• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN KELAS VIII G SMP NEGERI 1 KATIBUNG KECAMATAN KATIBUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN KELAS VIII G SMP NEGERI 1 KATIBUNG KECAMATAN KATIBUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Juwairiyah

ABSTRACT

IMPROVED ABILITY HOSTED THROUGH MODELING TECHNIQUES CLASS VIII G SMP NEGERI 1 KATIBUNG DISTRICT KATIBUNG

SOUTH LAMPUNG REEGENCY LESSONS YEAR 2014/2015 By

JUWAIRIYAH

This study was conducted based formulation of the problem is how the process of learning and capacity building hosted through modeling techniques eighth grade students of SMP Negeri 1 Katibung G Katibung District of South Lampung regency. Selection of techniques in learning have a very important position in prosesn learning. With the selection of appropriate techniques can provide guarantees ongoing learning activities and provide direction on learning activities so that the desired objectives in this case is the achievement of learning can be achieved. The author tries to give modeling techniques in the learning process so that students can perform carriage events using language properly and mannered. The subjects were students of class VIII SMP Negeri 1 Katibung G totaled 38 students consisting of 17 male students and 21 female students. This study was conducted three cycles, each sisklus consists of planning, action, observation, and reflection. In cycle I to III study hosted students were grouped into 6 groups with 2 groups of 7 students and 4 groups of 6 students. In the first cycle the Indonesian model is a teacher who is often seen by the students. In the second cycle of learning hosted video hosted prepare teachers to serve as a model to broadcast using an LCD projector. Furthermore, the third cycle teachers bring direct model of a teacher at SMP Negeri 1 Katibung also commonly hosted on the learning takes place.

(2)

Juwairiyah

on the second cycle is the percentage of 63.16% to 89.50%. Ketidaktuntasan percentage of students in the second cycle decreased by 18.42% and in the third cycle has decreased 26.34% and based on the indicators in the third cycle that modeling strategies which can be applied to make students able to appear as presenters that ultimately can improve the ability of pupils and students got good value and increased.

(3)

Juwairiyah

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN KELAS VIII G SMP NEGERI 1 KATIBUNG KECAMATAN KATIBUNG

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 Oleh

JUWAIRIYAH

Penelitian ini dilakukan berdasarkan rumusan masalah yaitu bagaimana proses pembelajaran dan peningkatan kemampuan membawakan acara melalui teknik pemodelan siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Pemilihan teknik dalam pembelajaran memiliki kedudukan yang sangat penting dalam prosesn belajar-mengajar. Dengan pemilihan teknik yang tepat dapat memberikan jaminan berlangsungnya kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dalam hal ini adalah prestasi belajar dapat tercapai. Penulis mencoba memberikan teknik pemodelan dalam proses pembelajaran agar siswa dapat melakukan pembawaan acara dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar serta santun.

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung berjumlah 38 siswa yang terdiri atas 17 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus, setiap sisklus terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pada siklus I sampai III pembelajaran membawakan acara siswa dikelompokkan menjadi 6 kelompok dengan anggota 2 kelompok berjumlah 7 siswa dan 4 kelompok berjumlah 6 orang siswa. Pada siklus I yang menjadi model adalah guru Bahasa Indonesia yang sering dilihat oleh siswa. Pada siklus II pembelajaran membawakan acara guru menyiapkan video membawakan acara untuk dijadikan model dengan ditayangkan menggunakan LCD proyektor. Selanjutnya pada siklus III guru mendatangkan model langsung seorang guru pada SMP Negeri 1 Katibung juga yang biasa membawakan acara pada pembelajaran berlangsung.

(4)

Juwairiyah

siswa yang belum tuntas 21 siswa (55,26%), pada siklus II siswa tuntas berjumlah 24 siswa (63,16%) dan yang belum tuntas 14 siswa (36,84%), lalu pada siklus III siswa tuntas berjumlah 33 siswa (89,50%) dan siswa yang belum tuntas 5 siswa (10,50%). Persantase ketuntasan siswa pada siklus II mengalami peningkatan 18,42% dari hasil tes pada siklus I yaitu dari persentase 44,74% menjadi 63,16%. Persentase ketuntasan siswa pada siklus III mengalami peningkatan 26,34% dari hasil tes pada siklus II yaitu dari persentase 63,16% menjadi 89,50%. Persentase ketidaktuntasan siswa pada siklus II mengalami penurunan sebesar 18,42% dan pada siklus III mengalami penurunan 26,34% dan berdasarkan indikator pada siklus III bahwa strategi permodelan yang diterapkan dapat menjadikan siswa berani tampil sebagai pembawa acara yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dan siswa mendapat nilai yang baik dan meningkat.

(5)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN KELAS VIII G SMP NEGERI

1 KATIBUNG KECAMATAN KATIBUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

OLEH JUWAIRIYAH

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(6)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA

MELALUI TEKNIK PEMODELAN KELAS VIII G

SMP NEGERI 1 KATIBUNG KECAMATAN KATIBUNG

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

(Penelitian Tindakan Kelas)

Oleh

JUWAIRIYAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

MEGISTER BAHASA DAN SASRA INDONESIA

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(7)

DAFTAR GAMBAR

(8)

DAFTAR GRAFIK

(9)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hakikat Belajar ... 11

2.2 Belajar berbahasa di sekolah ... ` 12

2.3 Keterampilan Berbicara ... 13

2.4 Bentuk Keterampilan Berbicara ... 14

2.5 Tahapan Membawakan Acara ... 15

2.6 Model-Model Pembelajaran ... 17

2.7 Teknik Pemodelan... 21

2.8 Pembelajaran Membawakan Acara Melalui Teknik Pemodelan ... 22

(10)

xii BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 42

4.1.1 Siklus Satu ... 44

4.1.2 Siklus Dua ... 59

4.1.3 Siklus Tiga ... 74

4.2 Peningkatan Hasil Membawakan Acara ... 91

4.3 Pembelajaran Membawakan Acara dengan Menggunakan Strategi Pemodelan ... 92

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 94

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian di SMPN Negeri 1 Katibung Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Membawakan Acara

Tabel 3.3 Tolok Ukur Penilaian Membawakan Acara

Tabel 4.1 Hasil Presentase Kemampuan Membawakan Acara Siswa Kelas VIII G Siklus II

(12)
(13)
(14)
(15)

MOTO

“Berdoalah sebab berdoa itu kekuatan terbesar di dunia. Kasihilah sesama sebab

mencintai adalah hak istimewa pemberian Allah.”

(Ali bin Abi Thalib)

“Bersikap ramahlah sebab ramah itu jalan menuju kebahagiaan. Bermurah hati

lah hidup ini terlalupendek untuk dipakai mementingkan diri sendiri.”

(16)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa Syukur dan bahagia atas segala rahmat dan ridho Allah Swt,

penulis mempersembahkan karya tulis ini kepada orang-orang terkasih, yaitu:

1. orangtua dan mertua, dengan kasih sayangnya, do’a tulusnya, dorongan

semangat untuk keberhasilan anaknya yang tidak mungkin terbalaskan.

2. suami tercinta yang selalu member semangat dan motivasi serta kesabaran

dalam kebersamaan sehingga member kenyamanan keberhasilan.

3. kedua buah hatiku Asep Hermanto R dan Dede Setiawan, yang selalu memberi

inspirasi dalam mengejar cita-cita dimasa yang akan datang.

4. kedua menantu Ana Fitriana dan Nadin yang selalu mendukung agar mamahnya

lebih maju

5. kedua cucu tersayang Zahrotun Nissa Azzahra, Rasya Putra Ramadhan, dan

Azzam Azkha Assyahri yang memberi kedamaian hilang rasa lelah saat

disambut dengan celoteh dan tawa lucunya sepulang kuliah.

6. dosen-dosenku yang telah membantu menyelesaikan kuliah ku

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, tepatnya di desa Sidodadi Kecamatan

Kedaton, 15 Maret 1963 sebagai anak ke tujuh dari enam belas bersaudara, buah

cinta dari pasangan Bapak Sahid (alm) dan Ibu Sakem.

Pendidikan yang telah penulis tempuh Sekolah Dasar Negeri 25 (SDN 25) Tanjung

Karang di selesaikan pada tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 (SMPN

2) Bandar Lampung diselesaikan tahun 1979, Sekolah Menengah Atas Wijaya

(SMA Wijaya) Kedaton diselesaikan tahun 1983, D1/A1 Universitas Lampung

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni diselesaikan tahun 1984.

Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa S-1 dalam jabatan FKIP Universitas Lampung

jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Satra

Indonesia dan Daerah tahun 2010, melaksanakan PPL/PPM di SMP Negeri 1

Katibung Lampung Selatan selama dua bulan yaitu bulan Februari hingga April

2011. Penulis melanjutkan pendidikan di Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra

(18)
(19)

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,

karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PTK yang berjudul

“Peningkatan kemampuan Membawakan Acara melalui teknik pemodelan kelas

VIII G semester ganjil SMPN 1 Katibung Kecamatan Katibung Kabupaten

Lampung Selatan tahun pelajaran 2014 -2015”

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai

pihak dalam proses penyelesaian PTK ini. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa

hormat sudah selayaknya penulis mengucapkan ucapan terima kasih kepada

pihak-pihak berikut.

1. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. selaku pembimbing 1 yang telah membimbing

penulis dengan penuh kesabaran, keiklasan, memotivasi, memberi pengarahan,

serta saran-saran dari penyusunan proposal hingga PTK ini selesai ditulis.

2. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku pembimbing 2, yang telah memberikan

bimbingan selama perkuliahan dan memberikan ilmu, kritik, dan saran demi

kesempurnaan penulisan PTK ini.

(20)

4. Drs.Kahfie Nazaruddin,M.Hum. selaku ketua program Study pendidikan bahasa

dan sastra Indonesia dan daerah yang telah memberikan pengarahan, bimbingan,

bantuan, saran, dan motivasinya dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi di Universitas Lampung dengan baik.

5. Dr. Mulayanto Widodo, M.Pd. selaku ketua jurusan pendidikan bahasa dan seni

6. Dr.H.Bujang Rahman, M.Si. selaku dekan FKIP Unila beserta stafnya.

7. Bapak dan Ibu dosen FKIP Unila yang telah membekali penulis dengan ilmu dan

pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan.

8. Seluruh staf administrasi dan karyawan tata usaha jutusan pendidikan bahasa dan

seni Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan

penulis.

9. Bapak Abdul Rochman, S.Pd., M.M. selaku kepala SMP Negeri 1 Katibung

Lampung Selatan, yang memotivasi dan membantu kelancaran dalam penelitian

dan penyusunan PTK ini.

10. Keluarga besar SMP Negeri 1 Katibung Lampung Selatan, seluruh dewan guru,

karyawan dan staf tata usaha SMP Negeri 1 Katibung

11. Teman-teman seperjuangan, terima kasih atas kerjasamanya, motivasi, yang

saling mengisi satu sama lain.

12. Orang tua, mertua dan keluarga kakak,adik, anak-anak,menantu dan cucu-cucu

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk

memperluas cakrawala ilmu pengetahuan, meningkatkan harkat dan martabatnya

di tengah-tengah pergaulan masyarakat, warga bangsa, serta warga dunia. Melalui

pendidikan dapat diciptakan dan dikembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang pada gilirannya akan banyak memberi manfaat dan mempermudah manusia

dalam mencapai segala cita-cita yang diinginkan.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3, dijelaskan bahwa

Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keteampilan yang

dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, dan bangsa negara. Untuk menunjang tujuan

pemerintah tersebut, siswa terlibat secara langsung dalam prosesnya.

Sanjaya (2010:183) mengemukakan, ada enam aspek keterlibatan siswa di kelas

yang digambarkan proses pembelajaran efektif dan efisien: adanya keterlibatan

(22)

2

langsung; adanya keinginan untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif;

keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar;

adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa; terjadinya interaksi yang

multi arah baik antara siswa dengan siswa atau guru dengan siswa. Dalam hal ini

seorang guru Bahasa Indonesia harus memiliki keterampilan untuk menjadikan

siswa terampil dalam berbahasa.

Aspek keterampilan berbahasa meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan

menulis. Keempat aspek tersebut tidak dapat dipisahkan, semuanya berkaitan dan

saling melengkapi. Pengusaan yang pertama kali dikuasai oleh seorang anak yaitu

belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan

menulis. Pada keterampilan menyimak dan berbicara dipelajari sebelum

memasuki usia sekolah. Bahkan pada jenjang pendidikan kanak-kanak (TK) siswa

sudah dikenalkan dengan bahasa Indonesia. Pada jenjang berikutnya bahasa

Indonesia diajarkan secara khusus dengan alokasi waktu yang cukup banyak.

Adapun, tujuan utama pengajaran Bahasa Indonesia dalah membantu

mengembangkan kemampuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis.

Untuk mencapai tujuan tersebut siswa dilatih untuk menguasai empat aspek

berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

satu sama lain. Hal tersebut dapat dilihat bahwa satu sama lain keterampilan

berkaitan, semakin terampil seseorang berbicara maka semakin cerah dan jelas

(23)

3

dengan jalan praktik dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti

pula melatih keterampilan berpikir (Tarigan, 2008:1).

Ketidakmatangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu

keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Keterampilan-keterampilan

yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif banyak persamaannya

dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif ; dalam

keterampilan-keterampilan berbahsa yang lainnya (Greene & Petty dalam Tarigan, 2008:1).

Pada pendidikan formal, cara berbahasa diajarkan oleh guru pada siswanya

melalui proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran tidak luput dari masalah

untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran.

Masalah yang mengganggu pada proses berbicara biasanya adalah faktor kurang

percaya diri serta kurang terlatih dalam berbicara. Keberhasilan sistem

pembelajaran di kelas sangat ditentukan oleh manager/aktor sistem pembelajaran

di kelas. Manager/aktor sistem pembelajaran di kelas adalah guru. Guru

bertanggung jawab dalam mempersiapkan bahan pembelajaran dan mendesain

lingkungan kelas yang kondusif dan mendorong siswa untuk berperan aktif dalam

melaksanakan pembelajaran, sehingga proses pembelajaran berlangsung secara

efektif dan efisien serta menghasilkan pembelajaran yang berkualitas dan

bermakna. Dengan demikian, guru harus memiliki kompetensi di bidangnya.

Hal ini memberikan gambaran bahwa dalam merancang atau mendesain

pembelajaran seorang guru harus mampu menganalisis kebutuhan yang tepat bagi

kepentingan siswa, sehingga nantinya dapat mewujudkan proses pembelajaran

(24)

4

kegiatan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran tertentu di dalamnya juga

diikuti teknik, metode, teknik, dan model pembelajaran yang relevan, sehingga

pada gilirannya akan terjadi proses pembelajaran efektif , efisien, menyenangkan,

dan bermakna. Pada tahap selanjutnya akan dihasilkan prestasi atau pun hasil

belajar yang optimal bagi peserta didik.

Hasil supervisi kelas menunjukkan bahwa dalam perencanaan pembelajaran masih

terdapat penggunaan RPP yang penyusunannya belum baik dan belum

dilaksanakan secara baik pula. Selain itu, pada proses pembelajaran juga masih

ditemukan siswa yang belum memiliki motivasi untuk mengikuti pembelajaran.

Hal itu dapat diamati dari fakta di lapangan bahwa masih banyak siswa yang

belum aktif. Dari hasil pembelajaran diperoleh data bahwa siswa yang aktif belum

mencapai 75%. Hal lain yang ditemukan adalah proses evaluasi yang belum

optimal. Hal ini dibuktikan dari jumlah siswa yang masuk kategori tuntas belum

mencapai 75%. Selain itu, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia belum

menggunakan teknik pembelajaran yang tepat.

Proses pembelajaran selama ini masih menggunakan model pembelajaran yang

klasikal. Pada model ini fokus aktivitas pembelajaran didominasi oleh guru. Guru

memberlakukan tindakan yang sama kepada semua siswa dalam satu kelas,

padahal masing-masing siswa memiliki banyak perbedaan antara lain latar

belakang, kemampuan dasar, minat, gaya belajar, kecepatan belajar, dan juga

pengalaman belajar. Hal ini akan menimbulkan kesenjangan antara siswa. Siswa

yang memiliki kecakapan belajar yang baik mudah menangkap informasi,

(25)

5

Akibatnya, penguasaan terhadap materi yang disampaikan oleh guru juga akan

tertinggal. Selain itu, pembelajaran di kelas dapat menyebabkan rendahnya

motivasi, aktivitas, dan prestasi belajar.

Motivasi memiliki kedudukan yang sangat penting dalam belajar. Motivasi

memberikan jaminan berlangsungnya kegiatan belajar dan memberikan arah pada

kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dalam hal ini adalah prestasi

belajar dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (2011:75) yang

memberikan pengertian motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak di

dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan

belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan motivasi belajar merupakan faktor yang

dapat memengaruhi prestasi belajar siswa. Namun pembelajaran saat ini belum

mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil pengamatan pada saat

pembelajaran terlihat bahwa masih banyak siswa terlihat tidak memiliki motivasi

belajar. hal ini terlihat dari sebagian siswa kurang senang dalam kegiatan

pembelajaran. Selain itu, siswa belum terlihat memiliki kreatifitas dalam belajar.

kreatifitas hanya ditunjukkan oleh siswa tertentu yang memiliki kemampuan

tinggi. Untuk meningkatkan motivasi siswa perlu adanya perubahan model

pembelajaran.

Salah satu cara meningkatkan motivasi siswa dalam berbicara khususnya pada

membawakan acara, penulis mencoba memberikan teknik pemodelan dalam

(26)

6

menggunakan bahasa yang baik dan benar serta santun. Keterampilan berbicara

melalui membawakan acara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui

penjelasan semata, melainkan juga siswa harus dapat melihat, mendengar, dan

memahami lalu berlatih melakukannya.

Peneliti memandang perlu untuk mengadakan penelitian langsung pada siswa

tentang membawakan acara melalui pemodelan. Hal tersebut disebabkan peneliti

melihat khususnya siswa kelas VIII G ketika berbicara dengan sesama teman

begitu lancar dan tidak ada hambatan bahkan seperti tidak akan habis pokok

pembicaraan dalam pembicaraannya. Namun, kenyataan saat menerima pelajaran

bahasa Indonesia pada standar kompetensi berbicara dengan kompetensi dasar

membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun, siswa

mengalami kesulitan untuk membawakan acara dengan bahasa yang baik dan

benar serta santun.

Selain itu, peneliti juga memandang perlu adanya penelitian karena pada

sebelumnya peneliti sudah melakukan penelitian pada ranah berbicara dalam

berwawancara. Peneliti merasa siswa kurang menguasai keterampilan berbicara,

dengan upaya meningkatkan keterampilan berbicara siswa, peneliti kembali

melakukan penelitian untuk membawakan acara. Peneliti beranggapan bahwa jika

siswa menguasai keterampilan tersebut, maka siswa setidaknya dapat berguna

dalam lingkungan masyarakat untuk membawakan acara seperti membawakan

acara ulang tahun, perpisahan sekolah, acara peringatan hari kemerdekaan di

(27)

7

Tidak sedikit siswa yang mengalami hambatan dalam membawakan acara dengan

bahasa yang baik dan benar serta santun. Hal ini dialami siswa kelas VIII G SMP

Negeri 1 Katibung Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan,

hambatan-hambatan tersebut yaitu faktor kurangnya kosakata yang dimiliki oleh siswa.

Sehingga, siswa merasa takut salah saat membawakankan acara yang

mengakibatkan sulitnya mengarahkan kata-kata. Hal ini dibuktikan dari hasil

ulangan siswa, kemampuan berbicara masih rendah. 75% siswa tidak mampu

membawakan acara. Untuk menunjang penelitian ini peneliti menggunakan

teknik pemodelan dengan tujuan agar proses pembelajaran akan meningkat dan

menyenangkan, melalui teknik yang digunakan oleh guru. Melalui teknik

pemodelan diharapkan hasil belajar akan meningkat.

Sesuai dengan materi ajar yang akan disampaikan dalam KTSP mata pelajaran

Bahasa Indonesia tingkat Sekolah menengah Pertama kelas VIII terdapat Standar

Kompetensi (SK) : Berbicara (10) Mengemukakan pikiran, perasaan, dan

informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler, dengan Kompetensi Dasar

(10.2) Membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun.

Dalam pencapaian yang maksimal peran seorang guru sebagai penyampai materi

kepada siswa harus dapat menyampaikan materi yang akan dibahas dengan

metode dan media yang tepat dan menarik. Untuk itu seorang guru yang

professional haruslah menjadi seorang pendidik yang berusaha menjadikan

keseluruhan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan. Hal tersebut terlihat

dari kepiawaiannya merancang serta menerapkannya dalam pembelajaran serta

(28)

Undang-8

Undang Nomor 14 tahun 2005 tugas utama guru sebagai pendidik professional

meliputi: (1) mendidik, (2) mengajar, (3) membimbing, (4) mengarahkan, (5)

melatih, (6) menilai, serta (7) mengevaluasi peserta didik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarakan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses pembelajaran membawakan acara melalui teknik

pemodelan siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung Kecamatan

Katibung Kabupaten Lampung Selatan

2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan membawakan acara melalui

teknik pemodelan siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung Kecamatan

Katibung Kabupaten Lampung Selatan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Memperbaiki proses pembelajaran di kelas khususnya membawakan acara

dengan menggunakan bahasa yan baik dan benar serta santun melalui teknik

pemodelan.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa agar mampu membawakan acara melalui

(29)

9

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran di kelas memiliki

manfaat yang penting, yang mencakup dua aspek yaitu aspek teoritis dan aspek

praktis.

1.4.1 Manfaat Secara Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat memperdalam materi Bahasa

Indonesia khususnya materi membawakan acara. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi guru bidang studi

Bahasa Indonesia untuk mengembangkan pembelajaran keterampilan

membawakan acara.

1.4.2 Manfaat Secara Praktis

Manfaat secara praktis memiliki tiga komponen yaitu :

a. Bagi siswa

1) Untuk memotivasi siswa supaya berani tampil membawakan

acara.

2) Meningkatkan aktivitas dan minat belajar dalam meningkatkan

keterampilan membawakan acara.

3) Siswa akan termotivasi dalam melaksanakan aktivitas belajar di

kelas baik secara individu maupun kelompok.

b. Bagi guru

1) Sebagai masukan guru dalam meningkatkan minat belajar siswa

dalam pelajaran Bahasa Indonesia.

