KEMAMPUAN ANALISIS MATEMATIS SISWA
(Kasus: Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 5 Metro Tahun Pelajaran 2011/2012)
(Skripsi)
Oleh
DODDY AKHMAD SIDDIQ
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
EFEKTIVITAS PEMBELAJARANTHINKING ALOUD PAIR PROBLEM
SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS
MATEMATIS SISWA
(Kasus: Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 5 Metro Tahun Pelajaran 2011/2012)
Oleh
DODDY AKHMAD SIDDIQ
Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah
pembe-lajaran berdasarkan masalah yang dilakukan secara kolaboratif terstruktur oleh
beberapa orang siswa yang terbentuk dalam satu tim, dengan masing-masing tim
terdiri dari dua siswa. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen yang bertujuan
untuk mengetahui efektivitas pembelajaran TAPPS dalam meningkatkan
kemam-puan analisis matematis siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas VIII SMP Negeri 5 Metro tahun pelajaran 2011/2012, sedangkan sampel
penelitian adalah siswa kelas VIII F dan VIII G yang telah dipilih secara acak.
Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest yang melibatkan dua
kelompok. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa
rata-rata peningkatan kemampuan analisis matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran TAPPS sama dengan rata-rata peningkatan kemampuan analisis
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
KEMAMPUAN ANALISIS MATEMATIS SISWA
(Kasus: Eksperimen pada Siswa Kelas Semester Genap SMP Negeri 5Metro Tahun Pelajaran 2011/2012)
Oleh
DODDY AKHMAD SIDDIQ
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN
Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 5 Metro Tahun Pelajaran 2011/2012)
Nama Mahasiswa : DODDY AKHMAD SIDDIQ
Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021023
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Drs. Gimin Suyadi, M.Si. Dra. Nurhanurawati, M.Pd. NIP 19480917 198403 1 001 NIP 19670808 199103 2 001
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Dr. Caswitas, M.Si.
1. Tim Penguji
Ketua : Drs. Gimin Suyadi, M.Si. ...
Sekretaris : Dra. Nurhanurawati, M.Pd. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Budi Kustoro, M.Pd. ...
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Doddy Akhmad Siddiq
Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021023
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah
diajukan memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi dan
sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini disebut dalam daftar pustaka.
Bandarlampung, Juli 2012
Yang menyatakan
Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 6 Januari 1990, sebagai anak kelima
dari lima bersaudara atas pasangan Bapak Ibrahim Sanusi dan Ibu Khairani AH.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Pertiwi Teladan
Metro tahun 1997, pendidikan dasar di SD Teldan Metro tahun 2002. Tahun 2005
penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Metro dan
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Metro tahun 2008.
Melalui jalur seleksi SNMPTN tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa
Universitas Lampung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Program Studi
Pendidikan Matematika. Selama kuliah penulis aktif mengikuti organisasi yakni
sebagai anggota UKM KSR PMI Unit Unila tahun 2009 2011 dan sebagai Kepala
Divisi Pengabdian Masyarakat pada periode 2011/2012. Pada bulan Mei 2011
penulis menjadi Ketua Kontingen perwakilan UKM KSR PMI Unit Unila dalam
Pelatihan Nasional SAR dan Penanggulangan Bencana yang diselenggarakan oleh
KSR PMI Unit-03 Universitas Islam Riau. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan
KKN di Desa Puramekar, Kecamatan Gedung Surian, Kabupaten Lampung Barat
yang mendapatkan peran sebagai koordinator desa dan koordinator kecamatan.
Selain itu, penulis melaksanakan PPL di SMP Negeri 1 Gedung Surian sejalan
Dia (Allah) mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang
mereka. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan
(Al-Hajj :
76)
Keadaan hidup Anda merupakan cermin dari keadaan pikiran Anda
(DR. Wayne W Dyer)
Saya tidak gagal, Saya hanya menemukan sepuluh ribu jalan yang belum berhasil
(Thomas Alva Edison)
Semua hal yang telah dilakukan tidak ada yang sia-sia
Alhamdulillahirobbil Alamin
Terucap syukur yang mendalam kepada Allah SWT,
dan dengan segala ketulusan serta kerendahan hati
ku persembahkan karya kecil ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada :
Kedua orang tuaku. Puang (Ibrahim Sanusi) dan Ibu (Khairani AH) yang
telah membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan serta mencurahkan kasih
sayangnya dengan pengorbanan yang tulus ikhlas demi kebahagiaan dan
keberhasilanku
Kakak-kakakku: Sanjungan Tuan Fitri dan Subhan Ari , Atu Ria dan Yang
Agung Angki , Ginda Oti , serta Batin Tika yang selalu memberi nasehat,
dukungan, semangat, serta motivasi dalam menggapai tujuan
Para dosen dan pembimbing yang ku hormati
Teman-teman seperjuangan
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staff dan jajarannya;
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP
Universitas Lampung;
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lampung;
4. Bapak Drs. Gimin Suyadi, M.Si., selaku pembimbing I atas kesediannya untuk
memberikan bimbingan, saran, dan kritik baik selama perkuliahan maupun
selama penyusunan skripsi;
5. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku pembimbing II atas kesediannya
memberikan bimbingan, saran, dan kritik baik selama perkuliahan maupun
perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi
lebih baik;
7. Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis;
8. Bapak Suyono, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Metro yang telah
memberikan izin penelitian;
9. Bapak Tugino, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam
penelitian;
10. Ibu Romziah, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 1 Gedung Surian beserta staff
yang telah memberikan nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis;
11. Bapak Drs. Riyadi, selaku guru pamong PPL yang telah memberikan kritik,
saran, dan motivasi;
12. Puang dan Ibu tercinta yang tak pernah kenal lelah dalam mendidik,
mendorong dan mendo akan keberhasilan anak-anakmu;
13. Kakak-kakakku Sanjungan Tuan Fitri dan Subhan Ari, Atu Ria dan Yang
Agung Angki, Ginda Oti dan Batin Tika yang telah memberi nasehat,
semangat dan motivasi kepada penulis;
14. Keluarga besarku yang selalu menantikanku menjadi seorang sarjana;
15. Teman seperjuangan UKM KSR PMI Unit Unila angkatan XIX: Nanda, Susi,
Aris, Kambria, Ridwan, Rika, Septi, Ima, Desi, Yossi, Tiurma, Maya, Mae,
Ully, Feby atas kerjasama dalam mencari ilmu, kebersamaan yang luar biasa,
telah kita jalin sampai saat ini. Serta teman-teman KKN Kecamatan Gedung
Surian atas kebersamaan dan motivasi kalian;
17. Teman-teman angkatan 2008 Pendidikan Matematika Reguler: Aan, Arifan,
Astri, Bill, Desi, Hefna, Nicky, Yunita D, Ummi, April, Angga, Neri,
Rovi, Eka, Elvina, Erika, Erma, Farida, Fenny, Fenty, Herlangga, Herlin,
Laras, Lukman, Sudirman, Indah, Ika, Nenik, Niki, Novita, Priska, Putty,
Ratna, Retna, Rizki, Shintia, Sutrisno, Tomi, Wawan, Yayan, Yunita M, atas
persahabatan dan kebersamaan dalam menuntut ilmu;
18. Teman-teman angkatan 2008 Mandiri, kakak tingkat angkatan 2005 sampai
2007, adik tingkat angkatan 2009 sampai 2011 serta teman-teman P.MIPA
(Fisika, Biologi, Kimia);
19. Teman-teman SD, SMP dan SMA yang terus mendukung;
20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini;
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi
sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat
Bandarlampung, Juli 2012
Penulis,
A. Latar Belakang
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus
dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa memiliki pendidikan, mustahil manusia dapat
hidup berkembang sejalan dengan cita-cita untuk maju, sejahtera dan bahagia
sesuai dengan pandangan hidup mereka. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menjelaskan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
Melalui pendidikan, sumber daya manusia yang berkualitas dicetak untuk menjadi
motor penggerak kemajuan dan kemakmuran bangsa. Sesuai dengan pendapat
Tim Dosen (2007: 16) yang menyatakan bahwa pendidikan bukan hanya sebagai
sarana untuk persiapan hidup masa mendatang, tetapi juga untuk menghadapi
gelombang globalisasi. Pada masa sekarang pendidikan harus mampu
menghada-pi suatu masyarakat mega kompetisi. Masyarakat kompetisi meminta manusia
terus menerus berubah, tahan banting, siap mengejar kualitas dan keunggulan.
