kointegrasi ... 75

TABEL 5.5 Hasil Uji Error Corection Model ... 77

TABEL 5.6 Hasil Uji Normalitas ... 77

TABEL 5.7 Hasil Uji Multikolinearitas ... 78

TABEL 5.8 Hasil Uji Heterosgedastisitas ... 79

TABEL 5.9 Hasil Uji Autokorelasi ... 80

TABEL 5.10 Hasil Uji Linearitas ... 80

(7)

xvi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 Kurva Isocost ... 15

GAMBAR 2.2 Kurva Isoquant ... 16

GAMBAR 2.3 Model Dasar Heckscher-Ohlin ... 18

GAMBAR 2.4 Kerangka dan Karakter Keseimbangan Umum Heckscher-Ohlin ... 21

GAMBAR 2.5 Kurva Permintaan ... 27

GAMBAR 2.6 Kurva Penawaran ... 28

GAMBAR 2.7 Model Penelitian ... 46

GAMBAR 4.1 Pohon Produksi Minyak Kelapa Sawit ... 65

GAMBAR 4.2 Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia Periode 2013:M01-2015:M12 ... 66

GAMBAR 4.3 Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Periode 2013:M01-2015:M12 ... 67

GAMBAR 4.4 Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Periode 2013:M01-2015:M12 ... 68

GAMBAR 4.5 Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sawit Dunia Periode 2013:M01-2015:M12 ... 69

(8)
(9)

viii

determinants of Indonesian CPO exports is the approach of an error correction model (ECM). This study uses secondary data such as monthly time series data for the period 2013:M01-2015:M12.

The results of this study showed that variables International CPO price in the short and long term significant negative effect on Indonesia's CPO exports. Term of Trade in the short and long term significant positive effect on Indonesia's CPO exports. Production is evident in the short and long term positive and significant impact. While Exchange Rate in the short and long term not significant effect on Indonesia's CPO exports. Taken together the independent variable CPO prices International, Rupiah exchange rate against the dollar As, Terms of Trade and Production has a significant influence together to export CPO Indonesia, so it can be concluded that the testing of the hypothesis that the influence jointly variables free against Indonesian CPO exports unacceptable.

(10)

vii

menganalisis determinan ekspor CPO Indonesia adalah pendekatan Error

Corection Model (ECM). Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data

bulanan time series selama kurun waktu tahun 2013:M01-2015:M12.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Harga CPO Internasional dalam jangka pendek maupun panjang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia. Term of Trade terbukti dalam jangka pendek dan panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia. Sementara produksi terbukti dalam jangka pendek dan panjang berpengaruh positif dan signifikan. Sementara Variabel Kurs rupiah dalam jangka pendek dan panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia. Secara bersama-sama variabel bebas Harga CPO Internasional, Kurs rupiah terhadap Dolar AS, Term of Trade dan Produksi mempunyai pengaruh yang signifikan bersama-sama terhadap Ekspor CPO Indonesia, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap Ekspor CPO Indonesia dapat diterima.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin

meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

suatu negara dengan negara lain baik di bidang ekonomi, politik, sosial dan

budaya (Hady, 2001). Hampir setiap negara pada saat ini tidak bisa

mengabaikan interaksi ekonominya dengan luar negeri. Hal ini disebabkan

oleh semakin banyak dan beragamnya kebutuhan masyarakat yang tidak

dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Kapasitas produksi dari berbagai

komoditi dalam negeri memiliki keterbatasan dalam meningkatkan jumlah

dan jenis barang atau jasa yang diproduksi. Keadaan seperti inilah yang

mendorong terjadinya kegiatan perdagangan luar negeri baik berupa barang

maupun jasa antar negara.

Bagi negara berkembang khususnya Indonesia, sumber pembiayaan

yang berupa penerimaan devisa yang berasal dan kegiatan ekspor memegang

peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Salah satu upaya

pemerintah untuk mendapatkan devisa dari luar negeri adalah dengan jalan

mengekspor hasil-hasil sumber daya alam ke1uar negeri. Dari hasil devisa ini

dapat digunakan untuk menambah dana pembangunan dalam negeri (Huda,

(12)

Salah satu sektor agroindustri Indonesia yang sangat berkembang dan

memiliki prospek baik ke depan adalah industri komoditas kelapa sawit.

Kelapa sawit yang diolah menjadi minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil

(CPO) memegang peran penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai

komoditi andalan ekspor non migas Indonesia penghasil devisa negara di luar

minyak dan gas (Agustian, 2002).

Tabel 1.1

Kontribusi Sektor Non Migas terhadap Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2012-2015

No Kelompok Hasil Industri 2012 2013 2014 2015 Th. 2015 Persen

1 Minyak Kelapa

Sawit 23.396.998.187 20.660.402.210 23.711.550.465 20.746.988.848 19.45

2 Biji Baja, Mesin

dan Otomotif 15.029.612.806 14.684.401.500 5.813.518.294 14.455.370.329 13.55

3 Tekstil 2.446.506.596 12.661.681.508 12.720.312.060 12.262.652.678 11.50

4 Elektronika 9.444.056.939 8.520.124.647 8.066.889.542 6.913.161.552 6.40

5 Pengolahan

Karet 10.818.624.551 9.724.133.106 7.497.549.404 6.171.408.596 5.79

6 Makanan dan

Minuman 4.652.902.475 5.379.821.652 5.554.396.593 5.597.294.145 5.25

7 Pulp dan Kertas 5.517.965.818 5.643.997.372 5.498.591.201 5.332.165.164 5.00

8 Peng. Kayu 4.539.877.317 4.727.650.015 5.202.156.290 5.188.507.332 4.86

9 Emas, perak,

logam mulia, dll 2.185.993.514 4.727.650.015 5.202.156.290 5.188.507.332 4.43

10 Kulit, Barang

Kulit 3.561.683.101 3.933.060.116 4.090.311.532 4.615.452.060 4.33

Sumber : Badan Pusat Statistik

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa industri minyak kelapa sawit

sebagai penyumbang pendapatan terbesar mengungguli industri lain. Pada

tahun 2015 nilai ekspor minyak kelapa sawit olahannnya mencapai US$

20.746.9 juta. Dilihat peranannya, pada tahun 2015 peranan ekspor kelapa

(13)

Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan

minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu

pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 25 tahun terakhir ini

telah terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 10,1 juta

ha, yaitu dari 38.4594 ha pada tahun 1991 menjadi lebih dari 11 juta ha pada

tahun 2015. Gambar 1 memperlihatkan perkembangan luas areal perkebunan

kelapa sawit di Indonesia dari tahun 1991-2015. Areal perkebunan kelapa

sawit milik perusahaan swasta, mengalami pertumbuhan yang paling tinggi.

Gambar 1.2

Luas Area Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Kepemilikan Tahun 1990-2015

Sumber: Dirjen Perkebunan, 2016

Seiring dengan bertambahnya luas perkebunan kelapa sawit, total

produksi minyak kelapa sawit Indonesia turut meningkat tajam. Selama 25

tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan produksi minyak kelapa sawit

(14)

juta ha pada tahun 2015. Gambar 1 memperlihatkan perkembangan produksi

minyak kelapa sawit di Indonesia dari tahun 1980-2015.

Gambar 1.3

Produksi Minyak Kelapa Sawit Tahun 1990-2015

Sumber: Dirjen Perkebunan, 2016

Dengan raihan total produksi yang menyentuh angka lebih dari 30 juta

ton per tahunnya, menjadikan Indonesia sebagai negara produsen kelapa

sawit terbesar di Dunia dengan prosentase 54,51 persen dari total produksi

dunia. Jauh melebihi produksi Malaysia yang duduk diperingkat kedua

dengan total produksi 33,65 persen dari total seluruh produksi kelapa sawit

dunia. Tabel 1.3 memperlihatkan data perkembangan Negara produsen

(15)

Gambar1.4

Negara Produsen Kelapa Sawit Terbear di Dunia Tahun 2015

Sumber: Ditjen Perkebunan, 2016

Produksi minyak kelapa sawit Indonesia sebagian besar diekspor ke

mancanegara dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Total ekspor minyak

kelapa sawit 15 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun

2000 total volume ekspor CPO mencapai 4,68 juta ton, meningkat menjadi

26,4 juta ton pada tahun 2015. Tabel 1.3 memperlihatkan data perkembangan

Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia Tahun 2000-2015.

Gambar 1.5

Ekspor CPO Indonesia tahun 2000-2015

(16)

Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia menjangkau lima benua

yaitu Asia, Afrika, Autralia, Amerika dan Eropa dengan pangsa pasar utama

Asia (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2011). Negara yang menjadi tujuan

ekspor CPO Indonesia diantaraya adalah Tiongkok, India, Pakistan, Belanda,

Bangladesh, Mesir, Singapura, Malaysia, Jerman, Sri Lanka dan lain-lain

Tabel 1.3

Ekspor Minyak Kelapa Sawit Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2014 Bangladesh 1.043,3 Bangladesh 77,2

Sri Lanka 38,9 Sri Lanka 3,9

Sumber : Badan Pusat Statistik, dioalah.

Dari tabel 1.3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2014 India

merupakan negara tujuan ekspor minyak kelapa sawit terbesar dari Indonesia.

India menduduki peringkat pertama disusul dengan Tiongkok, Pakistan,

Belanda, Bangladesh, Mesir, Singapura, Malaysia, Jerman, Sri Lanka dan

lain-lain. Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat juga nilai ekspor komoditas

minyak kelapa sawit Indonesia ke negara pengimportir lewat nilai FOB.

Berdasarkan nilai FOB yang berada di tabel 1.3 tahun 2014 menunjukan

(17)

adalah India yang memiliki nilai FOB sebesar 585,2 juta US$, disusul oleh

Belanda di posisi kedua dengan nilai FOB sebesar 310,3 juta US$,

sedangkan pada posisi ke tiga ditempati Tiongkok dengan nilai FOB sebesar

170,3 juta US$.

Perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia

dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit (CPO), baik di pasar dalam

negeri maupun luar negeri. Faktor utama pendorong kenaikan permintaan

minyak kelapa sawit (CPO) adalah harga yang relatif rendah dibandingkan

dengan harga kompetitornya seperti minyak kedelai, minyak biji matahari,

minyak kacang tanah, minyak kapas dan minyak lobak. (Abidin, 2008).

Variabel makroekonomi lain yang memiliki pengaruh terhadap

perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia adalah nilai

tukar. Perubahan nilai tukar dapat mengubah harga relatif suatu menjadi lebih

mahal atau lebih murah, sehingga nilai tukar terkadang digunakan sebagai

alat untuk meningkatkan daya saing (mendorong ekspor). Perubahan posisi

ekspor inilah yang kemudian berguna untuk memperbaiki posisi neraca

perdagangan.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi ekspor Crude Palm Oil Indonesia. Peneliti ingin

mengangkat judul “Determinan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia:

(18)

B. Batasan Masalah

1. Batasan masalah dalam penelitian yang akan penulis lakukan meliputi

Determinan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia dengan analisis Error

Correction Model.

2. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam model penelitian

adalah volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia sebagai variabel

dependen, sedangkan untuk variable independent adalah variabel Produksi,

nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Harga Kelapa Sawit Internasional

dan Term of Trade Indonesia.

3. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data bulanan Time Series

dari periode Januari 2013 sampai periode Desember 2015

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Produksi kelapa sawit terhadap ekspor CPO

Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh Nilai tukar rupiah terhadap ekspor CPO Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh harga CPO international terhadap ekspor CPO

Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh Term of Trade terhadap ekspor CPO Indonesia?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengukur pengaruh Produksi CPO Indonesia terhadap ekspor CPO

(19)

2. Untuk mengukur pengaruh nilai tukar rupiah terhadap ekspor CPO

Indonesia

3. Untuk mengukur pengaruh harga CPO international terhadap ekspor CPO

Indonesia

4. Untuk mengukur pengaruh Term of Trade Indonesia terhadap ekspor CPO

Indonesia

E. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai

pengambil keputusan untuk mengembangkan komoditas minyak kelapa

sawit sebagai salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia

2. Menambah khasanah literatur mengenai studi komoditi minyak kelapa dan

diharapkan mampu sebagai bahan referensi dalam penelitian di masa yang

akan datang

3. Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Teori Perdagangan International

Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai system dimana

negara-negara mengekspor dan mengimpor barang dan jasa pelayanan untuk

mengembangkan spesialisasi dan spesialisasi meningkatkan produktivitas.

Adapun perdagangan itu melibatkan satu Negara atau negara yang berbeda

sehingga perbedaan itu mempuanyai konsekuensi ekonomis dan kesempatan

untuk memperluas perdagangan dan suatu kesatuan untuk mengatur aliran barang

dan system finansial harus menjamin kelancaran aliran barang dan jasa dalam

perdagangan (Samuelson, 2003:350).

1.1.Teori Merkantilis

Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi

suatu Negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak

mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya

selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia,

(21)

suatu Negara maka semakin kaya dan kuatlah Negara tersebut. (Dominick

Salvatore, 1997:23)

Dengan demikian pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya

untuk mendorong ekspor dan mengurangi serta membatasi impor. Namun oleh

karena setiap Negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor

dan juga karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada suatu saat teretentu,

maka suatu Negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan

negara lain.

1.2 Teori Keunggulan Mutlak (Adam Smith)

Menurut Adam Smith, perdagangan natara dua negara didasarkan pada

keunggulan absout (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien dari

pada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien

dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara

tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan

spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki hubungan absolute, dan

menukarnya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolute. Melalui

proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling

efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat.

Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisasi

(22)

kaum merkantilis yang percaya bahwa sebuah negara hanya dapat memperoleh

keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya, Adam Smith justru percaya

bahwa semua negra dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan denan

tegas menyarankan untuk menjalankan kebijakan laissez-faire yaitu suatu

kebijakan yang menyarankan sedikit mungkin intervensi pemerinta terhadap

peekonomian. Terdapat pengecualian dalam kebiajakan laissez-faire ini, yakni

proteksi terhadap berbagai industri pening sebagai pertahanan negara. (Salvatore,

1996:25).

