FRASA NOMINA BAHASA BATAK TOBA :
ANALISIS TEORI X-BAR
SKRIPSI
Oleh
NOVA SABAR MENANTI SITUMORANG
NIM 070701021
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FRASA NOMINA BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS TEORI X-BAR
Oleh
NOVA SABAR MENANTI SITUMORANG NIM 070701021
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra
dan telah disetujui oleh
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Gustianingsih, M.Hum. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum,
NIP 19640828 198903 2 001 NIP 19600725 198601 1 002
Departemen Sastra Indonesia
Ketua,
Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, November 2010 Penulis
FRASA NOMINA BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS TEORI X-BAR
Nova Sabar Menanti Situmorang
FAKULTAS SASTRA USU ABSTRAK
Penelitian ini mencoba mendeskripsikan perilaku tiga fungsi gramatikal pada teori X-bar dalam membentuk struktur FN Bahasa Batak Toba. Di samping itu, mencoba mencari rumusan kaidah struktur FN Bahasa Batak Toba. Untuk itu, akan digunakan teori X-bar yang merupakan bagian dari Tata Bahasa Generatif. Dalam pengumpulan data digunakan studi pustaka yang dibantu dengan teknik catat. Pada pengkajian data digunakan metode padan refrensial dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan hal pokok; dan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik. Disimpulkan bahwa struktur internal frasa nomina Bahasa Batak Toba dibentuk oleh komplemen, keterangan, dan specifier. Kaidah struktur FN dalam Bahasa Batak Toba berjumlah 14 kaidah, yaitu: FN → inti, FN → inti + Spec, FN → inti + Komp, FN → inti + Komp+ Spec, FN → inti + Ket + Komp, FN → inti + Ket + Spec,
FN → inti + Komp + Ket, FN → inti + Ket + Komp, FN → inti + Komp + Ket + Spec, FN → Ket + inti, FN → Ket + inti + Spec, FN → Ket + inti + Ket, FN → Ket + inti + Komp + Spec, dan FN → Spec + inti + Komp.
PRAKATA
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini berjudul “Frasa Nomina Bahasa Batak Toba: Analisis Teori X-bar”
ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sastra di
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, baik berupa dorongan, nasehat, dan petunjuk praktis. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Sastra USU.
2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai Ketua Departemen Sastra
Indonesia Fakultas Sastra USU, sekaligus sebagai dosen wali yang telah
memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan selama penulis kuliah
hingga penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Sastra
Indonesia Fakultas Sastra USU.
4. Ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum., sebagai pembimbing I. Terima kasih atas
kesabaran dan kesediaan ibu dalam meluangkan waktu untuk membimbing
saya serta telah memberikan banyak sumbangan pikiran dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai pembimbing II. Terima kasih
membimbing saya serta telah memberikan banyak sumbangan pikiran dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin, M.Si., yang selalu bersedia menjawab
pertanyaan-pertanyaan penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Sastra USU, khususnya Staf
Pengajar Departemen Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai
materi perkuliahan selama penulis mengikuti perkuliahan.
8. Kak Dede yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan
administrasi di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU.
9. Teman-teman Mahasiswa Sastra Indonesia Stambuk ’07, Haseprinta, Eva,
Risma, Karolina, Ulfa, Lisa, Irma Sofia, Nurlela, Imel ‘Kocik’, Aci, Hendra,
Irene, Asmira, Semmi, Novel, Widi, Rina, Erni, Lutfi, Yuni, dan banyak lagi
yang namanya tidak dapat dicantumkan satu per satu. Teman-teman stambuk
’07, pertemanan yang penuh dengan suka dan duka antara kita selama
perkuliahan, sehingga kampus tak lagi menjadi tempat yang membosankan,
namun menjadi tempat yang penuh dengan warna-warni.
10.Sahabat-sahabat kampusku terkasih, Mardiana ‘Bunga’, Eni ‘Enot’, Chandra
‘Gopal’, Cardo ‘Sang Gorat’, Jumadi, Reza ‘Ndut’, Naek ‘Iban’, Andi
‘Lindung’, Paidun, Tina, Sri, Ayu Lumongga, Ida, Irwan, Nico, Febri, Jupri,
dan banyak lagi yang namanya tidak dapat dicantumkan satu per satu. Terima
kasih buat kebersamaan yang pernah ada di antara kita.
11.Senior-junior Sastra Indonesia, Kak Fitri Ndut ’06, Kak Nelly ’06, Kak Lina
’06, dan semua kakak-abang stambuk ’04-‘06 serta adik-adik stambuk ’08-’09
yang selama perkuliahan banyak memberi motivasi, masukan, dan kenangan
kepada penulis.
Penulis juga sangat berterima kasih pada keluarga yang memotivasi penulis
selama kuliah hingga proses penyelesaian skripsi ini.
1. Ayahanda T. Situmorang dan Ibunda M. boru Sianipar yang sangat penulis
sayangi dan kasihi, yang dengan sabar mengasuh, menasehati, dan memberi
perhatian, baik moral maupun material serta doa yang selalu mengiringi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Kak Feby beserta abang R. Marpaung, terima kasih atas doa, dorongan, dan
dukungannya selama penulis kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.
3. Keluarga Besar Situmorang, yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
nasehat, dan dorongan dalam segala hal kepada penulis sampai saat ini.
4. Keluarga Besar Sianipar, yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan
motivasi bagi penulis sejak kecil hingga saat ini.
5. Sahabat-sahabat sejatiku, Ester, Friska, Valen, Yanti, Riana, Juwita, Tara,
Elvi, dan Juniaty. Terima kasih karena selalu ada menemani penulis baik
dalam suka maupun duka, serta selalu menolong penulis saat penulis sedang
berada dalam kesusahan.
6. Terkhusus buat Walder Libra Sihite. Kebersamaan yang indah dan tak pernah
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, walaupun
telah berusaha menyajikan yang terbaik. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca mengenai Sintaksis Generatif.
Medan, November 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB II : KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA…. 7
2.1 Konsep………… ……….…….. 7
2.2 Landasan Teori………... 8
2.2.1 Teori X-bar………. 8
2.2.2 Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba…….…….…. 12
2.3 Tinjauan Pustaka……….…... 13
BAB III : METODE PENELITIAN………..… 16
3.1 Metode Penelitian……….……..….. 16
3.1.1 Sumber Data………...………... 17
3.1.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………….….….. 17
3.1.3 Metode dan Teknik Analisis Data…….….………... 18
3.1.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data……... 22
BAB IV : PEMBAHASAN……….….… 25
4.1 Perilaku Fungsi Gramatikal Dalam Membentuk Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba………..… 25
4.1.2 Keterangan (Ket)……….. 28
4.1.3 Specifier (Spec)……….... 31
4.2 Kaidah Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba………....… 33
4.2.1 FN → inti………...…. 33
4.2.2 FN → inti + Spec…………..…….……….…... 34
4.2.3 FN → inti + Komp …………..…….……….…... 34
4.2.4 FN → inti + Komp + Spec…..………..…... 36
4.2.5 FN → inti + Ket…………....…….………..….... 37
4.2.6 FN → inti + Ket + Komp …..………..…... 38
4.2.7 FN → inti + Ket + Spec………... 39
4.2.8 FN → inti + Komp + Ket………..…..… 41
4.2.9 FN → inti + Komp + Ket + Spec……….. .….… 42
4.2.10 FN → Ket + inti …….………..……….……... 44
4.2.11 FN → Ket + inti + Spec………. ………....…. 45
4.2.12 FN → Ket + inti + Ket………..……….…....….… 46
4.2.13 FN → Ket + inti + Komp + Spec……..………..…….... 48
4.2.14 FN → Spec + inti + Komp…….. ………...…. 50
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN………...….… 51
5.1 Simpulan……….……….… 51
5.2 Saran……….……….….. 52
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
Daftar Lambang
‘ bar/ palang
“ bar ganda/ bar tertinggi
→ mendominasi
[ ] batas konstituen pada frasa nomina
Daftar Singkatan
A adjektiva
Adv adverbia
FA frasa adjektiva
FN frasa nomina
FNum frasa numeralia
FP frasa preposisi
FV frasa verba
Ket keterangan
Komp komplemen
N nomina
P preposisi
Spec specifier
T topik ( kata tugas pada BBT )
FRASA NOMINA BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS TEORI X-BAR
Nova Sabar Menanti Situmorang
FAKULTAS SASTRA USU ABSTRAK
Penelitian ini mencoba mendeskripsikan perilaku tiga fungsi gramatikal pada teori X-bar dalam membentuk struktur FN Bahasa Batak Toba. Di samping itu, mencoba mencari rumusan kaidah struktur FN Bahasa Batak Toba. Untuk itu, akan digunakan teori X-bar yang merupakan bagian dari Tata Bahasa Generatif. Dalam pengumpulan data digunakan studi pustaka yang dibantu dengan teknik catat. Pada pengkajian data digunakan metode padan refrensial dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan hal pokok; dan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik. Disimpulkan bahwa struktur internal frasa nomina Bahasa Batak Toba dibentuk oleh komplemen, keterangan, dan specifier. Kaidah struktur FN dalam Bahasa Batak Toba berjumlah 14 kaidah, yaitu: FN → inti, FN → inti + Spec, FN → inti + Komp, FN → inti + Komp+ Spec, FN → inti + Ket + Komp, FN → inti + Ket + Spec,
FN → inti + Komp + Ket, FN → inti + Ket + Komp, FN → inti + Komp + Ket + Spec, FN → Ket + inti, FN → Ket + inti + Spec, FN → Ket + inti + Ket, FN → Ket + inti + Komp + Spec, dan FN → Spec + inti + Komp.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat, berupa lambang
bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf 1984 : 16). Bahasa juga
merupakan cermin pikiran.
Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan
dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia, sebagian
besar bangsa Indonesia mempelajari dan menggunakan bahasa daerah untuk
berinteraksi antaranggota masyarakat. Ucapan dan cara penyampaian ide-ide
dipengaruhi kebiasaan yang lazim digunakan oleh masyarakat itu. Bahasa daerah
tetap dipelihara oleh Negara sebagai bagian dari kebudayaan yang hidup. Bahasa
merupakan bagian dari kebudayaan yang universal dan mempunyai peranan penting.
Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang
masih digunakan oleh masyarakat pendukungnya dalam kehidupan berinteraksi
sehari-hari. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa pertama dalam komunikasi
sosial dari berbagai lapisan masyarakat Batak Toba. Dalam kajian sintaksis, Bahasa
Batak Toba biasanya dikaji hanya menyangkut struktur frasa dan klausa. Kajiannya
hampir tidak menyinggung kalimat. Tiga buku yang dengan jelas disebut sebagai
Tata Bahasa Batak Toba yakni Tobasche Spraakunst (1971) oleh Van der Tuuk, A
Grammar of The Urbanized Toba Batak of Medan (1981) oleh Percival, dan A
Buku berbahasa Batak Toba dipilih sebagai objek penelitian, seperti buku
cerita rakyat masyarakat Batak Toba dan buku cerita lain yang bahasanya merupakan
Bahasa Batak Toba. Hal ini dilakukan karena penulis memilih untuk melakukan
penelitian kepustakaan (Library Reseach). Alasan penulis memilih penelitian
kepustakaan karena Bahasa Batak Toba maupun bahasa-bahasa daerah lain saat ini
sudah banyak yang terpengaruh oleh bahasa asing maupun bahasa Indonesia. Apalagi
mayoritas masyarakat Indonesia saat ini sudah menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa sehari-hari dalam berinteraksi antaranggota masyarakat. Untuk itu,
penulis memilih melakukan penelitian kepustakaan dengan menjadikan buku
berbahasa Batak Toba sebagai objek penelitian.
Ramlan (1987: 120) memberi batasan bahwa frasa adalah satuan gramatikal
yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Sebagai suatu
fungsi, frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat
(Samsuri, 1985:93). Sebagai suatu bentuk, frasa adalah satuan gramatikal yang
berupa gabungan kata yang nonpredikat (Kridalaksana dkk., 1994:162).
Tata bahasa generatif adalah cabang linguistik teoretis yang bekerja untuk
menyediakan seperangkat aturan yang secara akurat dapat memprediksi kombinasi
kata yang mampu membuat tata bahasa kalimat yang benar. Studi tentang tata bahasa
generatif dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang filsuf Amerika yang juga seorang
penulis dan pengajar di bidang linguistik, Noam Chomsky. Sejarahnya, pada tahun
1931-1951, kajian linguistik pada saat itu diwarnai oleh aliran struktural, yang kita
kenal dengan nama Tata Bahasa Deskriptif. Dalam Tata Bahasa Deskriptif, tokoh
strukturalisme Amerika yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Boaz. Dalam
tata bahasa jenis ini, kajian yang dikembangkan adalah kajian linguistik yang
berhubungan dengan masalah-masalah praktis, dan langsung menjelaskan komponen
serta struktur bahasa tertentu berdasarkan realitas formalnya sebagai ujaran. Oleh
karena itu, model kajian semacam ini disebut dengan istilah Tata Bahasa Struktural.
Model kajian semacam ini sesuai dengan konsep pengembangan teori yang sedang
“menjamur” di Amerika Serikat, yaitu logika positivistisme. Bagi logika ini, sebuah
teori bisa dianggap benar atau salah, jika telah diujikan pada data kajian secara
konkrit. Pada tahun 1957, Chomsky mengenalkan gagasan barunya melalui sebuah
buku yang berjudul Syntactic Structure. Gagasan barunya yang tertuang dalam buku
itulah yang kemudian oleh para linguist disebut dengan Tata Bahasa Generatif
Transformasi.
Teori X-bar adalah salah satu bidang kajian Tata Bahasa Generatif
Transformasi. Teori ini pada awalnya diterapkan pada tataran frasa (dengan simbol
X”) dan kategori antara (intermediate category), yakni kategori yang lebih besar dari
kata, tetapi lebih kecil dari frasa (simbol X’). Dengan demikian, jelas bahwa teori
X-bar adalah teori tentang struktur frasa. Teori ini Teori X-X-bar bukanlah sesuatu yang
asing dalam literatur Bahasa Indonesia. Sebagai contoh, teori ini telah disinggung
oleh Silitonga (1990) yang membicarakan prinsip-prinsip umum dan prosedur
penerapan teori X-bar dalam sebuah bahasa. Mulyadi bahkan telah menerapkan teori
tersebut pada dua jenis frasa, yaitu frasa nomina Bahasa Indonesia (1998) dan pada
frasa preposisi Bahasa Indonesia (2002). Dalam menguraikan frasa nomina Bahasa
dalam perspektif X-bar, khususnya pada keterangan dan specifier. Keterangan dan
specifier pada struktur frasa nomina Bahasa Indonesia dapat langsung dibawahi oleh
N’ (N-bar), sedangkan pada teori X-bar hanya komplemen yang langsung dibawahi
N’ (N-bar). Penyimpangan juga ditemukan pada struktur frasa preposisi (FP) Bahasa
Indonesia. Dalam hal ini, proyeksi dalam skema X-bar dapat bersifat iteratif
(berulang) dan akibatnya terbentuk dua proyeksi maksimal dalam struktur frasa
tersebut padahal dalam teori X-bar proyeksi maksimal seharusnya tidak bersifat
iteratif. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti dan menelaah
struktur FN (frasa nomina) dalam Bahasa Batak Toba dengan menggunakan
pendekatan sintaksis generatif yaitu teori X-bar.
1.1.2 Masalah
Ada dua masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimanakah perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen (Komp),
keterangan (Ket), dan specifier (Spec) dalam membentuk struktur frasa
nomina Bahasa Batak Toba berdasarkan teori X-bar?
2. Bagaimanakah kaidah struktur frasa nomina Bahasa Batak Toba menurut
teori X-bar?
1.2Batasan Masalah
Fokus penelitian ini adalah frasa Bahasa Batak Toba, yaitu frasa nomina (FN).