Indonesia sebagai negara yang berkembang terus berupaya untuk meningkatkan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan:
endidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas
manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas,
kreatif, produktif serta sehat jasmani dan rohani. Sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional tersebut dan selaras dengan tuntutan zaman maka peningkatan kualitas
pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat urgen.
Fungsi pendidikan adalah untuk membimbing anak ke arah suatu tujuan yang
dinilai tinggi, yaitu agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan keterampilan
serta sifat yang benar. Pendidikan yang berhasil adalah usaha yang berhasil
membawa anak didik pada tujuan yang diharapkan.
Proses pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu dilahirkan dalam lingkungan
keluarga yang di dalamnya terdapat pendidikan informal. Dilanjutkan dengan
jenjang pendidikan formal, terstruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah.
Sekolah sebagai salah satu lembanga yang menyelenggarakan pendidikan formal
mempunyai peranan yang amat penting dalam usaha mendewasakan anak dan
interaksi secara langsung antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai
pendidik dalam suatu pembelajaran.
Tujuan pendidikan dapat dicapai jika siswa melibatkan dirinya secara aktif dalam
kegiatan belajar baik fisik, mental, maupun emosional. Keberhasilan pencapaian
tujuan pendidikan terutama ditentukan oleh pembelajaran yang dialami siswa.
Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan,
pemahaman, penalaran, keterampilan, nilai, dan sikap. Agar perubahan tersebut
dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan berbagai faktor. Adapun salah satu
faktor untuk menghasilkan perubahan yang diharapkan yaitu bagaimana cara
untuk mengefektifkan pemahaman siswa dalam menganalisis suatu masalah
dengan begitu terjadi suatu perubahan pada siswa yang telah dijelaskan di atas.
Kualitas pendidikan juga ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran di dalam kelas. Melalui suatu pembelajaran, siswa menemukan dan
membentuk makna atau pengetahuan dari materi belajar dan kemudian
menyim-pannya dalam ingatan. Pengetahuan tersebut sewaktu-waktu dapat diproses dan
dikembangkan lebih lanjut.
Hudoyo (1990: 13) mengatakan bahwa belajar itu merupakan suatu usaha yang
berupa kegiatan hingga terjadinya perubahan tingkah laku yang relatif lama atau
tetap. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman,
keteram-pilan dan sikap yang bersifat menetap, oleh karena itu dalam pembelajaran di
kelas siswa harus terlibat secara aktif.
Kedudukan matematika dalam dunia pendidikan sangat penting, karena
Matema-tika diajarkan kepada siswa agar memiliki pola pikir yang sistematis dan rasional
seiring peningkatan mutu pendidikan. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan bahwa salah satu standar kompetensi lulusan
satuan pendidikan adalah menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif
dan inovatif dalam pengambilan keputusan serta mampu menganalisis dan
memecahkan masalah kompleks.
Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika kelas VIII di SMP Negeri 5
Metro adalah rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah
mate-matika yang dikemas dalam bentuk soal yang lebih menekankan pada pemahaman
konsep matematis atau kemampuan analisis. Hal ini dapat dilihat dari nilai hasil
ujian semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang berupa tes soal esai dengan
nilai rata-rata kurang dari nilai 60. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
kemampuan matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 5 masih rendah.
Saat ini dalam pembelajaran matematika di kelas, guru memberikan ilmunya
kepada siswa dengan memberikan definisi, teorema, rumus-rumus atau persamaan
matematika. Agar siswa lebih memahami, kemudian guru mengambil beberapa
contoh soal permasalahan dan solusi penyelesaian. Sampai saat itu siswa masih
mengetahui, memahami dan dapat menerapkannya untuk soal yang serupa,
kemudian yang terjadi adalah siswa tidak dapat mengerjakan soal serupa, dengan
kasus yang berbeda di rumah atau saat ujian. Siswa yang seperti itu adalah siwa
yang belum belajar untuk memungsikan tingkat analisis (analysis). Arikunto
(2008: 116) menjelaskan bahwa tingkat analisis merupakan tingkat keempat
memahami (comprehension) dan tingkat penerapan (application). Para siswa
memiliki kemampuan analisis matematis yang rendah karena siswa belum mampu
memeriksa dan menganalisis sebuah persoalan, pernyataan dan rumus matematis.
Usaha peningkatan mutu pendidikan saat ini telah banyak dilakukan, termasuk
dalam bidang pendidikan matematika. Misalnya, dengan mewajibkan guru-guru
untuk berpendidikan minimal strata satu, dan juga menerapkan berbagai metode
pembelajaran yang inovatif sehingga siswa tertarik untuk belajar matematika,
serta menggunakan berbagai alat bantu pembelajaran untuk mempermudah siswa
dalam memahami konsep matematika sebagai hal mendasar untuk dapat
menganalisis masalah matematika.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Seluruh siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya
kelom-pok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam pembelajaran. Dalam hal ini
sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat kepada siswa, yakni mempelajari
materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah sendiri.
