SEBARAN LOKAL ASTEROIDEA (ECHINODERMATA) DI
PULAU TIKUS, GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN
SERIBU
MUHAMMAD FAJRI RAMADHAN
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
MUHAMMAD FAJRI RAMADHAN
. Sebaran Lokal Asteroidea di Pulau
Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh
TRI
ATMOWIDI
dan
PRADINA PURWATI
.
Penelitian ekologis tentang bintang laut anggota famili Asteroidea
dilakukan pada tahun 2007 di Pulau Tikus Kepulauan Seribu. Tujuan penelitian
adalah membandingkan densitas Asteroidea berdasarkan metode transek dan
metode pemetaan, serta memperkirakan jumlah dan habitat
Archaster typicus
.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di P. Tikus sebelah selatan terdapat 4 jenis
Asteroidrea yaitu
A. typicus
,
Linckia laevigata
,
Culcita novaeguinea
dan
Nordoa
tuberculata
.
A. typicus
merupakan spesies yang dominan. Densitas Asteroidea
yang diperoleh dari metode pemetaan lebih tinggi dibandingkan dengan densitas
hasil teknik transek. Selain itu, penggunaan metode pemetaan memungkinkan
diperolehnya informasi tipe sebaran dari setiap jenis Asteroidea.
A.typicus
cenderung menempati area berdekatan dengan darat, dengan tutupan lamun
0-30% dan ukuran partikel substrat 0,5-2 mm. Studi ini menunjukkan bahwa teknik
pemetaan memberikan data jumlah individu yang lebih akurat dan pola
penyebaran tiap populasi di Pulau Tikus.
ABSTRACT
MUHAMMAD FAJRI RAMADHAN
. Local Distribution of Asteroidea in
Tikus Island, Pari Island Group, Seribu Islands. Supervised by
TRI ATMOWIDI
and
PRADINA PURWATI
.
SEBARAN LOKAL ASTEROIDEA (ECHINODERMATA) DI PULAU
TIKUS, GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU
MUHAMMAD FAJRI RAMADHAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Sebaran Lokal Asteroidea (Echinodermata) di Pulau Tikus,
Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Nama
: Muhammad Fajri Ramadhan
NRP
: G34103053
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Tri Atmowidi, M.Si.
Pradina Purwati, M.Sc.
NIP. 132 055 226
NIP. 320 006 522
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP. 131 578 806
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat serta
rizki-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat serta salam
penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sang pembawa kebenaran
hakiki.
Penulis ucapkan terima kasih kepada bapak Bapak Tri Atmowidi, Ibu
Pradina Purwati dan Ibu Hilda Akmal atas saran serta bimbingannya, kepada
kedua orang tua atas segala doa, pengorbanan dan kasih sayangnya, kepada Pusat
Penelitian Oceanografi-LIPI Jakarta, kepada Taufiq, Ramsi, Eko, Iwa, Hasep,
Sagita, Dian, Citra dan teman-teman bio 40 atas bantuannya dan kebersamaannya,
sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan, kepada Pak Rusmin dan Mas Indra
atas bantuannya selama di lapang.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas di kemudian
hari.
Bogor, Januari 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Mei 1985 dari pasangan
Bapak Suratman Syafsidinal dan Ibu Bainarwati. Penulis adalah anak keempat
dari empat bersaudara.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR LAMPIRAN...vii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 1
Waktu dan Tempat ... 1
METODE ... 2
HASIL ... 3
Karakteristik Habitat Perairan ... 3
Jenis dan Jumlah Individu bintang laut ... 3
Karakter Habitat A. typicus ... 6
PEMBAHASAN ... 7
SIMPULAN ... 9
SARAN ... 9
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah individu Asteroidea berdasarkan metode transek dan pemetaan………... 6
2 Ukuran tubuh Asteroidea………...………. 6
3 Keragaman Asteroidea di Indonesia…..………. 8
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Peta lokasi penelitian………. 22 Posisi belt transect di Pulau Tikus………..……….. 2
3 Cara pengukuran individu bintang laut………. 3
4 Gambaran umum lokasi penelitian……… 3
5 Pembenaman diri Archaster typicus (a) Subambulakral spine dan pediselaria (panah) (b) Superomarginal plate dan Primary spine... 4
6 Culcita novaeguineae (a) Bintil poligon dan pori-pori pada celah antar bintil (panah)(b)………. 4
7 Linckia laeviga……….. 4
8 Nordoa tuberculata (a) Actinal row sampai ujung lengan (b) Bagian actinal plate (c) Bintil-bintil pada bagian dorsal, pita berwarna kecoklatan (panah)(d)... 5
9 Sebaran bintang laut di Pulau Tikus... 6
10 Mikrohabitat A. Typicus... 6
11 Variasi habitat berdasarkan persentase tutupan lamun... 7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Tabel pasang surut... 122 Petunjuk lapang identifikasi lamun Westpac... 13
3 Petunjuk lapang persentase tutupan McKenzie 2003... 14
4 Karakter-karakter untuk identifkasi... 15
PENDAHULUAN
Latar BelakangAsteroidea atau bintang laut termasuk dalam filum Echinodermata. Hewan ini umumnya berbentuk menjari dan mempunyai skeleton eksternal yang disusun
oleh lempengan-lempengan (plates).
Lempengan-lempengan skeleton ini dibentuk dari bahan kristal kalsit, yang menyebabkan tubuh bintang laut kaku dan keras saat kering (Brusca & Brusca 1990).
Seperti anggota Echinodemata yang lain, Asteroidea memiliki sistem transport
air (water vascular system) yang berfungsi
dalam respirasi, lokomosi, dan sensor (Groves & Hunt 1980).
Di Indonesia diperkirakan ada 64 jenis bintang laut. Hewan-hewan ini umumnya ditemukan pada daerah berpasir seperti
anggota Astropecten, daerah padang lamun
seperti anggota Protoreaster dan daerah
berkarang atau terumbu karang seperti jenis
Acanthaster planci yang dikenal sebagai pemangsa polip koral (Aziz 1981; Susetiono 2004).
Bintang laut hidup di dasar laut, bentuknya mengikuti kontur permukaan bebatuan. Pada umumnya hewan ini selalu menempati daerah yang digenangi air. Pada beberapa habitat yang mengalami kekeringan pada saat air surut, terjadi beberapa penyesuaian, antara lain pembenaman diri dalam pasir (Groves & Hunt 1980, Aziz 1981).
Menurut Aziz (1997), beberapa jenis bintang laut menyukai dasar berlumpur, ini berkaitan dengan kebiasaan makannya
sebagai pemakan endapan (deposit feeder).
Anggota yang lain menyukai perairan yang bersih dan jernih (Pearson & Rosenberg 1978 dalam Aziz 1997).
Di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, 16 jenis bintang laut telah teridentifikasi. Mereka hidup di daerah berpasir (3 jenis), padang lamun (4 jenis), daerah pertumbuhan algae (8 jenis), dan bagian tubir (9 jenis) (Aziz 1981).
Penelitian bintang laut di Indonesia masih jarang dilakukan. Informasi kelompok hewan ini biasanya merupakan hasil studi ekologi dan dipublikasikan sebagai bagian dari filum Echinodermata (Aziz 1980; Aziz
1981; Robert dan Darsono 1984; Jangoux et
al. 1989; Lumingas 1996; Yusron dan
Susetiono 2006).
Dalam menghitung besarnya populasi bintang laut, kebanyakan peneliti di
Indonesia tidak menggunakan transek pendahuluan untuk menentukan berapa luas kuadran yang representatif untuk biota dan habitat yang dipilih. Dari beberapa
penelitian, luas kuadran 1 m2 sering dipakai
untuk analisis sebaran individu beberapa kelompok anggota Echinodermata (Rajab
dan Yusron 1994; Prahoro et al. 1992;
Darsono & Aziz 2001; Yusron 2007). Teknik ini juga sangat umum dilakukan pada biota lain seperti Moluska (Cappenberg dan
Pangabean 2005; Cappenberg 2006; Dody et
al. 2000).
Hasil penghitungan populasi dapat berbeda jika metode yang digunakan berbeda. Metode pemetaan dilakukan dengan cara menandai lokasi setiap hewan yang ditemukan dengan menggunakan
Global Positioning System (GPS). Metode ini telah diterapkan pada timun laut (Holothuroidea) di perairan Lombok Barat (Purwati 2006). Keuntungan menggunakan metode pemetaan antara lain tidak mengulang penghitungan individu yang sama, mengetahui distribusi lokal setiap spesies yang ada dan memberi batasan mikrohabitat setiap spesies. Mengingat mobilitas dan ukuran tubuh yang relatif sama dengan timun laut, maka metode pemetaan dapat diterapkan untuk analisis sebaran individu bintang laut.
Dalam penelitian ini digunakan dua metode, yaitu metode transek yang telah populer, dan metode pemetaan dengan GPS yang relatif baru dan belum banyak digunakan. Metode pemetaan memberi kemungkinan untuk meneliti mikrohabitat suatu populasi, sehingga dalam penelitian ini dilakukan juga observasi karakter mikrohabitat salah satu jenis bintang laut yang ditemukan dominan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk 1) membandingkan densitas bintang laut berdasarkan metode transek dan metode pemetaan, 2) menghitung jumlah dan
menentukan sebaran lokal Archaster typicus.
Disamping itu, penelitian ini memperkirakan luas penutupan lamun dan ukuran partikel
sedimen sebagai habitat A. typicus.
Waktu dan Tempat
Lokasi penelitian adalah Pulau Tikus
(5,862o-5,865o LS; 106,578o-106,583o BT)
2
September 2007. Pengumpulan data lapangan dilakukan tanggal 17 Juni 2007 dan pengolahan data dilakukan di Pusat Penelitian Oceanografi-LIPI, Jakarta.
106.57 106.58 106.59 106.6 106.61 106.62 106.63
-5.87 -5.86 -5.85
METODE
1. Identifikasi spesimen
Untuk keperluan identifikasi, setiap jenis yang berbeda diambil, difoto dengan kamera digital kodak C340 dan kemudian diawetkan dalam alkohol 70%. Semua spesimen kemudian disimpan di ruang koleksi P2O, LIPI. Penentuan nama jenis bintang laut dilakukan dengan merujuk pada Clark & Rowe (1971) dan Purwati & Lane (2000). Pengamatan juga dilakukan menggunakan mikroskop binokuler stereo Leica MZ8, dan difokuskan terutama pada rasio R/r (perbandingan antara panjang lengan dan jari-jari cakram), bentuk podia (kaki tabung), lempeng yang membatasi ambulakral, lempeng penyusun permukaan tubuh, serta keberadaan duri dan pori.
2. Penentuan densitas
Densitas ditentukan dengan menerapkan dua teknik di lokasi yang sama. Teknik pemetaan dilakukan lebih dahulu karena
penerapannya memakan waktu lebih pendek. Pengumpulan data dimulai jam 09.30 WIB, saat kondisi laut surut jauh, koefesien pada tabel pasang surut Hidro-Oseanografi TNI AL 2007 berkisar 0.0-0.1(Lampiran 1). Ketinggian air saat pengamatan berkisar antara 0 sampai 10 cm di sekitar pantai dan di dekat tubir ± 120 cm.
a) Teknik transek pita (belt transect)
Teknik transek yang digunakan adalah
belt transect (transek pita) yang diadopsi
dari Brower et al. (1977), karena distribusi
Asteroidea yang tidak merata dan jumlah populasinya yang relatif sedikit (Gambar 2). Lebar setiap pita adalah 2 meter, diawali dari garis pantai sampai tubir. Jarak antar transek 10 meter. Posisi transek ditandai menggunakan GPS. Setiap spesimen yang ditemukan dalam transek pita dicatat jenis dan jumlahnya.
b) Teknik pemetaan dengan GPS
Data dikumpulkan dengan cara memberi tanda posisi tiap spesimen dengan GPS, dan dicatat nama spesiesnya. Data kemudian diolah dan dipetakan dengan menggunakan program Surfer 8.
3. Ukuran tubuh bintang laut
Setiap individu bintang laut diukur untuk mengetahui ukuran tubuhnya. Ukuran tubuh yang diukur adalah panjang lengan (R) dan jari-jari cakram (r) dengan
106.5816 106.582 106.5824 106.5828 -5.8646 -5.8644 -5.8642 -5.864 -5.8638 -5.8636 -5.8634 -5.8632 -5.863 -5.8628 -5.8626 P. Tikus
Gambar 2 Posisi belt transect (1-6 ) di
Pulau Tikus. Tanda panah menunjukkan arah berjalan saat penghitungan.
1 2 3 4 5 6
Gambar 1 Lokasi penelitian (→) di Pulau
3
menggunakan jangka sorong (Gambar 3). Teknik ini diadopsi dari Aziz (1978). Individu yang diukur sebanyak 130 individu.
