• Tidak ada hasil yang ditemukan

The effect of oxygenated water on exercise performance, CD4, CD8, CD56, IL-6 and malonaldehyde content.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The effect of oxygenated water on exercise performance, CD4, CD8, CD56, IL-6 and malonaldehyde content."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSUMSI MINUMAN BEROKSIGEN

TERHADAP PERFORMA OLAHRAGA, KADAR PROTEIN

CD4, CD8, CD56 DAN IL-6 SERTA MALONALDEHIDA

CESAR WELYA REFDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Konsumsi Minuman Beroksigen terhadap Performa Berolahraga, Kadar Protein CD4, CD8, CD56 dan Interleukin-6 serta Malonaldehida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

CESAR WELYA REFDI. Pengaruh Konsumsi Minuman Beroksigen terhadap Performa Olahraga, Kadar Protein CD4, CD8, CD56 dan IL-6 serta Malonaldehida. Dibimbing oleh FRANSISKA R ZAKARIA dan PUSPO EDI GIRIWONO.

Oksigen merupakan zat yang essensial bagi hidup manusia, sebagaimana air dan makanan. Oksigen berlimpah tersedia di udara dan dapat dinikmati secara bebas. Namun beberapa kalangan sering mengalami keterbatasan dalam memperoleh oksigen yang cukup. Pada olahragawan, dalam akitivitas olahraganya membutuhkan oksigen yang lebih banyak dan tidak dapat diperoleh sepenuhnya lewat hirupan udara. Keterbatasan oksigen pada olahragawan ini dapat mengakibatkan energi yang dihasilkan tidak cukup untuk berolahraga dalam jangka waktu lama dan mengakibatkan penumpukan asam laktat di otot yang akan menurunkan performa dan prestasi olahragawan.

Oksigen dibutuhkan oleh sel-sel normal di dalam tubuh termasuk sel-sel imun. Di dalam sistem imun terdapat berbagai macam sel yang secara terstuktur menjaga pertahanan tubuh. Protein CD4 yang merupakan protein penanda pada sel Th (T helper), protein CD8 merupakan protein penanda pada sel Tc (T cytotoxyc), protein CD56 merupakan protein penanda sel Natural Killer (NK), dan IL-6 yang merupakan sitokin yang dihasilkan dari otot, dan meningkat pada respon terhadap kontraksi otot dan berolahraga. Kebutuhan oksigen ini mendorong para ilmuwan dan industri untuk menciptakan alternatif suplai oksigen di dalam tubuh melalui air minum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi minuman beroksigen terhadap kadar laktat, Energy Expenditure, protein CD4, CD8, CD56 dan IL-6. Selain itu, melihat keamanan konsumsi minuman beroksigen berdasarkan kadar malonaldehida.

Penelitian dimulai dengan melakukan rekrutmen responden dari mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang gemar berolahraga. Populasi subjek dipilih berjumlah 17 orang mahasiswa IPB berdasarkan kriteria berolahraga aktif, yaitu berolahraga secara rutin minimal 20-30 menit perharinya, tiga kali dalam seminggu atau setara. Olahraga yang dilakukan seperti futsal (47.06%), badminton (29.41%), tenis meja (5.88%), bersepeda (5.88%), beladiri (5.88%) dan jogging (5.88%). Responden terdiri dari pria dengan usia antara 20-27 tahun, merupakan mahasiswa S1 (76.47%) dan mahasiswa S2 (23.53%).

Sebelum dilakukan intervensi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan klinis terhadap masing-masing responden. Responden yang dipilih adalah mahasiswa yang dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan oleh dokter di Klinik dr Katili, Dramaga. Selanjutnya dilakukan sosialisasi. Pada sosialisasi diberikan penjelasan tentang minuman beroksigen, manfaat¸ cara konsumsi yang benar, tahapan penelitian yang akan dilakukan dan penandatanganan informed consent (surat perjanjian) bagi responden yang bersedia mengikuti penelitian.

(5)

beroksigen kembali. Pada jangka panjang, 17 orang responden (mahasiswa, laki-laki) mengkonsumsi minuman beroksigen (100 ppm) dua kali sehari selama 21 hari. Plasma darah dan limfosit yang diambil sebelum dan setelah intervensi untuk dilakukan analisa sesuai parameter.

Konsumsi minuman beroksigen dapat menurunkan kadar laktat setelah berolahraga lebih tinggi daripada AMDK dan menghasilkan energy expenditure lebih tinggi dibandingkan AMDK pada jangka pendek, namun tidak signifikan berdasarkan analisa statistik (p>0.5). Pada intervensi jangka panjang selama 21 hari menunjukkan minuman beroksigen meningkatkan kadar protein CD4 dan CD8, namun tidak signifikan berdasarkan analisa statistik (p>0.5). Sedangkan kadar protein CD56 meningkat siginifikan (p<0.5), hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesehatan dan sistem imun. Selain itu, minuman beroksigen tidak memberikan dampak negatif yang ditunjukkan dengan tidak meningkatkan kadar malonaldehida sebagai parameter stress oksidatif, dan tidak meningkatkan kadar Interleukin-6 yang menjadi indikator inflamasi.

Hasil penelitian ini menjawab tujuan penelitian mengenai pengaruh konsumsi minuman beroksigen. Dari hasil penelitian mendukung temuan bahwa konsumsi minuman beroksigen tidak berpengaruh pada kadar laktat dan Energy Expenditure sebagai parameter performa saat berolahraga pada konsumsi jangka pendek maupun jangka panjang dan tidak mempengaruhi kadar protein CD4 dan CD8 pada konsumsi jangka panjang. Sedangkan konsumsi minuman beroksigen selama 21 hari dapat meningkatkan kadar protein CD56. Selain itu, konsumsi minuman beroksigen dinyatakan aman.

(6)

SUMMARY

CESAR WELYA REFDI. The Effect of Oxygenated Water on Exercise Performance, CD4, CD8, CD56, IL-6 and Malonaldehyde Content. Supervised by FRANSISKA R ZAKARIA and PUSPO EDI GIRIWONO.

Oxygen is an essential substance for human life, as well as water and food. Oxygen is available in the air and can be enjoyed for free. However, many people have problems in obtaining sufficient oxygen. Exercise requires more oxygen and cannot be fully obtained by respiration. Limited supply of oxygen result energy will not be sufficient to exercise in the long term and the buildup of lactic acid in the muscles will cause weariness and further degrade the performance and achievements of athlete.

Oxygen is needed by normal cells in the body, including immune cells. Within the immune system, there are several kind of cells that maintain the body's defenses: CD4, CD8, CD56 and IL-56. CD4 protein is a marker protein of Th cells (T helper), CD8 protein is a protein marker of Tc cells (T cytotoxyc), CD 56 protein is a protein marker of Natural Killer cells (NK), and IL-6 is a cytokine produced by muscle cells. In response to muscle contraction from activity or exercise. The oxygen requirements promote scientists and industry to create an alternative oxygen supply in the body through drinking water. This study aimed to determine the effect of oxygenated water consumption to lactate levels, energy expenditure, CD4 , CD8 , CD56 and IL-6 protein content. In addition, to study the consumer safety based on malonaldehyde levels.

The study was conducted by recruiting subjects from IPB student who likes to exercise. Selected subject population numbered 17 IPB students who active exercise, ie exercise regularly at least 20-30 minutes per day, three times a week or the equivalent. The sports are futsal (47.06%), badminton (29.41%), table tennis (5.88%), cycling (5.88%), martial arts (5.88%) and jogging (5.88%). Respondents consisted of men between the ages of 20-27 years, S1 students (76.47%) and S2 students (23:53%).

Before the intervention, medical check prior to each respondent. Respondents were selected are students who are otherwise healthy based on the results of medical checked by a physician at the Clinic Dr. Katili, Dramaga. Furthermore socialization. In socialization explanation is given as oxygenated water, benefits¸ correct way of consumption, stage of research to be conducted and signing the informed consent (letter of agreement) for respondents who are willing to join the study.

In short-term, twelve male student volunteers drank 385 ml oxygenated water (50, 80 and 130 ppm) or mineral water, 15 minutes before treadmill and after treadmill (10 Kmh). The lactic acid concentration was measured before and after treadmill, and 5 minutes after the reconsumption of the oxygenated water. In long-term, seventeen male student volunteers drank oxygenated water twice a day (100 ppm) for 21 days. The blood plasma and lymphocyte sampled before and after intervention were analyzed according to the parameters.

(7)

difference between two groups (p>0.5). In the long-term intervention for 21 days showed that oxygenated water can increased levels of CD4 and CD8 content, statistic test results show that there is no significant difference (p>0.5). The levels of CD56 increased significantly (p<0.5), this indicates an increase in health and immune system. In addition, oxygenated water can be declared safe by levels of IL-6 as inflammatory parameters and malonaldehyde as oxidative stress parameters.

The results of this study answer the purpose of research on the effect of oxygenated water consumption. The result of this research support the present findings indicate that oxygenated water consumption does not effect on the levels of lactate and Energy Expenditure as performance parameters during exercise in the short-term and long-term consumption and does not affect the protein levels of CD4 and CD8 on the long-term consumption. While the consumption of oxygenated water can increase levels of CD56 protein for 21 days. In addition, the consumption of oxygenated water declared safe.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PENGARUH KONSUMSI MINUMAN BEROKSIGEN

TERHADAP PERFORMA OLAHRAGA, KADAR PROTEIN

CD4, CD8, CD56 DAN IL-6 SERTA MALONALDEHIDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Pengaruh Konsumsi Minuman Beroksigen terhadap Performa Olahraga, Kadar Protein CD4, CD8, CD56 dan IL-6 serta Malonaldehida

Nama : Cesar Welya Refdi NIM : F251110221

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Fransiska Rungkat- Zakaria, MSc Ketua

Puspo Edi Giriwono, PhD Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanty-Hariyadi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Konsumsi Minuman Beroksigen terhadap Performa Berolahraga, Kadar Protein CD4, CD8, CD56 dan Interleukin-6 serta Malonaldehida” ini. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam program studi Ilmu Pangan pada Program PASCASARJANA Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan dorongan, bantuan serta masukan sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Ibu Prof Dr Ir Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku ketua komisi pembimbing utama yang telah banyak memberikan pengetahuan, bimbingan dan doa restunya.

Bapak Puspo Edi Giriwono, PhD selaku pembimbing yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.

Beasiswa Ungguluan DIKTI atas segala bantuan dana dan kemudahan yang telah diberikan selama pendidikan.

PT Triusaha Mitraraharja (Garuda Food) atas segala bantuan moril dan materiil sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sangat baik.

Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET) terutama kepada Bapak April H Wardhana, SKH, MSi, PhD dan Drh Didik T Subekti, MKes selaku pembimbing di Laboratorium Parasitologi BBALITVET, Pak Hendra Wijaya, MSi, dan Bu Sri Yadial Chalid, Msi yang telah memberikan berbagai informasi, pengetahuan dan bimbingannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laboratorium Somatokinetika Universitas Negeri Jakarta atas izin penggunaan alat dan laboratorium, informasi, dan uluran tangan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan semestinya.

Dekan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr, beserta seluruh staf atas segala bantuan dan kemudahan yang telah diberikan selama pendidikan.

Papa dan Mama tercinta, Aan Refdi, SH dan Luciana SH, beserta adikku tersayang Cesar Fathia Refdi, yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil sehingga tugas akhir ini dapat terlaksana dengan baik.

Tim Penelitian Air Minum Beroksigen Intan, Kak Gina, Mbak Wira, Charles dan Ardi.

Responden Penelitian Minuman Beroksigen pada Mahasiswa Gemar Berolahraga (Ruslan, Ilham, Dimas, Daniel, Kak Putu, Juanda, Faris, Bg Fajri, Danang, Kak Redo, Budi, Risqi, Agit, Dian, Abbas, Edi, Hendi).

Mahasiswa Ilmu Pangan IPB, Anggota Ikatan Mahasiswa Pasca SumBar (IMPACS), Warga Wisma Rosa, sahabat-sahabat tercinta, atas segala jerih payah, dorongan, kesabaran dan perhatiannya selama ini serta yang terpenting kebersamaan yang terbaik dalam situasi yang paling buruk yang pernah dihadapi.

(14)

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penulisan ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini dapat berguna bagi kita semua.

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Air minum beroksigen tinggi 5

Jalur transport oksigen dari air minum beroksigen tinggi 6

Kondisi Olahraga 7

Sistem imun 8

Malonaldehida 11

3 METODE 12

Waktu dan Tempat 12

Bahan 12

Alat 13

Prosedur Analisis Data 13

Tahap Penelitian 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

5 SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 41

(16)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik Demografi Responden 17

2 Kondisi Kesehatan Responden 18

3 Hasil Pemeriksaan Hematologi Responden 19

4 Analisis statistik kadar laktat 25

5 Rasio Peningkatan dan Penurunan Kadar Laktat 26

6 Hasil Analisis Statistik Kadar Protein CD4 31

7 Hasil Analisis Statistik Kadar Protein CD8 31

8 Hasil Analisis Statistik Kadar Protein CD56 32

9 Analisa statistik perubahan kadar Interleukin-6 sebelum dan setelah

intervensi 35

10 Analisis statistik perubahan kadar malonaldehida 37

DAFTAR GAMBAR

1 Keberadaan CD4 dan CD8 pada permukaan sel T 10

2 Mekanisme pertahanan sel Tc dan sel NK 10

3 Peningkatan kadar laktat sebelum - setelah treadmill 22 4 Penurunan kadar laktat setelah treadmill– setelah konsumsi AO 24 5 Rataan ± SD peningkatan kadar laktat sebelum-setelah treadmill 24 6 Rataan ± SD penurunan kadar laktat setelah treadmill- setelah

komsumsi minuman beroksigen 25

7 Rataan ± SD energy expenditure responden pada saat melakukan

treadmill 28

8 Rataan ± sd optical density CD4 30

9 Nilai optical density CD4 responden sebelum dan sesudah intervensi 30 10 Nilai optical density CD8 responden sebelum dan sesudah intervensi 31

11 Rataan ± SD optical density CD8 32

12 Rataan ± SD optical density CD56 32

13 Nilai optical density CD56 responden sebelum dan sesudah intervensi 33 14 Rataan ± SD optical density Interleukin 6 sebelum dan setelah

intervensi 34

15 Perubahan nilai optical density IL-6 responden sebelum dan sesudah

intervensi 35

16 Kurva Standar TEP 36

17 Rataan ± SD kadar malonaldehida responden sebelum dan setelah

intervensi 37

18 Kadar malonaldehida responden sebelum dan setelah intervensi 37

19 Hasil analisis respon awal responden 39

20 Penerimaan responden terhadap produk selama 21 hari intervensi 39 21 Jumlah responden dalam keberlanjutan konsumsi 40 22 Jumlah responden dalam keberlanjutan konsumsi 41

DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner 45

Informed consent 577

(17)
(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Oksigen merupakan zat yang essensial bagi hidup manusia, sebagaimana air dan makanan. Oksigen berlimpah tersedia di udara dan dapat dinikmati secara bebas. Namun beberapa kalangan sering mengalami keterbatasan dalam memperoleh oksigen yang cukup. Pada olahragawan, dalam akitivitas olahraganya membutuhkan oksigen yang lebih banyak dan tidak dapat diperoleh lewat hirupan udara.

Tubuh memiliki sistem homeostatis, jika dibutuhkan energi dalam jumlah banyak, maka tubuh akan memproduksi Adenosin Tri Posphat (ATP) dalam jumlah yang lebih banyak pula. Pada produksi ATP, oksigen berfungsi sebagai penangkap elektron terakhir, dimana setiap molekul oksigen akan bereaksi dengan empat H+ menghasilkan dua molekul H2O. Semakin banyak jumlah ATP yang

dibutuhkan maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Konsumsi O2 saat istirahat pada orang dewasa adalah sekitar 250 mL/menit dan meningkat

hingga lebih dari 4000 mL/menit saat olahraga berat (Ward 2007).

Keterbatasan oksigen pada olahragawan ini dapat mengakibatkan respirasi aerob akan beralih ke respirasi anaerob secara otomatis. Siklus krebs dan rantai transport elektron tidak akan berjalan, sebaliknya terjadi fermentasi asam piruvat menghasilkan asam laktat (Campbell, et al. 2000). Total energi yang dihasilkan pada respirasi anaerob sangat kecil yaitu hanya 2 ATP dari proses glikolisis, dibandingkan dengan 38 ATP dari respirasi aerob. Energi ini tidak akan cukup untuk menjalankan fungsi-fungsi tubuh dalam jangka waktu lama. Selain itu, penumpukan asam laktat di otot akan menyebabkan kelelahan dan lebih lanjut menurunkan performa dan prestasi olahragawan.

Kebutuhan oksigen ini mendorong para ilmuwan dan industri untuk menciptakan alternatif suplai oksigen di dalam tubuh melalui air minum. Oksigen yang masuk melalui saluran pencernaan dapat berdifusi ke dalam darah dan diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan oksigen dalam tubuh serta memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan konsumen ( Speit et al. 2002).

Forth dan Adam (2001), dalam percobaannya menggunakan kelinci mengamati adanya peningkatan tekanan parsial oksigen dalam vena porta hepatica kelinci setelah diberi minum air berkadar oksigen 80 ppm. Ini membuktikan bahwa oksigen dari air minum beroksigen dapat masuk ke dalam sistem peredaran darah melalui saluran pencernaan. Hal ini menjadi acuan bagi industri untuk membuat minuman beroksigen dengan kadar oksigen minimal 80 ppm. Namun, Piantadosi (2006) menyebutkan bahwa penyerapan air beroksigen oleh usus secara signifikan tidak memberikan pengaruh pada performa seseorang yang berolahraga. Kelemahan dari penelitian Piantadosi hanya mengukur saturasi oksigen yang peningkatannya tidak dapat dilihat pada orang yang sehat terlebih pula gemar berolahraga. Adanya keraguan penyerapan oksigen oleh usus telah dijawab oleh penelitian Nestle (2004) yang dibuktikan menggunakan metode Magneting Resonance Imaging (MRI). Penelitian Nestle membuktikan bahwa meminum air beroksigen yang kandungan CO2 yang rendah, dapat meningkatkan

(19)

2

Oksigen yang cukup juga berperan dalam memperoleh metabolisme sel yang normal, termasuk pada sel-sel imun. Di dalam sistem imun terdapat berbagai macam sel yang secata terstuktur menjaga pertahanan tubuh. CD4 yang merupakan protein penanda pada sel Th (T helper) dan berfungsi untuk aktivasi macrofag dan produksi antibodi, CD8 merupakan protein penanda pada sel Tc (T cytotoxyc) yang berfungsi untuk membunuh sel-sel termutasi (sel kanker dan tumor) dan sel yang terinfeksi oleh virus, CD56 merupakan protein penanda sel Natural Killer (NK) yang berfungsi membunuh sel tumor dan sel terinfeksi virus secara spesifik atau non spesifik (Orange dan Ballas 2006) serta Interleukin-6 yang mengalami peningkatan pada saat terjadi kontraksi otot namun berperan penting pada respons fase akut (Whitham et al. 2012).

Penelitian Gruber et al. (2005) menunjukkan terdapat peningkatan sel CD4, CD8 dan sedikit penurunan NK setelah responden mengkonsumsi minuman dengan kadar oksigen 190.675.0 mg O2/l H2O 3 kali sehari selama 28 hari. Hal ini

menunjukkan perubahan kadar protein CD4, CD56 dan IL-6 dapat diamati sebagai parameter manfaat oksigen terhadap sistem imun pada mahasiswa yang gemar berolahraga.

Selain itu, efek negatif yang dikhawatirkan adalah pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif yang diproduksi dalam jumlah yang normal, penting untuk fungsi biologis, seperti sel darah putih yang menghasilkan H2O2 untuk membunuh beberapa jenis bakteri dan

jamur serta pengaturan pertumbuhan sel, namun ia tidak menyerang sasaran spesifik, sehingga ia juga akan menyerang asam lemak tidak jenuh ganda dari membran sel, organel sel, atau DNA, sehingga dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi sel (Heryani et al., 2011). Perubahan kadar malonaldehida (MDA) plasma responden menjadi indikator keamanan konsumsi minuman beroksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk menjawab secara objektif manfaat dan keamanan minuman beroksigen.

Perumusan Masalah

Beberapa masalah yang diangkat pada penelitian ini antara lain:

1. Apakah konsumsi minuman beroksigen dapat menurunkan produksi laktat pada saat berolahraga pada jangka pendek dan konsumsi jangka panjang

2. Apakah konsumsi minuman beroksigen dapat meningkatkan energi yang dihasilkan pada saat berolahraga pada jangka pendek dan jangka panjang 3. Apakah konsumsi minuman beroksigen secara teratur dapat meningkatkan

kadar protein CD4, CD8, CD56 dan menjaga kadar Interleukin-6

4. Apakah konsumsi minuman beroksigen aman untuk dikonsumsi berdasarkan kadar malonaldehida

Tujuan Penelitian

(20)

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan membantu peneliti dan pihak terkait dalam menjawab secara objektif mengenai manfaat minuman beroksigen terhadap performa olahraga, sistem imun dan melihat pula aspek keamanannya

Hipotesis

(21)

4

Rekruitmen Responden Survey Calon Responden ke Unit Kegiatan Olahraga, Gedung Olahraga IPB

Sosialisasi Personal Pemeriksaan Kesehatan (MCU) di

Klinik dr Katili, Dramaga Pengurusan Ethical Clearance di

Komisi Etik Balibangkes

Seleksi Responden berdasarkan Hasil Pemeriksaan Kesehatan

Sosialisasi Massal kepada Calon Responden Uji Jangka Pendek (Uji performa melihat pengaruh

terhadap Laktat dan Energy Expenditure) (AMDK, AO 50, 80 dan 130 ppm)

Pengambilan Darah Isolasi Limfosit

Limfosit Plasma Intervesi minuman beroksigen 100 ppm (21 hari) dan wawancara

Pengambilan Darah Isolasi Limfosit Limfosit Plasma

Pengukuran Kadar Protein CD4, CD8, dan CD56

Pengukuran kadar malonaldehida dan Interleukin-6

(22)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Air minum beroksigen tinggi

Air adalah pelarut tempat terjadinya hampir semua reaksi biologis (selain yang menjadi lipid membran), sehingga air merupakan 50-70% massa tubuh, yaitu sekitar 40 liter pada orang dengan berat badan 70 kg. Sifat alamiah membran biologis memungkinkan air bergerak bebas di dalam tubuh, tetapi zat yang terlarut di dalamnya tidak (Ward 2007).

Pada dasarnya, kelarutan oksigen dalam air sangat rendah sekali. Hal ini terlihat dari nilai koefisien solubilitasnya dalam air yang sangat kecil, yaitu 0,024 (Guyton dan Hall 1996). Air segar dari mata air hanya mengandung 10-12 ppm oksigen dan jumlah ini akan turun menjadi 5-7 ppm pada air yang telah diolah untuk diminum (Speit et al. 2002).

Adanya teknologi injeksi oksigen pada suhu rendah dan tekanan tinggi memungkinkan kelarutan oksigen dalam air meningkat sehingga konsentrasinya dalam air dapat mencapai 120 ppm. Hal ini sesuai prinsip Le Chatelier, yaitu pemberian tekanan pada suatu sistem dalam kesetimbangan akan mengakibatkan sistem berubah kearah kesetimbangan baru untuk mengatasi tekanan tersebut (Mortimer 1975).

Proses produksi air minum beroksigen tinggi terdiri dari tahap pemurnian dan tahap penginjeksian gas oksigen. Tahap pemurnian dimulai dengan mengalirkan air ke tempat penampungan air untuk disaring dengan bantuan silika. Selanjutnya, ditambahkan karbon aktif untuk menghilangkan bau yang tidak sedap. Zat-zat organik dihilangkan dengan bantuan manganese filter, kemudian air dilewatkan pada pori-pori yang berdiameter 5µm sehingga molekul-molekul besar tidak bisa melewati filter dan terpisah dari air. Tahap selanjutnya dilakukan proses reverse osmosis dengan tujuan untuk menahan bakteri, lemak protein, laktosa dan mineral (garam) namun melewatkan air. Reverse osmosis menggunakan tekanan 30-60 bar untuk melewatkan pelarut dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui membrane dengan ukuran pori-pori 10-4-10-3 µm (Purnama 2004).

Reverse osmosis memisahkan zat terlarut dengan berat molekul rendah (seperti garam) dari larutan dengan menggunakan tekanan tinggi untuk mengatasi tekanan osmotik larutan. Setelah melewati proses reverse osmotic I, air ditampung dalam tangki intermediate untuk menyeimbangkan pH (7.2-7.5). Air lalu dilewatkan pada cartridge filter II untuk mencegah pencemaran dari proses sebelumnya. Air diberikan tekanan lagi pada proses reverse osmosis II dengan tujuan untuk mencapai efisiensi pemisahan air dari zat-zat organic lain sebesar 100%. Air tersebut dimasukkan di dalam tangki untuk ozonisasi dengan sinar UV agar menuntaskan mikroorganisme yang masih tersisa.

(23)

6

Jalur transpor oksigen dari air minum beroksigen tinggi

Air minum beroksigen akan melewati saluran pencernaan dan berdasarkan penelitian diabsorbsi di usus halus. Pertama air masuk melalui mulut, esofagus dan lambung. Hingga mencapai lambung pelepasan oksigen terjadi secara lambat, hal ini dibuktikan oleh Nestle (2004) menggunakan teknik MRI. Di esofagus terdapat lapisan epitel pipih yang berlapis banyak sehingga oksigen tidak memiliki kesempatan untuk menembus lapisan tersebut. Selain di esofagus, di lambung pun tidak terjadi banyak penyerapan oksigen karena sel-sel epitel lambung impermeable terhadap air karena tidak dilengkapi dengan fasilitator transport nutrisi dan air. Dilambung hanya terjadi percernaan oleh HCl dan pepsin (Tan 2005).

Zat dibawa ke seluruh tubuh melalui kombinasi aliran massif dan difusi. Aliran massif yaitu transport dengan menggunakan media pembawa (darah, udara), difusi pasif adalah pergerakan menuruni gradien konsentrasi dan transpor untuk melewati jarak dekat misalnya transpor untuk melewati membran. Difusi melewati membran dipengaruhi oleh permeabilitas membran. Absorbsi oksigen tinggi dari air minum ini terjadi melalui difusi pasif. Dinding usus halus berlipat-lipat menjadi banyak tonjolan kecil seperti jari yang berbentuk vili (jamak dari villus). Oksigen masuk melalui epitel silindris dan jaringan ikat serta pembuluh darah kapiler yang terdapat dijaringan ikat vili-vili usus. Setiap villus berisi satu pembuluh limfatik buntu disebut lakteal dan juga jalinan kapiler. Sebagian besar nutrisi diabsorbsi di pembuluh ini. Aliran vena dari usus halus, usus besar, pankreas dan juga beberapa bagian lambung akan melewati hamparan kapiler (capillarity bed) kedua untuk diproses lebih lanjut sebelum memasuki sirkulasi (Ward 2007).

Salah satu faktor utama dalam proses difusi ke pembuluh darah kapiler adalah perbedaan konsentrasi. Konsentrasi oksigen dalam vena (pembuluh balik) yang rendah (PO2 vena = 40 mmHg) memungkinkan terjadinya difusi oksigen ke

dalam pembuluh darah vena jika konsentrasi oksigen di jaringan sekitarnya lebih besar. Pembuluh-pembuluh darah dari saluran pencernaan termasuk lambung dan usus bermuara ke vena porta hati. Dengan terjadinya peningkatan konsentrasi oksigen 10 mmHg mengakibatkan PO2 vena porta hati menjadi 58 mmHg

sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen dalam plasma darah atau peningkatan saturasi oksigen oleh Hemoglobin (Hb). Peningkatan persentasi oksigen yang terjadi dalam vena porta hati dapat meningkat mencapai sekitar 88%, bila seluruh 58 mmHg oksigen berikatan dengan hemoglobin. Di dalam organ hati, oksigen dari pembuluh vena saluran pencernaan maupun pembuluh arteri dari bilik kiri jantung akan digunakan untuk proses metabolisme menghasilkan energi (ATP) untuk efektivitas kerja hati.

Konsumsi O2 saat istirahat pada orang dewasa adalah sekitar 250 mL/menit

dan meningkat hingga lebih dari 4000 mL/menit saat olahraga berat. Namun demikian, solubilitas O2 di plasma tetap rendah dan pada PO2 sebesar 13 kPa

darah hanya mengandung 3 mL/L O2 terlarut dalam larutan. Oleh karena itu,

sebagian besar O2 yang diangkut terikat dengan hemoglobin di sel darah merah.

(24)

7 Kondisi Olahraga

Olahraga menurut hakekatnya adalah aktivitas otot-otot besar yang menggunakan energi tertentu untuk meningkatkan kualitas hidup (Wulanjani 2010). Kegiatan fisik dan olahraga secara teratur bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat badan, meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot, meningkatkan suplai darah ke hati, membantu mempertahankan kekuatan otot dan kelenturan tulang sendi serta memperlambat proses penuaan, membantu mengurangi kegelisahan dan tidur lebih nyenyak, membantu mengatur nafsu makan (FAO 1997).

Depkes (2002) menjelaskan bahwa olahraga yang baik dilakukan dengan melihat intensitas latihan (frekuensi dan lama latihan). Latihan fisik olahraga dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan durasi waktu minimal 30 menit membantu untuk mempertahankan kesehatan fisik. Olahraga secara kontinu dan homogen selama 20-30 menit, dilakukan 3-5 kali seminggu, jalan, lari lambat, renang, bersepeda merupakan olahraga dengan kategori intensitas rendah (Cooper (1994) dalam Santosa dan Dikdik (2012)).

Pada saat berolahraga, proses produksi energi di dalam sel otot akan berlangsung tepatnya di dalam mitokondria sel. Di dalam mitokondria, lemak atau karbohidrat akan dioksidasi untuk menghasilkan molekul energi ATP (adenosin trifosfat) yang merupakan sumber energi di dalam sel-sel tubuh. Selain menghasilkan energi, proses ini menghasilkan juga asam laktat yang dapat menghambat proses metabolisme pembentukan energi selanjutnya. Selama kebutuhan oksigen terpenuhi, oksigen sisa yang ada di dalam darah digunakan untuk menguraikan asam laktat dalam menghasilkan energi kembali.

Proses produksi energi di dalam tubuh dapat berjalan melalui dua proses metabolisme yaitu metabolisme aerobik dan metabolisme anaerobik. Metabolisme energi pembakaran lemak dan karbohidrat dengan kehadiran oksigen (O2)

disebut dengan metabolisme aerobik. Sedangkan proses metabolisme energi tanpa kehadiran oksigen (O2) disebut dengan metabolisme anaerobik (Campbell 2000).

Metabolisme energi secara aerobik dapat menyediakan energi bagi tubuh untuk jangka waktu yang panjang sedangkan metabolisme energi anerobik mampu untuk menyediakan energi secara cepat di dalam tubuh namun hanya untuk waktu yang terbatas yaitu sekitar 5-10 detik. Pada olahraga dengan intensitas rendah tubuh secara dominan akan mengunakan metabolisme aerobik untuk menghasilkan energi. Apabila terjadi peningkatan intensitas olahraga hingga mencapai titik metabolisme energi aerobik tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan energi sesuai dengan laju yang dibutuhkan, maka energi secara anaerobik akan diperoleh dari simpanan Creatine Phosphate (PCr) dan juga karbohidrat yang tersimpan sebagai glikogen di dalam otot. Metabolisme energi secara aerobik disebutkan merupakan proses yang bersih karena tidak menghasilkan produk samping. Hal ini berbeda dengan sistem anaerobik yang akan menghasilkan produk samping berupa asam laktat yang akumulasinya akan membatasi efektivitas kontraksi otot yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri. Reaksi keseluruhan glikolisis aerob adalah:

Glukosa + 2NAD+ + 2Pi + 2ADP  2piruvat + 2NADH + 4H+ + 2ATP + 2 H2O

(25)

8

rantai transport elektron mitokondria dan piruvat akan dioksidasi lengkap menjadi CO2 via siklus asam trikarboksilat (TCA). Membran mitokondria impermiabel

untuk NADH, karena itu transfer ekivalen tereduksi dari sitosol ke dalam mitokondria memerlukan mekanisme shuttle (ulang-alik), baik proses ulang-alik malat-aspartat maupun ulang-alik gliserol 3-fosfat. Dalam oksidasi aerobik glukosa menjadi piruvat dan subsekuen oksidasi menjadi CO2, permolekul

glukosa menghasilkan fosfat energi tinggi sebesar 38 ATP.

Pada kondisi kapasitas oksidatif oleh sel mitokondria terbatas atau karena ketidakadaan oksigen, NADH yang dihasilkan glikolisis direoksidasi melalui perubahan piruvat menjadi laktat oleh laktat dehidrogenase. Perubahan glukosa menjadi laktat tersebut disebut glikolisis anaerob. Reaksi keseluruhannya: Glukosa + 2 ADP + 2 Pi  2 laktat + 2 ATP + 4 H+ +2 H2O

Meningkatnya kadar asam laktat tersebut akan mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, sehingga menyebabkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi atau gerakan otot (Guyton dan Hall 1996). Terkait dengan kesehatan dan performa secara umum diketahui bahwa prioritas utama dalam pemantauan status gizi pada olahragawan adalah menjaga keseimbangan energi. Oleh karena itu, di samping kadar laktat, salah satu parameter performa olahraga lainnya adalah otal energi saat berolahraga yang biasa disebut Energy Expenditure. Energi yang dibutuhkan untuk suatu aktivitas ditulis dalam kilokalori atau kilojoule per kilogram berat badan atau oksigen yang dibutuhkan dalam mililiter per kilogram berat badan. Energy Expenditure pada saat istirahat adalah 4,2 kj per kg berat badan per jam atau 3,5ml O2 per kg per menit

(Bouchard dan Katzmarzyk 2010).

Sistem imun

Organisme multiseluler seperti manusia membutuhkan sistem transpor untuk zat dari dan ke sel. Media transport tersebut terdapat di sistem kardiovaskuler yaitu darah. Komponen utama darah yaitu plasma serta sel darah merah dan sel darah putih. Sel darah merah (eritrosit) berperan dalam untuk transport gas respirasi dan mengandung hemoglobin, sedangkan sel darah putih (leukosit) yang merupakan bagian aktif dari sistem pertahanan tubuh (Ward 2007).

Sistem imun melawan invasi patogen dengan dua cara; 1) Respons alamiah nonspesifik yang teraktivasi dengan cepat yang seringkali bermanifestasi sebagai inflamasi; dan 2) Imunitas adaptif dimana sel-sel imun menghasilkan antibodi sebagai respons terhadap adanya protein asing. Respons alamiah memberikan peratahanan nonspesifik terhadap semua organisme yang menginvasi tubuh, sebaliknya respons imun adaptif dirancang untuk menghancurkan organisme tertentu dengan mengenali molekul penanda (protein) yang disebut antigen yang bisa dikenali oleh antigen spesifik. Sistem ini normalnya dapat membedakan antara protein sendiri dan protein asing (Ward 2007).

(26)

9 memfasilitasi produksi antibodi spesifik terhadap antigen, melalui sel B yang teraktivasi (Roitt 2011). Sistem ini memakan waktu 5 hari untuk berespons sempurna terhadap paparan awal antigen tetapi beberapa limfosit yang terstimulasi akan berdiferensiasi menjadi sel T memori, yang memungkinkan respon terjadi lebih cepat jika antigen tersebut kembali menginvasi tubuh pada kesempatan berikutnya (Ward 2007).

Respon sistem imun sangat bergantung kepada kemampuan sistem imun untuk mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada patogen potensial dan membangkitkan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen yang bersangkutan. Proses pengenalan antigen dilakukan oleh unsur utama sistem imun yaitu limfosit yang kemudian diikuti oleh fase efektor yang melibatkan berbagai jenis sel (Kresno 2001).

Sel limfosit T CD4 dan sel T CD8

Mekanisme molekuler yang mendasari perkembangan sel T menjadi sel T CD4 dan CD8 telah banyak dipelajari, hasilnya menunjukkan bahwa berbagai molekul turut berperan serta dalam pematangan sel T menjadi subpopulasi sesuai dengan fungsinya (Kresno 2001).

CD4 (Cluster of Differensiation 4) adalah glikoprotein yang diekspresikan pada permukaan sel T-helper, regulasi sel T, monosit, makrofag, dan sel dendritik. CD4 adalah co-reseptor yang membantu reseptor sel T (TCR) dalam mengaktifkan sel T menyusul interaksi dengan antigen-presenting cell. Tes CD4 mengukur jumlah sel T berisi reseptor CD4. Hasil biasanya diukur dalam jumlah sel per mikro liter (mm) darah. Jumlah CD4 kurang dari 200 sel per mikroliter dalam individu HIV yang positif didiagnosa sebagai AIDS. Hasil tes CD4 biasanya dilaporkan sebagai jumlah sel CD4 yang ada dalam satu milliliter kubik darah (biasanya ditulis mm3). Jumlah CD4 yang normal biasanya berkisar antara 500 dan 1600. Jumlah CD4 umumnya menurun perlahan-lahan pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

CD8 (Cluster of Differensiation 8) adalah transmembran glikoprotein yang berfungsi sebagai reseptor untuk sel T (TCR). Nilai untuk CD8 absolut adalah 531 sel/µl dan nilai normalnya 190 – 1140 sel/µl. Berat molekul CD8 sekitar 13,463.2 Da.

Sebagian besar sel CD4 mengenali antigen yang ditampilkan bersama MHC kelas II dan sel-sel ini terutama berfungsi sebagai sel T helper. Sel-sel CD8 mengenali antigen yang ditampilkan bersama MHC I dan berfungsi terutama dalam dekstrusi sel terinfeksi virus atau mikroorganisme intraseluler lain. Baik sel T CD4 maupun CD8 dapat memprodukisi limfokin atau Interleukin. Untuk

mengawali respon imun, reseptor αβ pada permukaan sel T berikatan dengan

(27)

10

Gambar 1. Keberadaan CD4 dan CD8 pada permukaan sel T (Sumber: Roitt 2011)

Sel Natural Killer (CD56)

Sel Natural Killer adalah sel T cytotoxic yang tidak memerlukan MHC untuk mengenal antigen (MHC-unrestricted). Populasi sel ini dapat membunuh sel sasaran secara spontan tanpa sensitisasi terlebih dahulu dan tanpa tergantung produk-produk MHC, karena itulah disebut Natural Killer. Sel ini tidak memiliki ciri CD8. Namun sel ini memiliki reseptor untuk komplemen C3 dan reseptor untuk Fc. Sel-sel ini bersifat non-fagositik, non-adheren dan secara fenotip berbeda dengan sel T maupun sel B. Untuk membedakannya dengan sel T maupun sel B, sel ini memiliki penanda permukaan CD16 (yang merupakan reseptor untuk Fc) dan CD56. Ciri permukaan CD56 dapat digunakan untuk memastikan bahwa sel itu adalah NK (Kresno 2001).

Gambar 2. Mekanisme pertahanan sel Tc dan sel NK (Sumber: Roitt 2011) Sel NK memegang peranan penting dalam pertahanan alamiah terhadap pertumbuhan sel kanker dan berbagai penyakit infeksi, terutama virus tanpa sensititasi terlebih dahulu. Sebagian besar sel NK (95%) dapat berfungsi sebagai sel yang membunuh sel sasaran yang terinfeksi virus dan sel sasaran lain yang dilapisi IgG sehingga sel NK berfungsi sebagai sel sitotoksik yang bergantung pada antibody (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity = ADCC) (Kresno 2001).

(28)

11 melalui sinyal dan transduksi sinyal; 3) melancarkan lethal hit kepada sel sasaran; dan 4) pelepasan sel NK dari sel sasaran (Kresno 2001).

Interleukin-6 (IL-6)

Interleukin-6 dahulu dikenal sebagai IFN-β2, hepatocyte stimulating factor dan plasmocytoma growth factor. IL-6 dibentuk oleh banyak sel dan berpengaruh pada banyak jenis sel sasaran. IL-6 diproduksi oleh beberapa jenis sel yang berbeda, tetapi sumber utama in vivo dirangsang oleh monosit /makrofag, fibroblas dan sel endotel vascular (Akira et al. 1993). Selain itu juga ditemukan bahwa selama kondisi istirahat, 10 - 35% dari IL-6 tubuh diproduksi oleh jaringan adiposa (Mohamed-Ali et al. 1997).

IL-6 juga dianggap sebagai "myokine", sitokin yang dihasilkan dari otot, dan meningkat pada respon terhadap kontraksi otot. Hal ini secara signifikan meningkat seiring dengan aktivitas atau olahraga dan mendahului munculnya sitokin lain dalam sirkulasi. Selama berolahraga, IL-6 bertindak seperti hormon untuk memobilisasi substrat ekstraseluler dan/atau menambah pengiriman substrat tersebut.

Interleukin-6 diproduksi secara lokal dalam otot rangka dan terbukti meningkat jumlahnya pada plasma selama olahraga. Produksi IL-6 selama berolahraga berbanding lurus dengan intensitas dan durasi olahraga dan menciptakan kondisi rendah glikogen di otot sehingga merangsang produksi IL-6. IL-6 yang dihasilkan otot dilepaskan ke dalam sirkulasi selama olahraga dalam jumlah tinggi dan IL-6 bekerja seperti hormon memberikan signal ke hati dan jaringan adiposa, sehingga memberikan kontribusi bagi pemeliharaan homeostasis glukosa selama berolahraga dan memediasi lipolisis selama olahraga. IL-6 dari otot ini juga dapat bekerja sebagai sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α (Pedersen 2001). Selain itu, osteoblas mensekresikan IL-6 untuk merangsang pembentukan osteoklas. Sel otot polos di pembuluh darah juga memproduksi IL-6 sebagai sitokin pro-inflamasi.

Malonaldehida

Radikal bebas yang diproduksi dalam jumlah normal, sesungguhnya penting untuk menjaga fungsi biologis. Namun, jika jumlahnya berlebihan, ia akan mencari pasangan elektronnya dengan merampas secara radikal dari molekul lain yang mengakibatkan kerusakan oksidatif jaringan yang sering dikenal sebagai stres oksidatif (Sies 1985).

(29)

12

dekomposisi asam amino dan komponen karbohidrat serta reaksi yang melibatkan radikal bebas.

Asam lemak tak jenuh (PUFA) sangat mudah mengalami oksidasi karena memiliki karbon metilen pada bagian ikatan rangkap yang sangat sensitif terhadap pengurangan oksigen dan pembentukan senyawa radikal. Oksigen dapat melekat pada asam lemak yang kehilangan hidrogen dan membentuk senyawa radikal yang nantinya akan menghasilkan senyawa aldehid dan keton akibat bereaksi dengan lemak lain. MDA adalah salah satu senyawa aldehid yang bersifat toksik terhadap sel, senyawa aldehid lainnya adalah hidroaxialkenal. Konsentrasi MDA di dalam materi biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator keberadaan radikal bebas. Keberadaan MDA dapat menyebabkan sitotoksisitas, mutagenitas, kerusakan membran dan modifikasi enzim di dalam tubuh (Muchtadi et al. 1993). Menurut Conti et al. (1991), analisa konsentrasi MDA dapat menggunakan metode TBA. MDA dapat bereaksi dengan TBA membentuk senyawa komplek MDA-TBA melalui reaksi nucleophilic addition reaction. Senyawa MDA-TBA yang terbentuk memiliki warna merah jambu yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer.

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Juni 2013 di Laboratoriumm Somatokinetika FIK-UNJ Jakarta, Laboratorium Parasitologi - Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor, serta Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Kimia Departemen ITP, IPB Bogor.

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah sampel minuman beroksigen yang berkadar oksigen 50, 80 dan 130 ppm untuk jangka pendek dan 100 ppm untuk jangka panjang (@385 ml/botol). Produksi, pengemasan dan pelabelan dilakukan di PT Triusaha Mitraraharja (Garuda Food). Bahan yang digunakan pada saat pengambilan darah dan isolasi limfosit adalah EDTA 1%, PBS (Sigma-P3563), cairan histopaque (fycoll-hypaque) (Sigma-1077). Bahan kimia yang digunakan untuk perhitungan jumlah sel adalah Tripan Blue. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa dengan ELISA adalah PBS (Sigma-P3563), skim milk 5%, antibodi monoklonal anti-CD4 human produced in mouse (sc-70665 Santa Cruz), antibodi monoklonal anti-CD8 human produced in mouse (GTX83296 GeneTex), antibodi monoklonal anti-CD56 human produced in mouse (GTX76336 GeneTex), antibodi monoklonal anti-IL-6 human produced in mouse (sc-28343 Santa Cruz), antibodi sekunder (antibodi poliklonal Horse Radish Peroxidase IgG anti-mouse (GTX26789 Horse Radish Peroxidase-conjugated goat anti-mouse IgG Polyclonal antibody)), antibodi sekunder (antibodi poliklonal Horse Radish Peroxidase IgG anti-rabbit (SC-2030 Santa Cruz Horse Radish Peroxidase -conjugated goat anti-rabbit IgG- Polyclonal antibody)), stop solution (H2SO4 1

(30)

13 Reagen yang digunakan untuk analisis malonaldehida adalah asam trikloroasetat (TCA), asam tiobarbiturat (TBA) dan BHT. Sebagai standar digunakan larutan standar tetraetoksipropana (TEP).

Alat

Pada jangka pendek, alat yang digunakan untuk uji performa adalah treadmill (Woodway) dan cardiorespiratory fitness test “Fitmate” (Cosmed) dengan protokol lari 10 km/jam. Alat tersebut dihubungkan dengan monitor pemantau EKG. Laktat diukur dengan Accutrend Lactate (ex Roche). Pada jangka panjang, alat-alat yang digunakan adalah vacutainer berisi EDTA 0.1%, venoject, tabung sentrifus, sentrifus, vortex, freezer -20°C, tabung reaksi dengan tutup, mikropipet, microplate 96 well, inkubator dan ELISA reader (Labsystem Multiscan EX) dengan filter 450 nm. Alat untuk analisis MDA adalah tabung reaksi, labu ukur, gelas piala, pipet mikro, sentrifus, vortex, penangas air, dan ELISA reader (Labsystem Multiscan EX) 540 nm.

Prosedur Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara bertahap, dimulai dari data yang terkumpul di lapangan hingga data hasil analisis di laboratorium. Data kuantitatif konsumsi pangan (food recall) dan kuesioner diambil pada 3 hari pertama dan 3 hari terakhir (food recall) dan wawancara dilakukan pada hari ke-4, ke-7, ke-14 dan ke-21. Data yang terkumpul di lapangan akan diperiksa oleh peneliti dan diinput ke komputer. Sedangkan data yang diperoleh dari laboratorium dianalisis statistik menggunakan software statistik (Minitab 14).

Tahap Penelitian Pemilihan Responden, Sosialisasi dan Intervensi

Penelitian dilakukan dengan pengujian darah responden. Populasi subjek dipilih berjumlah 17 orang mahasiswa IPB berdasarkan kriteria berolahraga aktif, yaitu berolahraga secara rutin minimal 20-30 menit perharinya, tiga kali dalam seminggu atau setara. Olahraga yang dilakukan seperti tenis meja, basket, berenang, sepak bola, badminton, jogging rutin atau olahraga lainnya.

Responden terdiri dari pria dengan usia antara 17-30 tahun dan merupakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Sebelum dilakukan intervensi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan klinis terhadap masing-masing responden. Pemeriksaan klinis yang dilakukan meliputi pemeriksaan kesehatan fisik organ luar, seperti mata, lidah, telinga, dan denyut jantung (elektrokardiografi), pemeriksaan laju pernafasan (spirometri), rontgen dan pengukuran tekanan darah. Subjek juga tidak memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, penyakit kardiorespirasi dan ginjal (berdasarkan pemeriksaan). Dari pemeriksaan tersebut didapatkan hasil bahwa secara keseluruhan responden dalam kondisi sehat jasmani dan tidak menderita penyakit apapun.

(31)

14

kepentingan dan kewajiban masing-masing, berolahraga dan tidak diperkenankan untuk merokok, minum alkohol, melakukan aktivitas fisik terlalu berat atau maksimal, ataupun berjaga tidak tidur sampai larut malam (begadang). Oleh karena seluruh responden merupakan mahasiswa IPB yang bertempat tinggal di daerah Dramaga, maka aktivitas sehari-hari yang mereka lakukan didominasi oleh kegiatan di rumah, di kampus dan olahraga yang secara umum tergolong pada pekerjaan menengah sampai tinggi yang tidak terlalu mengeluarkan banyak energi seperti atlit.

Berbagai ketentuan tersebut sesuai dengan isi surat perjanjian (Informed consent) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu penulis selaku peneliti dan pihak responden sebagai subjek penelitian ini. Dengan adanya surat perjanjian, maka responden memiliki kewajiban untuk memenuhi dan mengikuti prosedur yang ditetapkan selama intervensi berlangsung.

Pengujian Manfaat Minuman Beroksigen Secara Akut (Jangka Pendek) Sebelum melakukan treadmill telah dilakukan pencatatan terhadap berat dan tinggi badan untuk menentukan Indeks Masa Tubuh (IMT) dan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan responden dalam keadaan sehat dan mampu melakukan latihan fisik. Setiap responden melakukan treadmill empat kali sesuai konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air (Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), 50, 80 dan 130 ppm) pada hari yang berbeda. Responden berlari sampai kemampuan maksimum dengan protokol 10 km/jam.

Pengukuran kadar laktat dilakukan sebelum dan setelah melakukan treadmill. Lalu dilanjutkan dengan meminum minuman beroksigen (sesuai konsentrasi perlakuan) dan diukur kadar laktatnya pada 5 menit setelah meminum minuman beroksigen tersebut. Pengukuran kadar laktat menggunakan alat Accutrend Lactat (Roche) dengan mengambil darah dari jari tangan responden. Energy Expenditure (EE) diukur selama responden berada di atas treadmill secara otomatis tercatat pada alat. Denyut nadi maksimum dan tekanan darah dikontrol selama responden berada di atas treadmill secara otomatis pada alat.

Pengujian Manfaat Minuman Beroksigen Secara Kronis (Jangka Panjang) Pengambilan Darah

Pengambilan darah responden (17 orang) dilakukan sebelum dan sesudah konsumsi air beroksigen sebanyak 385 ml dua kali sehari (pagi dan sore hari) selama 21 hari. Kemudian dilakukan pengujian beberapa parameter terhadap darah responden sebelum dan sesudah perlakuan. Selain itu juga dilakukan kuesioner dan monitoring terhadap kebiasaan, jenis dan jumlah makan, minum dan merokok.

(32)

15 Analisa Kadar Malonaldehid (MDA) Plasma (Erniati et al. 2012)

Sebanyak 100 µl plasma darah atau standar TEP ditambahkan dengan 75 µl larutan TCA 20% (dalam HCl 0.6 mol/L HCl). Setelah itu didinginkan dalam es selama 20 menit. Campuran tersebut disentrifus pada 5000 rpm selama 20 menit. 100 µl yang diperoleh ditambahkan 20 µl pereaksi TBA dan didihkan selama 30 menit. Setelah didinginkan campuran tersebut dimasukkan dalam microplate 96-well dan dibaca serapannya dengan Microplate reader pada panjang gelombang 540 nm. Kurva standar dibuat dengan melarutkan 2,5 mmol 1,1,3,3-tetraetoksi propane dalam 1 L aquadest yaitu 30 µl TEP/50 ml, dan diencerkan kembali menjadi 0.001 µl/ml. Kemudian dibuat larutan standar dengan konsentrasi 0.0002, 0.0004, 0.0006, 0.0008 dan 0.001 µl/ml. Hasil pengukuran sampel kemudian dibandingkan dengan kurva standar TEP (1,1,3,3 tetraetoksipropana). Penetapan MDA dihitung dengan membandingkan absorbansi dengan kurva standar memakai tetraetoksipropan (TEP), menggunakan persamaan Y = aX + b.

Analisis Kadar CD4, CD8, CD56 dan Interleukin-6 Isolasi limfosit (Damayanthi et al 2004)

Campuran darah dan EDTA disentrifus pada 1500 rpm selama 10 menit. Plasma dialikuot dan disimpan pada suhu ± -20°C sampai dilakukan analisis. Buffycoat dilewatkan secara perlahan-lahan di atas fycoll-hypaque melalui dinding tabung kemudian disentrifus pada 2500 rpm selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan pencucian limfosit yang bertujuan untuk menghilangkan monosit, plasma dan ficoll-hypaque yang mengkontaminasi. Pencucian ini dilakukan dengan cara menambahkan PBS dan sentrifus pada 1500 rpm selama 10 menit. Setelah itu, buang larutan dan sisakan pelet limfosit yang terdapat pada bagian bawah tabung sentrifus. PBS ditambahkan kembali pada tabung sentrifus yang mengandung pelet limfosit dan dilakukan perhitungan menggunakan pewarna trifan blue dengan alat hemositometer. Jumlah sel disetarakan hingga didapatkan populasi makrofag 106 sel/ml. Suspensi dengan konsentrasi yang sama dapat disimpan dalam freezer bersuhu ± -20°C sampai siap dilakukan analisis selanjutnya.

Metode ELISA untuk Perhitungan Kadar CD4, CD8, dan CD56 (Zakaria et al. 2006)

(33)

16

penambahan substrat pada well terakhir. Selanjutnya microplate dibaca dengan Elisa Reader pada panjang gelombang 450 nm.

Perhitungan kadar Interleukin-6 dengan Metode ELISA (Zakaria et al. 2006) Plasma sebanyak 100 µl dimasukkan ke dalam microplate 96 well, kemudian diinkubasi pada suhu 4oC selama 1 malam. Cairan dalam microplate dibuang (dengan cara membalik microplate dan dihentakkan) dan dicuci dengan 300 µl PBST (yaitu larutan PBS dengan 0.05% Tween 20). Selanjutnya ditambahkan 100 µl skim milk 3% pada masing-masing well dan diinkubasi pada 37oC selama 2 jam. Cairan dalam microplate dibuang dan dicuci dengan PBST. Kemudian ditambahkan antibodi primer (monoclonal anti-IL-6) sebanyak 100 µl (1:5000) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam. Cairan dalam microplate dibuang dan dicuci dengan PBST. Antibodi sekunder (antibodi HRP IgG Anti-mouse) ditambahkan sebanyak 100 µl (1:10.000) dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 jam. Cairan dalam microplate dibuang dan dicuci dengan PBST. Substrat TMB ditambahkan sebanyak 50 µl dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit kemudian dilakukan penambahan 50 µl stop solution. Penghitungan waktu inkubasi dimulai sejak penambahan substrat pada well terakhir. Selanjutnya microplate dibaca dengan Elisa Reader pada panjang gelombang 450 nm.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden

Responden dari penelitian ini merupakan mahasiswa IPB yang gemar berolahrga. Responden diperoleh berdasarkan hasil survey ke unit kegiatan olahraga mahasiswa IPB dan juga mahasiswa yang aktif berolahraga di lingkungan IPB. Responden yang dipilih merupakan mahasiswa IPB berolahraga aktif, yaitu secara rutin berolahraga minimal 20-30 menit setiap hari tiga hari perminggu atau setara. Olahraga yang dilakukan seperti tenis meja, basket, futsal, sepak bola, badminton, bersepeda, bela diri, jogging rutin atau olahraga lainnya.

(34)

17 Berikut karakteristik responden yang berjumlah 17 orang.

Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik Responden Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin

Laki-laki 17 100

Perempuan - 0

Total 17 100

Usia

Dewasa (20-27 tahun) 17 100

Total 17 100

Pendidikan Terakhir

SMA 12 70.59

Strata 1 (S1) 5 29.41

Total 17 100

Pekerjaan

Mahasiswa S1 13 76.47

Mahasiswa S2 4 23.53

Total 17 100

Tempat tinggal

Dramaga, Bogor 17 100

Uang Saku perbulan

Rp. 500.000-1.000.000 14 82.35

Rp. 1.000.000 - 1.500.000 2 11.76

> Rp. 1.500.000 1 5.88

(35)

18

Tabel 2. Kondisi Kesehatan Responden

Karakterisasi Jumlah Persentase

(%) Indeks Massa Tubuh (IMT) (kg/m2):

Normal (18,5<IMT<25) 9 52.94

Kekurangan Berat Badan (ringan) (IMT 17.0-18.4) 3 17.65 Kelebihan Berat Badan (ringan) (IMT 25.1-27.0) 5 29.41

Total 17 100

Gangguan (karies, calculus, radix dentis) 7 41.2

Tanda Vital (tekanan darah, denyut nadi, suhu

(36)

19 Tabel 3.Hasil Pemeriksaan Hematologi Responden

Hematologi Jumlah Persentase

(%)

Normal (150000-400000) 16 94.12

Rendah (<12 g/dl) 0 0

- Neutrofil Bersegmen (50-70%) 17 100

- Neutrofil Berbatang (0-6%) 17 100

Melebihi Normal (>15 mm/jam) 4 23.53

(37)

20

keadaan tersebut, suplai oksigen ke seluruh jaringan akan berkurang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan tubuh berusaha beradaptasi dengan memproduksi hemoglobin sebanyak-banyaknya. Berdasarkan pemeriksaan kesehatan, 16 dari 17 responden memiliki Hb normal, dan 1 orang memiliki Hb yang tinggi. Hb tinggi memiliki kelebihan, yaitu dapat meningkatkan pengikatan oksigen oleh darah. Sehingga orang dengan kadar Hb yang tinggi biasanya memiliki nafas yang panjang dan daya tahan aktifitas fisik yang baik. Bahkan beberapa atlit sengaja menaikkan kadar Hb-nya (Theml et al 2004).

Kadar hematokrit normal terdapat pada 16 responden, namun terdapat responden dengan kadar hematokrit yang rendah. Rendahnya kadar hematokrit terjadi dengan pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukemia, penyakit hodgkins, limfosarcoma, mieloma multiple, gagal ginjal kronik, sirosis hepatitis, malnutrisi, atau hanya karena defisiensi vit B dan C, kehamilan, SLE, athritis reumatoid, dan ulkus peptikum (Sutedjo 2008). Jumlah leukosit 1 dari 17 responden cukup tinggi, namun peningkatan ini dapat terjadi setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, karena masih cukup normal, tidak lebih

dari 11.000/μl.

Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Seorang responden memiliki jumlah trombosit yang tinggi disebut trombositosis, namun jumlah yang masih mendekati normal tidak mengakibatkan penyakit penggumpalan yang berbahaya. Di samping itu 1 dari 17 orang responden memiliki kadar leukosit dan monosit yang melebihi normal. Selain itu juga dioeriksa Laju Endap Darah (LED). Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED 4 orang responden melebihi batas normal. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan) (Sutedjo 2008).

Pengetahuan responden terhadap minuman beroksigen perlu diketahui untuk melihat bagaimana pengetahuan dan pengalaman responden terhadap produk minuman beroksigen. Dalam penelitian ini, informasi diperoleh berdasarkan wawancara sesuai dengan kuesioner (Lampiran 1). Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa 15 responden mengetahui minuman beroksigen, 11 orang mengetahui manfaatnya dan 1 orang pernah mengkonsumsi minuman beroksigen sebelum penelitian ini. Responden yang secara keseluruhan hanya terdiri dari pria dengan usia antara 17-25 tahun (dewasa) memungkinkan responden lebih dapat menerima maupun mencari informasi sendiri dan lebih mudah dalam penyerapan informasi baru (Zakaria 2011). Selain itu, responden yang terdiri dari 13 mahasiswa Strata 1 dan 4 Mahasiswa Strata 2 menunjukkan kuatnya kemampuan dalam menerima informasi baru, mencari seluas-luasnya informasi serta diharapkan lebih menjaga keakuratan penelitian yang diikuti.

(38)

21 dianjurkan. Cara mengkonsumsi yang dianjurkan adalah memeriksa tekanan terlebih dahulu lalu membolak-balikkan botol untuk memastikan kemasan dan minuman dalam kondisi baik, membuka tutup botol dan disarankan langsung segera dihabiskan, jika tidak mampu menghabiskan disarankan untuk menutup botol kembali.

Pada kegiatan sosialisasi dilakukan pula penandatanganan surat perjanjian (informed consent) (Lampiran 2). Berbagai ketentuan yang dilakukan selama penelitian sesuai dengan isi surat perjanjian (informed consent) yang disepakati bersama oleh kedua belah pihak, yaitu penulis selaku peneliti dan pihak responden sebagai subjek penelitian ini. Dengan adanya surat perjanjian, maka responden memiliki kewajiban untuk memenuhi dan mengikuti prosedur yang ditetapkan selama penelitian jangka pendek maupun intervensi yang berlangsung selama 21 hari (jangka panjang).

Pengujian manfaat minuman beroksigen secara akut (jangka pendek)

Pengujian jangka pendek dilakukan untuk melihat manfaat minuman beroksigen dengan beberapa tingkat konsentrasi oksigen terlarut (50, 80 dan 130 ppm) terhadap performa olahraga 12 responden yang ditunjukkan dari kadar laktat dan Energy Expenditure serta menentukan konsentrasi paling efektifnya dengan melalukan latihan fisik (treadmill) dengan menggunakan treadmill (Woodway) dan cardiorespiratory fitness test “Fitmate” (Cosmed) dengan protokol lari 10 km/jam. Alat tersebut dihubungkan dengan monitor pemantau EKG.

Pengukuran terhadap berat dan tinggi badan telah dilakukan sebelumnya dan dilakukan pencatatan pada alat. Populasi responden melakukan treadmill (latihan fisik) masing-masing empat kali berdasarkan konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air (air minum dalam kemasan, 50, 80 dan 130 ppm) pada hari yang berbeda, kemudian dilakukan kembali percobaan yang sama pada akhir intervensi 21 hari. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sesaat sebelum treadmill untuk memastikan responden dalam keadaan sehat dan mampu melakukan latihan fisik dengan treadmill.

Kadar Laktat

Respon asam laktat sebagai akibat dari suatu latihan pada akhir-akhir ini cukup mendapat perhatian yang besar dari para ahli fisiologi, khususnya berkaitan dunia keolahragaan. Kadar asam laktat menjadi salah satu variabel yang sering diukur dan digunakan untuk mengetahui kinerja atlet.

Ambang anaerobik (anaerobic threshold) adalah saat mulainya asam laktat terkumpul dalam jaringan otot dan darah sebagai hasil sampingan glikolisis anaerobik akibat dari suatu intensitas latihan (Lamont, 1992). Pada saat ambang anaerobik terjadi seorang atlet akan menggunakan energinya dari semula dominan dengan sistem aerobik menjadi sistem anaerobik. Jika seorang atlet telah melampaui ambang anaerobik, maka ia akan bekerja pada sistem anaerobik, sehingga mengakibatkan ia mudah lelah dan aktivitas akan terhenti.

(39)

22

sedang berlari jauh, mengalami banyak hutang oksigen, yang disebabkan aktivitas anaerobik, maka ia tidak akan dapat meneruskan langkahnya lebih lama lagi, atlet tersebut akan mengurangi kecepatannya, atau bahkan berhenti sama sekali untuk membayar hutang oksigen selama ia berlari.

Pada penelitian ini, responden yang telah mengkonsumsi minuman beroksigen berolahraga lari pada treadmill sampai kemampuan maksimum. Pengukuran kadar laktat dilakukan sebelum melakukan treadmill dan setelah treadmill, dilanjutkan dengan meminum minuman beroksigen (sesuai konsentrasi perlakuan) dan diukur kadar laktatnya pada 5 menit setelah meminum minuman beroksigen tersebut.

Pengukuran kadar laktat menggunakan alat Accutrend Lactat (Roche) dengan mengambil darah dari jari tangan responden. Pada percobaan ini, diharapkan minuman beroksigen dengan konsentrasi tertentu dapat menurunkan produksi laktat selama treadmill dan mempercepat penurunan laktat setelah treadmill setelah mengkonsumsi minuman beroksigen.

Asam laktat diproduksi secara terus menerus di dalam tubuh. Meskipun demikian jumlah asam laktat dalam tubuh relatif tetap. Gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar laktat akibat treadmill. Kadar laktat dalam berolahraga termasuk treadmill diharapkan tidak meningkat dengan cepat karena dapat menurunkan performa olahraga terutama pada olahraga dalam jangka waktu lama. Peningkatan kadar laktat dengan mengkonsumsi minuman beroksigen sebelum treadmill meningkat seiring peningkatan konsentrasi oksigen dalam air minum. Berbeda jika minuman beroksigen dikonsumsi pada saat setelah treadmill (Gambar 4), penurunan kadar laktat paling cepat pada minuman beroksigen mulai dari 80 ppm, 130 ppm dan 100 ppm (jangka panjang).

Gambar 3 Peningkatan kadar laktat sebelum - setelah treadmill

Pada orang sehat dalam keadaan sedang istirahat, jumlah asam laktat sekitar 1-2 mM/l, 1- 1.8 mM/l (Fox 1993). Batas toleransi terhadap ketinggian konsentrasi asam laktat pada otot dan darah selama melakukan aktivitas latihan fisik tidak diketahui secara pasti. Namun demikian, toleransi kadar asam laktat

(40)

23 pada manusia diperkirakan mencapai diatas 20 mM/l darah dan 25 mM/l kg berat otot basah, dan bahkan bisa mencapai diatas 30 mM/l pada latihan dinamis dengan intensitas tinggi. Pada penelitian ini, dari 12 responden diperoleh kadar laktat terendah 1.4 mM/l yaitu sebelum treadmill dan tertinggi 15.7 mM/l. Nilai kadar laktat ini menunjukkan nilai yang masih berada pada batas toleransi.

Waktu penurunan kadar asam laktat darah dan otot diperlukan kurang lebih 60 menit pemulihan untuk menyingkirkan tumpukan asam laktat. Pada subyek yang lari di treadmill membutuhkan waktu yang kurang lebih sama untuk menurunkan kadar asam laktatnya. Pada umumnya dibutuhkan waktu 25 menit untuk menyingkirkan separuh dari tumpukan asam laktat setelah berolahraga maksimal. Ini berarti bahwa untuk menghilangkan 95% dari tumpukan asam laktat diperlukan waktu kurang lebih 60 menit setelah olahraga maksimal.

Perbedaan antara 2 pengamatan ini terutama terlihat dari konsumsi minuman beroksigen 130 ppm, pada konsumsi sebelum treadmill justrukurang efektif karena meningkatkan kadar laktat, sedangkan konsumsi setelah treadmill menurunkan kadar laktat lebih cepat. Peningkatan kadar laktat dengan mengkonsumsi minuman beroksigen tidak memberikan efek penghambatan produksi laktat jika dikonsumsi sebelum treadmill. Hal ini didukung penelitian Willmert et al. (2002), konsumsi minuman beroksigen dengan konsentrasi oksigen yang lebih rendah (13.5 ml/L) sebelum treadmill juga tidak memberikan efek nyata terhadap laktat.

(41)

24

Gambar 4 Penurunan kadar laktat setelah treadmill– setelah konsumsi AO

Rataan dan standar deviasi masing-masing perlakuan sampel sebelum-setelah treadmill dan setelah treadmill-setelah mengkonsumsi minuman beroksigen dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

(42)

25

Gambar 6 Rataan ± SD penurunan kadar laktat setelah treadmill- setelah komsumsi minuman beroksigen

Pemusnahan asam laktat darah terjadi melalui oksidasi dalam serabut otot, laktat yang tidak teroksidasi akan berdifusi dari otot yang aktif ke dalam kapiler dan akan menuju hati. Melalui siklus Cori laktat dapat diubah menjadi piruvat, jika ada oksigen akan diubah menjadi glukosa. Glukosa ini dapat dimetabolisme oleh otot yang aktif atau disimpan dalam otot sebagai glikogen untuk digunakan kemudian (Sport Advisor 2007). Tetapi menurut Petersen (2005), ada bukti bahwa bukan organ hati saja yang bisa mengubah asam laktat darah melalui siklus Cori, tetapi jaringan otot merah, jantung, dan otak secara langsung dapat mengoksidasi asam laktat sehinggan bisa digunakan menjadi energi. Berdasarkan analisis statistik, perbedaan antara konsumsi air minum dalam kemasan, minuman beroksigen 50 ppm, 80 ppm, 130 ppm serta 100 ppm setelah jangka panjang menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan (Tabel 4).

Tabel 4 Analisis statistik kadar laktat

Kadar laktat

p-value > alpha (0.05), maka Terima H0, artinya tidak berbeda nyata

Perubahan kadar laktat dapat dilihat berdasarkan rasio peningkatan kadar laktat sesuai dengan konsumsi sebelum treadmill dan penurunan kadar laktat dalam pemulihan setelah mengkonsumsi minuman. Peningkatan dengan nilai

Gambar

Gambar 1. Keberadaan CD4 dan CD8 pada permukaan sel T  (Sumber:
Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden
Tabel 2. Kondisi Kesehatan Responden
Tabel 3.Hasil Pemeriksaan Hematologi Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini dikembangkan dari penelitian Griner dan Gordon (1995) dengan tiga tujuan utama adalah untuk menemukenali: pengaruh aliran kas internal terhadap

Hal ini menunjukkan bahwa manajer yang menjadi anggota suatu klik sosial dan membangun koneksi yang luas akan memiliki sponsor karir yang baik dalam arti memiliki dukungan

Konsep ruang luar yang diterapkan pada bangunan Kantor Sewa Kuala Namu yaitu akses masuk dan keluar yang terhubung langsung dengan Jalan Bakaran Batu, taman

Dengan demikian, hipotesis 3a yang menyatakan bahwa semakin besar (kecil) kepemilikan saham oleh keluarga dan semakin tinggi (rendah) tingkat power distance di suatu

Pompa darah keluar jantung dimulai ketika tekanan dalam ventrikel melampaui tekanan arterial, sehingga katup semilunaris terbuka.Harga tekanan puncak adalah 120

Saya berterima kasih kepada mereka, tim dan setiap orang yang mendukung Team Ford Racing karena telah membantu kami untuk mendapatkan piala perlombaan pertama kami,” ujar Team

1). Tipe pengasuhan otoriter , yaitu tipe pengasuhan yang menunjukkan derajat kontrol yang tinggi dengan kehangatan yang rendah. Pola asuh otoriter adalah suatu gaya