Salah satu hakikat dan karaketristik matematika adalah sebagai kegiatan
pemecahan masalah. Melalui kegiatan pemecahan masalah, aspek-aspek
kemampuan matematika siswa dapat dikembangkan secara lebih baik. Selain itu,
siswa juga memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keteram-pilan matematis yang dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang
jalan untuk memecahkan masalah, mulai dari mengidentifikasi masalah,
penentuan langkah-langkah dan kemudian memecahkannya
Thinking Aloud Pair Problem Solving yang biasa dikenal dengan TAPPS
merupakan salah satu strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah, yang juga mampu melibatkan siswa secara aktif. Hal
tersebut sesusai dengan pendapat Sukaesih (2009 : 1) TAPPS merupakan salah
satu strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang dilakukan secara kolaboratif
terstruktur oleh beberapa orang siswa dengan guru sebagai fasilitator. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ismail (2003: 54) struktur pemecahan masalah
kolaboratif adalah sebagai sarana untuk mendorong kemampuan memecahkan
masalah dengan verbalisasi untuk pemecahan masalah yang pendengar pikiran.
Dialog terkait dengan TAPPS membantu membangun kerangka kontekstual yang
diperlukan untuk pemahaman. Demikian pula, TAPPS memungkinkan siswa
untuk berlatih konsep, menghubungkannya dengan kerangka kerja yang ada, dan
menghasilkan pemahaman yang lebih dalam materi.
Dalam pembelajaran TAPPS, seluruh siswa di dalam kelas dibagi menjadi
beberapa tim dengan masing-masing tim terdiri dari dua siswa. Satu siswa
menjadi pemecah masalah (problem solver) dan siswa yang lain menjadi
pendengar (listener). Problem solver membacakan masalah yang diamati dan
menyampaikan bagaimana solusi dari masalah tersebut. Listener mendengarkan
semua yang disampaikan problem solver termasuk langkah-langkah solusi dari
permasalahan tersebut dan menangkap semua kesalahan apapun yang terjadi.
Pembelajaran matematika menggunakan TAPPS memiliki unsur positif yang
dengan TAPPS siswa haruslah mampu (1) mengidentifikasi bagian permasalahan
yaitu komponen yang dipecah dari suatu permasalahan, (2) menganalisis
hubung-an hubung-antar komponen, dhubung-an (3) menghubung-analisis azas-azas orghubung-anisasional yhubung-ang berlaku di
dalamnya, sebagai keterampilan analisis dalam memecahkan masalah. Selain itu
juga TAPPS lebih menekankan kemampuan verbal, yang tujuan dari verbalisasi
selama proses pemecahan masalah dalam proses pembelajaran TAPPS adalah
untuk membuat pemikiran dalam masing-masing individu menjadi eksplisit.
Sehingga dengan pembelajaran TAPPS, diharapkan kemampuan analisis
matema-tis siswa pun menjadi lebih baik atau meningkat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; apakah pembelajaran TAPPS lebih
efektif dibandingkan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan
kemam-puan analisis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Metro?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan efektivitas pembelajaran TAPPS
dan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan analisis
mate-matis siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Metro.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran khususnya
di bidang pendidikan terutama dalam proses pembelajaran matematika dengan
kemampuan analisis matematis. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai
langkah awal bagi pengembangan peneliti lebih lanjut.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai:
a) Sarana untuk menambah pengalaman dan pengetahuan penulis ataupun
yang membaca.
b) Bahan pertimbangan guru yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan analisis matematis siswa.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini mencapai sasaran yang diinginkan sebagaimana yang telah
dirumuskan dalam tujuan diperlukan adanya pembatasan ruang lingkup penelitian
dalam rangka memperjelas pengertian-pengertian yang dikemukakan dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketepatgunaan
pembelajaran TAPPS. Dikatakan efektif jika rata-rata peningkatan
kemam-puan analisis matematis siswa yang menggunakan pembelajaran TAPPS lebih
baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Pembelajaran TAPPS adalah pembelajaran berdasarkan masalah yang
dila-kukan secara kolaboratif terstruktur oleh beberapa orang siswa yang terbentuk
dalam satu tim, dengan masing-masing tim terdiri dari dua siswa. Satu siswa
menjadi pemecah masalah (problem solver) dan siswa lain menjadi pendengar
(listener).
3. Pembelajaran yang dilakukan pada kelas kontrol pada penelitian ini
4. Kemampuan analisis matematis adalah kemampuan untuk memecahkan atau
menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang
lebih kecil. Adapun indikator dari kemampuan analisis yang digunakan dalam
penelitian ini di antaranya yaitu (a) kemampuan untuk menguraikan suatu
definisi, teorema, lemma dan aksioma dalam menyelesaikan persoalan
matematis, (b) membandingkan dan membuat diagram dalam menyelesaikan
persoalan matematis, dan (c) mengaplikasikan suatu definisi, teorema, lemma
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar dan Teori Pembelajaran Matematika
Ibrahim (1996: 14) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku pada diri individu dengan lingkungannya. Belajar sebagai suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Winkel
(1986: 36) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya dan sumber ajarnya yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keteram-pilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersikap secara relatif, konstan dan berbekas.
Muhsetyo (2007: 1.5) menyatakan bahwa belajar adalah segenap rangkaian
aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seorang dan mengakibatkan perubahan
dalam dirinya berupa perubahan pengetahuan yang menyangkut banyak aspek,
baik karena kematangan maupun karena latihan. Perubahan ini memang dapat
di-amati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Perubahan yang relaif lama tersebut
disertai dengan berbagai usaha, sehingga Hudoyo (1979: 13) mengatakan bahwa
belajar itu merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadinya
perubahan tingkah laku yang relatif lama. Dari pendapat para ahli pada intinya
kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan,
pema-haman, keterampilan dan sikap yang bersikap menetap.
Keberhasilan guru dalam pembelajaran ditentukan oleh prestasi atau hasil belajar
yang dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, pendidik mempunyai peranan penting
dan diharapkan dapat membimbing siswa agar siswa dapat menguasai ilmu dan
keterampilan yang berguna serta memiliki sikap positif. Dalam mengajar
mate-matika perubahan tingkah laku diarahkan pada pemahaman konsep-konsep
matematika yang mengarahkan individu kepada berpikir matematis berdasarkan
aturan-aturan yang logis dan hirarkis, artinya topik matematika yang telah
diajar-kan merupadiajar-kan prasyarat untuk topik berikutnya.
Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada
apa yang telah diketahui oleh orang tersebut. Karena itu untuk mempelajari suatu
topik matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan
mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut. Hudoyo (1979: 4)
menyatakan bahwa belajar matematika yang terputus-putus akan menggangu
terjadinya proses belajar. Hal ini berarti belajar matematika akan terjadi dengan
lancar bila dilakukan secara kontinu.
Muhsetyo (2007: 1.8) mengemukakan pendapat:
Guru matematika yang profesional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran matematika. Wawasan itu berupa dasar-dasar teori belajar yang dapat diterapkan untuk pengembangan dan/atau perbaikan pembelajaran matematika.
Salah satu teori pembelajaran dalam matematika adalah pemecahan masalah.
