FRASA VERBA DALAM NOVEL SEBUAH LORONG DI KOTAKU
KARYA NH. DINI : ANALISIS TEORI X-BAR
SKRIPSI
OLEH
SRI YOHANNA ARITONANG
080701020
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, September 2012
Penulis,
FRASA VERBA DALAM NOVEL SEBUAH LORONG DI KOTAKU KARYA NH. DINI : ANALISIS TEORI X-BAR
Sri Yohanna Aritonang
FAKULTAS ILMU BUDAYA USU
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba mendeskripsikan perilaku fungsi gramatikal dalam sebuah novel Bahasa Indonesia yang berjudul Sebuah Lorong di Kotaku karya Nh.Dini dalam membentuk struktur FV dalam bahasa Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori X-bar yang merupakan bagian dari Tata Bahasa Generatif. Dalam pengumpulan data digunakan metode metode simak yang didukung oleh teknik catat. Pada pengkajian data digunakan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik. Disimpulkan bahwa struktur internal frasa verba dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku dibentuk oleh komplemen, keterangan, dan specifier. Kaidah struktur FV dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku berjumlah 12 kaidah, yaitu:
FV Inti , FV Inti + Komp , FV Inti + Komp + Ket , FV Asp + Inti + Komp , FV Inti + Spec , FV Ket + Inti + Komp , FV Inti + Komp + Ket , FV Ket + Inti + Ket , FV Inti + Komp + Spec , FV Spec + Inti + Ket + Spec , FV Inti + Komp + Spec , FV Spec + Inti + Komp + Ket.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
karunianya-Nya yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini dari
awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Frasa Verba dalam Novel Sebuah Lorong di Kotaku : Analisis
Teori X-bar” ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sastra di
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Selama dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak, baik berupa bantuan moril maupun bantuan materi. Untuk itu, penulis mengucapkan
terima kasih dengan setulus hati kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., selaku ketua Departemen Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera utara dan sebagai dosen
pembimbing akademik terima kasih atas perhatian ddan kebaikan Bapak selama
penulis menjalani perkuliahan.
3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum., selaku pembimbing I dan ibu Dra. Mascahaya,
M.Hum., selaku pembimbing II. Terimakasih atas kesabaran dan kesediaan ibu
dan bapak yang senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing penulis serta
memberikan sumbangan pemikiran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu staff pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
pengetahuan baik dalam bidang linguistik, sastra maupun bidang-bidang ilmu
lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
6. Kak Tika yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan
administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara.
7. Kedua orang tua saya yang tersayang, Ayahanda B. Aritonang, Ibunda E.Br.
Situmorang yang telah memberikan saya dukungan moral, material, kasih sayang
yang tiada habisnya dan doa yang tidak pernah berhenti. Kiranya kasih dan
karunia Tuhan yang senantiasa melindungi dan memberkati ayahanda dan ibunda.
8. Kepada saudara-saudara saya Naomi Nova Susanti Aritonang S.Sos, Nicolas
Daomara Aritonang, dan William Aritonang, terimakasih atas doa dan semangat
yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan dan membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada semua sepupu-sepupu terbaik Lemut , Gito, bang Motto, ka Louis, bang
Sanggam, bang Douglas, dek Tohap, dek Melda, dek David, dek Ruth, dek Lidia,
dek Buheng, dek Ines, dek Velin, dek Muti, dan semua sepupu tersayang yang
namanya tak dapat dicantumkan satu persatu, terimakasih atas motivasi yang
diberikan kepada penulis serta kesabaran dalam mengingatkan penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
10.Terima kasih buat bestfriend ku Yanti Simarmata yang selalu tak pernah berhenti
mengingatkan penulis untuk tetap semangat dan jangan pernah malas
mengerjakan skripsi ini.
11.Buat sahabat-sahabat kampus ku tersayang Pebri bodok, Tinae na Bagak, Idae na
Charlie Siahaan, terimakasih atas semangat dan selalu ada buat penulis baik dalam
suka maupun duka. Kalian sahabat-sahabat terbaikku.
12.Senior stambuk 2005 kak Vina, kak Rapi, kak Intan, kak Eni dan kak Lilis yang
selalu setia mengingatkan untuk serius kuliah.
13.Kepada Jumantri, Freddy, Echa, Lamsihar, Andro, Herbet, Intan, Heritha yang
selalu menghibur penulis di dalam kesedihan saat menulis skripsi ini dan selalu
memberikan semangat kepada penulis.
14.Kepada senior stambuk 2007 bang Cardo, bang Reza, bang Andi, dan kak Nova
terimakasih atas dukungan dan motivasinya.
Walaupun telah berusaha memberikan yang terbaik, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir
kata, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga berkat
Tuhan melimpah bagi kita semua.
Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan pembaca mengenai Sintaksis Generatif.
