• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Periode Kritis Dengan Uji Interval Bebas Gulma Dalam Berbagai Varietas Pada Tanaman Sorgum ( Sorgum bicolor L.) Muench Dilihat Pada Aspek Pertumbuhan Vegetatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Periode Kritis Dengan Uji Interval Bebas Gulma Dalam Berbagai Varietas Pada Tanaman Sorgum ( Sorgum bicolor L.) Muench Dilihat Pada Aspek Pertumbuhan Vegetatif"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PERIODE KRITIS DENGAN UJI INTERVAL

BEBAS GULMA PADA DUA VARIETAS

TANAMAN SORGUM

(

Sorghum bicholor

L

.

) Muench

DILIHAT PADA ASPEK PERTUMBUHAN VEGETATIF

TESIS

Oleh

LENTINA SITINJAK

127001013/AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

IDENTIFIKASI PERIODE KRITIS DENGAN UJI INTERVAL

BEBAS GULMA PADA DUA VARIETAS

TANAMAN SORGUM

(

Sorghum bicholor

L

.

) Muench

DILIHAT PADA ASPEK PERTUMBUHAN VEGETATIF

TESIS

Diajukan Sebagai salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Magister Agroekoteknologi Pada Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LENTINA SITINJAK

127001013/AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : IDENTIFIKASI PERIODE KRITIS DENGAN UJI INTERVAL BEBAS GULMA PADA DUA

VARIETAS TANAMAN SORGUM

(Sorghum bicolor L.) Muench DILIHAT PADA ASPEK PERTUMBUHAN VEGETATIF

Nama : Lentina Sitinjak

NIM : 127001013

Program Studi : Magister Agroekoteknologi

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D) (Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si Ketua Anggota

)

(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP)

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS)

(4)

Telah diuji Pada Tanggal : 11 Pebruari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS :

Pembimbing:

Ketua

: Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D

Anggota

: Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si

Penguji

: 1. Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

2. Dr. Ir. Marheni, MP

(5)

ABSTRACT

Lentina Sitinjak. Identification of the Critical Period of competition in Two Varieties of Sorghum (Sorghum bicholor L.) Muench. Competition on Vegetatif Growth, under the supervilory of Edison Purba as Chairman and Lollie Agustina P. Putri as the member.

This study aims to determine the critical period of weed competition two varieties of sorghum during vegetative phase. The research was conducted in the area of Balai Benih Induk, Tanjung Selamat, Medan, with the altitude of 30 m above sea level, and the soil pH 5.6. The study was carried on for 3 months starting from September 6, 2014 until November 19, 2014.

The method used was a randomized block design (RBD), repeated 3 times. The treatments consist of two factors, namely: duration of weed free and sorgum varieties. Treatments for weed presence consisted of ten treatments which made in two aspect namely duration of weed free after planting and duration of unweeded after planting. Duration of weed free after planting were as follow : 2, 4, 6, 8 and 12 week after planting, where as duration unweeded plot were 2, 4, 6, 8, 12 week after planting (WAP). Varieties consist of two namely Numbu and Kawali.

The results showed that the critical period of competition based on vegetative growth was not appeared Numbu varieties and the critical period of competition based on vegetative growth the Kawali varieties is 2 week after planting until 6 week after planting.

(6)

ABSTRAK

Lentina Sitinjak. Identifikasi Periode Kritis dengan Uji Interval Bebas Gulma pada Dua Varietas Tanaman Sorgum (Sorghum bicholor L.) Muench Dilihat pada Aspek Pertumbuhan Vegetatif, dibawah bimbingan Edison Purba sebagai Ketua Komisi Pembimbing dengan Anggota Lollie Agustina P. Putri.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan periode kritis persaingan dengan gulma dua varietas sorgum pada fase vegetatif. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Penelitian Balai Benih Induk Tanjung Selamat, Medan,dengan ketinggian -/+ 30 m dpl, dan kemasaman tanah pH 5.6, selama 3 bulan mulai dari 6 September 2014 sampai 19 Nopember 2014.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan terdiri atas 2 (dua) faktor, yaitu : Perlakuan Bebas Gulma (G) yang terdiri dari 10 interval pentiangan yaitu: Bebas Gulma sampai 2 MST (G1), Bebas Gulma sampai 4 MST (G2), Bebas Gulma sampai 6 MST (G3), Bebas Gulma sampai 8 MST (G4), Bebas Gulma sampai 12 MST (G5), bergulma sampai 2 MST(G6), bergulma sampai 4 MST (G7), bergulma sampai 6 MST (G8), bergulma sampai 8 MST (G9) dan bergulma sampai 12 MST (G10), Varietas (V) yang terdiri dari dua varietas yaitu varietas Numbu (V1) dan varietas Kawali (V2 ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bebas gulma pada masa pertumbuhan vegetatif tidak dapat menunjukkan periode kritis untuk varietas Numbu, dan pada varietas Kawali perlakuan bebas gulma pada masa vegetatif dapat menunjukkan periode kritis berada pada umur 2 MST sampai 6 MST.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya haturkan kepada Allah Yang Maha Rahim, Tuhan

yang Maha Esa, yang telah memberikan saya Rakhmat kesehatan selama

penulisan hasil penelitian ini. Adapun judul penelitian saya adalah Identifikasi

Periode Kritis Dengan Uji Interval Bebas Gulma Dalam Berbagai Varietas

Pada Tanaman Sorgum ( Sorgum bicolor

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Ir. Edison Purba,

Ph.D sebagai Ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri,

M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan

dan saran dalam penulisan hasil penelitian ini.

L.) Muench Dilihat Pada Aspek

Pertumbuhan Vegetatif. Pada penelitian yang saya laksanakan diperoleh

berbagai data pada parameter yang ditentukan, yang menunjukkkan teridentifikasi

atau tidaknya periode kritis pada tanaman sorgum yang dilihat dari berbagai

aspek pertumbuhan vegetatif pada dua varietas tanaman yang di ujikan.

Demi kesempurnaan tesis ini, saya mengharapkan masukan berupa saran

atau hal yang perlu ditambahkan, sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi

sumber informasi yang baik bagi petani sorgum dan berbagai pihak yang

memerlukan.

Medan. Pebruari ’15 Penulis

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Rahim,

Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat yang diberikanNya, penulis dapat

melaksanakan dan menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

Dengan selesainya tesis ini , penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril

Pasaribu, DMT&H, MSc (CTM), Sp.A (K); Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSc; Dekan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Ir. Darma Bakti,

MS atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

dan menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya

saya ucapkan kepada Bapak Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D selaku Ketua Komisi

Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si selaku Anggota Komisi

Pembimbing, yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan dan

saran. Terimakasih juga kepada Bapak Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP dan Ibu Sekretaris Program Studi Agroekoteknologi

Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si serta semua Dosen Program Pascasrjana

Universitas Sumatera Utara Program Studi Agroekoteknologi yang telah

membuka wawasan dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga serta

(9)

Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Ayahanda (alm) Ely Sitinjak dan Ibunda (alm) Theodora br Pasaribu, yang

telah mendidik, membimbing dan membesarkan serta memberikan

dukungan moril dan materil hingga ke pendidikan tinggi dan tetap

mendoakan penulis menyelesaikan studi.

2. Manager Kebun Sampali PTP. NUSANTARA-II Tanjung Morawa,

Medan, Bapak Marimin, yang telah mendukung saya dalam

menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

3. Emeritus Uskup Agung Medan, Mgr. A. G. Pius Datubara, Romo Yulius

Sudharnoto O.Carm (P.Siantar), Pastor Leo Sipahutar ofm Cap (Medan),

Pastor Octavianus Situngkir Ofm Cap (P.Siantar), Sr. Magdalena KSFL

(Perdagangan) dan Kpt. Jakobus Ngaidi (Salvation Army, Palu) yang telah dengan setia mendukung dan mendoakan serta tetap memotivasi penulis

selama menyelesikan pendidikan, penelitian hingga penulisan tesis.

4. Keluarga Besar Op. Manutur Sitinjak (Abang, Kakak serta para Ponakan)

dan para sahabatku Diana Eka Sari Sembiring (Massachutset, Boston),

Mami Teti (Riau), Roseni Saragih (Palembang), Ibu Hasan Limi (Riau),

Ibu Mei Hua (Riau), serta teman-teman seangkatan AET (S2) Faperta

Pascasarjana USU, Ilmu Pertanian Doktoral (S3) Faperta Pascasarjana

USU yang selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis, dan

bagi adik-adik mahasiswa Faperta (S1) USU dan adik-adik mahasiswa

Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) jl. Binjai yang telah

membantu dalam pelaksanaan penelitian di lapangan.

5. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium dan perpustakaan USU atas segala

bantuan yang telah diberikan.

Ucapan terimakasih yang tulus penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan

(10)

DAFTAR RIWAYAT HID UP

LENTINA SITINJAK dilahirkan di Perdagangan, kecamatan Bandar, kabupaten Simalungun pada tangal, 02 Maret 1972 dari pasangan Bapak Ely

Sitinjak dan Ibu Theodora br Pasaribu. Penulis merupakan anak ke delapan dari

delapan bersaudara.

Pada tahun 1978 memasuki Sekolah Dasar (SD) Katholik Cinta Rakyat

Perdagangan dan lulus pada tahun 1984, pada tahun 1984 memasuki Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Katholik Cinta Rakyat Perdagangan dan lulus pada

tahun 1987, setelah lulus SMP melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)

Katholik Cinta Rakyat Perdagangan pada tahun 1987 dan lulus pada tahun 1990.

Pada tahun 1990 memasuki Fakultas Pertanian Universitas Katholik Santo

Thomas Medan, memilih jurusan Budidaya Pertanian (Agronomi) dan

menyelesaikan pendidikan Strata satu pada tahun 1995 dengan Predikat Sangat

Memuaskan. Pada tahun 2007 menyelesaikan Pendididkan Akta Mengajar - IV di

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Darma Agung Medan

Sumatera Utara dengan Predikat Cum Laude.

Pada tahun 1998 bekerja sebagai karyawan di PTP.Nusantara – II Tanjung

Morawa sampai sekarang.

Sejak tahun 2007 – 2010 penulis aktif dalam kegiatan Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD) yang diiselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal.

Tahun 2012 melanjutkan Pendidikan ke jenjang Strata Dua di Pascasarjana

Pertanian Magister Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan.

September 2014 penulis melaksanakan penelitian Tesis di Balai Benih Induk

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT………. i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

UCAPAN TERIMAKASIH ...iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...vi

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I . PENDAHULUAN ...1

1.1.Latar Belakang ...1

1.2.Rumusan masalah ...4

1.3.Tujuan Penelitian ...5

1.4.Hypotesis Penelitian ...5

1.5.Manfaat Penelitian ...5

1.6.Kerangka Berpikir ...6

BAB II . TINJAUAN PUSTAKA ...7

2.1.Deskripsi TanamanSorgum ...7

2.1.1. Uraian Botanis ...7

2.1.2. Syarat Tumbuh ...10

2.1.3. Agronomi ...11

2.1.4. Varietas ...12

2.1.5. Ekologi Pertumbuhan ...13

2.1.6. Manfaat sorgum ...14

2.2. Gulma Sebagai Tumbuhan Pesaing ...15

2.3. Periode Kritis ...17

2.4. Menyiang ...20

BAB III . BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...22

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...22

3.2. Bahan Dan Alat ...22

3.3. Metode Penelitian ...22

3.4. Pelaksanaan Penelitian ...25

3.4.1. Persiapan Lahan...25

3.4.2. Penanaman ...25

3.4.3. Pemeliharaan Tanaman ...25

3.4.3.1. Penyiraman ...25

3.4.3.2. Penjarangan ...25

3.4.3.3. Penyiangan ...25

3.4.3.4. Pemupukan ...26

3.4.3.5. Pengendalian Hama dan Penyakit ...26

(12)

3.4.4.1. Data Gulma ...26

3.4.4.1.1. Jenis Gulma. ...26

3.4.4.1.2. Analisa vegetasi ...27

3.4.4.1.3. Kerapatan gulma ...27

3.4.4.1.4. Bobot Kering Gulma ...37

3.4.4.2.. Data Tanaman ...28

3.4.4.2.1. Tinggi Tanaman ...28

3.4.4.2.2. Diameter Batanng ...28

3.4.4.2.3. Jumlah Daun ...28

3.4.4.2.4. Luas Daun ...28

3.4.4.2.5. Bobot Segar ...28

BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ...29

4.1. Identifikasi Gulma ...29

4.2. Analisa Vegetasi Gulma Dominan ...29

4.3. Kerapatan Gulma ...32

4.3. Tinggi Tanaman ...32

4.4. Diameter Batang ...40

4.5. Jumlah Daun ...45

4.6. Luas Daun ...51

4.7. Bobot Segar Tanaman ...53

4.8. Perbandingan komponen pertumbuhan vegetatif versus bobot segar ...55

4.8. Idenfikasi Periode Kritis ...60

BAB V . KESIMPULAN DAN SARAN ...65

5.1. Kesimpulan ...65

5.2. Saran ...65

DAFTAR PUSTAKA ...66

(13)

DAFTAR TABEL

NO. Judul Halaman

1. Varietas sorgum yang telah dilepas Badan Litbang Pertanian

hingga thn 2001 yang di update terakhir tahun 20013 ... 12 2. Persentase populasi gulma pada areal penelitian berdasarkan SDR

(Sum Dominance Ratio) ... ... 30 3. Kerapatan lima jenis gulma terbanyak persatuan luas lahan

penelitian ... 32 4. Tinggi tanaman pada berbagai perlakuan waktu bebas gulma

pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MST ... 33 5. Tinggi tanaman sorgum varietas Numbu dan Kawali pada

pengamatan 2 , 4 , 6 dan 8 MST ... 36 6. Persentase pertambahan tinggi tanaman (cm) dari umur 2 MST

sampai 8 MST pada perlakuan G5 dan G10 untuk varietas

Numbu dan Kawali ... 38 7. Perlakuan bebas gulma dan varietas terhadap tinggi tanaman

sorgum pada umur 2. 4, 6 dan 8 MST ... 49 8. Diameter batang pada berbagai perlakuan waktu bebas gulma

pada pengamatan2, 4, 6 dan 8 MST ... 40 9. Diameter batang tanaman sorgum varietas Numbu dan Kawali

pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MST ... 42 10.Persentase pertambahan diameter batang (cm) dari umur 2 MST

sampai 8 MST pada perlakuan G5 dan G10 untuk varietas Numbu dan Kawali ... 43 11.Perlakuan bebas gulma dan varietas terhadap diameter batang

untuk semua masa tanam ( 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST) ... 44 12.Jumlah daun pada berbagai perlakuan waktu bebas gulma

pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MST ... 45 13.Jumlah daun sorgum varietas Numbu dan Kawali pada pengamatan

2, 4, 6 dan 8 MST ... 48 14. Persentase pertambahan jumlah daun dari umur 2 MST sampai

8 MST pada perlakuan G5 dan G10 untuk varietas Numbu

dan Kawali ... 49 15.Perlakuan bebas gulma dan varietas terhadap jumlah daun tanaman

sorgum pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST ... 50 16.Luas daun pada berbagai perlakuan waktu bebas gulma pada

pengamatan 8 MST (57 HST) untuk varietas Numbu dan Kawali ... 51 17.Persentase perbandingan luas daun (cm²) pada perlakuan

G5 dan G10 untuk varietas Numbu dan Kawali pada umur 8 MST .... 53 18.Bobot segar dengan beberapa perlakuan waktu bebas gulma

pada tanaman sorgum varietas Numbu dan Kawali

pada umur 12 MST ... 53 19.Persentase perbandingan bobot segar (kg) pada umur 12 MST

pada perlakuan G5 dan G10 untuk varietas Numbu dan kawali ... 54 20.Komponen pertumbuhan vegetatif dalam mendukung bobot segar

(14)

21.Bobot segar tanaman pada perlakuan G1-G5 versus bobot segar tanaman pada perlakuan G6-G10 untuk varietas Numbu (V1)

dan varietas Kawali (V2) ... 60 22.Jenis-jenis gulma dan kerapatan gulma yang terdapat pada

perlakuan bebas gulma (G1-G3) sepanjang masa tanaman 2 MST hingga 6 MST pada varietas Kawali (V2)... 63 23.Jenis-jenis gulma dan kerapatan gulma yang terdapat pada

perlakuan bergulma (G6-G8) sepanjang masa tanaman 2 MST

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Tanaman sorgum dan akar ... 8 2. Batang sorgum dengan penampang melintang, terlihat

empulur pada batang ... 8 3. Daun tanaman sorgum dan daun bendera pada pucuk tanaman

membungkus Malai ... 9 4. Bunga sorgum mulai dari pembentukan malai hingga menjadi biji .... 9 5. Biji sorgum dalam fase pengisian biji ... 10

6. Persentase populasi gulma pada areal penelitian berdasarkan

SDR (Sum Dominan Ratio) ... 31 7. (A)Bobot segar tanaman pada perlakuan G1-G5 versus

bobot segar tanaman pada perlakuan G6-G10 untuk

varietas Numbu (V1) ... 62 (B)Bobot segar tanaman pada perlakuan G1-G5 versus

bobot segar tanaman pada perlakuan G6-G10 untuk

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Deskripsi varietas sorgum ... 72

2. Bagan plot penelitian... 74

3. Bagan sampel dalam plot ... 75

4. Bagan keseluruhan sampel dalam plot ... 76

5. Informasi Iklim dari Badan Klimatologi dan Geofisika ... 77

6. Taksonomi jenis gulma yang ditemukan pada lahan penelitian... 78

7. Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadaptinggi tanaman pada umur 2 MST ... 79

8. Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap tinggi tanaman pada umur 4 MS ... 79

9. Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap tinggi tanaman pada umur 6 MST ... 79

10.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadapTinggi tanaman pada umur 8 MST ... 80

11.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap diameter batang tanaman pada umur 2 MST ... 80

12.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap diameter batang tanaman pada umur 4 MST ... 80

13.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap diameter batang tanaman pada umur 6 MST ... 81

14.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap diameter batang tanaman pada umur 8 MST ... 81

15.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap jumlah daun tanaman pada umur 2 MST ... 81

16.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap jumlah daun tanaman pada umur 4 MST ... 82

17.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap jumlah daun tanaman pada umur 6 MST ... 82

18.Analisis didik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan Varietas terhadap jumlah daun tanaman pada umur 8 MST ... 82

19.Analisis sidik ragam perlakuan bebas gulma dan perlakuan varietas terhadap luas daun tanaman pada umur 8 MST ... 83

(17)

ABSTRACT

Lentina Sitinjak. Identification of the Critical Period of competition in Two Varieties of Sorghum (Sorghum bicholor L.) Muench. Competition on Vegetatif Growth, under the supervilory of Edison Purba as Chairman and Lollie Agustina P. Putri as the member.

This study aims to determine the critical period of weed competition two varieties of sorghum during vegetative phase. The research was conducted in the area of Balai Benih Induk, Tanjung Selamat, Medan, with the altitude of 30 m above sea level, and the soil pH 5.6. The study was carried on for 3 months starting from September 6, 2014 until November 19, 2014.

The method used was a randomized block design (RBD), repeated 3 times. The treatments consist of two factors, namely: duration of weed free and sorgum varieties. Treatments for weed presence consisted of ten treatments which made in two aspect namely duration of weed free after planting and duration of unweeded after planting. Duration of weed free after planting were as follow : 2, 4, 6, 8 and 12 week after planting, where as duration unweeded plot were 2, 4, 6, 8, 12 week after planting (WAP). Varieties consist of two namely Numbu and Kawali.

The results showed that the critical period of competition based on vegetative growth was not appeared Numbu varieties and the critical period of competition based on vegetative growth the Kawali varieties is 2 week after planting until 6 week after planting.

(18)

ABSTRAK

Lentina Sitinjak. Identifikasi Periode Kritis dengan Uji Interval Bebas Gulma pada Dua Varietas Tanaman Sorgum (Sorghum bicholor L.) Muench Dilihat pada Aspek Pertumbuhan Vegetatif, dibawah bimbingan Edison Purba sebagai Ketua Komisi Pembimbing dengan Anggota Lollie Agustina P. Putri.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan periode kritis persaingan dengan gulma dua varietas sorgum pada fase vegetatif. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Penelitian Balai Benih Induk Tanjung Selamat, Medan,dengan ketinggian -/+ 30 m dpl, dan kemasaman tanah pH 5.6, selama 3 bulan mulai dari 6 September 2014 sampai 19 Nopember 2014.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan terdiri atas 2 (dua) faktor, yaitu : Perlakuan Bebas Gulma (G) yang terdiri dari 10 interval pentiangan yaitu: Bebas Gulma sampai 2 MST (G1), Bebas Gulma sampai 4 MST (G2), Bebas Gulma sampai 6 MST (G3), Bebas Gulma sampai 8 MST (G4), Bebas Gulma sampai 12 MST (G5), bergulma sampai 2 MST(G6), bergulma sampai 4 MST (G7), bergulma sampai 6 MST (G8), bergulma sampai 8 MST (G9) dan bergulma sampai 12 MST (G10), Varietas (V) yang terdiri dari dua varietas yaitu varietas Numbu (V1) dan varietas Kawali (V2 ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bebas gulma pada masa pertumbuhan vegetatif tidak dapat menunjukkan periode kritis untuk varietas Numbu, dan pada varietas Kawali perlakuan bebas gulma pada masa vegetatif dapat menunjukkan periode kritis berada pada umur 2 MST sampai 6 MST.

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sorgum merupakan tanaman pangan penting dengan posisinya berada

pada peringkat ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan barley (Suarni dan Herman

Subagio, 2012). Dari segi kandungan nutrisinya, sorgum tidak kalah unggul dari

tanaman pangan lainnya seperti padi, gandum, jagung dan barley. Sorgum

memiliki komposisi karbohidrat yang tinggi sangat berpotensi untuk

dikembangkan menjadi bahan tanaman alternatif atau disebut juga dengan bahan

tanaman pengganti dalam diversifikasi pangan. Maka sorgum bisa disebutkan

menjadi tanaman pengganti pangan. Thakur (1980) memaparkan dalam tabel

bahwa sorgum memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 74.0 %/100 gr bahan

dan ini merupakan peringkat ke dua setelah padi. Demikian juga kandungan

protein sebesar 10.4 %/100 g bahan dan juga merupakan peringkat ke dua setelah

gandum. Hal ini dikuatkan Suarni (2004) yang menyatakan kandungan

karbohidrat pada tanaman sorgum tidak kalah jauh dari tanaman pangan lainnya,

maka layak dijadikan sebagai tanaman pengganti untuk bahan pangan lainnya

seperti padi, gandum dan jagung.

Sorgum merupakan tanaman serealis yang memiliki daya adaptasi yang

tinggi terhadap berbagai kondisi alam yang kritis atau tekanan stress abiotik.

Sorgum mampu bertahan hidup/toleran terhadap berbagai faktor tumbuh yang

minimalis misalnya membutuhkan air sedikit. Berdasarkan data House (1995),

mengatakan bahwa sorgum cocok dikembangkan di lahan kering karena

kebutuhan airnya sangat sedikit. Selain toleran terhadap kekeringan sorgum

(20)

(2011) memaparkan bahwa kebutuhan sorgum akan air memiliki angka terkecil

(322 kg) menyusul, jagung (368 kg), barley (434 kg), gandum (515kg) dan padi

(>514 kg). Data ini menguatkan bahwa sorgum ini tahan tumbuh di daerah yang

kering atau sedikit curah hujan. Thakur (1980) mengatakan bahwa sorgum lebih

banyak tumbuh di daerah marginal, dimana tidak cocok pada tanaman lain.

Adaptasi tanaman sorgum terhadap lahan marginal dibuktikan oleh

kemampuannya tumbuh baik pada tanah dengan salinitas tinggi, tahan pada tanah

alkalis dan toleran terhadap genangan (Almodares et al. 2007a, Almodares et al.

2008, Vasilakoglou et al. 2011). Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang sangat luas, tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali

tergenang, berpasir , pH tanah berkisar 5.0 – 5.5 dan lebih bertoleransi terhadap

tanah salin dibanding jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah

yang terlalu kritis bagi tanaman lainnya (Laemeheriwa, 1990).

Berdasarkan daya adaptasinya yang cukup tinggi, sorgum cocok tumbuh

di Indonesia (Sirappa, 2003). Iklim dan media tumbuh/tanah di Indonesia sesuai

dengan syarat tumbuh tanaman sorgum (Musa et al, 2006). Di Indonesia terutama di Indonesia bagian timur, beberapa daerah telah menanam tanaman

sorgum sebagai tanaman pangan. Indonesia merupakan negara agraris karena

terkenal dengan lahan pertaniannya yang sangat luas mencakup daerah yang subur

hingga daerah yang tergolong marginal. Lahan marginal yang cukup

(21)

marginal ini agar dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya, termasuk

diantaranya dengan mendapatkan tanaman yang cocok tumbuh dan berproduksi

yang memiliki daya adaptasi yang tinggi seperti tanaman sorgum ini. Efendi et al (2013) mengatakan, daya adaptasi yang luas merupakan keunggulan utama

sorgum dapat dikembangkan di Indonesia. Dengan menanam sorgum maka

produktivitas lahan akan meningkat dan juga mendukung upaya pengembangan

pertanian berkelanjutan dan peningkatan produksi pangan Indonesia.

Di Indonesia sudah mulai dilakukan budidaya tanaman sorgum mencakup

wilayah Indonesia Bagian Timur dan beberapa daerah di Pulau Jawa. Namun

kenyataannya produksi dan kualitas yang diperoleh sangat rendah. Permasalahan

produktivitas biji sorgum menunjukkan kecenderungan yang masih rendah yaitu

kisaran 0.37 – 1,8 ton/ha (Sirappa, 2003). Rata-rata produksi sorgum tertinggi

dicapai di Amerika Serikat yaitu 3,6 – 7,0 ton/ha (Sumarno dan Karsono, 1996).

Dan Negara lain penghasil sorgum termasuk Indonesia masih mencapai produk

rata-rata dibawah 1 ton/ha, yang disebabkan oleh sistem budidaya yang masih

minim (Sirappa, 2003). Teknologi budidaya merupakan tantangan pengembangan

tanaman sorgum yang diperoleh melalui penelitian teknologi budidaya sorgum

spesifik lokasi, penelitian terapan dan penelitian terpadu dilahan petani,

meliputi :1) varietas, 2) teknologi budidaya spesifik lokasi, 3) perlindungan

tanaman secara terpadu, 4) pengaturan saat tanam (Sirappa, 2003).

Pengendalian gulma merupakan salah satu cara yang dipilih dalam

penelitian ini sebagai upaya untuk meningkatkan produksi tanaman sorgum.

Tujuan pokok pengolahan tanah adalah menyediakan tempat tumbuh bagi bibit

(22)

memberantas gulma (Musa et al, 2006). Interaksi antara tanaman sorgum sebagai tanaman budidaya dengan gulma sebagai tanaman pengganggu mengakibatkan

persaingan antara kedua tanaman dalam mendapatkan nutrisi tanah berupa air dan

hara, dan juga dalam mendapatkan intensitas cahaya, sehingga mengakibatkan

pertumbuhan tanaman sorgum terganggu. Ada fase-fase dimana tanaman sorgum

sangat rentan dengan kehadiran gulma sebagai tanaman pesaing bagi sorgum yang

membutuhkan nutrisi tanah dan intensitas cahaya matahari seratus persen, maka

gulma harus dikendalikan dari tanaman sorgum agar tanaman sorgum

mendapatkan kebutuhan zat nutrisinya. Fase inilah yang disebut periode kritis

yang harus di teliti secara ilmiah. Dari hasil penelitian Monteiro et al (2011) diperoleh jumlah produksi kentang yang mereka teliti pada plot yang bebas gulma

mencapai hasil sebanyak 22 ton/ha dan produksi yang diperolah dari plot yang

tanpa pengendalian gulma/bergulma diperoleh sebanyak 3 ton/ha. Dari hasil

produksi ini kentang yang dikelola tanpa pengendalian gulma mengalami

kehilangan produksi sebanyak 86%. Penelitian ini menunjukkan demikian

besarnya pengaruh gulma dalam menghilangkan produksi komoditi yang

dibudidayakan petani.

Rumusan Masalah

Produktivitas biji sorgum di Indonesia menunjukkan kecenderungan

masih rendah 0,37 – 1,8 ton/ha, sementara iklim dan kondisi alam memungkinkan

untuk mendukung produktivitas yang tinggi.

Sistem budidaya yang masih minim dalam pengelolaan budidaya sorgum,

maka di perlukan informasi teknik budidaya yang tepat untuk tanaman sorgum di

(23)

pertumbuhan vegetatif. Dan sampai sejauh ini belum diketahui saat pengendalian

gulma yang tepat terhadap tanaman sorgum ini.

Sampai saat ini belum ditemukan laporan atau publikasi yang

menjelaskan periode kritis pada tanaman sorgum. Metcalfe et al (1980) hanya memaparkan bahwa fase awal pertumbuhan tanaman sorgum relatif lambat/daya

kecambah rendah, sehingga memiliki daya kompetisi yang sangat rendah dengan

tanaman yang lain atau gulma Maka perlu diketahui periode kritis pada tanaman

sorgum untuk dapat mengantisipasi daya kompetisi yang rendah ini, sehingga

tanaman sorgum mendapatkan air dan unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan,

perkembangan dan produktivitas bijinya.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan periode kritis

persaingan dengan gulma, dua varietas sorgum pada fase vegetatif.

Hipotesis Penelitian

a. Tanaman sorgum memiliki periode kritis persaingan dengan gulma

sebagai tanaman penyaing pada fase vegetatif.

b. Ada perbedaan periode kritis persaingan dengan gulma pada sorgum

varietas Numbu dan varietas Kawali.

Manfaat Penelitian

a) Mengatasi permasalahan umum yang terjadi pada tanaman sorgum yaitu

rendahnya produktivitas biji sorgum dari aspek agronomisnya dengan

(24)

b) Sebagai sumber informasi, agar petani dapat mengendalikan gulma pada

waktu yang tepat, sehingga tidak terhambat pertumbuhan sorgum dan

sorgum memiliki pertumbuhan yang optimum dalam persaingan dengan

gulma pada fase vegetatif.

c) Sebagai sumber informasi data pertumbuhan vegetatif sorgum varietas

Numbu dan varietas Kawali.

Kerangka Berpikir

Sorgum

Tan. Peng.Pangan Produksi Rendah Daya Adaptasi Tinggi

Identifikasi Periode Kritis Pd Aspek Pert. vegetatif

Uji Interval Bebas Gulma (Penyiangan)

Var. Numbu Var. Kawali

Parameter Pengamatan

Analisa Data

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Sorgum

Tanaman sorgum (Sorgum bicolor L.) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan,

dibudidayakan di daerah kering seperti di Afrika. Sorgum merupakan tanaman

sereal yang besar di Ethiopia Timur. Sekitar 44% (149.030 ha) daerah Ethiopia

Timur di budidayakan sorgum dan dianggap sebagai sarana utama untuk bertahan

hidup bagi manusia di beberapa bagian semi kering Ethiopia Timur di mana

seringkali tanaman gagal tumbuh karena rendahnya curah hujan (CSA, 1996).

Dari benua Afrika menyebar luas ke daerah tropis dan subtropik. Tanaman ini

memiliki adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan, sehingga sorgum

menyebar ke seluruh dunia. Negara penghasil utama sorgum adalah Amerika,

Argentina, RRC, India, Nigeria dan beberapa Negara Afrika Timur, Yaman dan

Australia (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Tanaman sorgum mirip dengan jagung, di Indonesia biji sorgum dikenal

sebagai tanaman palawija dengan berbagai nama daerah, antara lain yaitu jagung

pari, oncer/cantel (Jawa), gandrung, gandum (Minang kabau), jagung cetrik,

degem, kumpay (Sunda), wataru hamu garai.

Uraian Botanis

Taksonomi

Tanaman sorgum dapat diklasifikasikan sebagai berikut, kingdom

(26)

Monocotyledoneae, ordo Poales, family Graminaceae, genus Sorghum, species

Shorgum bicolor (L.) Moench.

Gambar 1. Tanaman sorgum dan akar

Morfologi

Doggett (1970) dan Huldquist (1973), dalam Goldsworthy dan Fisher

(1992) mengatakan bahwa batang sorgum padat. Batang berbentuk silinder

mencapai ketinggian sekitar 3-4 m. Diameter batang berkisar antara 1.25 – 6.25

cm. Memiliki empulur yang ada berasa manis. Permukaan batang memuliki

lapisan lilin dengan warna hijau ke abu-abuan ( Thakur, 1980).

Gambar 2. Batang sorgum dengan penampang melintang, terlihat empulur pada batang

Daun-daun biasanya terdapat secara berselang dalam dua baris pada

sisi-sisi batang yang berlawanan dan masing-masing terdiri atas satu pelepah dan

helaian. Pelepah daun membungkus batang dan melekat pada satu buku.

Daun-daun yang dewasa (helaian) dapat mencapai 300 mm sampai 1350 mm dengan

(27)

spesies-spesies liar, daun dapat sepanjang 300 – 750 mm tetapi biasanya sangat

sempit 5-70 mm (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Gambar 3. Daun tanaman sorgum dan daun bendera pada pucuk tanaman membungkus malai

Berbeda dengan jagung, bunga jantan dan betina pada sorgum berada

pada ujung malai. Malai terbuka dan relatif tebal. Sekitar 95% bunga sorgum

menyerbuk sendiri (Metcalfe dan Elkins, 1980).

Gambar 4. Bunga sorgum mulai dari pembentukan malai hingga menjadi biji

Anatomi biji

Biji berbentuk bola dengan ujung tumpul. Pericarp dan testa menjadi

satu. Memiliki anekaragam warna mulai dari putih jernih atau putih pucat sampai

berbagai tingkat warna merah dan cokelat keunguan tua. Endospermnya keras

(28)

dalamnya. Endosperm biasanya putih namun bisa kuning yang disebabkan oleh

pigmen-pigmen karotenoid. Diameter biji bervariasi dari 4-8 mm dan beratnya

sekitar 10-60 mg (Golsworthy dan Fisher, 1992)

Gambar 5. Biji sorgum dalam fase pengisian biji

Syarat Tumbuh

Iklim

Sorgum adalah tanaman yang kuat dan mampu bertahan pada iklim yang

ekstrim lebih dari tanaman serelia lain. Sorgum dapat bertahan pada

bermacam-macam temperatur dari 15.5⁰C – 40.5⁰C, dengan curah hujan sekitar 35 – 150

mm/thn (Thakur, 1980). Sorgum dapat tumbuh hingga ketinggian 1500 m dpl dan

dapat tumbuh dan menghasilkan di dataran rendah ditempat tanaman jagung tidak

dapat tumbuh (Rismunandar, 1986). Sepanjang hidupnya tanaman sorgum

memerlukan sinar matahari penuh, oleh karena itu saat tanam yang cocok adalah

musim kemarau. Tanaman sorgum mampu beradaptasi pada daerah yang luas

mulai 45⁰LU sampai dengan 40⁰LS mulai dari daerah dengan iklim tropis kering

sampai daerah beriklim basah (Sumarno dan karsono, 1996), dengan kelembapan

relatif 20 – 40 % (Sudaryono, 1996). Tanaman sorgum masih dapat menghasilkan

(29)

Tanah

Sorgum juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir, ia dapat tumbuh

pada pH tanah berkisar 5.0 – 5.5 dan lebih bertoleransi terhadap tanah salin

dibanding jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu

kritis bagi tanaman lainnya (Laemeheriwa, 1990). Sorgum cocok pada tanah liat

berlempung yang kaya akan humus. Walaupun sorgum lebih mampu bertahan

pada kondisi yang tergenang dibanding tanaman jagung, namun drainase yang

lebih baik, cocok untuk pertumbuhannya (Thakur, 1980).

Agronomi

Cara budidaya tanaman sorgum mudah dengan biaya relatif murah, dapat

ditanam secara monokultur maupun tumpang sari dan mempunyai kemampuan

untuk tumbuh kembali setelah dilakukan pemangkasan pada batang bawah dalam

satu kali tanam dengan hasil yang tidak jauh berbeda, tergantung pemeliharaan

tanamannya. Selain itu tanaman sorgum lebih resisten terhadap serangan hama

dan penyakit sehingga resiko gagal panen relatif kecil (Sumarno dan Karsono,

1996). Sorgum sebaiknya ditanam pada akhir musim hujan atau awal musim

kemarau. Hal ini dilakukan agar tanaman bisa tumbuh optimal dan malai terisi

sempurna, selain untuk menghindari serangan cendawan. Agar diperoleh

produksi yang tinggi sebaiknya dipilih benih yang bersertifikat dengan daya

kecambah benih minimal 90% dengan bentuk dan warna yang seragam, seperti

varietas Numbu dan Kawali. Sebelum penanaman tanah hendaknya diolah

sedalam 15-20 cm untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase,

(30)

Varietas

Data pada Tabel 1 adalah varietas yang sudah dilepas oleh pemerintah

(Badan Litbang Pertanian Penelitian, Jagung, Sorgum dan Gandum oleh Balai

[image:30.595.115.512.249.470.2]

Penelitian Serealia di Marros Sulawesi Selatan, data hingga tahun 2001.

Tabel 1. Varietas sorgum yang telah dilepas Badan Litbang Pertanian hingga thn 2001 yang di update terakhir tahun 2013

Varietas TT (cm) Umur Hasil Warna

(hari) (Ton/ha) Biji

No.6c (1970) 165-238 96-106 4.6-6.0 Coklat

UPCA-S2(1972) 180-210 105-110 4.0-4.9 Coklat

KD4 (1973) 140-180 90-100 +/-4.0 Putih kapur

Keris (1983) 80-125 70-80 2.5 Putih kotor

UPCA-S1 (1985) 140-160 90-100 +/-4.0 Putih kapur

Badik (1986) 145 80-85 3.0-3.5 Putih kapur

Negari Genjah +/-145 81 3.4-4.0

(1986)

Mandau (1991) 153 91 4.5-5.0 Coklat muda

Sangkur (1991) 150-180 82-96 3.6-4.0 Coklat muda

Kawali (2001) +/- 135 +/-100-110 2.96 Krem

Numbu (2001) +/-180 +/-100-105 3.11 Krem

Sumbe

Kebanyakan dari varietas sorgum merupakan hasil persilangan galur

murni dari varietas lokal atau hasil seleksi dari persilangan beberapa varietas

sorgum (Thakur, 1980). Varietas sorgum di Indonesia masih sedikit dan

rendahnya perkembangan tanaman sorgum, hal ini disebabkan oleh rendahnya

keragaman genetik dan produktivitas dari tanaman tersebut. Umur panen tanaman

merupakan salah satu pertimbangan bagi petani dalam memilih varietas. Petani

umumnya memilih varietas genjah (umur 89-95 hari). Dalam deskripsi varietas

tanaman, sering kali suatu varietas dikelompokkan berdasarkan umur panen yaitu

(31)

lebih dari 95 hari (Soebandi, 1988). Varietas Numbu beradaptasi baik pada lahan

kering masam, dengan hasil 5 ton/ha, tahan terhadap penyakit karat dan bercak

daun. Varietas Kawali dicirikan oleh tanaman yang pendek (135 cm) dan malai

yang agak tertutup, sehingga kurang disenangi oleh burung. Kedua varietas ini

mempunyai umur dalam, berkisar antara 100-110 hari (Singgih dan Hamdani

2002).

Ekologi Pertumbuhan

Sorgum relatif lebih dapat beradaptasi pada kisaran kondisi ekologi yang

luas. Tanaman sorgum, mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap

kekeringan dan genangan bila dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya

serta dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah. Tanaman ini dapat tumbuh baik

pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum juga dapat tumbuh

pada tanah-tanah berpasir. la dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 5,0-5,5 dan

lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari pada jagung (Laemeheriwa,

1990). Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23°C-30°C

dengan kelembaban relatif 20-40%. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m

diatas permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20°C, pertumbuhan tanaman

akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan

adalah berkisar antara 375 - 425 mm.

Laju pertumbuhan tanaman sorgum lebih cepat, umurnya hanya empat

bulan sedangkan tebu 7-9 bulan, kebutuhan benih sorgum 5-10 kg/ha, sedangkan

tebu 4.500-6.000 stek batang/ha. Menurut Almodares dan Hadi (2008), sorgum

(32)

potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol melalui fermentasi bagase,

nira batang, dan biji.

Manfaat Sorgum

Selain sebagai pengganti bahan pangan, sorgum juga memiliki banyak

manfaat. Sorgum bisa dijadikan sebagai bahan bakar nabati (biofuel), merupakan salah satu bahan yang berpotensi sebagai bahan baku etanol (Murty dan Sahni,

1990; Goldsworthy dan Fisher, 1992). Sementara itu batang dari sorgum manis

(sweet sorghum) dapat diperas niranya untuk bahan pembuatan gula atau jiggery, bir, kertas, plastic bio, sirup, pati dan bermacam-macam makanan olahan (Murty

dan Sahni, 1990). Selain itu sorgum juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan

ternak unggas (biji) maupun ternak ruminansia untuk batang dan daunnya, serta

sebagai bahan bangunan untuk batangnya (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Beberapa varietas sorgum yang memiliki malai yang panjang bisa dimanfaatkan

menjadi sapu. Sorgum mengandung komponen fitokimia seperti tannin, asam

fenolat, antosianin, fitosterol dan polikosanol yang secara signifikan

mempengaruhi kesehatan (Awika dan Rooney, 2004). Beberapa penelitian

melaporkan bahwa komponen bioaktif yang terdapat dalam sorgum berfungsi

sebagai anti oksidan dan dapat menurunkan kadar kolesterol darah (Cho et al, 2000). Ekstrak sorgum dapat meningkatkan poliferasi sel limfosit (2-71%).

Ekstrak sorgum mampu menghambat pertumbuhan sel kanker kolon raji hingga

80.08%. Hasil penelitian menujukkan bahwa ekstrak sorgum mampu menghambat

poliferasi sel kanker (Shih et al, 2007; Awika et al. 2009).

Beberapa jenis makanan dari sorgum berdasarkan cara pengolahannya

(33)

1) makanan sejenis roti tanpa ragi misalnya chapatti dan tortilla, 2) makanan

sejenis roti dengan ragi misalnya injera, kisia dan dosai, 3) makanan bentuk bubur

kental misalnya to, tuwu, ugali, bagobe, sankati, 4) makanan bentuk bubur cair

misalnya, ogi, ugi, ambili, edi, 5) makanan camilan misalnya pop sorgum, tape

sorgum, emping sorgum, 6) sorgum rebus misalnya urap sorgum.

Gulma Sebagai TumbuhanPesaing

Kompetisi sebagai sebuah aksi berusaha mendapatkan apa yang lain yang

bisa didapatkan dengan berusaha keras pada saat yang bersamaan (Zimdahl.,

2004), juga merupakan interaksi antara tanaman-tanaman dan lingkungan dimana

selama pertumbuhannya mengubah lingkungan sekitarnya dan perubahan

lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan komponen tanaman (Aspinal dan

Milthorpe, 1959 dalam Zimdahl, 2004).

Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma bergantung pada empat

faktor yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kerapatan gulma, tingkat cekaman air

dan hara serta species gulma (Fadly et al, 2004). Untuk meminimalkan dampak dari kehadiran gulma Bengal dayflower pada tanaman kacang, petani perlu

menjaga tanaman kacang mereka agar bebas dari gulma Bengal dayflower antara

3 dan 7 minggu setelah munculnya kacang (Webster et al, 2007).

Pengaruh gulma terhadap tanaman dapat terjadi secara langsung yaitu

dalam hal bersaing untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh.

Secara tidak langsung sejumlah gulma merupakan inang dari hama dan penyakit

(Moenandir et al, 1996). Daya saing tanaman dengan gulma tidak selalu meningkat dengan penambahan nutrient (Bhaskar dan Vyas, 1988), walaupun

(34)

dalam Ugen et al, 2002). Daya saing kacang dengan gulma terkait dengan indeks luas daun (Wortman, 1993). Indeks luas daun kacang bisa meningkat dengan

semakin banyaknya nutrient yang tersedia, walaupun daya saing dari beberapa

gulma dan kacang relatif bisa meningkat dibawah kondisi kekurangan nutrient

(Ugen, etal, 2002).

Gulma merupakan penyebab kehilangan hasil tanaman budidaya lewat

persaingan untuk cahaya, air, nutrisi, COᴤ, ruang dan lain-lannya. Kehilangan

hasil tersebut dapat pula didekati dengan membandingkan hasil dari lahan

bergulma dan bebas gulma (Munandir, 1993). Tingkat kehilangan hasil

tergantung pada alam, tahap intensitas dan durasi persaingan dengan gulma

(Bosnic dan Swanton, 1997, Knezevic et al, 2003). Tanpa pengendalian gulma musiman dapat menurunkan produksi kacang sampai 70% (Malik et al, 1993), dengan kehilangan produksi kacang 0.38 kg/ha untuk peningkatan biomassa

gulma setiap 1 kg/ha (Chikoye et al, 1995). Kehadiran Bengal Dayflower yang cukup lama dengan kepadatan 10 tanaman/m², menurunkan produksi kapas hingga

40 sampai 60 % di Africa Barat (Ahanchede 1996 dalam Webster et al 2008). Gulma dapat mengakibatkan kerugian pada tanaman jagung (Lafitte, 1994).

Hasil penelitian Murrinie (2010) menyatakan keberadaan gulma dapat

menurunkan bobot polong segar kacang tanah di Pati hingga 34,8 % per tanaman

(36.6%/ha) dan bobot polong kering 37.4% per tanaman (32.3%/ha) serta

menurunkan bobot biji 30.4%/ha.

Pengendalian gulma harus dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan

(35)

Periode Kritis

Periode kritis merupakan suatu masa dimana tanaman sangat rentan

dengan kehadiran gulma, yang mengakibatkan tanaman tidak dapat memperoleh

zat nutrisi sepenuhnya, akibat kehadiran gulma sebagai pesaing. Penentuan

periode kritis pengendalian gulma/the critical periode for weed control (CPWC) memperlihatkan pentingnya pengelolaan gulma waktu post emergence, khususnya

pada tanaman toleran herbisida (Knezevic et al. 2003). Waktu penyiangan gulma merupakan komponen penting dari manajemen pengendalian gulma terpadu pada

sistem produksi tanaman (Portugal dan Vidal, 2009). Penerapan periode kritis

akan memaksimalkan efektivitas teknik pengendalian gulma dalam hal manfaat

terhadap hasil panen di musim tertentu (Webster et al, 2007).

Bila tanaman bebas gulma selama periode kritisnya diharapkan

produktivitasnya tidak terganggu, dengan diketahuinya periode kritis,

pengendalian gulma menjadi ekonomis sebab hanya terbatas pada awal periode

kritis, tidak harus pada seluruh siklus hidup tanaman (Moenandir, 1996).

Persaingan gulma sebelum dan sesudah periode kritis tidak memberi effek yang

berarti terhadap produksi tanaman (Monteiro et al, 2011).

Widyatama et al, (2010) dalam penelitiannya membuktikan dengan keberadaan gulma selama 0-4 minggu setelah tanam sudah dapat menurunkan

hasil biji kering secara nyata, sedangkan apabila gulma dibiarkan tumbuh setelah

umur 4 minggu setelah tanam tidak akan berpengaruh secara nyata terhadap hasil

biji kering apabila dibandingkan dengan bebas gulma sampai panen

(36)

terhadap hasil. Hasil dari perlakuan bebas gulma pada kedelai hitam, lebih tinggi

dibandingkan perlakuan kedelai hitam bergulma. Hasil penelitian menunjukkan

periode kritis kedelai hitam berada diantara umur 0-4 minggu.

Pengendalian gulma pada periode kritis untuk tanaman kentang

menunjukkan total produksi 95%, artinya persentasi kehilangan hasil sangat

sedikit yaitu hanya 5%, dan periode kritis ini diestimasi dari 26-66 dan dari 20-61

hari setelah berkecambah untuk masing-masing musim hujan dan musim kering

dan jika pada periode kritis ini tidak dilakukan pengendalian gulma kehilangan

produksi kentang bisa mencapai 86% (Monteiro et al, 2011). Pada tahun 2004 periode kritis pengendalian gulma antara 316-607 derajat pertumbuhan, penting

untuk menghindari lebih besar dari 5% kehilangan produksi kacang pada interval

8 Juni dan 2 Juli. Pada tahun 2005, periode kritis pengendalian gulma antara

185-547 derajat pertumbuhan atau disebut juga GDD (Growing degree days) pada interval 30 Mei dan 3 Juli. Periode kritis ini tidak terjadi di awal musim

tanam dan tidak berlangsung lama (Webster et al, 2007).

Periode kritis pengendalian gulma untuk tanaman bengal dayflower pada

kapas tidak dapat diukur. Peneliti sebelumnya telah membuktikan bahwa kultur

teknis tanaman seperti pemupukan, jarak tanam dan tanggal penanaman dapat

mempengaruhi interaksi tanaman gulma dan durasi dari periode kritis

pengendalian gulma (Evans, et al 2003; Knezevic et al. 2003), namun dalam penelitian Webster et al (2009) telah berhasil menemukan periode kritis pengendalian gulma Bengal dayflowers pada tanaman kapas adalah selama dua

minggu dengan interval antara 0-12 minggu setelah penanaman. Periode kritis

(37)

52 hari dengan derajat tumbuh 190-800, dengan kehilangan hasil kapas mencapai

40-60%. Dan pada Juni 2005 mulai dari 18 HST selama 59 hari dengan derajat

tumbuh 190-910.

Pada hasil penelitian Hendrival et al (2014), memperlihatkan bahwa periode kritis kacang kedelai varietas kipas merah dalam persaingan dengan

gulma terjadi pada saat tanaman berumur 2 – 6 minggu setelah tanam.

Hasil penelitian Pertiwi (2012) menunjukkan bahwa periode kritis

tanaman kubis bunga saat berumur 14-28 hari setelah tanam, dengan titik kritis

pada 21 HST. Kehilangan hasil kubis bunga karena persaingan dengan gulma

terbesar pada perlakuan bergulma sepanjang musim tanam adalah 48.05%,

sedangkan kehilangan hasil pada waktu periode kritis adalah 16.32 % - 32.98 %.

Terjadi pengaruh yang signifikan pada bobot kering gulma dan komponen

pertumbuhan kubis bunga akibat persaingan dengan gulma pada kedua perlakuan

bergulma dan bebas gulma.

Hasil penelitian Rahayu et al (2003) menemukan bahwa periode kritis tanaman jagung manis dalam persaingan dengan gulma ada pada saat tanaman

berumur 21 -28 hari setelah tanam.

Hasil penelitian Meriyanti (2010) terhadap tanaman padi sawah

menginformasikan bahwa berdasarkan biomassa tajuk padi hibrida dan hasil

gabah kering giling per hektar pada periode bergulma dan periode bersih gulma,

maka periode kritis tanaman padi hibrida terhadap persaingan dengan gulma

terjadi pada saat 2 MST hingga 6 MST. Implikasinya adalah bahwa gulma pada

tanaman padi hibrida harus dikendalikan pada saat 2-6 MST agar kehilangan

(38)

Hasil penelitian Samosir (2010), menunjukkan periode kompetisi gulma

E. crus-galli nyata menurunkan jumlah anakan, jumlah daun, indeks luas daun, bobot kering akar dan tajuk, anakan produktif, biji isi, produksi gabah tanaman

padi hibrida. Semakin lama gulma E.crus-galli berkompetisi dengan tanaman padi maka pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman padi hibrida akan

semakin menurun. Semakin lama gulma E.crus-galli hadir di pertanaman padi maka semakin besar penurunan hasil padi. Berdasarkan peubah hasil gabah

kering giling padi pada periode bersih gulma E.crus-galli dan bergulma gulma

E.crus-galli, periode kritis tanaman padi hibrida terhadap E.crus-galli terjadi pada umur 4-8 MST.

Kompetisi sebelum atau setelah periode kritis memiliki efek yang dapat

diabaikan pada hasil panen (Monteiro et al, 2011)

Menyiang

Untuk mengurangi gulma petani melakukan penyiangan (hand weeding) karena mudah dan murah, selain itu juga ramah lingkungan (Moenandir, 1996),

ini merupakan cara pengendalian yang sangat praktis, aman dan efisien dan

terutama jika diterapkan pada suatu area yang tidak begitu luas dan di daerah yang

cukup banyak tenaga kerja (Widyatama et al, 2010). Penyiangan termasuk pengendalian mekanis secara manual, yaitu dengan cara merusak sebagian atau

seluruh gulma sampai terganggu pertumbuhannya atau mati, sehingga tidak

mengganggu tanaman .

Efektifitas penyiangan sangat ditentukan oleh ketepatan dalam

menetapkan waktu pelaksanaannya (Moenandir, 1996). Pemilihan waktu

(39)

mempersingkat masa persaingan. Dalam siklus hidup tumbuhan tidak semua fase

pertumbuhan suatu tanaman budidaya peka terhadap kompetisi gulma

(Widyatama et al, 2010). Penyiangan yang tepat dilakukan sebelum gulma memasuki fase generatif (Sukman dan Yakup, 1995). Pada awal pertumbuhan

belum terjadi kompetisi antara tanaman dengan gulma, namun pengendalian

gulma pada periode ini paling efisien dan efektif karena memberi kesempatan

pada tanaman budidaya untuk tumbuh dan menguasai ruang tumbuh. Penyiangan

dapat menekan pertumbuhan gulma juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah

(Moenandir, 1993). Pengendalian gulma yang terlambat satu bulan dapat

menurunkan hasil hingga 17% (Lamid, 1984, dalam Nasution et al, 2013). Penyiangan yang dilakukan dengan tangan terhadap gulma (Parthenium hysterophorus L.) pada hari ke 19-89 dan 45-57 HST menunjukkan manfaat yang lebih tinggi pada produksi tanaman sorgum pada tahun 1999 dan tahun

2000, dimana kehilangan produksi hanya sekitar 10%, namun pada 61-68 HST

menunjukkan persaingan yang lebih parah (Tamado et al, 2002). Waktu penyiangan yang tepat pada tanaman kedelai hitam (Glycine max (L.) Merill), cukup dilakukan pada saat tanaman berumur dua dan tiga minggu setelah tanam

(Widyatama, et al. 2010).

Waktu penyiangan yang tepat merupakan salah satu aspek budidaya

anaman sorgum yang penting. Karena pada awal pertumbuhan sorgum kurang

dapat bersaing dengan gulma, karena itu harus diusahakan agar areal tanaman

pada saat tanaman masih muda harus bersih dari gulma. ada pengaruh waktu

(40)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Sorgum

Tanaman sorgum (Sorgum bicolor L.) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan,

dibudidayakan di daerah kering seperti di Afrika. Sorgum merupakan tanaman

sereal yang besar di Ethiopia Timur. Sekitar 44% (149.030 ha) daerah Ethiopia

Timur di budidayakan sorgum dan dianggap sebagai sarana utama untuk bertahan

hidup bagi manusia di beberapa bagian semi kering Ethiopia Timur di mana

seringkali tanaman gagal tumbuh karena rendahnya curah hujan (CSA, 1996).

Dari benua Afrika menyebar luas ke daerah tropis dan subtropik. Tanaman ini

memiliki adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan, sehingga sorgum

menyebar ke seluruh dunia. Negara penghasil utama sorgum adalah Amerika,

Argentina, RRC, India, Nigeria dan beberapa Negara Afrika Timur, Yaman dan

Australia (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Tanaman sorgum mirip dengan jagung, di Indonesia biji sorgum dikenal

sebagai tanaman palawija dengan berbagai nama daerah, antara lain yaitu jagung

pari, oncer/cantel (Jawa), gandrung, gandum (Minang kabau), jagung cetrik,

degem, kumpay (Sunda), wataru hamu garai.

Uraian Botanis

Taksonomi

Tanaman sorgum dapat diklasifikasikan sebagai berikut, kingdom

(41)

Monocotyledoneae, ordo Poales, family Graminaceae, genus Sorghum, species

[image:41.595.156.471.155.232.2]

Shorgum bicolor (L.) Moench.

Gambar 1. Tanaman sorgum dan akar

Morfologi

Doggett (1970) dan Huldquist (1973), dalam Goldsworthy dan Fisher

(1992) mengatakan bahwa batang sorgum padat. Batang berbentuk silinder

mencapai ketinggian sekitar 3-4 m. Diameter batang berkisar antara 1.25 – 6.25

cm. Memiliki empulur yang ada berasa manis. Permukaan batang memuliki

lapisan lilin dengan warna hijau ke abu-abuan ( Thakur, 1980).

Gambar 2. Batang sorgum dengan penampang melintang, terlihat empulur pada batang

Daun-daun biasanya terdapat secara berselang dalam dua baris pada

sisi-sisi batang yang berlawanan dan masing-masing terdiri atas satu pelepah dan

helaian. Pelepah daun membungkus batang dan melekat pada satu buku.

Daun-daun yang dewasa (helaian) dapat mencapai 300 mm sampai 1350 mm dengan

[image:41.595.151.474.451.532.2]
(42)

spesies-spesies liar, daun dapat sepanjang 300 – 750 mm tetapi biasanya sangat

[image:42.595.125.502.374.591.2]

sempit 5-70 mm (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Gambar 3. Daun tanaman sorgum dan daun bendera pada pucuk tanaman membungkus malai

Berbeda dengan jagung, bunga jantan dan betina pada sorgum berada

pada ujung malai. Malai terbuka dan relatif tebal. Sekitar 95% bunga sorgum

menyerbuk sendiri (Metcalfe dan Elkins, 1980).

Gambar 4. Bunga sorgum mulai dari pembentukan malai hingga menjadi biji

Anatomi biji

Biji berbentuk bola dengan ujung tumpul. Pericarp dan testa menjadi

satu. Memiliki anekaragam warna mulai dari putih jernih atau putih pucat sampai

berbagai tingkat warna merah dan cokelat keunguan tua. Endospermnya keras

(43)

dalamnya. Endosperm biasanya putih namun bisa kuning yang disebabkan oleh

pigmen-pigmen karotenoid. Diameter biji bervariasi dari 4-8 mm dan beratnya

sekitar 10-60 mg (Golsworthy dan Fisher, 1992)

Gambar 5. Biji sorgum dalam fase pengisian biji

Syarat Tumbuh

Iklim

Sorgum adalah tanaman yang kuat dan mampu bertahan pada iklim yang

ekstrim lebih dari tanaman serelia lain. Sorgum dapat bertahan pada

bermacam-macam temperatur dari 15.5⁰C – 40.5⁰C, dengan curah hujan sekitar 35 – 150

mm/thn (Thakur, 1980). Sorgum dapat tumbuh hingga ketinggian 1500 m dpl dan

dapat tumbuh dan menghasilkan di dataran rendah ditempat tanaman jagung tidak

dapat tumbuh (Rismunandar, 1986). Sepanjang hidupnya tanaman sorgum

memerlukan sinar matahari penuh, oleh karena itu saat tanam yang cocok adalah

musim kemarau. Tanaman sorgum mampu beradaptasi pada daerah yang luas

mulai 45⁰LU sampai dengan 40⁰LS mulai dari daerah dengan iklim tropis kering

sampai daerah beriklim basah (Sumarno dan karsono, 1996), dengan kelembapan

relatif 20 – 40 % (Sudaryono, 1996). Tanaman sorgum masih dapat menghasilkan

(44)

Tanah

Sorgum juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir, ia dapat tumbuh

pada pH tanah berkisar 5.0 – 5.5 dan lebih bertoleransi terhadap tanah salin

dibanding jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu

kritis bagi tanaman lainnya (Laemeheriwa, 1990). Sorgum cocok pada tanah liat

berlempung yang kaya akan humus. Walaupun sorgum lebih mampu bertahan

pada kondisi yang tergenang dibanding tanaman jagung, namun drainase yang

lebih baik, cocok untuk pertumbuhannya (Thakur, 1980).

Agronomi

Cara budidaya tanaman sorgum mudah dengan biaya relatif murah, dapat

ditanam secara monokultur maupun tumpang sari dan mempunyai kemampuan

untuk tumbuh kembali setelah dilakukan pemangkasan pada batang bawah dalam

satu kali tanam dengan hasil yang tidak jauh berbeda, tergantung pemeliharaan

tanamannya. Selain itu tanaman sorgum lebih resisten terhadap serangan hama

dan penyakit sehingga resiko gagal panen relatif kecil (Sumarno dan Karsono,

1996). Sorgum sebaiknya ditanam pada akhir musim hujan atau awal musim

kemarau. Hal ini dilakukan agar tanaman bisa tumbuh optimal dan malai terisi

sempurna, selain untuk menghindari serangan cendawan. Agar diperoleh

produksi yang tinggi sebaiknya dipilih benih yang bersertifikat dengan daya

kecambah benih minimal 90% dengan bentuk dan warna yang seragam, seperti

varietas Numbu dan Kawali. Sebelum penanaman tanah hendaknya diolah

sedalam 15-20 cm untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase,

(45)

Varietas

Data pada Tabel 1 adalah varietas yang sudah dilepas oleh pemerintah

(Badan Litbang Pertanian Penelitian, Jagung, Sorgum dan Gandum oleh Balai

[image:45.595.115.512.249.470.2]

Penelitian Serealia di Marros Sulawesi Selatan, data hingga tahun 2001.

Tabel 1. Varietas sorgum yang telah dilepas Badan Litbang Pertanian hingga thn 2001 yang di update terakhir tahun 2013

Varietas TT (cm) Umur Hasil Warna

(hari) (Ton/ha) Biji

No.6c (1970) 165-238 96-106 4.6-6.0 Coklat

UPCA-S2(1972) 180-210 105-110 4.0-4.9 Coklat

KD4 (1973) 140-180 90-100 +/-4.0 Putih kapur

Keris (1983) 80-125 70-80 2.5 Putih kotor

UPCA-S1 (1985) 140-160 90-100 +/-4.0 Putih kapur

Badik (1986) 145 80-85 3.0-3.5 Putih kapur

Negari Genjah +/-145 81 3.4-4.0

(1986)

Mandau (1991) 153 91 4.5-5.0 Coklat muda

Sangkur (1991) 150-180 82-96 3.6-4.0 Coklat muda

Kawali (2001) +/- 135 +/-100-110 2.96 Krem

Numbu (2001) +/-180 +/-100-105 3.11 Krem

Sumbe

Kebanyakan dari varietas sorgum merupakan hasil persilangan galur

murni dari varietas lokal atau hasil seleksi dari persilangan beberapa varietas

sorgum (Thakur, 1980). Varietas sorgum di Indonesia masih sedikit dan

rendahnya perkembangan tanaman sorgum, hal ini disebabkan oleh rendahnya

keragaman genetik dan produktivitas dari tanaman tersebut. Umur panen tanaman

merupakan salah satu pertimbangan bagi petani dalam memilih varietas. Petani

umumnya memilih varietas genjah (umur 89-95 hari). Dalam deskripsi varietas

tanaman, sering kali suatu varietas dikelompokkan berdasarkan umur panen yaitu

(46)

lebih dari 95 hari (Soebandi, 1988). Varietas Numbu beradaptasi baik pada lahan

kering masam, dengan hasil 5 ton/ha, tahan terhadap penyakit karat dan bercak

daun. Varietas Kawali dicirikan oleh tanaman yang pendek (135 cm) dan malai

yang agak tertutup, sehingga kurang disenangi oleh burung. Kedua varietas ini

mempunyai umur dalam, berkisar antara 100-110 hari (Singgih dan Hamdani

2002).

Ekologi Pertumbuhan

Sorgum relatif lebih dapat beradaptasi pada kisaran kondisi ekologi yang

luas. Tanaman sorgum, mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap

kekeringan dan genangan bila dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya

serta dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah. Tanaman ini dapat tumbuh baik

pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum juga dapat tumbuh

pada tanah-tanah berpasir. la dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 5,0-5,5 dan

lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari pada jagung (Laemeheriwa,

1990). Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23°C-30°C

dengan kelembaban relatif 20-40%. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m

diatas permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20°C, pertumbuhan tanaman

akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan

adalah berkisar antara 375 - 425 mm.

Laju pertumbuhan tanaman sorgum lebih cepat, umurnya hanya empat

bulan sedangkan tebu 7-9 bulan, kebutuhan benih sorgum 5-10 kg/ha, sedangkan

tebu 4.500-6.000 stek batang/ha. Menurut Almodares dan Hadi (2008), sorgum

(47)

potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol melalui fermentasi bagase,

nira batang, dan biji.

Manfaat Sorgum

Selain sebagai pengganti bahan pangan, sorgum juga memiliki banyak

manfaat. Sorgum bisa dijadikan sebagai bahan bakar nabati (biofuel), merupakan salah satu bahan yang berpotensi sebagai bahan baku etanol (Murty dan Sahni,

1990; Goldsworthy dan Fisher, 1992). Sementara itu batang dari sorgum manis

(sweet sorghum) dapat diperas niranya untuk bahan pembuatan gula atau jiggery, bir, kertas, plastic bio, sirup, pati dan bermacam-macam makanan olahan (Murty

dan Sahni, 1990). Selain itu sorgum juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan

ternak unggas (biji) maupun ternak ruminansia untuk batang dan daunnya, serta

sebagai bahan bangunan untuk batangnya (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Beberapa varietas sorgum yang memiliki malai yang panjang bisa dimanfaatkan

menjadi sapu. Sorgum mengandung komponen fitokimia seperti tannin, asam

fenolat, antosianin, fitosterol dan polikosanol yang secara signifikan

mempengaruhi kesehatan (Awika dan Rooney, 2004). Beberapa penelitian

melaporkan bahwa komponen bioaktif yang terdapat dalam sorgum berfungsi

sebagai anti oksidan dan dapat menurunkan kadar kolesterol darah (Cho et al, 2000). Ekstrak sorgum dapat meningkatkan poliferasi sel limfosit (2-71%).

Ekstrak sorgum mampu menghambat pertumbuhan sel kanker kolon raji hingga

80.08%. Hasil penelitian menujukkan bahwa ekstrak sorgum mampu menghambat

poliferasi sel kanker (Shih et al, 2007; Awika et al. 2009).

Beberapa jenis makanan dari sorgum berdasarkan cara pengolahannya

(48)

1) makanan sejenis roti tanpa ragi misalnya chapatti dan tortilla, 2) makanan

sejenis roti dengan ragi misalnya injera, kisia dan dosai, 3) makanan bentuk bubur

kental misalnya to, tuwu, ugali, bagobe, sankati, 4) makanan bentuk bubur cair

misalnya, ogi, ugi, ambili, edi, 5) makanan camilan misalnya pop sorgum, tape

sorgum, emping sorgum, 6) sorgum rebus misalnya urap sorgum.

Gulma Sebagai TumbuhanPesaing

Kompetisi sebagai sebuah aksi berusaha mendapatkan apa yang lain yang

bisa didapatkan dengan berusaha keras pada saat yang bersamaan (Zimdahl.,

2004), juga merupakan interaksi antara tanaman-tanaman dan lingkungan dimana

selama pertumbuhannya mengubah lingkungan sekitarnya dan perubahan

lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan komponen tanaman (Aspinal dan

Milthorpe, 1959 dalam Zimdahl, 2004).

Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma bergantung pada empat

faktor yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kerapatan gulma, tingkat cekaman air

dan hara serta species gulma (Fadly et al, 2004). Untuk meminimalkan dampak dari kehadiran gulma Bengal dayflower pada tanaman kacang, petani perlu

menjaga tanaman kacang mereka agar bebas dari gulma Bengal dayflower antara

3 dan 7 minggu setelah munculnya kacang (Webster et al, 2007).

Pengaruh gulma terhadap tanaman dapat terjadi secara langsung yaitu

dalam hal bersaing untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh.

Secara tidak langsung sejumlah gulma merupakan inang dari hama dan penyakit

(Moenandir et al, 1996). Daya saing tanaman dengan gulma tidak selalu meningkat dengan penambahan nutrient (Bhaskar dan Vyas, 1988), walaupun

(49)

dalam Ugen et al, 2002). Daya saing kacang dengan gulma terkait dengan indeks luas daun (Wortman, 1993). Indeks luas daun kacang bisa meningkat dengan

semakin banyaknya nutrient yang tersedia, walaupun daya saing dari beberapa

gulma dan kacang relatif bisa meningkat dibawah kondisi kekurangan nutrient

(Ugen, etal, 2002).

Gulma merupakan penyebab kehilangan hasil tanaman budidaya lewat

persaingan untuk cahaya, air, nutrisi, COᴤ, ruang dan lain-lannya. Kehilangan

hasil tersebut dapat pula didekati dengan membandingkan hasil dari lahan

bergulma dan bebas gulma (Munandir, 1993). Tingkat kehilangan hasil

tergantung pada alam, tahap intensitas dan durasi persaingan dengan gulma

(Bosnic dan Swanton, 1997, Knezevic et al, 2003). Tanpa pengendalian gulma musiman dapat menurunkan produksi kacang sampai 70% (Malik et al, 1993), dengan kehilangan produksi kacang 0.38 kg/ha untuk peningkatan biomassa

gulma setiap 1 kg/ha (Chikoye et al, 1995). Kehadiran Bengal Dayflower yang cukup lama dengan kepadatan 10 tanaman/m², menurunkan produksi kapas hingga

40 sampai 60 % di Africa Barat (Ahanchede 1996 dalam Webster et al 2008). Gulma dapat mengakibatkan kerugian pada tanaman jagung (Lafitte, 1994).

Hasil penelitian Murrinie (2010) menyatakan keberadaan gulma dapat

menurunkan bobot polong segar kacang tanah di Pati hingga 34,8 % per tanaman

(36.6%/ha) dan bobot polong kering 37.4% per tanaman (32.3%/ha) serta

menurunkan bobot biji 30.4%/ha.

Pengendalian gulma harus dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan

(50)

Periode Kritis

Periode kritis merupakan suatu masa dimana tanaman sangat rentan

dengan kehadiran gulma, yang mengakibatkan tanaman tidak dapat memperoleh

zat nutrisi sepenuhnya, akibat kehadiran gulma sebagai pesaing. Penentuan

periode kritis pengendalian gulma/the critical periode for weed control (CPWC) memperlihatkan pentingnya pengelolaan gulma waktu post emergence, khususnya

pada tanaman toleran herbisida (Knezevic et al. 2003). Waktu penyiangan gulma merupakan komponen penting dari manajemen pengendalian gulma terpadu pada

sistem produksi tanaman (Portugal dan Vidal, 2009). Penerapan periode kritis

akan memaksimalkan efektivitas teknik pengendalian gulma dalam hal manfaat

terhadap hasil panen di musim tertentu (Webster et al, 2007).

Bila tanaman bebas gulma selama periode kritisnya diharapkan

produktivitasnya tidak terganggu, dengan diketahuinya periode kritis,

pengendalian gulma menjadi ekonomis sebab hanya terbatas pada awal periode

kritis, tidak harus pada seluruh siklus hidup tanaman (Moenandir, 1996).

Persaingan gulma sebelum dan sesudah periode kritis tidak memberi effek yang

berarti terhadap produksi tanaman (Monteiro et al, 2011).

Widyatama et al, (2010) dalam penelitiannya membuktikan dengan keberadaan gulma selama 0-4 minggu setelah tanam sudah dapat menurunkan

hasil biji kering secara nyata, sedangkan apabila gulma dibiarkan tumbuh setelah

umur 4 minggu setelah tanam tidak akan berpengaruh secara nyata terhadap hasil

biji kering apabila dibandingkan dengan bebas gulma sampai panen

(51)

terhadap hasil. Hasil dari perlakuan bebas gulma pada kedelai hitam, lebih tinggi

dibandingkan perlakuan kedelai hitam bergulma. Hasil penelitian menunjukkan

periode kritis kedelai hitam berada diantara umur 0

Gambar

Gambar 2. Batang sorgum dengan penampang melintang, terlihat empulur  pada batang
Gambar 3.  Daun tanaman sorgum dan daun bendera pada pucuk tanaman  membungkus malai
Tabel 1. Varietas sorgum yang telah dilepas Badan Litbang Pertanian hingga thn 2001 yang di update terakhir tahun 2013
Gambar 1.  Tanaman sorgum dan akar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka penulis akan fokus pada pembahasan tentang pemahaman suami di Desa Bandungharjo Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara terhadap sighat taklik talak dan keterkaitan

In this paper, we study the complementarity problem from a modeling perspective with emphasis on economic examples, show how to model such problems within the GAMS modeling

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bentuk pelaksanaan pengembangan, siapa saja yang terlibat, tujuan dilaksanakan, dan faktor pendukung serta penghambat dalam

Dalam penelitian ini diketemukan bahwa dalam Pura Kancing Bumi terdapat nialai pendidikan Tatwa yaitu menunutun umat agar dapat meningkatkan keimanan ( sradha ) terhadap

Syamsu Yusuf menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat juga diartikan sebagai proses

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan dan penerapan media teka-teki silang dan metode talking stick dapat meningkatkan hasil belajar IPS

Sampel penelitian ditentukan secara sengaja yaitu petani padi organik di tiga wilayah yang diteliti, yaitu Desa Untoro (Kabupaten Lampung Tengah), Desa Fajar Esuk dan Desa

Dalam Dictionary of Psychology ( 1972) dan The Penguin Dictionary of Psychology ( 1988 ) arti perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan – tahapan perubahan yang