• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skrofuloderma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Skrofuloderma"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

SKROFULODERMA

DERYNE ANGGIA PARAMITA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... 1

I. Pendahuluan ... 2

II. Epidemiologi ... 2

III. Etiologi ... 2

IV. Manifestasi Klinis ... 2

V. Histopatologi ... 3

VI. Diagnosis ... 3

VII. Diagnosis Banding ... 3

VIII.Prognosis ... 3

IX. Penatalaksanaan ... 4

X. Laporan Kasus ... 4

XI. Diskusi ... 6

(3)

I. PENDAHULUAN

Skrofuloderma ( tuberculosis colliquativa cutis) adalah tuberkulosis subkutaneus yang

dikarakteristikkan dengan pembentukan abses dingin dan secara sekunder menyebabkan

rusaknya formasi kulit dibawahnya. Merupakan perjalanan perkontinuitatum dari organ

dibawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis. 1,2 II. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis kulit hanya sebagian kecil dari semua kasus tuberkulosis (<1 %- 2%) yang

lebih kurang terdapat 8.417.00 kasus baru secara global.3

Di negara-negara barat tuberkulosis kutis dengan frekuensi terbanyak adalah bentuk

lupus vulgaris, sedangkan didaerah tropis termasuk Indonesia, skrofuloderma dan tuberkulosis

kutis verukosa merupakan bentuk yang paling sering dijumpai. .

1-4

III. ETIOLOGI

Penyebab dari skrofuloderma adalah Mycobacterium tuberculosis. M.tuberculosis

merupakan kuman aerob, patogen pada manusia, bersifat tahan asam dan hidupnya intraseluler

fakultatif. Bakteri ini merupakan kuman bentuk batang yang lebih halus daripada M. leprae,

memiliki panjang 2-4 µm dan lebar 0,3-1,5 µm, tidak bergerak, sedikit bengkok, dan biasanya

tersusun satu-satu atau berpasangan. Sifat tahan asam kuman ini lebih baik daripada kuman

leprae. Suhu optimal pertumbuhan kuman pada 370C.

Tuberkulosis kutis dapat ditularkan melalui inhalasi, ingesti, dan inokulasi langsung

pada kulit dari sumber infeksi. Selain manusia, sumber infeksi kuman tuberkulosis adalah

anjing, kera, atau kucing.

1,3,4

1

IV. MANIFESTASI KLINIS

Skrofuloderma paling sering terjadi pada daerah parotid, submandubular,

supraklavikular dan dapat terjadi bilateral. Jika terjadi dalam bentuk nodul subkutaneus yang

(4)

dan melunak. Setelah beberapa bulan, timbul cairan, dan menyebabkan terbentuknya ulkus

dan sinus. Ulkus tampak seperti satu garis atau serpiginous dengan batas yang meninggi,

bewarna kebiruan dengan dasar yang lembut dan bergranular. Terdapat jalur sinusoidal

dibawah kulit. Celah ulkus berselang-seling dengan nodul yang lunak. Terbentuk jalur parut

dan daerah jembatan ulseratif bahkan sampai membuat kulit tertarik. Sensitivitas tuberkulin

biasanya terjadi.2-7 V. HISTOPATOLOGI

Nekrosis yang masif dan pembentukan abses pada tengah daripada lesi adalah tidak

spesifik. Tetapi bagian perifer daripada lesi atau batas sinusnya mangandung granuloma

tuberkuloid. Struktur tuberkel dengan kaseasi berat dijumpai pada bagian dalam dermis,

disertai dengan banyak sel raksasa Langhans. Banyak dijumpai basil tahan asam. Semakin tua

lesi, basil semakin sulit ditemukan.1,2 VI. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis tergantung evaluasi yang hati-hati pada keadaan klinisnya. Bukti yang

mendukung termasuk data epidemiologi, riwayat kontak atau penyakit tuberkulosis

sebelumnya, dan hasil dari reaksi tuberkulin.

Biopsi kulit perlu dilakukan pada semua kasus dan pewarnaan spesimen dan kultur

untuk bakteri tahan asam. Jika terdapat limfadenitis tuberkulosis yang mendasarinya atau

tulang dan penyakit sendi, diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan.

3

2

VII. DIAGNOSIS BANDING

Skrofuloderma perlu dibedakan dengan aktinomikosis, hidradenitis supuratif,

limfogranuloma venereum, blastomikosis, sporotrikosis dan akne konglobata.1-2 VIII. PROGNOSIS

Penyembuhan spontan dapat terjadi, tetapi hal ini sangat lama terjadi, memakan waktu

(5)

IX. PENATALAKSANAAN

Karena hampir sebagian kasus tuberkulosis pada kulit berhubungan dengan penyakit

tuberkulosis pada organ lain dan jumlah basil pada kulit biasanya lebih sedikit dibandingkan

tempat lain, regimen pengobatan, seperti yang digunakan untuk pengobatan tuberkulosis paru,

dapat mencukupi.2-3

Regimen terapi standar meliputi 2 bulan pengobatan quadrupel (isoniazid, rifampisin,

pyrazinamid, etambutol) diikuti 4 bulan isoniazid dan rifampisin. Pengobatan yang lebih lama

biasanya karena adanya keterlibatan organ lain seperti sistem saraf pusat atau tulang atau pada

pasien dengan HIV.

3

Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma ialah semua fistel dan ulkus telah menutup,

seluruh kelenjar getah bening mengecil (kurang dari 1 cm dan berkonsistensi keras), dan

sikatriks yang semula eritematosa menjadi tidak eritematosa lagi. Laju endap darah (LED)

dapat dipakai sebagai pegangan untuk menilai penyembuhan pada penyakit tuberkulosis. Jika

terjadi penyembuhan, LED akan menurun dan menjadi normal.

4,5

Tabel 1. Pedoman pengobatan tuberkulosis kutis2 X. LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 23 tahun, pekerjaan buruh, datang ke poliklinik Ilmu

(6)

mengeluarkan cairan pada ketiak kanan dan sisi tubuh kanan sejak 1 bulan terakhir. Dua

bulan sebelumnya pasien telah didiagnosis dengan efusi pleura dan telah dilakukan

penyedotan cairan pleura.

Pada pemeriksaan dermatologis tampak ulkus dangkal, berbatas tegas, pinggir

menggaung, warna livid (biru keungguan), multipel, ukuran 4 cm x 3 cm, 1,5 cm x 2 cm dan 1

cm x 2,5 cm dikelilingi krusta dan sikatriks pada bagian lateral dekstra setentang iga 7-8, dan

ulkus, batas tegas, pinggir menggaung dan bewarna kebiruan dengan ukuran 2 cm x 3 cm yang

ditutupi krusta dan sikatrik pada regio aksila dekstra. Nyeri dan gatal tidak dijumpai. (Gbr 1)

Pada pemeriksaan foto thoraks tampak efusi pleura dengan penebalan pleura kanan

(pleuritis) dan konsolidasi peradangan pada paru kanan e.c sugestif TB dan pemeriksaan tes

mantoux positif dengan indurasi 30 x 30 mm.

Pada pemeriksaan biopsi dari kerokan kulit tampak sel datia, dengan latar belakang

sel-sel limfosit dan PMN. Tidak dijumpai tanda-tanda keganasan. Kesimpulan suatu radang kronis

spesifik yang lazim dijumpai pada tuberkulosis. (Gbr 2)

Gbr 1. Ulkus pada lateral dekstra dan regio aksila dekstra

Pasien di diagnosis banding dengan skrofuloderma, blastomikosis, hidraadenitis

supuratif. Dengan diagnosis kerja skrofuloderma.

