• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan Faktor Risiko di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli 2010 – Juli 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan Faktor Risiko di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli 2010 – Juli 2011"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Berdasarkan Faktor Risiko di RSUP H. Adam Malik Medan

Periode Juli 2010 – Juli 2011

Oleh :

PUTRI ASTRID NOVIANTI NAZLI 080100162

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan Faktor Risiko di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli 2010 – Juli 2011

KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN

SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

PUTRI ASTRID NOVIANTI NAZLI 080100162

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan Faktor Risiko di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli 2010 – Juli 2011

Nama : Putri Astrid Novianti Nazli NIM : 080100162

Pembimbing Penguji I

(dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc. (dr. M. Fahdy, Sp.OG) CM-FM MPd. Ked.)

NIP: 19670527 199903 2 001 NIP: 19640509 199503 1 001

Penguji II

(Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP (K)) NIP: 19500416 197711 1 001

Medan, 20 Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik bersifat irreversibel atau reversibel parsial yang banyak diderita oleh masyarakat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 600 juta orang menderita PPOK di seluruh dunia. Dan ini diperkirakan akan terus meningkat. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 4,8 juta (5,6%) penderita PPOK (JRI, 2007). Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan meningkat dengan bertambahnya usia. PPOK lebih sering pada yang masih aktif merokok dan bekas perokok dan meningkat dengan banyak jumlah rokok yang dikonsumsi (GOLD, 2006).

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan pada penderita PPOK yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan dan dilakukan pada bulan Juli hingga November 2011 yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita PPOK berdasarkan faktor risiko yaitu usia, jenis kelamin, riwayat merokok, status perokok, dan derajat berat merokok. Populasi penelitian adalah seluruh data rekam medik penderita PPOK selama periode Juli 2010 – Juli 2011 yang rawat jalan maupun rawat inap, dengan menggunakan metode total

sampling yang diolah dengan program SPSS dan disajikan dalam distribusi frekuensi.

Hasil yang diperoleh bahwa prevalensi PPOK berdasarkan usia, paling banyak pada kelompok usia lebih dari 70 tahun yaitu sebanyak 51 penderita (37,5%), berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu 104 penderita (76.5%), berdasarkan riwayat merokok, yang terbanyak dengan riwayat merokok yaitu 105 penderita (77,2%), berdasarkan status perokok, terbanyak pada bekas perokok yaitu 57 penderita (54,3%), sedangkan berdasarkan derajat berat merokok, derajat merokok sedang yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 48 penderita (45,7%).

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk tidak merokok, karena merokok adalah salah satu faktor risiko utama yang menyebabkan terjadinya PPOK. Dan kepada para perokok untuk melakukan kegiatan pemberhentian merokok.

(5)

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease is a chronic lung disease that is irreversible or partially reversible suffered by many people. According to the World Health Organization (WHO), 600 million people suffer from COPD worldwide. And is expected to continue to rise. In Indonesia, there were an estimated 4.8 million (5.6%) patients with COPD (JRI, 2007). The prevalence was higher in males than in females and increased with increasing age. COPD was more frequent in current and ex-smokers and increased with increasing pack-yrs (GOLD, 2006).

This study is a descriptive study conducted in patients with COPD in H. Adam Malik Medan Hospital and was conducted in July till November 2011 which aims to determine the prevalence of risk factors for COPD patients, based on age, sex, smoking history, smoking status, and degree of smoking. The study population is the entire medical record data of COPD patients during the period of July 2010 - July 2011, the outpatient and inpatient care, with a total sampling method that is processed with SPSS and presented in frequency distribution.

The results obtained that the prevalence of COPD based on age, at most in the age group over 70 years as many as 51 patients (37.5%), by gender, more men than women, 104 patients (76.5%), based on history smoking, the largest with a smoking history, 105 patients (77.2%), based on the status of smokers, have stop smoking is highest in 57 patients (54.3%), and based on the degree of smoking, most commonly found in moderate smoker, 48 patients (45.7%).

Based on these results, it is expected that all the people not to smoke, because smoking is one of the major risk factors that lead to COPD. And to the smoker to stop smoking activities.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, karya tulis ilmiah yang berjudul “Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan faktor risiko di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli 2010 – Juli 2011” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran.

Penulis menyadari apa yang disajikan dalam karya tulis ilmiah ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM, MPd.Ked selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dr. Lambok Siahaan selaku dosen pembimbing akademik saya selama di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K) dan dr. M. Fahdy, Sp.OG selaku dosen penguji.

4. Kedua orang tua saya Ir. H. Muhammad Nazli Nazaruddin dan Hj. Elida Fariati yang telah memberikan dukungan dan juga semangat yang tiada henti kepada saya dalam menyelesaikan studi saya di Fakultas Kedokteran ini.

5. Terima kasih kepada adik saya Muhammad Azhar Nazli yang telah mendukung saya dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

6. Terima kasih juga saya sampaikan kepada senior saya Dede Kurniawan, S.Ked yang tetap mendukung saya dan sangat membantu saya dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

(7)

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga karya tulis ini dapat diterima dan memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak.

Medan, Desember 2011 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 12

3.1. Kerangka Konsep ... 12

3.2. Definisi Operasional ... 12

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 14

4.1. Rancangan Penelitian ... 14

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 14

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 14

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 14

(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 16

5.1. Hasil Penelitian ... 16

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 16

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 16

5.2. Pembahasan ... 19

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 22

6.1. Kesimpulan ... 22

6.2. Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

3.1. Variabel, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur,

dan Skala Ukur 13

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Surat Izin Penelitian

3. Data Induk

4. Hasil Output

(12)

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik bersifat irreversibel atau reversibel parsial yang banyak diderita oleh masyarakat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 600 juta orang menderita PPOK di seluruh dunia. Dan ini diperkirakan akan terus meningkat. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 4,8 juta (5,6%) penderita PPOK (JRI, 2007). Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan meningkat dengan bertambahnya usia. PPOK lebih sering pada yang masih aktif merokok dan bekas perokok dan meningkat dengan banyak jumlah rokok yang dikonsumsi (GOLD, 2006).

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan pada penderita PPOK yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan dan dilakukan pada bulan Juli hingga November 2011 yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita PPOK berdasarkan faktor risiko yaitu usia, jenis kelamin, riwayat merokok, status perokok, dan derajat berat merokok. Populasi penelitian adalah seluruh data rekam medik penderita PPOK selama periode Juli 2010 – Juli 2011 yang rawat jalan maupun rawat inap, dengan menggunakan metode total

sampling yang diolah dengan program SPSS dan disajikan dalam distribusi frekuensi.

Hasil yang diperoleh bahwa prevalensi PPOK berdasarkan usia, paling banyak pada kelompok usia lebih dari 70 tahun yaitu sebanyak 51 penderita (37,5%), berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu 104 penderita (76.5%), berdasarkan riwayat merokok, yang terbanyak dengan riwayat merokok yaitu 105 penderita (77,2%), berdasarkan status perokok, terbanyak pada bekas perokok yaitu 57 penderita (54,3%), sedangkan berdasarkan derajat berat merokok, derajat merokok sedang yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 48 penderita (45,7%).

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk tidak merokok, karena merokok adalah salah satu faktor risiko utama yang menyebabkan terjadinya PPOK. Dan kepada para perokok untuk melakukan kegiatan pemberhentian merokok.

(13)

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease is a chronic lung disease that is irreversible or partially reversible suffered by many people. According to the World Health Organization (WHO), 600 million people suffer from COPD worldwide. And is expected to continue to rise. In Indonesia, there were an estimated 4.8 million (5.6%) patients with COPD (JRI, 2007). The prevalence was higher in males than in females and increased with increasing age. COPD was more frequent in current and ex-smokers and increased with increasing pack-yrs (GOLD, 2006).

This study is a descriptive study conducted in patients with COPD in H. Adam Malik Medan Hospital and was conducted in July till November 2011 which aims to determine the prevalence of risk factors for COPD patients, based on age, sex, smoking history, smoking status, and degree of smoking. The study population is the entire medical record data of COPD patients during the period of July 2010 - July 2011, the outpatient and inpatient care, with a total sampling method that is processed with SPSS and presented in frequency distribution.

The results obtained that the prevalence of COPD based on age, at most in the age group over 70 years as many as 51 patients (37.5%), by gender, more men than women, 104 patients (76.5%), based on history smoking, the largest with a smoking history, 105 patients (77.2%), based on the status of smokers, have stop smoking is highest in 57 patients (54.3%), and based on the degree of smoking, most commonly found in moderate smoker, 48 patients (45.7%).

Based on these results, it is expected that all the people not to smoke, because smoking is one of the major risk factors that lead to COPD. And to the smoker to stop smoking activities.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang irreversibel atau reversibel parsial. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian terakhir menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru yang disebut sebagai efek sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun terutama disebabkan oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi sistemik yang bermakna.

Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK. Efek sistemik ini penting dipahami dalam penatalaksanaan PPOK sehingga didapatkan strategi terapi baru yang memberikan kondisi dan prognosis lebih baik untuk penderita PPOK.

Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati tempat ke-4 atau ke-5 setelah Penyakit Jantung Koroner, Penyakit Serebrovaskuler, dan Infeksi Saluran Akut (COPD International, 2004).

Di level global, PPOK adalah masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan menduduki peringkat keempat sebagai penyebab penyakit dan kematian di dunia, dan pada tahun 2030 diperkirakan akan menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian (Papadopoulos, 2011).

(15)

Di Indonesia, diperkirakan terdapat 4,8 juta (5,6%) penderita PPOK. Dan pada penelitian Khairun Nisa (2010) jumlah penderita PPOK di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 sebanyak 54 orang. Kejadian ini akan terus meningkat yang salah satunya disebabkan oleh banyaknya jumlah perokok karena 90% penderita PPOK disebabkan oleh

current smoker atau ex-smoker (JRI, 2007).

Faktor risiko terjadinya PPOK yaitu usia, jenis kelamin, merokok, hiperresponsif saluran pernapasan, pemaparan akibat kerja, polusi udara, dan faktor genetik. GOLD (2006), menyajikan prevalensi PPOK berdasarkan usia, jenis kelamin, status merokok, dan jumlah rokok yang dikonsumsi. Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan meningkat dengan bertambahnya usia. PPOK lebih sering pada yang masih aktif merokok dan bekas perokok dan meningkat dengan banyak jumlah rokok yang dikonsumsi.

Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK. Survey Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang per tahun, Jepang 328 miliar per tahun, Rusia 258 miliar per tahun, dan Indonesia 215 batang per tahun. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya (Riyanto, B. S., Hisyam, B., 2006).

1.2. Rumusan Masalah

Uraian dalam latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan yaitu berapakah prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan faktor risiko di RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan faktor risiko di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2.Tujuan Khusus

(16)

b. Untuk mengetahui prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berdasarkan jenis kelamin.

c. Untuk mengetahui prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berdasarkan riwayat merokok.

d. Untuk mengetahui prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berdasarkan status perokok.

e. Untuk mengetahui prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berdasarkan derajat berat merokok.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan diharapakan dapat memberikan manfaat yaitu :

a. Untuk mengetahui prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan faktor risiko di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli 2010 – Juli 2011.

b. Memberikan informasi bagi pusat-pusat pelayanan kesehatan untuk menyusun program kegiatan pemberhentian merokok dan pencegahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2.1.1. Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

PPOK adalah sebuah istilah keliru yang sering dikenakan pada pasien yang menderita emfisema, bronkitis kronis, atau campuran dari keduanya. Ada banyak pasien yang mengeluh bertambah sesak napas dalam beberapa tahun dan ditemukan mengalami batuk kronis, toleransi olahraga yang buruk, adanya obstruksi jalan napas, paru yang terlalu mengembang, dan gangguan pertukaran gas (John B. West, 2010).

