• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun Afrika (Vernonia Amygdalina Del.) Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun Afrika (Vernonia Amygdalina Del.) Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Aloksan"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

45

(2)

46 Lampiran 2. Karakteristik tumbuhan daun Afrika

Tumbuhan Afrika

Daun Afrika

(3)

47

Serbuk simplisia daun Afrika Serbuk nanopartikel daun Afrika

(4)

48

Lampiran 4. Hasil karakterisasi Particle Size Analizer (PSA) daun Afrika

(5)

49 Oral Sonde + Spuit

Gluko meter Nesco®GCU

(6)

50

Lampiran 6. Gambar mencit sebelum dan setelah diabetes

Mencit sebelum diabetes

Mencit diabetes

(7)

51

Dipisahkan dari pengotornya Dicuci, ditiriskan dan ditimbang Dikeringkan dalam lemari pengering

Ditimbang

Dihaluskan menggunakan blender

Dimaserasi

menggunakan etanol 96 %

Karakterisasi dengan alat SEM dan PSA

Diuji efek antidiabetes Daun Afrika 4.284 g

Simplisia

Serbuk simplisia

Ekstrak etanol daun afrika Nanopartikel daun afrika

Hasil Hasil

Hasil

(8)

52

Lampiran 8. Bagan pembuatan ekstrak etanol daun Afrika

Dimasukkan ke dalam wadah

Ditambahkan etanol 96%, biarkan selama 5 hari Disaring

Direndam kembali dengan

etanol 96%, biarkan selama 2 hari

Disaring

Diuapkan menggunakan

rotavapor (suhu 40oC)

Di uapkan di atas waterbath (suhu 40oC) Disaring

Berat serbuk 400

Maserat Ampas

Maserat Ampas

Ekstrak Kental (37,81 gram)

(9)

53

(NDA) dan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA) dengan toleransi glukosa

Dipuasakan semua mencit selama 18 jam

Diukur KGD puasa mencit (70-110 mg/dL) Diberikan suspensi CMC 0,5 %, sediaan uji, dan suspensi Glibenklamid

Diberikan larutan glukosa 30 menit kemudian Diukur KGD puasa mencit tiap 30 menit selama 2 jam sampai KGD mencit normal

(10)

54

Lampiran 10. Bagan pengerjaan uji efek antidiabetes nanopartikel daun Afrika (NDA) dan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA) dengan induksi aloksan

Dipuasakan semua mencit selama 18 jam Diukur KGD puasa mencit (70-110 mg/dL)

Diinjeksikan larutan aloksan 150 mg/kg bb secara i.p.

Diukur kadar glukosa darah puasa mencit pada hari ketiga, di atas 200 mg/dL mencit diabetes

Diberikan suspensi CMC 0,5 %, sediaan uji, dan suspensi Metformin selama 3 minggu berturut-turut dengan dosisnya masing-masing sampai kadar glukosa darah normal

(11)

55

1. Volume maksimal larutan sediaan uji yang diberikan pada berbagai hewan

Jenis hewan uji

Volume maksimal (ml) sesuai jalur pemberian

i.v. i.m. i.p. s.c. p.o. 2. Perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan untuk konversi dosis

(12)

56 Lampiran 12. Contoh perhitungan dosis

Contoh perhitungan volume larutan induksi aloksan yang diambil untuk diinjeksi secara intraperitoneal (i.p.) pada hewan uji mencit

- Dosis induksi aloksan untuk mencit = 150 mg/kg bb (i.p.)

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji mencit (20 g) secara i.p. adalah 1 ml (ada di lampiran 11)

- Konsentrasi larutan induksi Aloksan yang dibuat = 150 mg/10 ml - Berapa volume larutan induksi aloksan yang diinduksikan?

Misal: BB mencit = 20 g

a. Jumlah obat yang diberikan = 150 mg/ kg bb x BB = 150 mg/kg bb x 20 g = 3 mg

b. Volume larutan yang diberi = 3 mg

150 mg x 10 ml = 0,2 ml Maka volume larutan induksi aloksan yang diambil sebanyak 0,2 ml

(13)

57

Contoh perhitungan dosis Glibenklamid® yang akan diberikan pada mencit secara oral

- Tiap tablet Glibenklamid® mengandung 5 mg Glibenklamid - Dosis maksimum untuk manusia dewasa = 5 mg – 20 mg

- Konversi dosis manusia (70 kg) ke dosis untuk hewan uji ‘mencit’ dikali 0,0026 (ada di lampiran 11)

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji mencit (20 g) secara oral adalah 1 ml (ada di lampiran 11)

a. Berapa dosis Glibenklamid (dalam mg/kg bb) untuk mencit?

- Dosis Glibenklamid® untuk mencit (20 g) = (5 mg – 20 mg) x 0,0026 = 0,013 mg – 0,052 mg - Dosis Glibenklamid® untuk mencit (20 g) = 0,013 mg – 0,052 mg, maka

dosis glibenklamid yang digunakan = 0,013 untuk mencit 20 g

-

Jadi dosis (mg/kg bb) 0,013 mg 20 g

=

X

1 Kg

X

=

0,0013 mg

20 g x 1 kg = 0,65 mg - Maka dosis Glibenklamid® adalah 0,65 mg/kg bb

b. Berapa jumlah dan suspensi Glibenklamid yang diberikan untuk mencit? - Pembuatan suspensi Glibenklamid :

Ambil 1 tablet Glibenklamid dosis 5 mg digerus dan dilarutkan dalam 10 ml suspensi CMC.

- Misal: BB mencit = 20 g

(14)

58

Jumlah serbuk Glibenklamid yang diberikan = 0,65 mg/kg bb x 20 g

= 0,013 mg

Volume larutan yang diberi = 0,013 ��

0,65 �� x 10 ml = 0,2 ml

(15)

59

Contoh perhitungan dosis Metformin® yang akan diberikan pada mencit secara oral

- Tiap tablet Meformin mengandung 500 mg Metformin-HCl - Dosis maksimum untuk manusia dewasa = 500 mg – 3000 mg

- Konversi dosis manusia (70 kg) ke dosis untuk hewan uji ‘mencit’ dikali 0,0026 (ada di lampiran 11)

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji mencit (20 g) secara oral adalah 1 ml (ada di lampiran 11)

a. Berapa dosis Metformin (dalam mg/kg bb) untuk mencit?

- Dosis Metformin untuk mencit (20 g) = (500 mg – 3000 mg) x 0,0026 = 1,3 mg – 7,8 mg

- Dosis Meformin-HCl untuk mencit (20 g) = 1,3 mg – 7,8 mg, maka dosis Metformin yang digunakan = 1,3 mg untuk mencit 20 g

-

Jadi, dosis (mg/kg bb) 1,3 �� 20 �

=

� 1 ��

X

=

1,3 ��

20 � x 1 kg = 65 mg

- Maka dosis Meformin-HCl adalah 65 mg/kg bb

b. Berapa jumlah dan volume suspensi Meformin yang diberikan untuk mencit? - Pembuatan suspensi Meformin:

Ambil 1 tablet Meformin dosis 500 mg, digerus dan dilarutkan dalam 10 ml suspensi CMC.

- Misal: BB mencit = 20 g

(16)

60

Jumlah serbuk Meformin yang diberikan = 65 mg/kg bb x 20 g = 1,3 mg

Volume larutan yang diberi = 1,3 ��

65 �� x 10 ml = 0,2 ml

(17)

61 Lampiran 12. (Lanjutan)

Contoh perhitungan dosis nanopartikel daun Afrika (NDA) dan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA) yang akan diberikan pada mencit diabetes

- Dosis suspensi NDA yang akan dibuat adalah 100, 150, dan 200 mg/kg bb. a. Cara pembuatan suspensi NDA:

Timbang 50, 100, 150, dan 200 mg NDA. Masing -masing dilarutkan dalam 10 ml suspensi CMC.

b. Berapa volume suspensi NDA yang akan diberikan pada mencit diabetes? – Misal: BB mencit = 20 g

Jumlah NDA dosis 50 mg/kg bb = 20 �

1000 � x 50 mg = 1 mg

Volume larutan yang diberi = 1 ��

50 �� x 10 ml = 0,2 ml

Jumlah NDA dosis 100 mg/kg bb = 20 �

1000 � x 100 mg = 2 mg

Volume larutan yang diberi = 2 ��

100 �� x 10 ml = 0,2 ml

Jumlah NDA dosis 150 mg/kg bb = 20 �

1000 � x 150 mg = 3 mg

Volume larutan yang diberi = 3 ��

150 ��x 10 ml = 0,2 ml

Jumlah NDA dosis 200 mg/kg bb = 20 �

1000 � x 200 mg = 4 mg

(18)

62

Volume larutan yang diberi = 4 ��

200 �� x 10 ml = 0,2 ml

- Dosis suspensi EEDA yang dibuat adalah 100, 150, dan 200 mg/kg bb a. Cara pembuatan suspensi EEDA:

Timbang 100, 150 dan 200 mg ekstrak etanol daun Afrika, masing-masing

dilarutkan dalam 10 ml suspensi CMC.

b. Berapa volume suspensi EEDA yang akan diberikan pada mencit diabetes? – misal: BB mencit = 20 g

Jumlah EEDA dosis 100 mg/kg bb = 20 �

1000 � x 100 mg = 2 mg

Volume larutan yang diberi = 2 � �

100 � � x 10 ml = 0,2 ml

Jumlah EEDA dosis 150 mg/kg bb = 20 �

1000 � x 150 mg = 3 mg

Volume larutan yang diberi = 3 � �

150 � � x 10 ml = 0,2 ml

Jumlah EEDA dosis 200 mg/kg bb = 20 �

1000 � x 200 mg = 4 mg

Volume larutan yang diberi = 4 � �

200 � � x 10 ml = 0,2 ml

(19)

63

KGD ± SD setelah perlakuan (mg/dL) Waktu (menit)

Keterangan: P= perlakuan; 1= suspensi CMC 0,5 %; 2, 3, 4 dan 5= suspensi nanopartikel daun afrika dosis 50, 100 150 dan 200 mg/kg bb; 6, 7, dan 8= suspensi ekstrak etanol daun afrika dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb; 9= suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb; * = terdapat perbedaan yg signifikan; # = tidak terdapat perbedaan yang signifikan

(20)

64 Lampiran 14. Data pengukuran kadar glukosa darah (KGD) induksi aloksan 1. KGD mencit setelah pemberian suspensi Na-CMC 0,5 % sebanyak 1 % bb

No.

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(21)

65

2. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDA dosis 100 mg/kg bb

No.

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(22)

66 Lampiran 14. (lanjutan)

3. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDA dosis 150 mg/kg bb

No.

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(23)

67

4. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDA dosis 200 mg/kg bb

No.

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(24)

68 Lampiran 14. (lanjutan)

5. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDA dosis 150 mg/kg bb

No.

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(25)

69

6. KGD mencit setelah pemberian suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb

No.

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(26)

70 Lampiran 15. Data persen penurunan KGD

1. Persen penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi Na-CMC 0,5 % sebanyak 1 % bb

No. hewan

BB hewan

(g)

% penurunan KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(27)

ke-71

2. Persen penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi NDA dosis 100 mg/kg bb

No. hewan

BB hewan

(g)

% penurunan KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(28)

ke-72 Lampiran 15. (lanjutan)

3. Persen penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi NDA dosis 150 mg/kg bb

No. hewan

BB hewan

(g)

% penurunan KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(29)

ke-73

4. Persen penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi NDA dosis 200 mg/kg bb

No. hewan

BB hewan

(g)

% penurunan KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(30)

ke-74 Lampiran 15. (lanjutan)

5. Persen penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDA dosis 150 mg/kg bb

No. hewan

BB hewan

(g)

% penurunan KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(31)

ke-75

6. Persen penurunan KGD mencit setelah pemberian Metformin dosis 65 mg/kg bb

No. hewan

BB hewan

(g)

% penurunan KGD setelah perlakuan (mg/dL)

(32)

ke-76 Lampiran 16. Data pengukuran rata-rata KGD mencit setelah perlakuan

Kelompok

KGD ± SD setelah perlakuan (mg/dL)

Hari

Keterangan: P= perlakuan; 1= suspensi CMC 0,5 %; 2,3, dan 4= nanopartikel daun afrika dosis 100,150 dan 200 mg/kg bb; 5= Ekstrak etanol daun afrika dosis 150 mg/kg bb; 6= suspensi metformin dosis 65 mg/kg bb; * = terdapat perbedaan yg signifikan;

# = tidak terdapat perbedaan yang signifikan

(33)

40

Anonim. (2012). Bahan Aktif Dari Tumbuhan Daun Afrika . Diakses tanggal 23 Juli 2012. http://deskripsipatenantimutagenik-vernonia.pdf

Anonim. (2013). Lab Analisis Bahan. Diakses tanggal 15 Maret 2014.

http:// physics.ipb.ac.id/2014/03/15/laboratoium.pdf.lab analisis bahan/ Adnyana, I.K., Yulinah, E., Andreanus, A., Kumolosasi, E., Iwo, M.I., Sigit, J.I.,

Suwendar, dan Endang, K. (2004). Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Acta Pharmaceutica Indonesia. 29(2): 45.

Anggraeni, N.D. (2008). Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) dalam Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite Menjadi Hematite. Seminar Nasional ke-VII. Artikel. Hal. 52.

Atangwho, I.J., Ebong, P.E., Egbung, G.E., dan Obi, A.U. (2010). Extract of

Vernonia amygdalina Del. (African Bitter Leaf) Can Reverse Pancreatic Cellular Lesion after Alloxan Damage in the Rat. Australian Journal of Basic and Applied Science. 4(5): 711-716.

Buzea, C., Blandino, I.I.P., dan Robbie, K. (2007). Nanomaterials And Nanoparticles: Sources and Toxicity. Biointerphases. 2(4): 17-172.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 744.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1, 10-11.

Erasto, P., Grierson, D.S., dan Afolayan, A.J. (2008). Bioactive Sesquiterpene Lactones from The Leaves of Vernonia amygdalina. Int. J. Environ. Res. Public Health. 5(5): 342-348.

Filipponi, P., Gregorio, F., Cristallini, S., Ferrandina, C., Nicoletti, I., dan

Santeusanio, F. (2008). Selective impairment of pancreatic A cell

suppreession by glucose during acute alloxan – induced

insulinopenia: in vitro study on isolated perfused rat pancreas.

Diakses tanggal 18 Februari 2009.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3522213.

Ganong, W.F. (2005). Fungsi Endokrin Pangkreas dan Pengaturan Metabolisme Karbohidrat dalam buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 347.

(34)

41

Ginting, R.A. (2012). Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antimutagenik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina

Delile) Pada Mencit Jantan Menggunakan Metode Mikronukleus. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU.

Goldstein, B.J., dan Muller, W.D. (2008). Pathogenesis of Type 2 Diabetes. Dalam Type 2 Diabetes Principle and Practice. Edisi 2. New York: Informa Healthcare. Hal. 13–26.

Greco, R.S. (2002). Nanoscale Technology in Biological System. Florida: CRC Press. Hal. 77.

Gustaviani, R. (2007). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1867.

Haskel, R. (2009). Nanotechnology in Drug Discovery And Development. Bristol: Myers Squibb. Hal. 1-8.

Ibrahim, G., Abdurahman, E.M., dan Katayal, U.A. (2004). Pharmacognostic Studies On The Leaves Of Vernonia amygdalina Del. (Asteraceae). Nig. J. Nat. Orid. And Med. 08(1): 8-10.

Ijeh, I.I., dan Ejike, E.C. (2010). Current Perspectives on the Medical Potentials of

Vernonia amygdalina Del. Journal of Medical Plants Research. 57: 1051-1061.

Igile, G.O., Oleszek, W., Jurzysta, M., Burd, S., Fafunso, M., dan Fasanmade, A.A. (1994). Flavoniods, from Vernonia amygdalina and Their Antioxidant Activities. J Agric Food Chem. 42: 2445-2448.

Jain, P.K., Lee, K.S., dan El-Sayed, I.H. (2006). Calculated absorption and scattering properties of gold nanoparticles of different size, shape, and composition: applications in biological imaging and biomedicine. Journal of Physical Chemistry B. 110: 7238–7248.

Lawrence, J.C. (2005). Insulin and Drugs Used in therapy of Diabetes Mellitus.

Human Pharmacology Molecular to Clinical. Edisi 4. Mosby: London. Page: 523-539.

Misnadiarly. (2006). Diabetes Melitus Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenali gejala, Menanggulangi, dan Mencegah komplikasi. Jakarta: Pustaka

Obor Populer. Hal. 138.

Mohanraj V.J., dan Chen Y. (2006). Nanoparticles-A review. J PharmaceutRes

5:561-573.

(35)

42 Erlangga. Hal. 70-71.

Nelson D.L., dan Michael M.C. (2004). Lehninger Principle of Biochemistry Fourth Edition. New York: WH Freeman & Company.

Njan, A.A, Adza, B., Agaba, A.G., Byamgaba, D., Diaz, S., dan Bansberg, D.R. (2008). The Analgesic and Antiplasmodial Activities and Toxicology of

Vernonia amygdalina. J. Med. Food. 11: 574-581.

Nwanjo, H.U., dan Nwokoro, E.A. (2004). Antidiabetic And Biochemical Effects Of Aqueous Extract Of Vernonia amygdalina Leaf In Normoglycaemic And Diabetic Rats. J. Innov. Life Sci. (7): 6-10.

Oyugi, D.A., Luo, X., Lee, K.S., Hill, B., dan Izevbigie, E.B. (2009). Activity Markers of The Anti-Breast Carcinoma Cell Growth Fractions of Vernonia amygdalina Extracts. Exp. Biol. Medicine. 234(4): 410-417.

Oguwike, F.N., Offor, C.C., Onubeze, D.P.M., dan Nwadioha. (2013). Evaluation of Activities of Bitterleaf (Vernonia Amygdalina) Extract on Haemostatic and Biochemical Profile of Induced Male Diabetic Albino Rats. Journal of Dental and Medical Sciences. 2(11): 60-66.

Okolie, U.V., Okeke. C.E., Oli, J.M., dan Ehiemere, I.O. (2008). Hypoglycemic Indices of Vernonia amygdalina on Postprandial Blood Glucose Concentration of Healthy Humans. African Journal of Biotechnology. 7(24): 4581- 4585.

Powers. A.C. (2008). Diabetes Mellitus. Harrison’s Principles Of Internal Medicine. Edisi Ketujuh Belas. New York: The McGraw-Hill Companies. Inc. Hal. 2275-2297.

Prasetyorini, Zainal, A.E., dan Rofiqoh, S. (2011). Penerapan Teknologi Nanopartikel Propolis Trigona Spp Asal Bogor Sebagai Antibakteri

Escherichia coli Secara In-Vitro. Jurnal Ekologia. 11(1): 36-43.

Rigalli, A., dan Di loreto,V. (2009). Eksperimental Surgical Models in The Laboratory Rat. London: CRC Press. Hal. 110.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 191-193.

Setiawan, A. (2012). Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Del.) Terhadap Tikus Jantan Galur Wistar. Skripsi. Medan: Falkutas Farmasi USU.

Shadine, M. (2010). Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke dan Serangan Jantung. Jakarta: Penerbit Keenbooks. Hal. 66-65.

(36)

43

Soppimath, K.S., Aminabhavi, T.M., Kulkarni, A.R., dan Rudzinski, W.E. (2001). Biodegradable Polymeric Nanoparticles As Drug Delivery Devices.

Journal of Controlled Release. 20: 1-20.

Stern, S.T., dan McNeil, S.E. (2008). Nanotechnology Safety Concerns Revisited. Toxicological Sciences. 101(1): 4-21.

Suarsa, I.W., Putu, S., dan Ika, K. (2011). Optimasi Jenis Pelarut dalam Ekstraksi Zat Warna Alam dari Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L.cv kapok) dan Batang Pisang Susu (Musa paradiasiaca L.cv susu). Jurnal Kimia 5(1): 74.

Suhardjono, D. (1995). Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada. University Press. Hal. 207.

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Hal. 249-250, 270.

Szkudelski, T. (2001). The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B Cells of The Rat Pancreas. Physiological Research. 50: 536-546.

Tanquilut, N.C., Estasio, M.A.C., Torres, E.B., Rosario, J.C., dan Reyes, B.A.S. (2009). Hypoglycemic Effect of Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. on Alloxan-induced Diabetik Mice. Journal of Medicinal Plants Research. 3(12). 1067.

Thomson, E.B. (1985). Drug Bioscreening-Fundamental of Drug Evaluation Techniques in Pharmacology. New York: Graceway Publ. Co. Inc.

Triplitt, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L. (2008). Diabetes Mellitus. Edisi Ketujuh. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Hal. 1205, 1207, 1209, 1213.

Vijaykumar, N., Venkateswarlu, V., dan Raviraj, P. (2010). Development of Oral Tablet Dosage Form Incorporating Drug Nanoparticles. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 1(4): 952-955. Vogel, G.H. (2008). Drug Discovery and Evaluation: Pharmacological Assays.

New York: Springer Verlag. Hal. 352.

Walde, S.S., Dohle, C., Schott-Ohly, P., dan Gleichmann, H. (2002). Molecular Target Structures In Alloxan-Induced Diabetes In Mice. Journal of Life Sciences. 71: 1681–1694.

World Health Organization. (2012). Diabetes. Diakses tanggal 20 Maret 2014. http://www.who.int/mediacentre/factsheet.

Winaryo, F.G., dan Fernandes, I.E. (2010). Nanoteknologi Bagi Industri Pangan dan Kemasan. Bogor: M-Brio Press. Hal. 16.

(37)

44

(2010). Vernonia amygdalina, an Ethnoveterinary and Etnomedical Used Green Vegetable with Multiple Bioactivity. Journal of Medicinal Plants Research. 4(25): 2787-2812.

Yuniarti, T. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Media Presindo. Hal. 64.

Zastrow, V.M., dan Bourne, R.H. (2001). Reseptor dan Farmakodinamika Obat.

Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 53.

(38)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, yaitu metode yang digunakan untuk mengamati hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan efek antidiabetes nanopartikel dan ekstrak etanol daun Afrika dengan tahapan penelitian pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, pembuatan dan karakteristisasi nanopartikel daun Afrika, pembuatan ekstrak etanol daun Afrika, pengujian efek antidiabetes nanopartikel dan ekstrak etanol daun Afrika dengan metode uji toleransi glukosa dan induksi aloksan terhadap mencit jantan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 19.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemari pengering, blender (Philip), oven (Memmert), neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan (GW-1500), rotary evaporator (Heidolph WB 2000), gluko meter (Nesco®GCU ) dan strip glukotest (Nesco®GCU strip test), spuit 1 ml, oral sonde, mortir dan stamfer, alat-alat gelas laboratorium.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Afrika (Vernonia amygdalina Del) bentuk nanopartikel yang dibuat di LIPI Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah etanol 96%, natrium klorida 0,9 %, aloksan

(39)

19

metformin (Hexpharm), glibenklamid (Merck) dan akuades (teknis).

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan 25-35 g dengan usia sekitar 2-3 bulan. Mencit ini sebelumnya telah diaklimatisasi selama seminggu. Mencit diberi makan dan minum standar.

Dua minggu sebelum pengujian dilakukan, hewan percobaan harus dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada kandang yang mempunyai ventilasi baik dan selalu dijaga kebersihannya. hewan yang sehat ditandai dengan pertumbuhan yang normal (Ditjen POM, 1979).

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia 3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Sampel yang digunakan adalah daun Afrika (Vernonia amygdalina Del.) yang masih segar dan tua. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel diambil dari Taman Tanaman Obat di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Pintu 4 Jl. Tridharma Universitas Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan diperoleh dari oleh Ribka Apriana Ginting (2012) yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

(40)

20

3.3.3 Pembuatan simplisia

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang (diperoleh berat basah sebesar 4.284 g). Selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering sampai daun kering (ditandai bila diremas rapuh). Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk, lalu ditimbang sebagai berat serbuk simplisia (875 g), dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup, dan di simpan pada suhu kamar.

3.3.4 Pemeriksaan karakteristik simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia yaitu pemeriksaan makroskopik, dilakukan pada daun segar dan simplisia terdiri dari pemeriksaan warna, rasa, ukuran, dan bentuk daun Afrika.

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Afrika

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, (1979) caranya adalah sebagai berikut:

Sebanyak 400 g (10 bagian) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 3 L (75 bagian) etanol, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas. Ampas diremaserasi dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 4 L (100 bagian). Pindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu 40°C, selanjutnya diuapkan di waterbath pada suhu 40°C sampai diperoleh ekstrak kental.

(41)

21

Pembuatan nanopartikel daun Afrika di lakukan di Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Prosedur pembuatan sebagai berikut:

a. Masukkan bola‐bola yang akan digunakan sebagai media penghancur ke dalam jar/vial HEM.

b. Bola‐bola dengan ukuran diameter lebih besar dimasukkan terlebih dahulu,

kemudian bola‐bola dengan ukuran diameter lebih kecil, dan terakhir sampel

dimasukkan.

c. Volume total dari Bola‐bola dan Sampel yang bisa dimasukkan dalam jar/vial

tidak boleh melebihi 2/3 volume jar/vial.

d. Sampel yang bisa dimilling adalah material logam, keramik dan mineral alam, dan ukuran pada hasil milling tergantung pada material yang dimilling. e. BPR (Ball to Powder Ratio) yang biasa digunakan adalah 20:1, 10:1, dan 8:1,contoh BPR 20:1 dimana setiap 20 gr berat bola yang digunakan maka 1 gr sampel dapat dimilling.

f. Tutup jar/vial yang telah berisi bola dan sampel dengan rapat.

g. Pasangkan jar/vial pada dudukan jar/vial yang terdapat dalam HEM.

Nyalakan HEM dengan mengoperasikan tombol‐tombol elektronik.

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Nanopartikel Daun Afrika (NDA)

Pemeriksaan karakteristik nanopartikel daun Afrika menggunakan mikroskop elektron payaran dan pengukur ukuran partikel.

3.6.1 Mikroskop elektron payaran

Mikroskop elektron payaran atau scanning electron microscope (SEM) terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada

(42)

22

tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan gambar berukuran kecil dari 10 nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar (Anggraeni, 2008).

Pemeriksaan karakteristik nanopartikel daun Afrika dengan alat SEM dilakukan di Universitas Negeri Padang Jl. Prof. Dr. Hamka Air Tawar Padang.

3.6.2 Pengukur ukuran partikel

Pengukur ukuran partikel atau particles size analyzer (PSA) merupakan pengujian ukuran partikel dengan range 2-7000 nm menggunakan prinsip dynamic ligh scattering dan gerak brown. Ukuran partikel dihitung berdasarkan fungsi korelasi Stokes-Einstein dan gerak Brown ditetapkan sebagai koefisien difusi translasi. Kecepatan gerak Brown dipengaruhi oleh size, viscosity dan

temperature. Keluaran yang dihasilkan merupakan sistem dari statistical, commulant dan laplace methods, dimana masing-masing sistem menghasilkan size distribution dalam intensity, number dan volume (Anonim, 2013).

Pemeriksaan karakteristik nanopartikel daun Afrika dengan alat PSA dilakukan di Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.7 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi mencakup larutan Aloksan, suspensi Na-CMC 0,5%, suspensi Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb, suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb, suspensi NDA dosis 50, 100, 150, dan 200 mg/kg bb, suspensi EEDA dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb.

(43)

23

Sebanyak 150 mg aloksan dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% (Vogel, 2008) dibuat sebanyak 10 mL.

3.7.2 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ±10 mL air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 mL, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda.

3.7.3 Pembuatan suspensi Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg BB

Sebanyak 1 tablet glibenklamid dosis 5 mg/kg bb, diambil dan dimasukkan ke dalam lumpang lalu ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 mL. 3.7.4 Pembuatan suspensi Metformin dosis 65 mg/kg BB

Sebanyak 1 tablet metformin dosis 500 mg, diambil dan dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 mL.

3.7.5 Pembuatan suspensi nanopartikel daun Afrika (NDA)

Dalam pengujian digunakan 4 variasi dosis yakni dosis 50, 100, 150, dan 200 mg/kg bb. Sejumlah 50, 100, 150, dan 200 mg NDA dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 mL.

(44)

24

3.7.6 Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun Afrika (EEDA)

Dalam pengujian digunakan 3 variasi dosis yakni dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb. Sejumlah 100, 150, dan 200 mg EEDA dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 mL.

3.8 Pengujian Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun Afrika dan Ekstrak Etanol Daun Afrika

Pengujian efek antidiabetes nanopartikel dan ekstrak etanol daun Afrika terdiri dari penggunaan alat glucose test meter Nesco®GCU, pengukuran kadar glukosa darah, pengujian efek antidiabetes nanopartikel daun Afrika (NDA) dan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA) dengan metode toleransi glukosa dan induksi aloksan.

3.8.1 Penggunaan blood glucose test meter “Nesco®GCU

Kadar glukosa darah diukur dengan alat glukometer menggunakan strip tes yang bekerja secara enzimatis.

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah gluko meter Nesco®GCU. Glukometer ini secara otomatis akan hidup ketika strip tes dimasukkan dan akan mati setelah beberapa menit strip tes dicabut. Strip tes

Nesco®GCU dimasukkan ke alat Nesco®GCU sehingga glukometer ini akan hidup secara otomatis, kemudian dicocokkan kode nomor yang muncul pada layar dengan yang ada pada vial strip tes Nesco®GCU. Tes strip yang dimasukkan pada glukometer pada bagian layar akan tertera angka yang harus sesuai dengan kode vial strip tes Nesco®GCU, kemudian pada layar monitor glukometer muncul tanda siap untuk diteteskan darah. Caranya dengan menyentuh 1 tetes darah yang

(45)

25

penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah. 3.8.2 Pengukuran kadar glukosa darah (KGD)

Kadar glukosa darah mencit yang dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum) selama 18 jam sebelum percobaan diukur menggunakan gluko meter Nesco®GCU. Masing-masing mencit diukur dengan diambil darah mencit melalui pembuluh darah vena, setelah ekor mencit didesinfektan dengan etanol 70%, ujung ekor digunting secara aseptik (Thomson, 1985) tetesan darah pertama dibuang, tetesan berikutnya diserapkan pada test strip yang terselip pada alat. Sejumlah darah tertentu akan terserap sesuai dengan kapasitas serap test strip, setelah itu perdarahan ekor mencit dihentikan, dalam waktu 15 detik pada layar tertera kadar glukosa darah dalam satuan mg/dL.

3.8.3 Pengujian efek antidiabetes nanopartikel daun Afrika (NDA) dan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA) dengan metode toleransi glukosa Mencit jantan sebanyak 45 ekor dengan berat badan 2 5– 35 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, diukur kadar glukosa darah (KGD) puasa, dikelompokkan secara acak menjadi 9 kelompok, yang masing – masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit dan diberi perlakuan secara oral, yakni:

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5 % b/v Kelompok II : suspensi NDA dosis 50 mg/kg bb Kelompok III : suspensi NDA dosis 100 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi NDA dosis 150 mg/kg bb Kelompok V : suspensi NDA dosis 200 mg/kg bb Kelompok VI : suspensi EEDA dosis 100 mg/kg bb

Kelompok VII : suspensi EEDA dosis 150 mg/kg bb Kelompok VIII : suspensi EEDA dosis 200 mg/kg bb Kelompok IX : suspensi Glibenklamid 0,65 mg/kg bb

(46)

26

Setiap kelompok yang telah diberikan sediaan uji, 30 menit kemudian diberikan larutan glukosa 50% dengan dosis 3 g/kg bb, kemudian dilakukan pengukuran KGD pada menit ke-30, 60, 90 dan 120 (Adnyana, dkk., 2004) dengan menggunakan alat ukur glukometer Nesco®GCU.

3.8.4 Pengujian efek antidiabetes nanopartikel daun Afrika (NDA) dan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA) metode induksi aloksan

Mencit jantan sebanyak 30 ekor dengan berat badan 25 – 35 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan kadar glukosa darah puasa, kemudian masing-masing mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb secara intraperitoneal (Oguwike, et al., 2013). Mencit diberi makan dan minum seperti biasa, diamati tingkah laku dan bobot badan, mencit dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah puasa ≥ 200 mg/dL (Tanquilut, et al., 2009) dan telah dapat digunakan untuk pengujian.

Mencit diabetes dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor dan diberi perlakuan secara oral, yakni:

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5 % b/v Kelompok II : suspensi NDA dosis 100 mg/kg bb Kelompok III : suspensi NDA dosis 150 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi NDA dosis 200 mg/kg bb Kelompok V : suspensi EEDA dosis 150 mg/kg bb Kelompok VI : suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb

Keenam kelompok diberi sediaan uji selama 3 minggu berturut-turut, pengukuran kadar glukosa darah diukur pada hari ke-3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19 dan ke-21 menggunakan alat ukur glukometer Nesco®GCU.

(47)

27

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program Statistic Product and Service Solutions (SPSS) versi 19. Pertama data dianalisis menggunakan metode Kolmogorov Smirnov untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya. Kemudian dilanjutkan dianalisis menggunakan metode one-way analysis of variance (ANOVA) untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.

(48)

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang telah diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Institute of Science) Pusat Penelitian Biologi (Research Center for Biology), Bogor adalah Vernonia amygdalina Del. suku Asteraceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan makroskopik terdiri dari pemeriksaan bentuk, warna, dan rasa. Hasil pemeriksaan makroskopik daun Afrika segar memiliki bentuk daun oval-elips, ujung dan pangkal daun meruncing, susunan tulang daun menyirip, tepi daun bergerigi dan kasar, permukaan berambut sangat halus, panjang 15 - 19 cm, lebar 5 - 8 cm, berwarna hijau muda, dan rasanya pahit.

4.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Daun Afrika

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Hasil maserasi dari 400 g serbuk simplisia diperoleh ekstrak kental 37,81 g (randem 9,45%).

4.4 Hasil Karakteristik Nanopartikel dan Simplisia Daun Afrika 4.4.1 Mikroskop elektron payaran

Hasil pengujian mikrokop elektron payaran atau scanning electron microscopy (SEM) dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2.

(49)

29

Gambar 4.1 Hasil SEM nanopartikel daun Afrika

Nanopartikel daun Afrika mempunyai ukuran 1,56 sampai 1,79 µ m dan simplisia daun Afrika mempunyai ukuran 80,5 µ m. Menunjukkan hasil ukuran nanopartikel daun Afrika lebih kecil dari simplisia daun Afrika. Morfologi nanopartikel daun Afrika berbentuk bola dengan permukaan yang halus dan bulat, sedangkan simplisia daun Afrika berbentuk kristal dan permukaan yang lebih kasar.Dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(50)

30

Gambar 4.2 Hasil SEM serbuk simplisia daun Afrika

4.4.2 Pengukur ukuran partikel

Keberhasilan suatu sampel menjadi nanopartikel diketahui dengan melihat distribusi ukuran sampel tersebut. Hasil pengukur ukuran partikel atau particles size analyzer (PSA) menunjukkan rerata distribusi ukuran 785.6 ± 182.5 nm. Ukuran partikel ini masuk dalam range 10-1000 nm (Mohanraj dan Chen, 2006). Hasil analisa ukuran partikel dapat dilihat pada Lampiran 4.

Ukuran partikel dan distribusi ukuran karakteristik sangat penting dalam sistem nanopartikel. Ukuran partikel dan distribusi ukuran ditentukan dengan distribusi in vivo, toksisitas, dan kemampuan penargetan dalam sistem nanopartikel. Selain itu, ukuran partikel dan distribusi ukuran juga dapat memperngaruhi dalam pengantaran obat, pelepasan obat, dan stabilitas nanopartikel (Mohanraj dan Chen, 2006).

(51)

31

Ekstrak Etanol Daun Afrika (EEDA) dengan Metode Toleransi Glukosa

Metode toleransi glukosa sebagai uji pendahuluan. Mencit dipuasakan 18 jam sebelum percobaan, tetapi air minum tetap diberi, lalu diukur KGD puasa mencit pada saat pengerjaan sebagai KGD awal. Hasil pengukuran rata-rata KGD mencit pada uji toleransi glukosa untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD mencit setelah perlakuan dengan metode toleransi glukosa

KGD ± SD setelah perlakuan (mg/dL)

Waktu (menit) suspensi nanopartikel daun afrika dosis 50, 100 150 dan 200 mg/kg bb; 6, 7, dan 8 = suspensi ekstrak etanol daun afrika dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb; 9 = suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb.

(52)

32

Semua sediaan uji dan kelompok pembanding mampu menurunkan KGD

pada menit ke-90. Berdasarkan hasil analisis statistik uji toleransi glukosa pada menit ke-120 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok uji dengan kelompok kontrol (P < 0,05), dapat dilihat di Lampiran 13.

Pemberian NDA dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb dan EEDA dosis 150 mg/kg bb pada menit ke-120 menunjukkan terjadi penurunan KGD dan tidak memberikan perbedaan yang nyata atau memiliki efek yang sama dengan Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb (P > 0,05), sedangkan NDA dosis 50 mg/kg bb, EEDA dosis 100 dan dosis 200 mg/kg bb menunjukkan perbedaan yang nyata dengan Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb (P < 0,05).

Hasil menunjukkan NDA dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb dan EEDA dosis 150 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD yang signifikan dimulai dari menit ke-90 dan 120 jika dibandingkan dengan kelompok kontrol sedangkan NDA dosis 50 mg/kg bb, EEDA dosis 100 dan 200 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD yang tidak signifikan pada menit ke-120 jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa peningkatan dosis NDA dan EEDA tidak diikuti dengan peningkatan aktivitas antidiabetes. Kelompok NDA dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb dan EEDA dosis 150 mg/kg bb memiliki kemampuan menurunkan KGD yang sama atau tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada setiap menitnya, apabila dibandingkan dengan kelompok EEDA dosis 100, dan 200 mg/kg bb dan NDA dosis 50 mg/kg bb terdapat perbedaan yang signifikan karena tidak menunjukkan efek antidiabetes yang berarti.

(53)

33

dengan dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb dan EEDA dosis 150 mg/kg bb menunjukkan efek antidiabetes sedangkan EEDA dosis 100, dan 200 mg/kg bb dan NDA dosis 50 kg/bb tidak menunjukkan efek antidiabetes yang bermakna. Sehingga, dosis untuk pengujian selanjutnya digunakan NDA dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb dan EEDA dosis 150 mg/kg bb.

kontrol Na CMC 0,5 %

NDA 50 mg/kg bb

NDA 100 mg/kg bb

NDA 150 mg/kg bb

NDA 200 mg/kg bb

EEDA 100 mg/kg

Gambar 4.3. Grafik hasil KGD rata- rata setelah perlakuan dengan uji toleransi glukosa

menggambarkan berbagai dosis nanopartikel daun Afrika dan ekstrak etanol daun Afrika pada mencit jantan.

(54)

34

4.6 Pengujian Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun Afrika(NDA) dan Ekstrak Etanol Daun Afrika (EEDA) dengan Metode Induksi Aloksan

Aloksan adalah suatu senyawa yang sering digunakan untuk penelitian diabetes menggunakan hewan percobaan yang dapat menyebabkan kerusakan fungsional irreversibel pada sel-sel beta pankreas dalam beberapa menit dan perubahan struktural dalam beberapa jam (Rigalli dan Di Loreto, 2009).

Mencit uji dikelompokkan dalam 6 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor yaitu kelompok kontrol yang diberi suspensi Na-CMC 0,5% b/v sebanyak 1% bb, kelompok uji dengan 5 variasi dosis perlakuan yaitu suspensi NDA dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb, suspensi EEDA dosis 150 mg/kg bb dan suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb.

Mencit dipuasakan 18 jam kemudian diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb. Hasil pengukuran rata-rata KGD mencit puasa untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil rata-rata KGD puasa sebelum dan setelah diinduksi aloksan dosis 150 mg/kg bb pada mencit

Keterangan: P = perlakuan; 1 = suspensi Na-CMC 0,5 %; 2,3, dan 4 = nanopartikel daun afrika dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb; 5 = ekstrak etanol daun afrika dosis 150 mg/kg bb; 6 = suspensi metformin dosis 65 mg/kg bb.

Dilakukan pengukuran KGD puasa, kemudian mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb secara intraperitoneal (Oguwike, et al., 2013), diamati

(55)

35

hingga hari berikutnya sampai menunjukkan kenaikan kadar glukosa darah dan mencit dapat mulai digunakan dalam pengujian. Mencit yang telah memiliki kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dL (Tanquilut, et al., 2009), disebut mencit diabetes. Perlakuan diberikan selama 21 hari untuk melihat penurunan KGD puasa sampai batas normal dengan kadar glukosa darah puasa 70 - 110 mg/dL (Gustaviani, 2007).

Pemberian sediaan uji pada setiap kelompok mencit diabetes selanjutnya dianggap sebagai hari pertama pemberian sediaan uji (hari ke-1). Pengukuran KGD mencit dilakukan pada hari ke-3, 5, 7, 11, 13, 15, 17, 19 dan hari ke-21. Hasil penurunan KGD mencit rata-rata dan nilai signifikansi dapat dilihat pada Lampiran 16.

Data KGD (mg/dL) masing-masing mencit pada semua kelompok perlakuan dianalisa secara statistik dengan metode ANOVA lalu dilanjutkan uji

Post Hoc Tukey untuk melihat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa NDA dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb dan EEDA dosis 150 mg/kg bb memberikan penurunan KGD yang signifikan dibandingkan kontrol CMC 0,5% (P < 0,05) dan hasil menunjukkan bahwa NDA dosis 100, 150, 200 mg/kg bb dan EEDA dosis 150 mg/kg bb tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan kelompok metformin dosis 65 mg/kg bb (P > 0,05).

Hasil pengujian NDA dosis 150, dan 200 mg/kg bb, dan EEDA dosis 150 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD rata-rata sampai ke batas normal pada hari ke-19, NDA dosis 100 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD rata-rata

(56)

36

sampai ke batas normal pada hari ke-15, metformin dosis 65 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD rata-rata sampai batas normal pada hari ke-17, sedangkan pemberian Na-CMC 0,5% bb sampai hari ke-21 tidak menunjukkan penurunan KGD ke batas normal, dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Hasil menunjukan NDA dosis 100 mg/kg bb lebih efektif dibandingkan EEDA dosis 150 mg/kg bb, sedangkan NDA dosis 150 dan 200 mg/kg bb menunjukkan efek yang sama dengan EEDA dosis 150 mg/kg bb. Pemberian NDA dosis 100 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD yang paling efektif dibandingkan NDA dosis 150, 200 mg/kg bb dan EEDA dosis 150 mg/kg bb.

Peningkatan dosis obat seharusnya meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan, namun dengan peningkatan dosis respon akhirnya menurun karena sudah tercapainya dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi (Bourne dan Zastrow, 2001).

(57)

37

Gambar 4.4 Grafik hasil KGD rata- rata setelah perlakuan dengan induksi aloksan menggambarkan berbagai dosis nanopartikel daun Afrika dan ekstrak etanol daun Afrika pada mencit jantan.

Nanopartikel memiliki ukuran yang kecil dan luas permukaan yang besar, sehingga lebih mudah melepasan zat aktif dan mudah diabsorpsi dalam tubuh (Winaryo dan Fernandes, 2010).

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

0 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21

Kontrol Na CMC 0,5 % NDA 100 mg/kg bb NDA 150 mg/kg bb NDA 200 mg/kg bb EEDA 150 mg/kg bb Metformin 65 mg/kg bb

KGD

(m

g/

d

L)

Hari

Keterangan:

(58)

38

Hasil penelitian yang telah dilakukan Nwanjo dan Nwokoro (2004) terhadap ekstrak air daun Afrika menunjukkan aktivitas antidiabetes dengan dosis 200 mg/kg bb. Air merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan senyawa-senyawa yang polar (Suarsa, dkk., 2011).

Daun Afrika diketahui memiliki senyawa glikosida flavonoid yaitu amygdalin. Senyawa ini mempunyai struktur cincin benzen dan gugus gula yang menyebabkan sangat reaktif terhadap radikal hidroksil dan penangkap radikal hidroksil (Setiawan, 2012).

Daun Afrika mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat sehingga dapat bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil dan superoksida dalam tubuh. Kondisi ini dapat menetralisir dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas yang ditimbulkan aloksan terhadap sel normal beta pankreas. Amygdalin juga diduga dapat membantu memperbaiki fungsi sel beta yang telah dirusak oleh aloksan (Robinson, 1995; Igile, et al., 1994; Okolie, et al., 2008; Atangwho, et al., 2010).

(59)

39

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. distribusi ukuran partikel daun Afrika yaitu 785,6 ± 182,5 nm mempengaruhi

efek antidiabetes.

b. nanopartikel daun Afrika dosis 100 mg/kg bb lebih efektif menurunkan kadar glukosa darah mencit sampai 82,4 mg/dL dibandingkan ekstrak etanol daun Afrika dosis 150 mg/kg bb yaitu sampai 91,6 mg/dL.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengoptimalkan pembuatan nanopartikel dengan metode yang lain seperti metode emulsifikasi dan dilakukan uji histopatologi untuk melihat perbaikan dari sediaan uji yang diberikan pada hewan percobaan.

(60)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Vernonia amygdalina Del. atau Daun Afrika adalah tumbuhan semak yang berasal dari benua Afrika dan bagian lain dari Afrika, khususnya Nigeria, Kamerun dan Zimbabwe. Tumbuhan ini dapat ditemukan di halaman rumah, sepanjang sungai dan danau, ditepi hutan, dan di padang rumput (Yeap, dkk., 2010).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Berikut adalah sistematika tumbuhan (Ibrahim, et al., 2004): Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Asterales Suku : Asteraceae Marga : Vernonia

Spesies : Vernonia amygdalina Del. 2.1.2Nama daerah

Daun Afrika memiliki nama lain seperti bitter leaf (Nigeria) (Ijeh, 2010),

Nan Fei Shu (Cina), dan daun Kupu-kupu (Malaysia). Daun Afrika juga memiliki nama daerah di Indonesia seperti daun pahit (Jawa) dan daun insulin (Sumatera barat) (Anonim, 2012).

(61)

8

Daun Afrika adalah tumbuhan semak yang mempunyai batang tegak, tinggi 1-3 m, bulat, berkayu, berwarna coklat; daun majemuk, anak daun berhadapan, panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, berbentuk seperti ujung tombak, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, berwarna hijau tua; akar tunggang, berwarna coklat kotor (Ibrahim, et al., 2004; Ijeh, 2010).

2.1.4 Kandungan kimia

Hasil penelitian (Ijeh, 2010) menunjukkan bahwa tanaman daun Afrika banyak mengandung saponin, seskuiterpen lakton, flavonoid. Hasil penelitian (Setiawan, 2012) menunjukkan bahwa daun Afrika mengandung flavonoid, glikosida, saponin, tannin, dan triterpenoid/steroid.

2.1.5 Khasiat tumbuhan

Daun Afrika banyak digunakan untuk obat-obatan dan banyak penelitian yang telah dilakukan seperti obat antibakteri dan antifungi (Erasto, et al., 2006), antimalaria (Nijan, et al., 2008), antikanker (Oyugi, 2009), antioksidan (Igile, et al., 1994; Nwanjo, 2005), antidiabetes (Nwawnjo dan Nwokoro, 2004; Atangwho, et al., 2007) dan analgetik (Nijan, et al., 2008).

2.2. Nanopartikel

Nanopartikel merupakan partikel bentuk padat dengan ukuran sekitar 10-1000 nm (Mohanraj dan Chen, 2006). Nanoteknologi merupakan ilmu yang mempelajari partikel dalam rentang ukuran 1-1000 nm (Buzea, et al., 2007). Berdasarkan sifatnya yaitu mudah terdispersi, nanopartikel dapat tersebar seperti aerosol, suspensi/koloid, atau dalam keadaan menggumpal (Buzea, et al., 2007).

(62)

9

Nanoteknologi mulai memungkinkan para ilmuwan, ahli kimia, dan dokter untuk bekerja di tingkat molekuler dan sel untuk menghasilkan kemajuan penting di bidang ilmu pengetahuan dan kesehatan (Jain, et al., 2006; Stern dan McNeil, 2008). Nanoteknologi memiliki keuntungan yaitu meningkatkankan kelarutan dan luas permukaan, dosis yang dibutuhkan lebih sedikit, dan dapat digunakan untuk obat bertarget (Jain, et al., 2006).

2.3 Metode Pembuatan Nanopartikel

Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode, yaitu metode emulsifikasi, presipitasi, penggilingan (milling methods), dan polimer hidrofilik, (Soppimath, et al., 2001; Mansouri, et al., 2011).

2.3.1 Metode emulsifikasi

Metode emulsifikasi menggunakan prinsip difusi antara pelarut larut air seperti aseton dan metanol dengan pelarut organik tidak larut air seperti kloroform dengan penambahan polimer. Difusi mengakibatkan emulsifikasi pada daerah di antara dua fase pelarut. Partikel yang berada di antara dua fase pelarut tersebut berukuran lebih kecil dari pada kedua fase pelarut itu sendiri (Soppimath, et al., 2001).

2.3.2 Metode milling

Penggilingan merupakan teknik standar yang telah digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Besarnya pengurangan ukuran diatur oleh jumlah energi penggilingan, yang ditentukan oleh kekerasan intrinsik obat, media grinding, dan penggilingan. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga mekanisme yaitu gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan

(63)

10

gesek yang dihasilkan mengakibatkan pecahnya partikel menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi (Vijaykumar, et al., 2010).

2.3.3 Metode polimer hidrofilik

Metode polimer hidrofilik menggunakan polimer larut air seperti kitosan, natrium alginat dan gelatin. Nanopartikel umumnya terbentuk secara spontan ataupun dengan penambahan pengemulsi (Soppimath, et al., 2001).

2.4Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM,1979).

Metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan, sedangkan

(64)

11

remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah suatu proses penyarian simplisia menggunakan alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000).

2.5Mekanisme Regulasi Glukosa Darah

Pelepasan insulin dirangsang oleh zat eksogen dan endogen. Glukosa merupakan zat eksogen yang menentukan fungsi utama sel-β dalam mensintesis dan melepaskan insulin. Glukosa yang berada di aliran darah memasuki sel-β oleh GLUT2, mengalami fosforilasi oleh glukokinase menjadi glukosa-6-fosfat menghasilkan ATP. Jumlah ATP yang meningkat menghambat aktivitas kanal ATP-sensitif K+, sehingga K+ yang masuk kedalam sel berkurang. Penurunan ini mendepolarisasi membran plasma sel-β sehingga kanal kalsium terbuka dan masuk lalu menstimulasi pelepasan insulin oleh sel-β pankreas (Lawrence, 2005).

Insulin berikatan dengan reseptornya di permukaan sel pada jaringan target, untuk pengaturan homeostasis glukosa. Reseptor insulin merupakan glikoprotein transmembran yang terdiri dari dari dua subunit α dan β. Interaksi insulin dan reseptor menghasilkan sinyal untuk mengaktifasi jalur anabolik dan menghambat proses katabolik. Transport glukosa kedalam sel otot rangka dan jaringan adiposa diperantai GLUT4. Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam hati

(65)

12

mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel (Ganong, 2005).

Sejumlah besar glukosa diproduksi oleh hati, dan sebagian digunakan untuk metabolisme glukosa di otak, sisanya diambil oleh beberapa jaringan, terutama otot dan sebagian kecil untuk jaringan adiposa dalam keadaan puasa. Hati yang normal dapat meningkatkan produksi glukosa empat kali atau lebih, dan efek utama dari kadar insulin yang relatif rendah untuk menahan produksi glukosa di hati. Insulin disekresikan dalam jumlah yang besar setelah makan, dan mengurangi produksi glukosa di hati walaupun selanjutnya akan menyebabkan peningkatan uptake glukosa di otot (Goldstein, 2008).

2.6Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah sekumpulan gejala akibat gangguan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein karena kurangnya sekresi insulin, kurangnya aktifitas insulin maupun keduanya (Ganong, 2005).

2.6.1 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan patologi meliputi:

a. Diabetes melitus tipe 1, terjadi pada 10% dari semua kasus diabetes. Secara umum, berkembang pada anak-anak disebabkan kerusakan sel-β pangkreas akibat autoimun sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. b. Diabetes melitus tipe 2, terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes dan

ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Tipe ini disebabkan karena gaya hidup penderita.

(66)

13

c. Diabetes tipe lain, akibat adanya kelainan genetik pada fungsi sel-β pankreas, kelainan pada insulin, infeksi, pankreatitis, pankreatomi, obat-obatan dan kelainan genetik lainnya.

d. Diabetes kehamilan (diabetes gestasional), adalah diabetes yang timbul selama kehamilan, terjadi 4% dari semua kasus diabetes (Powers, 2008). 2.6.2 Diagnosis Diabetes Melitus

Badan Data Diabetes Nasional dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan kriteria diagnosa untuk DM yaitu:

a. Glukosa Plasma Puasa (GPP) lebih dari 126 mg/dL.

b. Glukosa Plasma (GP) 2 jam setelah diberikan larutan glukosa (Tes Toleransi Gluko sa Oral) lebih dari 200 mg/dL.

2.6.3 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi DM terbagi atas komplikasi akut dan komplikasi kronik. a. Komplikasi Diabetes Melitus Akut

Komplikasi diabetes melitus dapat muncul secara akut (mendadak). Komplikasi akut yang sering terjadi adalah: i. Reaksi hipoglikemik, gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa yaitu kurang dari 50 mg/dl. ii. Diabetes ketoasidosis (DKA), pasien biasanya mengalami gejala mual, muntah, rasa nyeri yang hebat pada bagian perut, dan bahkan terjadi pancreatitis (Misnadiarly, 2006).

b. Komplikasi Diabetes Melitus Kronik

Komplikasi diabetes mellitus secara kronik (menahun), yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap penyakit diabetes melitus. Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah

(67)

14

mikrovaskuler. Mikrovaskuler yaitu pada ginjal dan mata. Makrovaskuler yaitu pada jantung koroner, pembuluh darah kaki dan pembuluh darah otak (Misnadiarly, 2006).

2.6.4 Manajemen Pengobatan Diabetes Melitus

Tujuan terapi dari manajemen DM ini adalah mengurangi resiko terjadinya komplikasi, mengurangi mortalitas, dan meningkatkan kualitas hidup (Triplitt, dkk., 2008).

Terapi DM dapat dilakukan secara non farmakologi, farmakologi maupun keduanya. Pasien yang termasuk dalam klasifikasi pra-diabetes, sedapat mungkin melakukan terapi non-farmakologi terlebih dahulu bila gagal, dilanjutkan dengan terapi farmakologi. Secara non-farmakologi dengan diet rendah karbohidrat dan olahraga yang cukup. Secara farmakologi dengan pemberian obat-obatan dan insulin.

a. Terapi insulin

Mekanisme kerja insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan merangsang pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik. Insulin dimetabolisme di hati, ginjal dan otot (Lawrence, 2005).

Prinsip terapi insulin:

i. Pasien DM tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel β tidak ada.

ii. Pasien DM tipe 2, bila terapi lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

iii. Keadaan stress berat, yaitu infeksi, pembedahan atau sroke.

(68)

15 iv. Diabetes mellitus gestasional. v. Ketoasidosis diabetik.

vi. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

vii. Kontra indikasi atau alergi terdapat obat hipoglikemik oral. b. Terapi obat-obatan

i. Sulfonilurea, mekanisme kerja dengan menstimulasi insulin dari sel β -pankreas. Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang memiliki afinitas tinggi yang berkaitan dengan saluran K-ATP pada sel β -pankreas, yang akan menghambat effluks kalium sehingga terjadi depolarisasi kemudian membuka saluran kalsium dan menyebabkan influks kalsium sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Contoh obat ini tolbutamid, klorpropamida, glibenklamida, gliklazida, glipizida, glikidon dan glimepirida.

ii. Meglitinid, obat yang termasuk golongan ini adalah repaglinid dan nateglinid. Obat ini memiliki mekanisme kerja yang mirip dengan sulfonil urea, yaitu depolarisasi membrane dan pelepasan insulin (Lawrence, 2005).

iii. Biguanida. Mekanisme kerja obat dengan aktifasi kinase pada otot skelet dan adiposit merangsang translokasi GLUT4 ke permukaan sel sehingga terjadi peningkatan transport glukosa ke dalam sel. Metformin sering menjadi pilihan utama dalam penanganan pasien diabetes tipe 2 obesitas, karena tidak menyebabkan peningkatan berat badan.

iv. Tiazolidinedion (misalnya: rosiglitazon dan pioglitazon)

(69)

16

meningkatkan sensitifitas insulin (insulin sensitizers).

v. Penghambat α-Glukosidase (misalnya: akarbose dan miglitol). Obat golongan ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa-glukosidase di saluran pencernaan, sehingga reaksi penguraian polisakarida menjadi monosakarida terhambat dan memperkecil peningkatan

konsentrasi glukosa darah setelah makan (Lawrence, 2005).

vi. Mimetik inkretin. Mekanisme kerja obat menyerupai efek hormon inkretin endogen, yang mampu merangsang sekresi insulin dan menghambat pelepasan glucagon sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah. Obat golongan ini bekerja sebagai analog GLP-1 (glucagon like peptide) dan dalam bentuk suntikan.

vii.Penghambat DPP-4 (dipeptidylpeptidase-4 blockers). Meningkatkan konsentrasi GLP-1 dalam darah dengan menghambat degradasinya oleh DPP-4. Misalnya: sitagliptin, vitagliptin, saxagliptin (Lawrence, 2005). 2.7 Aloksan

Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone) adalah senyawa kimia tidak stabil dan hidrofilik. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi hiperglikemi pada hewan percobaan. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan dengan

karakteristik mirip dengan DM tipe 1 pada manusia. Dosis intravena yang

digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Szkudelski, 2001; Rees dan Alcolado, 2005). Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel-β pankreas yang memproduksi insulin karena

(70)

17

terakumulasinya aloksan secara khusus melalui transporter glukosa yaitu GLUT2

(Filipponi, dkk., 2008).

Mekanisme kerja aloksan yaitu adanya influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari simpanannya secara berlebihan, dan eliminasinya yang terbatas dari sitoplasma, mengakibatkan depolarisasi sel β -Langerhans, membuka kanal kalsium dan kalsium masuk sehingga konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan sensitivitas insulin perifer (Szkudelski, 2001; Walde et al., 2002).

(71)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Hiperglikemia, atau tingginya kadar glukosa darah adalah efek yang normal dari tidak terkontrolnya diabetes dan dapat memicu terjadinya kerusakan yang serius pada banyak sistem tubuh terutama pada saraf dan pembuluh darah (WHO, 2012). Secara klinis, diabetes mellitus dibagi menjadi dua tipe yaitu diabetes tipe 1 atau insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), dan diabetes tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) juga disebut sebagai diabetes resistensi insulin. Diabetes tipe 1 merupakan diabetes yang disebabkan oleh defisiensi insulin dan ketidakmampuan sel-β pankreas memproduksi insulin sehingga membutuhkan terapi insulin secara rutin. Diabetes tipe 2 terjadi karena rusaknya sistem pengaturan aktivitas insulin yang mampu memproduksi insulin tetapi ada kerusakan pada reseptor insulinnya sehingga terjadi resistensi insulin (Nelson dan Michael, 2004).

Setiap tahun jumlah penderita DM semakin meningkat. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia kini menempati urutan keempat terbesar dalam jumlah penderita DM di dunia. Pada tahun 2000 jumlah penderita DM adalah 135 juta, tahun 2006 mencapai 14 juta dan tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 366 juta orang. Kenaikan angka diabetes secara global

(72)

2

terutama disebabkan oleh peningkatan kesejahteraan, gaya hidup, dan kurang gizi (Shadine, 2010).

Penatalaksanaan DM pada dasarnya dengan cara pengaturan makanan dan olah raga yang teratur. Penggunaan insulin dan obat antidiabetes oral seperti golongan sulfonil urea dan biguanida, harganya relatif lebih mahal karena dalam jangka waktu lama bahkan seumur hidup dan juga memiliki efek samping seperti hipoglikemi, peningkatan berat badan, mual dan muntah (Neal, 2006). Oleh karena itu masyarakat selalu berupaya mencari pengobatan alternatif, misalnya dengan bahan alam (Yuniarti, 2008).

Salah satu bahan alam yang memiliki aktivitas antidiabetes adalah daun Afrika. Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap ekstrak air daun Afrika mengandung alkaloid, karbohidrat, tanin, saponin, flavonoid dan glikosida serta menunjukkan aktivitas antidiabetes dan diduga mengandung amygdalin yang berkhasiat sebagai antidiabetes (Nwanjo dan Nwokoro, 2004). Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap ekstrak etanol daun Afrika mengandung flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan triterpenoid/steroid, serta menunjukkan aktivitas antidiabetes (Setiawan, 2012).

Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu menyiapkan bahan aktif obat dalam partikel dengan ukuran nano. Bentuk dan ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas obat, karena ukuran partikel sangat berpengaruh dalam proses kelarutan, absorbsi dan distribusi obat (Prasetyorini, dkk., 2011).

Penelitian tentang pengubahan bentuk mikropartikel menjadi nanopartikel saat ini sedang berkembang yang memiliki ukuran 10-1000 nm. Nanopartikel

(73)

3

permukaan yang rendah yang memudahkan partikel menembus ke lapisan membran biologis (Greco, 2002). Keuntungan penggunaan nanopartikel sebagai sistem pengantaran terkendali obat ialah ukuran dan karakterisktik permukaan nanopartikel mudah dimodifikasi untuk mencapai target pengobatan (Mohanraj dan Chen 2006).

Pembuatan ektrak tanaman obat memerlukan waktu yang lebih lama dan pereaksi yang digunakan harus sesuai (Anonim, 2013). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menguji efek antidiabetes daun Afrika dalam bentuk nanopartikel, karena di Indonesia teknologi pembuatan nanopartikel untuk herbal dalam tahap pengembangan, dan belum ada penelitian yang menggunakan daun Afrika bentuk nanopartikel sebagai antidiabetes.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

a. apakah terdapat pengaruh ukuran partikel daun Afrika (Vernonia amygdalina

Del.) berukuran nano terhadap efek antidiabetes?

b. Apakah terdapat pengaruh perbedaan nanopartikel daun Afrika dan ekstrak etanol daun Afrika dengan menggunakan metode uji toleransi glukosa dan induksi aloksan terhadap efek antidiabetes?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

(74)

4

a. terdapat pengaruh ukuran partikel daun Afrika berukuran nano terhadap efek antidiabetes.

b. terdapat pengaruh perbedaan nanopartikel daun Afrika dan ekstrak etanol daun Afrika dengan menggunakan metode uji toleransi glukosa dan induksi aloksan terhadap efek antidiabetes.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel daun Afrika berukuran nano terhadap efek antidiabetes.

b. untuk mengetahui pengaruh perbedaan nanopartikel daun Afrika dan ekstrak etanol daun Afrika dengan menggunakan metode uji toleransi glukosa dan induksi aloksan terhadap efek antidiabetes.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. memberikan informasi tentang efek nanopartikel daun Afrika.

b. memberikan informasi teknologi berupa nanopartikel dalam pengembangan ilmu farmasi.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap mencit jantan dengan dua metode pengujian yaitu metode uji toleransi glukosa dan induksi aloksan. Terdapat empat variabel bebas yaitu suspensi Na CMC 0,5%, variasi dosis nanopartikel daun Afrika, variasi dosis ekstrak etanol daun Afrika dan obat pembanding yaitu glibenklamid

(75)

5 dapat dilihat pada Gambar 1.1.

(76)

6

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Simplisia

1. Ukuran partikel 2. Bentuk partikel

Penurunan kadar glukosa darah (mg/dL)

EEDA dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb

Kadar glukosa darah (mg/dL) glukosa

Aloksan

Gambar

Gambar 4.1 Hasil SEM nanopartikel daun Afrika
Gambar 4.2 Hasil SEM serbuk simplisia daun Afrika
Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD mencit setelah perlakuan dengan metode  toleransi glukosa
Gambar 4.3. Grafik hasil KGD rata- rata setelah perlakuan dengan uji toleransi glukosa
+4

Referensi

Dokumen terkait

Nanopartikel daun sirih merah 100 dan 150 mg/kg bb tidak memiliki perbedaan yang nyata atau menunjukkan efek penurunan kadar glukosa darah yang sama dengan metformin 65 mg/kg bb

Hasil penelitian tentang pengaruh efek ekstrak etanol daun Vernonia amgydalina menunjukkan kadar kreatinin dalam darah mencit putih jantan setelah diberikan ekstrak etanol daun

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah komponen padaekstrak etanol nanopartikel dan ekstrak etanol serbuk simplisia daun Afrika yang diuji

Tabel komponen golongan tanin yang terdapat pada ekstrak etanol. serbuk simplisia

Contoh perhitungan dosis nanopartikel daun sirih merah (NDSM) dan ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) yang akan diberikan pada mencit diabetes. Masing - masing dilarutkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nanopartikel tablet dan Ekstrak etanol daun afrika (Vernonia amygdalina Del) memenuhi standar naopartikel

Telah dilakukan penelitian twntang Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Afrika ( Vernonia amygdalina Del.) Terhadap Kadar Asam Urat Darah Mencit Jantan ( Mus musculus )”

Hasil uji penapisan fitokimia dari ekstrak etanol 70% daun Afrika memberikan hasil positif untuk senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, kuinon, dan