1.3 Teori Keunggulan Komparatif (John Stuart Mill dan David Ricardo)

Teori J.S. Mill menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan

kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage

terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu

barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang

kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar). Teori ini menyatakan

bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang

dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Kelebihan untuk teori

comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan

berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini tidak dapat

(23)

David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan

bahwa nilai penukaran ada jika barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan

demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat

digunakan. Teori perdagangan internasional diketengahkan oleh David Ricardo

yang mulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya

berlaku antara dua negara yang diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta

kedua Negara tersebut hanya beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hokum

pemasaran bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan

teori perdagangan internasional. Walaupun suatu Negara memiliki keunggulan

absolut, akan tetapi apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan

bagi kedua negara yang melakukan perdagangan (Tambunan, 2001:51).

1.4 Teori Heckscher-Ohlin

Heckscher-Ohlin dalam teori faktor proporsi menyatakan bahwa

perbedaan dalam opportunity cost suatu Negara dengan Negara lain karena

adanya perbedaan dalam jumlah factor produksi yang dimilikinya. Suatu Negara

memiliki tenaga kerja lebih banyak daripada negara lain, sedang negara lain

memiliki capital lebih banyak dari pada Negara tersebut sehingga dapat

menyebabkan terjadinya pertukaran (Nopirin, 2013:214). Negara yang memiliki

faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan

melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya.

(24)

tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam

memproduksinya.

Penjelasan analisis teori H-O menggunakan dua kurva. Pertama adalah

kurva isocost yaitu kurva yang melukiskan total biaya produksi sama serta kurva

isoquant yang melukiskan total kuantitas produk yang sama. Teori ekonomi

mikro menyatakan bahwa jika terjadi persinggungan antara kurva isoquant dan

kurva isocost maka akan ditemukan titik optimal. Sehingga dengan menetapkan

biaya tertentu suatu negara akan memperoleh produk maksimal atau sebaliknya

dengan biaya yang minimal suatu negara dapat memproduksi sejumlah produk

tertentu.

Penjelasan dengan menggunakan kedua kurva tersebut misalnya dengan

contoh angka hipotesis perdagangan antara Indoensia yang padat labor dengan

Singapura yang padat modal. Misalnya Indonesia memiliki tenaga kerja yang

besar dan relatif sedikit kapital, maka untuk sejumlah pengeluaran uang tertentu

akan memperoleh jumlah tenaga kerja lebih banyak daripada kapital. Sebagai

contoh uang sejumlah Rp 100,00 dapat dibeli 20 unit tenaga atau 5 unit mesin,

(25)

Gambar 2.1 Kurva Isocost

Indonesia Singapura

Sumber: Ardiprawiro, 2013

Dalam gambar 2.1 dengan uang sebanyak 100 dapat dibeli kombinasi

mesin, yang ditandai dengan titik-titik pada sumbu vertikal (tenaga) dan sumbu

horizontal (mesin). Kalau kedua titik ini dihubungkan dengan suatu garis lurus

merupakan suatu kurva yang disebut isocost, yakni berbagai kombinasi dua faktor

produksi yang dapat dibeli dengan sejumlah uang tertentu. (Nophirin, 1991: 20).

Sudut arah isocost ini menunjukkan perbandingan harga antara tenaga

kerja dan mesin yaitu 20:5 atau 4:1 yang berarti 4 unit tenaga nilainya sama

dengan 1 unit mesin. Kemudian, negara Singapura lebih banyak mempunyai

kapital/mesin dan relatif sedikit tenaga. Konsekuensinya di negara Singapura

pengeluaran Rp 100,00 akan memperoleh tenaga 10 unit atau 20 unit mesin, harga

1 unit tenaga sama dengan 2 unit mesin. Dengan demikian perbandingan harga

(26)

memproduksi barang yang relatif menggunakan banyak tenaga dan sedikit kapital

(labor intensif) dan Negara Singapura lebih murah apabila memproduksi barang

yang relatif menggunakan banyak kapital dan sedikit tenaga kerja (capital

intensive) (Nophirin, 1991: 21).

Masalahnya tidaklah hanya mengenai barang yang akan dihasilkan oleh

suatu negara tetapi bagaimana barang tersebut dihasilkan. Untuk mengetahui hal

ini dapat diterangkan dengan kurva isoquant negara Indonesia dan Singapura

untuk barang X dan Y (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Isoquant

Indonesia Singapura

Sumber: Ardiprawiro, 2013

Isoquant negara Indonesa terletak dekat sumbe vertikal (tenaga kerja)

(27)

(labor intensive). Hal ini dikarenakan negara Indonesia lebih banyak memiliki

faktor produksi tenaga kerja. Sedang isoquant negara Singapura mendekati sumbu

horizontal (kapital) menunjukkan bahwa barang Y yang dihasilkan bersifat padat

modal (capital intensive) karena negara Singapura relatif lebih banyak memiliki

kapital.

Selanjutnya teori proporsional faktor Hecksher dan Ohlin (H-O)

menggunakan asumsi 2 x 2 x 2 sebagai berikut:

a. Perdagangan internasional terjadi antara dua negara

b. Masing-masing negara memproduksi dua macam barang (misal, pakaian dan

radio)

c. Masing-masing negara menggunakan dua macam faktor produksi, yaitu

tenaga kerja dan kapital

Untuk memudahkan analisis manfaat perdagangan internasional (gain from

(28)

TABEL 2.1

Teori Proporsional Faktor dengan Data Hipotesis

2 Negara Indonesia Singapura

2 Barang Pakaian Radio Pakaian Radio

isoquant sebagai suatu titil optimal untuk memproduksi sejumlah barang dapat

digambarkan dengan grafik di bawah ini.

Gambar 2.3

Model Dasar Heckscher-Ohlin

(29)

Dari gambar di atas dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

a. Isoquant 100 unit pakaian dilakukan dengan padat tenaga kerja (labor intensive).

 Indonesia

Isoquant untuk 100 unit pakaian akan menyinggung isocost $ 400 pada titik A

dengan kombinasi 34 tenaga kerja (TK) dan 3 kapital (K). Dengan demikian

untuk memproduksi 100 unit pakaian yang padat karya di Indonesia akan

lebih murah, ini disebabkan jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki

oleh Indonesia relatif banyak dan murah, sehingga unit costnya hanya $ 4.

 Singapura

100 unit pakaian akan menyinggung isocost $ 600 pada titik B dengan

kombinasi 20 unit TK dan 7 unit K. Dengan demikian untuk memproduksi

100 unit pakaian yang padat karya di Jepang relatif mahal karena faktor

produksi TK relatif sedikit dan mahal, sehingga unit cost adalah $ 6.

b. Isoquant 20 unit radio dilakukan dengan padat modal (capital intensive).