Hal ini perlu ditegaskan mengingat dalam perkembangannya teori X-bar dapat juga
digunakan untuk menelaah struktur klausa dan struktur kalimat. Dalam penelitian ini
yang ingin dijelaskan adalah struktur dan kaidah FN Bahasa Batak Toba menurut
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mendeskripsikan perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen (Komp),
keterangan (Ket), dan specifier (Spec) dalam membentuk struktur FN Bahasa
Batak Toba dengan menggunakan teori X-bar dan
2. Menjabarkan kaidah struktur FN Bahasa Batak Toba dengan menggunakan
teori X-bar.
1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan manfaat dalam upaya pengembangan kajian sintaksis
Bahasa Batak Toba.
b. Memperkaya pemerian Bahasa Batak Toba, khususnya yang bertalian
dengan frasa nomina (FN) dalam kajian teori X-bar.
c. Memperkaya hasil penelitian-penelitian sintaksis yang menggunakan
pendekatan generatif.
2. Secara Praktis
a. Sebagai referen bagi peneliti-peneliti lain yang mengkaji sintaksis
Bahasa Batak Toba maupun bahasa-bahasa daerah lain (di luar
Bahasa Batak Toba) khususnya yang bertalian dengan kajian teori
X-bar.
b. Sebagai referen/informasi bagi Pemerintah Daerah mengenai hasil
c. Dengan adanya diagram pohon yang digunakan untuk
menggambarkan struktur frasa sebuah bahasa, akan memberi
perspektif baru di tengah-tengah keseragaman model yang selama ini
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep
Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu
objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi
untuk memahami hal-hal lain.
Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang
penganut sintaksis generatif, Radford (1988:86), mengatakan bahwa dengan atau
tanpa pendamping sebuah kata dapat menjadi sebuah frasa sebab frasa yang belum
dimodifikasi memiliki distribusi dan status yang sama seperti frasa lengkap.
Ramlan (1987 : 120) memberi batasan bahwa frasa adalah satuan gramatikal
yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi.
Menurut Keraf (1984:138) frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua
kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan ini menimbulkan makna
baru yang sebelumnya tidak ada. Adapun jenis frasa dibagi menjadi beberapa bagian,
salah satunya adalah frasa nomina (FN).
Frasa adalah suatu konstruksi yang dibentuk dengan atau tanpa atribut sebagai
pendamping dan memiliki inti leksikal (Radford, 1988:86). Frasa nomina adalah frasa
yang bertugas menerangkan benda, biasanya menjadi subjek atau objek dalam sebuah
kalimat. Menurut Elson dan Picket (dalam Mulyadi, 1998:6), frasa adalah sebuah unit
yang secara potensial terbentuk dari dua kata atau lebih, tetapi tidak memiliki ciri
Frasa nomina atau benda adalah frasa yang mempunyai fungsi sama dengan
kata benda biasanya menjadi subjek atau objek dalam kalimat.
Misalnya :
(1) Kami mendengar pidato presiden.
(2) Pidato presiden kami dengarkan.
Dalam contoh (1) dan (2) di atas, pidato presiden sebagai frasa nomina (FN), dapat
berfungsi sebagai subjek maupun objek.
2.2Landasan Teori 2.2.1Teori X-bar
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai
dengan kenyataan yang ada, baik di lapangan maupun kepustakaan. Selain itu,
landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar
penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
Noam Chomsky merupakan orang pertama yang mengemukakan bahwa frasa
mempunyai struktur yang sama yang harus dikaji secara eksplisit. Chomsky belajar
dari Zellig Harris yang merupakan penggagas dari teori X-bar. Teori ini menjelaskan
struktur umum frasa yang direpresentasikan pada skema X-bar. Melalui skema ini,
kaidah struktur frasa sebuah bahasa dapat dideskripsikan, atau dengan kata lain,
kaidah struktur frasa sebuah bahasa dapat disederhanakan (Silitonga, 1990:30;
Mulyadi, 1998:217). Selanjutnya Mulyadi (1998) mengatakan bahwa menurut
menganalisis struktur frasa bahasa-bahasa di dunia meskipun bahasa-bahasa itu
bersusunan SPO, SOP, POS dan sebagainya.
Sebelum teori X-bar muncul, struktur frasa diatur melalui sebuah kaidah yang
dinamakan kaidah struktur frasa yang hanya mengenal dua jenis kategori (Silitonga,
1990:31; Culicover dalam Mulyadi, 2002:64). Pertama, kategori leksikal seperti
verba, nomina, adjektiva, dan preposisi. Kedua, kategori frasa seperti frasa verba,
frasa nomina, frasa adjektiva, dan frasa preposisi. Dalam perkembangannya di dalam
kategori frasa ternyata terdapat sebuah kategori yang lebih besar daripada kategori
leksikal tetapi lebih kecil dari kategori frasa. Inilah yang disebut kategori antara
(intermediate category) yang menjadi dasar munculnya teori X-bar. Kategori ini
terdapat di antara kategori leksikal dan kategori frasanya. Misalnya di antara verba
dengan frasa verba, di antara nomina dengan frasa nomina, di antara adjektiva dengan
frasa adjektiva, dan di antara preposisi dengan frasa preposisi. Sebagai contoh, dapat
digambarkan pada skema X-bar berikut :
(a) menulis surat (FV) (b) boneka cantik (FN)
FV → V + FN FN → N + FA FV FN
V’ N’
V FN N FA
(c) rajin belajar (FA) (d) di lapangan (FP)
FA → A + FV FP → P + FN FA FP
A’ P’
A FV P FN
rajin belajar di lapangan
Jelaslah dari contoh di atas, bahwa di antara verba (V) dengan frasa verba
(FV) terdapat kategori antara (intermediate category) yaitu V’(V-bar), di antara
nomina (N) dengan frasa nomina (FN) terdapat kategori antara yaitu N’(N-bar)
begitu juga seterusnya.
Dalam teori X-bar semua frasa didominasi oleh sebuah inti leksikal. Inti
adalah simpul akhir (terminal node) yang mendominasi kata (lihat Haegemen,
1992:95). Inti merupakan pemarkah bagi ciri kategorinya. Dengan kata lain kategori
inti (kategori leksikal) selalu menentukan kategori frasanya. Frasa nomina, misalnya,
didominasi oleh nomina sebagai inti. Inti dari frasa gadis cantik adalah nomina gadis.
Pada tataran X-bar, inti terletak satu tingkat lebih rendah dari konstituen inti tersebut.
Kategori ini merupakan kategori tanpa bar (X).
Teori X-bar direpresentasikan pada diagram pohon (atau disebut juga tataran
adjektiva (dalam hal ini disimbolkan dengan X), dibentuk oleh komplemen,
keterangan, dan specifier. Komplemen berkombinasi dengan X membentuk proyeksi
X-bar (X’), keterangan berkombinasi dengan X-bar (X’) membentuk proyeksi X-bar
lebih tinggi (X’), dan specifier berkombianasi dengan X-bar lebih tinggi membentuk
proyeksi maksimal frasa X. Jadi, proyeksi X merupakan kategori bar (X’), dan
proyeksi maksimal dari kategori X adalah frasa dengan bar tertinggi (X” atau FX).
Menurut Chomsky (dalam Mulyadi, 1998) teori X-bar bersifat universal,
artinya teori ini dapat digunakan untuk mengkaji struktur frasa bahasa-bahasa di
dunia termasuk bahasa-bahasa daerah.
Dalam Haegemen (1992) frasa nomina dalam bahasa Inggris yang dianalisis
dengan teori X-bar dapat dibentuk dalam diagram pohon berikut :
(1) the investigation of the corpse after lunch
NP
Det N PP PP
the investigation of the corpse after lunch
(2) The investigation of the corpse after lunch was less horrible than the one
after dinner.
‘Penyelidikan terhadap mayat setelah makan siang kurang mengerikan
2.2.2 Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba
Struktur frasa nomina (FN) dalam teori X-bar bertalian dengan tiga fungsi
gramatikal, yakni komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec).
Komplemen adalah argumen internal yang posisinya dibawahi langsung oleh N-bar.
