TESIS
OLEH
HERISON MENJERANG
117020006/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
Dalam Program Studi Teknik Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
HERISON MENJERANG
117020006/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Mei 2014
Nomor Pokok : 117020006
Program Studi : Megister Teknik Arsitektur
Bidang Kekhususan : Manajemen Pembangunan Kota
Menyetujui Komisi Pembimbing
(A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD.) (Ir. N. Vinky Rahman, MT)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD.
Anggota : 1. Ir. N. Vinky Rahman, MT
tidak dapat terlepas dari eksistensi ruang dalam studi geografi. Sistem ini saling berkaitan satu sama lain. Di dalam sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di sisi tata guna lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Hal inilah yang menjadi dasar dari analisis dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau dengan kata lain. Proses perencanaan transportasi dan perubahan tata guna lahan mengikat terhadap tingkat pelayanan jalan satu sama lainnya. Ketidakkonsistenan perubahan tata guna lahan seringkali hanya diikuti dengan perubahan terhadap rencana tata ruang yang ada. Namun dalam perubahan rencana tata ruang seringkali tidak diikuti dengan perubahan rencana jaringan transportasinya. Kondisi ini mengakibatkan jaringan transportasi yang ada tidak mampu menampung beban pergerakan yang dibangkitkan oleh sistem kegiatan baru.
Dari latar belakang dan permasalah di atas, maka didapat tujuan dari penelitian, yaitu keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan (pergerakan) di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei lapangan yang bermaksud untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang diperlukan. Penelitian ini juga termasuk dalam jenis penelitian terapan yaitu penelitian atau penyelidikan yang sistematik terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan bagi keperluan tertentu.
Hasil dari kajian dapat diketahui penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap pergerakan (tingkat pelayanan jalan). Penggunaan lahan yang ada di kawasan studi merupakan faktor dominan yang memberikan dampak terhadap terjadinya bangkitan dan perjalanan dimasa yang akan dating. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pada daerah penelitian Jalan Marelan Raya Medan tidak terdapat tingkat kemacetan yang fatal. Hanya ini terdapat dibeberapa ruas jalan saja yang cukup ramai dan laju kendaraan agak tersendat pada jam-jam tertentu yaitu pagi, siang, dan sore. Jam puncak untuk masing-masing penggunaan lahan bervariasi, dimana untuk pagi hari yaitu pukul 06.00-08.00 WIB , siang hari 11.00-13.00 WIB dan sore hari yaitu pukul 17.00-19.00 WIB. Karena kecenderung perkembangannya mengarah para perubahan tata guna lahan campuran maka perlu langkah–langkah perbaikan manajemen lalu lintas pada jam–jam sibuk dan kebijakan pemerintah mengakomodir penataan guna lahan di Jalan Marelan Raya Medan.
transportation system, the goal of planning is to provide facilities for the movement of passengers and goods from one place to another, or from a variety of land uses. In terms of land use, the goal of planning is to achieve the function of the building and to be profitable. This is the basis of the spatial impact assessmenty tobridge the two goals mentioned above, or in other words, the process of transportation planning and land use changes isrespectively binding to the level of road service. The inconsistency of the changes in land use isfrequently followed by a change to the existing spatial plans. However, in the change of spatial plans are not frequently followed by changes in its transportation network plan. This condition has madethe existing transportation network unable to accommodate the load of the movement generated by the new activity system.
From the background and the problems mentioned above, the purpose of this study was to find out the relationship between the land use and the road service level (movement) along JalanMarelan Raya, the city of Medan. This study was carried out by conducting field surveys intended to obtain the primary and secondary data required. This study also belonged to applied research or systematicinvestigation of a problem aimedat being used for specific purposes.
The results of the study showed that land use has a considerable influence on the movement (level of road service). The existing land use in the study area was the dominant factor that influenced the rise of movement in the future. As a whole, it can be said that there was no fatal congestion in the research area (on Jalan Marelan Raya Medan). Congestion was only found on seral segments of the road where the road was crowded enough and the speed of the vehicle was a little disturbed at certain hours in the morning, in the afternoon and in the evening. The peak hour for each land use varies such as from 06.00 to 08:00 in the morning, from 11:00 to 13:00 during the day, and from 17:00 to 19:00 in the evening. Because of the tendency of development leads to the mixed land use changes, it is necessary to take the steps forthe improvement of the peak hour traffic managementand the government's policy to accommodate the land use arrangement along Jalan Marelan Raya, the city of Medan.
karunia dan hidayah yang sangat melimpah. Dan atas itu pulalah tesis ini dapat
terselesaikan tanpa banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi penulis.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengkaji tata guna lahan terhadap
tingkat pelayanan jalan dalam hal ini studi kasus Jalan Merelan Raya, Kecamatan
Medan Marelan Kota Medan.
Dari sejak penelitian ini dimulai hingga selesai, banyak pihak yang telah
sangat membantu dalam proses penelitian hingga penyusunan tesis ini sehingga
penulis merasa hampir tidak ada kesulitan yang begitu berarti. Untuk itu, penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta
yang selalu memberikan doa serta motivasi untuk menyelesaikan tesis ini, A/Prof.
Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD dan Ir. N. Vinky Rahman, MT sebagai
pembimbing yang luar biasa sabar dan bijaksana membimbing saya dalam
penyusunan tesis ini hingga selesai, para dosen penguji yang telah bijak serta kritis
dalam menguji, membuka wawasan, membimbing serta memberikan masukan
berharga pada tesis ini, ketua program studi, dosen pengajar manajemen
pembangunan kota dan pegawai tata usaha jurusan Teknik Arsitektur Universitas
Medan, Mei 2014
Penulis
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penulis
merupakan anak ke delapan dari sembilan bersaudara dari
pasangan Alm. Jendah Menjerang dan Almh. Menasa Br.
Sembiring.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Buluh Pancur (1977-1982),
SMP Negeri Laubaleng (1982-1985), STM Negeri Berastagi (1985-1988), Penulis
menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Darma Agung tahun 2007.
Sejak tahun 1991 sampai saat ini penulis bertugas sebagai staf pada Kementerian
Pekerjaan Umum pada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Medan.
Pada pertengahan tahun 2011 penulis melanjutkan jenjang pendidikan S2-nya di
Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Kerangka Pemikiran ... 6
1.6 Sistematika Pembahasan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Tata Guna Lahan ... 10
2.1.1 Pengertian tata guna lahan ... 10
2.1.2 Karakteristik pemanfaatan lahan ... 12
2.2.3 Sistem Pergerakan ... 18
2.3 Tingkat Pelayanan Jalan ... 19
2.4 Manajemen Lalu Lintas ... 22
2.5 Hambatan Samping ... 24
2.6 Pengertian dan Perhitungan Kapasitas Jalan ... 24
2.6.1 Pengertian Kapasitas Jalan ... 24
2.6.2 Perhitungan Kapasitas Jalan ... 26
2.7 Keterkaitan Tata Guna Lahan dan Transportasi ... 30
2.8 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN39 3.1 Jenis Penelitian ... 39
3.2 Kebutuhan Data ... 39
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 41
3.4 Populasi/Sampel ... 43
3.5 Metode Analisa Penelitian ... 46
3.5.1 Analisis deskriptif ... 46
3.5.2 Analisis tata guna lahan terhadap tingkat pelayanan Jalan ... 47
3.6 Kerangka Analisa ... 49
BAB IV TINJAUAN WILAYAH ... 51
4.1 Lokasi Penelitian ... 51
4.3 Gambaran Ruas Jalan Marelan Raya ... 57
4.3.1 Tinjauan ruas Jalan Marelan Raya ... 57
4.3.2 Karakteristik dan pola penggunaan lahan ... 59
4.3.3 Karakteristik transportasi dan jaringan jalan ... 64
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 68
5.1 Analisa Penggunaan Lahan ... 68
5.2 Analisa Transportasi ... 73
5.2.1 Analisis kondisi fisik dan sistem jaringan jalan di kawasan studi ... 74
5.2.2 Hambatan samping ... 80
5.2.3 Analisis kapasitas ruas jalan ... 81
5.2.4 Analisis rasio volume lalu lintas (V/C rasio) ... 83
5.2.5 Analisis tingkat pelayanan ... 86
5.2.6 Tingkat kemacetan lalu lintas ... 87
5.3 Analisa Kajian Guna Lahan Terhadap Tingkat Pelayanan ... 90
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 98
6.1 Kesimpulan ... 98
6.2 Rekomendasi ... 99
1.1 Kerangka Berpikir ... 7
2.1 Sistem Transportasi Mikro ... 15
2.2 Tingkat Pelayanan (Tergantung Arus) ... 21
2.3 Siklus Tata Guna Lahan-Transportasi ... 33
2.4 Siklus Guna Lahan–Transportasi ... 34
2.5 Bangkitan Perjalanan Untuk Dua Zona Asal Dan Tujuan... 36
2.6 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan ... 37
3.1 Pendekatan Studi dan Kerangka Analisis... 50
4.1 Peta Administrasi Kecamatan Medan Marelan ... 52
4.2 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kecamatan Medan Marelan... 54
4.3 Ruas Jalan Marelan Raya ... 58
4.4 Penggunaan Lahan di Ruas Jalan Marelan ... 60
4.5 Grafik Persentase Tujuan Responden Melakukan Pergerakan/ Perjalanan di Wilayah Studi ... 61
4.6 Grafik Persentase Jarak Tempat Tinggal Responden dengan Tujuan Perjalanan ... 62
4.10 Arus Lalu Lintas di Sepanjang Jalan Marelan Raya ... 66
5.1 Persentase Penggunaan Lahan di Ruas Jalan Marelan Raya.... 69
5.2 Pola dan Aktivitas Penggunaan Lahan ... 71
5.3 Grafik Kondisi Jalan Marelan Raya Medan ... 75
5.4 Grafik Kenyamanan Jalan Marelan Raya Medan... 75
5.5 Grafik Lebar Jalan Marelan Raya Medan ... 76
5.6 Aktivitas Transportasi di Jalan Marelan Raya ... 78
2.1 Klasifikasi Tingkat Pelayanan Jalan... 20
2.2 Kapasitas Dasar (Co)... 27
2.3 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (Fcw) ... 27
2.4 Faktor Penyesuaian Akibat Pemisah Arah (FCSP)... 28
2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCSF) ... 29
2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCSF) Untuk Jalan Yang Mempunyai Bahu Jalan ... 29
2.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCCS) ... 30
3.1 Kebutuhan Data Penelitian ... 40
4.1 Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan ... 53
4.2 Jumlah Penduduk di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011 55 4.3 Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011 ... 56
4.4 Fasilitas Peribadatan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011 ... 56
4.5 Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011 ... 57
4.9 Persentasi Kepemilikan Kenderaan Responden ... 63
4.10 Persentasi Penghasilan Rata-Rata Per Bulan Responden ... 64
5.1 Pola Penggunaan Lahan Eksisting di Sepanjang Jalan Marelan Raya... 68
5.2 Persentasi Hasil Kuesioner Mengenai Kondisi Jalan, Faktor Kenyamanan dan Lebar Jalan di Kawasan Studi ... 75
5.3 Kondisi Geometri Jalan Marelan Raya... 76
5.4 Standar Perbandingan Jenis Kenderaan... 82
5.5 Hasil Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata di Kawasan Studi... 83
5.6 Kapasitas Jalan di Koridor Jalan Marelan Raya ... 86
5.7 Analisis Tingkat Pelayanan Jalan di Koridor Jalan Marelan Raya ... 87
5.8 Jumlah Pergerakan, Jam Puncak dan Luas Lahan di Wilayah Studi ... 90
5.9 Descriptive Statistic... 91
5.10 OutputKorelasi ... 91
5.11 Model Summary... 92
5.12 ANOVA AtauF-Test... 92
5.13 Koefisien... 93
1 Kuesioner... 104
2 Rekapitulasi Kuesioner... 107
3 Formulir Survei Perhitungan Lalu Lintas (Formulir Lapangan);
Formulir Survei untuk LRMS; Formulir Kalibrasi Alat
Pengukur Jarak... 108
4 Formulir Himpunan Perhitungan Lalu Lintas (Unit)... 111
5 Formulir Himpunan Perhitungan Lalu Lintas (Satuan Mobil
Penumpang)... 112
tidak dapat terlepas dari eksistensi ruang dalam studi geografi. Sistem ini saling berkaitan satu sama lain. Di dalam sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di sisi tata guna lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Hal inilah yang menjadi dasar dari analisis dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau dengan kata lain. Proses perencanaan transportasi dan perubahan tata guna lahan mengikat terhadap tingkat pelayanan jalan satu sama lainnya. Ketidakkonsistenan perubahan tata guna lahan seringkali hanya diikuti dengan perubahan terhadap rencana tata ruang yang ada. Namun dalam perubahan rencana tata ruang seringkali tidak diikuti dengan perubahan rencana jaringan transportasinya. Kondisi ini mengakibatkan jaringan transportasi yang ada tidak mampu menampung beban pergerakan yang dibangkitkan oleh sistem kegiatan baru.
Dari latar belakang dan permasalah di atas, maka didapat tujuan dari penelitian, yaitu keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan (pergerakan) di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei lapangan yang bermaksud untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang diperlukan. Penelitian ini juga termasuk dalam jenis penelitian terapan yaitu penelitian atau penyelidikan yang sistematik terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan bagi keperluan tertentu.
Hasil dari kajian dapat diketahui penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap pergerakan (tingkat pelayanan jalan). Penggunaan lahan yang ada di kawasan studi merupakan faktor dominan yang memberikan dampak terhadap terjadinya bangkitan dan perjalanan dimasa yang akan dating. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pada daerah penelitian Jalan Marelan Raya Medan tidak terdapat tingkat kemacetan yang fatal. Hanya ini terdapat dibeberapa ruas jalan saja yang cukup ramai dan laju kendaraan agak tersendat pada jam-jam tertentu yaitu pagi, siang, dan sore. Jam puncak untuk masing-masing penggunaan lahan bervariasi, dimana untuk pagi hari yaitu pukul 06.00-08.00 WIB , siang hari 11.00-13.00 WIB dan sore hari yaitu pukul 17.00-19.00 WIB. Karena kecenderung perkembangannya mengarah para perubahan tata guna lahan campuran maka perlu langkah–langkah perbaikan manajemen lalu lintas pada jam–jam sibuk dan kebijakan pemerintah mengakomodir penataan guna lahan di Jalan Marelan Raya Medan.
transportation system, the goal of planning is to provide facilities for the movement of passengers and goods from one place to another, or from a variety of land uses. In terms of land use, the goal of planning is to achieve the function of the building and to be profitable. This is the basis of the spatial impact assessmenty tobridge the two goals mentioned above, or in other words, the process of transportation planning and land use changes isrespectively binding to the level of road service. The inconsistency of the changes in land use isfrequently followed by a change to the existing spatial plans. However, in the change of spatial plans are not frequently followed by changes in its transportation network plan. This condition has madethe existing transportation network unable to accommodate the load of the movement generated by the new activity system.
From the background and the problems mentioned above, the purpose of this study was to find out the relationship between the land use and the road service level (movement) along JalanMarelan Raya, the city of Medan. This study was carried out by conducting field surveys intended to obtain the primary and secondary data required. This study also belonged to applied research or systematicinvestigation of a problem aimedat being used for specific purposes.
