Halama HUBUNGAN PERILAKU
CARING
DENGAN
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CUT NYAK DHIEN MEULABOH
TESIS
Oleh
SRI GUSTINI
117046021/ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN PERILAKU
CARING
DENGAN
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CUT NYAK DHIEN MEULABOH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Oleh
SRI GUSTINI
117046021/ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSU CND) Meulaboh
Nama Mahasiswa : Sri Gustini
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Tahun : 2013
ABSTRAK
Perilaku caring yang ditunjukkan oleh kepala ruangan akan rmenjadi role
model bagi perawat pelaksana untuk termotivasi untuk mengaplikasikan perilaku
caring pada klien. Penelitian pada 99 perawat menemukan ada pengaruh perilaku
caring manajer dengan kepuasaan kerja perawat. Kepala ruangan dapat
menggunakan berbagai gaya kepemimpinan dalam menerapkan perilaku caring
pada saat berinteraksi dengan perawat pelaksana sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan kerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
hubungan perilaku caring dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan di Rumah
Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh.
Jenis penelitian ini adalah korelasional, dimana peneliti akan melihat
hubungan antara perilaku caring kepala ruangan dengan gaya kepemimpinan
kepala ruangan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD CND Meulaboh pada tanggal 10 sampai
dengan 29 Juni 2013.
Hasil penelitian ditemukan ada hubungan positif yang signifikan antara
(rtabel = 0,1937), dan nilai p sebesar 0,001 (p<0,05). Ada hubungan positif yang
signifikan antara perilaku caring denga gaya kepemimpinan transformasional
dengan nilai rhitung sebesar 0,563 (rtabel = 0,1937), dan nilai p sebesar 0,001
(p<0,05), dan ada hubungan positif yang signifikan antara perilaku caring denga
gaya kepemimpinan transaksional dengan nilai rhitung sebesar 0,599 (rtabel
Ada hubungan positif yang signifikan antara perilaku caring dengan gaya
kepemimpinan kepala ruangan. Memberikan arti bahwa apabila gaya
kepemimpinan cenderung transformasional maka perilaku caring akan semakin
baik. Kepala Instalasi dan Kepala Ruang sebagai role model bagi staf perawat
dalam membudayakan perilaku caring perawat
=
0,1937), dannilai p sebesar 0,001 (p<0,05).
Judul Tesis : The Correlation between Caring Behavior and
The Leadership Style of Head Nurses in Cut Nyak
Dhien General Hospital (RSUD CND), Meulaboh
District
Name : Sri Gustini
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Nursing Administration
Year : 2013
ABSTRACT
Caring behavior of the ward heads will be the role model for nurse
practitioners to be leadership styles in applying caring behavior when they are
interacting with motivated to apply caring behavior for clients. 99 nurses research
finds out that there is the influence of caring behavior on nurses’ work
satisfaction. Ward heads can use various nurse practitioners according to their
working situation and condition. The objective of the research was to obtain the
picture about the correlation between caring behavior and the leadership style of
heads nurses in Cut Nyak Dhien General Hospital, Meulaboh District.
The research used correlation type with cross sectional design. Here, the
researcher would see the correlation between caring behavior of ward heads and
their leadership style. The research was conducted Cut Nyak Dhien General
The result of the research showed that there was positive and significant
correlation between leadership style and caring behavior with the value of rcount =
0.663 (rtable = 0.1937) and p value = 0.001 (p <0.05). There was positive and
significant correlation between caring behavior and transformational leadership
style with the value of rcount = 0.563 (rtable = 0.1937), and p value = 0.001 (p
=<0.05), and there was positive and significant correlation between caring
behavior and transactional leadership style with the value of rcount = 0.599 (rtable
There was positive and significant correlation between caring behavior
and the leadership style of ward heads. This indicated that if the leadership style
tended to be transformational, caring behavior will be good. The Heads of the
Installation and Wards can be the role model for nurses in cultivating nurses’
caring behavior.
=
0.1937) and p value = 0.001 (p <0.05).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul “Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan
di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) bapak dr.
Dedi Ardinata, M.Kes berserta jajarannya dan juga sekaligus sebagai komisi
penguji yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan Studi
ke jenjang Magister Keperawatan dan telah memberikan kritik dan saran demi
selesainya laporan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kepada Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D,
selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS selaku
Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU
yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan laporan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko
Rochadi, M.K.M selaku Pembimbing I dan Bapak Ikhsanuddin A Harahap, S.Kp,
MNS selaku pembimbing II. Terima kasih atas waktu yang telah bapak luangkan
untuk membimbing saya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi, selaku komisi penguji yang telah memberikan
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr. Akbar Siregar,
Sp.PD, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD
CND) Meulaboh beserta stafnya yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
mrlakukan penelitian. Kepada kepala rungan, dan staf perawat terima kasih yang
sebesar-besarnya atas partisipasi anda dalam penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta yang telah
memberikan dukungan dana, moril dan bersabar selama ditinggalkan dalam masa
menyelesaikan penulisan laporan tesis ini. Kepada Ayahanda dan ibunda (Alm)
yang selalu menjadi support dan inspirasi bagi saya dalam penyelesaian tesis ini.
Kepada Kakak saya tercinta, Rina Darma Surya yang banyak memberikan support
kepada saya dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Angkatan I 2011/2012 dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan
dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan
masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan
penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
profesi keperawatan.
Medan, Agustus 2013 Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sri Gustini, S.Kep, Ns
Tempat/Tanggal Lahir : Sinabang, 25 September 1974
Alamat : Jl Bijaksana. Lr. Reformasi Desa Seunebok
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
No Telp/Hp : 0812 69 076 755
Riwayat Pendidikan :
Jenjang pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SDN 1 Meulaboh-Aceh Barat 1986
SMP SMP Negeri 1 Meulaboh-Aceh Barat 1989
SMU SPK Depkes Meulaboh-Aceh Barat 1992
Diploma I PBB A Depkes Meulaboh-Aceh Barat 1993
Diploma III Akper Wijaya Kusuma Jakarta-Jakarta Selatan 1999
Ners PSIK Fakultas Kedokteran Univ Syiah Kuala 2005
Magister Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2013
Riwayat Pekerjaan :
Staf Puskesmas Suak Timah Kecamatan Sama Tiga Kabupaten Aceh Barat mulai
tahun 1993 s/d 1995
Staf Puskesmas Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat mulai tahun 1995 s/d
1996
Staf Prodi Keperawatan Meulaboh Poltekkes Aceh mulai tahun 2000 s/d
Workshop Analisis data dengan Kontents Analysis & WEFT-QDA diMedan
tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta
Seminar Penelitian Kualitatif sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan
Disiplin Ilmu Kesehatan di Medan tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta
In The 3 rd International Nursing Conference “Bringing Current Research Into
Nursing Practice for Improving Quality of Care” di Bandung tanggal 21 –
22 Maret 2012 sebagai Peserta
Optimalisasi Kolaborasi Perawat –Dokter dalam Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Kesehatan di Medan tanggal20 Juli 2012 sebagai Peserta
Oversea study visit “Nursing Administration in Hospital and Healthcare System
in Thailand” di Thailandtanggal 18 – 20 Februari 2013 sebagai Peserta
Publikasi:
Gustini, S., Rochadi, R.K., Ikhsanuddin, A. H. (2013). Hubungan Perilaku
Caring dengan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh. Jurnal Riset Keperawatan Indonesia, 1 (2).