Medan, September 2012 Penulis
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 6
2.1.1 Sosiolinguistik ... 6
2.1.2 Penutur Bahasa Indonesia ... 7
2.1.3 Lagu Pop Indonesia ... 8
2.2 Landasan Teori ... 8
2.2.1 Bilingualisme ... 8
2.3 Tinjauan Pustaka ... 13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16
3.1.1 Lokasi Penelitian ... 16
3.1.2 Waktu Penelitian ... 16
3.2 Populasi dan Sampel ... 16
3.2.1 Populasi ... 16
3.2.1 Sampel ... 17
3.3 Metode Penelitian ... 19
3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 19
3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 20
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Bentuk-Bentuk Campur Kode ... 23
4.1.1 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata ... 26
4.1.2 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Frase ... 32
4.1.3 Penyisispan Unsur-Unsur yang Berwujud Bentuk Baster ... 39
4.1.4 Penyisispan Unsur-Unsur yang Berwujud Klausa ... 39
4.1.5 Penyisispan Unsur-Unsur yang Berwujud Pengulangan Bentuk Kata ... 42
BAB V SIMPULSN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 51
5.2 Saran ... 51
FRASA VERBA DALAM NOVEL SEBUAH LORONG DI KOTAKU KARYA NH. DINI : ANALISIS TEORI X-BAR
Sri Yohanna Aritonang
FAKULTAS ILMU BUDAYA USU
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba mendeskripsikan perilaku fungsi gramatikal dalam sebuah novel Bahasa Indonesia yang berjudul Sebuah Lorong di Kotaku karya Nh.Dini dalam membentuk struktur FV dalam bahasa Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori X-bar yang merupakan bagian dari Tata Bahasa Generatif. Dalam pengumpulan data digunakan metode metode simak yang didukung oleh teknik catat. Pada pengkajian data digunakan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik. Disimpulkan bahwa struktur internal frasa verba dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku dibentuk oleh komplemen, keterangan, dan specifier. Kaidah struktur FV dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku berjumlah 12 kaidah, yaitu:
FV Inti , FV Inti + Komp , FV Inti + Komp + Ket , FV Asp + Inti + Komp , FV Inti + Spec , FV Ket + Inti + Komp , FV Inti + Komp + Ket , FV Ket + Inti + Ket , FV Inti + Komp + Spec , FV Spec + Inti + Ket + Spec , FV Inti + Komp + Spec , FV Spec + Inti + Komp + Ket.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan
lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi kebutuhannya, baik secara
perorangan (individu) maupun sebagai mahluk sosial (kolektif). Manusia disebut mahluk
sosial karena di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selalu bekerja sama dengan sesamanya
dan saling berinteraksi. Dalam melakukan aktivitas dengan sesamanya, manusia pasti
menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Dengan berbahasa manusia dapat
mengungkapkan apa yang dirasakannya baik secara pribadi maupun kolektif. Hal ini sesuai
dengan pendapat Keraf (1982 : 16) yang mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi di
dalam masyarakat, berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Kemampuan manusia dalam menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan
sesamanya adalah universal. Masyarakat banyak beranggapan bahwa seorang anak dapat
berbahasa tanpa adanya usaha. Mereka beranggapan bahwa kemampuan dalam berbahasa
adalah wajar, seperti halnya wajar jika manusia dapat makan, minum, jalan, dan tidur. Anak
yang bersuku Batak tentu dapat berbahasa Batak, anak yang bersuku Jawa tentu dapat
berbahasa Jawa, dan anak Jepang tentu dapat berbahasa Jepang. Kepandaian berbahasa
seakan akan merupakan soal keturunan belaka. Pendapat bahwa kepandaian berbahasa
seseorang dari keturunan kurang tepat. Seorang anak akan dapat menguasai bahasa orang
dewasa setelah bertahun-tahun latihan tanpa jemu-jemu dan kesalahan-kesalahan yang
dibenarkan berulang-ulang. Meskipun anak keturunan orang Jawa, tetapi tidak dididik dan
akan pandai berbahasa Jawa. Anak akan pandai menggunakan bahasa yang digunakan dalam
lingkungan tempat anak dididik dan dibesarkan. Keinginan untuk menggunakan salah satu
bahasa yang menyebabkan seseorang dapat berbahasa suatu bahasa. Manusia menggunakan
bahasa untuk saling berinteraksi dengan sesama. Bahasa dipelajari dan diajarkan oleh
manusia bukan karena keturunan.
Para ahli bahasa menyelidiki bagaimana setiap bahasa itu dibentuk, bagaimana bahasa
itu bervariasi menurut tempat dan berubah menurut waktunya yang berkerabat dengan
bahasa-bahasa lainnya serta bagaimana digunakan oleh pemakainya. Penyelidikan para ahli
mengatakan dari proses seperti ini timbul linguistik (ilmu bahasa). Linguistik sebagai ilmu
mempunyai tataran bahasa yaitu: sintaksis, morfologi, fonologi, dan semantik atau disebut
juga dengan hierarki bahasa.
Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang sangat memerlukan bahasa untuk
menyampaikan ide-ide yang terdapat dalam pikiran si pengarang. Bahasa juga merupakan
alat untuk menyampaikan pesan atau amanat si pengarang kepada si pembaca. Novel
terbentuk dari beberapa paragraf yang saling berhubungan. Dari bahasa yang diatur dengan
baik dengan pengimajinasian, ungkapan, dan perbandingan karena adanya diksi , maka akan
kita peroleh kesan terhadap novel tersebut. Kalimat-kalimat yang terdapat dalam
paragraf-paragraf yang membentuk sebuah novel tidak akan terlepas dari penggunaan frasa.
Frasa dapat dikaji secara struktural dan juga dapat dikaji secara generatif. Secara
struktural frasa dikaji berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada, misalnya dalam
menentukan kelas kata, untuk menyatakan kata kerja harus berdistribusi dengan frasa
“dengan” dan kata sifat adalah kata yang dapat didahului oleh kata “sangat” atau kata
“paling” (Chaer 1994:360). Secara generatif menurut (Radford, 1998 : 86) mengatakan
bahwa dengan atau tanpa pendamping sebuah kata dapat menjadi sebuah frasa sebab frasa
Ramlan (1987:152) memberi batasan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang
terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya
frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET.
Sebagai suatu fungsi, frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat
(Samsuri, 1985:93). Dapat juga dikatakan bahwa frasa adalah gabungan kata yang bersifat
non predikatif, artinya antara kedua unsur yang membentuk frasa itu tidak berstruktur
subjek-predikat atau berstruktur subjek-predikat-objek (Chaer, 1994:222).
Tata Bahasa Generatif adalah cabang linguistik teoretis yang bekerja untuk
menyediakan seperangkat aturan yang secara akurat dapat memprediksi kombinasi kata yang
mampu membuat tata bahasa kalimat yang benar. Studi tentang tata bahasa generatif dimulai
pada tahun 1950-an oleh seorang filsuf Amerika yang juga seorang penulis dan pengajar di
bidang linguistik, Noam Chomsky mengenalkan gagasan barunya melalui sebuah buku yang
berjudul Syntactic Structure. Di dalam buku itu, Chomsky mengutarakan bahwa bahasa
berkaitan dengan aktivitas berfikir yang berhubungan juga dengan probabilitas berbahasa
atau kreativitas berbahasa yang dapat dianalisis dan dijelaskan dengan teori linguistik. Akibat
konsep tersebut teori merupakan sebuah hipotesis yang memiliki hubungan secara internal
antara yang satu dengan yang lain. Gagasan inilah yang dimaksud Chomsky sebagai tata
bahasa generatif. Sehubungan dengan itu maka pengertian tata bahasa generatif adalah tata
bahasa yang berusaha menampilkan seperangkat kaidah kalimat yang terbatas dari kalimat
yang tak terbatas jumlahnya.
