• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa Tahun 1970-2000.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa Tahun 1970-2000."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

RUMAH SAKIT UMUM DR.GL TOBING PTP NUSANTARA II

TANJUNG MORAWA (1970-2000)

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

Nama :

Yudika

Situmorang

NIM

: 070706028

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING PTP NUSANTARA II

TANJUNG MORAWA (1970-2000)

Yang diajukan oleh

Nama : Yudika Situmorang

NIM : 070706028

Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi oleh:

Pembimbing

Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si. Tanggal ...

NIP. 196709081993032002

Ketua Departemen Ilmu Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal …

NIP. 196409221989031001

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING

PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA (1970-2000)

Skripsi Sarjana

Dikerjakan Oleh:

Nama : Yudika Situmorang NIM : 070706028

Pembimbing

Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si. Tanggal ...

NIP. 196709081993032002

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

Disetujui Oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno, M.Hum

NIP. 196409221989031001

(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Sarjana Oleh Dekan dan Panitia Ujian

Pengesahan

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Ilmu Budaya Dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Pada

Hari/Tanggal : … Waktu : …

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan,

(6)

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum (Ketua Jurusan) ( )

2. Dra. Nurhabsyah, M.Si (Sekretaris Jurusan) ( )

3. Dra. Junita S. Ginting M.Si ( )

4. Drs. Samsul Tarigan ( )

(7)

KATA PENGANTAR

Sejarah merupakan peristiwa atau kejadian yang telah berlalu yang mempengaruhi kehidupan manusia. Peristiwa yang terjadi, baru dapat dikatakan sebagai sejarah apabila di dalamnya telah terdapat tiga aspek, yaitu manusia sebagai pelaku, tempat terjadinya, serta waktu terjadinya peristiwa tersebut. Peristiwa sejarah memang tidak dapat terulang kembali. Maka, perlu dilakukan perekonstruksian terhadap kehidupan manusia yang terjadi di masa lalu melalui penelitian dengan menggunakan metode sejarah. Walaupun peristiwa tersebut tidak dapat lagi ditampilkan atau direkonstruksikan seutuhnya karena keterbatasan sumber dan skop temporal, namun paling tidak peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu dapat dijadikan pelajaran di masa sekarang dan dijadikan pedoman untuk bertindak di masa yang akan datang.

Dalam kesempatan ini penulis melakukan penelitian mengenai sejarah sosial, lebih spesifik lagi penulis melakukan penelitian megenai institusi sosial yaitu rumah sakit. Hasil penelitian sejarah tersebut akhirnya dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul “Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP Nusantara II

Tanjung Morawa Tahun 1970-2000”. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana

(8)

Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Ilmu Sejarah serta untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Sejarah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak hambatan yang dialami penulis diantaranya dalam hal pengumpulan data serta literatur pendukung lainnya. Oleh karena itu penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam hasil penelitian ini. Maka, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan hasil penelitian ini nantinya. Semoga skripsi ini dapat menjadi bahan bacaan serta tambahan literatur bagi penelitian lanjutan maupun penelitian lainnya.

Medan, September 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki, segala hormat dan pujian syukur penulis naikkan pada Tuhan sang Juruselamat yang telah menebus segala dosa-dosa dan yang memampukan untuk berdiri hingga saat ini. Terkhusus untuk penyertaan serta perlindungan Tuhan selama empat tahun penulis menjalani kegiatan selama perkuliahan dan pada akhirnya menyelesaikan studi sarjananya di Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang teristimewa untuk keluarga tercinta. Kepada kedua orang tua, Ayahanda St. J. Situmorang dan Ibunda N. Br. Manullang, untuk segala doa dan jerih payah serta pengorbanan mulia yang diberikan selama ini, yang telah menjaga, merawat dan mendidik secara jasmani dan rohani hingga saat ini. Terima kasih untuk perhatian, motivasi dan dukungan yang diberikan terkhusus dalam penyelesaian skripsi ini. Kiranya Tuhanlah yang membalaskan semua yang baik untuk semua yang diberikan.

Kepada kedua adik kembarku tersayang, Homile Kristina Situmorang dan

Epiphani Khrisnawati Situmorang, terima kasih untuk dukungan doa dan

(10)

perhatian menunjukkan kebanggaanmu pada kami adik-adikmu. Terima kasih bang, Tuhan menyertaimu di sana. Juga kepada seluruh keluarga besar Situmorang dan Manullang, terima kasih untuk doa-doanya. Semoga Tuhan masih memberikan waktu dan umur yang panjang bagi kita untuk saling bersilaturahmi.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan juga atas bantuan, dukungan, bimbingan dan arahan, serta saran dan masukan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Universitas Sumatera Utara, tempat penulis menyelesaikan studinya.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum, selaku Pimpinan Departemen Ilmu

Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Nina Karina, M. SP, selaku dosen wali penulis selama perkuliahan

di Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dra.Junita Setiana Ginting, M.Si, selaku dosen pembimbing penulis

(11)

7. Seluruh dosen yang pernah memberikan ilmunya pada penulis, diantaranya: Bapak Drs. Wara Sinuhaji, M.Hum.; Bapak Drs. Sentosa Tarigan, M.SP.; Bapak Drs. J. Fachruddin Daulay; Bapak Drs. Samsul Tarigan; Bapak Dr.

Suprayitno, M.Hum.; Bapak Drs. Bebas Surbakti; Bapak Drs. Timbun

Ritonga; Bapak Dr. Budi Agustono, M.Hum.; Ibu Dra. Peninna

Simanjuntak, M.S.; Ibu Dra. Haswita, M.SP.; Ibu Dra. Ratna, M.S.; Ibu

Dra. Lila Pelita Hati, M.Si.; Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U.; Ibu Dra.

Farida Hanum, M.SP.; Ibu Dra. Nurhamidah; Ibu Dra. S.P. Dewi Murni,

M.A.; (Alm) Bapak Drs. Indera, M.Hum; serta staf pengajar dari

departemen/jurusan lain yang juga mengajar di departemen Ilmu Sejarah. 8. Direksi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa, yang

telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. GL. Tobing PTPN II Tanjung Morawa.

9. Pimpinan, staf pegawai, dokter, serta perawat di Rumah Sakit Umum Dr.

GL. Tobing PTPN II Tanjung Morawa yang telah banyak membantu

penulis dalam melakukan penelitian.

10. Seluruh informan yang telah memberikan informasi dalam penelitian ini. 11. Konsulat Negeri Belanda di Medan Sumatera Utara, Oma Pakasy, yang

telah membantu penulis dalam menterjemahkan literatur berbahasa Belanda. 12. UKM KMK USU UP Fakultas Ilmu Budaya, tempat penulis dibina untuk

(12)

13. Seluruh teman mahasiswa Ilmu Sejarah angkatan 2007 yang tetap saling memberikan semangat dan dorongan di tengah kesibukan masing-masing dalam mengerjakan proposal dan skripsi.

14. Alumni IPA IV yang sampai sekarang masih tetap menjalin komunikasi ditengah kesibukan studi dan pekerjaan masing-masing.

Terima kasih untuk semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan perhatian dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengerjaan skripsi ini. Penulis tidak dapat membalas secara langsung budi baik yang telah diberikan, kiranya Tuhan memberikan yang terbaik untuk semuanya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

(13)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing merupakan rumah sakit tipe C+ milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yaitu PT. Perkebunan Nusantara II yang terletak di Jl. Medan-Tanjung Morawa Km 16 Kabupaten Deli Serdang. Rumah sakit ini dinasionalisasi pada tahun 1969 dari Senembah Maatschappij yang merupakan maskapai perkebunan milik Kolonial.

Penelitian ini diberi judul ”Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP

Nusantara II Tanjung Morawa (1970-2000)”. Tahun 1970 dipilih sebagai batas awal

penelitian karena tahun tersebut merupakan tahun awal kegiatan operasional rumah sakit ini setelah dinasionalisasi di tahun sebelumnya yaitu 1969. Tahun 2000 dipilih sebagai batas akhir penelitian karena pada tahun tersebut sudah dapat dilihat adanya perubahan dalam kegiatan pelayanan yang terdapat di rumah sakit ini.

Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan sejarah berdirinya Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa, kemudian menjelaskan perkembangan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa Tahun 1970 hingga 2000 dan juga menjelaskan peranan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa terhadap masyarakat sekitarnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan Heuristik (pengumpulan data atau sumber informasi), Kritik (pengujian sumber informasi), Interpretasi (penafsiran atau penyimpulan data) dan Historiografi (penulisan dalam bentuk skripsi).