2) Memotivasi guru untuk meningkatkan kualitas dan kreativitas

(30)

10

c. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide untuk

memecahkan masalah pembelajaran berbicara di kelas sehingga

akan membantu terciptanya suasana pembelajaran yang aktif,

(31)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Hakikat Belajar

Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan

competencies aneka ragam competencies, skill and attitudes. Kemampuan

(competencies) keterampilan (skill) dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara

bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi hingga masa tua melalui

rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Suprijono (2009: 3) menjelaskan bahwa

belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke

perkembangan pribadi seutuhnya.Jadi, dapat dikatakan makin banyak seseorang

belajar maka orang tersebut mengalami banyak perubahan.

Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatan seseorang dalam

pendidikan informal, keturutsertaan dalam pendidikan formal dan informal.

Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk

lainnya.Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan

dengan serangkain kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,

mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.

Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju

ke perkembangan pribadi seutuhnya.Kemudian dalam arti sempit, belajar

(32)

12

merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian

seutuhnya.Relevan dengan ini, ada pengertian bahwa belajar adalah “penambahan

pengetahuan”.Definisi atau konsep ini dalam praktiknya banyak dianut disekolah

-sekolah.

Selanjutnya ada, yang mendefinisikan:”belajar adalah berubah”.Dalam hal ini

yang dimaksud belajar berarti usaha mengubah tingkah laku.Jadi, belajar akan

membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak

hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk

kecakapan, keterampilan,sikap, pengertian,harga diri,minat, watak, penyesuaian

diri. Jelasnya, belajar menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku

seseorang.

2.2 Belajar Berbahasa di Sekolah

Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu (1) keterampilan

menyimak (listening skills), (2) keterampilan berbicara (speaking skills), (3)

keterampilan membaca (reading skills),(4) keterampilan menulis (writing skills)

(Nida dalam Tarigan, 2008: 1)

Setiap keterampilan itu berhubungan erat sekali dengan tiga keterampilan lainnya

dengan cara yang beragam.Dalam memeroleh keterampilan berbahasa, biasanya

kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur, mula-mula pada masa kecil kita

belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan

menulis. Ke empat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan suatu

(33)

13

Selanjutnya, setiap keterampilan itu berhubungan erat pula dengan proses-proses

berpikir yang mendasari bahasa.Bahasa seseorang mencerminkan

pikirannya.Semakin trampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula

jalan pikirannya.Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan

praktik dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih

keterampilan berpikir (Dawson {et al} dalam Tarigan,1980: 1).

Dimuka tadi telah diutarakan bahwa keterampilan berbahasa hanya dapat

diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan.Oleh karena itu,

setelah berpraktik dan berlatih, perlu diadakan tes untuk mengetahui sampai

dimana hasil yang telah dicapai.Hal tersebut hanya dapat diperoleh melalui belajar

berbahasa di sekolah.

2.3 Keterampilan Berbicara

Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan

anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa

tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang

tentu berhubungan erat perkembangan kosakata yang dipelajari oleh sang anak

melalui kegiatan menyimak dan membaca. Perlu disadari juga bahwa

keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif

banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam

keterampilan-keterampilan berbahasa yang lainnya itu (Greene & Petty dalam

(34)

14

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata

untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan

perasaan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia

yang memanfaatkan faktor-faktor pisik, psikologis, neurologi, semantik dan

linguistik sedemikian ekstensif secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat

manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Berbicara adalah suatu alat untuk

mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat

menyampaikan pikiran secara efektif, seyogyanya sang pembicara memahami

makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.

2.4 Bentuk Keterampilan Berbicara

Dalam keterampilan berbicara di dalamnya terdapat beberapa bentuk, sebagai

berikut.

1. Berbicara dimuka umum pada masyarakat (public speaking) yang

mencakup empat jenis.

a. Berbicara dalam situasi – situasi yang bersifat memberitahukan atau

melaporkan, yang bersifat informative (informative speaking);

b. Berbicara dalam situasi–situasi yang bersifat kekeluargaan,

persahabatan (fellowship speaking);

c. Berbicara dalam situasi–situasi yang bersifat membujuk, mengajak,

(35)

15

d. Berbicara dalam situasi – situasi yang bersifat merundingkan dengan

hati-hati (deliberative speaking).

2. Berbicara pada konferensi (conference speaking).

a. Diskusi kelompok (group discussion).

1) Tidak resmi (informal), dan masih dapat diperinci.

a) kelompok studi (study group)

b) kelompok pembuat kebijaksanaan (policy making group).

c) komik.

2) Resmi (formal) yang mencakup pula:

a) konferensi

b) diskusi panel

c) symposium

b. Prosedur parlementer (parliamentary procedure)

c. debat

3) Jenis / macam-macam berbicara

a. berbicara untuk melaporkan

b. berbicara secara kekeluargaan

c. berbicara untuk meyakinkan

d. berbicara untuk merundingkan

2.5 Tahapan Membawakan Acara

Untuk dapat membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun,

ada tahapan yang harus dilakukan.Ardiwinata dan Ardiwilaga (2014:10)

(36)

16

1. Persiapan Acara

Pada tahapan persiapanacara dilakukan sebelum acara dimulai. Persiapan

seorang pembawa acara terdiri dari merancang acara, mengonsultasikan

acara, dan mengordinasikan mata acara dengan berbagai pihak terkait

(Ardiwinata dan Ardiwilaga, 2014:11).Pada tahap ini pembawa acara

harus sudah memunyai susunan acara yang sudah final agar acara dapat

berjalan sesuai dengan keinginan.

2. Membawakan Acara

Tahap kedua dari tugas pembawa acara adalah membawakan acara yang

sudah dirancang pada tahap persiapan.Pada tahap ini Ardiwinata dan

Ardiwilaga (2014: 12) menyebutnya dengan kronologi tugas pembawa

acara yang diringkas disebut 3 M yang berarti membuka, mempersilakan,

dan menutup.Rincian lengkap 3 m sebagai berikut.

a. Membuka

Saat membuka acara hal yang harus diperhatikan oleh pembawa

acara adalah kesiapan acara yang akan dimulai. Selanjutnya

menurut Ardiwinata dan Ardiwilaga (2014:12) seorang pembawa

acara saat membuka acara adalah 4 S yaitu salam, sapa, syukur,

susunan acara.

Pembawa acara memulai dengan mengucap salam pada hadirin

yang menandakan juga acara akan segera dimulai. Selanjutnya

pembawa acara dapat menyapa hadirin dengan sapaan yang

(37)

17

bersyukur untuk nikmat tuhan yang diberi. Kemudian pembawa

acara memberitahukan susunan acara yang akan dilaksanakan pada

acara tersebut.

b. Mempersilakan

Pada sesi ini, setelah pembawa acara memberitahukan susunan

acara, tugas pembawa acara selanjutnya adalah mempersilakan

seseorang untuk menyampaikan sesuatu sesuai dengan urutan acara

yang sudah dibuat. Cara mempersilakan sesorang untuk

menyampaikan sesuatu harus menyebutkan nama lengkap dan

jabatan yang jelas, Misalnya “Abdul Rochman, S.Pd., M.M.

selaku kepala sekolah SMPN 1 Katibung saya persilakan”.

c. Penutup

Tahapan terakhir dalam membawakan acara adalah menutup

acara.Pada tahap ini pembawa acara memberitahukan bahwa acara

telah selesai.