Teori X-bar adalah salah satu bidang kajian Tata Bahasa Generatif Transformasi.
Teori ini pada mulanya digunakan untuk menjawab dua permasalahan yang dihadapi oleh
dalam literatur bahasa Indonesia. Teori ini telah diterapkan oleh Mulyadi dalam penelitiannya
(1998) yang membicarakan frasa nomina dan farsa preposisi bahasa Indonesia (2002).
Adyana (2000 : 121) membicarakan frasa verba Indonesia dalam teori X-bar. Dia
membuktikan adanya V’ (V bar) dalam bahasa Indonesia dan membuat konstruksi umum.
Frasa verba bahasa Indonesia dalam diagram pohon belum pernah diteliti apalagi objek
penelitiannya adalah Novel. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelaah
struktur FV (Frasa Verba) dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku dengan menggunakan
pendekatan sintaksis generatif yaitu teori X-bar.
1.1.2 Masalah
Masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen (komp), keterangan (ket),
dan specifier (spec) dalam membentuk struktur frasa verba dalam novel Sebuah
Lorong di Kotaku?
2. Bagaimanakah kaidah struktur frasa verba yang terdapat dalam novel Sebuah Lorong
di Kotaku.
1.2Batasan Masalah
Suatu penelitian harus mempunyai batasan masalah. Batasan masalah merupakan
uraian terhadap suatu masalah yang akan diteliti, sehingga dengan adanya batasan masalah,
penelitian dapat terarah pada masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini masalah yang
akan diteliti dibatasi hanya pada perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen (komp),
keterangan (ket), dan specifier (spec) dalam membentuk struktur frasa verba dalam novel
Sebuah Lorong di Kotaku berdasarkan teori X-bar dan menetapkan kaidah sruktur frasa
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mendeskripsikan perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen (komp), keterangan
(ket), dan specifier (spec) dalam membentuk struktur frasa verba dalam novel Sebuah
Lorong di Kotaku berdasarkan teori X-bar.
2. Menjabarkan kaidah struktur frasa verba dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku
berdasarkan teori X-bar.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan manfaat dan upaya pengembangan kajian sintaksis bahasa
Indonesia.
b. Memperkaya pengetahuan bahasa Indonesia, khususnya frasa verba
(FV) berdasarkan analisis teori X-bar.
c. Memperkaya hasil penelitian sintaksis yang memakai pendekatan
generatif.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai sumber data bagi peneliti lain yang mengkaji sintaksis bahasa
teori X-bar.
b. Sebagai bahan untuk pembelajaran frasa verba dengan menggunakan
teori X-bar.
c. Sebagai bahan perbandingan untuk pembelajaran frasa verba dalam
Bahasa Indonesia dengan novel Sebuah Lorong di Kotaku dalam kajian
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep Frasa Verba
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar
bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,
2001:117). Frasa adalah unsur sintaksis yang terkecil. Menurut Keraf, frasa adalah
suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan.
Kesatuan ini menimbulkan makna baru yang sebelumnya tidak ada. Salah satu jenis
frasa yang dikemukakan adalah frasa verba (FV). Menurut Radford, frasa adalah
suatu konstruksi yang dibentuk dengan atau tanpa atribut sebagai pendamping dan
memiliki inti leksikal. Kategori leksikal adalah kategori kata yang menentukan
kategori frasa.
Frasa lazim didefenisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan
kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi
salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Abdul Chaer, 1994 : 222).
Secara struktural, frasa dikaji berdasarkan ciri-ciri formal yang ada, misalnya
dalam menentukan kelas kata, untuk menyatakan kata kerja harus berdistribusi
dengan frasa “dengan” dan kata sifat adalah kata yang dapat didahului oleh kata
“sangat” atau kata “paling” (Chaer, 1994 : 360). Secara generatif menurut (Radford,
1998 : 86) mengatakan bahwa dengan atau tanpa pendamping sebuah kata dapat
menjadi sebuah frasa sebab frasa yang belum dimodifikasi memiliki distribusi dan
frasa verba (FV). Frasa verba adalah frasa yang memiliki fungsi sama dengan kata
kerja biasanya menjadi predikat dalam kalimat.
Misalnya :
1. Ibu sedang memasak di dapur.
2. Semua siswa harus mengikuti upacara di lapangan.
Dalam contoh (1) dan (2) di atas yang menjadi frase verba dalam kalimat di atas yaitu
(1) sedang memasak, (2) harus mengikuti.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori X-Bar
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan
kenyataan yang ada baik di lapangan maupun kepustakaan. Landasan teori juga bermanfaat
untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahas pembahasan
hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan teori X-bar. Mulyadi (1998 ) mengatakan bahwa
menurut Chomsky teori X-bar bersifat universal, artinya bahwa teori ini dapat digunakan
untuk menganalisis struktur frasa bahasa-bahasa di dunia meskipun bahasa-bahasa itu
bersusunan SVO, SOV, dan sebagainya. Teori X-bar merupakan bagian dari transformasi
generatif . Pada mulanya, teori ini digunakan untuk menjawab dua permasalahan yang
dihadapi oleh kaidah struktur sintaksis dan kaidah struktur frasa. Permasalahan pertama,
kaidah struktur sintaksis dan kaidah struktur frasa hanya dapat diterapkan pada jenis proyeksi
tertentu. Permasalahan kedua, kaidah struktur sintaksis dan kaidah struktur frasa terkesan
terlalu luas sehingga perlu adanya pembatasan. Kemudian teori ini diterapkan pada tataran
frasa (dengan symbol X”) dan kategori antara (intermediate category), yakni kategori yang
lebih besar dari kata, tetapi lebih kecil dari frasa ( simnbol X’) yang menjadi dasar
Teori X-bar semua frasa dijelaskan dengan satu inti leksikal. Inti merupakan
pemarkah bagi ciri kategorinya. Setiap inti proyeksi yang ditandai (X’) merupakan simpul
akhir (terminal node) yang mendominasi kata dan dapat iteratif (berulang) (Haegemen, 1991
: 84). Inti yang dimaksudkan adalah inti dari FV adalah verba, inti dari FN adalah nomina,
inti dari FA adalah adjektiva, dan inti dari FNum adalah numeralia. Misalnya, membaca
merupakan inti verba pada frasa sedang membaca. Maka sedang membaca dikatakan FV.
Selanjutnya, teori X-bar direpresentasikan pada diagram pohon (disebut juga tataran
sintaksis). Pada tataran ini sebuah kategori leksikal seperti verba, nomina, adjektifa, atau
numeralia (dalam hal ini disimbolkan dengan X), dibentuk oleh komplemen, keterangan, dan
specifier. Komplemen berkombinasi dengan X membentuk proyeksi X-bar (X’), keterangan
berkombinasi dengan X-bar (X’) membentuk proyeksi X-bar lebih tinggi (X’) dan specifier
berkombinasi dengan X-bar lebih tinggi membentuk proyeksi maksimal frasa X. Jadi,
proyeksi X merupakan kategori bar (X’) dan proyeksi maksimal dari kategori X adalah frasa
dengan bar tertinggi (X” atau FX)
2.2.2 Kaidah Struktur Frasa Verba
Kaidah struktur frasa verba (FV) dalam teori X-bar berhubungan dengan tiga fungsi
gramatikal, yaitu komplemen (komp), keterangan (ket), dan specifier (spec). Komplemen
adalah argumen internal yang posisinya dibawahi langsung oleh V-bar (V’). Keterangan juga
terletak di bawah V-bar tetapi tatarannya berbeda. Specifier sebagai satuan argumen yang
dibawahi langsung oleh V-bar ganda (V”). Maka hubungan ketiganya adalah sebagai berikut
:
Komplemen memperluas V menjadi V-bar
Specifier memperluas V-bar menjadi V-bar ganda (FV)
Menurut Haegemen (1992:32) konstituen keterangan dalam struktur frasa bersifat
opsional (tidak wajib), sedangkan komplemen bersifat wajib. Specifier merupakan pewatas
yang bersifat opsional karena dapat terletak di awal atau di akhir frasa. Pada posisi awal
specifier berfungsi menerangkan frasa yang di depannya dan pada posisi akhir berfungsi
menutup frasa.
Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa inti leksikal V bersama dengan koplemen
membentuk konstituen V-bar. Apabila keterangan hadir pada FV, maka keterangan itu
bersama V-bar akan membentuk konstituen V-bar berikutnya.
Adapun contoh kaidah struktur frasa verba (FV) dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku
adalah sebagai berikut :
Contoh : Kami [berangkat pada pagi hari sekali.] ( halaman 67)
FV”
FV’ spec
V’ FP
V P FN
berangkat pada pagi hari sekali
Frasa verba mendominasi V’, dan inti leksikalnya tidak bercabang. Frasa verba dapat
opsional / sifatnya tidak wajib, karena meskipun frasa sekali dilesapkan, kaliamat berangkat
pada pagi hari masih gramatikal.
2.2.3 Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat yang sudah dipelajari atau
diselidiki (KBBI, 2005:1198). Pustaka adalah kitab, buku, atau buku primbon (KBBI,
2005:912). Menurut Chaer (1994) frasa juga didefenisikan sebagai satuan gramatikal yang
berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif, yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di
dalam kalimat.
Haegemen (1992:95) dalam Introduction to Government ang Binding Theory
mengatakan bahwa semua frasa dalam teori X-bar didominasi oleh sebuah inti leksikal. Inti
adalah simpul akhir (terminal node) yang mendominasi kata. Inti merupakan pemarkah bagi
ciri kategorinya. FV, misalnya didominasi oleh V (verba) sebagai inti. Menurut Mulyadi
(2002) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul Frasa Preposisi Bahasa Indonesia: Analisis
X-bar menjelaskan bahwa dalam teori X-bar, semua frasa memiliki sebuah inti leksikal. Inti
adalah simpul akhir yang mendominasi kata.
Titin Sri Wahyuni (2004) dalam skripsinya Frasa Numeralia Bahasa Indonesia:
Analisis Teori X-bar menjelaskan struktur internal FNum Bahasa Indonesia dibentuk oleh
komplemen, keterangan, dan specifier. Posisi komplemen dalam FNum dalam Bahasa
Indonesia selalu mengikuti inti leksikal. Dalam struktur FNum Bahasa Indonesia, specifier
terjadi berulang, sehingga dalam skema X-bar ada dua proyeksi yang dibentuknya.
Nova Sabar Menanti Situmorang (2007) dalam skripsinya Frasa Nomina Bahasa
Batak Toba: Analisis Teori X-bar menjabarkan empat belas struktur kaidah FN bahasa Batak
Toba yang dapat dibentuk oleh nomina sebagai inti leksikal. FN dalam bahasa Batak Toba
dapat dibentuk dengan adanya perilaku komplemen (komp), keterangan (ket), dan specifier
Asmira Rahma Sari Lubis (2007) dalam skripsinya Struktur Frasa Numeralia dalam
Bahasa Pesisir Sibolga : Analisis Teori X-bar menjabarkan lima belas struktur kaidah FNum
bahasa Pesisir Sibolga yang dapat dibentuk oleh numeralia sebagai inti leksikal. Frasa
numeralia dalam bahasa Pesisir Sibolga dapat dibentuk dengan adanya perilaku komplemen
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan.
3.1.1 Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data tulis. Untuk mendapatkan
data tulis diperlukan studi pustaka, yaitu dengan mencari buku yang menjadi sumber data
(Nazir, 1998:111).
Dalam penelitian ini data tulis bersumber dari novel Sebuah Lorong di Kotaku yang
ditulis oleh NH.Dini. Novel ini menggunakan bahasa Indonesia yang terdiri atas 105
halaman dan ditulis pada tahun 2002.
3.1.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data digunakan metode simak, yaitu menyimak penggunaan
bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode ini dilakukan dengan menyimak frasa verba (FV)
bahasa Indonesia dengan membaca novel Sebuah Lorong di Kotaku. Setelah menemukan FV
kemudian dilanjutkan dengan teknik catat. Teknik catat yaitu dengan mencatat data-data FV
yang telah ditemukan pada novel tersebut. Data-data FV kemudian diklasifikasikan menurut
inti leksikalnya.
3.1.3 Metode dan Teknik Analisis Data
Setiap penelitian memerlukan sejumlah data untuk dianalisis. Pada tahap analisis data
digunakan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dan teknik
Teknik bagi unsur langsung adalah membagi satuan lingual data menjadi beberapa
bagian atau unsur yang daya baginya bersifat intuitif. Contohnya terlihat pada kalimat berikut
:
(1) Air [telah mengurang dari pagi tadi]. Catatan : data (1) halaman 25.
FV”
Teknik lesap digunakan dengan melesapkan unsur tertentu untuk mengetahui kadar
keintian unsur yang dilesapkan. Unsur yang dilesapkan adalah unsur yang menjadi pokok
perhatian dalam proses analisis. Misalnya pada frasa telah mengurang, unsur inti adalah
mengurang. Bila unsur ini dilesapkan menjadi telah, bentuknya menjadi tidak gramatikal.
Namun, bila yang dilesapkan adalah telah, maka kata mengurang masih gramatikal karena
kata mengurang merupakan inti dari unsur tersebut.
Teknik ganti digunakan untuk mengganti satuan lingual yang menjadi pokok
perhatian dengan satuan lingual pengganti. Misalnya : verba menaikkan sepeda (halaman 45).
Apabila verba sepeda diganti dengan mobil, maka bentuk yang dihasilkan masih berterima
atau gramatikal.
FV”
FV’ Spec
V’ FP
P FN
V FN
menaikkan sepeda ke dalam kendaraan berkuda itu.
Teknik balik digunakan dengan membalik unsur satuan lingual data. Misalnya, pada
frasa berjalan menuju (halaman 73). Frasa verba tersebut bila salah satu unsurnya dibalikkan,
maka hasilnya tidak gramatikal, yaitu menuju berjalan. Frasa verba seperti ini tidak diterima
secara sintaksis maupun semantik dalam Bahasa Indonesia.
Contoh : (3) Ayah [berjalan menuju rumah tua itu.]
FV”
FV’ FP
V P’ FN
P N spec
3.1.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian data dilakukan dengan menggunakan dua metode, yakni metode
informal dan metode formal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata
biasa, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang
(Sudaryanto, 1993:145). Penyajian secara formal tampak dalam penggambaran hierarki
struktural dari frasa verba bahasa Indonesia. Struktur tersebut digambarkan dengan
menggunakan diagram pohon yang merupakan salah satu ciri dari sintaksis generatif yang
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Perilaku Fungsi Gramatikal dalam Membentuk Strukur Frasa Verba Dalam Novel
Sebuah Lorong di Kotaku
4.1.1 Komplemen (Komp)
Komplemen adalah pemerlengkap yang berfungsi untuk melengkapi sebuah kata
dalam pembentukan frasa verba (FN). Dalam bahasa Indonesia komplemen yang sering
melengkapi frasa verba (FV) adalah frasa nomina (FN), frasa preposisi (FP), dan aspek (asp).
Komplemen merupakan realisasi dari kategori leksikal yang kehadirannya bersifat wajib.
Artinya, apabila komplemen tidak hadir maka struktur yang terbentuk menjadi tidak
gramatikal. Komplemen berfungsi sebagai pelengkap sebuah kata dalam pembentukan
sebuah frasa. Komplemen dalam frasa verba (FV) bahasa Indonesia dapat terletak di sebelah
kanan maupun sebelah kiri inti leksikal. Frasa verba (FV) bahasa Indonesia yang
komplemennya berupa aspek biasanya berada di sebelah kiri inti leksikal atau sebelum
kategori leksikal. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut :
(4a) Kami [bergumul di atas pasir sungai.] (halaman 47)
(4b) Kami [dipanggil nenek buat makan.] (halaman 54)
Pada (4a dan 4b), FV bergumul di atas pasir sungai dan dipanggil nenek buat makan
mempunyai inti leksikal bergumul dan dipanggil. Kedua elemen di atas dan nenek berfungsi
sebagai komplemen karena kedua elemen tersebut langsung dibawahi oleh inti leksikal.
Kedua elemen tersebut diperlukan inti leksikal untuk membentuk FV. Apabila komplemen
dan inti leksikal dipisahkan dan mengalami pelesapan, maka kalimat yang dihasilkan menjadi
tidak gramatikal atau tidak berterima. Pembuktiannya dapat terlihat pada (4c dan 4d) berikut :
(5b) Kami [dipanggil nenek buat makan.]
(5c) Kami [di bergumul atas pasir sungai.]
(5d) Kami [dipanggil buat makan.]
Frasa verba pada (4a) dapat direpsentasikan pada skema X-bar (6) berikut :
(6). FV V + FP
Kami bergumul di atas pasir sungai.
FV’
V’
V FP
P FN
bergumul di atas pasir sungai
Frasa verba pada (4b) dapat direpsentasikan pada skema X-bar (7) berikut :
(7) FV V + FN
FV’
(8a). Kami [duduk di atas amben] yang ada di samping meja makan. (halaman 74)
(8b). Seorang petani [membawa kiriman makanan] dari rumah. (halaman 68)
FV duduk di atas amben dan membawa kiriman makanan mempunyai inti leksikal
duduk dan membawa. Inti leksikal ini memperlihatkan verba yang memiliki dua tipe inti
leksikal, yaitu preposisi dan nomina. Elemen di atas dan kiriman makanan merupakan
kategori verba yang mempunyai fungsi sebagai komplemen. Kedua elemen ini sangat
diperlukan oleh inti leksikal untuk membentuk FV. Jika elemen tersebut dilesapkan atau
dipindah letaknya, maka konstruksi yang dihasilkan menjadi tidak gramatikal.