(14)

DAFTAR ISI

1.3. Tujuan dan Manfaat ...5

1.4. Tinjauan Pustaka ...6

1.5. Metode Penelitian ...11

BAB II SEJARAH BERDIRINYA RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA 2.1. Gambaran Umum Sumatera Timur ...13

2.2. Sejarah Perkebunan Tembakau di Sumatera Timur...15

2.3. Maskapai Perkebunan Senembah ...17

2.4. Kondisi Buruh Perkebunan Maskapai Senembah ...20

2.5. Pengembangan Pelayanan Kesehatan di Maskapai Perkebunan Senembah ...23

2.6. Nasionalisasi Maskapai Perkebunan Senembah ...26

BAB III PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA (1970-2000) 3.1. Perubahan Nama Rumah Sakit ...30

3.2. Perubahan Sasaran Pelayanan Rumah Sakit ...32

3.3. Struktur Organisasi ...35

(15)

3.5. Pelayanan di Rumah Sakit ...47

3.6. Tenaga Kerja dan Disiplin Kerja ...49

3.6.1. Tenaga Kerja ………...………...………....59

3.6.2. Disiplin Kerja ………...……….……….. 51

3.7. Perubahan Pelayanan di Rumah Sakit …...52

3.7.1. Pelayanan Terhadap Penyakit TBC ……...……….…….53

3.7.2. Dukungan Dana dari Perkebunan ………...………54

3.7.3. Tenaga Pelayan Kesehatan ………...………..55

3.7.4. Sarana dan Fasilitas Pelayanan ………56

3.7.5. Jumlah Kunjungan Pasien ………58

BAB IV PERANAN RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA 4.1. Fungsi Pelayanan Kesehatan ………..……….62

4.2. Fungsi Pelayanan Masyarakat ……...69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...72

5.2. Saran ...74

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN

(16)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing merupakan rumah sakit tipe C+ milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yaitu PT. Perkebunan Nusantara II yang terletak di Jl. Medan-Tanjung Morawa Km 16 Kabupaten Deli Serdang. Rumah sakit ini dinasionalisasi pada tahun 1969 dari Senembah Maatschappij yang merupakan maskapai perkebunan milik Kolonial.

Penelitian ini diberi judul ”Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP

Nusantara II Tanjung Morawa (1970-2000)”. Tahun 1970 dipilih sebagai batas awal

penelitian karena tahun tersebut merupakan tahun awal kegiatan operasional rumah sakit ini setelah dinasionalisasi di tahun sebelumnya yaitu 1969. Tahun 2000 dipilih sebagai batas akhir penelitian karena pada tahun tersebut sudah dapat dilihat adanya perubahan dalam kegiatan pelayanan yang terdapat di rumah sakit ini.

Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan sejarah berdirinya Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa, kemudian menjelaskan perkembangan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa Tahun 1970 hingga 2000 dan juga menjelaskan peranan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa terhadap masyarakat sekitarnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan Heuristik (pengumpulan data atau sumber informasi), Kritik (pengujian sumber informasi), Interpretasi (penafsiran atau penyimpulan data) dan Historiografi (penulisan dalam bentuk skripsi).

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.1 Salah satu di antaranya adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu lembaga dalam mata rantai sistem kesehatan nasional yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat.2

Kesehatan besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.3

Pelayanan kesehatan akan terus mengalami perkembangan, tidak terkecuali pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa. Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing merupakan rumah sakit tipe C+ milik PTP Nusantara II yang terletak di Jl. Medan-Tanjung Morawa Km 16 Kabupaten Deli Serdang. Rumah sakit ini dahulu dikenal dengan nama Rumah Sakit

1 UU No. 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan, LN 1992/100; TLN NO. 3495, hal. 2.

2 Dalmy Iskandar, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan Dan Pasien, Jakarta: Sinar Grafika,

1998, hal. 6.

(18)

kebon atau Rumah Sakit PNP (Perusahaan Nasional Perkebunan) dan hanya melayani

pasien dari karyawan perkebunan PTP Nusantara II, namun sekarang rumah sakit ini telah melayani pasien umum non karyawan PTP Nusantara II. Artinya, saat ini siapa saja diperbolehkan untuk berobat ke RSU Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa.

Pada awal berdirinya RSU Dr. GL Tobing bernama Hospitaal Te Tandjong

Morawa yang didirikan tahun 1882.4 Rumah sakit ini merupakan tempat pelayanan kesehatan milik Senembah Maatschappij yang ditujukan untuk mengobati para buruh perkebunan tembakau yang sakit. Sebab pada waktu itu, setiap perkebunan memiliki pusat pelayanan kesehatan terhadap para buruhnya. Rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit yang cukup populer, terutama dalam hal penanganan penyakit kolera yang berkembang pada masa itu di perkebunan. Senembah Maatschappij juga merupakan salah satu perkebunan dengan tingkat kesehatan yang cukup tinggi.5

Setelah kemerdekaan, seluruh perkebunan milik asing dinasionalisasi menjadi milik pemerintah. Tidak terkecuali Senembah Maatschappij beserta pelayanan kesehatannya. Maka berdasarkan SK No. : II.0/KPTS/3/1969 yang dikeluarkan Direktur Utama MD. Nasution, rumah sakit PNP-II Tanjung Morawa disahkan menjadi Rumah Sakit Dr. Gerhard Lumban Tobing PT Perkebunan II Tanjung Morawa.6

4 Website PTPN II, http://ptpn2.com/content/view/21/123/ (diakses tanggal 9 Oktober 2010) 5 Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial Pada Awal Abad Ke 20, Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti, 1997. hal. 124-126.

(19)

Daerah Tanjung Morawa pada awalnya merupakan daerah perlintasan bagi orang-orang yang berasal dari Medan menuju Perbaungan, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, atau kota-kota lainnya. Seiring perkembangan waktu, Tanjung Morawa mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pertambahan penduduk baik itu karena faktor kelahiran atau migrasi menjadikan daerah ini berkembang pesat menjadi daerah industri dan bukan sekedar daerah perlintasan saja. Sejalan dengan perkembangannya, diperlukan sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Salah satunya adalah RSU Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa.

Keberhasilan rumah sakit ini di masa lalu dalam menangani penyakit yang berkembang di Senembah Maatschappij menjadi salah satu alasan yang melatarbelakangi penelitian mengenai RSU Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa. Sejalan dengan perkembangannya rumah sakit ini turut memberi peranan besar dalam peningkatan kesehatan masyarakat di wilayah Tanjung Morawa dan sekitarnya. Walaupun saat ini banyak berdiri rumah sakit baru di Tanjung Morawa dan sekitarnya, namun RSU Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa masih tetap bertahan dan tetap melakukan fungsinya sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat. Minimnya informasi dan tidak adanya literatur mengenai sejarah berdirinya rumah sakit ini, serta untuk mengetahui bagaimana perkembangan rumah sakit ini menjadi alasan berikutnya untuk melakukan penelitian.

Penelitian ini diberi judul Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP Nusantara

II Tanjung Morawa (1970-2000). Skop temporal penelitian dimulai dari tahun 1970

(20)

tersebut merupakan tahun awal kegiatan operasional rumah sakit ini setelah dinasionalisasi di tahun sebelumnya yaitu 1969. Tahun 2000 dipilih sebagai batas akhir penelitian karena pada tahun tersebut sudah dapat dilihat adanya perubahan dalam rumah sakit ini.

Peristiwa sejarah memang tidak dapat terulang kembali. Maka perlu dilakukan perekonstruksian terhadap kehidupan manusia yang terjadi di masa lalu. Walaupun tidak dapat lagi ditampilkan atau direkonstruksikan seutuhnya karena keterbatasan sumber dan skop temporal, paling tidak peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu dapat dijadikan pelajaran di masa sekarang dan dijadikan pedoman bertindak di masa yang akan datang.

2. Rumusan Masalah

Penelitian ini berfokus untuk membahas mengenai sejarah, perkembangan dan peranan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa dari tahun 1970 hingga tahun 2000. Berangkat dari latar belakang di atas maka dibuatlah suatu perumusan mengenai permasalahan yang hendak diteliti yang digunakan sebagai landasan utama dalam penelitian. Untuk mempermudah proses penelitian, maka pembahasannya dirumuskan terhadap masalah-masalah berikut:

1. Bagaimana sejarah berdirinya Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa?

(21)

3. Bagaimana peranan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa terhadap masyarakat sekitarnya?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya harus memiliki tujuan dan manfaat yang dapat memberikan informasi bagi pembaca. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan sejarah berdirinya Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa.

2. Menjelaskan perkembangan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa Tahun 1970-2000.

3. Menjelaskan peranan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa terhadap masyarakat sekitarnya.

Selain tujuan di atas, penelitian ini juga diharapakan menghasilkan manfaat secara praktis maupun secara akademis, di antaranya yaitu:

1. Menambah wawasan pembaca mengenai sejarah berdirinya Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa serta perkembangan dan peranannya terhadap masyarakat Tanjung Morawa dan sekitarnya.

