• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP DESA BARENGKOK

KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

MENUJU KAWASAN AGROWISATA

AMZYELLA BETHLIN SIMAMORA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AMZYELLA BETHLIN SIMAMORA. Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata. Dibimbing oleh TATI BUDIARTI dan AFRA DN MAKALEW.

Desa Barengkok merupakan salah satu desa penghasil manggis terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas + 450 Ha dengan lahan pertanian seluas 62,2% dari total keseluruhan desa. Desa ini juga memiliki visi untuk menjadi desa agropolitan yang mandiri. Potensi yang dimiliki oleh desa ini, yaitu potensi pertanian dan sumber daya manusianya menjadikan perencanaan kawasan agrowisata sesuai untuk diterapkan di desa ini. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perencanaan kawasan wisata berbasis pertanian di Desa Barengkok berdasarkan potensi lanskap dan potensi masyarakatnya guna membantu pencapaian visi Desa Barengkok menjadi desa agropolitan yang mandiri dan berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah proses perencanaan oleh Gold (1980) dengan pendekatan sumber daya, yang terdiri dari inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan lanskap. Untuk menentukan kesesuaian ruang, digunakan analisis deskriptif dan analisis spasial. Hasil perencanaan berupa ruang penerimaan seluas 0,57 Ha (0,13%), ruang produksi 432,41 Ha (95,42%), ruang rekreasi dan wisata 13,62 Ha (3,03%), dan ruang konservasi 6,4 Ha (1,42%). Kata kunci: agrowisata, buah tropis, rekreasi

ABSTRACT

AMZYELLA BETHLIN SIMAMORA. Landscape Planning in Desa Barengkok, Leuwiliang, Bogor towards an Agritourism Village. Supervised by TATI BUDIARTI and AFRA DN MAKALEW.

Desa Barengkok is a village located in Leuwiliang, Bogor, Province of West Java. This village has + 450 Ha area whereas agricultural land has largest amount about 62,2% of the total village’s area. Be an independent agropolitan village is such a vision of Desa Barengkok. Landscape planning of agritourism becomes most potential thing to be developed in this village because of its potency in agricultural sector and human resources. This study was purposed to propose landscape planning in Desa Barengkok as an agricultural tourism area according to its landscape and

society potency to pursue the village’s vision as an independent agropolitan and sustainable village. The planning process by Gold (1980) was used with resources approach, which consists of preparation, inventory, analysis, synthesis, and landscape planning stages. Descriptive and spatial analysis were used to determine the suitability of the space. The results showed that 0,57Ha welcome area (0,13%), 432,41 Ha production zone (95,42%), 13,62 Ha tourism zone (3,03%), and 6,4 Ha conservation zone (1,42%)

(5)

PERENCANAAN LANSKAP DESA BARENGKOK

KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

MENUJU KAWASAN AGROWISATA

AMZYELLA BETHLIN SIMAMORA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata

Nama : Amzyella Bethlin Simamora NIM : A440800043

Disetujui oleh

Dr Ir Tati Budiarti, MS Pembimbing I

Dr Ir Afra DN Makalew MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah wisata pertanian atau agrowisata, dengan judul Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah dan Mama tersayang yang selalu mendoakan dan memberi dukungan moral serta materi kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini; 2. Ibu Dr Ir Tati Budiarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi I yang dengan sabar membimbing, memberikan arahan, kiritik, dan saran kepada penulis selama berlangsungnya penelitian hingga penulisan skripsi;

3. Ibu Dr Ir Afra DN Makalew, MSc selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi II yang dengan sabar membimbing, menyemangati, dan memberi masukan kepada penulis selama perkuliahan di mayor arsitektur lanskap berlangsung hingga penulisan skripsi ini;

4. Bapak Ir Qodarian Pramukanto, MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan pandangan, wawasan, dan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini;

5. Kelurahan Desa Barengkok yang telah memberikan izin, Bapak Oib, Bapak Hj Miskar, Bapak Hj Jaja, dan masyarakat desa atas persepsi dan preferensi yang diberikan secara informatif selama proses penelitian ini berlangsung; 6. Seluruh staf dan dosen Departemen Arsitektur Lanskap IPB atas ilmu,

dukungan moral, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis; 7. Ompung br. Samosir, Ompung br. Lingga, dan seluruh keluarga terkasih yang

senantiasa mendoakan penulis;

8. Kakak Yohana Meyrida Simamora dan Adik Godvin Triastama Simamora tercinta atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis;

9. Ignatius Adityo Widodo yang selalu memberikan dukungan dan menjadi sumber inspirasi penulis;

10. Om Albertus Widodo dan Tante Maria Immaculata Kusrini selaku keluarga terdekat yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis;

11. Kak Balqis Nailufar atas informasi mengenai Desa Barengkok dan semangat yang telah diberikan kepada penulis;

12. ARL 42, 43, 44, 45, dan 46, khususnya Teh Lya, Teh Rindha, Teh Cindy, Winda, Sora, Teris, Danur, Fathiin, Eja, Mario, Mukhlis, Andre, Enjoy, Vivi, Dian, Nael, Lidya, Ndaru, Wika, Renny, Tyas, Nindy, Yaomi, Firman, dan Bryan atas pertemanan dan kebersamaannya selama penulis berkuliah di IPB; 13. Saci, Evi, Erti, Riris, Lia, Feby, Adik Grace, Adik Isa, dan Adik Laura selaku sahabat dan saudari tercinta atas keceriaan dan kebersamaan yang telah dilalui selama penulis berkuliah di IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Lanskap Perdesaan 3

Perencanaan Lanskap 4

Rekreasi dan Wisata 5

Agrowisata 7

Wisata Perdesaan 9

Potensi Buah Tropis 10

METODE 12

Tempat dan Waktu Penelitian 12

Alat dan Bahan 12

Metode Penelitian 13

Batasan Studi 16

KONDISI UMUM 17

Administrasi dan Geografis 17

Aksesibilitas 19

Fasilitas dan Utilitas 19

Sejarah Desa Barengkok 20

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Aspek Fisik 21 Lokasi dan Aksesibilitas 22

Fasilitas dan Utilitas 22

Topografi dan Kemiringan 23

Tanah 27

(10)

Kualitas Visual dan Akustik 32

Hidrologi 34

Tata Guna Lahan 38

Aspek Biofisik 43 Vegetasi 43

Budidaya Jamur Tiram 45

Satwa 47

Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat 46 Demografi 46

Kebudayaan 47

Kelembagaan 48

Persepsi dan Preferensi Masyarakat 49

Aspek Wisata 52 Lanskap Alam 53

Pertanian 53

Perkebunan 53

Perikanan 53

Peternakan 53

Hasil Analisis dan Sintesis 55 Konsep Dasar 56 Pengembangan Konsep 64

Perencanaan Lanskap 67

SIMPULAN DAN SARAN 88

Simpulan 89

Saran 89

DAFTAR PUSTAKA 90

LAMPIRAN 92

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, spesifikasi, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian 13

2 Nilai kelayakan potensi wisata 14

3 Kriteria penilaian dan skor kesesuaian ruang rekreasi 15 4 Jarak (km) Desa Barengkok terhadap desa sekitar di Kecamatan

Leuwiliang Tahun 2012 19

5 Jumlah sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Barengkok 20

6 Luas kelas lereng Desa Barengkok 23

7 Rata-rata curah hujan, suhu, dan kelembaban udara Desa Barengkok

dari tahun 2008 hingga 2012 29

8 Kecepatan angin rata-rata dari tahun 2011 hingga 2012 30

9 Luas penggunaan lahan Desa Barengkok 38

10 Luas penutupan lahan Desa Barengkok 38

11 Produksi manggis di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten

Bogor tahun 2010 44

12 Sebaran penduduk Desa Barengkok menurut mata pencaharian tahun

2012 46

13 Sebaran penduduk Desa Barengkok menurut pendidikan tahun 2012 47 14 Preferensi penduduk berdasarkan hasil kuesioner 52 15 Analisis nilai kelayakan potensi agrowisata Desa Barengkok 55

16 Hasil analisis dan sintesis tapak 57

17 Konsep aktivitas rekreasi dan wisata 66

18 Rencana pembagian ruang, fungsi, dan luas ruang Desa Barengkok 70 19 Rencana sirkulasi kawasan agrowisata Desa Barengkok 72 20 Masa panen vegetasi produksi Desa Barengkok 74

21 Rencana vegetasi Desa Barengkok 77

22 Rencana ruang, aktivitas, dan fasilitas kawasan agrowisata 78 23 Rencana daya dukung kawasan agrowisata Desa Barengkok 80 24 Rencana daya dukung obyek wisata Taman Rekreasi Pertanian Desa

Barengkok 81

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 2

2 Peta lokasi penelitian di kawasan Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat 12 2 Tahapan penelitian perencanaan kawasan agrowisata (Gold 1980) 16

3 Batas administratif Desa Barengkok 17

4 Peta lokasi dan batas tapak Desa Barengkok 18

5 Peta aksesibilitas menuju Desa Barengkok 19

6 Kondisi jalan sekunder yang menghubungkan antar kampung di Desa

Barengkok 21

7 Peta analisis aksesibilitas Desa Barengkok 22

8 Peta topografi Desa Barengkok 24

9 Peta analisis kemiringan lereng Desa Barengkok 25 10 Peta analisis kesesuaian ruang rekreasi dari kemiringan lereng Desa

Barengkok 26

11 Peta jenis tanah Kabupaten Bogor 28

12 Pengaruh vegetasi terhadap iklim mikro 31

13 Kondisi visual bad view pada tapak 32

14 Kondisi visual good view pada tapak 32

15 Peta analisis visual Desa Barengkok 33

16 DAS Provinsi Jawa Barat 34

17 Desa Barengkok pada DAS Cisadane 34

18 Sub DAS Sungai Cianten (a) dan Sungai Citeureup (b) 35

19 Peta analisis hidrologi Desa Barengkok 36

20 Peta analisis kesesuaian ruang rekreasi dari kondisi hidrologi Desa

Barengkok 37

21 Peta penutupan lahan Desa Barengkok 39

22 Pemanfaatan lahan Desa Barengkok 40

23 Rencana pola ruang Desa Barengkok sampai dengan tahun 2025 41 24 Rencana struktur ruang Kecamatan Leuwiliang sampai dengan tahun

2025 41

25 Peta analisis kesesuaian ruang rekreasi dari kondisi tata guna lahan

Desa Barengkok 42

26 Kebun manggis (a) dan Kebun campuran (b) 43

27 Jenis ternak dan budidaya ikan yang dikembangbiakan warga 45 28 Karakteristik penduduk dari hasil kuesioner 50

29 Persepsi penduduk dari hasil kuesioner 51

30 Peta potensi agrowisata Desa Barengkok 54

31 Peta analisis komposit kesesuaian ruang rekreasi 62

32 Block plan Desa Barengkok 63

33 Diagram konsep ruang 64

34 Diagram konsep sirkulasi 65

35 Matriks hubungan antar ruang 68

36 Rencana ruang Desa Barengkok 69

37 Rencana sirkulasi Desa Barengkok 73

38 Rencana vegetasi Desa Barengkok 75

(13)
(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner persepsi dan preferensi penduduk Desa Barengkok 92 2 Hasil kuesioner masyarakat tentang karakteristik penduduk dari hasil

kuesioner 93

3 Hasil kuesioner masyarakat tentang preferensi penduduk dari hasil

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan perdesaan pada umumnya mempunyai kegiatan utama di bidang pertanian. Kawasan perdesaan di Indonesia diharapkan mampu menjadi kawasan perdesaan yang mandiri agar masyarakatnya dapat sejahtera secara berkelanjutan. Salah satu kawasan pedesaan di Indonesia yang memiliki visi untuk menjadi kawasan agropolitan yang mandiri adalah Desa Barengkok yang berada di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Berdasarkan masterplan Bappeda Kabupaten Bogor (2005) Desa Barengkok yang berada di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor termasuk salah satu desa potensial yang diarahkan menjadi Desa Pusat Pertumbuhan (DPP). Desa Barengkok sejak tahun 2002 masuk dalam desa pendukung kawasan Agropolitan I dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Bogor dalam kawasan komoditas manggis. Manggis merupakan komoditas unggulan di kecamatan Leuwiliang termasuk di Desa Barengkok.

Desa Barengkok adalah desa yang dilalui oleh Sungai Cianten yang berhulu di hutan-hutan di kawasan Taman Nasional Halimun dan merupakan sub DAS dari Sungai Cisadane. Desa Barengkok mempunyai potensi sumber daya alam dan budaya yang khas. Desa ini mempunyai potensi kebun manggis dan durian serta area persawahan yang ditanami padi. Selain pertanian, kegiatan ekonomi yang berbasis lahan di desa ini adalah perikanan air tawar.

Bercermin dari permasalahan yang dihadapi desa ini, yakni visi desa yang belum sepenuhnya terwujud, maka diperlukan suatu konsep yang mampu menyejahterakan masyarakat Desa Barengkok secara mandiri. Konsep ini diharapkan dapat mempertahankan fungsi lahan pertanian dan meningkatkan nilai hasil pertanian. Selain itu, konsep ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani melalui produk dan jasa wisata pertanian. Desa wisata berbasis pertanian atau yang lebih dikenal dengan istilah agrowisata merupakan salah satu konsep yang dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut. Pengembangan wisata pertanian di Desa Barengkok diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan petani di desa ini. Potensi lanskap pertanian yang dimiliki Desa Barengkok perlu dianalisis dalam suatu bentuk penelitian untuk menentukan kawasan potensial dengan tujuan pengembangan lanskap wisata pertanian berdasarkan potensi lanskap dan potensi masyarakatnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perencanaan lanskap kawasan wisata dan rencana tapak taman rekreasi berbasis pertanian di Desa Barengkok berdasarkan potensi lanskap dan potensi masyarakatnya guna membantu pencapaian visi Desa Barengkok menjadi desa agropolitan yang mandiri dan berkelanjutan.

Manfaat Penelitian

(16)

2

masyarakat tani Desa Barengkok untuk keperluan pengembangan lanskap kawasan agrowisata di desa tersebut.

Kerangka Pikir

Berdasarkan Pedoman Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri 2008, Desa Barengkok memiliki visi menjadi desa agropolitan yang mandiri. Potensi Desa Barengkok adalah masyarakat petani, kebudayaan setempat, dan lahan pertanian seluas 280 Ha dari 450 Ha luas wilayah desa. Dari data penggunaan lahan diperoleh data fisik dan biofisik yang selanjutnya diperlukan untuk analisis daya dukung dan kesesuaian lahan. Data sosial dan budaya akan dianalisis mengenai persepsi dan preferensi masyarakat untuk rekomendasi konsep wisata pertanian. Hasil analisis berupa zonasi kawasan yang sesuai untuk dikembangkan menjadi lanskap wisata pertanian Desa Barengkok sehingga kemandirian desa dapat tercapai. Secara diagramatis kerangka pikir disajikan pada Gambar 1.

(17)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Perdesaan

Kawasan atau lanskap perdesaan menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perdesaan dicirikan sebagai area dengan kepadatan penduduk rendah, penduduk terkonsentrasi dalam bentuk klaster yang disebut desa, hubungan sosial masyarakat masih sangat akrab dan saling bantu, kegiatan didominasi oleh kegiatan pertanian tanaman keras, tanaman tumpang sari, peternakan sapi, kambing, unggas, kolam ikan, dan masih banyak ditemukan hewan liar seperti burung, tikus, tupai, ular, dan lain sebagainya. Kawasan perdesaan dapat terdiri dari beberapa klaster desa dan tidak terikat oleh batas-batas atau fungsi pemerintahan desa.

Kawasan perdesaan di Indonesia tersebar pada daerah-daerah yang secara geografis berbeda seperti di daerah pesisir pantai atau kepulauan, daerah pegunungan, daerah pedalaman, atau wilayah terisolir. Kawasan perdesaan dapat dicirikan berdasarkan sumberdaya yang dimiliki, seperti misalnya desa tambang atau desa wisata. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 tahun 1972 tentang Pelaksanaan Klasifikasi dan Tipologi, desa di Indonesia digolongkan dalam tiga tingkatan, yakni; 1) Desa swadaya merupakan desa yang paling terbelakang dengan budaya kehidupan tradisional dan sangat terikat dengan adat istiadat. Desa ini biasanya memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat rendah, sarana dan prasarana minim, serta sangat tergantung pada alam; 2) Desa swakarsa merupakan desa yang mengalami perkembangan lebih maju dibandingkan desa swadaya. Desa ini telah memiliki landasan lebih kuat dan berkembang lebih baik serta lebih kosmopolit dibandingkan desa swadaya. Penduduk desa swakarsa mulai melakukan peralihan mata pencaharian dari sektor primer ke sektor lain; 3) Desa swasembada merupakan desa yang memiliki kemandirian lebih tinggi dalam berbagai bidang terkait dengan aspek sosial dan ekonomi. Sarana dan prasarana yang lebih lengkap dengan perekonomian yang mengarah pada industri barang dan jasa dan sektor primer dan sekunder lebih berkembang (Arsyad 2011).