Muhsetyo (2007: 2.1) menyebutkan teknik heuristic dalam pemecahan masalah,
(4) look back. Pemecahan masalah merupakan fokus matematika di sekolah, ini
merupakan realisasi dari keinginan meningkatkan pembelajaran matematika
sehingga siswa mempunyai pandangan atau wawasan yang luas dan mendalam
ketika menghadapi suatu masalah. Menurut Shadiq (2004: 13) kemampuan
pemecahan masalah ini akan terbantu perkembangannya kalau dalam diri siswa
dipenuhi dengan berbagai macam strategi pemecahan masalah, yakni (1) membuat
tabel, (2) membuat gambar, (3) melakukan, (4) menentukan pola, (5) duga dan
periksa, (6) mengidentifikasi informasi yang tidak diinginkan, (7) menggunakan
contoh yang sederhana, (8) mengidentifikasi alternatif lain, (9) membuat
genera-lisasi, (10) bekerja mundur, dan (11) memeriksa jawaban.
2. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari kata efektif, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
efektivitas berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektivitas dapat
dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
diharapkan. Aunurrahman (2009: 10) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif
ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa sehingga terjadi
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti
Sedangkan Indrawati dan Wanwan (2009: 15) menyatakan bahwa pembelajaran
efektif adalah pembelajaran yang menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa
setelah pembelajaran berlangsung (seperti yang dicantukan dalam tujuan
pembelajaran). Dengan demikian, pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan
dari pembelajaran tersebut tercapai.
Tujuan dalam pembelajaran matematika mencakup tujuan kognitif dan afektif.
yang dapat dilihat dari nilai hasil tes yang diberikan, sedangkan aspek afektif
dilihat dari aktivitas siswa saat pembelajaran berlangsung. Pembelajaran dalam
upaya mencapai tujuan tersebut didesain dalam suasana yang kondusif dan
menarik bagi siswa. Hal ini sejalan dengan Sutikno (2005: 10) yang
mengemu-kakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang
memung-kinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan yang diharapkan.
Lebih lanjut, Hamalik (2004: 171) menyatakan:
embelajaran efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar karena aktivitas yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan pengalaman baru bagi siswa untuk mendapatkan pengetahuan baru pula. Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami isi materi yang sedang dipelajari.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah
ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa
dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Tujuan dalam pembelajaran matematika mencakup tujuan kognitif
dan afektif. Tujuan kognitif berupa kemampuan siswa dalam menguasai materi
pembelajaran matematika yang dapat dilihat dari nilai hasil tes yang diberikan,
sedangkan aspek afektif dilihat dari aktivitas siswa saat pembelajaran matematika
berlangsung.
Melihat karakteristik siswa dan informasi dari guru SMP Negeri 5 Metro maka
dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata peningkatan
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional menggunakan metode diskusi
kelompok.
3. Metode Diskusi Kelompok
Menurut pendapat Sagala (2003: 201) mendefinisikan diskusi kelompok sebagai
suatu proses teratur dan melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka
untuk mengambil kesimpulan dan memecahkan masalah. Sedangkan menurut
Ibrahim (1996: 45) metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di
mana guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengadakan
perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau
menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah. Pada metode diskusi
komuni-kasi tidak hanya terjadi satu arah saja dari guru ke siswa seperti layaknya pada
metode ceramah atau ekspositori, melainkan terjadi komunikasi multiarah dari
guru ke siswa, siswa ke guru, dan siswa ke siswa.
Ruseffendi (2006: 303) menyatakan bahwa metode yang dapat menjadikan
komunikasi banyak arah ialah metode diskusi, adapun kelebihan dari penerapan
metode diskusi di dalam kelas, yakni:
a. Memaksa anak untuk berbicara dengan bahasa yang baik, belajar
menge-mukakan pendapat dengan tepat dalam waktu yang relatif singkat, dan belajar
menanggapi pendapat orang lain dengan benar.
b. Berlatih memecahkan permasalahan (problem solving).
c. Lebih aktif dalam mengubah siswa dibandingkan dengan cara ceramah; siswa
Sagala (2003: 208) menjelaskan manfaat dari metode diskusi yaitu (1) peserta
didik memperoleh kesempatan untuk berpikir, (2) peserta didik mendapat
pelati-han mengeluarkan pendapat, sikap dan inspirasinya secara bebas, (3) peserta didik
belajar bersikap toleran terhadap teman-temannya, (4) diskusi dapat
menumbuh-kan partisipasi aktif dikalangan peserta didik, (5) diskusi dapat mengembangmenumbuh-kan
sikap demokratis, dapat menghargai pendapat orang lain, dan (6) diskusi selalu
dipakai dalam dalam pergaulan sehari-hari dan karenanya merupakan sebagian
dari kehidupan sehari-hari.
Metode diskusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu metode
pembelajaran matematika dengan cara membagi siswa dalam kelas menjadi
kelompok-kelompok kecil (tim heterogen) yang terdiri dari 2 orang. Setiap siswa
dalam kelompok saling bertukar pendapat dan bekerja sama untuk mencari
pemecahan dari masalah matematika yang disajikan.
4. Strategi PembelajaranThinking Aloud Pair Problem Solving(TAPPS)
Ibrahim (1996: 47) menyatakan bahwa metode pemecahan masalah merupakan
metode pembelajaran taraf tinggi, karena metode ini mencoba melihat dan
memecahkan masalah yang cukup kompleks dan menuntut/mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sukaesih (2009 : 1) menjelaskan bahwa
pem-belajaran TAPPS lebih ditekankan kepada kemampuan penyelesaian masalah
(problem solving) yang efektif dan efisien dalam mengembangkan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah, terutama dalam mengingat dan memahami
konsep dengan pemahaman yang lebih baik.
The Thinking Aloud Pair Problem Solving technique is a strategy for improving problem solving performance through verbal probing and elaboration. According to Lochhead and Whimbey (1987), TAPPS requires two students, the problem solver and the listener, to work cooperatively in solving a problem, following strict role protocols.
Sejalan dengan pernyataan di atas Nurhadi (2007: 1) menjelaskan bahwa TAPPS
merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan dua sampai empat orang
siswa bekerja sama menyelesaikan suatu masalah. Setiap siswa memiliki tugas
masing-masing dan guru dianjurkan untuk mengarahkan siswa sesuai prosedur
yang telah ditentukan. Satu pihak siswa menjadi problem solver dan satu pihak
menjadi listener. Stice dalam Sukaesih (2009: 2) menjelaskan bahwa tugas
problem solver adalah membacakan masalah yang diamati dan menyelesaikan
masalah tersebut, sedangkan listener mendengarkan semua yang disampaikan
problem solver termasuk langkah-langkah solusi dari permasalahan dan
menangkap kesalahan apapun yang terjadi. Dipermasalahan berikutnya
peran-peran siswa ditukar.