2. Menjadi tambahan literatur dan referensi mengenai Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa, yang nantinya dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

(22)

4. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian tentunya diperlukan sumber tertulis berupa literatur atau buku-buku yang dapat membantu pemahaman serta kelancaran dalam pelaksanaan penelitian. Buku-buku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Menjinakkan

Sang Kuli, Politik Kolonial Pada Awal Abad Ke-20 karangan Jan Bremen terbitan

Pustaka Utama Grafiti tahun 1997. Dalam buku ini Jan Bremen menyebutkan mengenai Senembah Maatschapiij. Buku ini membantu untuk menjelaskan sedikit mengenai kondisi awal sarana pelayanan kesehatan di Senembah Maatschapiij yang nantinya menjadi cikal bakal sejarah berdirinya Rumah Sakit Dr. GL Tobing Tanjung Morawa.

Buku ini juga menyebutkan bahwa angka kematian menurun drastis di perkebunan-perkebunan. Hal ini adalah akibat dari adanya peningkatan pelayanan kesehatan di perkebunan. Tahun 1897-1901, jumlah kematian kuli menurun dari 60,2 menjadi 45,1 per 1000 orang. Informasi ini didapatkan dari perkebunan-perkebunan

Senembah Maatschapiij yang pada saat itu adalah paling lengkap. Penyakit yang

paling banyak diderita para buruh perkebunan pada waktu itu adalah penyakit kolera yang diakibatkan kondisi lingkungan yang buruk. Selain itu, perlakuan yang diterima oleh para buruh, dimana makanan yang dimakan tidak sebanding dengan apa yang telah mereka kerjakan menyebabkan mereka sangat mudah terserang penyakit. Hal ini diperparah lagi dengan buruknya pelayanan kesehatan pada waktu itu.

(23)

Senembah Maatschapiij. Buku ini sangat membantu dalam menjelaskan bagaimana

kondisi dan peran Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing pada masa lalu ketika menangani para buruh perkebunan Senembah Maatschapiij.

Dalam buku berjudul Reformasi Perumah-sakitan Indonesia edisi revisi terbitan Grasindo tahun 2002 digambarkan bagaimana kondisi umum institusi kesehatan belakangan ini. Dimana ada ancaman yang paling menonjol bagi kelangsungan hidup institusi publik yang menangani kesehatan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. Pertama adalah krisis kesehatan yang dipicu oleh krisis ekonomi, telah membuat golongan miskin/kurang mampu semakin menderita karena semakin sulitnya menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta maupun pemerintah. Kedua adalah krisis kepercayaan, terutama terhadap integritas aparat pemerintah dan profesionalisme instansi yang bersangkutan beserta aparatnya terhadap publik. Apabila hal tersebut dibiarkan berlanjut, maka masyarakat akan takut berobat ke rumah sakit. Masyarakat tidak mampu cenderung peka terhadap berbagai serangan penyakit. Maka, diperlukan kemudahan dalam menjangkau fasilitas yang ada di rumah sakit dan profesionalitas dari tenaga kesehatan.

(24)

penelitian yaitu tahun 1970 hingga tahun 2000. Sebab apabila masih terjadi malapraktek dalam pelayanan kesehatan dan masih ada rumah sakit yang berorientasi komersil, itu bukanlah rumah sakit yang ideal. Buku ini juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan reformasi dalam institusi pelayanan kesehatan. Jika hal itu diterapkan, maka rumah sakit dapat berfungsi dan mengemban misi sebagai pelayanan kesehatan tanpa pandang bulu.

Buku Laksono Trisnantoro berjudul Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit

Antara Misi Sosial dan Tekanan Pasar terbitan Andi tahun 2005 menjelaskan

bagaimana sistem manajemen yang ada di lingkungan rumah sakit termasuk komponennya. Sifat rumah sakit, rencana strategis dan kepemimpinan, visi dan strategi program termasuk isu untuk strategi pengembangan rumah sakit. Buku ini membantu dalam menjelaskan bagaimana sistem manajemen yang ada di lingkungan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing Tanjung Morawa.

Benyamin Lumenta dalam Hospital, Citra, Peran dan Fungsi, (1989) menjelaskan mengenai fungsi rumah sakit sebagai pelayanan Intramural dan

Ekstramural. Fungsi intramural merupakan pelayanan medis beserta semua

penunjangnya untuk memberikan pelayanan kesehatan individual, sedangkan fungsi ekstramural berupa pelayanan kesehatan masyarakat yang dilaksanakan secara aktif di masyarakat.7 Artinya, selain perawatan di dalam gedung rumah sakit, institusi rumah sakit juga harus melakukan pelayanan kesehatan di masyarakat yang

7

(25)

diwujudkan dalam bentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ataupun penyuluhan langsung.

Buku ini juga menjelaskan bagaimana seharusnya peran rumah sakit dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Buku ini sangat membantu dalam menjelaskan apakah Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing sudah benar-benar menjalankan perannya dalam pembangunan kesehatan masyarakat khusunya di Tanjung Morawa dan sekitarnya. Karena pada umumnya fungsi rumah sakit masih belum dapat terlaksana sepenuhnya, baik bagi pelayanan kesehatan maupun bagi kegiatan kemasyarakatan seperti penyuluhan, pendidikan dan pembinaan. Hal ini disebabkan oleh perkembangan rumah sakit di Indonesia yang cenderung demi politik penguasa kolonial dan pemerintahan nasional.

Dalam buku Kiat Mengelola Rumah Sakit terbitan Hipokrates tahun 1997 dijelaskan bahwa pada saat ini pelayanan rumah sakit merupakan bentuk upaya pelayanan kesehatan yang bersifat sosio-ekonomi. Artinya, suatu usaha yang bersifat sosial namun diusahakan agar bisa mendapat surplus keuangan dengan cara pengelolaan yang profesional dengan turut memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi. Sementara pada masa lampau rumah sakit merupakan tempat yang selalu memberikan pertolongan kepada orang sakit yang sifatnya murni sosial dan selalu mengalami defisit keuangan.

(26)
(27)

5. Metode Penelitian

Metode adalah cara atau petunjuk pelaksanaan penelitian. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu cara yang dipakai dalam melakukan penelitian sejarah.8 Dalam metode sejarah ada empat tahapan yang harus dilalui yaitu, sebagai berikut:

Tahap pertama, Heuristik yaitu pengumpulan sumber-sumber informasi yang

mendukung objek yang diteliti baik berupa tulisan atupun lisan. Pada tahapan ini, yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan telah dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis berupa buku-buku, arsip, laporan atau karya tulis yang membantu dalam memahami permasalahan. Sumber tertulis diperoleh di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Kota Medan, Perpustakaan Deli Serdang, Arsip Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing serta BPS Sumatera Utara dan BPS Deli Serdang dan koleksi pribadi. Penelitian lapangan telah dilakukan dengan wawancara terhadap dokter-dokter, bidan, perawat, atau pegawai yang bekerja di RSU Dr. GL Tobing serta masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai topik penelitian.

Tahap kedua yang dilakukan adalah Kritik, yaitu pengujian sumber-sumber yang telah diperoleh baik sumber lisan atau sumber tulisan. Walaupun banyak sumber yang ditemukan, tentu tidak semuanya digunakan, maka yang harus dilakukan adalah penyeleksian terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut. Kritik dilakukan

(28)

untuk menguji keabsahan informasi yang didapat dari sumber.9 Kritik yang dilakukan yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern dipergunakan untuk menilai kelayakan data, apakah data dapat dipercaya atau tidak, sedangkan kritik ekstern digunakan untuk menentukan keaslian data yang diperoleh.

Tahap ketiga adalah Interpretasi, yaitu penafsiran data-data yang dapat

dipercaya. Interpretasi merupakan pandangan atau kesimpulan baru yang bersifat objektif dan ilmiah dari peneliti sendiri yang diperoleh setelah menganalisa data-data yang telah diseleksi.

Tahap keempat adalah historiografi, yaitu penulisan sejarah. Kesaksian dan

keterangan dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dirangkai menjadi suatu kajian atau kisah yang menarik untuk dibaca dengan tetap memperhatikan aspek kronologis, yaitu mulai dari sejarah berdirinya Rumah Sakit Dr. GL Tobing, perkembangan Rumah Sakit Dr. GL Tobing, hingga peran atau dampaknya bagi masyarakat Tanjung Morawa dan sekitarnya. Historiografi ini merupakan tahap akhir dari penelitian sehingga dapat dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi.

