• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh Pada Mencit (Mus Musculus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh Pada Mencit (Mus Musculus)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI BIOKOMPATIBILITAS BESI (Fe) SEBAGAI

MATERIAL PENYUSUN IMPLAN LOGAM TERSERAP

TUBUH PADA MENCIT

(Mus musculus)

DEVI PARAMITHA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Devi Paramitha

(4)

DEVI PARAMITHA. Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus). Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan SRI ESTUNINGSIH.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh melalui pengamatan klinis dan histologis. Informasi ini didapat melalui pemeriksaan respon profil darah perifer, kadar ion besi dan magnesium dalam plasma darah, penilaian radiodensitas pada pencitraan radiografi dan respon jaringan secara histopatologis. Sebanyak 48 ekor ekor mencit strain ddy jantan, dewasa, berusia 8 minggu dibagi ke dalam 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah kelompok kontrol, kelompok implan kawat besi, kelompok implan magnesium batang dan kelompok implan kawat medis. Kelompok kontrol diberi perlakuan

sham dan kelompok implan diberikan implan yang disisipkan di antara tulang femur dengan otot biceps femoris.

Pemeriksaan respon darah dilakukan dengan pemeriksaan darah rutin, sementara kadar ion besi dan magnesium plasma diperiksa dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) yang dilakukan pada hari pengamatan ke-0 sebelum implantasi, hari ke-1, 10 dan 30 setelah implantasi. Pencitraan radiografi dilakukan pada hari ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi. Radiodensitas implan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan piranti lunak ImageJ®. Studi histopatologi dilakukan pada jaringan otot dan tulang lokasi implan yang dipanen pada hari ke-1 dan 30 setelah impantasi.

Hasil analisa pada pemeriksaan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah sel darah putih total dan diferensiasi sel darah putih menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Kadar ion besi pada kelompok implan besi menunjukkan peningkatan yang signifikan di dalam plasma darah. Radiodensitas implan dan daerah sekitarnya mengalami perubahan sesuai dengan respon tubuh yang terjadi. Studi histopatologi menunjukkan adanya reaksi inflamasi akut pada hari pengamatan ke-1 untuk semua kelompok, baik kontrol maupun yang diberikan implan. Sedangkan pada hari ke-30 setelah implantasi, reaksi benda asing berupa kapsul fibrosa ditemukan mengelilingi lokasi implan pada kelompok implan kawat besi dan kawat medis. Sebagai kesimpulan, implan besi menyebabkan peningkatan kadar ion besi di dalam darah dan reaksi inflamasi yang terbatas, dan tidak ditemukan adanya efek toksik dari produk degradasi maupun dari implan besi itu sendiri.

(5)

SUMMARY

DEVI PARAMITHA. Biocompatibility Study of Iron (Fe) as Biodegradable Metal Implant Material on Mice (Mus musculus). Supervised by DENI NOVIANA and SRI ESTUNINGSIH.

This study aimed to obtain information regarding the biocompatibility of iron as biodegradable metal implant material through clinical and histopathological observations. The information were obtained through examination of peripheral blood profile responses, blood plasma iron and magnesium ion level, radiodensity assessment on radiography imaging and histopathological tissue response. Forty eight adult male mice, aged approximately 8 weeks were divided into 4 groups. The group were control group, iron wire group, magnesium rod and surgical wire group. The control group were treated with sham and the implant groups were given implants by inserted it between femoral bone and biceps femoris muscle.

Examination of the blood response was done with Complete Blood Count (CBC), while blood plasma iron and magnesium ion level was examined with Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). The examination were performed at day-0 prior to implantation, day-1, 10 and 30 after implantation. Radiography imaging was performed at day-1, 7, 14 and 30 after implantation. The implant and its peri-implant area were then analyzed by using ImageJ® software.

The analysis of red blood cells amount, hemoglobin level, hematocrite value, total white blood cell and its diferentiation did not show significant differences. The iron wire group showed a significant increase of iron blood plasma ion level. Radiodensity of implant and peri-implant area have changed along with body response that occured. Histopathological studies showed an acute inflammatory reaction at day-1 observations for all groups, both control and implant groups. While at day-30, foreign body reaction in the form of a fibrous capsule surrounding the implant site were found in the iron and surgical wire group. In conclusion, metal implants cause increased levels of iron ions in the blood and limited inflammatory reactions, and local toxic effects from its metal product or the material itself was not found.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

STUDI BIOKOMPATIBILITAS BESI (Fe) SEBAGAI

MATERIAL PENYUSUN IMPLAN LOGAM TERSERAP

TUBUH PADA MENCIT

(Mus musculus)

DEVI PARAMITHA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah SWT sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah Muhammad SAW.

Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar magister sains dari Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai

Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus)”.

Ucapan terimakasih yang tidak pernah habis kepada Bapak Prof Drh Deni Noviana, PhD selaku ketua komisi pembimbing, baik pada tingkat master maupun sarjana, atas segala ilmu, motivasi, nasehat, bantuan, kesabaran, kesempatan belajar dan nilai-nilai hidup yang selalu diberikan. Terimakasih untuk Ibu Dr Drh Sri Estuningsih, MSi, APVet selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, saran, masukan, pelajaran hidup dan motivasi yang juga selalu diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Drh M. Fakhrul Ulum, MSi atas bantuan, motivasi untuk belajar dan terus menulis, ide-ide kreatif, kesempatan dan kesabaran yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian. Terimakasih juga kepada teman-teman dan adik-adik kelas yang selalu membantu jalannya penelitian sehingga dapat terselesaikan. Terimakasih kepada kedua orang tua, adik-adik serta sahabat-sahabat yang setia memberikan dorongan dan bantuan moril selama penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.

Ucapan terimakasih juga ditujukan pada DIKTI karena penelitian ini dapat dilakukan dengan dana penelitian skim Hibah Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional a.n Deni Noviana No. 10/IT3.11/LT/2014.

Bogor, Maret 2015

(11)
(12)

1 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan

kawat implan medis komersial (SS316L) 9

2 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan

medis komersial (SS316L) 9

3 Persentase hematokrit pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan

medis komersial (SS316L) 10

4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi

(Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L) 12 5 Kadar ion plasma Fe dan Mg pada kelompok mencit kontrol,

kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan

kawat implan medis komersial (SS316L) 15

DAFTAR GAMBAR

1 Pembagian kelompok perlakuan 7

2 Hasil pencitraan radiografi pada kelompok implan Fe pada hari

pengamatan ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi 16

3 Analisis radiodensitas implan 16

4 Line plot profile rata-rata densitas implan pada kelompok mencit yang diberi implan Fe, Mg dan SS316L pada hari pengamatan ke-1,

7, 14 dan 30 18

5 Jaringan otot sekitar perlukaan pada kelompok kontrol (K) pada hari pengamatan ke-1 (a) dan hari pengamatan ke-30 (b) dengan

perbesaran 40x 19

6 Respon jaringan pada kelompok implan Fe secara histopatologis dengan perbesaran 40x, a) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30, c) dan

d) kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke-30 20 7 Respon jaringan pada kelompok implan Mg secara histopatologis, a)

jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1 dengan perbesaran 10x, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1 dengan perbesaran 40x, c) jaringan otot sekitar implan pada hari

pengamatan ke-30 dengan perbesaran 40x 21

(13)

kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan

ke-30 dengan perbesaran 40x 23

9 Respon jaringan secara histopatologis mencit kelompok perlakuan implan besi (Fe) (a, d), magnesium batang (Mg) (b, e) dan kawat implan medis komersial (SS316L) (c, f) pada hari ke-1 dan 30

setelah implantasi 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persetujuan perlakuan etik hewan coba 31 2 Data analisis jumlah sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit

kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan

SS316L 32

3 Data analisis jumlah sel darah putih dan diferensial sel darah putih kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan

SS316L 36

4 Data analisis kadar ion plasma darah kelompok kontrol, kelompok

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit dan masalah yang disebabkan oleh jaringan tulang yang rusak dapat berkaitan dengan gangguan ortopedik, oral dan maksilofasial (Bosco et al.

2012). Contoh penyakit dan masalah tersebut adalah trauma (fraktura dan dislokasio), osteoarthritis, osteoporosis, kanker dan infeksi (British Orthopaedic Foundation 2010). Gangguan tulang tersebut dialami oleh jutaan orang di seluruh dunia dalam setiap tahun dan untuk itu membutuhkan pengobatan jangka panjang. Hal tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar hingga mencapai 40 milyar Euro di seluruh dunia per tahun (Bosco et al. 2012). Tercatat pada Rumah Sakit Pendidikan Royal Infirmary of Edinburgh, Inggris, dari 7.449 kasus yang dirujuk ke unit ortopedik dalam satu tahun, 75% bagiannya merupakan kasus fraktura (Aitken et al. 2012). Oleh karena itu, penggunaan implan medis sebagai alat fiksasi kasus fraktura semakin meningkat.

Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama beberapa dekade terakhir karena dapat meningkatkan harapan hidup, adanya perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam teknologi implan medis tersebut (Bosco et al. 2012). Logam telah digunakan sebagai alat fiksasi internal untuk membantu persembuhan tulang dan jaringan yang mengalami fraktura lebih dari 100 tahun. Saat ini logam yang umum digunakan sebagai penyusun jenis implan tersebut antara lain baja tahan karat (stainless steel), titanium (Ti) dan campuran kobalt-kromium (Co-Cr alloys) (Hermawan 2011; Kuhlmann et al. 2013). Implan yang terbuat dari bahan-bahan tadi secara umum memiliki kecocokan dengan tubuh, sehingga hal tersebut dianggap sangat berharga. Meskipun begitu, material tersebut dapat menyebabkan stress shielding yaitu terjadinya osteopenia akibat pemasangan implan. Selain itu, efek lainnya adalah dilepasnya ion-ion logam yang bersifat toksik ke jaringan melalui proses korosi logam seiring dengan waktu (Kuhlmann et al. 2013). Selain itu penggunaan logam tidak terserap tersebut menyebabkan hasil pencitraan tubuh dengan sinar-X dan magnetic resonance imaging (MRI) yang kurang baik. Hal lain yang juga tidak diinginkan adalah diperlukan prosedur bedah kedua untuk pengangkatan implan (Windhagen et al.

2013).

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini berfokus pada keamanan dari implan logam. Penelitian dilakukan terhadap resiko terjadinya korosi, reaksi alergi dan karsinogenesis. Berdasarkan alasan tersebut, implan secara rutin diangkat selama ini. Seiring dengan diperkenalkannya implan berbahan titanium dan campurannya, kebutuhan untuk pengangkatan implan menjadi semakin diperdebatkan. Hal ini disebabkan karena implan berbahan titanium lebih sulit untuk diangkat (Vos & Verhofstad 2013). Menurut Krettek et al. (2012), pengangkatan implan dapat menyebabkan komplikasi yang nyata seperti kerusakan jaringan lunak, fraktur kembali, infeksi dan masalah lainnya.

(16)

diperhatikan, karena implan logam dapat mengganggu pola pertumbuhan normal (Unno et al. 2009).

Peningkatan harapan akan kualitas hidup yang lebih baik di masyarakat dunia telah mendorong para ahli biomaterial untuk mengembangkan teknologi baru yang menyediakan implan yang lebih baik dengan kinerja klinis yang tinggi. Paradigma yang menyatakan bahwa implan harus bersifat tidak reaktif secara kimia (inert) dan tahan terhadap korosi telah dipatahkan sejak ditemukannya jenis baru logam biomaterial. Paradigma mengenai bioinert tersebut juga mengalami pergeseran dimana material sekarang ini diinginkan untuk memiliki biokompatibilitas dengan tubuh. Biokompatibilitas didefinisikan sebagai kemampuan material untuk dapat bekerja sesuai dengan respon jaringan penerima pada situasi tertentu (Bosco et al. 2012). Konsep biomaterial terserap tubuh telah digunakan sejak tahun 1988, namun penggunaan logam sebagai biomaterial terserap tubuh masih tergolong baru. Dua jenis logam yang telah diajukan untuk digunakan sebagai bahan dasar implan adalah magnesium (Mg) dan besi (Fe) (Purnama et al. 2010). Implan logam tahan korosi telah terbukti bersifat inert dan tidak menunjukkan efek yang buruk terhadap jaringan yang terganggu. Hal ini disadari bahwa keberadaan logam terserap tubuh yang non-inert menambah masalah baru dari yang telah ada dan juga apakah produk degradasinya tidak mengganggu proses persembuhan (Hermawan & Mantovani 2009).

Penggunaan Mg di bidang medis telah dilakukan sejak tahun 1878, dimana logam Mg digunakan sebagai kawat untuk ligasi pembuluh darah. Penelitian mengenai Mg kemudian dilakukan hingga kini, baik dalam bentuk logam murni maupun campuran sebagai bahan dasar aplikasi medis. Penelitian mengenai implan medis berbahan dasar Mg tidak hanya pada bahan penyusunnya saja, tapi juga terhadap berbagai bentuk implan dan lokasi penggunaannya dalam tubuh seperti kawat yang digunakan pada pembuluh darah, tabung pada usus, pembuluh darah dan saraf, bentuk batang, pipih dan skrup untuk fiksasi tulang dan lain sebagainya. Meski telah banyak studi yang melaporkan mengenai Mg ini, masih banyak hal yang belum tergali dan dapat merevolusi berbagai implan biomedis yang telah digunakan secara klinis saat ini (Witte 2010).

Besi dianggap sebagai kandidat logam alternatif yang dapat digunakan sebagai material logam terserap tubuh (Schinhammer et al. 2010). Penelitian-penelitian mengenai Fe telah dilakukan sejak tahun 2002 (Ikarashi et al. 2002), namun konsep penggunaan Fe sebagai logam terserap tubuh baru dikemukakan sejak lima tahun silam oleh Hermawan & Mantovani (2009). Setelah itu, studi mengenai potensi Fe terus dilakukan. Penelitian mengenai Fe sebagai material logam terserap tubuh di Indonesia, telah dilaporkan oleh Noviana et al. (2012, 2013a, 2013b), Ulum et al. (2013, 2014) dan Paramitha et al. (2013). Oleh karena minimnya informasi mengenai logam tersebut, potensi Fe sebagai bahan dasar penyusun implan medis masih terus dipelajari hingga sekarang.

Perumusan Masalah

(17)

3

ketidaknyamanan yang dialami oleh pasien. Kekurangan lainnya adalah operasi pengangkatan implan yang sebisa mungkin ingin dihindari oleh pasien maupun pemilik hewan.

Selama ini, implan terbuat dari bahan yang tidak reaktif terhadap kondisi biokimia tubuh dan setelah terjadi persembuhan total pada jaringan tulang, implan tersebut harus diangkat. Pengangkatan implan tentu membutuhkan prosedur pembedahan ulang. Hal ini yang paling menjadi masalah secara ekonomi.

Implan logam terserap tubuh merupakan jawaban dari permintaan akan implan yang lebih baik. Implan yang terbuat dari logam ini nantinya akan terserap oleh tubuh seiring dengan terjadinya proses persembuhan pada jaringan tulang. Saat persembuhan yang terjadi telah selesai, implan tersebut diharapkan telah hilang digantikan oleh jaringan yang baru sehingga tidak dibutuhkan prosedur pengangkatan. Logam yang memiliki potensi sebagai bahan penyusun implan jenis baru ini adalah magnesium dan besi, yang merupakan mineral penting dalam proses biokimia tubuh manusia maupun hewan. Magnesium telah digunakan dan studi yang dilakukan mengenai logam tersebut dalam penggunaannya sebagai implan medis telah dilaporkan sejak tahun 2000-an. Magnesium terserap oleh tubuh disertai dengan adanya efek yang tidak diinginkan untuk terjadi, yaitu terbentuknya gas hidrogen dan kecepatan degradasi logam ini terbilang tinggi. Hal ini menyebabkan lebih banyak lagi penelitian mengenai pencampuran Mg dengan berbagai jenis material lain baik logam maupun non-logam. Penggunaan besi, di lain sisi, dalam penyusunan implan terserap tubuh belum banyak dilakukan. Hasil-hasil penelitian yang telah dilaporkan lebih banyak mengenai desain dan proses pembuatan implan. Belum banyak informasi mengenai biokompatibilitas, stabilitas mekanis dan keamanan implan, padahal untuk dapat digunakan secara klinis hal-hal ini sangatlah penting. Informasi tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil pengujian secara in vitro dan in vivo, dimana pengujian Fe secara in vitro telah banyak dilaporkan. Namun hasil uji in vitro belum dapat mewakili kondisi sebenarnya dari tubuh manusia dan hewan, sehingga dibutuhkan pengujian in vivo terhadap Fe terutama dalam penggunaannya sebagai implan ortopedik.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh melalui pengamatan klinis dan histologis.

Manfaat Penelitian

(18)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Implan Medis

Alat medis merupakan produk-produk (termasuk obat-obatan) yang digunakan untuk diagnosa, pencegahan, pemantauan atau pengobatan suatu penyakit atau cacat tubuh. Istilah tersebut mencakup berbagai produk dan instrumen, seperti lensa kontak, tempat tidur rumah sakit, resusitator dan siring. Sedangkan implan medis secara umum adalah alat medis yang dimasukkan ke dalam tubuh. Implan medis dapat berupa alat yang dimasukkan sebagian atau seluruhnya ke dalam tubuh melalui pembedahan dan berada di dalam tubuh selama minimal 30 hari. Implan dapat bersifat aktif, yaitu membutuhkan sumber tenaga seperti alat pacu jantung atau bersifat non-aktif seperti implan tulang (House of Common Science and Committee 2012).

Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama beberapa dekade terakhir karena dapat meningkatkan harapan hidup, adanya perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam teknologi implan medis tersebut (Bosco et al. 2012). Tidak hanya bagi manusia, saat ini penggunaan implan medis pada hewan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kepedulian para pemilik terhadap hewan peliharaannya, terutama hewan kecil.

Bahan penyusun implan tulang yang ideal menurut Schmidt et al. (2001) adalah memiliki komposisi kimia yang biokompatibel untuk mencegah reaksi jaringan yang merugikan, ketahanan terhadap korosi di dalam lingkungan fisiologis yang baik, kuat dan ketahanan terhadap pemakaian serta nilai modulus elastisitas yang mendekati nilai yang dimiliki tulang untuk meminimalisir penyerapan tulang di sekitar implan. Namun, pada implan logam terserap tubuh, paradigma mengenai implan yang harus tahan terhadap korosi ini dipatahkan.

Biomaterial terserap tubuh yang telah diajukan berasal dari polimer dan logam. Polimer telah sering dijumpai dalam dunia kedokteran dan kedokteran hewan sebagai bahan penyusun benang jahit terserap tubuh seperti polyglycolic acid/polylactic acid dan polycaprolactone yang telah diteliti sejak tahun 1988. Sedangkan, ide untuk menggunakan logam sebagai material terserap tubuh masih terbilang baru. Logam jika dipandang dari sifat mekanisnya, lebih sesuai untuk beberapa aplikasi medis tertentu yang membutuhkan kekuatan tinggi jika dibandingkan dengan polimer, termasuk sebagai penyusun implan untuk fiksasi tulang internal (Hermawan & Mantovani 2009).

Dua kelas logam telah diajukan, yaitu magnesium dan besi serta campurannya. Magnesium dan campurannya telah banyak diteliti, contohnya adalah Mg-Al, Mg-RE (rare earth) dan Mg-Ca (Hermawan & Mantovani 2009). Sedangkan, potensi besi dan campurannya sebagai implan logam terserap tubuh masih dipelajari.

Magnesium

(19)

5

dewasa membutuhkan asupan Mg per hari sebesar 300-400 mg (Purnama et al.

2010), kuda dewasa 19-30 mg/kgBB/hari, sapi dan kambing/domba membutuhkan hingga 0.4% Mg per hari dari total pakan (Kahn 2010), anjing sebesar 0.03-0.04 mg/kgBB-0.75/hari (NRC 2006) dan Mg merupakan kofaktor bagi beberapa enzim metabolik dan berfungsi untuk menstabilkan struktur DNA dan RNA (Purnama et al. 2010).

Tingginya kebutuhan asupan Mg per hari, menandakan bahwa Mg dapat digunakan sebagai bahan penyusun implan. Mg dan campurannya telah dimanfaatkan sebagai implan ortopedik karena sifat fisiknya yang dapat menunjang tulang. Mg memiliki kerapatan yang sama dengan tulang (1.8-2 g/cm3) dan telah dilaporkan dapat membantu aktivasi dari sel-sel tulang. Keterbatasan Mg dan campurannya dalam penggunaannya sebagai implan ortopedik adalah ketahanan terhadap korosinya yang rendah (10-200 mm/tahun) (Purnama et al.

2010) sehingga implan yang dipasang akan mudah terserap dan habis sebelum waktu persembuhan jaringan selesai.

Besi

Besi (Fe) merupakan unsur penting bagi sebagian besar makhluk hidup karena keterlibatannya dalam jumlah besar pada enzim dan protein yang berisi Fe. Zat Fe memainkan peran yang signifikan di dalam tubuh, termasuk transportasi, penyimpanan dan aktivasi oksigen secara molekular. Zat Fe juga terlibat dalam dekomposisi lipid, protein dan DNA melalui reaktifitasnya dengan molekul oksigen (Purnama et al. 2010). Anjing membutuhkan zat ini sebanyak 27 µg/kgBB/hari (NRC 2006).

Sama halnya dengan Mg, Fe juga dibutuhkan untuk membantu berjalannya proses biokimia di dalam tubuh. Hal ini juga menandakan bahwa Fe memiliki potensi sebagai bahan penyusun implan. Fe murni memiliki kecepatan degradasi yang lebih rendah dibandingkan dengan Mg, yaitu sebesar 0.16 mm/tahun. Rendahnya kecepatan degradasi Fe pada media fisiologis, menyebabkan implan yang terbuat dari Fe murni dikhawatirkan memiliki reaksi yang sama seperti pada implan permanen yang tidak terserap tubuh (Purnama et al. 2010). Reaksi tersebut dapat berupa perubahan secara histologis akibat efek toksik langsung atau reaksi hipersensitifitas lokal (Reclaru et al. 2001), keracunan, karsinogenisitas, genotoksisitas dan alergi terhadap metal (Sargeant & Goswani 2005).

Baja Tahan Karat – SS316L

(20)

Nikel (Ni), 2-3% Molibdenum (Mo), < 2% Mangan (Mn), < 1% Silikon (Si) dan < 0.03% Karbon (C) (Hermawan et al. 2011; Balaji et al. 2012).

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Divisi Bedah dan Radiologi untuk proses implantasi dan pemeliharaan hewan coba, pemrosesan, pemeriksaan dan pengambilan gambar histopatologi dilakukan di Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan serta pemeriksaan kadar ion darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemeriksaan radiografi dilakukan di MyVets Animal Clinic, Kemang, Jakarta. Penelitian berlangsung selama 6 bulan, sejak Februari hingga Juli 2014 dimulai dari persiapan penelitian hingga pengolahan data.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 48 ekor mencit jantan strain ddy (Mus musculus) dengan berat ± 35-40 g dan berumur 8 minggu, anthelmintika Praziquantel (Univerm®, VMD, Hungary), antiprotozoa Metronidazole (Flagyl®, Oubari Pharma, Syria), antibiotika Amoksisilin-Asam Klavulanat (Claneksi®, PT. Sanbe Farma, Indonesia), anestetika Ketamine 10% injeksi (Ilium®, Troy Laboratories, Australia), Xylazine 10% injeksi (Ilium®, Troy Laboratories, Australia), antibiotika Gentamisin, kawat besi, magnesium batang (Goodfellow Inc, UK), kawat medis komersial (baja tahan karat SS316L, FHK Fujihira Industry, Japan), Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA) 10%, benang poliglaktin sintetis terserap (Hinglact®, HiCare, India) ukuran 5/0 dan plester Hypafix® (BSN Medical UK).

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sterilisator UV, timbangan halus, satu set alat bedah, CR7 Vet Digital Dental X-ray (iM3®, Australia), software SPSS® versi 16 for Microsoft® Windows®, dan software

ImageJ® versi 1.47 for Microsoft® Windows® (Waine Rasband, National Institutes of Health, USA).

Hewan Percobaan

(21)

7

komersial diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari dan air minum diberikan secara ad libitum.

Kelompok Perlakuan

Mencit dibagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu :

Gambar 1 Pembagian kelompok perlakuan.

a. Kelompok Kontrol

Kelompok kontrol positif menerima implan SS316L yang disisipkan antara otot dan tulang femur mencit. Sementara itu, pada kelompok kontrol negatif sham

dilakukan tanpa ada implan yang diberikan. b. Kelompok Perlakuan

Kelompok implan Fe menerima implan kawat besi dan kelompok implan Mg menerima implan magnesium batang yang disisipkan antara otot dan tulang femur mencit.

Prosedur Implantasi

Mencit yang telah diaklimatisasi kemudian akan menjalani prosedur implantasi. Pertama, mencit diberi induksi anestesi menggunakan kombinasi Ketamine-Xylazine dengan dosis masing-masing 30 mg/kgBB dan 5 ml/kgBB. Setelah mencit teranestesi, pencukuran dilakukan pada bagian sebelah kanan dan pada daerah tersebut dilakukan desinfeksi menggunakan alkohol 70% dan iodine 10%, kemudian mencit diletakkan di atas meja operasi. Prosedur tersebut dilakukan dengan menyayat kulit daerah paha tepat di atas m. biceps femoris, kemudian otot tersebut dipreparir dan dikuakkan hingga mencapai tulang femur. Setelah itu, implan yang sebelumnya telah ditimbang dan disterilisasi dengan dipapar panas kering dan sinar UV disisipkan di antara tulang femur dan m. biceps femoris. Kedua bagian m. biceps femoris yang terpisah digabungkan kembali dengan jahitan sederhana menggunakan benang poliglaktin ukuran 5/0, begitu

48 ekor mencit strain ddy

(22)

juga dengan kulit yang terbuka akibat sayatan. Luka jahitan ditutup dengan menggunakan plester. Doxycycline 10 mg/kg digunakan sebagai antibiotik post-operasi dan diberikan untuk 3 hari.

Pengambilan Data

Data yang diambil meliputi pemeriksaan klinis yaitu pengambilan darah melalui vena retroorbitalis di daerah mata dengan menggunakan mikrohematokrit pipet. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 sebelum operasi, hari ke-1, 10 dan 30 setelah operasi. Darah dikoleksi di dalam tabung vakum yang berisi antikoagulan EDTA dan kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel darah merah (SDM), kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Penghitungan jumlah dan diferensiasi sel darah putih dilakukan dengan parameter diferensiasi yaitu persentase neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Sebagian darah kemudian digunakan untuk pemeriksaan kadar ion Fe dan Mg. Sebelumnya, darah disentrifus terlebih dahulu, kemudian bagian plasma dikoleksi ke dalam tabung Eppendorf. Selanjutnya plasma darah akan diproses untuk dilakukan pemeriksaan kadar ion Fe dan Mg darah. Pengambilan gambar radiografi dilakukan pada hari ke-0, 7, 14 dan 30 setelah prosedur implantasi untuk melihat radiodensitas implan dan jaringan sekitarnya. Pengukuran radiodensitas dilakukan dengan menggunakan piranti lunak ImageJ® for Windows.

Pemeriksaan histopatologis dilakukan dengan mengambil sampel otot dan tulang femur mencit di daerah lokasi implan pada hari ke- 1 dan 30 setelah implantasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi pada jaringan secara mikroskopis.

Analisis Data

Semua data yang telah diperoleh dianalisis secara statistik untuk membedakan respon tiap kelompok perlakuan menggunakan uji lanjut Analisis Varian satu arah (one way ANOVA) pada post-hoc Duncan test menggunakan

(23)

9

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Sel Darah Merah (SDM)

Gambaran jumlah SDM disajikan pada Tabel 1. Gambaran sel darah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L ataupun kontrol di hari ke-1, 10 dan 30 (p>0.05).

Tabel 1 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L). Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Kadar hemoglobin (Hb) mencit disajikan pada Tabel 2. Hasil menunjukkan bahwa kadar Hb darah mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan pada hari ke-1, 10 dan 30 setelah implantasi tidak ada perbedaan yang nyata. Nilai hematokrit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan pada hari ke-1, 10 dan 30 disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil yang didapat, nilai hematokrit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai yang didapat berdasar pemeriksaan pada ketiga parameter tersebut masih termasuk ke dalam kisaran nilai normal kelompok kontrol dan literatur yang ada (Fox et al. 2002; Schnell et al. 2002). Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

(24)

Salah satu uji dalam rangkaian pengujian biokompatibilitas sebuah material implan adalah penilaian hemokompatibilitas. Uji yang dilakukan adalah uji perlekatan trombosit pada implan dan uji hemolisis. Uji hemolisis secara umum dilakukan untuk mengevaluasi hemokompatibilitas darah yang berkontak dengan biomaterial. Hemolisis merupakan pengukuran terhadap sitotoksisitas biomaterial terhadap SDM. Sitotoksisitas menyebabkan rupturnya membran SDM dan keluarnya hemoglobin. Hemolisis dapat diinduksi oleh desain implan dan sifat mekanis material seperti komposisi kimia dan sifat fisika permukaan implan tersebut (Van Oeveren et al. 1999; Purnama et al. 2010).

Hemolisis akibat zat toksik dapat menyebabkan anemia, hemoglobinemia dan meningkatnya bilirubin tak terkonjugasi pada pemeriksaan darah (Kaneko et al. 1997), dimana nilai SDM menjadi rendah dan nilai hemoglobin meningkat dari nilai normalnya. Hal ini berarti, pada pengujian hemokompatibilitas biomaterial, anemia dan hemoglobinemia dapat mengindikasikan bahwa biomaterial tersebut memiliki efek toksik dan dianggap tidak hemokompatibel. Jumlah SDM yang beredar dalam darah, tentu saja mempengaruhi nilai hematokrit. Hematokrit mencerminkan persentase SDM di dalam darah, sehingga nilai hematokrit akan berbanding lurus dengan nilai SDM (Vadgama 2005).

Sel darah merah atau eritrosit memiliki fungsi utama untuk membawa hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh (Hall 2010). Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam persembuhan luka, begitu juga dengan hemoglobin yang mengikat oksigen. Kadar hemoglobin darah yang rendah dan/atau kurangnya asupan oksigen pada jaringan dapat menyebabkan kematian pada jaringan. Hal tersebut menyebabkan proses persembuhan luka terganggu dan diperpanjang (Carson et al. 2003; Kuriyan & Carson 2005). Menurut Vadgama (2005), nilai hematokrit harus dioptimalisasi pada penggunaan biomaterial. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa semua organ tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.

Tabel 3 Persentase hematokrit pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Gambaran Sel Darah Putih (SDP)

(25)

11

pengamatan dan di hari ke-30 perbedaan nyata hanya terlihat pada kelompok implan Mg. Hal yang sama teramati pada persentase neutrofil, dimana pada kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L di hari pengamatan ke-1 terlihat mengalami penurunan yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan yang nyata kemudian ditemukan pada kelompok implan Mg di hari pengamatan ke-30. Pada perhitungan persentase monosit tidak terdapat perbedaan yang nyata dari setiap kelompok perlakuan implan maupun kelompok kontrol di hari ke-1, 10 dan 30. Perbedaan nyata terlihat hanya pada kelompok implan Fe hari ke-30.

Persentase eosinofil dan basofil pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di hari ke-1, 10 dan 30 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Berdasarkan hasil yang diperoleh dan disajikan pada Tabel 4 tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah SDP, persentase limfosit, neutrofil, monosit, eosinofil dan basofil yang ditunjukkan masih berada dalam kisaran nilai normal pada mencit (Fox et al. 2002). Hal ini berarti, pemberian implan Fe, Mg dan SS316L tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang nyata pada gambaran sel darah putih secara sistemik.

Sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh. Sel ini dibentuk di sumsum tulang dan jaringan limfoid, kemudian ditranspor ke bagian tubuh yang membutuhkan. Sel darah putih secara spesifik ditranspor ke daerah yang mengalami infeksi dan inflamasi (Hall 2010). Hal ini menjelaskan mengapa jumlah SDP berada di bawah nilai normal, karena selama masa pengamatan berlangsung SDP dikirim ke jaringan sehingga jumlahnya di sirkulasi menurun. Jenis sel dominan yang hadir pada respon inflamasi bervariasi sesuai dengan usia luka. Neutrofil mendominasi selama beberapa hari pertama, kemudian digantikan oleh monosit. Monosit selanjutnya berdiferensiasi menjadi makrofag (Anderson 2001). Reaksi yang terjadi dalam tubuh setelah mengalami implantasi biomaterial adalah termasuk luka, interaksi darah-material, pembentukan matriks jaringan sementara, inflamasi akut dan kronis, pembentukan jaringan granulasi, reaksi benda asing dan pembentukan kapsul fibrosa atau fibrosis (Anderson et al. 2008).

Prosedur implantasi melalui operasi mayor tentunya menyebabkan luka dan kerusakan pada jaringan kulit dan otot akibat penyayatan dan pada tulang akibat pengikisan periosteum. Kerusakan jaringan tersebut menimbulkan reaksi persembuhan luka yang diawali dengan inflamasi akut. Secara umum, neutrofil merupakan sel yang dominan selama beberapa hari pertama setelah terjadi perlukaan. Neutrofil adalah sel yang datang pertama ke lokasi perlukaan dengan jumlah tertingginya pada jam ke-24 hingga jam ke-48. Monosit kemudian mendominasi sel radang yang hadir, menggantikan neutrofil. Monosit secara cepat bertransformasi menjadi makrofag yang selanjutnya memfagosit produk-produk korosi dari implan terserap tubuh, yaitu partikel logam (Paramitha et al. 2013). Emigrasi monosit dapat bertahan hingga beberapa hari sampai beberapa minggu. Jenis biomaterial yang ditanam ke dalam tubuh dan tingkat keparahan luka memengaruhi emigrasi monosit (Anderson 2001). Hal ini menjelaskan mengapa jumlah monosit meningkat dari hari ke-1 sampai hari ke-30 setelah implantasi.

(26)

Tabel 4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L).

No Parameter Hari Kelompok

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p

>0.05).

(27)

13

keberadaan makrofag (Chang et al. 2013). Hal ini mungkin merupakan alasan mengapa jumlah limfosit meningkat pada hari ke-1 pada semua kelompok implan namun tidak pada kelompok kontrol yang tidak terdapat benda asing. Eosinofil mampu mengatur respon inflamasi lokal dan akumulasinya baik di dalam aliran darah maupun di jaringan berkaitan dengan beberapa respon inflamasi dan penyakit infeksius (Fulkerson & Rothenberg 2013). Basofil merupakan sel yang memiliki peranan penting dalam reaksi alergi, hasil yang didapat dari pemeriksaan darah putih dapat mengindikasikan bahwa tidak terdapat reaksi alergi terhadap logam terserap tubuh yang ditanam.

(28)

kelompok implan Fe mengalami penurunan di hari pengamatan ke-1. Hal ini terjadi karena di hari ke-1 setelah implantasi, tubuh mencit kehilangan darah akibat perdarahan selama prosedur implantasi yang menyebabkan besi yang terdapat di dalam darah ikut keluar dan menyebabkan nilainya menurun. Pada kelompok implan Fe, kadar ion Fe darah terus meningkat sejak hari 1 dan ke-10, namun kemudian nilainya menurun di hari pengamatan ke-30. Besi merupakan unsur esensial, namun disadari sebagai salah satu yang dapat menyebabkan toksisitas. Besi merupakan unsur penting bagi tubuh, yaitu sebagai komponen kunci bagi hemoglobin dalam mentranspor oksigen. Oksigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan besi pada hemoglobin dalam sel darah merah (Arora & Kapoor 2012). Besi di dalam tubuh disimpan terutama di hati, limpa dan sumsum tulang (Brown et al. 1977). Hal ini berarti, produk degradasi implan Fe memberikan pengaruh terhadap kadar ion Fe dalam darah. Kadar ion yang meningkat dan kemudian kembali menurun menandakan bahwa produk Fe dari implan tersebut dapat dieliminasi dari darah.

Kadar ion Mg pada setiap kelompok tidak menunjukkan adanya perubahan yang nyata. Peningkatan dan penurunan terlihat pada setiap kelompok di setiap hari pengamatan. Kelompok implan Mg sendiri tidak mengalami adanya perubahan signifikan pada kadar ion Mg darah. Hal ini mengindikasikan bahwa produk degradasi implan Mg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadarnya dalam darah. Hal ini juga dinyatakan oleh Waizy et al. (2014), pada studi in vivo menggunakan implan Mg selama 12 bulan, tidak ditemukan adanya perubahan yang signifikan pada hasil pemeriksaan kadar Mg dalam darah.

Besi dan magnesium merupakan dua nutrien esensial bagi tubuh, sehingga membuat keduanya dianggap sebagai logam esensial yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan dasar penyusun implan. Elemen toksik hanya dapat ditolerir pada konsentrasi rendah di bawah nilai ambang batas toleransi tubuh. Sementara itu, zat nutrien dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan pada konsentrasi yang berlebihan bagi tubuh. Pada manusia, Fe di dalam tubuh terdapat sebesar 4-5 g, sementara di dalam serum darah sebesar 5.0-17.6 g/L dan asupan perhari maksimal sebesar 10-20 mg (Purnama et al. 2010; Zheng & Witte 2014). Zat besi didapatkan tubuh dari makanan dan didistribusikan ke dalam 6 kompartemen di dalam tubuh, yaitu hemoglobin, ferritin dan hemosiderin, mioglobin, transferrin, labile iron pool (LIP) serta heme dan flavoprotein. Besi paling banyak ditemukan pada hemoglobin, sekitar 65-70% dari total besi tubuh. Dalam hal ini, besi merupakan zat penting dalam transpor oksigen. Ferritin merupakan protein utama yang terlibat dalam penyimpanan zat besi. Penyimpanan zat besi di dalam tubuh ada pada hepatosit, sel retikuloendotelial dan otot rangka. Mioglobin merupakan protein yang berikatan dengan besi dan oksigen dan ditemukan pada jaringan otot hampir semua mamalia. Transferrin adalah protein yang berperan dalam transpor zat besi. Besi di dalam sel digunakan untuk sintesis heme dalam mitokondria atau disimpan sebagai ferritin. Sitoplasma sebuah sel, merupakan tempat utama LIP yang berfungsi menjaga keseimbangan perpindahan besi intra dan ekstrasel (Arora & Kapoor 2012).

(29)

15

difagosit dan dibawa oleh makrofag dan secara pasif, yaitu terlarut di dalam cairan ekstraseluler. Kedua cara ini yang menyebabkan ion besi terdistribusi di dalam tubuh (Paramitha et al. 2013).

Magnesium telah diketahui keamanannya, penelitian mengenai Mg pun telah banyak dilakukan. Mg di dalam tubuh manusia terdapat sekitar 25 g, di dalam serum darah sebesar 0.73-1.06 mM dan asupan hariannya sebesar 0.7 g. Mg banyak terdapat di dalam tulang dan sel tubuh, namun jumlahnya hanya sedikit di dalam darah (Zheng & Witte 2014). Magnesium di dalam tubuh terbagi dengan persentase 67% di dalam tulang dan jaringan keras lain, 31% di intraselular dan 2% di ekstraselular (Seo et al. 2008). Lebih lanjut, distribusi Mg dalam tubuh adalah 60% pada tulang, dimana 30% berfungsi sebagai reservoir untuk menstabilkan konsentrasi Mg pada serum. Kemudian 20% ditemukan pada otot rangka, 19% pada jaringan lunak dan kurang dari 1% ditemukan pada cairan ekstraseluler (Swaminathan 2003, Seo & Park 2008). Kadarnya dalam darah diatur terutama oleh influks dan efluks Mg antara usus, tulang dan ginjal. Kadar Mg di dalam plasma dan sel dijaga dalam batasan yang sempit, namun faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi dan regulasi Mg masih belum diketahui dengan jelas (Swaminathan 2003). Hal ini kemungkinan merupakan penyebab mengapa kadar Mg di dalam plasma darah yang diukur pada setiap hari pengamatan nilainya tidak berbeda secara nyata dengan nilai normalnya.

Kadar Mg diatur di dalam ginjal oleh mekanisme reabsorpsi pada tubulus ginjal. Meningkatnya Mg dalam tubuh biasanya disebabkan oleh kelebihan asupan Mg, baik dari makanan ataupun suplemen. Hipermagnesemia atau kelebihan Mg sangat jarang terjadi terutama tanpa disertai adanya gangguan ginjal, karena dalam keadaan normal ginjal dapat mengekskresikan Mg dalam jumlah yang sangat besar yaitu hingga 25 mMol (Seo & Park2008).

Tabel 5 Kadar ion Fe dan Mg plasma pada kelompok mencit kontrol, kelompok

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Pencitraan Radiografi

(30)

profile, sedangkan Gambar b, d, f dan h menunjukkan tingkat densitas masing-masing implan. Tingkat densitas implan Fe dan SS316L memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Implan Mg memiliki tingkat densitas yang berada di bawah implan Fe dan SS316L. Berdasarkan waktu pengamatan mulai hari ke-1, 7, 14 dan 30, pada implan Fe, Mg dan SS316L tidak terlihat adanya perbedaan.

Gambar 2 Hasil pencitraan radiografi pada kelompok implan Fe di hari pengamatan ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi; bar = 2 mm.

Gambar 3 Analisis radiodensitas implan. Pengukuran dilakukan pada setiap titik (a, b, c dan d) dari implan (kiri) dan hasil analisa line plot profile

(kanan). Perubahan pada radiogram tidak dapat dinilai dengan mata telanjang, sehingga analisa lanjut diperlukan; bar = 2 mm.

Perbedaan densitas antara implan disebabkan oleh perbedaan kerapatan masing-masing implan. Logam dengan kerapatan dan nomor atom (NA) yang tinggi menyerap hampir semua foton sinar-X, sehingga terbentuk warna putih pada radiogram (Burk & Feeney 1996). Pada tabel periodik magnesium memiliki nomor atom 12 sementara besi memiliki nomor atom 26 (Chambers & Holliday 1975), sehingga densitas implan magnesium pun berada jauh di bawah implan Fe. Implan SS316L merupakan logam campuran, sehingga nomor atomnya tidak jauh berbeda dengan penyusunnya dengan sebagian besar besi (NA 26), kromium (NA 24) dan nikel (NA 28) (Rahman et al. 2011).