Proceeding:
Gustini S., Ikhsanuddin A H . (2013, 1-2 April). Understanding Caring Behavior
In Nurse-Patient Relationship: Systematic review.Oral presentation at 2013
Medan International Nursing Conference on The Application of Caring
Sciences on Nursing Education Advanced Research and Clinical Practice in
DAFTAR ISI
Halaman Depan ... i
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Konsep Caring ... 6
2.2. Konsep Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan ... 14
3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
3.3 Populasi dan Sampel ... 29
3.4 Pengumpulan Data ... 32
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 33
3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 35
3.7 Metode pengukuran ... 36
3.8 Metode Analisa Data ... 37
3.9 Pertimbangan etik ... 38
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 39
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39
4.2 Karakteristik Responden ... 40
4.3 Karakteristik Kepala Ruangan ... 41
4.4 Perilaku Caring ... 43
4.5 Gaya Kepemimpinan ... 45
4.6 Analisis Bivariat ... 48
4.7 Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan ... 48
BAB 5 PEMBAHASAN ... 51
5.1 Perilaku Caring ... 51
5.2 Gaya Kepemimpinan ... 59
5.3 Gaya Kepemimpinan Tranformsional ... 60
5.4 Gaya Kepemimpinan Transaksional ... 64
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
6.1 Kesimpulan ... 70
6.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Jumlah Sampel Proposional dari Masing-Masing Ruangan.. 31
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Respon di RSUD CND Meulaboh... 41
Tabel 4.3 . Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Respon di RSUD CND Meulaboh... 42
Tabel 4.4. Distribusi Perilaku Caring Kepala Ruangan ... 42
Tabel 4.4 Skor Item Perilaku Caring ... 43
Tabel 4.5 Gaya kepemimpinan Kepala Ruangan ... 44
Tabel 4.6 Frekuensi item Jawaban Respon Tentang Gaya Kepemimpinan ... 45
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Penelitian. ... 72
a. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 73
b. Kuesioner data demografi ... 74
c. Instrumen Perilaku Caring (CAT-Admin-Version II) Duffy ... 76
d. Instrumen Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ) ... 80
Lampiran 2. Biodata Expert ... 83
Lampiran 3. Ijin Penelitian. ... 85
a. Surat ijin penelitian dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. ... 86
b. Surat Ethical Clearance... 87
Judul Tesis : The Correlation between Caring Behavior and
The Leadership Style of Head Nurses in Cut Nyak
Dhien General Hospital (RSUD CND), Meulaboh
District
Name : Sri Gustini
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Nursing Administration
Year : 2013
ABSTRACT
Caring behavior of the ward heads will be the role model for nurse
practitioners to be leadership styles in applying caring behavior when they are
interacting with motivated to apply caring behavior for clients. 99 nurses research
finds out that there is the influence of caring behavior on nurses’ work
satisfaction. Ward heads can use various nurse practitioners according to their
working situation and condition. The objective of the research was to obtain the
picture about the correlation between caring behavior and the leadership style of
heads nurses in Cut Nyak Dhien General Hospital, Meulaboh District.
The research used correlation type with cross sectional design. Here, the
researcher would see the correlation between caring behavior of ward heads and
their leadership style. The research was conducted Cut Nyak Dhien General
The result of the research showed that there was positive and significant
correlation between leadership style and caring behavior with the value of rcount =
0.663 (rtable = 0.1937) and p value = 0.001 (p <0.05). There was positive and
significant correlation between caring behavior and transformational leadership
style with the value of rcount = 0.563 (rtable = 0.1937), and p value = 0.001 (p
=<0.05), and there was positive and significant correlation between caring
behavior and transactional leadership style with the value of rcount = 0.599 (rtable
There was positive and significant correlation between caring behavior
and the leadership style of ward heads. This indicated that if the leadership style
tended to be transformational, caring behavior will be good. The Heads of the
Installation and Wards can be the role model for nurses in cultivating nurses’
caring behavior.
=
0.1937) and p value = 0.001 (p <0.05).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku caring secara universal berkaitan dengan cara seseorang berpikir,
berperasaan, dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain. perilaku caring
juga bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial, pandangan hidup dan
nilai kultur setiap orang yg berbeda pada satu tempat (Dwidiyanti, 2007). Perilaku
caring antara perawat dan pasien merupakan perilaku caring secara profesional.
Perawat sebagai suatu profesi, secara profesional harus mampu
memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas serta mampu mencapai
tingkat kepuasan dan memenuhi harapan klien melalui pelaksanaan asuhan
keperawatan yang profesional. Profesionalisme perawat di ikuti oleh pengetahuan
dan ketrampilan khusus meliputi ketrampilan intelektual, teknikal, dan
interpersonal yang pelaksanaannya harus mencerminkan perilaku caring
(Dwiyanti, 2007). Menurut Perry dan Potter, (2009), Perilaku caring perawat akan
memungkinkan terjalinnya hubungan interpersonal yang harmonis antara
perawat-pasien, dapat membantu dan memenuhi kebutuhan perawat-pasien, yang pada akhirnya
dapat memberikan kepuasan kepada pasien. Perilaku caring yang diperlihatkan
oleh perawat pelaksana diberbagai tatanan pelayanan harus diakui masih kurang.
Fariani (2011), melakukan penelitian pada 120 perawat pelaksana di RSUD
Prof.DR.H Aloei Saboe (RSAS) Kota Gorontalo menemukan bahwa budaya
organisasi perawat berhubungan signifikan dengan perilaku caring perawat
yang dianut oleh para perawat pelaksana. Nilai-nilai yang dianut tersebut akan
tercermin dalam gaya kepemimpinan manajerial dan perilaku caring Kepala
Ruangan selama berinterakasi dengan perawat khususnya kepala ruangan.
Perilaku caring yang ditunjukkan oleh kepala ruangan akan menjadi role
model bagi perawat pelaksana untuk termotivasi untuk mengaplikasikan perilaku
caring pada klien. Drach & Dagan. (2002), melakukan penelitian pada 99 perawat
menemukan ada pengaruh perilaku caring manajer dengan kepuasaan kerja
perawat. Kepala Ruangan dapat menggunakan berbagai gaya kepemimpinan
dalam menerapkan perilaku caring pada saat berinteraksi dengan perawat
pelaksana sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan kerjanya.
Bass dan Avolio (1994) mendefinisikan gaya kepemimpinannya dalam dua
tipe, yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan
transaksional. Malloy dan Penprase (2010) dalam penelitiannya menemukan ada
hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja
psikososial. Implikasi bagi manajemen keperawatan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa akan terjadi perbaikan dalam keperawatan psikososial
lingkungan kerja dengan pelaksanaan transformasional dan
Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 07
Maret 2013 terhadap 5 perawat pelaksana di Rumah sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien (RSU CND) Meulaboh melalui wawancara mengenai perilaku caring
kepala ruangan terhadap bawahannya, ditemukan bahwa mayoritas perawat
pelaksana (60%) mempersepsikan kepala ruangan kurang berperilaku caring pada perilaku
perawatnya, sedangkan gaya kepemimpinan yang diperlihatkan Kepala Ruangan
yaitu masih ada Kepala Ruangan yang kurang memotivasi dan kurang
memberikan role model pada bawahan. Bass dan Avolio (1994 dalam Munandar
2001) Gaya kepemimpinan transformasional merupakaan proses mempengaruhi
bawahannya dalam memberikan contoh keteladanan, memotivasi dan
menginspirasi bawahannya serta menciptakan lingkungan yang kondusif.
Sedangkan gaya kepemimpinan transaksional memusatkan perhatiannya pada
transaksi interpersonal.
1.2 Permasalahan
Kepala ruangan dalam kepemimpinannya sebaiknya mengaplikasi ilmu
caring terhadap bawahannya dalam hal mempengaruhi orang lain untuk mencapai
suatu tujuan organisasi sehingga manajer bisa menjadi role model bagi
bawahannya dalam hal menerapkan ilmu caring.
Secara empiris, perilaku caring kepala ruangan berpengaruh dengan
kepuasaan kerja perawat. Sedangkan ada hubungan antara gaya kepemimpinan
dan lingkungan kerja psikososial. Implikasi bagi manajemen keperawatan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa akan terjadi perbaikan dalam keperawatan
psikososial lingkungan kerja dengan pelaksanaan transformasional dan
Berdasarkan fenomena dan permasalahan di atas, Bagaimanakah hubungan
perilaku caring dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan di Rumah Sakit
Umum Daereah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh.
perilaku
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan perilaku caring
dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan di RSUD CND Meulaboh.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi Perilaku Caring Kepala Ruangan di RSUD CND
Meulaboh
b. Mengidentifikasi Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di RSUD
CND Meulaboh
c. Mengidentifikasi Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya
Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruangan di RSUD CND
Meulaboh
d. Mengidentifikasi Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya
Kepemimpinan Transaksional Kepala Ruangan di RSUD CND
Meulaboh
1.4 Hipotesis
a. Ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan
transformasional dengan perilaku caring kepala ruangan di RSUD CND
Meulaboh
b. Ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan transaksional
1.5 Manfaat Penelitian
a. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan
terhadap kinerja perawat yang berkerja di Rumah Sakit Pemerintahan
terkait peningkatan Sumber Daya manusia dengan pelatihan secara
berkala khususnya terkait perilaku caring.
b. Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan sumbangan umpan balik kepada manajemen
rumah sakit agar dapat meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia
keperawatan melalui pelatihan-pelatihan terkait komptensi perawat salah
satunya perilaku caring.
c. Bagi Profesi Keperawatan
Dapat memberikan masukan bagi pengembangan sumber daya
manusia keperawatan, baik pada masa pendidikan maupun di tempat
pelayanan kesehatan, dan sebagai pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan terutama dalam proses pengadaan tenaga keperawatan,
pendayagunaan dan pembinaan tenaga keperawatan agar menerapkan
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Caring
2.1.1.Pengertian Caring
Caring sebagai esensi pertanggungjawaban dalam hubungan antara
perawat-klien, dimana perawat membantu partisipasi perawat-klien, membantu memperoleh
pengetahuan dan meningkatkan kesehatan (Watson, 1979). Lebih lanjut
Leininger (1979 dalam George J.B, 2002) menjelaskan Caring adalah kegiatan
langsung untuk memberikan bantuan, dukungan, atau membolehkan individu atau
kelompok melalui antisipasi bantuan untuk meningkatkan kondisi individu atau
kehidupan. Caring adalah sebagai cara memelihara untuk berhubungan dengan
orang lain, terhadap tanggung jawab pada suatu pekerjaan yang akan dinilai oleh
orang lain (Tomey & Alligood, 2006). Caring adalah aspek sentral dari
keperawatan, caring diidefintifikasikan sebagai carative behavior, seperti
mengembangkan trust, menyediakan dukungan, membantu pemenuhan kebutuhan
manusia (Watson,1979). Caring lebih dari sekedar melakukan prosedur
keperawatan, caring merupakan sikap memelihara dan membantu orang lain
(Ann G, 2004).
2.1.2. Asumsi Dasar Caring dalam Keperawatan
Menurut Watson (1979), banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar caring
keperawatan, adapun asumsi dasar dalam keperawatan tersebut yaitu caring hanya
interpersonal, caring terdiri dari caractiv factors yang menghasilkan kepuasan
terhadap kebutuhan manusia, caring efektif meningkatkan kesehatan dan
pertumbuhan individu dan keluarga, respon caring menerima seseorang tidak
hanya sebagai dia saat ini, tetapi juga menerima akan jadi apa dia kemudian,
lingkungan caring adala sesuatu yang menawarkan perkembangan dari potensi
yang ada, dan disaat yang sama membiarkan seseorang untuk memilih tindakan
yang terbaik bagi dirinya saat itu, dan caring lebih komplek dari pada curing,
caring lebih bersifat healthgenic (menyehatkan) dari pada curing (mengobati),
praktek caring merupakan sentral bagi keperawatan.
2.1.3. Perilaku Caring (Caring Behavior)
Godkin dan Godkin, (2004) menjelaskan bahwa perilaku caring sebagai
usaha perawat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut perlu diperlihatkan adanya nursing presence
(keberadaan perawat). Duffy (1993 dalam Watson 2008), mengembangkan
instrumen Caring Behavior Tools (CAT) Admin berdasarkan 10 caractive factors.
Adapun 10 caractive factors dimaksud adalah :
Membentuk sistem nilai humanistic-altruistic (The formation of a
humanistic-altruistic system of values). Nilai humanistic-altruistic merupakan
nilai yang mendasari caring. Pemberian asuhan keperawatan berdasarkan
nilai-nilai kemanusiaan (humanistic) dan perilaku mementingkan kepentingan orang
lain di atas kepentingan pribadi (altruistic) (Tomey & Alligood, 2006). Hal ini
dapat dikembangkan melalui pemahaman nilai yang ada pada diri seseorang,
humanistic serta perilaku altruistic dapat dikembangkan melalui peningkatan
kesadaran dan pandangan seseorang terhadap keyakinan, dan nilai-nilai
Perilaku kepala ruangan dalam menerapkan humanisic-altruistic adalah
memanggil nama staf perawat dengan hormat dengan nama panggilan sehari-hari
yang disenangi, merespon panggilan staf perawat dengan cepat walaupun sedang
sibuk, mendengarkan dan memperhatikan keluhan dan kebutuhan staf perawat,
bersikap hormat dan sabar menghadapi perawat, menghargai dan menghormati
pendapat staf perawat, membimbing sataf perawat selama supervisi keperawatan
(Nurachmah,2011, Potter & Perry,2009 ; Muhlisin,2008). (Watson,1979).
Menanamkan Keyakinan & harapan (the instillation of faith-hope)
merupakan carative factors kedua adalah kemampuan manager untuk
menanamkan dalam diri staf perawat rasa keyakinan-harapan selama memberikan
perawatan pada klien diantaranya dalam menerima informasi dari kepala ruangan
sebelum melakukan tindakan keperawatan pada klien
Perilaku kepala ruangan yang mencerminkan faktor kepercayaan dan
harapan adalah memberikan informasi pada staf perawat tentang tindakan
keperawatan dan pengobatan yang akan diberikan pada klien, memotivasi perawat
selama memberikan asuhan keperawatan pada klien, dan memberitahu perawat
untuk memenuhi keinginan klien terhadap alternatif tindakan keperawatan dan (Watson,1979). Caractive
factors ini erat kaitannya dengan caractive factors yang pertama yaitu nilai
pengobatan untuk meningkatkan kesehatan klien selama tidak bertentangan
dengan penyakit dan kesembuhan klien (Nurachmah,2011).
Meningkatkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain (the
cultivation of sensitivity to one’s self and others). Seorang manager perawat
dituntut mampu meningkatkan sensitivitas terhadap dirinya dan orang lain
(Tomey & Alligood, 2006). Perawat harus mampu meningkatkan sifat sensitif
sehingga staf perawat merasa diterima dan diperhatikan (Watson, 1979).
Perilaku perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang
mencerminkan faktor sensitif adalah kepala ruangan belajar menghargai
kesensitifan dan perasaan perawat, sehingga perawat dapat menjadi sensitif,
bersikap wajar pada kepala ruangan, menunjukkan sikap penuh kesabaran dalam
menghadapi keluhan staf perawat, selalu siap membantu staf perawat bila
dibutuhkan (
Membantu menumbuhkan hubungan saling percaya (the development of a
helping-trustrelationship). Hubungan saling percaya antara manager perawat dan
staf perawat akan meningkatkan penerimaan terhadap perasaan positif dan negatif
antara manager perawat dan staf perawat (Tomey & Alligood, 2006). Ciri-ciri
hubungan saling percaya adalah harmonis, empati dan hangat, perawat
menunjukkan sikap empati dengan berusaha merasakan apa yang dirasakan klien
dan sikap hangat dengan menerima orang lain secara posistif(Asmadi, 2008). Potter & Perry, 2009 ; Watson, 1979).
Perilaku kepala ruangan yaitu mencerminkan faktor saling percaya dan
saling membantu adalah memberikan informasi jujur, memperhatikan sikap
berinteraksi dengan perawat, menjelaskan tentang peran perawat, meyakinkan
perawat bahwa kepala ruangan selalu siap untuk membantu staf perawat jika ada
permasalahan selama memberikan asuhan keperawatan pada klien(Nurachmah,
2001; Potter & Perry, 2009; Muhlisin, 2008).
Mengembangkan dan menerima ekspresi perasaan posistif dan negative
(the promotion and acceptance of the Expression of positive/negativefeelings).
Yaitu kemampuan perawat menerima perasaan klien dan memahami perilaku
mereka dan mampu mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan
positif dan negative perawat dengan cara memahami ekspansi perawat secara
emosional maupun intelektual dalam situasi yang berbeda (Tomey & Alligood,
2006).
Perilaku kepala ruangan terhadap perawat yang mencerminkan faktor
menerima ekspresi perasaan positf dan negatif adalah menyediakan waktu dan
hadir didekat perawat untuk menampung dan mendukung ekspresi perasaan
positif dan negatif staf perawat, mendengarkan keluhan staf perawat dengan
sabar, memotivasi staf perawat untuk mengungkapkan perasaannya (Potter &
Perry, 2009).
Menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam
pengambilan keputusan (the systematic use of the sciencetific problem solving
method for decision making). Perawat menggunakan proses keperawatan yang
sistematis dan teroganisasi sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan untuk
merupakan metode yang member kontrol dan prediksi serta memungkinkan untuk
koreksi diri (Asmadi, 2008).
Perilaku kepala ruangan yang mencerminkan faktor pemecahan masalah
yang sistematis ini adalah kepala ruangan mensuperivisi staf perawat dalam
melakukan pengkajian, menetukan diagnose keperawatan, membuat perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi asuhan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
masalah klien, melibatkan klien dan keluarga dalam pemberian asuhan
keperawatan (Muhlisin, 2008; Nurachmah, 2001).
Meningkatkan proses pembelajaran interpersonal (The Promotion of
interpersonal Teaching-learning). adalah caractive factors yang meliputi proses
yang terlibat di dalamnya baik manager perawat maupun orang lain. Faktor ini
adalah konsep yang penting dalam keperawatan, karena merupakan faktor utama
ketika seseorang berusaha mengontrol kesehatan mereka sendiri setelah
mendapatkan sejumlah informasi kesehatan mereka sendiri setelah mendapatkan
sejumlah informasi tentang kesehatannya (Watson, 1979). Perawat memberikan
informasi pada klien dan klien diberi tanggung jawab dalam proses kesehatannya
dan kesejateraannya. Perawat memfasilitasi porses ini dengan tehnik belajar
mengajar yang bertujuan untuk memberikan kesempatan klien dalam memenuhi
kebutuhan dirirnya dan memberikan kesempatan pada klien untuk perkembangan
pribadinya (Tomey & Alligood, 2006).
Perilaku kepala ruangan yang mencerminkan faktor proses belajar
mengajar ini adalah menetapkan kebutuhan personal staf perawat selama
asuhan mandiri yaitu dengan mengajarkan cara memenuhi kebutuhan diri klien
secara mandiri sesuai dengan kemampuan klien
Menciptakan suasana suportif, korektif, dan protektif terhadap mental,
fisik, sosiokultural, dan spiritual (the provision for a supportive,protective,and
(or) corrective mental, physical,sociocultural and spiritual environment).
(Potter & Perry, 2009).
Merupakan kemampuan perawat untuk menciptakan lingkungan internal dan
eksternal yang berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit individu, seperti
menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan keleluasan pribadi pada klien
(Watson, 1979). Perawat dapat memberi dukungkan situasional, membantu
individu mengembangkan persepsi yang lebih akurat, serta member informasi
sehingga klien dapa mengatasi masalahnya (Tomey & Alligood, 2006).
Perilaku kepala ruangan yang mendukung adalah kepala ruangan
mengajarkan staf perawat untuk mengenali pengaruh lingkungan internal dan
eksternal klien terhadap kesehatan dan kodisi penyakitnya, memfasilitasi klien
untuk bertemu dengan pemuka agama bila klien membutuhkan, membantu untuk
menjalankan ibadah/kegiatan agamnya, memotivasi klien untuk berdoa,
membantu menghubungi keluarga yang dibutuhkan (
Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia (Assitance with the
gratification of human need).
Muhlisin, 2008; Nurachmah,
2001).
Perawat meyakini kebutuhan
biophysical,psychophysical, psychosocial, dan interpersonal klien. Kebutuhan
biophysical seperti makan, eliminasi dan ventilasi. Kebutuhan psychophysical
prestasi dan afiliasi. Kebutuhan intrapersonal seperti aktualisasi diri. Perawat
membantu klien dengan senang hati ketika klien kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya (Watson, 1979).
Perilaku kepala ruangan yang mencerminkan faktor membantu dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia ini adalah memotovasi dan mensupervisi staf
perawat dalam membantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan
nutrisi, eliminasi, hygiene, memperhatikan kenyamanan dan keamanan
lingkungan klien, sering mengunjungi klien, mengobservasi kondisi kesehatan dan
kebutuhan klien secara teratur (
Menghargai kekuatan eksternal yang ada dalam kehidupanan pikiran (the
allowance for existential/phenomenological dimensions). P
Muhlisin, 2008; Nurachmah, 2001).
erawat membantu
klien untuk mengerti kehidupan dan kematian, sehingga dapat membantu klien
dalam menentukan koping yang baik dalam menghadapi situasi yang
berhubungan dengan penyakitnya (Watson, 1997 ; Tomey & Alligood, 2008).
Perilaku kepala ruangan selama berinteraksi dengan staf perawat yang
mencerminkan faktor kekuatan eksistensial- fenomenologis adalah mengajarkan
dan memotivasi staf perawat dalam memberikan kesempatan pada klien dan
keluarga untuk melakukan kegiatan spiritual untuk penyembuhan, staf perawat
memfasilitasi klien dan keluarga untuk melakukan alternatif sesuai pilihannya
yang tidak bertentangan dengan kondisi kesehatan dan penyakitnya serta sesuai
persetujuan medis, memotivasi klien untuk berserah diri pada Tuhan YME,
menyiapkan klien dan keluarga saat menghadapi fase berduka (Muhlisin, 2008;
2.2. Konsep Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
2.2.1. Definisi
Menurut Newman (1968 dalam Marquis & Houston, 2003) kepemimpinan
adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi
perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal yang perlu
diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata
karma birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang
menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah
tercapainya suatu tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti
tingkat manajerial pada suatu organisasi. Karena posisi manajemn terdiri atas
tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu bisa
mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang ia
pegang pada organisasi tersebut (Robbins, 2008).
Kepemimpinan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, yang
mempunyai peran penting dalam rangka proses administrasi. Hal ini didasarkan
kepada pemikiran bahwa peran seorang pemimpin merupakan implementasi atau
penjabaran dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan merupakan salah
satu di antara peran administrator dalam rangka mempengaruhi orang lain atau
para bawahan agar mau dengan senang hati untuk mencapai tujuan organisasi
Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan
tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam
memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan
pendapat yang disampaikan oleh Davis (1995 dalam Usman, 2010). Keduanya
menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya
kepemimpinan.
Hersey dan Blanchard (1992 dalam Usman, 2010) berpendapat bahwa
gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen,
yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan
tersebut diwujudkan.
2.2.2. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Ada beberapa gaya kepemimpinan yang ditawarkan oleh Bass (1985) yaitu
Transformasional dan Transaksional
a. Kepemimpinan Transformasional (
Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif
baru dalam studi-studi kepemimpinan. Model ini dianggap sebagai model yang
terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan
transformasional mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan
Burns (1978 dalam Usman, 2010) merupakan salah satu penggagas yang
secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan
transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan
transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan
legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya
menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu
dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu,
pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian
tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab
mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem
pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya.
Burns (dalam Bass,1985) menyatakan bahwa model kepemimpinan
transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu
memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari
yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan,
mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus
menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of
transformational leadership involve strongpersonal identification with the leader,
joining in a shared vision of the future, or going beyond the self-interest exchange
of rewards for compliance". Pemimpin transformasional merupakan pemimpin
organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus
mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan
bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih
tinggi dari pada apa yangmereka butuhkan.
Bass dan Avolio (1990) mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four
I's".
Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh
ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang
membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus
mempercayainya.
Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi
inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai
pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap
prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan
organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui
penumbuhan entusiasme dan optimisme.
Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi
intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide
baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang
dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari
Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration
(konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional
digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh
perhatian masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai
model transformasional ini termasuk relative baru (Bass dan Avolio, 1990)
Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide
yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan
kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan
dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli
sosiologi Weber (1947 dalam Usman, 2010). Bryman (1992 dalam Usman
2010),menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the
new leadership).
Sarros dan Butchatsky (1996 dalam Usman, 2010) menyebutnya sebagai
pemimpin penerobos (breakthrough leadership).Lebih lanjut Sarros dan
Butchatsky menyatakan, disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam
ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat
besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki
kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun
perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali
struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan
mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap
tidak mungkin dilaksanakan.
Avolio dan Bass (1985) mengatakan bahwa kepemimpinan
transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional dalam dua hal:
Pertama, meskipun pemimpin transformasional yang efektif juga
mengenali kebutuhan bawahan, mereka berbeda dari pemimpin transaksional
aktif. Pemimpin transformasional yang efektif berusaha menaikkan kebutuhan
bawahan. Motivasi yang meningkat dapat dicapai dengan menaikkan harapan
akan kebutuhan dan kinerjanya. Misalnya, bawahan di dorong mengambil
tanggungjawab lebih besar dan memiliki otonomi dalam bekerja (Bass, 1985)
Kedua, pemimpin transformasional berusaha mengembangkan bawahan
agar mereka juga menjadi pemimpin. Sebelum Bass mengindikasikan ada tiga ciri
kepemimpinan transformasional yaitu karismatik, stimulasi intelektual dan
perhatian secara individual mengindikasikan inspirasional termasuk ciri-ciri
kepemimpinan transformasional. Dengan demikian ciri-ciri kepemimpinan
transformasional terdiri dari karismatik, inspirasional, stimulasi intelektual dan
perhatian secara individual (Bass & Stogdill, 1990).
Karismatik menurut Yukl (1994) merupakan kekuatan pemimpin yang
besar untuk memotivasi bawahan dalam melaksanakan tugas. Bawahan
mempercayai pemimpin karena pemimpin dianggap mempunyai pandangan, nilai
dan tujuan yang dianggapnya benar. Oleh sebab itu pemimpin yang mempunyai
karisma lebih besar dapat lebih mudah mempengaruhi dan mengarahkan bawahan
dikatakan kepemimpinan karismatik dapat memotivasi bawahan untuk
mengeluarkan upaya kerja ekstra karena mereka menyukai pemimpinnya.
Inspirasional, perilaku pemimpin inspirational menurut Yukl dan Fleet
(dalam Bass, 1985) dapat merangsang antusiame bawahan terhadap tugas-tugas
kelompok dan dapat mengatakan hal-hal yang dapat menumbuhkan kepercayaan
bawahan terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan
kelompok.
Stimulasi Intelektual, menurut Yukl (1998) stimulasi intelektual
merupakan upaya bawahan terhadap persoalan-persoalan dan mempengaruhi
bawahan untuk melihat persoalan-persoalan tersebut melalui perspektif baru.
Hater dan Bass (1998) menjelaskan bahwa melalui stimulasi intelektual,
pemimpin merangsang kreativitas bawahan dan mendorong untuk menemukan
pendekatan - pendekatan baru terhadap masalah-masalah lama. Melalui stimulasi
intelektual, bawahan didorong untuk berpikir mengenai system nilai, kepercayaan,
harapan dan didorong melakukan inovasi dalam menyelesaikan persoalan
melakukan inovasi dalam menyelesaikan persoalan dan berkreasi untuk
mengembangkan kemampuan diri serta disorong untuk menetapkan tujuan atau
sasaran yang menantang. Kontribusi intelektual dari seorang pemimpin pada
bawahan harus didasari sebagai suatu upaya untuk memunculkan kemampuan
bawahan.
Hal itu dibuktikan dalam penelitian Seltzer dan bass (1990) bahwa aspek
yang dapat memberikan kontribusi intelektual senantiasa mendorong staf supaya
mapu mencurahkan upaya untuk perencanaan dan pemecahan masalah.
Perhatian secara Individual, perhatian atau pertimbangan terhadap
perbedaan individual implikasinya adalah memelihara kontak langsung face to
face dan komunikasi terbuka dengan para pegawai. Zalesnik (1977; dalam Bass,
1985) mengatakan, bahwa pengaruh personal dan hubungan satu persatu antara
atasan-bawahan merupakan hal terpenting yang utama. Perhatian secara individual
tersebut dapat sebagai indentifikasi awal terhadap para bawahan terutama
bawahan yang mempunyai potensi untuk menjadi seorang pemimpin. Sedangkan
monitoring merupakan bentuk perhatian individual yang ditunjukkan melalui
tindakan konsultasi, nasehat dan tuntutan yang diberikan oleh senior kepada
yunior yang belum berpengalaman bila dibandingkan dengan seniornya.
Heater dan Bass (1998) mengatakan bahwa kepemimpinan
transformasional lebih menarik bagi karyawan yang berpendidikan tinggi karena
karyawan yang berpendidikan tinggi mendambakan tantangan kerja yang dapat
menambah profesionalis dan pengembangan diri.
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Keller (1992 dalam Usman
2010) bahwa mereka yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi mempunyai
minat mendalam dalam menghadapi tantangan kerja dan bawahan yang
mempunyai pendidikan tinggi dapat mendukung memberi respon terhadap
kepemimpinan transformasional. Respon positif tersebut dapat mempengaruhi
atau melakukan extra effort untuk mendapatkan hasil kerja lebih tinggi dari yang
diharapkan.
Bass (1985) mengatakan, kepemimpinan transformasional lebih
memungkinkan muncul dalam organisasi yang memiliki kehangatandan
kepercayaan yang tinggi juga berpendidikan tinggi, diharapkan dengan
pendidikan tinggi dapat menjadi orang yang kreatif.
b. Kepemimpinan Transaksional
Menurut Burns (1978 dalam Bass 1985) pada kepemimpinan
transaksional, hubungan antara pemimpin dengan bawahan didasarkan pada
serangkaian aktivitas tawar menawar antar keduanya. Karakteristik kepemimpinan
transaksional adalah contingent reward dan management by-exception dan laissez
faire.
Pada contingent reward dapat berupa penghargaan dari pimpinan karena
tugas telah dilaksanakan, berupa bonus atau bertambahnya penghasilan atau
fasilitas. Hal ini dimaksudkan untuk memberi penghargaan maupun pujian untuk
bawahan terhadap upaya-upayanya. Selain itu, pemimpin betransaksi dengan
bawahan, dengan memfokuskan pada aspek kesalahan yang dilakukan bawahan,
menunda keputusan atau menghindari hal-hal yang kemungkinan mempengaruhi
terjadinyakesalahan (Hughes, Ginnett, & Curphy, 2002).
Management by-exception menekankan fungsi managemen sebagai
kontrol. Pimpinan hanya melihat dan mengevaluasi apakah terjadi kesalahan
untuk diadakan koreksi, pimpinan memberikan intervensi pada bawahan apabila
mendelegasikan tanggungjawab kepada bawahan dan menindaklanjuti dengan
memberikan apakah bawahan dapat berupa pujian untuk membesarkan hati
bawahan dan juga dengan hadiah apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi
standar (Northouse, 2004).
Menurut Bycio dan kolega. (1995 dalam Bass 1985) kepemimpinan
transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin
menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan
karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan
pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja,
dan penghargaan.
Sedangkan
laisssez-Pemimpin laissez faire menurut Sondang (2010 Marquis & Houston,
2003) dapat dilihat dari karakteristik kepemimpinan yang digunakannya, misalnya
dalam pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif, pengambilan keputusan faire, tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan
dari tipe kepemimpiann otoriter, jika dilihat dari segi perilaku ternyata tipe
kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi
dan perilaku kepemimpinan pembelot. Pemimpin yang termasuk tipe ini sama
sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya.
Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan kepada bawahannya, tanpa petunjuk
dari pimpinan.. Dengan demikian, dalam kepemimpinan ini akan mudah terjadi
kekacauan dan tingkat keberhasilan organisasi yang dipimpin dengan gaya laissez
faire semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa bawahan
diserahkan kepada pemimpin yang lebih rendah dan para petugas operasional,
kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya tidak
terganggu, status quo organisasional tidak terganggu, penumbuhan dan
pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif
diserahkan kepada para bawahan, selama bawahan menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi
berada pada tingkat yang minimum.
Peneliti berusaha menuangkan beberapa hasil penelitian yang terkait
perilaku caring dan gaya kepemimpinan untuk mendukung penelitian ini
Penelitian caring antara staf dan manajer Duffy (1993) menemukan hubungan
positif antara perilaku caring dan perawat manajer kepuasan kerja perawat.
Penelitian Duffy juga mengungkapkan bahwa praktek lingkungan, yang
diciptakan oleh manajer keperawatan mempengaruhi praktek keperawatan..
Nyberg (1992) dalam penelitiannya ditemukan caring
atribut manajer
meliputi perilaku seperti komitmen, diri. Smith (1992) menemukan bahwa
manajer keperawatan berpikir bahwa mereka menggunakan perilaku caring dalam
kepemimpinannya tapi mereka menyadari tidak mampu menggunakannya dalam
praktek mereka
Longo & Christine (2006), melakukan penelitian 99 Resgitered nurse
menemukan ada pengaruh perilaku caring manajer dengan kepuasaan kerja
perawat.
.
Berbagai bentuk hubungan dan implikasi dari kepemimpinan
menemukan karyawan yang bekerja di bawah kepemimpinan transformasional
merasa pemimpin mereka lebih efektif dibandingkan dengan karyawan yang
bekerja bagi pemimpin transaksional.
Kepemimpinan adalah aspek yang paling penting dari caring kepala
ruangan kegiatan (Fox et al. 1999). Lebih lanjut Fox dan kolega menjelaskan
dalam penelitianya dampak waktu kepala ruangan dikhususkan untuk
kepemimpinan produktivitas personil unit. Mereka menyimpulkan bahwa bahwa
keterlibatan dalam kepemimpinan memberikan kontribusi besar terhadap
produktivitas unit. Namun, temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
perawat kepala menghabiskan rata-rata hanya 10% dari waktu mereka pada
pengarahan, coaching, dan mentoring staf secara individual dan kolektif, dan
menunjukkan proaktif perilaku.
Malloy dan Penprase (2010) dalam penelitiannya menemukan a Duffield dan Lumby, (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa
kepala ruangan lebih banyak menghabiskan waktu dalam merawat pasien
daripada memfasilitasi caring staf mereka.
da
hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja
psikososial. Implikasi bagi manajemen keperawatan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa akan terjadi perbaikan dalam keperawatan psikososial
lingkungan kerja dengan pelaksanaan transformasional dan perilaku
2.2 Kerangka Konsep
Mudhianto (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa gaya
kepemimpian transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional
berpengaruh pada komitmen organisasi.
Duffy (1993) mengidentifikasi perilaku caring berdasarkan teori Watson
(2008) 10 caractiv faktors, menyatakan bahwa caring yang diharapkan dalam
keperawatan adalah sebuah perilaku perawatan yang didasari dari beberapa aspek
diantaranya : human altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan),
Menanamkan kepercayaan-harapan, mengembangkan kepekaan terhadap diri
sendiri dan orang lain, pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya,
meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif,
sistematis dalam metode pemecahan masalah, pengembangan pendidikan dan
pengetahuan interpersonal, meningkatkan dukungan, perlindungan mental, fisik,
sosial budaya dan lingkungan spiritual, senang membantu kebutuhan manusia,
menghargai kekuatan eksistensial phenomenologikal.
(Watson, 1979) Seorang pemimpinan dengan gaya kepemimpinan yang di
gunakan untuk menjalankan suatu organisasi menjadi berkualitias bagi jika
pemimpin bisa menjadi menjadi role model untuk berperilaku caring terhadap
stafnya. Untuk menilai perilaku caring pemimpin dalam hal ini kepala ruangan
agar menjadi objektif dapat diukur dengan instrumen CAT-Admin Versi II yang
Kepemimpinan transaksional dan transformasional dikembangkan oleh
Bass (1985). Bass mengembangkan konsep untuk mengukur gaya kepemimpinan
transformasional, transaksional. Berdasarkan instrumen tersebut ditemukan
adanya hubungan antara caring dengan kepuasan pasien juga ditemukan adanya
hubungan antara caring perawat manajer dengan kepuasan perawat. Dapat dilihat
Perilaku Caring berdasarkan 10 karatif Watson teridiri dari : Mengutamakan nilai-nilai sendiri dan orang lain, pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya, meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif, sistematis dalam metode pemecahan fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual,
Skema 2.1 Kerangka Penelitian
Gaya kepemimpinan yang ditawarkan oleh Bass & Avolio (1989) :
Kepemimpinan Transformasiona
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah korelasional, dimana peneliti untuk melihat
hubungan antara perilaku caring kepala ruangan dengan gaya kepemimpinan
kepala ruangan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Dengan
alasan rumah sakit yang digunakan sebagai lahan praktik bagi mahasiswa baik
dari institusi swasta maupun negeri sehingga bisa mempersiapkan sumber daya
manusia perawat terkait perilaku caring sejak dalam masa pendidikan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan 10 sampai dengan 29 Juni 2013.
3.3Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah
3.3.2 Sampel
Menentukan besar sampel pada penelitian ini berdasarkan uji hipotesa dengan
data proporsi, menggunakan rumus Lameshow.
(
)
= nilai distribusi normal baku (table-Z) pada α tertentu (1,96)
0
P
= Proposi populasi (0,6)
a
P
= perkiraan proporsi dipopulasi (0,85 )
a - P0
Bersadarkan perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel 101 responden.
Selanjutkan tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu proportionate to
size sampling. Seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.1 Jumlah Sampel Proposional dari Masing-Masing Ruangan
No Populasi Ruangan Perkiraan Populasi Sampel
1 VIP 19/296 x 101 7
Selanjut untuk pengambilan sampel pada penelitian ini untuk setiap diruangan
digunakan tehnik simple random sample yaitu pengambilan sampel secara acak
untuk mendapatkan sampel yang representatif
3.3.3 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah masa kerja perawat pelaksana >
3.4Pengumpulan Data
3.4.1 Alat Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan
data untuk perilaku caring kepala ruangan dan gaya kepemimpinan kepala
ruangan.
a. Kuesioner perilaku Caring
Caring Assessment Tool (CAT) –Administration Version II. Caring
Assessment Tool (CAT)-admin-II merupakan kuesioner yang dikembang oleh
Duffy (1993) yang dirancang untuk menilai persepsi staf perawat terhadap
perilaku caring manajer mereka, dan hasil penelitiannya dengan
menggunakan Assessment Tool (CAT)-admin-II ditemukan adanya hubungan
antara perilaku caring perawat manajer dengan kepuasan perawat. Caring
untuk Assessment Tool (CAT)-admin-II pada awalnya dikembangkan pada
tahun 1997 sebagai sebuah adaptasi dari Caring Assessment Tool (Duffy,
1993 dalam Watson, 2008). Kerangka teoritis yang digunakan untuk
mengembangkan instumen CAT, Setiap item sesuai dengan carative factor,
beberapa item yang diambil bersama-sama dimaksudkan untuk
mencerminkan carative factor . Ada lima tanggapan mungkin untuk setiap
item. Mereka adalah: 1 = Tidak pernah 2 = Jarang 3 = Kadang-kadang 4 =
Sering 5 =
b. Kuesioner Gaya Kepemimpinan.
Selalu
Kuesioner yang sering digunakan untuk mengukur gaya kepemimpinan
untuk mengukur gaya kepemimpinan transformasional, dan transaksional
yang dikembangkan oleh Bass (Bass & Avolio, 1989). Multifactor
Leadership Quesionnaire (MLQ) juga digunakan oleh Terry dalam
penelitiannya Nursing leadership style and psychososio work environment.
Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ) tersebut terdiri dari 36 item
pernyataan sedangkan yang termasuk dalam dimensi gaya Kepemimpinan
transformasional terdiri dari empat dimensi dengan total item 20 pernyataan
dan gaya kepemimpinan transaksional teridiri tiga dimensi dengan total 16
3.5Validitas dan Reliabilitas Instrumen
item pernyataan.
Instrumen penelitian untuk pengumpulan data sekunder berupa kuesioner,
sebelum digunakan dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan
reliabilitas Uji instrumen direncanakan menggunakan responden di rumah sakit
yang berbeda yaitu RSUD Nagan Raya dengan jarak berkisar 60km dari lokasi
penelitian.
3.5.1.Validas Isi (Content Validity).
Merupakan item skala yang menceriminkan domain konsep yang sedang
diteliti (Sumantri, 2011). Ada berbagai pendekatan untuk menilai validitas isi
dengan menggunakan expert, yaitu pendekatan perhitungan Indeks Validitas
Content (CVI) (Waltz, Strickland, & Lenz, 2010).
CVI digunakan untuk mengukur tingkat kesepakatan antara expert. Untuk
dari: tidak relevan(1) , agak relevan(2) , cukup relevan (3) dan sangat relevan (4).
Jika semua item diberi peringkat 3 atau 4 oleh kedua expert, maka nilainya
menjadi sempurna dan nilai CVI akan 1,00. jika satu-setengah dari item
bersama-sama diklasifikasikan sebagai 1 atau 2, sementara yang lain secara berbersama-sama-bersama-sama
diklasifikasikan 3 atau 4, dan nilai CVI 0,50, menunjukkan tingkat yang tidak
dapat diterima
Uji validitas terhadap Caring Assessment Tool (CAT) –Administration Version
II memperoleh hasil perhitungan content validity index adalah 1,00 sehingga
diambil kesimpulan bahwa instrument sudah valid, namun butiran pernyataan
nomor 10 dan 22 dengan relevansinya cukup relevan, menurut catatan expert
masih perlu merevisi bahasa yang mudah dipahami responden. Sehingga peneliti
merevisi butiran no 10 “membantu saya atau ikut campur dalam rutinitas saya”
direvisi menjadi “ membantu dalam menyelesaikan pekerjaan saya”, butiran no 22
“sering mengawasiku” direvisi menjadi sering melakukan supervisi terhadap
pekerjaan saya”.
validitas isi (Waltz, Strickland & Lenz, 2010).
Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ) memperoleh hasil perhitungan
content validity index yaitu 1,00 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
instrument sudah valid, namun peneliti masih harus merevisi bahasa agar mudah
dipahami responden sesuai koreksi expert, yaitu pada butiran pernyataan nomor
22 “memfokuskan perhatiannya untuk megatasi kesalahan, keluhan dan
kegagalan” direvisi menjadi memfokuskan perhatiannya dalam menyelesaikan
“mempertontonkan perasaan berkuasa dan kepercayaan diri” direvisi dengan
“menunjukkan perasaan berkuasa dan kepercayaaan dirinya”.
3.5.2. Uji Reliabilitas
Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas.
Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Menurut Djemari
(2003 dalam Handoko (2012) untuk mengetahui reliabilitas suatu pertanyaan
dengan melihat nilai Alpha Cronbach : bila r-alpha cronbach ≥ 0,70 maka
pertanyaan reliabel dan bila r-alpha cronbach < 0,70 maka pertanyaan tidak
reliabel. Hasil uji reliabilitas untuk perilaku caring adalah 0,833, sedangkan untuk
hasil uji reliabilitas gaya kepemimpinan adalah 0,823
3.6Variabel dan Definisi Operasional
3.6.1. Variabel Independen
Perilaku caring kepala ruangan adalah cara berperilaku caring kepala
ruangan dalam kepemimpinannya selama berinteraksi dengan perawat
pelaksana.
3.5.3. Variabel dependen
Gaya kepemimpinan adalah cara kepala ruangan dengan menggunakan
gaya kepemimpinanya untuk memotivasi bawahannya dalam melaksanakan
tugasnya dengan menggunaka gaya kepemimpinan yang diyakininya yaitu
Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan
yang mempunyai ciri karismatik, inspirasional dan stimulasi inteletual yang
diyakini kepala ruangan untuk mempengaruhi dan memotivasi stafnya dalam
berperilaku caring pada pasien
Gaya kepemimpinan transaksional merupakan gaya kepemimpinan yang
mempunyai ciri contingen reward, manajemen by-expection dan laissez faire
diyakini kepala ruangan untuk mempengaruhi dan memotivasi stafnya dalam
berperilaku caring.
3.7Metode pengukuran
3.7.1 Metode pengukuran variabel independen
Perilaku caring di ukur dengan mengajukan 38 item pernyataan
dengan pilihan jawaban tidak pernah diberi nilai 1, jarang diberi nilai 2,
kadang-kadang diberi nilai 3, sering diberi nilai 4 dan
3.7.2 Metode pengukuran variabel dependen
selalu diberi nilai 5.
Perilaku caring di kategorikan <130 caring manajer rendah,103-155 caring
manajer moderat dan > 155 caring manajer tinggi dengan skala ukur nominal.
Gaya kepemimpinan kepala ruangan di ukur dengan mengajukan
36 item pernyataan dengan pilihan jawaban tidak pernah diberi nilai 0, jarang
diberi nilai 1, kadang-kadang diberi nilai 2, cukup sering diberi nilai 3 dan
serimg diberi nilai 5. dengan skala ukur nominal. Cara ukur Multifactor
Leadership Quesionnaire (MLQ) dengan cara menentukan kepemimpinan
mean skor total kepemimpinan transaksional dengan dengan mean skor total
kepemimpinan transformasional. Mean skor total kepemimpinan yang lebih
besar menunjukkan kepemimpinan yang lebih dominan.
3.8Metode Analisa Data
Penganalisisan data dilakukan setelah pengumpulan data. Penganalisisan data
merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat
bagaimana menginterpretasikan data kemudian menganalisis data dari hasil yang
sudah ada pada tahap pengolahan data (Prasetyo & Jannah, 2010).
3.8.1.Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis pada satu variabel (Prasetyo &
Jannah,2010). Pada penelitian ini analisa univariat ditampilkan berupa distribusi
frekuensi dan persentasi dari perilaku caring dan gaya kepemimpinan kepala
ruangan.
3.8.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
(Prasetyo & Jannah, 2010). Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan
derajat hubungan linier (searah bukan timbal balik) antara dua variabel atau lebih.
Analisa bivariat pada penelitian ini merupakan analisa statistik yang
digunakan oleh peneliti untuk menganalisa ada atau tidaknya korelasi perilaku
caring dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan. Analisa data dilakukan
terhadap data yang terkumpul pada penelitian ini dengan menggunakan uji
3.9Pertimbangan etik
Sebelum melakukan pengumpulan data, Peneliti terlebih dahulu meminta izin
dari komite etik kesehatan di Fakultas Kedokteran universitas Sumatera Utara.
Pengumpulan data dilakukan setelah responden menyetujui keikutsertaan dalam
penelitian dan menandatangani informed concent yang berisi informasi terkait
etik penelitian. Peneliti menjelaskan bahwa penelitian ini tidak member resiko
secara fisik dan informasi yang diberikan responden tidak akan digunakan untuk
sesuatu yang merugikan responden (beneficence). Peneliti juga tidak memaksa
keikutsertaan responden dan responden berhak menarik keikutsertaannya dalam
penelitian kapan saja diinginkannya (respect for human), selain itu akan
menggantikan nama responden dengan inisial untuk menjaga kerahasiaan