9 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985,

(29)

BAB II

SEJARAH BERDIRINYA RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING

PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA

2.1 Gambaran Umum Sumatera Timur

Daerah Sumatera Timur merupakan daerah dataran rendah yang sangat luas. Luas seluruh daerah Sumatera Timur adalah 31.715 km persegi.10 Banyak sungai-sungai yang bermuara ke Selat Malaka. Di sepanjang sungai-sungai itu, terutama di muara sungai ditumbuhi pohon nipah dan bakau yang lebat. Sungai yang berhulu di Dataran Tinggi Karo dan Simalungun tersebut membawa sisa-sisa debu halus, pasir, serta tanah gembur. Endapan Lumpur yang dibawa sungai-sungai tersebut luasnya rata-rata sekitar 30 Km.11 Hal ini menyebabkan daerah Pantai Timur bertambah luas masuk ke Selat Malaka. Tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur Sumatera ini menjadi lahan subur untuk pertanian

Hingga pertengahan abad ke-19 Sumatera Timur dihuni oleh kelompok etnis Melayu, Batak Karo, dan Simalungun. Mereka inilah yang disebut penduduk asli Sumatera Timur.12 Etnis Melayu sendiri menempati sepanjang pesisir pantai Timur Sumatera mulai dari perbatasan Aceh (Tamiang) sampai ke Siak. Sesuatu yang khas dari raja-raja Melayu adalah kemampuannya menjalin hubungan dengan suku-suku lain yang saling menguntungkan tanpa harus mengorbankan identitas mereka. Hal

10 Karl J. Pelzer, Toen Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan, Jakarta: Sinar

Harapan, 1985. hal. 31.

11 Ibid., hal. 34.

12 Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera Timur,

(30)

inilah yang membuat etnis Melayu mampu berkuasa di bandar-bandar Pantai Timur Sumatera. Orang Batak Karo menempati dataran tinggi Karo yang tidak mengenal sistem pemerintahan kerajaan. Sedangkan orang Simalungun tinggal di dataran tinggi Simalungun. Orang Simalungun telah memiliki lembaga pemerintahan kerajaan. Orang Simalungun ada yang menetap di daerah-daerah kerajaan Melayu, bahkan ada yang sudah ‘memelayukan’13 diri.14

Kerajaan-kerajaan yang terdapat di Sumatera Timur adalah Kerajaan Melayu, Deli, Serdang, Asahan, Langkat, Kualoh, Bilah, Panai, Kota Pinang, Indrapura, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh, Suku Dua, Pelalawan, Bedagai, Padang dan Kerajaan Rokan, Tambusai, Kepenuhan, Rambah, Kuntur Dar Es Salam dan Senggigi, Lima Urung Deli, Sinembah, Sunggal, Percut, dan Hamparan Perak. Di kawasan Dataran Tinggi Simalungun terdapat kerajaan Dolok Silau, Silimakuta, Purba, Raya, Pane, Siantar, dan Tanah Jawa. Di daerah Tanah Karo terdapat Sibayak yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kerajaan. Sibayak itu adalah Sibayak Kutabuluh, Sarinembah, Lingga, Suka, dan Barus Jahe.15

13 Memelayukan diri adalah meninggalkan identitas kesukuan asli dan masuk menjadi etnis

melayu. Untuk dapat menjadi etnis Melayu, seseorang cukup beragama Islam dan mengikuti adat resam budaya Melayu.

14 Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Terawang Press, 2001. hal.

15-17.

(31)

2.3 Sejarah Perkebunan Tembakau di Sumatera Timur

Tanaman tembakau pertama kali ditanam di Deli oleh seorang pegawai Belanda bernama Jacobus Nienhuys pada tahun 1864. Hal ini tidak terlepas dari peran Said Abdullah bin Umar Bilsagih16 yang mengajak pedagang Belanda di Jawa untuk membeli dan menanam tembakau di Deli.17 Pada bulan Juli tahun 1963 datanglah pedagang tembakau dari Jawa termasuk Jacobus Nienhuys dengan kapal Josephine dari Firma Van Leeuwen en Mainz & Co ke Kuala Deli.18 Mereka mendapat kontrak selama 20 tahun dari Sultan Deli untuk menanam tembakau.

Pada awal berdirinya perusahaan perkebunan, usaha Jacobus Nienhuys mengalami kegagalan karena masalah gaji buruh yang sangat tinggi. Pada akhirnya

Jacobus Nienhuys memutuskan untuk memulai usahanya sendiri dengan bantuan

modal dari Tuan Van Den Arend.19 Jacobus Nienhuys memulai usaha barunya di Martubung dengan jumlah pekerja 120 orang buruh Tionghoa dari Penang dan 23 orang Melayu.20 Tembakau yang ditanam di Deli ini ternyata memiliki prospek yang baik.

16 Said Abdullah adalah putera seorang pedagang kaya dari Arab yang tinggal di Surabaya.

Hidupnya boros dan senang akan petualangan. Tahun 1863, Abdullah berlayar dengan tujuan Singapura-Siak-Kalkuta, namun dalam pelayaran kapalnya diterjang badai dan terdampar di dekat pantai Deli. Akhirnya dia dinikahkan dengan saudara perempuan Sultan Deli dan menjadi salah seorang keluarga Sultan. Lihat: Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), (Bandung: Alumni, 1978), hal. 36, Lihat juga: T. Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan: tanpa penerbit, tanpa tahun terbit), hal. 206.

17 T. Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera

Timur, Medan: tanpa penerbit, tanpa tahun terbit. hal. 206.

18 Ibid., hal. 207 19 Ibid.

20 Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera

(32)

Pada bulan Maret 1864, contoh daun tembakau Deli yang pertama tiba di Rotterdam, Belanda. Sambutan para pedagang tembakau terhadap daun tembakau Deli sangat memuaskan karena kualitas daun yang baik dan daya bakar yang juga baik. Keuntungan besar yang diperoleh menyebabkan banyak maskapai-naskapai asing datang untuk menanam tembakau di Deli. Tahun 1866, dibentuklah perkongsian antara C.W. Janssen, P.W. Clemen dan Jacobus Nienhuys, bernama Deli

Maatschappij yang semakin diperkuat oleh kehadiran J.T. Cremer dengan kuli-kuli

Cina dan India yang didatangkan dari Penang.21

Pada tahun 1872, di Deli telah terdapat 13 perkebunan tembakau, satu di Langkat dan satu di Serdang. Tahun 1874-1884 terjadi penambahan perkebunan yang pesat di Deli menjadi 44 perkebunan, 20 di Langkat, sembilan di Serdang, dua di Bedagai dan satu di Padang.22 Galang Tobacco Cy Ltd membuka perkebunan di Serdang, Tuan De Floris dan Hordijk membuka perkebunan di Ramunia, Tuan J.

Van Der Sluis membuka perkebunan di Perbaungan dan Tuan Naeher dan Grob

membuka kebun di Tanjong Morawa Kiri, Petumbak, Sei Bahasa dan Tadukan Raga.23

Dalam waktu yang relatif singkat, pohon-pohon di hutan ditebang untuk persiapan lahan dan banyak kebun tembakau didirikan. Setelah berdirinya Deli

Maatschappij, pada tahun 1875 berdiri pula perusahaan Deli Batavia Maatschappij,

Tabak Maatschappij Arendburg tahun 1877 dan Senembah Maatschappij pada tahun

1889, serta banyak perusahaan tembakau lainnya. Sampai tahun 1889, tercatat telah

21 T. Luckman Sinar Basarshah II, Op.Cit, hal. 210. 22 Mahadi, Op.Cit, hal. 39.

(33)

ada 170 perkebunan besar maupun kecil. Perkebunan-perkebunan tersebut tersebar di wilayah Siak, Asahan, Serdang, Deli dan Langkat.

Pada tahun-tahun berikutnya jumlah perkebunan semakin berkurang. Beberapa perkebunan tidak dapat bertahan dalam persaingan dengan perkebunan-perkebunan yang berada pada tanah-tanah yang baik, yaitu tanah-tanah yang terletak di antara dua sungai besar, yaitu Sungai Ular (Serdang) dan Sungai Wampu (Langkat). Di luar kawasan itu, satu persatu perusahaan gulung tikar dan mengalihkan usahanya pada budidaya lainnya, seperti karet karena tanahnya tidak cocok untuk tanaman tembakau.

2.4 Maskapai Perkebunan Senembah

Maskapai Perkebunan Senembah (Senembah Maatschappij) merupakan maskapai perkebunan yang didirikan tahun 1889 untuk meneruskan usaha perkebunan yang dimiliki oleh Firma Naeher & Grob. Maskapai ini memiliki kebun yang ada di Tanjung Morawa, Tanjung Morawa Kiri, Sei Bahasa, Batang Kuis, Gunung Rinteh dan Petumbak.24 Pada tahun-tahun awal berdirinya Senembah

Maatschappij masih dibantu oleh Deli Maatschappij dalam hal pembiayaan dan

untuk menjual tembakau mereka ke pasaran.

Firma Naeher & Grob merupakan usaha bersama dua orang asing, yaitu

Hermann Naeher, seorang pedagang di Sicilie yang berkebangsaan Beier dan Karl

(34)

Furchtegott Grob, pendiri onderneming Helvetia yang berkebangsaan Swiss.25 Pada tahun 1871 mereka mendapat kontrak tanah dari Serdang seluas 7588 bahu26. Tahun 1876 lahan mereka ditambah dengan sebidang tanah yang terletak di Deli, kemudian pada tahun 1886 semakin meluas ke gunung-gunung dan ke pantai, sehingga luas wilayah mereka menjadi 31.563 bahu pada tahun 1889.27

Letak kebun-kebun Naeher & Grob yang kebanyakan berada di tepi sungai

Belumai mendatangkan keuntungan tersendiri bagi maskapai ini, mereka tidak memerlukan pembukaan jalan menuju ke Medan untuk pemasukan barang maupun pengeluaran hasil-hasil perkebunan. Pada waktu itu, sungai Belumai merupakan sungai yang baik untuk dilayari. Di muara sungai Belumai terdapat kebun-kebun nipah yang juga mereka manfaatkan untuk keperluan atap bagi gudang-gudang tembakau mereka.

Kemajuan Firma Naeher & Grob ini disebabkan karena tanah-tanah yang

mereka miliki menghasilakan daun-daun tembakau yang besar, berat dan berwarna gelap yang pada waktu itu lebih disukai oleh orang-orang Eropa. Kondisi inilah yang menyebabkan Firma Naeher & Grob mengalami kemajuan yang pesat. Namun hal ini tidak berlangsung lama, sebab sekitar tahun 1887 terjadi perubahan selera pada orang-orang Eropa. Selera mereka berubah menjadi lebih menyukai tembakau yang berwarna cerah.28

25 C.W. Janssen, Senembah Maatschappij 1889-1914, Amsterdam:Drukkerij v/h

Roeloffzen-Hübner en Van Santen, 1914. hal. 1.

26 Istilah aslinya adalah bouws yaitu satuan seluas 7096,50 M² 27 Ibid.

(35)

Menjelang tahun 1888, suhu udara yang panas dan kering menghasilkan produksi tembakau yang berat dan besar, sehingga pada tahun itu terjadi penurunan harga tembakau. Harga yang buruk ini cukup membuat Firma Naeher & Grob mengalami kerugian yang besar. Kesehatan Karl Furchtegott Grob yang pada waktu itu yang juga sedang tidak baik mengakibatkan Naeher & Grob berniat untuk menjual Firma yang telah mereka dirikan.

Mereka memberitahukan rencana penjualan Firma mereka kepada Deli

Maatschappij. Pimpinan Deli Maatschappij menyarankan agar mereka menjual milik

mereka pada Perseroan Terbatas yang mereka bentuk sendiri dengan harga yang telah mereka sepakati. Naeher & Grob menerima saran tersebut, maka berdasarkan izin kerajaan tanggal 30 September 1889 resmilah seluruh kebun milik Naeher & Grob menjadi milik Senembah Maatschappij dengan Jacobus Nienhuys dan C.W. Janssen sebagai direksi, sedangkan yang menjadi komisaris yaitu J. T. Cremer, H. Naeher, G.

E. Haarsma, A. L. Wurfbain dan R. Von Seutter.29

Pada awal terbentuknya Senembah Maatschappij, Naeher & Grob sempat ragu akan perkembangan maskapai ini. Hal ini disebabkan karena perubahan selera orang-orang Eropa terhadap tembakau dan kondisi cuaca yang buruk pada tahun-tahun tersebut. Selama beberapa tahun-tahun sejak berdirinya, Senembah Maatschappij masih mendapat bantuan dana dari Deli Maatschappij. Namun, setelah beberapa tahun berlalu, hasil yang diperoleh dari Senembah Maatschappij jauh melebihi apa yang diharapkan oleh para pendirinya. Sebab, walaupun tanah-tanah yang dimiliki oleh Senembah Maatschappij tidak sama dan bahkan ada yang berada di bawah mutu

(36)

tanah-tanah Deli Maatschappij, tetapi tembakau hasil perkebunan Senembah masih tergolong yang paling baik dari tembakau-tembakau Pantai Timur.30

Pada tahun awal berdirinya Senembah Maatschappij yaitu tahun 1889 luas tanah yang dimiliki oleh maskapai ini seluas 31.563 bahu. Tahun 1897 luas tanah yang dimiliki Senembah Maatschappij bertambah menjadi 50.994 bahu, dimana 40.340 terletak di Serdang dan sisanya 10.654 bahu berada di Deli.31 Penambahan luas wilayah perkebunan ini menunjukkan bahwa Senembah Maatschappij telah mengalami kemajuan dalam hal keuangan. Selain penambahan wilayah perkebunan, maskapai ini juga menambah gudang-gudang pengeringan tembakau serta memperbaiki gudang-gudang yang lama. Hasil panen tahun–tahun berikutnya yang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, tidak lagi menjadi ancaman berarti bagi maskapai ini. Cadangan dana yang mereka miliki membuat Senembah Maatschappij mampu mengatasi masa-masa sulit tanpa bantuan dari Deli Maatschappij.

2.5. Kondisi Buruh Perkebunan Maskapai Senembah

Faktor yang sangat penting dalam suatu proses produksi adalah tenaga kerja. Tenaga kerja untuk proses produksi tanaman perkebunan dikenal dengan istilah kuli atau buruh perkebunan. Pada umumnya buruh perkebunan dipekerjakan untuk pembukaan lahan, menanam, merawat, mengangkut hasil produksi dan mengeringkannya. Penanaman tembakau menggunakan sistem ladang berpindah, dimana setelah satu kali proses produksi tembakau, maka lahan tersebut ditinggalkan

(37)

dan dibiarkan sekitar delapan tahun lamanya baru kemudian dapat ditanami kembali. Hal ini disebabkan karena apabila setelah selesai satu kali masa produksi tembakau, lahan tersebut langsung ditanami kembali, maka hasil produksinya tidak akan baik.

Sistem ladang berpindah tersebut menyebabkan pembukaan lahan baru dilakukan setiap tahun. Pembukaan lahan baru ini tidaklah mudah, sebab areal yang mereka akan kerjakan adalah hutan dan rawa-rawa, sementara alat berupa mesin tidak ada, sehingga pekerjaan itu hanya dilakukan oleh tangan dan alat seadanya. Dengan alat yang seadanya, sementara medan yang dikerjakan cukup sulit dan berbahaya menjadikan pekerjaan membuka lahan merupakan pekerjaan yang paling berat yang dilakukan oleh para buruh.

Dalam sekali proses produksi, satu tahun dibagi menjadi dua periode kerja yaitu masa ladang yang berlangsung selama delapan bulan lebih dan sisanya adalah masa lumbung.32 Pekerjaan untuk membuka dan menyiapkan ladang dilakukan oleh orang-orang Jawa, India dan para pekerja di sekitar perkebunan. Pekerjaan mereka adalah membabat hutan, mencangkul dan meratakan tanah, membuat guludan tanaman dan menggali parit pembuangan air, membangun lumbung untuk pengeringan tembakau dan membangun barak untuk tempat tinggal para kuli.33

Tempat tinggal para kuli yang berupa barak di bangun berjajar atau membentuk bujur sangkar mengelilingi lapangan. Di lapangan tersebut didirikan dapur umum untuk tempat memasak makanan para kuli perkebunan. Sisa-sisa sampah dan air yang tergenang menambah kotor dan baunya lingkungan tempat

32 Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial Pada Awal Abad Ke 20. Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti, 1997. hal. 106.

(38)

tinggal serta menjadi sumber penyakit yang berbahaya, belum lagi sanitasi seadanya berupa lubang-lubang terbuka yang dibuat tak jauh dari perumahan membuat penyakit gampang sekali muncul dan berkembang.34

Sesuai peraturan yang ditetapkan ordonansi kuli, waktu kerja para kuli adalah sepuluh jam sehari. Namun, dalam kenyataanya mereka bekerja lebih dari sepuluh jam sehari. Ladang yang biasanya cukup jauh dari barak tempat mereka tinggal, membuat mereka harus datang lebih awal karena mereka harus tiba tepat waktu sesuai dengan yang telah disepakati. Kerja harian dengan sistem borong mengakibatkan mereka tidak boleh pulang sebelum pekerjaan mereka selesai. Mereka baru diperbolehkan pulang apabila pekerjaan yang ditetapkan oleh pemimpin perkebunan telah selesai mereka kerjakan. Kondisi ini kadang menyebabkan mereka bekerja satu atau dua jam lebih lama dari aturan yang telah ditetapkan oleh ordonansi kuli yaitu sepuluh jam sehari.

Kerja para buruh yang seperti ini tidak dibarengi dengan upah yang memadai, sehingga kehidupan para buruh semakin sulit. Kondisi ini semakin diperparah dengan tidak mencukupinya asupan gizi yang mereka terima. Jan Bremen mengungkapkan bahwa tuan kebun cenderung memperdaya para kuli dengan tidak memberikan kebebasan kepada kuli untuk membelanjakan upah mereka yang memang sudah rendah tersebut. Banyak perkebunan yang menggaji kulinya sebagian dengan uang buatan sendiri berupa kertas bon atau keping logam yang hanya dapat dibelanjakan di toko (kedai) perkebunan sementara staf Eropa dibayar dengan gulden.

(39)

Lebih lanjut Jan Bremen menjelaskan bahwa para pekerja harus menyediakan makanan mereka sendiri. Gaji yang diterima dua kali sebulan dihabiskan para kuli untuk kebutuhan yang paling pokok saja yaitu makan pagi dan malam yang hanya terdiri dari nasi saja. Karena panjangnya waktu mereka bekerja, mereka tidak lagi memiliki waktu untuk menanam sendiri sayur-sayuran atau padi. Pada masa-masa awal berdirinya perkebunan, para kuli masih memiliki waktu senggang untuk bercocok tanam ala kadarnya. Kalaupun para kuli masih ingin bercocok tanam, mereka akan kehilangan tenaga untuk bekerja di perkebunan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa sistem kerja di perkebunan semakin kapitalis.

2.6. Pengembangan Pelayanan Kesehatan di Maskapai Perkebunan Senembah

Setiap maskapai perkebunan besar pastinya memiliki tenaga kesehatan sendiri, tidak terkecuali maskapai perkebunan Senembah (Senembah Maatschappij), bahkan ketika perkebunan ini masih dikelola langsung oleh Naeher & Grob.35 Pada awal berkembangnya perusahaan perkebunan, tenaga kesehatan yang ada adalah juru rawat dan peracik obat yang berasal dari India-Inggris yang didatangkan dari Penang.36 Perlahan-lahan mereka digantikan oleh dokter-dokter Eropa. Tahun 1889 jumlah dokter-dokter Eropa di Deli sudah mencapai dua belas orang, mereka bertugas melayani 700 orang Eropa dan puluhan ribu kuli perkebunan.37 Senembah

Maatschappij memiliki sarana pelayanan kesehatan yang berpusat di Tanjung

Morawa bernama Hospitaal Te Tandjong Morawa dan dikepalai oleh seorang dokter

35 C.W. Janssen, Op.Cit, hal. 7-8. 36 Jan Bremen, Op.Cit.

(40)

Jerman bernama Dr. Hauser.38 Rumah sakit ini dibangun tahun 1882, yaitu ketika

perkebunan masih dimiliki oleh Naeher & Grob.

Keadaan tempat tinggal para kuli perkebunan yang kotor serta kondisi pekerjaan berat yang mereka terima, sementara asupan gizi tidak mencukupi tentunya membuat mereka mudah terserang berbagai penyakit. Dalam bukunya yang berjudul

Senembah Maatschappij 1889-1914, C.W. Janssen menjelaskan bahwa banyak para

pekerja di perkebunan yang mati karena penyakit yang mewabah. Musim panas dan musim hujan yang berkepanjangan silih berganti tak menentu ditambah buruknya makanan menyebabkan munculnya penyakit beri- beri, kolera dan disentri. Selain tiga penyakit ini, penyakit anemia dan malaria juga banyak memakan korban. Walaupun sudah ada tempat pelayanan kesehatan di sana, namun pelayanannya masih buruk dan cenderung tidak maksimal. Kondisi yang tidak maksimal ini tampak dari masih adanya petinggi perkebunan orang Eropa yang mati ketika dalam masa perawatan, padahal rumah sakit ini memprioritaskan petinggi perkebunan yakni orang Eropa untuk dilayani.

Buruknya perawatan di rumah sakit juga nampak dari tidak adanya fasilitas bahkan yang paling sederhana sekalipun yang seharusnya ada di setiap rumah sakit. Tidak ada tempat mencuci, tempat buang air besar dan kecil, pispot untuk malam hari, lampu untuk penerangan malam hari dan juga air minum.39 Kondisi ini menyebabkan banyak kuli yang sakit akhirnya mati di rumah sakit.

(41)

Menurut C.W. Janssen, maskapai perkebunan sebenarnya masih memiliki saham di Nederlandsche Sanatorium ”The Crag” di Penang sehingga staf Eropa yang sakit dapat dirawat di sana. Namun ketika dalam perjalanan ke sana, ada orang Eropa yang meninggal. Kejadian ini mendorong maskapai untuk memaksimalkan perawatan kesehatan yang ada di perkebunan. Usaha untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan ini dibuktikan dengan didatangkannya Dr. W.A.P. Schuffner untuk melakukan penelitian di Deli.

Dr. Schuffner ditugaskan untuk meneliti penyakit-penyakit yang mewabah di

perkebunan. Dr. Schuffner memulai penelitiannya dengan mencari tahu apa hubungan kesehatan yang buruk dengan keadaan wilayah setempat. Dengan dibantu Dr.

Maurer, seorang dokter dari Deli Maatschappij, dia melakukan penelitian di

laboratorium di Medan. Penelitiannya membuahkan hasil yang menarik di bidang kesehatan tropis. Dia telah dapat menemukan apa penyebab penyakit anemia, beri-beri, dan malaria dan bagaimana cara mengatasinya.40

Hasil peneliatiannya diterapkan dalam lingkungan kerja di perkebunan. Kondisi kesehatan para buruh mulai diperhatikan dan pelayanan kesehatan di rumah sakit juga semakin ditingkatkan. Tahun 1897-1901, jumlah kematian kuli menurun dari 60,2 menjadi 45,1 per 1000 orang.41 Menurut Jan Bremen, angka ini masih cukup tinggi, namun dapat pula dikatakan menurun dibandingkan masa-masa sebelum kedatangan Dr. Schuffner. C.W. Janssen juga mengatakan dalam bukunya

(42)

bahwa keberhasilan Senembah Maatschappij dalam mengatasi penyakit perkebunan yang mewabah adalah karena pertolongan Dr. Schuffner dengan penelitiannya. Setelah Dr. A. Kuenen bekerja di Senembah Maatschappij, mereka

mendirikan sebuah yayasan ilmu pengetahuan, yaitu Laboratorium Pathology di Tanjung Morawa yang bergabung dengan rumah sakit Deli Maatschappij. Yayasan ini dibiayai oleh Deli Maatschappij, Senembah Maatschappij dan Medan Tabak yang bersedia untuk melayani seluruh koloni dalam hal memberi petunjuk di bidang kesehatan. Penelitian mengenai penyakit-penyakit tropis tetap diteruskan dengan harapan bahwa di masa depan semakin banyak ilmuwan muda yang ambil bagian dalam kegiatan penelitian mereka. Di Laboratorium ini mereka dapat mempersiapakan diri untuk menjadi dokter yang menangani penyakit-penyakit tropis.

2.7. Nasionalisasi Maskapai Perkebunan Senembah

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka pihak kolonial meyerahkan kekuasaanya kepada Indonesia. Namun pihak kolonial tidak menyerah sampai di situ. Mereka masih berusaha untuk masuk kembali ke Indonesia dan menanamkan kekuasaannya, termasuk menguasai kembali aset perkebunan yang telah mereka bangun sebelumnya di Indonesia. Puncak pergolakan politik di perkebunan adalah terjadinya revolusi sosial tahun 1946, dimana banyak bangsawan kerajaan yang menjadi korban akibat dianggap pro kepada kolonial.

(43)

Irian Barat yang pada waktu itu memang masih menjadi perdebatan, juga untuk menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia, memperkuat kemampuan nasional dan menghapus diskriminasi ekonomi serta penaklukan ekonomi kolonial.42 Undang-Undang tersebut juga mengatur ganti rugi bagi pemilik lama untuk mencari penyelesaian hukum di pengadilan Indonesia jika ganti rugi yang ditawarkan tidak memuaskan.43

Pada saat perkebunan tembakau dinasionalisasi tahun 1957, tinggal dua perusahaan perkebunan tembakau yang masih bertahan, yakni Deli Maatschappij dengan 17 kebun tembakau dan Senembah Maatschappij dengan 5 kebun tembakau.44 Dari sekitar 76 perkebunan tanaman umur panjang yang ada di Sumatera Utara termasuk Aceh, 54 adalah perkebunan karet, 13 perkebunan kelapa sawit, lima perkebunan teh dan empat perkebunan sisal serta tanaman berserat lainnya.45

Nasionalisasi ini mengakibatkan terjadinya perubahan nama pada perusahaan perkebunan Belanda yaitu Deli Maatschaapij dan Senembah Maatschaapij. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1960, kedua perusahaan tersebut berubah status menjadi Perusahaan Perkebunan Nasional (PPN). Deli Maatschaapij inilah yang kemudian menjadi PPN Tembakau Deli berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1963, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1968 berganti nama menjadi PNP IX. Sementara Senembah

Maatschaapij berganti nama menjadi PNP II. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

42 Karl Pelzer, Sengketa Agraria Pengusaha Perkebunan Melawan Petani, Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1991. hal. 215-216.

(44)

Nomor 44 tahun 1973, PNP IX berganti nama lagi menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan IX. Sementara PNP II berganti nama menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan II berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1975.46

PT Perkebunan II (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha Pertanian dan Perkebunan yang didirikan dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH No. 12 tanggal 5 April 1976. Kemudian diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977/PT. Perseroan Terbatas ini bernama Perusahaan Perseroan (Perseroan) PT Perkebunan II yang merupakan perubahan bentuk dan gabungan dari PN Perkebunan II Tanjung Morawa dengan PN Perkebunan IX Sawit Seberang. Pendirian perusahaan ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1975.47

Tanggal 11 Maret 1996 kembali diadakan perubahan organisasi perkebunan berdasarkan nilai kerja. PT Perkebunan II yang diresmikan dengan Akte Notaris GHS. Loemban Tobing, SH Nomor 6 tanggal 1 April 1974 dan PT Perkebunan IX

46 Arsip PTPN II Tanjung Morawa; PP No 7 Tahun 1996, Tentang Peleburan Perusahaan

Perseroan (Persero) PTP II dan PTP IX menjadi PTPN II.

(45)

yang diresmikan dengan Akte Notaris Ahmad Bajumi, SH Nomor 100 tanggal 18 September 1983 dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama PT Perkebunan Nusantara II yang dibentuk dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH Nomor 35 tertanggal 11 Maret 1996. Akte pendirian ini kemudian disyahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No. C2.8330.HT.01.01.TH.96 dan diumumkan dalam Berita Negera RI Nomor 81. Pendirian Perusahaan yang merupakan hasil peleburan PTP-II dan PTP-IX berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 1996.48

Nasionalisasi bukan hanya terjadi pada perkebunannya saja, namun institusi yang termasuk di dalamnya juga ikut dinasionalisasi, termasuk institusi pelayanan kesehatan yang dimiliki Senembah Maatschaapij. Rumah Sakit Dr. GL Tobing merupakan rumah sakit milik perkebunan. Ketika perkebunan dinasionalisasi, rumah sakit ini juga termasuk di dalamnya. Maka berdasarkan SK No. : II.0/KPTS/3/1969 tahun 1969 yang dikeluarkan Direktur Utama MD. Nasution, rumah sakit PNP-II Tanjung Morawa disahkan menjadi Rumah Sakit Dr. Gerhard Lumban Tobing PT Perkebunan II Tanjung Morawa.

(46)

BAB III

PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING

PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA (1970-2000)

3.1. Perubahan Nama Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa merupakan rumah sakit yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT. Perkebunan Nusantara II (Persero). Seperti yang telah dibahas di bab sebelumnya, bahwa rumah sakit ini berdiri pada tahun 1882 dengan nama awal

Hospitaal Te Tandjong Morawa yang merupakan sarana kesehatan milik Firma

Naeher dan Grob. Karena kondisi yang tidak memungkinkan bagi Hermann Naeher

dan Karl Furchtegott Grob untuk meneruskan usaha perkebunan mereka, maka mereka mengalihkan kepemilikannya kepada Senembah Maatschappij. Maka secara otomatis, Hospitaal Te Tandjong Morawa berada di bawah kepemilikan Senembah

Maatschappij.

Setelah Indonesia merdeka, mulailah bermunculan usaha-usaha untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik asing menjadi atas nama kepemilikan bangsa Indonesia. Namun usaha tersebut tidaklah mudah, sebab pihak asing, terutama pihak kolonial masih ingin menguasai apa yang telah mereka bangun sebelumnya. Pada tangal 13 September 1950, oleh Bapak Jendral Maraden Panggabean, rumah sakit ini berganti nama menjadi Rumah Sakit Dr. GL Tobing.49 Kemudian pada tahun

49 Informasi dari Bapak Irwanto (Seksi Rekam Medik RSU Dr.GL Tobing PTPN II) dalam

(47)

1969, berdasarkan SK No. : II.0/KPTS/3/1969 yang dikeluarkan Direktur Utama Perkebunan MD. Nasution, rumah sakit PNP-II Tanjung Morawa disahkan secara resmi menjadi Rumah Sakit Dr. Gerhard Lumban Tobing PNP II Tanjung Morawa.

Dr. GL Tobing merupakan nama seorang dokter dari rumah sakit di daerah Tebing Tinggi. Menjelang tahun 1950, terjadi konflik di daerah Tanjung Morawa, tepatnya di dekat jembatan sungai Belumai yang berada di sebelah rumah sakit ini. Ketika konflik terjadi, Dr. GL Tobing tertembak, kemudian dibawa ke rumah sakit ini untuk mendapatkan pertolongan. Namun nyawanya tidak tertolong dan akhirnya meninggal di rumah sakit ini.50 Orang-orang di sekitar rumah sakit mulai menyebut rumah sakit ini dengan rumah sakit tempat dokter tersebut meninggal.

Seperti diketahui tahun 1950 merupakan masa-masa Nasionalisasi, dimana semua aset Kolonial harus dialihkan atas nama kepemilikan bangsa Indonesia. Karena nama Dr. GL Tobing mewakili identitas salah satu etnis di Sumatera Utara maka namanya mulai sering dipakai untuk menyebut nama rumah sakit yang dimiliki oleh perkebunan ini. Puncaknya pada tahun 1969, secara resmi rumah sakit ini menggunakan nama Dr. GL Tobing menjadi namanya.

Rumah Sakit Dr. GL Tobing berada di daerah Tanjung Morawa dan berfungsi untuk melayani pegawai serta buruh PT. Perkebunan Nusantara II, sehingga rumah sakit ini disebut Rumah Sakit Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa. Rumah Sakit Dr. GL Tobing memberikan pelayanan kesehatan dan pengobatan kepada para pegawai perkebunan dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Pelayanan kesehatan dibutuhkan karena kesehatan sangat

(48)

diperlukan dalam produktivitas, baik pegawai maupun masyarakat umum. Menjelang tahun 2000, rumah sakit ini kembali menambah predikat namanya menjadi Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PT. Perkebunan II Tanjung Morawa.51 Hal ini dilakukan karena pengembangan pelayanan yang ada. Selain itu, hal ini dilakukan sebagai bentuk sosialisasi bagi masyarakat bahwa rumah sakit ini tidak hanya melayani pasien perkebunan saja namun juga melayani masyarakat umum.

3.2. Perubahan Sasaran Pelayanan Rumah Sakit

Perubahan sasaran pelayanan di rumah sakit dipengaruhi oleh faktor-faktor dari masa lalu. Jika ditinjau dari sudut pandang sejarah, maka akan terlihat bahwa sistem manajemen rumah sakit bergantung pada kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah dari masa ke masa. Perubahan sasaran pelayanan rumah sakit berdasarkan kebijakan politik dapat ditelusuri sejak masa kolonial. Tujuan pemerintah kolonial Belanda pada awalnya mendirikan rumah sakit adalah untuk keperluan tentara, pejabat-pejabat pemerintah dan karyawan perusahaan. Secara praktis, hal ini bertujuan untuk menyehatkan tenaga manusia agar mampu bekerja dengan baik sehingga dapat tetap menjaga kelangsungan pemerintahan kolonial.52

Pada akhir abad XX, politik balas budi pemerintah kolonial Belanda dan gerakan keagamaan kristen memperhatikan rumah sakit sebagai bagian dari

51 Wawancara dengan Bapak Sri Yanto, SE (Wakil KTU RSU Dr.GL Tobing PTPN II) pada

tanggal 31 Maret 2011.

52 Laksono Trisnantoro, Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit Antara Misi Sosial dan

(49)

pelayanan kesejahteraan bagi masyarakat.53 Maka rumah sakit-rumah sakit pemerintah kolonial dan keagamaan didirikan di berbagai daerah di Indonesia. Hingga saat ini rumah sakit keagamaan Kristen dan rumah sakit milik pemerintah kolonial Belanda masih berdiri, walaupun sebagian sudah berubah menjadi rumah sakit milik pemerintah. Dalam kegiatan operasionalnya, rumah sakit pada masa kolonial mendapat subsidi dari pemerintah kolonial sebagai bentuk balas jasa dari pihak kolonial terhadap buruh maupun masyarakat. Sedangkan rumah sakit keagamaan Kristen mendapat bantuan dari donatur mereka di Eropa yang bertujuan untuk mengobati masyarakat yang tidak mampu.

Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa rumah sakit pada masa lalu cenderung bersifat non profit, yaitu tidak berorientasi pada pemasukan untuk mendanai kegiatannya. Demikian pula yang terjadi pada Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa. Ketika masih dipegang oleh kolonial, rumah sakit ini bertujuan untuk mengobati para buruh perkebunan yang sakit, mengingat pada masa itu banyak korban meninggal akibat penyakit yang mewabah di perkebunan. Seiring berjalannya waktu, Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTPN II beralih kepemilikan akibat nasionalisasi dan diharapkan dapat mandiri dengan membiayai sendiri kegiatan operasionalnya.

Kondisi ini bukan berarti bahwa RSU Dr. GL Tobing PTPN II telah berubah menjadi institusi yang berfokus pada pendapatan (money oriented). Rumah sakit ini masih tetap menjadi institusi sosial yang bertujuan menjadi rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan secara tepat guna, inovatif dan efisien dengan didukung oleh

(50)

sumber daya manusia yang profesional. Tujuan ini seperti tercermin dalam Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa.

Adapun Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa. yaitu:

1. Visi Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa:

Dinamis, Unggul, Terpercaya.

2. Misi Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa:

1. Melaksanakan manajemen rumah sakit yang profesional, transparan, jujur dan adil.

2. Mengutamakan dan meningkatkan kualitas pelayanan yang profesional, produktif, inovatif, jujur dan ikhlas.

3. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat dan tenaga kesehatan yang berada di sekitar rumah sakit untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan yang tersedia.

4. Mengembangkan jenis pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan lingkungan terhadap pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada masyarakat luas.

6. Meningkatkan kesejahteraan karyawan Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa.54

(51)

3.3. Struktur Organisasi

Setiap perusahaan atau badan usaha, baik itu yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta pasti memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan cerminan pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang serta posisi setiap individu dalam perusahaan tersebut. Organisasi erat kaitannya dengan kepemimpinan, sebab kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, seperti apapun baiknya perencanaan, dana yang mencukupi, tersedianya alat dan bahan, organisasi tersebut tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan secara efisien dan efektif apabila tidak dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas. Seorang pemimpin harus memotivasi dirinya sendiri dan orang lain agar mau bekerja dengan mencapai tujuan.

Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa berada langsung di bawah naungan Direksi PT. Perkebunan Nusantara II dengan dikepalai oleh seorang Kepala Rumah Sakit. Dalam hal ini kepala rumah sakit bertindak sebagai pimpinan tertinggi di rumah sakit yang mengatur segala kegiatan yang ada di rumah sakit. Struktur organisasi beserta tanggung jawab dan wewenang yang ada di RSU Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa adalah sebagai berikut:

A. Kepala Rumah Sakit

1. Bertanggung jawab atas peningkatan peran bisnis dan pemasukan yang berorientasi untuk keperluan pelayanan yang optimal.

(52)

3. Bertanggung jawab atas pemenuhan kompetensi dari Sumber Daya Manusia yang ada di Rumah Sakit Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa, melakukan perencanaan serta bimbingan terhadap pegawai yang dibawahi. Kepala Rumah Sakit membawahi:

- Bidang Pelayanan

- Bidang Sumber Daya Manusia dan Umum - Bidang Keuangan dan Pemasaran

Pada periode tahun 1970 hingga tahun 2000, masa jabatan seorang dokter sebagai kepala rumah sakit tidak ditentukan. Sedangkan setelah tahun 2000, masa jabatan seorang dokter sebagai kepala rumah sakit adalah selama tiga tahun. Adapun dokter yang pernah menjabat sebagai dokter kepala di rumah sakit ini pada periode tahun 1970 hingga tahun 2000, yaitu:

1. Dr. Suandi (1967-1978) 2. Dr. Sri Hardono (1978-1990) 3. Dr. Gunawan (1990-1995) 4. Dr. Fauziah Sofyan (1995-1999) 5. Dr. Tuti Ketaren (1999-2004)

B. Bidang Pelayanan

(53)

2. Bertanggung jawab atas pelayanan medis dan keperawatan yang ada di Rumah Sakit Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa.

3. Bertanggung jawab atas unit rawat jalan pasien, rawat inap pasien dan Unit Gawat Darurat.

4. Bertanggung jawab atas sarana penunjang medis, unit farmasi, laboratorium, radiologi, kamar bedah, fisioterapi, ambulance dan kamar jenazah.

5. Perencanaan program pengobatan, pencegahan dan penaggulangan penyakit. 6. Peningkatan mutu pelayanan program kesehatan jiwa, program kesehatan

kerja, program kesehatan indera dan laboratorium di puskesmas dan jaringannya.

7. Pengadaan alat kesehatan.

8. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi dan lembaga terkait. 9. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan.

10. Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengawasan praktek dokter, dokter gigi, bidan, perawat, balai pengobatan, rumah bersalin, optik, apotik, toko obat, laboratorium, klinik rontgen, rumah sakit.

11. Pemberian perijinan bagi dokter, dokter gigi, bidan, perawat, balai pengobatan, rumah bersalin, optik, apotik, toko obat, laboratorium, klinik

rontgen, rumah sakit.

12. Pemberian surat ijin kerja asisten apoteker. Bidang Pelayanan membawahi:

(54)

* Unit Rawat Jalan * Unit Rawat Inap * Unit Gawat Darurat - Sub Bidang Penunjang Medis:

* Unit Farmasi * Unit Laboratorium * Unit Radiologi * Unit Kamar Bedah * Unit Fisioterapi * Unit Ambulance * Unit Kamar Jenazah

C. Bidang Sumber Daya Manusia dan Umum

1. Bertugas mengadministrasikan semua surat dan fax yang masuk maupun keluar dan memberikannya kepada yang berkepentingan.

2. Mengantar semua surat korespondensi, surat dan fax yang masuk maupun keluar kepada pihak yang telah disebutkan.

3. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi atau lembaga terkait perencanaan, pelaksanaan, pengolahan dan analisa data kegiatan, pengumpulan data bahan perumusan kebutuhan obat untuk apotek.

(55)

Bidang Sumber Daya Manusia dan Umum membawahi: - Sub Bidang Sumber Daya Manusia:

* Seksi Personalia * Seksi Diklat

* Seksi Pengabdian Masyarakat - Sub Bidang Umum/Sarana: * Seksi Sekretariat

* Seksi Rekam Medik * Seksi Pengadaan

* Seksi Inventaris/Pemeliharaan * Seksi K3/Sanitasi Lingkungan * Seksi Keamanan dan Rumah Tangga.

D. Bidang Keuangan dan Pemasaran

1. Bertugas membuat, menyampaikan laporan sesuai dengan waktu, jumlah, sarana yang telah ditentukan.

2. Meneliti apakah laporan keuangan dan laporan-laporan lainnya telah benar. 3. Mengarsip seluruh laporan keuangan.

4. Mengelola penggunaan sarana promosi. 5. Memberikan informasi kepada pasien. Bidang Keuangan dan Pemasaran membawahi: - Sub Bidang Keuangan / Administrasi:

(56)

* Seksi Pembukuan * Seksi Upah/Gaji * Seksi Utang/Piutang * Seksi Aktiva

* Seksi Finek * Seksi Persediaan

* Seksi Transportasi/EAP. - Sub Bidang Pemasaran:

* Seksi Pemasaran * Seksi Kehumasan

3.4. Sarana dan Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit

Agar dapat menjalankan fungsi pelayanan kesehatannya dengan baik, maka sebuah rumah sakit tentunya memiliki sarana dan fasilitas pelayanan yang memadai. Sarana dan Fasilitas pelayanan yang dimiliki oleh Rumah Sakit Umum Dr. GL Tobing PTP Nusantara II Tanjung Morawa yaitu:

3.4.1 Unit Gawat Darurat (UGD)

(57)

pertolongan yang cepat dan tepat. Unit Gawat Darurat RSU Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa didukung oleh dokter umum serta perawat yang terlatih. Unit Gawat Darurat di rumah sakit ini juga dilayani oleh seorang dokter residen senior dalam bidang anestesiologi55 dan didukung oleh dokter konsultan. Selain itu, Unit Gawat Darurat di rumah sakit ini juga dilengkapi dengan peralatan life saving (penyelamatan nyawa) seperti ventilator portable (alat bantu nafas) dan defibrilator serta ambulance yang siap melayani selama 24 jam.

3.4.2 Unit Rawat Intensif (ICU)

Unit Rawat Intensif atau Intensif Care Unit (ICU) merupakan sebuah fasilitas di rumah sakit yang menyediakan penanganan medis yang lebih intensif. Ruang Unit Rawat Intensif didukung oleh tenaga ahli dan dilengkapi dengan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwanya oleh kegagalan /disfungsi suatu organ tubuh akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya. Unit Rawat Intensif selama 24 jam di RSU Dr. GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa berada di bawah pengawasan dokter spesialis anestesiologi dan didukung oleh dokter konsultan perawatan intensif serta dibantu oleh tim perawat yang mahir dan berpengalaman. Unit ini dilengkapi dengan peralatan canggih termasuk ventilator.

55 Anestesiologi merupakan kegiatan pelayanan di rumah sakit yang berhubungan dengan

Referensi

Dokumen terkait