(8c). Kami duduk’ yang ada di samping meja makan. (halaman 74)
(8d). Seorang petani membawa’ dari rumah. (halaman 68)
(8e). Kami di atas duduk amben’ yang ada di samping meja makan. (halaman 74)
(8f). Seorang petani kiriman makanan membawa’ dari rumah. (halaman 68)
Apabila struktur frasa verba pada kalimat (8a) diaplikasikan ke dalam skema diagram
pohon, maka hasilnya akan terlihat seperti berikut :
(9) FV V + FP
FV
V’
V FP
duduk di atas amben
Apabila struktur frasa verba pada kalimat (8b) diaplikasikan ke dalam skema diagram
pohon, maka hasilnya akan terlihat seperti berikut :
(10) FV V + FN
Seorang petani [membawa kiriman makanan dari rumah.] (halaman 68)
FV’
FV
V’ FP
V FN
4.1.2 Keterangan (Ket)
Keterangan (Ket) adalah atribut pendamping yang posisinya juga dibawahi oleh
proyeksi maksimal tetapi tatarannya berbeda dengan komplemen. Keterangan berfungsi
untuk menerangkan kata kerja yang terdapat dalam frasa verba Bahasa Indonesia. Keterangan
yang dimaksud dapat berkategorikan nomina, preposisi, aspek, dan klausa. Letak keterangan
dapat berada di sebelah kanan maupun di sebelah kiri inti leksikal.
Keterangan dalam frasa verba (FV) dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku bersifat
opsional, karena kehadirannya dalam pembentukan struktur frasa verba tidak wajib. Artinya
meskipun elemen ini dilesapkan maupun dipindahkan letak strukturnya, frasa yang terbentuk
masih gramatikal dan kalimat yang dihasilkan masih berterima dalam tataran sintaksis
Bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada contoh-contoh berikut :
(11) Ayah [telah memberi] petunjuk kepada saudara-saudaraku. (halaman 33)
Pada (11) FV telah memberi memiliki inti leksikal memberi dan elemen aspek telah sebagai
keterangan. Apabila elemen telah dilesapkan, maka kalimat yang dihasilkan masih dapat
berterima sebab inti leksikal memberi dapat berdiri sendiri seperti pada contoh berikut
a. Ayah memberi’ petunjuk kepada saudara-saudaraku. (halaman 33)
Namun, apabila inti leksikal memberi yang dilesapkan, maka kalimat yang dihasilkan
menjadi tidak gramatikal sebab elemen keterangan tidak dapat berdiri sendiri. Hal
tersebut dapat dilihat pada contoh berikut
b. Ayah telah petunjuk kepada saudara-saudaraku. (halaman 33)
Keterangan sebagai atribut dalam sebuah frasa pada kalimat di atas tidak dapat
dari hasil pelesapan itu, dapat disimpulkan bahwa keterangan dapat dihilangkan
(bersifat tidak wajib).
Pada struktur frasa (12) sama halnya seperti struktur frasa (11) bahwa inti leksikal
tidak dapat dilesapkan, sedangkan elemen keterangan yang mendampingi inti leksikal Bahasa
Indonesia dapat dilesapkan, hanya saja peneliti ingin menunjukkan bahwa keterangan yang
mendampingi inti leksikal Bahasa Indonesia bukan hanya berkategorikan aspek melainkan
dapat juga berupa nomina seperti pada contoh berikut :
(12) Aku [membawa hasil anyaman dari kertas-kertas berwarna]. (halaman 56)
Inti leksikal pada (12) membawa tetap dapat berdiri sendiri dan menghasilkan kalimat yang
gramatikal walaupun elemen hasil dilesapkan. Hal itu terbukti pada contoh di bawah ini :
a. Aku membawa anyaman dari kertas-kertas berwarna. (halaman 56)
Namun, apabila frasa verba membawa hasil anyaman dipindah letakkan maka kalimat
yang dihasilkan tetap gramatikal dan masih dapat berterima, namun kalimat yang terbentuk
memiliki makna baru.
b. Aku membawa anyaman hasil dari kertas-kertas berwarna.
Berdasarkan analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi keterangan dalam
mendampingi FV Bahasa Indonesia bersifat opsional (tidak wajib). Artinya, tanpa kehadiran
konstruksi kalimat yang dihasilkan tetap gramatikal.
Contoh-contoh kalimat di atas direpresentasikan ke dalam skema X-bar sebagai berikut :
(13) FV asp + V
FV
V’
asp V
telah memberi
(14) FV FV + FN
Aku membawa hasil anyaman dari kertas-kertas berwarna. (halaman 56)
FV
V’
V FN
N N
membawa hasil anyaman
Selain kategori aspek dan nomina, frasa verba (FV) Bahasa Indonesia dapat
juga diikuti oleh atribut keterangan berupa preposisi. Seperti pada contoh berikut :
(15) Meo [menghilang dari rumah selama dua hari.] (halaman 101)
Apabila frasa verba (FV) pada kalimat (15) diaplikasikan ke dalam skema X-bar atau
diagram pohon, maka hasilnya akan terlihat seperti berikut :
Meo menghilang dari rumah selama dua hari. (halaman 101)
FV
V’
V FP’
P’
P N FP
menghilang dari rumah selama 2 hari
Keterangan pada frasa verba Bahasa Indonesia dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku
(16) berkategorikan frasa preposisi (FP) yang letaknya berada di akhir frasa verba atau
terletak di sebelah kanan inti leksikal. FP dari rumah berfungsi sebagai komplemen berada
langsung di sebelah kanan inti leksikal menghilang. FP selama 2 hari berfungsi sebagai
keterangan dan berada di sebelah kana inti leksikal. Struktur FV ini masih sesuai dengan
struktur sintaksis Bahasa Indonesia dan hal ini juga tidak bertentangan dengan teori X-bar.
4.1.3 Specifier (Spec)
Specifier adalah satuan argumen eksternal yang dibawahi langsung oleh V” (verba
ganda) atau frasa X dan mengakibatkan proyeksi maksimal dalam tataran sintaksis atau
skema X-bar. Kategori ini merupakan proyeksi akhir pada sebuah frasa, pemerkuat objek
yang ditegaskan pada frasa X. Posisi specifier bersifat opsional artinya dapat terletak di awal
frasa (sebelah kiri inti leksikal) maupun di akhir frasa (sebelah kanan inti leksikal). Pada
akhir specifier berfungsi menutup frasa. Berikut contoh frasa verba Bahasa Indonesia dalam
novel Sebuah Lorong di Kotaku yang memproyeksikan specifier (Spec).
(17) Rumah [itu meminggir ke sebelah kiri.] (halaman 72)
Pada (17) FV itu meminggir dibentuk oleh inti leksikal meminggir kemudian di sebelah kiri
inti leksikal hadir kategori berupa pronominal itu yang berfungsi sebagai specifier. Specifier
hadir sebelum inti leksikal yang berfungsi membuka frasa. Jika diaplikasikan ke dalam teori
X-bar, maka akan dihasilkan skema berikut :
(18) FV Spec + V + FP
Rumah itu meminggir ke sebelah kiri. (halaman 72)
FV
Spec V’
V FP
Itu meminggir ke sebelah kiri
Pada (18) FV itu memingggir dibentuk oleh inti leksikal meminggir yang sebelumya
didahului oleh kategori specifier berupa pronomina itu di sebelah kiri inti leksikal. Kemudian
kategori specifier berupa pronomina itu juga hadir di sebelah kanan inti leksikal. Specifier ini
juga muncul sebagai proyeksi akhir yang berfungsi menutup frasa.
Hal ini dapat kita liat pada contoh berikut :
(19b) FV FV + Spec
FV
V’ Spec
V N
menangkap ikan itu
4.2 Kaidah Struktur Frasa Verba Dalam Novel Sebuah Lorong di Kotaku
4.2.1 FV Inti
(20) Saya [menunggu] paman. (halaman 58)
(21) FV
V’
V
Frasa verba di atas adalah frasa yang langsung membawahi inti leksikalnya atau
dengan kata lain frasa tersebut mendominasi V’ (V-bar) dan kategori leksikalnya tidak
bercabang. Artinya, frasa verba dapat langsung menurunkan verba ganda tanpa memiliki
komplemen, keterangan, dan specifier. Kalimat di atas memiliki frasa verba menunggu
paman. Inti dari FV tersebut adalah menunggu. Kata menunggu pada kalimat tersebut juga
merupakan sebuah frasa verba (FV) meskipun tidak diikuti oleh atribut paman, karena
kalimat yang dihasilkan tetap gramatikal yaitu saya menunggu.
.4.2.2 FN Inti + Komp
(22) Aku [menahan nafas.] (halaman 63)
(23) FV
V’
V N
menahan nafas
Strukutur frasa verba (23) dibentuk oleh inti leksikal menahan dan komplemen nafas.
Keterangan dan specifier tidak hadir dalam struktur frasa ini sehingga simpul V’ (V-bar
tunggal) tidak bersifat iteratif (berulang). Selanjutnya proyeksi maksimal FV tidak bercabang
4.2.3 FV Inti + Komp + Ket
(24) Ibu [berjalan mengikuti rombongan.] (halaman 91)
(25) FV’
V’
V FV
V N
berjalan mengikuti rombongan
Pada skema di atas struktur frasa nya melibatkan dua konstituen V’. Konstituen V’
terendah mendominasi sebuah inti leksikal berjalan dan komplemen mengikuti berada
langsung di sebelah kanan inti leksikal. Nomina rombongan sebagai keterangan berada di
sebelah kanan inti leksikal. Dalam struktur FV tersebut proyeksi maksimalnya tidak
bercabang.
4.2.4 FV Asp + Inti + Komp
(26) Kami [sudah membawa makanan kami sendiri.] (halaman 93)
Representasi struktur frasanya adalah sebagai berikut :
(27) FV’
V’
V FN
sudah membawa makanan kami
Aspek perfektum sudah mendampingi langsung FV dan sebagai proyeksi maksimal,
menjelaskan bahwa yang berfungsi sebagai keterangan, sedangkan FN makanan kami
berfungsi sebagai komplemen yang berada di sebelah kanan inti leksikal membawa.
4.2.5 FV Inti + Spec
(28) Nenekmu [senang sekali kepadamu.] (halaman 59)
Representasi struktur frasanya adalah sebagai berikut :
(29) FV
V’ spec
V
senang sekali
Frasa di atas inti leksikal hanya didampingi oleh specifier. Komplemen dan keterangan tidak
muncul dalam kaidah strukutur frasa di atas. Frasa verba sebagai proyeksi tertinggi
4.2.6 FV Ket + Inti + Komp
(30) Mereka [telah berada di dalam air.] (halaman 25)
(31) FV
asp V’
V FP
P FN
telah berada di dalam air
Aspek perfektum telah berfungsi sebagai keterangan dan berada langsung di sebelah
kiiri inti leksikal. FP di dalam air berfungsi sebagai komplemen dan letaknya berada di
sebelah kanan inti leksikal berada. Struktur ini sangat sesuai dengan struktur bahasa
Indonesia.
4.2.7 FV Inti + Komp + Ket
(32) Seorang wanita [berdiri di depan membawa sebuah buku.] (halaman 88)
V’
V’ FV
V FP V FN
N N
berdiri di depan membawa sebuah buku
Dari skema di atas, struktur FV di atas inti leksikal berdiri dengan komplemen di
depan di dominasi langsung oleh V’. Komplemen terletak di sebelah kanan inti leksikal dan
tidak dihadiri oleh specifier. Frasa verba dalam kalimat di atas bersifat iteratif.
4.2.8 FV Ket + Inti + Ket
(34) Ibuku [telah berjalan di atas ubin beratap.] (halaman 56)
(35) FV
FV
asp V’ FP
V P FP
telah berjalan di atas ubin beratap
Frasa verba pada skema di atas memiliki inti leksikal berjalan. Struktur FV dijelaskan
bahwa inti leksikal berjalan berdampingan dengan komplemen FV di atas ubin beratap dan
keterangan telah yang merupakan aspek perfektum. Pada Bahasa Indonesia, keterangan dapat
mengapit inti leksikal sebagai atribut yang mendampinginya.
4.2.9 FV Inti + Komp + Spec
(36) Paman [lebih jauh membawa kami.] (halaman 66)
(37) FV
spec FV
FA FV
A’ V’ FN
A V N
lebih jauh membawa kami
Pada skema di atas specifier muncul sebagai proyeksi maksimal di awal yang
berfungsi membuka frasa. Keterangan jauh diisi oleh adjektiva dalam kaidah struktur ini,
komplemen diisi oleh FN kami sehinggan inti leksikal membawa diapit oleh keterangan di
sebelah kiri dan komplemen di sebelah kanan inti leksikal.
4.2.10 FV Spec + Inti + Ket + Spec
(39) FV
FV
Spec V’ Spec
V FN
itu menunjukkan pokok pikiran sesungguhnya
Frasa verba pada skema di atas memiliki inti leksikal menunjukkan. Specifier
diturunkan langsung dari proyeksi maksimal yang terletak di sebelah kiri inti leksikalnya.
Specifier bersifat iteratif karena hadir dua kali dalam membentuk struktur frasa. Specifier
dapat berada di depan dan di belakang inti leksikal. Keterangan pokok pikiran hadir di
sebelah kanan setelah inti leksikal.
4.2.11 FV Inti + Komp + Spec
(40) Ibuku [menerangkan semua itu.] (halaman 86)
(41) FV
FV
V N Spec
menerangkan semua itu
Dalam frasa verba Bahasa Indonesia , inti harus didampingi oleh komplemen sebagai
atributnya. Pada skema (41) di atas inti leksikal didampingi specifier dan komplemen sebagai
elemen yang membentuk frasa tersebut. Struktur FV dalam bagan ini menunjukkan hadirnya
sebuah kategori komplemen dan specifier. Pada (41) komplemen verba adalah semua dan
specifier itu. Elemen ini membentuk proyeksi maksimal.
4.2.12 FV Spec + Inti + Komp + Ket
(42) [Sekali lagi menunjukkan betapa hebat mereka.] (halaman 89)
Representasi struktur frasanya adalah sebagai berikut :
(43) FV
Spec V’
V FP
Sekali lagi menunjukkaan betapa hebat mereka
Pada contoh kaidah struktur FV Bahasa Indonesia di atas inti leksikal didampingi oleh
ketiga fungsi gramatikal sekaligus, yaitu komplemen, keterangan, dan specifier. Dalam hal
ini, betapa adalah komplemen, hebat adalah keterangan, dan sekali merupakan specifier.
Kalimat ‘Sekali lagi itu menunjukkan betapa hebat mereka’ merupakan kalimat yang
lengkap karena mempunyai inti, komplemen, keterangan, dan specifier sekaligus dalam satu
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Struktur internal frasa verba Bahasa Indonesia dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku
dibentuk oleh ketiga fungsi gramatikal, yaitu komplemen, keterangan, dan specifier. Struktur
mendasar FV adalah verba plus komplemen dan keterangan yang berkategori nomina,
preposisi dan aspek. Dalam Bahasa Indonesia komplemen, keterangan, dan specifier dapat
terletak di awal frasa (di sebelah kiri inti leksikal) dan juga di akhir frasa (di sebelah kanan
inti leksikal). Keterangan bersifat iteratif karena dapat hadir lebih dari satu kali dalam
membentuk skema X-bar frasa verba.
Kaidah struktur frasa verba yang terbentuk dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku ada
5.2 Saran
Sejauh yang diketahui, pengujian frasa verba dengan menggunakan teori X-bar masih
sedikit yang meneliti, karena itu disarankan kepada peneliti-peneliti lain untuk meneliti frasa
verba dengan menggunakan teori X-bar pada bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia
agar diperoleh manfaat yang besar dalam upaya pengembangan kajian sintaksis Bahasa
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2006. Tatabahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Haegemen, Liliane. 1992. Introduction to Government and Binding Theory.Oxford:
Blackwell.
Keraf, Gorys. 1984. Tatabahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas kata dalam bahasa Indonesia (Edisi Ketiga).
Jakarta:Gramedia Pustaka.
Mulyadi. 2002. “Frase Preposisi Bahasa Indonesia: Analisis Teori X-bar”. Studi Kultura, 1
: 62- 74.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Radford, Andrew. 1988. Transformational Grammar. Cambridge: Cambridge University
Press.
Ramlan, M. 1985. Sintaksis (Edisi Keenam). Yogyakarta: Karyono.
Samsuri. 1985. Analisis Bahasa. Jakarta: Airlangga.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
SKRIPSI
Lubis, Asmira Rahma Sari. 2007. “Struktur Frasa Numeralia dalam Bahasa Pesisir
Sibolga: Analisis Teori X-bar.” (skripsi). Medan: Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
Siagian, July Fernando. 2003. “Struktur Frasa Adjektiva dalam Bahasa Batak Toba:
Analisis Teori X-bar.” (skripsi). Medan: Fakultas Sastra USU.
Situmorang, Nova Sabar Menanti. 2007. “Frasa Nomina Bahasa Batak Toba: Analisis
Teori X-bar.” (skripsi). Medan: Fakultas Sastra USU.
Torong, Sri Wahyuni. 1999. “Frasa Adjektiva Bahasa Karo: Analisis Teori X-bar.”
(skripsi). Medan: Fakultas Sastra USU.
Wahyuni, Titin Sri. 2004. “Frasa Numeralia Bahasa Indonesia: Analisis Teori X-bar.”