The results of the study showed that land use has a considerable influence on the movement (level of road service). The existing land use in the study area was the dominant factor that influenced the rise of movement in the future. As a whole, it can be said that there was no fatal congestion in the research area (on Jalan Marelan Raya Medan). Congestion was only found on seral segments of the road where the road was crowded enough and the speed of the vehicle was a little disturbed at certain hours in the morning, in the afternoon and in the evening. The peak hour for each land use varies such as from 06.00 to 08:00 in the morning, from 11:00 to 13:00 during the day, and from 17:00 to 19:00 in the evening. Because of the tendency of development leads to the mixed land use changes, it is necessary to take the steps forthe improvement of the peak hour traffic managementand the government's policy to accommodate the land use arrangement along Jalan Marelan Raya, the city of Medan.
1.1 Latar Belakang
Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi
permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis.
Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya prasarana
transportasi yang ada, tetapi juga ditambah lagi dengan permasalahan lainnya.
Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan
kuantitas data yang berkaitan dengan transportasi, kualitas sumber daya manusia,
urbanisasi yang cepat, tingkat disiplin yang rendah, dan lemahnya perencanaan dan
kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi semakin parah.
Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna
lahannya. Sebaliknya, tranportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan
menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan. Keterkaitan antara sistem transportasi
cenderung mengarah pada tingkat pelayanan jalan, sedangkan perubahan tata guna
lahan merupakan suatu kajian yang tidak dapat terlepas dari eksistensi ruang dalam
studi geografi. Sistem ini saling berkaitan satu sama lain. Di dalam sistem
transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan
penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai
untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Hal inilah yang
menjadi dasar dari analisis dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di
atas, atau dengan kata lain. Proses perencanaan transportasi dan perubahan tata guna
lahan mengikat terhadap tingkat pelayanan jalan satu sama lainnya.
Tingkat pelayanan jalan (level of service) menjelaskan bagaimana
kondisi-kondisi operasional didalam suatu aliran lalu lintas dan persepsi dari pengemudi dan
atau penumpang terhadap perubahan tata guna lahan di kawasan sekitarnya.
Berdasarkan Highway Capacity Manual dalam Morlok (1998:211212) faktor-faktor tingkat pelayanan jalan yang mengacu pada transportasi meliputi hambatan atau
halangan lalu lintas, kebebasan untuk maneuver, keamanan (kecelakaan dan bahaya-bahaya potensial lainnya), kenikmatan dan kenyamanan mengemudi, ekonomi (biaya
operasi kendaraan). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan yang ada
berdasarkan Transportation Research Board dalam Khisty dan Lall (2005:216) adalah kecepatan dan waktu tempuh, kebebasan bermanuver, perhentian lalu lintas, kemudahan dan kenyamanan.
Dari asumsi mendasar tersebut, maka perlu kajian yang mendalam mengenai
analisis keduanya. Dilihat dari kedua tujuan tersebut seringkali menimbulkan konflik,
hal inilah yang menjadi asumsi mendasar dari studi ini yaitu untuk menjembatani
kedua tujuan diatas.
Ketidakkonsistenan perubahan tata guna lahan adanya perubahan peruntukan
seringkali hanya diikuti dengan perubahan terhadap rencana tata ruang yang ada.
perubahan rencana jaringan transportasinya. Kondisi ini mengakibatkan jaringan
transportasi yang ada tidak mampu menampung beban pergerakan yang dibangkitkan
oleh sistem kegiatan baru.
Sebagai contoh adalah kasus di Kecamatan Medan Marelan, pengembangan
Kecamatan Medan Marelan ini cenderung mengarah pada kawasan campuran (mix
use), dengan sebagian besar untuk pemukiman, tetapi sekarang di sepanjang Jalan
Marelan Raya berkembang pesat menjadi kawasan perdagangan dan jasa seperti
pertokoan, plaza, mall, restoran dan sebagian kecil lembaga pendidikan (pendidikan dasar, menegah dan perguruan tinggi).
Perkembangan ini tidak terlepas dari akibat pertumbuhan penduduk di sekitar
wilayah tersebut karena lokasi tersebut yang sangat strategis dibandingkan lokasi lain
khususnya Jalan Marelan Raya/Platina Kelurahan Tanah Enam Ratus. Dari aspek
aksesbilitas, kawasan ini mudah dicapai dari segala arah tetapi pelayanan transportasi
tidak cukup baik dan jalur lalu lintas sangat padat terutama pada jam-jam sibuk.
Masalah yang dihadapi adalah keseimbangan antara kapasitas jaringan jalan dengan
banyaknya kendaraan dan orang yang berlalu lalang menggunakan jalan tersebut. Jika
kapasitas jaringan jalan sudah hampir jenuh, apalagi terlampaui, maka yang terjadi
adalah kemacetan lalu lintas, kesemrawutan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas di
jalan.
Dari pengamatan di lokasi diketahui terjadi penurunan kinerja yang
diindikasikan dengan berkurangnya kecepatan, kemacetan khususnya pada jam jam
sekitar jam 17–19.00 WIB. Kemacetan di Jalan Marelan Raya juga diduga
berhubungan erat dengan penggunaan lahan di sepanjang jalan serta perkembangan
wilayah disekitarnya.
Dengan kondisi ini maka kebijaksanaan tata guna lahan di kawasan ini
dirumuskan kembali dengan konsep pengembangan kawasan perdagangan tetapi
terbatas. Sebagai dampaknya kebutuhan transportasi meningkat pesat sedangkan
sarananya sangat terbatas, akibatnya kemacetan dan kepadatan lalu lintas tidak dapat
dihindarkan. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kebijaksanaan tata guna lahan
yang baik belum tentu dapat mendukung pemecahan masalah transportasi, Karena
masih ditentukan oleh implementasinya yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain yang dianggap lebih penting dan mendesak dari penataan guna lahan itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Potensi tata guna lahan adalah satu ukuran dari skala aktifitas sosio-ekonomi
yang terjadi pada suatu lahan tertentu. Ciri khas dari tata guna lahan adalah
kemampuan atau potensinya untuk ”membangkitkan” lalu lintas. Dengan demikian,
sudah sewajarnya apabila kita menghubungkan potensi tata guna lahan dari sepetak
lahan, yang memiliki aktifitas tertentu, untuk membangkitkan sejumlah tertentu arus
lalu lintas per hari.
Struktur tata guna lahan di sepanjang ruas Jalan Marelan Raya Kota Medan
yang didominasi oleh kawasan perdagangan dan jasa menyebabkan sepanjang ruas
dikhawatirkan ikut menjadi penyebab timbulnya berbagai permasalahan transportasi
di sepanjang ruas jalan Jalan Marelan Raya yang harus segera ditangani dan
diantisipasi agar pergerakan tetap lancar sehingga tidak mengganggu sinergi aktifitas
di sepanjang koridor jalan ini.
Dalam penanganan permasalahan transportasi tersebut perlu dilakukan kajian
mengenai bagaimana keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan
di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan. Untuk mengetahui keterkaitan
penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan di sepanjang Jalan Marelan Raya
Kota Medan, maka diperlukan suatu metode analisis dan pemodelan yang tepat, serta
parameter-parameter yang perlu diperhitungkan, yang nantinya dapat dijadikan suatu
standar bagi analisa keterkaitan keterkaitan penggunaan lahan terhadap pergerakan di
sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji keterkaitan penggunaan lahan
terhadap tingkat pelayanan jalan (pergerakan) Studi Kasus Jalan Marelan Raya Kota
Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang akan kita peroleh sebagai bahan masukan dari studi
difokuskan kepada beberapa alternatif terhadap studi kasus, antara lain sebagai
berikut:
1. Bagi Pemerintah, sebagai masukan tentang mekanisme dan arahan
kebijakan tata guna lahan dan transportasi;
2. Bagi masyarakat dan pihak swasta yang mempunyai kaitan erat dalam
pemanfaatan lahan serta sarana dan prasarana transportasi, sehingga lebih
berperan dalam menunjang pembangunan Kota Medan umumnya dan
Kecamatan Medan Marelan khususnya.
3. Bagi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai contoh besar pengaruh penggunaan
lahan terhadap pergerakan khususnya di sepanjang Jalan Marelan Raya
Kota Medan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Untuk memberikan gambaran yang lebih praktis tentang kajian tata guna
lahan terhadap tingkat pelayananan jalan dalam hal ini studi kasus Jalan Marelan
Raya Kota Medan, untuk mengetahui keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat
pelayanan jalan sehingga diperlukan analisis dan pemodelan yang tepat yang akan
digunakan dalam penelitian dapat diuraikan dalam kerangka pemikiran seperti pada
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
Data :
1. Pola dan Aktifitas Penggunaan Lahan di Wilayah Studi
2. Pola dan Aktifitas Transportasi di Wilayah Studi 3. Volume LL dan Kapasitas Jalan
Jalan Marelan Raya
Tata Guna Lahan
Pola Pergerakan:
Jaringan Transportasi
Permasalahan :
1. Penggunaan lahan yang didominasi oleh kawasan perdagangan dan jasa yang menyebabkan sepanjang ruas jalan padat.
2. Timbulnya berbagai permasalahan transportasi di sepanjang Jalan Marelan Raya seperti mulai timbulnya kemacetan pada jam-jam sibuk, mulai menurunnya tingkat pelayanan jalan.
Mengkaji keterkaitan Penggunaan Lahan Terhadap tingkat pelayanan jalan di Sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan
Kajian Teori :
- Guna Lahan - Transportasi
- Interaksi Guna Lahan & Transportasi
Identifikasi Kondisi Guna Lahan dan Transportasi di Ruas Jalan Marelan Raya Kecamatan Medan Marelan
Analisis Guna Lahan di Wilayah Studi
Keterkaitan (korelasi) Kajian Penggunaan Lahan Terhadap Pergerakan (Tingkat Pelayanan Jalan) di Sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan
Kesimpulan dan Rekomendasi
Analisis pergerakan transportasi (volume lalu lintas, kapasitas jalan dan tingkat pelayanan jalan)
Analisis Kuantitatif (Regresi Linier)
1.6 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan studi penelitian dalam penulisan tesis ini, sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
berfikir, dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang kajian teoritis berupa pengertian
lahan, karakteristik pemanfaatan lahan, konsep pemanfaatan
lahan, penentu tata guna lahan, konsep transportasi, teori
jaringan jalan dan pengertian tentang kemacetan lalu lintas,
interaksi penggunaan lahan dan sistem transportasi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang proses penelitian yang dilakukan.
Dimulai dari bahan, materi maupun alat penelitan, membuat
rancangan penelitian, menjelaskan variabel yang diamati serta
membuat jadwal pelaksanaan penelitian.
BAB IV KAWASAN PENELITIAN
Pada bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian, gambaran
kependudukan, ekonomi, pola penggunaan lahan, sarana dan
prasarana, dan tingkat pelayanan jalan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan analisa terhadap hasil amatan pada
lokasi penelitian dan teori-teori yang mendukungnya. Hasil
amatan dibuat dalam bentuk tabulasi atas semua informasi
yang dikumpulkan baik di lapangan maupun studi literatur.
Kemudian dilakukan pengolahan data menuju kesimpulan
akhir tesis ini.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian akhir dari rangkaian seluruh
kegiatan studi penelitian, yang mencakup kesimpulan dan
2.1 Tata Guna Lahan
2.1.1 Pengertian tata guna lahan
Lahan adalah permukaan bumi tempat berlangsungnya berbagai aktivitas dan
merupakan sumber daya alam yang terbatas, dimana pemanfaatannya memerlukan
penataan, penyediaan, dan peruntukan secara berencana untuk maksud-maksud
penggunaan bagi kesejahteraan masyarakat (Sugandhy, 1998:16). Sedangkan
menurut Cooke (1983:33), lahan merupakan keseluruhan kemampuan muka daratan
beserta segala gejala di bawah permukaannya yang bersangkut paut dengan
pemanfaatannya bagi manusia. Pengertian lahan/tanah menurut Undang-Undang
Pokok Agraria adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya termasuk bagian
tubuh bumi yang dibawahnya dan bagian ruang diatasnya sesuai dengan tujuan
penggunaannya. (Boedi Harsono dalam Soemadi, H, 1999:5).
Pengertian tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan suatu bentang alam
sebagai modal utama kegiatan, sebagai tempat dimana seluruh makhluk hidup berada
dan melangsungkan kehidupannya dengan memanfaatkan lahan itu sendiri.
Sedangkan pemanfaatan lahan adalah suatu usaha memanfaatkan lahan dari waktu ke
Tata Guna Lahan (land use planning) adalah pengaturan penggunaan lahan.
Dalam tata guna lahan dibicarakan bukan saja mengenai penggunaan permukaan
bumi, tetapi juga mengenai penggunaan permukaan bumi dilautan
(Jayadinata,1999:10). Tata Guna Lahan menurut Undang-Undang Pokok Agraria
adalah struktur dan pola pemanfaatan tanah, baik yang direncanakan maupun tidak,
yang meliputi persediaan tanah, peruntukan tanah, penggunaan tanah dan
pemeliharaannya.
Menurut Lindgren (1985), penggunaan lahan (land use) mempunyai arti sama
dengan lahan yaitu merupakan tempat tinggal, lahan usaha, lapangan olah raga,
rumah sakit dan areal pemakaman. Sedangkan penutup lahan (land cover) cenderung
mengarah ke vegetasional dan buatan manusia atas lahan untuk mencukupi
kebutuhan manusia.
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung
berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987). Penggunaan lahan adalah
suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud pembangunan
secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1998). Jayadinata mengatakan bahwa penggunaan
lahan adalah wujud atau bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada
satu waktu.
Guna lahan menurut Edy Darmawan (2003) adalah pengaturan penggunaan lahan
untuk menentukan pilihan terbaik dalam bentuk pengalokasian fungsi tertentu, sehingga
dapat memberikan gambaran secara keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan
penilaian yang bertumpu pada ekonomis atau tidaknya jika sebidang tanah dimanfaatkan
baik untuk rumah tinggal maupun melakukan usaha di atas tanah tersebut.
2.1.2 Karakteristik pemanfaatan lahan
Tata guna tanah perkotaan menunjukan pembagian dalam ruang dan peran
kota. Misalnya kawasan perumahan, kawasan tempat bekerja, kawasan pertokoan dan
juga kawasan rekreasi (Jayadinata, 1999:54). Menurut Chapin (1995:69),
pemanfaatan lahan untuk fasilitas transportasi cenderung mendekati jalur transportasi
barang dan orang sehingga dekat dengan jaringan transportasi serta dapat dijangkau
dari kawasan permukiman dan tempat berkerja serta fasilitas pendidikan. Sementara
fasilitas rekreasi, terutama untuk skala kota atau regional, cenderung menyesuaikan
dengan potensi alam seperti pantai, danau, daerah dengan topografi tertentu, atau
flora dan fauna tertentu.
Pendataan tata guna lahan merupakan hal pokok dalam telaah perangkutan
kota sebagai landasan untuk mengukur kaitan antara guna lahan dengan pembangkit
lalu lintas. Pendataan juga menyajikan berbagai keterangan yang sangat diperlukan
untuk menaksir tata guna lahan di masa depan. Guna lahan (dalam kota)
menunjukkan kegiatan perkotaan yang menempati suatu petak yang bersangkutan.
Setiap petak lahan dicirikan dengan tiga ukuran dasar, yaitu jenis kegiatan, intensitas
2.1.3 Konsep penggunaan lahan
Penggunaan lahan pada suatu kota umumnya berbentuk tertentu dan pola
perkembangannya dapat diestimasikan. Keputusan-keputusan pembangunan kota
biasanya berkembang bebas, tetapi diupayakan sesuai dengan perencanaan
penggunaan lahan. Motif ekonomi adalah motif utama dalam pembentukan struktur
penggunaan tanah suatu kota dengan timbulnya pusat-pusat bisnis yang strategis.
Selain motif bisnis terdapat pula motif politik, bentuk fisik kota, seperti topografi,
drainase. Meskipun struktur kota tampak tidak beraturan, namun kalau dilihat secara
seksama memiliki keteraturan pola tertentu. Bangunan-bangunan fisik membentuk
zona-zonainternkota. Teori-teori struktur kota yang ada digunakan mengkaji bentuk-bentuk penggunaan lahan yang biasanya terdiri dari penggunaan tanah untuk
perumahan, bisnis, industri, pertanian dan jasa (Koestoer, 2001:33).
2.1.4 Penentu tata guna lahan
Penentu dalam tata guna lahan bersifat sosial, ekonomi, dan kepentingan
umum (Jayadinata, 1999:157-166) adalah sebagai berikut:
1. Perilaku Masyarakat (sosial behaviour) sebagai penentu.
Hal yang menentukan nilai tanah secara sosial dapat diterangkan dengan
proses ekologi yang berhubungan dengan sifat fisik tanah, dan dengan
proses organisasi yang berhubungan dengan masyarakat, yang semuanya
mempunyai kaitan dengan tingkah laku dan perbuatan kelompok
2. Penentu yang berhubungan dengan kehidupan ekonomi.
Dalam kehidupan ekonomi, peranan daya guna dan biaya sangat penting,
maka diadakan pengaturan tempat sekolah supaya lebih ekonomis,
program lalita (rekreasi) yang ekonomis berhubung dengan pendapatan
perkapita, dan sebagainya. Pola tata guna lahan di daerah perkotaan yang
diterapkan dalam teori jalur sepusat, teori sektor, dan teori pusat lipat
ganda dihubungkan dengan kehidupan ekonomi.
3. Kepentingan umum sebagai penentu.
Kepentingan umum yang menjadi penentu dalam tata guna lahan
meliputi: kesehatan, keamanan, moral, dan kesejahteraan umum
(termasuk keindahan, kenikmatan), dan sebagainya.
2.2 Sistem Transportasi
Menurut Papacostas (1987:33), transportasi didefinisikan sebagai suatu sistem
yang memungkinkan orang atau barang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat
lain secara efisien dalam setiap waktu untuk mendukung aktivitas yang diperlukan
oleh manusia. Sedangkan menurut Nasution (2004:97) transportasi sebagai
perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tujuan mengandung 3 (tiga) hal
yakni (a) ada muatan yang diangkut, (b) tersedia kendaraan sebagai alat angkutan dan
(c) ada jalan yang dilalui.
Menurut Miro, F (1997), sistem transportasi merupakan gabungan
(kendaraan) dan sistem pengoperasian (yang mengkordinasikan komponen prasarana
dan sarana). Ini berarti bahwa pengembangan sistem transportasi untuk mendukung
kelancaran mobilitas manusia antar tata guna lahan dalam memenuhi kebutuhan
kehidupan ekonominya adalah mengembangkan salah satu komponen (elemen)
tersebut di atas atau bisa juga ketiganya secara bersamaan kalau keadaan
memungkinkan, misalnya kalau ketersedian dana melimpah.
Menurut Tamin (1997:22-29), Sistem transportasi secara makro terdiri dari
beberapa sistem mikro, yaitu; (a) sistem kegiatan; (b) sistem jaringan; (c) sistem
pergerakan; dan (d) sistem kelembagaan. Masing-masing sistem tersebut saling
terkait satu sama lainnya. Sistem transportasi makro tersebut terlihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro Sumber: Tamin, 1997:27
Dari Gambar 2.1 tersebut, dapat dijelaskan bahwa interaksi antara sistem
kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan suatu pergerakan manusia dan
barang dalam bentuk pergerakan kendaraan. Perubahan pada sistem kegiatan akan
mempengaruhi sistem jaringan melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan
sistem pergerakan. Perubahan pada sistem jaringan akan mempengaruhi sistem Sistem
Kegiatan
Sistem Jaringan
kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksessibilitas dari sistem pergerakan
tersebut. Sistem pergerakan memegang peranan yang penting dalam
mengakomodasikan permintaan akan pergerakan yang dengan sendirinya akan
mempengaruhi sistem kegiatan dan jaringan yang ada. Keseluruhan sistem tersebut
diatur dalam suatu sistem kelembagaan.
2.2.1 Sistem kegiatan
Pada dasarnya transportasi kota adalah kegiatan yang menghubungkan antara
tata guna lahan satu dengan yang lainnya dalam suatu kota. Dalam perencanaan kota,
perkembangan transportasi dan perkembangan kota tidak dapat diabaikan karena
merupakan dua hal yang saling mendukung.
Berkembangnya tata guna lahan dalam suatu kota merupakan salah satu sebab
meningkatnya kebutuhan akan transportasi. Sebaliknya kebutuhan transportasi yang
baik dan lancar akan mempercepat perkembangan tata guna lahan dalam suatu kota
karena akan mempercepat pergerakan penduduk.
Tata guna lahan dalam suatu kota memiliki pola yang berbeda, yaitu
menyebar (misalnya permukiman), mengelompok (perkotaan) dan aktivitas tertentu
yang memiliki lokasi "one off" (misalnya terminal, bandar udara). Berkaitan dengan transportasi, tata guna lahan tersebut menghasilkan bangkitan maupun tarikan lalu
lintas yang berbeda, tergantung pada jenis tata guna lahan dan intensitas kegiatan
yang ada (Black, 1981). Perbedaan tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, antara
Demikian juga kalau dikaitkan dengan jumlah perjalanan dari suatu terminal,
sangat tergantung pada lokasi terminal tersebut. Jumlah perjalanan yang dihasilkan
tidak hanya ditentukan berdasarkan jumlah perjalan masing-masing individu, tetapi
terkait dengan tingkat kepadatan, maka akan makin banyak jumlah individu yang
melakukan perjalanan (Puskharev, 1977). Puskharev juga mengatakan bahwa jumlah
perjalanan ditentukan oleh jarak antar tata guna lahan.
2.2.2 Sistem jaringan
Struktur tata ruang kota pada dasarnya dibentuk dari dua elemen utama, yaitu
Link dan Node. Kedua elemen tersebut sekaligus merupakan elemen transportasi Morlok, 1978), Link (jalur) adalah suatu garis yang melewati panjang tertentu dari suatu jalan, rel, atau rute kendaraan. Sedangkan Node akan membentuk suatu pola jaringan jalan transportasi perkotaan secara garis besar dapat dibagi menjadi (Morlok,
1978).
1. Grid. Adalah bentuk paling sederhana dari sistem jaringan. Sistem ini mampu mendistribusikan pergerakkan secara merata keseluruhan bagian
kota, dengan demikian pergerakkan secara merata keseluruh kota, dengan
demikian pergerakkan tidak memusat pada beberapa fasilitas saja.
Kota-kota dengan sistem jaringan semacam ini umumnya memiliki topografi
2. Radial. Tipe ini akan memusatkan pergerakkan pada suatu lokasi, biasanya berupa pusat kota. Sistem radial biasanya dimiliki oleh suatu
kota dengan konsentrasi kegiatan pada pusat kota.
3. Circumferential. Tipe ini memisahkan lalu lintas dalam suatu kota, dengan cara menyediakan jaringan jalan untuk lalu lintas menerus.
Bentuk jaringan ini umumnya berupa jalan bebas hambatan.
4. Electic, adalah jaringan yang terbentuk karena perluasan kota. Sistem jaringan ini berfungsi untuk menghubungkan dua jaringan yang semula
terisolasi.
2.2.3 Sistem pergerakan
Untuk memenuhi kebutuhan manusia melakukan perjalan dari suatu tempat ke
tempat lainnya dengan memanfaatkan sistem jaringan transportasi dan sarana
transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang.
Pergerakan yang terjadi dalam suatu kota sebagian besar merupakan pergerakan rutin
dari tempat tinggal ke tempat kerja. Pergerakan ini akan membentuk suatu pola
misalnya alat pergerakan, maksud perjalanan, pilihan moda dan pilihan rute tertentu.
Secara keruangan pergerakan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
sebagai berikut:
1. Pergerakan internal, adalah pergerakan yang berlangsung suatu wilayah. Pergerakan tersebut merupakan perpindahan kendaraan atau orang antara
2. Pergerakan external, Adalah pergerakan dari luar wilayah menuju wilayah tertentu atau sebaliknya.
3. Pergerakan Through, adalah pergerakan yang hanya melewati satu wilayah tanpa berhenti pada wilayah tersebut.
Pergerakan penduduk terbagi atas pergerakan dengan maksud berbelanja,
sekolah, bisnis dan keperluan sosial (Saxena, 1989). Maksud pergerakkan akan
menentukan tujuan pergerakan yang terbagi atas tujuan utama dan tujuan pilihan
(Tamin, 1997). Maksud dari tujuan utama pergerakan adalah tujuan dari pergerakan
rutin yang dilakukan oleh setiap orang setiap hari, umumnya berupa tempat kerja atau
tempat pendidikan sedangkan tujuan pilihan merupakan tujuan dari pergerakan yang
tidak rutin dilakukan, misalnya ketempat rekreasi. Selain itu pergerakan akan
mengikuti pola waktu. Pada waktu tertentu, pergerakan akan menyentuh jam sibuk
(peak hours) karena volume pergerakan akan tinggi, yaitu pada pagi hari dan sore
hari.
2.3 Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan (Level of Service) adalah suatu ukuran kualitatif yang
menjelaskan kondisi-kondisi operasional didalam suatu aliran lalu lintas dan persepsi
dari pengemudi dan atau penumpang terhadap kondisi-kondisi tersebut
(Transportation Research Board dalam Khisty dan Lall, 2005:216). Setiap fasilitas
dapat dievaluasi berdasarkan enam tingkat pelayanan, A sampai F, dimana A
(Transportation Research Board dalam Khisty dan Lall, 2005:216). Menurut Morlok (1998) klasifikasi tingkat pelayanan jalan (V/C) seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat Pelayanan
Jalan Rasio (V/C) Keterangan
A < 0,60 Arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki.
B 0,60<V/C<0,70 Arus stabil, kecepatan sedikit terbatasi oleh lalu lintas, pengemudi masih dapat memilih
kecepatan yang dikehendaki.
C 0,70<V/C<0,80 Arus stabil, kecepatan dikontrol oleh lalu lintas. D 0,80<V/C<0,90 Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah E 0,90<V/C<1,00 Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan
berbeda-beda, volume mendekati kapasitas. F > 1,00 Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume
di atas kapasitas, sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama sehingga kecepatan dapat turun menjadi nol.
Sumber: Morlok, 1998
Berdasarkan Highway Capacity Manual dalam Morlok (1998:211-212) faktor-faktor tingkat pelayanan meliputi: hambatan atau halangan lalu lintas,
kebebasan untuk maneuver, keamanan (kecelakaan dan bahaya-bahaya potensial lainnya), kenikmatan dan kenyamanan mengemudi, dan ekonomi (biaya operasi
kendaraan)
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan yang ada berdasarkan
Menurut Tamin (1997:66-67) terdapat dua definisi tingkat pelayanan suatu
ruas jalan, yaitu:
1. Tingkat Pelayanan (tergantung arus).
Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, yang
tergantung pada perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena
itu, tingkat pelayanan pada suatu jalan tergantung pada arus lalu lintas.
Definisi ini digunakan oleh Highway Capacity Manual, diilustrasikan dengan Gambar 2.2, yang mempunyai enam buah tingkatan pelayanan
yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat pelayanan A-arus bebas.
b. Tingkat pelayanan B-arus stabil (untuk merancang jalan antar kota).
c. Tingkat pelayanan C-arus stabil (untuk merancang jalan perkotaan).
d. Tingkat pelayanan D-arus mulai tidak stabil.
e. Tingkat pelayanan E-arus tidak stabil (tersendat-sendat).
f. Tingkat pelayanan F-arus terhambat (berhenti, antrian, macet).
2. Tingkat pelayanan (tergantung fasilitas).
Hal ini sangat tergantung pada jenis fasilitas, bukan arusnya. Jalan bebas
hambatan mempunyai tingkat pelayanan yang tinggi, sedangkan jalan
yang sempit mempunyai tingkat pelayanan yang rendah.
2.4 Manajemen Lalu Lintas
Manajemen lalu lintas adalah suatu istilah yang biasa digunakan untuk
menjelaskan suatu proses pengaturan sistem lalu lintas dan sistem prasarana jalan
dengan menggunakan beberapa metoda, ataupun teknik rekayasa tertentu, tanpa
mengadakan pembangunan jalan baru, dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan
ataupun sasaran tertentu yang berhubungan dengan masalah lalu lintas.
Manajemen lalu lintas sangat berkepentingan dengan kualitas dan
keselamatan pengoperasian suatu sistem transportasi jalan dan terlibat dalam masalah
gerakan dari kendaraan dan pejalan kaki, perilaku masyarakat, pengaruh dari kondisi
geometrik dan permukaan jalan dan daerah sekitarnya.
Manajemen lalu lintas erat kaitannya dengan teknik lalu lintas, dimana
manajemen lalu lintas merupakan pengontrolan arus lalu lintas berdasarkan
dasar-dasar teknik lalu lintas berupa hasil rancangan geometrik infrastruktur jalan dengan
objektif keamanan dan efesiensi dari gerakan kendaraan dan pemakai jalan lainnya.
Sistem lalu lintas memiliki tiga elemen, yaitu jalan (road), manusia (human),
kendaraan (vehicle). Manajemen lalu lintas mempunyai delapan variabel atau ukuran
aliran lainnya yang diturunkan dari variabel utama adalah kecepatan (v), volume (q),
dan kepadatan (k). Tiga variabel lainnya yang digunakan dalam analisis arus lalu
lintas adalahheadway(h),spacing(s), danoccupancy(R). Juga berhubungan dengan
spacing dan headway adalah dua parameter lain, yaitu clearance (c) dan gap (g) (Khisty dan Lall, 2005).
1. Kecepatan adalah jarak yang di tempuh suatu kendaraan per satuan
waktu, umumnya dalam mil/jam (mph) atau kilometer per jam.
2. Volume atau arus lalu lintas (flow) adalah jumlah sebenarnya dari
kendaraan yang diamati atau diperkirakan melalui suatu titik selama
rentang waktu tertentu.
3. Kepadatan/konsentrasi (density) adalah jumlah kendaraan yang
menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-ratakan
terhadap waktu, yang dinyatakan dengan kendaraan per mil
(kendaraan/mil) atau per kilometer.
4. Senjang waktu (headway) adalah pengukuran interval waktu antara dua
kendaraan yang melintasi titik pengamatan pada jalan raya secara
berturut-turut dalam arus lalu lintas.
5. Senjang jarak (spacing) adalah jarak antara dua kendaraan berturut-turut
dalam arus lalu lintas dan dihitung dari muka kendaraan satu ke muka
Dalam proses mewujudkan manajemen lalu lintas yang baik, sangat terkait
terhadap tingkat pelayanan (level of service) yang menyatakan tingkat kualitas arus
lalu lintas yang sesungguhnya terjadi. Tingkat ini dinilai oleh pengemudi atau
penumpang berdasarkan tingkat kemudahan dan kenyamanan pengemudi.
2.5 Hambatan Samping
Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu-lintas dari aktifitas
samping segmen jalan. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997)
hambatan samping yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah:
pejalan kaki; angkutan umum dan kendaraan lain behenti; kendaraan lambat
(misalnya becak); kendaraan keluar dan masuk dari lahan samping jalan.
2.6 Pengertian dan Perhitungan Kapasitas Jalan
2.6.1 Pengertian kapasitas jalan
Menurut Paquette (1982) kapasitas jalan merupakan jumlah lalu lintas
kendaraan maksimum yang dapat melalui suatu ruas jalan selama periode waktu
tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan adalah kondisi jalan dan
kondisi lalu lintas. Kondisi jalan meliputi kelas jalan, lingkungan sekitar, lebar lajur
jalan, lebar bahu jalan dan kebebasan lateral (dari kapasitas pelengkap lalu lintas).
Menurut keperluan penggunaannya kapasitas ada tiga macam, yaitu sebagai
berikut:
1. Basic capacity (kapasitas dasar), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat dilewati suatu penampang pada jalur jalan selama satu jam
dalam keadaan kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal.
2. Possible capacity (kapasitas yang mungkin), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu
jalan selama satu jam pada kondisi jalan serta lalu lintas yang ada.
3. Design capacity(kapasitas rencana), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan selama
satu jam pada keadaan kondisi jalan serta lalu lintas yang sedang lewat
tanpa mengakibatkan kemacetan lalu lintas, kelambatan dan bahaya yang
masih dalam batas-batas yang diijinkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan antara lain sebagai berikut
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997):
1. Kondisi Geometri, merupakan faktor penyesuaian dimensi geometri jalan
terhadap geometri standar jalan kota, meliputi tipe jalan, lebar efektif
lapisan keras yang termanfaatkan, lebar efektif bahu jalan dan lebar
efektif median jalan.
2. Kondisi lalu lintas, merupakan karakteristik kendaaraan yang melewati
jumlah dua arah pergerakan), gangguan samping dari jalan, juumlah
pejalan kaki dan akses keluar masuk.
3. Kondisi lingkungan, mengenai kapasitas jalan yang dipengaruhi oleh
karakteristik jaringan jalan berupa kondisi geometrik, yang kemudian
disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Manual Kapasitas
Jalan Indosesia (MKJI).
2.6.2 Perhitungan kapasitas jalan
Jaringan jalan ada yang memakai pembatas median dan ada pula yang tidak,
sehingga dalam perhitungan kapasitas, keduanya dibedakan. Untuk ruas jalan
berpembatas median, kapasitas dihitung terpisah untuk setiap arah, sedangkan untuk
ruas jalan tanpa pembatas median, kapasitas dihitung untuk kedua arah. Persamaan
umum untuk menghitung kapasitas suatu ruas jalan menurut metode Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) untuk daerah perkotaan adalah sebagai
berikut:
C=CoxFCWxFCSPxFCSFxFCCS(smp/jam)………..…..(2.1)
Dimana:
CO = Kapasitas Dasar (smp/jam)
FCW = Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas
FCSP = Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah
FCSF = Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping
1. Kapasitas Dasar (Co).
Kapasitas segmen jalan pada kondisi geometri, pola arus lalu lintas dan
faktor lingkungan yang ditentukan sebelumnya. Kapasitas dasar yang
diperoleh ditentukan berdasarkan jumlah lajur dan jalur jalan yang ada di
kawasan studi, seperti pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kapasitas Dasar (Co)
Tipe Jalan Kapasitas Dasar (smp/jam)
Keterangan Jalan 4 lajur pembatas median atau jalan satu
arah
1.650 Per lajur Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1.500 Per lajur Jalan 2 lajur tanpa pembatas median 2.900 Total 2 arah
Sumber: MKJI, 1997
2. Lebar Jalur Jalan (FCw).
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas
seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FCW)
Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCW
4 Lajur berpembatas median atau jalan satu arah Per lajur 3,00
4 lajur tanpa pembatas median Per lajur
Tabel 2.3 (Lanjutan)
Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCW
2 lajur tanpa pembatas median Dua Arah
5
3. Median atau pemisah Jalan (FCsp).
Faktor koreksi FCSP ini dapat dilihat pada Tabel 2.4. Penentuan faktor
koreksi untuk pembagian arah didasarkan pada kondisi arus lalu lintas
dari kedua arah atau untuk jalan tanpa pembatas median. Untuk jalan satu
arah dan/atau jalan dengan pembatas median, faktor koreksi kapasitas
akibat pembagian arah adalah 1,0.
Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Akibat Pemisah Arah (FCSP)
Pembagian Arah (%-%) 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 2 lajur 2 arah tanpa pembatas median
(2/2 UD)
1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
4 lajur 2 arah tanpa pembatas median 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber: MKJI, 1997
4. Hambatan Samping (FCSF).
Faktor koreksi untuk ruas jalan yang mempunyai bahu jalan didasarkan
pada lebar bahu jalan efektif (WS) dan tingkat gangguan samping yang
kapasitas akibat gangguan samping (FCSF) untuk jalan yang mempunyai
bahu jalan dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCSF)
Kelas Gangguan
Sangat Rendah < 100 Pemukiman
Rendah 100-299 Pemukiman, beberapa transportasi
Sedang 300-499 Daerah industry dengan beberapa took di pinggir jalan
Tinggi 500-899 Daerah komersil, aktivitas pinggir jalan tinggi Sangat Tinggi >900 Daerah komersil dengan aktivitas perbelanjaan
pinggir jalan Sumber: MKJI, 1997
Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCSF)
Untuk Jalan Yang Mempunyai Bahu Jalan
Tipe Jalan Kelas Hambatan
Samping
Faktor Koreksi Akibat Hambatan Samping dan Lebar Bahu Jalan
Lebar Bahu Jalan Efektif
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah (4/2 D)
Sangat Rendah
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median (4/2 UD)
Jalan 2 lajur tanpa pembatas median (2/2 UD) atau jalan satu arah
5. Ukuran Kota (FCCS).
Faktor koreksi FCCS dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan faktor tersebut
merupakan fungsi dari jumlah penduduk kota.
Tabel 2.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCCS)
Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Koreksi Untuk Ukuran Kota
<0,1 0,86
0,1-0,5 0,90
0,5-1,0 0,94
1,0-1,3 1,00
> 1,3 1,03
Sumber: MKJI, 1997
2.7 Keterkaitan Tata Guna Lahan dan Transportasi
Kegiatan atau aktifitas-aktifitas manusia seperti bekerja, berbelanja, belajar
dan berekreasi, semuanya dilakukan pada potongan-potongan tanah yang telah
diwujudkan sebagai kantor, pabrik, gedung sekolah, pasar, pertokoan, perumahan,
objek wisata, hotel dan lain sebagainya. Aktifitas di potongan tanah (lahan) tersebut
dinamakan tata-guna lahan (Miro, 2002).
Manusia akan selalu beraktivitas dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya,
aktifitas itu akan menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang.
Dalam melakukan pergerakan (mobilisasi) dari tata guna lahan yang satu ke tata guna
lahan yang lain, seperti dari permukiman ke pasar, maka dikembangkanlah suatu
sistem transportasi yang sesuai dengan jarak, kondisi geografis dan wilayahnya, agar
Pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang mengakibatkan berbagai
macam interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dengan tempat mereka bekerja,
antara ibu rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan sekolah. Hampir semua
interaksi tersebut memerlukan perjalanan yang menghasilkan pergerakan arus lalu
lintas (Tamin, 1997).
Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi yang
terjadi antar sistem tata guna lahan dan transportasi diharapkan mampu memberikan
kemudahan dan seefisien mungkin, kebijakan yang perlu di lakukan untuk
mewujudkan sasaran umum tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Sistem kegiatan yaitu berupa rencana tata guna lahan yang baik (lokasi
toko, sekolah, perumahan dan lain-lain) dapat mengurangi kebutuhan
akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih
mudah.
2. Sistem jaringan yaitu meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang
ada yaitu melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dan lain-lain.
3. Sistem pergerakkan yaitu mengatur teknik dan manajemen lalu lintas
(jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek
dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).
Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi yang sangat
dinamis dan komplek. Interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan serta berbagai
kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan
perubahan dan besaran pergerakkan serta pemilihan moda pergerakkan merupakan
fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan diatasnya. Sedangkan setiap perubahan
guna lahan dipastikan akan membutuhkan peningkatan yang diberikan oleh sistem
transportasi dari kawasan yang bersangkutan (Black, 1981).
Aktifitas pada suatu lahan merupakan kemampuan atau potensi untuk
membangkitkan lalu lintas, maksudnya jika potensi tata guna lahan dari sepetak lahan
yang memiliki aktifitas tertentu, akan membangkitkan sejumlah arus lalu lintas
tertentu pula. Analisis tata guna lahan merupakan cara praktis untuk mempelajari
aktifitas-aktifitas yang menyebabkan terjadinya pembangkitan perjalanan karena pola
perjalanan (rute dan arus lalu lintas) dipengaruhi oleh jaringan transportasi dan tata
guna lahan (Khisty dan Lall, 2005).
Aktifitas yang dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan ini menentukan
fasilitas-fasilitas transportasi (bus, taksi, angkutan kota atau kendaraan pribadi) yang
akan dibutuhkan untuk melakukan pergerakan. Ketika fasilitas tambahan didalam
sistem telah tersedia, dengan sendirinya tingkat aksesibilitas akan meningkat.
Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan nilai lahan dan perubahan ini
akan mempengaruhi penggunaan lahan tersebut. Jika perubahan seperti ini akan
benar-benar terjadi, maka tingkat bangkitan perjalanan akan berubah dan akan
menghasilkan perubahan pada seluruh siklus. Siklus ini memberikan ilustrasi tentang
hubungan yang fundamental antar transportasi dengan tata guna lahan (Khisty dan
Gambar 2.3 Siklus Tata Guna Lahan-Transportasi Sumber: Khristy dan Lall, 2003
Suatu perubahan pemanfaatan lahan akan menyebabkan meningkatnya
bangkitan pergerakan. Peningkatan ini akan menyebabkan meningkatnya tingkat
aksesibilitas yang nantinya akan menyebabkan naiknya nilai lahan suatu kawasan,
peningkatan nilai lahan pada akhirnya akan menyebabkan tumbuhnya
aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan kondisi kawasan, sehingga memicu perkembangan
intensitas bangunan yang tinggi pada guna lahan tersebut.
Bila akses transportasi ke suatu ruang kegiatan (persil lahan) diperbaiki, maka
ruang kegiatan tersebut akan lebih menarik dan biasanya menjadi lebih berkembang.
Dengan berkembangnya ruang kegiatan, akan meningkat pula kebutuhan akan
transportasi.
Peningkatan ini kemudian menyebabkan kelebihan beban pada transportasi
(Tamin, 2000:503). Hubungan antara transportasi dengan guna lahan dapat dilihat
pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Siklus Guna Lahan–Transportasi Sumber: Paquatte, 1980 dalam Tamin, 2000:503
Dalam pemodelannya, sistem tata guna lahan-sistem transportasi mengandung
dua buah variabel yang dapat diidentifikasikan dan diukur (Black, 1981 dalam Miro,
2005:43-44), kedua variabel tersebut adalah:
1. Variabel Bebas (Independent Variable).
a. Sistem tata guna lahan/aktivitas, berupa Jumlah penduduk; jumlah
lapangan kerja; luas lahan untuk kegiatan; pola penyebaran lokasi
kegiatan; pendapatan dan tingkat kepadatan penduduk; pemilikan
kendaraan.
b. Sistem transportasi, berupa beberapa kondisi/tingkat pelayanan
transportasi seperti waktu perjalanan; biaya angkutan; pelayanan,
2. Variabel terikat yang akan dihitung, diramalkan (Dependent Variable),
berupa jumlah kebutuhan transportasi yang dihitung dari jumlah arus lalu
lintas penumpang, barang dan kendaraan di jalan raya per satuan waktu.
Menurut Victoria (Transport Policy Institute, 2004:2-3), faktor-faktor tata
guna lahan yang mempengaruhi transportasi yaitu:
1. Kepadatan dan pengelompokan (density and clustering), kepadatan
mengacu pada jumlah penduduk atau pekerjaan yang tersedia di daerah
tersebut, Lokasi aktifitas yang saling berhubungan berdekatan.
2. Aksesibilitas guna lahan (land use accessibility), sejumlah tujuan
potensial yang terbentang di sepanjang area cenderung meningkat sejalan
dengan meningkatnya kepadatan penduduk dan angkatan kerja,
mengurangi jarak perjalanan dan kebutuhan akan mobil pribadi.
3. Pilihan transportasi (transportation choice), peningkatan kepadatan akan
meningkatkan pilihan transportasi yang tersedia yang didasarkan oleh
tingkat perekonomian.
4. Tata ruang yang baik akan menghasilkan model yang efisien.
2.8 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
Bangkitan pergerakan dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah
pergerakan/lalu lintas yang dibangkitkan oleh suatu zona. Dari pengertian tersebut,
maka bangkitan pergerakan merupakan tahap pemodelan transportasi yang bertugas
(meninggalkan) dari suatu zona/kawasan dan jumlah pergerakan yang datang/tertarik
(menuju) ke suatu zona/kawasan pada masa yang akan datang (tahun rencana) per
satuan waktu (Miro, 2002).
Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan
pergerakan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup lalu lintas yang
meninggalkan suatu lokasi dan lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi
(Tamin, 1997), seperti dijelaskan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Bangkitan Perjalanan Untuk Dua Zona Asal dan Tujuan Sumber: Well (1975) dalam Tamin, 1997
Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa
jumlah kendaraan, orang atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya
kendaraan/jam. Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau kendaraan
yang masuk dan keluar dari suatu luas lahan tertentu dalam satu hari (atau satu jam)
untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan pergerakan. Bangkitan dan tarikan lalu
lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan, yaitu jenis tata guna lahan
dan jumlah aktivitas (dan intensitas) pada tata guna lahan tersebut.
Jenis tata guna lahan yang berbeda (permukiman, pendidikan dan komersial)
jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk, mobil); lalu lintas pada waktu tertentu (kantor
menghasilkan arus lalu lintas pada pagi dan sore hari sedangkan pertokoan
menghasilkan arus lalu lintas di sepanjang hari).
Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi
juga tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang tanah,
semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkannya (Tamin, 1997).
Tujuan dasar bangkitan pergerakan adalah menghasilkan model hubungan
yang mengkaitkan tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu
zona atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Berdasarkan definisi
dasar, bangkitan pergerakan digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang
mempunyai tempat asal dan tujuan adalah rumah atau pergerakkan yang dibangkitkan
oleh pergerakan berbasis bukan rumah. Tarikan pergerakan digunakan untuk suatu
pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan tujuan bukan rumah
atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah, (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Sumber: Tamin, 1997
Dalam pemodelan bangkitan dan tarikan pergerakan manusia, hal yang perlu