 Indonesia

Isoquant untuk 20 unit radio akan menyinggung isocost $ 600 pada titik C

dengan kombinasi 20 tenaga kerja (TK) dan 10 kapital (K). Dengan demikian

untuk memproduksi 20 unit radio yang padat karya di Indonesia akan lebih

mahal, ini disebabkan jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh

(30)

 Singapura

20 unit radio akan menyinggung isocost $ 400 pada titik B dengan kombinasi

10 unit TK dan 18 unit K. Dengan demikian untuk memproduksi 20 unit radio

yang padat karya di Jepang relatif murah karena faktor produksi TK relatif

banyak dan murah, sehingga unit cost adalah $ 20.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa harga/biaya produksi suatu

barang akan ditentukan oleh jumlah faktor produksi yang dimiliki oleh

masing-masing negara. Comparative advantage atau keunggulan komparatif

dari suatu jenis produk yang dimiliki oleh masing-masing negara akan

ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimiliki.

Masing-masing negara akan cenderung berspesialisasi produksi dan mengekspor

barang tertentu karena negara itu memiliki faktor produksi yang relatif banyak

dan murah untuk memproduksinya. Sebaliknya, masing-masing negara akan

mengimpor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi

yang relatif sedikit dan mahal memproduksinya.

Karakter keseimbangan umum yang terkandung dalam teori

Heckscher-Ohlin dapat divisualisasikan dan dirangkum melalui penggunaan

(31)

Gambar 2.4

Kerangka dan Karakter Keseimbangan Umum Heckscher-Ohlin

Sumber: Salvatore Dominick, 1997

Bermula pada sudut kanan bawah diagram, kita melihat bahwa distribusi

kepemilikan faktor produksi atau distribusi pendapatan dan selera menentukan

tinggi rendahnya permintaan atas komoditi-komoditi yang diperdagangkan.

Permintaan faktor produksi selanjutnya dapat diderivasikan dari kurva permintaan

komoditi final. Permintaan dan penawaran faktor-faktor produksi itulah yang akan

menentukan harganya. Lebih lanjut, harga faktor-faktor produksi dan teknologi

akan ikut menentukan harga komoditi final. Perbedaan harga relative komoditi

(final) diantara Negara-negara yang terlibat dalam perdagangan akan menentukan

keuntungan komparatif bagi masing-masing Negara dan juga pola perdagangan

yang akan berlangsung di antara mereka. (Dominick Salvatore, 1997:130)

Permintaan turunan/derivative untuk faktor-faktor produksi Harga faktor produksi

Harga Komoditi

Teknologi

Permintaan komoditi Final

Selera

(32)

2. Faktor Pendorong dan Penghambat Perdagangan International

Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan

internasional, di antaranya sebagai berikut:

1. Vent For Suplus

Teori Vent for Suplus pada intinya lebih menekankan pada sisi penawaran

dengan dasar pemikiran yang sama dengan pemikiran yang melandasi teori

penawaran. Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan mengekspor

produk-produk yang dibuat apabila terjadi kelebihan supply dipasar dalam

negeri. Kelebihan stok dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya konsumsi

dalam negeri berkurang karena berbagai hal, sementara volume produksi tetap

tidak berubah. Teori tersebut mengatakan bahwa suatu Negara akan

mengekspor produk yang dibuatnya apabila terjadi exces supply (kelebihan

stok) di dalam negeri. Kelebihan stok bisa terjadi karena berbagai hal

misalnya, konsumsi dalam negeri berkurang, pendapatan masyarakat, atau

karena produk tersebut sudah tidak diminati di dalam negeri, atau kelebihan

stok akibat kondisi panen raya.

2. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri

3. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara

4. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi

(33)

5. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk

menjual produk tersebut.

6. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,

budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil

produksi dan adanya keterbatasan produksi.

7. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.

8. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara

lain.

9. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup

sendiri.

Seringkali terdapat banyak hambatan dalam melakukan perdagangan

internasional. Hambatan itu ada yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Kebijakan perdaganan luar negeri memiliki dua tujuan utama, yakni meningkatkan

ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor. Untuk meningkatkan ekspor,

kebijakan perdagangan luar negeri mempunyai sejumlah instrumen, diantaranya

pemberian subsidi ekspor bagi eksportir yang sudah memiliki sertifikat ekspor,

pemberian fasilitas kredit perbankan dengan suku bunga murah, dan pembebasan.

Sedangkan kebijakan perdaganggan luar negeri yang bertujuan mengurangi impor

juga memiliki sejumlah instrument diantaranya adalah pengenaan bea masuk

terhadap impor dengan tarif, hal ini lazim disebut proteksi.

Menurut D.Salvatore (1997: 270) hambatan perdagangan internasional

(34)

a. Hambatan Tarif

Tarif merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan luar negeri

yang membatasi arus perdagangan internasional, tarif adalah suatu pembebanan

atas barang yang melintasi daerah pabean (daerah geografis). Tarif adalah pajak

atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas

teritorial. Tarif ini merupakan kebijakan yang paling tua dan secara tradisional

telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah.

Pengenaan tarif dimaksudkan untuk memproteksi produk dalam negeri.

Dengan adanya tarif harga barang impor dalam mata uang nasional meningkat

sehingga permintaan di pasar dalam negeri menurun dan hal tersebut mendorong

produksi dalam negeri karena adanya kenaikan permintaan domestik atas barang

hasil dalam negeri. Ada tiga macam jenis tarif yang biasa digunakan dalam

perdagangan internasional yaitu:

1. Bea Ekspor (export duties) adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang

diangkut atau diekspor menuju negara lain.

2. Bea Transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap

barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan bahwa

(35)

3. Bea Impor (impor duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap

barang-barang yang masuk kedalam suatu negara dengan ketentuan bahwa

negara tersebut sebagai tujuan akhir.

b. Hambatan Non Tarif

Instrumen kebijakan perdaganan internasional selain tarif adalah berupa kebijakan

non tarif, yang terdiri dari:

1. Kuota

Kuota merupakan pembatasan secara kuantitatif tidak hanya terhadap impor,

tetapi juga diterapkan oleh banyak negara terhadap ekspor, karena tujuan

utama pengenaan kuota adalah untuk kepentingan konsumen di dalam negeri,

yakni menjaga ketersediaan stok domestik.

2. Embargo

Adalah pelarangan impor dan ekspor jenis produk tertentu atau pelarangan

secara total dalam perdagangan dengan negara tertentu sebagai suatu

tambahan dalam kebijakan politik yang dilakukan pemerintah.

3. Kartel-kartel Internasional

Merupakan sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari berbagai negara

yang sepakat untuk membatasi outputnya dan juga mengendalikan ekspor

komoditi tersebut dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan.

4. Dumping

(36)

pasaran atau penjualan komoditi di luar negeri dengan harga yang jauh lebih

murah dibanding dengan harga penjualan domestik.

5. Subsidi Ekspor

Adalah pembayaran langsung atau pemberian keringanan pajak dan bantuan

subsidi kepada para eksportir atau calon eksportir nasional, atau pemberian

pinjaman kepada pengimpor asing dengan bunga rendah dalam rangka

memacu ekspor suatu negara.