Dari pendapat yang dikemukakan di atas disimpulkan perincian tugas problem
solverdanlistenerdalam pembelajaran TAPPS sebagai berikut:
a. Perincian tugas seorangproblem solver:
1) Membacakan soal agar listener mengetahui permasalahan yang akan
dipecahkan.
2) Menyelesaikan soal dengan cara sendiri. Kemudian mengemukakan
semua pendapat serta gagasan yang terpikirkan, semua langkah yang akan
dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut serta menjelaskan apa,
3) Dalam penyampaiannya harus lebih berani dalam mengungkapkan segala
hasil pemikirannya
4) Mencoba untuk terus menyelesaikan masalah sekalipun menganggap
masalah tersebut sulit.
b. Perincian tugas seoranglistener:
1) Memahami secara detail setiap langkah yang telah dijelaskan atu
dibacakan oleh problem solver.
2) Meminta problem solveruntuk terus berbicara, tetapi tidak menginterupsi
problem solver yang sedang berpikir.
3) Bertanya ketika problem solver mengatakan sesuatu yang kurang jelas.
Jangan biarkan problem solver melanjutkan jika tidak mengerti, atau jika
dipikir telah terjadi kesalahan memintaproblem solvermengecek kembali
langkah penyelesaian yang ditempuhnya.
4) Tidak boleh memecahkan masalah yang dihadapi olehproblem solveratau
mengajukan pertanyaan yang dimaksudkan untuk memberi petunjuk bagi
problem solverdalam memecahkan masalah tersebut.
Krishananto dalam Subhani (2011: 1) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran
TAPPS siswa menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, menemukan
pasangan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk guru yang
berperan sebagai fasilitator.
TAPPS bila diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan kurang, besar
kemungkinan membuat kesalahan, siswa yang berperan sebagailistenersebaiknya
dianjurkan untuk menunjukkan bila telah terjadi kesalahan tetapi tidak
perannya hanyalah membantu problem solver memecahkan masalah. Setelah
suatu masalah selesai terpecahkan, kedua siswa saling bertukar tugas. Sehingga
semua siswa memiliki kesempatan untuk menjadiproblem solverdanlistener.
Verbalisasi (pengucapan) merupakan fitur utama dari TAPPS. Tujuan dari
verbalisasi selama proses pemecahan masalah adalah untuk membuat pemikiran
dalam masing-masing individu menjadi eksplisit. Scott dalam Mochlisin (2012: 3)
menjelaskan bahwa verbalisasi dari pemikiran dalam ini menunjukkan pola
pemikiran dan membawa pemikiran subkesadaran ke pemikiran kesadaran
(subconscious thought to consiousness), yang memungkinkan seseorang yang
sedang memecahkan masalah untuk memonitor rantai alasannya dan
mengidentifikasi kesalahan yang ada.
Dengan mengajari siswa metode verbalisasi pikiran, pembelajaran TAPPS
membuat siswa bersentuhan dengan proses mental bawah sadar. Dengan begitu,
mereka belajar untuk mengorganisasi dan menilai kualitas pemikiran mereka
sendiri. Mendengarkan secara seksama bagaimana orang lain memecahkan suatu
masalah dapat mengembangkan sikap menghargai berbagai cara yang seseorang
tempuh untuk menciptakan solusi yang logis. Mochlisin (2012: 4) menjelaskan
secara keseluruhan proses verbalisasi memiliki mamfaat, yaitu (1) mengurangi
pemikiran impulsif, (2) meningkatkan keahlian mendengarkan aktif, (3)
mening-katkan keahlian berkomunikasi, (4) membangun rasa puas ketika memecahkan
suatu masalah, dan (5) membangun rasa percaya diri yang sehat dalam
meme-cahkan masalah.
Benyamin S. Bloom dalam Arikunto (2008: 116) mengelompokkan kemampuan
kognitif manusia menjadi 6 kelompok yang terurut menurut kesukarannya yang
selanjutnya sering disebut sebagai Taksonomi Bloom, yang terdiri dari
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Seorang siswa
tidak akan dapat mengembangkan kemampuan analisisnya jika ia tidak menguasai
pengetahuan, pemahaman dan aplikasi matematikanya.
Kemampuan analisis matematis adalah kemampuan memisahkan materi ke dalam
bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antara bagian-bagiannya dan
mengamati sistem bagian-bagiannya, mampu melihat komponen-komponennya,
serta membedakan fakta dari khayalan ke dalam analisis itu termasuk juga
kemampuan menyelesaikan soal-soal matematika yang tidak rutin, menemukan
hubungan, membuktikan dan mengomentari bukti matematis,serta merumuskan
dan menunjukkan benarnya suatu generalisasi matematis.
Suherman dan Sukjaya (1990: 49) menyatakan bahwa kemampuan analisis adalah
kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami
hubungan diantara bagian-bagian tersebut.
Bloom dalam Forehand (2005: 1) menyatakan bahwa aspek analisis dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu analisis bagian, analisis hubungan dan analisis struktur
yang terorganisasikan. Analisis unsur misalnya melakukan pemisahan fakta,
un-sur yang terdefinisikan, argumen, aksioma, dalil, hipotesis dan kesimpulan.
Contoh analisis hubungan adalah analisis hubungan antara unsur-unsur dari suatu
terorgani-sasikan misalnya kemampuan mengenal unsur-unsur dan hubungannya dengan
struktur yang terorganisasikan.
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan analisis matematis adalah kemampuan
untuk memecah atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi
komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami. Indikator
kemampuan analisis dalam penelitian ini di antaranya (1) kemampuan untuk
menguraikan suatu definisi, teorema, lemma dan aksioma dalam menyelesaikan
persoalan matematis, (2) membandingkan dan membuat diagram dalam
menyele-saikan persoalan matematis, dan (3) mengaplikasikan suatu definisi, teorema,
lema dan aksioma untuk menyelesaikan suatu masalah matematis.
B. Kerangka Pikir
Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika kelas VIII di SMP Negeri 5
Metro adalah rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah
mate-matika yang dikemas dalam bentuk soal yang lebih menekankan pada pemahaman
konsep matematis atau kemampuan analisis. Untuk mengkatkan kemampuan
ana-lisis pada siswa, guru diharapkan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang
efektif dengan menerapkan metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dalam
pembelajaran matematika dan harus sesuai dengan materi yang akan diajarkan,
sehingga kemampuan analisis matematis siswa meningkat.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya
kelom-pok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar.
Salah satu hakikat dan karaketristik matematika adalah sebagai kegiatan
peme-cahan masalah. Melalui kegiatan pemepeme-cahan masalah, aspek-aspek kemampuan
matematika siswa dapat dikembangkan secara lebih baik.
