• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Elfira Puspita Wardani

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO

STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

ELFIRA PUSPITA WARDANI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TSTS dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Desain yang digunakan adalah

pretest posttest control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas VIII SMPN 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014 yang terdistribusi dalam sembilan kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII F dan VIII G yang diambil dengan teknik purposive random sampling. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi matematis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode pembelajaran kooperatif TSTS tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas VIII SMPN 12 Bandarlampung.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, pada 25 Februari 1992. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Sufiat, S.E. dan Ibu Hj. Agustina Sari.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Kartika 23 Bandar Lampung pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Langkapura pada tahun 2004, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2010 dengan mengambil Program Studi Pendidikan Matematika.

(7)

Moto

Setelah berusaha keras, bersujud dan berdo’alah, karena kunci

kesuksesan kita, semua karena ALLAH SWT.

Bahagiakan orang yang di sekitarmu. Maafkan orang yang

menyakitimu. Senyumlah kepada yang membencimu.

(8)

Persembahan

Dengan kerendahan hati dan teriring rasa syukur keharibaan Allah

SWT, penulis persembahkan buah karya sederhana ini sebagai bukti

cinta kasih kepada:

Mama dan Papa tercinta, yang senantiasa menanti keberhasilan

anandamu.

Kakak, adik, sahabat, dan seluruh keluarga besar atas segala

motivasi, dukungan, doa, dan perhatiannya.

Guru dan dosen atas ilmu dan semua yang telah kalian berikan

padaku, yang menjadi penerang jalanku.

(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014).”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Papa (Fiat) dan Mama (Tina) tersayang atas semangat, kasih sayang, dan doa

yang tak pernah berhenti mengalir.

2. Ibu Drs. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Dosen Pembimbing II yang telah bersedia memberikan waktunya untuk konsultasi akademik dan atas kesediaannya memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik..

(10)

iii

4. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

5. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah memberi-kan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaimemberi-kan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Bapak Drs. H. Zaid Jaya, M. M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 12

Bandarlampung yang telah memberikan ijin penelitian.

9. Bapak Anton, S.Pd., selaku Wakil Kepala Sekolah Kurikulum SMP Negeri 12 Bandarlampung yang telah banyak membantu dalam penelitian.

10.Ibu Tugiyati, S.Pd. dan Bapak Ketut, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian.

11.Adik-adikku (Hanif dan Kamila) tersayang atas semangat, doa, dan hiburan disaat lelah mengerjakan skripsi.

12.Bunda May dan Ibu Yuli beserta keluarga besar yang selalu mendukung dan memotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

(11)

iv

14.Teman-teman seperjuangan Liza Istianah, Novi Wahyu Wulandari, Woro Ningtyas, dan Noviana Laksmi yang telah membantu dan menemani selama proses penyusunan skripsi.

15.Teman-temanku di Pendidikan Matematika angkatan 2010 kelas B: Imam, Nando, Sovian, Perdan, Heru, Caca, Iis, Clara, Agustin, Selvi, Nurul, Mella, Silo, Resti, Ayu, Cahya, Syafril, Febby, Ira Selfiana, dan Suke atas motivasi, persahabatan, dan kebersamaanya selama ini.

16.Teman-teman seperjuangan Matematika angkatan 2010 A, kakak tingkat angkatan 2008 dan 2009 serta adik tingkat angkatan 2011, 2012, dan 2013 atas ke-bersamaannya.

17.Sahabat-sahabat KKN dan PPL SMAN 1 Batu Brak: Ali, Ayu, Yudha, Ira, Alya, Cindy, Wulan, Tyas, Arifah, Muti, Amel, Eliyana dan Adel, atas kebersamaan dan kekeluargaannya.

18.Siswa-siswi SMAN 1 Batu Brak dan SMPN 12 Bandarlampung. 19.Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

20.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.

Bandarlampung, 18 Agustus 2014 Penulis,

(12)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori... ... 8

1. Pembelajaran Matematika ... 8

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS... 9

3. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 13

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 16

C. Kerangka Pikir... ... 17

D. Hipotesis Tindakan... 19

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 20

(13)

vi

C. Data Penelitian ... 21

D. Teknik Pengumpulan Data ... 21

E. Tahap-tahap Penelitian ... 22

F. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 23

G. Pengembangan Perangkat Pembelajaran... 30

H. Teknik Analisis Data ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36

B. Pembahasan ... 45

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 51

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(14)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Pretes – Postes Kontrol Desain ... 21

Tabel 3.2 Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 23

Tabel 3.3 Kriteria Indeks Reliabilitas... 26

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 27

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda... 28

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba ... 29

Tabel 3.7 Klasifikasi Gain ... 31

Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Skor Pretest... 32

Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Skor Posttest ... 32

Tabel 3.10 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Skor Gain ... 33

Tabel 4.1 Hasil Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 36

Tabel 4.2 Hasil Uji Mann-Whitney U Data Skor Pretest ... 37

Tabel 4.3 Pencapaian Indikator Komunikasi Matematis Pada Pretest ... 38

Tabel 4.4 Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 39

Tabel 4.5 Pencapaian Indikator Komunikasi Matematis Pada Posttest ... 40

Tabel 4.6 Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 41

Tabel 4.7 Hasil Uji Mann-Whitney U Data Indeks Gain ... 41

(15)

vi

Eksperimen Pertemuan Ke-2 ... 43 Tabel 4.10 Rekapitulasi Ketercapaian Perilaku Berkarakter Kelas

(16)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran ... 57

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 61

Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 102

Lampiran A.4 Lembar Kerja Kelompok (LKK) ... 127

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Pretest - Posttest ... 164

Lampiran B.2 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 165

Lampiran B.3 Pedoman Penskoran dan Kunci Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 166

Lampiran B.4 Form Validasi Instrumen ... 170

Lampiran B.5 Lembar Penilaian Diri ... 172

Lampiran C.1 Analisis Tes Uji Coba (Reliabilitas) ... 177

Lampiran C.2 Analisis Tes Uji Coba ... 178

Lampiran C.3 Hasil Pretest dan Postest Kelas Eksperimen ... 179

Lampiran C.4 Hasil Pretest dan Postest Kelas Kontrol ... 180

Lampiran C.5 Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 181

Lampiran C.6 Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol ... 185

Lampiran C.7 Uji Mann-Whitney U Skor Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 189

(17)

vi

Lampiran C.9 Analisis Indikator Pretest Kelas Kontrol ... 193

Lampiran C.10 Uji Normalitas Skor Posttest Kelas Eksperimen ... 196

Lampiran C.11 Uji Normalitas Skor Posttest Kelas Kontrol ... 200

Lampiran C.12 Analisis Indikator Posttest Kelas Eksperimen ... 204

Lampiran C.13 Analisis Indikator Posttest Kelas Kontrol ... 207

Lampiran C.14 Data Perhitungan Skor Gain Kelas Eksperimen ... 210

Lampiran C.15 Data Perhitungan Skor Gain Kelas Kontrol ... 212

Lampiran C.16 Uji Normalitas Indeks Gain Kelas Eksperimen ... 214

Lampiran C.17 Uji Normalitas Indeks Gain Kelas Kontrol ... 218

Lampiran C.18 Uji Mann-Whitney U Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 222

Lampiran C.19 Rekapitulasi Pembelajaran Berkarakter Pertemuan ke-2 ... 223

Lampiran C.19 Rekapitulasi Pembelajaran Berkarakter Pertemuan ke-8 ... 224

Lampiran D.1 Surat Ijin Penelitian Pendahuluan ... 226

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa disadari kini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju pesat sehingga mendorong masyarakat di dunia khususnya di Indonesia untuk selalu mengikuti arah perkembangan tersebut terutama dalam bidang pendidikan. Penguasaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang baik dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat bersaing di masa yang akan datang.

Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi modern, baik aspek terapan maupun bekal penataan nalar dan pembentukan sikap mental. Menurut Soedjadi (2000:1) belajar matematika sangat penting karena nilai-nilai yang terkandung di dalam matematika antara lain berfikir logis, kritis, konsisten, disiplin, demokratis, komunikatif, dan jujur dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu, matematika dipelajari di sekolah dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

(19)

2 keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006).

Tujuan pembelajaran matematika di atas, menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi merupakan salah satu kemampuan dasar yang sangat penting untuk dimiliki siswa. Dalam kegiatan pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk dapat berpikir kemudian mengkomunikasikan suatu ide atau masalah kepada siswa lain sehingga mereka dapat memahami satu sama lain. Selama proses komunikasi terjadi, siswa dituntut untuk dapat menginterpretasikan bahasa matematika kedalam bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti sehingga tujuan pembelajaran matematika tercapai.