3. Teori Permintaan

Permintaan adalah berbagai kombinasi harga dan jumlah yang menunjukkan

jumlah sesuatu barang yang ingin dan dapat dibeli oleh konsumen pada berbagai

tingkat harga untuk suatu periode tertentu (Nopirin, 2013:32)

Dalam teori penawaran berlaku suatu hukum yaitu hukum penawaran.

Dalam hukum permintaan dikatakan bahwa, bila harga suatu barang naik, maka

jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut akan menurun (ceteris

paribus). Kondisi sebaliknya, bila harga barang tersebut mengalami penurunan

(Ceteris paribus), berarti semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah

yang diminta dianggap tidak berubah. Jumlah yang diminta tidak hanya

bergantung pada harga saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti:

pendapatan, selera, perkiraan (expectation), banyaknya konsumen serta harga

barang lain. Perubahan dari faktor-fsktor tersebut dapat menyebabkan pergeseran

(37)

Gambar 2.5 Kurva Permintaan

Sumber: Nopirin, 2013

Gambar 2.1 merupakan gambar yang menunjukkan pergeseran kurva

permintaan. Perubahan dari titik A ke B merupakan perubahan jumlah yang

diminta karena harga turun. Sedangkan pergeseran kurva permintaan dari D0 ke D1

disebut perubahan permintaan karena faktor-faktor lain (selain harga) yang

mempengaruhi jumlah yang diminta (ceteris paribusnya) berubah.

4. Teori Penawaran

Penawaran adalah berbagai kombinasi harga dan jumlah yang

menunjukkan jumlah sesuatu barang yang dapat dijual oleh produsen pada

berbagai tingkat harga untuk suatu periode tertentu (Nopirin, 2013:36)

Dalam teori penawaran berlaku suatu hukum yaitu hukum penawaran.

Hukum penawaran adalah suatu pernyataan bahwa jika semua hal dibiarkan sama,

(38)

pula. Jumlah barang yang ingin dijual tidak hanya bergantung pada harga saja,

tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti: teknologi, banyaknya

produsen, harga faktor produksi, perkiraan (expectation) produsen serta harga

barang lain. Perubahan dari faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan pergeseran

pada kurva penawaran (Nopirin, 2013:32)

Gambar 2.6 Kurva Penawaran

Sumber: Nopirin, 2013

Gambar 2.2 merupakan gambar yang menunjukkan pergeseran kurva

penawaran. Perubahan dari titik A ke B merupakan perubahan jumlah yang

ditawarkan karena harga naik. Sedangkan pergeseran kurva penawaran dari S0 ke

S1 disebut perubahan penawaran karena faktor-faktor lain (selain harga) yang

(39)

5. Ekspor

Ekspor adalah benda-benda (termasuk jasa) yang dijual kepada penduduk

negara lain ditambah dengan jasa-jasa yang diselenggarakan kepada penduduk

negara tersebut, berupa pengangkutan dengan kapal, permodalan dan hal-hal lain

yang membantu ekspor tersebut (Michael P. Todaro, 2000).

Sehubungan dengan ekspor suatu komoditas, Kindleberger dan Lindert

menyatakan bahwa secara teoritis volume ekspor dari suatu negara merupakan

selisih antara penawaran dan permintaan domestic (excess demand) bagi negara

konsumen (Nurdin, 2008:40).

Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor

terpenting dari GNP (Gross National Product), sehingga dengan berubahnya nilai

ekspor maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami

perubahan. Dilain pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan

perekonomian tersebut akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan

atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian

dunia. Suatu negara dapat mengekspor barang produksinya ke negara lain apabila

barang tersebut diperlukan negara lain dan mereka tidak dapat memproduksi

barang tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi keperluan dalam negeri.

Faktor yang lebih penting lagi adalah kemampuan dari negara tersebut untuk

(40)

Maksudnya, mutu dan harga barang yang dapat diekspor tersebut haruslah paling

sedikit sama baiknya dengan yang diperjual belikan dalam pasaran luar negeri.

Secara umum boleh dikatakan bahwa semakin banyak jenis barang yang

mempunyai keistimewaan yang sedemikian yang dihasilkan oleh suatu negara,

semakin banyak ekspor yang dapat dilakukan (Sukirno, 2006).

Selanjutnya menurut Soekartawi (Nurdin, 2008:38), ekspor merupakan

bagian dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh beberapa kondisi

antara lain:

a. Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan tersebut dijual

keluar negeri melalui kebijaksanaan ekspor.

b. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk tersebut

karena adanya kekurangan produk dalam negeri.

c. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan keluar negeri daripada

penjualan di dalam negeri. Karena harga di pasar dunia yang lebih

menguntungkan.

d. Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik.

e. Adanya barter antar produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan

tak dapat diproduk di dalam negeri.

Soekartawi menyatakan alasan mendesak mengapa suatu negara perlu

menggalakan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan Negara yang berarti

(41)

peningkatan ekspor bagi negara kita karena negara kita terus mengadakan impor,

sehingga negara memerlukan devisa untuk membayar impor yang dilakukannya.

Berdasarkan teori tersebut, maka ekspor suatu komoditas ke pasaran

international dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor domestik, harga luar

negeri dan faktor permintaan dan penawaran domestik antarnegara. Selain itu

secara implisit ekspor juga dipengaruhi oleh faktor nilai tukar (exchange rate)

mata uang suatu negara dengan negara lain.

Sedangkan menurut Paul A.Samuelson dan William D.Nordhaus

(1994:182-183) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan

nilai ekspor suatu negara tergantung pada pendapatan dan output luar negeri, nilai

tukar uang (kurs) serta harga relatif antara barang dalam negeri dan luar negeri.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor

6.1 Produksi

Produksi adalah berkaitan dengan bagaimana sumber daya (input)

digunakan untuk menghasilkan produk (output). Menurut Joesron dan Fathorozzi

(2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan

memanfaatkan beberapa input. Lebih lanjut, Samuelson dan William (1986)

mengartikan fungsi produksi adalah fungsi matematis yang menyatakan berapa

jumlah suatu masukan dalam unit tertentu. Produksi dibedakan menjadi tiga yaitu:

(42)

penggunaan total faktor produksi, produksi marginal (marginal Production) adalah

tambahan produksi karena penambahan pengunaan satu unit faktor produksi, dan

produksi rata-rata (average product) adalah rata-rata output yang dihasilkan per

unit faktor produksi (Raharja dan Manurung, 2001).

Selanjutnya Sukirno (2006), mengatakan yang disebut sebagi fungsi

produksi yaitu suatu perkaitan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi

yang diciptakannya dimana fungsi produksi merupakan suatu hubungan fisik

antara input sumber daya perusahaan (faktor-faktor produksi) dan keluarnya

output yang berupa barang dan jasa per unit waktu atau dapat dibuat formulasinya

sebagai berikut.

A = f (K, L, R, T) ……...………(2)

Keterangan:

A = barang yang diproduksi

K = kapital modal

L = labour/tenaga kerja

R = resouces/alam

(43)

Jika laju kenaikan jumlah produksi sekarang lebih besar dari pada jumlah

produksi yang lalu maka peristiwa itu disebut skala produksi yang meningkat.

Adanya kelebihan produksi dalam hal ini produksi pisang akan dapat

menyebabkan anjloknya harga pisang

6.2 Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2006:33), berbagai faktor yang dapat mempengaruhi

impor suatu negara salah satunya adalah nilai tukar (kurs) yang menentukan

jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata uang asing.

Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan

penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan

pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca

pembayaran internasional.

Kurs atau nilai tukar mata uang adalah perbandingan nilai atau harga mata

uang luar negeri dalam satuan harga mata uang domestik. Nilai tukar satu mata

uang mempengaruhi perekonomian apabila nilai tukar mata uang tersebut

terapresiasi atau terdepresiasi. Bila nilai tukar mata uang rupiah terapresiasi,

barang atau jasa luar negeri menjadi relatif lebih murah dibandingkan dengan

barang atau jasa domestik, sebaliknya bila nilai tukar mata uang rupiah

terdepresiasi maka barang atau jasa luar negeri relatif lebih mahal dibandingkan

(44)

Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar

nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat

menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai

tukar riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar

barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain

(Mankiw, 2006).

Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan

dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan

pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca

pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan kuat apabila transaksi

autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca

pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya

mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi

penawaran dari valuta asing (Nopirin, 2000). Kurs dollar Amerika Serikat

memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap impor di Indonesia. Semakin

tinggi nilai kurs akan menaikkan harga produk impor negara mitra dagang

sehingga menurunkan daya saing produk-produk impor dan akhirnya akan

menurunkan nilai impor. (Yuliadi, 2008)

Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan

menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama

(45)

barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif

stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara

makro (Pohan, 2008).

6.3 Harga

Harga barang merupakan aspek pokok dalam pembahasan teori ekonomi

dan pembentukan harga dari suatu barang terjadi di pasar melalui suatu

mekanisme. Apabila pada suatu tingkat tertinggi kuantitas barang yang diminta

melebihi kuantitas barang yang ditawarkan maka harga akan niak, sebaliknya bila

kuantitas barang yang ditawarkan pada harga tersebut lebih banyak daripada

kuantitas permintaan, maka harga cenderung turun. Tingginya harga

mencerminkan kelangkaan dari barang tersebut. Sampai pada tingkat harga

tertinggi konsumen cenderung menggantikan barang tersebut dengan barang lain

yang mempunyai hubungan dekat dan relative lebih murah (Budiono, 2001).

6.4 Nilai Tukar Perdagangan (Terms of Trade)

Harga relatif barang dari suatu negara yang melakukan transaksi

perdagangan dinamakan terms of trade (TOT), di mana perhitungannya diperoleh

dari harga barang ekspor dibagi dengan harga barang impor. Terdapat beberapa

konsep tentang TOT.

Konsep pertama merupakan konsep yang paling umum digunakan, yaitu net

(46)

barter terms of trade adalah perbandingan antara indeks harga ekspor dengan

indeks harga impor. Kenaikan ekspor menunjukkan perbaikan di dalam nilai

tukar perdagangan, artinya untuk sejumlah tertentu ekspor dapat diperoleh

jumlah impor yang lebih banyak dengan melalui hubungan harga (Nopirin,

1995: 71). Forumulasinya dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:

TOT = x 100

Dimana, Px adalah Indeks harga ekspor; Pm adalah Indeks harga impor; dan

100 adalah Indeks tahun dasar. Bila N >100 atau terjadi kenaikan net barter

terms of trade maka berarti terjadi perkembangan perdagangan luar negeri yang

positif karena dengan nilai ekspor tertentu diperoleh nilai impor yang lebih

besar (Hady, 2001:77).

Konsep kedua adalah gross barter terms of trade, merupakan perbandingan

antara indeks volume impor dengan indeks volume ekspor. Konsep ini menjadi

tidak penting karena kurang memberikan gambaran tentang perubahan harga.

Oleh karena itu, apabila konsep terms of trade tanpa diberi penjelasan apa-apa

maka yang dimaksud adalah konsep net barter terms of trade.

 Konsep ketiga adalah income terms of trade yang dapat dituliskan dengan

rumus sebagai berikut :

(47)

Dimana: N adalah net barter terms of trade; Px adalah Indeks harga ekspor; Pm

adalah Indeks harga impor; dan Qx adalah Indeks kuantitas ekspor.

Berdasarkan konsep ini, kenaikan income terms of trade menunjukkan bahwa

suatu negara dapat memperoleh jumlah impor yang lebih besar dengan dasar

kenaikan nilai ekspornya. Bagi negara-negara yang sedang berkembang, selain

variabel harga juga sangat penting untuk menilai terms of trade in i dengan

mempertimbangkan volume ekspornya karena kenaikan harga ekspor yang tinggi

mungkin diimbangi dengan turunnya volume ekspor.

Perbaikan pada Term of Trade (TOT) dapat timbul sebagai akibat dari

kejadian berikut:

1) harga ekspor naik sedang harga impor tetap;

2) harga ekspor tetap sedang harga impor turun;

3) harga ekspor naik dengan proporsi yang lebih besar daripada naiknya harga

impor;

4) harga ekspor turun dengan proporsi yang lebih kecil daripada turunnya harga

impor.

Mekanisme bagaimana TOT dapat berpengaruh pada nilai tukar riil

adalah dapat dilihat dari sebuah mekanisme sederhana yaitu perbaikan TOT akan

meningkatkan aliran modal masuk yang berasal dari perdagangan yang selanjutnya

dapat mengapresiasi nilai tukar riil dan sebaliknya. Memburuknya TOT akan

mengakibatkan permintaan valuta asing meningkat sehingga akan mendepresiasi

(48)

Terkait dengan jenis produksi yang diperdagangkan, maka secara umum

nilai tukar perdagangan komoditi (commodity terms of trade atau net barter terms

of trade) negaranegara berkembang cenderung mengalami kemerosotan dari waktu

ke waktu. Salah satu penyebab utamanya adalah sebagian besar atau bahkan semua

kenaikan produktivitas yang terjadi di negara-negara maju dialirkan ke para

pekerjanya dalam bentuk upah dan pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan

sebagian besar atau seluruh kenaikan produktivitas yang berlangsung di

negara-negara berkembang diwujudkan sebagai harga-harga produk yang lebih murah

(Salvatore, 1996 : 431).

7. Hubungan Produksi terhadap Ekspor

Komalasari (2009:65) menjelaskan bahwa peningkatan produksi

berpengaruh secara positif terhadap penawaran ekspor. Saat produksi mengalami

peningkatan maka ketersediaan barang dalam negeri meningkat, sehingga

penawaran barang di dalam dan luar negeri juga meningkat. Hal inilah yang

mengakibatkan apabila produksi meningkat, maka volume ekspor juga meningkat.

8. Hubungan Kurs terhadap Ekspor

Menurut Boediono (1997), apabila nilai rupiah terdepresiasi terhadap mata

uang asing maka akan berdampak pada nilai ekspor yang naik sedangkan nilai

impornya akan turun (apabila penawaran ekspor dan permintaan impor cukup

(49)

kompetitif. Dengan meningkatnya nilai ekspor bersih akan berdampak pada

meningkatnya permintaan agregat riil sehingga berdampak pada meningkatnya

investasi. Hal ini akan mendorong masuknya investasi asing ke Indonesia dan

meningkatkan volume impor bahan baku dan penolong serta barang modal yang

dibutuhkan dalam proses produksi di dalam negeri.

Pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap ekspor ini menarik perhatian

beberapa ekonom untuk menelitinya. Susilo (2001) misalnya menemukan

bahwa fluktuasi nilai tukar memiliki dampak yang signifikan terhadap ekspor

riil non migas pada jangka pendek. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh

Huchet-Bourdon dan Korinek (2012) tentang pengaruh nilai tukar terhadap

perdagangan antara negara Chilie dan New Zealand juga menghasilkan analisis

yang sama, yaitu perubahan nilai tukar mempengaruhi neraca perdagangan

pada perekonomian terbuka kecil (Huchet-Bourdon dan Korinek, 2012).

9.Hubungan Harga terhadap Ekspor

Menurut Budiono (2001:87), tingginya harga mencerminkan kelangkaan

dari barang tersebut. Ketika sampai tingkat harga tertinggi konsumen cenderung

menggantikan barang tersebut dengan barang lain yang mempunyai hubungan

dekat dan relatif lebih murah. Hukum penawaran menyatakan apabila semakin

tinggi harga, jumlah barang yang ditawarkan semakin banyak. Sebaliknya semakin

(50)

Menurut Lipsey (1995) harga dan kuantitas/jumlah permintaan suatu

komoditi berhubungan secara negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi

maka jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang,

cateris paribus. Untuk harga ekspor, Lipsey (1995) menyatakan bahwa suatu

hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi,

harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta,

atau dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan semakin sedikit

kuantitas komoditi tersebut yang diminta. Sebaliknya harga berhubungan secara

positif dengan penawaran. Semakin tinggi harga maka akan semakin banyak

kuantitas yang ditawarkan.

10. Hubungan Term of Trade terhadap ekspor

Term of trade merupakan komponen dari harga ekspor dibagi dengan harga

impor. Di dalam hal ini adalah harga barang-barang yang diperdagangkan di pasar

dunia. Semakin tinggi term of trade suatu negara maka preferensi untuk

melakukan ekspor semakin tinggi dan preferensi untuk melakukan impor juga

semakin kecil. Hubungan term of trade dengan tingkat ekspor berlaku positif,

semakin tinggi term of trade maka volume ekspor akan meningkat.

B. PENELITIAN TERDAHULU

Dinan Arya Putra (2013) membuat penelitian berjudul Analisis

(51)

yang digunakan adalah model Ordinary Least Square (OLS) dan Error correction

Model (ECM) dimana volume ekspor tembakau Indonesia ke Jerman sebagai

variabel dependen dan luas lahan tembakau, produksi tembakau, harga tembakau

dunia, GDP riil Negara Jerman sebagai variabel independen. Berdasarkan uji Error

Correction Model (ECM) dan asumsi klasik didapatkan kesimpulan sebagai

berikut :

1. Luas lahan tembakau dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak

signifikan sedangkan jangka panjang berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke Jerman.

2. Produksi tembakau dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak

signifikan sedangkan jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan

terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke Jerman.

3. Harga tembakau dunia dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh

positif dan signifikan terhadap perubahan ekspor tembakau Indonesia ke

Jerman.

4. GDP Jerman dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh positif dan

signifikan terhadap ekspor tembakau Indonesia ke Jerman.

Munadi (2007) meneliti tentang permintaan ekspor minyak kelapa sawit

indonesia ke India dengan menggunakan model ECM dimana variabel terdiri dari

harga CPO dunia, harga minyak kedelai dan nilai tukar (Rp/USD). Hasil analisis

regresi terhadap persamaan permintaan ekspor dengan menggunakan pendekatan

(52)

India tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan

pengaruh yang tidak nyata dari Faktor error correction model (ECM). Dalam

jangka pendek permintaan ekspor kelapa sawit oleh India sangat dipengaruhi oleh

rasio antara harga minyak kedelai dan harga minyak kelapa sawit dunia dengan

elastis sebesar 2,74, Indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien

penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor ke India tahun lalu

sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah

minyak sawit yang diekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan

meningkatkan harga minyak sawit dalam negeri sebesar 14.83%.

Anis Wulantoro (2009) meneliti tentang kebijakan dan pertumbuhan

ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda. Variabel yang

digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap USD, harga ekspor minyak sawit

Indonesia, harga pesaing Malaysia, produksi minyak sawit. Metode analisis yang

digunakan adalah pengujian koefisien regresi yaitu autokorelasi dan

multikolinearitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap

USD tidak signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara

Belanda. Dan harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia,

produksi minyak sawit signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia

ke Negara Belanda.

Yuli Widianingsih (2009) meneliti tentang Analisis Faktor-Faktor Yang

(53)

dan Cina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan

mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia ke tiga wilayah tersebut.

Metode analisis yang digunakan adalah data panel dengan variabel sebagai berikut

: harga ekspor biji kakao Indonesia, populasi penduduk Malaysia, Singapura dan

Cina, nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap US$, dan pendapatan per

kapita Malaysia, Singapura dan Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina dari

tahun ke tahun terus meningkat meskipun jumlah permintaannya masih

berfluktuatif. Dari hasil estimasi dengan menggunakan panel data melaui

pendekatan fixed effect diketahui bahwa dari empat variabel yang digunakan

terdapat satu variabel yang berpengaruh negatife dan tidak signifikan terhadap

permintaan ekspor biji kakao Indonesia yaitu variabel harga ekspor. Hal ini

dikarenakan harga ekspor biji kakao Indonesia di pasar internasional lebih rendah

dibanding harga pesaing. Sehingga peningkatan harga ekspor biji kakao di

Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao

Indonesia. Faktor utama yang dominan mempengaruhi permintaan biji kakao di

tiga Negara tersebut adalah jumlah penduduk. Hal ini menunjukan bahwa selera

penduduk di ketiga Negara tersebut sangat besar terhadap coklat sehingga

peningkatan jumlah pendudukyang terus terjadi memberikan peluang Indonesia

(54)

Sukmawati, Ainur (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis

factor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor mutiara di Indonesia Tahun

1996-2009”. Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah variable kurs,

tingkat harga, populasi dan GDP percapita Negara tujuan ekspor menghasilkan

kesimpulan bahwa Nilai tukar negara importir memiliki hubungan positif, artinya

jika nilai tukar tinggi akan menyebabkan volume permintaan ekspor mutiara

Indonesia meningkat. Variabel GDP per kapita negara importir memiliki pengaruh

yang signifikan dalam mempengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia.

Variabel harga mutiara di negara tujuan ini juga signifikan berpengaruh terhadap

permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf 10% dan populasi bukan faktor

penentu yang mempengaruhi besar kecilnya permintaan ekspor mutiara Indonesia.

Ambarianti, Marisa (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor beras Indonesia” dengan

variable independent terdiri dari produksi beras Indonesia, nilai tukar rupiah

terhadap dollar, harga beras eceran, dan konsumsi beras per kapita. Dari hasil

perhitungan diperoleh bahwa semua variabel yang digunakan berpengaruh nyata

secara bersama-sama dalam peningkatan dan penurunan volume ekspor beras

Indonesia. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa dari keempat variabel eksogen

terdapat dua variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor

beras Indonesia, yaitu produksi beras Indonesia (pada taraf 0,2) dan konsumsi

(55)

berpengaruh nyata adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar dengan nilai P value

0,539 dan harga beras eceran dengan nilai P value 0,883.

Sultan (2014) meneliti tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi

Ekspor Cengkeh Di Indonesia Tahun 2001-2011. Penelitian ini bertujuan untuk

melakukan analisis hubungan variabel antara Harga ekspor cengkeh Indonesia di

pasar Internasional, nilai tukar dan GDP percapita Negara importer cengkeh dari

Indonesia berpengaruh signifikan terhadap nilai Ekspor cengkeh Indonesia tahun

2001-2011. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor cengkeh Indonesia dengan periode analisis dari

tahun 2001 hingga 2011 diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, hasil analisis

model permintaan ekspor cengkeh Indonesia menunjukkan bahwa nilai tukar

nominal rupiah terhadap Dollar, harga ekspor cengkeh Indonesia dan GDP

perkapita negara importir, berpengaruh nyata dan signifikan terhadap permintaan

ekspor cengkeh Indonesia. Kedua, meskipun masing-masing variabel bebas Nilai

Tukar, Harga Ekspor dan GDP perkapita Negara importir menunjukan fluktuasi

yang sangan beragam selama periode penelitian yang dibuktikan berdasarkan

temuan data yang diperoleh, berbagai dinamika yang terjadi atas variabel-variabel

tersebut tetap memberikan pengaruh positif terhadap permintaan ekspor cengkeh

Indonesia di pasar internasional, dimana terdapat lima besar Negara importir yakni

Amerika Serikat, Arab Saudi, Singapure, Vietnam dan India. Ketiga, hasil temua

(56)

perangakat analisis yang terssedia, ditemukan output yang sesuai dengan dasar

teori yang ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dasar teoritis yang digunakan

dalam penelitian ini sesuai dengan hipotesis dan hasil penelitian.

C. KERANGKA BERFIKIR

Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel

independen dan variabel dependen. Dengan demikian maka model penelitian

penulis dari penelitian ini adalah nilai ekspor minyak kelapa sawit indonesia

(sebagai variabel dependen) dipengaruhi oleh Produksi, Kurs Rupiah, Harga CPO

Internasional dan term of Trade (sebagai variabel independen).

(57)

D. HIPOTESIS

Hipotesis merupakan jawaban sementara ataupu kesimpulan sementara untuk

menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian. Berdasarkan teori yang

ada dan penelitian terdahulu, maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga Harga CPO Internasional mempunyai pengaruh negative dan signifikan

terhadap ekspor CPO Indonesia

2. Diduga Nilai Tukar Rupiah Terhadap dolar amerika mempunyai pengaruh

negatif dan signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia

3. Diduga Term of Trade mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

ekspor CPO Indonesia

4. Diduga Produksi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Obyek Penelitian

Obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah semua data mengenai

variabel-varibael sebagai berikut: Jumlah ekspor Minyak kelapa sawit

Indonesia, harga minyak kelapa sawit internasioanal, kurs rupiah terhadap

Dolar Amerika, Term of Trade Indonesia dan Produksi minyak kelapa sawit

dengan data runtut waktu (Time Series).

B.Jenis Data

Data yang yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini adalah data

sekunder. Data sekunder merupakan data yang diambil dari pihak lain atau

merupakan data yang sudah diolah oleh pihak ketiga, secara berkala (time

series) untuk melihat perkembangan objek penelitian selama periode tertentu.

Periode pengamatan penelitian dilakukan dari periode Januari 2013 sampai

periode Desember 2015 dengan mengambil data bulanan.

C.Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan cara mencari data yang berhubungan dengan variabel penelitian. Data

diperoleh dari website, journal dan laporan-laporan statistik terdahulu.

Data-data tersebut dikumpulkan dari World Bank, Badan Pusat Statistik dan Bank

(59)

No Variabel Frekuensi Periode Sumber

1 Ekspor minyak

kelapa sawit Bulanan 2013M01-2015M12 BPS

2

Harga minyak kelapa sawit internasional

Bulanan 2013M01-2015M12 World Bank

3 Kurs Rupiah Bulanan 2013M01-2015M12 BI

4 Term of Trade

(ToT) Bulanan 2013M01-2015M12 World Bank

5 Produksi Bulanan 2013M01-2015M12 BPS

D.Definisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang

digunakan dalam penelitian ini maka perlu diberikan definisi operasional

sebagai berikut:

1. Ekspor minyak kelapa sawit adalah jumlah minyak kelapa sawit indonesia

yang diekspor atau dijual ke luar negeri dan dinyatakan dalam ton.

2. Harga adalah Harga minyak kelapa sawit internasional yang terbentuk dari

jumlah permintaan dan penawaran di pasar internasional dan dinyatakan

dalam dolar Amerika.

3. Kurs Rupiah adalah nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang Dolar

Amerika dan dinyatakan dalam rupiah.

4. Term of Trade adalah perbandingan kuantitatif (jumlah atau nilai) antara

ekspor dan impor yang mencerminkan posisi perdagangan suatu negara

untuk periode tertentu.

5. Produksi adalah jumlah minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh

Gambar

Tabel 1.1 Kontribusi Sektor Non Migas terhadap Cadangan Devisa Indonesia
Gambar 1.2 Luas Area Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Kepemilikan
Gambar 1.3 Produksi Minyak Kelapa Sawit
Gambar1.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas yang terdapat dalam penelitian ini adalah Produksi Kopi Domestik, Harga Kopi Internasional, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar, sedangkan variabel

Pengaruh Produksi Nasional, Konsumsi Dunia dan Harga Dunia Terhadap Ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia.. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Perdagangan (Bogor : IPB Press,

Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan adanya pengaruh secara bersama- sama antara variabel produksi, harga internasional, dan nilai tukar terhadap volume

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berbentuk time series tahunan dari tahun 1980-2007 yaitu data produksi CPO Indonesia sebagai proxy dari

Hasil analisis menunjukkan bahwa penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke pasar internasional dipengaruhi oleh produksi, harga ekspor, pendapatan nasional bruto negara mitra

Hasil analisis menunjukkan ekspor CPO Indonesia secara signifikan dipengaruhi oleh produksi CPO (QCPO) pada tingkat kepercayaan 85 persen, harga domestik CPO (PDCPO) 75 persen,

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Nilai Tukar Rupiah, Harga Kopi Internasional dan Produksi Kopi Domestik dengan variabel terikat yaitu Volume Ekspor

Dalam hal ini uji signifikansi simultan dilakukan untuk mengetahui apakah variabel harga CPO, nilai tukar, tarif bea keluar, dana perkebunan sawit dan jumlah produksi secara