(31)

17

sebuah radiografi pada alat ini adalah pengaturan tabung sinar-X (kVp dan mAs), objek/pasien, reseptor dan proses pencucian. Proses pencucian ini dipengaruhi lagi oleh kualitas bahan kimia yang digunakan saat pencucian, suhu, dan kebersihan saat pembilasan (Gray et al. 1983). Sebelum pengukuran densitas dapat dilakukan, citra dari radiografi konvensional harus didigitalisasi terlebih dahulu dengan cara difoto menggunakan kamera digital. Proses pemotretan ini terutama dipengaruhi oleh cahaya ruangan, sehingga pada proses ini sangat diperlukan kestabilan baik dalam pencahayaan maupun pengambilan gambar itu sendiri.

Implan medis terserap tubuh berbahan dasar besi, memiliki kecepatan degradasi yang sangat rendah pada media fisiologis yaitu 0.16 mm/tahun (Purnama et al. 2010). Hal ini yang menyebabkan densitas semua implan dari hari ke-1, 7, 14 dan 30 tidak menunjukkan perbedaan. Implan berbahan magnesium memiliki kecepatan degradasi yang tinggi yaitu 10-200 mm/tahun (Purnama et al.

2010), namun korosi atau degradasi dari sebuah material di dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor geometri implan, proses pembuatan mekanis, faktor metalurgis dan juga sifat kimia cairan tubuh yang berinteraksi dengan material implan (Jacobs et al. 1998). Sementara itu, implan SS316L bukan merupakan implan terserap tubuh, sehingga tidak ditemukan perbedaan densitas dari setiap hari pengamatan.

Proses degradasi yang terjadi pada implan terserap tubuh teramati melalui perubahan radiodensitas. Perubahan yang terjadi selama waktu pengamatan mencerminkan respon tubuh pada jaringan (Park et al. 2011). Peningkatan radiodensitas pada hari ke-7 berkaitan dengan respon jaringan (Gambar 4d). Perlukaan yang disebabkan oleh implantasi material mengganggu homeostasis tubuh yang kemudian diikuti oleh proses persembuhan luka. Beberapa hari pertama setelah perlukaan, terdapat interaksi antara darah dengan material dan pembentukan matriks jaringan sementara di sekitar implan. Hal tersebut menginisiasi pembentukan trombus atau bekuan darah pada daerah kontak implan-jaringan. Inflamasi akut dan kronis kemudian akan mengikuti kejadian tersebut dan pada tahap ini sel-sel radang akan menginvasi lokasi implan (Anderson 2001). Hal ini menyebabkan meningkatnya densitas pada radiogram. Kelompok implan besi dan magnesium mengalami peningkatan radiodensitas juga disebabkan oleh partikel logam di jaringan sekitar implan. Partikel ini mengundang sel-sel radang datang lebih banyak lagi, terutama makrofag yang berfungsi untuk memakan partikel logam. Sementara itu, SS316L tidak mengalami degradasi.

Proses inflamasi berlangsung paling lama 2 minggu, jika terjadi lebih dari 3 minggu maka dapat diindikasikan terjadinya infeksi (Anderson et al. 2008). Hal ini menyebabkan densitas radiogram mengalami penurunan di hari ke-14 (Gambar 4f). Proses yang terjadi setelah inflamasi selesai adalah pembentukan jaringan granulasi, reaksi benda asing dan perkembangan kapsul fibrosa (Anderson et al.

(32)

Gambar 4 Line plot profile rata-rata densitas implan pada kelompok mencit yang diberi implan Fe ( ), Mg ( ) dan SS316L ( ) pada hari pengamatan ke-1 (a, e), 7 (b, f), 14 (c, g) dan 30 (d, h). Tingkat densitas dinyatakan dalam gray value (sumbu y) dan panjang daerah yang diukur dinyatakan dalam distance (mm) (sumbu x). Kotak berwarna merah pada gambar a, c, e dan g merupakan Region of Interest (ROI).

Studi Histopatologi

(33)

19

pengamatan. Respon jaringan dari masing-masing perlakuan dan jenis implan disajikan pada gambar-gambar di bawah ini. Respon jaringan pada kelompok kontrol (Gambar 5), kelompok implan Fe (Gambar 6), implan Mg (Gambar 7) dan implan SS316L (Gambar 8). Pada hari ke-1, ditemukan pada semua kelompok respon yang sama, yaitu terjadinya edema, akumulasi fibrin dan sel-sel radang di jaringan otot yang berkontak langsung dengan implan maupun yang berada jauh dari implan. Hal ini mengindikasikan terjadinya respon inflamasi yang bersifat akut. Sel-sel neutrofil paling banyak ditemukan pada daerah yang berkontak langsung dengan implan. Edema ditunjukkan dengan merenggangnya jarak antara bundel-bundel otot akibat eksudasi cairan yang mengalir dari pembuluh darah ke jaringan yang mengalami perlukaan. Edema terjadi bersama dengan akumulasi fibrin, berupa serabut-serabut halus yang memenuhi jaringan dan sel-sel radang, terutama neutrofil. Respon yang terjadi ini adalah akibat prosedur implantasi yang menyebabkan perlukaan dan kerusakan jaringan, serta adanya benda asing yaitu implan yang ditanam. Respon tubuh ketika terjadi perlukaan akan meningkatkan aliran sel darah putih atau dikenal sebagai sel radang ke jaringan yang mengalami perlukaan tersebut. Sel-sel radang ini tentu membutuhkan media sebagai pengantarnya, yaitu cairan, sehingga kemudian terjadilah edema. Sesuai dengan pernyataan Anderson (2001) dan Kuzyk dan Schemitsch(2011), benda asing yang masuk atau ditanam ke dalam tubuh akan menginduksi terjadinya serangkaian proses sebagai respon dari terganggunya homeostasis tubuh.

Gambar 5 Jaringan otot sekitar perlukaan pada kelompok kontrol (K) pada hari pengamatan ke-1 (a) dan hari pengamatan ke-30 (b). Tanda panah menunjukkan akumulasi fibrin dan sel-sel radang. E, edema; O, otot rangka; bar= 100 µm.

(34)

dibutuhkan untuk osteokonduksi pada implan yang ditanam pada tulang. Selain itu, bekuan ini juga penting sebagai mediator untuk inflamasi. Tahap pertama ini terjadi dalam waktu yang sangat cepat. Tahap kedua adalah pembentukan matriks

Gambar 6 Respon jaringan pada kelompok implan Fe secara histopatologis, a) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30, c) dan d) kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke-30. Tanda panah menunjukkan akumulasi fibrin dan sel-sel radang. Kepala panah menunjukkan giant cell foreign body. E, edema; O, otot rangka; TL, tulang femur; KF, kapsul fibrosa; bar= 100 µm.

jaringan sementara di lokasi implan. Matriks jaringan ini merupakan bekuan fibrin yang bergabung dengan plasma protein. Matriks yang terbentuk menyebabkan terjadinya migrasi dan perlekatan sel dari kapiler terhadap implan (Anderson 2001; Kuzyk et al. 2011).

(35)

21

Respon yang ditemukan pada kelompok Fe di hari pengamatan ke-1 ini ditemukan juga pada kelompok kontrol, kelompok implan Mg dan SS316L (Gambar 5a, 6a, 7a dan 8a). Ini berarti respon yang terjadi di hari ke-1 terjadi terutama karena perlukaan yang terjadi akibat prosedur implantasi. Inflamasi yang terjadi pada kelompok kontrol (Gambar 5a) dan daerah yang tidak berkontak dengan implan dapat disebabkan oleh proses implantasi itu sendiri. Prosedur pemasangan implan dengan bedah tentu menyebabkan terjadinya perlukaan dan kerusakan jaringan kulit, otot dan juga tulang akibat pengikisan periosteum. Kerusakan jaringan menyebabkan respon persembuhan luka yang diawali dengan inflamasi akut (Anderson 2001; Kuzyk et al. 2011). Inflamasi akut memiliki 3 komponen utama, yaitu (1) dilatasi pembuluh darah kapiler yang menyebabkan peningkatan aliran darah, (2) meningkatnya permeabilitas mikrovaskulatur yang memungkinkan plasma protein dan leukosit meninggalkan sirkulasi dan (3) emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, akumulasi leukosit pada fokus radang di sekitar luka, dan aktifasi leukosit untuk mengeliminasi agen yang mengganggu (Kumar et al. 2014).

Gambar 7 Respon jaringan pada kelompok implan Mg secara histopatologis, a) dan b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1, c) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30. Tanda panah menunjukkan akumulasi fibrin dan sel-sel radang. E, edema; O, otot rangka; TL, tulang femur; SS, sumsum tulang, P, periosteum; bar= 100 µm.

(36)

inflamasi akut juga merupakan waktu saat terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang diinduksi oleh histamin, kinin dan mediator radang lainnya. Mediator-mediator tersebut ditambah juga dengan meningkatnya cairan yang mengalir antara sel endotel, menyebabkan terbentuknya jarak antara sel-sel tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan plasma protein dan leukosit keluar dari sirkulasi menuju ke lokasi inflamasi. Kebocoran cairan dari pembuluh darah menyebabkan terjadinya edema. Edema dapat terlihat berupa ruang-ruang kosong yang menyebabkan bundel otot berjauhan (Kumar et al. 2014) (Gambar 5-8).

Emigrasi leukosit pada tahap ini didominasi oleh neutrofil yang akan hilang setelah 24-48 jam. Emigrasi neutrofil berlangsung singkat karena faktor kemotaksisnya diaktivasi pada saat awal respon inflamasi terjadi. Peran utama neutrofil dalam inflamasi akut adalah untuk memfagosit mikroorganisme dan benda asing. Berikutnya, monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang berfungsi juga sebagai fagosit dan dapat bertahan di jaringan hingga hitungan bulan. Emigrasi monosit dapat berlanjut dari beberapa hari hingga beberapa minggu, tergantung keparahan luka dan faktor biomaterial yang ditanam. Fagositosis terdiri dari pengenalan benda asing, perlekatan dan ditelannya benda asing oleh neutrofil/makrofag, dan degradasi untuk menghancurkan benda asing. Proses ditelan dan degradasi benda asing tidak selalu terjadi, akibat bervariasinya ukuran partikel benda asing (Anderson 2001). Menurut Purnama et al. (2010), ukuran partikel yang dapat difagosit pada mencit adalah 1-2 µm.

Implan yang telah dilapisi oleh jaringan matriks kemudian akan berusaha difagosit oleh neutrofil dan makrofag. Namun, karena perbedaan ukuran antara implan dengan sel-sel fagosit, fagositosis tidak terjadi. Kejadian ini menyebabkan leukosit melepaskan produknya ke ekstraseluler sebagai usaha untuk mendegradasi benda asing (Anderson 2001). Hal tersebut menyebabkan partikel-partikel implan yang bersifat non-bioinert terlepas lebih lanjut ke jaringan sekitar. Pada hari ke-1 tidak ditemukan adanya partikel implan Fe dan Mg pada jaringansecara mikroskopis. Menurut Paramitha et al. (2013), partikel Fe dari implan tidak ditemukan pada hari pengamatan ke-1, namun di hari ke-4 dan 14 ditemukan. Mueller et al. (2012) melaporkan dalam studi yang menggunakan implan Fe, implan tersebut terdegradasi secara lambat dan menyebabkan akumulasi lokal dari produk degradasi yang disertai dengan reaksi radang yang terbatas tanpa adanya indikasi efek toksik.

Stimulus inflamasi yang persisten, dalam hal ini implan, akan menyebabkan terjadinya inflamasi kronis. Inflamasi kronis secara histologis terlihat kurang seragam jika dibandingkan dengan inflamasi akut. Secara umum, karakter dari tahap ini dicirikan dengan keberadaan makrofag, monosit dan limfosit, dengan proliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat. Respon inflamasi kronis terbatas pada daerah lokasi implan, ditandai juga dengan keberadaan sel-sel mononuklear, termasuk limfosit dan sel plasma yang berperan terutama dalam reaksi imun dan merupakan mediator kunci untuk produksi antibodi. Makrofag kemungkinan adalah sel yang paling penting dalam inflamasi kronis karena menghasilkan produk biologis aktif dalam jumlah besar. Beberapa produk yang penting tersebut antara lain, protease netral, faktor kemotaksis, metabolit asam arakidonat, metabolit oksigen reaktif, komponen komplemen, faktor koagulasi,

(37)

23

berlangsung lebih dari 3 minggu biasanya mengindikasikan adanya infeksi (Anderson et al. 2008).

Tahapan berikutnya dari reaksi benda asing adalah pembentukan jaringan granulasi, yang merupakan ciri khas proses persembuhan. Jaringan ini terbentuk dengan diawali oleh proliferasi fibroblas dan sel endotel pembuluh darah. Jaringan granulasi merupakan jaringan granular halus berwarna merah muda pada permukaan luka yang mengalami persembuhan. Secara histologis karakteristik jaringan ini adalah proliferasi pembuluh-pembuluh darah baru dan fibroblast. Jaringan ini, tergantung pada keparahan lukanya, dapat terlihat paling cepat di hari ke-3 sampai ke-5 setelah prosedur implantasi. Jaringan granulasi merupakan prekursor pembentukan kapsul fibrosa yang memisahkan implan atau biomaterial dari jaringan sekitarnya (Anderson 2001; Anderson et al. 2008).

Gambar 8 Respon jaringan pada kelompok implan SS316L secara histopatologis, a) peradangan akut pada jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1, b) respon perbaikan telah terjadi pada jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30, c), kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke-30. Tanda panah menunjukkan akumulasi fibrin dan sel-sel radang. E, edema; O, otot rangka; TL, tulang femur; KF, kapsul fibrosa; bar= 100 µm.

(38)

hari pengamatan ke-30. Hal menonjol yang ditemukan pada jaringan di hari pengamatan ini adalah terbentuknya kapsul fibrosa pada daerah di sekeliling implan, terutama implan Fe dan SS316L yang ditunjukkan oleh Gambar 6c-d dan 8c. Pada kelompok implan Mg, kapsul ini tidak ditemukan (Gambar 7c).

(39)

25

Kapsul fibrosa menunjukkan respon benda asing yang sudah lebih lanjut. Kapsul fibrosa terlihat mengelilingi implan dengan akumulasi makrofag dan ditemukan juga sel raksasa di dalamnya. Sel raksasa hasil pengamatan disajikan pada Gambar 6c-d. Menurut Mueller et al. (2012) dan Zheng dan Witte (2014), implan Fe menunjukkan kecepatan degradasi yang rendah pada pengujian in vivo. Hal ini menyebabkan implan yang ditanam masih relatif intak meski telah berada di dalam tubuh selama 12 bulan. Keadaan ini menyebabkan reaksi yang terjadi sama dengan reaksi yang ditemukan pada implan-implan permanen. Hal ini menjelaskan kesamaan respon yang ditemukan pada kelompok implan Fe dan SS316L. Gambar 9 merupakan resume dari respon jaringan pada lokasi implantasi yang terjadi pada hari pengamatan ke-1 dan 30 dari kelompok implan Fe, Mg dan SS316L.

Magnesium tidak menyebabkan respon imun yang signifikan, bahkan partikel Mg tidak ditemukan di sekitar implan (Witte et al. 2007). Magnesium sebagai biomaterial memiliki biokompatibilitas yang baik pada tulang. Semua hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada pembentukan tulang baru di sekitar implan Mg dan jaringan sekitarnya, termasuk pembentukan periosteum dan endosteum lokal (Witte et al. 2007a; Zheng & Witte 2014). Namun, menurut Zhang et al. (2009), pada implan Mg murni yang ditanam pada tulang ditemukan adanya lapisan produk degradasi Mg yang dibatasi oleh banyak lapisan fibroblast dengan tulang di sekitarnya. Lapisan ini masih ditemukan setelah 6 bulan implantasi. Pada penelitian-penelitian lain, ditemukan bahwa semua implan Mg baik yang murni maupun campuran dengan diberikan modifikasi pada permukaan implannya, menunjukkan adanya kontak antara tulang dengan implan Mg tanpa adanya lapisan fibroblast (Waizy et al. 2014; Zheng & Witte 2014). Reaksi benda asing berupa kapsul fibrosa terdiri dari sel raksasa benda asing (foreign body giant cells) dan komponen jaringan granulasi : makrofag, fibroblast dan kapiler, yang jumlahnya bergantung bentuk dan topografi biomaterial yang ditanam. Kapsul ini bertahan pada daerah kontak jaringan-implan selama implan berada di dalam tubuh. Secara umum, enkapsulasi fibrosa mengelilingi biomaterial atau implan, mengisolasi implan dan reaksi benda asing yang terjadi dari jaringan lokal di sekitarnya. Reaksi benda asing sangat dipengaruhi oleh bentuk dan topografi biomaterial. Pada biomaterial yang kompatibel dengan tubuh, reaksi benda asing atau kapsul fibrosa akan ditentukan oleh sifat-sifat permukaan biomaterial, bentuk implan dan hubungan antara area permukaan biomaterial dengan volume implan (Anderson 2001; Anderson et al.

2008).

(40)

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, implan logam berbahan dasar besi (Fe) tidak memiliki efek terhadap gambaran sel darah baik merah maupun putih, hemoglobin dan persentase hematokrit, yang berarti tidak toksik dan implan dapat diterima tubuh. Implan Fe memiliki pengaruh terhadap kadar ion Fe plasma, dan pada pengamatan radiografi implan Fe memiliki respon peri-implan dan kerapatan yang menyerupai implan permanen SS316L. Berdasarkan hasil pengamatan pada studi histopatologi reaksi yang terjadi adalah reaksi normal terhadap benda asing dan jaringan tubuh mengalami perbaikan kembali seperti sebelum penanaman implan. Implan Fe terserap menyebabkan respon peradangan yang terbatas dan tidak memberikan pengaruh yang merugikan pada tubuh hingga pengamatan 30 hari.

Abidin NIZ, Atrens AD, Martin D, Atrens A. 2011. Corrosion of high purity Mg, Mg2Zn0.2Mn, ZE41 and AZ91 in Hank’s solution at 37 oC. Corros Sci. 53(11): 3542-56. DOI: 10.1016/j.corsci.2011.06.030

Aitken SA, Rodrigues MA, Duckworth AD, Clement ND, McQueen MM, Court-Brown CM. 2012. Determining the Incidence of Adult Fractures: How Accurate Are Emergency Department Data? Epidemiology Research International. Pp. 1-7. DOI:10.1155/2012/837928

Alkhouri N, Morris-Stiff G, Campbell C, Lopez R, Tamimi TA, Yerian L, Zein NN, Feldstein AE. 2012. Neutrophil to lymphocyte ratio : a new marker for predicting steatohepatitis and fibrosis in patients with nonalcoholic fatty liver disease. Liver Int. 32(2): 297-302.

Ambore B, Ravikanth K, Maini S, Rekhe DS. 2009. Haematological profile and growth performance of goats under transportation stress. Vet World. 2 : 195-198.

Anderson JM. 2001. Biological responses to materials. Annu. Rev. Mater. Res. 31 : 81-110.

Anderson JM., Rodriguez, A. and Chang DT. 2008. Foreign body reaction to biomaterials. Semin Immunol, 20(2): 86-100.

(41)

27

Balaji C, Kumar SVA, Kumar SA, Sathish R. 2012. Evaluation of mechanical properties of SS316L weldments using tungsten inert gas welding. IJEST.

4(5):2053-57.

Balta S, Demirkol S, Unlu M, Arslan Z, Celik T. 2013. Neutrophil to lymphocyte ratio may be predict of mortality in all conditions. British Journal of Cancer. 109 : 3125-3126.

Bosco R, Van Den Beucken J, Leeuwenburgh S, Jansen J. 2012. Surface engineering for bone implants: a trend from passive to active surfaces.

Coatings. 2(2012): 95-119.

British Orthopaedic Foundation. 2010. Research Agenda [internet]. [diacu 2014 Februari 26]. Tersedia dari: http://www.borsoc.org.uk/BJD_BOF_research Brown EB, Aisen P, Fielding J, Crichton RC. 1977. Proteins of Iron Metabolism.

Grune & Stratton : New York.

Burk RI, Feeney DA. 1996. Small Animal Radiology and Ultrasonography : A Diagnostic Atlas and Text. Saunders Elsevier : USA.

Carson JL, Terrin ML, Jay M. 2003. Anemia and postoperative rehabilitation.

Can. J. Anaesth. 50(Suppl. 6): 60-64.

Chambers C, Holliday AK. 1975. Modern Inorganic Chemistry : An Intermediate Text. Butterworth & Co : Sussex.

Chang DT, Colton E, Anderson JM. 2013. Paracrine and juxtacrine lymphocyte enhancement of adherent macrophage and foreign body giant cell activation.

J Biomed Mater Res A 89(2): 490-498.

Diaz-Rodriguez P, Gonzalez P, Serra J, Landin M. 2014. Key parameters in blood surface interactions of 3D bioinspired ceramic materials. Mater Sci Eng C Mater Biol Appl. 41:232-9.

Fox JG, Anderson LC, Loew FM, Quimby FW. 2002. Laboratory Animal Medicine. Edisi ke-2. Academic Press Elsevier : UK.

Fulkerson PC, Rothenberg ME. 2013. Targeting eosinophils in allergy, inflammation and beyond. NatureReviews Drug Discovery. 12 : 117-129 Gray JE, Winkler NT, Stears JG, Frank ED. 1983. Technical Aspect of

Screen-Film Radiography, Screen-Film Processing and Quality Control. Aspen System Inc : Maryland.

Hall JE. 2010. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-12. Saunders Elsevier : USA.

Hermawan H, Mantovani D. 2009. Degradable metallic biomaterials: the concept, current developments and future directions. Minerva Biotec. 21(2009): 207-16.

(42)

House of Commons Science and Technology Committee. 2012. Regulation of medical implants in the EU and UK [internet]. [diacu 2014 Februari 18]. Tersedia dari: http://www.parliament.uk/science

Ikarashi Y, Tsuchiya T, Toyoda K, Kobayashi E, Doi H, Yoneyama T, Hamanamaka H. 2002. Tissue reactions and sensitivity to iron-chromium alloys. Materials Transactions. 43(12): 3065-71.

Jacobs JJ, Gilbert JL, Urban RM. 1998. Corrosion of orthopaedic implants. J Bone Joint Surg Am. 80(2): 268-282.

Kahn CM. Editor. 2010. The Merck Veterinary Manual 10th Edition. Merck Co & Inc. : USA.

Kaya MG. 2013. Inflammation and coronary artery disease : as a new biomarker neutrophil/lymphocyte ratio. Arch Turk Soc Cardiol. 41: 191-192.

Krettek C, Mueller C, Meller R, Jaqodzonski M, Hildebrand F, Gaulke R. 2012. Is routine implant removal after trauma surgery sensible?. Unfallchirurg. 115(4):315-22.

Kuhlmann J, Bartsch I, Willbond E, Schuchardt S, Holz O, Hort N, Hoeche D, Heineman WR, Witte F. 2013. Fast escape of hydrogen from gas cavities around corroding magnesium implants. Acta Biomater. 9(2013): 8714-21. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. 2014. Robbins and Cotran Pathologic Basis of

Disease. Philadelphia : Saunders Elsevier. Hal. 69-111.

Kuriyan M, Carson JL. 2005. Anemia and clinical outcomes. Anesthesiol. Clin. North America. 23(2): 315-325.

Kuzyk PRT, Schemitsch EH. 2011. The basic science of peri-implant bone healing. Indian J. Orthop. 45(2): 108-115.

Milisav I. Cellular stress response. Di dalam : Wislet-Gedebien S (editor). 2011.

Advances in Regenerative Medicine. InTech : Rijeka.

Mueller PP, Arnold S, Badar M, Bormann D, Bach F-W, Drynda A, Meyer-Lindenberg A, Hauser H, Peuster M. 2012. Histological and molecular evaluation of iron as degradable medical implant material in a murine animal model. Journal of Biomedical Materials Research Part A. 100A(11): 2881-9.

National Research Council. 2006. Nutrient Requirements of Dogs and Cats. National Academic Press : USA.

Noviana D, Estuningsih S, Ulum MF, Paramitha D, Utami NF, Utami ND, Hermawan H. 2012. In vivo study of iron based material foreign bodies in mice (Mus musculus albinus). Prosiding The 7th International Conference On Biomedical Egineering and Medical Application (ICBEMA). Hal. 91-4. Noviana D, Nasution AK, Ulum MF, Hermawan H. 2013a. Degradation of

Fe-bioceramic composites at two different implantation sites in sheep animal model observed by X-ray radiography. European Cells and Materials.

Gambar

Gambar 1 Pembagian kelompok perlakuan.
Tabel 4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial  SDP pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L)
Gambar 2 Hasil pencitraan radiografi pada kelompok implan Fe di hari
Gambar 4 Line plot profile rata-rata densitas implan pada kelompok mencit yang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2013/2014 yaitu bulan Maret sampai April 2014. Penelitian pendidikan mengacu pada kalender akademik dan jadwal

Penelitian ini menghasilkan temuan yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada tingkat pengetahuan gizi remaja, pengeluaran jajan remaja, frekuensi makan, pola

Sehingga penggunaan NaCl fisiologis dapat memberikan daya tahan hidup spermatozoa, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sastrodihardjo

Meto&#34;e a$al %ang ;epat telah ter'ukti le'ih 'erhasil &#34;alam men&#34;apatkan $anita untuk memulai kontrasepsi oral &#34;an untuk terus menggunakan kontrasepsi oral melalui

soal-soal JLPT; (3) Dosen yang menerapkan model pembelajaran ini harus kreatif untuk membuat kanji story disesuaikan dengan kondisi atau budaya di Indonesia,

dengan KVV. Pasien diberi nistatin 1 x 100.000 unit intravagina untuk 14 hari, direncanakan untuk tes HIV ulang 1,5 bulan lagi, serta direncanakan untuk tes VDRL kuantitatif

diselesaikannya penelitian ini, maka diketahui ada beberapa faktor yang signifikan dalam mempengaruhi kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia antara lain;

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa variabel dimensi kualitas pelayanan (tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy)