• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Obesitas Sentral Pada Anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Risiko Obesitas Sentral Pada Anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

AL MUKHLAS FIKRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

(4)
(5)

AL MUKHLAS FIKRI. Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor risiko obesitas sentral pada anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah subjek 50 orang. Subjek adalah polisi laki-laki yang bersedia untuk menjadi responden penelitian. Tempat penelitian dipilih secara purposive dengan pengambilan subjek secara accidental sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari–Februari 2015. Berdasarkan uji korelasi pearson terdapat hubungan signifikan antara usia (p=0.02; r=0.423), pangkat (p=0.011; r=0.355), tingkat kecukupan lemak (p=0.01; r=0.360) dan aktivitas fisik (p=0.01; r=-0.363) dengan lingkar perut. Berdasarkan uji korelasi spearman terdapat hubungan antara status perkawinan (p=0.001; r= 0.513), ukuran keluarga (p=0.007; r=0.374) dengan lingkar perut. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar perut dengan pendidikan terakhir, pengetahuan gizi, pendapatan, kebiasaan merokok, riwayat obesitas orang tua, tingkat kecukupan energi, protein dan serat (p>0,05). Berdasarkan uji regresi logistik, variabel yang berpengaruh signifikan yaitu tingkat kecukupan lemak (p=0.027; OR =1.181).

Kata kunci : faktor risiko, obesitas sentral, polisi

ABSTRACT

AL MUKHLAS FIKRI. Factors Affecting Central Obesity in The Police of Ogan Komering Ilir. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI.

This research was aimed to study the risk factors of central obesity in The Police of Ogan Komering Ilir. The study design was cross sectional with 50 subjects. The subjects were policeman who were willing to be respondent. Place were selected purposively while subjects by accidental sampling. The research was conducted on January-February 2015. Pearson correlation test showed significant correlation between age (p=0.02; r=0.423), rank (p=0.011; r=0.355), the adequacy of fat (p=0.01; r =0.360), physical activity (p=0.01; r=-0.363) and waist circumference. Spearman correlation test showed significant correlation between marital status (p = 0.001; r=0513), family size (p=0.007; r=0.374) and waist circumference. There was no significant relationship between education level, nutritional knowledge, income, smoking, history of parental obesity, the adequacy of energy, protein, fiber and waist circumference (p>0.05). Logistic regression showed the variable that had a significant effect was the adequacy level of fat (p=0.027; OR=1.181).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

AL MUKHLAS FIKRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

NIM : I14110002

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 sampai Februari 2015 ini adalah obesitas sentral, dengan judul Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku pembimbing akademik dan skripsi dan dr. Naufal Muharam Nurdin, S.ked, M.Si selaku dosen penguji. Penulis juga ucapkan terimakasih banyak kepada Ibu Siti Maryam dan Bapak Hatta serta Mareta, yang telah memeberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Terimakasih kepada Kepolisan Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman Gizi Masyarakat 46,47,48 dan 49 yang telah menjadi keluarga penulis di Institut Pertanian Bogor. Selain itu, ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Imam Faqih sebagai orang yang secara tidak langsung mengkader saya, teman-teman Pongiz (Iqbal, Gagah, Sahl, Panji, Ijul dan Ahsan) sahabat SMA (Luki, Aby, Rike, Misbah, Juai dan Rani), Kantin Gizi Ceria dan BPH Kadiv HIMAGIZI (Kustarto, Ajeng, Dora, Dyas, Yuni, Nisfa, Vieta, Anggar, Nisya, Ina, Ifah) teman-teman Cebong (Lutfi, Andi dan Agus) dan adik saya Yusuf Malik. Terimaksih atas segala bantuannya dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 3

Manfaat 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 6

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6

Jumlah dan Cara Pemilihan Subjek 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum Polres Resort Ogan Komering Ilir 12

Karakteristik Subjek 13

Kebiasaan Merokok 20

Pola Konsumsi Pangan 21

Tingkat Kecukupan Gizi 24

Aktivitas Fisik 28

Riwayat Berat Badan 29

Hubungan Karakteristik Subjek, Kebiasaan Merokok, Pola Konsumsi Pangan,

Tingkat Kecukupan Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Lingkar Perut 30

Faktor Risiko Obesitas Sentral 35

SIMPULAN DAN SARAN 36

DAFTAR PUSTAKA 38

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 7

2 Cara pengkategorian variabel penelitian 10

3 Sebaran subjek berdasarkan pangkat 12

4 Sebaran subjek berdasarkan usia, pendidikan terakhir, status perkawinan dan

ukuran keluarga 13

5 Sebaran subjek berdasarkan divisi kerja 15

6 Sebaran subjek berdasarkan pangkat 16

7 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan 17

8 Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi 18

9 Sebaran subjek berdasarakn kategori IMT 18

10 Sebaran subjek berdasarkan tingkat obesitas sentral 19

11 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok 20

12 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan 22

13 Frekuensi konsumsi makanan berisiko 23

14 Tingkat kecukupan energi 24

15 Sebaran subjek berdasarkan kategori kecukupan energi 25

16 Tingkat kecukupan protein 25

17 Sebaran subjek berdasarkan kategori kecukupan protei 26

18 Tingkat kecukupan lemak 26

19 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan lemak 27

20 Tingkat kecukupan serat subjek 27

21 Tingkat aktivitas fisik subjek 28

22 Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik 28 23 Sebaran subjek obesitas sentral berdasarkan riwayat obesitas orang tua 29

24 Faktor risiko obesitas sentral 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Korelasi Karakteristik Subjek, Kebiasaan Merokok, Pola Konsumsi

Pangan, Tingkat Kecukupan Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Lingkar Perut 44 2 Hasil uji beda tingkat kecukupan energi, protein, lemak, serat, aktivitas fisik,

dan kebiasaan konsumsi makanan berisiko antara subjek obesitas sentral dan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah gizi ganda. Belum selesai dengan masalah gizi kurang, masalah gizi lebih kian meningkat. Berdasarkan Riskesdas (2013) balita pendek di Indonesia mencapai 37.2% dan underweight 19.6%. Namun di sisi lain berdasarkan sumber yang sama, prevalensi gizi lebih pada kelompok usia dewasa telah mencapai 26.3%. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan data Riskesdas (2010) dimana prevalensi gizi lebih di Indonesia baru mencapai 21.7%. Gizi lebih tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan saja melainkan juga pada masyarakat pedesaan dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah. Indonesia sendiri saat ini menempati peringkat sepuluh sebagai negara dengan angka obesitas terbesar di dunia (Gakidou et al. 2014).

Obesitas merupakan kondisi dimana tubuh mengalami kelebihan lemak yang mengakibatkan berat badan berlebih. Pengukuran obesitas didasarkan pada indeks massa tubuh (IMT) yang memiliki korelasi kuat terhadap proporsi lemak (WHO 2000). Indeks massa tubuh merupakan perbandingan antara berat (kg) dan kuadrat tinggi badan (m). Badan yang terlalu gemuk cenderung membuat tubuh sulit untuk bergerak sehingga dapat menurunkan produktifitas dan meningkatkan biaya untuk pemeliharaan kesehatan (Colditz 1992). Timbunan lemak yang berlebih berisiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular dan sindrom metabolik (Abbasi et al. 2013). Benotti et al. (1992) menemukan bahwa obesitas dapat meningkatkan workload dan hipertensi sehingga memicu terjadinya hipertrofi jantung. Menurut WHO (2000), obesitas merupakan masalah gizi kronis yang memerlukan waktu cukup panjang dalam pencegahan dan menejemennya. Obesitas bukan hanya masalah tunggal melainkan dalam penanganannya memerlukan pendekatan yang terintegrasi.

(14)

Pertambahan lingkar perut dapat disebabkan oleh peningkatan asupan lemak trans, rendahnya asupan serat, merokok, rendahnya aktivitas fisik (Koh-Banerjee et al. 2003), rendahnya konsumsi sayur dan buah (Newby et al. 2003). Studi cohort yang dilakukan oleh Guallar-Castillón et al. (2007) juga menemukan bahwa konsumsi fried food yang berlebih dapat meningkatkan jumlah asupan energi dan berisiko meningkatkan kejadian obesitas sentral. Risiko obesitas sentral akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Hal ini berkaitan dengan menurunnya aktivitas fisik dan degenerasi fungsi-fungsi organ tubuh. Menurut Dekkers et al. (2004), penumpukan lemak di bagian perut dipengaruhi oleh jenis kelamin, status sosial ekonomi, usia namun tidak dipengaruhi oleh ras.

Obesitas tidak hanya terjadi pada masyarakat sipil. Anggota kepolisian juga banyak yang mengalami obesitas terutama obesitas sentral. Fenomena berat badan berlebih pada polisi mulai terlihat ketika polisi tersebut selesai melaksanakan pendidikan kepolisian. Prevalensi obesitas pada polisi di Amerika mencapai 40.5%. Kejadian obesitas pada polisi dapat disebabkan oleh ketidakteraturan jam tidur, tingkat stres yang tinggi dan pola makan yang tidak sehat (Takushi 2014). Hal yang sama juga terjadi pada anggota kepolisian di Indonesia. Banyak polisi terkena sanksi akibat berat badan dan lingkar perut yang tidak ideal. Hal inilah yang menjadi latar belakang peneliti menjadikan polisi sebagai subjek penelitian.

Menurut UUD 1945 pasal 30 (4), Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Tugas lebih lanjut Polri ditetapkan berdasarkan UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Agar dapat menjalankan tugas dengan baik, anggota kepolisian harus menjaga kondisi tubuh terutama status gizi agar tetap berada dalam kondisi ideal. Saat ini peningkatan aktivitas fisik telah dilaksanakan untuk menurunkan berat badan anggota polisi yang berlebih. Namun penelitian terkait upaya-upaya preventif terhadap masalah tersebut belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui penyebab-penyebab terjadinya obesitas sentral pada anggota kepolisian.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor risiko obesitas sentral pada anggota Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir, meliputi : usia, pangkat, pendapatan, pendidikan, pengetahuan gizi dan ukuran keluarga.

(15)

3. Menilai aktivitas fisik anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir.

4. Menganalisis faktor risiko obesitas pada anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir

Hipotesis

H0 : Konsumsi pangan yang berlebih (TKE, TKP, TKL berlebih), asupan serat rendah, kurangnya aktivitas fisik, riwayat obesitas orang tua dan usia bukan merupakan faktor risiko obesitas sentral pada anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir.

H1 : Konsumsi pangan yang berlebih (TKE, TKP, TKL berlebih), asupan serat rendah, kurangnya aktivitas fisik, riwayat obesitas orang tua dan usia merupakan faktor risiko obesitas sentral pada anggota Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Manfaat

(16)

KERANGKA PEMIKIRAN

Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah gizi ganda. Disamping gizi kurang yang belum terselesaikan, prevalensi gizi lebih terus meningkat setiap tahunnya. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat dijumpai dari balita hingga lansia (Riskesdas 2013). Obesitas bukan hanya menjadi masalah masyarakat golongan atas saja melainkan juga masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah. Sebanyak satu dari lima orang dewasa di Indonesia mengalami obesitas sentral. Risiko obesitas sentral terus meningkat apabila tidak ada upaya untuk pencegahan lebih lanjut.

Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan menjadi masalah utama terjadinya penumpukan lemak berlebih di tubuh. Asupan yang berlebih dapat disebabkan oleh frekuensi makan yang terlalu sering atau pola konsumsi pangan yang tidak seimbang. Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa konsumsi pangan tinggi energi dan rendahnya kebiasaan mengonsumsi sayur dan buah dapat meningkatkan risiko obesitas. Makanan-makanan yang tinggi energi biasanya merupakan makanan yang berlemak dan memiliki rasa yang manis (Guallar-Castillón et al. 2007). Kaitan konsumsi sayur dan buah dengan risiko obesitas adalah jumlah asupan serat. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa konsumi serat yang cukup mampu membantu pemeliharaan berat badan agar tetap ideal. Selain pola konsumsi pangan, gaya hidup juga mempengaruhi risiko seseorang terkena obesitas. Aktivitas fisik yang kurang dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak di tubuh. Ganggauan keseimbangan energi juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok.

(17)

Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor risiko obesitas pada anggota Kepolisian Resort Kab. Ogan Komering Ilir

: Variabel yang diteliti

: Hubungan yang diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti Karakteristik subjek

 Usia

 Jenis kelamin  Jabatan

 Pengetahuan gizi  Pendapatan  Pendidikan  Ukuran keluarga  Status perkawinan

Gaya hidup

 Kebiasaan merokok  Aktivitas fisik

Pola konsumsi pangan  Frekuensi makan

sehari  Kebiasaan

konsumsi sayur dan buah

 Asupan energi, protein dan lemak

Faktor keturunan

 Status gizi orang tua

Tingkat kecukupan energi, protein dan lemak

(18)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan atas pertimbangan prevalensi obesitas sentral di Sumatera Selatan meningkat sangat cepat. Sumsel merupakan provinsi dengan prevalensi obesitas sentral paling kecil pada tahun 2007 namun pada tahun 2013 prevalensi obesitas sentral di Sumsel telah melebihi angka 20% (Riskesdas 2013). Pertimbangan lainnya adalah kemudahan akses karena dekat dengan tempat tinggal peneliti. Pengambilan sampel secara accidental sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2015.

Jumlah dan Cara Pemilihan Subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Polres Kabupaten Ogan Komering ilir. Sampel penelitian adalah anggota polisi yang memiliki status gizi obes sentral dan normal. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu 1) laki-laki dewasa 2) bersedia untuk menjadi subjek penelitian. Adapun kriteria eksklusinya adalah mengisi kuisioner tidak lengkap.

Prevalensi obesitas sentral pada anggota kepolisian di Indonesia belum banyak diketahui. Peneliti melakukan pendekatan dengan menggunakan data obesitas sentral Riskesdas (2013) yaitu 26.6%. Penentuan jumlah minimal sampel menggunakan rumus berikut (Lwanga dan Lemeshow 1991).

P = proporsi di populasi (P=26,6%)

P1 = perkiraan proporsi di populasi yang diteliti (P1 = 10%) P-P1 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di

populasi

Berdasarkan rumus, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan sebanyak 46 orang. Untuk menghindari terjadinya drop out, ditambahkan 10% sehingga menjadi 51 sampel.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(19)

badan dan lingkar perut), pola konsumsi pangan (jenis, frekuensi, jumlah konsumsi pangan), aktivitas fisik subjek, tingkat kecukupan gizi dan riwayat obesitas orang tua. Secara singkat, jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1, sedangkan kuisioner disajikan pada Lampiran 3. Kuisioner diadopsi dari kuisioner yang dikembangkan oleh Firdaus (2014).

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Jenis data Cara pengumpulan data

1 Karakteristik subjek Primer

- Usia Wawancara dengan kuisioner

- Jabatan Wawancara dengan kuisioner

- Jenis kelamin Wawancara dengan kuisioner

- Pengetahuan gizi Wawancara dengan kuisioner

- Pendapatan Wawancara dengan kuisioner

- Pendidikan Wawancara dengan kuisioner

- Ukuran keluarga Wawancara dengan kuisioner

- Status perkawinan Wawancara dengan kuisioner

2 Status gizi Primer

- Berat badan Pengukuran dengan timbangan

injak

- Tinggi badan Pengukuran dengan microtoice

- Lingkar perut Pengukuran dengan pita

3 Pola konsumsi pangan Primer

- Jenis pangan FFQ semikuantitatif

- Jumlah pangan FFQ semikuantitatif

- Frekuensi konsumsi FFQ semikuantitatif 4 Kebiasaan merokok Primer

-Jumlah rokok yang dihisap subjek

Wawancara dengan kuisioner

-Lama merokok Wawancara dengan kuisioner

5 Aktivitas fisik -Jenis dan durasi

kegiatan

Primer Kuisioner recall activity 2x24 hours

6 Tingkat kecukupan gizi Primer -Jumlah dan jenis

(20)

Adapun lingkar perut juga diukur langsung menggunakan pita pengukur yang tidak meregang. Pengukuran obesitas sentral dengan menggunakan lingkar perut lebih direkomendasikan daripada rasio pinggang dengan lingkar pinggul. Hal ini menurut Wang et al. (2005), terkait dengan kemampuan untuk memprediksi diabetes tipe 2. Pola konsumsi pangan subjek diketahui dengan menggunakan Food Frequency Questioner (FFQ) semi kuantitatif. Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui kebiasaan merokok dan riwayat obesitas orang tua. Untuk aktivitas fisik, disediakan formulir tersendiri, meliputi : alokasi waktu dan jenis kegiatan selama 2 x 24 jam yaitu hari dinas dan hari libur. Untuk mengukur tingkat kecukupan gizi, jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi menggunakan food recall 2x24 hours.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian disajikan ke dalam bentuk tabel untuk dilakukan analisis deskriptif dan inferensia. Uji Kolmogorov-smirnov digunakan untuk melihat normalitas data hasil penelitian. Uji korelasi spearman dan pearson digunakan untuk melihat hubungan antara usia, pengetahuan gizi, pendapatan, pendidikan, kebiasaan merokok, asupan zat gizi, aktivitas fisik, ukuran keluarga dan status perkawinan dengan obesitas sentral. Uji korelasi juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara riwayat obesitas orang tua dengan obesitas sentral. Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui nilai faktor risiko variabel independen terhadap variabel dependen. Seluruh variabel yang diduga sebagai penyebab obesitas sentral dimasukkan ke dalam uji logistic regression.

Data usia yang diperoleh melalui wawancara diklasifikasikan menjadi dua

yaitu usia <45 tahun dan usia ≥45 tahun. Pengelompokan ini didasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triwiarto et al. (2012), bahwa terjadi peningkatan risiko obesitas setelah berusia 45 tahun. Begitupun dengan data pendidikan terakhir yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu SMA/sederajat dan perguruan tinggi (Dahlianti et al. 2005). Data besar keluarga dan pendapatan subjek didapatkan melalui metode

wawancara, besar keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang),

keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang) (BKKBN 1997). Data pengetahuan gizi diperoleh dengan memberikan sebanyak sepuluh pertanyaan pilihan ganda terkait gizi. Skor maksimal sebesar 100 dimana masing-masing pertanyaan bernilai 10. Subjek dikatakan memiliki pengetahuan gizi baik

apabila dapat menjawab pertanyaan ≥80%. Apabila subjek hanya mampu menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 60-80% maka subjek dikategorikan memiliki pengetahuan gizi cukup. Namun, jika subjek hanya mampu menjawab

pertanyaan dengan benar ≤60% maka subjek dikategorikan memiliki pengetahuan

gizi kurang (Khomsan 2000).

Data status gizi subjek ditentukan dengan menggunakan metode IMT. Variabel yang digunakan berupa berat badan dan tinggi badan. Rumus perhitungannya sebagai berikut.

(21)

Hasil perhitungan IMT dikategorikan berdasarkan rentang tertentu. IMT kurang dari 18.5 disebut kurus, 18.5-24.9 disebut normal, 25-29.9 overweight dan lebih dari 30 dikategorikan ke dalam obes (WHO 2000). Lain halnya dengan cara mengukur obesitas sentral, subjek dikatakan obesitas sentral apabila untuk laki-laki lingkar perut lebih dari 90 cm dan perempuan lebih dari 80 cm (WHO 2000). Data pendapatan subjek per bulan berdasarkan Sekretariat Kabinet Republik Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi Rp. 1-2 juta, Rp. 2-3 juta, Rp. 3-4 juta, Rp. 4-≤ 5 juta, dan Rp. > 5 juta (Setkab RI 2013). Data kebiasaan merokok diperoleh dari hasil jawaban wawancara pada kuisioner. Pengkategorian tipe perokok didasarkan pada jumlah rokok .Menurut Cahyono (2012), jika jumlah rokok yang dihisap per hari

yaitu kategori ringan jika ≤ 10 batang, sedang 11-20 batang, dan berat ≥ 21 batang.

Data konsumsi pangan didapat dengan menggunakan hasil wawancara food recall 2x24 hours dan FFQ. Jenis pangan yang dicatat dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) kemudian dikonversikan ke dalam satuan gram. Jumlah zat gizi masing-masing pangan dihitung dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Rumus yang digunakan sebagai berikut.

� = ��/ × � × /

Keterangan :

KGij = Kandungan gizi i pada pangan j BDD = Berat dapat dimakan

Gij = kandungan zat gizi i pada pangan j dalam DKBM Bj = berat pangan j

Pengukuran tingkat kecukupan gizi (TKG) diperoleh dengan membandingkan jumlah asupan gizi dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang sudah disepakati berdasarkan WNPG 2012. Rumus yang digunakan sebagai berikut.

� � = ℎ � � � � × %

Tingkat kecukupan tersebut kemudian dikategorikan sebagai berikut : 1. Defisit berat : <70% AKG

2. Defisit sedang : 70-79% AKG 3. Defisit ringan : 80-89% AKG 4. Normal : 90-109% AKG 5. Kelebihan : ≥110% AKG

Tingkat aktivitas fisik ditentukan berdasarkan hasil recall activity 2x24 jam yang terdiri dari hari libur dan hari dinas kerja. Variabel aktivitas fisik dinyatakan dalam physical activity level dengan rumus sebagai berikut.

� = ∑� � × 4

Keterangan:

PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik)

PAR = Physical Activity Ratio (Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

(22)

Tabel 2 Cara pengkategorian variabel penelitian

No Variabel Kategori Pengukuran

1 Usia 1.≤45 tahun 4. Pendidikan (Dahlianti et al. 2005) 1. SMA/Sederajat

2. Perguruan Tinggi 10. Aktivitas Fisik (FAO/WHO/UNU

2001)

1. Rendah (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69) 2. Sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99) 3. Tinggi (2.00 ≤ PAL ≤ 2.39)

11. Tingkat kecukupan energi dan protein (Hardinsyah et al. 2002)

1. Defisit Berat (< 70%) 2. Defisit Sedang (70-79%) 3. Defisit Ringan (80-89%) 4. Normal (90-109%)

5. Berlebih (≥ 110%) 12. Tingkat kecukupan lemak

(Hardinsyah dan Tambunan dalam

13. Frekuensi makan sehari 1. 1-2 kali/hari 2. 2-3 kali/hari 16. Kebiasaan konsumsi fast food 1. Ya

(23)

Defenisi Operasional

Subjek adalah pria dewasa yang memiliki pekerjaan sebagai polisi dan memenuhi kriteria inklusi

Obesitas sentral adalah kondisi distribusi lemak tidak normal dimana ukuran perut laki-laki >90 cm dan perempuan >80 cm.

Karateristik subjek adalah sifat, ciri, atau hal-hal yang melekat pada subjek yang meliputi, berat badan, tinggi badan, lingkar perut, usia, jenis kelamin, pendapatan, pengeluaran, pendidikan, pengetahuan gizi dan ukuran keluarga.

Berat badan adalah nilai yang didapat dari hasil penimbangan berat tubuh dalam satuan kilogram.

Tinggi badan adalah ukuran panjang badan yang diukur dengan menggunakan microtoice dalam satuan cm.

Lingkar perut adalah ukurang keliling perut yang diukur dengan menggunakan pita ukur dalam satuan cm.

Usia adalah lama hidup subjek terhitung sejak hari pertama dilahirkan.

Pendidikan adalah kegiatan edukasi formal yang pernah didapatkan oleh subjek.

Pendapatan adalah jumlah uang yang didapat subjek baik digunakan untuk konsumsi harian atau ditabung

Pengetahuan gizi adalah tingkat kognitif subjek terkait gizi.

Ukuran keluarga adalah besaranya keluarga yang dihitung berdasarkan jumlah anggota keluarga.

Status perkawinan adalah status yang menunjukan bahwa subjek telah resmi menikah atau belum.

Pola konsumsi pangan adalah kebiasaan konsumsi pangan subjek yang meliputi jumlah dan jenis pangan.

Jumlah pangan adalah ukuran berat pangan yang dikonsumsi oleh subjek.

Jenis pangan adalah macam pangan yang dikonsumsi oleh subjek.

Frekuensi konsumsi adalah tingkat keseringan konsumsi suatu pangan oleh subjek baik dalam minggu, bulan maupun tahun.

Kebiasaan merokok adalahpola jumlah rokok yang dihisap setiap harinya.

Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari yang diketahui melalui recall activity 2x24 hours meliputi jenis dan durasi kegiatan.

Jenis kegiatan adalah macam-macam kegiatan yang dilakukan oleh subjek.

Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan antara jumlah zat gizi yang diasup dengan angka kecukupan.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Polres Resort Ogan Komering Ilir

Kepolisian Resort Ogan Komering Ilir (OKI) terletak di Jalan Letnan Muchtar Saleh No. 120, Kota Kayuagung. Kantor Polres OKI berada di wilayah administratif Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Polres OKI diresmikan pada tanggal 18 Desember 1981 dan saat ini telah membawahi beberapa sektor yaitu Polisi sektor Kayuagung, Pedamaran, Mesuji, Tanjung Lubuk, Tulung Selapan, Pampangan, SP. Padang, Lempuing, Air Sugihan, Cengal dan Jejawi. Polsek tersebut tersebar di seluruh wilayah kecamatan Kabupaten OKI dan dibantu oleh beberapa sub sektor di bawahnya.

Jumlah personel Polres Ogan Komering Ilir berdasrkan Laporan Bulanan Kekuatan Personel pada bulan September 2014 sebanyak 618 personel. Personel-personel tersebut tersebar dari berbagai pangkat yaitu AKBP, KOMPOL, AKP, IPTU, IPDA, AIPTU, AIPDA, BRIPKA, BRIGADIR, BRIPTU dan BRIPDA. Personel terbanyak berasal dari pangkat BRIGADIR dengan jumlah personel sebanyak 272 dan personel paling sedikit berasal dari pangkat AKBP yaitu sebanyak satu personel. Tabel 3 berikut menyajikan sebaran personel Kabupaten OKI berdasarkan pangkat sebagai anggota Polri.

Tabel 3 Sebaran subjek berdasarkan pangkat

Pangkat n

AKBP 1

KOMPOL 4

AKP 14

IPTU 8

IPDA 34

AIPTU 79

AIPDA 16

BRIPKA 130

BRIGADIR 272

BRIPTU 91

BRIPDA 30

Total 618

Sumber : Laporan Kekuatan Personel Polres OKI Bulan September 2014

(25)

Karakteristik Subjek

Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan terakhir, pangkat pekerjaan, divisi, status perkawinan, ukuran keluarga, pengetahuan gizi, pendapatan, lingkar perut dan status gizi. Tabel di bawah ini menyajikan beberapa data terkait karakteristik subjek yang diteliti.

Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan usia, pendidikan terakhir, status perkawinan dan ukuran keluarga

Usia merupakan faktor yang tidak dapat diubah terhadap kejadian obesitas. Rata-rata usia subjek 32.6 ± 10.2 tahun dengan rentang 18-58 tahun. Subjek dengan usia termuda merupakan anggota polisi yang baru saja menyelesaikan sekolah kepolisian sedangkan subjek dengan usia tertua merupkan anggota polisi yang akan

memasuki masa purna tugas. Sebagian besar subjek (84%) berusia ≤45 tahun

selebihnya subjek berusia >45 tahun (Tabel 4). Berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov, diperoleh nilai signifikansi p=0.354 atau p>0.05 yang menunjukkan bahwa data tersebar normal.

(26)

namun tidak pada perempuan. Selaras dengan Riskesdas (2013) bahwa prevalensi obesitas semakin meningkat dengan semakin bertambahnya usia. Meningkatnya prevalensi obesitas sentral pada usia tua menurut Kantachuvessiri et al. (2005) diduga karena lambatnya metabolisme, kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. Selain itu, orang tua biasanya tidak begitu memperhatikan ukuran tubuhnya.

Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan subjek dibedakan menjadi dua kelompok yaitu sekolah menengah atas (SMA)/sederajat dan perguruan tinggi (PT)/sederajat (Dahlianti et al. 2005). Pemilihan kategori ini didasarkan pada syarat minimal untuk menjadi anggota polisi yaitu lulusan SMA/sederajat. Sebanyak 62% pendidikan terakhir subjek merupakan lulusan SMA/sederajat, selebihnya merupakan lulusan perguruan tinggi (Tabel 4). Subjek dengan pendidikan akhir SMA merupakan anggota polisi lulusan Sekolah Polisi Negara (SPN) sedangkan subjek dengan pendidikan akhir PT/sederajat merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) atau yang melanjutkan pendidikan umum ke perguruan tinggi. Berdasrkan uji Kolmogorov-smirnov, didapatkan nilai signifikansi p=0.001 atau p<0.05 yang menunjukkan bahwa data pendidikan terakhir tersebar tidak normal.

Pendidikan formal dan non-formal akan berpengaruh pada sikap dan perilaku masyarakat terhadap gizi dan kesehatan. Pengaruhnya dapat dalam hal konsumsi maupun produksi (Rifai dan Gulat 2003). Kesalahan dalam memilih pangan untuk pemenuhan kebutuhan gizi menjadi manifestasi dari rendahnya pengetahuan terkait kesehatan dan manfaat makanan bergizi (Uliyah dan Hidayat 2008). Selain itu pendidikan juga akan menentukan status sosial ekonomi, status ekonomi yang rendah dapat meningkatkan depresi dan berpengaruh terhadap kejadian obesitas. Namun penelitian terakhir yang dilakukan oleh Sugianti (2009) terkait risiko obesitas di beberapa daerah di Indonesia, bahwa salah satu faktor risiko obesitas sentral adalah tingginya pendidikan. Tingkat obesitas tertinggi justru berada pada responden dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi.

Status Perkawinan

Sebagian besar subjek (72%) berstatus sudah kawin sedangkan selebihnya belum kawin (Tabel 4). Rata-rata usia subjek yang sudah kawin yaitu 38 ± 9.2 tahun dengan subjek termuda dan sudah kawin yaitu 26 tahun. Rata-rata usia subjek yang belum kawin yaitu 22 ± 3.9 tahun. Berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov, didapatkan nilai signifikansi p=0.001 atau p<0.05 yang menunjukkan bahwa data status perkawinan tersebar tidak normal.

(27)

Ukuran Keluarga

Ukuran keluraga subjek dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤4),

sedang (5-6) dan besar (≥7). Sebagian besar subjek memiliki ukuran keluarga kecil yaitu sebesar 82% dan selebihnya memiliki ukuran keluarga sedang (Tabel 4). Kisaran ukuran keluarga subjek antara kecil hingga sedang. Tidak terdapat subjek yang memiliki ukuran keluarga dengan kategori besar (≥7). Data ukuran keluarga tersebar tidak normal berdasrkan uji Kolmogorov-smirnov dengan nilai signifikansi p=0.001 atau p<0.05.

Penelitian yang dilakukan oleh Sugianti (2009) menemukan bahwa ukuran keluarga merupakan salah satu faktor risiko obesitas sentral di DKI Jakarta dan Gorontalo. Prevalensi tertinggi berada pada keluarga dengan ukuran keluarga 1-2 orang. Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi distribusi pangan yang akan diterima oleh masing-masing individu. Terlalu banyaknya individu dalam sebuah keluarga selain dapat mengurangi distribusi pangan dapat juga mengurangi kenyamanan dalam hidup berkeluarga (Adiningrum 2008). Namun penelitian yang dilakukan oleh Kantachuvessiri et al. (2005) menemukan bahwa besar keluarga tidak berhubungan dengan obesitas sentral di Thailand.

Divisi Kerja

Pelaksanaan tugas kepolisian dilakukan melalui pembagian divisi-divisi yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tabel 5 berikut menyajikan secara lengkap sebaran subjek berdasarkan divisi kerja.

Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan divisi kerja

Divisi n %

Reskrim 2 4

Sumda 12 24

Sabhara 9 18

Sium 1 2

Perencanaan 2 4

Polsek Pedamaran 1 2

Polsek Lempuing 1 2

Polsek Kayuagung 1 2

Si Was 1 2

Sikeu 1 2

Propam 5 10

ADC 2 4

Intelkam 2 4

Tahti 1 2

Binmas 5 10

Oprasional 3 6

Si Was 1 2

(28)

Subjek penelitian berasal dari tujuh belas divisi. Divisi dengan jumlah subjek terbanyak yaitu divisi Sumda sebanyak 24%. Divisi Sumda atau sumber daya manusia memiliki peranan penting dalam hal pendataan SDM, administrasi personel, pembinaan karier dan peningkatan personel Polri termasuk juga mutasi anggota. Subjek penelitian juga berasal dari unsur pelaksana tugas kewilayahan yang berasal dari Polsek Pedamaran, Polsek Kayuagung dan Polsek Lempuing.

Pangkat

Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan seseorang pegawai negeri sipil (PNS) berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dandigunakan sebagai dasar penggajian (PP No 12 tahun 2002). Pangkat pegawai negeri bermacam-macam tergantung pada profesi kerja masing-masing. Untuk kepolisian, pangkat paling bawah adalah Barada sedangkan paling tinggi yaitu Jenderal. Sebagian besar subjek penelitian memiliki pangkat Brigpol, Bripda dan Bripka, masing-masing sebanyak 26%, 22% dan 22%. Berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov didapatkan nilai signifikansi p= 0.016 atau p<0.05 yang menunjukkan bahwa data pangkat tersebar tidak normal. Tabel 6 berikut menyajikan sebaran subjek berdasarkan pangkat.

Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan pangkat

Pangkat n %

Bripda 11 22

Briptu 6 12

Brigpol 13 26

Bripka 11 22

Aiptu 4 8

Ipda 2 4

AKP 2 4

Kompol 1 2

Total 50 100

Pendapatan

Pendapatan merupakan salah satu faktor penentu konsumsi pangan keluarga. Pendapatan tersebut diukur dari pendapatan kepala keluarga dan pendapatan anggota keluarga lainnya baik dari pekerjaan pokok maupun dari pekerjaan sampingan. Tingkat pendapatan akan menggambarkan jumlah uang yang tersedia dalam suatu keluarga sehingga daya beli keluarga dapat menjadi indikator tingkat daya beli. Uang yang tersedia tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik untuk pangan maupun non pangan sehingga membentuk pola pengeluaran pangan dan non pangan keluarga (Rifai dan Gulat 2003).

(29)

dan terendah Rp 500 000. Melalui uji Kolmogorov-smirnov dimana nilai signifikansi p=0.131 atau p>0.05, diketahui bahwa data pendapatan tersebar normal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sugianti (2009), kebanyakan orang dengan obesitas sentral memiliki pendapatan pada kuantil 5 atau penduduk terkaya. Hal ini juga didukung oleh Mendez et al. (2004) yang menyebutkan bahwa pendapatan yang lebih tinggi mememiliki hubungan yang lebih kuat terhadap kejadian obesitas sentral pada laki-laki dewasa di Jamaika. Lebih lanjut penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa laki-laki dengan pendapatan tinggi memiliki lima hingga tujuh kali lebih besar terhadap kelebihan lemak dibandingkan dengan laki-laki dengan penghasilan rendah. Tabel 7 di bawah ini menyajikan data sebaran subjek berdasarkan pendapatan.

Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan

Kelompok (Setkab 2013) n %

1-2 juta 0 0

2-3 juta 3 6

3-4 juta 16 32

4-5 juta 10 20

>5 juta 21 42

Total 50 100

Pengetahuan Gizi

Sebanyak sepuluh soal diberikan kepada subjek dimana soal tersebut berisi tentang pengetahuan gizi secara umum dan pengetahuan tentang obesitas sentral. Masing-masing soal bernilai sepuluh sehingga total nilai seratus. Skor pengetahuan gizi selanjutnya dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah (<60%) sedang (60-80%) dan tinggi (>80%). Rata-rata skor pengetahuan gizi subjek yaitu 51 ±14.6% dengan rentang 20-80%. Tidak ada subjek yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih dari 80%. Sebagian besar subjek (54%) memiliki pengetahuan gizi rendah dan selebihnya memiliki pengetahuan gizi sedang. Rendahnya pengetahuan gizi subjek dapat diakibatkan kurang terpaparnya subjek terhadap pendidikan gizi. Subjek masih menganggap bahwa susu merupakan hal yang wajib untuk dikonsumsi setiap hari. Selin itu, subjek juga belum memahami cara untuk menurunkan risiko terkena obesitas sentral dan belum mampu membedakan jenis pangan yang dibolehkan dan tidak bagi penderita obesitas sentral. Berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-smirnov, data pengetahuan gizi tersebar normal dengan nilai signifikansi p=0.052 atau p>0.05.

(30)

pengetahuan gizi tinggi. Tabel 8 di bawah ini menyajikan data tentang sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi.

Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi

Pengetahuan Gizi n %

Rendah 27 54

Sedang 23 46

Tinggi 0 0

Total 50 100

Indeks Massa Tubuh

Pengukuran lemak tubuh secara akurat sulit dilakukan karena memerlukan teknologi canggih yang saat ini masih belum tersedia. Hal ini yang membuat pengukuran menggunakan IMT lebih banyak digunakan. IMT dihitung dengan membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m). Indeks tersebut memiliki hubungan dengan persentase lemak tubuh pada usia muda dan dewasa (Villareal et al. 2005). Obesitas umum merupakan kondisi kelebihan berat badan yang biasanya ditentukan menggunakan IMT.

Sebagian besar subjek memiliki status gizi lebih dimana sebanyak 30% mengalami overweight dan 26% mengalami obesitas. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2014) bahwa sebanyak 52.9% polisi di Kota Bogor mengalami gizi lebih. Berdasarkan Riskesdas (2013) prevalensi gizi lebih di Indonesia telah mencapai 26.3% meningkat dari hasil Riskesdas (2010) dimana prevalensi gizi lebih baru mencapai 21.3%. Berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov, didaptkan nilai signifikansi p=0.546 atau p>0.05 yang menunjukkan data IMT tersebar normal. Tabel 9 di bawah ini menyajikan sebaran subjek berdasarkan kategori status gizi yang ditentukan mengggunakan indeks massa tubuh (IMT)

Tabel 9 Sebaran subjek berdasarakn kategori IMT

Status gizi n %

Kurus 1 2

Normal 21 42

Overweight 15 30

Obesitas 13 26

Total 50 100

(31)

Lingkar Perut

WHO (2000) membagi obesitas menjadi dua jenis. Pembagian tersebut berdasarkan distribusi lemak, yakni obesitas umum (general obesity) dan obesitas sentral (central obesity). Obesitas sentral ditentukan berdasarkan besarnya penumpukan lemak di bagian abdominal (abdominal obesity). Apabila lingkar perut lebih dari 90 cm maka dapat dikategorikan ke dalam obesitas sentral. Sebagian besar lemak yang menumpuk di bagian perut merupakan jenis lemak visceral.

Lemak visceral merupakan komponen lemak tubuh penting sebagai faktor risiko sindrom metabolik. Jaringan lemak visceral memiliki sel per unit massa lebih banyak, aliran darah lebih tinggi, reseptor kortisol, testosteron dan ketakolamin lebih banyak dibandingkan dengan lemak subkutan. Tingginya lemak visceral memicu jaringan adiposa menghasilkan hormon dalam jumlah yang tidak normal. Hormon insulin akan dihasilkan lebih banyak karena terjadi resistensi insulin. Selain itu, akumulasi lemak visceral juga mengakibatkan tingginya level testosteron, kortisol, dan rendahnya hormon pertumbuhan (WHO 2000).

Pengukuran obesitas sentral telah distandarisasi oleh WHO pada tahun 1995. Menurut WHO (1995) subjek berdiri tegak dengan jarak antar kaki 25-30 cm. Berat badan terdistribusi secara merata. Bagian yang diukur merupakan titik pertengahan antara inferior rusuk terakhir dengan puncak ileum. Setelah posisi tersebut didapat, lingkarkan pita secara horizontal mengelilingi perut dan tidak menekan bagain jaringan tubuh. Pita yang digunakan tidak meregang dan memiliki ketelitian 0,1 cm.

Rata-rata lingkar perut subjek yaitu 90,76 ± 11,29 cm dengan rentang 68-114 cm. Sebanyak 48% subjek mengalami obesitas sentral. Angka tersebut sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah subjek yang memiliki lingkar perut normal sebesar 52% (Tabel 10). Data lingkar perut tersebar normal berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov (p=0.818 atau p>0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi obesitas sentral di Kepolisian Resort OKI tergolong tinggi. Berdasarkan Riskesdas (2013) penderita obesitas sentral di Indonesia terus meningkat. Saat ini sebanyak 26.6% orang dewasa di Indonesia mengalami obesitas sentral. Tingginya prevalensi obesitas sentral juga didapatkan oleh Istiqamah et al. (2013) yang melakukan penelitian di Makassar bahwa jumlah penderita obesitas sentral pada usia 31-40 tahun mencapai 36.9%.

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan tingkat obesitas sentral

Lingkar perut n %

Obesitas sentral (LP>90 cm) 24 48

Normal (LP≤90 cm) 26 52

Total 50 100

(32)

dan dislipidemia. Gangguan tersebut dipicu oleh tingginya kadar lemak visceral yang menumpuk di bagian abdomen tubuh (WHO 2000).

Hubungan obesitas sentral dengan kardiometabolik belum diketahui secara pasti. Menurut Klein et al. (2007) ada dua hipotesis yang dapat ditegakkan. Pertama, rendahnya kemampuan jaringan lemak subkutan dalam menyimpan kelebihan energi mengakibatkan terjadinya disfungsi organ. Kedua, terjadinya lipolisis jaringan adiposa yang melepaskan asam lemak bebas. Tingginya asam lemak bebas dalam darah dapat menginduksi terjainya resitensi insulin. Semakin tinggi laju lipolisis akibat substrat jaringan lemak yang tinggi, risiko resistensi insulin semakin besar. Ketiga, predisposisi gen yang secara bebas menyebabkan terjadinya penyakit kardiometabolik. Orang dengan BMI normal ada kemungkinan mengalami obesitas sentral. Hal ini telah ditemukan oleh McKeigue (1991), bahwa obesitas sentral orang Asia Selatan sangat tinggi namun secara BMI tergolong rendah.

Kebiasaan Merokok

Rata-rata usia awal merokok subjek yaitu17.6 ± 4.6 tahun dengan rentang 10-30 tahun. Sebanyak 76% subjek pernah merokok sedangkan selebihnya tidak pernah merokok. Dari sebanyak 76% yang pernah merokok hanya 71% di antaranya yang berlanjut menjadi kebiasaan. Rata-rata usia merokok menjadi kebiasaan yaitu 18.6 tahun. Secara keseluruhan, sebagaian besar subjek (51%) yang memiliki kebiasaan merokok hanya menghisap kurang dari 10 batang per hari Sebanyak 24% subjek saat ini telah memilih berhenti untuk merokok (Tabel 11). Sebagian besar alasan berhenti merokok yaitu kesehatan dan ekonomi. Data kebiasaan merokok tersebar tidak normal berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-smirnov (p=0.001 atau p<0.05).

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok

Riwayat merokok n %

Pernah merokok 38 76

Tidak pernah 12 24

Total 50 100

Kebiasaan merokok 27 71

Tidak 11 29

Total 38 100

Jumlah yang dihisap

<10 batang 14 52

11-20 batang 9 33

>21 batang 4 15

Total 27 100

(33)

umum. Erem et al. (2004) menemukan hubungan negatif merokok dengan obesitas sentral. Mantan perokok berhubungan positif dengan obesitas sentral (Erem et al. 2004; Janghorbani et al. 2007). Kebiasaan merokok menurunkan 0,68 cm lingkar perut, sedangkan mantan perokok berhubungan dengan peningkatan 1,98 cm lingkar perut (Koh-Banerjee et al. 2003). Mekanisme biologi antara merokok dengan pola distribusi lemak tidak jelas. Meskipun perokok memiliki nilai rata-rata IMT yang lebih rendah daripada bukan perokok, perokok memiliki profil distribusi lemak yang mencerminkan konsekuensi metabolik merokok dengan lebih tingginya lemak pusat (Canoy et al. 2005).

Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan atau food habbit merupakan cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan yg dikonsumsinya yg dipengaruhi oleh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Penganekaragaman konsumsi pangan meliputi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi akan ikut menentukan kualitas sumber daya manusia melalui status gizi (Barasi 2003).

Kebiasaaan Makan

Frekuensi makan subjek dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu 1-2 kali dan 2-3 kali. Kebiasaan makan yang diteliti juga meliputi kebiasaan makanan manis, makanan jeroan/lemak dan fast food. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 58% subjek makan lengkap 2-3 kali per hari sedangkan sisanya hanya 1-2 kali per hari. Subjek yang biasa mengonsumsi makanan 1-2 kali per hari biasanya tidak sarapan. Hal ini dikarenankan subjek harus sudah mengikuti apel pagi pada pukul 07.00 WIB sehingga waktu untuk sarapan menjadi terbatas. Sebagian besar subjek (64%) memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan manis. Makanan yang biasa dikonsumsi yaitu gula (6 kali/minggu), teh manis (3 kali/minggu) dan susu kental manis (3 kali/minggu). Sebanyak 46% subjek memiliki kebiasaan makan jeroan/berlemak, sedikit lebih rendah dari yang tidak yaitu sebanyak 54%. Makanan berlemak yang sering dikonsumsi yaitu jenis gorengan dengan rata-rata konsumsi 2 kali/minggu. Makanan berlemak lain yang juga sering dikonsumsi yaitu mentega, kerang-kerangan, soto ayam, bakso dan santan.

(34)

mental yang lebih rendah. Tabel 12 berikut menyajikan data tentang sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan.

Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan makan Obesitas Sentral Normal Total

p-value

Kebiasaan makan makanan manis 0.381

Ya 15 63 17 65 32 64

Kebiasaan makan cepat saji 0.134

Ya 8 33 10 38 18 36

Tidak 16 67 16 62 32 64

Total 24 100 26 100 50 100

Hampir semua subjek baik dengan obesitas sentral maupun normal memiliki kebiasaan yang hampir sama terhadap kebiasaan makan makanan manis. Sebagian besar subjek memiliki kebiasaan megonsumsi teh manis dan susu kental manis di pagi hari. Review yang dilakukan oleh Drewnowski (2007) menunjukkan adanya fenomena urbanisasi pada negara berkembang kuat hubungannya dengan peningkatan konsumsi makanan manis. Konsumsi makanan manis dapat meningkatkan lemak tubuh akibat tingginya densitas energi dan efek rasa lezat makanan manis dan efek lemahnya rasa kenyang.

Subjek dengan obesitas sentral memiliki kebiasaan lebih tinggi dalam mengonsumsi makanan jeroan/berlemak dibandingkan dengan subjek normal. Sebanyak 58% orang dengan obesitas sentral memiliki kebiasaan makan makanan jeroan sedangkan subjek normal hanya sebanyak 35%. Penelitian yang dilakukan oleh Guallar-Castillon et al. (2007) terhadap 33542 orang Spanyol berumur 29-69 tahun menunjukkan bahwa makanan yang digoreng berhubungan positif dengan obesitas umum dan obesitas sentral karena dapat menghasilkan asupan energi yang tinggi. Drapeau et al. (2004) juga menyatakan bahwa makanan berlemak dapat meningkatkan lingkar perut dan berat tubuh.

(35)

dan Filipina, pola konsumsi pangan ditentukan oleh akses terhadap pangan dan daya beli. Selain itu juga dijelaskan bahwa, makanan cepat saji hanya dimakan sebagai makanan rekreasi sehingga pengaruhnya sangat rendah terhadap nutrition trantition. Namun menurut St-Onge et al. (2003) memang tidak ada pengaruh konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian obesitas apabila desain yang digunakan adalah cross-sectional study. Konsumsi fast-food akan terlihat pengaruhnya terhadap obesitas apabila desain penelitian dilakukan secara longitudinal. Penambahan satu porsi makanan cepat saji per minggu dapat menambah asupan energi 56 kkal/hari atau menambah berat badan sebesar 0.72 kg.

Frekuensi Konsumsi Makanan Berisiko

Terdapat tiga jenis makanan berisiko yang ditanyakan kepada subjek. Makanan tersebut terdiri atas makanan manis, makanan berlemak dan jeroan. Menurut Barkeling et al. (2002) tingginya asupan energi dari makanan manis memiliki hubungan yang kuat terhadap kejadian obesitas dan kanker. Menurut Guallar-Castillon et al. (2007) makanan yang berlemak juga memiliki hubungan yang erat dengan kejadian obesitas baik general obesity mapun central obesity. Makanan-makanan tersebut memiliki densitas energi tinggi dan mempengaruhi mekanisme tubuh dalam menghantarkan sinyal rasa kenyang.

Tabel 13 Frekuensi konsumsi makanan berisiko

Frekuensi makan (kali/minggu) Obes sentral Normal Total Makanan manis

(36)

obesitas sentral memiliki frekuensi yang lebih sering dibandingkan dengan subjek normal. Jenis makanan berlemak yang dikonsumsi juga lebih banyak seperti mentega, gajih, kerang-kerangan, soto ayam dan soto daging. Konsumsi jeroan pada kedua kelompok subjek relatif jarang. Jeroan yang paling sering dikonsumsi yaitu hati sebanyak 1 kali/minggu. Mayoritas subjek jarang mengonsumsi jeroan hal ini diduga disebabkan oleh faktor budaya. Bagi masyarakat setempat, jeroan jarang diolah untuk menjadi makanan karena dianggap kotor dan biasanya langsung dibuang.

Tingkat Kecukupan Gizi

Tingkat Kecukupan Energi

Energi dapat dihasilkan dari tiga jenis zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein dan lemak. Kelebihan asupan energi dapat menyebabkan obesitas (WHO 2000). Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata tingkat kecukupan energi subjek sebesar 88.3 ±12.4% dengan rentang 55.9-113.6% (Tabel 14). Data tingkat kecukupan energi tersebar normal berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov dengan nilai signifikansi p = 0.993 atau p > 0.05.

Tabel 14 Tingkat kecukupan energi TKE

Terdapat perbedaan antara kecukupan energi subjek obesitas sentral dan subjek normal. Hal tersebut berdasarakan uji beda T-Test dengan nilai signifikansi p = 0.001 atau p < 0.05 (Lampiran 2). Rata-rata tingkat kecukupan energi subjek obesitas sentral sebesar 92.0 ± 12.7% dengan rentang 63.7-113.7% sedangkan subjek normal sebesar 85.0 ± 11.3% dengan rentang 55.9-103.5. Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa subjek dengan obesitas sentral cenderung memiliki tingkat kecukupan energi lebih tinggi dibandingkan dengan subjek normal. Mustamin (2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi asupan energi risiko untuk terkenan obesitas sentral semakin tinggi. Hal ini juga didukung oleh Guallar-Castillo´n et al. (2007) bahwa makan makanan dengan densitas energi tinggi dapat memicu terjadinya obesitas baik general obesity maupun central obesity akibat semakin tingginya asupan energi.

(37)

Pada penelitian ini asupan energi mempengaruhi status obesitas. Artinya asupan energi yang sesuai dengan kebutuhan jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik maka tetap akan menjadi penumpukan lemak pada jaringan tubuh. Tabel 15 di bawah ini menunjukkan sebaran subjek berdasarkan kategori kecukupan energi.

Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan kategori kecukupan energi

Kategori n % amino, yang terikat satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein menyusun organ-organ penting tubuh seperti otot, tulang, kulit dan organ-organ penting lainnya. Protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh, enzim, hormon, asam nukleat dan pada kondisi khusus bertindak sebagi sumber energi (Almatsier 2009). Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata tingkat kecukupan protein subjek sebesar 86.2 ± 17.4% dengan rentang 146.4-48.7% (Tabel 16). Berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-smirnov, data tingkat kecukupan protein tersebar normal dengan nilai signifikansi p = 0.670 atau p > 0.05. Tabel 16 di bawah ini menyajikan tingkat kecukupan protein subjek.

Tabel 16 Tingkat kecukupan protein TKP

(38)

Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan kategori kecukupan protei

Sebagian besar tingkat kecukupan protein (TKP) subjek dalam kategori cukup (42%). Protein merupakan jenis zat gizi yang berfungsi untuk membangun jaringan tubuh. Kekurangan protein dapat menyebabkan terjadinya penurunan massa otot. Namun jika terjadi kelebihan, protein akan mengalami deaminase untuk membentuk lemak. Nitrogen akan dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak untuk disimpan sebagai lemak. Dengan demikian, asupan protein yang berlebih dapat memicu kegemukan (Almatsier 2009).

Tingkat Kecukupan Lemak

Lemak merupakan zat gizi makro yang larut dalam senyawa non polar. Lemak berfungsi sebagai sumber energi cadangan, penghemat protein, dan memberikan rasa kenyang serta kelezatan pada makanan. Tingginya asupan lemak mengakibatkan tubuh meyimpan lemak lebih banyak sehingga risiko kegemukan menjadi lebih tinggi (Almatsier 2009). Data hasil penelitian menunjukkan rata-rata kecukupan subjek yaitu 21.8 ± 5.3 % dari total energi dengan rentang 11.4-32.8 % total energi. Sebagian besar subjek memiliki tingkat kecukupan lemak dalam kategori cukup (92%). Berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-smirnov, data tingkat kecukupan lemak tersebar normal dengan nilai signifikansi p = 0.982 atau p > 0.05. Tabel 18 di bawah ini menyajikan data terkait tingkat kecukupan lemak subjek.

Tabel 18 Tingkat kecukupan lemak % konstribusi energi

p-value Subjek obes sentral Subjek normal Total

(39)

lingkar perut dan indeks massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola makan tinggi sayur dan buah, rendah lemak serta tinggi karbohidrat kompleks.

Tabel 19 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat kecukupan lemak

Kategori n %

Cukup 46 92

Lebih 4 8

Total 50 100

Menurut Guallar-Castillon et al. (2007) terhadap 33 542 orang Spanyol berumur 29-69 tahun menunjukkan bahwa makanan yang digoreng berhubungan positif dengan obesitas umum dan obesitas sentral karena dapat menghasilkan asupan energi yang tinggi akibat tingginya kandungan lemak. Drapeau et al. (2004) juga menyatakan bahwa makanan berlemak dapat meningkatkan lingkar perut dan berat tubuh. Modifikasi diet dengan mengurangi asupan makanan berlemak dapat menurunkan lingkar perut dan berat badan pada jangka waktu tertentu.

Tingkat Kecukupan serat

Serat merupakan polisakarida yang sering menyusun dinding sel. Ada dua golongan serat yaitu serat larut air dan serat tidak larut air. Serat memiliki fungsi untuk meningkatkan massa feses, menurunkan kadar kolesterol darah dan memberikan rasa kenyang yang lebih lama pada perut. Anjuran asupan serat yaitu 20-30 g per hari (Almatsier 2009). Berdasarkan hasil penelitian, asupan serat semua subjek dalam kategori kurang dengan rata-rata 9.8 ± 2.9 g dengan rentang 5.3-18.2 g. Data asupan serat subjek tersebar normal berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-smirnov dengan nilai signifikansi p = 0.283 atau p > 0.05. Tabel berikut membandingkan asupan serat subjek dengan obesitas sentral dan subjek normal.

(40)

mengonsumsi buah lebih tinggi dapat menurunkan 25% risiko obesitas dibandingkan yang lebih rendah (OR=0.75) (Drapeau et al. 2004).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah kebiasan sehari-hari yang meliputi jenis dan durasi waktu dalama melakukan aktivitas fisik dalam sehari (Firdaus 2014). Tingkat aktivitas fisik (physical activity level) diukur dengan menggunakan kuisioner untuk mencatat setiap kegiatan. Rata-rata physical activity level (PAL) subjek yaitu 1.6 ± 0.13 dengan rentang 1.3-1.9. Sebagian besar subjek (70%) memiliki tingkat aktivitas fisik kategori ringan. Data PAL tersebar normal berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-smirnov dengan nilai signifikansi p = 0.944 atau p > 0.05. Tabel di bawah ini menyajikan data terkait tingkat aktivitas fisik subjek yang diperoleh melalui recall activity 2 x 24 jam.

Tabel 21 Tingkat aktivitas fisik subjek PAL

Terdapat perbedaan yang signifikan antar PAL subjek dengan obesitas sentral dan subjek normal. Hal ini didasarkan pada uji beda T-Test dengan nilai signifikansi p = 0.001 atau p < 0.05. Berdasarkan tabel 21, PAL subjek dengan obesitas sentral lebih rendah dibandingkan dengan subjek normal. Rata-rata PAL subjek obesitas sentral yaitu 1.57 ± 0.09 dengan rentang 1.37-1.71 sedangkan subjek normal yaitu 1.66 ± 0.15 dengan rentang 1.34-1.94. Mustelin et al. (2009) menemukan bahwa terdapat hubungan kuat antara aktivitas fisik dan lingkar perut. Aktivitas fisik secara nyata memodifikasi efek dari faktor genetik seseorang. Peningkatan aktivitas fisik lebih berhubungan secara nyata dengan lingkar perut daripada IMT. Menurut Koh-Banerjee et al. (2003), aktivitas fisik berat lebih dari 0.5 jam/hari menurunkan 0.91 cm lingkar perut. Aktivitas fisik menurunkan obesitas sentral melalui penggunaan lemak dari daerah perut, sebagai hasil redistribusi jaringan adiposa. Tabel 22 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik.

Tabel 22 Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik

(41)

Rendahnya aktitas subjek selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2014) bahwa sebagian besar aktivitas fisik polisi di Kota Bogor termasuk ke dalam kategori ringan. Rendahnya aktivitas fisik berhubungan positif dengan obesitas pada perempuan tetapi tidak pada laki-laki (Janghorbani et al. 2007). Aktivitas fisik dapat berpengaruh terhadap perubahan jaringan lemak pusat, bahkan pada anak-anak (Barbeau et al. 2007).

Riwayat Berat Badan

Riwayat Berat Badan Subjek

Rata-rata berat badan subjek saat tahun pertama menjadi anggota kepolisian sebesar 57.7 ± 6.1 kg dengan rentang 47-78 kg. Subjek mulai merasa mengalami peningkatan berat badan dan kemudian tidak turun kembali pada tahun keempat sebagai anggota kepolisian. Peningkatan berat badan pada tahun tersebut dapat diakibatkan mulai menurunnya aktivitas fisik. Setiap empat tahun sekali terjadi kenaikan pangkat dalam anggota kepolisan. Kenaikan tersebut biasanya menempatkan anggota polisi menjadi staf dimana aktivitas subjek menjadi lebih dominan duduk. Hal ini didukung dengan penelitan yang dilakukan oleh Boyce et al. (2008) bahwa terjadi peningkatan massa tubuh yang signifikan (p ≤ 0.001) pada staf polisi Hawai di Amerika Serikat selama menjadi anggota kepolisian. Penelitian ini juga mendapatkan bahwa kenaikana massa tubuh polisi di Hawai sebesar 1.8 kg per tahun. Peningkatan massa tubuh tersebut juga diikuti dengan kenaikan persentase lemak dan penurunana persentase lean mass dalam tubuh.

Riwayat Berat Badan Orang Tua Subjek Obes Sentral

Menurut Zainun (2002) orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak yang gemuk pula. Faktor genetik turut menentukan jumlah sel lemak yang secara otomatis akan diturunkan kepada bayi selama dalam kandungan. Tidak heran bila bayi yang lahir memiliki jumlah sel yang relatif sama besar. Sebanyak 45% orang tua subjek yang mengalami obesitas sentral juga mengalami kegemukan (Tabel 23). Menurut Garn et al. (1989) individu obes dengan rentang usai 20-49 tahun memiliki ayah obes sebesar 42.8% dan ibu obes sebesar 60.8%. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa individu yang memiliki orang tua obes risiko terkana obes 1.5 kali lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Pramudita (2011) pada kelompok anak obes sebagian besar orang tuanya mengalami overweight (45%). Berdasarkan hasil penelitian, data riwayat obesitas orang tua tersebar tidak normal berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov dengan nilai signifikansi p = 0.001 atau p < 0.05.

Tabel 23 Sebaran subjek obesitas sentral berdasarkan riwayat obesitas orang tua

Obesitas pada orang tua n %

Orang tua pernah gemuk 11 46

Orang tua tidak gemuk 13 54

(42)

Hubungan Karakteristik Subjek, Kebiasaan Merokok, Pola Konsumsi Pangan, Tingkat Kecukupan Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Lingkar Perut

Hubungan Usia dengan Lingkar Perut

Berdasarkan uji korelasi pearson terhadap hubungan usia dengan lingkar perut diketahui nilai signifikansi p = 0.02 yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara usia dengan lingkar perut (p < 0.05). Korelasi untuk hubungan antar dua variabel tersebut adalah sedang (r = 0.423) (Lampiran 1). Menurut Kuk et al. (2005) terdapat hubungan positif yang signifikan (p < 0.05) antara usia dan lingkar perut. Laki-laki yang usianya lebih tua memiliki lingkar perut dan persentase jaringan visceral yang lebih besar daripada laki-laki dengan usia yang lebih muda. Penelitian tersebut juga didukung oleh hasil review yang dilakukan oleh Stevens et al. (2010) bahwa lingkar perut orang dewasa hingga usia 70 tahun lebih besar dibandingkan dengan subjek yang usianya lebih muda. Berdasarkan data NHANES, terjadi peningkatan lingkar perut dari 92 cm pada usia 20-29 tahun menjadi 105,4 cm pada usia 60-69 tahun. Namun pada usia lebih dari 70 tahun, terjadi penurunan lingkar perut sebesar 3 cm.

Menurut Ebrahimi-Mameghani et al. (2008) yang melakukan penelitian cohort di Skotlandia selama sembilan tahun menemukan bahwa terjadi peningkatan berat badan dan lingkar perut yang signifikan pada subjek penelitiannya (p < 0.001). Terdapat dua kelompok subjek dalam penelitan ini yaitu kelompok dengan usia 39 tahun dan 59 tahun. Terjadi peningkatan lingkar perut sebesar 5.46 cm selama sembilan tahun atau sebesar 0.61 cm per tahun untuk kelompok laki-laki usia 39 tahun, sedangkan peningkatan sebesar 3.74 cm selama 9 tahun atau 0.42 cm per tahun untuk kelompok laki-laki usia 59 tahun. Menurut Du et al. (2013) usia yang semakin tua mengakibatkan waktu luang semakin banyak dan menurunkan aktivitas fisik sehingga risiko peningkatan lingkar perut semakin besar.

Hubungan Pendidikan Terakhir dengan Lingkar Perut

Berdasarkan uji korelasi spearman terhadap hubungan antara pendidikan terakhir dengan lingkar perut diketahui nilai signifikansi p = 0.515 yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara pendidikan terakhir dengan lingkar perut (p > 0.05) (Lampiran 5). Hasil tersebut berbeda dengan penelitian dilakukan oleh Ong et al. (2009) tentang faktor yang mempengaruhi perubahan berat badan dan lingkar perut pada orang Asia. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan peningkatan lingkar perut (p < 0.05). Hasil penelitian juga berbeda dengan Du et al. (2013) yang melakukan penelitan di China, menemukan bahwa tingginya tingkat pendidikan cenderung mengakibatkan rendahnya aktivitas fisik dan risiko peningkatan lingkar perut semakin tinggi.

(43)

menemukan bahwa pendidikan merupakan salah satu determinan obesitas. Determinan utama dari obesitas masing-masing negara berbeda-beda tergantung pada kondisi psikososial dan budaya negara tersebut.

Hubungan Status Perkawinan dengan Lingkar Perut

Berdasarkan uji korelasi spearman terhadap hubungan antara status perkawinan dengan lingkar perut diketahui bahwa nilai signifikansi p = 0.001 yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara status perkawinan dengan lingkar perut (p < 0.01). Koefisien korelasi antar kedua variabel tersebut kuat (r = 0.513). Hal ini diakibatkan saat subjek telah menikah, subjek sudah tidak melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat rumah tangga. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik subjek. Menurut Kantachuvessiri et al. (2005) bahwa laki-laki yang sudah menikah cenderung mengalami kenaikan berat badan karena secara budaya laki-laki akan menjadi kepala keluarga dan tidak lagi melakukan kegitan yang bersifat rumah tangga. Selain itu menurut Ong et al. (2009) orang yang sudah menikah baik masih berpasangan atau sudah cerai cenderung memiliki lingkar perut yang lebih besar daripada yang belum menikah. Keterkaitan ini diduga berasal dari umur, orang yang sudah menikah relatif lebih tua sehingga risiko mengalami peningkatan lingkar perut lebih besar.

Menurut Ball et al. (2002) laki-laki yang sudah menikah memiliki nilai perbandingan lingkar perut dan panggul dan indeks massa tubuh yang lebih besar daripada laki-laki yang belum menikah. Penelitian ini juga menemukan bahwa terjadi peningkatan perbandingan lingkar perut dan panggul sebesar 20-80% pada orang yang sudah menikah dan memiliki status pendidikan yang rendah. Rosmond et al. (1999) menyatakan bahwa lelaki yang sudah menikah namun berpisah memiliki risiko yang lebih besar terkena obesitas sentral.

Hubungan Ukuran Keluarga dengan Lingkar Perut

Berdasarkan uji korelasi speraman terhadap hubungan ukuran keluarga dengan lingkar perut diketahui nilai signifikansi p = 0.007 yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara ukuran keluarga dengan lingkar perut (p < 0.01). Korelasi antar dua variabel adalah sedang dengan nilai r = 0.374. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka risiko obesitas semakin meningkat. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosdiana (2014) yang menyatakan bahwa terdapat kecenderungan negatif hubungan antara ukuran keluarga dengan kejadian obesitas sentral. Semakin kecil jumlah anggota keluarga risiko terkena obesitas sentral semakin besar. Perbedaan tersebut dapat diakibatkan oleh berbedanya latarbelakang ekonomi subjek. Penelitan yang dilakukan Rosdiana (2014) dilaksanakan di sebuah pedesaan dimana sebanyak 36.5 % subjek berada di bawah garis kemiskinan. Berbeda dengan subjek penelitian yang saat ini dilakukan, rata-rata pendapatan subjek berada di atas di atas lima juta. Angka tersebut jauh di atas upah minimum Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun 2013 yaitu sebesar Rp 1 195 220.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor risiko obesitas pada anggota
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2  Cara pengkategorian variabel penelitian
Tabel 4  Sebaran subjek berdasarkan usia, pendidikan terakhir, status perkawinan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur adalah pengetahuan gizi, kebiasaan orang tua dan pendapatan orang tua sedangkan faktor-faktor yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor hipertensi, diabetes mellitus, merokok, obesitas, alkohol dan riwayat penyakit dalam keluarga terhadap kejadian

gender, riwayat penyakit dalam keluarga dan faktor yang dapat dikendalikan, seperti hipertensi, hiperlipidemia, hiperurisemia, penyakit jantung, obesitas, merokok, konsumsi

Faktor-faktor yang terbukti merupakan faktor risiko hipertensi adalah umur semakin tua, riwayat keluarga dengan hipertensi, kebiasaan mengkonsumsi asin, sering

Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, tingkat pendapatan, pola makan, aktivitas fisik, genetik, psikologis, kebiasaan olah raga

Dari keseluruhan faktor risiko dapat disimpulkan bahwa faktor yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu memiliki orang tua gemuk berpengaruh terhadap kejadian obesitas dengan risiko

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara BBLR, sanitasi kurang baik, kebiasaan bapak merokok dalam rumah, pendidikan ibu dan bapak yang rendah, pendapatan

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara BBLR, sanitasi kurang baik, kebiasaan bapak merokok dalam rumah, pendidikan ibu dan bapak yang rendah, pendapatan