MAKNA RAGAM HIAS ULOS BATAK TOBA BAGI
MASYARAKAT BATAK TOBA
KERTAS KARYA
DISUSUN
O L E H
JULY DRUSILLA MANIK
NIM : 072204006
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NONGELAR DALAM PROGRAM STUDI PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN
▸ Baca selengkapnya: pasahat ulos sian tulang
(2)MAKNA RAGAM HIAS ULOS BATAK TOBA BAGI MAYARAKAT BATAK TOBA
KERTAS KARYA
O L E H
JULY DRUSILLA MANIK NIM : 072204006
Pembimbing
(Dr.Asmita Surbakti, M.si.)
Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Nongelar Fakultas Sastra Usu Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Medan Program Studi Pariwisata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NONGELAR DALAM PROGRAM STUDI PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN
Disetujui oleh :
PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Medan, Maret 2010
PROGRAM STUDI PARIIWSATA KETUA,
PENGESAHAN Diterima
PANITIA PROGRAM PENDIDIKAN NONGELAR SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA USU MEDAN UNTUK MELENGKAPI SALAH SATU SYARAT UJIAN DIPLOMA III DALAM BIDANG STUDI PARIWISATA
Pada : Tanggal : Hari :
PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTA SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DEKAN
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, atas segala
berkat dan kasih Karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.
Kertas karya ini disusun sebagai salah satu syarat akademis dalam
menempuh ujian Diploma III pada program studi Pariwisata Fakultas Satra,
Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul yang penulis angkat dari kertas
karya ini adalah “ MAKNA RAGAM HIAS ULOS BATAK TOBA BAGI
MASYARAKAT BATAK TOBA “. Yang membahas tentang bagaimana makana
ulos dan tata cara pemberian ulos pada upacara adat massyarakat Batak Toba.
Dalam penyelesaian kertas karya ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
yang bersifat moril maupun material. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Syaifuddin, MA.Phd, Dekan Fakultas Sastra Universitass
Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M. Hum, selaku ketua Program study DIII
Pariwisata Fakultas Sastra USU Medan.
3. Ibu Drs. Asmita Surbakti, Msi. selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Kertas Karya ini..
4. Bapak Drs. Marzaini Manday, MSPD selaku dosen pembaca.
5. Seluruh staff pengajar Program Studi DIII Pariwisata Fakultas Sastra
USU Medan yang telah mendidik dan membimbing penulis selama
6. Buat keluarga terkasih teristimewa kedua orangtuaku
A.Manik/N.manullang, yang telah membesarkan, membimbing dan
slalu memberikan yang terbaik buat penulis sehingga dapat
menyelesaikan perkuliahan ini dengan baik. Semoga Tuhan salalu
memberkati.
7. Buat saudara-saudaraku, kedua abang dan ketiga kakak, yang telah
banyak memberi dukungan buat penulis semoga kita sukses.
8. Buat teman-teman usaha wisata 2007 trimakasih penulis ucapkan atas
dukungan dan dorongan selama penulis menyelesaikan kertas karya
ini.
9. Buat teman-teman yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu,
penulis ucapkan banyak trimakasih atas dukungan dan doronganya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini dan
tidak luput dari banyak kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan kertas karya ini.
Akhir kata, penulis berharap agar kertas karya ini dapat bermanfaat bagi yang
pembaca .
Medan , Maret 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI ... III ABSTRAK... iv
BAB I : PENDAHULUAN... 1
1.1 Alasan pemilihan judul... .1
1.2 Pembatasan masalah... 2
1.3 Tujuan penulisan... 2
1.4 Metode penelitian... 3
1.5 Sistematika penulisa... 3
BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIEISATAAN...5
2.1 Pengertian Wisata...5
2.2 Pengertian Pariwisata...5
2.3 Pengertian wisatawan...6
2.4 Pengertian Kepariwisataan...7
2.5 Pengertian objek wisata...12
2.6 Pengertian Atraksi Wisata dan Daya Tarik Wisata...12
2.7 Sejarah Kepariwisataan...13
BAB III : BUDAYA DAERAH BATAK DAN SEJARAH BATA....14
3.1 Letak Geografis...14
3.2 Wilayah Bermukim...15
3.4 Sejarah Kebudayaan Batak...16
BAB IV : MAKNA ORNAMEN ULOS BATAK BAGI MASYARAKAT BATAK TOBA...17
4.1 Makna Ornamen Ulos Batak...17
4.2 Beraneka Ragam Ulos Batak...23
4.3 Tata cara Pemberian Ulos Pada Upacara Adat...34
4.3.1 Pada Waktu Anak Lahir...37
4.3.2 Pada Waktu Perkawinan...38
4.3.3 Ulos Pada Upacara Kematian...40
4.3.4 Memberi Ulos Panggabei...42
BAB V :PENUTUP...44
ABSTRAK
Seni-seni tradisi yang memiliki nilai-nilai tinggi dengan berbagai tersebut sangat perlu diperhatikan dan dilestarikan masyarakat di lingkunganya sendiri. Atas dasar itu amat disayangkan apabila kesenian yang demikian itu sampai mengalami kepunahan karena adanya arus globalisasi dengan masuknya budaya barat ke Indonesia untuk itu sebagai Bangasa Indonesia dan para generasi muda ikut adil dalam melestarikan sekaligus mengembangkan seni budaya kita sendiri.
Berbagai detail ragam hias menawan menyemarakkan penampilan ruangan. Bahkan telah menyuguhkan keserasian antara hiasan dan motif-motif yang berasal dari elemen lain. Penyusunan elemen ragam hias yang khas sesuai dengan kaidah-kaidah fungsi akan menambah keharmonisan. Sebagaimana diketahui, masing-masing etnis Batak mempunyai ornamen yang berbeda antara yang satu dengan lainnya
ABSTRAK
Seni-seni tradisi yang memiliki nilai-nilai tinggi dengan berbagai tersebut sangat perlu diperhatikan dan dilestarikan masyarakat di lingkunganya sendiri. Atas dasar itu amat disayangkan apabila kesenian yang demikian itu sampai mengalami kepunahan karena adanya arus globalisasi dengan masuknya budaya barat ke Indonesia untuk itu sebagai Bangasa Indonesia dan para generasi muda ikut adil dalam melestarikan sekaligus mengembangkan seni budaya kita sendiri.
Berbagai detail ragam hias menawan menyemarakkan penampilan ruangan. Bahkan telah menyuguhkan keserasian antara hiasan dan motif-motif yang berasal dari elemen lain. Penyusunan elemen ragam hias yang khas sesuai dengan kaidah-kaidah fungsi akan menambah keharmonisan. Sebagaimana diketahui, masing-masing etnis Batak mempunyai ornamen yang berbeda antara yang satu dengan lainnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1Alasan Pemilihan Judul
Negara Indonesia terdiri atas banyak suku yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke, dan terdiri atas berbagai daerah dimana hampir pada setiap
daerah tersebut mewariskan hasil karyanya yang adihulung. Hasil kesenian
tersebut ternyata hingga saat ini masih hidup dan terpelihara walaupun ada
beberapa yang sudah dilupakan.
Seni-seni tradisi yang memiliki nilai tinggi dengan berbagai variasi
tersebut sangat perlu diperhatikan dan dilestarikan masyarakat di lingkunganya
sendiri. Atas dasar itu amat disayangkan apabila kesenian yang demikian itu
sampai mengalami kepunahan karena adanya arus globalisasi dengan masuknya
budaya barat ke Indonesia untuk itu sebagai bangsa Indonesia, para generasi muda
ikut memiliki adil dalam melestarikan sekaligus mengembangkan seni budaya kita
sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa cabang kesenian tradisi yang ada di
Indonesia meliputi seni tari, seni musik, seni rupa, dan sebagainya. Dalam bidang
seni rupa pun masih terbagi-bagi lagi menjadi bermacam-macam jenisnya, dan
salah satunya adalah seni ragam hias, ragam hias merupakan salah satu unsur dari
cabang seni rupa yang tidak kalah pentingnya dalam memenuhi tuntunan jiwani.
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa ragam hias memiliki peran yang
sangat besar, hal ini dapat dilihat melalui penerapanya di berbagai hal, meliputi
misalnya penerapanya pada alat-alat upacara, alat berburu, angkutan, rumah adat
,alat pertanian, souvenir dan sebagainya. Ragam hias merupakan salah satu unsur
seni rupa yang sudah selayaknya mendapat perhatian besar dari masyaraakat luas
demi terjaga kelestarianya.
Dengan demikian jelas bahwa tugas dan fungsi ragam hias adalah sebagai
penghias suatu objek, dan apabila ragam hias tersebut diterapkan pada benda lain
akan memiliki nilai tambah pada benda tersebut bisa menambah indah, antik,
angker, cantik dan atau predikat lain lagi. Tentunya dengan cakupan yang sesuai
dengan bagaimana dan dimana ragam hias tersebut digunakan. Oleh karena itu
ragam hias merupakan menambah nilai dari suatu benda yang di tempatinya,
sehingga pada kertas karya ini penulis tertarik mengangkat topik mengenai ragam
hias dengan judul:” MAKNA RAGAM HIAS ULOS BATAK TOBA BAGI MASYARAKAT BATAK TOBA.”
1.2Batasan Masalah
Adapun masalah dalam kertas karya ini adalah menerangkan makna dari
ulos batak dalam kehidupan dari batak toba dan dibatasi hanya dengan
menerangkan 11 ulos batak toba.
1.3Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan kertas karya ini penulis mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk melengkapi salah satu syarat akademis dalam menyelesaikan
Diploma III Program Studi Pariwisata Fakultas SaStra USU.
3. Menerangkan makna ulos pada upacara adat
1.4Metode Penelitian.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan kertas karya ini,
digunakan dua metode penelitian,yaitu:
1. Studi Kepustakaan ( Library Research )
Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan dengan cara membaca
dan mempelajari buku-buku ilmiah yang ada hubunganya dengan pembahasan
yang dilakukan, serta mengumpulkan data-data yang relevan.
1.5Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan ini digambarkan secara garis besar hal-hal
yang akan dijabarkan pada bab-bab berikutnya terdiri dari lima bab yang setiap
bab mencakup hal-hal sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab pendahuluan ini berisikan uraian tentang alasan pemilihan judul,
batas masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, sistematika
penulisan.
Bab II : Uraian Teoritis
Pengertian pariwisata, pengertian objek dan daya tarik wisata, pengertian
industri pariwisata.
Bab III : Budaya daerah Batak dan Letak Geografis Masyarakat Batak Toba
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengertian sejarah kebudayaan
Bab IV : Makna suatu ragam hias ulos Batak bagi masyarakat Batak Toba.
Dalam bab ini diuraikan mengenai nilai suatu ornamen dalam ulos
batak toba, makna dan penggunaan ulos dalam upacara adat.
Bab V : Penutup
Merupakan kesimpulan dari bab-bab yang terdahulu dan saran-saran
dari penulis yang diambil dari perbandingan antara penulisan secara
teoritis dan kenyataan yang dijumpai di lapangan.
BAB II
URAIAN TENTANG TEORI KEPARIWISATAAN
2.1Pengertian Wisata
Wisata berarti perjalanan yang dalam bahasa Inggris dapat disamakan
dengan “travel”. Sedangkan yang dimaksud dengan travel agent itu adalah
perusahaan yang telah memberi informasi dan advis, melakukan reservasi,
mengurus tiket dan” voucher”, serta mengurus dokumen perjalanan sehubungan
dengan perjalananya (Yoeti, 1983: 104)
Menurut Soetomo (1994: 25) yang didasarkan pada ketentuan WATA
(World Association of Travel Agent = Perhimpunan Agen Perjalanan Sedunia),
wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari yang diselenggarakan
oleh suatu kantor perjalanan di dalam kota dan acaranya antara lain melihat-lihat
di berbagai tempat atau kota baik di dalam maupun di luar negeri.
2.2Pengertian Pariwisata
Pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dalam jangka waktu
pendek ketempat-tempat tujuan diluar tempat tinggal dan bekerja sehari-harinya
serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat-tempat tujuan
tersebut.(Pendit, 1929: 30).
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan,
kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela, serta bersifat sementara untuk
menikmati objek dan daya tarik wisata termasuk pengusahaan objek dan daya
tarik wisata tersebut.
Berdasarkan definisi pariwisata tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kegiatan pariwisata memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Terdapat dua lokasi yang saling terkait yaitu daerah asal (palce of origin)
dan daerah tujuan (destination).
2. Sebagai destinasi pasti memiliki objek dan daya tarik wisata.
3. Sebagai destinasi pasti memiliki sarana dan prasarana pariwisata.
4. Terdapat dampak yang ditimbulkan, khususnya pada daerah destinasi dari
segi sosial budaya, ekonomi dan lingkungan.
2.3 Pengertian Wisatawan
Wisatawan merupakan pengunjung yang paling sedikit tinggal selama 24
jam di daerah tujuan wisata yang dikunjunginya dan tujuan perjalananya dapat
digolongkan kedalam klasifikasi sebagai berikut:
• Pesiar (leisure), yaitu seperti untuk keperluan rekreasi, liburan,
kesehatan.
• Hubungan dagang (business), konperensi dan misi ( Yoeti, 1983:
123).
Menurut Convention Concerning Customs Facilites For Touring
wisatawan adalah setiap orang yang datang di sebuah negara karena alasan yang
selama-lamanya enam bulan dalam tahun yang sama.
(www.unece.org/trans/conventn/Touring-1954e.pdf).
Dalam pengertian ini wisatawan dibedakan berdasarkan waktu dan tujuan
yang disebut wisatawan adalah orang-orang yang berkunjung setidaknya 24 dan
yang datang berdasarakan motivasi mengisi waktu senggang seperti
bersenang-senang, berlibur, untuk kesehatan, studi, keperluan agama, dan olahraga, serta
bisnis, keluarga. Sedangkan ekskursionis adalah pengunjung yang hanya tinggal
sehari di negara yang dikunjungi tanpa bermalam. Pengertian ini paling banyak
digunakan karena pembedanya tegas sehingga mudah dipahami antara
pengunjung yang bisa disebut wisatawan, dan pengunjung yang hanya
ekskurisionis saja.
2.4 Pengertian Kepariwisataan.
Kepariwisataan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata.
Secara umum, sisitem pendidikan kepariwisataan mempunyai tujuan seperti
berikut:
1. Pengembangan seluruh kemampuan serta kepribadian manusia.
2. Mobilitas manusia dari satu pengalaman pendidikan dan prosese
belajar.
3. Deversifikasi dalam pendidikan dan proses belajar.
4. Demokrasi dalam pendidikan dan prosese belajar.
5. Mobilitas sumber-sumber masyarakat yang bisa dimanfaatkan.
Tujuan program konkret dan komptensi yang hendak diwujudkan dan
dilihat dalam buku pedoman dari beberapa akademi pariwisata yang sudah ada di
Indonesia dan juga dalam beberapa katalog dari perguruan tinggi luar negri yang
mempunyai program studi kepariwisataan ( Spillane, 1994: 105)
Hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata hendaknya memenuhi syarat
sapta pesona pariwisata, yaitu : (
ariesaksono.wordpress.com/.../sapta-pesona-pariwisata-indonesia/)
1. Aman
Wisatawan akan senang berkunjung ke suatu tempat apabila merasa aman,
tenteram, tidak takut, terlindungi dan bebas dari :
• Tindak kejahatan, kekerasan, ancaman, seperti kecopetan, pemerasan,
penodongan, penipuan dan lain sebagainya.
• Terserang penyakit menular dan penyakit berbahaya la innya
• Kecelakaan yang disebabkan oleh alat perlengkapan dan fasilitas yang
kurang baik, seperti kendaraan, peralatan, untuk makan dan minum, lift,
alat perlengkapan rekreasi atau olah raga.
• Gangguan oleh masyarakat, antara lain berupa pemaksaan oleh pedagang
asongan tangan jail, ucapan dan tindakan serta perilaku yang tidak
bersahabat dan lain sebagainya.
Aman berarti terjamin keselamatan jiwa dan fisik, termasuk milik (barang)
2. Tertib
Kondisi yang tertib merupakan sesuatu yang sangat didambakan oleh
setiap orang termasuk wisatawan. Kondisi tersebut tercermin dari suasana yang
teratur, rapi dan lancar serta menunjukkan disiplin yang tinggi dalam semua segi
kehidupan masyarakat, misalnya :
• Lalu lintas tertib, teratur dan lancar, alat angkutan datang dan berangkat
tepat pada waktunya.
• Tidak nampak orang yang berdesakan atau berebutan untuk mendapatkan
atau membeli sesuatu yang diperlukan
• Bangunan dan lingkungan ditata teratur dan rapi
• Pelayanan dilakukan secara baik dan tepat
• Informasi yang benar dan tidak membingungkan.
3. Bersih
Bersih merupakan suatu keadaan/kondisi lingkungan yang menampilkan
suasana bebas dari kotoran, sampah, limbah, penyakit dan pencemaran.
Wisatawan akan merasa betah dan nyaman bila berada di tempat-tempat yang
bersih dan sehat seperti :
• Lingkungan yang bersih baik di rumah sendiri maupun di tempat-tempat
umum, seperti di hotel, restoran, angkutan umum, tempat rekreasi, tempat
buangair kecil/besar dan lain sebagainya. Bersih dari sampah, kotoran,
corat-coret dan lain sebagainya.
• Penggunaan dan penyajian alat perlengkapan yang bersih seperti sendok,
piring, tempat tidur, alat olah raga dan lain sebagainya
• Pakaian dan penampilan petugas bersih, rapi dan tidak mengeluarkan bau
tidak sedap dan lain sebagainya
4. Sejuk
Lingkungan yang serba hijau, segar, rapi memberi suasana atau keadaan
sejuk, nyaman dan tenteram. Kesejukan yang dikehendaki tidak saja harus berada
di luar ruangan atau bangunan, akan tetapi juga di dalam ruangan, misalnya
ruangan kerja/belajar, ruangan makan, ruangan tidur dan lain sebagainya. Untuk
itu hendaklah kita semua :
• Turut serta aktif memelihara kelestarian lingkungan dan hasil penghijaun
yang telah dilakukan masyarakat maupun pemerintah
• Berperan secara aktif untuk menganjurkan dan memelopori agar
masyarakat setempat melaksanakan kegiatan penghijauan dan memelihara
kebersihan, menanam berbagai tanaman di halaman rumah masing-masing
baik untuk hiasan maupun tanaman yang bermanfaat bagi rumah tangga,
melakukan penanaman pohon atau tanaman rindang di sepanjang jalan di
lingkungan masing-masing di halaman sekolah dan lain sebagainya.
• Membentuk perkumpulan yang tujuannya memelihara kelestarian
lingkungan.
• Menghiasi ruang belajar atau ruang kerja, ruang tamu, ruang tidur dan
tempat lainnya dengan aneka tanaman penghias atau penyejuk.
• Memprakarsai berbagai kegiatna dan upaya lain yang dapat membuat
5. Indah
Keadaan atau suasana yang menampilkan lingkungan yang menarik dan
sedap dipandang disebut indah. Indah dapat dilihat dari berbagai segi, seperti dari
segi tata warna, tata letak, tata ruang bentuk ataupun gaya dan gerak yang serasi
dan selaras, sehingga memberi kesan yang enak dan cantik untuk dilihat. Indah
yang selalu sejalan dengan bersih dan tertib serta tidak terpisahkan dari
lingkungan hidup baik berupa ciptaan Tuhan Yang Maha Esa maupun hasil karya
manusia. Karena itu kita wajib memelihara lingkungan hidup agar lestari dan
dapat dinikmati oleh umat manusia.
6.Ramah tamah
Ramah tamah merupakan suatu sikap dan perilaku seseorang yang
menunjukkan keakraban, sopan, suka membantu, suka tersenyum dan menarik
hati. Keramahtamahan merupakan suatu sarata yang dapat dikatakan penting
dalam dunia kepariwisataan.
Ramah tamah tidaklah berarti bahwa kita harus kehilangan kepribadian
kita ataupun tidak tegas dalam menentukan sesuatu keputusan atau sikat. Ramah,
merupakan watak dan budaya bangsa Indonesia pada umumnya, yang selalu
menghormati tamunya dan dapat menjadi tuan rumah yang baik. Sikap ramah
tamah ini merupakan satu daya tarik bagi wisatawan, oleh karena itu harus kita
pelihara terus.
7. Kenangan
Kenangan adalah kesan yang melekat dengan kuat pada ingatan dan
Kenangan dapat berupa yang indah dan menyenangkan, akan tetapi dapat pula
yang tidak menyenangkan. Kenangan yang ingin diwujudkan dalam ingatan dan
perasaan wisatawan dari pengalaman berpariwisata di Indonesia, dengan
sendirinya adalah yang indah dan menyenangkan. Kenangan yang indah ini dapat
pula diciptakan dengan antara lain :
• Akomodasi yang nyaman, bersih dan sehat, pelayanan yang cepat, tepat
dan ramah, suasana yang mencerminkan ciri khas daerah dalam bentuk
dan gaya bangunan serta dekorasinya.
• Atraksi seni budaya daerah yang khas dan mempesona baik itu berupa
seni tari, seni suara dan berbagai macam upacara
• Makanan dan minuman khas daerah yang lezat, dengan penampilan dan
penyajian yang menarik. Makanan dan minuman ini merupakan salah satu
daya tarik yang kuat dan dapat dijadikan jati diri (identitas daerah).
• Cenderamata yang mungil yang mencerminkan ciri-ciri khas daerah
bermutu tinggi, mudah dibawa dan dengan harga yang terjangkau
mempunyai arti tersendiri dan dijadikan bukti atau kenangan dari
Objek wisata merupakan suatu kawasan yang memiliki nilai-nilai sejarah
dan bukti-bikti sejarah yang difungsikan sebagai objek wisata. Objek wisata
adalah kawasan terencana yang dilengkapi dengan pelayanan produk wisata,
fasilitas rekreasi, restoran, hotel, atraksi hiburan serta jalur transportasi yang
memadai, dan berbagai fasilitas lainnya yang di butuhkan oleh pengunjung.
2.5 Pengertian Objek Wisata
Adapun objek wisata dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
1. Objek Wisata Alam yakni objek wisata yang 98% merupakan
natural/bersifat alamiah.
2. Objek Wisata hasil ciptaan manusia, yaitu objek wisata yang seluruhnya
merupakan hasil dari kreatifitas yang diciptakan manusia.
2.6 Pengertian Atraksi Wisata dan Daya Tarik Wisata
Atraksi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di suatu dareah tujuan
wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang semakin memiliki minat yang
lebih besar untuk berkunjung ke suatu DTW. Agar suatu daerah tujuan wisata
mempunyai daya tarik maka suatu DTW juga harus mempunyai beberapa syarat
yang harus dimiliki yaitu:
1. Adanya sesuatu yang dapat di lihat.
2. Adanya suatu aktifitas yang akan dilakukan.
Pengertian tentang Pariwisata dan wisatawan timbul di Perancis pada akhir
abad ke 17. Tahun 1972 buku petunjuk “The True Quide For Foreigners
Travelling in France to Appriciate its Beealities, Learn the language and take
exercise”. Dalam buku ini disebutkan ada dua perjalanan yaitu perjalanan besar
dan kecil (Grand Tour dan Perit Tour).
2.7 Sejarah Pariwisata
Grand Tour di Inggris Mendapat arti yang berbeda yaitu dijadikan unsure
pendidikan diplomasi dan politik. Pertengah abad ke-19 Jumlah orang yang
berwisata masih terbatas karena butuh waktu lama dan biaya besar, keamanan
kurang terjamin, dan sarananya masih sederhana, tetapi sesudah Revolusi Industri
Keadaan itu berbuah, tidak hanya golongan elit saja yang bisa berpariwisata tapi
kelas menengah juga. Hal ini ditunjang juga oleh adanya kereta api. Pada abad
Ke-20 terutama setelah perang dunia II kemajuan teknik produksi dan teknik
penerbangan menimbulkan peledakan pariwisata. Perkembangan terkahir dalam
pariwisata adalah munculnya perjalanan paket (Package tour).
BAB III
GAMBARAN UMUM BATAK TOBA 3.1 Letak Geografis Batak Toba
Batak adalah nama sebuah suku bangsa di Indonesia. Suku ini kebanyakan
bermukim di Sumatra Utara. Sebagian orang Batak beragama Kristen dan
sebagian lagi beragama Islam. Tetapi dan ada pula yang menganut agama Malim
(pengikutnya bisasa disebut dengan Parmalim ) dan juga penganut kepercayaan
animisme (disebut Pelebegu atau paebegu).
Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si
Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak
mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon.
Guru Tatea Bulan sendiri mempunyai 5 (lima) orang putra yakni Raja Uti (Raja
Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja.
Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai tiga orang putra yakni Tuan
Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang. Dari keturunan
(pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di
Tapanuli baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai macam
marga Batak. Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat disebut sebagai
asal mula orang Batak masih perlu dikaji lebih dalam.
Sebenarnya Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa,
dan Samosir sekarang tidaklah semuanya Toba. Sejak masa Kerajaan Batak
hingga pembagian wilayah yang didiami suku Batak ke dalam beberapa distrik
Tanah Batak dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu:
1. Samosir (Pulau Samosir dan sekitarnya)
Contoh: marga Simbolon,Sagala, dsb
2. Toba (Balige, Laguboti,Porsea, Parsoburan, Sigumpar, dan sekitarnya)
Contoh: marga Sitorus, Marpaung, dsb
3. Humbang (Dolok Sanggul, Lintongnihuta, Siborongborong, dan
sekitarnya)
Contoh: marga Simatupang Siburian, Sihombing Lumban Toruan, dsb
4. Silindung (Sipoholon, Tarutung, Pahae, dan sekitarnya)
Contoh: marga Naipospos (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit,
Situmeang, Marbun), Huta Barat,dsb.
(http://gultomunited.blogdetik.com/2010/01/15/page/3/)
3.2 Batasan Wilayah
Dalam tata pemerintahan Republik Indonesia yang mengikuti tata
pemerintahan Kolonial Belanda, setiap sub suku berdiam dalam satu kedemangan
yang kemudian dirubah menjadi kabupaten setelah Indonesia merdeka.
1. Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tobasa yang wilayahnya
meliputi Balige, Laguboti, Porsea, serta Ajibata (berbatasan dengan
Parapat).
2. Sub suku Batak Samosir berdiam di Kabupaten Samosir yang wilayahnya
meliputi Tele, Baneara, Pulau Samosir, dan sekitarnya.
3. Sub suku Batak Humbang berdiam di Kabupaten Humbang Hasundutan
Siborongborong, Lintongnihuta, serta Parlilitan.
4. Sub suku Batak Silindung berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara yang
wilayahnya meliputi Tarutung, Sipoholon, Pahae, dan sekitarnya.
Suku bangsa Batak pun saat ini telah banyak tersebar ke seluruh daerah Indonesia
bahkan luar negeri. (http://gultomunited.blogdetik.com/2010/01/15/page/3/)
3.3 Sistem Kepercayaan
Batak telah menganut agama Kristen Protestan yang disiarkan oleh para
Missionaris dari Jerman yang bernama Nomensen pada tahun 1863. Gereja yang
pertama berdiri adalah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan)di huta Dame,
Tarutung. Sekarang ini gereja HKBP ada dimana-mana di seluruh Indonesia yang
jemaatnya mayoritas suku Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba).Sebelum
suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem
kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di
atas langit dan pancaran kekuasaanNya terwujud dalam Debata Natolu.
(http://gultomunited.blogdetik.com/2010/01/15/page/3/)
3.4 Sejarah Kebudayaan Batak Toba
Suku Batak umumnya berdiam di Provinsi Sumatera Utara, khususnya di
Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah,Simalungun, Karo,
Dairi dan belakangan ini karena adanya pemekaran daerah tingkat dua secara
administratif, maka ditambah lagi tempat berdomisilinya orang Batak yaitu
Suku Bangsa Batak terdiri dari sub suku bangsa yaitu:
1. Suku bangsa Karo, yang mendiami suatu daerah induk yang meliputi
dataran tinggi Karo, Langkat Hulu dan sebagian Dairi.
2. Suku bangsa Simalungun, yaitu mendiami daerah induk Simalungun.
3. Suku bangsa Pakpak, yang mendiami daerah induk Dairi.
4. Suku bangsa Toba, yang mendiami daerah induk tepi Danau Toba, Pulau
Samosir, Dataran tinggi Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah antara
Barus dan Sibolga serta daerah pegunungan Pahae dan Habinsaran.
5. Suku bansa Angkola, yang mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok,
sebagian dari Sibolga dan Batang Toru dan bagian Utara Padang Lawas.
6. Suku bangsa Mandailing, yang mendiami daerah induk Mandailing, Ulu,
Pakatan dan bagian Selatan dari Padang Lawas.
Menurut cerita-cerita orang Batak Toba, semua suku bangsa batak mempunyai
satu nenek moyang yaitu si Raja Batak.
Berbicara mengenai kebudayaan Batak, Khususnya Batak Toba, maka ada
beberapa unsur yang sangat terkait dengan kebudayaan tersebut, misalnya bahasa,
pola perkampungan, bentuk rumah, kepercayaan atau religi, konsepsi tentang
pencipta, konsepsi tentang jiwa, roh dan dunia akhirat, sistem kekerabatan, mata
pencaharian dan sistem kesenian.
BAB IV
MAKNA RAGAM HIAS ULOS BATAK TOBA BAGI MASYARAKAT BATAK TOBA
4.1Makna Ornamen Ulos Batak Toba
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini
merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan pepatah Batak
yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong", yang artinya
kira-kira "Jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya, maka ulos adalah
pengikat kasih sayang antara sesama.".
Berbagai detail ragam hias menawan menyemarakkan penampilan
ruangan. Bahkan telah menyuguhkan keserasian antara hiasan dan motif-motif
yang berasal dari elemen lain. Penyusunan elemen ragam hiasa yang khas sesuai
dengan kaidah-kaidah fungsi akan menambah keharmonisan. Sebagaimana
diketahui, masing-masing etnis Batak mempunyai ornamen yang berbeda antara
yang satu dengan lainnya.
Seperti jenis ornamen etnis Batak Toba terdiri dari “gorga sitompi, dalihan
natolu, simeol-meol, simeol-meol masialoan, sitagan, sijonggi, silintong,
simarogung-ogung, ipon-ipon, iran-iran, hariara sundung di langit, hoda-hoda,
simata ni ari, desa na ualu, jenggar/jongrom, gaja dompak, ulu paung, singa-singa,
boraspati, dan hiasan susu”.
Ada dua macam jenis pembuatan gorga yaitu:
setelah siap dipahat baru diwarnai
2. Gorga Dais yaitu Gorga yang dilukiskan dengan cat warna tiga bolit.
Gorga dais ini merupakan pelengkap pada rumah adat Batak Toba. Yang
terdapat pada bahagian samping rumah, dan dibahagian dalam.
Dilihat dari ragam hias dan gambar-gambarnya dapat pula Gorga itu mempunyai
nama-namanya tersendiri, antara lain ;
1. Gorga Ipon-Ipon
Terdapat dibahagian tepi dari Gorga; ipon-ipon dalam Bahasa Indonesia
adalah Gigi. Manusia tanpa gigi sangat kurang menarik, begitulah ukiran
Batak, tanpa adanya ipon-ipon sangat kurang keindahan dan
keharmonisannya. Ipon-ipon ada beraneka ragam, tergantung dari
kemampuan para pengukir untuk menciptakannya. Biasanya Gorga
ipon-ipon ini lebarnya antara dua sampai tiga sentimeter dipinggir papan
dengan kata lain sebagai hiasan tepi yang cukup menarik.
2. Gorga Sitompi
Sitompi berasal dari kata tompi, salah satu perkakas petani yang
disangkutkan dileher kerbau pada waktu membajak sawah. Gorga Sitompi
termasuk jenis yang indah di dalam kumpulan Gorga Batak. Disamping
keindahannya, kemungkinan sipemilik rumah sengaja memesankannya
kepada tukang ukir (Pande) mengingat akan jasa alat tersebut (Tompi) itu
kepada kerbau dan kepada manusia.
3. Gorga Simataniari (Matahari)
rumah. Gorga ini diperbuat tukang ukir (Pande) mengingat jasa matahari
yang menerangi dunia ini, karena matahari juga termasuk sumber segala
kehidupan, tanpa matahari takkan ada yang dapat hidup.
4. Gorga Desa Naualu (Delapan Penjuru Mata Angin)
Gorga ini menggambarkan gambar mata angin yang ditambah
hiasan-hiasannya. Orang Batak dahulu sudah mengetahui/kenal dengan mata
angin. Mata angin ini pun sudah mempunyai kaitan-kaitan erat dengan
aktivitas-aktivitas ritual ataupun digunakan di dalam pembuatan horoscope
seseorang/sekeluarga. Sebagai pencerminan perasaan akan pentingnya
mata angina pada suku Batak maka diperbuatlah dan diwujudkan dalam
bentuk Gorga.
5. Gorga Si Marogung-ogung (Gong)
Pada zaman dahulu Ogung (gong) merupakan sesuatu benda yang sangat
berharga. Ogung tidak ada dibuat di dalam negeri, kabarnya Ogung
didatangkan dari India. Sedangkan pemakaiannya sangat diperlukan pada
pesta-pesta adat dan bahkan kepada pemakaian pada upacara-upacara
ritual, seperti untuk mengadakan Gondang Malim (Upacara kesucian).
Dengan memiliki seperangkat Ogung pertanda bahwa keluarga tersebut
merupakan keluarga terpandang. Sebagai kenangan akan kebesaran dan
nilai Ogung itu sebagai gambaran/ keadaan pemilik rumah maka dibuatlah
Gorga Marogung-ogung.
6. Gorga Singa Singa,
Dengan mendengar ataupun membaca perkataan Singa maka akan terlintas
mampu, berwibawa. Tidak semua orang dapat mendirikan rumah Gorga
disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor sosial ekonomi dan
lain-lain. Orang yang mampu mendirikan rumah Gorga Batak jelaslah orang
yang mampu dan berwibawa di kampungnya. Itulah sebabnya Gorga
Singa dicantumkan di dalam kumpulan Gorga Batak
7. Gorga Jorgom
Ada juga orang menyebutnya Gorga Jorgom atau ada pula menyebutnya
Gorga Ulu Singa. Biasa ditempatkan di atas pintu masuk ke rumah,
bentuknya mirip binatang dan manusia.
8. Gorga Boras Pati dan Adop Adop (Tetek)
Boras Pati sejenis mahluk yang menyerupai kadal atau cicak. Boras Pati
jarang kelihatan atau menampakkan diri, biasanya kalau Boras Pati sering
nampak, itu menandakan tanam-tanaman menjadi subur dan panen
berhasil baik yang menuju kekayaan (hamoraon). Gorga Boras Pati
dikombinasikan dengan tetek (susu, tarus). Bagi orang Batak pandangan
terhadap susu (tetek) mempunyai arti khusus dimana tetek yang besar dan
deras airnya pertanda anaknya sehat dan banyak atau punya keturunan
banyak (gabe). Jadi kombinasi Boras Pati susu (tetek) adalah perlambang
Hagabeon, Hamoraon sebagai idaman orang Batak.
9. Gorga Ulu Paung, Ulu Paung terdapat di puncak rumah Gorga Batak.
Keunggulan dan kekhasan ornamen Batak tercermin pada setiap detail dan
karakter warna. Karakter muncul pada warna yang khas. Warna merah,
hitam, dan putih merupakan simbol penting. Keberadaannya memancarkan
memang merupakan keunggulan dari daerah setempat, sehingga
memperlihatkan khasanah seni ornamen tradisional yang harus selalu
dieksplor dan dikembangkan. Dieksplor dan dikembangkan sesuai dengan
imajinasi serta menyesuaikan jiwa zaman supaya tidak ketinggalan dengan
gejolak yang berkembang di luar.
Ornamen sebuah ulos disebut Gorga dan Motifnya disebut Ragi.
Walaupun secara terpisah ada maca-macam motif dalam selembar ulos, tetapi ada
bagian yang merupakan cirri lain utamanya yang menjadi pembeda dari ulos dan
itulah yang menjadi tema ulos sekaligus namanya. Beberapa jenis ulos menurut
tema atau motif ornament antara lain:
1. Ulos Jugia
2. Ulos Ragi Hotang
3. Ulos Sibolang
4. Ulos Mangiring
5. Ulos Bintang Maratur
6. Ulos Jungkit
7. Ulos Sadum
8.Ulos Ragidup
4.2. Berbagai Ragam Ulos Batak Batak Toba
Ada berbagai macam ulos batak yang masing-masing mempunyai nilai
tertentu dan dipergunakan untuk maksud dan kesempatan tertentu pula. Nenek
pakaian sehari-hari, sebelum datang peradaban Barat yang memperkenalkan kain
tekstil. Iklim daerah Tapanuli pada umumnya adalah berhawa sejuk, oleh karena
itu ulos juga merupakan penjaga dan penghangat tubuh untuk kepentingan
kesehatan, melindungi terhadap kencangnya angin, dinginya udara, hujan dan lain
sebagainya.
Jadi makna dan falsafah pemberian ulos oleh pihak Hula-hula kepada
pihak Borunya adalah, bahwa Hula-hula selalu mengayomi Borunya, memberikan
perlindungan demi menjaga kesehatan dan keselamatan badaniah (sebelum
menganut agama juga disebut rohaniah ). Dengan memberikan sebagai suatu satu
pertanda yang dapat dilihat, disertai ungkapan pepatah-pepatah maka pihak
hula-hula memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga memberikan
Rahmat dan Ridho Nya kepada boru yang menerima ulos, memberikan
kebahagiaan dan keselamatan, kesehatan dan umur yang panjang serta rejeki yang
murah, dilindungi terhadap mara-bahaya, disamping itu yang paling penting dan
pokok adalah agar diberi hagabeon, yaitu lahirnya anak lelaki sebagai
penyambung keturunan dan anak perempuan yang diharapkan agar mampu
memberikan kebahagian kepada orang tuanya. Demikianlah falsafah pemberian
ulos itu, dan untuk setiap macam acara adat atau keperluan ada
Berikut berbagai macam ragam dan nilai Ulos Batak:
1. ULOS JUGIA
Ulos ini disebut juga “ ulos na so ra pipot “ atau pinunsaan. Biasanya
adalah ulos “ homitan “ yang disimpan di “ parmonag-monangan “ ( hombung ).
Jenis ini menurut kepercayaan orang Batak tidak dapt dipakai kecuali oleh orang
yang sudah saur matua, yaitu semua anak laki-laki dan perempuan sudah kawin
dan dari semua anaknya sudah mempunyai cucu. Hanya orang yang demikianlah
yang disebut “ na gabe “ , yang berhak memakaia ulos tersebut.
Selama masih ada anaknya yang belum kawin atau masih ada yang belum
mendapat keturunan, walaupun telah mempunyai cucu-cucu dari anak
laki-lakiatau perempuan lainya yang telah kawin,belum bisa digolongkan sama dengan
tingkat saurmatua.
Beratnya aturan pemakaian jenis ulos ini menyebabkan ulos ini merupakan benda
langkah hingga banyak orang batak yang tidak mengenalnya. Ulos ini sering
merupakan barang warisan orangtua kepada anaknya dan nilainya sama dengan
sitoppi ( emas yang dipakai oleh isteri raja-raja pada waktu pesta ).
2. ULOS RAGIDUP
Ulos ini setingkat dibawah Ulos Jugia.
Banyak orang beranggapan ulos ragiduplah yang paling tinngi nilainya,
oleh sebab memang dilihat dari bentuk/motifnya, lebarnya, cara penenunannya
yang sangat rapi dan teratur, sangat nyata perbedaanya dari ulos-ulos yang lain.
Dan memang cara penenunan ulos Ragidup ini sangat sulit, harus teliti sekali dan
hanya akan dipercayakan pada penenun yang telah cukup banyak mempunyai
pengalaman dalam tenun-menenun.
Ulos Ragidup dapat dipakai untuk berbagai keperluan, baik untuk acara
dukacita maupun acara sukacita. Juga dapat dipakai oleh Raja-raja Adat, orang
berada, maupun oleh rakyat biasa, selama memenuhi beberapa pedoman, misalnya
diberikan sebagai Ulos Pargomgom pada acara adat perkawinan, atau diberikan
sebagaai ulos Panggabei pada waktu orang tua meninggal yang telah mencapai
Gambar 4. 2. Ulos Ragidup
3. ULOS RAGI HOTANG
Ulos ini biasanay diberikan sepsang penganten yang disebut sebagai Ulos
Hela. Dengan pemberian ulos ini dimaksudkan agar ikatan batin kedua penganten
dapat teguh seperti rotan ( hotang ). Cara pemberianya kepada kedua penganten
ialah disampirkan dari sebelah kana pengantin lelaki setinggi bahu terus sampai
kesebelah kiri pengantin perempuan. Ujung sebelah kanan dipegang dengan
tangan kiri oleh pengantin perempuan, lalu disatukan ditengah dada seperti terikat.
Pada jaman dahulu rotan adalah tali pengikat sebuah benda yang dianggap
paling kuat dan ampuh. Inilah yang dilambangkan oleh ulos Ragi Hotang
tersebut.
Gambar 4.3. Ulos Ragihotang
Ulos ini penuh dengan warna-warni yang ceria hingga sangat cocok
dipakai untuk suasana sukacita. Di Tapanuli Selatan ulos ini biasanya dipakai
sebagai ulos panjangki ( parompa ) bagi keturunan “ Daulat, Baginda atau
Mangaraja “ .
Untuk mengundang ( marontang ) Raja-raja, ulos ini dipakai sebagai alas
sirih di atas pinggan godang (burangir/haronduk panyurduan). Aturan pemakaian
ulos ini demikian ketat hingga ada golongan tertentu di Tapanuli Selatan yang
dilarang memakai ulos ini. Begitu indahnya ulos ini sehingga didaerah lain sering
dipakai sebagai ulos kenang-kenangan dan bahkan dibuat pula sebagai hiasan
dinding. Ulos ini sering pula diberi sebagai kenang-kenangan untuk
pejabat-pejabat yang berkunjung ke daerah.
5. ULOS RUNJAT
Ulos ini biasanya dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang sebagai
ulos edang-edang ( pada waktu pergi ke undangan ). Ulos ini dapat juga diberikan
kepada penganten pada keluarga dekat menurut versi (tohonan ) Dalihan Natolu
di luar Hasuhuton Bolon, misalnya oleh Tulang, Pariban dan Pamarai.
Juga ulos ini dapat deberikan pada waktu Mangupa-upa atau waktu ulaon si las ni
roha (acara bergembira ).
Kelima jenis ulos yang diatas adalah merupakan ulos Homitan (simpanan), yang
hanya kelihatan pada waktu tertentu saja. Karena ulos ini jarang-jarang dipakai,
hingga tidak perlu dicuci , biasanya cukup dijemur diwaktu siang hari.
Gambar 4.5. Ulos Runjat
6. ULOS SIBOLANG
Ulos ini dapat dipakai untuk keperluan duka atau sukacita. Untuk
sedangkan bila dalam peristiwa sukacita dipilih dari jenis yang warna putihnya
menonjol. Dalam peristiwa dukacita ulos ini paling banyak dipergunakan orang.
Misalnya untuk ulos saput atau ulos tujung harus dari jenis ulos ini, tidak boleh
dari jenis yang lain. Dalam upacara perkawinan, ulos ini biasanya dipakai sebagai
tutup ni ampang dan juga bisa disandang, akan tetapi ulos ini akan dipilih dari
jenis yang putihnya menonjol. Inilah yang disebut Sibolang Pamontari.
Karena ulos ini dapat dipakai untuk segala keperluan adat, maka ulos i ni
terlihat paling banyak dipakai dalam upacara adat, hingga dapat dikatakn
“memasyarakat” . Harganya juga relatif murah, sehingga dapat dijangkau oleh
mayarakat banyak. Hanya saja ulos ini tidak lazim dipakai sebagai ulos pangupa
atau parompa.
7. ULOS SURI-SURI GANJANG
Ulos ini dinamai ulos suri-suri ganjang karena raginya berbentuk sisir
memanjang. Ulos ini dapat diberikan sebagai ulos Hela kepada penganten boru.
Dahulu ulos ini dipergunakan sebagai ampe-ampe/hande-hande. Pada waktu
margondang ( memukul gendang ) ulos ini dipergunakan oleh pihak hula-hula
untuk manggabei pihak borunya. Karena itu ulos ini juga sering disebut ulos
sabe-sabe.
Ada keistimewaan ulos ini, yaitu karena panjangnya melebihi ulos biasa, sehingga
bisa dipakai sebagai ampe-ampe bila dipaaki dua lilit pada bahu kiri dan kanan,
Gambar 4.7. Ulos Suri-Suri Ganjang
8. ULOS MANGIRING
Ulos ini mempunya ragi yang saling iring-beriring, melambangkan
kesuburan dan kesepakatan. Sering diberikan oleh orang tua sebagai ulos parompa
kepada cucunya, agar seiring dengan pemberian ulos itu kelak akan lahir pula
adik-adiknya sebagai temanya seiring dan sejalan Sebagai pakaian sehari-hari ulos
ini dapat dipakai sebagai tali-tali (detar ) untuk laki-laki dan untuk wanita disebut
saong atau tudung. Pada waktu upacar mampe goar ulos ini dapat pula dipakai
sebagai bulang-bulang, diberikan oleh pihak hula-hula kepada menantunya.
Gambar 4..8. Ulos Mangiring
Raginya menggambarkan jejran bintang yang teratur jejeran bintang ini
menggambarkan orang yang patuh rukun seia dan sekata dalam ikatan
kekeluargaan. Juga dalam hal sinadongan ( kekayaan ) atau hasangapon (
kemuliaan ) tidak ada yang timpang. Semuanya berada dalam tingkatan yang
rata-rata sama. Dalam hidup sehari-hari dapat dipaki sebagai hande-hande (
ampe-ampe ) juga dapt dipaki sebagai tali-tali atau saong. Nilai dan fungsinya sama
dengan ulos pangiring dan harganyapun relatif sama.
Ga
mbar 4.9. Ulos Bintang Maratur
10. ULOS SITOLUNTUHO
Ulos ini biasanya hanya dipakai sebagai ikatan kepala atau selendang
wanita. Tidak mempunya makna Adat, kecuali kalau doberikan kepada seorang
anak yang baru lahir sebagai ulos parompa.
Jenis ulos ini dapt dipakai sebagai tambahan yang dalam istilah adat
dikatakan ulos panoropi yang diberikan oleh pihak hula-hula kepada pihak boru
Disebut “ sitoluntuho “ karena raginya berjejer tiga merupakan tuho atau
tugal, yang biasanya dipakai untuk melobang tanah unutk bertanam benih.
Gambar 4.10. Ulos Sitoluntuho
11. ULOS JUNGKIT
Ulos jenis ini juga disebut ulos nadidondang atau ulos purada. Purada atu
permata merupakan penghias dari ulos tersebut. Dahulu ulos ini dipergunakan
oleh anak gadis dari keluarga Raja-raja, merupakan hoba-hoba yang dipaki hingga
batas dada. Juga pada waktu menerima tamu pembesar atau waktu upacara
perkawinan. Dahulu purada atau permata ini dibawa oleh saudagar-saudagar dari
India lewat pelabuhan Barus. Akan tetapi pada pertahanan abad XX ini permata
tersebut tidak ada lagi diperdagangkan, maka bentuk permata dari ragi ulos
Gambar 4.11. Ulos Jungkit
12. ULOS LAIN-LAIN
Masih ada lagi jenis ulos yang lain, tetapi yang sudah jarang sekali
kelihatan dan jarang dipakai dalam acara-acara adat biasanya. Misalnya Ulos
Lobu-lobu yang mempunyai keperluan khusus untuk orang yang sering dirundung
kemalangan (kematian anak). Oleh sebab itulah ulos ini kini jarang sekali,
sehingga banyak orang tidak mengenalnya lagi.
Dibawah ini disebut beberapa jenis ulos Batak lainya :
• Ragi Panei
• Ragi Hatirongga
• Ragi Ambasang
• Ragi sidosdos
• Ragi sampuborna
• Ragi siattar
• Ragi sapot
• Ragi Siimput ni hirik
• Ulos Boleon
• Ulos simata
• Ulos Happu
• Ulos Tukku
• Ulos Lobu-lobu
4.3 Tata Cara Pemberian Ulos Pada Upacara Adat
Ulos mempunyai nilai yang sangat tinggi dalam upacara Adat Batak.
Tidak mungkin berbicara mengenai Adat Batak tanpa membicarakan ulos. Ulos,
hiou, olis, abit godang atu uis kesemuanya adalah merupakan identitas orang
Batak.
Di wilayah Toba, Simalungun dan Tanah Karo pada prinsipnya pihak
Hula-hula lah yang memberikan kepada parboru (dalam perkawinan). Sedangkan
di wilayah Pakpak/Dairi dan Tapanuli Selatan pihak borulah yang memberikan
ulos ke pada mora atau kula kula. Perbedaan spesifik ini bukanlah berarti
mengurangi nilai dan makna suatu ulos dalam upacara adat. Di wilayah Toba
misalnya yang berhak memberikan ulos ialah:
1. Pihak Hula-hula (Mertua, Tulang, Bona Tulang, Bona ni ari dan Tulang
rorobot).
2. Pihak Dongan Tubu (Ayah, Saudara ayah, Kakek dan saudara pengantin
dalam kedudukan yang lebih tinggi dalam urutan kekeluargaan).
3. Pihak pariban (dalam urutan lebih tinggi dalam urutan kekeluargaan).
Adapun mengenai ale-ale (teman sejawat) yang sering kita lihat turut
memberikan ulos, sebenarnya adalah di luar tohonan Dalihan Natolu. Pemberian
ale-ale sebaiknya benda apapun itu, diberikan dalam bentuk kado (dibungkus).
Dari uraian di atas jelas kelihatan bahwa yang berhak memberikan ulos adalah
mereka yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi (dalam urutan
kekeluargaan) dari si penerima ulos. Dalam pesta kawin misalnya tata urutan
1Mula mula yang memberikan ulos adalah orangtua pengantin perempuan.
2Baru disusul oleh pihak tulang pengantin perempuan, termasuk tulang
rorobot
3.Kemudian menyusul pihak dongan sabutuha dari orangtua pengantin
perempuan yang dalam hal ini disebut paidua (pamarai).
4Kemudian disusul oleh pariban yaitu boru hula-hula (orang tua pengantin
perempuan).
5Baru yang terakhir adalah tulang pengantin laki-laki, setelah kepadanya
diberikan bahagian dari sinamot yang diterima parboru dari paranak,
dari jumlah yang disepakati sebanyak 2/3 dari pihak parboru dan 1/3 dari
paranak.
Bagian ini disampaikan oleh orangtua pengantin perempuan kepada Tulang si
anak (pengantin laki-laki) Inilah yang disebut “tintin marangkup”
Menurut tata cara Adat Batak setiap orang akan menerima minimum 3 macam
ulos dari mulai lahir sampai akhir hayatnya. Ulos inilah yang disebut ulos na
marsintuhu yang dapat digolongkan sebagai ulos ni tondi, menurut falsafah
Dalihan Natolu.
Ketiganya ialah:
•Yang pertama diterima sewaktu dia baru lahir. Sekarang ini dikenal
dengan ulos parompa. Dahulu dikenal dengan ulos mangalo alo tondi.
•Yang kedua diterima pada waktu dia memasuki ambang kehidupan baru
(perkawinan) yang diterima dalam bentuk ulos hela. Dahulu disebut ulos
marjabu bagi kedua pengantin (laki dan perempuan)
dunia yang fana (ulos saput). Kedudukan seorang yang meninggal
menentukan jenis ulos yang diterimanya sebagai saput, tergantung pada
saat mana dia neninggal.
Bila seorang meninggal dalam usia yang masih muda atau meninggal tanpa
meninggalkan keturunan (mate hadiaranna) maka kepadanya diberikan ulos yang
disebut “ulos par olang-olangan”.
Bila dia meninggal dan meninggalkan anak-anak yang masih kecil-kecil (sapsap
mardum), bila laki-laki di sebut “matipul ulu”, bila perempuan disebut “marompas
tataring” maka kepadanya diberi ulos saput.
Bila dia meninggal sari/saur matua maka dia mendapat “ulos panggabei”
yang diterima dari semua hula-hula baik hula-hulanya sendiri, hula-hula ni anak,
maupun hula-hula cucunya. Biasanya ulos panggabei ini diterima oleh seluruh
turunannya. Pada saat seperti inilah berjalan ulos “JUGIA”. Sebagai catatan :
maka sesuai dengan namanya “Ulos na so ra pipot” Jugia hanya dapat diberikan
kepada orang tua yang turunannya belum ada yang meninggal (martilahu matua).
4.3.1 Pada Waktu Anak Lahir
Bila anak lahir, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, apakah anak
yang lahir tersebut anak sulung atau tidak. Dan yang kedua, apakah anak tersebut
anak sulung dari seorang anak sulung dari satu keluarga.
Pada punt pertama, bila yang lahir tersebut adalah anak sulung dari seorang ayah
yang bukan anak sulung maka yang mampe goar disamping si anak, hanyalah
orang tuanya saja (mar amani…). Sedangkan bila anak tersebut adalah anak
samping si anak, juga ayah dan kakeknya (mar ama ni dan Ompuni…). Pada gelar
Ompu…Bila gelar tersebut mempunyai kata sisipan si… maka gelar diperoleh itu
diperoleh dari anak sulung perempuan (Ompung Bao). Sedangkan bilamana tidak
mendapat kata sisipan si… maka gelar Ompu yang diterimanya berasal dari anak
sulung laki-laki (Ompung suhut)
Untuk yang pertama, maka pihak hula-hula hanya menyediakan 2 buah
ulos yaitu ulos parompa untuk si anak dan ulos pargomgom mampe goar untuk
ayahnya. Untuk si anak sebagai parompa dapat diberikan ulos mangiring dan
untuk ayahnya dapat diberikan ulos suri suri ganjang atau sito luntuho. Untuk
yang kedua, hula-hula harus menyediakan ulos sebanyak 3 buah, yaitu ulos
parompa untuk anak, ulos par gomgom untuk ayah dan ulos bulang bulang untuk
ompungnya.
4.3.2 Pada Waktu Perkawinan
Dalam upacara perkawinan maka pihak hula-hula harus menyediakan ulos si tot
ni pansa yaitu:
1Ulos marjabu (hela dohot boru).
2Ulos pansamot/pargomgom untuk orang tua pengantin laki-laki.
3Ulos pamarai diberikan kepada Saudara yang lebih tua dari Pengantin
laki-laki atau saudara kandung ayah.
4Ulos Simolohon diberikan kepada iboto pengantin laki-laki atau bila belum
ada yang menikah kepada iboto ayahnya.
perkawinan tersebut dilakukan ditempat pihak keluarga perempuan (dialap jual).
Bila perkawinan tersebut dilakukan ditempat keluarga laki-laki (ditaruhon jual)
ulos tutup ni ampang tidak diberikan.
Sering kita lihat banyak ulos yang diberikan kepada pengantin oleh
keluarga keluarga dekat. Dahulu ulos inilah yang disebut ragi ragi ni sinamot.
Biasanya yang mendapat ragi ni sinamot (menerima sebagian dari sinamot)
memberi ulos sebagai imbalannya. Dalam umpama Batak disebut
“malo manapol - ingkon mananggal”
Umpasa ini mengandung pengertian orang Batak itu tidak mati terutang
Adat. Tetapi dengan adanya istilah rambu pinudun yang dimaksudkan semula
untuk mempersingkat waktu, berakibat kaburnya siapa penerima goli-goli dari
ragi- ragi ni sinamot. Ini berakibat timbulnya kedudukan yang tidak sepatutnya
(mar goli-goli) sehingga yang pantas dapat digantikan oleh undangan umum
(ale-ale). Dengan dalih istilah ulos holong memberikan pula ulos kepada Pengantin.
Padahal istilah ulos holong adalah di luar versi Dalihan Natolu
“Binanga ni Sihombing ma, binongkak di Tarabunga, Tu sanggar ma amporik, tu
lubang ma satua, sai sinur ma na pinahan, gabe na ni u1a.”
Setelah diulosi kemudian dijemput sedikit beras (boras si pir ni tondi) ditaburkan
baik kepada umum dengan mengucapkan “HORAS” tiga ka1i.
Kemudian menyusul pemberian ulos kepada orang tua pengantin laki-laki
(wakilnya). Umpasa berikut sering disampaikan seiring dengan pemberian ulos :
“Jongjong do hami dison lae, ito, pasahathon sada u1os na margoar ulos pansamot
tu hamu siala naung hujalo hami sinamotmu, marbonsir diulaonta sada rion. Jala
anakmu dohot parumaen mu”.
Songon nidok ni umpasa ma :
“manginsir ma sidohar, di uma ni Palipi, tu deak nama hamu marpinompar, jala
bagasmu sitorop pangisi. Andor hudumpang ma togu togu ni lombu, sai saur
matua ma hamu, Lae-ito, huhut mangiring iring pahompu.
Songon panutup ito :
“Sahat sahat ni solu ma sahat tu bontean, nunga saut maksud dohot tahinta, sai
sahat ma tu parhorasan, sahat panggabean”.
Sesudah itu berjalanlah pemberian ulos (si tot ni pansa) kepada pamarai
dan simolohon. pemberian ulos ini biasanya diwakilkan kepada suhut paidua.
Setelah ulos-ulos lainnya berjalan maka sebagai penutup adalah pemberian ulos
dari tulang laki-laki disebut ulos panggabei. Ini dilaksanakan setelah acara
pemberian “tintin marangkup”.
4.3.3 Pada Upacara Kematian
Ulos yang ketiga dan yang terakhir yang diberikan pada seseorang ialah
ulos yang diterimanya pada waktu dia meninggal dunia. Tingkat kematian
seseorang menentukan jenis ulos yang dapat diterimanya. Jika seorang mati muda
(mate hadiaranna) maka ulos yang diterimanya, ialah ulos yang disebut ulos
“parolang olangan” dan biasanya dari jenis “parompa”. Bila seorang meninggal
sesudah berkeluarga (matipul ulu, marompas tataring) maka kepadanya diberikan
mati sari/saur matua maka kepadanya diberikan ulos “panggabei”.
Khusus tentang ulos Saput dan tujung perlu ditegaskan tentang
pemberiannya. Menurut para orang tua, yang memberikan saput ialah pihak
Tulang sebagai bukti bahwa tulang masih tetap ada hubungannya dengan berenya.
Sedang ulos tujung diberikan oleh pihak Hula-hula. Ini penting untuk jangan lagi
terulang pemberian yang salah. Tata Cara Pemberiannya :
Bila yang meninggal seorang anak (belum berkeluarga), maka tidak ada
acara pemberian saput. Bila yang meninggal adalah orang yang sudah berkeluarga
maka setelah hula-hula mendapat/mendengar kabar tentang ini, maka
di-sediakanlah sebuah ulos untuk tujung dan pihak Tulang menyediakan ulos saput.
Pada waktu pemberian saput dari Tulang:
“Dison bere hupasahat hami dope sada ulos tu songon saput ni dagingmu, ulos
parpudi laho mnopot sambulom. Songon tanda do on na dohot hami mar habot ni
roha di halalaom. Pabulus roham, topot ma ingananmu rap dohot Tuhanta patulus
pardalanmu”.
Kemudian pihak Hula-hula memberikan tujung:
“Sadarion (ito, hela) pasahaton nami do tuho ulos tujung. Beha bahenon (ito,
hela), nunga songoni huroha bagianmu, marbahir siubeonmu, sambor nipim
mabalu ho. Alani i unduk ma panailim marnida halak, patoru ma dirim marningot
Tuhan. Songon nidok ni umpasama dohonon nami” :
Hotang binebe bebe, hotang pinulos-pulos, Unang iba mandele, ai godang do
tudos-tudos.
tujung yang dilakukan oleh pihak Hula-hula. Mengenai waktunya tergantung
kesepakatan kedua belah pihak.
Hula-hula menyediakan beras dipiring, air bersih mencuci muka dari air putih
satu gelas. Acara dibuat pada waktu pagi (parnangkok ni mata ni ari). Kata-kata
ini mengiringi acara tersebut :
“Sadarion ungkapon nami ma tujung on sian simanjujungmu. Asa ungkap na ari
matiur, ungkap silas ni roha tu hamu di joloanon, Husuapi ma (dainang/helangku)
asa bolong sude ilu ilum, na mambahen golap panailim”.
“Sai bagot na ma dungdung ma tu pilo-pilo na marajar, sai mago ma na lungun tu
joloanon, ro ma na jagar”.
“Dison muse nek sitio-tio inum (dainang, laengku) ma on, sai tio ma panggabean,
tio parhorasan di hamu tu joloan on. Huhut dison boras si pir ni tondi, sai pir ma
nang tondim”.
Martantan ma baringin, marurat jabi jabi, horas ma tondi madingin, tumpakon ni
Mulajadi.
Beras kemudian dijemput lalu ditaburkan di atas kepala sebanyak tiga kali.
Biasanya seluruh anak yang ditinggal si mati dicuci mukanya dan ditaburkan
beras di atas kepalanya.
Dahulu kepada si pemberi ulos biasanya diberikan piso piso sebagai panggarar
4.3.4 Pada waktu Memberi Ulos Panggabei
Bila seorang orang tua yang sari/saur matua meninggal dunia, maka
seluruh hula-hula akan memberi ulos yang disebut ulos panggabei. Dan biasanya
ulos ini tidak lagi diberikan kepada yang meninggal akan tetapi kepada seluruh
turunannya (anak, pahompu dan cicit)
Kata kata berikut mengiringi pemberian ulos tersebut :
“Di hamu pomparan ni Lae nami (Amang boru) on. Di son hupasahat hami tu
hamu, sada ulos panggabei. Ulos on ulos panggabei, Sai mangulosi panggabean
ma on, mangulosi parhorason, mangulosi daging do hot tondimu hamu sude
pomparan ni Lae (amang boru) on. Horas ma dihita sude …”
Biasanya ulos ini jumlahnya sesuai dengan urutan hula hula mulai dari hula-hula,
bona tulang, bona niari dan seluruh hula-hula anaknya maupun hula-hula
cucunya.
Acara kematian untuk orang tua seperti ini memakan waktu yang sangat lama dan
biaya yang cukup besar
BAB V PENUTUP
Setelah memaparkan isi dalam karya ilmiah ini, maka untuk selanjutnya
sebagai pemutup perlu penulis sampaikan beberapa kesimpulan dari apa yang
telah diuraikan pada bagian-bagian terdahulu. Kesimpulan ini kan penulis uraikan
secara per poin saja, sehingga memudahkan bagi pembaca untuk mengetahui isi
dari karya Ilmiah ini sebenarnya.
Untuk lebih jelas demikian penulis simpulkan beberapa poin dari karya ilmiah ini,
yaitu antara lain:
1. Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan maksud bukan
untuk bisnis dirempat yang dikunjungi, tetapi hanya utuk menikmati
perjalan.
2. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran
wisata.
3. Atraksi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di suatu dareah tujuan
wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang semakin memiliki
minat yang lebih besar untuk berkunjung ke suatu DTW.
4. Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku, yaitu: Batak Karo, Batak Toba,
Batak Simalungun, Batak Pakpak, Angkola dan Mandailing.
5. Ornamen merupakan salah satu unsur dari cabang seni rupa yang tidak
6. Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini
merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan
pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni
holong", yang artinya kira-kira "Jika ijuk adalah pengikat pelepah pada
batangnya, maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.".
7. Makna dan cara pemberian ulos dalam upacara adat Batak
Setelah penulis membuat suatu kesimpulan, maka berikut ini ada baiknya penulis
juga ingin memyampaikan beberapa saran demi kelestarian Ulos Batak ini.
Saran yang ingin penulis sampaikan antara lain:
1. Ulos Tidak dapat dilepas dalam kebudayaan batak Toba tetapi sekarang ini
hampir banyak masyarakat yang menyalah gunakan makna dari ulos
tersebut.
2. Kelestarian Ulos ini perlu dijaga karena hampir Banyak masyarakat
menyalah gunakanya.
3. Rasa banga debgan budaya batak, adat istiadat yang sudah diatur oleh
nenek moyang.
4. Kiranya generasi penerus masyarakat batak Toba lebih mengetahui lagi
makna dan pada saat bagaimana ulos itu digunakan.
Demikian kesimpulan dan saran yang dapat penulis sampaikan dalam
karya ilmiah ini, semoga apa yang telah penulis lakukan dapat menjadi masukan
DAFTAR PUSTAKA
Spillane,S.J, James. 1994. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi Dan
Rekayasa Kebudayaan.Yogjakarta: Kanisius
Tampubolon ,C.B.1986. Ulos Batak Hakekat dan Makna Dan Penggunaanya
Dalam Upacara Adat.Jakarta
Yoeti Oka.A, 1983. Pengantar Ilmu Kepariwisataan, Bandung: CV .Angkasa
ariesaksono.wordpress.com/.../sapta-pesona-pariwisata-indonesia/