TAPPS merupakan salah satu strategi pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah, yang juga mampu melibatkan siswa secara aktif
dan dilakukan secara kolaboratif. Dalam pembelajaran TAPPS, kelas dibagi
menjadi beberapa tim dengan masing-masing tim terdiri dari dua siswa. Satu
siswa menjadi pemecah masalah (problem solver) dan siswa yang lain menjadi
pendengar (listener) dengan guru sebagai fasilitator. Tugasproblem solveradalah
membacakan masalah yang diamati dan menyelesaikan masalah tersebut,
sedangkan listener mendengarkan semua yang disampaikan problem solver
termasuk langkah-langkah solusi dari permasalahan dan menangkap kesalahan
apapun yang terjadi. Dipermasalahan berikutnya peran-peran siswa ditukar.
Salah satu karakteristik TAPPS membuat siswa memiliki keterampilan untuk
menyelesaikan masalah, selain itu dengan bekerja secara kelompok membuat
siswa berfikir aktif dalam kegiatan pembelajaran dan dapat menimbulkan
keberanian pada diri siswa dengan menjalankan tugasnya berperan sebagai
problem solver dan listener. Dalam pembelajaran TAPPS siswa lebih banyak
bekerja dan berpikir daripada mendengarkan dan sekedar menerima informasi
pembelajaran dapat tertanam lebih kuat. Pelaksanaan pembelajaran TAPPS siswa
haruslah mampu (1) mengidentifikasi bagian permasalahan yaitu komponen yang
dipecah dari suatu permasalahan, (2) menganalisis hubungan antar komponen, dan
(3) menganalisis azas-azas organisasional yang berlaku di dalamnya, sebagai
keterampilan analisis dalam memecahkan masalah.
Verbalisasi (pengucapan) merupakan fitur utama dari TAPPS, dengan mengajari
siswa metode verbalisasi pikiran membuat siswa bersentuhan dengan proses
mental bawah sadar. Dengan begitu, mereka belajar untuk mengorganisasi dan
menilai kualitas pemikiran mereka sendiri. Selain itu, mendengarkan secara
seksama bagaimana orang lain memecahkan suatu masalah dapat
mengembangkan sikap menghargai berbagai cara yang seseorang tempuh untuk
menciptakan solusi yang logis.
Dengan pembelajaran TAPPS diharapkan kemampuan analisis matematis siswa
kelas VIII SMP Negeri 5 Metro menjadi lebih baik atau meningkat.
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai angapan dasar sebagai berikut:
1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 5 Metro memperoleh
materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan.
2. Pengaruh faktor-faktor lain yang tidak diteliti untuk tiap siswa tidak
diperhitungkan.
Sebagai hipotesis penelitian ini adalah; pembelajaran TAPPS lebih efektif
dibandingkan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan
A. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Metro tahun
pelajaran 2011/2012. Jumlah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Metro semester
genap sebanyak 199 siswa yang terdistribusi dalam tujuh rombongan belajar.
Hasil analisis varians satu arah data kemampuan awal matematika kelas VIII
diketahui bahawa tidak ada perbedaan secara signifikan dari ketujuh rombongan
belajar tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan awal matematika
sama. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara acak kelompok
rombo-ngan belajar, yaitu mengambil dua dari tujuh kelas VIII yang ada di SMP Negeri
5 Metro, kemudian ditentukan kelompok eksperimen adalah kelas VIII G dan
kelompok kontrol adalah kelas VIII F.
B. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan menggunakan desain
pretest-posttest. Sesuai dengan desain penelitian yang digunakan, penelitian ini
melibatkan dua kelompok yang terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen yang selanjutnya disebut
pembelajaran TAPPS sedangkan pada kelompok kontrol yang disebut kelas
kontrol menggunakan pembelajaran konvensional dengan metode diskusi
kelompok.
Tabel 3.1Pretest-PosttestKontrol Desain
Kelas Pretest Perlakuan Postest
Eksperimen P1 TAPPS P2
Kontrol P1 Konvensional P2
C. Data Penelitian
Data penelitian ini adalah data kemampuan analisis matematis yang terdiri dari:
(1) data awal berupa skor yang diperoleh melalui pretest sebelum pembelajaran,
(2) data akhir berupa skor yang diperoleh melalui posttest setelah pembelajaran,
dan (3) data pencapaian (gain).
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes. Tes yang digunakan adalah tes
kemampuan analisis matematis yang terdiri dari pretest dan posttest. Pretest
dilaksanakan untuk melihat kemampuan analisis siswa sebelum pembelajaran,
sementara posttest dilakukan untuk melihat pengaruh pembelajaran terhadap
kemampuan analisis matematis siswa.
E. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Pada penelitian ini, ada beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu:
Penelitian pendahuluan berguna untuk melihat kondisi SMP Negeri 5 Metro,
seperti jumlah rombongan belajar, jumlah siswa yang ada di sekolah dan cara
mengajar guru matematika selama pembelajaran.
2. Merencanakan penelitian: (a) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), (b) membuat Lembar Kerja Kelompok (LKK) untuk kelas eksperimen
menggunakanprobelm solving, dan (c) membuat instrumen penelitian, diawali
dengan membuat kisi-kisi tes pretest-posttest kemampuan analisis matematis,
kemudian membuat soal esai berikut penyelesaiannya dan cara penskorannya.
3. Melakukan validasi instrument dengan guru matematika di SMP Negri 5
Metro dan melakukan perbaikan instrumen.
4. Melakukan uji coba tes pada siswa kelas IX A SMP Negeri 5 Metro
kemudian menghitung reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.
Apabila telah memenuhi kriteria dapat digunakan untuk mengukur
peningkatan kemampuan análisis matematis siswa.
5. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen yaitu kelas VIII F dan kelas
kontrol yaitu kelas VIII G.
6. Mengadakan penelitian/perlakuan.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran dibagi menjadi dua yaitu pembelajaran
TAPPS diterapkan pada kelas VIII F dan pembelajaran konvensional dengan
metode diskusi kelompok diterapkan pada kelas VIII G. Pada setiap kelas
dilakukan pembelajaran TAPPS maupun pembelajaran konvensional selama 5
pertemuan dengan pokok bahasan luas permukaan dan volume kubus serta
balok. Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah disusun.
8. Menganalisis data hasil penelitian.
9. Membuat simpulan dengan menyusun laporan penelitian.
Tabel 3.2 Prosedur Pembelajaran TAPPS dan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran TAPPS Pembelajaran Konvesional
1. Siswa mendengarkan paparan dari guru mengenai tujuan dan aturan pembelajaran. 2. Siswa dibagikan LKK atau lembar masalah
untuk menyelesaikan masalah.
3. Siswa mengerjakan LKK sesuai aturan, yaitu siswa secara berpasangan membagi peran se-bagaiproblem solverdanlistener. 4.Problem solver membacakan permasalahan
lalu menjelaskan penyelesaian masalah tersebut kepada listener. Listener mende-ngarkan dan menanggapi penyele-saian masalah yang telah dijelask-an problem solver. Dan guru memfasiitasi siswa untuk aktif berperan sebagai problem solver dan
listener.