Keterangan juga terletak di bawah N-bar, tetapi tatarannya berbeda. Specifier
(pemarkah) akan hadir sebagai satuan argumen yang dibawahi langsung oleh N-bar
ganda. Jadi hubungan dari ketiganya adalah sebagai berikut :
Komplemen memperluas N menjadi N-bar
Keterangan memperluas N-bar menjadi N-bar
Specifier memperluas N-bar menjadi N-bar ganda (FN)
Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa inti leksikal, N, bersama dengan
komplemen membentuk konstituen N-bar. Apabila keterangan hadir pada FN, maka
keterangan itu bersama dengan N-bar akan membentuk konstituen N-bar berikutnya.
Dalam hal ini, konstituen N-bar dapat muncul berulang (iteratif) pada struktur sebuah
frasa. Dan yang terakhir akan muncul sebuah proyeksi maksimal apabila specifier
hadir pada frasa nomina (FN) tersebut. Berdasarkan rumusan di atas dapat
diterangkan struktur FN Bahasa Batak Toba.
Adapun contoh kaidah struktur dasar frasa nomina (FN) dalam Bahasa Batak
● FN → N
FN”
N’
N
rotan
‘kayu rotan’
Frasa nomina mendominasi N’, dan inti leksikalnya tidak bercabang. Artinya,
frasa nomina dapat langsung menurunkan N ganda tanpa mempunyai komplemen,
keterangan, dan specifier.
2.3Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki
atau mempelajari (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003 : 1198). Pustaka adalah
kitab, buku, buku primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003 : 912).
Haegemen (1992:95) dalam Introduction to Government and Binding Theory
mengatakan bahwa semua frasa dalam teori X-bar didominasi oleh sebuah inti
leksikal. Inti adalah simpul akhir (terminal node) yang mendominasi kata. Inti
merupakan pemarkah bagi ciri kategorinya. FN, misalnya, didominasi oleh N
Mulyadi (2002) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul Frase Nomina Bahasa
Indonesia: Analisis X-bar menjelaskan bahwa dalam teori X-bar, semua frasa
memiliki sebuah inti leksikal. Inti adalah simpul akhir yang mendominasi kata. Inti
mempunyai dua properti yaitu, pertama inti memarkahi ciri kategorinya, misalnya inti
dari FN adalah N. Kedua, inti terletak satu level lebih rendah dalam hierarki X-bar
daripada konstituen yang menjadi inti tersebut. Jadi, dalam hierarki X-bar nomina
sebagai inti dari FN terletak satu level lebih rendah dari frasanya. Kategori ini
mempunyai bar kosong atau bias pula dikatakan tanpa bar.
Teori X-bar pada frasa numeralia (FNum) Bahasa Indonesia juga telah
dilakukan. Menurut Wahyuni (2004) dalam skripsinya Frasa Numeralia Bahasa
Indonesia: Analisis Teori X-bar menjelaskan bahwa struktur internal FNum Bahasa
Indonesia dibentuk oleh komplemen, keterangan dan specifier. Struktur utama FNum
adalah numeralia dan komplemen. Kategori komplemen biasanya terdiri dari
numeralia dan nomina. Posisi komplemen dalam FNum Bahasa Indonesia selalu
mengikuti inti leksikal. Kasus yang menyimpang terdapat pada specifier. Seharusnya
dalam teori X-bar kategori ini bersama dengan Num’(Num-bar) membentuk proyeksi
maksimal FNum dan tidak bersifat iteratif. Namun dalam struktur FNum Bahasa
Indonesia, specifier terjadi berulang, sehingga dalam skema X-bar ada dua proyeksi
yang dibentuknya.
Sri Wahyuni Torong (1999) dalam skripsinya Frasa Adjektiva Bahasa Karo:
Analisis Teori X-bar menjelaskan bahwa struktur internal frasa adjektiva Bahasa
Karo dibentuk oleh komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec).
adjektiva, dan frasa preposisi. Struktur FA dapat diperluas dengan keterangan yang
berkategori FP. Keterangan dapat terletak di kiri atau kanan inti leksikal dalam skema
X-bar.
July Fernando Siagian (2003) dalam skripsinya Struktur Frasa Adjektiva
Dalam Bahasa Batak Toba: Analisis Teori X-bar menjabarkan 12 struktur kaidah FA
Bahasa Batak Toba yang dapat dibentuk oleh adjektiva sebagai inti leksikal. FA
dalam Bahasa Batak Toba dapat dibentuk dengan adanya perilaku komplemen
(Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec). Dan specifier dapat bersifat iteratif
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian
3.1.1 Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan data tulis yang bersumber dari buku berbahasa
Batak Toba oleh W.M. Hutagalung (1991) yaitu Pustaha Batak (Tarombo dohot
Turiturian ni Bangso Batak) dan buku cerita Turi-Turian ni Datuk Tiongku Aji
Malim Leman Dohot Si Tapi Mombang Suro Dilangit (Baginda Soripada dan Patuan
Daulat Baginda Nalobi, 1970). Alasan penulis memilih kedua buku tersebut karena
di dalam buku tersebut banyak terdapat frasa nomina yang merupakan objek kajian
penelitian.
Frasa nomina (FN) yang terdapat dalam buku I yaitu Pustaha Batak (Tarombo
dohot Turiturian ni Bangso Batak) berjumlah 138 buahdan dalam buku II yaitu buku
cerita Turi-Turian ni Datuk Tiongku Aji Malim Leman Dohot Si Tapi Mombang Suro
Dilangit berjumlah 32 buah. Frasa nomina tersebut diteliti dan dijadikan populasi
data dalam penelitian ini. Jadi, populasi penelitian yang dijadikan sumber data
berjumlah 170 buah frasa nomina dan 15% yang dijadikan sampel data menjadi 25
buah frasa nomina yang akan dianalisis berdasarkan teori X-bar. Hal ini dilakukan
karena beberapa data FN yang ada dalam buku I dan buku II memiliki kaidah struktur
yang sama.
Arikunto (1998: 120) mengatakan bahwa apabila populasi data berjumlah ≥ 100 data, maka yang dijadikan sampel data adalah 10% - 15% atau 15% - 20% dari
data, maka data diambil seluruhnya untuk dijadikan sebagai bahan penelitian,
sehingga penelitian tersebut dinamakan sebagai penelitian populasi.
3.1.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data tulis digunakan studi pustaka (Nazir,1988:111),
yaitu dengan mencari buku yang menjadi sumber data. Dalam mengumpulkan data,
penulis menggunakan metode simak dengan teknik catat. Lokasi yang digunakan
untuk mengumpulkan data adalah perpustakaan, karena penelitian ini merupakan
penelitian kepustakaan Kemudian, untuk mendapatkan data-data yang berupa FN,
buku tersebut dibaca. Setelah itu, dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu mencatat
data-data yang berupa FN dari buku I yaitu Pustaha Batak (Tarombo dohot
Turiturian ni Bangso Batak) dan buku II yaitu buku cerita Turi-Turian ni Datuk
Tiongku Aji Malim Leman Dohot Si Tapi Mombang Suro Dilangit.
. Data-data FN yang telah ditemukan, dikelompokkan menurut inti
leksikalnya. Frasa nomina manuk na bontar i ‘ayam yang berwana putih itu’,
misalnya, dimasukkan ke dalam kelompok inti leksikal di kiri karena inti frasa
tersebut adalah manuk, sedangkan atributnya na bontar terletak di sebelah kanan atau
setelah inti. Sementara itu frasa nomina si tolu ampang eme ‘ketiga empang padi’,
misalnya, dimasukkan ke dalam kelompok inti leksikal di kanan karena inti leksikal
eme terletak di kanan, sedangkan pendamping atau atributnya terletak di sebelah kiri
3.1.3 Metode dan Teknik Analisis Data
Pada tahapan analisis data peneliti menerapkan dua metode. Pertama, peneliti
menggunakan metode padan referensial dengan teknik dasar berupa teknik pilah
unsur penentu dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan hal
pokok (Sudaryanto,1993:21,27). Kedua, metode agih dengan teknik dasar berupa
teknik bagi unsur langsung, dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, dan
teknik balik (Sudaryanto,1993 :55).
Peneliti menggunakan metode padan referensial untuk menggunakan referen
sebuah kata. Dalam hal ini, peneliti membandingkan atau menyamakan referen sifat
dengan hal pokok berdasarkan daya pilah yang dimiliki oleh peneliti dan daya pilah
yang melekat pada referen tersebut. Untuk menentukan sebuah nomina atau benda,
misalnya, peneliti menyamakan referen yang berupa nomina yaitu boru-boru ‘anak
gadis’ (sebagai hal pokok) sehingga diperoleh bahwa boru-boru ‘anak gadis’ adalah
kata benda atau nomina.
Metode agih adalah metode yang digunakan untuk memilah-milah unsur inti
(yang menjadi objek kajian) dengan unsur lainnya. Pada metode agih peneliti
menggunakan intuisi untuk membagi satuan lingual.
Contohnya terlihat pada kalimat berikut.
(1) dibereng ma [angka boru-boru] na di onan i
‘dilihat lah para anak gadis yang di pasar itu’
Dilihatlah semua anak gadis yang ada di pasar itu.
Teknik lesap digunakan dengan melesapkan unsur tertentu untuk mengetahui
menjadi pokok perhatian dalam proses analisis. Misalnya, pada frasa donganna na
burju i ‘temannya yang baik itu’, unsur inti adalah donganna ‘temannya’. Bila unsur
ini dilesapkan, menjadi *na burju i ‘yang baik itu’, bentuknya menjadi tidak
gramatikal. Namun, bila yang dilesapkan adalah na burju i ‘yang baik itu’, maka kata
donganna ‘temannya’ masih gramatikal karena kata donganna ‘temannya’ adalah inti
dari unsur tersebut.
Teknik ganti digunakan dengan mengganti satuan lingual yang menjadi
pokok perhatian dengan satuan lingual pengganti, misalnya, numeralia tolu ‘tiga’
pada frasa tolu borngin ‘tiga malam’. Apabila numeralia tolu ‘tiga’ diganti dengan
pitu ‘tujuh’ menjadi pitu borngin ‘tujuh malam’, maka bentuk yang dihasilkan masih
berterima atau gramatikal.
Teknik balik dilakukan dengan membalik unsur satuan lingual data. Misalnya,
pada frasa roha ni ibana ‘hatinya’. Frasa nomina tersebut bila salah satunya unsurnya
dibalikkan, maka hasilnya tidak gramatikal, yaitu *ibana ni roha. FN seperti ini tidak
diterima secara sintaksis maupun semantik dalam Bahasa Batak Toba.
Data yang telah dianalisis berdasarkan teori X-bar disajikan secara formal dan
informal. Penyajian secara formal tampak dalam penggambaran hierarki struktural
dari frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba. Struktur tersebut digambarkan dengan
menggunakan diagram pohon yang merupakan ciri dari sintaksis generatif yang
Frasa nomina (FN) inganan ni Mulajadi Nabolon ‘tempat tinggal Mulajadi
Nabolon’ pada (2), misalnya, jika diaplikasikan ke dalam teori X-bar, membentuk
skema seperti terlihat pada (3), kemudian frasa nomina bohi ni boru Naduma Bulung
i ‘wajah anak gadis si Naduma Bulung itu’ pada (4) membentuk skema (5) berikut :
(2) i ma [inganan ni Mulajadi Nabolon] ‘itu lah tempat tinggal T Mulajadi Nabolon’
Itulah tempat tinggal Mulajadi Nabolon.
● FN → N + FN
(3) FN
N’
N FN
inganan ni Mulajadi Nabolon
‘tempat tinggal Mulajadi Nabolon’
(4) markilim-kilim [bohi ni boru Naduma Bulung i] ‘berseri-seri wajah T anak gadis si Naduma Bulung itu’
Berseri-seri wajah anak gadis si Naduma Bulung itu.
(5) FN
N’
N’ Spec
N’ FN
N
bohi ni boru Naduma Bulung i
‘wajah anak gadis si Naduma Bulung itu’
Namun bagi seorang pemula yang ingin meneliti kajian struktur frasa dengan
menggunakan teori X-bar, kadangkala agak sulit memahami skema X-bar. Untuk
mempermudah memahami skema X-bar, pada (5) di bawah ini digambarkan skema
● FN → N + FN + Spec
(5a) FN
N’
N’ Spec
N FN
bohi ni boru Naduma Bulung i wajah itu
N N
boru Naduma Bulung
anak gadis si Naduma Bulung
3.1.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Semua data yang telah dianalisis berdasarkan teori X-bar disajikan secara
formal dan informal. Penyajian secara formal tampak dalam penggambaran hierarki
struktur dari frasa nomina Bahasa Batak Toba yang telah dianalisis. Struktur tersebut
digambarkan dengan menggunakan diagram pohon yang memang menjadi salah satu
ciri dari sintaksis generatif yang dikembangkan Chomsky (Parera, 1991:49). Frasa
di bawah ini, misalnya, jika diaplikasikan ke dalam teori X-bar, membentuk skema
seperti terlihat pada berikut.
(6) Di si diida ibana [ boru-boru na uli i ] ‘di situ dilihat dia gadis yang cantik itu’
Di situ dilihatnya gadis yang cantik itu.
● FN → N + FA + Spec
(7) boru-boru na uli i
‘gadis yang cantik itu’
FN
N’
N’ Spec
N FA
boru-boru na uli i ‘gadis yang cantik itu’
Akan tetapi, harus diakui pula bahwa struktur frasa yang direpresentasikan
dengan diagram pohon ada kalanya agak sulit dipahami pembaca, terutama yang
masih awam dengan sintaksis generatif. Oleh sebab itu, agar hasil penelitian ini dapat
Bahasa Batak Toba di atas dapat disajikan juga secara informal, yakni menjelaskan
kaidah struktur frasa nomina tersebut dengan kata-kata biasa.
Data di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pada skema (3), N-bar membawahi inti leksikal, inganan ‘tempat tinggal’,
dan komplemen ni Mulajadi Nabolon ‘Mulajadi Nabolon’. Pada tingkatan di atasnya
hadir FN sebagai proyeksi maksimal. Dari skema di atas kaidah struktur frasa nomina
yang terbentuk yaitu FN → inti + Komp.
Pada skema (5), N-bar membawahi inti leksikal, bohi ‘wajah’, dan
komplemen boru Naduma Bulung ‘anak gadis si Naduma Bulung’. Pada tingkatan di
atasnya hadir FN sebagai proyeksi maksimal bersama dengan specifier i ‘itu’. Dari
skema di atas kaidah struktur frasa nomina yang terbentuk yaitu FN → inti + Komp +
Spec.
Pada skema (7), N-bar membawahi inti leksikal, boru-boru ‘gadis’, dan
keterangan na uli ‘cantik’. Pada tingkatan di atasnya hadir FN sebagai proyeksi
maksimal bersama dengan specifier i ‘itu’. Dari skema di atas kaidah struktur frasa
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Perilaku Fungsi Gramatikal Dalam Membentuk Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba
4.1.1 Komplemen (Komp)
Komplemen (Komp) adalah pemerlengkap yang berfungsi untuk melengkapi
sebuah kata dalam pembentukan frasa. Dalam Bahasa Batak Toba, komplemen yang
sering melengkapi frasa nomina adalah numeralia, nomina, dan verba. Misalnya, sude
jolma ‘semua orang’, adalah frasa nomina yang inti leksikalnya jolma ‘orang’
didampingi oleh komplemen (Komp) FNum sude ‘semua’. Komplemen dalam frasa
nomina Bahasa Batak Toba dapat terletak di sebelah kanan maupun kiri inti leksikal.
Frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba yang komplemennya berupa FNum biasanya
berada di sebelah kiri inti leksikal. Komplemen merupakan bentuk internal yang
posisinya langsung dibawahi oleh X-bar dan kehadiran komplemen pada posisi itu
merupakan realisasi dari kategori leksikal. Contohnya terlihat pada kalimat berikut :
(8) [Tolu marga] do muse pinompar Andornabolak di si.
‘tiga marga T pula keturunan Andornabolak di situ’
Tiga marga pula keturunan si Andornabolak di situ.
Pada (8), FN tolu marga ‘tiga marga’ merupakan FN yang inti leksikalnya
marga berada di sebelah kanan FNum tolu ‘tiga’ sebagai komplemen. Atau dengan
kata lain komplemen berada di sebelah kiri inti leksikal. Argumen FNum tolu ‘tiga’
tergolong komplemen karena kata tolu ‘tiga’ dengan inti leksikal marga ‘marga’ tidak
dipisahkan (mengalami pelesapan), maka kalimat yang dihasilkan menjadi tidak
gramatikal. Pembuktiannya dapat terlihat pada (8a) dan (8b) berikut :
(8a) * Marga do muse pinompar Andornabolak di si.
‘marga T pula keturunan Andornabolak di situ’
Marga pula keturunan Andornabolak di situ.
(8b) * Tolu do muse pinompar Andornabolak di si.
‘tiga T pula keturunan Andornabolak di situ’
Tiga pula keturunan Andornabolak di situ.
Kalimat pada (8a) tidak gramatikal karena tidak berterima dalam sintaksis
maupun semantik Bahasa Batak Toba. Begitu pula pada (8b), kalimat yang dihasilkan
termasuk kalimat yang tidak gramatikal, sebab informasi yang dihasilkan oleh
kalimat (8b) mengalami perubahan. Karena inti leksikal pada FN tolu marga ‘tiga
marga’ dalam kalimat (8) adalah marga ‘marga’, bukan tolu ‘tiga’.
Apabila frasa nomina pada (8) diaplikasikan ke dalam teori X-bar, maka
hasilnya terlihat pada skema berikut :
● FN → FNum + N
(9) FN
N’
FNum N
tolu marga
Sedangkan komplemen FN yang membentuk frasa nomina Bahasa Batak
Toba biasanya terletak di sebelah kanan inti leksikal.
Contohnya terlihat pada kalimat berikut :
(10) Mambuat boru ma ibana di si [boru ni marga Manurung].
‘mengambil anak perempuan lah dia di situ anak perempuan T marga Manurung’
Menikahi anak gadislah dia di situ anak perempuan dari marga Manurung.
Sama halnya dengan (8), komplemen dan inti leksikal frasa nomina pada
kalimat (10) tidak dapat dipisahkan atau mengalami pelesapan. Karena akan
menghasilkan kalimat yang tidak gramatikal.
(10a) * Mambuat boru ma ibana di si [ni marga Manurung].
‘mengambil anak perempuan lah dia di situ T marga Manurung’
Menikahi anak gadislah dia di situ marga Manurung.
(10b) * Mambuat boru ma ibana di si [boru].
‘mengambil anak perempuan lah dia di situ anak perempuan’
Menikahi anak gadislah dia di situ anak perempuan.
Inilah yang merupakan ciri dari komplemen. Dalam pembentukan frasa
nomina (FN) Bahasa Batak Toba, komplemen bersifat wajib. Artinya, antara
komplemen dan inti leksikal tedapat hubungan yang internal. Selain itu, jika elemen
ini dipindahkan letak strukturnya, maka kalimat yang dihasilkan menjadi tidak
gramatikal.
(10c) * Mambuat boru ma ibana di si [ni marga Manurung boru].
‘mengambil anak perempuan lah dia di situ T marga Manurung anak perempuan’
Apabila struktur frasanya direpresentasikan, maka akan terbentuk skema
berikut :
● FN → N + FN
(11) FN
N’
N FN
boru ni marga Manurung
‘anak perempuan marga Manurung’
4.1.2 Keterangan (Ket)
Keterangan berfungsi untuk menerangkan kata benda yang terdapat pada frasa
nomina (FN) Bahasa Batak Toba. Keterangan yang dimaksud tersebut dapat
berkategorikan nomina, preposisi, adjektiva, verba dan adverbia. Letak keterangan
dapat berada di sebelah kanan maupun di sebelah kiri inti leksikal. Keterangan dalam
frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba bersifat opsional, karena kehadirannya dalam
pembentukan struktur frasa nomina tidak wajib. Artinya, meskipun elemen ini
dihilangkan atau dipindahkan letak strukturnya, frasa yang terbentuk masih
gramatikal dan kalimat yang dihasilkan masih berterima dalam tataran sintaksis
Pembuktiannya dapat kita lihat pada kalimat berikut :
(12) Pillit hamu ma sada [anak ni horbo] na manusu dope.
‘pilih kalian lah satu anak T kerbau yang menyusui masih’
Pilih kalianlah satu anak kerbau yang masih menyusui.
Apabila pada (12), salah satu unsur dari kalimat tersebut dilesapkan, maka inti
leksikal (kategori leksikal) horbo ‘kerbau’ akan berdiri sendiri. Dan kalimat yang
dihasilkan masih dapat berterima dalam sintaksis Bahasa Batak Toba.
(12a) Pillit hamu ma sada [horbo] na manusu dope.
‘pilih kalian lah satu kerbau yang menyusui masih’
Pilih kalianlah satu kerbau yang masih menyusui.
Namun perlu kita ingat, bahwa dalam proses pelesapan, tujuan utamanya
adalah untuk mengetahui kadar keintian dari frasa tersebut. Inti leksikal (kategori
leksikal) sebuah frasa dapat mewakili tugas keseluruhan frasa (frasa lengkap) pada
sebuah kalimat tanpa harus mengurangi informasi yang dimaksud oleh kalimat
tersebut. Sebaliknya, keterangan sebagai atribut dalam sebuah frasa pada sebuah
kalimat tidak dapat berdiri sendiri, karena akan mengakibatkan kalimat tersebut
menjadi tidak gramatikal seperti berikut :
(12b) *Pillit hamu ma sada [anak ni] na manusu dope.
‘pilih kalian lah satu anak T yang menyusui masih’
Pilih kalianlah satu anak T yang masih menyusui.
Dari hasil peleburan (pelesapan) itu, dapat disimpulkan bahwa keterangan
dapat dihilangkan (tidak wajib). Dan elemen nomina dalam pembentukan frasa
keterangan, tergantung pada konteks kalimat yang dianalisis. Jika struktur frasa pada
(12) direpresentasikan, maka hasilnya akan terlihat pada (13) berikut :
● FN → Ket + inti
(13) FN
N’
FN N’
N
anak ni horbo
‘anak kerbau’
Frasa nomina Bahasa Batak Toba dapat juga diikuti oleh elemen keterangan
yang berkategorikan preposisi, adjektiva, verba, maupun adverbia. Frasa nomina (FN)
Bahasa Batak Toba yang keterangannya berupa preposisi (FP) dapat kita lihat pada
contoh kalimat berikut:
(14) Saluhut [hita na di son]. ‘seluruh kita yang di sini’
Seluruh kita yang ada di sini.
(15) FN
N’
N’ FP
N
hita na di son
‘kita yang ada di sini’
Keterangan pada frasa nomina Bahasa Batak Toba yang berkategori FP,
letaknya berada di sebelah kanan inti leksikal atau setelah inti leksikal, terlihat jelas
pada skema (15).
4.1.3 Specifier (Spec)
Specifier (Spec) adalah pemerkuat objek yang ditegaskan pada frasa nomina.
Dalam FN Bahasa Batak Toba, specifier yang memperkuat FN adalah i ‘itu’, on ‘ini’,
yang letaknya di sebelah kanan inti leksikal, dan holan ‘hanya’ yang letaknya di
sebelah kiri atau depan inti leksikal. Pada struktur frasa, specifier merupakan
argumen yang langsung dibawahi X-bar ganda atau frasa X dan mengakibatkan
proyeksi maksimal. Berikut contoh frasa nomina Bahasa Batak Toba yang
memproyeksikan specifier.
(16) Marbagi ma hita di [ harajaon i ]. ‘berbagi lah kita di kerajaan itu’
Pada kalimat (16), frasa nomina (FN) memiliki kategori leksikal harajaon
‘kerajaan’ dan memproyeksikan i ‘itu’ sebagai specifier. Apabila frasa nomina pada
(16) diaplikasikan ke dalam skema X-bar (diagram pohon), maka hasilnya akan
terlihat pada (17) berikut :
● FN → N + Spec
(17) FN
N’
N’ Spec
N
harajaon i
‘kerajaan itu’
Jika skema di atas diaplikasikan ke dalam bentuk yang informal, maka
hasilnya adalah FN harajaon i ‘kerajaan itu’ sebagai proyeksi tertinggi menurunkan
N’(N-bar) yang memproyeksikan specifier i ‘itu’, kemudian pada tataran yang kedua,
4.2 Kaidah Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba 4.2.1 FN → inti
(18) Martahuak [manuk] jantan.
