Juwairiyah
ABSTRACT
IMPROVED ABILITY HOSTED THROUGH MODELING TECHNIQUES CLASS VIII G SMP NEGERI 1 KATIBUNG DISTRICT KATIBUNG
SOUTH LAMPUNG REEGENCY LESSONS YEAR 2014/2015 By
JUWAIRIYAH
This study was conducted based formulation of the problem is how the process of learning and capacity building hosted through modeling techniques eighth grade students of SMP Negeri 1 Katibung G Katibung District of South Lampung regency. Selection of techniques in learning have a very important position in prosesn learning. With the selection of appropriate techniques can provide guarantees ongoing learning activities and provide direction on learning activities so that the desired objectives in this case is the achievement of learning can be achieved. The author tries to give modeling techniques in the learning process so that students can perform carriage events using language properly and mannered. The subjects were students of class VIII SMP Negeri 1 Katibung G totaled 38 students consisting of 17 male students and 21 female students. This study was conducted three cycles, each sisklus consists of planning, action, observation, and reflection. In cycle I to III study hosted students were grouped into 6 groups with 2 groups of 7 students and 4 groups of 6 students. In the first cycle the Indonesian model is a teacher who is often seen by the students. In the second cycle of learning hosted video hosted prepare teachers to serve as a model to broadcast using an LCD projector. Furthermore, the third cycle teachers bring direct model of a teacher at SMP Negeri 1 Katibung also commonly hosted on the learning takes place.
Juwairiyah
on the second cycle is the percentage of 63.16% to 89.50%. Ketidaktuntasan percentage of students in the second cycle decreased by 18.42% and in the third cycle has decreased 26.34% and based on the indicators in the third cycle that modeling strategies which can be applied to make students able to appear as presenters that ultimately can improve the ability of pupils and students got good value and increased.
Juwairiyah
ABSTRAK
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN KELAS VIII G SMP NEGERI 1 KATIBUNG KECAMATAN KATIBUNG
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 Oleh
JUWAIRIYAH
Penelitian ini dilakukan berdasarkan rumusan masalah yaitu bagaimana proses pembelajaran dan peningkatan kemampuan membawakan acara melalui teknik pemodelan siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Pemilihan teknik dalam pembelajaran memiliki kedudukan yang sangat penting dalam prosesn belajar-mengajar. Dengan pemilihan teknik yang tepat dapat memberikan jaminan berlangsungnya kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dalam hal ini adalah prestasi belajar dapat tercapai. Penulis mencoba memberikan teknik pemodelan dalam proses pembelajaran agar siswa dapat melakukan pembawaan acara dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar serta santun.
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung berjumlah 38 siswa yang terdiri atas 17 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus, setiap sisklus terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pada siklus I sampai III pembelajaran membawakan acara siswa dikelompokkan menjadi 6 kelompok dengan anggota 2 kelompok berjumlah 7 siswa dan 4 kelompok berjumlah 6 orang siswa. Pada siklus I yang menjadi model adalah guru Bahasa Indonesia yang sering dilihat oleh siswa. Pada siklus II pembelajaran membawakan acara guru menyiapkan video membawakan acara untuk dijadikan model dengan ditayangkan menggunakan LCD proyektor. Selanjutnya pada siklus III guru mendatangkan model langsung seorang guru pada SMP Negeri 1 Katibung juga yang biasa membawakan acara pada pembelajaran berlangsung.
Juwairiyah
siswa yang belum tuntas 21 siswa (55,26%), pada siklus II siswa tuntas berjumlah 24 siswa (63,16%) dan yang belum tuntas 14 siswa (36,84%), lalu pada siklus III siswa tuntas berjumlah 33 siswa (89,50%) dan siswa yang belum tuntas 5 siswa (10,50%). Persantase ketuntasan siswa pada siklus II mengalami peningkatan 18,42% dari hasil tes pada siklus I yaitu dari persentase 44,74% menjadi 63,16%. Persentase ketuntasan siswa pada siklus III mengalami peningkatan 26,34% dari hasil tes pada siklus II yaitu dari persentase 63,16% menjadi 89,50%. Persentase ketidaktuntasan siswa pada siklus II mengalami penurunan sebesar 18,42% dan pada siklus III mengalami penurunan 26,34% dan berdasarkan indikator pada siklus III bahwa strategi permodelan yang diterapkan dapat menjadikan siswa berani tampil sebagai pembawa acara yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dan siswa mendapat nilai yang baik dan meningkat.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN KELAS VIII G SMP NEGERI
1 KATIBUNG KECAMATAN KATIBUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015
OLEH JUWAIRIYAH
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA
MELALUI TEKNIK PEMODELAN KELAS VIII G
SMP NEGERI 1 KATIBUNG KECAMATAN KATIBUNG
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015
(Penelitian Tindakan Kelas)
Oleh
JUWAIRIYAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MEGISTER BAHASA DAN SASRA INDONESIA
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hakikat Belajar ... 11
2.2 Belajar berbahasa di sekolah ... ` 12
2.3 Keterampilan Berbicara ... 13
2.4 Bentuk Keterampilan Berbicara ... 14
2.5 Tahapan Membawakan Acara ... 15
2.6 Model-Model Pembelajaran ... 17
2.7 Teknik Pemodelan... 21
2.8 Pembelajaran Membawakan Acara Melalui Teknik Pemodelan ... 22
xii BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 42
4.1.1 Siklus Satu ... 44
4.1.2 Siklus Dua ... 59
4.1.3 Siklus Tiga ... 74
4.2 Peningkatan Hasil Membawakan Acara ... 91
4.3 Pembelajaran Membawakan Acara dengan Menggunakan Strategi Pemodelan ... 92
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 94
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian di SMPN Negeri 1 Katibung Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Membawakan Acara
Tabel 3.3 Tolok Ukur Penilaian Membawakan Acara
Tabel 4.1 Hasil Presentase Kemampuan Membawakan Acara Siswa Kelas VIII G Siklus II
MOTO
“Berdoalah sebab berdoa itu kekuatan terbesar di dunia. Kasihilah sesama sebab
mencintai adalah hak istimewa pemberian Allah.”
(Ali bin Abi Thalib)
“Bersikap ramahlah sebab ramah itu jalan menuju kebahagiaan. Bermurah hati
lah hidup ini terlalupendek untuk dipakai mementingkan diri sendiri.”
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa Syukur dan bahagia atas segala rahmat dan ridho Allah Swt,
penulis mempersembahkan karya tulis ini kepada orang-orang terkasih, yaitu:
1. orangtua dan mertua, dengan kasih sayangnya, do’a tulusnya, dorongan
semangat untuk keberhasilan anaknya yang tidak mungkin terbalaskan.
2. suami tercinta yang selalu member semangat dan motivasi serta kesabaran
dalam kebersamaan sehingga member kenyamanan keberhasilan.
3. kedua buah hatiku Asep Hermanto R dan Dede Setiawan, yang selalu memberi
inspirasi dalam mengejar cita-cita dimasa yang akan datang.
4. kedua menantu Ana Fitriana dan Nadin yang selalu mendukung agar mamahnya
lebih maju
5. kedua cucu tersayang Zahrotun Nissa Azzahra, Rasya Putra Ramadhan, dan
Azzam Azkha Assyahri yang memberi kedamaian hilang rasa lelah saat
disambut dengan celoteh dan tawa lucunya sepulang kuliah.
6. dosen-dosenku yang telah membantu menyelesaikan kuliah ku
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, tepatnya di desa Sidodadi Kecamatan
Kedaton, 15 Maret 1963 sebagai anak ke tujuh dari enam belas bersaudara, buah
cinta dari pasangan Bapak Sahid (alm) dan Ibu Sakem.
Pendidikan yang telah penulis tempuh Sekolah Dasar Negeri 25 (SDN 25) Tanjung
Karang di selesaikan pada tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 (SMPN
2) Bandar Lampung diselesaikan tahun 1979, Sekolah Menengah Atas Wijaya
(SMA Wijaya) Kedaton diselesaikan tahun 1983, D1/A1 Universitas Lampung
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni diselesaikan tahun 1984.
Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa S-1 dalam jabatan FKIP Universitas Lampung
jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Satra
Indonesia dan Daerah tahun 2010, melaksanakan PPL/PPM di SMP Negeri 1
Katibung Lampung Selatan selama dua bulan yaitu bulan Februari hingga April
2011. Penulis melanjutkan pendidikan di Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
SANWACANA
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PTK yang berjudul
“Peningkatan kemampuan Membawakan Acara melalui teknik pemodelan kelas
VIII G semester ganjil SMPN 1 Katibung Kecamatan Katibung Kabupaten
Lampung Selatan tahun pelajaran 2014 -2015”
Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai
pihak dalam proses penyelesaian PTK ini. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa
hormat sudah selayaknya penulis mengucapkan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak berikut.
1. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. selaku pembimbing 1 yang telah membimbing
penulis dengan penuh kesabaran, keiklasan, memotivasi, memberi pengarahan,
serta saran-saran dari penyusunan proposal hingga PTK ini selesai ditulis.
2. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku pembimbing 2, yang telah memberikan
bimbingan selama perkuliahan dan memberikan ilmu, kritik, dan saran demi
kesempurnaan penulisan PTK ini.
4. Drs.Kahfie Nazaruddin,M.Hum. selaku ketua program Study pendidikan bahasa
dan sastra Indonesia dan daerah yang telah memberikan pengarahan, bimbingan,
bantuan, saran, dan motivasinya dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Universitas Lampung dengan baik.
5. Dr. Mulayanto Widodo, M.Pd. selaku ketua jurusan pendidikan bahasa dan seni
6. Dr.H.Bujang Rahman, M.Si. selaku dekan FKIP Unila beserta stafnya.
7. Bapak dan Ibu dosen FKIP Unila yang telah membekali penulis dengan ilmu dan
pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan.
8. Seluruh staf administrasi dan karyawan tata usaha jutusan pendidikan bahasa dan
seni Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan
penulis.
9. Bapak Abdul Rochman, S.Pd., M.M. selaku kepala SMP Negeri 1 Katibung
Lampung Selatan, yang memotivasi dan membantu kelancaran dalam penelitian
dan penyusunan PTK ini.
10. Keluarga besar SMP Negeri 1 Katibung Lampung Selatan, seluruh dewan guru,
karyawan dan staf tata usaha SMP Negeri 1 Katibung
11. Teman-teman seperjuangan, terima kasih atas kerjasamanya, motivasi, yang
saling mengisi satu sama lain.
12. Orang tua, mertua dan keluarga kakak,adik, anak-anak,menantu dan cucu-cucu
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk
memperluas cakrawala ilmu pengetahuan, meningkatkan harkat dan martabatnya
di tengah-tengah pergaulan masyarakat, warga bangsa, serta warga dunia. Melalui
pendidikan dapat diciptakan dan dikembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pada gilirannya akan banyak memberi manfaat dan mempermudah manusia
dalam mencapai segala cita-cita yang diinginkan.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3, dijelaskan bahwa
Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keteampilan yang
dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, dan bangsa negara. Untuk menunjang tujuan
pemerintah tersebut, siswa terlibat secara langsung dalam prosesnya.
Sanjaya (2010:183) mengemukakan, ada enam aspek keterlibatan siswa di kelas
yang digambarkan proses pembelajaran efektif dan efisien: adanya keterlibatan
2
langsung; adanya keinginan untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif;
keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar;
adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa; terjadinya interaksi yang
multi arah baik antara siswa dengan siswa atau guru dengan siswa. Dalam hal ini
seorang guru Bahasa Indonesia harus memiliki keterampilan untuk menjadikan
siswa terampil dalam berbahasa.
Aspek keterampilan berbahasa meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Keempat aspek tersebut tidak dapat dipisahkan, semuanya berkaitan dan
saling melengkapi. Pengusaan yang pertama kali dikuasai oleh seorang anak yaitu
belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan
menulis. Pada keterampilan menyimak dan berbicara dipelajari sebelum
memasuki usia sekolah. Bahkan pada jenjang pendidikan kanak-kanak (TK) siswa
sudah dikenalkan dengan bahasa Indonesia. Pada jenjang berikutnya bahasa
Indonesia diajarkan secara khusus dengan alokasi waktu yang cukup banyak.
Adapun, tujuan utama pengajaran Bahasa Indonesia dalah membantu
mengembangkan kemampuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis.
Untuk mencapai tujuan tersebut siswa dilatih untuk menguasai empat aspek
berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Hal tersebut dapat dilihat bahwa satu sama lain keterampilan
berkaitan, semakin terampil seseorang berbicara maka semakin cerah dan jelas
3
dengan jalan praktik dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti
pula melatih keterampilan berpikir (Tarigan, 2008:1).
Ketidakmatangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu
keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Keterampilan-keterampilan
yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif banyak persamaannya
dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif ; dalam
keterampilan-keterampilan berbahsa yang lainnya (Greene & Petty dalam Tarigan, 2008:1).
Pada pendidikan formal, cara berbahasa diajarkan oleh guru pada siswanya
melalui proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran tidak luput dari masalah
untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran.
Masalah yang mengganggu pada proses berbicara biasanya adalah faktor kurang
percaya diri serta kurang terlatih dalam berbicara. Keberhasilan sistem
pembelajaran di kelas sangat ditentukan oleh manager/aktor sistem pembelajaran
di kelas. Manager/aktor sistem pembelajaran di kelas adalah guru. Guru
bertanggung jawab dalam mempersiapkan bahan pembelajaran dan mendesain
lingkungan kelas yang kondusif dan mendorong siswa untuk berperan aktif dalam
melaksanakan pembelajaran, sehingga proses pembelajaran berlangsung secara
efektif dan efisien serta menghasilkan pembelajaran yang berkualitas dan
bermakna. Dengan demikian, guru harus memiliki kompetensi di bidangnya.
Hal ini memberikan gambaran bahwa dalam merancang atau mendesain
pembelajaran seorang guru harus mampu menganalisis kebutuhan yang tepat bagi
kepentingan siswa, sehingga nantinya dapat mewujudkan proses pembelajaran
4
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran tertentu di dalamnya juga
diikuti teknik, metode, teknik, dan model pembelajaran yang relevan, sehingga
pada gilirannya akan terjadi proses pembelajaran efektif , efisien, menyenangkan,
dan bermakna. Pada tahap selanjutnya akan dihasilkan prestasi atau pun hasil
belajar yang optimal bagi peserta didik.