(20)

3 dalam studi ini skor rata-rata internasional yang harus dicapai adalah 500 (IEA,2012). Selain TIMSS survey terhadap kemampuan siswa secara internasional dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) 2009. Survey ini dilakukan untuk menilai kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, bernalar, dan berkomunikasi. Berdasarkan survey dari PISA didapatkan data bahwa Indonesia berada pada urutan 61 dari 65 negara peserta dengan skor 371 (OECD,2010). Ini menunjukkan bahwa kemampuan matematika terutama dalam kemampuan memecahkan masalah, bernalar, dan berkomunikasi di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.

(21)

4 bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu, saling berkomunikasi, dan saling mendukung dalam memecahkan masalah.

Selama ini, model pembelajaran yang diterapkan di sekolah oleh guru umumnya masih pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan berpusat pada guru, sehingga kemampuan siswa tidak dapat dikembangkan secara optimal. Salah satu sekolah yang masih menerapkan pembelajaran konvensional adalah SMPN 12 Bandar Lampung. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru matematika di sana, kemampuan komunikasi matematis siswa khususnya kelas VIII masih rendah salah satu penyebabnya adalah masih diterapkannya model pembelajaran konvensional. Hal ini diketahui dari rata-rata nilai ujian matematika semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 yaitu sebesar 54,875 dengan KKM sebesar 65. Siswa juga kurang aktif dan interaksi antar siswa dengan guru atau siswa dengan siswa juga jarang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

Model pembelajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dengan adanya komunikasi banyak arah, yaitu komunikasi siswa-siswa, siswa-guru, siswa-sumber belajar dan komunikasi lainnya. Salah satu alternatif model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran Two Stay Two

Stray (TSTS). Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan sistem

(22)

5 sama lain. Keunggulan TSTS lainnya yaitu pembagian tugas dalam kelompok jelas, jadi diharapkan tidak ada siswa yang hanya diam. Setiap siswa akan mengkomunikasikan ide-ide matematikanya dan bersama-sama menyelesaikan masalah matematika yang ada. Model ini sangat cocok untuk membuat siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Bercermin pada uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan keterkaitannya dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two

Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

siswa kelas VIII di SMPN 12 Bandar Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

(23)

6 pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

Dilihat dari segi praktis, diharapkan penelitian ini memberikan manfaat yaitu dapat menjadi acuan/ referensi untuk penelitian sejenis, model pembelajaran alternatif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis, dan meningkatkan daya tarik terhadap matematika bagi praktisi-praktisi pendidikan seperti peniliti, guru, dan siswa.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak menyimpang dari permasalahan yang ada maka perlu dikemukakan pembatasan ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan sistem pembelajaran kelompok beranggotakan empat orang siswa, dua siswa bertugas berkunjung ke kelompok lain dan dua lainnya bertugas membagikan hasil diskusi kepada siswa pengunjung dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa mengubah masalah ke dalam model matematika, mengomunikasikan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar serta menggunakan ekspresi matematika untuk menyajikan ide dan menyelesaikan suatu masalah matematis.

(24)
(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan proses interaksi dua arah antara siswa dan guru yang terjadi dalam lingkungan belajar agar siswa memperoleh pengetahuan. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:159) berpendapat bahwa pengetahuan yang dibangun dalam pikiran anak, selama anak tersebut terlibat dalam proses pembelajaran merupakan akibat dari interaksi secara aktif dengan lingkungannya.

Menurut teori konstruktivisme sesuai yang dikemukakan Horsley (1990:59) Someone generally go through four phases in learning, they are (1) Apersepsi phase, this stage is useful to reveal the students' first conceptions and used to generate motivation to learn; (2) Exploration phase, this phase serves as a mediating expression of ideas or knowledge in students; (3) Phase of discussion and explanation of the concept, at this phase the students attempted to cooperate with their friends, trying to explain their understanding to others and hear, even appreciate their findings; (4) Phase of development and application of concepts, this phase is the stage to measure the extent to which students have understood a concept to solve problems.

(26)

9 siswa; (3) Tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa diupayakan untuk bekerjasama dengan temannya, berusaha menjelaskan pemahamannya kepada orang lain dan mendengar, bahkan menghargai temuan temannya; (4) Tahap pengembangan dan aplikasi konsep, tahap ini merupakan tahap untuk mengukur sejauh mana siswa telah memahami suatu konsep dengan menyelesaikan permasalahan.