2.6 Model-Model Pembelajaran

Model dalam melaksanakan pembelajaran sangat beragam diantaranya ada model

contextual teaching learning. Pendekatan contextual teaching learning (CTL)

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang

diajarkan dengan situasi nyata, yang mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan di keluarga dan

(38)

18

Dalam pendekatan contextual ada tujuh komponen utama pembelajaran yang

efektif adalah sebagai berikut.

a. Konstrutivisme (Cotructivisme)

Landasan berpikir yaitu pengetahuan, dibangun oleh manusia sedikit demi

sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan

tidak sekonyong-konyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta atau

konsep (kaidah) yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus

mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman

nyata.

b. Bertanya (Questioning)

Bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.Pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta,

tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus pintar merancang kegitan

yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan.

c. Menemukan (Inquiry)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula datang dari “bertanya”.Bertanya

dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan

bertanya merupakan bagaian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang

berbasis inquiry yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah

(39)

19

d. Masyarakat belajar (Learning community)

Hasil pembelajaran diperoleh siswa bekerja sama dengan teman dan

kelompok. Siswa dibagi dalam kelompok yang heterogen. Siswa yang pandai

akan mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu kepada yang belum tahu,

yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai

gagasan segera memberi usul dan sebagainya.

e. Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada

model yang bisa ditiru. Model bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara

mengerjakan sesuatu, cara melafalkan dan sebagainya. Kadang-kadang banyak

peristiwa psykologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata

belaka, maka perlu ada model yang bisa ditiru atau siswa dipartisipasikan

untuk berperan dalam peristiwa sosial itu. Dalam hal ini perlu digunakan teknik

permodelan supaya siswa dapat memperhatikan, mencontoh, mengerjakan, atau

melafalkan seperti apa yang dicontohkan oleh model.

Dalam menggunakan teknik ini agar berhasil dengan efektif guru perlu

mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Guru harus memilih topik yang urgen sehingga menarik minat siswa.

2. Apabila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan supaya

ditanggapi, guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk

perannya itu. Bila tidak, ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan

serta pengalaman yang lebih baik.

3. Apabila siswa belum terbiasa, ia perlu dibantu guru dalam

(40)

20

Apabila penggunaan teknik permodelan sebelum melaksanakan perlu

dipertimbangkan kekurangannya diantaranya: kalan guru tidak menguasai

tujuan penggunaan teknik ini untuk suatu unit pelajaran maka teknik

permodelan tidak akan berhasil. Dengan teknik permodelan guru benar-benar

harus bisa menguasai masalah, pandai bermimik dan pandai

berinteraksi.Teknik permodelan memiliki beberapa keunggulan, maka dapat

dipilih untuk beberapa unit pelajaran tertentu.Dengan teknik ini siswa lebih

tertarik perhatiannya pada pelajaran.Karena mereka dapat memerankannya

sendiri, maka mudah memahami dan mencontoh serta mempraktikkan dalam

kehidupan sehari-hari.

f. Refleksi (Reflection)

Cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang

tentang apa yang sudah kita lakukan atau kita dapatkan di masa lalu. Siswa

mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan

baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan

yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa berkata

“O…kalau begitu, begini cara para ahli membuat rumus atau teori”.

g. Penilaian (Authentic assesment)

Proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran

perkembangan belajar siswa. Karena asessement menekan proses

(41)

21

yang dikerjakan siswa saat melakukan proses pembelajaran. Hal-hal yang

berada di luar proses pembelajaran tidak dapat dipertanggungjawabkan.

2.7 Teknik Pemodelan

Pendekatan kontekstual (CTL) komponen pemodelan maksudnya dalam sebuah

pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru

(Depdiknas 2002:16).

Senduk dan Nurhadi (2003:50) berpendapat bahwa pemodelan atau teknik

modeling adalah salah satu dari tujuh komponen pembelajaran kontekstual.

Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,

ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan

yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya

untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan.

Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau

aktivitas belajar. Dengan kata lain model itu dapat berupa cara mengoperasikan

sesuatu, dan sebagainya. Dengan begitu, guru memberi model tentang bagaimana

cara belajar.

Nuryatin (2010:34) menyatakan bahwa pemodelan dapat diartikan sebagai upaya

pemberian model (contoh) yang berhubungan dengan materi dan aktivitas

pembelajaran yang dilakukan siswa. Pemodelan harus dilakukan secara terencana

agar memberikan sumbangan pada pemahaman dan keterlibatan siswa dalam

proses pembelajaran, sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Pemodelan

(42)

22

dipelajari, terlibat dengan lebih antusias, memberikan variasi situasi, biaya dan

waktu lebih efisien.

Pemilihan komponen pemodelan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis cerita pendek dan

mengubah perilaku siswa ke arah yang positif. Persyaratan model yang baik, yaitu

relevan dengan kebutuhan siswa, sesuai dengan tingkat siswa, menarik, praktis,

fungsional, menantang, dan kaya aksi.

Adanya model dalam pembelajaran akan membantu siswa untuk berpikir kritis.

Siswa akan terbantu dengan mengamati model yang disediakan, sehingga siswa

lebih memahami materi yang diajarkan. Siswa tidak hanya menerima informasi

dari guru, tetapi siswa juga dapat menggali informasi dari model yang disediakan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik pemodelan

merupakan bagian dari pendekatan kontekstual. Teknik pemodelan merupakan

sebuah pengetahuan atau keterampilan yang dapat didemonstrasikan atau ada

model yang dapat ditiru. Model tidak hanya terpaku pada guru atau siswa,

melainkan model dapat dilihat dan didengar oleh seseorang.

2.8 PembelajaranMembawakan Acara Melalui Teknik Pemodelan

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model

yang bisa ditiru. Model bisa berupaya mengeoperasikan sesuatu, cara

mengerjakan sesuatu, cara melafalkan dan sebagainya. Kadang-kadang banyak

(43)

23

belaka, maka perlu ada model yang bisa ditiru oleh siswa dipartisipasikan untuk

berperan dalam peristiwa itu.

Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang

dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan

metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak

membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan

penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian

pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda

pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong

pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor

metode yang sama.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di

Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka

pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian

(penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menemukan

sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru atau calon guru dapat

memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses

(beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka

pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan

model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat

kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model

pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya

(44)

24

Dalam hal ini perlu digunakan teknik pemodelan agar siswa dapat menerima

informasi yang lebih mengena karena siswa dapat melihat secara langsung

bagaimana proses keterampilan tersebut dilakukan. Dengan teknik pemodelan

juga siswa bisa langsung mengamati serta memberi inspirasi untuk siswa tiru.

Dengan menggunakan teknik pemodelan agar berhasil dengan efektif guru perlu

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Guru memiliki topik yang ada lingkungan siswa sehingga menarik

minat siswa.

2. Guru menghadirkan model yang menguasai membawakan acara.

3. Apabila ada kesediaan dari siswa untuk menjadi model supaya

ditanggapi.

4. Guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk menjadi model.

Bila tidak, ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan serta

pengalaman yang lebih baik.

5. Apabila siswa belum terbiasa, ia perlu dibantu guru dalam

(45)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model yang

digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Stephen

Kemmis dan Robin McTaggard pada tahun 1988 (Sukardi, 2013:7). Sukardi

(2013:8) mengemukakan bahwa terdapat empat komponen penelitian tindakan

yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

1. Tahap Perencanaan

Perencanaan merupakan serangkaian rancangan tindak secara sistematis

untuk memperkirakan apa yang hendak terjadi. Dalam penelitian tindakan,

rencana tindakan harus berorientasi ke depan (Sukardi, 2013:5). Rencana

tindakan mencakup semua langkah tindakan yang dilakukan meliputi

materi bahan ajar, rencana pembelajaran yang mencakup teknik

pembelajaran, skenario pembelajaran, mempersiapkan instrumen

penelitian, serta merancang tindakan.

2. Tahap Tindakan

Komponen kedua adalah tindakan. Tindakan dapat diartikan sebagai

implementasi dari semua rancangan yang telah dibuat. Tahap pelaksanaan

tindakan dilakukan pada kelas yang menjadi realisasi dari teori dan teknik

(46)

25

merupakan tindakan yang mengandung tiga unsur penting, yaitu

peningkatan praktik, peningkatan pemahaman individual dan kolaboratif,

serta peningkatan situasi dimana kegiatan berlangsung.

3. Tahap Observasi

Observasi pada penelitian memunyai arti pengamatan terhadap penekanan

yang diberikan pada tahap tindakan. Pengamatan dilakukan bersamaan

dengan tindakan agar mengetahui apakah tindakan yang dilakukan dapat

mengatasi masalah. Pada tahap observasi ini peneliti tidak harus bekerja

sendiri, peneliti dapat dibantu oleh pengamat dari luar (teman sejawat).

Menurut Sukardi (2013:6), observasi yang baik adalah observasi yang

fleksibel, dan terbuka untuk dapat mencatat gejala yang muncul, baik yang

diharapkan atau tidak diharapkan.

4. Tahap Refleksi

Refleksi merupakan tahap dimana peneliti menilai kembali situasi serta

kondisi setelah objek serta subjek penelitian diberi penekanan secara

sistematis. Tahap ini merupakan sarana untuk melakukan pengkajian

kembali tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek peneliatian, dan

telah dicatat dalam observasi (Sukardi, 2013:5). Pada tahap refleksi ini

juga dapat muncul permasalahan-permasalahan yang dapat menjadi dasar

pelaksanaan siklus selanjutnya.

Keempat tahap yang sudah diuraikan di atas dipandang sebagai siklus yang dapat

(47)

26

Siklus I

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindak Kelas Model Kemmis dan Mc.Taggart

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Katibung Kecamatan Katibung

Kabupaten Lampung Selatan tepatnya pada kelas VIII G tahun pelajaran

2014/ 2015. Siswa pada kelas VIII G berjumlah 38 orang yang terdiri dari

17 orang laki-laki dan 21 orang perempuan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/ 2015,

dilaksanakan pada Kelas VIII G dan berlangsung hingga mencapai indikator

yang telah ditentukan

Permasalahan

Perencanaan

tindakan I

Pelaksanaan tindakan I

Pengamatan/ pengumpulan data

Refleksi I

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

(48)

27

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian di SMPN Negeri 1 Katibung

No Rencana Kegiatan

Faktor yang diamati dalam penilitian ini adalah :

a. Faktor siswa, yaitu aktifitas dalam pembelajaran dan hasil belajar.

b. Faktor guru, yaitu kegiatan guru dalam merencanakan, menyusun,

melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan teknik pemodelan.

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

menggunakan model yang dikembangkan Stephen Kemmis dan Robin

(49)

28

tindakan, observasi, dan refleksi. Berikut merupakan siklus kegiatan PTK model

Kemmis dan Mc Taggart. Gambaran dalam penelitian ini sebagai berikut.

Siklus I

Siklus II

Gambar 3.2 Siklus PTK Model Kemmis dan Mc Taggart

(50)

29

1) TahapPerencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti melakukan beberapa kegiatan, diantaranya:

a. mengamati proses belajar siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung

Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan untuk membuat

pertanyaan berupa peristiwa yang relevan, yakni proses belajar yang

sedang berlangsung.

b. melakukan wawancara kepada siswa untuk mengetahui responnya tentang

proses belajar yang dialami

c. mempelajari dokumen yang digunakan guru berupa program semester,

rencana pembelajaran, lembar kerja dan hasil kerja siswa

d. menganalisis masalah dengan pertanyaan “apa yang terjadi ?” untuk

selanjutnya diinterprestasikan dan dijelaskan “mengapa” dan “bagaimana”

secara teoritis. Semua masalah yang muncul dalam lembar observasi.

Kemudian hal yang didapat ditelaah, didiskusikan, dan direkomendasikan

untuk diperbaiki.

e. menyusun RPP dengan menerapkan pembelajaran melalui teknik pemodelan

f. menyusun lembar pengamatan untuk membantu pelaksanan pembelajaran

melalui teknik pemodelan

g. menyusun instrumen untuk menilai atau memantau peningkatan hasil

belajar membawakan acara dengan menggunakan bahasa yang baik dan

(51)

30

2) Tahap Tindakan

A. Melaksanakn rencana pemantauan

a. Melaksankan rencana tindakan yang telah dipersiapkan

b. Membuat pelaksanaan tindakan dengan menggunakan instrumen

dibantu dengan guru lain sebagai modelnya

c. Melakukan penilitian sesuai instrumen untuk melihat hasil belajar

siswa.

3) Tahap Observasi

Tahap observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan selama

berlangsungnya proses pembelajaran yang menggunakan instrumen penilaian

untuk guru dan siswa yang telah disiapkan. Observasi dilakukan untuk melihat

kegiatan yang dilakukan siswa saat berlangsungnya tindakan. Pada tahap ini

peneliti dibantu oleh teman sejawat yang juga memerhatikan pembelajaran yang

mengisi sesuai dengan lembar observasi yang telah disediakan oleh peneliti.

4)TahapRefleksi

a. Mengevaluasi hasil tindakan untuk menentukan tingkat ketercapaian

tujuan tindakan dengan cara menganalisis apakah tindakan yang dilakukan

telah tepat, jika belum maka peneliti bersama-sama wali kelas VIII G

mencari upaya lain dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang

terjadi di kelas VIII G.

b. Mengkaji dengan teliti hal-hal yang menyimpang dan mengontrol apa

(52)

31

berikutnya. Upaya melakukan pemecahan agar tidak terjadi penyimpangan

seperti penjelasan secara terperinci kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

5) TahapInverensiTindakan

Tahap inverensi tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

A. Tahap perencanaan (persiapan) pembelajaran meliputi :

a. Menenentukan pembelajaran yaitu melalui teknik pemodelan

b. Menganalisis materi dan waktu untuk satu semester

c. Mempersiapan daftar cek untuk melakukan observasi

d. Menyiapkan tes untuk menguji penguasaan materi

B. Tahap Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilakukan selama kurang lebih dua siklus, dengan

urutan kegiatan sebagai berikut :

a. Penyajian materi

b. Bekerja secara individual untuk menguasai materi sampai

resentasi/demonstrasi

c. Evaluasi

d. Refleksi pengalaman belajar

C. Skenario pembelajaran melalui teknik pemodelan

Melaksanakan tindakan (pembelajaran) sesuai dengan scenario berikut ini.

a. Guru menampilkan pemodelaan membawakan acara

(53)

32

c. Guru melatih siswa membuat susunan acara yang akan dibawakan

d. Guru melihat tulisan dan memberi arahan bagaimana cara membuat

susunan acara

e. Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan

f. Setelah selesai membuat susunan acara yang akan dibawakan oleh

siswa, siswa dapat membawakan acara dengan bahasa yang baik dan

benar serta santun.

D. Pengamatan

Guru melakukan pengamatan observasi dalam pembelajaran seperti nerikut

ini.

a. Memperhatiakan keseriusan ketika menerima perintah dan bimbingan

guru

b. Mengamati aktivitas siswa dengan siswa pada saat pembelajaran

c. Aktifitas siswa dengan guru sewaktu diminta untuk bertanya dan

mengumpulkan pendapat

d. Aktivitas dan keberanian siswa saat menjawab pertanyaan

e. Aktivitas dan kepatuhan siswa menerima bimbingan, dan merevisi

kembali hasil membuat susunan acara serta membawakan acara

f. Mengumpulkan teman-teman siswa dan kendala-kendala yang

(54)

33

3.5 Jenis Data dan Cara Pengambilannya

Untuk mengambil data dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut :

1) Observasi pra penelitian dengan maksud untuk memahami kondisi nyata

permasalahn awal

2) Pelaksanaan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada setiap siklus

3) Observasi terhadap kemampuan siswa selama kegiatan pembelajaran pada

sertiap siklus

4) Melakukan wawancara setiap selesai proses pembelajaran dengan siswa dan

observasi setiap selesai kegiatan satu siklus untuk mengetahui pendapat siswa.

5) Melakukan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran selama penelitian

6) Melakukan evaluasi terhadap tingkat penguasaan siswa dengan tes kompetensi

7) Menganalisis aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran saat pelaksanaan

penelitian

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif yaitu hasil wawancara dan observasi

dari pengamatan siswa dan guru dalam pembelajaran.

3.6 Analisis data

Analisis data dilakukan oleh peneliti sejak awal penelitian, saat proses dan

pembelajaran berlangsung. Semua kejadian saat proses pembelajaran dicatat dan

dianalisis berupa suasana kelas, hubungan antar siswa, serta partisipasi siswa

dalam pembelajaran. Selain itu juga peneliti menilai bagaimana susunan acara

(55)

34

Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Membawakan Acara

No. Indikator Sub Indikator Deskriptor Skor

1 Faktor Kebahasaan

Pelafalan/ Ketepatan

Semua kata yang diucapkan tepat 5 Terdengar 1 - 5 pengucapan kata

yang tidak tepat 4

Terdengar 6 - 10 pengucapan kata

yang tidak tepat 3

Terdengar 11 - 15 pengucapan kata yang tidak tepat 2 Terdengar lebih dari 15 pengucapan kata yang tidak tepat 1

Intonasi

Pembicara berbicara dengan intonasi (tekanan, nada, dan kecepatan berbicara) tepat

5

Pembicara berbicara dengan tekanan dan nada yang tepat tetapi terlalu cepat

4

Pembicara berbicara dengan nada, kecepatan yang tepat tetapi kurang memberikan tekanan

3

Pembicara berbicara dengan nada, kecepatan yang tepat tetapi terlalu lambat

2

Pembicara berbicara dengan

intonasi yang datar 1

Kosakata

Semua kosakata yang digunakan

tepat 5

Terdapat lebih dari 15 kosakata

yang tidak tepat 1

Acara yang disampaikan sangat lengkap mencakup pembukaan, isi, dan penutup

(56)

35

Acara yang disampaikan hanya terdapat dua bagian pembuka dan isi saja

4

Acara yang disampaikan hanya dua bagian isi dan penutup saja 3 Acara yang disampaikan hanya

pembuka saja 2

Hanya terdapat isi saja 1

Kesesuaian Acara dengan Kegiatan

Acara yang disampaikan sangat sesuai dengan kegiatan yang berlangsung

5

Acara yang disampaikan sesuai dengan kegiatan yang berlangsung

4

Acara yang disampaikan kurang sesuai dengan kegiatan yang berlangsung

3

Acara yang disampaikan tidak sesuai dengan kegiatan yang berlangsung

2

Acara yang disampaikan menyimpang dengan kegiatan yang berlangsung

1

Kelancaran

Pembicara dapat menyampaikan topik pembicaraan dengan lancar 5 Pembicara menyampaikan topik pembicaraan sebagian kecil tidak lancar

4

Terdapat beberapa bagian yang

kurang lancar 3

Sering ragu-ragu dalam berbicara sehingga sering terpaksa diam dan penguasaan bahasanya terbatas

2

Pembicaraanya banyak berhenti

dan pendek-pendek

percakapannya tidak dapat berlanjut

1

Mimik dan Gerak-Gerik

Pembicara berbicara dengan mimik/ gerak-gerik yang tepat 5 Pembicara berbicara dengan mimik/gerak-gerik terlalu ekspresif

4

Pembicara berbicara dengan mimik/gerak-gerik kurang ekspresif

(57)

36

Pembicara berbicara dengan mimik/gerak-gerik yang kurang percaya diri

2

Pembicara berbicara dengan mimik datar dan tenpa gerak-gerik

1

Pandangan

Pembicara mengarahkan pandangannya kepada semua pendengar secara merata

5

Pembicara mengarahkan pandangannya terpusat hanya pada sebagian pendengar

4

Pembicara seolah-olah mengarahkan pandangannya kepada pendengar, tetapi sebenarnya tidak

3

Pembicara tidak mengarahkan pandangannya kepada pendengar 2 Pembicara hanya menunduk karena tidak berani menatap pendengar

Palafalan bunyi bahasa yang kurang tepat, baik artikulasi maupun

pemeggalan suku kata dapat mengalihkan perhatian pendengar. Kata-kata

yang diucapkan disebut baik jika tepat arti, tepat penempatannya, seksama

dalam pengungkapan, lazim dan sesuai dengan kaidah ejaan. Misalnya

penggunaan kata belom, yang benar adalah belum, kata apotik yang enar

adalah apotek, kata rebo yang benar adalah rabu, kata gimana yang benar

adalah bagaimana, kata kebon yang benar adalah kebun.

Apabila semua kata yang diucapakan tepat dan benar sesuai dengan kaidah

ejaan, siswa mendapat skor 5. Apabila terdengar 1-5 pengucapan kata

(58)

37

pengucapan kata yang tidak tepat, siswa mendapat skor 3. Apabila

terdengar 11-15 pengucapan kata yang tidak tepat siswa mendapat skor 2.

Apabila terdengar lebih dari 16 pengucapan kata yang tidak tepat, siswa

mendapat skor 1.

2. Indikator Intonasi

Ketepatan penggunaan intonasi mempunyai daya tarik tersendiri dalam

berbicara tinggi rendahnya dan keras lembutnya suara dapat

menghindarkan terjadinya kejenuhan pendengar . apabila pembicara

berbicara dengan intonasi (tekanan, nada, dan kecepatan berbicara) tepat,

siswa mendapat skor 5. Apabila pembicara berbicara dengan tekanan dan

nada yang tepat, tetapi terlalu cepat, siswa mendapat skor 4. Apabila

pembicara berbicara dengan nada, kecepatan yang tepat tetapi kurang

memberikan tekanan siswa mendapat skor 3. Apabila pembicara berbicara

dengan nada, kecepatan yang tepat tetapi terlalu lambat, siswa mendapat

skor 2. Apabila pembicara berbicara dengan intonasi yang datar, siswa

mendapat skor 1.

3. Indikator Kosakata

Kosakata yang disampaikan hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi, serta

mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan

lebih paham apabila kata-kata yang kita gunakan sudah dikenal oleh

pendengar yang menjadi sasaran. Oleh karena itu, apabila pemakaian

kosakata sudah tepat, siswa mendapat skor 5. Apabila terdapat 1 - 5

(59)

38

kosakata yang tidak tepat, siswa mendapat skor 3. Apabila terdapat 11 - 15

kosakata yang tidak tepat, siswa mendapat skor 2. Apabila terdapat lebih

dari 15 kosakata yang tidak tepat, maka siswa mendapat skor 1.

4. Indikator Kelengkapan Acara yang Disampaikan

Suatu pembawaan acara dikatakan lengkap apabila mencakup pembukaan,

isi dan penutup. Apabila siswa memandu acara dengan lengkap yang

didalamnya mencakup pembukaan, isi, dan penutup pada suatu acara,

siswa mendapat skor 5. Apabila acara yang disampaikan hanya terdapat

dua bagian pembuka dan isi saja, siswa mendapat skor 4. Apabila acara

yang disampaikan hanya dua bagian isi dan penutup saja, siswa mendapat

skor 3. Apabila acara yang disampaikan hanya pembuka saja, siswa

mendapat skor 2. Apabila hanya terdapat isi saja maka siswa mendapat

skor 1.

5. Indikator Kesesuaian Acara dengan Kegiatan

Acara yang disampaikan harus disesuaikan dengan kegiatan yang

dilaksanakan. Contoh kegiatan perpisahan kelas IX , maka acaranya yang

disampaikan tentang perpisahan, baik dari segi bahasa yang digunakan

maupun isi acara.

Apabila acara yang disampaikan sesuai dengan kegiatan yang berlangsung,

siswa mendapat skor 5. Apabila acara yang disampaikan sesuai dengan

kegiatan yang berlangsung, siswa mendapat skor 4. Apabila acara yang

disampaikan kurang sesuai dengan kegiatan yang berlangsung, siswa

(60)

39

kegiatan yang berlangsung, siswa mendapat skor 2. Apabila acara yang

disampaikan menyimpang dengan kegiatan yang berlangsung, siswa

mendapat skor 1.

6. Indikator Kelancaran

Kelancaran seseorang dalam berbahasa akan lebih memudahkan

pendengar dalam menangkap isi pembicaraan. Apabila pembicara dapat

menyampaikan topik pembicaraan dengan lancar, siswa mendapat skor 5.

Apabila pembicara menyampaikan topik pembicaraan sebagian kecil tidak

lancar, siswa mendapat skor 4. Apabila terdapat beberapa bagian yang

kurang lancar, siswa mendapat skor 3. Apabila sering ragu-ragu dalam

berbicara sehingga sering terpaksa diam dan penguasaan bahasanya

terbatas, siswa mendapat skor 2. Apabila pembicaraanya banyak berhenti

dan pendek-pendek percakapannya tidak dapat berlanjut, siswa mendapat

skor 1.

7. Indikator Mimik/ Gerak-Gerik

Seseorang yang berbicara di hadapan umum tidak hanya melakukan

komunikasi melalui ucapan-ucapan, melainkan juga mengadakan

komunikasi melalui gerak-gerik. Ketepatan mimik dan gerak-gerik dapat

menunjang keefektifan berbicara dan dapat menghidupkan komunikasi.

Semua gerak-gerik itu harus diekspresikan sesuai dengan isi pembicaraan.

Apabila siswa berbicara dengan mimik/ gerak-gerik yang tepat, misalnya

acaranya sedih mimiknya juga sedih, jika acaranya gembira, mimiknya

(61)

40

mimik/gerak-gerik terlalu ekspresif (terlalu cepat), siswa mendapat skor 4.

Apabila siswa berbiacara dengan mimik/ gerak-gerik kurang ekspresif

(terlalu lambat), siswa mendapat skor 3. Apabila siswa berbicara dengan

mimik/ gerak-gerik yang kurang percaya diri, siswa mendapat skor 2.

Apabila siswa berbicara dengan mimik datar dan tanpa gerak-gerik, siswa

mendapat skor 1.

8. Indikator Pandangan

Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara secara menyeluruh,

supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlihat dalam kegiatan

berbicara. Apabila siswa berbicara mengarahkan pandangannya kepada

semua pendengar secara merata siswa mendapat skor 5. Apabila siswa

berbicara mengarahkan pandangannya terpusat hanya pada sebagian

pendengar, akan menyebabkan pendengar lain kurang diperhatikan, siswa

mendapat skor 4. Apabila siswa berbicara seolah-olah mengarahkan

pandangannya kepada pendengar, tetapi sebenarnya tidak, siswa mendapat

skor 3. Apabila siswa tidak memerhatikan pandangannya kepada

pendengar, tetapi melihat ke samping, ke atas sehingga perhatian

pendengar berkurang, siswa mendapat skor 2. Apabila siswa berbicara

hanya menunduk karena idak berani menatap pendengar, siswa mendapat

(62)

41

3.6.1 Langkah-Langkah Analisis Data

Langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini, sebagai berikut :

1. Siswa mempresentasikan pembelajaran membawakan acara dengan

menggunakan bahasa yang baik dan benar serta santun.

2. Penulis melakukan penilaian terhadap penampilan siswa dengan instrumen

yang sudah ada

3. Menjumlahkan skor membawakan acara dengan berpedoman pada tolak ukur

pada tabel 3.2

4. Menghitung rata-rata kemampuan siswa dalam memandu wawancara pada

faktor kebahasaan dan nonkebahasaan dengan memakai rumus sebagai berikut :

Menentukan tingkat kemampuan siswa dengan tolak ukur di bawah ini :

Tabel 3.3 Tolok Ukur Penilaian Membawakan Acara

Nilai Tingkat Kemampuan

86–100 76–85 66–75 0–65

Baik Sekali Baik Cukup Kurang

Sumber : Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII (2006 : 38) Skor yang diperoleh

Nilai akhir= x 100

(63)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan dan hasil dari penelitian tindakan kelas di SMP Negeri 1

Katibung Lampung Selatan, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penerapan teknik pemodelan dapat meningkatkan kemampuan

membawakan acara. Proses pembelajaran membawakan acara pada siklus

satu menerapkan teknik pemodelan dengan menjadikan gurunya sebagai

model, siklus II memanfaatkan media video visual, serta siklus III yang

mendatangkan model yang merupakan guru mata pelajaran lain di SMP

Negeri 1 Katibung dapat memotivasi siswa untuk terampil serta tampil

lebih baik, lebih kreatif, dan juga lebih berani dalam membawakan acara.

2. Hasil pembelajaran pada siklus I, nilai rata-rata siswa hanya 65,7 , serta

siswa yang mencapai KKM mencapai 44,7%. Pada siklus II nilai rata-rata

siswa 68,4 , serta siswa yang mencapai KKM mencapai 65,2%. Pada

siklus III nilai rata-rata siswa mencapai 76,8 , serta siswa yang mencapai

KKM mencapai 89,5%. Peningkatan siswa yang mencapai pada siklus I ke

siklus II yaitu 20,5% sedangkan peningkatan pada siklus II ke siklus III

Gambar

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindak Kelas Model Kemmis dan Mc.Taggart
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian di SMPN Negeri 1 Katibung
Gambar 3.2 Siklus PTK Model Kemmis dan Mc Taggart
Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Membawakan Acara
+2

Referensi

Dokumen terkait

Generally, we can conclude that the finite verb phrases, either main verbs standing alone or auxiliaries standing with the main verbs, that are used in the headline news of The

dengan frekuensi. Grafik hubungan antara beda fasa dengan frekuensi. Grafik hubungan antara impedansi dengan frekuensi.. Grafik hubungan antara beda fasa dengan frekuensi.

Another cause is at service firms don’t have the same structure of fixed assets with the companies in the manufacturing industry (Hartono, 2010). Testing shift accrual

(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat diberi izin edar dalam bentuk persetujuan pendaftaran harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan,

Pemberian antibiotik pre operasi kurang tepat karena antibiotik diberikan terlalu awal, sebab cefotaxim mencapai kadar puncak di serum setelah 30 menit, sehingga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh PBL model Eggen dan Kauchak pada konteks penstabilan pH air kolam renang terhadap kinerja guru dalam merencanakan dan

mbopbmpf= pbeATJpAhfT= fBr= aAk= dfwf= Brorh= af= hb`AjATAk== krkhlilI= hABrmATbk=Tfjlo= TbkdAe= pbiATAkI=krpA=TbkddAoA=Tfjro=beserta=perangkat=yang=

Instrumen yang digunakan dalam tahap uji awal produk adalah model e-election yang dibuat.Sedangkan instrumen yang digunakan dalam uji coba penggunaan adalah