PPOK adalah penyakit pada pernapasan, yang dapat mengakibatkan hambatan aliran udara dengan manifestasi sesak napas dan gangguan oksigenasi jaringan (Amin, 1996).

PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan dispnea dan terjadi obstruksi saluran napas sekalipun penyakit ini bersifat kronis dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkitis kronik maupun asma, tetapi dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi pernapasan (Rab Tabrani, 2010).

2.1.2. Etiologi

Berbeda dengan asma, penyakit PPOK menyebabkan obstruksi saluran pernapasan yang bersifat ireversibel. Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini. Etiologi PPOK yang utama adalah emfisema, bronkitis kronik, dan perokok berat. Yang karakteristik dari bronkitis kronik adalah adanya penyempitan dari dinding bronkus (diagnosis fungsional), sedangkan dari emfisema adalah diagnosis histopatologinya, sementara itu pada perokok berat adalah diagnosis kebiasaan merokoknya (habit).

2.1.3. Faktor Risiko

(18)

Pada perokok berat kemungkinan untuk mendapatkan PPOK menjadi lebih tinggi (Amin, 1996). WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema diakibatkan oleh rokok (The Tobacco Atlas, 2002). Dilaporkan perokok adalah 45% lebih beresiko untuk terkena PPOK dibanding yang bukan perokok (WHO, 2010).

Menurut Guyton (2006), secara umum telah diketahui bahwa merokok dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini. Pertama, salah satu efek dari penggunaan nikotin akan menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang meningkatkan resistensi aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus serta pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernapasan. Akibatnya lebih banyak debris berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah. Hasilnya, semua perokok baik berat maupun ringan akan merasakan adanya tahanan pernapasan dan kualitas hidup berkurang.

b. Polusi udara

Polutan adalah bahan-bahan yang ada di udara yang dapat membahayakan kehidupan manusia. Polutan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu senyawa-senyawa di dalam udara murni (pure air) yang kadarnya dia atas normal, molekul-molekul (gas-gas) selain yang terkandung dalam udara murni tanpa memperhitungkan kadarnya dan partikel (Amin, 1996).

c. Pekerjaan

Pekerja tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK.

Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernapasan dipengaruhi oleh ukuran partikel tersebut. Partikel yang berukuran 5 µ m atau lebih akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan bronkus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 µ m akan berhenti di bronkiolus respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 µ m biasanya tidak sampai mengendap di saluran pernapasan akan tetapi akan dikeluarkan lagi.

(19)

makrofag terbatas, sehingga tidak semua debu dapat difagositosis. Debu yang ada di dalam makrofag sebagian akan di bawa ke bulu getar yang selanjutnya akan dibatukkan dan sebagian lagi tetap tertinggal di interstisium bersama debu yang tidak sempat di fagositosis. Debu organik dapat menimbulkan fibrosis sedangkan debu mineral (inorganik) tidak selalu menimbulkan akibat fibrosis jaringan. Reaksi tersebut dipengaruhi juga oleh jumlah dan lamanya pemaparan serta kepekaan individu untuk menghadapi rangsangan yang diterima (Amin, 1996).

Makrofag yang sedang aktif akan mempengaruhi keseimbangan protease-antiprotease melalui beberapa mekanisme, yaitu meningkatkan jumlah elastase, mengeluarkan faktor kemotaktik yang dapat menarik neutrofil dan mengeluarkan oksidan yang dapat menghambat aktivitas AAT (Senior, 1980 dalam Amin, 1996).

Pekerja yang pada pekerjaannya terpapar aluminium, selama bekerja 30 tahun dengan terpaparnya partikel tersebut sama saja dengan perokok yang merokok 75 gram/minggu (Malo, Chan-Yeung, Kennedy, 2002).

d. Berbagai faktor lain, yakni :

1. Jenis kelamin, dimana pasien pria lebih banyak daripada wanita. Ini dikarenakan perokok pria lebih banyak 2 kali lipat daripada wanita (Fisher, 1990 dalam Amin, 1996).

2. Usia

Ini berhubungan dengan lamanya seseorang merokok, berapa banyak bungkus rokok yang telah dihabiskan. Semakin dewasa usia seseorang maka semakin banyak rokok yang telah dihisap (Kamangar, 2010).

3. Infeksi saluran pernapasan

(20)

Ini bisa menjurus kepada remodelling saluran pernapasan yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita PPOK (Kamangar, 2010).

5. Faktor genetik, dimana terdapat protease inhibitor yang rendah.

Inhibitor adalah sekelompok protein atau peptida yang menunjukkan sifat menghalangi kerja enzim proteolitik. Fungsi inhibitor protease adalah untuk mengontrol protease yang selalu berperan dalam berbagai proses biologis (Janoff 1985, Kimbel 1975, Kueppers 1975, Lieberman 1975 dalam Amin, 1996).

Keenam antiprotease tersebut adalah antitripsin (AAT), alfa-1-antikimotripsin (A1X), antitrombin III (AT III), CI inaktivator (CI Ina) dan alfa-2-makroglobulin (A2M).

Dari keenam inhibitor protease (IP) tersebut yang berhubungan langsung dengan jaringan paru adalah AAT dan A2M. Akan tetapi peran AAT lebih besar daripada A2M.

AAT sangat penting sebagai perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami, dan kekurangan antiprotease ini memiliki peranan penting dalam patogenesis emfisema. Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, dan makrofag, sewaktu proses fagositosis berlangsung dan mampu memecahkan elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru. Pada orang yang sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh kerja antiprotease, yang menghambat aktivitas protease. Pada orang yang merokok, dapat mengakibatkan respons peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim proteolitik (protease), sementara bersamaan dengan itu oksidan pada asap menghambat AAT (Wilson, 2005).

2.1.4. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai berikut :

1. PPOK ringan yaitu dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa sputum dan sesak napas dengan derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1.

2. PPOK sedang yaitu dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa sputum dan sesak napas dengan derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat beraktivitas).

(21)

2.2. Merokok

2.2.1. Definisi

Merokok adalah kegiatan atau aktivitas membakar rokok yang kemudian dihisap dan dihembuskan keluar sehingga orang yang disekitarnya juga bisa terhisap asap rokok yang dihembuskannya (Kemala, 2008).

2.2.2. Epidemiologi

Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat dipungkiri. Banyak penyakit telah terbukti terjadi akibat merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan bagi perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya. Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Bukan hanya bagi kesehatan, merokok menimbulkan pula problem di bidang ekonomi. Di negara industri maju, kini terdapat kecenderungan berhenti merokok, sedangkan di negara berkembang, khususnya Indonesia, malah cenderung timbul peningkatan kebiasaan merokok.

Tembakau merupakan alat pembunuh yang lebih ganas daripada peperangan. Demikianlah kata pengantar resolusi tentang tembakau yang diterbitkan oleh American Lung

Association (ALA) dan American Union Againts Tuberculosis (AUAT) pada 1990 di Boston.

Asap rokok tidak saja mengancam jiwa perokok sendiri akan tetapi juga orang yang sehat baik anak maupun dewasa. Perokok yang menghisap 1pak/hari selama 25 tahun akan meninggal 8 tahun lebih muda daripada bukan perokok. Dari 1970 sampai sekarang, konsumsi tembakau meningkat hampir dua kali lipat. Konsumsi rokok di Amerika Serikat pada 1984 adalah 16 juta, pada 1986 meningkat menjadi 159 juta. Perokok pria 2 kali lebih banyak daripada wanita (Fisher, 1990 dalam Amin, 1996).

(22)

Faktor-faktor psikologis dan fisiologis inilah yang banyak mempengaruhi kebiasaan merokok di masyarakat.

Pada tahun 2000, The National Lung Health Education Program (NLHEP) merekomendasikan bahwa semua perokok yang berusia diatas 45 tahun seharusnya melakukan screening pulmonary function test untuk mendiagnosa ada tidaknya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). The American College of Physicians (ACP) merekomendasikan bahwa para perokok dengan simptom pernapasan seharusnya melakukan pemeriksaan dengan spirometri untuk mendiagnosa ada tidaknya airflow obstruction (Ghobain, 2010).

2.2.3. Klasifikasi Perokok

Pada garis besaranya perokok dibagi dalam dua jenis yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang langsung menghisap asap rokok dari rokok tersebut, sedangkan perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tetapi ikut menghisap asap sampingan selain asap utama yang dihembuskan balik oleh perokok. Dari beberapa pengamatan dilaporkan bahwa perokok pasif menghisap lebih banyak bahan beracun daripada seorang perokok aktif (Khoirudin, 2006).

Resiko terkena PPOK akibat merokok dapat diketahui melalui penilaian derajat berat merokok seseorang berdasarkan Indeks Brinkman (IB), yakni perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Kategori perokok ringan apabila merokok antara 0-200 batang, perokok sedang apabila jumlah batang antara 200-600, dan perokok berat apabila menghabiskan 600 batang atau lebih. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan jenis perokok sama ada perokok aktif, perokok pasif atau bekas perokok (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Menurut Bustan (1997) dalam Khoirudin (2006), yang dikatakan perokok ringan adalah perokok yang menghisap 1-10 batang rokok sehari, perokok sedang adalah perokok yang menghisap 11-20 batang sehari sedangkan perokok berat adalah perokok yang menghisap lebih dari 20 batang rokok sehari.

Klasifikasi tersebut hampir sama dengan yang dibagi menurut Cit.Sumantri (1984) dalam Barmawi (1992) yaitu perokok ringan bila merokok kurang dari 10 batang/hari, perokok sedang bila 10-20 batang/hari dan perokok berat bila lebih dari 20 batang/hari.

2.2.4. Kandungan Rokok

(23)

selama merokok sebanyak 5 x 109 pp. Komponen gas terdiri dari karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan kadmium. Kedua komponen tersebut berperan pada patogenesis PPOK. Racun utama pada rokok adalah nikotin, karbon monoksida dan tar. Zat-zat kandungan dari rokok ini adalah yang paaling berbahaya bagi tubuh. Rokok putih mengandung 14-15 mg tar dan 5 mg nikotin, sementara rokok kretek mengandung sekitar 20 mg tar dan 4-5 mg nikotin. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tar dan nikotin pada rokok kretek lebih tinggi daripada rokok putih. Kandungan tar dan nikotin pada cerutu adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan rokok putih dan rokok kretek oleh karena ukurannya yang lebih besar (Khoirudin, 2006).

(24)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2. Definisi Operasional

Sesuai dengan masalah, tujuan dan model penelitian, maka yang menjadi variabel dalam penelitian beserta dengan definisi operasionalnya masing-masing sesuai dengan yang dicatat oleh petugas rumah sakit sebagai berikut :

1. Usia adalah usia penderita saat didiagnosa menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

3. Riwayat merokok adalah riwayat merokok penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

4. Status perokok adalah status perokok penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

5. Derajat berat merokok adalah tingkat keparahan merokok pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik. 6. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seluruh penderita yang

didiagnosa dokter mengalami PPOK yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik periode Juli 2010 – Juli 2011.

(25)

Tabel 3.1. Variabel, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Ukur

(26)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan cross sectional

study yang dimana penelitian ini dilakukan hanya dalam satu kali, pada satu saat dan dengan

tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi suatu prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berdasarkan faktor risiko.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juli – November 2011.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh data rekam medik Penyakit Paru Obstruktif Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan periode Juli 2010 – Juli 2011. Besar sampel penelitian ini dengan metode total sampling dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel, yaitu sebanyak 136 penderita.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan pada rekam medik pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan faktor risiko di RSUP H. Adam Malik Medan periode Juli 2010 – Juli 2011 dengan menggunakan lembar ceklis.

4.5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dideskripsikan menggunakan program SPSS (Statistical Product

and Service Solutions) of Windows 17.0, dan kemudian didistribusikan secara deskriptif

(27)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bungalow No. 17, Medan di bagian rekam medis. RSUP H. Adam Malik Medan ini merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.355/Menkes/SK/VII/1990 yang juga merupakan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Selain itu rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sesuai dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. Rumah sakit ini telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Responden yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUP H. Adam Malik periode Juli 2010 – Juli 2011. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 136 responden. Semua data responden diambil dari data sekunder yaitu rekam medik pasien.

5.1.2.1.Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia

(28)

Tabel 5.1. Distribusi Usia Penderita PPOK

Usia N %

41 - 50 tahun 19 14,0

51 - 60 tahun 22 16,2

61 - 70 tahun 44 32,4

> 70 tahun 51 37,5

Total 136 100,0

5.1.2.2.Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian, sampel penelitian penderita PPOK berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki, dimana terdapat 104 orang laki-laki (76,5%) dan 32 orang perempuan (23,5%). Dapat dilihat pada tabel 5.2. dibawah ini:

Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Penderita PPOK

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 104 76,5

Perempuan 32 23,5

Total 136 100,0

5.1.2.3.Deskripsi Sampel Berdasarkan Riwayat Merokok

Berdasarkan penelitian, penderita PPOK terbanyak didapatkan adalah penderita dengan riwayat merokok yaitu sebanyak 105 orang (77,2%) dan penderita yang tidak merokok sebanyak 31 orang (22,8%). Dapat dilihat dari tabel 5.3. dibawah ini:

Tabel 5.3. Distribusi Riwayat Merokok Penderita PPOK

Riwayat Merokok N %

Merokok 105 77,2

Tidak Merokok 31 22,8

(29)

5.1.2.4.Deskripsi Sampel Berdasarkan Status Perokok

Berdasarakan penelitian, penderita PPOK bekas perokok yang terbanyak yaitu 57 orang (54,3%), sedangkan perokok aktif sebanyak 48 orang (45,7%). Dapat dilihat dari tabel 5.4. dibawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Status Perokok Penderita PPOK

Status Perokok N %

Perokok Aktif 48 45,7

Bekas Perokok 57 54,3

Total 105 100,0

5.1.2.5.Deskripsi Sampel Berdasarkan Derajat Berat Merokok

Berdasarkan penelitian, didapatkan penderita PPOK terbanyak pada perokok derajat sedang sebanyak 48 orang (45,7%), diikuti dengan perokok derajat berat sebanyak 29 orang (27,6%) dan perokok derajat ringan sebanyak 28 orang (26,7%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5. dibawah ini:

Tabel 5.5. Distribusi Derajat Berat Merokok Penderita PPOK

Derajat Berat Merokok N %

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi PPOK di RSUP H. Adam Malik Medan periode Juli 2010 – Juli 2011. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus sampai November 2011 dan didapatkan 136 penderita PPOK.

(30)

penderita PPOK periode 2009 didapatkan penderita PPOK yang paling banyak berasal dari kelompok usia 61 – 70 tahun sebanyak 12 orang (48%). Berbeda dengan hasil penelitian ini, yang terbanyak adalah pada kelompok usia lebih dari 70 tahun. Ini bisa disebabkan oleh jumlah sampel pada peneliti tersebut lebih sedikit.

Dari tabel 5.2. dilihat kejadian PPOK pada laki-laki lebih sering yaitu sebanyak 104 orang (76,5%), sedangkan pada perempuan lebih sedikit yaitu 32 orang (23,5%). Menurut Reily, Edwin, Shapiro (2008), prevalensi merokok yang tinggi di kalangan laki-laki menjelaskan penyebab tingginya prevalensi PPOK dikalangan laki-laki. Hal ini terbukti dari penelitian ini, dimana yang paling banyak menderita PPOK adalah laki-laki. Hasil ini juga sejalan dengan penilitian Yan Indra (2010) di RS Tembakau Deli Medan ditemukan penderita PPOK yang paling banyak adalah laki-laki sebanyak 34 orang (97,1%). Begitu juga dalam GOLD (2006), laki-laki yang lebih banyak (68,9%).

Berdasarkan riwayat merokok pada tabel 5.3., penderita PPOK yang merokok lebih banyak yaitu sebanyak 105 orang (77,2%), sedangkan yang tidak merokok sebanyak 31 orang (22,8%). Menurut WHO (2010), perokok adalah 45% lebih beresiko untuk terkena PPOK dibanding yang bukan perokok. Menurut Kamangar (2010) individu yang merokok mengalami penurunan pada FEV1 dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK. Di Indonesia, 70% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisema adalah akibat merokok. Lebih dari setengah juta penduduk Indonesia pada tahun 2001 menderita penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh rokok (Supari, 2008).

Penderita PPOK yang merokok, dapat dibagi menurut statusnya. Dilihat dari tabel 5.4. penderita PPOK yang bekas perokok lebih banyak yaitu sebanyak 57 orang (54,3%), sedangkan yang perokok aktif sebanyak 48 orang (45,7%). Sejalan dengan GOLD (2006), penderita PPOK yang telah berhenti merokok lebih banyak (43,9%). Begitu juga dengan Khairun Nisa (2010), yang terbanyak pada bekas perokok (52%). Menurut B. Agne, K. Algirda, S. Raimudas dan S. Brigita (2006), penderita PPOK yang merupakan perokok aktif dan bekas perokok mempunyai jumlah dan jenis sel inflamasi yang hampir sama pada induced

sputum. Hal ini menunjukkan respon inflamasi yang masih berkelangsungan walaupun telah

berhenti merokok. Meskipun begitu, ditemukan jumlah neutrofil pada bekas perokok lebih rendah dibandingkan perokok aktif. Maka penderita PPOK yang telah berhenti merokok, dapat memiliki efek yang lebih baik.

(31)
(32)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan usia yang paling banyak adalah pada kelompok usia lebih dari 70 tahun yaitu sebanyak 51 penderita (37,5%).

2. Prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah pada laki-laki yaitu sebanyak 104 penderita (76,5%). 3. Prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan riwayat

merokok yang paling banyak terdapat pada penderita dengan riwayat merokok yaitu sebanyak 105 penderita (77,2%).

4. Prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik berdasarkan status perokok yang paling banyak adalah pada bekas perokok yaitu sebanyak 57 penderita (54,3%).

5. Prevalensi penderita Penyakit paru Obstruktif Kronik berdasarkan derajat berat merokok terdapat pada perokok sedang yaitu sebanyak 48 penderita (45,7%).

6.2. Saran

1. RSUP H. Adam Malik sebaiknya meningkatkan kualitas data rekam medis, agar lengkap dan mempermudah peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian. 2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk menggunakan sampel lebih, agar

dapat memperkaya data, dan mendapatkan hasil prevalensi yang lebih jelas.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Al Ghobain, M., 2010. Prevalence of Chronic Obstruction Pulmonary Disease among

Smokers Attending Primary Healthcare Clinics in Saudi Arabia, King Abdulaziz

University. Available from:

04 April 2011]

Amin, M., 1996. Penyakit Paru Obstruktif Menahun : Polusi Udara, Rokok dan

Alfa-1-Antitripsin. Surabaya: Airlangga University Press.

B. Agne, K. Algirda, S. Raimudas dan S. Brigita, 2006. Airway Inflammatory Cell

Compounds in Smokers and Ex-smokers with COPD, kaunas University of Medicine.

Available from:

[Accessed 16 November 2011]

COPD International, 2004. COPD Statical Information. Available from:

GOLD, 2006. Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic

Obstructive Pulmonary Disease. Available from:

11 Desember 2011]

GOLD, 2010. Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic

Obstructive Pulmonary Disease. Available from:

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. Effect of Smoking on Pulmonary Ventilation in Exercise. In :

Textbook of Medical Physiology. 11th ed. USA: Elsevier Saunders, 1062.

Jurnal Respirologi Indonesia, 2007. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Sebagai Penyakit

Sistemik. Available from:

(34)

Kamangar, N., 2010. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Available from:

Khoirudin, 2006. Perbedaan Kapasitas Vital Paru dan Tekanan Darah antara Perokok Aktif

dengan Perokok Pasif pada Siswa Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Semarang Tahun

Ajaran 2005/2006. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang: 32-37.

Malo, J.L., Chan-Yeung, M., Kennedy, S., 2002. Triggers of Asthma and COPD: Occupational Agents. In: Barnes, P.J. et al, ed. Asthma and COPD: Basic Mechanisms

and Clinical Management. Academic Press, 395-406.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Papadopoulos et al, 2011. Smoking Cessation Can Improve Quality of Life among COPD

Patients: Validation of The Clinical COPD Questionnaire into Greek, BMC Pulmonary

Medicine. Available from:

[Accessed 04 April 2011]

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK):

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Reilly, J.J., Jr., Silverman, E.K., Shapiro, S.D., 2008. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. In: Fauci et al, ed. Harisson’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. Volume II, Part 10, Chapter 254. 1635-1643.

Riyanto, B. S., Hisyam, B., 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan. In: Sudoyo et al, ed. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ke-2. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 978-987.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Tabrani, R., 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.

The Tobacco Atlas, 2002. Health Risks. World Health Organization (WHO). Available from:

(35)

West, John B., 2010. Patofisiologi Paru Esensial. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Wilson, Lorraine M., 2005. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan. In: Brahm U. Pendit et al, ed. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Volume 2. Jakarta: EGC, 783-795.

World Health Organization (WHO), 2002. Smoking Statistics. Available from:

April 2011]

World Health Organization (WHO), 2010. Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

Available from:

(36)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Astrid Novianti Nazli

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 27 November 1990

Agama : Islam

Alamat : Komp. Citra Wisata Blok XI No. 15 Medan

Riwayat Pendidikan :

1. TK Swasta Harapan Medan (1994-1996) 2. SD Swasta Harapan 1 Medan (1996-1998) 3. SD Negeri 001 Rintis Pekanbaru (1998-2002) 4. SMP Swasta Harapan 1 Medan (2002-2005)

5. SMA Negeri 1 Medan (2005-2008)

Riwayat Pelatihan : -

(37)

LAMPIRAN 6: DATA INDUK

PREVALENSI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK BERDASARKAN FAKTOR RISIKO DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JULI 2010 – JULI 2011

No. Jenis Kelamin Usia (Tahun)

(38)

22. Laki-laki 68 Perokok Aktif 20 61 - 70 tahun Sedang

23. Laki-laki 75 Bekas Perokok 20 > 70 tahun Sedang

24. Laki-laki 56 Bekas Perokok 40 51 - 60 tahun Berat

25. Laki-laki 79 Bekas Perokok 16 > 70 tahun Sedang

26. Laki-laki 68 Perokok Aktif 32 61 - 70 tahun Berat

27. Laki-laki 87 Perokok Aktif 16 > 70 tahun Sedang

28. Laki-laki 50 Bekas Perokok 20 41 - 50 tahun Sedang

29. Laki-laki 58 Perokok Aktif 12 51 - 60 tahun Sedang

30. Laki-laki 65 Perokok Aktif 10 61 - 70 tahun Ringan

31. Laki-laki 76 Bekas Perokok 25 > 70 tahun Berat

32. Laki-laki 49 Bekas Perokok 20 41 - 50 tahun Sedang

33. Laki-laki 68 Perokok Aktif 20 61 - 70 tahun Sedang

34. Laki-laki 59 Bekas Perokok 25 51 - 60 tahun Berat

35. Laki-laki 78 Perokok Aktif 10 > 70 tahun Ringan

36. Laki-laki 77 Perokok Aktif 30 > 70 tahun Berat

37. Laki-laki 70 Bekas Perokok 30 61 - 70 tahun Berat

38. Laki-laki 70 Bekas Perokok 12 61 - 70 tahun Sedang

39. Laki-laki 48 Bekas Perokok 16 41 - 50 tahun Sedang

40. Laki-laki 64 Perokok Aktif 12 61 - 70 tahun Sedang

41. Laki-laki 85 Bekas Perokok 11 > 70 tahun Sedang

42. Laki-laki 82 Bekas Perokok 20 > 70 tahun Sedang

43. Laki-laki 75 Perokok Aktif 10 > 70 tahun Ringan

44. Laki-laki 70 Perokok Aktif 20 61 - 70 tahun Sedang

45. Laki-laki 78 Perokok Aktif 40 > 70 tahun Berat

46. Laki-laki 85 Perokok Aktif 16 > 70 tahun Sedang

(39)

48. Laki-laki 62 Perokok Aktif 16 61 - 70 tahun Sedang

49. Laki-laki 65 Bekas Perokok 10 61 - 70 tahun Ringan

50. Laki-laki 55 Bekas Perokok 24 51 - 60 tahun Berat

51. Laki-laki 65 Perokok Aktif 16 61 - 70 tahun Sedang

52. Laki-laki 85 Bekas Perokok 20 > 70 tahun Sedang

53. Laki-laki 63 Bekas Perokok 30 61 - 70 tahun Berat

54. Laki-laki 90 Bekas Perokok 10 > 70 tahun Ringan

55. Laki-laki 72 Perokok Aktif 16 > 70 tahun Sedang

56. Laki-laki 74 Bekas Perokok 32 > 70 tahun Berat

57. Laki-laki 47 Bekas Perokok 12 41 - 50 tahun Sedang

58. Laki-laki 62 Perokok Aktif 10 61 - 70 tahun Ringan

59. Laki-laki 66 Perokok Aktif 16 61 - 70 tahun Sedang

60. Laki-laki 50 Perokok Aktif 10 41 - 50 tahun Ringan

61. Laki-laki 50 Perokok Aktif 20 41 - 50 tahun Sedang

62. Laki-laki 45 Perokok Aktif 10 41 - 50 tahun Ringan

63. Laki-laki 65 Perokok Aktif 20 61 - 70 tahun Sedang

64. Laki-laki 61 Perokok Aktif 48 61 - 70 tahun Berat

65. Laki-laki 80 Bekas Perokok 20 > 70 tahun Sedang

66. Laki-laki 72 Bekas Perokok 10 > 70 tahun Ringan

67. Laki-laki 62 Perokok Aktif 32 61 - 70 tahun Berat

68. Laki-laki 70 Perokok Aktif 16 61 - 70 tahun Sedang

69. Laki-laki 65 Perokok Aktif 16 61 - 70 tahun Sedang

70. Laki-laki 62 Bekas Perokok 12 61 - 70 tahun Sedang

71. Laki-laki 81 Perokok Aktif 20 > 70 tahun Sedang

72. Laki-laki 78 Bekas Perokok 24 > 70 tahun Berat

(40)

74. Laki-laki 64 Bekas Perokok 30 61 - 70 tahun Berat

75. Laki-laki 73 Perokok Aktif 30 > 70 tahun Berat

76. Laki-laki 60 Bekas Perokok 32 51 - 60 tahun Berat

77. Laki-laki 72 Perokok Aktif 3 > 70 tahun Ringan

78. Laki-laki 56 Perokok Aktif 20 51 - 60 tahun Sedang

79. Laki-laki 49 Perokok Aktif 16 41 - 50 tahun Sedang

80. Laki-laki 55 Perokok Aktif 32 51 - 60 tahun Berat

81. Laki-laki 58 Perokok Aktif 64 51 - 60 tahun Berat

82. Laki-laki 68 Bekas Perokok 16 61 - 70 tahun Sedang

83. Laki-laki 65 Perokok Aktif 30 61 - 70 tahun Berat

84. Laki-laki 64 Perokok Aktif 20 61 - 70 tahun Sedang

85. Laki-laki 67 Perokok Aktif 32 61 - 70 tahun Berat

86. Perempuan 43 Bekas Perokok 3 41 - 50 tahun Ringan

87. Perempuan 86 Bekas Perokok 16 > 70 tahun Sedang

88. Perempuan 72 Bekas Perokok 10 > 70 tahun Ringan

89. Perempuan 58 Bekas Perokok 6 51 - 60 tahun Ringan

90. Perempuan 63 Bekas Perokok 4 61 - 70 tahun Ringan

91. Perempuan 72 Bekas Perokok 10 > 70 tahun Ringan

92. Perempuan 55 Bekas Perokok 5 51 - 60 tahun Ringan

93. Perempuan 69 Bekas Perokok 10 61 - 70 tahun Ringan

94. Perempuan 60 Bekas Perokok 6 51 - 60 tahun Ringan

95. Perempuan 50 Bekas Perokok 10 41 - 50 tahun Ringan

96. Perempuan 61 Bekas Perokok 10 61 - 70 tahun Ringan

97. Perempuan 79 Bekas Perokok 5 > 70 tahun Ringan

98. Perempuan 61 Bekas Perokok 12 61 - 70 tahun Sedang

(41)

100. Perempuan 73 Bekas Perokok 10 > 70 tahun Ringan

101. Perempuan 75 Bekas Perokok 20 > 70 tahun Sedang

102. Perempuan 56 Perokok Aktif 24 51 - 60 tahun Berat

103. Perempuan 46 Bekas Perokok 10 41 - 50 tahun Ringan

104. Perempuan 65 Bekas Perokok 12 61 - 70 tahun Sedang

105. Perempuan 43 Perokok Aktif 20 41 - 50 tahun Sedang

106. Laki-laki 84 Tidak Merokok > 70 tahun

107. Laki-laki 82 Tidak Merokok > 70 tahun

108. Laki-laki 51 Tidak Merokok 51 - 60 tahun

109. Laki-laki 74 Tidak Merokok > 70 tahun

110. Laki-laki 80 Tidak Merokok > 70 tahun

111. Laki-laki 85 Tidak Merokok > 70 tahun

112. Laki-laki 72 Tidak Merokok > 70 tahun

113. Laki-laki 59 Tidak Merokok 51 - 60 tahun

114. Laki-laki 82 Tidak Merokok > 70 tahun

115. Laki-laki 71 Tidak Merokok > 70 tahun

116. Laki-laki 57 Tidak Merokok 51 - 60 tahun

117. Laki-laki 41 Tidak Merokok 41 - 50 tahun

118. Laki-laki 68 Tidak Merokok 61 - 70 tahun

119. Laki-laki 48 Tidak Merokok 41 - 50 tahun

120. Laki-laki 62 Tidak Merokok 61 - 70 tahun

121. Laki-laki 67 Tidak Merokok 61 - 70 tahun

122. Laki-laki 68 Tidak Merokok 61 - 70 tahun

123. Laki-laki 50 Tidak Merokok 41 - 50 tahun

124. Laki-laki 68 Tidak Merokok 61 - 70 tahun

(42)

126. Perempuan 80 Tidak Merokok > 70 tahun

127. Perempuan 55 Tidak Merokok 51 - 60 tahun

128. Perempuan 78 Tidak Merokok > 70 tahun

129. Perempuan 60 Tidak Merokok 51 - 60 tahun

130. Perempuan 44 Tidak Merokok 41 - 50 tahun

131. Perempuan 70 Tidak Merokok 61 - 70 tahun

132. Perempuan 56 Tidak Merokok 51 - 60 tahun

133. Perempuan 80 Tidak Merokok > 70 tahun

134. Perempuan 70 Tidak Merokok 61 - 70 tahun

135. Perempuan 70 Tidak Merokok 61 - 70 tahun

(43)

LAMPIRAN 7: HASIL OUT PUT

PREVALENSI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

BERDASARKAN FAKTOR RISIKO DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JULI 2010 – JULI 2011

1. Kategori berdasarkan usia

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

2. Kategori berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 104 76.5 76.5 76.5

Perempuan 32 23.5 23.5 100.0

Total 136 100.0 100.0

3. Kategori riwayat merokok

Riwayat Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Merokok 105 77.2 77.2 77.2

Tidak Merokok 31 22.8 22.8 100.0

(44)

4. Kategori berdasarkan status perokok

Status Perokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perokok Aktif 48 45.7 45.7 45.7

Bekas Perokok 57 54.3 54.3 100.0

Total 105 100.0 100.0

5. Kategori berdasarkan derajat berat merokok

Derajat Berat Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berat 29 27.6 27.6 27.6

Ringan 28 26.7 26.7 54.3

Sedang 48 45.7 45.7 100.0

Gambar

Tabel 3.1. Variabel, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Ukur
Tabel 5.1. Distribusi Usia Penderita PPOK
Tabel 5.4. Distribusi Status Perokok Penderita PPOK

Referensi

Dokumen terkait

MEKANISME PEMUNGUTAN DAN PENETAPAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA OLEH DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, PERTAMBANGAN DAN ENERGI DI KABUPATEN NIAS.. O L E

: Membentuk Panitia dan rincian biaya Test Khusus (lalon Mehasiswa Barr"r Prodi PJKR Non Reguler Gelombang I tahun 2005 denga'r susunan personalia seperti tersebut

Selanjutnya Pokja ULP akan melakukan tahapan evaluasi administrasi dan teknis terhadap Peserta lelang yang dokumennya telah memenuhi syarat/lengkap pada saat

Meskipun modernisasi tidak sama dengan westernisasi, kata modernisasi sering dikait- kan dengan perubahan sosial budaya yang terjadi dalam

Tugas Akhir ini membahas “ Jaringan Wifi Skala Rumahan dengan menggunakan modem Dial Up berbasis Windows 7 “ Dengan wifi menggunakan modem dial up ini setiap orang dapat

Sebelum diadakan analisa terhadap data-data yang diperoleh melalui perosedur-prosedur ilmiah agar menghasilkan pembahasan yang lebih fokus, terarah, dan sistematis

After analyzing the informal clauses found in the article it is found that the informal declarative clauses 96,56 % is the most dominant type of Mood which is found the text

[r]