Hasil supervisi kelas menunjukkan bahwa dalam perencanaan pembelajaran masih
terdapat penggunaan RPP yang penyusunannya belum baik dan belum
dilaksanakan secara baik pula. Selain itu, pada proses pembelajaran juga masih
ditemukan siswa yang belum memiliki motivasi untuk mengikuti pembelajaran.
Hal itu dapat diamati dari fakta di lapangan bahwa masih banyak siswa yang
belum aktif. Dari hasil pembelajaran diperoleh data bahwa siswa yang aktif belum
mencapai 75%. Hal lain yang ditemukan adalah proses evaluasi yang belum
optimal. Hal ini dibuktikan dari jumlah siswa yang masuk kategori tuntas belum
mencapai 75%. Selain itu, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia belum
menggunakan teknik pembelajaran yang tepat.
Proses pembelajaran selama ini masih menggunakan model pembelajaran yang
klasikal. Pada model ini fokus aktivitas pembelajaran didominasi oleh guru. Guru
memberlakukan tindakan yang sama kepada semua siswa dalam satu kelas,
padahal masing-masing siswa memiliki banyak perbedaan antara lain latar
belakang, kemampuan dasar, minat, gaya belajar, kecepatan belajar, dan juga
pengalaman belajar. Hal ini akan menimbulkan kesenjangan antara siswa. Siswa
yang memiliki kecakapan belajar yang baik mudah menangkap informasi,
5
Akibatnya, penguasaan terhadap materi yang disampaikan oleh guru juga akan
tertinggal. Selain itu, pembelajaran di kelas dapat menyebabkan rendahnya
motivasi, aktivitas, dan prestasi belajar.
Motivasi memiliki kedudukan yang sangat penting dalam belajar. Motivasi
memberikan jaminan berlangsungnya kegiatan belajar dan memberikan arah pada
kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dalam hal ini adalah prestasi
belajar dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (2011:75) yang
memberikan pengertian motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek dapat tercapai.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan motivasi belajar merupakan faktor yang
dapat memengaruhi prestasi belajar siswa. Namun pembelajaran saat ini belum
mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil pengamatan pada saat
pembelajaran terlihat bahwa masih banyak siswa terlihat tidak memiliki motivasi
belajar. hal ini terlihat dari sebagian siswa kurang senang dalam kegiatan
pembelajaran. Selain itu, siswa belum terlihat memiliki kreatifitas dalam belajar.
kreatifitas hanya ditunjukkan oleh siswa tertentu yang memiliki kemampuan
tinggi. Untuk meningkatkan motivasi siswa perlu adanya perubahan model
pembelajaran.
Salah satu cara meningkatkan motivasi siswa dalam berbicara khususnya pada
membawakan acara, penulis mencoba memberikan teknik pemodelan dalam
6
menggunakan bahasa yang baik dan benar serta santun. Keterampilan berbicara
melalui membawakan acara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui
penjelasan semata, melainkan juga siswa harus dapat melihat, mendengar, dan
memahami lalu berlatih melakukannya.
Peneliti memandang perlu untuk mengadakan penelitian langsung pada siswa
tentang membawakan acara melalui pemodelan. Hal tersebut disebabkan peneliti
melihat khususnya siswa kelas VIII G ketika berbicara dengan sesama teman
begitu lancar dan tidak ada hambatan bahkan seperti tidak akan habis pokok
pembicaraan dalam pembicaraannya. Namun, kenyataan saat menerima pelajaran
bahasa Indonesia pada standar kompetensi berbicara dengan kompetensi dasar
membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun, siswa
mengalami kesulitan untuk membawakan acara dengan bahasa yang baik dan
benar serta santun.
Selain itu, peneliti juga memandang perlu adanya penelitian karena pada
sebelumnya peneliti sudah melakukan penelitian pada ranah berbicara dalam
berwawancara. Peneliti merasa siswa kurang menguasai keterampilan berbicara,
dengan upaya meningkatkan keterampilan berbicara siswa, peneliti kembali
melakukan penelitian untuk membawakan acara. Peneliti beranggapan bahwa jika
siswa menguasai keterampilan tersebut, maka siswa setidaknya dapat berguna
dalam lingkungan masyarakat untuk membawakan acara seperti membawakan
acara ulang tahun, perpisahan sekolah, acara peringatan hari kemerdekaan di
7
Tidak sedikit siswa yang mengalami hambatan dalam membawakan acara dengan
bahasa yang baik dan benar serta santun. Hal ini dialami siswa kelas VIII G SMP
Negeri 1 Katibung Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan,
hambatan-hambatan tersebut yaitu faktor kurangnya kosakata yang dimiliki oleh siswa.
Sehingga, siswa merasa takut salah saat membawakankan acara yang
mengakibatkan sulitnya mengarahkan kata-kata. Hal ini dibuktikan dari hasil
ulangan siswa, kemampuan berbicara masih rendah. 75% siswa tidak mampu
membawakan acara. Untuk menunjang penelitian ini peneliti menggunakan
teknik pemodelan dengan tujuan agar proses pembelajaran akan meningkat dan
menyenangkan, melalui teknik yang digunakan oleh guru. Melalui teknik
pemodelan diharapkan hasil belajar akan meningkat.
Sesuai dengan materi ajar yang akan disampaikan dalam KTSP mata pelajaran
Bahasa Indonesia tingkat Sekolah menengah Pertama kelas VIII terdapat Standar
Kompetensi (SK) : Berbicara (10) Mengemukakan pikiran, perasaan, dan
informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler, dengan Kompetensi Dasar
(10.2) Membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun.
Dalam pencapaian yang maksimal peran seorang guru sebagai penyampai materi
kepada siswa harus dapat menyampaikan materi yang akan dibahas dengan
metode dan media yang tepat dan menarik. Untuk itu seorang guru yang
professional haruslah menjadi seorang pendidik yang berusaha menjadikan
keseluruhan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan. Hal tersebut terlihat
dari kepiawaiannya merancang serta menerapkannya dalam pembelajaran serta
Undang-8
Undang Nomor 14 tahun 2005 tugas utama guru sebagai pendidik professional
meliputi: (1) mendidik, (2) mengajar, (3) membimbing, (4) mengarahkan, (5)
melatih, (6) menilai, serta (7) mengevaluasi peserta didik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarakan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah proses pembelajaran membawakan acara melalui teknik
pemodelan siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung Kecamatan
Katibung Kabupaten Lampung Selatan
2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan membawakan acara melalui
teknik pemodelan siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung Kecamatan
Katibung Kabupaten Lampung Selatan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Memperbaiki proses pembelajaran di kelas khususnya membawakan acara
dengan menggunakan bahasa yan baik dan benar serta santun melalui teknik
pemodelan.
2. Meningkatkan hasil belajar siswa agar mampu membawakan acara melalui
9
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran di kelas memiliki
manfaat yang penting, yang mencakup dua aspek yaitu aspek teoritis dan aspek
praktis.
1.4.1 Manfaat Secara Teoretis
Secara teoretis penelitian ini dapat memperdalam materi Bahasa
Indonesia khususnya materi membawakan acara. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi guru bidang studi
Bahasa Indonesia untuk mengembangkan pembelajaran keterampilan
membawakan acara.
1.4.2 Manfaat Secara Praktis
Manfaat secara praktis memiliki tiga komponen yaitu :
a. Bagi siswa
1) Untuk memotivasi siswa supaya berani tampil membawakan
acara.
2) Meningkatkan aktivitas dan minat belajar dalam meningkatkan
keterampilan membawakan acara.
3) Siswa akan termotivasi dalam melaksanakan aktivitas belajar di
kelas baik secara individu maupun kelompok.
b. Bagi guru
1) Sebagai masukan guru dalam meningkatkan minat belajar siswa
dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
2) Memotivasi guru untuk meningkatkan kualitas dan kreativitas
10
c. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide untuk
memecahkan masalah pembelajaran berbicara di kelas sehingga
akan membantu terciptanya suasana pembelajaran yang aktif,
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Belajar
Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan
competencies aneka ragam competencies, skill and attitudes. Kemampuan
(competencies) keterampilan (skill) dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara
bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi hingga masa tua melalui
rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Suprijono (2009: 3) menjelaskan bahwa
belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke
perkembangan pribadi seutuhnya.Jadi, dapat dikatakan makin banyak seseorang
belajar maka orang tersebut mengalami banyak perubahan.
Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatan seseorang dalam
pendidikan informal, keturutsertaan dalam pendidikan formal dan informal.
Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk
lainnya.Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan
dengan serangkain kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju
ke perkembangan pribadi seutuhnya.Kemudian dalam arti sempit, belajar
12
merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian
seutuhnya.Relevan dengan ini, ada pengertian bahwa belajar adalah “penambahan
pengetahuan”.Definisi atau konsep ini dalam praktiknya banyak dianut disekolah
-sekolah.
Selanjutnya ada, yang mendefinisikan:”belajar adalah berubah”.Dalam hal ini
yang dimaksud belajar berarti usaha mengubah tingkah laku.Jadi, belajar akan
membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak
hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, keterampilan,sikap, pengertian,harga diri,minat, watak, penyesuaian
diri. Jelasnya, belajar menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku
seseorang.
2.2 Belajar Berbahasa di Sekolah
Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu (1) keterampilan
menyimak (listening skills), (2) keterampilan berbicara (speaking skills), (3)
keterampilan membaca (reading skills),(4) keterampilan menulis (writing skills)
(Nida dalam Tarigan, 2008: 1)
Setiap keterampilan itu berhubungan erat sekali dengan tiga keterampilan lainnya
dengan cara yang beragam.Dalam memeroleh keterampilan berbahasa, biasanya
kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur, mula-mula pada masa kecil kita
belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan
menulis. Ke empat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan suatu
13
Selanjutnya, setiap keterampilan itu berhubungan erat pula dengan proses-proses
berpikir yang mendasari bahasa.Bahasa seseorang mencerminkan
pikirannya.Semakin trampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula
jalan pikirannya.Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan
praktik dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih
keterampilan berpikir (Dawson {et al} dalam Tarigan,1980: 1).
Dimuka tadi telah diutarakan bahwa keterampilan berbahasa hanya dapat
diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan.Oleh karena itu,
setelah berpraktik dan berlatih, perlu diadakan tes untuk mengetahui sampai
dimana hasil yang telah dicapai.Hal tersebut hanya dapat diperoleh melalui belajar
berbahasa di sekolah.
2.3 Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan
anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa
tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang
tentu berhubungan erat perkembangan kosakata yang dipelajari oleh sang anak
melalui kegiatan menyimak dan membaca. Perlu disadari juga bahwa
keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif
banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam
keterampilan-keterampilan berbahasa yang lainnya itu (Greene & Petty dalam
14
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia
yang memanfaatkan faktor-faktor pisik, psikologis, neurologi, semantik dan
linguistik sedemikian ekstensif secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat
manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Berbicara adalah suatu alat untuk
mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, seyogyanya sang pembicara memahami
makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.
2.4 Bentuk Keterampilan Berbicara
Dalam keterampilan berbicara di dalamnya terdapat beberapa bentuk, sebagai
berikut.
1. Berbicara dimuka umum pada masyarakat (public speaking) yang
mencakup empat jenis.
a. Berbicara dalam situasi – situasi yang bersifat memberitahukan atau
melaporkan, yang bersifat informative (informative speaking);
b. Berbicara dalam situasi–situasi yang bersifat kekeluargaan,
persahabatan (fellowship speaking);
c. Berbicara dalam situasi–situasi yang bersifat membujuk, mengajak,
15
d. Berbicara dalam situasi – situasi yang bersifat merundingkan dengan
hati-hati (deliberative speaking).
2. Berbicara pada konferensi (conference speaking).
a. Diskusi kelompok (group discussion).
1) Tidak resmi (informal), dan masih dapat diperinci.
a) kelompok studi (study group)
b) kelompok pembuat kebijaksanaan (policy making group).
c) komik.
2) Resmi (formal) yang mencakup pula:
a) konferensi
b) diskusi panel
c) symposium
b. Prosedur parlementer (parliamentary procedure)
c. debat
3) Jenis / macam-macam berbicara
a. berbicara untuk melaporkan
b. berbicara secara kekeluargaan
c. berbicara untuk meyakinkan
d. berbicara untuk merundingkan
2.5 Tahapan Membawakan Acara
Untuk dapat membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun,
ada tahapan yang harus dilakukan.Ardiwinata dan Ardiwilaga (2014:10)
16
1. Persiapan Acara
Pada tahapan persiapanacara dilakukan sebelum acara dimulai. Persiapan
seorang pembawa acara terdiri dari merancang acara, mengonsultasikan
acara, dan mengordinasikan mata acara dengan berbagai pihak terkait
(Ardiwinata dan Ardiwilaga, 2014:11).Pada tahap ini pembawa acara
harus sudah memunyai susunan acara yang sudah final agar acara dapat
berjalan sesuai dengan keinginan.
2. Membawakan Acara
Tahap kedua dari tugas pembawa acara adalah membawakan acara yang
sudah dirancang pada tahap persiapan.Pada tahap ini Ardiwinata dan
Ardiwilaga (2014: 12) menyebutnya dengan kronologi tugas pembawa
acara yang diringkas disebut 3 M yang berarti membuka, mempersilakan,
dan menutup.Rincian lengkap 3 m sebagai berikut.
a. Membuka
Saat membuka acara hal yang harus diperhatikan oleh pembawa
acara adalah kesiapan acara yang akan dimulai. Selanjutnya
menurut Ardiwinata dan Ardiwilaga (2014:12) seorang pembawa
acara saat membuka acara adalah 4 S yaitu salam, sapa, syukur,
susunan acara.
Pembawa acara memulai dengan mengucap salam pada hadirin
yang menandakan juga acara akan segera dimulai. Selanjutnya
pembawa acara dapat menyapa hadirin dengan sapaan yang
17
bersyukur untuk nikmat tuhan yang diberi. Kemudian pembawa
acara memberitahukan susunan acara yang akan dilaksanakan pada
acara tersebut.
b. Mempersilakan
Pada sesi ini, setelah pembawa acara memberitahukan susunan
acara, tugas pembawa acara selanjutnya adalah mempersilakan
seseorang untuk menyampaikan sesuatu sesuai dengan urutan acara
yang sudah dibuat. Cara mempersilakan sesorang untuk
menyampaikan sesuatu harus menyebutkan nama lengkap dan
jabatan yang jelas, Misalnya “Abdul Rochman, S.Pd., M.M.
selaku kepala sekolah SMPN 1 Katibung saya persilakan”.
c. Penutup
Tahapan terakhir dalam membawakan acara adalah menutup
acara.Pada tahap ini pembawa acara memberitahukan bahwa acara
telah selesai.
2.6 Model-Model Pembelajaran
Model dalam melaksanakan pembelajaran sangat beragam diantaranya ada model
contextual teaching learning. Pendekatan contextual teaching learning (CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang
diajarkan dengan situasi nyata, yang mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan di keluarga dan
18
Dalam pendekatan contextual ada tujuh komponen utama pembelajaran yang
efektif adalah sebagai berikut.
a. Konstrutivisme (Cotructivisme)
Landasan berpikir yaitu pengetahuan, dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan
tidak sekonyong-konyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta atau
konsep (kaidah) yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.
b. Bertanya (Questioning)
Bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta,
tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus pintar merancang kegitan
yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan.
c. Menemukan (Inquiry)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula datang dari “bertanya”.Bertanya
dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan
bertanya merupakan bagaian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inquiry yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah
19
d. Masyarakat belajar (Learning community)
Hasil pembelajaran diperoleh siswa bekerja sama dengan teman dan
kelompok. Siswa dibagi dalam kelompok yang heterogen. Siswa yang pandai
akan mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu kepada yang belum tahu,
yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai
gagasan segera memberi usul dan sebagainya.
e. Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru. Model bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara
mengerjakan sesuatu, cara melafalkan dan sebagainya. Kadang-kadang banyak
peristiwa psykologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata
belaka, maka perlu ada model yang bisa ditiru atau siswa dipartisipasikan
untuk berperan dalam peristiwa sosial itu. Dalam hal ini perlu digunakan teknik
permodelan supaya siswa dapat memperhatikan, mencontoh, mengerjakan, atau
melafalkan seperti apa yang dicontohkan oleh model.
Dalam menggunakan teknik ini agar berhasil dengan efektif guru perlu
mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Guru harus memilih topik yang urgen sehingga menarik minat siswa.
2. Apabila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan supaya
ditanggapi, guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk
perannya itu. Bila tidak, ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan
serta pengalaman yang lebih baik.
3. Apabila siswa belum terbiasa, ia perlu dibantu guru dalam
20
Apabila penggunaan teknik permodelan sebelum melaksanakan perlu
dipertimbangkan kekurangannya diantaranya: kalan guru tidak menguasai
tujuan penggunaan teknik ini untuk suatu unit pelajaran maka teknik
permodelan tidak akan berhasil. Dengan teknik permodelan guru benar-benar
harus bisa menguasai masalah, pandai bermimik dan pandai
berinteraksi.Teknik permodelan memiliki beberapa keunggulan, maka dapat
dipilih untuk beberapa unit pelajaran tertentu.Dengan teknik ini siswa lebih
tertarik perhatiannya pada pelajaran.Karena mereka dapat memerankannya
sendiri, maka mudah memahami dan mencontoh serta mempraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
f. Refleksi (Reflection)
Cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa yang sudah kita lakukan atau kita dapatkan di masa lalu. Siswa
mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan
baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan
yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa berkata
“O…kalau begitu, begini cara para ahli membuat rumus atau teori”.
g. Penilaian (Authentic assesment)
Proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Karena asessement menekan proses
21
yang dikerjakan siswa saat melakukan proses pembelajaran. Hal-hal yang
berada di luar proses pembelajaran tidak dapat dipertanggungjawabkan.
2.7 Teknik Pemodelan
Pendekatan kontekstual (CTL) komponen pemodelan maksudnya dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru
(Depdiknas 2002:16).
Senduk dan Nurhadi (2003:50) berpendapat bahwa pemodelan atau teknik
modeling adalah salah satu dari tujuh komponen pembelajaran kontekstual.
Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,
ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan
yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya
untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan.
Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau
aktivitas belajar. Dengan kata lain model itu dapat berupa cara mengoperasikan
sesuatu, dan sebagainya. Dengan begitu, guru memberi model tentang bagaimana
cara belajar.
Nuryatin (2010:34) menyatakan bahwa pemodelan dapat diartikan sebagai upaya
pemberian model (contoh) yang berhubungan dengan materi dan aktivitas
pembelajaran yang dilakukan siswa. Pemodelan harus dilakukan secara terencana
agar memberikan sumbangan pada pemahaman dan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran, sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Pemodelan
22
dipelajari, terlibat dengan lebih antusias, memberikan variasi situasi, biaya dan
waktu lebih efisien.
Pemilihan komponen pemodelan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis cerita pendek dan
mengubah perilaku siswa ke arah yang positif. Persyaratan model yang baik, yaitu
relevan dengan kebutuhan siswa, sesuai dengan tingkat siswa, menarik, praktis,
fungsional, menantang, dan kaya aksi.
Adanya model dalam pembelajaran akan membantu siswa untuk berpikir kritis.
Siswa akan terbantu dengan mengamati model yang disediakan, sehingga siswa
lebih memahami materi yang diajarkan. Siswa tidak hanya menerima informasi
dari guru, tetapi siswa juga dapat menggali informasi dari model yang disediakan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik pemodelan
merupakan bagian dari pendekatan kontekstual. Teknik pemodelan merupakan
sebuah pengetahuan atau keterampilan yang dapat didemonstrasikan atau ada
model yang dapat ditiru. Model tidak hanya terpaku pada guru atau siswa,
melainkan model dapat dilihat dan didengar oleh seseorang.
2.8 PembelajaranMembawakan Acara Melalui Teknik Pemodelan
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model
yang bisa ditiru. Model bisa berupaya mengeoperasikan sesuatu, cara
mengerjakan sesuatu, cara melafalkan dan sebagainya. Kadang-kadang banyak
23
belaka, maka perlu ada model yang bisa ditiru oleh siswa dipartisipasikan untuk
berperan dalam peristiwa itu.
Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang
dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan
metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak
membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan
penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian
pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda
pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong
pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor
metode yang sama.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di
Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka
pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian
(penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menemukan
sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru atau calon guru dapat
memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses
(beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka
pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan
model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat
kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model
pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya
24
Dalam hal ini perlu digunakan teknik pemodelan agar siswa dapat menerima
informasi yang lebih mengena karena siswa dapat melihat secara langsung
bagaimana proses keterampilan tersebut dilakukan. Dengan teknik pemodelan
juga siswa bisa langsung mengamati serta memberi inspirasi untuk siswa tiru.
Dengan menggunakan teknik pemodelan agar berhasil dengan efektif guru perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Guru memiliki topik yang ada lingkungan siswa sehingga menarik
minat siswa.
2. Guru menghadirkan model yang menguasai membawakan acara.
3. Apabila ada kesediaan dari siswa untuk menjadi model supaya
ditanggapi.
4. Guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk menjadi model.
Bila tidak, ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan serta
pengalaman yang lebih baik.
5. Apabila siswa belum terbiasa, ia perlu dibantu guru dalam
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Stephen
Kemmis dan Robin McTaggard pada tahun 1988 (Sukardi, 2013:7). Sukardi
(2013:8) mengemukakan bahwa terdapat empat komponen penelitian tindakan
yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan merupakan serangkaian rancangan tindak secara sistematis
untuk memperkirakan apa yang hendak terjadi. Dalam penelitian tindakan,
rencana tindakan harus berorientasi ke depan (Sukardi, 2013:5). Rencana
tindakan mencakup semua langkah tindakan yang dilakukan meliputi
materi bahan ajar, rencana pembelajaran yang mencakup teknik
pembelajaran, skenario pembelajaran, mempersiapkan instrumen
penelitian, serta merancang tindakan.
2. Tahap Tindakan
Komponen kedua adalah tindakan. Tindakan dapat diartikan sebagai
implementasi dari semua rancangan yang telah dibuat. Tahap pelaksanaan
tindakan dilakukan pada kelas yang menjadi realisasi dari teori dan teknik
25
merupakan tindakan yang mengandung tiga unsur penting, yaitu
peningkatan praktik, peningkatan pemahaman individual dan kolaboratif,
serta peningkatan situasi dimana kegiatan berlangsung.
3. Tahap Observasi
Observasi pada penelitian memunyai arti pengamatan terhadap penekanan
yang diberikan pada tahap tindakan. Pengamatan dilakukan bersamaan
dengan tindakan agar mengetahui apakah tindakan yang dilakukan dapat
mengatasi masalah. Pada tahap observasi ini peneliti tidak harus bekerja
sendiri, peneliti dapat dibantu oleh pengamat dari luar (teman sejawat).
Menurut Sukardi (2013:6), observasi yang baik adalah observasi yang
fleksibel, dan terbuka untuk dapat mencatat gejala yang muncul, baik yang
diharapkan atau tidak diharapkan.
4. Tahap Refleksi
Refleksi merupakan tahap dimana peneliti menilai kembali situasi serta
kondisi setelah objek serta subjek penelitian diberi penekanan secara
sistematis. Tahap ini merupakan sarana untuk melakukan pengkajian
kembali tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek peneliatian, dan
telah dicatat dalam observasi (Sukardi, 2013:5). Pada tahap refleksi ini
juga dapat muncul permasalahan-permasalahan yang dapat menjadi dasar
pelaksanaan siklus selanjutnya.
Keempat tahap yang sudah diuraikan di atas dipandang sebagai siklus yang dapat
26
Siklus I
Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindak Kelas Model Kemmis dan Mc.Taggart
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Katibung Kecamatan Katibung
Kabupaten Lampung Selatan tepatnya pada kelas VIII G tahun pelajaran
2014/ 2015. Siswa pada kelas VIII G berjumlah 38 orang yang terdiri dari
17 orang laki-laki dan 21 orang perempuan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/ 2015,
dilaksanakan pada Kelas VIII G dan berlangsung hingga mencapai indikator
yang telah ditentukan
Permasalahan
Perencanaantindakan I
Pelaksanaan tindakan I
Pengamatan/ pengumpulan data
Refleksi I
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
27
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian di SMPN Negeri 1 Katibung
No Rencana Kegiatan
Faktor yang diamati dalam penilitian ini adalah :
a. Faktor siswa, yaitu aktifitas dalam pembelajaran dan hasil belajar.
b. Faktor guru, yaitu kegiatan guru dalam merencanakan, menyusun,
melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan teknik pemodelan.
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
menggunakan model yang dikembangkan Stephen Kemmis dan Robin
28
tindakan, observasi, dan refleksi. Berikut merupakan siklus kegiatan PTK model
Kemmis dan Mc Taggart. Gambaran dalam penelitian ini sebagai berikut.
Siklus I
Siklus II
Gambar 3.2 Siklus PTK Model Kemmis dan Mc Taggart
29
1) TahapPerencanaan
Pada tahap perencanaan peneliti melakukan beberapa kegiatan, diantaranya:
a. mengamati proses belajar siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Katibung
Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan untuk membuat
pertanyaan berupa peristiwa yang relevan, yakni proses belajar yang
sedang berlangsung.
b. melakukan wawancara kepada siswa untuk mengetahui responnya tentang
proses belajar yang dialami
c. mempelajari dokumen yang digunakan guru berupa program semester,
rencana pembelajaran, lembar kerja dan hasil kerja siswa
d. menganalisis masalah dengan pertanyaan “apa yang terjadi ?” untuk
selanjutnya diinterprestasikan dan dijelaskan “mengapa” dan “bagaimana”
secara teoritis. Semua masalah yang muncul dalam lembar observasi.
Kemudian hal yang didapat ditelaah, didiskusikan, dan direkomendasikan
untuk diperbaiki.
e. menyusun RPP dengan menerapkan pembelajaran melalui teknik pemodelan
f. menyusun lembar pengamatan untuk membantu pelaksanan pembelajaran
melalui teknik pemodelan
g. menyusun instrumen untuk menilai atau memantau peningkatan hasil
belajar membawakan acara dengan menggunakan bahasa yang baik dan
30
2) Tahap Tindakan
A. Melaksanakn rencana pemantauan
a. Melaksankan rencana tindakan yang telah dipersiapkan
b. Membuat pelaksanaan tindakan dengan menggunakan instrumen
dibantu dengan guru lain sebagai modelnya
c. Melakukan penilitian sesuai instrumen untuk melihat hasil belajar
siswa.
3) Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan selama
berlangsungnya proses pembelajaran yang menggunakan instrumen penilaian
untuk guru dan siswa yang telah disiapkan. Observasi dilakukan untuk melihat
kegiatan yang dilakukan siswa saat berlangsungnya tindakan. Pada tahap ini
peneliti dibantu oleh teman sejawat yang juga memerhatikan pembelajaran yang
mengisi sesuai dengan lembar observasi yang telah disediakan oleh peneliti.
4)TahapRefleksi
a. Mengevaluasi hasil tindakan untuk menentukan tingkat ketercapaian
tujuan tindakan dengan cara menganalisis apakah tindakan yang dilakukan
telah tepat, jika belum maka peneliti bersama-sama wali kelas VIII G
mencari upaya lain dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang
terjadi di kelas VIII G.
b. Mengkaji dengan teliti hal-hal yang menyimpang dan mengontrol apa
31
berikutnya. Upaya melakukan pemecahan agar tidak terjadi penyimpangan
seperti penjelasan secara terperinci kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
5) TahapInverensiTindakan
Tahap inverensi tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
A. Tahap perencanaan (persiapan) pembelajaran meliputi :
a. Menenentukan pembelajaran yaitu melalui teknik pemodelan
b. Menganalisis materi dan waktu untuk satu semester
c. Mempersiapan daftar cek untuk melakukan observasi
d. Menyiapkan tes untuk menguji penguasaan materi
B. Tahap Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan selama kurang lebih dua siklus, dengan
urutan kegiatan sebagai berikut :
a. Penyajian materi
b. Bekerja secara individual untuk menguasai materi sampai
resentasi/demonstrasi
c. Evaluasi
d. Refleksi pengalaman belajar
C. Skenario pembelajaran melalui teknik pemodelan
Melaksanakan tindakan (pembelajaran) sesuai dengan scenario berikut ini.
a. Guru menampilkan pemodelaan membawakan acara
32
c. Guru melatih siswa membuat susunan acara yang akan dibawakan
d. Guru melihat tulisan dan memberi arahan bagaimana cara membuat
susunan acara
e. Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan
f. Setelah selesai membuat susunan acara yang akan dibawakan oleh
siswa, siswa dapat membawakan acara dengan bahasa yang baik dan
benar serta santun.
D. Pengamatan
Guru melakukan pengamatan observasi dalam pembelajaran seperti nerikut
ini.
a. Memperhatiakan keseriusan ketika menerima perintah dan bimbingan
guru
b. Mengamati aktivitas siswa dengan siswa pada saat pembelajaran
c. Aktifitas siswa dengan guru sewaktu diminta untuk bertanya dan
mengumpulkan pendapat
d. Aktivitas dan keberanian siswa saat menjawab pertanyaan
e. Aktivitas dan kepatuhan siswa menerima bimbingan, dan merevisi
kembali hasil membuat susunan acara serta membawakan acara
f. Mengumpulkan teman-teman siswa dan kendala-kendala yang
33
3.5 Jenis Data dan Cara Pengambilannya
Untuk mengambil data dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut :
1) Observasi pra penelitian dengan maksud untuk memahami kondisi nyata
permasalahn awal
2) Pelaksanaan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada setiap siklus
3) Observasi terhadap kemampuan siswa selama kegiatan pembelajaran pada
sertiap siklus
4) Melakukan wawancara setiap selesai proses pembelajaran dengan siswa dan
observasi setiap selesai kegiatan satu siklus untuk mengetahui pendapat siswa.
5) Melakukan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran selama penelitian
6) Melakukan evaluasi terhadap tingkat penguasaan siswa dengan tes kompetensi
7) Menganalisis aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran saat pelaksanaan
penelitian
Data yang diperoleh berupa data kuantitatif yaitu hasil wawancara dan observasi
dari pengamatan siswa dan guru dalam pembelajaran.
3.6 Analisis data
Analisis data dilakukan oleh peneliti sejak awal penelitian, saat proses dan
pembelajaran berlangsung. Semua kejadian saat proses pembelajaran dicatat dan
dianalisis berupa suasana kelas, hubungan antar siswa, serta partisipasi siswa
dalam pembelajaran. Selain itu juga peneliti menilai bagaimana susunan acara
34
Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Membawakan Acara
No. Indikator Sub Indikator Deskriptor Skor
1 Faktor Kebahasaan
Pelafalan/ Ketepatan
Semua kata yang diucapkan tepat 5 Terdengar 1 - 5 pengucapan kata
yang tidak tepat 4
Terdengar 6 - 10 pengucapan kata
yang tidak tepat 3
Terdengar 11 - 15 pengucapan kata yang tidak tepat 2 Terdengar lebih dari 15 pengucapan kata yang tidak tepat 1
Intonasi
Pembicara berbicara dengan intonasi (tekanan, nada, dan kecepatan berbicara) tepat
5
Pembicara berbicara dengan tekanan dan nada yang tepat tetapi terlalu cepat
4
Pembicara berbicara dengan nada, kecepatan yang tepat tetapi kurang memberikan tekanan
3
Pembicara berbicara dengan nada, kecepatan yang tepat tetapi terlalu lambat
2
Pembicara berbicara dengan
intonasi yang datar 1
Kosakata
Semua kosakata yang digunakan
tepat 5
Terdapat lebih dari 15 kosakata
yang tidak tepat 1
Acara yang disampaikan sangat lengkap mencakup pembukaan, isi, dan penutup
35
Acara yang disampaikan hanya terdapat dua bagian pembuka dan isi saja
4
Acara yang disampaikan hanya dua bagian isi dan penutup saja 3 Acara yang disampaikan hanya
pembuka saja 2
Hanya terdapat isi saja 1
Kesesuaian Acara dengan Kegiatan
Acara yang disampaikan sangat sesuai dengan kegiatan yang berlangsung
5
Acara yang disampaikan sesuai dengan kegiatan yang berlangsung
4
Acara yang disampaikan kurang sesuai dengan kegiatan yang berlangsung
3
Acara yang disampaikan tidak sesuai dengan kegiatan yang berlangsung
2
Acara yang disampaikan menyimpang dengan kegiatan yang berlangsung
1
Kelancaran
Pembicara dapat menyampaikan topik pembicaraan dengan lancar 5 Pembicara menyampaikan topik pembicaraan sebagian kecil tidak lancar
4
Terdapat beberapa bagian yang
kurang lancar 3
Sering ragu-ragu dalam berbicara sehingga sering terpaksa diam dan penguasaan bahasanya terbatas
2
Pembicaraanya banyak berhenti
dan pendek-pendek
percakapannya tidak dapat berlanjut
1
Mimik dan Gerak-Gerik
Pembicara berbicara dengan mimik/ gerak-gerik yang tepat 5 Pembicara berbicara dengan mimik/gerak-gerik terlalu ekspresif
4
Pembicara berbicara dengan mimik/gerak-gerik kurang ekspresif
36
Pembicara berbicara dengan mimik/gerak-gerik yang kurang percaya diri
2
Pembicara berbicara dengan mimik datar dan tenpa gerak-gerik
1
Pandangan
Pembicara mengarahkan pandangannya kepada semua pendengar secara merata
5
Pembicara mengarahkan pandangannya terpusat hanya pada sebagian pendengar
4
Pembicara seolah-olah mengarahkan pandangannya kepada pendengar, tetapi sebenarnya tidak
3
Pembicara tidak mengarahkan pandangannya kepada pendengar 2 Pembicara hanya menunduk karena tidak berani menatap pendengar
Palafalan bunyi bahasa yang kurang tepat, baik artikulasi maupun
pemeggalan suku kata dapat mengalihkan perhatian pendengar. Kata-kata
yang diucapkan disebut baik jika tepat arti, tepat penempatannya, seksama
dalam pengungkapan, lazim dan sesuai dengan kaidah ejaan. Misalnya
penggunaan kata belom, yang benar adalah belum, kata apotik yang enar
adalah apotek, kata rebo yang benar adalah rabu, kata gimana yang benar
adalah bagaimana, kata kebon yang benar adalah kebun.
Apabila semua kata yang diucapakan tepat dan benar sesuai dengan kaidah
ejaan, siswa mendapat skor 5. Apabila terdengar 1-5 pengucapan kata
37
pengucapan kata yang tidak tepat, siswa mendapat skor 3. Apabila
terdengar 11-15 pengucapan kata yang tidak tepat siswa mendapat skor 2.
Apabila terdengar lebih dari 16 pengucapan kata yang tidak tepat, siswa
mendapat skor 1.
2. Indikator Intonasi
Ketepatan penggunaan intonasi mempunyai daya tarik tersendiri dalam
berbicara tinggi rendahnya dan keras lembutnya suara dapat
menghindarkan terjadinya kejenuhan pendengar . apabila pembicara
berbicara dengan intonasi (tekanan, nada, dan kecepatan berbicara) tepat,
siswa mendapat skor 5. Apabila pembicara berbicara dengan tekanan dan
nada yang tepat, tetapi terlalu cepat, siswa mendapat skor 4. Apabila
pembicara berbicara dengan nada, kecepatan yang tepat tetapi kurang
memberikan tekanan siswa mendapat skor 3. Apabila pembicara berbicara
dengan nada, kecepatan yang tepat tetapi terlalu lambat, siswa mendapat
skor 2. Apabila pembicara berbicara dengan intonasi yang datar, siswa
mendapat skor 1.
3. Indikator Kosakata
Kosakata yang disampaikan hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi, serta
mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan
lebih paham apabila kata-kata yang kita gunakan sudah dikenal oleh
pendengar yang menjadi sasaran. Oleh karena itu, apabila pemakaian
kosakata sudah tepat, siswa mendapat skor 5. Apabila terdapat 1 - 5
38
kosakata yang tidak tepat, siswa mendapat skor 3. Apabila terdapat 11 - 15
kosakata yang tidak tepat, siswa mendapat skor 2. Apabila terdapat lebih
dari 15 kosakata yang tidak tepat, maka siswa mendapat skor 1.
4. Indikator Kelengkapan Acara yang Disampaikan
Suatu pembawaan acara dikatakan lengkap apabila mencakup pembukaan,
isi dan penutup. Apabila siswa memandu acara dengan lengkap yang
didalamnya mencakup pembukaan, isi, dan penutup pada suatu acara,
siswa mendapat skor 5. Apabila acara yang disampaikan hanya terdapat
dua bagian pembuka dan isi saja, siswa mendapat skor 4. Apabila acara
yang disampaikan hanya dua bagian isi dan penutup saja, siswa mendapat
skor 3. Apabila acara yang disampaikan hanya pembuka saja, siswa
mendapat skor 2. Apabila hanya terdapat isi saja maka siswa mendapat
skor 1.
5. Indikator Kesesuaian Acara dengan Kegiatan
Acara yang disampaikan harus disesuaikan dengan kegiatan yang
dilaksanakan. Contoh kegiatan perpisahan kelas IX , maka acaranya yang
disampaikan tentang perpisahan, baik dari segi bahasa yang digunakan
maupun isi acara.
Apabila acara yang disampaikan sesuai dengan kegiatan yang berlangsung,
siswa mendapat skor 5. Apabila acara yang disampaikan sesuai dengan
kegiatan yang berlangsung, siswa mendapat skor 4. Apabila acara yang
disampaikan kurang sesuai dengan kegiatan yang berlangsung, siswa
39
kegiatan yang berlangsung, siswa mendapat skor 2. Apabila acara yang
disampaikan menyimpang dengan kegiatan yang berlangsung, siswa
mendapat skor 1.
6. Indikator Kelancaran
Kelancaran seseorang dalam berbahasa akan lebih memudahkan
pendengar dalam menangkap isi pembicaraan. Apabila pembicara dapat
menyampaikan topik pembicaraan dengan lancar, siswa mendapat skor 5.
Apabila pembicara menyampaikan topik pembicaraan sebagian kecil tidak
lancar, siswa mendapat skor 4. Apabila terdapat beberapa bagian yang
kurang lancar, siswa mendapat skor 3. Apabila sering ragu-ragu dalam
berbicara sehingga sering terpaksa diam dan penguasaan bahasanya
terbatas, siswa mendapat skor 2. Apabila pembicaraanya banyak berhenti
dan pendek-pendek percakapannya tidak dapat berlanjut, siswa mendapat
skor 1.
7. Indikator Mimik/ Gerak-Gerik
Seseorang yang berbicara di hadapan umum tidak hanya melakukan
komunikasi melalui ucapan-ucapan, melainkan juga mengadakan
komunikasi melalui gerak-gerik. Ketepatan mimik dan gerak-gerik dapat
menunjang keefektifan berbicara dan dapat menghidupkan komunikasi.
Semua gerak-gerik itu harus diekspresikan sesuai dengan isi pembicaraan.
Apabila siswa berbicara dengan mimik/ gerak-gerik yang tepat, misalnya
acaranya sedih mimiknya juga sedih, jika acaranya gembira, mimiknya
40
mimik/gerak-gerik terlalu ekspresif (terlalu cepat), siswa mendapat skor 4.
Apabila siswa berbiacara dengan mimik/ gerak-gerik kurang ekspresif
(terlalu lambat), siswa mendapat skor 3. Apabila siswa berbicara dengan
mimik/ gerak-gerik yang kurang percaya diri, siswa mendapat skor 2.
Apabila siswa berbicara dengan mimik datar dan tanpa gerak-gerik, siswa
mendapat skor 1.
8. Indikator Pandangan
Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara secara menyeluruh,
supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlihat dalam kegiatan
berbicara. Apabila siswa berbicara mengarahkan pandangannya kepada
semua pendengar secara merata siswa mendapat skor 5. Apabila siswa
berbicara mengarahkan pandangannya terpusat hanya pada sebagian
pendengar, akan menyebabkan pendengar lain kurang diperhatikan, siswa
mendapat skor 4. Apabila siswa berbicara seolah-olah mengarahkan
pandangannya kepada pendengar, tetapi sebenarnya tidak, siswa mendapat
skor 3. Apabila siswa tidak memerhatikan pandangannya kepada
pendengar, tetapi melihat ke samping, ke atas sehingga perhatian
pendengar berkurang, siswa mendapat skor 2. Apabila siswa berbicara
hanya menunduk karena idak berani menatap pendengar, siswa mendapat
41
3.6.1 Langkah-Langkah Analisis Data
Langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini, sebagai berikut :
1. Siswa mempresentasikan pembelajaran membawakan acara dengan
menggunakan bahasa yang baik dan benar serta santun.
2. Penulis melakukan penilaian terhadap penampilan siswa dengan instrumen
yang sudah ada
3. Menjumlahkan skor membawakan acara dengan berpedoman pada tolak ukur
pada tabel 3.2
4. Menghitung rata-rata kemampuan siswa dalam memandu wawancara pada
faktor kebahasaan dan nonkebahasaan dengan memakai rumus sebagai berikut :
Menentukan tingkat kemampuan siswa dengan tolak ukur di bawah ini :
Tabel 3.3 Tolok Ukur Penilaian Membawakan Acara
Nilai Tingkat Kemampuan
86–100 76–85 66–75 0–65
Baik Sekali Baik Cukup Kurang
Sumber : Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII (2006 : 38) Skor yang diperoleh
Nilai akhir= x 100
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan temuan dan hasil dari penelitian tindakan kelas di SMP Negeri 1
Katibung Lampung Selatan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Penerapan teknik pemodelan dapat meningkatkan kemampuan
membawakan acara. Proses pembelajaran membawakan acara pada siklus
satu menerapkan teknik pemodelan dengan menjadikan gurunya sebagai
model, siklus II memanfaatkan media video visual, serta siklus III yang
mendatangkan model yang merupakan guru mata pelajaran lain di SMP
Negeri 1 Katibung dapat memotivasi siswa untuk terampil serta tampil
lebih baik, lebih kreatif, dan juga lebih berani dalam membawakan acara.
2. Hasil pembelajaran pada siklus I, nilai rata-rata siswa hanya 65,7 , serta
siswa yang mencapai KKM mencapai 44,7%. Pada siklus II nilai rata-rata
siswa 68,4 , serta siswa yang mencapai KKM mencapai 65,2%. Pada
siklus III nilai rata-rata siswa mencapai 76,8 , serta siswa yang mencapai
KKM mencapai 89,5%. Peningkatan siswa yang mencapai pada siklus I ke
siklus II yaitu 20,5% sedangkan peningkatan pada siklus II ke siklus III