Masalah-masalah pokok perdesaan pada umumnya adalah kemiskinan, sumberdaya manusia masyarakat desa, masalah kelembagaan, dan keterbatasan infrastruktur. Ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, ketidakmerataan pemilikan aset, dan pendapatan wilayah perdesaan sering memperburuk kondisi masyarakat sehingga masyarakat desa mengalami kemiskinan. Masalah sumberdaya manusia ini berkaitan dengan tingkat pertumbuhan alami, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat produktivitas yang rendah dan tingkat pengangguran di perdesaan. Kelembagaan di bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya yang terdapat di perdesaan belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Keterbatasan infrasturktur fisik, ekonomi, dan sosial yang masih terbatas di daerah perdesaan seharusnya disediakan dengan prinsip kebutuhan lokal (local needs) dan ketepatgunaan (appropriateness) (Arsyad 2011).

(18)

4

Perencanaan Lanskap

Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:

1. pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya

2. pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan yang dapat dilakukan pada masa mendatang 3. pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah, dan lokasi

kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia 4. pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas

berdasarkan pertimbangan perilaku manusia

Menurut Laurie (1986), perencanaan tapak merupakan bentuk pendekatan ke masa depan terhadap suatu lahan yang diikuti imajinasi dan kepekaan terhadap analisis tapak. Untuk menghasilkan rencana dan rancangan area rekreasi yang baik, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dianalisis. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), hal-hal yang perlu diperhatikan adalah potensi dan kendala tersedia, potensi pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan penggunanya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan ulang yang dilakukan, dan pemantauan hasil perencanaan dan perancangan. Untuk itu perlu mengetahui dan memahami prinsip dasar dalam perencanaan. Menurut Gold (1980), prinsip umum dalam perencanaan terutama perencanaan suatu kawasan rekreasi adalah:

1. semua orang harus melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi 2. rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkingan-kemungkinan

rekreasi yang lain untuk menghindari duplikasi

3. rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan, pendidikan, dan rekreasi

4. fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang akan datang

5. fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat dilaksanakan

6. masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan

7. perencanaan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan evaluasi

8. perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi

9. terlebih dahulu harus ada lahan yang akan dikembangkan menjadi taman atau tempat wisata

10.fasilitas-fasilitas yang ada harus membuat lahan menjadi seefektif mungkin dalam menyediakan tempat yang sebaik-baiknya demi kenyamanan, keamanan, dan kebahagiaan pengunjung

(19)

5 atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan, kenyamanannya, dan proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusia dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson 1980).

Rekreasi dan Wisata

Rekreasi merupakan apa yang terjadi yang berhubungan dengan kepuasan diri dari sebuah pengalaman (Gold 1980). Selanjutnya, menurut Douglas (1992) rekreasi adalah kegiatan yang menyenangkan dan konstruktif serta menambah pengetahuan dan pengalaman mental dari sumberdaya alam dalam ruang dan waktu yang terluang. Dilihat dari sudut tempat kegiatan rekreasi dilakukan, terdapat rekreasi di dalam ruangan dan rekreasi di luar ruangan. Rekreasi di luar ruangan termasuk di dalamnya rekreasi alam. Rekreasi alam terbuka merupakan suatu kegiatan rekreasi yang dilakukan tanpa dibatasi adanya bangunan, yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan alam, atau kehidupan bebas.

Program rekreasi di luar ruangan atau alam pada umumnya direncanakan untuk penciptaan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia guna mendukung keinginan, kenyamanan dan kepuasannya. Rekreasi dapat berbentuk rekreasi fisik (olah raga, berjalan-jalan) dan rekreasi psikis yang melibatkan pikiran dan kenyamanan. Kategori aktivitas rekreasi ini antara lain mencakup aktivitas berjalan (hiking, bersepeda, menunggang kuda, berlayar), aktivitas sosial (olah raga, berkemah, piknik), aktivitas estetik/artistik (fotografi, melukis, melihat, dan menikmati pemandangan), aktivitas yang bersifat petualangan (mendaki gunung, memanjat tebing, arung jeram, out bond), dan aktivitas untuk kelangsungan hidup (survival) seperti memancing dan berburu (Nurisjah 2008).

Wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap (Nurisjah 2008). Menurut Freyer (1993) dalam Damanik (2006), produk wisata adalah semua produk yang diperuntukkan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata. Menurut Wardiyanta (2006), obyek wisata adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik wisatawan dan dapat memberikan kepuasan kepada wisatawan. Obyek wisata juga dapat berupa kegiatan, misalnya kegiatan masyarakat keseharian, tarian, karnaval, dan lain-lain. Obyek wisata bersifat statis, yakni penjualannya di tempat, tidak dibawa pergi. Oleh karena itu, supaya dapat menikmatinya, seseorang perlu aktif mendekatinya. Seringkali wisatawan harus melakukan perjalanan dari tempat tinggalnya menuju ke lokasi obyek wisata untuk dapat menikmatinya.

(20)

6

Di dalam pasar wisata, banyak pelaku yang terlibat. Meskipun peran mereka berbeda-beda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam perencanaan agrowisata. Damanik (2006) mengemukakan bahwa pelaku wisata terdiri dari :

1. Wisatawan

Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan. 2. Industri pariwisata

Industri pariwisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata.

3. Pendukung Jasa Wisata

Kelompok ini adalah usaha yang tidak hanya secara khusus menawarkan produk dan jasa wisata, tetapi seringkali bergantung pada wisatawan sebagai pengguna jasa produk tersebut

4. Pemerintah

Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan peruntukkan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata.

5. Masyarakat Lokal

Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata.

6. Lembaga Swadaya Masyarakat

Organisasi non-pemerintah yang melakukan aktivitasnya di kawasan wisata baik secara partikuler maupun bekerjasama dengan masyarakat. Pariwisata adalah industri yang berkaitan dengan perjalanan untuk mendapatkan rekreasi. Menurut Adisasmita (2010) pariwisata meliputi berbagai jenis karena beragamnya keperluan dan motif perjalanan wisata, misalnya parawisata pantai, parawisata etnik, pariwisata agro, pariwisata perkotaan, pariwisata sosial, dan pariwisata alternatif. Menurut Soemarno (2008), pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi kunjungan. Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup, serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Hakekat pariwisata dapat dirumuskan sebagai seluruh kegiatan wisatawan dalam perjalanan dan persinggahan sementara dengan motivasi yang beraneka ragam sehingga menimbulkan permintaan barang dan jasa.

Kawasan yang ditunjuk sebagai obyek wisata alam harus mengandung potensi daya tarik alam, baik flora, fauna, beserta ekosistemnya, formasi geologi, dan gejala alam. Kawasan yang demikian nantinya mampu mendukung pengembangan selanjutnya sesuai dengan fungsi dan memenuhi motivasi pengunjung. Motivasi pengunjung pada hakekatnya akan timbul karena lima kelompok kebutuhan (Soemarno 2008), yaitu :1) adanya daya tarik, 2) angkutan jasa dan kemudahan yang melancarkan perjalanan, 3) perjalanan, 4) akomodasi, dan 5) makanan dan minuman.

(21)

7 1. tersedianya obyek dan atraksi wisata, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang yang mengunjungi suatu kawasan wisata, misalnya keindahan alam kebun buah-buahan, taman teknologi, tata cara produksi, adat istiadat masyarakat, festival tradisional produk buah,

2. adanya fasilitas aksesibilitas, yaitu sarana dan prasarana perhubungan dengan segala fasilitasnya sehingga memungkinkan para wisatawan dapat mengunjungi suatu kawasan wisata tertentu, dan

3. tersedianya fasilitas amenitas, yaitu sarana kepariwisataan yang dapat memberi pelayanan pada wisatawan selama dalam perjalanan wisata yang dilaksanakannya.

Agrowisata

Menurut Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri pariwisata, Pos dan Teleomunikasi No. 204/KPTS/HK050/4/1989 dan No. KM.47/PW.004/MPPT-89 tanggal 6 April 19KM.47/PW.004/MPPT-89, bahwa wisata agro adalah suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan hubungan usaha di bidang agro yang dilakukan secara terus menerus. Agrowisata atau wisata pertanian merupakan penggabungan antara aktivitas wisata dengan aktivitas pertanian (Nurisjah, 2001). Secara spesifik, wisata agro atau wisata pertanian adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala, dan bentuk dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang pertanian ini. Pengalaman yang disajikan kepada wisatawan tidak hanya pemandangan kawasan pertanian yang panoramik dan kenyamanan di alam pertanian, tetapi juga aktivitas petani beserta teknologi khas yang digunakan dan dilakukan dalam lahan pertanian, tersedianya produk segar pertanian yang dapat dinikmati wisatawan, nilai sejarah lokasi, arsitektur, atau kegiatan tertentu budaya pertanian yang khas, dan kombinasi dari berbagai ciri tersebut.

Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), agrowisata merupakan upaya dalam rangka menciptakan produk wisata baru (diversivikasi). Prinsip –prinsip yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata, yaitu sebagai berikut: 1) perencanaan agrowisata sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu berada, 2) perencanaan dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin, 3) perencanaan mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial masyarakat sekitar, 4) perencanaan selaras dengan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumber dana dan teknik-teknik yang ada, selanjutnya 5) perlu dilakukan evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada.

Lebih lanjut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) menjelaskan ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan di Indonesia meliputi bidang sebagai berikut :

(22)

8

2. Perkebunan dengan tanaman yang bisa diusahakan meliputi tanaman keras dan tanaman lainnya oleh perkebunan swasta nasional maupun asing, BUMN, dan perkebunan rakyat. Berbagai kegiatan obyek wisata perkebunan dapat berupa pra produksi, produksi, dan pasca produksi. 3. Tanaman pangan dan hortikultura dengan kegiatan wisata meliputi usaha

tanaman padi, palawija, dan hortikultura seperti bunga, jejamuan, buah, dan sayur. Berbagai proses kegiatan mulai dari pra panen, pasca panen berupa pengolahan hasil, sampai kegiatan pemasarannya dapat dijadikan obyek agrowisata.

4. Perikanan dengan lingkup kegiatan wisatanya berupa budidaya perikanan sampai proses pasca panen. Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata di antaranya pola tradisional dalam perikanan serta kegiatan lain, seperti memancing ikan.

5. Peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain pola beternak, cara tradisional dalam peternakan serta budidaya hewan ternak.

Dalam mewujudkan suatu kawasan wisata yang baik harus memperhatikan daya dukung dari kawasan tersebut. Daya dukung rekreasi menurut Gold (1980) merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami dari segi fisik dan sosial untuk dapat mendukung aktivitas rekreasi dan dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan. Ismaun (1990) mengatakan bahwa secara umum ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan adalah: 1) wisata di daerah perkebunan, 2) wisata di daerah pertanian tanaman pangan, 3) wisata di daerah peternakan, dan 4) wisata di daerah perikanan. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), adanya agrowisata mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1) meningkatkan konservasi lingkungan, 2) meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, 3) memberikan nilai rekreasi, 4) meningkatkan kegiatan ilmiah dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan 5) mendapatkan keuntungan ekonomi.

Tirtawinata (1996) menjelaskan bahwa agrowisata sebagai obyek wisata selayaknya memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan prasarana dan sarananya. Fasilitas pelayanan didirikan di lokasi yang tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi secara maksimal. Dalam penyediaan fasilitas, hendaknya dilakukan dua pendekatan. Pendekatan pertama dengan memanfaatkan semua obyek, dari prasarana, sarana, hingga fasilitas lingkungan yang masih berfungsi dengan baik dan melakukan perbaikan bila diperlukan. Langkah kedua yakni membangun prasarana, sarana, dan fasilitas yang masih dianggap kurang. Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan adalah seperti berikut: a) jalan menuju lokasi, b) pintu gerbang, c) tempat parkir, d) pusat informasi, e) papan informasi, f) sirkulasi di dalam kawasan agrowisata, g) shelter, h) menara pandang, i) pondok wisata/guest house, j) sarana penelitian, k) toilet, l) tempat ibadah, dan m) tempat sampah.

(23)

9 dan juga lingkungan alaminya, 4) diarahkan untuk suatu kegiatan rekonstruksi dan penataan suatu kawasan sebagai suatu aset budaya pertanian wilayah, dan 5) sebagai sarana introduksi dan pasar dari teknologi dan produk pertanian unggulan daerah.

Dalam artian luas Nurisjah (2001) berpendapat bahwa aktivitas pertanian adalah semua aktivitas untuk kelangsungan hidup manusia yang terkait dengan pemanenan energi matahari dari tingkat yang primitif (pemburu dan pengumpul) sampai model pertanian yang efisien dan canggih. Aktivitas pertanian ini mencakup persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil, dan juga pasar hasil pertanian. Aktivitas agrowisata dapat berupa mengajak wisatawan berjalan-jalan untuk menikmati dan mengapresiasi kegiatan pertanian dan kekhasan serta keindahan alam binaannya sehingga daya apresiasi dan kesadaran untuk semakin mencintai budaya dan melestarikan alam semakin meningkat. Dalam aktivitas agrowisata ini, petani yang berada di dalam kawasan wisata agro tidak hanya dapat menjadi obyek atau bagian dari sistem pertanian yang ditawarkan pada aktivitas wisata tetapi juga dapat bertindak sebagai pemilik atau pengelola kawasan wisata tersebut.

Wisata Perdesaan

Berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, kawasan perdesaan didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Desa. Menurut Peraturan Permerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliiki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Wikimedia Foundation 2012).

Menurut Sajogyo (1982), potensi desa merupakan kemampuan yang dapat diaktifkan dalam pembangunan mencakup alam dan manusianya, serta hasil kerja manusia itu sendiri. Komponen-komponen potensi desa pada dasarnya meliputi unsur-unsur sebagai berikut: a) alam, b) lingkungan hidup manusia, c) penduduk, d) usaha-usaha manusia, dan e) prasarana-prasarana yang telah dibuat

(24)

10

perdesaan (macam-macam batuan, kerikil, hingga mineral) membentuk karakter lanskap, penggunaan material ini menciptakan ketertarikan dengan sumber daya setempat.

Berdasarkan pendapat Salim pada Nurisjah (2001) untuk pengembangan wisata agro ini, ada tiga hal yang harus diketahui dan diperhatikan yaitu: 1) wisata agro merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada keaslian agroekosistem, 2) dalam mengembangkan aktivitas wisata agro harus bersendi pada riset ilmiah, 3) wisata agro merupakan suatu pemandangan alamiah yang bertumpu pada bentuk lanskap regional. Selanjutnya ada dua azas yang harus diakomodasikan pada aktivitas pengembangannya, yaitu: 1) azas manfaat, dalam arti penyelenggaraan program wisata agro dapat memberikan manfaat politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun lingkungan; 2) azas pelestarian dalam arti penyelenggaraan program wisata agro diarahkan berperan guna meningkatkan pelestarian plasma nutfah sebagai sumberdaya utama bagi kelestarian alam dan lingkungan.

Potensi Buah Tropis

1. Manggis

Manggis (Garcinnia mangostana Linn) merupakan tanaman budidaya di daerah tropis. Tumbuhan ini tumbuh subur pada kondisi dengan intensitas sinar matahari yang tinggi, kelembapan tinggi, dan musim kering yang pendek (untuk menstimulasi perbungaan). Pada kondisi kering, diperlukan irigasi untuk menjaga kelembabapan tanah. Tumbuhan ini dapat ditanam hingga ketinggian 1000 m dpl dengan kisaran suhu 20-400 C) di daerah tropis. Pertumbuhan maksimal manggis berlangsung di daerah dataran rendah.

Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki sumber tanaman herbal melimpah salah satunya adalah manggis. Hampir semua bagian tanaman buah menyimpan khasiat. Secara tradisional manggis digunakan sebagai obat sariawan, wasir, dan luka karena kemampuannya untuk antiinflamasi atau antiperadangan. Senyawa bioaktif seperti xanthone, antosianin, dan tianin pada buah manggis berkhasiat mencegah dan menyembuhkan kanker, mencegah penyakit yang mematikan, mengurangi berat badan, menghilangkan rasa sakit, mencegah penyakit jantung, melawan radikal bebas, mengurangi tekanan darah tinggi, memelihara pencernaan, menjaga saluran kencing, mengatasi gangguan pernapasan, menyembuhkan asma, mengobati dan mencegah diabetes, memelihara kemampuan mental, meningkatkan energi, menurunkan kolesterol, mengatasi batu ginjal dan mencegah gangguan penglihatan.

(25)

11 Kawasan perencanaan sentra manggis di Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Jasinga. Pada kawasan perencanaan mengingat lahan yang relatif luas, beberapa kegiatan budidaya seperti penanaman, penyiangan, dan panen dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja di luar rumah tangga. Sedangkan untuk aktivitas pemeliharaan yang ringan banyak dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Istri dan anak lelaki merupakan tenaga kerja keluarga yang paling dominan membantu petani dalam pekerjaan (Bappeda, 2005).

Berdasarkan Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2003) dalam Nailufar (2011), untuk meningkatkan mutu dan produktivitas manggis di sentra produksi, diperlukan adanya kriteria pemilihan lokasi agar dapat menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik dan berdaya saing khususnya di pasar luar negeri. Pemilihan lokasi yang dilakukan pada saat pra-panen dalam upaya penerapan sistem jaringan mutu pada tanaman manggis, berdasarkan pada

a. studi kelayakan lahan dan agroklimat (tipe iklim A, tanpa bulan kering sampai dengan tipe iklim C bulan kering 4-6 bulan), dengan curah hujan antara 1.250-2.500 mm/tahun atau rata-rata 1500-1700 mm/tahun dengan suhu udara 22-320C, menurut Smith Ferguson;

b. kemiringan lahan < 20% dengan ketinggian tempat < 800 meter dpl;

c. menerapkan teknik konservasi pada lahan miring dan sistem surjan pada lahan sawah;

d. jenis tanah yang adalah Latosol, Podzolik Merah Kuning, dan Andosol dengan syarat gembur, memiliki zat hara yang cukup dan drainase yang baik dan tidak bercadas, keasaman tanah (pH) 5-7’

e. kedalaman air tanah dangkal (50-200 cm) dan dekat dengan sumber air;

f.

letak lahan bebas residu pestisida, bahan beracun dan berbahaya seperti limbah

B

2. Durian

Salah satu buah tropis lain yang tumbuh di Kabupaten Leuwiliang dan banyak digemari oleh masyarakat umum adalah durian (Durio zibethinus). Buah tropis yang berasal dari asia tenggara ini memiliki potensi ekspor yang cukup tinggi. Pada tahun 2012 dari bulan Mei sampai Agustus, negara di Asia, antara lain Singapura, Jepang, Korea, Hongkong, dan Taiwan serta Amerika Serikat dan Kanada menjadi pasar buah tropis yang dijuluki ‘King of Fruits’ ini.

(26)

12

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Penelitian dilakukan selama enam bulan, dimulai pada Desember 2012 sampai dengan Maret 2013 dan penyusunan skripsi hingga Oktober 2013.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian di kawasan Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, peralatan tulis menulis, software AutoCAD, Adobe Photoshop CS5, ArcView GIS 3.2, Microsoft Word, dan Microsoft Excel. Untuk pengambilan data sosial dilakukan wawancara dengan kuisioner. Bahan digunakan dalam penelitian ini adalah data fisik (keadaan tapak, iklim, tanah, topografi, hidrologi, vegetasi dan satwa, sirkulasi, fasilitas dan utilitas), data berupa peta (peta lokasi, peta tata guna lahan, peta topografi, peta vegetasi), dan foto-foto kondisi eksisting tapak. Data sosial berupa hasil wawancara dengan kuisioner. Jenis dan sumber data yang akan digunakan dapat dilihat di Tabel 1.

(27)

13 Tabel 1 Jenis, spesifikasi, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

Metode Penelitian

Penelitian ini mengikuti proses perencanaan yang dikemukakan Gold (1980) dengan pendekatan sumberdaya. Penelitian ini dibatasi hingga proses perencanaan dengan hasil berupa rencana lanskap (landscape plan). Tahapan yang digunakan terdiri dari:

1. Inventarisasi

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan didapat dari BAPPEDA, Bakosurtanal, BMKG, Pemerintah Daerah Kecamatan Lewiliang dan Desa Barengkok. Data sekunder yang dikumpulkan berupa peta administrasi Kabupaten

No. Jenis Data Spesifikasi Cara Pengambilan Sumber

Data Fisik 1. Lokasi dan

Aksesibilitas

Lokasi, batas, dan luasan

Studi Pustaka, Survey Bakosurtanal

2. Fasilitas dan utilitas

Fasilitas dan utilitas pendukung wisata

Survey Lapang

3. Topografi Kemiringan lereng Studi Pustaka Bakosurtanal

4. Tanah Jenis dan kriteria Studi Pustaka BAPPEDA

5. Iklim Curah hujan Suhu Kelembaban Kecepatan angin

Studi Pustaka BMKG

6. Sense of

Survey dan wawancara Lapang

Data Sosial dan Budaya 11. Persepsi dan

Survey dan wawancara Pemerintah dan penduduk setempat

13. Kebudayaan Tradisi, pola hidup, dan kesenian yang dimiliki masyarakat setempat

(28)

14

Bogor, peta topografi, peta tanah, dan peta tata guna lahan. Data lain yang dibutuhkan adalah data kependudukan, ekonomi, dan data-data pendukung lainnya.

Data primer yang dikumpulkan berupa data vegetasi dan satwa, data fasilitas dan utilitas, sense of quality, data sirkulasi tapak, dan kuisioner mengenai persepsi dan preferensi masyarakat. Data primer diambil dengan metode survey dan wawancara dengan menggunakan kuisioner sebagai alat sampling dalam memperoleh persepsi dan preferensi desa untuk pengambilan keputusan. Kegiatan wawancara dibagi menjadi dua, yaitu wawancara kepada pemerintah dan masyarakat.

2. Analisis

Setelah seluruh data terkumpul, tahap berikutnya adalah menganalisis data. Kegiatan ini untuk mengetahui potensi yang dapat dikembangkan dalam tapak, kendala yang muncul dari tapak, potensi penggunaan lahan, dan rencana pengembangan sehingga dapat berkelanjutan. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk menentukan alternatif pengembangannya.

Analisis dilakukan terhadap seluruh data baik primer maupun sekunder yang diperoleh pada tahap inventarisasi. Analisis persepsi dan preferensi masyarakat diperoleh dari penyebaran kuesioner. Potensi-potensi wisata pertanian yang dianggap memiliki daya tarik bagi pengunjung Desa Barengkok juga turut dianalisis untuk dikembangkan menjadi obyek agrowisata.

Penentuan obyek agrowisata eksisting pada tapak dilakukan dengan analisis penilaian kelayakan potensi agrowisata berdasarkan aspek aksesibilitas, obyek dan atraksi wisata, letak dari jalan utama, dan fasilitas wisata yang tersedia. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan embrio obyek agrowisata yang potensial dan sangat potensial untuk dikembangkan. Skoring dan variabel nilai kelayakan dapat dilihat pada Tabel 2. Penentuan kelayakan tidak potensial, potensial, dan sangat potensial berdasarkan jumlah total keseluruhan empat variabel penilaian.

Tabel 2 Nilai kelayakan potensi wisata Variabel Standar

- Sangat Potensial (SP) - Potensial (P)

- Tidak Potensial (TP)

220-320 210-209 110-209 Obyek dan atraksi wisata S1

S2 Letak dari jalan utama S1

S2 Fasilitas wisata yang tersedia S1

(29)

15 Analisis deskriptif dilakukan pada semua aspek untuk melihat potensi dan kendala apa saja yang terdapat pada tapak, kemudian dilakukan pembahasan terkait solusi yang dapat mengembangkan potensi dan mengatasi kendala. Analisis daya dukung tapak menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003), dihitung berdasarkan standar rata-rata individu dalam m2/orang dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : DD = Daya Dukung

A = Area yang digunakan wisatawan S = Standar rata-rata individu

T = Total hari kunjungan yang diperkenankan K = Koefisien rotasi

N = Jam kunjungan per area yang diizinkan R = Rata-rata waktu kunjungan

Pengukuran kenyamanan iklim diperlukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan kawasan yang berpengaruh terhadap pengunjung. Ukuran kenyamanan tersebut dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut :

Keterangan : THI = Thermal Humidity Index T = Suhu udara (0C)

RH = Kelembaban nisbi udara (%)

Analisis dilakukan melalui metode spasial dan metode deskriptif. Metode spasial dilakukan terhadap aspek tata guna lahan, kemiringan lahan, dan hidrologi. Peta analisis yang dihasilkan ditentukan masing-masing kriteria penilaian dan skornya (Tabel 3) dan kemudian dilakuan overlay untuk mendapatkan peta komposit.

Tabel 3 Kriteria penilaian dan skor kesesuaian ruang rekreasi

Aspek Standar kesesuaian Kriteria kesesuaian Skor* Tata Guna Lahan Tidak terdapat struktur bangunan dan

vegetasi selain ground cover. Tapak didominasi oleh penggunaan lahan yang terbuka.

Tapak masih cukup didominasi oleh penggunaan lahan yang terbuka, namun terdapat beberapa struktur dan bangunan serta vegetasi selain ground cover.

Tapak dominan dengan bangunan dan vegetasi. Hidrologi Tidak terdapat kawasan inlet/outlet

ataupun drainase

Kawasan inlet/outlet ataupun drainase Kawasan inlet/outlet utama yang rentan terhadap daya dukung

Sesuai *baik=3, sedang=2, buruk=1 Sumber : De Chiara dan Koppelman (1990), USDA 1968 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007

DD = A/S T= DD x K K = N/R

(30)

16

3. Sintesis

Setelah dilakukan analisis mengenai potensi dan kendala di tapak, tahap selanjutnya adalah tahap penyusunan alternatif pengembangan dari memaksimalkan potensi yang ada dalam tapak dan meminimalisir kendala yang ada dalam tapak. Analisis daya dukung, kenyamanan, persepsi dan preferensi masyarakat akan menghasilkan peta-peta zonasi untuk menghasilkan program terbaik yang sesuai dikembangkan dalam tapak menjadi kawasan agrowisata. Konsep dasar pengembangan terdiri dari konsep ruang, vegetasi, konsep sirkulasi, dan konsep fasilitas dan aktivitas yang mendukung kegiatan wisata pertanian.

4. Perencanaan Lanskap

Tahap ini merupakan pengembangan ide-ide konsep terpilih sebagai alternatif terbaik untuk diimplementasikan dalam tapak. Teknik overlay dapat digunakan dalam merumuskan konsep dasar pengembangan terbaik. Dengan pemilihan konsep terbaik sehingga tercipta tapak yang fungsional dan estetis untuk kegiatan agrowisata Manggis di Desa Barengkok. Hasil dari penelitian ini adalah penyusunan elemen lanskap meliputi perencanaan objek agrowisata, rencana fasilitas dan utilitas pendukung kegiatan agrowisata, dan rencana vegetasi kawasan agrowisata dengan hasil akhir berupa landscape plan (rencana lanskap). Tahapan Perencanaan Gold dapat dilihat di Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan penelitian perencanaan kawasan agrowisata (Gold 1980)

Batasan Studi

(31)

17

KONDISI UMUM

Administrasi dan Geografis

Desa Barengkok secara geogafis terletak di antara 6°35ꞌ00ꞌꞌLS - 6°36ꞌ30ꞌꞌLS dan 106°38ꞌ00ꞌꞌBT - 106°39ꞌ00ꞌꞌBT, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Luas Desa Barengkok adalah + 450 Ha. Pada Gambar 4, secara administratif Desa Barengkok termasuk dalam Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Barengkok secara administratif terbagi atas 10 Kampung (Kampung Bantarung, Barengkok Satu, Barengkok Dua, Dahu, Cibata, Citeureup Satu, Citeureup Dua, Kandang Sapi, Kampung Sakinah, dan Geledug). Peta lokasi dan batas Desa Barengkok dapat dilihat pada Gambar 5. Batas-batas administratif Desa barengkok adalah:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Leuwi Mekar

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Situ Ilir/Kali Cianten Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Karacak

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Cibeber II

Sumber : Google earth (2012)

(32)

18

Gamb

ar

5 P

eta loka

si d

an ba

tas ta

pa

k D

esa

B

ar

en

g

(33)

19 Aksesibilitas

Desa Barengkok terletak di sebelah Barat kota Bogor. Akses dari Kota Bogor menuju Desa Barengkok dapat dilihat di Gambar 6. Panah bewarna merah muda menunjukkan arah Desa Barengkok dari Kota Bogor yang ditempuh melalui jalan kolektor menuju barat dan melalui jalan lokal menuju selatan. Adapun jarak Desa Barengkok terhadap desa-desa lain yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada Tabel 4. Desa Purasari merupakan desa dengan jarak tempuh terjauh dari Desa Barengkok yaitu 8,8 km, sedangkan desa terdekat dengan jarak tempuh 1,5 km dari Desa Barengkok adalah Desa Leuwimekar.

Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (2008)

Gambar 6 Peta aksesibilitas menuju Desa Barengkok

Tabel 4 Jarak (km) Desa Barengkok terhadap desa sekitar di Kecamatan Leuwiliang Tahun 2012

Desa Jarak ke Desa Barengkok

1. Purasari 8,8 km

2. Puraseda 4,5 km

3. Karyasari 6,8 km

4. Parangbon 7 km

5. Karacak 3,7 km

6. Barengkok -

7. Cibeber II 7 km

8. Cibeber I 3,8 km

9. Leuwimekar 1,5 km

10. Leuwiliang 2,5 km

11. Karenkel 5,5km

Sumber : Kecamatan Leuwiliang 2012

Fasilitas dan Utilitas

(34)

20

oleh pemerintah daerah sebagai daerah wisata pertanian. Akan tetapi, potensi wisata desa ini di bidang pertanian telah menjadi salah satu alternatif wisata yang ada di Kabupaten Bogor. Sarana yang ada di Desa Barengkok dapat dilihat pada Tabel 5. Jalan desa terdiri dari jalan beton sepanjang 2,4 km, jalan aspal 6,5 km, jalan tanah 2,7 km, jalan gang 7,25 km, dan jalan pengerasan 2,6 km yang memberikan fasilitas bagi masyarakat untuk melakukan pergerakan. Fasilitas pemerintah desa dan pendidikan juga sudah ada di Desa Barengkok.

Tabel 5 Jumlah sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Barengkok

No Jenis Jumlah Keterangan

1 Pemerintah Desa 17 Terdiri dari 1 Kantor Desa Barengkok, 1 balai pertemuan, 3 sepeda motor, 12 pos kamling

2 Jalan/Perhubungan - Terdiri dari jalan beton 2.400 m, jalan aspal 6.500 m, jalan pengerasan 2.600 m, jalan tanah 2.700 m, jalan gang 7.250 m

3 Pendidikan Umum 15 Terdiri dari 1 TK, 8 SD/MI, 4 SMP, 2 SMA/SMK 4 Pendidikan Islam 7 Terdiri dari 3 TPA dan 4 pondok pesantren Sumber : Profil Desa Barengkok (2012)

Utilitas yang terdapat di Desa Barengkok di antaranya adalah jaringan listrik dan air dari PDAM. Kebutuhan listrik Desa Barengkok tercukupi dengan menggunakan jasa PLN. Kebutuhan air untuk pertanian dan pengisian air kolam ikan tawar dan konsumsi penduduk sehari-hari juga terpenuhi karena sumber air berasal dari sungai yang melewati desa ini. Untuk konsumsi air sehari-hari, masyarakat Desa Barengkok memperolehnya dari PDAM.

Sejarah Desa Barengkok

Kepastian mengenai latar belakang berdirinya Desa Barengkok tidak jelas. Namun, berdasarkah hasil wawancara dengan warga setempat, nama Desa Barengkok berasal dari dua kata yaitu Bareng yang berarti Bersama-sama dan kata Mangkok yang berarti Bejana atau Wadah atau Tempat. Jadi Barengkok adalah Tempat Untuk Bersama-sama. Makna desa ini yaitu sebagai tempat untuk berkumpul bersama-sama sampai sekarang masih terbukti dengan adanya peristiwa yang terjadi di Desa Barengkok. Peristiwa tersebut misalnya terjadi suatu kejanggalan atau perguncingan, permasalahan tersebut akan diselesaikan secara bersama-sama sehingga permasalahan tersebut tidak berlarut-larut dan hilang begitu saja.

(35)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Fisik

Lokasi dan Aksesibilitas

Aksebilitas Desa Barengkok tergolong mudah. Hal ini terlihat dari akses Desa Barengkok dapat dituju dengan menggunakan angkutan umum dengan waktu tempuh + 2 jam dari Terminal Baranangsiang, Kota Bogor dengan jarak tempuh sekitar + 25 km. Jarak dari Ibu Kota Kecamatan ke Desa Barengkok adalah + 2,5 km yang ditempuh selama lima belas menit dengan kondisi jalan yang dilewati adalah jalan aspal konstruksi beton yang keadaannya baik. Namun, kondisi jalan di dalam Desa Barengkok sendiri yang merupakan penghubung antar kampung terdiri dari dari jalan dari kerikil dan bebatuan (Gambar 7a). Kondisi jalan tersebut membuat aksesbilitas antar kampung di Desa Barengkok tergolong susah (Gambar 7b).

(a) (b)

Gambar 7 Kondisi jalan sekunder yang menghubungkan antar kampung di Desa Barengkok

Hal ini merupakan aspek penting yang harus diperhatian dalam merencanakan suatu area wisata karena aspek ini merupakan bagian penting untuk memfasilitasi pengunjung. Maka dari itu diperlukan tindakan perbaikan kualitas jalan agar menjadi lebih baik lagi. Peta analisis aksesibilitas lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Gambar 8 terdapat beberapa poin berangka 1 sampai 4. Pada poin yang ditunjukkan dengan angka 1 dan 4 menjelaskan bahwa kawasan tersebut tidak terdapat batas atau patok Desa yang jelas, sedangkan angka 2 dan 3 menggambarkan kondisi jalan di dalam Desa Barengkok.

Fasilitas dan Utilitas

(36)

22

Ga

mbar

8 P

eta

ana

li

sis

a

kse

sibi

li

tas D

esa

B

are

n

(37)

23 Fasilitas yang telah ada tersebut hendaknya dipertahankan keberadaannya dan ditingkatkan lagi kualitasnya. Sebaiknya untuk fasilitas umum pendukung wisata harus dibangun dan dilengkapi. Kebutuhan listrik dan air sebagai penunjang pengembangan kawasan wisata sudah terpenuhi di desa ini.

Topografi dan Kemiringan Lereng

Topografi Desa Barengkok secara umum termasuk datar, landai sampai berbukit dengan ketinggian 200 sampai 400 meter di atas permukaan laut (Gambar 9). Desa Barengkok mempunyai titik tertinggi pada Gunung Suling yang merupakan suatu bukit yang memiliki puncak mencapai 418 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan peta topografi, maka dibuatlah peta kemiringan. Penentuan kelas-kelas kemiringan lereng dibagi menjadi 4 yaitu 0-8 %, 8-15 %, 15-25 %, dan > 25%. Klasifikasi kelas lereng, luas, dan presentasi luas dijelaskan pada Tabel 6. Gambar 10 merupakan peta dan kelas kemiringan lereng. Kelas lereng curam dengan kemiringan >25 % sebesar 1,43 % dari total area yang banyak terdapat pada Kampung Geledug, Dahu, Cibata, dan Citeureup. Peta analisis kesesuaian ruang wisata dari kemiringan lereng Desa Barengkok dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian ruang wisata dari kemiringan lereng Desa Barengkok maka daerah yang sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan agrowisata lebih luas dibandingkan kawasan yang cukup sesuai dan tidak sesuai. Penentuan skor kemiringan lereng yang sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai tercantum pada Tabel 2 kriteria penilaian dan skor kesesuaian ruang rekreasi.

Tabel 6 Luas kelas lereng Desa Barengkok

Kelas Lereng Luas (Ha) Persentasi Luas (%)

0-8 % (datar) 304,875 67,75

8-15% (landai) 115,065 25,57

15-25 % (agak curam) 23.58 5,24

>25 % (curam) 6,435 1,43

Total 450 100

Sumber : Peta Rupa Bumi (2008), olahan

Presentasi luas dari tertinggi sampai dengan terendah berdasarkan Tabel 5 adalah kelas lereng 0-8% yang merupakan kelas datar dengan presentasi luasan 67,75% dari total area, kemudian diikuti dengan kelas lereng 8-15% yang merupakan kelas landai dengan presentasi luas 25,57%. Kelas Kemiringan selanjutnya adalah kelas lereng 15-25% yang merupakan kelas lereng agak curam dengan persentasi luasan 5,24%. Kelas lereng >25% yang merupakan kelas kemiringan curam merupakan kelas lereng terendah dengan persentasi luasan 1,43% dari total area.

(38)

24

Ga

mbar

9 P

eta topo

g

ra

fi

De

sa

B

ar

en

g

(39)

25

(40)

26

(41)

27 dan agak curam (kelas 15-25 %) umumnya menggunakan sistem sawah tegalan.

Hampir semua lahan yang mempunyai kemiringan landai (kelas 8-15 %) dan kemiringan agak curam (kelas 15-25 %) dimanfaatkan, meskipun tidak maksimal. Lahan ini dimanfaatkan untuk kebun campuran, pemukiman dan terkadang ditemui juga ladang kosong yang ditumbuhi oleh semak belukar serta pohon dengan pepohonan dengan kerapatan yang sangat rendah. Lahan-lahan yang memiliki kemiringan agak curam (kelas 15-25 %) dan kemiringan curam (kelas > 25 %) umumnya merupakan ladang kosong tidak terawat dan kebun campuran yang biasanya terisi tanaman manggis dan durian. Tanaman manggis dan durian ini merupakan tanaman yang sudah ada secara turun-temurun serta merupakan tanaman yang tumbuh sembarang tanpa pemeliharaan atau perawatan.

Kesan dinamis timbul dari kemiringan lahan yang bervariasi yaitu dari kelas lereng datar hingga curam. Selain itu, kesan ketinggian lereng yang bervariasi juga tidak membosankan. Untuk area dengan kemiringan agak curam hingga curam perlu perhatian khusus karena selain rawan bahaya erosi juga membahayakan bagi pengguna yang ingin melintasi tapak, sehingga diperlukan upaya pencegahan dan perlindungan, misalnya rencana pengalihan akses yang dekat dengan area tersebut dan pengurangan rencana fasilitas dan aktivitas di sekitar area tersebut.

Tanah

Jenis tanah pada desa Barengkok berdasarkan Bappeda Kabupaten Bogor, 2009 didominasi oleh latosol coklat kekuningan dan beberapa terdapat latosol coklat dan podzolik merah (Gambar 12). Jenis tanah Latosol Coklat Kekuningan dan Latosol Coklat menyebar luas dari utara sampai selatan serta di bagian timur Desa Barengkok sedangkan jenis tanah Podzolik Merah hanya menyebar sedikit di bagian utara dan barat Desa Barengkok. Karakteristik tanah Latosol Coklat Kekuningan dan tanah Latosol Coklat tidak jauh berbeda. Tanah Podzolik Merah memiliki pH antara 3,5-5,5, mempunyai horizon B argilik, mempunyai kejenuhan basa kurang dari 30% (NH4OAc) sekurang-kurangnya pada beberapa bagian horizon B di dalam penampang 125 cm dari permukaan.

Menurut Soepardi (1983) jenis tanah Latosol adalah granular (remah) sehingga memiliki drainase dalam yang baik. Kandungan bahan organik yang dimiliki tanah jenis Latosol rendah dan kapasitas tukar kationnya rendah. Kandungan N total juga rendah dan cenderung bersifat masam dengan pH 4,5-6. Ciri morfologi tanah Latosol adalah bersolum dalam, telah mengalami pelapukan intensif tetapi tidak memiliki perbedaan horizon yang nyata. Latosol memiliki sifat fisik yang baik yaitu gembur, kemantapan agregat baik, dan mempunyai struktur mikro yang stabil. Hal ini menyebabkan aerasi dan drainase tanah yang baik pada jenis tanah ini. Kesuburan tanah atau sifat kimia pada umumnya adalah sedang sampai rendah. Tanah Latosol mempunyai produktivitas yang baik dan relatif subur dibandingkan dengan tanah jenis lainnya. Tanah latosol mudah diolah, caranya dengan digemburkan dan ditambahkan bahan organik tanah, mulsa organik, dan pupuk.

(42)

28

G

amba

r

12

Peta

je

nis ta

n

ah

K

abupa

te

n B

o

g

o

(43)

29 kondisi tanah jenis ini maka diperlukan pemupukan dan penataan vegetasi pada daerah yang memiliki kemiringan agak curam sampai curam untuk mengurangi dampak terhadap erosi tanah.

Iklim

Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga, Bogor terhitung dari tahun 2008 hingga tahun 2012 yang terletak pada 06031’ LS dan 106044’ BT pada elevasi 207 m, Desa Barengkok memiliki suhu rata-rata adalah 25,8 0C dengan suhu minimum terjadi pada Bulan Januari dan Februari yaitu 25,3 0C dan suhu maksimum terjadi pada Bulan April dan Mei yaitu 26,2 0C. Desa Barengkok juga mempunyai kelembaban udara rata-rata 82,6 %, dengan kelembaban udara tertinggi pada bulan Februari yaitu 86,4% dan kelembaban udara terendah pada bulan September yaitu 78,0%. Curah hujan rata-rata bulanan Desa Barengkok adalah sebesar 175,3 mm degan curah hujan tertinggi di Bulan Oktober yaitu 288,1 mm dan terendah di Bulan Juli yaitu 84,7 mm. Pada Tabel 7 dapat dilihat data curah hujan, suhu, dan kelembaban udara Desa Barengkok dari tahun 2008 hingga 2012.

Tabel 7 Rata-rata curah hujan, suhu, dan kelembaban udara Desa Barengkok dari tahun 2008 hingga 2012

Bulan Curah Hujan (mm)

Suhu Rata-Rata

(˚C) Kelembaban Udara (%)

Rata-Rata Bulanan

Jan 206,4 25,3 85,8

Feb 198,0 25,3 86,4

Mar 224,3 25,8 83,4

Apr 187,4 26,2 84,8

Mei 186,0 26,2 83,8

Jun 135,0 25,9 81,8

Jul 84,7 25,7 79,5

Ags 155,3 25,8 78,8

Sep 177,3 25,7 78,0

Okt 288,1 25,9 81,8

Nov 143,9 25,8 82,3

Des 116,7 25,8 84,8

Maks: 288,1 26,2 86,4

Min: 84,7 25,3 78,0

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kabupaten Bogor Tahun 2012

Data kecepatan angin rata-rata tahun 2011-2012 juga diperoleh dari BMKG Dramaga, Bogor. Data yang dimiliki terhitung dari kecepatan rata-rata angin dari tahun 2011 hingga tahun 2012. Rata-rata kecepatan angin tertinggi terjadi di bulan Januari yaitu sebesar 4,8 Knot dan rata-rata kecepatan angin terendah terjadi di bulan Mei yaitu sebesar 3,5 Knot. Dari keseluruhan data kecepatan angin rata-rata, sebagian besar angin bertiup ke arah utara. Kecepatan angin rata-rata dapat dilihat di Tabel 8.

(44)

30

Desa Barengkok masih tergolong nyaman. Hal ini disebabkan suhu rata-rata berkisar antara 25,3-26,2 0C dan kelembaban udara berkisar antara 78-86,4%.

Tabel 8 Kecepatan angin rata-rata dari tahun 2011 hingga 2012 Bulan Kecepatan angin rata-rata (Knot)

Rata-rata Bulanan

Jan 4,8

Feb 3,85

Mar 4,65

Apr 3,95

Mei 3,5

Jun 3,85

Jul 4,1

Ags 4,75

Sep 4,75

Okt 4,7

Nov 3,75

Des 3,85

Maks: 4,8

Min: 3,5

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kabupaten Bogor Tahun 2012

Kelembaban rata-rata Desa Barengkok 82,6% termasuk kondisi kelembaban di atas batas nyaman manusia. Tingkat kenyamanan manusia berada pada kelembaban 40%-75% (Laurie 1986). Untuk mengatasi kondisi ini dapat dilakukan dengan membuat ruang-ruang terbuka di antara ruang vegetasi untuk mengatur sirkulasi udara sehingga evapotranspirasi yang naik tidak terhambat oleh kanopi vegetasi. Selain itu, perlu pemilihan material yang kuat yang tidak mudah lapuk dan tahan pada kondisi kelembaban tinggi. Tindakan perencanaan yang dapat dilakukan diantaranya dengan pengadaan tanaman peneduh untuk menjaga dan meningkatkan kenyamanan kawasan. Selain itu pengadaan tanaman peneduh mampu mereduksi sinar matahari dan menjadi tempat penyerapan air sehingga kelembaban udara tetap terjaga.

Curah hujan tahunan rata-rata Desa Barengkok adalah 2103,1 mm/tahun dan tergolong tinggi sehingga memiliki potensi ketersediaan air untuk kawasan pertanian. Kisaran curah hujan rata-rata bulanan Desa Barengkok antara 84-288,1 mm/bulan sehingga kebutuhan masyarakat akan air untuk pertanian terpenuhi. Dampak negatif dari curah hujan yang cukup tinggi adalah rawan erosi pada daerah agak curam sampai curam sehingga dibutuhkan vegetasi konservasi untuk mengurangi dampak erosi yang dapat menyebabkan jalanan rusak dan berlubang. Tanaman dapat digunakan untuk mengantisipasi curah hujan yang tinggi tersebut. Penggunaan sistem perkerasan yang aman dan nyaman serta penyediaan saluran drainase yang baik juga dapat menjadi solusi untuk mencegah aliran permukaan yang cenderung tinggi serta mencegah kerusakan pada jalan. Di samping itu penambahan shelter atau saung petani, dan dengan pepohonan sebagai penyerap panas serta penaung dari sinar matahari juga diperlukan untuk menaungi pengunjung dari hujan.

(45)

31 besar dan rintangannya banyak, maka angin akan berkurang kecepatannya. Kecepatan angin rata-rata tahunan Desa Barengkok adalah 4,2 knot/jam yang setara dengan 7,78 km/jam. Menurut skala Beaufort kecepatan angin tersebut tergolong angin lemah. Keberadaan angin juga mempengaruhi kenyamanan pengunjung. Dengan penambahan vegetasi penaung tetapi dengan penanaman yang diberi jarak, maka dengan tiupan angin lemah yang melewati pepohonan akan semakin memberi kenyamanan pada tapak. Pengaruh vegetasi terhadap iklim mikro dapat dilihat pada Gambar 13. Kelembaban akan semakin tinggi namun suhu semakin rendah jika berada di bawah naungan pepohonan.

Sumber : Grey dan Deneke (1978)

Gambar 13 Pengaruh vegetasi terhadap iklim mikro Kualitas Visual dan Akustik

(46)

32

lokal Desa Barengkok terlihat tidak sedap dipandang karena kurang adanya penataan pekarangan (Gambar 14a). Untuk menarik wisatawan melakukan kunjungan maka masyarakat setempat perlu melakukan penataan terhadap pekarangan dan kebun mereka.

(a) (b) Gambar 14 Kondisi visual bad view pada tapak

Di sisi lain, keindahan pemandangan sawah (Gambar 15a dan b) dan kebun turut menghadirkan akustik alami dari burung-burung dan satwa lainnya. Bunyi yang ditimbulkan dari aliran sungai (Gambar 15c) juga menciptakan suasana tenang dan nyaman. Perpaduan ini menciptakan suasana yang relaks sehingga mampu menyegarkan pikiran dan hati yang penat dari rutinitas. Pemanfaatan pemandangan sawah dan sungai agar dapat menjadi daya tarik agrowisata. Analisis visual tersaji dalam Gambar 16. Pelestarian habitat burung-burung pemakan biji juga perlu dilakukan agar nuansa akustik yang dihadirkan mereka dapat menambah keceriaan tapak. Pada Gambar 16 terdapat beberapa poin yang ditunjukkan dengan angka 1 sampai 5. Pada poin-poin tersebut dijabarkan titik-titik visual pemandangan good view dan bad view. Pada poin 1 dan 5 menunjukkan arah bad view,sedangkan poin 2,3,dan 4 menunjukkan arah good view.

(47)

33

Ga

mbar

16 P

eta

ana

li

sis

visual De

sa

B

ar

en

g

(48)

34

Hidrologi

Berdasarkan suatu sistem hidrologi DAS yang berada di Jawa Barat (Gambar 17 dan 18), maka Desa Barengkok termasuk dalam Sub DAS Cisadane. Keberadaan Desa Barengkok di Sub DAS Cisadane menyebabkan Desa Barengkok dilalui oleh 2 sungai yaitu Sungai Cianten (Gambar 19a) dan Sungai Citeurep (Gambar 19b). Sungai Citeurep merupakan anak Sungai Cianten sedangkan Sungai Cianten juga merupakan anak Sub DAS Cisadane. Oleh sebab itu maka Desa Barengkok merupakan daerah yang kaya dengan sumber air.

Sumber : http://galerigis.com/Peta-Das-Jabar dalam Nailufar (2011) Gambar 17 DAS Provinsi Jawa Barat

Sumber : Nailufar (2011)

Gambar

Gambar 4 Batas administratif Desa Barengkok
Gambar 5 Peta lokasi dan batas tapak Desa Barengkok
Gambar 8 Peta analisis aksesibilitas Desa Barengkok
Gambar 9 Peta topografi Desa Barengkok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat dusun lain yang mempunyai potensi untuk dikembangkan agrowisata yaitu Dusun Muara Dua yang telah direncanakan sebagai kawasan agrowisata, selain itu

Berdasarkan RTRW Kabupaten Cianjur 2005-2015, Kecamatan Pacet dan Cipanas termasuk kedalam simpul atau pusat dalam kawasan andalan sebagai pusat kegiatan lokal serta

Ruang pendukung agrowisata dibagi atas ruang penerimaan (0,34 %) sebagai welcome area , ruang pelayanan (1,13%) sebagai ruang yang dapat memberikan pelayanan dan

Rencana tata ruang utama dalam perencanaan lanskap ibu kota kabupaten Bogor Barat terletak pada daerah yang sesuai untuk pengembangan fisik tinggi. Daerah

perdesaan dan kawasan tertentu dalam rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah daerah propinsi, rencana tata ruang wilayah daerah kabupaten, dan rencana tata

Jangka waktu rencana tata ruang wilayah nasional 20 tahun, yang ditinjau kembali 1 kali dalam 5 tahun. UU No 26 Tahun 2007 (Pasal 20, Ayat 3

perdesaan dan kawasan tertentu dalam rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah daerah propinsi, rencana tata ruang wilayah daerah kabupaten, dan rencana tata

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN merupakan