‘berkokok ayam jantan’
Berkokok ayam jantan.
(19) FN
N’
N
manuk
‘ayam’
Frasa nomina di atas adalah frasa yang langsung membawahi inti leksikalnya
atau dengan kata lain frasa tersebut mendominasi N’(N-bar) dan kategori leksikalnya
tidak bercabang. Artinya, frasa nomina (FN) dapat langsung menurunkan N ganda
tanpa mempunyai komplemen, keterangan, dan specifier.
Dari kaidah struktur frasa di atas, dapat kita ketahui bahwa sebuah frasa tidak
harus terdiri dari dua kata atau lebih. Namun, sebuah frasa dapat terdiri dari satu kata
saja. Artinya, dalam sintaksis generatif, sebuah frasa yang hanya terdiri dari satu kata
memiliki distribusi yang sama dengan frasa lengkap (utuh). Kalimat di atas memiliki
frasa nomina manuk jantan ‘ayam jantan’. Inti dari FN tersebut adalah manuk ‘ayam’.
Kata manuk ‘ayam’ pada kalimat tersebut juga merupakan sebuah frasa nomina (FN)
meskipun tidak diikuti oleh atribut jantan ‘jantan’, karena kalimat yang dihasilkan
4.2.2 FN → inti + Spec
(20) Patogu jala patimbo hamu ma parit ni [huta i].
‘perbaiki dan tinggikan kalian lah parit T desa itu’
Perbaiki dan tinggikanlah parit desa itu.
(21) FN
N’
N’ Spec
N
huta i
‘desa itu’
Dari contoh di atas, inti leksikal (kategori leksikal) hanya didampingi oleh
specifier. Keterangan dan komplemen tidak muncul dalam kaidah struktur frasa
tersebut. Jelaslah bahwa FN sebagai proyeksi tertinggi menurunkan inti leksikal huta
‘desa’ bersama dengan specifier i ‘itu’.
4.2.3 FN → inti + Komp
(22) Maponggol ma [ tanduk ni naga ]. ‘patah lah tanduk T naga’
(23) FN
N’
N’ FN
N
tanduk ni naga
‘tanduk naga’
Pada skema di atas, inti leksikal tanduk ‘tanduk’ berada pada tataran terendah.
Di atasnya hadir komplemen yang berkategori FN naga ‘naga’ yang berada pada
tataran yang lebih tinggi daripada inti leksikal. Kemudian pada tataran berikutnya,
hadir FN atau N’’(N-bar ganda) sebagai tertinggi maksimal frasa tersebut.
(24) Dibege nasida ma [ soara ni katipak ni hoda].
(25) FN
N’
N’ FN
N
soara ni katipak ni hoda
‘suara tapak kuda’
FN menurunkan N-bar yang memproyeksikan komplemen FN katipak ni hoda
‘tapak kuda’, kemudian pada tataran berikutnya hadir N’(N-bar) sebagai proyeksi
akhir yang menurunkan kategori leksikal dari frasa nomina (FN) tersebut yaitu soara
‘suara’.
4.2.4 FN → inti + Komp + Spec
(26) Paluahon muna ma [anak ni horbo i] ‘lepaskan kalian lah anak T kerbau itu’
(27) FN
N’
N’ Spec
N’ FN
N
anak ni horbo i
‘anak kerbau itu’
Seperti pada skema X-bar di atas, dapat dijelaskan bahwa FN sebagai
proyeksi maksimal menurunkan kategori leksikal anak ‘anak’ bersama dengan
komplemen FN horbo ‘kerbau’, kemudian hadir di atasnya specifier i ‘itu’ untuk
melengkapi frasa nomina (FN) tersebut.
4.2.5 FN → inti + Ket
(28) Gantungkon hamu ma di si [batu na bolon].
‘gantungkan kalian lah di situ batu yang besar’
(29) FN
N’
N’ FA
N
batu na bolon
‘batu yang besar’
Dari contoh di atas, inti leksikal batu ‘batu’ dan keterangannya FA na balga
‘yang besar’ didominasi oleh N-bar. Selanjutnya hadir di atasnya N-bar sebagai
proyeksi akhir dari frasa nomina tersebut.
4.2.6 FN → inti + Ket + Komp
(30) Ai nunga suda huhut [arta na tininggalhon ni Tuan Sappallat].
‘ T sudah habis seluruh harta yang ditinggalkan T Tuan Sapallat’
(31) FN
N’
N’ FN
N’ Adv
N
arta na tininggalhon Tuan Sapallat
‘harta peninggalan Tuan Sapallat’
Frasa nomina di atas menurunkan N-bar yang memproyeksikan komplemen
FN Tuan Sapallat ‘Tuan Sapallat’, kemudian N-bar tersebut kembali menurunkan N’
(N-bar) yang memproyeksikan keterangan adverbia yaitu na tininggalhon
‘peninggalan’. Dan yang terakhir sebagai proyeksi akhir, hadir inti leksikal dari FN
yaitu arta ‘harta’.
4.2.7 FN → inti + Ket + Spec
(32) Dibereng nasida ma [ eme na di pardegean i].
‘dilihat beliau lah padi yang di perpijakan itu’
(33) FN
N’
N’ Spec
N’ FP
N
eme na di pardegean i
‘padi yang di tanah itu’
Dalam frasa nomina Bahasa Batak Toba, inti tidak harus didampingi oleh
komplemen sebagai atributnya. Seperti halnya FN pada (32), inti leksikal didampingi
oleh keterangan dan specifier sebagai elemen yang membentuk frasa tersebut.
FN pada (32) bila digambarkan strukturnya akan membentuk sebuah diagram pohon
seperti pada (33). Terlihat jelas bahwa eme ‘padi’ sebagai kategori leksikal
didampingi oleh elemen keterangan yang berkategori FP yaitu na di pardegean ‘yang
di tanah’ berada pada tataran terendah. Kemudian, pada tataran yang lebih tinggi,
hadir specifier i ‘itu’ bersama dengan N’(N-bar) yang memproyeksikannya. Dan yang
terakhir, FN sebagai proyeksi akhir atau proyeksi maksimal hadir untuk menutup
4.2.8 FN → inti + Komp + Ket
(34) Disoroi ma [ dakdanak na marmeami di si ]. ‘diserbu lah anak-anak yang bermain-main di situ’
Diserbulah anak-anak yang bermain-main di situ.
(35) FN
N’
N’ FP
N’ FV
N
dakdanak na marmeami di si
‘anak-anak yang bermain-main di situ’
FN pada (34) bila digambarkan strukturnya akan membentuk sebuah diagram
pohon seperti pada (35). Terlihat jelas bahwa dakdanak ‘anak-anak’ sebagai kategori
leksikal (inti leksikal) didampingi oleh elemen komplemen yang berkategori FV yaitu
na marmeami ‘yang bermain-main’ berada pada tataran terendah. Kemudian, pada
tataran yang lebih tinggi, hadir keterangan berkategori FP disi ‘di situ’ bersama
dengan N’(N-bar) yang memproyeksikannya. Dan yang terakhir, FN sebagai proyeksi
4.2.9 FN → inti + Komp + Ket + Spec
(36) I ma [ mudar ni anak ni manuk na diongomna i ]. ‘itu lah darah T akan T ayam T diminumnya itu’
Itulah darah anak ayam yang diminumnya itu.
(37) FN
N’
N’ Spec
N’ FV
N’ FN
N
mudar ni anak ni manuk na diongomna i
‘darah anak ayam yang diminumnya itu’
Struktur FN Bahasa Batak Toba dapat menjadi kompleks, apabila hadir ketiga
fungsi gramatikal seperti komplemen, keterangan, dan specifier. Struktur yang
demikian diilustrasikan pada (36) dan (38). Dalam hal ini, FN anak ni manuk ‘anak
ayam’ pada (36) dan FN parpahean ‘pemakai baju‘ pada (38) adalah komplemen,
‘yang baru’ pada (38) adalah keterangan. Kemudian specifier i‘itu’ hadir pada (36)
dan (38) sebagai fungsi gramatikal yang membuat struktur kedua FN tersebut
menjadi kompleks.
Jadi, FN pada (36) digambarkan strukturnya pada (37). Mudar ‘darah’ sebagai
inti leksikal bersama dengan komplemen FN anak ni manuk ‘anak ayam’ diturunkan
oleh N’ (N-bar). Kemudian hadir di atasnya N’ (N-bar) yang lebih tinggi yang
memproyeksikan keterangan FV na diongomna ‘yang diminumnya‘ bersama dengan
specifier i ‘itu’ sebagai proyeksi maksimal.
Sedangkan FN pada (38) digambarkan strukturnya pada (39). Sebagai inti
leksikal, halak ‘orang’ hadir bersama dengan komplemen FN parpahean ‘pemakai
baju‘ sebagai proyeksi N’ (N-bar) yang terendah. Kemudian keterangan FA na
imbaru ‘yang baru’ berada pada konstituen N’ (N-bar) yang lebih tinggi. Dan sebagai
proyeksi N’ (N-bar) yang tertinggi, hadir specifier i ‘itu’ untuk membentuk struktur
FN yang lebih klompleks.
Struktur FN pada (36) dan (38) sama kompleksnya, karena ketiga fungsi
gramatikal seperti komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec) hadir
dalam pembentukan frasa tersebut. Yang membedakan keduanya hanyalah kategori
keterangan yang terdapat pada frasa tersebut. Pada (36), FN didominasi oleh
(38) Gabe marsisintak abitna be ma [halak parpahean na imbaru i].
jadi mengangkat pakaiannya masing-masing lah orang pemakai baju T baru itu
‘Jadi mengangkat pakaiannya masing-masinglah orang yang memakai baju baru itu.’
(39) FN
N’
N’ Spec
N’ FA
N’ FV
N
halak parpahean na imbaru i
‘orang yang memakai baju yang baru itu’
4.2.10 FN → Ket + inti
(40) Dung i dipapungu boru-boru i ma [angka ulubalang]. ‘setelah itu dikumpulkan perempuan itu lah para hulubalang’
(41) FN
N’
Adv N’
N
angka ulubalang
‘para hulubalang’
Dari skema di atas, terlihat jelas bahwa N’(N-bar) menurunkan inti leksikal
ulubalang ‘hulubalang’, kemudian di atasnya hadir N’(N-bar) bersama keterangan
adverbia angka ‘para’ yang diproyeksikan oleh FN sebagai proyeksi tertinggi. Dari
skema X-bar di atas, jelaslah bahwa dalam Bahasa Batak Toba, keterangan dapat juga
terletak sebelum inti leksikal atau di sebelah kiri inti leksikal dalam membentuk
sebuah frasa nomina.
4.2.11 FN → Ket + inti + Spec
(42) Di na sahali dipapungu ma [ sude parumaenna i ]. ‘di T sekali dikumpulkan lah semua menantunya itu’
(43) FN
N’
N’ Spec
FNum N
sude parumaenna i
‘semua menantunya itu’
Frasa nomina di atas memiliki inti leksikal parumaenna ‘menantunya’. FNum
sude ‘semua’ di sini hadir sebagai keterangan bersama dengan specifier i ‘itu’
sebagai proyeksi maksimal dari FN.
4.2.12 FN → Ket + inti + Ket
(44) Jala dipeakkon ma [ sada hau na ganjang ]. ‘lalu diletakkan lah satu kayu yang panjang’
(45) FN
N’
FNum N’
N’ FA
N
sada hau na ganjang
‘satu kayu yang panjang’
Frasa nomina di atas memiliki inti leksikal hau ‘kayu’. FA na ganjang ‘yang
panjang’ di sini hadir sebagai keterangan bersama dengan FNum sada ‘satu’. Namun
perbedaan kedua keterangan tersebut ada pada letaknya. Karena keterangan bersifat
opsional, maka keterangan dapat hadir dua kali dalam membentuk struktur frasa.
Keterangan dapat berada di depan dan belakang inti leksikal. Seperti pada (44),
keterangan pertama yang berkategori FNum sada ‘satu’ berada di depan inti leksikal
hau ‘kayu’, sedangkan keterangan yang kedua berkategori FA yaitu na ganjang ‘yang
panjang’ berada di belakang inti leksikal. Artinya, dalam frasa nomina (FN) Bahasa
Batak Toba, keterangan dapat mengapit inti leksikal sebagai atribut yang
4.2.13 FN → Ket + inti + Komp + Spec
(46) [ uli ni soara ni boru-boru i ] dibege.
‘cantik T suara T perempuan itu didengar’
Keindahaan suara perempuan itu didengar.
(47) FN
N’
FN N’
N’ Spec
N’ FN
N
uli ni soara ni boru-boru i
‘keindahan suara perempuan itu’
Frasa nomina (FN) di atas adalah frasa nomina yang memiliki proyeksi
maksimal, karena memproyeksikan tiga fungsi gramatikal sekaligus, yaitu keterangan
(Ket), komplemen (Komp), dan specifier (Spec). FN sebagai proyeksi maksimal
berada pada tataran tertinggi menurunkan N’(N-bar) yang memproyeksikan
N’(N-bar) yang lain yang memproyeksikan komplemen FN yaitu boru-boru
‘perempuan’ bersama dengan specifier i ‘itu’. Dan yang terakhir sebagai proyeksi
akhir, hadir inti leksikal dari FN yaitu soara ‘suara’.
(48) Jadi diida ma [ sada boru pinompar ni Sariburaja i ].
‘jadi dilihat lah satu perempuan keturunan T Sariburaja itu’
Jadi dilihatlah satu perempuan keturunan Sariburaja itu.
(49) FN
N’
FNum N’
N’ Spec
N FN
sada boru pinompar ni Sariburaja i
‘satu perempuan keturunan Sariburaja itu’
Frasa nomina di atas menurunkan N-bar yang memproyeksikan keterangan
FNum sada ‘satu’, kemudian N-bar tersebut kembali menurunkan N-bar yang
memproyeksikan komplemen FN yaitu pinompar ni Sariburaja ‘keturunan
Sariburaja’ bersama dengan specifier i ‘itu’. Dan yang terakhir sebagai proyeksi
4.2.14 Spec + inti + Komp
(50) Sae ma holan [ ulu ni dengke].
‘cukup lah hanya kepala T ikan’
Cukuplah hanya kepala ikan.
(51) FN
N’
Spec N’
N’ FN
N
holan ulu ni dengke
‘hanya kepala ikan’
FN pada (50) bila digambarkan strukturnya akan membentuk sebuah diagram
pohon seperti pada (51). Terlihat jelas bahwa ulu ‘kepala’ sebagai kategori leksikal
(inti leksikal) didampingi oleh elemen komplemen yang berkategori FN yaitu dengke
‘ikan’ berada pada tataran terendah. Kemudian, pada tataran yang lebih tinggi, hadir
specifier holan ‘hanya’ di sebelah kiri inti leksikal bersama dengan N’(N-bar) yang
memproyeksikannya. Dan yang terakhir, FN sebagai proyeksi akhir atau proyeksi
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
Struktur internal frasa nomina Bahasa Batak Toba dibentuk oleh komplemen,
keterangan, dan specifier. Struktur mendasar FN adalah inti leksikal yaitu nomina
plus komplemen yang berkategori numeralia, nomina dan verba. Struktur FN dapat
diperluas dengan keterangan yang berkategori komplemen. Komplemen dan
keterangan dapat terletak di kiri atau kanan inti leksikal dalam skema X-bar. Dan
komplemen bersifat iteratif karena dapat hadir lebih dari satu kali dalam skema
X-bar.
Dalam Bahasa Batak Toba ada 14 struktur frasa nomina (FN), yaitu :
1. FN → inti
2. FN → inti + Spec
3. FN → inti + Komp 4. FN → inti + Komp+ Spec
5. FN → inti + Ket + Komp 6. FN → inti + Ket + Spec
7. FN → inti + Komp + Ket 8. FN → inti + Ket + Komp 9. FN → inti + Komp + Ket + Spec
10.FN → Ket + inti
11.FN → Ket + inti + Spec