Pembelajaran tidak terlepas dari materi pelajaran yang diajarkan menurut kurikulum yang berlaku di sekolah termasuk matematika. Matematika merupakan pelajaran yang diajarkan di berbagai jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah.Matematika memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain. Soedjadi (2000:13) mengemukakan karakteristik matematika yakni, miliki objek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan konsisten dalam sistemnya. Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2001:13) pendidikan diletakkan pada 4 pilar sebagaimana yang ditetapkan UNESCO, yaitu tidak sekedar learning to know (belajar untuk mengetahui), tetapi harus ditingkatkan menjadi learning to do (belajar untuk melakukan), learning to be (belajar untuk menjiwai), hingga learning to live together (belajar untuk hidup bersama).

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray ( TSTS )

(27)

10 masalah. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Lie (2002:12), model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2011:58) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkalaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Terdapat banyak model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

(28)

11 Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan siswa diajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan teman-nya,dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.

Lie (2008:61) menggungkapkan bahwa struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar kooperatif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan evaluasi proses kelompok dapat terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, terjadi proses tatap muka antar siswa dan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan.

Menurut Lie (2008:62), tahap-tahap dalam model TSTS:

(29)

12 2. Guru memberikan materi pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas

bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.

3. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.

4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan ke- lompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.

5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 8. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

(30)

13 3. Kemampuan Komunikasi Matematis

Menurut Mulyana (2005:3) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal (kata-kata) dan nonverbal (non kata-kata). Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Mulyana juga menyebutkan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal atau bentuk nonverbal, tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan bersama.

Selanjutnya, Latuheru (1988:2) mengatakan bahwa komunikasi merupakan suatu transaksi pengertian atau pemahaman antara dua individu atau lebih melalui bentuk simbol dan signal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Dalam komunikasi matematika, siswa dilibatkan secara aktif untuk berbagi ide dengan siswa lain dalam mengerjakan soal-soal matematika.

(31)

14 tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Kemampuan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika dijelaskan pula oleh NCTM (1989:214)

The assessment of students’ ability to communicate mathematics should provide evidence that they can: (1) express mathematical ideas by speaking, writing, demonstrating, and depicting them visually; (2) understand, interpret, and evaluate mathematical ideas that are presented in written, oral, or visual forms; (3) use mathematical vocabulary, notation, and structure to represent ideas, describe relationship, and model situation.

Berdasarkan PISA (2012:26), komunikasi merupakan salah satu dari tujuh kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematika. Tujuh kemampuan tersebut yaitu : a) communication; b) mathematising; c) representation; d) reasoning and argument; e) devising strategies; f) using symbolic, formal and

technical language and operations, dan; g) using mathematical tools.

(32)

15 penalaran dan komunikasi antara lain adalah: (1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram; (2) Mengajukan dugaan

(conjectures); (3) Melakukan manipulasi matematika; (4) Menarik kesimpulan,

menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi; (5) Menarik kesimpulan dari pernyataan; (6) Memeriksa kesahihan suatu argument; (7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Sedangkan indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989:214) antara lain: (a) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (b) Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (c) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Satriawati dalam Mufrika (2011:17) membagi kemampuan komunikasi matematis menjadi tiga yaitu:

1) Written text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri,

membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan, tulisan, konkrit, grafik dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argument dan generalisasi.

2) Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke

dalam ide-ide matematika.

3) Mathematical expressions, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan

(33)

16

Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar ( draw-ing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan sebagai be- rikut:

a. Menyatakan, mengekspresikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau model matematika lain.

b. Menyatakan situasi, gambar ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika.

c. Menggunakan ekspresi matematika untuk menyajikan ide dan menyelesaikan suatu masalah matematis.

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

1. Dian Mayasari (2013)

Judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Tertulis Siswa Kelas XI IPA 5 SMAN 1 Purwosari Pasuruan.

Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa kelas XI IPA 5 SMAN 1 Purwosari melalui tahap-tahap pada pembelajaran TSTS.

2. Clara Dwi Alfionita (2014)

(34)

17 Kesimpulan: Tidak ada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa secara signifikan melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Hal ini dapat ditunjukkan dari rata-rata gain nilai kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray menunjukkan hasil yang sama dengan pembelajaran konvensional.

C. Kerangka Pikir

Penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS untuk me- ningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa ini terdiri dari satu peubah bebas dan satu peubah terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi peubah bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sedangkan yang menjadi peubah terikat yaitu kemampuan komunikasi komunikasi matematis siswa.

Kemampuan berkomunikasi matematis menjadi sesuatu yang penting untuk digali oleh seorang guru dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan permasalahan yang harus mendapatkan perhatian serius dari guru. Permasalahan ini dapat terjadi karena proses pembelajaran yang berlangsung selama ini terpusat pada guru sehingga selama pembelajaran matematika hanya terjadi komunikasi satu arah.

(35)

18 Model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dalam kelompok dan berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan bekerja dalam sebuah kelompok, siswa dapat mengomunikasikan ide-ide matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian kemampuan komunikasi matematis siswa akan lebih tergali daripada siswa hanya men-dengarkan ceramah dari guru.

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Model pembelajaran ini dimulai dengan membentuk kelompok heterogen beranggotakan 4 orang siswa. Kemudian siswa mendiskusikan LKK yang diberikan oleh guru. Pada tahap ini, siswa akan saling bekerja sama dan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya baik secara lisan ataupun tulisan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

Setelah berdiskusi, siswa dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian siswa yang bertamu dan siswa yang menetap. Siswa yang bertamu bertugas mencari informasi hasil diskusi kelompok yang dikunjungi dan siswa yang menetap bertugas memberi informasi hasil diskusi kelompoknya kepada kelompok yang berkunjung. Pada tahap berkunjung dan bertamu ini juga setiap siswa akan melakukan komunikasi matematis untuk saling bertukar hasil diskusi kelompok masing-masing.

(36)

19 Selama berlangsungnya tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe TSTS, setiap siswa aktif melakukan komunikasi matematis baik secara lisan ataupun tulisan. Setiap siswa juga memiliki perannya masing-masing sehingga dapat menghindari adanya siswa yang hanya diam dan berperan sebagai penonton diskusi. Tahap-tahap itu tidak ditemukan dalam proses pembelajaran konvensional. Jadi, diharapkan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TSTS kemampuan komunikasi matematis siswa lebih tinggi daripada dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Umum

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Hipotesis Khusus

Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay two Stray (TSTS) lebih tinggi dari pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan metode konvensional.

(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Bandar-lampung pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Kelas VIII di SMP Negeri 12 Bandarlampung terdiri dari sembilan kelas, yaitu VIII-A sampai dengan VIII-I. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

random sampling, karena pemilihan kelas berdasarkan pertimbangan peneliti dan

guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMPN 12 Bandar Lampung dengan terlebih dahulu mengeluarkan dua kelas yang sedang dilakukan penelitian juga. Dari tujuh kelas yang ada diambil dua kelas yang memiliki kemampuan yang hampir sama. Kelas yang diambil adalah kelas VIII F dan VIII G. Setelah itu ditentukan kelas VIII F dengan jumlah siswa 27 orang sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan metode konvensional dan kelas VIII G dengan jumlah siswa 30 orang sebagai kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan dengan pengundian. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam pemilihan sampel.

B. Desain Penelitian

(38)

21 siswa. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment), menggunakan desain penelitian pretest-posttest control design. Adapun desain penelitian sebagaimana yang dikemukakan Furchan (1982:356) sebagai berikut:

Tabel 3.1 Pretes – Postes Kontrol Desain

Kelas

Perlakuan

Pretest Model Pembelajaran Posttest

E O1 TSTS O2

K O1 Konvensional O2

Keterangan:

E: kelas eksperimen K: kelas kontrol O1: pelaksanaan pretest

O2: pelaksanaan posttest

Sebelum penelitian dilaksanakan, kedua kelas tersebut diambil data awal kemampuan komunikasi matematis berupa pre-test. Pada akhir penelitian, siswa dari kedua kelas diambil data kemampuan komunikasi matematis berupa post-test dengan soal yang sama dengan pre-test.

C. Data Penelitian

(39)

22 D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes diberikan se- belum pembelajaran (pre-test) dan sesudah pembelajaran (post-test) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

E. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah :

1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap-tahap persiapan penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Negeri 12 Bandarlampung.

b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penelitian. RPP ini dibuat sesuai dengan model yang akan digunakan selama penelitian ini, yaitu RPP dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

c. Memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan penelitian, menilai keadaan lapangan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.

d. Melakukan validasi instrumen. e. Melakukan uji coba soal tes.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap-tahap pelaksanaan penelitian ini adalah :

a. Melaksanakan pre-test pada kelas kontrol dan eksperimen.

(40)

23 3. Tahap Analisis Data

Tahap-tahap analisis data penelitian ini adalah : a. Menganilisis data hasil penelitian.

b. Menyusun hasil penelitian c. Menyimpulkan hasil penelitian.

F. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen yang digunakan dalam peneletian ini adalah perangkat tes kemampuan komunikasi matematis siswa. Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis dengan bentuk uraian yang terdiri atas lima soal. Materi yang diujikan adalah pokok bahasan garis singgung lingkaran dan lingkaran dalam dan lingkaran luar suatu segitiga.

Tes komunikasi matematis ini menuntut siswa memberikan jawaban berupa menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan me-nuliskannya (written texts).

Pengembangan instrumen tes dilakukan dengan langkah-langkah berikut: pertama membuat kisi-kisi berdasarkan kurikulum yang berlaku, lalu membuat soal, kemudian melakukan penilaian terhadap kesesuaian kisi-kisi dan bahasa yang digunakan pada soal oleh guru bidang studi matematika kelas VIII SMPN 12 Bandar Lampung dan selanjutnya melakukan ujicoba di luar sampel tetapi masuk dalam populasi.

(41)

24 Tabel 3.2 Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi Matematis

No. Indikator Kriteria Penilaian Skor

1. Menyatakan,

Membuat gambar/model matematika tetapi hanya sedikit yang bernilai benar.

1

Membuat gambar/model matematika namun kurang lengkap dan benar

2

Membuat model matematika lengkap dan benar

Menyajikan ide matematika namun kurang lengkap dan benar.

2

Menyajikan ide matematika secara lengkap dan benar.

Membuat ekspresi matematika dengan benar, namun salah melakukan perhitungan.

2

Membuat ekspresi matematika dengan benar, perhitungan dilakukan dengan tepat, dan mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.

3

1. Validitas Tes

(42)

25

Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 12 Bandarlampung mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang butir-butir tesnya telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar, indikator pembelajaran, dan indikator kemampuan komunikasi matematis yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra.

Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar cek list oleh guru. Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan untuk mengambil data telah me-menuhi validitas isi (Lampiran B.4).

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Crouncbach Alpha dalam Arikunto (2011:109)yaitu sebagai berikut :

[

] [

]

dengan

n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes

(43)

26

N = banyaknya data

Xi = jumlah semua data

Xi2 = jumlah kuadrat semua data

Nilai r11 yang diperoleh diimplementasikan dengan indeks reliabilitas. Arikunto (2011:109) mengatakan bahwa kriteria indeks reliabilitas adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3 Kriteria Indeks Reliabilitas

Nilai Kriteria

0.800 – 1.000 Sangat Tinggi

0.600 – 0.800 Tinggi

0.400 – 0.600 Cukup

0.200 – 0.400 Rendah

0.000 – 0.200 Sangat Rendah

Arikunto (2011:109)

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini nilai koefisien reliabilitas tinggi sampai sangat tinggi yaitu 0,70. Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11= 0,74 (Lampiran C.1). Berdasarkan pendapat Arikunto di atas,

nilai

11

r memenuhi kriteria tinggi karena koefisien reliabiltasnya lebih dari atau

sama dengan 0,70.

3. Tingkat Kesukaran (TK)

(44)

27

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran sebagai berikut :

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Kriteria yang digunakan dalam instrument tes komunikasi matematis adalah 0,31 < IK ≤ 0,85 yaitu soal memiliki indeks kesukaran yang sedang atau mudah. Setelah menghitung tingkat kesukaran soal diperoleh hasil bahwa tes kemampuan tingkat kesukaran mudah atau sedang (Lampiran C.2).

4. Daya Pembeda (DP)

(45)

28 yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas ) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Suherman (2003:161) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

̅̅̅ ̅̅̅

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu XA : rata-rata skor kelompok atas tiap butir soal

XB : rata-rata skor kelompok bawah tiap butir soal

SMI : skor maksimum ideal

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam tabel berikut :

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

DP ≤ 0.00 Sangat Jelek

0.00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0.40 Cukup 0.40 < DP ≤ 0.70 Baik 0.70 < DP ≤ 1.00 Sangat Baik

Suherman (2003:161)

(46)

29 (Lampiran C.2). Setelah dilakukan perhitungan dapat diketahui bahwa soal-soal tes kemampuan komunikasi telah memenuhi kriteria yang ditentukan yaitu valid, memiliki reliabilitas tinggi, daya pembeda cukup atau baik, dan tingkat kesukaran mudah atau sedang. Oleh karena itu instrumen tes komunikasi matematis tersebut telah layak digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Rekapitulasi hasil tes uji coba disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba No

Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran

1

Valid 0.76(Reliabilitas Tinggi)

0.42 (baik) 0.83 (mudah)

2 0.43 (baik) 0.79 (mudah)

3 0.65 (baik) 0.53 (sedang)

4 0.43 (baik) 0.85 (mudah)

5 0.42 (baik) 0.81 (mudah)

G. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(47)

30 2. Lembar Kerja Kelompok (LKK)

LKK yang diberikan pada penelitian ini disusun penulis dengan rumusan permasalahan yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. LKK digunakan untuk mengetahui strategi atau cara-cara siswa menyelesaikan suatu permasalahan. LKK hanya diberikan pada siswa di kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

H. Teknik Analisis Data

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil pre-test dan post-test dianalisis untuk mendapatkan skor pencapaian (gain) pada kedua kelas. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Hake dalam Noer (2010:105) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) = g,

yaitu:

posttest score – pretest score

g =

maximum possible score – pretest

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasi-fikasi dari Hake (1999:1) seperti terdapat pada tabel berikut.

Tabel 3.7 Klasifikasi Gain

Besarnya Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

(48)

31

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data gain kedua sampel penelitian berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005:273).

a. Hipotesis

: Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

: Data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

b. Taraf signifikan

(49)

32 dan dk = k - 3, dari tabel chi-kuadrat diperoleh x2tabel kedua kelas yaitu sebesar 7,81. Berdasarkan kriteria pengujian, maka tolak Ho karena x2hitung > x2tabel yang berarti kedua sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.5 dan C.6.

Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Skor Pretest

Kelas x2hitung x2tabel Keputusan Uji Keterangan Eksperimen 60,24 7,81 H0 ditolak Tidak Normal

Kontrol 39,26 7,81 H0 ditolak Tidak Normal

Rekapitulasi hasil perhitungan uji normalitas data skor posttest disajikan pada Tabel 3.9 berikut ini.

Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Skor Posttest

Kelas x2hitung x2tabel Keputusan Uji Keterangan Eksperimen 19,12 7,81 H0 ditolak Tidak normal

Kontrol 10,00 7,81 H0 ditolak Tidak normal

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa x2hitung kelas eksperimen yakni 19,12, x2hitung kelas kontrol yakni 10,00, taraf nyata α = 0,05 dan dk = k - 3, dari tabel chi-kuadrat diperoleh x2tabel kedua kelas yaitu sebesar 7,81. Berdasarkan kriteria pengujian, maka tolak Ho karena x2hitung > x2tabel yang berarti kedua sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.10 dan C.11.

(50)

33 Tabel 3.10 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Skor Gain

Kelas x2hitung x2tabel Keputusan Uji Keterangan Eksperimen 8,77 7,81 H0 ditolak Tidak normal

Kontrol 15,32 7,81 H0 ditolak Tidak normal

Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa x2hitung kelas eksperimen yakni 8,77,

hitung

x2 kelas kontrol yakni 15,32, taraf nyata α = 0,05 dan dk = k - 3, dari tabel

chi-kuadrat diperoleh x2tabel kedua kelas yaitu sebesar 7,81. Berdasarkan kriteria

pengujian, maka tolak Ho karena x2hitung > x2tabel yang berarti kedua sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.16 dan C.17.

2. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis uji prasyarat, diketahui bahwa data skor gain berdistribusi tidak normal, sehingga untuk mengetahui adakah perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode TSTS dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, digunakan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney U. Hipotesis yang digunakan untuk menguji hipotesis menurut Sudjana (2005:223) sebagai berikut.

a. Hipotesis

H0 : 1 2 Rank peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

(51)

34 yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional

H1 :1 2 Rank peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TSTS lebih tinggi rank dari peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional

n1 = jumlah sampel dengan metode pembelajaran TSTS

n2 = jumlah sampel dengan pembelajaran konvensional

R1 = jumlah rangking yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1.

R2 = jumlah rangking yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2.

Statistik U yang digunakan adalah U yang nilainya lebih kecil. Jika nilai Uhitung

Utabel, maka hipotesis nol diterima dan jika Uhitung Utabel, maka hipotesis nol

(52)
(53)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis uji statistik dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, diperoleh simpulan bahwa pada siswa kelas VIII SMPN 12 Bandar Lampung metode pembelajaran TSTS tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, karena tidak ada perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dengan TSTS dan siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran sebagai berikut,

1. Kepada guru disarankan untuk memilih model pembelajaran kooperatif yang lebih mudah untuk diterapkan di semua kondisi siswa, yang lebih efisien, dan menghemat waktu.

(54)

52

DAFTAR PUSTAKA

Adywibowo, Inge Pudjiastuti. 2010. Memperkuat Kepercayaan Diri Anak melalui

Percakapan Referensial. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun

9/Desember 2010.

Alfionita, Clara Dwi. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS. Lampung: Skripsi

Unila.

Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

BSNP, 2006, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, Jakarta.

Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus

Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Depdiknas.

Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional: Surabaya

Hake, R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Area-D-American Educational Research Association’s Divison D, Measurement and Research Methodology. [online]. Tersedia:

http//www.physics.indiana.edu/-sdi/Analyzing ChangeGain.pdf. [10 November

2013]

Horsley, S. L. 1990. Elementary School Science for the 90S. Virginia: Association Supervision and Curriculum Development.

IEA. 2012. TIMSS 2011 international results in mathematics. [online]. Tersedia: http//timss.bc.edu/timss2011/download/TII_IR_M_Chapter1.pdf. [6 November 2013]

(55)

53 Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikan cooperative learning di

ruang-ruang kelas. Jakarta: Grasindo

________. 2008. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-Ruang Kelas. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Mayasari, Dian. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Tertulis Siswa Kelas XI IPA

5 SMAN 1 Purwosari Pasuruan. [online]. Tersedia:

http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelEEA1F0CF37BDA5639F120B941C8A8508 .pdf. [23 Juni 2014]

Mufrika, Tika. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Student Facilitator and Explaining Terhadap Kemampuan Komunikasi Metamtika

Siswa. [online]. Tersedia:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1255/1/98866-TIKA%20MUFRIKA-FITK.pdf. [6 November 2013].

Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

Mustikawati, M. 2013. Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Bandung: Skripsi UPI.

National Council of Teacher Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Virgina: NCTM. [online]. Tersedia:

http://www.nctm.org. [ 6 November 2013].

_________________________________. 1996. Communication on Imperative for Change. Virgina: NCTM. [online]. Tersedia: http://www.nctm.org. [ 6 November 2013].

Noer,S.H. 2010. Peningkatan Kemampuan Berprikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif

(K2R) matematis siswa SMP Negeri Bandarlampung. Bandung: Disertasi UPI

OECD. 2010. PISA 2009 results: what students know and can do-student

performance in mathematics, reading, and science (volume i). [online].

Tersedia: http//www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf. [6 November 2013].

Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

PISA. 2012. PISA 2012. Assesment and Analitycal Framework: Mathematics, Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. Secretary-General

of OECD. [online]. Tersedia:

www.oecd.org/pisa/pisaproducts/PISA/2012/framework/e-book_final.pdf PISA

2012. [5 November 2013].

Slavin, Robert. 2000. Educational Psycology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

(56)

54 Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tasito.Edisikeenam.

Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.

Suherman, E. 2008. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: PT. Refika.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Surabaya.

Gambar

Tabel 3.1 Pretes – Postes Kontrol Desain
Tabel 3.2 Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 3.3 Kriteria Indeks Reliabilitas
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
+5

Referensi

Dokumen terkait

ƒ Bagaimanakah aspek rasional ( sumber daya, informasi, orientasi tujuan) dalam mempengaruhi efektivitas pengimplementasian anggaran berbasis

Hasil penelitian pada permasalahan hukum terhadap perkawinan poligami yang tidak dicatatkan yang dilakukan oleh pejabat Negara dihubungkan dengan Undang-Undang No.1

Dilihat dari kandungan nilai gizi yang hampir sama dan nilai β -karoten pada tepung labu kuning lebih tinggi maka tepung labu kuning dapat menjadi alternatif untuk

Scanned by CamScanner... Scanned

Melakukan usaha dengan cara mencari dukungan sosial dari orang sekitar muncul pada semua responden, salah satu responden juga melakukan dengan cara menceritakan

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi Gambaran Kalsium dan Fosfor Darah Sapi Perah FH ( Friesian Holstein ) pada Masa Pertumbuhan adalah karya Saya dengan arahan

Adanya inovasi baru dalam pembuatan alat perebusan ikan pindang ini dapat memberikan nilai tambah sehingga dapat menghasilkan produk yang bersih bagi konsumen, khususnya

Langkah-langkah yang digunakan penulisan dalam penelitian ini adalah pertama dengan melakukan perhitungan atas variabel-variabel rasio keuangan sebagai variabel bebas pembentuk