Pasien diterapi dengan regimen multidrug therapy tuberculosis yaitu ripamfisin 450 mg,

isoniazid (INH) 300 mg, pirazinamid 1000 mg, dan etambutol 1000 mg. Dan perawatan luka

untuk ulkus dengan kompres NaCl 0,9 % selama 15 menit sebanyak 4-5 xperhari dan

(7)

GBr 2. Gambaran Sitologi

XI. DISKUSI

Skrofuloderma atau yang disebut juga tuberculosis colliquativa cutis merupakan salah

satu bentuk tuberkulosis kutis sekunder yang timbul karena perluasan langsung dari

tuberkulosis kelenjar limfe, tulang atau sendi. Perjalanan penyakitnya kronis dan sering

kambuh.

Pada kasus, tampak ulkus dangkal, berbatas tegas, pinggir menggaung, warna livid (biru

keungguan), multipel, ukuran 4 cm x 3 cm, 1,5 cm x 2 cm dan 1 cm x 2,5 cm dikelilingi krusta

dan sikatriks pada bagian lateral dekstra setentang iga 7-8, dan ulkus, batas tegas, pinggir

menggaung dan bewarna kebiruan dengan ukuran 2 cm x 3 cm yang ditutupi krusta dan

sikatrik pada regio aksila dekstra. Nyeri dan gatal tidak dijumpai. Sebelumnya pasien telah

didiagnosis dengan efusi pleura kanan. Ini dapat menegakkan diagnosis skrofuloderma,

dimana skrofuloderma merupakan akibat perjalanan perkontinuitatum dari organ dibawah kulit

yang telah diserang penyakit tuberkulosis.

1,2

Pada pemeriksaan biopsi dari kerokan kulit tampak sel datia, dengan latar belakang

sel-sel limfosit dan PMN. Tidak dijumpai tanda-tanda keganasan. Ini merupakan gambaran yang

mengarah ke suatu tuberkulosis, dimana pada tuberkulosis akan banyak dijumpai sel raksasa

Langhans.

1,2

(8)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soebono H. Penyakit kulit oleh mikobakteria. In : Harahap M. editor. Ilmu penyakit

kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. p. 272-6.

2. Tappeiner G. Tuberculosis and infection with atypical Mycobacteria. In : Wolff K,

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s

dermatology in general medicine. 7th

3. Bravo FG, Gotuzzo E. Cutaneous Tuberculosis . Clinics in Dermatology. 2007;

25(2):173-180

ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p.1927-40.

4. Djuanda A. Tuberkulosis kutis. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu

penyakit kulit dan kelamin. 4th

5. Scrofuloderma. Available from: URL: HYPERLINK

ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2005. p. 64-72.

6. Meltzer MS, Nacy CA. Cutaneous tuberculosis. Available from: URL: HYPERLINK

7. Tuberculosis cutis. Available from: URL: HYPERLINK

Gambar

Tabel 1. Pedoman pengobatan tuberkulosis kutis2

Referensi

Dokumen terkait

Pada infeksi virus secara umum tampak bahwa sel limfosit T sitotoksik adalah populasi sel efektor kritis dalam mengontrol infeksi akut karena sel ini mampu

Gambaran mikroskopik menunjuk- kan masih banyak infiltrasi sel-sel radang limfosit plasma dan PMN di daerah bagian submukosa lambung dibandingkan dengan tikus kelompok C

Pada pemeriksaan sediaan langsung dari sampel kerokan kulit kepala tidak ditemukan hifa maupun spora jamur baik pada kelompok 2 genap dan kelompok 2 ganjil Pengamatan makroskopis

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan jumlah sel radang PMN dan MN pada luka bakar derajat II antara

Kemudian dilakukan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus dengan hasil menunjukkan granuloma tuberkulosis dari agregat sel-sel epiteloid yang tersusun dalam

Hasil pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada nodul limfokutan memperlihatkan adanya spora-spora jamur Sporothrix schenckii dalam sitoplasma sel-sel

Hasil pemeriksaan histopatologi, pada otak besar maupun otak kecil terlihat adanya infiltrasi sel-sel limfosit dan edema perivaskuler, bronkopneumonia hebat pada

Pada pemeriksaan mikroskopis dari sediaan histopatologi rutin pada kasus tampak potongan jaringan mengandung proliferasi sel epitelial ganas dengan gambaran sel tipe