Analisis ANOVA dilakukan pada A.typicus,
untuk melihat hubungan antara ukuran individu dan sebarannya.
4. Karakter lamun dan substrat
mikrohabitat Archaster typicus
Sedimen pada habitat dimana ditemukan
kelompok A. typicus diambil dengan corer
sedalam 1-1,5 cm. Di setiap posisi dilakukan pengambilan sampel 3 kali, diidentifikasi nama spesies lamunnya berdasarkan petunjuk lapangan yang dikeluarkan oleh Westpac (Lampiran 2) dan diukur luas tutupannya berdasarkan McKenzie (2003) (Lampiran 3).
Di laboratorium, sedimen dikeringkan
dalam oven dengan suhu 80oC selama 48
jam. Setelah kering, sedimen diayak dengan saringan bertingkat (8 fraksi) teknik
berdasarkan Moreira et al. (2006). Sedimen
hasil penyaringan kemudian ditimbang berdasarkan tingkatan saringan dengan
menggunakan timbangan triple balance
dengan akurasi 0,01 g.
HASIL
Karakteristik Habitat PerairanGugus Pulau Pari memiliki beberapa pulau karang kecil seperti Pulau Burung, Pulau Kongsi, Pulau Tengah, Pulau Tikus dan Pulau Pari yang letaknya cukup berdekatan. Kondisi substrat pada perairan Pulau Tikus terdiri dari pasir halus sampai pasir kasar yang cukup dominan, diikuti patahan karang mati dan atau pecahan cangkang moluska serta paparan karang. Pada daerah tubir dibatasi oleh karang yang sudah agak rusak. Pada beberapa lokasi
pengamatan dijumpai lamun seperti
Thalassia hemprichii yang tumbuh tidak merata dalam jumlah yang relatif sedikit (Gambar 4).
Jenis dan Jumlah Individu Bintang Laut
Setelah dilakukan identifikasi, maka diketahui bahwa di Pulau Tikus terdapat 4 jenis bintang laut yang termasuk dalam Filum Echinodermata, Kelas Asteroidea, Ordo Valvatida. Karakter-karakter yang digunakan untuk identifikasi merujuk pada Vanden Spiegel (1998) (Lampiran 4).
a. Archaster typicus Muller & Troschel, 1840
Klasifikasi :
Famili : Archasteridae
Genus : Archaster
Spesies : Archaster typicus Muller &
Troschel, 1840
Jenis bintang laut ini dijumpai di pantai bersubstrat pasir. Tubuhnya berwarna kecoklatan sampai putih keabu-abuan. Ketika air surut, individu-individunya cenderung membenamkan diri ke dalam sedimen. Ciri khas dari bintang laut ini
Gambar 4 Gambaran umum lokasi penelitian: a. daerah lamun b. Paparan karang.
Gambar 3 Pengukuran R dan r individu bintang laut.
a
b
4
adalah mempunyai pediselaria dan duri
utama (primary spine) yang terlihat dengan
jelas pada bagian keping ventral (Gambar 5).
a
b
c
d
b. Culcita novaeguineae Muller & Troschel, 1842
Klasifikasi:
Famili : Oreasteridae
Genus : Culcita
Spesies : Culcita novaeguineae Muller &
Troschel, 1842
Culcita novaeguineae mempunyai ciri khas seperti bantal dan bila dilihat dari bagian oral maka bentuk segi limanya jelas
terlihat. Bagian actinal dipenuhi oleh
bintil-bintil besar berbentuk dan tersusun tak beraturan. Di antara bintil terdapat pori-pori (Gambar 6).
a
b
c. Linckia laevigata (Linnaeus, 1758) Klasifikasi:
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Spesies : Linckia laevigata(Linnaeus, 1758)
Linckia laevigata berwarna biru cerah, tangan-tangannya yang cenderung silindris dan ujungnya tumpul. Bintang laut ini dijumpai di sekitar daerah berkarang (Gambar 7).
Gambar 5 a. pembenaman diri Archaster
typicus b. bagian dorsal
A.typicus c. subambulakral spine dan pediselaria
(panah)(perbesaran 2,5x10)
d. superomarginal plate dan
primary spine (perbesaran 2x10).
Gambar 6 a. Culcita novaeguineae
b. bintil polygon dan pori-pori pada celah antar bintil (panah) (perbesaran 2x10).
0 3 cm
5
a
b
d. Nordoa tuberculata Gray,1840
Klasifikasi:
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Nordoa
Spesies : Nordoa tuberculata Gray,1840
a
b
c
d
Nordoa tuberculata mempunyai cakram yang cembung dan bintil-bintil pada bagian atas tubuhnya. Spesies ini berwarna kekuning-kuningan dengan cincin
kecoklat-coklatan di tangan-tangannya. Actinal row
terdapat di seluruh panjang lengan (Gambar 8).
Hasil transek dan pemetaan ditampilkan dalam Tabel 1. Densitas tiap jenis bintang laut dari hasil teknik pemetaan lebih tinggi
dibandingkan hasil teknik transek. A. typicus
merupakan spesies dengan densitas paling
tinggi, yaitu 1 individu/45 m2 dengan teknik
transek dan 15 individu/45 m2 dengan teknik
pemetaan.
Ukuran jari-jari tubuh bintang laut yang paling besar (63,7mm) adalah
C.novaeguineae, sedangkan ukuran lengan yang terpanjang (74,5mm) adalah
L.laevigata (Tabel 2).
Gambar 8 a. Nordoa tuberculata
b. Actinal row sampai ujung
lengan. c. Bagian actinal
plate (perbesaran 2x10) d. Bintil-bintil pada bagian dorsal, cincin yang berwarna
coklat pada Nordoa
Tuberculata (panah).
Gambar 7 a. Linckia laevigata b.
Bagian ventral (perbesaran 2x10)
0 0,5 cm 0 5 cm
6
Tabel 1 Jumlah individu Asteroidea berdasarkan metode transek dan pemetaan
Metode Jumlah individu
A. typicus L. laevigata N. tuberculata C. novaeguineae Transek
1. 11 - - -
2. 14 7 - -
3. 13 2 1 1
4. - 3 - -
5. - 2 - -
6. - 2 - -
Densitas 1 ind / 45 m2 0,42 ind /45 m2 0,03 ind /45 m2 0,03 ind /45 m2
Pemetaan
Jumlah individu 93 22 2 13
Densitas 15ind /45 m2 3,4 ind /45 m2 0,3 ind /45 m2 2 ind /45 m2
Lamun dominan Thalassia hemprichii - - -
Kisaran tutupan lamun 0-30% - - -
Ukuran partikel substrat dominan (mm)
0,5-2 - - -
Tabel 2 Ukuran tubuh Asteroidea
Spesies Ukuran tubuh (mm)
Panjang lengan (R) Jari-jari cakram (r) R/r
C. novaeguineae 74,5 (64-82) 63,7 (51-73) 64:51-82:73
L. laevigata 129,7 (113-147) 18,18 (13-22) 113:13-147:22
N. tuberculata 71,5 (71-72) 15,5 (15-16) 71:15-72:16
A. typicus 87,6 (57-116) 13,4 (9-21) 57:9-116:21 Catatan: angka dalam kurung merupakan angka kisaran ukuran
Dari hasil pemetaan, A. typicus
menempati area yang dekat dengan pantai. Habitat ini mempunyai dasar pasir,
ditumbuhi lamun T. hemprichii dan
kedalamannya pada waktu surut antara 0-10
cm. Habitat L. laevigata berada di sekitar
tubir yang merupakan daerah berkarang dengan kedalaman waktu surut sampai 120
cm. Sedangkan habitat C.novaeguinea
mempunyai zona yang cukup luas yaitu dari pertengahan jarak antara pantai dan tubir sampai daerah tubir. Habitat ini terdiri dari sedimen dengan pasir halus sampai daerah berkarang di daerah tubir (Gambar 9).
A. typicus hidup secara berkelompok pada luas area yang berbeda. Area yang paling luas dihuni oleh kelompok 1 yang berada dekat dengan pantai (Gambar 10).
Karakter Habitat A. typicus
Habitat dimana dijumpai A. typicus
(Gambar 9), didominasi oleh lamun
T.hemprichii. Kepadatan penutupan lamun pada habitat tersebut berkisar antara 0%-30%, dengan substrat yang didominasi oleh
pasirberukuran 0,5-2 mm (Lampiran 5).
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
106.5812 106.5816 106.582 106.5824 106.5828 -5.8646 -5.8644 -5.8642 -5.864 -5.8638 -5.8636 -5.8634 -5.8632 -5.863 -5.8628 -5.8626 N N C C C C C C C C C C C C L L L L L LL L LL L L L L L L L L L L L L
A
Gambar 9 Sebaran bintang lautdi Pulau
Tikus.
•
A. typicus•
C. novaeguineae•
L. laevigata•
N. tuberculata7
106.58175 106.5818 106.58185 106.5819 106.58195 106.582 106.58205 -5.8629
-5.86285 -5.8628 -5.86275 -5.8627 -5.86265 -5.8626 -5.86255 -5.8625
A. typicus tidak dijumpai pada area dengan penutupan lamun diatas 30%
(Gambar 11). A. typicus berukuran besar (>
102 mm) cenderung menempati daerah
dekat garis pantai. Ukuran tubuh A.typicus
di daerah dekat pantai berbeda dengan lokasi-lokasi yang lebih jauh dari pantai (P=0.000).
PEMBAHASAN
Di sebelah selatan Pulau Tikus dihuni 4
spesies anggota Asteroidea, yaitu A. typicus,
L. laevigata, N. tuberculata, dan C. novaeguineae. Jenis-jenis ini pernah dilaporkan dari beberapa perairan Indonesia seperti pada Tabel 3. Hasil GPS
menunjukkan bahwa A. typicus merupakan
spesies dominan di Pulau Tikus, seperti yang
Gambar 10 Mikrohabitat A. typicus di
Pulau Tikus.
1
2
3
4
a. Persentase lamun 30%
c. Persentase lamun 10%
e. Persentase lamun 0%, saat
tergenang
d. Persentase lamun 0%, saat surut
Gambar 11 Variasi habitat berdasarkan persentase tutupan lamun.
b. Persentase lamun 20%
0 10 cm
0 10 cm
0 10 cm
8
telah dipublikasikan 16 tahun yang lalu oleh Aziz (1981).
Setiap spesies menunjukkan sebaran yang spesifik, dan ini hanya dapat dilakukan
dengan metode pemetaan. A. typicus dan
L.laevigata memiliki pola sebaran yang berbeda, dan jenis yang pertama memiliki variasi pilihan habitat yang lebih sempit dibandingkan jenis yang kedua, dan
cenderung hidup berkelompok. A. typicus
hanya menempati area dengan tutupan lamun kurang dari 30%, sementara untuk
L.laevigata, nampaknya tutupan lamun bukan menjadi pembatas penyebaran. Individu-individunya berada di permukaan dasar sepanjang hari, begitu pula dengan
C.novaeguineae.
Dari jenis N. tuberculata, hanya
ditemukan 2 individu. Sedikitnya jumlah individu yang ditemukan diduga jenis ini hidup soliter atau tidak sanggup bertahan karena berbagai faktor eksternal (misalnya penurunan kualitas habitat).
L.laevigata, N.tuberculata dan
C.novaeguineae mempunyai daerah persebaran yang sama, yaitu daerah paparan terumbu, tubir dan lereng terumbu karang yang merupakan daerah pertumbuhan algae.
Sebaran individu bintang laut di P. Tikus berhubungan dengan ketersediaan
makanan. L. laevigata merupakan pemakan
algae, bangkai dan mikrobia (Susetiono
2004). C. novaeguineae merupakan
pemakan polip binatang karang dan spons, Tabel 3 Keragaman Asteroidea di Indonesia
Spesies Lokasi Pulau Seribu a Pulau Pari b Pulau Pari c Ekspedisi Snellius d P.Bunaken &P.Siladen e Laut Banda f Eksxpedisi Anambas g Tanjung Pai , Padaido h Archaster typicus √ √ √ √
√
√ √ √ Linckia laevigata √ √ √ √√
√ √ √ Culcita novaeguineae - √ √ √√
√ √ √ Nordoa tuberculata √ √ √ √√
√ - √ Astropecten polyacanthus - √ - √ - - √ - Asteropsis carinifera - √ - √ - - - - Acanthaster planci - √ - √ - - √ - Protoreaster nodosus - √ - √ - - - -P. lincki - √ - - - -
Pentaceraster sp. - √ - - - - √ - Fromia milleporella - √ - - - - √ - Tamaria megaloplax - √ - - - - Asterina burtoni - √ - √ - - √ -
A. sarasini - √ - - - -
Patiriella exigua - √ - - - - Echinaster luzonicus - √ - √ - - √ -
Keterangan: √ : ditemukan - : tidak ditemukan
a. Aziz (1980), b. Aziz (1981), c. Robert , Darsono (1984), d. Jangoux et al. (1989),
9
L. laevigata dan N. tuberculata hidup dari mukus yang dihasilkan oleh binatang karang (Aziz 1981).
Densitas bintang laut yang diperoleh dari metode transek jauh lebih kecil dari pada densitas yang diperoleh dari metode pemetaan. Ini disebabkan metode transek hanya menghitung individu dari area yang dianggap mewakili, sedangkan metode pemetaan menghitung jumlah individu secara langsung dan menyeluruh.
Tutupan lamun di area penelitian bersifat heterogen. Tutupan lamun semakin kecil di area dekat garis pantai. Ukuran
tubuh individu A. typicus berhubungan
dengan lokasi yang dipilih (jarak dari garis pantai). Individu berukuran lebih besar cenderung menempati area yang lebih dekat dengan darat, dan jumlah individu di area ini pun hampir tiga kali jumlah individu pada area lebih jauh dari garis pantai (Gambar 10). Hal ini berhubungan dengan luas tutupan dan persentase pasir halus yang lebih rendah. Pemilihan tempat hidup di dekat batas daratan sesuai dengan kemampuannya beradaptasi terhadap fluktuasi salinitas dan dapat membenamkan dirinya ke dalam pasir (Sukarno & Jangoux,
1977 dalam Aziz et al. 1980).
Dengan menggunakan metode transek, spesies yang memiliki jumlah individu yang cukup banyak, yang mempunyai kesempatan untuk masuk dalam transek. Dengan menggunakan metode pemetaan, karena penghitungan dilakukan secara langsung di seluruh area penelitian, maka jumlah individu dari setiap jenis dan gambaran pola distribusi ke empat jenis Asteroidea diketahui dengan baik. Dalam penelitian ini, perbedaan jumlah yang besar terjadi pada
individu C. novaeguineae (1 individu
dengan metode transek dan 13 individu dengan metode pemetaan). Sementara perbedaan pola sebaran yang jelas, terjadi antara A. typicus dan L. laevigata.
Lokasi sebaran memungkinkan sampling untuk mengetahui karakter mikrohabitat populasi yang bersangkutan. Perkiraan potensi populasi bersangkutan diperoleh lebih akurat dan pelaksanaan monitoring lebih efisien. Di area yang luas, efisiensi dalam melakukan teknik pemetaan dilakukan dengan menambah jumlah pengamat, sehingga data yang diperoleh diambil dalam waktu bersamaan, dan pengulangan penghitungan (karena hewan cenderung berpindah tempat) dapat dihindari.
Di lokasi penelitian, A. typicus memiliki
kebutuhan tutupan lamun dengan kisaran 0-30%, dan lebih memilih area dengan luas tutupan minimal (atau bahkan 0%) dibandingkan area dengan tutupan lamun 30%. Pilihan ini terutama berlaku pada individu dengan ukuran R 102-117 mm. Semakin rendah luas tutupan, semakin
sedikit persentase pasir halusnya. A. typicus
memiliki kebiasaan membenamkan diri, sehingga jenis bintang laut ini cenderung memilih substrat berpasir dengan butiran berukuran sedang. Apabila air surut maka
A.typicus akan membenamkan diri dalam pasir, mungkin untuk menghindari panas sinar matahari langsung, atau bertahan terhadap kekeringan seperti yang dikatakan Aziz et al. (1980).
SIMPULAN
Pulau Tikus ditempati oleh 4 jenis
bintang laut yaitu A. typicus,
C.novaeguineae, L. laevigata, N. tuberculata. Dari keempat Asteroidea
tersebut, A. typicus merupakan spesies yang
paling dominan. Mikrohabitat pilihan
populasi A. typicus adalah area dengan
tutupan lamun kurang dari 30%, dengan substrat didominasi oleh partikel berukuran 0,5-2 mm.
Penggunaan metode pemetaan memberi lebih banyak informasi dibandingkan dengan
metode belt transect. Informasi ini termasuk
pola sebaran, determinasi mikrohabitat dan jumlah individu yang mendekati jumlah yang sebenarnya. Ketiga aspek ini sangat penting untuk menentukan potensi populasi bintang laut di alam dan efisiensi dalam melakukan monitoring.
SARAN
Selain melihat kebiasaan pembenaman
diri dalam pasir, Archaster typicus juga
10
DAFTAR PUSTAKA
Aziz A, Darsono P, Kastoro W. 1980. Penelaahan Epifauna di Daerah Rataan Terumbu Bagian Selatan Pulau Pari, Pulau-pulau Seribu. Sumberdaya Hayati Bahari II: 43-56. Aziz A. 1981. Fauna Echinodermata Dari
Terumbu Karang Pulau Pari, Pulau-pulau Seribu. J Oldi 14: 41-50.. Aziz A. 1997. Pengamatan komunitas
Echinodermata di Teluk Jakarta. J
Oldi 30: 1-12.
Aziz A. 1999. Fauna Ekhinodermata Laut Banda. Atlas Oseanologi Laut Banda. P2O-LIPI.
Brower JE, Zar JH, Von Ende CN. 1977.
Field and Laboratory Methods For General Ecology 3rd ed. USA: WMC. Brown Publishers.
Brusca RC, Brusca GJ. 1990. Invertebartes.
Sinauer Associates, Massachusetts: Inc. Sunderland.
Cappenberg HAW, Pangabean MG. 2005. Moluska di perairan terumbu gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. J Oldi 37: 69-80.
Cappenberg HAW. 2006. Pengamatan Komunitas Moluska di Perairan Kepulauan Derawan, Kalimantan
Timur. J Oldi 39: 75-87.
Clark AM, Rowe FEW. 1971. Monograph
of Shallow Water Indo-West Pasific Echinoderms. London: Trustees of the British Museum (Natural History).
Darsono P, Aziz A. 2001. Fauna Ekhinodermata dari daerah terumbu karang Pulau-pulau Derawan,
Kalimanta Timur. J Pesisir & Pantai
Indonesia VI: 213-225
Dody S, Eidman M, Bengen DC, dan Wouthuyzen S. 2000. Distribusi
Spasial Kerang Darah (Anadara
maculosa) dan Interaksinya dengan Karakteristik Habitat di Rataan Terumbu Teluk Kotania, Seram
Barat, Maluku. J Ilmu-ilmu Perairan
dan Perikanan VII (2): 19-31.
Groves DG, Hunt LM. 1980. The Ocean
Word Encyclopedia. New York: Mcgraw-Hill Book Company.
Jangoux M, Ridder CD, Massin C, Darsono P. 1989. The Holothuroids, Echinoids, and Asteroids (Echinodermata) Collected By The
Snellius II Expedition. Netherland
Journal of Sea Research.
Lumingas LJL. 1996. Asteroidea, Echinoidea, dan Holothuroidea (Filum Echinodermata) di Rataan Terumbu Karang Pulau Bunaken, Manado Tua dan Siladen (Sulawesi Utara): Kelimpahan Relatif dan Pola Sebaran Spasial. Berita Fakultas Perikanan UNSRAT 4 (2).
McKenzie LJ. 2003. Guidelines for the rapid assessment of seagrass habitats in the western Pacific. Queensland: Department of Primary Industries. Moreira J, Quintas P, Troncoso JS. 2006.
Spatial Distribution of Soft Polychaete Annelids in The Ensenada de Baiona (Ria de Vigo, Glicia,
North-west Spain). J Scientia Marina
217-224.
Prahoro P, Wahyono MM, dan Santoso W. 1992. Sumber Daya Moluska Di Perairan Teluk Pemenang, Lombok
Barat, Nusa Tenggara Barat. J Pen.
Perikanan Laut 71: 39-46.
Purwati P. 2006. Teripang, biodiversitas dan permasalahannya di Indonesia. Laporan akhir tahunan 2006. Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK, Riset Kompetitif LIPI. 71 pp.
Purwati P, Lane DJW. 2004. Asteroidea of the Anambas Expedition 2002. Raffles Bulletin of Zoology 11: 89-102.
Rajab AW, Yusron E. 1994. Pengamatan Teripang (Holothuroidea) Di Perairan
Pantai Sulawesi Utara. J Perairan
Maluku dan Sekitarnya 6: 41-46. Robert D, Darsono P. 1984. Zonation Of
Reef Flat Echinoderm At Pari Island,
Seribu Island, Indonesia. J Oldi 17:
33-41.
Susetiono. 2004. Fauna Padang Lamun:
Tanjung Merah Selat Lembeh. Jakarta: P2O-LIPI.
Yusron E, Susetiono. 2006. Komposisi Spesies Ekhinodermata di Perairan Tanjung Pai Padaido, Biak
Numfor-Papua. J Perikanan (J. Fish SC.) VIII
(2).
Yusron E. 2007. Sumberdaya Teripang (Holothuroidea) di Perairan Pulau
Moti – Maluku Utara. J Oldi 33:
111-121.
12
13
14
Lampiran 3 Petunjuk lapang persentase tutupan (McKenzie 2003)
a. Persentase lamun 5%
g. Persentase lamun 80% f. Persentase lamun 65% e. Persentase lamun 55%
d. Persentase lamun 40% c. Persentase lamun 30%
b. Persentase lamun 25%
15
Lampiran 4 Karakter-karakter untuk identifikasi Asteroidea (VandenSpiegel
1998)
16
Lampiran 5 Karakter substrat pada habitat
Archaster typicus
Persentase ukuran partikel sedimen pada habitat
Archaster typicus
sedimen 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 2,36 12,05 34,90 35,71 9,70 3,93 0,98 0,37
2 0 2,45 12,39 35,44 33,93 8,71 5,60 1,13 0,35
3 0,21 2,04 7,73 37,42 40,46 7,26 3,44 1,06 0,38
4 0 2,76 9,53 28,36 43,57 9,11 5,58 0,86 0,23
5 0,36 2,40 9,62 33,12 35,26 12,85 5,28 0,88 0,24
6 0 1,82 8,73 29,62 38,79 12,97 6,96 0,92 0,20
7 0 1,68 8,45 29,91 42,67 13,05 3,65 0,47 0,12
8 0,31 2,18 11,68 35,08 36,48 10,35 3,33 0,51 0,09
9 0 2,72 10,32 24,99 35,67 20,48 4,84 0,87 0,10
10 0 1,79 8,75 21,82 32,45 22,50 11,79 0,81 0,09
11 0 1,81 7,31 15,54 28,75 31,21 14,27 0,95 0,16
12 0 1,59 8,54 19,78 33,28 24,07 11,06 1,57 0,11
13 0 1,66 6,43 19,21 34,38 26,13 10,66 1,38 0,15
-
Persentase ukuran partikel >8mm
0 - 0,36%
-
Persentase ukuran partikel 4-8mm
1,57 - 2,76%
-
Persentase ukuran partikel 2-4mm
6,43 - 12,38%
-
Persentase ukuran partikel 1-2mm
15,54 - 37,42%
-
Persentase ukuran partikel 0,5-1mm
28,75 - 43,57%-
Persentase ukuran partikel 0,25-0,5mm
7,26 -
31,21%-
Persentase ukuran partikel 0,125-0,25mm
3,33 - 14,27%-
Persentase ukuran partikel 0,063-0,125mm
0,47 - 1,57%-
Persentase ukuran partikel <0,063mm
0,09 - 0,382%Keterangan : sedimen dominan pasir kasar dan sangat sedikit kerikil sedang
Persentase ukuran partikel sedimen di luar habitat
Archaster typicus
sedimen 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 7,18 8,68 13,20 20,03 14,35 26,05 9,39 1,11
2 14,14 3,29 9,86 11,10 16,27 12,37 27,51 4,86 0,60
3 1,40 2,10 4,49 14,45 22,51 26,43 24,25 3,89 0,48
-
Persentase ukuran partikel >8mm
0 -
14,14%
-
Persentase ukuran partikel 4-8mm
2,10-
7,18%
-
Persentase ukuran partikel 2-4mm
4,49-
9,86%
-
Persentase ukuran partikel 1-2mm
11,10-
14,45%
-
Persentase ukuran partikel 0,5-1mm
16,26 - 22,51%-
Persentase ukuran partikel 0,25-0,5mm
12,37-
26,43%-
Persentase ukuran partikel 0,125-0,25mm
24,25 - 27,51%-
Persentase ukuran partikel 0,063-0,125mm
3,89 - 9,39%-
Persentase ukuran partikel <0,063mm
0,4 - 1,115% Keterangan : sedimen dominan pasir halus dan cukup banyak kerikil sedangDominan
SEBARAN LOKAL ASTEROIDEA (ECHINODERMATA) DI
PULAU TIKUS, GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN
SERIBU
MUHAMMAD FAJRI RAMADHAN
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
MUHAMMAD FAJRI RAMADHAN
. Sebaran Lokal Asteroidea di Pulau
Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh
TRI
ATMOWIDI
dan
PRADINA PURWATI
.
Penelitian ekologis tentang bintang laut anggota famili Asteroidea
dilakukan pada tahun 2007 di Pulau Tikus Kepulauan Seribu. Tujuan penelitian
adalah membandingkan densitas Asteroidea berdasarkan metode transek dan
metode pemetaan, serta memperkirakan jumlah dan habitat
Archaster typicus
.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di P. Tikus sebelah selatan terdapat 4 jenis
Asteroidrea yaitu
A. typicus
,
Linckia laevigata
,
Culcita novaeguinea
dan
Nordoa
tuberculata
.
A. typicus
merupakan spesies yang dominan. Densitas Asteroidea
yang diperoleh dari metode pemetaan lebih tinggi dibandingkan dengan densitas
hasil teknik transek. Selain itu, penggunaan metode pemetaan memungkinkan
diperolehnya informasi tipe sebaran dari setiap jenis Asteroidea.
A.typicus
cenderung menempati area berdekatan dengan darat, dengan tutupan lamun
0-30% dan ukuran partikel substrat 0,5-2 mm. Studi ini menunjukkan bahwa teknik
pemetaan memberikan data jumlah individu yang lebih akurat dan pola
penyebaran tiap populasi di Pulau Tikus.
ABSTRACT
MUHAMMAD FAJRI RAMADHAN
. Local Distribution of Asteroidea in
Tikus Island, Pari Island Group, Seribu Islands. Supervised by
TRI ATMOWIDI
and
PRADINA PURWATI
.
SEBARAN LOKAL ASTEROIDEA (ECHINODERMATA) DI PULAU
TIKUS, GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU
MUHAMMAD FAJRI RAMADHAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Sebaran Lokal Asteroidea (Echinodermata) di Pulau Tikus,
Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Nama
: Muhammad Fajri Ramadhan
NRP
: G34103053
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Tri Atmowidi, M.Si.
Pradina Purwati, M.Sc.
NIP. 132 055 226
NIP. 320 006 522
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP. 131 578 806
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat serta
rizki-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat serta salam
penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sang pembawa kebenaran
hakiki.
Penulis ucapkan terima kasih kepada bapak Bapak Tri Atmowidi, Ibu
Pradina Purwati dan Ibu Hilda Akmal atas saran serta bimbingannya, kepada
kedua orang tua atas segala doa, pengorbanan dan kasih sayangnya, kepada Pusat
Penelitian Oceanografi-LIPI Jakarta, kepada Taufiq, Ramsi, Eko, Iwa, Hasep,
Sagita, Dian, Citra dan teman-teman bio 40 atas bantuannya dan kebersamaannya,
sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan, kepada Pak Rusmin dan Mas Indra
atas bantuannya selama di lapang.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas di kemudian
hari.
Bogor, Januari 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Mei 1985 dari pasangan
Bapak Suratman Syafsidinal dan Ibu Bainarwati. Penulis adalah anak keempat
dari empat bersaudara.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR LAMPIRAN...vii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 1
Waktu dan Tempat ... 1
METODE ... 2
HASIL ... 3
Karakteristik Habitat Perairan ... 3
Jenis dan Jumlah Individu bintang laut ... 3
Karakter Habitat A. typicus ... 6
PEMBAHASAN ... 7
SIMPULAN ... 9
SARAN ... 9
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah individu Asteroidea berdasarkan metode transek dan pemetaan………... 6
2 Ukuran tubuh Asteroidea………...………. 6
3 Keragaman Asteroidea di Indonesia…..………. 8
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Peta lokasi penelitian………. 22 Posisi belt transect di Pulau Tikus………..……….. 2
3 Cara pengukuran individu bintang laut………. 3
4 Gambaran umum lokasi penelitian……… 3
5 Pembenaman diri Archaster typicus (a) Subambulakral spine dan pediselaria (panah) (b) Superomarginal plate dan Primary spine... 4
6 Culcita novaeguineae (a) Bintil poligon dan pori-pori pada celah antar bintil (panah)(b)………. 4
7 Linckia laeviga……….. 4
8 Nordoa tuberculata (a) Actinal row sampai ujung lengan (b) Bagian actinal plate (c) Bintil-bintil pada bagian dorsal, pita berwarna kecoklatan (panah)(d)... 5
9 Sebaran bintang laut di Pulau Tikus... 6
10 Mikrohabitat A. Typicus... 6
11 Variasi habitat berdasarkan persentase tutupan lamun... 7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Tabel pasang surut... 122 Petunjuk lapang identifikasi lamun Westpac... 13
3 Petunjuk lapang persentase tutupan McKenzie 2003... 14
4 Karakter-karakter untuk identifkasi... 15
PENDAHULUAN
Latar BelakangAsteroidea atau bintang laut termasuk dalam filum Echinodermata. Hewan ini umumnya berbentuk menjari dan mempunyai skeleton eksternal yang disusun
oleh lempengan-lempengan (plates).
Lempengan-lempengan skeleton ini dibentuk dari bahan kristal kalsit, yang menyebabkan tubuh bintang laut kaku dan keras saat kering (Brusca & Brusca 1990).
Seperti anggota Echinodemata yang lain, Asteroidea memiliki sistem transport
air (water vascular system) yang berfungsi
dalam respirasi, lokomosi, dan sensor (Groves & Hunt 1980).
Di Indonesia diperkirakan ada 64 jenis bintang laut. Hewan-hewan ini umumnya ditemukan pada daerah berpasir seperti
anggota Astropecten, daerah padang lamun
seperti anggota Protoreaster dan daerah
berkarang atau terumbu karang seperti jenis
Acanthaster planci yang dikenal sebagai pemangsa polip koral (Aziz 1981; Susetiono 2004).
Bintang laut hidup di dasar laut, bentuknya mengikuti kontur permukaan bebatuan. Pada umumnya hewan ini selalu menempati daerah yang digenangi air. Pada beberapa habitat yang mengalami kekeringan pada saat air surut, terjadi beberapa penyesuaian, antara lain pembenaman diri dalam pasir (Groves & Hunt 1980, Aziz 1981).
Menurut Aziz (1997), beberapa jenis bintang laut menyukai dasar berlumpur, ini berkaitan dengan kebiasaan makannya
sebagai pemakan endapan (deposit feeder).
Anggota yang lain menyukai perairan yang bersih dan jernih (Pearson & Rosenberg 1978 dalam Aziz 1997).
Di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, 16 jenis bintang laut telah teridentifikasi. Mereka hidup di daerah berpasir (3 jenis), padang lamun (4 jenis), daerah pertumbuhan algae (8 jenis), dan bagian tubir (9 jenis) (Aziz 1981).
Penelitian bintang laut di Indonesia masih jarang dilakukan. Informasi kelompok hewan ini biasanya merupakan hasil studi ekologi dan dipublikasikan sebagai bagian dari filum Echinodermata (Aziz 1980; Aziz
1981; Robert dan Darsono 1984; Jangoux et
al. 1989; Lumingas 1996; Yusron dan
Susetiono 2006).
Dalam menghitung besarnya populasi bintang laut, kebanyakan peneliti di
Indonesia tidak menggunakan transek pendahuluan untuk menentukan berapa luas kuadran yang representatif untuk biota dan habitat yang dipilih. Dari beberapa
penelitian, luas kuadran 1 m2 sering dipakai
untuk analisis sebaran individu beberapa kelompok anggota Echinodermata (Rajab
dan Yusron 1994; Prahoro et al. 1992;
Darsono & Aziz 2001; Yusron 2007). Teknik ini juga sangat umum dilakukan pada biota lain seperti Moluska (Cappenberg dan
Pangabean 2005; Cappenberg 2006; Dody et
al. 2000).
Hasil penghitungan populasi dapat berbeda jika metode yang digunakan berbeda. Metode pemetaan dilakukan dengan cara menandai lokasi setiap hewan yang ditemukan dengan menggunakan
Global Positioning System (GPS). Metode ini telah diterapkan pada timun laut (Holothuroidea) di perairan Lombok Barat (Purwati 2006). Keuntungan menggunakan metode pemetaan antara lain tidak mengulang penghitungan individu yang sama, mengetahui distribusi lokal setiap spesies yang ada dan memberi batasan mikrohabitat setiap spesies. Mengingat mobilitas dan ukuran tubuh yang relatif sama dengan timun laut, maka metode pemetaan dapat diterapkan untuk analisis sebaran individu bintang laut.
Dalam penelitian ini digunakan dua metode, yaitu metode transek yang telah populer, dan metode pemetaan dengan GPS yang relatif baru dan belum banyak digunakan. Metode pemetaan memberi kemungkinan untuk meneliti mikrohabitat suatu populasi, sehingga dalam penelitian ini dilakukan juga observasi karakter mikrohabitat salah satu jenis bintang laut yang ditemukan dominan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk 1) membandingkan densitas bintang laut berdasarkan metode transek dan metode pemetaan, 2) menghitung jumlah dan
menentukan sebaran lokal Archaster typicus.
Disamping itu, penelitian ini memperkirakan luas penutupan lamun dan ukuran partikel
sedimen sebagai habitat A. typicus.
Waktu dan Tempat
Lokasi penelitian adalah Pulau Tikus
(5,862o-5,865o LS; 106,578o-106,583o BT)
2
September 2007. Pengumpulan data lapangan dilakukan tanggal 17 Juni 2007 dan pengolahan data dilakukan di Pusat Penelitian Oceanografi-LIPI, Jakarta.
106.57 106.58 106.59 106.6 106.61 106.62 106.63
-5.87 -5.86 -5.85
METODE
1. Identifikasi spesimen
Untuk keperluan identifikasi, setiap jenis yang berbeda diambil, difoto dengan kamera digital kodak C340 dan kemudian diawetkan dalam alkohol 70%. Semua spesimen kemudian disimpan di ruang koleksi P2O, LIPI. Penentuan nama jenis bintang laut dilakukan dengan merujuk pada Clark & Rowe (1971) dan Purwati & Lane (2000). Pengamatan juga dilakukan menggunakan mikroskop binokuler stereo Leica MZ8, dan difokuskan terutama pada rasio R/r (perbandingan antara panjang lengan dan jari-jari cakram), bentuk podia (kaki tabung), lempeng yang membatasi ambulakral, lempeng penyusun permukaan tubuh, serta keberadaan duri dan pori.
2. Penentuan densitas
Densitas ditentukan dengan menerapkan dua teknik di lokasi yang sama. Teknik pemetaan dilakukan lebih dahulu karena
[image:34.612.133.302.130.378.2]penerapannya memakan waktu lebih pendek. Pengumpulan data dimulai jam 09.30 WIB, saat kondisi laut surut jauh, koefesien pada tabel pasang surut Hidro-Oseanografi TNI AL 2007 berkisar 0.0-0.1(Lampiran 1). Ketinggian air saat pengamatan berkisar antara 0 sampai 10 cm di sekitar pantai dan di dekat tubir ± 120 cm.
a) Teknik transek pita (belt transect)
Teknik transek yang digunakan adalah
belt transect (transek pita) yang diadopsi
dari Brower et al. (1977), karena distribusi
Asteroidea yang tidak merata dan jumlah populasinya yang relatif sedikit (Gambar 2). Lebar setiap pita adalah 2 meter, diawali dari garis pantai sampai tubir. Jarak antar transek 10 meter. Posisi transek ditandai menggunakan GPS. Setiap spesimen yang ditemukan dalam transek pita dicatat jenis dan jumlahnya.
b) Teknik pemetaan dengan GPS
Data dikumpulkan dengan cara memberi tanda posisi tiap spesimen dengan GPS, dan dicatat nama spesiesnya. Data kemudian diolah dan dipetakan dengan menggunakan program Surfer 8.
3. Ukuran tubuh bintang laut
Setiap individu bintang laut diukur untuk mengetahui ukuran tubuhnya. Ukuran tubuh yang diukur adalah panjang lengan (R) dan jari-jari cakram (r) dengan
[image:34.612.337.505.314.573.2]106.5816 106.582 106.5824 106.5828 -5.8646 -5.8644 -5.8642 -5.864 -5.8638 -5.8636 -5.8634 -5.8632 -5.863 -5.8628 -5.8626 P. Tikus
Gambar 2 Posisi belt transect (1-6 ) di
Pulau Tikus. Tanda panah menunjukkan arah berjalan saat penghitungan.
1 2 3 4 5 6
Gambar 1 Lokasi penelitian (→) di Pulau