5. Siswa kemudian bertukar peran.
6. Siswa mengevaluasi diri terhadap apa yang telah dikerjakan.
1. Siswa mendengarkan penjelasan guru. 2. Siswa bersama guru membahas contoh
soal.
3. Siswa membentuk kelompok berpasangan.
4. Siswa berdiskusi mengerjakan soal latihan yang diberikan guru.
5. Siswa bersama guru membahas soal latihan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes. Tes yang
digunakan adalah tes kemampuan analisis matematis berbentuk soal esai pada
pokok bahasan luas permukaaan dan volume kubus serta balok. Tes yang
diberikan bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan analisis
matema-tis siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
TAPPS pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba yang
kemudian dilakukan analisis mengenai validitas butir soal, reliabilitas butir soal,
daya pembeda butir soal, dan tingkat kesukaran butir soal.
Tes yang telah disusun untuk memenuhi validitas isi yang ditilik dari segi isi tes
itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili
secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang
seharusnya diteskan. Validitas isi dari suatu tes kemampuan analisis siswa dapat
diketahui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes
dengan tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan untuk pelajaran
matematika, apakah hal-hal yang tercantum dalam kompetensi dasar dan indikator
sudah terwakili secara nyata dalam tes kemampuan analisis tersebut atau belum.
Validitas tes dalam penelitian ini telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing
dan guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 5 Metro. Butir-butir
soal dinyatakan valid karena telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator
dan dapat diujicobakan.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana soal tes dapat dipercaya
atau diandalkan dalam penelitian. Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan
dengan menggunakan rumus Alpha, yaitu:
Keterangan :
11
r : koefisien reliabilitas soal tes : banyaknya butir soal
ó : jumlah varians skor tiap item tes : varians total
=
Untuk menginterpretasi reliabilitas suatu butir soal digunakan kriteria reliabilitas
seperti pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas Butir Soal
Koefisien Reliabilitas ( ) Interpretasi
0,20 Reliabilitas sangat rendah
0,20 < 0,40 Reliabilitas rendah
0,40 < 0,70 Reliabilitas sedang
0,70 < 0,90 Reliabilitas tinggi
0,90 < 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
Rusffendi (dalan Noer, 2010: 22)
Setelah dilakukan uji coba butir soal dan dilakukan perhitungan realibilitas. Butir
soal yang digunakan pada penelitian ini memiliki koefisien reliabilitas sebesar
0,84 dengan interpretasi reliabilitas tinggi.
3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus:
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria
indeks kesukaran seperti pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kesukaran Butir Soal
30
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki intepretasi sedang,
yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran 0,31 TK 0,70..Nilai tingkat kesukaran
soal nomor 1 adalah 0,65 (sedang), soal nomor 2 adalah 0,59 (sedang), soal nomor
3 adalah 0,46 (sedang), soal nomor 4 adalah 0, 47 (sedang), dan soal nomor 5
adalah 0,39 (sedang).
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan
rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa
yang memperoleh skor tertinggi sampai siswa yang memperoleh skor terendah
kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh skor tertinggi (disebut kelompok
atas) dan 27% siswa yang memperoleh skor terendah (disebut kelompok bawah).
Daya pembeda ditentukan dengan rumus:
Keterangan :
DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu
JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
tertera dalam tabel 3.5.
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
0 DP Agak baik, perlu revisi
49
Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi daya pembeda
baik. Nilai daya pembeda soal nomor 1 adalah 0, 45 (baik), soal nomor 2 adalah
0,42 (baik), soal nomor 3 adalah 0, 47 (baik), soal nomor 4 adalah 0,37 (baik), dan
soal nomor 5 adalah 0,47 (baik).
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Butir Soal Kemampuan Analisis
No Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran
1 Valid
Dari tabel 3.6 terlihat bahwa keempat komponen yaitu validitas butir soal,
reliabilitas tes, daya pembeda dan tingkat kesukaran dari lima butir soal tersebut
telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga lima butir soal tesebut dapat
digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan analisis matematis siswa.
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Sebelum pengambilan sampel secara acak kelompok rombongan belajar, yaitu
rombongan belajar tersebut memiliki rata-rata kemampuan awal matematika yang
sama maka dilakukan analisis varians satu arah. Sedangkan untuk data skor
pretest dan posttest pada kelas eksperimen serta kelas kontrol dianalisis
menggunakan uji kesamaan dua rata-rata untuk mengetahui bahwa kedua kelas
tersebut mempunyai kesamaan rata-rata. Sebelum melakukan analisis kesamaan
dua rata-rata perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas
data, untuk data kemampuan awal matematika diasumsikan berdistribusi normal
dan homogeny.
1. Uji Normalitas
Statistika yang digunakan dalam uji normalitas dengan menggunakanchi-kuadrat.
Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:
H0: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Rumuschi-kuadrat:
Keterangan:
2 : nilaichi-kuadrat : frekuensi pengamatan : frekuensi yang diharapan : banyaknya kelas interval
Kriteria uji: tolak H0 jika ( )( ) dengan dk = k 1 dan = 5%.
Dalam hal lainnya, H0diterima (Sudjana, 2005: 273).
2. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah dua sampel yang
diambil mempunyai varians yang homogen atau sebaliknya. Adapun Hipotesis
untuk uji ini adalah:
H0 12 22(Tidak ada perbedaan varians antara dua sampel) H1 12 22(Ada perbedaan varians antara dua sampel)
Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:
Kriteria uji: tolak H0 jika á( , ), dengan ( , )
diperoleh dari daftar distribusi F dengan peluang , sedangkan 1adalah dk
pembilang, dan 1adalah dk penyebut (Sudjana, 2005 : 250).
3. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Data kemampuan awal matematika siswa diuji dengan analisis varians satu arah,
dengan populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Hipotesis uji tersebut
menurut Sudjana (2005: 302) adalah:
H0: µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7
H1: paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku.
Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah:
dengan kriteria pengujian adalah: tolak H0, jika Fhitung Ftabel.
=
Uji kesamaan dua rata-rata skorpretest dan posttestdigunakan uji kesamaan dua
rata-rata dua pihak. Hipotesis uji tersebut menurut Sudjana (2005: 239) adalah:
= ( rata-rata skor pretest/posttestkelas eksperimen sama dengan nilai rata-rata kelas kontrol)
( rata-rata skorpretest/posttestkelas eksperimen lebih baik daripada nilai rata-rata kelas kontrol)
Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah:
dengan
Keterangan:
: rata-rata nilaipretest/posttesteksperimen : rata-rata nilaipretest/posttestkontrol : varians gabungan
: varians kelas eksperimen : varians kelas kontrol
: banyaknya subyek kelas eksperimen : banyaknya subyek kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian: terima H0jika < < dengan derajat
kebebasan dk = (n1+ n2 2) dan peluang (1 ) dengan taraf signifikan =
5%. Untuk harga t lainnya H0ditolak.
Setelah dihitung dengan menggunakan uji chi-kuadrat, data pretest pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak berdistribusi normal, sehingga pengujian
kesamaan untuk data pretest tidak menggunakan uji t melainkan statistika non
parametrik yaitu dengan menggunakan UjiMann-Whitney U. Uji hipotesis:
= ( 1) + ( 1)
+ 2
= 1
= ( rata-rata skor pretest kelas eksperimen sama dengan nilai rata-rata kelas kontrol)
( rata-rata skor pretest kelas eksperimen lebih baik daripada nilai rata-rata kelas kontrol)
Statistik Uji:
dengan
dan
Kriteria pengujian adalah: tolak H0jika Z > Z . (Sriwulan, 2009: 5)
Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari
hasil prestest dan posttest dianalisis untuk mendapatkan skor pencapaian (gain)
pada kedua kelas. Analisis ini bertujan untuk mengetahui besarnya peningkatan
kemampuan belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut pendapat
Melzer (Noer, 2010: 105) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain
ternormalisasi (normalized gain).
Rumusgainternormalisasi:
Hasil perhitungan kemudian diinterprestasikan dengan menggunakan kriteria dari
Hake, seperti terdapat pada tabel 3.7.
Tabel 3.7 Kriteria SkorGainTernormalisasi
=
ì = ( + + 1)
2 =
× × ( + + 1)
12
Skor Gain Kriteria SkorGainTernormalisasi
g > 0,70 Tinggi
0,30 < g 0,70 Sedang
g 0,30 Rendah
Setelah mendapatkan skor pencapaian kemampuan analisis matematis (gain)
dilakukan uji normalitas dan homogenitas datagain. Analisis selanjutnya adalah
menguji hipotesis, yaitu uji kesamaan dua rata-rata data gain kedua kelompok.
Dalam penelitian ini digunakan uji kesamaan dua rata-rata satu pihak, yaitu uji
pi-hak kanan. Hipotesis untuk uji kesamaan dua rata-rata, uji pipi-hak kanan adalah:
= ( rata-ratagainkelas eksperimen sama dengan nilai rata-rata kelas kontrol)
> ( rata-ratagainkelas eksperimen lebih baik daripada nilai rata-rata kelas kontrol)
Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah:
dengan
Keterangan:
: rata-ratagainkelas eksperimen : rata-ratagainkelas kontrol : varians gabungan
: varians kelas eksperimen : varians kelas kontrol
: banyaknya subyek kelas eksperimen : banyaknya subyek kelas kontrol
= ( 1) + ( 1)
+ 2
= 1
Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika < dengan derajat
kebebasan dk = (n1 + n2 2) dan peluang (1 ). Untuk harga t lainnya H0
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian yang telah
di-laksanakan pada siswa di kelas VIII SMP Negeri 5 Metro diperoleh simpulan
bahwa pelaksanaan pembelajaran TAPPS tidak efektif untuk meningkatkan
kemampuan analisis matematis siswa. Hal tersebut terlihat dari hasil perhitungan
yang menunjukkan bahwa thitung terletak pada daerah penerimaan H0, sehingga
dikatakan bahwa rata-rata peningkatan kemampuan analisis matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran TAPPS sama dengan rata-rata peningkatan kemampuan
analisis matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelelitian ini, saran yang dapat dikemukanan sebagai berikut:
1. Dalam pelaksanaan pembelajaran TAPPS memerlukan waktu yang relatif
lama dan diperlukan persiapan yang matang, sehingga pembelajaran TAPPS
dapat terlaksana dengan efektif dan kondusif dalam meningkatkan
kemampuan analisis matematis siswa.
2. Sebelum melaksanakan pembelajaran TAPPS sebaiknya siswa diperkenalkan
terlebih dahulu guru memberikan contoh peranan problem solver dan listener
perannya dengan baik. Selain itu siswa dikenalkan dengan soal-soal yang
bersifat non rutin dengan memberikan beberapa contoh soal dan memberikan
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 9
1. Belajar dan Teori Pembelajaran Matematika ... 9
2. Efektivitas Pembelajaran... 12
3. Metode Diskusi Kelompok ... 14
4. Strategi PembelajaranThinking Aloud Pair Problem Solving(TAPPS) . 15 5. Kemampuan Analisis ... 19
B. Kerangka Pikir ... 21
C. Anggapan Dasar ... 23
D. Hipotesis Penelitian ... 23
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 24
B. Desain Penelitian ... 24
C. Data Penelitian ... 25
D. Teknik Pengumpulan Data ... 25
E. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 25
F. Instrumen Penelitian... 27
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38
Arikunto, Suharsimi. 2008.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Aunurrahman. 2005.Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Djumhur. I, dan Moh. Surya. 1975.Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung: CV Ilmu.
Forehand, Maria. 2005.Taksonomi Bloom. University of Georgia.
http://google.translate./cbhealinginstitute.com/. Diakses 11 Januari 2012.
Hamalik, Oemar. 2005.Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hartman. 1998. .
http://www.ccny.cuny.edu/ctl/handbook/hatrman.html. Diakses 16 Desember 2011.
Hudoyo, Herman. 1979.Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaan di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.
Ibrahim, R dan Nana Syaodih S. 1996.Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Indrawati dan Wanwan Setiawan. 2009.Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Dan Menyenangkan Untuk Guru SD.Bandung: PPPPTK IPA.
Ismail. 2003.Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Mochlisin. 2012.Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa.
http://shiningallspark.web.id/kemampuan-pemecahan-masalah-pada-siswa.html. Diakses 25 April 2012.
Muhsetyo, Gatot dkk. 2007.Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurhadi, Hanuri. 2007.Metode Pembelajaran Kooperatif Model TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving).
http://www.nurhadi88.wordpress.com/. Diakses 16 Desember 2011.
Pate, Michael L., et all. 2004.Effects Of Thinking Aloud Pair Problem Solving On The Troubleshooting Performance Of Undergraduate Agriculture Students In A Power Technology Course. University of Arkansas.
http://google.mlpate/45-04-001/.pdf.html/. Diaksees 11 Januari 2012.
Ruseffendi, E.T. 2006.Pengantar Kepada Membatu Guru Mengambangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sagala, S.2007.Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Shadiq, Fajar. 2004.Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sriwulan. 2009. Staff.gunadarma.ac.id/Download/files/.../07nonpar.pdf. Diakses 1 Maret 2012.
Subhani, Armin. 2011.Karakteristik Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). http://stkipselong.blogspot.com/2011/02/karakteristik-thinking-aloud-pair.html. Diakses 11 Januari 2012.
Sudjana. 2005.Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, Nana. 2005.Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. 1990.Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Sukaesih, Erna. 2009.Efektivitas Penggunaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa. Lembang:
http://terasafit.wordpress.com/2009/01/26/strategi-belajar-thinking-aloud-pair-problem-solving-2/. Diakses 11 Januari 2012.
Sutikno, M. Sobry. 2005.Pembelajaran Efektif. Mataram: NTP Pres.
Tim Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka.