• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage Di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage Di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

UUT KUSWENDI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

iii UUT KUSWENDI (A44050971). 2011. Perencanaan Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Skripsi. Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dibimbing oleh Tati Budiarti dan Afra DN Makalew.

Indonesia telah mengalami perubahan paradigma dalam konsep pembangunan nasionalnya. Hal itu terjadi sejak diberlakukannya otonomi daerah yang bertujuan mengembangkan daerah berdasarkan potensi nilai lokal yang dimilikinya termasuk dibidang pariwisata berbasis alam. Salah satu daerah yang sedang mengembangkan sektor pariwisatanya adalah Desa Ketep di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang yang juga penerima program Prima Tani dari Badan Litbang Departemen Pertanian. Desa ini sangat strategis tetapi memiliki tingkat bahaya yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis keberlanjutan lanskap pertanian dan perdesaan berbasis ecovillage, mengidentifikasi dan menganalisis potensi objek dan atraksi wisata yang ada, merencanakan penataan agrowisata perdesaan berbasis ecovillage.

Penelitian ini menggunakan metode Gold (1980) yang merupakan urutan dalam melakukan kegiatan perencanaan dan metode Gunn (1997) yang merupakan metode dalam merencanakan area wisata. Analisis data untuk mengetahui karakter dan tingkat keberlanjutan lanskap dilakukan dengan Community Suistainable Assesment (CSA) yang berasal dari Global Ecovillage Network. Analisis data untuk mengetahui potensi, kendala, amenity dan danger dilakukan dengan analisa kualitatif melalui kajian pustaka. Analisis data dari keinginan pengunjung dilakukan melalui analisis persepsi pengunjung. Hasil analisis selanjutnya disintesiskan dan direncanakan baik secara tertulis maupun secara visual.

Hasil analisis CSA menunjukkan kalau Desa Ketep merupakan desa yang memiliki karakter lanskap perdesaan dan perbukitan yang masih memiliki ikatan kekeluargaan yang khas sesuai dengan tradisi leluhur. Hasil yang lainnya menunjukkan angka 779 pada skala 0-1000 untuk bobot total penilaian keseluruhan aspek. Nilai ini menunjukkan bahwa masyarakat desa ini berada pada awal yang baik menuju keberlanjutan. Nilai tersebut tersusun dari bobot total aspek ekologi (223), sosial (292), dan spiritual (264).

Meskipun demikian, terdapat beberapa kekurangan yang perlu untuk diselesaikan dari ketiga aspek tersebut berdasarkan nilai yang diperoleh. Pada aspek ekologi desa ini memiliki kelemahan dalam hal pengelolaan limbah cair (12) dan padat (20). Aspek terlemah dari bobot total aspek sosial berada pada rendahnya pendidikan masyarakat yang sebagian besarnya hanya sampai sekolah dasar (23). Sedangkan aspek terlemah pada spiritual berada pada aspek gaya pegas masyarakat (21) dan penyaluran seni dan kesenangan (23).

(3)

iv peristiwa gunung meletus mengingat daerah ini berada pada perbukitan Gunung Merapi dan Merbabu.

Hasil analisis keinginan pengunjung melalui kuesioner menunjukkan bahwa daerah ini cocok untuk dijadikan area rekreasi (97%) karena daerah ini indah (66%), nyaman (85%), mudah diakses (81%), dan memberikan banyak pengalaman (60%). Selain itu, pengunjug juga menginginkan agar penambahan jenis atraksi wisata diperbanyak terutama kehutanan (22,8), perkebunan (20%), dan tanaman pangan (13,3%). Sedangkan aktivitas yang diminati oleh pengunjung diantaranya out bond (20%), piknik (11,4%), dan bermain (12,3%).

(4)

ii UUT KUSWENDI

A44050971

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

v

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

(6)

vi Magelang

Nama : Uut Kuswendi NIM : A44050971

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S. Dr. Ir. Afra D.N Makalew, M.Sc. NIP.19610720198403 2 002 NIP. 19650119198903 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912197412 2 001

(7)

vii

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Perencanaan

Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage Di Desa Ketep, Kecamatan

Sawangan, Kabupaten Magelang” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

(8)

viii Penulis dilahirkan pada tanggal 8 April 1987 di Beber, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak kandung ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Wagiman (bapak) dan Eri Mastu (ibu).

Pendidikan sekolah dasarnya diselesaikan pada tahun 1999 di SD Inpres Gondosuli, Yogyakarta dengan status lulusan terbaik. Selanjutnya, penulis melanjutkan proses pendidikannya ke SLTP Negeri 76 Jakarta Pusat dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2005, penulis merampungkan pendidikan lanjutannya di SMU Negeri 27 Jakarta Pusat. Penulis berhasil masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2005 yang merupakan prestasi membanggakan dan berhasil masuk di Mayor Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB.

Penulis sangat aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan baik di dalam maupun di luar kampus. Tahun 2005-2006 penulis terpilih menjadi ketua BEM TPB IPB (Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB). Tahun 2006-2007 penulis melanjutkan karir organisasinya di Forum Komunikasi Rohis Departemen Fakultas Pertanian sebagai Ketua Departemen Syiar dan menjadi ketua FKRD untuk periode kepengurusan berikutnya. Pada tahun 2009, penulis diberi mandat untuk menjalankan amanah sebagai ketua FSLDKI (Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus IPB). Diluar kampus, penulis aktif di IMMPERTI (Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian Indonesia) sebagai tim penasihat. Selain itu, penulis pun mengabdi di LP3M2-YPI yang merupakan yayasan sosial, pendidikan dan dakwah yang berada di Jakarta sebagai staf pembinaan dan kewirausahaan.

(9)

ix Segala puji serta syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat iman, islam dan kesehatan tiada hentinya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang” ini dengan baik. Skripsi ini dibuat dalam rangka penyelesaian studi di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa syukur penulis kepada Tuhan, penulis hendak menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. selaku dosen pembimbing pertama yang banyak memberi bantuan, dukungan, bimbingan serta arahan selama penyelesaian skripsi.

2. Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua yang juga telah banyak memberi masukan kepada penulis dalam mempertajam teori pada disiplin ilmu ini.

3. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan dan dorongan moril kepada penulis untuk melengkapi skripsi ini.

4. Ir. Indung Siti Fatimah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberi nasihat dan motivasi selama penulis menjalani studi di IPB.

5. Bapak dan Emak dirumah yang telah membesarkan, membiayai serta mendoakan saya dalam setiap kesempatan baik dirumah maupun dimana pun. Erna dan Erwa selaku kakak dan adik atas dukungannya.

6. Reza, TB, Jumadi, Ardi, Adiba, Nies, Dien, Riki, Fikri, Deni, Riri, Gita, Siro dan seluruh teman-teman SMA 27 atas motovasi dan silaturahim yang senantiasa erat dengan nilai ukhuwah islamiyah.

(10)

x 9. Seluruh orang-orang yang berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan

skripsi ini.

Namun demikian, penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2011 Penulis

(11)

xi

4.1.1.1 Letak Geografis, Luas dan Batas Tapak ... ... 20

4.1.2.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... ... 35

(12)

xii

tanaman hias dan buah ……….…….... 43

4.1.3.1 Objek dan atraksi agrowisata . tanaman sayuran ………...……... 45

4.1.3.3 Objek dan atraksi agrowisata peternakan ………...…………... 45

4.1.3.4 Objek dan atraksi agrowisata Teknologi pertanian ………... 46

4.1.3.5 Objek dan atraksi pendukung agrowisata ……….….... 47

4.1.4 Tempat-Tempat Rekreasi di Sekitar Desa Ketep ... 48

4.2 Sintesis ... 51

4.2.1 Konsep Perencanaan ... 52

4.2.2 Pengembangan Konsep ... 56

4.2.2.1 Konsep Ruang ... 56

4.2.2.2 Konsep Aktivitas dan Fasilitas ... 57

4.2.2.3 Konsep Sirkulasi ... 58

4.2.2.4 Konsep Tata Hijau ... 59

4.3 Perencanaan Lanskap ... 59

4.3.1 Rencana Ruang ... 59

4.3.2 Rencana Fasilitas dan Utilitas…….…...…... 70

4.3.3 Rencana Sirkulasi ... 72

4.3.4 Rencana Tata Hijau ... 74

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(13)

xiii

1. Proses Perencanaan Lanskap ... 15

2. Kriteria Penilaian Dalam Analisis Kemiringan Lahan………. 17

3. Kriteria Penilaian Dalam Analisis Tata Guna Lahan………... 18

4. Analisis Kondisi Jalan pada Tapak ... 24

5. Persentase Kemiringan Tanah pada Tapak ... 26

6. Persentase Penggunaan Lahan pada Tapak ... 27

7. Jenis Tanaman Pertanian di Desa Ketep ... 32

8. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Ketep Usia 5 Tahun Keatas ... 35

9. Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Ketep ... 36

10. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Ketep ... 36

11. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep ... 37

12. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Ekologi ... 38

13. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Sosial ... 41

14. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Spiritual ... 41

15. Analisis Potensi Desa ... 49

16. Pengembangan Aktivitas Agrowisata ... 50

17. Hasil Analisis dan Sintesis ... 55

18. Rencana Penggunaan Ruang ... 66

19. Rencana Penggunaan Ruang Untuk Aktivitas Agrowisata ... 67

20. Pengembangan Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Agrowisata ... 68

(14)

xiv

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 5

2. Peta Lokasi Penelitian ... 14

3. Model Zona Tujuan Wisata ... 16

4. Jenis – Jenis Kendaraan Umum Menuju Desa Ketep (a) angkot, (b) bus sedang, (c) bus besar, (d) ojek ... ... 22

5. Peta Sirkulasi Eksisting pada Tapak ... ... 23

6. Peta Zonasi Kemiringan Tanah ... ... 28

7. Peta Tata Guna Lahan pada Tapak ... ... 29

8. Hidrologi pada Tapak (a) Kondisi Mata Air pada Tapak, (b) Pipa-Pipa Penyalur Air Bersih ... 34

9. Potensi Objek dan Atraksi Wisata di Dusun Ketep (a) kebun strawberi, (b) kios tanaman hias …………..…….... 44

10. Potensi Objek dan Atraksi Wisata Tanaman Tomat ………... 45

11. Atraksi Memberi Makan Ternak Sapi ………. 46

12. Proses Pembuatan Konsentrat Pakan Ternak ……….. 47

13. Atraksi Pendukung Agrowisata di Desa Ketep (a) ketoprak, (b) muludan ………..……... 48

14. Zona Pengembangan Agrowisata di Desa Ketep …………... 53

15. Konsep Pengembangan Ruang pada Tapak ... 56

16. Konsep Sirkulasi pada Tapak ………..……. 58

17. Rencana Pengembangan Ruang dan Sirkulasi ………... 60

18. Ilustrasi Aktivitas di Ruang Tanaman Hias dan Buah (a) kios tanaman strawberi, (b) aktivitas memetik buah (c) kios tanaman hias, (d) kebun strawberi…………..……….. 61

19. Aktivitas Pembuatan Konsentrat ………... 62

20. Artaksi Agrowisata di Ruang Sayuran (a) pembibitan, (b) pemanenan tomat …………..………….... 63

21. Ilustrasi Aktivitas Pengunjung di Ruang Peternakan (a) memerah susu, (b) membuat bio gas (c) membuat kompos, (d) memeberi makan ternak………...… 64

(15)
(16)

xvi

1. Persepsi dan Preferensi pengunjung ... 84

2. Kriteria Penilaian PKM ... 86

3. Kuesioner Pengunjung ... 87

4. Hubungan Antar Ruang ... 92

(17)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia telah mengalami perubahan paradigma dalam konsep pembangunan nasionalnya. Hal itu terjadi sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut menerangkan dengan jelas tentang perubahan konsep perencanaan, pengelolaan sumberdaya dan kelembagaan baik di tingkat pusat dan daerah. Dari sanalah kata desentralisasi atau yang lebih populer dengan otonomi daerah kita kenal dimana pemerintah daerah memerankan semua fungsi pengelolaan wilayah baik administrasi maupun pembangunannya. Diharapkan dengan lahirnya otonomi daerah tersebut, daerah dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya berdasarkan nilai-nilai lokal.

Secara umum setiap daerah di Indonesia berusaha untuk mengembangkan seoptimal mungkin potensinya yang salah satunya adalah sektor pariwisata. Salah satu sumberdaya wisata yang sangat potensial adalah wisata berbasis pada sumberdaya alam termasuk lanskap perdesaan dan pertanian yang memiliki kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan serta adat dan budaya lokal yang menyertainya. Basis pengembangan ini sangat vital mengingat sebagian besar wilayah Indonesia masih berupa perdesaan yang didominasi oleh akivitas pertanian dengan segala tradisi budayanya. Kondisi tersebutlah yang memiliki nilai atraktif dan turistik yang berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan manusia.

(18)

kawasan ini belum memiliki strategi yang tepat dalam menghadapi serbuan pengunjung akibat adanya Ketep Pass yang memiliki dampak positif dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan negatif seperti masalah sampah, limbah, tata guna lahan dan kerusakan lingkungan (DPTR Jateng, 2004)

Pada dasarnya, daerah ini merupakan daerah pertanian yang subur yang juga berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah wisata pertanian (agrowisata). Hal itu juga didukung dari terpilihnya kawasan ini menjadi penerima Program Rintisan Dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) pada tahun 2005. Prima Tani merupakan program dari Balitbang Departemen Pertanian yang berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara Balitbang Pertanian sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian inovasi (delivery system) maupun pelaku agribisnis (receiving system) pengguna inovasi. Program ini bertujuan mempercepat waktu, meningkatkan kadar dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan Balitbang Pertanian serta memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna (Deptan, 2005).

Pengembangan Agrowisata berbasis ecovillage di Desa Ketep merupakan pendekatan yang ideal dikembangkan untuk menjembatani setiap potensi dan permasalahan yang ada di sana. Ecovillage merupakan sebuah konsep permukiman berskala manusia dengan fitur-fitur yang lengkap dimana kegiatan manusia yang berkaitan dengan alam tidaklah destruktif dalam rangka mendukung pembangunan manusia yang sehat dengan tetap mempertahankan lingkungan yang lestari dalam waktu yang tak terbatas. Konsep ini bertujuan menciptakan lingkungan ketetanggaan yang bersifat kekeluargaan dan gaya hidup yang lestari dengan memiliki landasan spiritual (Nurlaelih, 2005) dimana hal tersebut dibutuhkan untuk memberikan keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan daya dukung alam.

(19)

kehidupan mereka yang selalu menjaga dinamisasi dan keharmonisan antar sesama dan juga selalu menerapkan pola-pola pertanian konservatif atau pola pertanian yang mampu menjaga kelestarian lahan pertanian sebagai penyedia kebutuhan mereka.

Pengembangan daerah wisata harus memperhatikan keaslian dan lokalitas dari seluruh sumberdaya alam dan budaya serta lingkungan agar tak terjadi degradasi (Bunn dalam Yuzni, 1994). Dengan begitu, peningkatan konservasi lingkungan, estetika dan keindahan alam, memberikan nilai rekreasi, meningkatkan kegiatan ilmiah dan ilmu pengetahuan dan juga ekonomi melalui peningkatkan pendapatan, peningkatkan standar hidup dan menstimulus sektor-sektor produktivitas ekonomi dapat terwujud (Tirtawinata, 1996). Melalui identifikasi dan perencanaan agrowisata perdesaan berbasis ecovillage ini diharapkan potensi agrowisata yang ada di Desa Ketep dapat berkembang dan lestari.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis keberlanjutan lanskap pertanian dan perdesaan berbasis ecovillage.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi objek dan atraksi wisata. 3. Merencanakan lanskap agrowisata perdesaan berbasis ecovillage.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat sebagai berikut : 1. Menjadi masukan dan pertimbangan bagi masyarakat dan pemerintah

Kabupaten Magelang untuk pengembangan agrowisata perdesaan yang berkelanjutan.

(20)

1.4 Kerangka Pikir

Desa Ketep merupakan salah satu desa yang memiliki lanskap pertanian dan perdesaan yang bagus. Desa ini berada pada ketinggian 1.100 mdpl dengan variasi kemiringan yang beragam. Karakter perbukitan yang kuat makin tercermin dari alur sengkedan yang berada pada lahan-lahan pertanian penduduk. Pola permukiman yang masih tradisional dengan mengikuti arah ketinggian semakin mempertegas karakter yang dimiliki. Hal itu makin diperindah dengan keberadaan view Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang berada di arah Timur dan Selatan desa meskipun terdapat bahaya yang menyelimutinya disela-sela keindahan tersebut.

Karakter lain yang bisa ditemukan pada desa ini adalah orisinalitas kehidupan masyarakat setempat. Masyarakat desa pada umumnya memiliki adat istiadat masyarakat jawa yang hingga kini masih mereka pegang teguh seperti penggunaan bahasa daerah, kesenian tradisional, pemukiman penduduk, dan juga tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, aktivitas ekonomi yang berbasis dari hasil bumi atau pertanian yang berlangsung dimasyarakat juga selalu memperhatikan prinsip-prinsip kekeluargaan.

Ada hubungan yang sangat erat antara karakter lanskap pertanian tersebut dengan karakter sosial, ekonomi dan budaya pada desa ini. Hal itu diketahui dengan adanya hubungan yang saling mempengaruhi dan melengkapi antar keduanya. Karakter lanskap pertanian yang berbuki-bukit mempengaruhi masyarakat dalam pola bercocok tanam dan memanfaatkan sumberdaya alam tersebut tepatnya dalam menghidupkan kegiatan ekonomi dan bermasyarakat yang berbasis pertanian. Sedangakan karakter sosial, ekonomi dan budaya yang lebih dinamis akan selalu memberikan pengaruh terhadap pola-pola penggunaan lahan pertanian yang ada disetiap waktunya. Keduanya sangat menarik dan berpotensi untuk dijadikan daerah wisata tepatnya wisata berbasis pertanian. Oleh karena itu, Desa Ketep membutuhkan suatu perencanaan yang bisa mengakomodasi potensi dengan tetap memperhatikan keberlanjutan keduanya.

(21)

ecovillage. Setelah hal itu terpenuhi barulah perencanaan dapat dilakukan yang meliputi ruang, tata hijau, aktivitas, sirkulasi dan sarana yang dibutuhkan. Kerangka pemikiran penelitian tersebut tertuang selengkapnya pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Lanskap pertanian dan

perdesaan

Analisis bio-fisik, sumberdaya alam dan lingkungan

berbasis ecovillage

Sintesis

Perencanaan lanskap agrowisata perdesaan berbasis ecovillage

Analisis keberlanjutan masyarakat dan

sosial ekonomi Karakter lanskap

pertanian dan perdesaan

Karakter sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

Analisis potensi objek dan atraksi wisata

Konsep pengembangan

(22)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wisata

Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan yaitu harus bersifat sementara, harus bersifat sukarela dalam arti tidak terjadi karena dipaksa, dan tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran (Yoeti, 1997). Pada garis besarnya, definisi tersebut menunjukkan bahwa kepariwisataan memiliki arti keterpaduan yang keduanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan faktor ketersediaan. Faktor permintaan terkait oleh permintaan pasar wisatawan domestik dan mancanegara. Sedangkan faktor ketersediaan dipengaruhi oleh transportasi, atraksi wisata dan aktifitasnya, fasilitas-fasilitas, pelayanan dan prasarana terkait dengan informasi serta promosi. Dari sanalah kebijakan terkait pengembangan pariwisata sangat diperlukan guna menjembatani keduanya (Yoeti, 1997).

Salah satu jenis pariwisata yang berkembang saat ini adalah agrowisata. Menurut Bapenas (2004) agrowisata dapat diartikan sebagai pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Secara umum, ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan diantaranya adalah kebun raya, perkebunan, budidaya tanaman pangan dan hortikultura, perikanan dan peternakan (Tirtawinata, 1996).

(23)

Agrowisata dapat memberikan dampak yang positif bagi lingkungan dan masyarakat. Diantara manfaat tersebut yaitu meningkatkan konservasi lingkungan, meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, memberikan nilai rekreasi, meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan serta mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dari sebuah agrowisata diantaranya jalan menuju lokasi, pintu gerbang, tempat parkir, pusat informasi, papan informasi, jalan dalam kawasan agrowisata, shelter, menara pandang, pesanggrahan, sarana penelitian, toilet, tempat ibadah dan tempat sampah (Tirtawinata, 1996).

2.2 Desa

Desa menurut Undang–Undang Pemerintah Daerah No. 32 Tahun 2004 didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa dibentuk dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan syarat lain sesuai dengan peraturan Menteri Dalam Negeri (Depdagri, 2007).

(24)

2.3 Lanskap Perdesaan

Lanskap perdesaan merupakan gabungan antara lanskap yang dikelola dan lanskap yang alami yang berada di desa. Lanskap tersebut tidak hanya menggambarkan bagian dari muka bumi yang tidak hanya dihuni untuk permukiman tetapi juga mampu mempreservasi lingkungan yang alami. Sumber daya alami, makanan dan habitat satwa liar mampu disediakan oleh lanskap ini yang memungkinkan manusia untuk hidup dilingkungan ekologi yang sangat beragam (Deppu, 2005).

Pada umumnya, lanskap perdesaaan di Indonesia didominasi oleh ladang, sawah, kebun campuran, kebun buah dan kumpulan ternak yang digembalakan pada berbagai ketinggian (Brscic, 2005). Lanskap tersebut akan tampak berbeda antara dataran tinggi dengan rendah. Pada dataran rendah, dominasi lahan persawahan dengan hamparan tanaman dataran rendah akan terlihat jelas dimana pemukiman penduduk akan berada di tengah-tengah lahan tersebut. Sedangkan pada dataran tinggi, bentukan lanskap akan didominasi oleh tegalan atau kebun campuran dan juga hutan dimana pola permukiman penduduk akan tersebar mengikuti letak kemiringan. Baik pada dataran rendah ataupun dataran tinggi, keduanya memiliki pemandangan yang indah sebagai kesatuan lanskap dengan segala kesatuan unsur-unsur pembentuk lanskap tersebut.

2.4 Desa Berkelanjutan (ecovillage)

(25)

mencari masyarakat dengan ukuran populasi kecil sehingga dampak ekologi yang ditimbulkan pun juga minimal (Nurlaelih, 2005).

Ecovillage diwujudkan dalam bentuk cara hidup yang didasarkan pada pemahaman mendalam bahwa makhluk hidup dengan segala sesuatu akan saling berhubungan. Berdasarkan filosofi ini ecovillage dibagi kedalam 3 konsep yaitu ekologi, sosial dan spiritual. Global Ecovillage Network (2007) menerangkan bahwa konsep ecovillage pada aspek ekologi dipahami dengan :

1. Mengadakan perbaikan dan pelestarian lingkungan alam

2. Membangun tempat tinggal dengan bahan, metode dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan berasal dari sumber daya lokal

3. Memaksimalkan produksi pangan lokal organik untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat

4. Melakukan kegiatan daur ulang barang konsumsi

5. Memaksimalkan efisiensi utilitas sumberdaya energi yang dapat diperbaharui 6. Mengelola limbah dan meminimalkan polusi

Selanjutnya, konsep ecovillage pada aspek sosial dipahami dengan :

1. Bersikap terbuka serta menumbuhkan rasa percaya dan keamanan dalam lingkungan masyarakat

2. Mengutamakan kebebasan dalam menerima dan menyampaikan gagasan 3. Menciptakan jaringan komunikasi yang efektif

4. Saling membantu dan berbagi barang kebutuhan hidup dan sumberdaya 5. Menekankan pelayanan kesehatan pada kegiatan pencegahan, baik kesehatan

fisik, mental dan spiritual

6. Mengutamakan toleransi dalam keragaman

7. Mengandalkan musyawarah dan diskusi dalam membuat keputusan atau penyelesaian konflik

8. Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan kelompok marjinal 9. Pemusatan kegiatan pendidikan secara menyeluruh

(26)

Konsep ecovillage pada aspek spiritual dipahami dengan :

1. Warisan seni dan budaya masyarakat terus dipertahankan sebagai jati diri masyarakat

2. Ungkapan kreativitas, nilai seni, budaya, keagaman dan nilai-nilai kepercayaan dihargai sebagai bagian dari masyarakat

3. Perasaan bersatu dan saling mendukung dalam kesenangan dan kesulitan 4. Rasa hormat dan dukungan kespiritualan yang dinyatakan dalam banyak cara 5. Kesepakatan dan visi bersama menyatakan komitmen terhadap warisan

budaya, perdamaian dunia serta pembangunan manusia yang sehat

6. Kemampuan untuk bertahan dan bereaksi positif dalam menghadapi ancaman dari dalam maupun luar masyarakat

7. Pemahaman akan adanya ikatan dan saling ketergantungan antara manusia dengan sesamanya serta semua untur kehidupan di bumi

2.5 Konsep Keberlanjutan dalam Lanskap

Pembangunan yang berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa membahayakan generasi yang akan datang. Keberlanjutan selalu mengacu kepada pembangunan sistem ekologi, ekonomi dan sosial yang akan meningkatkan kehidupan tapi disisi yang lain tidak menghabiskan sumberdaya alam yang sangat terbatas. Untuk mencapainya maka pembangunan yang anti-lingkungan harus diganti dengan pembangunan yang ramah lingkungan baik fisik maupun sosial budaya (Sumarwoto, 2000).

Lanskap berkelanjutan pada umumnya menggambarkan suatu lanskap yang mendukung kualitas lingkungan dan pemeliharaan kehidupan alami. Lanskap yang dirancang dengan prinsip keberlanjutan dapat memberi keuntungan diantaranya keindahan, kerusakan lingkungan yang menurun, penggunaan yang efektif terhadap air, ketersediaan habitat satwa liar, penghematan dalam penggunaan energi dan tenaga kerja (Nurlaelih, 2005).

(27)

penerapan Sistem Pertanian Konservasi (SPK). Sistem Pertanian Konservasi adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan tindakan konservasi tanah dan air ke dalam sistem pertanian yang ada dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut terus menerus. Oleh sebab itu dalam SPK akan diwujudkan ciri-ciri sebagai berikut (Sinukaban, 2007):

1. Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah untuk melajutkan usahanya

2. Pendapatan petani yang cukup tinggi sehingga petani dapat merncanakan masa depan keluarganya

3. Teknologi yang diterapkan baik produksi maupun konservasi dapat diterapkan sesuai kemampuan petani dan diterima oleh petani dengan senang hati sehingga sistem pertanian tersebut dapat dan akan diteruskan oleh petani.

4. Komoditi pertanian yang diusahakan sangat beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima petani dan laku di pasar 5. Laju erosi dalam batas minimal atau dibawah laju erosi yang

ditoleransi

6. Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan dalan jangka panjang dan menggairahkan petani untuk berusaha tani

(28)

2.6 Perencanaan Kawasan Agrowisata

Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan penataan suatu kawasan (Simond, 1983). Penataan dilakukan untuk memperbaiki suatu kawasan yang sudah mulai rusak yang didalamnya memuat rumusan dan berbagai tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Penataan berorientasi pada kepentingan masa depan terutama untuk mendapatkan suatu bentuk social good dan umumnya dikategorikan juga sebagai pengelolaan.

Perencanaan wisata dalam hal ini agrowisata yang baik dapat membuat kehidupan masyarakat lebih baik, meningkatkan ekonomi, melindungi dan sensitif terhadap lingkungan dan dapat diintegrasikan dengan komunitas yang meminimalkan dampak negatifnya (Gunn , 1994). Perencanaan yang baik menurut Simond (1983) harus melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumber mineral, meminimalkan erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup bagi rekreasi dan suaka margasatwa serta melindungi tempat yang memiliki nilai keindahan dan ekologi. Oleh karena itu perencanaan dan penataan kawasan wisata sebaiknya dilakukan secara menyeluruh termasuk diantaranya inventarisasi dan penilaian sumberdaya yang cocok untuk wisata, perkiraan terhadap dampak lingkungan, perubahan tata guna lahan serta dampaknya (Dahuri dalam Yuzni, 2001)

Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu:

1. Pendekatan sumberdaya yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.

(29)

3. Pendekatan ekonomi yaitu penentuan tipe, jumlah dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.

(30)

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan yang merupakan bagian dari Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2009 sampai bulan Oktober 2009. Pengumpulan data dilakukan selama 2 minggu di lapangan. Selanjutnya, kegiatan analisis dan pengolahan data dilaksanakan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Ketep

(31)

3.2Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti metode Gold (1980). Proses perencanaan dilakukan melalui pendekatan sumber daya dan aktivitas yang menjadi acuan dalam pengumpulan data. Dengan digunakannya kedua pendekatan tersebut diharapkan terjadi keterpaduan dalam merencanakan kawasan Ketep menjadi kawasan agrowisata. Alur proses tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Proses Perencanaan Lanskap

No Tahapan Keterangan

1 Persiapan KONSEP AWAL :

 Tujuan Studi

 Konsep Dasar

 Fungsi

2 Inventarisasi ASPEK BIOFISIK :

 Letak geografis, luas, batas tapak

 Aksesibilitas

 Keadaan sosial ekonomi masyarakat

 Tingkat keberlanjutan masyarakat

 Objek dan atraksi agrowisata

 Tempat-tempat rekreasi lainnya

4 Sintesis ALTERNATIF PENGEMBANGAN :

 Konsep Ruang

 Konsep Sirkulasi

 Konsep Tata Hijau

 Konsep Fasilitas dan Aktivitas 5 Perencanaan

REKOMENDASI PERENCANAAN :

 Rencana Sirkulasi

 Rencana Ruang dan aktivitas

 Rencana tata Hijau

(32)

Tabel tersebut menerangkan bahwa metode ini terbagi menjadi 5 tahap yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Setiap tahap memiliki poin-poin tertentu yang merupakan syarat wajib bagi tahap selanjutnya.

Gambar 3. Model Zona Tujuan Wisata

Dalam melakukan pengembangan konsep ruang, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Gunn (1997) seperti pada Gambar 3. Menurut Gunn tahapan penting dalam merencanakan daerah wisata yaitu merencanakan sirkulasi, jalan masuk, masyarakat, keberpaduan dan atraksi. Perencanaan sirkulasi dimaksudkan untuk membentuk sitem awal bagi kemudahan mengakses tapak. Jalan masuk direncanakan selanjutnya yang akan menentukan proses awal dari perjalanan wisata tersebut. Perencanaan berikutnya adalah masyrakat sebagai objek sekaligus subjek dari agrowisata yang diinginkan. Keterpaduan merupakan suatu perencanaan untuk saling menghubungkan antara atraksi yang ada. Terakhir yaitu merencanakan atraksi yang merupakan bentuk kegiatan yang mampu menarik minat pengunjung.

3.2.1Persiapan

Tahap ini berisikan tentang perumusan masalah, penetapan tujuan dan pemilihan lokasi penelitian. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposif) yang diarahkan kepada desa yang mendapatkan Primatani dari Departemen Pertanian yaitu Desa Ketep di Kecamatan Sawangan, Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu, Kabupaten Magelang.

3.2.2 Pengumpulan Data (inventarisasi)

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan kebutuhan penelitian. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder seperti pada Tabel 1. Data primer adalah data yang diambil langsung dari sumbernya atau hasil observasi di lokasi penelitian yang didapat melalui pengamatan atau wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur pada responden yang terkait langsung

gateway

(33)

dengan penelitian tersebut. Sedangkan data sekunder didapat dengan melakukan studi literatur dari pustaka yang ada ataupun berupa data-data yang berasal dari lembaga tertentu yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

3.2.3 Analisis Data

Tahap ini merupakan proses penyusunan karakter Desa Ketep di Kecamatan Sawangan yang meliputi potensi, kendala, amenity dan danger. Aspek yang dianalisis yaitu aspek biofisik dan sosial masyarakat. Kedua aspek ini akan dianalisis dengan penilaian CSA (Community Suistainability Assesment) yang berasal dari GEN (Global Ecovillage Network). CSA merupakan penilaian keberlanjutan masyarakat dari suatu daerah berdasarkan aspek ekologi, sosial dan spiritual. Penilaian ini dilakukan pada data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner CSA dan pengamatan langsung selama di lapang. Hasil akhir CSA berupa skor yang akan mendeskripsikan akan tingkat keberlanjutan dari suatu masyarakat dan lingkungannya serta memberikan karakteristik lanskap dari suatu kawasan. Hal ini berguna bagi perencana dalam menentukan bentuk pengembangan perencanaan terhadap kawasan yang diteliti.

Selain menggunakan CSA, penelitian ini juga menggunakan analisis deskriptif yang juga ditujukan kepada kedua aspek tersebut. Proses analisis ini menggunakan literatur dalam menganalisis data primer dan sekunder terkait dengan tapak yang berasal dari lembaga ataupun dari lapang. Hasil analisis ini dapat berupa gambar spasial ataupun kesimpulan kecil sebagai jawaban dari titik kritis potensi, kendala, amenity dan danger yang ada di tapak. Data yang digunakan untuk dianalisis yaitu peta kemiringan lahan dan peta tata guna lahan. Bentuk penilaian dilakukan bedasarkan Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Kriteria Penilaian Dalam Analisis Kemiringan Lahan Kelas Kemiringan (%) Kesesuaian Nilai

A 0 – 3 Sesuai 2

B 3 – 8 Sesuai 2

C 8 – 15 Kurang sesuai 1

D 15 – 45 Kurang sesuai 1

E > 45 Tidak sesuai 0

(34)

Tabel 3. Kriteria Penilaian Dalam Analisis Tata Guna Lahan

Penggunaan Lahan Kesesuaian Nilai

Kebun Sesuai 2

Permukiman Sesuai 1

Semak Belukar Kurang sesuai 0

Sumber : Hardjowigeno (2007)

Untuk melengkapi hasil kedua analisis diatas maka penelitian ini juga melibatkan analisis salah satu aspek sosial yang penting yaitu opini dan keinginan pengunjung. Hal ini sangat penting mengingat pengunjung merupakan salah satu aspek penting dalam sektor pariwisata. Analisis dilakukan terhadap data hasil penyebaran kuesioner kepada 30 pengunjung tapak yang selanjutnya disusun untuk mendapatkan nilai tertinggi berdasarkan aspek telah ditentukan yang selanjutnya dijadikan kesimpulan kecil yang mewakili pengunjung secara keseluruhan. Hasil analisis ini pun berguna bagi perencana untuk melihat keinginan pengunjung terhadap tapak yang nantinya dijadikan pijakan dalam melakukan pengembangan.

3.2.4 Sintesis

Sintesis merupakan tahap untuk memadukan setiap hasil analisis yang telah didapat sebelumnya. Hasil analisis yang berupa gambar spasial akan disintesiskan dengan cara meng-overlay-kan peta tematik hasil dari analisis data sehingga didapatlah zonasi ruang/block plan tertentu sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pengembangan agrowisata. Peta hasil analsisi yang di-overlay-kan yaitu peta kemiringan lahan dan peta tata guna lahan. Sedangkan hasil sintesis yang berupa deskripsi berdasarkan literatur akan dijabarkan lebih rinci dan tersusun dengan penambahan solusi serta saran pengembangan terhadap titik kritis yang dimiliki baik potensi, kendala, amenity dan danger yang ada.

(35)

lahan yang ada di Desa Ketep. Konsep ini sudah sesuai dengan konsep ekovillage yang mengedepankan keseimbangan antara daya dukung lingkungan dengan pemanfaatan yang dikehendaki.

3.2.5Perencanaan

Perencanaan kawasan agrowisata merupakan tahap terakhir dari penelitian ini. Proses ini merupakan perealisasian hasil sintesis baik berupa block plan kawasan dan juga sintesis berupa deskripsi yang lebih rinci untuk kemudian dilakukan pengembangan dan penataan kawasan agrowisata dengan menggunakan konsep ecovillage. Selain hasil analisis dan sintesis yang nantinya mempengaruhi produk perencanaan, kemampuan berkreasi, imajinasi dan inovasi dari perencana juga menjadi faktor penting dalam merumuskan perencanaan tersebut baik dalam bentuk master plan.

3.3 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi hingga penyusunan rencana penataan agrowisata perdesaan yang berkelanjutan berdasarkan karakter lanskap, lingkungan dan sosial ekonomi di daerah penelitian.

3.4 Bentuk Hasil Studi

(36)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data dan Analisis

Tapak merupakan bagian dari lanskap dalam bentuk alami atau buatan dengan ukuran dan karakter yang beragam serta dapat bersifat statis ataupun dinamis. Dua aspek penyusun tapak adalah aspek biofisik dan sosial yang keduanya saling mempengaruhi. Aspek biofisik dibentuk oleh iklim, tanah, vegetasi dan satwa, topografi, hidrologi, sense quality, tata guna lahan, fasilitas dan utilitas. Selanjutnya, aspek sosial dibentuk oleh kependudukan, opini dan keinginan pengguna tapak itu sendiri.

4.1.1 Aspek Biofisik

4.1.1.1 Letak geografis, luas, dan batas tapak

Secara geografis, Desa Ketep berada pada 110o 21’50”BT-110o23’20”BT dan 7o29’10”LS-7o31’0”LS (Bakosurtanal, 2001). Daerah ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Desa Ketep berbatasan dengan Desa Wulunggunung di sebelah Utara, Desa Banyuroto di sebelah Timur, Desa Wonolelo di sebelah Selatan dan Desa Kapuhan di sebelah Barat.

Batas di sebelah Utara dan Selatan merupakan batas alam yang terdiri dari ladang-ladang penduduk yang diselingi tanaman besar yang berkelompok. Sedangkan batas sebelah barat dan timur, batas wilayah terlihat jelas dengan adanya gapura desa di sebelah barat dan gapura Desa Banyuroto di sebelah timur terutama pada jalan menuju masuk desa. Tetapi meskipun demikian, pada kanan kiri dari jalan tersebut batas desa sudah kembali tersamarkan dengan banyaknya ladang milik penduduk. Untuk itu diperlukan gapura penanda terutama pada perbatasan Desa Ketep dengan Desa Kapuhan dan Desa Ketep dengan Desa Wonolelo agar keberadaan desa lebih mudah untuk dikenali.

(37)

Gondang Sari, Dusun Gintung dan Dusun Puluhan ini pun memiliki bentang alam lahan pertanian yang luas dan panorama alam yang bagus sehingga dapat mendukung berkembangnya tapak sebagai kawasan agrowisata.

4.1.1.2 Aksesibilitas

Desa Ketep berada pada jalur penting Solo-Selo-Borobudur. Ibu kota kecamatan, Tlatar, berjarak 5,3 km dari desa ini. Jarak Desa Ketep dengan ibukota kabupaten (Mungkid) adalah 24 km sedangkan dengan ibukota provinsi (Semarang) adalah 102 km. Waktu yang dibutuhkan untuk menuju ibukota kecamatan adalah 15 menit dan satu jam untuk mencapai ibukota kabupaten (DSPM Jateng, 2007).

Pengunjung dapat mencapai desa ini dengan berbagai jenis kendaraan baik angkutan umum maupun kendaraan pribadi. Kendaraan umum yang tersedia berupa angkot sedangkan angkutan pribadi yang memungkinkan untuk melalui Ketep yaitu sepeda motor, mobil dan bus dengan ukuran sedang serta besar. Pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi dapat mencapai desa tersebut melalui ketiga jalur yang ada. Apabila menggunakan kendaraan umum, pengunjung dapat menumpang kendaraan umum (angkutan perkotaan) seperti pada Gambar 5 dari Pasar Talun menuju Desa Banyuroto atau Pasar Jrabat sekitar 30 menit perjalanan. Sebelum mendapati angkutan tersebut pengunjung harus menumpang terlebih dahulu angkutan kota dari arah pertigaan simpang Ketep (Blabak) menuju Tlatar sekitar 30 menit perjalanan. Kendaraan umum tersebut hanya tersedia bagi pengunjung yang menggunakan jalur Barat.

(38)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4. Jenis - Jenis Kendaraan Umum Menuju Desa Ketep (a) angkot, (b) bus sedang, (c) bus besar, (d) ojek

Meskipun akses jalan menuju desa sudah bagus tetapi ada beberapa faktor yang mengakibatkan jalan menjadi rawan kecelakan. Hal itu dapat kita lihat dari hasil analisis kondisi jalan pada Tabel 4. Dari sana kita dapat menduga bahwa faktor topografi menjadi salah satu faktor yang menentukan mengingat jalan akan berkelok, naik turun dan bertikungan curam sehingga memungkinkan kendaraan hilang kendali. Selain itu kondisi jalan yang belum memiliki pedestrian dan lampu jalan juga menambah rawan jalan ini jika kabut telah turun. Oleh karena itu penambahan fasilitas jalan seperti rambu-rambu lalu lintas, lampu penerangan, pedestrian dan dinding pembatas jalan sangat diperlukan guna meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna tapak.

(39)
(40)

Potensi Kendala 1. Akses masuk dan jalur

wisatawan

 Terdapat 3 akses masuk ke dalam tapak 2. Badan jalan  Dilalui oleh jalan Kabupaten

dengan kondisi beraspal

 Tidak adanya pedestrian  Jalan desa yang belum

beraspal dan sempit

 Penyediaan jalur pedestrian di tempat yang berpotensi untuk pejalan kaki tinggi

 Pemberian fasilitas pendukung jalan seperti rambu jalan, dan lampu penerangan

 Pengaspalan jalan atau pemadatan jalan desa serta pelebaran jalan.

3. Pohon pelindung  Sudah ada beberapa pohon pengarah jalan akan tetapi

 Penanaman pohon pada jalan di permukiman warga.

4. Fasilitas jalan Kurangnya fasilitas

pendukung jalan baik jalan utama ataupun jalan desa

(41)

jalan kabupaten menuju arah Boyolali pada pertigaan Blabak. Jalur sebelah timur dapat ditempuh dari kabupaten Salatiga ke arah selatan melewati Kecamatan Ngablak dan Pakis. Selain itu desa ini dapat ditempuh melalui jalur selatan yang diawali dari Kabupaten Boyolali yang selanjutnya menelusuri jalur Solo-Selo-Borobudur.

4.1.1.3 Iklim

Desa Ketep yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Sawangan mempunyai tipe iklim basah dengan pola hujan IIIA. Kondisi iklim terdiri dari 8 bulan basah (Oktober-Mei) dan 4 bulan kering (Juni-September) Suhu rata-rata kawasan adalah 16-18oC (Galih, 2009). Sedangkan curah hujan kawasan ini yaitu 3.310 mm/tahun dengan banyaknya hari hujan 125 hari (BPS, 2007).

Berdasarkan ketinggiannya yaitu 1.110-1.250 mdpl menurut klasifikasi Junghun wilayah ini termasuk ke dalam iklim sedang karena daerah ini berada pada ketinggian 600-1.500 mdpl. Berdasarkan hal itu, jenis tanaman yang cocok pada wilayah seperti ini yaitu tembakau, teh, kopi, kakau, kina dan berbagai jenis sayuran. Jenis tanaman seperti ini akan sangat menunjang konsep pengembangan kawasan yang akan dijadikan sebagai agrowisata.

4.1.1.4 Tanah

(42)

Kondisi topografi dari Desa Ketep sangat bervariasi. Desa ini tidak memiliki lahan datar. Kondisi itu lebih disebabkan karena letak desa yang berada diperbukitan sehingga corak umum dari kemiringan tanah berkisar antara bergelombang hingga sangat curam. Hal itu dapat diketahui dari Tabel 5 yang merupakan hasil analisis dari data peta topografi Bakosurtanal tahun 2001.

Tabel 5. Persentase Kemiringan Tanah pada Tapak

Kelas Kemiringan (%) Luas (ha) Persentase Luas (%)

Sumber: Hasil Analisis Tapak (2010)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa lahan di Desa Ketep didominasi oleh lahan curam (36%). Hal ini mengindikasikan agar penggunaan area ini tidak seintensif daerah yang lebih landai darinya mengingat area ini sangat mudah longsor. Akan tetapi daerah ini pun memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat persebarannya yang lebih strategis dari pada yang lainnya karena posisinya yang dilalui oleh jalan.

Tabel tersebut juga menerangkan bahwa 14% dari luas desa ini terdiri dari lahan sangat curam. Berdasarkan peta tata guna lahan dari Bakosurtanal yang tertera pada Gambar 7, sebagian besar wilayah tersebut terdapat pada lembah-lembah yang berada diantara bebukitan desa. Keberadaan daerah ini sangat penting, terutama sebagai daerah resapan air hujan dan pelindung tanah sehingga peluang untuk terjadinya longsor dapat diperkecil. Oleh karena itu daerah ini cocok untuk dijadikan area konservasi yang keberadaannya perlu untuk dipertahankan.

(43)

dikembangkan. Letak kemiringan dapat dikatakan strategis bila mudah diakses dan memiliki cukup luasan. Pola penyebaran kemiringan lahan pada desa ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Secara spasial penyebaran zona kemiringan lahan tidak merata atau terpecah-pecah. Pada bagian Barat, desa ini lebih didominasi oleh daerah dengan kelas B (landai). Pada bagian Selatan, desa ini didominasi oleh daerah dengan kelas E dan C. Sedangkan bagian Utara didominasi oleh kelas D. Bagian tengah dari desa didominasi oleh kelas D yang merupakan puncak desa yaitu Ketep Pass. Selanjutnya pada bagian Timur didominasi oleh kelas C dan D mengingat wilayah ini sudah mendekati Desa Banyuroto yang memiliki kemiringan lahan yang landai.

Setiap kelas kemiringan dan pola penyebarannya yang tertera pada Gambar 6 memiliki pola penggunahan lahan yang berbeda-beda pula. Perbedaan tersebut akan tampak jelas jika dilihat dari Gambar 7. Dari gambar tersebut kita dapat mengetahui bahwa penggunaan lahan pada desa ini terbagi menjadi 3 yaitu permukiman, tegalan dan kebun serta semak belukar. Hal ini sesuai dengan data dari BPS Kabupaten tahun 2007. Jika dianalisis lebih jauh dengan meng-overlay -kan peta tata guna lahan dengan peta zonasi kemiringan maka kita a-kan mengetahui bahwa tegalan permukiman pada kelas dan kebun berada pada kelas kemiringan B, C, D lalu permukiman pada kelas keiringan B, C, D serta semak belukar pada kelas kemiringan E.

Selain pola penggunaan lahan, kita juga dapat mengetahui luasan dari penggunaan lahan tersebut. Penggunaan lahan merupakan gambaran dari aktivitas warga dalam memanfaatkan lahan yang ada di lingkungan mereka. Secara tertulis luasan penggunaan lahan pada tapak tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Penggunaan Lahan pada Tapak

Peruntukan lahan Luas (ha) Persentase luas (%)

Permukiman 20,48 4,88

Semak belukar 194,56 46,42

Tegalan/kebun 203,885 48,7

(44)
(45)
(46)

Dari data yang ada, proporsi terbesar dari penggunaan lahan pada tapak adalah untuk tegalan dan kebun yaitu seluas 203,885 ha. Ini menunjukkan bahwa alokasi lahan untuk kegiatan produksi dan pencukupan kebutuhan sangatlah tinggi. Selain itu, data tersebut memberitahukan bahwa penggerak utama roda perekonomian masyarakat berasal dari sektor pertanian yang dalam hal ini sangat sesuai dan mendukung dari konsep agrowisata yang akan dikembangkan.

Proporsi terbesar kedua dari pola penggunaan lahan adalah semak belukar yaitu seluas 194,56 ha. Data ini menunjukkan bahwa daerah yang tidak bisa bahkan sulit untuk dibangun dan dimanfaatkan juga sangat tinggi. Hal ini terjadi karena area ini memegang peranan penting sebagai pelindung tanah serta daerah resapan air mengingat letaknya yang berada pada lembah-lembah perbukitan. Selain itu akses menuju area ini juga tergolong sulit karena hanya tersedia jalan setapak yang cukup terjal.

Jika dibandingkan antara data pertama dengan kedua maka akan terlihat bahwa daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agrowisata tidak jauh berbeda dengan daerah konservasi yang harus dilindungi. Hal ini merupakan sinyal agar pengembangan lanskap agrowisata harus hati-hati serta memperhatikan keseimbangan terhadap alam.

Secara umum, lahan pada daerah Ketep yang dapat dikembangkan menjadi daerah agrowisata berada pada kelas B, C dan D. Pada lahan subur tersebut memungkin diadakannya bangunan infrastruktur wisata pertanian. Akan tetapi luasan daerah yang digunakan juga sangat ditentukan dari ada atau tidaknya atraksi pada daerah tersebut baik berupa pemandangan ataupun aktivitas masyarakat, potensi dan juga kemudahan akses dalam menjangkau tempat tersebut serta kemungkinan bahaya mengingat daerah ini juga memiliki area konsevasi yang cukup luas dan tersebar.

4.1.1.5 Vegetasi Dan Satwa

(47)

perbukitan. Sedangkan tanaman pertanian merupakan jenis tanaman budi daya utama yang ditanam pada pekarangan dan tegalan untuk kebutuhan pangan dan produksi. Tanaman tersebut dapat berupa tanaman pangan, hortikultura, obat-obatan dan industri. Beberapa jenis tanaman pertanian yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat dapat dilihat pada Tabel 7.

Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa tanaman pertanian yang terdapat di dalam tapak cukup beragam. Berdasarkan kalender musim dan pola tanam di Desa Ketep dan Banyuroto yang terdapat pada Lampiran 4, dapat ditentukan bahwa tanaman cabai, tomat, kol dan tembakau merupakan tanaman yang sering ditanam dan menjadi salah satu komoditas utama tanaman hortikultura dimana hampir sepanjang musim hujan tanaman ini akan selalu ada dan ditanam oleh penduduk. Hal ini menunjukkan keempat tanaman tersebut dapat dijadikan sebagai tanaman utama dalam pengembangan agrowisata mengingat kontinuitas ketersediaannya yang memadai sepanjang tahun.

Tabel 7.Jenis Tanaman Pertanian di Desa Ketep

No Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Jagung Zea Mays

2 Strawberi Faragaria ananassa

3 Cabai Capsicum annum

4 Labu Siam Sechium edule

5 Kubis Brassica sp.

6 Nangka Arthocarpus heterophylla

7 Tembakau Nicotiana tabaccum

8 Tomat Solanum licopersicum

9 Pisang Musa paradiciaca

10 Pepaya Carica papaya

11 Kelapa Cocos nusifera

12 Buncis Vigna sinensis

13 Kopi Coffea Arabica

14 Bawang Daun Allium fistulosum

15 Salak Salaca indica

16 Lidah Mertua Sanseviera Trifasciata

17 Puring Codieum variegatum

18 Hanjuang Dracaena fragans

19 Aglonema Aglonema sp.

20 Bogenfil Bougainfillea spectabilis

21 Bayam Merah Amaranthus sp.

22 Kembang Sepatu Hibiscus rosasinensis

(48)

Selain keempat tanaman tersebut, tanaman yang memiliki nilai jual dan menunjang pengembangan agrowisata yaitu strawberi, nangka dan tanaman hias. Tanaman strawberi berpeluang untuk dikembangkan menjadi oleh-oleh khas dataran tinggi. Tanaman ini memungkinkan untuk ditanam disepanjang jalur jalan utama sehingga pengunjung mudah mengaksesnya. Pemberian pengetahuan khusus perlu diberikan kepada petani jika ingin mengembangkannya lebih jauh.

Tanaman selanjutnya adalah nangka. Secara khusus tanaman ini tidak akan dijadikan objek agrowisata secara langung tetapi potensi yang bisa dikembangkan adalah pengolahan buah nangka itu sendiri. Hal itu didukung dengan adanya kelompok ibu tani yang sedang mengembangkan usaha pengolahan buah nangka menjadi dodol dan pengembangan begonia serta anggrek. Jika tanaman ini dibudidayakan lebih intensif, maka kecukupan bahan baku akan nangka akan tercukupi sehingga produk olahan nangka ini pun dapat menjadi oleh-oleh bagi pengunjung agrowisata Ketep.

Tanaman lain yang berpotensi yaitu tanaman hias. Tanaman ini banyak dibudidayakan oleh warga. Bahkan, beberapa kelompok tani ada yang mengembangkan tanaman hias ini. Tanaman ini banyak didaerah pemukiman penduduk. Sentra-sentra tanaman hias dapat ditemukan di Dusun Ketep, Gintung dan Gondang Sari.

Pada umumnya, penyebaran vegetasi pada tapak terbagi menjadi 3 yaitu tipe penyebaran linier, geometrik dan alami. Penyebaran linier merupakan penyebaran vegetasi yang mengikuti jalur jalan dan bantaran sungai yang memberi kesan tegas dalam membentuk sebuah koridor. Tanaman non-pertanian lebih dominan dalam membentuk penyebaran tersebut. Penyebaran geometrik merupakan penyebaran tanaman yang membentuk bidang lahan yang terpola dan membentuk pandangan yang menyebar atau bidang-bidang kecil pada halaman pemukiman yang membentuk kesan estetis. Sedangkan penyebaran alami merupakan penyebaran vegetasi yang mengikuti bentukan lahan yang dapat memberi kesan luas jika dilihat dari kejauhan. Dominasi tanaman non-pertanian banyak ditemukan dalam membentuk ruang ini.

(49)

pada tapak dan satwa yang dibudidayakan oleh masyarakat yang lazim disebut sebagai ternak. Satwa liar yang ditemukan di tapak diantaranya burung elang, kadal, bajing, kera, rusa, ular dan berbagai jenis serangga. Satwa ini dapat ditemukan pada daerah-daerah seperti ladang, pepohonan di tepi jalan dan bantaran sungai serta hutan yang ada di lembah-lembah perbukitan. Hewan ternak yang ditemukan di tapak antara lain kelinci, ayam, sapi, kambing, itik dan burung.

Satwa-satwa tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai bagian dari objek dan atraksi agrowisata terutama sapi. Kegiatan yang bisa dikembangkan diantaranya memerah susu, memandikan hewan ternak, mengikuti proses budidaya hewan tersebut, membeli hasil olahan ternak serta memburu pemandangan hewan tersebut. Hal ini pun sangat ditunjang dengan adanya Prima Tani melalui pengembangan sapi pedaging yang pernah ada di Dusun Puluhan. Meskipun berjalan tersendat tetapi jika diberikan pengarahan dan pendampingan kembali kepada kelompok tani yang mengelola maka sangat memungkinkan dapat berkembang dan menciptakan daya tarik tersendiri bagi pengunjung.

4.1.1.7 Hidrologi

Bentuk badan air yang ada di desa ini merupakan badan air alami yang terdiri terdiri dari sungai dan mata air. Mata air terletak pada Dusun Puluhan (1 buah), Ketep (1 buah) dan Gondang Sari (4 buah) (Profil Desa Ketep, 2007). Sungai-sungai yang ada di desa ini merupakan sungai-sungai kecil yang terbentuk di lembah perbukitan desa dimana sumber airnya berasal dari celah-celah bebatuan yang ada. Lebar dari aliran ini berkisar antara 1-3 meter. Kondisi badan air yang ada relatif baik. Hal itu terlihat dari masih terlindungnya badan air tersebut dengan rerimbunan pohon yang merupakan pengikat air hujan dan pengikat air tanah. Selain itu kualitas air seperti kejernihan dan kebersihan yang ada juga tergolong baik. Kondisi tersebut tergambar dari Gambar 8.

(50)

(a) (b) Gambar 8. Hidrologi pada Tapak

(a) Kondisi Mata Air Pada Tapak, (b) Pipa-Pipa Penyalur Air Bersih

Sumber air baik untuk konsumsi ataupun usaha pertanian Desa Ketep berasal dari air hujan dan mata air yang ada diwilayah ini. Air hujan yang biasanya turun bersamaan dengan datangnya musim hujan atau peristiwa turunnya kabut akan memberikan suplai air tanah. Sedangkan mata air yang ada masih dalam kondisi baik meskipun jumlah air yang dihasilkan kurang stabil dan belum mampu mencukupi kebutuhan penduduk desa.

Drainase di Desa Ketep terbagi menjadi dua yaitu alami dan buatan. Drainase alami merupakan drainase yang mengikuti topografi yang ada pada tapak. Air mengalir dari puncak bukit dan teras tegalan menuju lembah sempit yang terdapat disela-sela perbukitan desa menuju ke arah barat. Drainase buatan merupakan drainase yang sengaja dibuat oleh masyarakat seperti pada lahan tegalan, sepanjang koridor jalan dan permukiman penduduk.

Secara umum kondisi drainase pada tapak bervariasi. Drainase alami pada tapak seperti sungai dan saluran alami relatif baik. Hal itu dikarenakan keberadaan pepohonan yang berfungsi sebagai pelindung badan air masih terpelihara. Sedangkan kondisi drainase buatan terlihat kurang baik terutama pada daerah permukiman. Kondisi demikian karena masyarakat perdesaan belum memiliki perencanaan dalam mengatur saluran air mereka sehingga mereka mengalirkan limbah rumah tangganya ke dalam parit-parit yang ada di depan atau belakang rumah mereka bahkan ke dalam jurang yang ada.

(51)

Dusun Puluhan. Air tersebut dialirkan melalui pipa-pipa PVC ataupun selang plastik dengan panjang ratusan meter yang dapat kita lihat pada Gambar 8. Biasanya terdapat stasiun pengumpul air pada tiap-tiap posisi yang berfungsi mengumpulkan air sebelum disalurkan ke rumah-rumah peduduk. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan air yang hilang karena meresap kedalam tanah jika dialirkan secara alami melalui drainase alami ataupun buatan.

Perlu suatu area khusus untuk memberikan perlindungan pada daerah-daerah di dalam desa yang berfungsi sebagai resapan air hujan dan sumber mata air. Hal itu bisa dilakukan dengan menetapkan kebijakan ruang konservasi di beberapa daerah yang berfungsi seperti itu. Selain itu diperlukan pembangunan infrastruktur khusus untuk mengalirkan air dari mata air tersebut ke daerah pemukiman seperti penyediaan pompa air, stasiun penampungan air dengan kapasitas yang cukup besar.

4.1.2 Aspek Sosial

4.1.2.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Menurut data dari BPS 2007 dan profil desa, jumlah penduduk Desa Ketep adalah 2.219 jiwa dengan rincian 1.112 pria dan 1.107 wanita yang tersusun ke dalam 573 KK dengan 15 RT dan 6 RW. Setengah penduduk desa hanya berpendidikan rendah yaitu tamat SD. Hal itu dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Ketep Usia 5 Tahun Keatas

No Tingkat Pendidikan Banyak Penduduk

1 Tamat PT 9

2 Tamat SLTA 22

3 Tamat SLTP 237

4 Tamat SD 1245

5 Tidak Tamat SD 110

6 Belum Tamat SD 340

7 Tidak Sekolah 62

Jumlah Total 2025

Sumber : DSPM Jateng (2007)

(52)

pendidikan. Selain itu, keberadaan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan juga terbatas hanya sampai tingkat SLTP seperti yang ada pada tabel 9 sehingga jika mereka hendak berlajar ke jenjang yang lebih tinggi mereka harus menempuh perjalanan yang cukup jauh hingga ke luar desa.

Tabel 9. Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Ketep

Sumber : DSPM Jateng (2007)

Kondisi ini menuntut adanya pembimbingan khusus bagi warga sebagai bentuk motivasi dan pendampingan guna memudahkan mereka dalam mengembangkan dan mengelola agrowisata ini mengingat mereka akan memainkan peran penting didalamnya.

Jika dilihat dari jenis mata pencaharian, sebagian besar penduduk Ketep bekerja sebagai petani. Jenis mata pencahariaan penduduk Desa Ketep dapat dilihat secara rinci pada Tabel 10.

Tabel 10. Jenis Mata Pencahariaan Penduduk Desa Ketep

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 1.540

2 Buruh Tani 22

3 Buruh Bangunan 21

4 Pedagang 50

5 Angkutan 2

6 PNS 3

7 Lain-lain 156

Sumber : DSPM, 2007

Selain petani, penduduk Ketep juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Hal ini menandakan bahwa sektor pertanian dan keberadan objek wisata Ketep Pass menjadi sektor penting sebagai penggerak ekonomi masyarakat.

Umumnya masyarakat Desa Ketep beragama Islam (2.019 orang) dan Kristen Protestan (128 orang). Sarana peribadatan yang ada di desa ini yaitu

No Sarana Pendidikan Jumlah

1 TK 1

2 SD 1

3 SLTP 1

4 SLTA -

(53)

Masjid 6 buah, langgar 3 buah dan gereja 1 buah. Kehidupan beragama di desa ini sangat harmonis karena diantara mereka sudah saling mengerti. Hal ini juga ditunjang oleh tradisi masyarakat jawa yang memegang prinsip tepo seliro.

Masyarakat desa juga melestarikan kesenian tradisional seperti jatilan/kuda lumping, campur sari, ketoprak, musik dangdut, wayang kulit. Kesenian tradisional tersebut dapat kita jumpai pada momen-momen khusus baik sebagai perayaan hari-hari tertentu atau memang ada hajatan tertentu pula. Biasanya mereka akan muncul pada waktu-waktu seperti memperingati hari kemerdekaan, acara pernikahan, acara syukuran, dan perayaan momen-momen penting tradisi islam seperti ruwatan, rajaban, muludan, nuzulul quran. Perayaan-perayaan seperti ini menandakan kalau masyarakat setempat masih memegang teguh tradisi masyarakat jawa.

4.1.2.2 Tingkat keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep

Berdasarkan data Penilaian Keberlanjutan Masyarakat (PKM) dari Global Ecovillage Network (GEN), status masayarakat Desa Ketep sudah menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan. Kesimpulan ini didapat dari hasil pengolahan kuesioner PKM yang disebarkan kepada masyarakat saat di lapang. Data hasil pengolahan tersebut dapat dilihat di dalam Tabel 11.

Tabel 11.Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep

No Parameter Nilai

1 Bobot total aspek ekologi 223

2 Bobot total aspek sosial 292

3 Bobot total aspek spiritual 264

Bobot total keseluruhan aspek 779

Sumber : Hasil Analisis PKM (2009)

(54)

Nilai keberlanjutan masyarakat Desa Ketep diperoleh dari hasil penjumlahan dari ketiga aspek penyusun keberlanjutan masyarakat itu sendiri yaitu aspek ekologi, sosial dan spiritual. Aspek ekologi merupakan aspek yang membahas tentang pola interaksi masyarakat dengan lingkungannya. Selain itu aspek ini juga bisa memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan masyarakat tersebut secara langsung.

Aspek ekologis masyarakat Desa Ketep menunjukkan bobot total yang menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan. Ini merupakan modal awal dari pengembangan kawasan Ketep mengingat daerah ini sudah menjadi daerah tujuan wisata sebelumnya. Hal itu dapat kita lihat pada Tabel 12 dibawah ini.

Tabel 12.Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Ekologi

No Parameter Bobot

1 Perasaan terhadap tempat 37

2 Ketersediaan, produksi dan distribusi makanan 33 3 Infrastruktur, bangunan fisik dan transportasi 35 4 Pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat 20

5 Sumber air, mutu dan penggunaannya 42

6 Limbah cair dan pengelolaan polusi air 12

7 Sumber dan penggunaan energi 44

Total nilai untuk aspek ekologis 223

Sumber : Hasil Analisis PKM (2009)

Dari data diatas terlihat bahwa bobot parameter ke-6 aspek ekologis yaitu mengenai limbah cair dan pengelolaan polusi air pada Desa Ketep adalah yang terkecil dengan total nilai 12. Nilai ini diberikan mengingat pemahaman penduduk tentang pengolahan limbah cair yang baik secara umum masih rendah. Meskipun sebagaian besar masyarakat telah menggunakan septic tank sebagai salah satu teknologi pengolah limbah namun limbah cair lainnya dibuang secara langsung ke jurang-jurang yang ada tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu baik itu limbah rumah tangga ataupun limbah cair hasil peternakan yang ada. Kondisi ini sangat berbahaya karena wilayah ini terletak didataran tinggi yang memungkinkan limbah tersebut terbawa oleh aliran air ke daerah yang ada dibawahnya. Hal ini menandakan kalau diperlukan suatu tindakan untuk mencapai keberlanjutan.

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1. Proses Perencanaan Lanskap
Gambar 4. Jenis - Jenis Kendaraan Umum Menuju Desa Ketep
Tabel 4. Analisis Kondisi Jalan pada Tapak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengunjung yang melakukan kegiatan resto atau mengadakan kegiatan makan bersama didominasi oleh kelompok instansi seperti kelompok karyawan perusahaan, kelompok tenaga

Observasi lapang merupakan survei ke dalam tapak secara langsung untuk mendapatkan data tentang kondisi fisik, aksesibilitas, kondisi area pertanian terpadu, dan aspek

Ruang wisata budaya merupakan ruang yang berfungsi sebagai area yang dapat mengakomodasi keinginan dan kepentingan rekreatif dari wisatawan, sehingga kepuasan wisatawan akan

Terdapat dusun lain yang mempunyai potensi untuk dikembangkan agrowisata yaitu Dusun Muara Dua yang telah direncanakan sebagai kawasan agrowisata, selain itu

Konsep Keseluruhan dari perencanaan kawasan Dusun Muara Dua adalah dengan mengoptimalkan potensi sumber daya alam pertanian yang terdapat pada tapak sebagai pengembangan

Desa Loyok merupakan kawasan industri kerajinan bambu yang memiliki potensi sebagai kawasan wisata budaya yang dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata yang dapat

Pada tahap ini dibuat suatu konsep untuk pengembangan kawasan yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diinginkan, yaitu kawasan wisata budaya berbasis industri kerajinan

Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan untuk penilaian terhadap potensi wisata di lanskap Agrowisata Desa Colol sebagai berikut: 1 beragam objek dan aktivitas pertanian disertai