EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIFTIPE JIGSAW DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Ganjil SMPN 1 Pekalongan Kab. Lampung Timur, Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh Neliyan Anggraini
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pekalongan Kab. Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
NELIYAN ANGGRAINI
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ditinjau dari pe-mahaman konsep matematis siswa. Desain penelitian adalah pre-test post-test control design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester
genap SMP Negeri 1 Pekalongan Kabupaten Lampung Timur tahun pelajaran 2012/2013 dan sebagai sampel penelitian adalah kelas VII.2 dan VII.3 yang dipilih dari enam kelas dengan cara purposive sampling. Berdasarkan hasil
analisis data, diperoleh bahwa nilai rata-rata pemahaman konsep matematis siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari pada nilai rata-rata pembelajaran konvensional. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw efektif diterapkan terhadap pemahaman konsep matematis siswa.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 8
1. Belajar dan Pembelajaran ... 8
2. Efektivitas Pembelajaran ... 10
3. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw ... 10
4. Pembelajaran Konvensional ... 15
5. Pemahaman Konsep Matematis ... 15
B. Kerangka Pikir ... 17
C. Anggapan Dasar ... 19
A. Populasi dan Sampel ... 20
B. Desain Penelitian ... 21
C. Data Penelitian ... 22
D. Teknik Pengumpulan Data ... 22
E. Prosedur Penelitian ... 22
F. Instrumen Penelitian ... 25
G. Analisis data ... 27
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 30
1. Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 30
2. Pengujian Hipotesis ... 31
3. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 31
B. Pembahasan ... 32
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 37
B. Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses untuk menumbuhkembangkan potensi dalam diri seseorang. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan juga merupakan proses interaktif antar individu mau-pun individu dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada individu yang bersangkutan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Tujuan yang dimaksud dalam pelaksanaan pendidikan yaitu menanam pengetahuan, pendapat dan konsep serta mengubah sikap dan tingkah laku (Notoatmojo, 2008:68).
Pendidikan di sekolah dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan dila-kukan secara teratur dan sistematis, mempunyai jenjang dan terbagi dalam waktu-waktu tertentu. Pendidikan di sekolah berlangsung dalam proses pembelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran matematika.
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan tersebut tampak bahwa arah atau orientasi pembelajaran matematika adalah kemampuan pemahaman konsep matematika.
Hasil kajian dari Trends in Internasional Mathematicks an Science Study (TIMSS), yaitu suatu studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama menempatkan Indonesia di urutan ke-38 dari 45 negara dalam bidang matematika. Pada tahun 2011, Indonesia hanya mampu mengumpulkan 386 point dari skor rata-rata 500 point. Dalam tes yang dilaksanakan TIMSS, peserta Indonesia masih lemah dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan mengklasifikasikan objek, menjelaskan keterkaitan konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau oprasi tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan pemahaman konsep matematis siswa, maka hasil dari TIMSS dapat menunjukkan masih rendahnya pemahaman konsep matematis yang dimiliki oleh siswa SMP di Indonesia.
sumber informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Pembelajaran yang berlangsung seperti itu sering disebut dengan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guru dalam mendesain pembelajaran sehingga siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan konsep yang dipelajari dapat diserap secara maksimal.
Salah satu pembelajaran yang bisa membuat siswa lebih aktif dalam proses pem-belajaran yaitu pempem-belajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk bekerja sama dalam memahami pelajaran, serta saling bertukar pikiran dalam mendiskusikan suatu pembelajaran.
Kemudian anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan materi tersebut ke anggota kelompok asal. Dalam pembelajaran ini, siswa memahami materi melalui dua cara yaitu dengan mendiskusikan materi dan mengajarkan materi tersebut sehingga lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Kondisi yang terjadi pada pembelajaran matematika di Indonesia juga terjadi di SMP Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap guru matematika di SMP Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung masih bersifat konvensional. Guru melaksanakan pembelajaran diawali dengan menjelaskan materi di kelas, dilanjutkan dengan pemberian contoh soal dan diakhiri dengan pemberian tugas. Pada pembelajarannya, siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga materi yang diberikan kurang diserap oleh siswa. Hal inilah yang menyebabkan masih rendahnya pemahaman konsep siswa.
Bersadarkan uraian di atas maka penelitian tentang keefektifan pembelajaran kooperati tipe jigsaw dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian yaitu “Apakah pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematis yang mengikuti pembelajaran konvensional?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberi sumbangan pengetahuan dalam pengembangan pendidikan matematika terutama yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif tipejigsawdan pemahaman konsep matematis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, untuk memberikan informasi mengenai alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika. b. Bagi siswa, untuk memberikan suasana dan pengalaman baru dalam
pembelajaran matematika yang akan membuat siswa berperan aktif sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Efektivitas pembelajaran adalah ketepatgunaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dikatakan efektif jika pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik daripada pemahaman konsep matemetis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2. Pembelajaran kooperatif tipe jigsawdalam penelitian ini adalah pembelajaran yang setiap siswanya menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 3 siswa yang setiap anggotanya diberi materi yang berbeda. Anggota kelompok asal yang memiliki materi yang sama berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli. Kelompok ahli ditugaskan mempelajari materi yang telah diberikan yang nantinya akan diajarkan dengan teman kelompok asal. Diakhir pembelajaran beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok
3. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang diawali dengan penyampaian materi oleh guru, dilanjutkan dengan latihan soal secara berkelompok, kemudian pembahasan dan kesimpulan.
konsep. Adapun indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penilitian ini mengacu pada Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor 506 tentang rapor. Indikator tersebut adalah:
a. Menyatakan ulang suatu konsep
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu c. Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematika
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar dan Pembelajaran
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007:17) menjelaskan bahwa belajar berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). Belajar sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diar-tikan sebagai usaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggap yang disebabkan oleh pengalaman. Dimyati dan Mujiono (2006: 295) menyebutkan bahwa ”belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh
pe-ngetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar”. Se-dangkan menurut Komalasari (2010: 311), ”belajar adalah suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan”. Hamalik (2004: 28) mengatakan bahwa “belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku indi-vidu melalui interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (2004: 27) berpendapat, “ Belajar merupakan suatu proses, kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Be-lajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas lagi yaitu mengalami.
belajar pada suatu lingkungan belajar. Dimyati dan Mudjiono (2009: 157) ber-pendapat bahwa pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa, sehingga peserta didik dapat memperoleh dan mem-proses pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan penge-tahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keper-cayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mem-pengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran me-nyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
2. Efektivitas Pembelajaran
Kata efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 284), efektif berarti ada efeknya, ada pengaruhnya, ada kesannya, membawa hasil atau berhasil guna. Efektif juga dapat diartikan pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan seperti yang diharapkan. Sambas (2010: 9) berpen-dapat bahwa efektivitas adalah kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan. Sutikno (2005: 25) menyatakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pembelajaran ter-sebut tercapai. Muhammad Yusuf (2011) mengartikan efektivitas adalah bagai-mana seseorang berhasil mendapatkan dan memanfaatkan metode belajar untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas belajaran adalah ketepatgunaan suatu pembelajaran untuk mencapai tujuan pem-belajaran sesuai dengan yang diharapkan.
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Rusman (2012: 202) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja
empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Sanjaya (2011: 241) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar siswa yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini seperti yang diungkapkan Sugiyanto (2008: 35) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan.
Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Elliot Aronson (1975), di mana siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari lima anggota (Huda, 2011:120). Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi pelajaran saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap kelompok, masing-masing anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari informasi tersebut. Setelah mem-pelajari informasi tersebut dalam kelompoknya masing-masing, setiap anggota yang mempelajari bagian-bagian ini berkumpul dengan anggota-anggota kelompok dari kelompok-kelompok yang lain.
Selanjutnya jigsaw dikembangkan oleh Kagan (1990). Tidak ada perbedaan yang menonjol antara jigsaw yang dikembangkan Arronson, Slavin, dan Kagan dalam tata laksana dan prosedurnya masing-masing. Hanya saja, Kagan lebih memfo-kuskan pada penerapannya di kelas-kelas bilingual. Sehingga berbeda dengan dua model jigsaw sebelumnya yang dapat diterapkan untuk semua materi pelajaran, model jigsaw Kagan khusus diterapkan untuk kelas bilingual yang pada umumnya menggunakan Bahasa Inggris untuk materi, bahan, lembar kerja, dan kuis.
diberikan kepada setiap kelompok dengan fokus utama mengingatkan mereka pada materi yang telah dikuasai secara kelompok. Evaluasi mencakup pada materi yang telah dibahas dengan cara menyelesaikan soal-soal latihan baik secara kelompok maupun individu.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota yang lain. Dengan demikian siswa saling ketergantungan satu dengan yang lain, sehingga setiap kelompok harus berkerja sama secara kooperatif untuk menyelesaikan materi yang ditugaskan.
Untuk membatasi anggota pada kelompok ahli maka dalam penelitian ini satu materi dipelajari oleh dua kelompok ahli. Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw dalam penelitian ini yaitu:
1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 3 orang). 2. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah
dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
3. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.
4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
5. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
6. Diakhir pembelajaran dua kelompok asal dari kelompok ahli yang berbeda mempresentasikan hasil diskusinya.
Untuk lebih jelasnya pembagian kelompok asal dan kelompok ahli disajikan pada gambar 2.1 berikut ini.
4. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional meliputi berbagai metode yang terpusat pada guru. Metode-metode tersebut meliputi ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Metode ceramah merupakan cara penyampaian bahan pelajaran secara lisan dari guru. Roestiyah (2000: 136) menjelaskan bahwa metode ceramah merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan. Selama berlang-sungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat bantu seperti gambar atau ba-gan agar uraian menjadi lebih jelas. Metode ini dipandang paling efektif dalam mengatasi masalah kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jang-kauan daya paham siswa.
Pembelajaran konvensional memberikan kesempatan kepada siswa untuk men-catat hal-hal penting yang dijelaskan oleh guru dan menanyakan hal yang belum jelas. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian latihan dan diker-jakan dalam buku latihan. Dalam pembelajaran ini, siswa cenderung pasif dan hanya menerima materi yang diberikan oleh guru.
5. Pemahaman Konsep Matematis
atau penggolongan. Menurut Kilpatrick dkk dalam Afrilianto (2012:187), pemahaman konsep (conceptual understanding) adalah kemampuan dalam memahami konsep, operasi dan relasi dalam matematika. Menurut Hamalik (2009: 46) pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam prinsip-prinsip belajar teori kognitif Berdasarkan prinsip belajar teori kognitif belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan dengan rote learning atau belajar dengan formula.
Sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman konsep matematis meru-pakan bagian yang sangat penting. Hal tersebut dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat diatas bahwa pemahaman konsep matematis adalah kemampuan, kemahiran, atau kecakapan siswa memahami materi matematika.
Indikator pemahaman konsep matematika diuraikan dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen No 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor. Indikator tersebut adalah sebagai berikut.
a. Menyatakan ulang suatu konsep
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu c. Memberikan contoh dan non-contoh dari konsep
Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. Kemam-puan mengklafikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep adalah kemampuan siswa mengelompokkan suatu objek menurut jenisnya ber-dasarkan sifat-sifat yang terdapat dalam materi. Kemampuan memberi contoh dan bukan contoh adalah kemampuan siswa untuk dapat membedakan contoh dan bu-kan contoh dari suatu materi. Kemampuan menyajibu-kan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika adalah kemampuan siswa memaparkan konsep secara berurutan yang bersifat matematis. Kemampuan menggunakan, me-manfaatkan dan memilih prosedur tertentu adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan prosedur. Kemampuan meng-klafikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah adalah kemampuan siswa menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2004).
Indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematika.
B. Kerangka Pikir
dalam sebuah kelompok yang diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dan saling membantu memahami konsep yang diberikan.
Di sisi lain, guru harus memantau dan memotivasi keterlibatan siswa dalam berdiskusi agar selalu berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Dengan demikian penerapan model pembelajaran ini memungkinkan siswa menghasilkan pemahaman konsep matematis yang baik pada siswa.
C. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 1 Pekalongan Lampung Timur memperoleh materi pelajaran matematika yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah “Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw efektif jika diterapkan pada pembelajaran matematika ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa”.
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pekalongan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII tahun pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa kelas VII sebanyak 198 siswa dan terbagi menjadi enam kelas. Dari keenam kelas tersebut terbagi menjadi dua kelompok besar yang diajarkan oleh guru yang berbeda. VII.1, VII.2 dan VII.3 diajarkan oleh guru pertama sedangkan VII.4, VII.5 dan VII.6 diajarkan oleh guru kedua. Kemampuan metematika dari keenam kelas tersebut terlihat dari nilai hasil ujian semester ganjil seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.1Rata-rata nilai hasil ujian semester ganjil T.P 2012/2013 Kelas Nilai rata-rata kelas
VII.1 69,22
VII.2 67,93
VII.3 67,34
VII.4 65,77
VII.5 66,87
VII.6 64,88
Rata-rata 67,00
sampel penelitian yaitu kelas VII.2 sebagai kelas kontrol dan kelas VII.3 sebagai kelas ekperimen.
B.Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain kelompok kontrol pretes-postes (Pretest-Postest-Control Design). Pretest-postest control design menurut Furchan (1982: 356) adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2 Pretest-Posttest Control Design
Kelompok Pretest Perlakuan Posttes
E Y1 X Y2
K Y1 C Y2
Keterangan:
E : kelas eksperimen K : kelas kontrol
X : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
C : perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional
Y1 : Nilai pretest Y2 : Nilai posttest
C. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data berupa data gain ternorma-lisasi pemahaman konsep matematis siswa yang diperoleh melalui tes pemahaman konsep di awal dan di akhir perlakuan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami konsep matematis di awal dan di akhir perlakuan.
E. Prosedur Penelitian
Dalam prosedur ini ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu.
1. Tahapan awal penelitian
a. Melakukan penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk melihat kondisi sekolah, seperti berapa kelas yang ada, jumlah siswanya, dan cara mengajar guru matematika selama pembelajaran.
b. Menyusun instrumen penelitian dan membuat RPP serta aturan penskoran yang disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing.
c. Melakukan validasi instrumen dan perbaikan instrumen.
2. Tahap Pengumpulan Data
Pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan sekolah. Adapun proses pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Pemberian pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pemahaman konsep awal siswa.
b. Melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
1.) Langkah-langkah pembelajaran kooperarif tipe Jigsaw.
a) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3 orang per kelompok yang disebut kelompok asal.
b) Guru memberi lembar kerja yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
c) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap sub bab yang dibagikan.
d) Anggota-anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan lembar kerja yang ada pada sub bab.
e) Setelah lembar kerja pada kelompok ahli didiskusikan, setiap anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal.
f) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
perwakilan dari salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
h) Kelompok lain memperhatikan serta memberi masukan jika ada perbedaan pemahaman konsep dari materi yang diperoleh.
2.) Langkah-langkah pembelajaran konvensional
1) Siswa memperhatikan penjelasan materi yang diberikan oleh guru. Guru memberikan contoh soal apabila diperlukan.
2) Siswa diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada materi yang be- lum jelas.
3) Siswa diberi latihan soal dan diminta mengerjakan latihan soal ter- sebut. Baik latihan soal individu, maupun latihan soal secara berke- lompok (bila diperlukan).
4) Setelah selesai mengerjakan latihan soal, siswa bersama-sama guru mencocokan jawaban dari latihan soal yang telah dikerjakan.
5) Siswa diberi tugas. Baik berupa pekerjaan rumah (PR), maupun tugas membaca dan memahami materi selanjutnya.
3.) Melaksanakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
4.) Tahap Pengolahan Data
Mengumpulkan, mengelola, menganalisis dan membuat kesimpulan dari data kuantitatif yang diperoleh.
5.) Tahap Pembuatan Laporan
F. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep berupa tes uraian. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep matematis. Indikator pemahaman konsep tersebut adalah.
1. Menyatakan ulang suatu konsep.
2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
3. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. 4. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
Untuk mendapatkan data yang akurat, maka instrumen yang digunakan dalam pe- nelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu memenuhi kriteria valid dan realibel.
1. Validitas Isi
Validitas isi adalah validitas yang ditinjau dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur keberhasilan siswa, validitas isi menunjuk pada sejauh mana instrumen tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki. Validitas isi dari pemahaman konsep matematis siswa dapat diketahui dengan cara membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis siswa dengan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran, apakah hal-hal yang tercantum dalam indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran sudah terwakili dalam tes pemahaman konsep matematis tersebut atau belum terwakili.
dila-kukan menggunakan daftar cek list oleh guru matematika kelas VII SMP Negeri 1 Pekalongan. Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan untuk mengambil data telah memenuhi validitas isi (Lampiran B.5 ).
2. Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha dalam Sudijono (2008: 208), yaitu:
∑
keterangan:
= koefisien reliabilitas tes
n = banyaknya item tes yang digunakan dalam tes ∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total Menurut Arikunto (2006:195), harga
11
r yang diperoleh diimplementasikan dengan
indeks reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut.
a. Antara 0.800 sampai dengan 1.000: sangat tinggi b. Antara 0.600 sampai dengan 0.800: tinggi c. Antara 0.400 sampai dengan 0.600: cukup d. Antara 0.200 sampai dengan 0.400: rendah
e. Antara 0.000 sampai dengan 0.200: sangat rendah
score
Setelah kedua sampel diberikan perlakuan, data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest dianalisis untuk mendapatkan skor pencapaian (gain) pada kedua kelas. Gain yang digunakan untuk menghitung pemahaman konsep matematis siswa adalah gain ternormalisasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya peningkatan pemahaman siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Menurut Hake (dalam Noer 2010: 105) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) = g, yaitu
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake (1999: 1) seperti terdapat pada tabel berikut.
Tabel 3.3 Klasifikasi Gain
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat (Sudjana, 2005: 273).
a. Hipotesis
b. Taraf signifikan : α = 0,05
Uji normalitas data gain ternormalisasi dilakukan menggunakan uji Chi Kuadrat. Tabel 3.6 berikut menunjukkan rekapitulasi perhitungannya. Berdasarkan analisis
data, diketahui bahwa kelas eksperimen yakni 7,73, kelas
kontrol yakni 8,46, sedangkan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 7,81 dan 5,99. Dari data tersebut, pada kelas eksperimen terlihat bahwa
yang berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal sedangkan pada kelas kontrol yang berarti sampel
berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran C.6 dan C.7.
Tabel 3.4 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Skor Gain
Kelas Keputusan Uji Keterangan
2. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji prasyarat, diketahui bahwa data gain ternormalisasi berdistribusi tidak normal, sehingga untuk mengetahui adakah perbedaan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode jigsaw dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, digunakan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney U. Hipotesis yang di-gunakan untuk menguji hipotesis dalam Sudjana (2005: 223) sebagai berikut. a. Hipotesis
H0 : 1 2 (Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti
pem-belajaran kooperatif tipe jigsaw sama dengan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional).
H1 : 1 2 (Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti
pem-belajaran dengan kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional).
b. Taraf Signifikan : α = 0,05
c. Dalam penelitian ini, digunakan SPSS untuk melakukan uji Mann-Whitney U.
Adapun kriterianya adalah:
1. Jika taraf signifikan ≥ 0,05 maka H0 diterima
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai efektivitas model pem-belajaran kooperatif tipe jigsaw ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa dapat diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran koopertif tipe jigsaw efektif jika diterapkan pada SMP Negeri 1 Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Hal itu dapat dilihat dari pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pem-belajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Afrilianto. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kopetensi Matematis Siswa SMP Dengan Pendekatan metaphorical thinking. Jurnal Ilmial STKIP Siliwangi. [Online]. Tersedia: http://e-journal.stkipsiliwangi.ac.id /index. php/infinity/article/view/53/28(6 Januari 2013)
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Balitbang. 2011. Survei Internasional TIMSS (Trends In International Mathematics And Science Study). [online]. Tersedia pada
http://litbang.kemendikbud.go.id. (diakses pada tanggal 19 Februari 2013 Dimyati, Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV Eko Jaya.
_________. 2004. Peraturan Tentang Penilaian Perkembangan Anak Didik SMP No. 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004. Jakarta: Dikjen Dikdasmen Depdiknas.
_________. 2006 .Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006: Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNH
_________. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT bumi Aksara. Huda, Miftahul. 2011. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Aditama.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. UNM: Malang.
Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Unila: Jurusan P.MIPA Notoatmojo, Soekidjo. 2008. Pendidikandan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.
Rieneka Cipta.
Ruseffendi, E. T. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Sambas, Ali Murdin. 2010. Konsep Efektivitas Pembelajaran. [online]. Tersedia: http://sambasalim.com/pendidikan/konsep-efektivitas-pembelajaran.html[14 April 2012]
Sardiman A.M. 2008. InteraksidanMotivasiBelajarMengajar. Jakarta: PT.GrafindoPersada.
Skripsi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia: Konstatasi
Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Pendidikan Tinggi
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektuf. NTP: Pres Mataram.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluas Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Yusuf, M. 20011. Efektifitas Pembelajaran. [On Line]. Tersedia: